Hematemesis Melena Rofi

72
HEMATEMESIS MELENA BAB 1 PENDAHULUAN Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah perdarahan saluran makanan proksimal dari ligamentum Treitz. Untuk keperluan klinik dibedakan perdarahan varises esofagus dan non-varises, karena antara keduanya terdapat ketidaksamaan dalam pengelolaan dan prognosis. Manifestasi perdarahan saluran makanan bagian atas bisa beragam tergantung lama, kecepatan, banyak sedikitnya darah yang hilang, dan apakah perdarahan berlangsung terus-menerus atau tidak. Kemungkinan pasien datang dengan : 1). anemia defisiensi besi akibat perdarahan tersembunyi yang berlangsung lama, 2). Hematemesis dan atau melena disertai atau tanpa anemia, dengan atau tanpa gangguan hemodinamik; derajat hipovolemi menentukan tingkat kegawatan pasien. (3) Penyebab perdarahan saluran makanan bagian atas yang sering dilaporkan adalah pecahnya varises esofagus, gastritis erosif, tukak peptik, gastropati kongestif, sindroma Mallory-Weiss, dan keganasan. Perbedaan laporan-laporan penyebab perdarahan saluran makanan bagian atas terletak pada urutan penyebab tersebut. (3) Pengelolaan dasar pasien perdarahan saluran cerna sama seperti perdarahan pada umumnya, yakni meliputi pemeriksaan awal, resusitasi, diagnosa, dan terapi. Tujuan pokoknya adalah mempertahankan stabilitas hemodinamik, menghentikan perdarahan,

Transcript of Hematemesis Melena Rofi

Page 1: Hematemesis Melena Rofi

HEMATEMESIS MELENA

BAB 1

PENDAHULUAN

     Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah perdarahan saluran makanan proksimal dari

ligamentum Treitz. Untuk keperluan klinik dibedakan perdarahan varises esofagus dan non-

varises, karena antara keduanya terdapat ketidaksamaan dalam pengelolaan dan prognosis.

Manifestasi perdarahan saluran makanan bagian atas bisa beragam tergantung lama, kecepatan,

banyak sedikitnya darah yang hilang, dan apakah perdarahan berlangsung terus-menerus atau

tidak. Kemungkinan pasien datang dengan : 1). anemia defisiensi besi akibat perdarahan

tersembunyi yang berlangsung lama, 2). Hematemesis dan atau melena disertai atau tanpa

anemia, dengan atau tanpa gangguan hemodinamik; derajat hipovolemi menentukan tingkat

kegawatan pasien.(3)

     Penyebab perdarahan saluran makanan bagian atas yang sering dilaporkan adalah pecahnya

varises esofagus, gastritis erosif, tukak peptik, gastropati kongestif, sindroma Mallory-Weiss, dan

keganasan. Perbedaan laporan-laporan penyebab perdarahan saluran makanan bagian atas

terletak pada urutan penyebab tersebut.(3)

     Pengelolaan dasar pasien perdarahan saluran cerna sama seperti perdarahan pada umumnya,

yakni meliputi pemeriksaan awal, resusitasi, diagnosa, dan terapi. Tujuan pokoknya adalah

mempertahankan stabilitas hemodinamik, menghentikan perdarahan, dan mencegah perdarahan

ulang. Konsensus nasional PGI-PEGI-PPHI menetapkan bahwa pemeriksaan awal dan resusitasi

pada kasus perdarahan wajib dan harus bisa dikerjakan pada setiap pelayanan kesehatan

masyarakat sebelum dirujuk ke pusat layanan yang lebih tinggi. Adapun langkah-langkah praktis

pengelolaan perdarahan saluran makanan bagian atas adalah sebagai berikut: 1). Pemeriksaan

awal, penekanan pada status awal hemodinamik; 2). Resusitasi, terutama untuk stabilitas

hemodinamik; 3). Melanjutkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan lain yang

diperlukan ; 4). Memastikan perdarahan saluran makanan bagian atas atau bawah; 5).

Menegakkan diagnosa pasti penyebab perdarahan; 6). Terapi untuk menghentikan perdarahan,

penyembuhan penyebab perdarahan, mencegah perdarahan ulang.(3)

     Tegaknya diagnosa penyebab perdarahan sangat menentukan langkah terapi yang diambil.(3)

Page 2: Hematemesis Melena Rofi

BAB II

PEMBAHASAN

II.1 DEFINISI

               Hematemesis diartikan sebagai muntah darah, dan Melena sebagai pengeluaran kotoran

yang hitam seperti ter karena adanya darah yang berubah bentuknya.(1)

II.2 ANATOMI  DAN HISTOLOGI SALURAN PENCERNAAN MAKANAN

 a.     Anatomi

Gambar:Anatomi saluran makanan.(5)

Page 3: Hematemesis Melena Rofi

    

Anatomi dari Esofagus

Page 4: Hematemesis Melena Rofi

Gambar:penbagian daerah esophagus (5)

AnatomiLambung

Page 5: Hematemesis Melena Rofi

Gambar : Anatomi lambung (5)

b.   Histology

1.   Gaster

Gaster manusia terbagi atas tiga bagian : kardia, fundus, dan korpus, dan pilorus. Fundus

dan korpus adalah bagian lambung yang terluas.(5)

Dinding gaster terdiri dari atas empat lapisan umum saluran cerna : Mukosa, Submukosa,

muskularis eksterna, dan serosa.(5)

Mukosa gaster terdiri dari atas tiga lapisan: epitel, lamina propria, dan mukosa

muskularis. Permukaan lumen mukosa ditutupi epitel selapis gepeng silindris. Epitel ini juga

meluas ke dalam dan melapisi foveola gastrika yang merupakan invaginasi epitel permukaan. Di

daerah fundus gaster, foveola ini tidak dalam dan masuk ke dalam mukosa sampai kedalaman

seperempat tebalnya. Di bawah epitel permukaan terdapat lapisan jaringan ikat longgar, yaitu

lamina propria di antara kelejar gaster ke arah epitel permukaan.(5)

Kelenjar gaster berhimpitan di dalam lamina propria dan menempati seluruh tebal

mukosa. Kelenjar-kelenjar ini bermuara ke dalam dasar foveola gastrika. Epitel permukaan

gaster mengandung jenis sel yang sama, dari daerah kardia sampai ke pilorus; namun terdapat

perbedaan regional pada jenis sel yang menyusun kelenjar gastrika. Dengan pembesaran yang

lebih lemah, dua jenis sel dapat dikenali di kelenjar gaster pada fundus gaster. Sel parietal

asidofilik terlihat pada bagian atas kelenjar ; sel zimogen yang lebih basofilik menmpati bagian

lebih ke bawah. Lamina propria daerah di bawah kelenjar dapat mengandung kelompok jaringan

limfoid dan limfonodus kecil.(5)

Mukosa: Mukosa gaster kosong memperlihatkan banyak lipatan yang disebut rugae.

Lipatan- lipatan ini bersifat sementara dan terbentuk akibat kontraksi lapisan otot polos, yaitu

Page 6: Hematemesis Melena Rofi

mukosa muskularis. Saat lambung terisi cairan atau materi padat, ruge ini menghilang dan

mukosa tampak licin.(5)

Submukosa : Lapisan tebal tepat dibawah mukosa muskularis adalah submukosa. Pada

lambung kosong, lapisan ini meluas sampai ke dalam lipatan atau ruge. Submukosa mengandung

jaringan ikat tidak teratur ang lebih padat dengan lebih banyak serat kolagen dibandingkan

dengan lamina propria. Selain unsur normal sel sel jaringan ikat, submukosa mengandung

banyak jaringan pembuluh limfe kapiler, arteriol besar, dan venul. Di bagian yang lebih dalam

submukosa terlihat juga ganglia parasimpatis pleksus saraf Meissner mukosa yang terisolasi atau

berada dalam kelompok kecil.(5)

Muskularis eksterna : pada gaster, muskularis eksterna terdiri dari tiga lapis otot polos,

masing-masing terorientasi dalam bidang berbeda : lapisan oblik di dalam, sirkular di tengah,

dan longitudinal di luar. Lapisan oblik tidak utuh, dan akibatnya lapisan ini tidak selalu tampak

pada sediaan dinding gaster. Pada sediaan ini, lapisan sirkuler terpotong memanjang dan lapisan

memanjang terpotong melintang. Di antara lapisan otot polos sirkular dan longitudinal, terdapat

pleksus saraf mesentericus ganglia parasimpatis dan serat saraf.(5)

Serosa : Lapisan paling luar dinding gaster adalah serosa. Lapisan ini adalah lapisan tipis

jaringan ikat yang menutupi muskularis eksterna. Di luarnya, lapisan ini ditutupi selapis mesotel

gepeng peritoneum visceral. Jaringan ikat yang ditutupi peritoneum viseral dapat mengandung

banyak sel lemak. (5)

2.   Peralihan Duodenum – Pilorus

Pilorus gaster dipisahkan dari duodenum usus halus oleh lapisan otot polos tebal yang

disebut sfingter pilori. Sfingter ini dibentuk oleh penebalan lapisan sirkular muskularis eksterna

gaster.(5)

Pada peralihan pilorus dengan duodenum, rigi mukosa di sekitar foveola gastrika

melebar, lebih tidak teratur, dengan bentuk lebih variabel. Kelenjar pilorus tubular bergelung

berada di dalam lamina propria dan bermuara di dasar foveola gastrica. Sering terlihat

limfonodulus di daerah peralihan gaster dan usus halus.(5)

Epitel gaster penghasil mukus langsung berubah menjadi epitel usus di duodenum. Epitel

ini terdiri atas sel silindris dengan mikrovili dan sel goblet yang terdapat sepanjang saluran

cerna. Duodenum memiliki modifikasi permukaan khusus berupa vili. Setiap vilus merupakan

Page 7: Hematemesis Melena Rofi

tonjolan permukaan berbentuk daun dengan ujung lancip. Di antara vili terdapat ruang antarvili

yang merupakan perluasan lumen usus.(5)

Di dalam lamina propria duodenum tampak kelenjar intestinal tubuler simpleks.

Kelenjar-kelenjar ini terutama terdiri dari sel goblet dan sl dengan mikrovili pada epitel

permukaan.(5)

Kelenjar duodenal menempati sebagian besar submukosa di duodenum bagian atas dan

khas untuk bagian usus halus ini. Saluran keluar kelenjar ini menembus mukosa muskularis

duodenum dan bermuara pada dasar kelenjar intestinal. Akibatnya, mukosa muskularis tampak

terputus-putus di daerah ini. Kecuali kelenjar submukosa esofageal propria, kelenjar duodenal

adalah kelenjar submukosa satu-satunya pada saluran cerna. Di muskularis eksterna gaster dan

muskularis eksterna duodenum terdapat neuron-neuron pleksus syaraf mienterica.(5)

3.   Duodenum

Dinding duodenum terdiri atas empat lapisan : mukosa dengan epitel pelapisnya, lamina

propria, dan mukosa muskularis; jaringan ikat submukosa dibawahnya dengan kelenjar duodenal

mukosa; kedua lapisan otot polos muskularis eksterna dan serosa. Lapisan-lapisan ini menyatu

dengan lapisan yang serupa pada gaster, usus halus, dan usus besar. Lipatan sirkuler terbentuk di

dalam duodenum, mereka adalah bagian dari membran mukus dan jaringan submukosa dan

memiliki ketebalan hingga 8 mm. Tunica muscularis bukan merupakan bagian dari plika. Bagian

ini memperlihatkan 2 lipatan yang bergabung. Permukaan dari lipatan Kerckring

memperlihatkan intestinal vili dalam beberapa bentuk dan ukuran. Bagian tersebut memiliki

ketinggian 0,5-1,5 mm dengan ketebalan sekitar 0,15 mm. Interstinal vili selimuti oleh epitel

kolumner.Sel otot halus bermula dari mukosa lamina muskularis sampai ke lamina propria vili.

Vili ini melekat di membran mukosa. Tubular canal memanjang mulai dari permukaan sel

dibawah invaginasi antara mikrovili dan mukosa lamina muskularis. Canal ini lah yang

merupakan kelenjar intestinal Lieberkuhn atau juga dapat disebut rongga Lieberkuhn. Kelenjar

duodenal atau disebut juga dengan kelenjar Brunner adalah ciri khas dari duodenum. Kelenjar ini

terletak di lapisan submukosa. Kelenjar dengan saluran berkelok ini serupa dengan yang terdapat

pada gaster.(5)

Page 8: Hematemesis Melena Rofi

II.3 FISIOLOGI

Fisiologi yang akan dibahas yaitu fisiologi saluran cerna terhadap makanan yang masuk

melalui mulut sampai masuk ke gaster.(5)

 Faring dan Oesofagus memiliki fungsi yang utama yaitu untuk mentransfer makanan dari

mulut masuk ke lambung.(5)

Stimulus yang dihasilkan oleh makanan yang masuk ke esofagus berupa rangsangan

mekanik. Menelan menghasilkan rangsangan mekanis terhadap faring dan masuknya bolus ke

esofagus memberikan efek distensi terhadap esofagus. Kemudian juga terjadi reflex berupa

relaksasi dari proximal dari esofagus dan pada bagian distal terjadi kontraksi refleks ini juga

disebut peristaltik yang berfungsi untuk mendorong makanan masuk ke lambung. Stimulasi dari

esofagus bagian proxismal mengakibatkan lower esofagus sfingter relaksasi dan membuka

sehingga makanan masuk ke lambung.(5)      

Lambung mempunyai 2 mekanisme untuk mencerna makanan yaitu fungsi mekanik

dengan cara distensi dan kotraksi dari otot polos dari lambung dan dengan cara kimiawi dengan

cara mengeluarkan asam lambung untuk mencerna protein di lumen. Perlu diketahui bahwa asam

lambung yang dikeluarkan mempunyai pH yang sangat rendah sehingga bakteri yang tidak tahan

asam akan mati sesaat setelah masuk ke lambung. Mukosa lambung menjaga dirinya dari efek

buruk dari asam lambung dengan adanya prostaglandin.(5)

II.4  ETIOLOGI

  II.4.1 Etiologi perdarahan saluran makanan bagian atas

Riwayat dan pemeriksaan fisik yang pada orofaring dan rongga nasal harus dilakukan

untuk menyingkirkan adanya darah yang tertelan sebagai sumber hematemesis.(1)

Ada empat penyebab perdarahan saluran makanan bagian atas (SMBA) yang paling sering

ditemukan, yaitu (1) ulkus peptikum, (2) gastritis erosif, (3) varises, dan (4) ruptur mukosa

esofagogastrika. Semua keadaan ini meliputi sampai 90 persen dari semua kasus perdarahan

gastrointestinal atas dengan ditemukannya suatu lesi yang pasti.(1)

Ulkus peptikum yang mengenai lambung atau doudenum merupakan penyebab perdarahan

SMBA yang paling sering ditemukan. Karena perdarahan merupakan manifestasi pertama pada

ulkus peptikum, lesi ini harus dipertimbangkan secara serius bahkan kalau riwayat penyakit

dengan ciri khas ulkus tersebut tidak didapat.(1)

Page 9: Hematemesis Melena Rofi

Gastritis dapat berkaitan dengan konsumsi alkohol yang baru saja dilakukan atau dengan

penggunaan obat-obat antiinflamasi seperti aspirin atau ibuprofen. Erosi lambung lebih sering

pada pasien yang mengalami trauma berat, pembedahan atau penyakit sistemik yang berat,

khususnya para korban luka bakar dan pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial. Karena

tidak ada gejala fisis yang khas, diagnosa gastritis harus harus dicurigai kalau ditemukan kondisi

klinis yang sesuai.(1)          

Perdarahan varises secara khas terjadi mendadak dan masif; kehilangan darah

gastrointestinal yang kronik jarang ditemukan. Perdarahan dari varises esofagus atau lambung

biasanya disebabkan oleh hipertensi portal yang terjadi sekunder akibat sirosis hepatis. Meskipun

sirosis alkoholik merupakan penyebab varises esofagus yang paling prevalen di Amerika serikat,

setiap keadaan yang menimbulkan hipertensi portal dapat mengakibatkan perdarahan varises.

Lebih lanjut, kendati adanya varises berarti adanya hipertensi portal yang sudah berlangsung

lama, penyakit hepatitis akut atau infiltrasi lemak yang hebat pada hepar  kadang-kadang dapat

menimbulkan varises yang akan menghilang begitu abnormalitas hepar disembuhkan. Meskipun

perdarahan SMBA pada pasien sirosis umumnya berasal dari varises sebagai sumber perdarahan,

kurang lebih separuh dari pasien ini dapat mengalami perdarahan nyang berasal dari ulkus

peptikum atau gastropati hipertensi portal. Keadaan yang disebut terakhir ini terjadi akibat

penggembungan vena-vena mukosa lambung. Sebagai konsekuensinya, sangat penting

menentukan penyebab perdarahan nagar penanganan yang tepat dapat dikerjakan.(1)       

Dengan kemajuan bidang esofagogastroduodenoskopi, sindroma Mallory-Weiss ditemukan

dengan frekuensi yang meningkat sebagai penyebab perdarahan SMBA akut. Laserasi mukosa

terjadi didaerah batas esofagogastrika dan riwayat medisnya sering ditandai oleh gejala muntah

tanpa isi atau vomitus tanpa darah, yang kemudian diikuti dengan hematemesis.(1)        

Lesi perdarahan esofagus yang jarang termasuk esofagitis dan karsinoma; semua ini

menyebabkan hilangnya darah kronik dan jarang menimbulkan perdarahan masif.(1)         

Karsinoma gaster, Limpoma, Polip, dan Tumor lambung dan usus kecil lainya jarang

menimbulkan perdarahan. Leiomioma leiomiosarkoma jarang terjadi, tetapi dapat menyebabkan

perdarahan masif. Perdarahan divertikula duodenum dan jejunum relatif jarang terjadi.

Insufisiensi vaskular pembulih darah mesenterik , termasuk penyakit oklusif dan nonoklusif,

dapat menyebabkan diare berdarah.(1)          

Page 10: Hematemesis Melena Rofi

Ruptur aneurisma aorta aterosklerotik kedalam usus kecil hampir selalu fatal. Ruptur

biasanya terjadi setelah pembedahan rekontruksi arteri dengan pembentukan fistula antar graf

sintetik dan lumen usus. Perdarahan yang sedikit atau banyak dapat mendahului perdarahan

masif yang mendadak dari fistulo aortoenterik. Perdarahan mendadak juga dapat terjadi setelah

trauma yang dapat menyebabkan laserasi hepar; keadaan ini dapat menyebabkan hilangnya darah

kedalam saluran empedu.(1)        

Diskrasi darah primer, vaskulitis dan kelainan jaringan ikat dapat menyebabkan perdarahan

SMBA yang signifikan. Uremia dapat menyebabkan hilangnya darah dari gastrointestinal. Gejala

yang paling sering adalah perdarahan kronik dari lesi yang difusdari mukosa lambung dan usus

kecil.(1)

II.4.2 Etiologi Perdarahan Saluran Makanan Bagian Bawah

Lesi pada anus dan rektum. Sedikit darah yang berwrna merah cerah pada permukaan

feses dan kertas toilet sering disebabkan oleh hemorhoid, fisura ani atau fistula. Perdarahan

semacam ini biasanya dicetuskan oleh kotoran yang keras sehingga defekasi dilakukan dengan

mengejan. Proktitis merupakan perdarahan rektum yang lain. Proktitis ini sering merupakan

varian kolitis ulseratif yang terbatas dan bersifat idiopatik. Pada keadaan lain, terutama pada

kaum laki-laki homoseksual atau pada pasien yang terinfeksi HIV, proktitis dapat disebabkan

oleh sitomegalovirus (CMV) atau gonore atau neoplasma. Trauma rektum merupakan penyebab

hematokezia, dan benda asing yang dimasukkan kedalam lekukan rektum dapat menimbulkan

perforasi disamping perdarahan rektum yang akut. Harus ditekankan bahwa kelainan patologi

anus tidak meniadakan sumber-sumber kehilangan darah lainnya, dan kemungkinan adanya

sumber-sumber ini harus dicari dan dikesampingkan.(1)        

Lesi pada kolon. Baik karsinoma kolon maupun polip pada kolon dapat menyebabkan

kehilangan darah yang kronik. Angiodisplasia, yaitu telengiektesia mukosa, yang biasanya

mengenai kolon ascendens, merupakan sumber utama perdarahan akut atau kronik pada pasien

lanjut usia. Diare berdarah yang nyata sering dijumpai dan merupakan gejala yang tampak pada

pasien kolitis ulserativa. Gejala ini tidak begitu sering dijumpai pada kolitis granulomatosa,

tetapi darah okulta dapat ditemukan dalam tinja. Perdarahan dapat pula menyertai diare yang

disebabkan oleh infeksi Shigella, Amoeba, Campylobacter, C.difficile, dan kadang-kadang

salmonella. Pada pasien lanjut usia, kolitis iskemik dapat menyebabakan diare berdarah. Lesi ini

Page 11: Hematemesis Melena Rofi

dapat pula dijumpai pada perempuanyang lebih muda, yang menggunakan preparat kontrasepsi

oral.(1)        

Divertikula. Perdarahan pada divertikula kolon merupakan penyebab terjadinya

perdarahan gastrointestinal bawah yang masif. Gambaran yang lazim ditemukan pada perdarahan

divertikula adalah tinja berwarna merah tua yang dikeluarkan tanpa rasa nyeri. Divertikula

Meckel, yaitu suatu anomali kongenital pada ileum bagian dista, ditemukan pada sekitar dua

persen populasi dan merupakan penyebab perdarahan akut yang penting pada anak-anak serta

dewasa muda. Meskipun hanya sekitar 15 persen dari divertikula ini yang mengandung mukosa

lambung, namun separuh lesi yang menyebabkan perdarahan akut berisi mukosa lambung.(1)  

II.5  PATOFISIOLOGI

       Gejala perdarahan intestinal ini menunjukkan bahwa sumber perdarahan terletak di bagian

proksimal. Warna darah yang dimuntahkan tergantung pada konsentrasi asam hidroklorida

didalam lambung dan campurannya dengan darah. Jika vomitus terjadi segera setelah terjadinya

perdarahan, muntahan akan tampak berwarna merah gelap, coklat, atau hitam. Bekuan darah

yang mengendap pada muntahan akan tampak seperti “ampas kopi” yang khas. Hematemesis

biasanya menunjukkan perdarahan disebelah proksimal ligamentum Treitz, karena darah yang

memasuki traktus gastrointestinal dibawah doudenum jarang masuk kedalam lambung.(2)

   

Gambar: Sumber Perdarahan

GIT (4)

 

Page 12: Hematemesis Melena Rofi

Gambar:  Lokasi perdarahan saluran makanan bagian atas.(4)

Meskipun perdarahan yang cukup untuk menimbulkan hematemesis biasanya akan

mengakibatkan melena, kurang dari separuh pasien melena menderita hematemesis. Istilah

Melena biasanya menggambarkan perdarahan dari esofagus, lambung atau doudenum, tetapi lesi

didalam jejunum, ileum dan bahkan kolonascendens dapat menyebabkan melena asalkan waktu

perjalanan melalui traktus gastrointestinal cukup panjang. Kurang lebih 60mL darah cukup untuk

menimbulkan satu kali buang air besar dengan tinja yang berwarna hitam. Kehilangan darah akut

yang lebih besar dari jumlah ini dapat menimbulkan melena lebih dari 7 hari. Setelah warna tinja

kembali normal , hasil tes untuk adanya darah samar dapat tetap positif selama lebih dari satu

minggu. Warna melena yang hitam terjadi akibat kontak darah dengan asam hidroklorida

sehingga terbentuk hematin. Tinja tersebut akan terbentuk seperti ter (lengket) dan menimbulkan

bau yang khas. Konsistensi seperti ini berbeda dengan tinja yang berwarna hitam atau gelap

setelah seseorang mengkonsumsi zat besi, bismut atau licorice. Demikian pula tinja yang merah

dapat terjadi akibat mengkonsumsi bit atau setelah menyuntikan sulfobromoftalein intravena.

Perdarahan gastrointestinal, sekalipun hanya terdeteksi dengan tes yang positif untuk darah

samar, menunjukkan darah yang potensial serius dan harus diselidiki lebih lanjut. (2)

Page 13: Hematemesis Melena Rofi

II.6   RIWAYAT PENYAKIT

Riwayat penyakit atau gejala yang mengarah ke penyakit ulkus dapat memberikan petunjuk

yang berguna. Demikian pula, riwayat penggunaan alkohol yang berlebihan atau pemakaian

obat-obat antiinflamasi yang belum lama harus menimbulkan kecurigaan terhadap kemungkinan

gastritis erosif. Jika penggunaan alkohol tersebut telah berjalan lama, varises esofagus lebih

cenderung menjadi perdarahan. Riwayat perdarahan gastrointestinal sebelumnya dapat

membantu sebagaimana halnya penyakit intestinal atau kelainan perdarahan didalam keluarga.

Gejala muntah tanpa isi yang baru saja terjadi dan diikuti hematemesis menunjukkan

kemungkinan sindroma Mallory-Weiss. Penyakit usus inflamatorik atau kolitis infeksiosa.

Penyakit sistemik yang menyertai, luka bakar atau trauma yang baru saja terjadi dapat

menimbulkan gastritis erosif.(1)

II.7   PENDEKATAN PADA PASIEN DENGAN PERDARAHAN GASTROINTESTINAL

 Pendekatan kepada pasien dengan perdarahan tergantung pada lokasinya, luas dan

kecepatan perdarahan. Pemikiran pertama pada perawatan pasien yang berdarah adalah

mempertahankan volume intravaskular yang adekuat dan stabilitas hemodinamik. Pasien dengan

hematemesis biasanyamengalami perdarahan dalam jumlah yang lebih besar (sering lebih dari

1000 ml) dibandingkan dengan penderita yang mengalami melena saja (biasanya 500ml) atau

kurang), dan mortalitas pada hematemesis adalah sekitar dua kali dibandingkan pada melena.

Pada saat pertama terlihat, pasien mungkin dalam keadaan syok. Sebelum melakukan anamnesis

dan melakukan seluruh pemeriksaan fisik, tanda-tanda vital harus dicatat, darah dikirim untuk

golongan darah dan percocokan silang (cross-matching), dan pasang infus intravena dengan

jarum besar untuk infus garam faali atau plasma ekspander lain.(1)

II.8   MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis perdarahan gastrointestinal tergantung pada luas serta kecepatan

perdarahan dan adanya penyakit yang terjadi bersamaan. Kehilangan darah kurang dari 500mL

jarang disertai dengan tanda-tanda sistemik; kecuali perdarahan pada manula atau pada pasien

Page 14: Hematemesis Melena Rofi

anemia di mana jumlah kehilangan darah yang lebih kecil sudah dapat menimbulkan perubahan

hemodinamika. Perdarahan yang cepat dengan jumlah yang lebih besar akan mengakibatkan

penurunan venous return ke jantung, penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer

akibat reflek vasokontriksi. Hipotensi orthostatik yang lebih besar daripada 10mmHg biasanya

menunjukkan penurunan volume darah sebesar 20 persen atau lebih. Gejala yang timbul

bersamaan meliputi sinkop, kepala terasa ringan, nausea, prespirasi, dan rasa haus. Kalau

kehilangan darah mendekati 40 persen dari volume darah, gejala syok sering terjadi disertai

takikardi dan hipotensi yang nyata. Gejala pucat tampak mencolok dan kulit penderita teraba

dingin.(1)

Pada keadaan perdarahan yang terjadi dengan cepat, nilai hematokrit mungkin tidak

mencerminkan besarnya darah yang hilang secara akurat karena keseimbangan dengan cairan

ekstravaskular dan hemodilusi memerlukan waktu lebih dari 8 jam. Hasil laboratorium yang

lazim ditemukan adalah leukositosis ringan dan trombositosis yang terjadi dalam waktu 6 jam

setelah mulainya perdarahan. Kadar BUN (blood urea nitrogen) dapat meninggi dan tidak

sebanding dengan peninggian kadar kreatinin, khususnya pada  perdarahan gastrointestinal

bagian atas. Keadaan ini terjadi akibat pemecahan protein darah menjadi ureum oleh bakteri

intestinal disamping akibat penurunan ringan laju filtrasi glomeruler.(1)

Perdarahan tersembunyi, yang ditemukan dengan card test untuk hemoglobin

peroksidase, merupakan petunjuk yang penting guna menemukan neoplasma kolateral pada

stadium dini yang potensial untuk disembuhkan. Pemeriksaan tersebut dianjurkan pada pasien

yang berusia di atas 40 tahun sebagai bagian dari pemeriksaan kesehatan tahunan, dan test kit

untuk pemeriksaan ini dapat dibeli oleh pasien sendiri. Interpretasi hasil test tersebut dipersulit

oleh keharusan untuk memeriksa tinja lebih dari satu kali (biasanya dua buah sampeldari tiga kali

pengambilan tinja) dan bila hasilnya positif, pemeriksaan tambahan diperlukan. Hasil yang

positif dapat disebabkan oleh kehilangan darah yang fisiologis, adanya enzim-enzim peroksidase

dalam makanan atau oleh setiap penyebab perdarahan gastrointestinal bagian atas atau bawah.

Konsumsi vitamin C lebih dari 500 mg per hari dapat memberikan hasil tes yang negatif palsu

(false-negative). Untuk membatasi variabel pengacau (caunvonding), pasien harus dites dengan

diet tinggi serat dan rendah daging tanpa menggunakan preparat antiinflamasi nonsteroid

maupun vitamin C. Tes kuantitatif dan spesifik ini tengah dikembangkan serta dianjurkan

(Hemoquant) untuk memperbaiki kepekaan pemeriksaan skrining darah okulta pada feses.(1)

Page 15: Hematemesis Melena Rofi

Membedakan perdarahan saluran cerna bagian atas atau bawah. Cara praktis

membedakan perdarahan saluran makan bagian atas (SMBA) atau saluran makanan bagian

bawah (SMBB) terdapat dalam table dibawah ini.(3)

Seorang pasien yang datang dengan keluhan hematemesis, muntahan sepeti kopi karena

berubahnya darah oleh asam lambung, hampir pasti perdarahan berasal dari SMBA. Timbul

melena, berak hitam lengket dengan bau busuk, bila perdarahannya berlangsung sekaligus

sejumlah 50-100 mL atau lebih. Untuk lebih memastikan keterangan melena yang diperoleh dari

anamnesa, dapat dilakukan pemeriksaan digital rektum. Perdarahan SCBA dengan manifestasi

hematokezia (berak darah segar) dimungkinkan bila perdarahannya cepat dan banyak melebihi

1000mL dan disertai kondisi hemodinamik yang tidak stabil atau syok.(3)

Tabel perbedaan perdarahan SMBA dan SMBB.(3)

Perdarahan SMBA Perdarahan SMBB

- Manifestasi klinis

pada   umumnya

- Aspirasi nasogastrik

- Rasio

(BUN/Kreatinin)

- Auskultasi usus

- Hematemesis dan /

melena

- Berdarah

- Meningkat > 35

- Hiperaktif

- Hematokezia

- Jernih

- < 35

- Normal

II.9   PEMERIKSAAN PADA PERDARAHAN SALURAN MAKAN

a.   Pemeriksaan awal pada perdarahan saluran makanan

Langkah awal pada semua kasus perdarahan saluran makanan adalah menentukan beratnya

perdarahan dengan memfokuskan pada status hemodinamik. Pemeriksaan meliputi  : 1). Tekanan

darah dan nadi posisi baring, 2). Perubahan orthostatik tekanan darah dan nadi, 3). Ada tidaknya

vasokontriksi perifer (akral dingin), 4). Kelayakan napas, 5). Tingkat kesadaran, 6). Produksi

urin.(3)              

Perdarahan akut dalam jumlah besar melebihi 20% volume intravaskular akan

mengakibatkan kondisi hemodinamik tidak stabil, dengan tanda-tanda sebagai berikut : 1).

Page 16: Hematemesis Melena Rofi

Hipotensi (90/60mmHg atau MAP < 70mmHg) dengan frekuensi nadi > 100x/menit; 2).

Tekanan diastolik orthostatik turun > 10mmHg atau sistolik turun > 20 mmHg; 3). Frekuensi

nadi orthostatik meningkat lebih > 15 x/menit; 4). Akral dingin; 5). Kesadaran menurun; 6).

Anuria atau oligouria (produksi urin < 30 mL/jam).(3)               

Kecurigaan perdarahan akut dalam jumlah besar selain ditandai kondisi hemodinamik tidak

stabil ialah bila ditemukan : 1). Hematemesis, 2). Hematokesia (berak darah segar), 3). Darah

segar pada aspirasi darah gastrik dan dengan lavase tidak segera jernih, 4). Hipotensi persisten,

5). Dalam 24 jam menghabiskan tranfusi darah melebihi 800-1000 mL.(3)

         b.   Stabilitas Hemodinamik Pada Perdarahan Saluran Makanan

Pada kondisi hemodinamik tidak stabil, berikan infus cairan kristaloid (misalnya cairan

garam fisiologis dengan tetesan cepat menggunakan dua jarum berdiameter besar, minimal 16 G

dan pasang monitor CVP); tujuannya memulihkan tanda-tanda vital dan mempertahankan tetap

stabil. Biasanya tidak sampai memerlukan cairan koloid (misalnya dekstran) kecuali pada

kondisi hipoalbuminemia berat. Secepatnya kirim pemeriksaan darah untuk menentukan

golongan darah, kadar hemoglobin, hematokrit, trombosit. Leukosit. Adanya kecurigaan diatesis

hemoragik perlu ditindaklanjuti dengan melakukan tes Rumpel-Leede, pemeriksaan waktu

perdarahan, waktu pembekuan, retraksi bekuan darah, PPT, dan aPTT.(3)              

Kapan tranfusi darah diberikan sifatnya sangant individual, tergantung jumlah darah yang

hilang, perdarahan masih aktif atau sudah berhenti, lamanya perdarahan berlangsung, dan akibat

klinik perdarahan tersebut. Pemberian tranfusi darah pada perdarahan saluran cerna

dipertimbangkan pada keadaan berikut ini : 1). Perdarahan pada kondisi hemodinamik tidak

stabil, 2). Perdarahan baru atau masih berlangsung dan diperkirakan jumlahnya 1 liter atau lebih,

3). Perdarahan baru atau masih berlangsung dengan hemoglobin < 10 g% atau hematokrit <

30%, 4). Terdapat tanda-tanda oksigenasi jaringan yan g menurun. Perlu dipahami bahwa nilai

hematokrit untuk memperkirakan jumlah perdarahan kurang akurat bila perdarahan sedang atau

baru berlangsung. Proses hemodilusi dari cairan ekstravaskuler selesai 24-72 jam setelah onset

perdarahan. Target pencapaian hematokrit setelah tranfusi darah tergantung kasus yang dihadapi,

untuk usia muda dengan kondisi cukup sehat 20-25%, usia lanjut 30%, sedangkan pada

hipertensi portal jangan melebihi 27-28%.(3)

Page 17: Hematemesis Melena Rofi

         c.   Pemeriksaan Lanjut

Sambil melakukan upaya mempertahankan stabilitas hemodinamik lengkapi anamnesa,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan-pemeriksaan lain yang diperlukan.(3)               

Dalam anamnesa yang perlu ditekankan : 1). Sejak kapan terjadinya perdarahan dan berapa

perkiraan darah yang keluar, 2). Riwayat perdarahan sebelumnya, 3). Riwayat perdarahan dalam

keluarga, 4). Ada tidaknya perdarahan dibagian tubuh yang lain, 5). Penggunaan obat-abatan

terutama antiinflamasinon steroid dan antikoagulan, 6). Kebiasaan minum alkohol, 7). Mencari

kemungkinan adanya penyakit hari kronik, demam berdarah, demam tifoid, gagal ginjal kronik,

diabetes melitus, hipertensi, alergi obat-obatan, 8). Riwayat tranfusi sebelumnya.(3)               

Pemeriksaan fisik yang perlu diperhatikan : 1). Stigmata penyakit hati kronik, 2). Suhu

badan dan perdarahan ditempat lain, 3). Tanda-tanda kulit dan mukosa penyakit sistemik yang

bisa disertai perdarahan saluran makanan, misalnya pigmentasi mukokutaneus pada sindroma

Peutz-Jeger.               

Kelengkapan pemeriksaan yang perlu diperhatikan : 1). EKG; terutama pasien berusia >40

tahun, 2). BUN, kreatinin serum; pada perdarahan SMBA pemecahan darah oleh kuman usus

akan mengakibatkan kenaikan BUN, sedangakan kreatinin serum tetap normal atau sedikit

meningkat, 3). Elektrolit (Na, K, Cl); perubahan elektrolit bisa terjadi karena perdrahan, tranfusi,

atau kumbah lambung, 4). Pemeriksaan lainnya tergantung pada kasus yang dihadapi.(3)  

         d.   Pemeriksaan Fisik

Setelah dilakukan pemeriksaan untuk mengevaluasi perubahan orthostatik pada denyut nadi

dan tekanan darah, penilaian klinis tekanan vena sentral dan pemberian cairan untuk penggantian

volume cairan yang hilang, pasien harus diperiksa untuk menentukan bukti-bukti yang

menunjukkan adanya penyakit yang mendasari perdarahan tersebut. Sumber perdarahan diluar

intestinum harus dikesampingkan dengan pemeriksaan yang teliti terhadap rongga mulut dan

nasofaring. Pemeriksaan Dermatologi yang mengungkapkan telangeaktesia yang khas pada

penyakit osler-weber-rendu (kendati lesi ini tidak akan terlihat bila terdapat anemia berat),

pigmentasi peroral pada sindroma Peutz-Jeghers, fibroma pada neurofibromatosis, kista sebasea

serta tumor-tumor tulang pada sindroma Gardner, purpura yang teraba sering terlihat pada

penyakit vaskulitis atau pigmentasi difus pada hemokromatosis. Stigmata pada penyakit hepar

kronis seperti spider angiomata, ginekomastia, atrofi testis, ikterus, asites, dan

Page 18: Hematemesis Melena Rofi

hepatosplenomegali menunjukkan kemungkinan adanya hipertensi portal sebagai penyebab

perdarahan varises esofagus atau lambung. Pembesaran kelenjar limfe yang signifikan atau

massa dalam abdomen dapat mencerminkan kelainan signifikan intraabdomen sebagai penyebab

perdarahan tersebut. Pemeriksaan rektum yang cermat sangat penting untuk menyingkirkan

kelainan patologi setempat di samping untuk melihat warna tinja.(1)

II.10 PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan pendahuluan harus mencakup hematokrit, hemoglobin, pemeriksaan

morfologi sel darah merah yang teliti (sel darah merah hipokromik mikrositik menunjukkan

bahwa kehilangan darah terjadi secara kronik), jumlah tromboplastin parsial dan pemeriksaan

koagulasi lainnya diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya kelainan pembekuan

yang primer atau sekunder. Radiografi abdomen jarang membantu menegakkan diagnosa kecuali

jika lesi iskemik atau perforasi dicurigai. Meskipun uji awal berguna dan penting, evaluasi

ulangan data laboratorium penting untuk mengikuti perjalanan klinis perdarahan.(1)

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah:

1.      Chemistry panel (liver disease, kidney disease);

2.      Liver function tests (esophageal varices) ;

3.      Upper GI series and esophagram (reflux esophagitis, ulcer, esophageal carcinoma, gastric

carcinoma);

4.      Tes Faal Hemostatis;

5.      Barium enema;

6.      CT scan of abdomen;

7.      Colonoscopy (colon neoplasm. bleeding diverticulum);

8.      Arteriogram;

9.      Fluorescein dye string test (to determine site of occult bleeding);

10.  Nuclear scan (to detect bleeding). (5)

II.11 PENDEKATAN DIAGNOSTIK DAN TERAPEUTIK

Muntah dan BAB darah warna hitam dengan sindrom dispepsia, bila ada riwayat

mengkonsumsi obat AINS, obat-obat racikan untuk nyeri sendi, pengkonsumsi alkohol yang

Page 19: Hematemesis Melena Rofi

menimbulkan erosl/ulkus peptikum. riwayat hepatitis. Keadaan umum pasien sakit ringan sampai

berat, dengan  disertai penurunan kesadaran (prekoma. koma hepatikum),ini bisa terjadi karena

syok hipovolemik.(5)

Pendekatan diagnostik bagi pasien perdarahan SMBA harus disesuaikan menurut keadaan

masing-masing pasien. Kalau terdapat riwayat melena atau hematemesis atau terdapat

kecurigaan bahwa perdarahan berasal dari traktus gastrointestinal bagian atas, kita harus

memasang NGT (nasogastric tube) untuk mengosongkan lambung pasien dan menentukan

apakah perdarahan terjadi di sebelah proksimal dari ligamentun Treitz. Jika cairan aspirasi

permulaan dari lambung tampak jernih, selang nasogastrik tersebut dibiarkan terpasang selama

beberapa jam karena perdarahan duodenum yang aktif dapat terjadi dengan hasil aspirasi

nasogastrik yang pada mulanya jernih. Jika hasil aspirasi tersebut tidak mengandung darah

selama periode perdarahan yang aktif, dapat disimpulkan bahwa perdarahan aktif tersebut tidak

berlangsung di bagian gastreoduodenum dapat dibenarkan dan selang nasogastrik boleh dilepas.

Namun demikian, bila tidak terdapat gejala yang membuktikan adanya perdarahan  aktif pada

saat selang nasogastrik dipasang, kita tidak boleh mengasumsi bahwa perdarahan bukan berasal

dari lambung atau doudenum, dan pada keadaan ini diperlukan pemeriksaan endoskopi.(1)

Jika darah yang berwarna merah atau bahan seperti “ampas kopi” teraspirasi lewat selang

nasogastrik, irigasi lambung dengan larutan garam faali (saline) harus dilakukan. Tindakan

irigasi ini memiliki du tujuan: memberikan informasi kepada dokter tentang kecepatan

perdarahan, dan membersihakan darah yang lama dari dalam lambung sebelum dilakukan

endoskopi. Tindakan diagnostik selanjutnya akan tergantung apakah perdarahan masih terus

berlanjut; keadaan ini dapat dinilai berdasarkan tanda-tanda vital, kebutuhan tranfusi dan jumlah

serta konsistensi tinja.(1)

Jika perdarahan sudah berhenti dan keadaan pasien sudah stabil, pemeriksaan lanjut dengan

esogastroduodenoskopi dapat dilakukan. Meskipun pada beberapa penelitian menunjukkan pada

endoskopi emergensi dan pendekatan diagnostik yang intensif pada umumnya tidak menurunkan

morbiditas atau mortalitas pasien, namun tindakan endoskopi emergensi sangat penting untuk

penyusunan rencana terapi pada pasien tertentu dengan riwayat pembedahan lambung, hipertensi

portal atau penyakit multisistem yang kompleks. Dengan mengenali pasien yang pembuluh

darahnya terlihat atau mempunyai varises, sebagian pasien dapat ditangani lewat endoskopi dan

Page 20: Hematemesis Melena Rofi

komplikasi yang mungkin terjadi bisa diantisipasi. Endoskopi tidak diperlukan jika pendekatan

diagnostik dan tindakan terapeutiknya sudah jelas dari data klinis atau data lainnya.(1)

Perdarahan SMBA yang persisten harus dilihat secara berbeda, dan kebanyakan dokter

akan segera melanjutkan pemeriksaan dengan esofagogastroduodenoskopi. Penentuan lokasi dan

penyebab perdarahan  sangat penting dalam penyusunan rencana untuk terapi yang tepat.

Antisipasi tindakan pembedahan, angiografi atau kecurigaan akan adanya varises yang berdarah

merupakan indikasi kuat untuk tindakan esofagogastroduodenoskopi. Perdarahan dari arteriol

pada ulkus peptikum dapat dikendalikan lewat tindakan koagulasi endoskopik dengan

menggunakan laser Nd:YAG,heater probe atau elektrokauter. Namun demikian,

esofagogastraduodenoskopi lebiuh sulit dilakukan untuk mengevaluasi perdarahan masif karena

jumlah darah yang banyak akan mengaburkan visualisasi kelainan patologi mukosa, dan pada

keadaan ini diperlukan pemeriksaan angiografi disamping endoskopi.(1)

Apabila perdarahan berlanjut dan pemeriksaan endoskopi tidak berhasil menentukan

sumber perdarahan, lokasi perdarahan mungkin teletak disebelah distal ligamentum Treitz. Pada

situasi ini, sering sangat membantu dalam menegakkan diagnosa. Untuk melihat lokasi

perdarahan lewat angiografi diperlukan kehilangan darah dengan kecepatan sedikitnya

0,5mL/menit. Korelasi klinis yang mencerminkan derajat kehilangan darah ini mencakup

hipotensi postural dan keharusan tranfusi darah untuk mempertahankan tanda-tanda vital yang

stabil. Pemeriksaan angiografi emergensi dapat menentuka lokasi perdarahan; kendati demikian,

penyebab perdarahan mungkin tidak bisa ditentukan kecuali bila terlihat varises, malfornasi

vaskuler atau aneurisma.(1)

Angiografi terapeutik merupakan pendekatan yang sangat membantu dalam mengendalikan

perdarahan yang persisten. Pemberian preparat vasokonstriktor intraarteri, seperti vasopresin,

secara kontinyu sering berhasilmengendalikan perdarahan akibat ulkus lambung atau ruptur

Mallory-Weiss. Selain itu, bahan yang bisa menghasilkan embolus dapat disuntikkan langsung

ke dalam pembuluh arteri yang mengaliri tempat perdarahan.(1)

Jika varises esofagus yang berdarah terlihat pada endoskopi proksimal, infus vasopresin

melalui vena perifer dapat mengendalikan perdarahan dengan segera. Respon terhadap terapi

seperti ini tergantung pada keadaan umum pasien yang dinilai berdasarkan parameter klinis dan

laboratorium. Penyuntikan vasopresin intraarterial ternyata tidak lebih efektif daripada

penyuntikan intravena dalam pengendalian perdarahan varises. Terapi sklerosis endoskopik dan

Page 21: Hematemesis Melena Rofi

ligasi varises kini telah digunakan sebagai terapi yang efektif untuk perdarahan varises esofagus.

Skeroterapiendoskopik yang periodik dan ligasi juga membatasi timbulnya perdarahan lebih

lanjut pada pasien dengan riwayat perdarahan varises tetapi tidak memperpanjang usia pasien ini.

Perdaraha varises juga dapat dikendalikan dengan temponade balon dengan Sengstaken-

Blakemore tube. Seperti halnya vasopresin, teknik ini umumnya digunakan sebagai tindakan

untuk membuat stabil keadaan pasien dan harus diikuti dengan terapi definitif yang kalau

mungkin sudah dilakukan dalam tempo 48 jam. Karena angka morbiditasnya, pembuatan pintas

(shunt). Portosistemik hanya dilakukan pada keadaan yang paling gawat. Transpalntasi hepar

mungkin merupakan satu-satunya pilihan bagi sebagian penderita sirosis hepatis dan perdarahan

varises.(1)

Dalam mengevaluasi perdarahan SMBB (saluran makanan bagian bawah), prosedur yang

paling penting adalah pemeriksaan colok dubur, anoskopi, dan sigmoidoskopi. Pemeriksaan yang

disebutkan terakhir ini dapat mengenali lokasi perdarahan atau melihat perdarahan yang datang

dari sebelah atas daerah yan g terjangkau oleh instrumen tersebut. Pada keadaan yang terakhir

ini, persiapan kolon dengan larutan lavase saline memungkinkan evaluasi kolonoskopik usus

dalam beberapa jam. Banyak kelainan kolon dapat dideteksi dan diterapi dengan polipektomi

atau elektrokoagulasi. Jika perdarahan terjadi dengan cepat, arteriografi dapat membantu

menentukan lokasi perdarahan dan memungkinkan penyuntikan setempat preparat

vasokonstriktor untuk mengendalikan perdarahan. Karena arteriografi hanya dapat mendeteksi

lesi yang menimbulkan perdarahan aktif itu kalau kehilangan darahnya melebihi 0,5 mL/menit

dan karena perdarahan gastrointestinal cenderung intermitten, pemeriksaan arteriografi sering

tidak mempunyai arti diagnostik. Pemindaian eritrosit dilabel dengan radioaktif lebih sensitif

dibandingkan dengan arteriografi dalam mendeteksi hilangnya darah sebanyak 0,1mL/menit dan

dapat dipergunakan untuk meneliti perdarahan yang kurang berat. Namun, pemindaian

perdarahan kurang spesifik dibandingkan arteiografi, umumnya melokalisasi lesi, tetapi jarang

menghasilkan diagnosa pasti. Sken perdarahan paling membantu dalam mendeteksi perdarahan

aktif, ringan, atau intermitten, untuk menentukan waktu yang lebih baik untuk arteriografi dan

mendapatkan hasil diagnosa yang maksimal. Akhirnya, pemeriksaan barium enema hanya

memiliki peranan yang terbatas dalam mengevaluasi perdarahan rektum yang akut. Meskipun

dapat dipakai guna mengetahui sumber-sumber yang potensial untuk terjadinya perdarahan,

pemeriksaan ini tidak dapat menentukan lokasi perdarahan yang tepat. Selanjutnya, jika

Page 22: Hematemesis Melena Rofi

perdarahan yang cepat berulang, kolonoskopi atau angiografi berikutnya akan sulit untuk

menginterpretasi akibat bahan kontras yang tertahan. Oleh karena itu, sangat dianjurkan untuk

menangguhkan uji barium pada SMBA atau SMBB selam sedikitnya 48 jam setelah perdarahan

aktif berhenti.(1)

Pasien dengan tes positif untuk darah feses tersembunyi dievaluasi terutama untuk

menyingkirkan kemungkinan neopalsma kolorektal. Semua gejala atau riwayat harus diperiksa

juga. Jika tidak terdapat gejala, evaluasi difokuskan pada colon cukup dengan enema barium dan

sigmoidoskopi atau kolonoskopi. Pasien dengan anemia tidak mungkin mempunyai dasar

fisiologis untuk hasil tesnya, dan evaluasi harus diikuti sampai didapat penjelasan yang penuh.(1)  

Terapi nonfarmakologis : tirah baring, puasa, diet hati/lambung, pasang NGT untuk

dekompresi. pantau perdarahan.(6)

Farmakologis:

Transfusi darah PRC (sesuai perdarahan yang terjadi dan Hb). Pada kasus varises transfusi

sampai dengan Hb 10gr%, pada kasus non varises transfusi sampai dengan Hb 12gr%.

Sementara menunggu darah dapat diberikan pengganti plasma (misalnya dekstran-hemacel) atau

NaCl 0,9% atau RL

Untuk penyebab non varises :

1.      Injeksi antagonis reseptor H2 atau penghambat pompa proton

2.      Sitoprotektor: Sukralfat 3-4 x 1 gram atau Teprenon 3 x 1 tab

3.      Antasida

4.      Injeksi vitamin K. untuk pasien dengan penyakit hati kionis atau sirosis hati.(6)

Untuk penyebab varises :

1.      Somatostatin bolus 250 ug + drip 250 ug/jam intravena atau okreotide (sandostatin) 0,1 rng/2

jam. Pemberian diberikan sampai perdarahan berhenti atau bila mampu diteruskan 3 hari setelah

skleroterapi/ligasi varises esofagus.

2.      Propanolol, dimulai dosis 2 x 10 mg dosis dapat ditingkatkan hingga tekanan diastolik turun

20mmHg atau denyut nadi turun 20% (setelah keadaan stabil hematemesis melena (-)

3.      Isosorbid dinitrat/mononitrai 2 x 1 tablet/hari hingga keadaan umum stabil

4.      Metokilrpramid 3x10 mg/hari

        Bila ada gangguan hemostasis obati sesuai kebutuhan

Page 23: Hematemesis Melena Rofi

        Pada pasien dengan pecah varises/penvakit hati kronik/sirosis hati diberikan :

1.      Laktuiosa 4x 1 sendok makan

2.      Neomisin 4 x 500 mg

Obat ini diberikan sampai tinja normal.

Prosedur bedah dilakukan sebagai tindakan emergensi atau efektif. Bedah emergensi di

indikasikan bila pasien masukdaiam keadaan gawat I-II

Bila ada gangguan hemostasis obati sesuai indikasinya.(6)

  

II.12 DIFERENTIAL DIAGNOSA

Table  Hematemesis And Melena (4)

V I N D I C A T E

Vascular

Inflammatory

Neoplasm

Degenerative and Deficiency

Intoxication

Congenital

Autoimmune Allergic

TraumaEndocrine

Esophagus

Esophageal varices

Reflux esophatitis

Carcinomas of esophagus and lung

Lye and other irritants

Hiatal hernia

SclerodermaForeign body

UlcerEsophagitis

Nasogastric tube

Aortic aneurysm

Trypanosomiasis cruzi

Foreign body

Mallory–Weiss syndrome

Stomach

Cardiac varices

GastritisCarcinoma

Atrophic gastritis

Alcoholic gastritis, aspirin, and other drugs (e.g., arsenic)

Hereditary telangiectasis

Perforation and laceration surgery

Zollinger–Ellison syndrome

Page 24: Hematemesis Melena Rofi

V I N D I C A T E

Vascular

Inflammatory

Neoplasm

Degenerative and Deficiency

Intoxication

Congenital

Autoimmune Allergic

TraumaEndocrine

Ruptured aneurysm

Gastric ulcer

Duodenum

UlcerRegional ileitis

Perforation and laceration surgery

Zollinger–Ellison syndrome

Pancreas

Acute pancreatitis (hemorrhagic)

Blood LeukemiaAplastic anemia

Warfarin

Hemophilia and other hereditary coagulation disorders

ITP

Polycythemia

Vitamin K deficiency

Heparin

Collagen disease and other causes of thrombocytopenia

Other drugs

ITP, idiopathic thrombocytopenic purpura.

II.13 KOMPLIKASI

Syok hipovolemik, aspirasi pneumonia, gagal ginjal akut. sindrom hepatorenal koma

hepatikum, anemia karena perdarahan.(6)

II.14 PROGNOSA

          Dubia.(6)

Page 25: Hematemesis Melena Rofi

BAB III

PENUTUP

III.1 KESIMPULAN

Page 26: Hematemesis Melena Rofi

     Hematemesis adalah muntah darah benvarna hitam ter yang berasal dari saluran cerna bagian

atas. Melena adalah buang air besar (BAB) berwama hitam ter yang berasal dari saluran cerna

bagian atas. Yang dimaksud dengan saluran cerna bagian atas adalah saluran cerna di atas

(proksimal) ligamentum Treitz, mulai dari jejunum proksimal, duodenum, gaster dan esofagus.(6)

DAFTAR PUSTAKA

1.      Asdie Ahmad H: Perdarahan Saluran Makanan dalam: Harrison: Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam.Isselbacher Kurt J, Braunwald Eugene, Wilson Jean D, Martin Joseph B, Fauci Anthony S, Kasper Dennis L.Universitas Gadjah Mada/RSUP Dr.Sardjito.Yogjakarta 1999. hlm 259-262

Page 27: Hematemesis Melena Rofi

2.      AHLQUIST DA et al: Fecal blood levels in health and disease: A study using Hemoguant.N Engl J Med 312:1422,1985

3.      Sudoyo Aru W, Setyohadi Bambang, Alwi Idrus, Simadibrata K Marcellus, Setiati Siti.Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Sudoyo Aru W.Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta,Juni 2006.hlm 289-292

4.      Pain Management Spescialist Treats Chronic Back Pain and Neck Pain 2007.Hematemesis and Melena.Website Address: http://pain specialist.com.sq

5.      Pustaka Medika Indo 2008.Patofisiologi Muntah.Website Address:http://Cetrione.blogspot.com

6.      Portal Kedokteran 2008.Hematemesis Melena.Website Address: http:// Hematemesis Melena.com

Melena e.c. susp. Varises Esofagus

05/07/2010

Page 28: Hematemesis Melena Rofi

putrialthafunnisa medical Leave a comment

PENDAHULUAN

Hipertensi portal merupakan kelainan hemodinamik yang berhubungan dengan komplikasi paling berat dari sirosis hati, termasuk asites, ensefalopati hepatik, dan perdarahan dari varises esophagus.

Sebab terjadinya pendarahan oleh karena varises gastro-esofagus masih dipertentangkan. Perdarahan varises sering terjadi pada 25 – 35 % penderita sirosis. Perdarahan pertama biasanya memberi angka mortalitas yang tinggi, biasa sampai 30%, sementara 70% dari penderita yang selamat akan mengalami perdarahan ulang setelah perdarahan yang pertama tersebut.

Perdarahan disebut bermakna secara klinik bila kebutuhan transfusi darah 2 unit atau lebih dalam waktu 24 jam sejak penderita masuk rumah sakit, disertai tekanan darah sistolik kurang dari 100 mmHg, atau penurunan tekanan darah lebih dari 20 mmHg dengan perubahan posisi, dan atau nadi lebih dari 100 kali/menit pada saat masuk rumah sakit.

Di negara-negara maju setiap penderita dengan perdarahan akut saluran cerna bagian atas, terutama perdarahan varises dianjurkan diawasi di rumah sakit, bila perlu di ruangan perawatan intensif, walaupun perdarahan tampaknya ringan. Pengobatan penderita dengan perdarahan varises gastro – esofagus meliputi: prevensi terhadap serangan pertama, mengatasi perdarahan aktif , dan prevensi perdarahan ulang setelah perdarahan pertama terjadi. Pengelolaan perdarahan varises akut merupakan proses yang sangat kompleks, termasuk di antaranya penanganan secara umum, seperti : resusitasi, monitoring kardio – pulmoner, transfusi, pengobatan terhadap perdarahannya sendiri, dan pencegahan terhadap komplikasi.

Panduan utama penggunaan obat farmakologi sebagai profilaksis primer perdarahan varises masih tetap propanolol. Kira-kira 70% penderita yang selamat dari episode akut perdarahan varises akan mengalami perdarahan ulang dalam 1 tahun pertama setelah itu. Pengobatan dengan propanolol secara terus menerus akan dapat mengurangi kecenderungan perdarahan ulang secara bermakna. Penambahan isosorbid-5-mononirrat (ISMN) pada propanolol dalam penurunan tekanan portal dapat meningkatkan efikasi bila dibandingkan dengan propanolol saja.

LAPORAN KASUS

Anamnesis

Seorang laki-laki, B.S. umur 71 tahun MRS tanggal 5 Mei 2009, dengan keluhan utama BAB hitam.

BAB hitam dialami penderita sejak ± 1 minggu SMRS, ± 2 – 3 kali/hari, volume ±200cc/kali. Keluhan ini pernah dialami penderita ± 2 bulan yang lalu dan dirawat di RSU Prof. Kandou selama ± 12 hari. Penderita juga mengalami pusing. Mual tidak dirasakan penderita, muntah tidak ada. Nyeri ulu hati tidak ada. Panas tidak ada, batuk tidak ada. Bengkak di kaki dialami

Page 29: Hematemesis Melena Rofi

penderita sejak ± 3 bulan SMRS. Menurut penderita berat badannya turun sejak ± 5 bulan SMRS. Buang air kecil biasa.

Riwayat penyakit dahulu : Penyakit jantung, paru, ginjal, liver, darah tinggi, gula, asam urat disangkal oleh penderita.

Riwayat konsumsi obar ”PAR” disangkal oleh penderita.

Riwayat kebiasaan merokok dan minum alkohol sejak lebih dari 20 tahun yang lalu, ± 3 – 4 kali/ minggu, ± 1 botol/kali, tetapi sudah berhenti sejak ± 7 tahun yang lalu.

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum sedang, kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 100/60 mmHg, Nadi 92 kali/menit, Respirasi 24 kali/menit, suhu badan 36,6°C. Warna kulit sawo matang, efloresensi tidak ada, suhu raba hangat, lapisan lemak cukup, turgor kembali cepat, edema tidak ada, pertumbuhan rambut normal. Ekspresi muka wajar, simetris, rambut tidak mudah dicabut, tekanan bola mata normal pada perabaan, kelopak ptosis tidak ada, konjungtiva anemis ada, sklera ikterik tidak ada, gerakan normal. Pada telinga lubang ada kiri dan kanan, sekret tidak ada, nyeri tekan di prosessus mastoideus tidak ada. Pada hidung, deformitas bagian luar tidak ada, deviasi septum tidak ada, sekret tidak ada, penyumbatan tidak ada, epistaksis tidak ada. Pada mulut, bibir sianosis tidak ada, selaput lendir basah, gigi karies ada, lidah beslag tidak ada, perdarahan gusi tidak ada, faring hiperemis tidak ada, tonsil T1 – T1 hiperemis tidak ada, bau pernapasan foetor tidak ada. Pada leher, pembesaran  kelenjar  getah  bening tidak ada,  pembesaran kelenjar gondok tidak ada, trakea di tengah, JVP 5+0 cm, pulsasi pembuluh darah normal, kaku kuduk tidak ada, tumor tidak ada.

Pada pemeriksaan fisik dada ditemukan, bentuk simetris normal, retraksi ruang interkostal tidak ada,  buah dada normal, pulsasi pembuluh darah normal. Pada paru depan, inspeksi, gerakan dinding dada simetris kiri dan kanan dalam keadaan statis dan dinamis, retraksi tidak ada. Palpasi, stem fremitus kiri sama dengan kanan. Perkusi, sonor kiri sama dengan kanan. Auskultasi, suara pernapasan vesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada. Pada paru belakang, inspeksi gerakan dinding dada simetris, retraksi tidak ada. Palpasi, stem fremitus kiri sama dengan kanan. Auskultasi, suara pernapasan vesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada. Pada pemeriksaan fisik jantung, inspeksi, iktus kordis tidak tampak, palpasi, iktus kordis tidak teraba, perkusi, batas kanan ICS IV linea sternalis dextra, batas kiri ICS V linea midklavikularis sinistra, auskultasi, HR 90 kali/menit, reguler, S1-S2 normal, bising tidak ada, M1>M2, T1>T2, A2>A1, P2>P1, A2>P2

Pada abdomen, inspeksi, datar, palpasi lemas, nyeri tekan epigastrium ada, hepar dan lien tidak teraba, ballotement ginjal tidak ada, perkusi shifting dullness ada, auskultasi bising usus normal.

Anggota gerak otot eutrofi, tophi sendi tidak ada, gerakan aktif, kekuatan 5/5, tangan tremor tidak ada, kelainan jari tidak ada, eritema palmaris ada, ujung jari clubbing tidak ada, kuku sianosis tidak ada, kekuatan otot 5/5. Tungkai/kaki otot eutrofi, jaringan parut tidak ada, tophi

Page 30: Hematemesis Melena Rofi

sendi tidak ada, gerakan normal, kekuatan otot 5/5, suhu raba hangat, edema ada. Refleks fisiologis ada, refleks patologis tidak ada.

Pada pemeriksaan penunjang (4 Mei 2009), Hb 5,2 ; Leukosit 5900 ; Trombosit 253.000, Hematokrit 16,8 ; GDS 97,8 ; kolesterol 114, trigliserida 70 ; asam urat 4,9 ; ureum 21 ; kreatinin 0,63 ; SGOT 14,2 ; SGPT 10,1 ; protein total 4,5 ; albumin 1,8 ; globulin 2,7.

Penderita didiagnosis kerja dengan Melena ec. Susp.varices esofagus dd malignancy, susp.sirosis hepatis, dan anemia ec. GIT bleeding.

Penanganan untuk penderita ini puasa untuk sementara waktu, IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/menit, ranitidin 3×1 ampul IV, sucralfat sirup 4xcII, asam traneksamat 3x500mg IV, cefotaxim 3×1 gr IV, transfusi PRC 230cc/hari sampai Hb ≥ 10 gr/dL, pasang NGT, pasang kateter.

Pada penderita direncanakan untuk pemeriksaan blood smear, Na, K, Cl, HbsAg, anti HCV, AFP, x-foto thoraks, USG abdomen, OMD, infus albumin, endoskopi.

Pada follow up tanggal 6 Mei 2009 diperoleh keluhan kemarin malam BAB warna hitam sedikit. Keadaan umum sedang, kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 100/60 mmHg, Nadi 88 kali/menit, Respirasi 20 kali/menit, suhu badan 36,2°C. Konjungtiva anemis ada, sklera ikterik tidak ada. Pada abdomen, inspeksi, datar, palpasi lemas, nyeri tekan epigastrium ada, hepar dan lien tidak teraba, ballotement ginjal tidak ada, perkusi shifting dullness ada, auskultasi bising usus normal. Pada ekstremitas, eritema palmaris ada, edema pada kedua kaki. Penderita didiagnosis kerja dengan Melena ec. Susp. Varises esofagus dd malignancy, susp. Sirosis hepatis, dan anemia ec. GIT bleeding. Penderita diterapi dengan IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/menit, ranitidin 3×1 ampul IV, sucralfat sirup 4xcII, asam traneksamat 3x500mg IV, cefotaxim 3×1 gr IV, transfusi PRC 230cc/hari sampai Hb ≥ 10 gr/dL. Direncanakan untuk pemberian infus albumin 20% 100cc, pemeriksaan HbsAg, anti HCV, AFP, OMD, endoskopi.

Pada follow up tanggal 7 – 10 Mei 2009 diperoleh keluhan BAB hitam masih ada, sedikit-sedikit. Keadaan umum sedang, kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 100/60 mmHg, Nadi 90 kali/menit, Respirasi 22 kali/menit, suhu badan 36,3°C. Konjungtiva anemis ada, sklera ikterik tidak ada. Pada abdomen, inspeksi; datar, palpasi lemas, nyeri tekan epigastrium ada, hepar dan lien tidak teraba, ballotement ginjal tidak ada, perkusi shifting dullness ada, auskultasi bising usus normal. Pada ekstremitas, eritema palmaris ada, edema pada kedua kaki. Penderita didiagnosis kerja dengan Melena ec. Susp. Varises esofagus dd malignancy, susp. Sirosis hepatis, dan anemia ec. GIT. Penderita diterapi dengan IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/menit, ranitidin 3×1 ampul IV, sucralfat sirup 4xcII, asam traneksamat 3x500mg IV, cefotaxim 3×1 gr IV, transfusi PRC 230cc/hari sampai Hb ≥ 10 gr/dL.

Hasil x-foto thoraks (9/5) : jantung dan paru kesan normal.

Direncanakan untuk kontrol DL, pemberian infus albumin 20% 100cc, dan pemeriksaan AFP, OMD, endoskopi.

Page 31: Hematemesis Melena Rofi

Pada follow up tanggal 11 Mei 2009 diperoleh keluhan BAB hitam masih ada, sedikit-sedikit. Keadaan umum sedang, kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 100/60 mmHg, Nadi 94 kali/menit, Respirasi 24 kali/menit, suhu badan 36,6°C. Konjungtiva anemis ada, sklera ikterik tidak ada. Pada abdomen, inspeksi; datar, palpasi lemas, nyeri tekan epigastrium ada, hepar dan lien tidak teraba, ballotement ginjal tidak ada, perkusi shifting dullness ada, auskultasi bising usus normal. Pada ekstremitas, eritema palmaris ada, edema pada kedua kaki. Penderita didiagnosis kerja dengan Melena ec. Susp. Varises esofagus dd malignancy, susp. Sirosis hepatis, dan anemia ec. GIT. Penderita diterapi dengan IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/menit, ranitidin 3×1 ampul IV, sucralfat sirup 4xcII, asam traneksamat 3x500mg IV, cefotaxim 3×1 gr IV, transfusi PRC 230cc/hari sampai Hb ≥ 10 gr/dL.

Hasil laboratorium (11/5) : Hb 8,5 ; leukosit 4400 ; trombosit 227.000 ; hct 24,9 ; Na 132 ; K 3,4 ; Cl 107 ; HbsAg negatif ; anti HCV negatif.

Direncanakan untuk pemberian infus albumin 20% 100cc, dan pemeriksaan AFP, OMD, endoskopi.

Pada follow up tanggal 12 – 14 Mei 2009 diperoleh keluhan BAB hitam tidak ada. Keadaan umum sedang, kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 110/70 mmHg, Nadi 80 kali/menit, Respirasi 22 kali/menit, suhu badan 36°C. Konjungtiva anemis ada, sklera ikterik tidak ada. Pada abdomen, inspeksi; datar, palpasi lemas, nyeri tekan epigastrium ada, hepar dan lien tidak teraba, ballotement ginjal tidak ada, perkusi shifting dullness ada, auskultasi bising usus normal. Pada ekstremitas, eritema palmaris ada, edema ada.

Hasil laboratorium (13/5) : Hb 9,8 ; leukosit 8600 ; trombosit 262.000 ; Hct 30,3 ;

Hasil USG abdomen (13/5) : sirosis + asites, ginjal, kandung empedu, lien, dan pankreas kesan normal.

Penderita didiagnosis kerja dengan Melena ec. Susp. Varises esofagus dd malignancy, Sirosis hepatis, dan anemia ec. GIT bleeding dd malignancy. Penderita diterapi dengan IVFD Aminoleban 10 gtt/menit, ranitidin 3×1 ampul IV, sucralfat sirup 4xcI, cefotaxim 3×1 gr IV, DL I, transfusi PRC 230cc/hari sampai Hb ≥ 10 gr/dL. Direncanakan untuk pemberian infus albumin 20% 100cc dan pemeriksaan AFP, OMD, endoskopi.

Pada follow up tanggal 15 Mei 2009 diperoleh keluhan BAB hitam tidak ada. Keadaan umum sedang, kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 80 kali/menit, Respirasi 20 kali/menit, suhu badan 36,5°C. Konjungtiva anemis ada, sklera ikterik tidak ada. Pada abdomen, inspeksi; datar, palpasi lemas, nyeri tekan epigastrium ada, hepar dan lien tidak teraba, ballotement ginjal tidak ada, perkusi shifting dullness ada, auskultasi bising usus normal. Pada ekstremitas, eritema palmaris ada, edema ada.

Hasil laboratorium (15/5) : Hb 11,8 ; leukosit 6600 ; trombosit 242.000 ; Hct 34,4; Na 137; K 3,6 ; Cl 101 ; GDS 65 ; ureum 12 ; kreatinin 0,8 ; asam urat 3,2 ; protein total 4,1 ; albumin 1,9 ; globulin 2,2 ; SGOT 24 ; SGPT 6.

Page 32: Hematemesis Melena Rofi

Penderita didiagnosis kerja dengan post melena ec. Susp. Varises esofagus dd malignancy, dengan sirosis hepatis. Penderita diterapi dengan IVFD Aminoleban 10gtt/menit, ranitidin 2×1 ampul IV, sucralfat sirup 4xcI, DL II, diet rendah garam, propanolol 3×10 mg. Direncanakan untuk pemberian infus albumin 20% 100cc, pemeriksaan AFP, OMD, endoskopi.

Pada follow up tanggal 16 Mei 2009 diperoleh keluhan BAB hitam tidak ada. Keadaan umum sedang, kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 110/70 mmHg, Nadi 78 kali/menit, Respirasi 22 kali/menit, suhu badan 36,3°C. Konjungtiva anemis ada, sklera ikterik tidak ada. Pada abdomen, inspeksi; datar, palpasi lemas, nyeri tekan epigastrium ada, hepar dan lien tidak teraba, ballotement ginjal tidak ada, perkusi shifting dullness ada, auskultasi bising usus normal. Pada ekstremitas, eritema palmaris ada, edema ada. Penderita didiagnosis kerja dengan post melena ec. Susp. Varises esofagus dd malignancy, dengan sirosis hepatis. Penderita diterapi dengan omeprazole 2×20 mg tablet, sucralfat sirup 4xcI, dulcolactol sirup 3xcI, propanolol 3×10 mg tablet. Penderita dipulangkan dan direncanakan kontrol di poli Gastro.

PEMBAHASAN

Perdarahan varises esofagus, merupakan salah satu komplikasi terbanyak dari hipertensi portal akibat sirosis, terjadi sekitar 10 – 30 % seluruh kasus perdarahan saluran cerna bagian atas .

Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan menahun pada hati, diikuti dengan adanya proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel-sel hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati. Dalam klinik, dikenal 3 jenis, yaitu portal, pascanekrotik, dan bilier. Penyakit yang diduga dapat menjadi penyebab sirosis hepatis antara lain malnutrisi, alkoholisme, virus hepatic, kegagalan jantung yang menyebabkan bendungan vena hepatica, penyakit Wilson, hemokromatosis, zat toksik,dll.

Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lemas dan lelah, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan demam tak begitu tinggi. Mungkin disertai gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah atau buang air besar warna hitam, perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma. Pada pemeriksaan fisik dapat dapat ditemukan :

spider angioma, yaitu suatu lesi vascular yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda ini sering ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas.

Eritema Palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan. Perubahan kuku-kuku murche, berupa pita putih horizontal dipisahkan dengan warna normal

kuku. Hepatomegali, ukuran hati yang sirotik bias membesar, normal atau mengecil. Bilamana hati

teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular.

Page 33: Hematemesis Melena Rofi

Asites, penimbunan cairan pada dalam rongga peritoneum akibat hipertensi porta dan hipoalbuminemia.

Selain itu dapat ditemukan ikterus, foetor hepatikum, jari gada, serta warna urin yang gelap seperti teh.

Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik pada penderita ini ditemukan adanya keluhan buang air besar warna hitam, nafsu makan menurun, berat badan menurun, keluhan bengkak di kaki sejak ± 3 bulan SMRS, riwayat penggunaan alkohol yang lama, pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya eritema palmaris, asites, dan edema pada kaki.

Gambaran laboratorium pada penderita sirosis meliputi aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksalo asetat (SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat transaminase (SGPT) meningkat tapi tak begitu tinggi. Alkali fosfatase, meningkat kurang dari 2 – 3 kali batas normal atas. Gamma-glutamil transpeptidase (GGT), konsentrasinya tinggi pada penyakit hati alkoholik kronik. Konsentrasi bilirubin bisa normal pada sirosis hati kompensata, tapi bisa meningkat pada sirosis yang lanjut. Albumin konsentrasinya menurun sesuai dengan perburukan sirosis. Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas. Pada pemeriksaan laboratorium pada pasien ini didapatkan SGOT 14,2 ; SGPT 10,1 ; protein total 4,5 ; albumin 1,8 ; globulin 2,7 serta hasil pemeriksaan HbsAg dan anti HCV yang negatif menyingkirkan kemungkinan terjadinya sirosis hepatis oleh karena infeksi virus.

Pemeriksaan barium meal dapat melihat varises untuk konfirmasi adanya hipertensi porta. Ultrasonografi (USG) sudah secara rutin digunakan karena pemeriksaannya non invasif dan mudah digunakan. Pemeriksaan hati yang bias dinilai dengan USG meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan nodular, permukaan irregular, dan adanya peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG juga bisa melihat asites, splenomegali, trombosis vena porta dan pelebaran vena porta, serta skrining adanya karsinoma hati pada pasien sirosis. Magnetic resonance imaging, peranannya tidak jelas dalam mendiagnosis sirosis selain biayanya mahal. Pemeriksaan endoskopi untuk membedakan apakah perdarahan yang terjadi disebabkan oleh varises atau non-varises. Pada penderita ini dilakukan pemeriksaan USG abdomen dan didapatkan hasil : sirosis + asites, ginjal, kandung empedu, lien, dan pankreas kesan normal.

Penderita dengan perdarahan varises biasanya menunjukkan gejala-gejala yang khas, berupa : hematemesis, hematokezia atau melena, penurunan tekanan darah dan anemia. Namun harus dipahami bahwa adanya tanda-tanda yang khas dari sirosis hati, dengan demikian ada dugaan hipertensi portal, tidak otomatis menyingkirkan sumber perdarahan lain. Hampir 50% penderita dengan hipertensi portal mengalami perdarahan non varises. Beberapa diantaranya disebabkan oleh gastropati hipertensi portal, yang berhubungan dengan peningkatan tekanan portal, namun sebagian besar  tidak berhubungan dengan peningkatan tekanan portal. Karena itu, pasien-pasien ini membutuhkan pemeriksaan endoskopi yang segera, untuk menetapkan diagnosis pasti. Pada penderita terjadi perdarahan yang kemungkinan besar adalah varises esophagus yang berdarah. Pada penderita tidak dilakukan pemeriksaan endoskopi karena alasan biaya.

Page 34: Hematemesis Melena Rofi

Komplikasi yang sering dijumpai pada sirosis hepatic adalah manifestasi dari hipertensi porta yaitu varises esophagus, peritonitis bakterial spontan, dan sindrom hepatorenal. Pengelolaan perdarahan varises akut merupakan proses yang sangat kompleks, termasuk di antaranya penanganan secara umum, seperti : resusitasi, monitoring kardio – pulmoner, transfusi, dan pengobatan terhadap perdarahannya sendiri.

Intervensi awal untuk setiap penderita dengan perdarahan akut adalah pemasangan akses intravena yang baik, selanjutnya mulai dengan penggantian volume darah yang hilang (volume replacement). Hampir pada semua penderita, tindakan ini dapat dimulai dengan cairan kristaloid, diikuti dengan transfusi darah. Pada penderita ini terpasang IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/menit dan dijadwalkan transfusi PRC 230cc/hari sampai Hb ≥ 10 gr/dL.

Bila penderita masih berdarah aktif, dan diketahui kemungkinan besar ada hipertensi portal, vasopressin atau somatostatin dan analognya (ocreotide) dapat diberikan dalam dosis empirik sebagai usaha untuk menurunkan tekanan portal dengan cepat, dengan demikian dapat menurunkan risiko atau menghentikan perdarahannya. Somatostatin (dan analognya = ocreotide) merupakan hormon yang berhasil diisolasi dari hipotalamus pada tahun 1972, dan mulai dipakai dalam klinik pada tahun 1978. Hormon ini tersebar di seluruh tubuh, dan terdapat dalam konsentrasi yang tinggi terutama pada: sistem saraf pusat, saluran makanan dan pankreas. Efek farmakologis dari somatostatin antara lain adalah: menghambat pelepasan hormon-hormon GI, menghambat sekresi lambung dan pankreas, dan menurunkan aliran darah splanknik. Pada penderita ini tidak diberikan somatostatin karena dengan terapi yang diberikan, penderita mengalami perbaikan klinis (sudah tidak BAB hitam lagi).

Karena trombosit dan koagulasi plasma sensitif terhadap pH, serta pepsin melisiskan bekuan darah pada pH rendah, maka usaha menstabilkan pH mendekati netralitas dapat mengurangi frekuensi perdarahan. Obat penghambat pompa proton (PPI) diperlukan untuk mengurangi sekresi asam lambung hingga pH > 6, sehingga bekuan darah yang terjadi lebih stabil pada pH diatas 6,0 tersebut. Agregasi trombosit tidak akan timbul bila pH dibawah 5,9 dan pH yang optimal untuk agregasi trombosit yaitu 7 – 8. pH > dari 6,0 dibutuhkan bagi agregasi trombosit dan pembentukan fibrin, sedangkan pH kurang dari 5,0 berhubungan dengan lisis bekuan darah (clot). Pada pH > 6, agregasi trombosit lebih aktif, pepsin dihambat dan hemostasis lebih optimal. Pada penderita ini PPI baru digunakan pada waktu terapi oral, sedangkan pada masa perdarahan akut PPI tidak digunakan karena faktor biaya, karena itu pada penderita ini digunakan ranitidin yang merupakan antagonis reseptor H2. Ranitidin akan menghambat sekresi asam lambung, sehingga akan mengurangi volume dan kadar ion hidrogen cairan lambung. Penurunan sekresi asam lambung mengakibatkan perubahan pepsinogen menjadi pepsin juga menurun.

Sukralfat merupakan suatu kompleks garam sukrosa dimana hidroksil diganti dengan aluminium hidroksida dan sulfat. Mekanisme kerja mungkin melalui pelepasan kutub aluminium hidroksida yang berikatan dengan kutub positif molekul protein membentuk suatu lapisan fisikokemikal pada dasar tukak, yang melindungi tukak dari pengaruh agresif asam dan pepsin. Efek lain membantu sintesa prostaglandin, menambah sekresi bikarbonat dan mukus, meningkatkan daya pertahanan dan perbaikan mukosal.

Page 35: Hematemesis Melena Rofi

Asam traneksamat merupakan penghambat bersaing dari aktivator plasminogen dan penghambat plasmin. Plasmin sendiri berperan dalam menghancurkan fibrinogen, fibrin dan faktor pembekuan darah lain. Oleh karena itu asam traneksamat dapat digunakan untuk membantu mengatasi perdarahan berat yang terjadi.

Setiap penderita dengan perdarahan varises mempunyai tambahan resiko tinggi untuk mengalami efek samping yang lebih berat, bila terjadi komplikasi seperti aspirasi pneumoni atau infeksi. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa pasien dengan sirosis yang mengalami perdarahan, menunjukkan perbaikan perjalanan klinik dengan pemberian antibiotika profilaksis. Pada penderita ini diberikan antibiotika, yaitu cefotaxim.

Karena 30 – 50 % penderita dengan hipertensi portal akan mengalami perdarahan dari varises, dan sekitar 50% akan meninggal akibat efek perdarahan pertama, tampaknya sangat rasional untuk membuat panduan pengobatan profilaksis untuk mencegah terjadinya varises , juga perdarahan varises. Sesuai dengan rekomendasi Baveno III – 2000, metode profilaksis primer yang paling baik dan efektif adalah:

Terapi farmakologi dengan propanolol merupakan modalitas terapi terbaik yang ada pada saat ini.

Tujuan pengobatan dengan propanolol : menurunkan gradien tekanan vena hepatika menjadi kurang dari 12 mmHg

Dosis : mulai dengan dosis 2×40 mg, dinaikkan hingga 2×80 mg bila perlu. Pemakaian long acting propanolol dalam dosis 80mg atau 160mg dapat dipakai untuk memperbaiki ketaatan pasien.

Pada penderita ini diberikan propanolol sebagai terapi profilaksisnya, untuk mencegah perdarahan varises esofagus berulang.

Indeks hati dapat dipakai sebagai petunjuk untuk menilai prognosis pasien hematemesis melena yang mendapat pengobatan secara medik. Dari hasil penelitian sebelumnya, pasien yang mengalami kegagalan hati ringan (indeks hati 0 – 2), angka kematian antara 0 – 16%, sementara yang mempunyai kegagalan hati sedang sampai berat (indeks hati 3 – 8 ) angka kematian antara 18 – 40%.

Indeks hati untuk menilai prognosis pasien hematemesis melena yang mendapat terapi medik

Pemeriksaan                                              0                     1                     2

1. Albumin (gr%)                                     >3,6             3,0 – 3,5            <3,0

2. Bilirubin (gr%)                                     <2,0            2,0 – 3,0            >3,0

3. Gangguan kesadaran                              –                minimal               +

4. Asites                                                            –                minimal               +

Page 36: Hematemesis Melena Rofi

Kegagalan hati ringan  = indeks hati 0 – 3

Kegagalan hati sedang = indeks hati 4 – 6

Kegagalan hati berat    = indeks hati 7 –  10

Page 37: Hematemesis Melena Rofi

Latar belakang

Dalam literatur bahasa Inggris, portal obstruksi vena pertama kali dilaporkan pada 1868 oleh Balfour dan Stewart, yang menggambarkan seorang pasien yang datang dengan pembesaran limpa, asites, dan dilatasi varises.

Sebagian besar kasus disebabkan oleh trombosis utama dari vena portal, sebagian besar kasus sisanya disebabkan oleh obstruksi ganas.

Trombosis vena portal dengan transformasi gua. Panah yang panjang menunjukkan vena lienalis di persimpangan dengan vena mesenterika superior tepat di bawah lokasi trombosis. Poin panah pendek untuk massa serpiginous konsisten dengan periportal agunan, yang

disebut transformasi gua vena portal. Hepatoseluler karsinoma dengan trombosis vena portal. Panah pendek menunjukkan trombus tumor dengan cut off mendadak vena portal. Poin panah lama ke cabang, hati kompensasi menonjol kiri arteri.

Patofisiologi

Bentuk vena portal di persimpangan vena lienalis dan vena mesenterika superior belakang kepala pankreas, dan dapat menjadi thrombosed atau terhambat pada setiap titik di sepanjang jalurnya. Pada sirosis dan keganasan hati, yang biasanya mulai intrahepatically trombosis dan menyebar ke vena portal ekstrahepatik. Dalam etiologi lainnya paling, trombosis biasanya mulai di lokasi asal vena portal. Kadang-kadang, trombosis vena limpa merambat ke vena portal, yang paling sering dihasilkan dari suatu proses inflamasi yang berdekatan seperti pankreatitis kronis.

Kelainan bawaan dan diperoleh dari jalur koagulasi yang sering menyebabkan trombosis vena portal. Kelainan bawaan termasuk mutasi gen protrombin dalam G20210A serta berbagai kekurangan faktor intrinsik antikoagulan, seperti protein C dan protein S, dan protein resistensi C diaktifkan. Gangguan defisiensi antitrombin diperoleh termasuk III akibat malnutrisi, sepsis, koagulasi intravaskular diseminata, penyakit radang usus, penyakit hati, atau menggunakan estrogen.

Page 38: Hematemesis Melena Rofi

Koagulasi gangguan pada trombosis vena portal.

Stasis dapat lain kategori utama untuk trombosis vena portal. Perlawanan global untuk aliran darah, diproduksi oleh hati sirosis merupakan penyebab umum. Sclerotherapy untuk varises esofagus telah didalilkan sebagai mekanisme mungkin meskipun tidak terbukti sejauh ini. Vena portal atau anak-anak sungainya dapat terhambat oleh kompresi tumor yang berdekatan atau invasi. Proses infeksi dan inflamasi juga dapat menyebabkan trombosis vena.

Obstruksi vena portal tidak mempengaruhi fungsi hati kecuali pasien memiliki penyakit hati yang mendasari seperti sirosis. [1] Hal ini sebagian karena respon yang cepat penyangga arteri, dengan peningkatan aliran kompensasi dari arteri hepatika mempertahankan aliran darah total hati. Pembentukan agunan terjadi agak cepat juga, dan mereka telah digambarkan sebagai awal 12 hari setelah trombosis akut, meskipun rata-rata waktu pembentukan adalah sekitar 5 minggu.

Pengembangan sirkulasi kolateral, dengan risiko yang menyertainya perdarahan varises, bertanggung jawab untuk sebagian besar komplikasi dan merupakan manifestasi paling umum dari obstruksi vena portal. Gejala sisa lain dari hipertensi portal berikutnya, seperti asites, kurang sering. Jarang, trombosis meluas dari vena portal ke arcade mesenterika, menyebabkan iskemia dan infark usus.

Epidemiologi

Frekuensi

Amerika Serikat

Obstruksi vena portal adalah suatu kondisi yang relatif jarang dengan kejadian keseluruhan 0,05-0,5% dalam studi otopsi. Insiden bervariasi, tergantung pada kelompok pasien yang diteliti (misalnya, pasien vs populasi umum dengan sirosis) dan metode yang digunakan untuk mendiagnosa obstruksi vena portal (misalnya, otopsi studi, angiografi studi, skrining radiologi noninvasif).

Insiden obstruksi vena portal pada orang dengan sirosis telah dilaporkan bervariasi 5-18%. Namun, ini adalah pasien yang dirujuk untuk transplantasi dan pada stadium lanjut dari penyakit hati. Tidak ada studi otopsi besar tersedia. Portal ekstrahepatik obstruksi vena diperkirakan bertanggung jawab atas 5-10% dari semua kasus hipertensi portal.

Page 39: Hematemesis Melena Rofi

Internasional

Di Jepang, frekuensi obstruksi vena portal dalam studi otopsi dilaporkan 0,05%. Dalam sebuah penelitian surveilans angiografi pasien dengan sirosis, kejadian adalah 0,5%, yang jauh lebih rendah dibandingkan kejadian yang dilaporkan dalam literatur Barat.

Di India, ekstrahepatik obstruksi vena portal yang dilaporkan lebih sering, dalam satu studi, kejadian bahkan melebihi melaporkan kasus sirosis. Dari semua kasus hipertensi portal di negara berkembang, 40% adalah disebabkan obstruksi vena portal, mungkin sekunder untuk peningkatan insiden pylephlebitis terkait dengan infeksi perut.

Mortalitas / Morbiditas

Dengan tidak adanya sirosis, risiko perdarahan 2 tahun dari varises kerongkongan dilaporkan 0,25% dan dari mereka yang berdarah tingkat kematian adalah sekitar 5%. Mereka dengan sirosis dan varises memiliki 20-30% risiko pendarahan 2 tahun dengan tingkat mortalitas 30-70%. Perbedaan ini terutama merupakan konsekuensi dari fungsi hati yang normal pada pasien noncirrhotic. Ukuran varises adalah faktor prediktif utama untuk perdarahan.

Pada orang dewasa dengan trombosis vena portal, tingkat kelangsungan hidup 10-tahun telah dilaporkan 38-60%, dengan sebagian besar kematian yang terjadi sekunder terhadap penyakit yang mendasarinya (misalnya, sirosis, keganasan).

Pada anak-anak dengan trombosis vena portal, prognosis lebih baik secara keseluruhan, dengan tingkat kelangsungan hidup 10-tahun lebih besar dari 70%, yang disebabkan oleh kejadian rendah keganasan dan sirosis.

Ras

Tidak ada perbedaan ras telah dilaporkan.

Seks

Tidak ada perbedaan jenis kelamin telah dilaporkan secara keseluruhan, kecuali dominasi laki-laki sedikit pasien yang obstruksi adalah sekunder pada sirosis.

Umur

Distribusi usia presentasi dari trombosis vena portal mencerminkan demografi dari proses penyakit yang mendasari. Portal trombosis vena primer dari koagulopati terjadi dengan frekuensi yang sama pada orang dewasa dan anak-anak. [2] Frekuensi obstruksi vena portal dari kompresi tumor atau invasi lebih besar pada orang dewasa.

Sejarah

Pada fase akut, presentasi dari obstruksi vena portal relatif jarang dan mudah terjawab karena pasien mungkin asimtomatik. Gejala yang paling sering mulai pada tahap kronis atau subakut. Schistosomiasis dapat menyebabkan obstruksi Portal presinusoidal dengan memblokir venula

Page 40: Hematemesis Melena Rofi

intrahepatik portal dengan telur parasit. Ini tidak menyebabkan obstruksi vena portal ekstrahepatik, meskipun manifestasi klinis sering mirip.

Akut o Pasien dapat hadir emergently dengan onset mendadak nyeri kuadran kanan atas, mual,

dan / atau demam. Atau, gejala kondisi infeksi dan inflamasi utama yang menyebabkan obstruksi vena mendominasi portal (misalnya, nyeri kuadran kanan bawah pada apendisitis).

o Asites Progresif, iskemia usus yang dihasilkan dari propagasi trombus, atau suffusion usus sekunder untuk hipertensi portal akut juga bisa menjadi manifestasi presentasi. Kadang-kadang, perdarahan varises dapat terjadi akut dengan perkembangan trombosis vena portal, terutama dalam pengaturan yang sudah ada sebelumnya varises dengan sirosis.

o Resolusi spontan trombosis akut / terakhir pasti terjadi dan gejala mereda. Pada pasien lain, gejala akut sering mereda sebagai agunan mengembangkan, dan diagnosis mungkin terlewatkan. Pasien-pasien ini kemudian hadir pada tahap berikutnya dengan manifestasi dari hipertensi portal.

Kronis o Kelompok-kelompok ini pasien yang paling sering hadir dengan komplikasi yang

berhubungan dengan hipertensi portal. Dalam 90% kasus, perdarahan varises adalah keluhan presentasi. Rata-rata, hal ini terjadi 4 tahun setelah peristiwa trombotik dan telah digambarkan selama 12 tahun kemudian. Ascites kurang sering, dan ensefalopati hepatik jarang dalam ketiadaan sirosis yang sudah ada sebelumnya. [3]

o Etiologi spesifik dari obstruksi vena portal tidak hanya mempengaruhi presentasi klinis awal tetapi juga perjalanan waktu dan prognosis.

o Dalam kehadiran sirosis dengan insufisiensi hati yang mendasarinya, memburuknya fungsi hati tiba-tiba, pengembangan ensefalopati hepatik, asites dan pengembangan semua lebih sering, mengarah ke hasil yang lebih buruk.

o Dengan intra-abdomen keganasan, perdarahan kurang umum manifestasi pertama karena banyak pasien tidak bertahan cukup lama untuk mengembangkan gejala sisa dari hipertensi portal. Pasien-pasien ini paling sering hadir dengan ascites tiba-tiba, anoreksia, kuadran kanan atas atau nyeri epigastrium, dan penurunan berat badan. Portal obstruksi vena juga dapat ditemukan secara kebetulan pada studi pencitraan yang diperoleh untuk rasa sakit atau asites.

o Jarang, pasien dengan obstruksi vena portal hadir dengan demam yang tidak diketahui asalnya.

Fisik

Splenomegali ditemukan pada 75-100% dari pasien, kebanyakan yang muncul pada tahap kronis. Hepatomegali ringan sering hadir, seperti nyeri kuadran kanan atas epigastrium, terutama dalam pengaturan akut.

Ascites jarang ditemukan. Stigmata dari penyakit hati kronis, seperti laba-laba angiomata atau eritema palmaris, biasanya ditemukan di hadapan penyakit hati yang mendasarinya.

Kehadiran caput Medusae menunjukkan posthepatic atau hipertensi portal yang intrahepatik karena bentuk oleh rekanalisasi dari vena umbilikalis, yang menghubungkan dengan cabang

Page 41: Hematemesis Melena Rofi

hepatika sinistra dari vena portal. [4] Seharusnya tidak diamati di portal ekstrahepatik obstruksi vena terisolasi karena obstruksi berada di bawah asal dari vena umbilikalis.

Pada anak-anak, keterlambatan pertumbuhan mungkin hadir. [27] Kelainan bilier ekstrahepatik pohon dapat terjadi pada 80% kasus disebabkan kompresi oleh

varises choledochal atau periportal atau dari stricturing iskemik. Ini terwujud Temuan oleh ikterus, kolangitis, hemobilia, kolesistitis, atau massa hilus yang dapat salah untuk suatu cholangiocarcinoma.

Penyebab

Anak-anak o Pada anak-anak dan neonatus, etiologi yang paling umum adalah infeksi intra-abdomen,

akuntansi untuk 50% dari semua kasus dalam kelompok usia ini. o Dalam kelompok usia ini, sepsis neonatorum dengan penempatan kateter umbilikalis

telah dilaporkan menjadi penyebab trombosis vena portal dalam 10-26% kasus. o Apendisitis merupakan faktor risiko umum dilaporkan pada anak-anak dengan

trombosis vena portal. o Anomali kongenital dari sistem vena portal, sering dikaitkan dengan anomali

kardiovaskular (misalnya, ventrikel dan cacat septum atrium, cacat vena cava inferior) dan kelainan saluran empedu, telah dilaporkan di 20% anak dengan obstruksi vena portal dan trombosis.

Dewasa o Pada orang dewasa, sirosis merupakan etiologi utama, akuntansi untuk 24-32% kasus

trombosis vena portal. o Neoplasma lain adalah penyebab utama, akuntansi untuk 21-24% kasus obstruksi vena

portal, dengan karsinoma hepatoseluler dan karsinoma pankreas menyebabkan sebagian besar kasus. Tumor ini dapat menyebabkan kompresi atau invasi langsung dari vena portal dan menyebabkan trombosis dengan menginduksi keadaan hiperkoagulasi. [5] terapi ablatif Lokal untuk hepatoselular atau penyakit metastatik telah dikaitkan dengan perkembangannya.

o Meskipun kurang umum daripada pada anak-anak, infeksi (terutama intra-abdomen) masih memainkan peranan penting, dengan asosiasi Bacteroides fragilis tertentu untuk bakteremia.

o Gangguan myeloproliferative dan diwarisi atau diperoleh akun gangguan koagulasi selama 10-12% dari kasus pada orang dewasa.

o Sekitar 8-15% dari kasus telah dilaporkan dalam literatur idiopatik terakhir. Untuk etiologi kurang umum lainnya, seperti trauma perut, operasi, dan penyakit usus

Page 42: Hematemesis Melena Rofi

inflamasi, lihat gambar di bawah ini. Etiologi dari obstruksi vena portal.

Diferensial

Sindrom Budd-Chiari Sirosis Sarkoidosis Schistosomiasis Toksisitas, Arsenik

Laboratorium Studi

Hasil tes fungsi hati hanya sedikit meningkat pada tidak adanya sirosis hati atau kanker yang mendasari besar-besaran.

Gangguan koagulasi diwariskan, seperti ketahanan protein C diaktifkan, tercantum dalam gambar di bawah ini. Pengujian untuk gangguan ini harus dipesan dalam setiap kasus trombosis

vena portal di mana diagnosis tidak jelas. Koagulasi gangguan pada trombosis vena portal.

o Dengan adanya insufisiensi hati yang mendasarinya, tingkat mungkin rendah, mungkin sekunder untuk produksi menurun di hati. Perhatian Oleh karena itu diperlukan dalam membuat diagnosis dari gangguan thrombophilic diwariskan dalam skenario ini.

o Beberapa penulis menyarankan memeriksa untuk gangguan koagulasi mewarisi bahkan ketika faktor lokal untuk trombosis vena portal sangat jelas dan, sebaliknya, juga memeriksa faktor-faktor lokal bahkan dalam adanya gangguan koagulasi warisan karena lebih dari satu faktor risiko dapat hadir dalam pasien tunggal .

Page 43: Hematemesis Melena Rofi

Studi pencitraan

USG: Ini adalah modalitas lini pertama diagnostik karena keakuratannya, keterjangkauan, dan noninvasiveness.

o Trombus diamati sebagai lesi echogenic dalam vena portal, meskipun baru terbentuk trombus mungkin anechoic (yaitu, tidak bisa diamati pada standar skala abu-abu USG).

o Penambahan warna Doppler imaging sangat membantu dalam deteksi aliran vena portal dan diagnosis obstruksi vena portal.

o Sensitivitas adalah sekitar 70-90%, dengan spesifisitas 99%. Dengan Doppler, tingkat positif palsu adalah 9% pada pasien dengan sirosis karena aliran turbulen Portal lamban atau vena.

o Keterbatasan utama adalah obesitas dan nonvisualization sekunder ke gas usus. o Kehadiran berdenyut, aliran arteri dalam trombus berkorelasi dengan ganas, tidak

hambar, trombus. MRI dan magnetic resonance angiography (MRA): Ini adalah langkah berikutnya jika informasi

lebih lanjut vena portal diperlukan. MRI membantu jika hati rinci parenkim diperlukan (dalam keganasan hati), dan, tidak seperti CT scan, MRI juga dapat quantitate portal dan hati arus kapal, yang dibutuhkan dalam perencanaan intervensi, seperti operasi shunt, intrahepatik shunt portosystemic transjugular ( TIPS), atau transplantasi hati.

o Bekuan akut (<5 minggu) muncul hyperintense pada kedua T1-dan T2-tertimbang gambar, sedangkan gumpalan yang lebih tua muncul hyperintense hanya pada gambar T2-tertimbang. Trombi tumor bisa dibedakan dari trombi hambar karena mereka tampil lebih hyperintense pada gambar T2-tertimbang dan meningkatkan dengan gadolinium.

o Keseluruhan sensitivitas, spesifisitas, dan akurasi dari MRA adalah 100%, 98%, dan 99%, masing-masing. Ada sensitivitas tinggi untuk mendeteksi submukosa, serosal, agunan paraesophageal.

CT scan: Kontras-ditingkatkan CT scan menunjukkan trombus sebagai cacat mengisi intraluminal-

nonenhanced. Trombosis vena portal dengan transformasi gua. Panah yang panjang menunjukkan vena lienalis di persimpangan dengan vena mesenterika superior tepat di bawah lokasi trombosis. Poin panah pendek untuk massa serpiginous konsisten dengan periportal agunan, yang disebut transformasi gua vena portal.

Hepatoseluler karsinoma dengan trombosis vena portal. Panah

Page 44: Hematemesis Melena Rofi

pendek menunjukkan trombus tumor dengan cut off mendadak vena portal. Poin panah lama ke cabang, hati kompensasi menonjol kiri arteri.

o Kontras ditingkatkan CT scan memiliki keuntungan lebih dari USG dalam menampilkan varises (sensitivitas, 65-85%) dan kelainan parenkim hati.

o Kombinasi CT scan dan USG Doppler adalah umum dalam evaluasi obstruksi vena portal. Angiografi

o Pemeriksaan ini biasanya tidak diperlukan untuk mengkonfirmasi diagnosis trombosis vena portal di hadapan CT scan atau MRI.

o Angiografi nilai utama terletak pada perencanaan pra operatif sebelum pembedahan shunt atau transplantasi hati, namun, itu bukan prasyarat, dan banyak pusat transplantasi menggunakan MRI / MRA untuk tujuan ini.

o Bahkan angiografi dapat memberikan hasil positif palsu pada hipertensi portal dengan adanya agunan portosystemic luas dalam yang mengalir mesenterika diarahkan menjauh dari vena portal paten.

Endoskopi ultrasound (EUS): Meskipun bukan modalitas diagnostik umum, EUS baru-baru ini telah ditemukan untuk menjadi 81% sensitif dan 93% spesifik pada pasien dengan trombosis vena portal dibandingkan dengan pasien dengan trombus dikonfirmasi oleh kontras ditingkatkan CT scan atau operasi.

Temuan histologis

Biasanya, tidak ada perubahan spesifik yang terjadi di histologi. Pada tikus, apoptosis telah dijelaskan di bagian underperfused, dengan aktivitas mitosis yang meningkat di hati baik perfusi yang tersisa.

Medical Care

Acute bleeding: The primary goals are to alleviate acute bleeding and to prevent further bleeding.

o In the acute setting, these goals are best accomplished with variceal banding or sclerotherapy, often requiring several sessions to obliterate the bleeding. This has a success rate of 95% for the acute bleed.

o Octreotide infusion has also been used in acute bleeding, with control of the acute bleed in 85% of patients. The rate of recurrent bleeding with this approach is 16-28%.

o In the setting of portal vein obstruction, the role of propranolol to prevent rebleeding has not been studied, though it is used routinely.

Treatment of underlying etiology: Anticoagulation in patients with acute/recent portal vein thrombosis, studied only retrospectively, has been shown to recanalize in more than 80% of cases. This is essential to prevent advancement of thrombosis or rethrombosis in patients with inherited coagulation disorders in which lifelong anticoagulation therapy is recommended once variceal control has been achieved. Anticoagulation therapy has also been recommended after shunt surgery to prevent rethrombosis. There was a study in which 84 of 136 nonmalignant, noncirrhotic patients with portal vein thrombosis were anticoagulated with similar bleeding risks

Page 45: Hematemesis Melena Rofi

but less risk for thrombotic propagation. Debate remains regarding the risk-to-benefit ratio of anticoagulation in chronic portal vein thrombosis and should be decided on a case-by-case approach at this time.

Thrombolysis: This approach is recommended in acute portal vein thrombosis through the transhepatic route, which avoids the need for systemic thrombolysis.

o Tissue-type plasminogen activator (tPA) has been used for this purpose, followed by prolonged anticoagulation therapy with Coumadin for at least 3 months (indefinitely in patients with inherited coagulation disorders).

o In the setting of acute portal vein thrombosis with symptoms, shunt surgery with subsequent anticoagulation therapy is an alternative.

Surgical Care

Shunt surgery o In portal vein obstruction, the place for shunt surgery in the treatment of variceal

bleeding is debated. Some authors recommend endoscopic treatment and propranolol as first-line treatment to prevent recurrent bleeding. Others recommend shunt surgery after the first variceal bleed to prevent further rebleeding.

o In general, only attempt shunt surgery when endoscopic treatment fails.o A distal splenorenal shunt is usually the preferred surgical shunt. For patients in whom

the splenic vein is also thrombosed and surgery is undertaken, splenectomy and other shunt procedures (eg, the Sugiura procedure) have been performed. A more recent salvage operation showing success is the right and left mesogonadal shunt. In patients who are critically ill, esophagogastrectomies have been used as a last resort.

o In the presence of cirrhosis, the operative mortality rate has been reported to be 18%. In the absence of cirrhosis, operative mortality is approximately 2%. The postoperative complication rate is approximately 30%.

o The presence of liver nodules has been reported following portal systemic shunt surgery in animal models or in humans with liver cirrhosis. In a small retrospective study of 45 children without liver disease, Guerin et al examined the incidence of liver nodules following surgical intervention for extrahepatic portal vein obstruction.[51] Using ultrasonography, the investigators noted 7 (15%) of the children had liver nodules (median 80 months' follow-up), all of which occurred following portal systemic shunt surgery and 5 of which demonstrated either liver cell adenomas (2 nodules) or focal nodular hyperplasias (3 nodules).[51] Guerin et al recommended keeping in mind the possible presence of liver nodules during follow-up of children post portal systemic shunt surgery for extrahepatic portal vein obstruction.[51]

TIPS: Previously considered a relative contraindication in portal vein thrombosis, TIPS has been successfully used in this condition. Stent placement requires an aspiration thrombectomy through a sheath with subsequent angioplasty of the tract and stent placement. Some centers have obtained good results by performing an embolectomy and then using local thrombolytic therapy through the TIPS after deployment.

o In portal vein obstruction, TIPS is indicated in uncontrollable variceal bleeding in a patient with cirrhosis, usually as a bridge to transplant. The choice of TIPS over shunt surgery depends upon the expertise of the center in these techniques and the distance from skilled health care because TIPS is more likely to occlude and require revision. However, TIPS has the advantage of being less invasive than shunt surgery.

Page 46: Hematemesis Melena Rofi

o In the setting of portal vein obstruction and cirrhosis, TIPS has a success rate of 69% in controlling variceal bleeding and a complication rate of 22%, including a mortality rate of 11% in one series.

Liver transplantation o In patients referred for orthotopic liver transplantation (OLT), portal vein thrombosis

complicates 5-15% of cases.o Although traditionally viewed as a relative contraindication to OLT, recent innovative

surgical techniques (eg, thrombectomy, venous jump grafts, use of portal vein tributaries) have resulted in improved results post-OLT in end-stage liver disease with portal vein thrombosis.

o In patients with associated portal vein thrombosis, the 5- and 10-year survival rates after OLT are approximately 63% and 53%, respectively, whereas, in patients without thrombosis, the 5- and 10-year survival rates after OLT are 67% and 59%, respectively.

o In patients with associated portal vein thrombosis, a higher incidence (5%) of primary nonfunction, renal failure, and recurrent portal vein thrombosis exists.

o Young, otherwise healthy patients with extension of thrombus to the splenic and mesenteric venous systems, eliminating surgical shunt options, should be considered for multivisceral transplantation.

Trombosis Vena Porta   DEFINISI

Trombosis Vena Porta (Portal Vein Thrombosis) adalah sumbatan pada vena porta yang disebabkan karena adanya bekuan darah.

Sumbatan vena portal dihasilkan dari trombosis (gumpalan darah) atau penyempitan pada vena portal, yang membawa darah menuju hati dari usus.

Kebanyakan orang tidak mengalami gejala-gejala. Cairan bisa menumpuk di perut, limpa bisa membesar, dan pendarahan berat bisa terjadi pada kerongkongan.

Doppler Ultrasonografi biasanya bisa memastikan diagnosa. Jika mungkin, penyebabnya diobati, dan obat-obatan kemungkinan digunakan untuk

mencegah gumpalan membesar atau untuk memecahkan gumpalan.

Karena vena menyempit atau tersumbat, tekanan pada vena portal meningkat. Peningkatan tekanan ini (disebut hipertensi portal) menyebabkan limpa membesar (splenomegaly). Hal ini juga mengakibatkan peluasan, pembuluh darah terpuntir (varicose) pada kerongkongan (esophageal varices) dan seringkali di dalam perut (portal hypertensive gastropathy). Hal ini bisa mengalami pendarahan parah. Penumpukan cairan pada perut (disebut ascites) tidak umum tetapi bisa terbentuk ketika penyumbatan pada vena portal disertai dengan penyumbatan hati atau kerusakan atau ketika cairan dalam jumlah besar diberikan secara infus untuk menyembuhkan pendarahan besar atau dari varises yang pecah pada kerongkongaqn atau perut. Trombosis vena portal yang terbentuk pada orang dengan sirosis akan menyebabkan kondisi mereka memburuk.

PENYEBAB

Page 47: Hematemesis Melena Rofi

Sekitar 25% orang dewasa dengan sirosis mempunyai vena portal, mungkin berasal dari aliran darah yang sangat lamban. Vena portal juga disebabkan oleh berbagai kondisi yang membuat darah lebih mungkin menggumpal. Umumnya keadaan berbeda sesuai dengan kelompok usia :

1. Bayi baru lahir : infeksi pada ujung tali pusat (pada pusar). 2. Anak yang lebih tua : penyakit usus buntu. 3. Orang dewasa : sel darah merah yang berlebihan (polycythemia), kanker tertentu (hati,

pankreas, ginjal, atau kelenjar adrenalin), operasi, dan kehamilan.

Sering, beberapa kondisi bekerja bersama untuk menyebabkan penyumbatan. Penyebab tersebut tidak diketahui pada sekitar sepertiga orang.

GEJALAKarena vena porta memasok tiga perempat dari pasokan darah hati, maka penyumbatan sebagian maupun penyumbatan total pada vena bisa merusak sel-sel hati; tergantung kepada lokasinya, ukuran bekuannya dan kecepatan terbentuknya bekuan. Penyumbatan akan meningkatkan tekanan di dalam vena porta dan vena-vena lainnya.

Vena di kerongkongan akan membesar. Gejala awal dari penyakit ini sering berupa perdarahan dari vena varikosa di kerongkongan bagian bawah (varises esofageal). Perdarahan ini menyebabkan batuk darah atau muntah darah.

Limpa biasanya membesar, terutama pada anak-anak.

Pada sekitar sepertiga penderita, penyumbatan berkembang dengan lambat, sehingga memungkinkan terbentuknya saluran darah lainnya (pembuluh kolateral) di sekitar penyumbatan dan pada akhirnya vena porta kembali terbuka. Meskipun demikian, hipertensi portal tetap ada.

DIAGNOSA

Dokter menduga trombosis vena porta pada orang yang mengalami beberapa kombinasi pada hal-hal berikut di bawah ini :

1. Pendarahan dari kerongkongan atau varises gastric. 2. Limpa membesar. 3. Kondisi beresiko tinggi (misal, anak dengan infeksi tali pusat atau radang usus buntu

akut).

Tes darah untuk mengevaluasi hati seringkali memeperlihatkan cukup normal. Jika penderita mengalami hipertensi portal dan pemeriksaan mikroskopik dari jaringan hati menunjukkan hasil yang normal, maka kemungkinan besar penyebabnya adalah trombosis vena porta.

Ultrasonografi Doppler biasanya memastikan diagnosa. Hal ini menunjukkan bahwa aliran darah melalui vena portal berkurang atau tidak ada. Pada beberapa kasus, magnetic resonance imaging (MRI) atau computed tomography (CT) diperlukan.

Page 48: Hematemesis Melena Rofi

Angiography dilakukan jika prosedur untuk menciptakan rute alternatif untuk aliran darah direncanakan. Untuk angiography, sinar X pada pembuluh darah dilakukan setelah pewarna radiopaque (dimana terlihat dalam sinar X) disuntikkan ke dalam vena portal.

PENGOBATAN

Jika gumpalan darah tiba-tiba menyumbat vena, obat yang memecahkan gumpalan (seperti activator jaringan plasminogen) kadangkala digunakan. Keefektifan pengobatan ini (disebut thrombolysis) tidak jelas.

Jika gangguan terbentuk secara bertahap, anticoagulant, seperti heparin, kadangkala digunakan jangka panjang untuk membantu mencegah penggumpalan dari pengulangan atau pembesaran. Anticoagulant tidak memecahkan gumpalan yang ada.

Pada anak yang baru lahir dan anak-anak, penyebab (biasanya tali pusat yang terinfeksi atau radang usus akut) diobati.

Masalah yang disebabkan oleh hipertensi portal juga diobati. Pendarahan dari pembuluh darah varicose pada kerongkongan bisa dihentikan menggunakan beberapa teknik berikut :

1. Biasanya, plester karet dimasukkan melalui pipa pelihat elastis (endoscope), dipasang melalui mulut ke dalam kerongkongan. Plester tersebut digunakan untuk mengikat pembuluh darah varicose.

2. Obat-obatan antihipertensi, seperti beta-bloker, mengurangi tekanan di dalam vena portal dan dengan demikian mencegah pendarahan di dalam kerongkongan. (beta bloker juga digunakan pada hypertensive portal gastropathy).

3. Octreotide, obat yang juga menurunkan aliran darah menuju hati dan dengan demikian mengurangi tekanan darah di dalam perut, kemungkinan diberikan secara infus untuk menolong menghentikan pendarahan.

Kadangkala, ketika pengobatan ini tidak efektif, prosedur untuk menciptakan rute pengganti untuk aliran darah, dengan melewati hati, kemungkinan dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk menghilangkan sistem venous portal dengan menciptakan sebuah shunt (penghubung) menuju inferior vena cava. Kesulitan menciptakan sebuah shunt ketika Vena portal tersumbat. Juga, shunt cenderung menjadi tersumbat.

Untuk beberapa orang, cangkok hati diperlukan.

Pengobatan ditujukan untuk mengurangi tekanan di dalam vena porta dan mencegah perdarahan akibat varises esofageal.

Yang pertama kali dilakukan adalah mencoba menutup vena varikosa dengan menggunakan tali karet atau menyuntikan suatu bahan kimia melalui endoskopi.

Pembedahan diperlukan untuk membuat hubungan (shunt) antara vena porta dengan vena cava, sehingga darah tidak melewati hati dan mengurangi tekanan vena porta. Tetapi pembedahan

Page 49: Hematemesis Melena Rofi

bypass meningkatkan resiko terjadinya ensefalopati hepatikum (kerusakan otak karena penyakit hati).