Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 1
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 2
Hasil-Hasil
Pesamuhan Agung
Parisada Hindu Dharma Indonesia
Tahun 2010
Denpasar, 3 – 5 Desember 2010
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 3
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu,
Atas asung kertha wara nugraha Hyang Widhi Wasa, Parisada Hindu Dharma
Indonesia dapat menyelenggarakan Pesamuhan Agung, bertempat di Inna Bali
Hotel Denpasar, pada tanggal 3 – 5 Desember 2010. Penyelenggaraan
Pesamuhan Agung didasarkan atas amanat Pasal 24 Anggaran Dasar jo Pasal 9
Anggaran Rumah Tangga Parisada Hindu Dharma Indonesia.
Pesamuhan Agung Parisada Hindu Dharma Indonesia Tahun 2010 dihadiri oleh
anggota Sabha Pandita, anggota Sabha Walaka, Pengurus Harian Parisada Pusat,
utusan Parisada Provinsi seluruh Indonesia, utusan Pejabat Ditjen Bimas Hindu
Departemen Agama R I, Organisasi yang bernafaskan Hindu.
Pesamuhan Agung Parisada Hindu Dharma Indonesia Tahun 2010 membahas
tentang Pemantapan Pelaksanaan tattwa, susila, dan acara, diharapkan dapat
dipahami dan dihayati serta diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari
sebagai wujud pengamalan Dharma Agama dan Dharma Negara.
Buku Hasil – Hasil Pesamuhan Agung Parisada Hindu Dharma Indonesia Tahun
2009 setelah dicetak akan di distribusikan ke Parisada Daerah dan instansi
terkait serta organisasi Hindu dengan harapan dapat dipelajari dan
disebarluaskan kepada umat Hindu disekitarnya.
Dengan demikian, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tinginya kepada semua pihak atas partisipasi dan bantuannya baik
berupa moril maupun materiil sehingga Pesamuhan Agung dapat berlangsung
dengan baik sesuai dengan rencana.
Semoga amal bhaktinya mendapat anugrah dari Hyang Widhi Wasa.
Om santih santih santih
Jakarta, Desember 2010
PENGURUS HARIAN PARISADA PUSAT
Ketua Umum,
Dr. I Made Gde Erata, MA
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 4
Daftar Isi
Kata Pengantar
Daftar Isi
Keputusan Pesamuhan Agung PHDI Nomor: 1/Kep/P.A.
Parisada/X11/2010 Tentang Peraturan Tata Tertib Pesamuhan
Agung PHDI
Lampiran: Keputusan Pesamuhan Agung PHDI Nomor: 1/Kep/P.A.
Parisada/XII/2010, Tentang Peraturan Tata Terti
Keputusan Pesamuhan Agung PHDI Nomor: 2/Kep/P.A.
Parisada/XII/2010 Tentang Jadual Acara Pesamuhan Agung PHDI
Lampiran: Keputusan Pesamuhan Agung PHDI Nomor: 2/Kep/P.A.
Parisada/XII/2010 Tentang Jadual Acara Pesamuhan Agung PHDI
Keputusan Pesamuhan Agung PHDI Nomor: 3/Kep/P.A.
Parisada/XII/2010 Tentang Penggantian Antar Waktu Pengurus
Harian PHDI Masa Bhakti 2006 – 2011
Lampiran: Keputusan Pesamuhan Agung PHDI Nomor: 3/Kep/P.A.
Parisada/XII/2010 Tentang Penggantian Antar Waktu Pengurus
Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat Masa bhakti 2006 –
2011
Keputusan Pesamuhan Agung PHDI Nomor: 4/Kep/P.A.
Parisada/XII/2010 Tentang Pembentukan Komisi Pesamuhan
Agung PHDI
Lampiran 1: Keputusan Pesamuhan Agung PHDI Nomor: 4/Kep/P.A.
Parisada/XII/2010 Tentang Pembentukan Komisi Pesamuhan
Agung PHDI KOMISI A
Lampiran 2: Keputusan Pesamuhan Agung PHDI Nomor: 4/Kep/P.A.
Parisada/XII/2010 Tentang Pembentukan Komisi Pesamuhan
Agung Parisada Hindu Dharma Indonesia KOMISI B
Keputusan Pesamuhan Agung PHDI Nomor: 5/Kep/P.A.
Parisada/XII/2010 Tentang Tempat Dan Waktu Pelaksanaan
Mahasabha X PHDI
Keputusan Pesamuhan Agung PHDI Nomor: 6/Kep/P.A.
Parisada/XII/2010 Tentang Pemantapan Pelaksanaan Tattwa, Susila,
dan Acara
Lampiran: Keputusan Pesamuhan Agung Parisada Nomor: 6/KEP/P.A.
Parisada/XII/2010 Tentang Pemantapan Pelaksanaan Tattwa, Susila,
dan Acara
3
4
6
12
18
24
33
36
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 5
Keputusan Pesamuhan Agung PHDI Nomor: 07/Kep/P.A.
Parisada/XII/2010 Tentang Rekomendasi Pedoman Sosialisasi
Bhisama Kesucian Pura
Lampiran: Keputusan Pesamuhan Agung PHDI Nomor: 07/Kep/P.A.
Parisada/XII/2010 Tentang Rekomendasi Pedoman Sosialisasi
Bhisama Kesucian Pura
Keputusan Pesamuhan Agung PHDI Nomor: 8/Kep/P.A.
Parisada/XII/2010 Tentang Rekomendasi Padma Bhuwana Simbol
Alam Stana Tuhan
Lampiran: Keputusan Pesamuhan Agung Parisada Nomor: 8/KEP/P.A.
Parisada/XII/2010 Tentang Rekomendasi Padma Bhuwana Simbol
Alam Stana Tuhan
Keputusan Pesamuhan Agung PHDI Nomor: 9/Kep/P.A.
Parisada/XII/2010 Tentang Rekomendasi
Lampiran: Keputusan Pesamuhan Agung Parisada Nomor: 9/KEP/P.A.
Parisada/XII/2010 Tentang Rekomendasi Pesamuhan Agung
Parisada Hindu Dharma Indonesia Tahun 2010
Keputusan Pesamuhan Agung PHDI Nomor: 10/Kep/P.A.
Parisada/XII/2010 Tentang Materi Khusus
Lampiran: Keputusan Pesamuhan Agung Parisada Nomor: 10/KEP/P.A.
Parisada/XII/2010 Tentang Rekomendasi Pesamuhan Agung
Parisada Hindu Dharma Indonesia Tahun 2010
Surat Keputusan Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia
Pusat Nomor: 73/SK/Parisada Pusat/IX/2010 Tentang Panitia
Penyelenggara dan Panitia Pelaksana Pesamuhan Agung Parisada
Hindu Dharma Indonesia 2010
Lampiran I: Surat Keputusan Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma
Indonesia Pusat Nomor: 73/SK/Parisada Pusat/IX/2010 Tentang
Panitia Penyelenggara Pesamuhan Agung Parisada Tahun 2010
Lampiran II: Surat Keputusan Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma
Indonesia Pusat Nomor: 73/SK/Parisada Pusat/IX/2010 Tentang
Panitia Pelaksana Pesamuhan Agung Parisada Tahun 2010
66
79
88
95
102
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 6
KEPUTUSAN PESAMUHAN AGUNG
PARISADA HINDU PHARMA INDONESIA Nomor: 1/Kep/P.A. Parisada /XII/2010
t e n t a n g
PERATURAN TATATERTIB PESAMUHAN AGUNG
PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA
Atas Asung Kertha Wara Nugraha Hyang Widhi Wasa
PESAMUHAN AGUNG PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA
TAHUN 2010
Menimbang : a. bahwa Pesamuhan Agung Parisada Hindu
Dharma Indonesia merupakan forum Rapat
Kerja Nasional; dan
b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas
dan untuk kelancaran pelaksanaan Pesamuhan
Agung, dipandang perlu memutuskan Tata
Tertib Pesamuhan Agung Parisada.
Mengingat : 1. Ketetapan Maha Sabha IX Parisada Hindu
Dharma Indonesia Nomor: I/M. Sabha IX/2006
tentang Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga Parisada Hindu Dharma Indonesia.
2. Ketetapan Maha Sabha IX Parisada Hindu
Dharma Indonesia Nomor: II/M. Sabha
IX/2006 tentang Program Kerja Parisada Hindu
Dharma Indonesia.
Memperhatikan : Usul dan saran peserta dalam Sidang Paripuma I
Pesamuhan Agung Parisada Hindu Dharma
Indonesia tanggal 3 Desember 2010.
MEMUTUSKAN
Menetapkan : KEPUTUSAN PESAMUHAN AGUNG
TENTANG PERATURAN TATA TERTIB
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 7
PESAMUHAN AGUNG PARISADA HINDU
DHARMA INDONESIA.
Pertama : Peraturan Tata Tertib Pesamuhan Agung Parisada
Hindu Dharma Indonesia merupakan pedoman
yang mengikat dan harus dipatuhi oleh peserta
Pesamuhan Agung Parisada Hindu Dharma
Indonesia Tahun 2010 sebagaimana tersebut
dalam lampiran Keputusan ini.
Kedua : Peraturan Tata Tertib Pesamuhan Agung Parisada
Hindu Dharma Indonesia sebagaimana tersebut
dalam diktum pertama merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari keputusan ini.
Ketiga : Ketiga Apabila kemudian hari terdapat kesalahan
dalam keputusan ini akan ditinjau sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Keempat : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan di : Denpasar
Pada Tanggal : 3 Desember 2010
PIMPINAN SIDANG
Dharma Adhyaksa
Ida Pedanda Gede Ketut Sebali Tianyar Arimbawa
Ketua
Ketua Sabha Walaka Parisada Pusat
Drs. I Ketut Wiana, M.Ag
Anggota
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 8
Pengurus Harian Parisada Pusat
Ketua Umum
Dr. I Made Gde Erata, MA
Anggota
Sekretaris Umum
Kolonel Inf. (Purn) I Nengah Dana, S.Ag
Anggota
Penitia Penyelenggara
Ir. I Dewa Putu Sukardi, S.Ag, MBA.
Anggota
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 9
Lampiran:
Keputusan Pesamuhan Agung Parisada
Hindu Dharma Indonesia Nomor:
1/Kep/P.A. Parisada/XII/2010 Tentang
Peraturan Tata Tertib Pesamuhan Agung
Parisada Hindu Dharma Indonesia Tata
Tertib Pesamuhan Agung
A. Ketentuan Umum (Pasal 24 AD/Mahasabha IX Parisada Hindu
Dharma Indonesia)
1. Pesamuhan Agung merupakan forum Rapat Kerja Nasional yang
diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam setahun.
2. Pesamuhan Agung mempunyai tugas dan wewenang:
a. Menjabarkan keputusan Maha Sabha menjadi Program
Operasional.
b. Menyiapkan usulan untuk dibahas dan diputuskan oleh
Sabha Walaka dan Sabha Pandita guna dijadikan keputusan
Sabha Pandita.
c. Menentukan Pelaksanaan Mahasabha X Parisada Hindu
Dharma Indonesia Tahun 2011.
d. Menetapkanpengisian kekosongan melaluipergantian antar
waktu (PAW) maupun melakukan reshuffle Pengurus
Parisada Pusat.
B. Pesamuhan Agung dihadiri oleh:
1. Utusan Anggota Sabha Pandita.
2. Utusan Anggota Sabha Walaka.
3. Utusan Anggota Pengurus Harian.
4. Utusan Parisada Provinsi seluruh Indonesia.
5. Organisasi, forum, lembaga yang bemafaskan Hindu yang
berskala nasional dan direkomendasikan oleh Pengurus I larian
Parisada Pusat.
6. Tokoh – tokoh umat Hindu yang direkomendasikan oleh
Pengurus Harian Parisada Pusat.
C. Pimpinan dan jenis rapat Pesamuhan Agung
1. Rapat-rapat Pesamuhan Agung dipimpin oleh Presidium dengan
Dharma Adhyaksa Sabha Pandita, para anggota: Ketua Sabha
Walaka, dan Ketua Umum dan Sekretaris Umum Pengurus
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 10
Harian Parisada Pusat serta Panitia Penyelenggara secara
kolektif dan kolegial.
2. Jenis-jenis Rapat Pesamuhan Agung:
a. Rapat-rapat Pleno.
b. Rapat-rapat Komisi.
c. Rapat Tim Perumus
D. Hak dan Kewajiban Peserta
1. Setiap peserta wajib mengikuti setiap rapat dalam Pesamuhan
Agung.
2. Setiap peserta dapat menyampaikan pendapat, saran, usul,
tanggapan terhadap berbagai hal sesuai dengan materi yang
dibahas baik lisan maupun tulisan.
3. Apabila terdapat perbedaan pendapat di antara peserta
Pesamuhan Agung terhadap sesuatu hal, diusahakan dicari jalan
keluar dengan prinsip saling asih, asah dan asuh.
4. Untuk meningkatkan efektifitas pembahasan materi rapat,
Pesamuhan Agung dapat membentuk Komisi-Komisi sesuai
dengan keperluannya.
5. Masing-masing Komisi dipimpin oleh seorang Ketua, Seorang
Wakil Ketua, dan seorang Sekretaris yang dipilih oleh dan dari
anggota Komisi.
6. Masing-masing Komisi didampingi oleh Anggota Panitia
Pengarah (SC) atau unsur Pengurus Harian Parisada Pusat.
7. Masing-masing Komisi menyampaikan laporan hasil rapat
Komisi untuk disampaikan dalam rapat Pleno untuk mendapat
pengesahan.
8. Hasil Pesamuhan Agung disampaikan kepada Pengurus Harian
Parisada Pusat untuk ditindaklanjuti menjadi program
operasional.
E. Hal Lain
1. Hal-hal lain yang belum diatur dalam Tata Tertib ini dapat
diputuskan dalam Rapat Pesamuhan Agung Parisada Hindu
Dharma Indonesia.
2. Kegiatan rapat Pesamuhan Agung dibantu oleh Sekretaris
Parisada Pusat dan Ketua Panitia untuk kelancaran rapat- rapat
Pesamuhan Agung.
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 11
Ditetapkan di : Denpasar
Pada Tanggal : 3 Desember 2010
PIMPINAN SIDANG
Dharma Adhyaksa
Ida Pedanda Gede Ketut Sebali Tianyar Arimbawa
Ketua
Ketua Sabha Walaka Parisada Pusat
Drs. I Ketut Wiana, M.Ag
Anggota
Pengurus Harian Parisada Pusat
Ketua Umum
Dr. I Made Gde Erata, MA
Anggota
Sekretaris Umum
Kolonel Inf. (Purn) I Nengah Dana, S.Ag
Anggota
Penitia Penyelenggara
Ir. I Dewa Putu Sukardi, S.Ag, MBA.
Anggota
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 12
KEPUTUSAN PESAMUHAN AGUNG
PARISADA HINDU PHARMA INDONESIA Nomor: 2/Kep/P.A. Parisada /XII/2010
t e n t a n g
JADUAL ACARA PESAMUHAN AGUNG
PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA
Atas Asung Kertha Wara Nugraha Hyang Widhi Wasa
PESAMUHAN AGUNG PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA
TAHUN 2010
Menimbang : a. bahwa Pesamuhan Agung Parisada Hindu
Dharma Indonesia merupakan forum Rapat
Kerja Nasional; dan
b. bahwa sehubungan dengan butir 1 di atas untuk
kelancaran pelaksanaan Pesamuhan Agung
tersebut dipandang perlu memutuskan Jadual
Acara Pesamuhan Agung Parisada Hindu
Dharma Indonesia.
Mengingat : 1. Ketetapan Maha Sabha IX Parisada Hindu
Dharma Indonesia Nomor: I/M.Sabha IX/2006
tentang Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga Parisada Hindu Dharma Indonesia.
2. Ketetapan Maha Sabha IX Parisada Hindu
Dharma Indonesia Nomor: II/M.Sabha IX/2006
tentang Program Kerja Parisada Hindu Dharma
Indonesia.
Memperhatikan : Usul dan saran peserta dalam Sidang Paripuma I
Pesamuhan Agung Parisada Hindu Dharma
Indonesia tanggal 3 Desember 2010
MEMUTUSKAN
Menetapkan : KEPUTUSAN PESAMUHAN AGUNG
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 13
TENTANG JADUAL ACARA PESAMUHAN
AGUNG PARISADA HINDU DHARMA
INDONESIA.
Pertama : Jadual Acara Pesamuhan Agung Parisada Hindu
Dharma Indonesia merupakan pedoman yang
mengikat dan harus dipatuhi seluruh Peserta
Pesamuhan Agung Parisada Hindu Dharma
Indonesia sebagaimana tersebut dalam lampiran
keputusan ini.
Kedua : Jadual Acara Pesamuhan Agung Parisada Hindu
Dharma Indonesia sebagaimana tersebut dalam
diktum pertama merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Keputusan ini.
Ketiga : Apabila di kemudian hari terdapat kesalahan
dalam keputusan ini akan ditinjau sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Keempat : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan di : Denpasar
Pada Tanggal : 3 Desember 2010
PIMPINAN SIDANG
Dharma Adhyaksa
Ida Pedanda Gede Ketut Sebali Tianyar Arimbawa
Ketua
Ketua Sabha Walaka Parisada Pusat
Drs. I Ketut Wiana, M.Ag
Anggota
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 14
Pengurus Harian Parisada Pusat
Ketua Umum
Dr. I Made Gde Erata, MA
Anggota
Sekretaris Umum
Kolonel Inf. (Purn) I Nengah Dana, S.Ag
Anggota
Penitia Penyelenggara
Ir. I Dewa Putu Sukardi, S.Ag, MBA.
Anggota
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 15
Lampiran:
Keputusan Pesamuhan Agung Parisada
Hindu Dharma Indonesia Nomor:
02/Kep/P.A. Parisada/XII/2010 Tentang
Jadual Acara Pesamuhan Agung
Parisada Hindu Dharma Indonesia
JADUAL ACARA PESAMUHAN AGUNG
PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA TAHUN 2010
NO. HARI/TGL JAM KEGIATAN KET PIC
1. Jumat,
3 Des 2010 13.00-15.30
Penerimaan seluruh peserta Pesamuhan
Agung Parisada bertempat di Inna Bali
Hotel – Denpasar
Akomodasi OC/Panpel
PARIPURNA I
15.30-17.00
Pembacaan tata tertib dan Jadual Acara
Pesamuhan Agung oleh Sekum.
Pengesahan oleh Pimpinan Sidang
(Dharma Adhyaksa, Ketua Sabha
Walak, Ketua Umum dan Sekum
Pengurus Harian serta Ketua Panitia) di
Aula Inna Bali Hotel
Inna Bali
Hotel –
Denpasar
OC/Panpel
17.00-18.30
Acara Pembukaan Pesamuhan Agung
di Aula Inna Bali Hotel Denpasar
OC/Panpel
PARIPURNA II
18.30-19.00 Persiapan Pembukaan (MC) OC/Panpel
19.00-19.10 Puja Tri Sandhya (Sandhya Sevanam) OC/Panpel
19.10-19.20 Lagu Kebangsaan Indonesia Raya OC/Panpel
19.20-19.30 Pembacaan Mantra Suci Weda OC/Panpel
19.30-19.40 Tari Penyambutan OC/Panpel
19.40-19.50
Laporan Ketua Panitia Pesamuhan
Agung
OC/Panpel
19.50-20.00
Laporan Ketua Umum Pengurus
Harian Parisada Pusat
OC/Panpel
20.00-20.10
Sambutan Dirjen Bimas Hindu
Kemenag RI
OC/Panpel
20.10-20.30
Sambutan Gubernur Bali Sekaligus
Membuka Secara Resmi Pesamuhan
Agung
OC/Panpel
20.30-20.40 Pembacaan Doa OC/Panpel
20.40-21.00 Tarian Penutup OC/Panpel
21.00 Rehat Konsumsi OC/Panpel
2. Sabtu,
04 Des 2010 06.00-08.00 Santap Pagi Konsumsi OC/Panpel
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 16
PARIPURNA III
08.00-08.10 Puja Tri Sandhya (Pratah Sevanam) OC/Panpel
08.10-08.30
Laporan Ketua Umum Pengurus
Harian Parisada Pusat
OC/Panpel
08.30-08.50
Laporan Ketua Sabha Walaka Parisada
Pusat
OC/Panpel
08.50-09.10
Laporan Dharma Adhyaksa Parisada
Pusat
OC/Panpel
09.10-09.20
Pelimpahan Palu Pimpinan Sidang
kepada Ketua Umum Pengurus Harian
Parisada Pusat
OC/Panpel
09.20-12.00
Laporan dan Informasi Perkembangan
Keumatan dari Pengurus Parisada
Provinsi, Lembaga, Badan, Yayasan,
dan Tim Asset
6 menit
OC/Panpel
12.00-13.00
Puja Tri Sandhya (Madhyadina
Sevanam) Dilanjutkan Makan Siang
Konsumsi OC/Panpel
13.00-15.00
Laporan dan Informasi Perkembangan
(lanjutan) 6 menit
OC/Panpel
15.00-15.30 Rehat (coffee break) Konsumsi OC/Panpel
15.30-15.45
Pengesahan Penggantian Antar Waktu
(PAW)
OC/Panpel
15.45-16.15 Pembentukan Komisi-Komisi OC/Panpel
16.15-18.00 Rapat Komisi A dan B OC/Panpel
18.00-19.00
Puja Tri Sandhya (Sandhya Sevanam)
Dilanjutkan Makan Malam
Konsumsi OC/Panpel
19.00-21.00 Rapat Komisi A dan B (lanjutan) OC/Panpel
21.00-22.00
Penyampaian dan Tanggapan Hasil
Rapat Komisi-Komisi
OC/Panpel
22.00-22.30
Pengesahan Hasil Rapat Komisi
Dilanjutkan dengan Penyerahan Hasil-
hasil Pesamuhan Agung kepada
Pimpinan Sidang dan Selanjutkan
Diserahkan kepada Ketua Umum
Pengurus Harian Parisada Pusat
OC/Panpel
22.30-23.00
Penutupan Pesamuhan Agung oleh
Dharma Adhyaksa Parisada Pusat
OC/Panpel
23.00
Rehat (coffee break) dan Kembali ke
Kamar Masing-masing
Konsumsi OC/Panpel
3. Minggu,
5 Des 2010 07.00-08.00 Santap Pagi OC/Panpel
08.00-12.00
Check Out, Tirtayatra ke Pura Ulu
Watu, Kemudian Kembali ke Daerah
Masing-masing
OC/Panpel
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 17
Ditetapkan di : Denpasar
Pada Tanggal : 3 Desember 2010
PIMPINAN SIDANG
Dharma Adhyaksa
Ida Pedanda Gede Ketut Sebali Tianyar Arimbawa
Ketua
Ketua Sabha Walaka Parisada Pusat
Drs. I Ketut Wiana, M.Ag
Anggota
Pengurus Harian Parisada Pusat
Ketua Umum
Dr. I Made Gde Erata, MA
Anggota
Sekretaris Umum
Kolonel Inf. (Purn) I Nengah Dana, S.Ag
Anggota
Penitia Penyelenggara
Ir. I Dewa Putu Sukardi, S.Ag, MBA.
Anggota
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 18
KEPUTUSAN PESAMUHAN AGUNG
PARISADA HINDU PHARMA INDONESIA Nomor: 3/Kep/P.A. Parisada/XII/2010
t e n t a n g
PENGGANTI AN ANTAR WAKTU PENGURUS HARIAN
PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA PUSAT
MASA BHAKTI 2006 – 2011
Atas Asung Kertha Wara Nugraha Hyang Widhi Wasa
PESAMUHAN AGUNG PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA
TAHUN 2010
Menimbang : a. bahwa sehubungan dengan beberapa Pengurus
Harian telah mengajukan permohonan
pengunduran diri, tidak aktif, dan atau tidak
memenuhi persyaratan sebagaimana ditentukan
dalam AD/ART Parisada, perlu dilakukan
penggantian antar waktu dan atau reshuffle agar
pelaksanaan, fungsi, dan tugas Pengurus Harian
terlaksana sebagaimana mestinya;
b. bahwa Pesamuhan Agung merupakan tugas dan
wewenang antara lain menetapkan pengisian
kekosongan lowongan antar waktu dan atau
reshuffle Pengurus Harian Parisada Hindu
Dharma Indonesia Pusat; dan
c. bahwa untuk hal tersebut dipandang perlu untuk
mengeluarkan keputusan penggantian antar
waktu dan atau reshuffle personalia Pengurus
Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia masa
bhakti 2006-2011.
Mengingat : 1. Ketetapan Maha Sabha IX Parisada Hindu
Dharma Indonesia Nomor: I/M. Sabha
IX/2006 tentang Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga Parisada Hindu Dharma
Indonesia.
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 19
2. Ketetapan Mahasabha IX Parisada Hindu
Dharma Indonesia Nomor: VI/TAP/M.
Sabha IX/2006 tentang Pengesahan Susunan
Personalia Sabha Pandita, Sabha Walaka, dan
Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma
Indonesia Masa Bhakti 2006 -2011.
3. Ketetapan Maha Sabha IX Parisada Hindu
Dharma Indonesia Nomor: II/M.
Sabha/IX/2006 tentang Program Kerja Parisada
Hindu Dharma Indonesia.
4. Keputusan Pesamuhan Agung Parisada Hindu
Dharma Indonesia Nomor: 1/Kep/P.A.
Parisada/XII/2010 tentang Peraturan Tata Tertib
Pesamuhan Agung Parisada Hindu Dharma
Indonesia Tahun 2010.
5. Keputusan Pesamuhan Agung Parisada Hindu
Dharma Indonesia Nomor: 2/Kep/P.A.
Parisada/XII/2010 tentang Jadual Acara
Pesamuhan Agung Parisada Hindu Dharma
Indonesia Tahun 2010.
Memperhatikan : Usul dan saran peserta dalam Sidang Paripurna III
Pesamuhan Agung Parisada Hindu Dharma
Indonesia tanggal 4 Desember 2010.
MEMUTUSKAN
Menetapkan : KEPUTUSAN PESAMUHAN AGUNG
TENTANG PENGGANTIAN ANTAR WAKTU
DAN ATAU RESHUFFLE PENGURUS
HARIAN PARISADA HINDU DHARMA
INDONESIA PUSAT MASA BHAKTI 2006-
2011.
Pertama : Memberhentikan dengan hormat disertai ucapan
terima kasih kepada personal yang namanya
tercantum pada kolom 2 dalam daftar lampiran
masa bhakti 2006 -2011.
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 20
Kedua : Mengangkat personil yang namanya tercantum
pada kolom tiga dalam daftar lampiran Keputusan
ini untuk masa bhakti 2006-2011.
Ketiga : Apabila di kemudian hari terdapat kesalahan
dalam penetapan ini akan ditinjau sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Keempat : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : Denpasar
Pada Tanggal : 3 Desember 2010
PIMPINAN SIDANG
Dharma Adhyaksa
Ida Pedanda Gede Ketut Sebali Tianyar Arimbawa
Ketua
Ketua Sabha Walaka Parisada Pusat
Drs. I Ketut Wiana, M.Ag
Anggota
Pengurus Harian Parisada Pusat
Ketua Umum
Dr. I Made Gde Erata, MA
Anggota
Sekretaris Umum
Kolonel Inf. (Purn) I Nengah Dana, S.Ag
Anggota
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 21
Penitia Penyelenggara
Ir. I Dewa Putu Sukardi, S.Ag, MBA.
Anggota
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 22
Lampiran:
Keputusan Pesamuhan Agung Parisada
Hindu Dharma Indonesia Nomor:
3/Kep/P.A. Parisada/XII/2010 Tentang
Penggantian Antar Waktu Pengurus
Harian Parisada Hindu Dharma
Indonesia Pusat Masa Bhakti 2006-2011
PENGGANTIAN ANTAR WAKTU PENGURUS HARIAN
PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA PUSAT MASA
BHAKTI 2006 - 2011
NO. NAMA YANG
DIGANTI
NAMA
PENGGANTI JABATAN
1 2 3 4
1. Drs. Wayan Suwira
Satria, MM (alm)
Ida Ayu Swastika, SE.,
MM
Ketua III Bidang
Pendidikan dan
Penerangan
2. Ida Ayu Swastika,
SE., MM
Ir. Wayan Maryasa Sekretaris VII
Bidang Kerjasama
Lintas Agama
3. Ir. Wayan Maryasa Drs. I Made Suarya Bendahara I
Pengurus Harian
Parisada Pusat
Ditetapkan di : Denpasar
Pada Tanggal : 3 Desember 2010
PIMPINAN SIDANG
Dharma Adhyaksa
Ida Pedanda Gede Ketut Sebali Tianyar Arimbawa
Ketua
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 23
Ketua Sabha Walaka Parisada Pusat
Drs. I Ketut Wiana, M.Ag
Anggota
Pengurus Harian Parisada Pusat
Ketua Umum
Dr. I Made Gde Erata, MA
Anggota
Sekretaris Umum
Kolonel Inf. (Purn) I Nengah Dana, S.Ag
Anggota
Penitia Penyelenggara
Ir. I Dewa Putu Sukardi, S.Ag, MBA.
Anggota
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 24
KEPUTUSAN PESAMUHAN AGUNG
PARISADA HINDU PHARMA INDONESIA Nomor: 4 /Kep/P.A. Parisada /XII/2010
t e n t a n g
PEMBENTUKAN KOMISI PESAMUHAN AGUNG
PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA
Atas asung kertha wara nugraha Hyang Widhi Wasa
PESAMUHAN AGUNG PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA
TAHUN 2010
Menimbang : a. bahwa Pesamuhan Agung Pariasada Hindu
Dharma Indonesia merupakan forum Rapat
KerjaNasional dalam Parisada; dan
b. bahwa untuk membahas dan
memusyawarahkan berbagai keputusan yang
akan diambil oleh Pesamuhan Agung,
dipandang perlu untuk membentuk komisi-
komisi.
Mengingat : 1. Ketetapan Maha Sabha IX Parisada Hindu
Dharma Indonesia Nomor: I/TAP/M. Sabha
IX/2006 tentang Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga Parisada Hindu
Dharma Indonesia.
2. Keputusan Pesamuhan Agung Parisada Hindu
Dharma Indonesia Nomor: 1 /Kep/ P.A.
Parisada /XII/2010 tentang Peraturan Tata
Tertib Pesamuhan Agung Parisada Hindu
Dharma Indonesia.
3. Keputusan Pesamuhan Agung Parisada Hindu
Dharma Indonesia Nomor: 2/Kep/P.A. Parisada
/XII/2010 tentang Jadual Acara Pesamuhan
Agung Parisada Hindu Dharma Indonesia.
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 25
Memperhatikan : Usul dan saran peserta dalam Sidang Paripurna III
Pesamuhan Agung Parisada Hindu Dharma
Indonesia tanggal 4 Desember 2010.
MEMUTUSKAN
Menetapkan : KEPUTUSAN PESAMUHAN AGUNG
TENTANG PEMBENTUKAN KOMISI-KOMISI
PESAMUHAN AGUNG PARISADA HINDU
DHARMA INDONESIA.
Pertama : Membentuk 2 (dua) Komisi Pesamuhan Agung
Parisada Hindu Dharma Indonesia dengan tugas
pokok sebagai berikut:
1. Memusyawarahkan dan mengambil keputusan
mengenai Keputusan Pesamuhan Agung yang
menjadi ruang lingkup tugasnya.
2. Melaporkan hasil-hasil pelaksanaan tugasnya
pada Sidang Paripuma Pesamuhan Agung
Parisada sesuai dengan jadual acara yang telah
ditetapkan.
Kedua : Komisi sebagaimana dimaksud pada diktum
pertama terdiri atas 2 (dua) komisi yaitu :
1. Komisi A:
Rekomendasi – Rekomendasi:
- Pedoman Sosialisasi Bhisama Kesucian
Pura
- Padma Bhuwana
- Materi Khusus Mahasabha X Tahun 2011
2. Komisi B:
- Program Kerj a Tattwa, Susila, Acara menj
adi satu kesatuan mengacu susastra Veda.
Ketiga : Keanggotaan untuk masing-masing Komisi
sebagaimana dimaksud pada Diktum Kedua
tercantum dalam lampiran yang merupakan
bagian tak terpisahkan dari Keputusan ini.
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 26
Keempat : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan di : Denpasar
Pada Tanggal : 3 Desember 2010
PIMPINAN SIDANG
Dharma Adhyaksa
Ida Pedanda Gede Ketut Sebali Tianyar Arimbawa
Ketua
Ketua Sabha Walaka Parisada Pusat
Drs. I Ketut Wiana, M.Ag
Anggota
Pengurus Harian Parisada Pusat
Ketua Umum
Dr. I Made Gde Erata, MA
Anggota
Sekretaris Umum
Kolonel Inf. (Purn) I Nengah Dana, S.Ag
Anggota
Penitia Penyelenggara
Ir. I Dewa Putu Sukardi, S.Ag, MBA.
Anggota
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 27
Lampiran 1:
Keputusan Pesamuhan Agung Parisada
Hindu Dharma Indonesia Nomor:
4/Kep/P.A. Parisada/XII/2010 Tentang
Pembentukan Komisi Pesamuhan
Agung Parisada Hindu Dharma
Indonesia
KOMISI A
Ketua : drg. Nyoman Suartanu
Wakil Ketua : Dr. Wayan Seregig
Sekretaris : Wayan Suyadnya
Anggota :
NO. N A M A UTUSAN
1. I Nyoman Sirta Lembaga Litbang PHDI Pusat
2. I Ketut Pasek Suyasa Sabha Walaka PHDI Pusat
3. I Gusti Made Putra Kusumah Parisada NTT
4. I Nengah Rupa Sabha Walaka Parisada Pusat
5. I Made Suma LPDG Nasional
6. Made Metu Dahana Sabha Walaka Parisada Pusat
7. Wayan Landep Parisada Kalimantan Selatan
8. I Wayan Senen Sabha Walaka
9. I Ketut Jingga Parisada Jawa Tengah
10. I Wayan Maryasa Parisada Pusat
11. I Putu Surya Parisada Sulawesi Tengah
12. I Komang A Wardhana Parisada Papua
13. IGM Sunarta Parisada Papua
14. I Wayan Sudarta, SE Parisada Gorontalo
15. Komang Adi Setiawan DPN Peradah
16. Ketut Bantas Parisada DKI Jakarta
17. I Ketut Sudiarta Parisada Jawa Timur
18. I Ketut Pasek Sabha Walaka Parisada Pusat
19. IGP Raka A. Parisada Jawa Barat
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 28
20. Prof. I Nyoman Sudiana Parisada Kalimantan Tengah
21. Dr. I Ketut Sregig Parisada Lampung
22. Ida Bagus Putu Chandi Parisada Papua Barat
23. I Gede Wayan Mulia Sabha Walaka Parisada Pusat
24. Ny. Puspa Arini Semadhi WHDI Pusat
25. IGM. Sudarmika Parisada Maluku
26. I Made Gede Armana Parisada Sumatera Selatan
27. I Nengah Suraga Parisada Riau
28. I Wayan Suarta Sekditjen Bimas Hindu
Kemenag
29. Gede Wiryada Parisada Kepulauan Riau
30. IG. Putu Brata Parisada Pusat
31. Tiwi Susanti Parisada Pusat
32. Wikanti Yogie WHDI Pusat
33. Nyoman Suartanu Parisada Pusat
34. I Ketut Genah Parisada Pusat
35. Nyoman Astawa Parisada Maluku Utara
36. Wayan Suardana Parisada Sulawesi Selatan
37. I Wayan Catrayasa Parisada Pusat
38. IDG. Ngurah Utama Parisada Pusat
39. Made Mayor Sudarsana Sekretaris Sabha Pandita
40. Ni Nyoman Cakri Arwati Parisada Pusat
41. Putu Witama Parisada Banten
42. Putu Wirata Dwikora Sabha Walaka Parisada Pusat
43. Acarya Agni Yogananda Pasraman Pandita Parisada
Pusat
44. Wayan Sudirta Sabha Walaka Parisada Pusat
45. Made Dewantara Hendrawan Pemuda Hindu
46. Ketut Suyadnya Sabha Walaka Parisada Pusat
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 29
Ditetapkan di : Denpasar
Pada Tanggal : 3 Desember 2010
PIMPINAN SIDANG
Dharma Adhyaksa
Ida Pedanda Gede Ketut Sebali Tianyar Arimbawa
Ketua
Ketua Sabha Walaka Parisada Pusat
Drs. I Ketut Wiana, M.Ag
Anggota
Pengurus Harian Parisada Pusat
Ketua Umum
Dr. I Made Gde Erata, MA
Anggota
Sekretaris Umum
Kolonel Inf. (Purn) I Nengah Dana, S.Ag
Anggota
Penitia Penyelenggara
Ir. I Dewa Putu Sukardi, S.Ag, MBA.
Anggota
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 30
Lampiran 2:
Keputusan Pesamuhan Agung Parisada
Hindu Dharma Indonesia Nomor:
4/Kep/P.A. Parisada/XII/2010 Tentang
Pembentukan Komisi Pesamuhan
Agung Parisada Hindu Dharma
Indonesia
KOMISI B
Ketua : Dr. Made Gunakaya
Sekretaris : Ni Ketut Partini
Anggota :
NO. N A M A UTUSAN
1. Nyoman Rajendra Parisada NTT
2. Made Waharika Parisada Kalimantan Timur
3. GK. Wiryawan Parisada NTB
4. Sunarto Ngate Sabha Walaka Parisada Pusat
5. IGN. Sugiri Parisada Kalimantan Selatan
6. I Gusti Putu Suardita Parisada Jawa Tengah
7. Gede Rudia Adiputra Sabha Walaka Parisada Pusat
8. Made Artha Sabha Walaka Parisada Pusat
9. I Nengah Wardiasa Parisada Bangka Belitung
10. I Ketut Berata Parisada Sulawesi Tengah
11. Nyoman Suda Parisada Papua
12. I Dewa Putu Taman Sabha Walaka Parisada Pusat
13. Ketut Sukrata Sabha Welaka Parisada Pusat
14. I Made Sukada Parisada Sulawesi Tenggara
15. P. Astono Candra Dana Pinandita Sanggraha Nusantara
Pusat
16. Ida Bagus Suardika Parisada Jawa Timur
17. Putu Wijaya ISKCON Indonesia
18. I Gede Suibawa Parisada Lampung
19. Ida Bagus Chandi Parisada Papua Barat
20. Nengah Darma Parisada DKI Jakarta
21. Putu Tuna Parisada Sulawesi Utara
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 31
22. I Wayan Sutapa Parisada Maluku
23. IB. Putu Arimbawa Parisada Sumatera Selatan
24. Putu Prapanca Parisada Riau
25. I Ketut Budaraga MS Parisada Sumatera Barat
26. Gede Bayu Suparta Parisada DI Yogyakarta
27. I Ketut Arta Parisada Kepulauan Riau
28. Agung Citra Umbara Parisada Bali
29. Dharmasilan Parisada Pusat
30. I Nyoman Atawa Parisada Maluku Utara
31. Nyoman Sumarya Parisada Sulawesi Selatan
32. Nyoman Suartha Sabha Walaka Parisada Pusat
33. I Made Mandra Sabha Walaka Parisada Pusat
34. Lewis KBR, BBA Sabha Walaka Parisada Pusat
35. Putu Gelgel Sabha Walaka Parisada Pusat
36. Putu Sulatra Parisada Jawa Barat
37. Siwa Pergas, BA Parisada Sumatera Utara
38. Yanto Jaya Sabha Walaka Parisada Pusat
39. Ni Ketut Purniti SAKKI Pusat
40. Ketut Sedana Parisada Banten
41. A.A. Anom Suarta Sabha Walaka Parisada Pusat
42. I Made Titib Sabha Walaka Parisada Pusat
43. Wesnawa Damodara ISCKCON Indonesia
44. Pandit Dasa Sabha Pandita
Ditetapkan di : Denpasar
Pada Tanggal : 3 Desember 2010
PIMPINAN SIDANG
Dharma Adhyaksa
Ida Pedanda Gede Ketut Sebali Tianyar Arimbawa
Ketua
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 32
Ketua Sabha Walaka Parisada Pusat
Drs. I Ketut Wiana, M.Ag
Anggota
Pengurus Harian Parisada Pusat
Ketua Umum
Dr. I Made Gde Erata, MA
Anggota
Sekretaris Umum
Kolonel Inf. (Purn) I Nengah Dana, S.Ag
Anggota
Penitia Penyelenggara
Ir. I Dewa Putu Sukardi, S.Ag, MBA.
Anggota
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 33
KEPUTUSAN PESAMUHAN AGUNG
PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA Nomor: 5/Kep/P.A. Parisada /XII/2010
t e n t a n g
TEMPAT DAN WAKTU PELAKSANAAN
MAHASABHA X
PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA
Atas Asung Kertha Wara Nugraha Hyang Widhi Wasa
PESAMUHAN AGUNG PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA
TAHUN 2010
Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga Parisada Hindu
Dharma Indonesia, Mahasabha diadakan setiap
5 (lima) tahun sekali;
b. bahwa perlu adanya pertukaran tempat dan
situasi sehingga memberikan pengalaman,
wawasan bagi peserta Mahasabha daerah
maupun bagi penyelenggaraan Mahasabha itu
sendiri; dan
c. bahwa untuk penyelenggaraan Maha Sabha X
Parisada Hindu Dharma Indonesia diperlukan
adanya persiapan yang matang bagi Parisada
Daerah calon penyelenggara yang ditetapkan
dalam Keputusan Pesamuhan Agung Parisada
Hindu Dharma Indonesia tahun 2010.
Mengingat : 1. Ketetapan Maha Sabha IX Parisada Hindu
Dharma Indonesia Nomor: I/TAP/M. Sabha
IX/2006, Pasal 23, Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga Parisada Hindu
Dharma Indonesia.
2. Ketetapan Maha Sabha IX Parisada Hindu
Dharma Indonesia Nomor: II/TAP/M. Sabha
IX/2006 tentang Program Kerja Parisada Hindu
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 34
Dharma Indonesia.
3. Keputusan Pesamuhan Agung Parisada Hindu
Dharma Indonesia Nomor: 1/Kep/P.A.
Parisada/XII/2010 tentang Peraturan Tata
Tertib Pesamuhan Agung Parisada Hindu
Dharma Indonesia.
4. Keputusan Pesamuhan Agung Parisada Hindu
Dharma Indonesia Nomor: 2/Kep/P.A.
Parisada/XII/2010 tentang Jadual Acara
Pesamuhan Agung Parisada Hindu Dharma
Indonesia.
Memperhatikan : Usul dan saran serta kesepakatan bersama peserta
Pesamuhan Agung Parisada Hindu Dharma
Indonesia tanggal 5 Desember 2010.
MEMUTUSKAN
Menetapkan : TEMPAT DAN WAKTU PELAKSANAAN
MAHASABHA X PARISADA HINDU
DHARMA INDONESIA.
Pertama : Pelaksanaan Mahasabha X Parisada Hindu
Dharma Indonesia bertempat di Provinsi Bali
antara bulan September - Oktober 2011.
Kedua : Waktu pelaksanaan Mahasabha X tahun 2010
disesuaikan dengan situasi dan kondisi pada saat
ini.
Ketiga : Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi yang
diputuskan sebagai penyelenggara sebagaimana
diktum pertama, Keputusan ini agar
mempersiapkan diri sedini mungkin.
Keempat : Apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan akan
diperbaiki sebagaimana mestinya.
Kelima : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal
ditetapkan.
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 35
Ditetapkan di : Denpasar
Pada Tanggal : 4 Desember 2010
PIMPINAN SIDANG
Dharma Adhyaksa
Ida Pedanda Gede Ketut Sebali Tianyar Arimbawa
Ketua
Ketua Sabha Walaka Parisada Pusat
Drs. I Ketut Wiana, M.Ag
Anggota
Pengurus Harian Parisada Pusat
Ketua Umum
Dr. I Made Gde Erata, MA
Anggota
Sekretaris Umum
Kolonel Inf. (Purn) I Nengah Dana, S.Ag
Anggota
Penitia Penyelenggara
Ir. I Dewa Putu Sukardi, S.Ag, MBA.
Anggota
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 36
KEPUTUSAN PESAMUHAN AGUNG
PERISADA HINDU DARMA INDONESIA Nomor: 6/Kep/P.A. Parisada/XII/2010
t e n t a n g
PEMANTAPAN PELAKSANAAN TATTWA, SUSILA, DAN
ACARA
Atas Asung Kertha Wara Nugraha Hyang Widhi Wasa
PESAMUHAN AGUNG PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA
TAHUN 2010
Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas
sraddha dan bhakti umat Hindu maka
dipandang perlu adanya keseimbangan tattwa,
susila, dan acara, sebagai pelaksanaan upacara;
dan
b. bahwa berhubung dengan itu perlu
mengeluarkan Keputusan Pesamuhan Agung
Parisada Hindu Dharma Indonesia tentang
Pemberdayaan Pelaksanaan Tattwa, Susila, dan
Acara.
Mengingat : 1. Ketetapan Maha Sabha IX Parisada Hindu
Dharma Indonesia Nomor: I/M. Sabha IX/2006
tentang Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga Parisada Hindu Dharma Indonesia.
2. Ketetapan Maha Sabha IX Parisada Hindu
Dharma Indonesia Nomor: II/M. Sabha
IX/2006 tentang Program Kerja Parisada Hindu
Dharma Indonesia.
3. Keputusan Pesamuhan Agung Parisada Hindu
Dharma Indonesia Nomor: 1/Kep/P.A.
Parisada/XII/2010 tentang Tata Tertib
Pesamuhan Agung Parisada Hindu Dharma
Indonesia.
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 37
4. Keputusan Pesamuhan Agung Parisada Hindu
Dharma Indonesia Nomor: 2/Kep/P.A.
Parisada/XII/2010 tentang Jadual Acara
Pesamuhan Agung Parisada Hindu Dharma
Indonesia.
Memperhatikan : Usul dan saran peserta dalam Sidang Peripurna III
Pesamuhan Agung Parisada Hindu Dharma
Indonesia tanggal 5 Desember 2010.
MEMUTUSKAN
Menetapkan : KEPUTUSAN PESAMUHAN AGUNG
PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA
TENTANG PEMANTAPAN PELAKSANAAN
TATTWA, SUSILA DAN ACARA.
Pertama : Memberi mandat kepada Pengurus Harian
Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat untuk
mensosialisasikan kepada umat melalui Parisada
Daerah.
Kedua : Bila di kemudian hari terdapat kesalahan dalam
keputusan ini akan ditinjau sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Ketiga : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan di : Denpasar
Pada Tanggal : 4 Desember 2010
PIMPINAN SIDANG
Dharma Adhyaksa
Ida Pedanda Gede Ketut Sebali Tianyar Arimbawa
Ketua
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 38
Ketua Sabha Walaka Parisada Pusat
Drs. I Ketut Wiana, M.Ag
Anggota
Pengurus Harian Parisada Pusat
Ketua Umum
Dr. I Made Gde Erata, MA
Anggota
Sekretaris Umum
Kolonel Inf. (Purn) I Nengah Dana, S.Ag
Anggota
Penitia Penyelenggara
Ir. I Dewa Putu Sukardi, S.Ag, MBA.
Anggota
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 39
Lampiran:
Keputusan Pesamuhan Agung Parisada
Nomor: 6/KEP/P.A. Parisada/XII/2010
Tentang Pemantapan Pelaksanaan
Tattwa, Susila, dan Acara
PEMANTAPAN PELAKSANAAN TATTWA,
SUSILA, DAN ACARA
SUMBER AJARAN TATTWA, SUSILA, DAN ACARA
Sumber ajaran utama Tattwa, Susila, dan Acara menurut agama
Hindu adalah kitab suci Veda (Sruti) dan susastra Veda yang ditulis
dalam Smrti (Dharmasastra), Sila (tingkah laku orang suci), Acara
(tradisi yang baik) maupun Atmanastuti (keheningan hati) yang pada
dasamya mencakup berbagai bidang yang sangat luas seperti antara lain:
kebenaran/kejujuran (satyam), kasih, tanpa kekerasan (ahimsa),
kebajikan, ketekunan, kemurahan hati, keluhuran budhi pekerti,
membenci sifat buruk, pantang berjudi, menjalankan kebajikan percaya
diri, membina hubungan yang serasi, mementingkan persatuan,
kewaspadaan, kesucian hati, kemasyuran, kemajuan, pergaulan dengan
orang-orang mulia, mengembangkan sifat-sifat yang ramah dan manis,
sejahtera, damai, bahagia, kegembiraan, moralitas, persahabatan,
wiweka, ketidak khawatiran dan lain-lain.
Kitab-kitab yang termasuk susastra Veda yang mengupas masalah
pengendalian diri/Etika dan Tata Susila antara lain: kitab Bhagawadgita,
kitab Sarasamuccaya, kitab Manawadharmasastra, kitab Nitisastra, kitab
Patanjali Yogasutra, kitab Slokantara, kitab Wrhaspatitattwa, kitab
Tattwajnana, kitab Sanghyang Kamahayanikan, kitab Wratisasana, kitab
Siwasasana, kitab Silakrama, kitab Panca Siksa, kitab Mahabharata,
kekawin Ramayana, kekawin Arjunawiwaha, dan lain-lainnya.
Yama - Niyama Sadhana
Dalam Patanjali Yogasutra disebutkan secara rinci tahapan
pelaksanaan yoga yang disebut dengan Astangga Yoga yang tersusun
sebagai berikut: Yama, Niyama, Asana, Pranayama, Pratyahara,
Dharana, Dhyana, dan Samadhi.
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 40
Dalam tahap ajaran yoga ini merupakan tangga-tangga untuk
pengendalian diri dan sekaligus merupakan aspek etika dalam ajaran
yoga, yang dalam kehidupan bermasyarakat dapat diimplementasikan
dalam sikap-sikap yang saling tolong-menolong, saling asah, asih, dan
asuh, kerjasama di antara sesama anggota masyarakat dalam rangka
membentuk masyarakat yang Satsangga.
Yama: adalah pengendalian diri pada tahap awal yang lebih
menekankan pada pengendalian diri secara eksternal, yang meliputi:
“Ahimsa artinya brahmacarryaparigraha yamah” (P.Ys. 11.30)
1. Ahimsa artinya tidak menyakiti, tidak membunuh.
2. Satya artinya setia, benar, jujur.
3. Asteya artinya tidak mencuri.
4. Brahmacari artinya masa menuntut ilmu.
5. Aparigraha artinya tidak menerima berlebihan atau laba.
Niyama adalah ajaran untuk pengendalian diri tahap lanjut yang
lebih menekankan faktor internal, karena dengan melaksanakan ajaran
secara teratur, baik dan benar maka diharapkan orang akan dapat
menemukan dirinya sendiri, karena lapisan kabut kegelapan duniawi
mulai menipis.
“Sauca santosa tapah svadhyayesvarapranidhananani niyamah” (P.
Ys.II.32)
1. Sauca artinya suci lahir dan bathin.
2. Santosa artinya penuh kepuasan.
3. Tap artinya pengendalian/pengekangan diri.
4. Swadhyaya artinya belajar dan memahami ajaran suci secara
mandiri.
5. Iswapranidhana artinya bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Ajaran Yama - Niyama Brata tidak saja ditulis dalam kitab
Patanjali Yogasutra saja, melainkan ada beberapa kitab lainnya yang
menulis juga tentang Panca Yama - Niyama Brata walaupun dengan
sedikit perbedaan uraiannya seperti misalnya dalam kitab-kitab:
Yogasara Sangraha ciptaan Wijnana Bhiksu, Whraspati Tattwa,
Wratisasana, Silakrama dan Pancasiksa.
Bila dalam kitab-kitab tersebut di atas terdapat ajaran Panca Yama
- Niyama Brata, maka dalam kitab Sarasmuccaya terdapatlah ajaran Dasa
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 41
Yama - Niyama Brata dan juga Rwa Wlas Wrataning Brahmana. Ajaran
ini merupakan ajaran etika dan tata susila yang amat luhur dan barang
siapa yang dapat melaksanakannya, maka ia adalah orang yang amat
mulia budi maupun budi pekertinya, sehingga setiap orang patut
menunduk kepadanya karena hormat.
Dalam ajaran Yama Brata ini, sifat-sifat mulia itu menunjukkan
sifat-sifat yang mengarah ke dalam diri sendiri. Menjadi suatu kewajiban
bahwa kita harus berbuat baik sesama hidup, namun untuk dapat berbuat
demikian maka diri sendirilah yang harus baik terlebih dahulu, tidak
mungkin orang dapat berbuat baik kepada orang lain bila dirinya sendiri
belum baik. Tidak mungkin ada air yang jernih mengalir dari sumber
yang keruh, karena itu ajaran etika dan tata susila agama Hindu selalu
mengajarkan pembenahan diri pribadi lahir dan bathin seutuhnya,
wahya-adhyatmika. Adapun rincian ajaran Dasa Yama Brata adalah
sebagai berikut:
“Anrcamsyam ksama satyamahinsa dama arjavan, pritih prasado
madhuryam mardavam ca yama dasa”.
Nyang brata ikang inaranan yama, pratyekanya nihan, sapuluh
kwehnya, anrsangsya, ksama, satya, ahingsa, dama, arjawa, priti,
prasada, madhurya, mardawa, nahan pratyekanya sapuluh, anrsangsya
si harimbawa, tan swartha kewala, ksama si kelan ring panastis, satya si
tan mrsawada, ahingsa manukhe sarwa bhawa, dama si upasama wruh
mituturi manahnya, arjawa, si dugaduga bener, priti si gong karuna,
prasada heningning manah, madhurya manisning wulat lawan wuwus,
mardawapos ning manah. (S.S. 259).
1. Anrsangsya yaitu Harimbawa tidak mementingkan diri sendiri saja.
2. Ksama yaitu tahan akan panas dingin.
3. Satya yaitu tidak berdusta.
4. Ahimsa, membahagiakan semua mahluk.
5. Dama, sabar dapat menasehati diri sendiri.
6. Arjawa, tulus hati, berterus terang.
7. Priti, sangat welas asih.
8. Prasada, jernih hatinya.
9. Madhurya, manis pandangan dan perkataannya.
10. Mardawa, lembut hatinya.
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 42
Demikian selanjutnya perincian Dasa Niyama Brata yang rinciannya
sebagai berikut:
“Danamijya tapo dhyanam svadhyayopasthanigrahah,
Vratopavasamaunam ca ananam ca niyama dasa”.
Nyang brata sapuluh kwehnya, ikang niyama ngaranya, pratyekanya,
dana, ijya, tapa, dhyana, swadhyaya, upasthanigraha, brata, upawasa,
mauna, snana, nahan ta awak ning niyama, dana weweh annadanadi,
ijya dewapujapitrapujadi, tapa kayasangsosana kasatan ikang irira
bhusarya jalatyagadi, dhyana ikang siwasmarana, swadhyaya
wedabhyasa, upasthanigraha kahrtaning upastha, brata annawarjadi,
mauna wacangyama, kahrtaning ujar, haywakeceng kuneng, snana
trisandlivasewana, madyusa ring kalaning sandhya. (S.S 260).
1. Dana, pemberian makanan, minuman dan lain-lainnya.
2. Ijya, pujaan kepada Dewa, kepada leluhur dan lain-lainnya.
3. Tapa, pengekangan napsu jasmaniah, seluruh badan kering berbaring
di atas tanah, pantang air dan sebagainya.
4. Dhyana, terpekur merenung Sang Hyang Siwa.
5. Swadhyaya, mempelajari Weda.
6. Upasthaningraha, pengekangan nafsu kelamin.
7. Brata, berpantang atau bersumpah.
8. Upawasa, pengekangan nafsu terhadap makanan dan minuman.
9. Mona, menahan tidak mengucapkan kata-kata sama sekali, tidak
bersuara.
10. Snana, trisandhya sewana mengikuti tri sandhya, mandi
membersihkan diri dan melaksanakan pada waktu pagi, tengah hari
dan sore hari.
Demikian banyak butir-butir ajaran etika dan tata susila Hindu
yang tersebar dalam berbagai kitab Veda maupun susastra Veda,
sehingga merupakan kewajiban kita untuk kembali menggali dan
menghimpunnya dalam suatu tulisan-tulisan yang teratur dan sistematis,
sebagaimana dalam kitab Ramayana di bawah ini.
“Sulabhah purusa rajan
Satatam priyawadinah
Apriyasya ca pathyyasya
Wakta srota ca durlabhah”
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 43
Artinya:
Wahai raja perkasa, sungguh mudah menemukan orang yang selalu
mengucapkan kata-kata yang menyenangkan namun amat sukar
mendapatkan orang yang suka mendengar dan mengucapkan kata-kata
atau ucapan-ucapan yang tidak menyenangkan tetapi bermanfaat.
TATTWA/THEOLOGI
Tattwa/Theologi adalah pengetahuan tentang Ketuhanan,
mempelajari Ketuhanan sebagaimana diungkapkan dalam kitab Brahma
Sutra 1.1.1. merupakan hal yang amat penting dan perlu karena dengan
mengetahui Tuhan secara tepat dan baik, dinyatakan sebagai jalan yang
dapat mengantar manusia kepada jalan kesempumaan sampai kepada
moksa atau nirwana. Surga dan Neraka, moksa dan samsara mempunyai
arti dan hubungan yang erat sekali dengan ajaran Ketuhanan baik dalam
rangkaian penghayatannya maupun dalam hubungan pengalamannya.
Berbicara soal Tuhan bukan merupakan soal baru. Masalah Tuhan
dan Ketuhanan telah lama menjadi bahan pembicaraan sejak jaman
ribuan tahun yang lalu. Hal ini disebabkan karena Veda Sruti tidak
memberi penjelasan dan keterangan yang diperlukan secara jelas dan
tuntas. Kitab Upanisad dan Aranyaka banyak membahas soal Tuhan
dalam berbagai pengertiannya. Demikian pula kitab-kitab Brahmana
membahas masalah Ketuhanan dalam rangkaiannya dengan upacara dan
penghormatannya berbeda dari kitab Aranyaka dan Upanisad yang hanya
mencoba melukiskan secara pilosofis dan doktriner. Kesemuanya cukup
membuka pokok-pokok pemikiran baru dalam bidang ajaran Ketuhanan
yang menjadi sumber pembicaraan sepanjang jaman.
Disamping kitab Sruti (Mantra, Brahmana, Aranyaka Upanisad),
kitab-kitab lainnya yang membahas tentang Ketuhanan kita jumpai
dalam kitab Smrti (Dharmasastra dan Purana) menurut cara yang berbeda
pula. Demikian pula kitab Brahma Sutra dan kitab Agama
mengkhususkan berbagai Bab-nya untuk membicarakan masalah
Ketuhanan dan hubungannya dengan segala ciptaan alam semesta ini.
Kesemuanya membuka era baru dalam pembahasan alam Ketuhanan
baik sebagai ilmu maupun sebagai subjek dan objek dalam ilmu agama.
Ketuhanan yang diajarkan sebagai unsur iman dalam agama Hindu
(dharma), untuk pertama kita jumpai dalam kitab Atharwa Weda XII.1.1.
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 44
dan merupakan unsur dalam penghayatan agama Hindu yang paling
penting dalam keseluruhan pola ajaran Hindu. Oleh karena itu Tuhan
merupakan topik bahasan yang terpenting diantara para wipra (brahmana
ahli).
Keinginan manusia untuk lebih banyak tahu tentang Tuhan dan
Ketuhanan yang serba ghaib (suksma), misteri (rahasia) dan mutlak
mengenai gambaran sifat hakekat (Tattwa) Tuhan mendorong manusia
untuk lebih banyak menghabiskan waktu mereka untuk merenung dan
mengagumi keghaiban itu dengan berbagai akibatnya. Penggambaran
atau pengucapan tentang Tuhan secara lahiriah, tidak lebih hanya
membatasi sifat keabsolutanNya secara arbitratip. Setiap orang akan
berpikir dan berbicara lain tentang hal yang sama dan karena itu apa
yang lahir dari perkataan dan pikirannya akan lain pula wujudNya yang
dipresentasikannya baik dalam sistim kefilsafatannya (darsana, tattwa
darsana) maupun dalam sastra dan bahasa. Gambaran inilah yang kita
jumpai pula di dalam kitab Sruti yang menggambarkan Tuhan dalam
bentuk Dewa yang cukup menambah masalah baru dalam sistem
pemikiran selanjutnya, bila tidak hati-hati membacanya dan melihatnya
dalam satu kerangka yang bulat dalam sistem pemikiran Ketuhanan
menurut alam pikiran Weda.
PENGERTIAN THEOLOGI
Theologi atau Brahma Widya adalah ilmu tentang Tuhan. Theos
(Bhs. Yunani) berarti Tuhan dan logos (Bhs. Yunani) berarti ilmu.
Didalam sastra Sanskerta dan berbagai kitab Suci Hindu, ilmu yang
mempelajari tentang Tuhan dinamakan Brahma Widya atau Brahma
Tattwa Jnana. Kata Brahma dalam hubungan pengertian di atas
diartikakan Tuhan yaitu gelar yang diberikan kepada Tuhan sebagai
unsur yang memberi kehidupan pada semua ciptaannya dan juga unsur
Sabda atau Aksara (Yang Maha Kuasa). Widya atau Jnana, kedua-
duanya artinya sama yaitu ilmu, sedangkan kata Tattwa berarti hakekat
tentang Tat (itu, yaitu Tuhan dalam bentuk Nirguna Brahman).
Penggunaan kata Tat sebagai kata yang artinya Tuhan, adalah untuk
menunjuk yang ada jauh dari manusia. Kata itu dibedakan dengan kata
idam, yang artinya yang ini yaitu menunjuk kepada benda yang dekat,
yaitu semua benda ciptaan Tuhan. Oleh karena itu, kata Tattwa Jnana
artinya ilmu tentang hakekat, yaitu ilmu tentang Tuhan.
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 45
PERLUNYA MEMPELAJARI KETUHANAN
Perlunya mempelajari Ketuhana adalah untuk mengerti dan
memahami tentang Tuhan itu sendiri sebagai hal-Nya dilihat dari
kacamata bahasa atau kata dan pikiran pengamatNya atau penghayatnya.
Dengan demikian akan dapat dihindarkan pengertian yang salah sejauh
mungkin tenteng pengertian Tuhan yang dibedakan dari hal yang bukan
Tuhan.
Berpikir tentang Tuhan orang akan sampai kepada Tuhan. Berpikir
tentang Raksasa orang akan sampai kepada Raksasa. Oleh karena itu,
untuk sampai kepada Tuhan, orang harus selalu berpikir tentang Tuhan.
Berpikir tentang berarti orang harus mengenal Tuhan dalam
kenyataanNya, baik sebagai hakekat yang dikenal sebagai Nirguna
Brahman maupun sebagai aspek Saguna Brahman. Untuk itu orang harus
belajar memahami dan mengerti sebaik-baiknya tentang istilah dan kata-
kata yang dipergunakan sebaik-baiknya sebelum membedakannya dari
pengertian lain yang berarti bukan Tuhan.
Agama Hindu sebagai agama tertua didunia, setidak-tidaknya
mempunyai banyak ajaran yang tidak mudah dimengerti sebagai akibat
pertumbuhan dan perpaduan dari berbagai tradisi yang berkembang
diberbagai wilayah yang luas tanpa terkendalikan. Berbagai perbedaan
cara berpikir dan cara penafsirannya atas satu pokok keimanan yang
sama tentang Tuhan.
Oleh karena itu, menjadi satu keharusan yang tidak dapat
dielakkan untuk mempelajari pokok-pokok pengertian tentang
Ketuhanan sebagai keimanan dalam sistem penghayatan sebagaimana
kita jumpai dalam berbagai ungkapan dalam Weda. Demikianlah yang
diharapkan menurut sistem Hindu untuk benar-benar mengerti dan
menghayati agar dalam berpikir tentang Tuhan, perbedaan bahasa tidak
akan mempertajam perbedaan pengertian yang pada hakekatnya tidak
berbeda maksud dan tujuannya itu.
SUMBER PENULISAN
Penulisan bahan-bahan informasi ini bersumber pada kitab-kitab
suci Hindu dan beberapa kitab sastra lainnya yang mencoba mengulas
pokok-pokok pikiran Ketuhanan yang menjadi kepercayaan Hindu.
Secara difinitip penulisan seluruh ajaran Hindu bersumber pada Sruti,
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 46
Smrti, Sila, Acara, dan Atmanastuti. Dari sumber-sumber ini yang
terpenting adalah bersumber pada kitab-kitab Sruti dan Smrti, dua
sumber tertulis. Dari kedua sumber itu pula kita jumpai penjelasan-
penjelasan tentang pokok-pokok pengertian Ketuhanan menurut agama
Hindu.
Sebagai penganut dan penghayat agama Hindu, sumber utama
penyusunan adalah pada kitab wahyu Tuhan yang telah dihimpun
menjadi kitab Weda, sebagai kitab suci Hindu. Kitab ini memuat sabda
Tuhan (Daivi Vak) yang pemah diwahyukan (sruti) melalui Maha Resi
pada jaman turunnya Weda, tahun 1500 Sebelum Masehi. Weda adalah
mula sastra atau asal dari semua sastra Weda lainnya.
Sumber utama yang pertama-tama mengungkap pengertian adanya
Tuhan dan Ketuhanan sebagai ajaran dengan berbagai aspeknya terdapat
didalam kitab Sruti (Mantra, Brahmana, dan Aranyaka). Di samping
kitab Mantra (Rigveda, Samaveda, Yajurveda dan Atharwaveda) terdapat
pula kitab Smrti (Wedangga dan Upaweda) yang sedikit banyaknya
memuat pokok-pokok Ketuhanan Hindu. Demikian pula kitab-kitab
Agama sastra yang dianggap sebagai Weda kelima bersama-sama dengan
kitab Bhagawadgita, merupakan sumber tertulis yang sangat penting
yang mengajarkan ajaran Ketuhanan Yang Maha Esa. Salah satu diantara
kitab Agama yang ada antara lain kitab Mahanirwana Tantra dan
berbagai kitab suplemen lainnya yang sama pentingnya, seperti misalnya
kitab Jnana Siddharta atau sejenisnya.
Khusus mengenai Ketuhanan yang paling banyak dan paling
lengkap pembahasannya adalah kitab Brahma Sutra, sesuai menurut
judulnya dan artinya adalah kitab Sutra yang memuat pokok-pokok
pengertian tentang Brahma (Tuhan). Sebaliknya kitab Mahanirwana
Tantra adalah kitab Tantra (Mistik) yang isinya membahas mengenai
sifat Tuhan Yang Maha Esa dalam berbagai pengertian menurut cara
penghayatannya, sebagai ajaran yang disabdakan (diwahyukan) oleh
Tuhan melalui dialog antara Dewa Siwa dengan Parwati.
LAHIRNYA UPANISAD
Munculnya Upanisad merupakan reaksi atas Jaman Brahmana
yang hanya mengutamakan pelaksanaan upacara Agama (upacara
korban). Pada jaman Brahmana pengalaman agama nampak tidak
seimbang antara Tattwa, Susila, dan Acara karena hanya upacara yang
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 47
dianggap paling utama dalam mengamalkan agama. Bagi umat yang
mampu membuat dan mempersembahkan upacara besar maka
kebahagiaan akhirat kelak berupa sorga akan dapat dinikmati, tanpa
memperhatikan karma yang mungkin banyak dosa.
Sesungguhnya upacara yajna hanyalah merupakan bagian kecil
dari praktek kehidupan beragama, namun karena menganggap
pelaksanaan upacara yang besar akan menyebabkan kebahagiaan di
akhirat kelak, maka hidupnya umat disiapkan semata-mata untuk
mempersembahkan upacara besar. Membuat dan mempersembahkan
upacara besar tentu tidak dapat dilaksanakan oleh semua lapisan
masyarakat terutama bagi kemampuan ekonomi umat yang rendah. Perlu
membuat pengkajian tentang relevansinya mempersembahkan upacara
besar dengan biaya mahal, dan dibandingkan dengan mempersembahkan
upacara berdasarkan standarisasi dasar sesuai dengan eksistensi yajna.
Munculnya reaksi dari umat khususnya para acarya terhadap
kehidupan yang hanya mengutamakan upakara/upacara korban dalam
beragama adalah wajar, mengingat praktik kehidupan seperti itu tidak
sejalan dengan ajran Catur Asrama, Catur Warna, dan Catur Marga.
Kitab suci memberikan kesaksian bahwa jagadhita tercapai bukan hanya
karena upacara, melainkan masih ada faktor lain yang dominan.
Satyam brihad rtam ugram
diksa tapo brahma yajna
prthiwim darayanti (AW: XII.1.1)
Maksudnya:
Kejujuran/kebenaran yang agung, hukum yang tegak, kesucian,
pengendalian diri, bijaksana (pengetahuan) korban suci, itulah yang
menegakkan dunia ini.
Dari kesaksian Weda Sruti tersebut memang tampak jelas bahwa
upacara ritual sebagai bentuk yajna, bukanlah satu-satunya jalan untuk
mencapai kebahagiaan lahir batin (Jagadhita, Sorga, dan Moksa).
Rupanya atas dasar kesaksian itulah maka upaya pengkajian
terhadap kebenaran ajaran Weda untuk mendaptkan kebijaksanaan terus
menerus dilakukan oleh para wanaprastin dan Acarya sekaligus
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 48
menyampaikan hasil kajian tersebut kepada para siswa dengan duduk di
bawah dekat Guru (Upanisad).
TUJUAN YAJNA
1. Kesejahteraan – Keselamatan – Kebahagiaan.
2. Peningkatan status dari benda/makhluk yang dipakai yajna.
3. Memperbanyak subhakarma dari pelakunya untuk mencapai sorga
(akan reinkamasi).
4. Membersihkan/membebaskan pelaku yajna dari ikatan dunia
(moksa).
SIFAT-SIFAT YAJNA
Berdasarkan guna yang mempengaruhi maka Yajna dapat bersifat:
1. Sattwika (didominasi sattwam) dengan ciri/dasar:
a. Materi Yajna didapat atas dasar Dharma.
b. Ditujukan kepada Hyang Widhi dengan segala manifestasinya
dan ciptaanNya.
c. Dilakukan pada saat dan keadaan yang tepat.
d. Untuk kegunaan/keselamatan yang dipuja/diberi.
e. Dilakukan atas dasar kesadaran, kebenaran dan keikhlasan/tanpa
kepentingan pribadi.
2. Rajasika (didominasi Rajas) dengan ciri/dasar:
a. Materinya didapat dengan Dharma atau adharma.
b. Dilakukan dengan harapan untuk pribadi/kelompok.
c. Disertai rasa pamer/ego/kemeriahan menonjol.
d. Yang menerima belum tentu memerlukan.
e. Untuk kebaikan obyek dan yang beryajna (ingin imbalan).
f. Ditujukan kepada Hyang Widhi/manifestasi/ ciptaanNya.
g. Kurang memperhatikan Tattwa/kebenaran/Wiweka.
3. Tamasika (didominasi Tamas) dengan ciri/dasar:
a. Materi dari pemberian orang atau adharma.
b. Didasari rasa sekedar ikut beryajna/takut/malu.
c. Bukan kesadaran/niat, namun karena didorong
orang/lingkungan.
d. Ingin mencari keselamatan dirinya/untung/pujian.
e. Tujuannya belum tentu untuk kebaikan obyek.
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 49
f. Beryajna dengan materi yang dia sudah anggap usang.
Dari sifat-sifat yajna itu maka nilainya dapat diklasifikasi sebagai
berikut:
1. Yajna Satwika: bernilai utama
2. Yajna Rajasika: bernilai madya
3. Yajna Tamasika: bernilai kanista
Walaupun demikian sangat mungkin terjadi tindakan seolah-olah
beryajna, namun pada hakikatnya adalah bisnis/barter atau hanya untuk
kepentingan pribadi/kelompok. Perilaku/tindakan seperti itu tidak akan
memberi manfaat bagi pelaku maupun bagi lingkungan. Demikian pula
tidak akan dapat membersihkan /membebaskan pelaku dari ikatan maya
dan malah justru bisa menyebabkan adanya kebiasaan yang merugikan
orang/ lingkungan.
Secara garis besar materi (mang lingkup) ajaran agama Hindu
meliputi tiga bagian sebagai Tri Kerangka Agama, yang terdiri atas:
a. Tattwa (filsafat): inti/kebenaran/dasar ajara agama (Panca Sradha).
b. Susila (etika): tingkah laku yang mulia dalam beragama.
c. Acara (ritual, yajna): materi untuk praktek agama yang terdiri atas
upakara, Pandita/ Pinandita/ Pemangku/ Balian, Pura/ Kuil/ Sawan/
Candi, Pedewasaan (wariga), hari suci, dan lain-lain.
Ketiga dari kerangka agama itu tidak dapat dipisah-pisahkan
pengamalannya, sekalipun Tattwa, Susila, dan Acara patut diamalkan
bersamaan dalam setiap tindakan. Pengamalan Susila tanpa Tattwa dan
Acara akan gersang dan kering. Demikian pula pengamalan Susila tanpa
Tattwa, dan Acara akan tampak tidak semarak dan menjurus pada
prilaku yang kaku atau ekstrim. Acara tanpa Tattwa, dan Susila akan
menjadikan tindakan pemborosan dan memunculkan tradisi yang tanpa
dasar kebenaran.
Demikian ketiga kerangka agama itu wajib dilaksanakan tanpa
meninggalkan salah satu dari ketiga bagiannya. Kerangka agama dapat
diumpamakan sebagai berikut:
Tattwa = kepala = kuning telur
Susila = tangan-kaki = putih telur
Acara = badan/ perut = kulit telur
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 50
SUSILA
Susila adalah kata Sansekerta yang terdiri dari kata Su artinya baik,
mulia, Sila artinya perilaku/dasar. Jadi Susila artinya perilaku yang mulia
sesuai ajaran Weda. Karena Susila adalah bagian dari kerangka Agama,
maka dengan perilaku mulia (bersusila) sudah berarti berbuat bajik
(dharma) dan sudah mengamalkan agama. Untuk berbuat mulia agama
memberikan banyak tuntunan, disamping adanya norma yang lain, yaitu
norma susila (petunjuk hati nurani/kata hati), norma kesopanan (tertib
hidup dalam masyarakat), norma hukum (aturan hidup bermasyarakat
dan bemegara yang ditetapkan oleh pemerintah dan lembaga berwenang,
untuk itu dengan pelanggamya dikenakan sanksi). Berbuat susila
merupakan kewajiban sekaligus menjadi kebutuhan bagi setiap umat
karena susila mengantarkan orang pada kerahayuan hidup.
TUNTUNAN BERBUAT SUSILA
Weda sebagai ajaran yang sempurna memuat sangat banyak
tuntunan untuk berbuat susila. Tuntunan susila agama banyak disajikan
dalam berbagai bentuk, seperti cerita Tantri, Wirama (kekawin/sekar
agung), Sekar alit, Itihasa, maupun sadacara (kebiasaan dari orang-orang
suci). Isi ceritra Tantri ternyata banyak disadur dan diterbitkan dalam
bentuk buku-buku bacaan umum.
Beberapa tuntunan susila antara lain:
1. Tri Parartha
Tri Parartha adalah tiga perilaku untuk tujuan mulia, dengan
pembagiannya:
a. Asih: cinta kasih terhadap semua makhluk ciptaan Hyang
Widhi/Hyang Hari. Asih menjunjung tinggi Hak Asasi
manusia.
b. Punia: memberi/berdana untuk kebaikan bersama atau
pemberian/pelayanan terbaik, pelayanan prima kepada yang
patut melalui subhakarma.
c. Bhakti: hormat dan bhakti kepada yang dimuliakan seperti
para Leluhur, Dewa-Dewa dan Hyang Widhi.
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 51
2. Tri Kaya Parisudha (Sarasamuscaya: sloka 73)
Tri = 3 (tiga), Kaya = gerak/tindakan, Parisudha = suci/benar. Jadi
Tri Kaya Parisudha ialah tiga tindakan manusia yang benar dan baik.
Ketiganya itu ialah:
a. Manacika : berpikir yang baik dan benar
b. Wacika: berkata yang baik dan benar
c. Kayika: berbuat yang baik dan benar
3. Catur Prawrerti (Sarasamuccaya: sloka 63)
Catut Prawrerti artinya empat prilaku yang mulia, yaitu:
a. Ahimsa: tidak membunuh/tidak menyakiti.
b. Dama: sadar dan dapat menasehati diri sendiri.
c. Arjawa: jujur dan selalu dapat dipecaya.
d. Indrianigraha: pengendalian sebelas indria.
ACARA (UPACARA) AGAMA
1. Ruang Lingkup
Acara agama merupakan bagian ketiga dari kerangka Agama Hindu.
Dalam acara agama akan dijumpai tindakan dan bentuk-bentuk
materi dari pelaksanaan agama seperti:
a. Kitab Suci
b. Orang Suci
c. Tempat Suci
d. Hari Suci dan Hari Raya
e. Upakara dan Yajna
f. Persembahyangan/Kebhaktian
g. Pendewasaan/Wariga
2. Karakter atau Sifat Pura
Didasarkan atas kekuatan yang distanakan dan dipuja di Pura maka
tempat suci itu dibedakan atas dua karakter yaitu:
a. Pura Kahyangan: tempat suci untuk memuja Hyang Widhi
dengan segala Prabhawa-Nya (hukum kemahakuasaan-Nya)
b. Pura Keluarga: tempat suci untuk memuja Bhatara Leluhur
(arwah/leluhur yang telah suci).
Pada pura Kahyangan semua umat Hindu dapat bersembahyang
dengan tidak membeda-bedakan keturunan, suku, maupun bangsa.
Sedangkan pada Pura Keluarga tidak diwajibkan bagi semua umat
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 52
untuk sembahyang di tempat itu, sebab Pura itu tempat memuja roh
leluhur dan disungsung oleh keluarga tertentu yaitu, orang-orang
yang punya hubungan darah/kepurusan saja. Namun, tidak dilarang
bagi orang lain yang mau sembahyang di sana.
3. Struktur Pura dan Denah
Struktur yang dimaksud di sini ialah hubungan Pura Kahyangan yang
satu dengan Pura Kahyangan yang lain. Ditinjau dari kekuatan yang
dipuja, semua pura Kahyangan berfungsi sama yaitu sebagai stana
Hyang Widhi dan setiap Umat Hindu dapat bersembahyang di pura
tersebut. Namun berdasarkan kewilayahannya maka adanya struktur
atau tingkatan pura adalah tergantung kesepakatan umat Hindu. Ini
semata-mata didasarkan pada wilayah dan fungsi strategis dalam hal
pembinaan umat.
Contoh:
Balai Payajnan yang ada di Labuhan, di Jaro, di Datar Ajab dan Pura
Jagatnatha di Banjarmasin, Pura di Kusan Hilir, di Batulicin, maupun
Pura Besakih dan Semeru Agung Mandara Giri adalah berkarakter
sama, jika dilihat dari fungsinya sebagai tempat untuk memuja
Hyang Widhi. Namun dilihat dari lokasi dan fungsi strategis
pembinaan umat, jelas akan tampak berbeda. Pura Agung Jagatnatha
jelas akan tampak lebih besar, lebih ramai, lebih megah, karena Pura
ini ada di pusat wilayah Kalimantan Selatan dan berfungsi sebagai
pusat pembinan umat se-Kalimantan Selatan. Apalagi Pura Mandara
Giri Semeru Agung atau Pura Besakih, jelas sangat berbeda karena
sebagai tempat suci yang disungsung oleh semua umat Hindu.
Demikian sebaliknya pura di pedesaan, lebih-lebih sanggah tempat
suci keluarga akan tampak kecil karena dipakai oleh sekelompok
kecil umat.
Selanjutnya mengenai denah, jika areal memungkinkan maka
alangkah baiknya halaman pura dibagi tiga yang disebut Tri Mandala
meliputi:
a. Kanista Mandala: halaman luar pura, sebagai tempat kegiatan
pembinaan umat seperti, pendidikan, hiburan, upacara selain
Dewa Yajna. Kantoran Parisada, Balai Adat, dan sebagainya.
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 53
b. Madya Mandala: halaman tengah sebagai, tempat bekerja untuk
menyiapkan upacara Yajna di pura, juga dapat dipakai sebagai
tempat pembinaan umat, pertemuan, upacara Yajna lainnya.
c. Uttama Mandala: halaman dalam, sebagai tempat bangunan suci
dan untuk melaksanakan yajna kehadapan para Dewa/Ista
Dewata manifestasi kemahakuasaan Tuhan (Hyang Widhi).
Sedangkan bangunan yang patut didirikan di setiap mandala
(halaman) disesuaikan dengan fungsinya maupun kebutuhan di pura.
Untuk Uttama Mandala maka bangunan uttama yang dibangun
adalah Padmasana atau Padmasari jika itu pura Kahyangan. Untuk
lebih jelasnya perihal bangunan pura sebaiknya minta petunjuk
Parisada setempat.
4. Bangunan Suci Pusat Pemujaan
Memperhatikan denah Pura maka sudah dapat dipastikan bahwa,
tempat suci Hindu (Pura) tidak dapat disamakan dengan tempat suci
agama lain. Pura bukanlah suatu rumah, melainkan suatu tempat
yang dilengkapi dengan seperangkat bangunan seperti bangunan
stana Tuhan, balai tempat bekerja/ kegiatan umat termasuk dapur dan
kamar mandi/WC. Yang dimaksud dengan hubungan suci ialah suatu
bangunan dibuat khusus untuk memuja Tuhan dengan segala
manifestasinya-Nya yang disebut Ista Dewata dan juga tempat
memuja Bhatara Leluhur. Adapun tata letak dari bangunan Suci di
Pura hendakya didasarkan pada arah suci dalam agama Hindu yaitu:
a. Arah matahari terbit = arah utama
b. Arah ke Gunung/Utara = arah pilihan kedua
c. Arah Timur Laut = arah pilihan ketiga
Bangunan suci sebagai stana Tuhan dapat berupa Candi, Meru,
Gedong Sanga Lingga, maupun Padmasana atau Padmasari. Dalam
bentuk upacara maka Stana Tuhan dapat berupa: Daksina (beras
bakul). Aksara juga sebagai Stana Tuhan di samping sebagai simbol
Tuhan seperti: Om, sa, ba, ta, a, i, na, ma, si, wa, ya. Aksara (Om)
adalah simbol Hyang Widhi/Tuhan Yang Maha Esa. Om-sa-ba-ta-a-
i-na-ma-si-wa-ya disebut Eka Dasa Aksara yang merupakan simbol
Hyang Widhi dengan sepuluh hukum kemahakuasaan-Nya yang
menguasai penjuru jagat raya.
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 54
Sa = Sadyojata Iswara => Timur
Ba = Bamadewa Brahma => Selatan
Ta = Tatpurusa Mahadewa => Barat
A =Aghora Wisnu => Utara
I = Isana Siwa => Tengah
Na= Mahesora Maheswara => Tenggara
Ma= Ludra Rudra => Barat Daya
Si = Sangkara Samkara => Barat Laut
Wa= Sambu Sambhu => Timur Laut
Ya = Siwa Siwa => Tengah
Demikian makna dari Ekadasaksara itu dalam hubungan ke-
Tuhanan. Dilihat dari struktur dan perlambang bangunan suci
(Pelinggih) maka Padmasana adalah pelinggih yang paling tepat
untuk memuja Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa) dengan segala
prebawa-Nya.
5. Fungsi Pura dalam Pembinaan Umat
Di samping sebagai tempat memuja dan mohon tuntunan Hyang
Widhi maupun Bhatara Leluhur, maka Pura memiliki fungsi sosial
dalam hal pembinaan umat, baik secara langsung maupun tak
langsung antara lain:
a. Untuk memupuk rasa persatuan dan kesatuan umat maupun rasa
kekeluargaan.
b. Membina seni (dharma gita, seni tari, tabuh, keterampilan, seni
ukir) karena semua itu diperlukan dalam kegiatan yajna di pura.
c. Membina jiwa dan semangat beryajna.
d. Membina tingkah laku yang mulia, karena di pura pantang orang
berbuat menyalahi norma agama, norma hukum, susila dan
kesopanan.
e. Sebagai tempat belajar agama, tempat berdharma tula, dan
sebagainya.
Agar Pura dapat berfungsi secara maksimal maka umat penyungsung
Pura wajib melaksanakan pembinaan umat melalui kegiatan di Pura.
Untuk itu Pura patut dilengkapi dengan perpustakaan, rumah tunggu
atau rumah untuk Pinandita.
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 55
6. Hari Suci, Hari Raya, Rerahinan
Hari suci ialah hari keagamaan yang dirayakan dengan suasana
keheningan demi kesucian seperti hari Saraswati, Siwa Latri, Nyepi,
Galungan, Kuningan, Pagerwesi, Purnama, Tilem, Tumpek, dan
sebagainya. Berdasarkan peredarannya hari besar agama Hindu
dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Berdasarkan sasih (bulan) datang setiap tahun.
b. Berdasarkan wuku (Pawukon) datangnya setiap 210 hari.
Makna Perayaan hari-hari keagamaan sebagai berikut:
a. Hari Pagerwesi: pemujaan kepada Tuhan sebagai Hyang
Paramesti Guru (Maha Guru Jagatdita).
b. Hari Galungan: pemujaan kepada Tuhan dan Leluhur sebagai
ucapan terimakasih karena atas karunia-Nya manusia jay a atas
adharma (keburukkan) dalam dirinya maupun adharma di luar
dirinya.
c. Hari Kuningan: pemujaan kepada Tuhan dan Leluhur kerena
Tuhan dan Leluhur kembali ke Payogyan-Nya setelah memberi
anugrah serta menyaksikan perayaan Galungannya.
d. Hari Siwa Latri: pemujaan kepada Tuhan untuk memohon
pengampunan dan peleburan dosa. Melebur dosa artinya
mengubah dosa menjadi lebih kecil dengan berbuat
kebajikanIdharma lebih banyak.
e. Hari Saraswati: pemujaan kepada Tuhan atas karunia-Nya
memberikan manusia ilmu penge- tahuan untuk menolong
hidupnya.
7. Upakara, Upacara, dan Yajna
Sampai dewasa ini masih banyak umat yang kabur memahami
pengertian Upakara dan Yajna. Upakara berarti sesajen/banten.
Upacara ialah rangkaian kegiatan suatu yajna termasuk unsur
upakara dan perangkatnya.
Contoh dalam Dewa Yajna: Banten pesucian, daksina, sodan,
jerimpen, dan sebagainya disebut upakara.
Kegiatan mulai persiapan banten, urutan pemujaan, Pinandita,
mantra dan kidung, persembahyangan, semua rangkaian itu disebut
upacara.
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 56
Dengan demikian dalam upacara agama terdapat upakara, namun
dalam suatu yajna belum tentu terdapat upakara maupun upacara,
sebab yajna itu dapat dilakukan kapan saja, di manapun juga,
disesuaikan dengan kemampuan umat baik secara pribadi maupun
dilakukan secara bersama-sama. Perlu disadari bahwa bentuk
upakara agama Hindu adalah beranekaragam adanya. Hal ini
disebabkan karena Weda memberikan kebebasan kepada umat
untuk membuat menurut kemampuannya yang disesuaikan dengan
keadaan tempat berdasarkan petunjuk agama. Yang menjadi dasar
utama dalam upakara, upacara, dan yajna adalah:
a. Untuk upakara, bahan pokoknya: air, bunga, buah, dan daun.
b. Bhagawad Gita menyatakan sebagai berikut:
Patram puspam phalam toyam
yome bhaktya prayacchati,
tad aham bhakty upahrtam
asnamiprayatatmanah. (Bh. Gita: IX.26)
Artinya:
Siapa pun yang mempersembahkan kepada-Ku dengan penuh
pengabdian sehelai daun, sekuntum bunga, sebutir buah-buahan,
setetes air, Aku terima persembahan yang dilandasi kasih sayang
dan hati yang murni.
1. Untuk upacara unsur pokoknya:
• Upakara
• Api (dupa, pasepan, dupa)
• Urutan pelaksanaan
• Pelaksana/yang berupacara
• Pemimpin upacara
• Air suci (tirta)
2. Untuk yajna unsur pokoknya:
• Materi (banten/upakara, uang, benda, ilmu, tenaga, obat,
darah, ginjal, komea mata, dan lain-lain
• Rasa bhakti/hormat/tresna/kasih sayang
• Kemampuan dan keikhlasan
• Tujuan (untuk kerahayuan) dan kemuliaan yang dipuja/yang
diberi
• Pelaku yajna (umat yang beryajna)
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 57
• Objek yang dihaturkan wajib diketahui/dipahami
Walaupun aneka ragam upakara yang dijumpai namun materi
pokoknya tidaklah aneka ragam. Kesatuan antar upakara, upacara,
dan yajna tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan umat Hindu.
Sebagai perbandingan dapatlah disebutkan beberapa bentuk upakara
yang kecil maupun yang besar antara lain:
• Porosan (empa/sirih/giling) - penyeneng - peras - tepung tawar -
pesucian - kumara (urang sarupa)
• Kewangen - sodan - daksina (beras bakul)
• Segehan - gebogan - pula gembal
• Canang - prayascita - tawur agung dan seba- gainya
• Porosan ( empa/sirih giling) sebagai upakara terkecil merupakan
symbol Tri Murti (Tri Sakti) dan selalu dipergunakan dalam
upakara lainnya
Memahami ajaran agama Hindu dengan baik dan benar hendaknya
mempelajari secara utuh dengan kaca mata atau sudut pandang
agama Hindu itu sendiri. Penampilan atau pelaksanaan agama Hindu
adalah apa yang disebut “Acara Agama Hindu”. Acara Agama Hindu
adalah tradisi-tradisi atau kebiasaan-kebiasaan yang bersumber pada
kaidah-kaidah hukum yang ajeg baik yang berasal dari sumber
tertulis maupun tradisi tempat setempat yang diikuti secara turun-
temurun sejak lama oleh umat Hindu. Oleh karena Acara Agama
Hindu merupakan penampilan atau pelaksanaan ajaran Agama Hindu
maka jelaslah bagian ini pula merupakan bagian luar yang paling
tampak yang merupakan fenomena agama.
Yajna berarti pemujaan, persembahan atau korban suci baik material
maupun non material bardasarkan hati yang tulus ikhlas, dan suci
mumi demi untuk tujuan-tujuan yang mulia dan luhur. Jiwa dan
yajnya adalah terletak pada semangat berkorban untuk tujuan yang
luhur. Yajna adalah salah satu dari dasar-dasar atau landasan
Dharma. Yajna adalah wajib untuk dilakukan, kama alam ini
diciptakan dan dipelihara dengan yajna itu sendiri.
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 58
PENGERTIAN ACARA AGAMA HINDU
Kata Acara dalam hubungannya dengan kata Acara Agama Hindu
haras dibedakan dengan kata Acara sebagaimana lazimnya dipakai dalam
bahasa Indonesia seperti dalam kata: Acara TVRI, Acara Seminar, Acara
Wisuda, Acara makan-makan, dan sebagainya. Kata acara dalam
kaitannya dengan Kata Acara Agama Hindu adalah kata yang berasal
dari bahasa Sanskerta yang berarti:
1. Perbuatan atau tingkah laku yang baik
2. Adat-istiadat
3. Tradisi atau kebiasaan yang merapakan tingkah laku manusia baik
perseorangan maupun kelompok masyarakat yang didasarkan atas
kaidah-kaidah hokum
Jadi Acara pada prinsipnya adalah tradisi keberagaman agama
Hindu, namun sekalipun acara itu adalah suatu kebiasaan atau tradisi,
tidaklah berarti bahwa setiap tradisi itu Acara, misalnya: tradisi dalam
setiap menjelang peringatan hari raya nasional diadakan berbagai
perlombaan, ini bukanlah Acara.
Acara memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
• Aturan (tertulis atau tidak tertulis)
• Tingkah laku yang diatur (perbuatan perorangan) atau masyarakat
atau Negara yang selaras dengan ajaran Agama
• Mempunyai nilai moral dan kepercayaan
• Diakui dan dipatuhi oleh sebagian besar dari masyarakat itu
• Ada unsur turun-temurun sebagai satu kebiasaan
Acara sebagai kebiasaan memiliki makna yang sama dengan kata
drsta. Drsta dalam bahasa Sansekerta berasal dari kata “dsr” artinya
melihat atau memandang. Kemudian manjadi kata Drsta. Acara atau
drsta ini dapat terdiri atas beberapa macam yaitu:
1. Sastra Drsta.
2. Desa Drsta.
3. Loka Drsta.
4. Kuna Drsta atau Purwa Drsta.
5. Kula Drsta.
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 59
1. Sastra Drsta
Adalah suatu dsrta atau tradisi agama Hindu yang bersumber pada
sumber tertulis yang terdapat pada pustaka-pustaka suci atau sastra
Agama Hindu. Sumber utama dan pertama sebagaimana diketahui
adalah pustaka suci Veda. Pokok-pokok ajaran Veda kemudian
memberi jiwa atau nafas pada pustaka-pustaka suci agama Hindu
berikutnya. Di Bali ajaran agama Hindu ditulis dalam “Lontar” yaitu
dengan huruf Bali. Pustaka-pustaka lontar ini di Bali cukup banyak
dan terpelihara dengan baik. Di daerah lain tentu saja ada tulisan
yang menguraikan berbagai tuntunan agama Hindu.
2. Desa Drsta
Adalah tradisi agama Hindu yang telah menjadi tradisi desa yang
berlaku dalam suatu wilayah desa tertentu. Tradisi ini tidak ada
tersurat dan tersirat dalam pustaka tertentu. Akan tetapi telah begitu
melembaga dan diyakini oleh kelompok masyarakat desa
pendukungnya. Tradisi ini bersifat lokal sehingga antara desa satu
dengan desa lainnya tradisinya tidak sama, masing-masing desa
mempunyai adat istiadat yang berbeda-beda. Hal ini disebut desa
“Desa Mawacara”. Misalnya tradisi di desa A, mayat orang
meninggal dikuburkan sedangkan di desa B, mayatnya dibakar.
3. Loka Drsta
Adalah dsrta atau tradisi agama Hindu yang berlaku secara umum
dalam suatu wilayah tertentu. Loka drsta dengan Desa drsta secara
prinsip pengertiannya sama yaitu sama-sama tradisi yang tak tertulis.
Hanya saja Loka drsta ini wilayah berlakunya tradisi itu lebih luas
dan lebih umum. Misalnya tradisi di Bali menjelang hari Tumpek
Landep hari Sabtu, Kliwon, Wuku Landep), para “Pande” serentak
tidak bekerja karena peralatannya diupacarai.
4. Kuna Drsta atau Purwa Drsta
Adalah drsta atau tradisi agama Hindu yang bersifat turun-temurun
dan diikuti secara terus-menerus sejak lama. Orang merasa takut
untuk melanggarnya. Orang sudah tidak tahu dan tidak ingat lagi
sejak kapan tradisi itu mulai ada. Sepanjang tradisi tersebut diterima
dan dianggap masih relevan dengan jaman maka selama itu tradisi
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 60
itu diikuti. Tapi jika sudah dipandang tidak sesuai lagi dengan
kemajuan jaman, maka tradisi tersebut akan ditinggalkan. Misalnya
di Bali ada tradisi “ngarap” yang menggotong mayat dengan
bersorak-sorak dan berebutan yang berlebihan sudah ditinggalkan
karena dipandang tidak sesuai. Tapi tradisi yang lain yang masih
dianggap sesuai tetap dilaksanakan.
5. Kula Drsta
Kula drsta atau Kula Acara adalah tradisi agama Hindu yang berlaku
bagi kelompok keluarga tertentu, yang lainnya kalau Acara ini
berkaitan dengan latar belakang sejarah kehidupan keluarga tersebut.
Kula drsta atau Kula Acara di dalamnya juga termasuk Sista acara
yaitu kebiasaan orang yang telah mencapai tingkat kesucian, seperti
kebiasaan yang berlaku di antara kelompok yang telah menerima
diksa, misalnya: Pandita.
Berdasarkan adanya bermacam-macam acara tersebut, maka
wajarlah tata cara pelaksanaan ajaran agama Hindu antara satu daerah
dengan daerah lain tampak beragam, antara satu daerah dengan desa lain,
demikian pula antara satu keluarga dengan keluarga yang lainnya.
Apalagi mengingat bahwa agama Hindu dalam sejarah pekembangannya
tetap menerima dan memelihara adat istiadat budaya setempat.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapatlah disimpulkan
bahwa yang dimaksud dengan acara agama Hindu adalah suatu tradisi
atau tingkah laku manusia, baik perseorangan maupuk kelompok
masyarakat yang didasarkan atas suatu kaidah-kaidah ajeg, baik tertulis
maupun tak tertulis yang diakui secara turun temurun. Biasanya kaidah-
kaidah ini diikuti berdasarkan apa yang telah berlaku atau dilakukan oleh
orang-orang tua yang dianggap sebagai orang-orang terkemuka atau
sesepuh dalam agama Hindu, kaidah-kaidah itu ada yang tertulis ada pula
yang tidak tertulis.
Memperhatikan beberapa pelaksanaan upacara yajna yang
berlangsung secara keseharian (yang dilaksanakan oleh umat Hindu
setiap hari), yang dikenal dengan nitya karma, maupun yang
dilaksanakan secara berkala atau sewaktu-waktu yang dikenal dengan
sebutan naimitika karma, maka dalam pelaksanannya dari berbagai
upacara yajna senantiasa tetap mengandung makna filosofis mapun
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 61
makna religious yang sangat mendalam guna dapat terwujudnya suatu
ketentraman, kesejahteraan, keselamatan, kebahagiaan, dan
keharmonisan hidup dan kehidupan di alam raya ini maupun di alam
akhirat kelak. Sejalan dengan harapan di atas, maka dalam hal ini dapat
ditegaskan dengan sloka yang berbunyi: “moksartham jagadhita ya ca iti
dharma”, yang maksudnya yaitu mewujudkan adanya tingkat kehidupan
yang seimbang antara tuntutan jasmaniah, maupun rohaniah atau dengan
perkataan lain yakni tercapainya kebahagiaan secara nyata dengan
terpenuhinya kebutuhan material serta tercapainya ketentraman
kesejahteraan spiritual yang tangguh, utuh, serta berbudi pekerthi yang
luhur.
Menjalani kehidupan ini manusia yang berbudi pekerti luhur wajib
mewujudkan kesejahteraan antara sesame manusia, baik antar umat
manusia maupun intern umatnya, selanjutnya perlu diwujudkan
keseimbangan dan keselarasan dengan Tuhan sebagai penciptanya,
terwujudnya pula keharmonisan dengan mahluk-mahluk bawahan seperti
halnya hewan-hewan dan tumbuh-tumbuhan, yang juga merupakan
ciptaanya.
Selanjutnya kalau kita perhatikan suatu konsep yang tidak
terpisahkan atau yang saling kait mengait yaitu: Tiga Kerangka Agama
Hindu, seperti:
a. Tattwa Darsana yaitu landasan berpijak dalam meningkatkan tingkat
keimanan yang tangguh (sraddha) terhadap makna-makna yang
hakiki yang terkandung dalam ajaran agama Hindu, terutama sekali
yang mengandung nilai filosofisnya (filsafat).
b. Sila Sasana (Susila) yaitu sebagai suatu landasan berpijak atau
berprilaku bagi sesama, guna terwujudnya suatu tata pergaulan yang
memiliki sopan santun (etika) yang nantinya mengacu pada
pembinaan dan pendidikan budi pekerti yang tangguh sesuai dengan
landasan dharma (susila).
c. Upacara Yajna yaitu suatu landasan yang mengacu pada unsur
kegiatan-kegiatan atau pelaksanaan upacara Yajna (ritualnya).
Dari ketiga kerangka di atas maka Tattwa Darsana dan Sila Sasana
merupakan unsur yang terpenting dan bersifat kekal serta universal.
Sedangkan upacara yajna merupakan wujud pelaksanaan lahir upacara
keagamaan Hindu yang menampakkan bentuk (wujud) yang berbeda-
beda serta bervariasi sesuai dengan kemampuan imajinasi dan budaya
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 62
umat setempat dalam mempersiapkan dan mengamalkan ajaran suci
Weda yang mereka yakini. Di samping itu perbedaan bentuk tata upacara
juga dipengaruhi oleh drsta (adat istiadat) masyarakat penganutnya.
Perbedaan-perbedaan itu terutama tampak dalam bentuk tata cara
pelaksanaan upacara keagamaan (yajna), walaupun hakikat sraddha
(keimanannya) yang dimiliki tetap abadi (sanatana) dan sama
(universal).
Sehubungan dengan keanekaragaman tersebut Parisada Hindu
Dharma Indonesia berkewajiban mengayomi dan memberi tempat yang
layak bagi pertumbuhan kebutlayaan dan tradisi-tradisi (acara) setempat
yang telah berlaku, sepanjang tradisi dan kebudayaan itu tidak
bertentangan dengan dharma agama (tattwa) sebagaimana tercantum di
dalam susastra Veda.
KONDISI RIIL UMAT HINDU
Untuk mengetahui kondisi riil umat Hindu dalam arti inengetahui
kedalaman fakta di lapangan, secara ideal kita mesti melakukan
penelitian, sebab validitas data ada pada cara seperti itu. Dilain pihak kita
sangat menyadari bahwa menyelengarakan penelitian keumatan bukanlah
pekerjaan mudah. Namun demikian bukan sebuah ketidakmungkinan
untuk menggambarkan kondisi riil umat meskipun akurasinya belum
memadai. Jika mencermati secara sepintas, maka kita akan dihadapkan
pada kenyataan bahwa:
a. Dari sudut pendataan umat, baik yang menyangkut jumlah,
klasifikasi usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, klasifikasi ras
dan suku, maupun gambaran geografis dimana komunitas Hindu
bermukim dan sebagainya, temyata sangat jauh dari harapan.
Pendataan ini jika dikaitkan dengan penggunaan teknologi macam
internet atau email dewasa ini, keterbelakangan data umat sungguh
sangat mengkhawatirkan.
b. Belum terpenuhi dan tersalurkannya berbagai aspirasi umat ke dalam
berbagai organisasi atau lembaga keumatan sesuai kebutuhan, baik
pada majelis tertinggi umat, lembaga kepemudaan, lembaga wanita,
sampai keinginan untuk memiliki lembaga penterjemah, pengkajian
dan methodologi Veda beserta susastra Veda, lembaga pendharma
wacana, lembaga dharma gita dan lembaga pendidikan Hindu.
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 63
c. Kurang mantapnya sistem dan manejerial kerja organisasi-organisasi
keumatan yang mempunyai tugas menggerakkan roda pembinaan,
pengembangan, dan kegiatan umat secara komprehensif serta
pemanfaatan potensi umat khususnya pemanfaatan sumber daya
manusia ternyata belum memadai.
d. Masih berhubungan erat dengan aspek manajemen, pemanfaatan
teknologi baik informasi, komunikasi dan bentuk-bentuk penemuaan
lainnya yang lebih menjamin efisiensi dan efektifitas kegiatan,
pembinaan dan pengembangan umat boleh dibilang belum ada,
kalaupun ada masih atas inisiatif individu bukan lembaga.
e. Pola kaderisasi dan penokohan disetiap aspek kehidupan masih tidak
jelas. Mandegnya pola ini tidak saja dalam hal keagamaan, tapi juga
dibidang lainnya seperti manajemen, ekonomi, teknologi, hukum dan
bidang-bidang lainnya. Inilah yang cukup menghambat partisipasi
umat untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. Sebab
bagaimanapun suksesnya pola ini akan dapat mengangkat citra umat
secara menyeluruh.
f. Suatu kenyataan penting (bahkan teramat penting) adalah masih
adanya berbagai kekurangan dan kelemahan yang berkembang di
intern kehidupan umat, seperti friksi antar aliran, antar warna (juga
antar penganut Catur Marga) dan sebagainya meskipun friksi ini
tidak terlalu menonjol. Kelemahan lainnya adalah masih adanya
kecendrungan-kecendrungan yang tidak kondusif, seperti: rasa
fanatisme sempit, kurang percaya diri, sikap pengingkaran
(inconsistencyj, pemahaman ajaran agama yang unholistik, daya
adaptasi rendah, mental arogansi, sensitifitas yang rendah dan
sebagainya.
g. Masih terjadi dan atau umat Hindu mudah dikonversi keagama lain.
h. Masih banyak umat belum memahami kitab suci Veda.
i. Belum diapresiasi kearifan lokal dalam membuat tempat suci,
Upakara, dan Upacara serta berbagai aspek lainnya.
j. Umat belum mendapat pencerahan dalam Upakara, dan Upacara
yajna.
k. Pelaksanaan Upacara agama masih dirasakan memberatkan umat.
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 64
l. Masih terjadi terjemahan maupun penulisan transliterasi (alih aksara)
dari huruf Dewa Nagari dan Jawa Kuno sebagai media istilah
Sanskerta ke dalam huruf Latin dan bahasa Indonesia.
SOLUSI
Kondisi riil di atas memerlukan solusi untuk mengatasinya sebagai
berikut:
a. Perlu dilakukan pendataan umat secara intensif dengan
memanfaatkan teknologi modern.
b. Perlu mengembangkan lembaga-lembaga keumatan untuk
menyalurkan aspirasi mereka disamping memperbanyak
penerjemahan dan kajian buku-buku Agama Hindu sebagai referensi
bagi pendharma wacana (Dharma Pracaraka), Dharma Gita, dan
Pendidikan Hindu.
c. Perlu memantapkan manajerial organisasi keumatan untuk
menggerakan roda pembinaan dan sumber daya yang ada.
d. Meningkatkan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi
dalam rangka memantapkan pengembangan umat Hindu.
e. Menumbuhkembangkan semakin banyaknya kader-kader muda
Hindu dalam regenerasi kepemimpinan umat Hindu demi
kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.
f. Meningkatkan komunikasi kepemimpinan dan kelembagaan Hindu
guna mencari solusi memecahkan berbagai friksi dikalangan umat
Hindu.
g. Perlu meningkatkan pencerahan, pendidikan dan kesejahteraan, guna
memantapkan sraddha dan bhakti.
h. Perlu diperbanyak penerbitan buku-buku agama khususnya kitab suci
Veda bagi anak-anak dan generasi muda.
i. Pengurus Parisada daerah wajib mengapresiasi kearifan lokal baik
tempat suci, upakara, upacara beserta aspek-aspek lainnya.
j. Perlu meningkatkan pencerahan tentang tujuan dan makna upakara
dan upacara.
k. Diperbanyak penerbitan buku-buku pedoman upacara agama yang
sederhana.
l. Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat segera menetapkan sebuah
badan peristilahan dan transliterasi (alih aksara) dari huruf Dewa
Nagari dan Jawa Kuno ke dalam huruf Latin dan bahasa Indonesia.
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 65
Ditetapkan di : Denpasar
Pada Tanggal : 5 Desember 2010
PIMPINAN SIDANG
Dharma Adhyaksa
Ida Pedanda Gede Ketut Sebali Tianyar Arimbawa
Ketua
Ketua Sabha Walaka Parisada Pusat
Drs. I Ketut Wiana, M.Ag
Anggota
Pengurus Harian Parisada Pusat
Ketua Umum
Dr. I Made Gde Erata, MA
Anggota
Sekretaris Umum
Kolonel Inf. (Purn) I Nengah Dana, S.Ag
Anggota
Penitia Penyelenggara
Ir. I Dewa Putu Sukardi, S.Ag, MBA.
Anggota
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 66
KEPUTUSAN PESAMUHAN AGUNG
PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA Nomor: 07/Kep/P.A. Parisada /XII/2010
t e n t a n g
REKOMENDASI PEDOMAN SOSIALISASI
BHISAMA KESUCIAN PURA
Atas Asung Kertha Wara Nugraha Hyang Widhi Wasa
PESAMUHAN AGUNG PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA
TAHUN 2010
Menimbang : a. bahwa dengan semakin berkembangnya
pembangunan nasional pada umumnya dan
pembangunan kepariwisataan pada khususnya
dan demi terjaminnya kesucian Pura dengan
kawasan sucinya dipandang perlu dibuatkan
pedoman sosialisasi kesucian Pura; dan
b. bahwa sehubungan dengan perkembangan
pembangunan perlu membuat kebijakan untuk
mengamankan kawasan suci terutama
keberadaan Pura sebagai tempat pemujaan
umat Hindu.
Mengingat : 1. Keputusan Parisada Hindu Dharma Indonesia
Pusat Nomor: 11/Kep/I/PHDI P/1994 tentang
Bhisama Kesucian Pura.
2. Keputusan Pesamuhan Agung 2010 Parisada
Hindu Dharma Indonesia Nomor: 02/P.A.
Parisada/XII/2010 tentang Jadual Acara
Pesamuhan Agung Parisada Hindu Dharma
Indonesia.
Memperhatikan : Usul dan saran peserta dalam Sidang Paripurna III
Pesamuhan Agung Parisada Hindu Dharma
Indonesia tanggal 4 Desember 2010.
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 67
MEMUTUSKAN
Menetapkan : KEPUTUSAN PESAMUHAN AGUNG
PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA
TENTANG REKOMENDASI PEDOMAN
SOSIALISASI BHISAMA KESUCIAN PURA
Pertama : Memberi mandate kepada Pengurus Harian
Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat untuk
menindaklanjuti Rekomendasi ini.
Kedua : Mensosialisasikan kepada seluruh umat Hindu
melalui Parisada setempat.
Ketiga : Bila di kemudiaan hari terdapat kesalahan dengan
Keputusan ini akan ditinjau sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Keempat : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : Denpasar
Pada Tanggal : 4 Desember 2010
PIMPINAN SIDANG
Dharma Adhyaksa
Ida Pedanda Gede Ketut Sebali Tianyar Arimbawa
Ketua
Ketua Sabha Walaka Parisada Pusat
Drs. I Ketut Wiana, M.Ag
Anggota
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 68
Pengurus Harian Parisada Pusat
Ketua Umum
Dr. I Made Gde Erata, MA
Anggota
Sekretaris Umum
Kolonel Inf. (Purn) I Nengah Dana, S.Ag
Anggota
Penitia Penyelenggara
Ir. I Dewa Putu Sukardi, S.Ag, MBA.
Anggota
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 69
Lampiran:
Keputusan Pesamuhan Agung Parisada
Nomor: 7/KEP/P.A. Parisada/XII/2010
Tentang Rekomendasi Pedoman
Sosialisasi Bhisama Kesucian Pura
REKOMENDASI
PEDOMAN SOSIALISASI
BHISAMA KESUCIAN PURA
Latar Belakang Masalah
“Bangunlah Jiwanya Bangunlah Badannya Untuk Indonesia
Raya”. Kalimat yang diberi tanda kutip ini adalah bagian dari syair Lagu
Kebangsaan Indonesia Raya. Ini artinya pembangunan di Indonesia ini
wajib hukumnya membangun jiwa dan raga manusia-manusia Indonesia
dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ketidakseimbangan
pembangunan fisik material dengan pembangunan mental spiritual dapat
menimbulkan berbagai persoalan yang tidak begitu mudah mengatasinya.
Dalam perjalanan kehidupan jaman Kali ini, kedudukan uang yang
berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan bergeser menjadi tujuan
yang paling utama. Kata “artha” dalam bahasa Sanskerta artinya tujuan.
Segala sesuatu yang berfungsi sebagai sarana untuk mencapai tujuan
disebut “artha”. Karena itulah uang juga disebut “artha”. Hal ini perlu
dikemukakan untuk mengingatkan bahwa uang itu amat penting tetapi
hendaknya fungsinya jangan digeser menjadi tujuan utama. Tujuan
spiritualpun tidak mungkin dapat diwujudkan tanpa uang. Melakukan
kegiatan keagamaan membutuhkan sarana. Untuk mengadakan sarana itu
dibutuhkan uang. Agar uang itu tetap memberikan kontribusi positif pada
kehidupan jagalah uang itu agar tetap berfungsi sebagai alat untuk
mencapai tujuan hidup mencapai kebahagiaan.
Hubungan manusia dengan uang bagaikan hubungan perahu
dengan air. Tanpa air perahu tidak bisa berlayar. Tujuan perahu berlayar
di air bukan mencari air, tetapi menunju pantai bahagia. Tetapi kalau
salah caranya perahu berlayar di air, maka air itulah yang
menenggelamkan perahu tersebut.
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 70
Dalam Kekawin Nitisastra IV.7 ada dinyatakan sebagai berikut:
Singgih yan yuganta kali datang tan hana lewiha sakeng mahadhana.
Tan waktan guna sura pandita widagdha pada mangayap ring
dhaneswara.
Artinya: Kalau jaman Kali sudah datang tidak ada yang lebih berharga
dari uang. Sudah tidak bisa dikatakan para ilmuwan (guna), seorang
pemberani (sura), orang suci dan mereka yang bijaksana (widagdha)
semua menjadi pelayan orang kaya (dhaneswara).
Mereka yang kurang waspada akan terjebak menjadi budaknya
uang. Hal itu menyebakan orientasi hidupnya juga bergeser. Hakekat
hidup mencari ketenangan menjadi bergeser untuk mencari kesenangan,
sehingga yang paling utama dijadikan tujuan hidup adalah untuk
mendapatkan uang sebanyak-banyaknya. Dari sinilah muncul berbagai
upaya untuk menggunakan apa saja untuk mendapatkan uang sebanyak-
banyaknya agar bisa hidup bersenang-senang. Salah satu diantaranya
adalah menggeser kawasan suci untuk dijadikan sarana mendapatkan
uang karena kawasan suci itu menjadi daya tarik wisatawan. Hal ini
menimbulkan sikap yang terlampau fragmatis untuk menyiapkan
berbagai fasilitas pelayanan wisatawan dengan memanfaatkan daya tarik
kawasan suci itu. Terjadilah pembangunan fasilitas wisata sampai
merangsek kawasan suci. Untuk tidak terjadi sesuatu yang lebih buruk
munculah berbagai usul dari berbagai pihak agar Parisada sebagai
lembaga tertinggi umat Hindu membuat kebijakan untuk mengamankan
kawasan suci, terutama keberadaan Pura sebagai tempat pemujaan umat
Hindu, warisan leluhur yang sudah berabad-abad dibangun di Bali.
Fungsi utama Pura yang berada di kawasan suci adalah sebagai tempat
melakukan kegiatan beragama Hindu. Dilain pihak Pura tersebut
menimbulkan daya tarik wisatawan. Kedua hal itu wajib disinergikan
dengan bijaksana agar kedua hal tersebut dapat memberikan kontribusi
positif pada kehidupan masyarakat Bali. Warisan leluhur dan aspirasi
masyarakat Bali inilah sebagai salah satu aspek yang menyebabkan
Parisada Pusat mengeluarkan Bhisama tentang Kesucian Pura.
Bhisama Kesucian Pura Sebagai Norma Agama
Bhisama Kesucian Pura yang dikeluarkan oleh Parisada Pusat
tangal 25 Januari 1994 adalah suatu produk untuk melanjutkan sistem
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 71
keberagaman Hindu di Bali khususnya tentang pendirian Pura
Kahyangan Jagat. Jarak keberadaan Pura yang tergolong Kahyangan
Jagat itu dengan Desa Pakraman terdekat umumnya berjarak Apeneleng
Agung (sekitar lima KM). Kahyangan Jagat tersebut khususnya
Kahyangan Jagat yang tergolong Kahyangan Rwa Bhineda, Kahyangan
Catur Loka Pala (Pura Lempuhyang, Pura Andakasa, Pura Luhur
Batukaru, dan Pura Puncak Mangu). Pura Sad Kahyangan menurut
Lontar Kusuma Dewa dan Pura Padma Bhuwana yang berada di
sembilan penjuru pulau Bali. Sedangkan Pura Kahyangan Jagat yang
tergolong Pura Dang Kahyangan berjarak Apeneleng Alit kurang lebih
dua KM. Sedangkan untuk Pura Kahyangan Tiga dan lain-lainya dengan
jarak Apenimpug dan Apenyengker. Istilah-istilah Apeneleng Agung,
Apeneleng Alit, Apenimbug, dan Apenyengker semuanya itu adalah
istilah yang terdapat dalam tradisi budaya Bali warisan leluhur umat
Hindu yang sudah ada sejak berabad-abad. Tujuan utama Bhisama
Kesucian Pura tersebut untuk menata keseimbangan prilaku manusia
dalam memanfaatkan alam agar tidak semata-mata dijadikan sarana
untuk kerpentingan hidup Sekala yang bersifat sementara. Pemaanfaatan
ruang di alam ini agar digunakan seimbang untuk memenuhi kebutuhan
hidup yang bersifat sekala dan niskala dengan landasan filosofi Tri Hita
Karana.
Sarasamuscaya 135 menyatakan untuk menyukseskan tercapainya
empat tujuan hidup manusia (dharma, artha, kama, dan moksa), yang
pertama-tama wajib diupayakan adalah melakukan Bhuta Hita. Bhuta
Hita artinya menyejahterakan alam lingkungan. Ada ruang untuk
mengembangkan “sarwa prani” seperti tumbuh-tumbuhan yang akar,
batang, daun, dan bunganya memiliki manfaat yang besar bagi
kehidupan umat manusia dan makhluk lainnya. Tanah, air, dan udara
dalam kitab suci Veda tergolong Tri Chanda yang wajib dijaga oleh umat
manusia yang ingin hidup sejahtera. Tanah, air, dan udara yang
existensinya alami dapat menyuburkan tumbuh-tumbuhan. Daun
tumbuh-tumbuhan itu mengandung chlorofil yang manfaatnya untuk
kehidupan semua makhluk hidup tiada terkira. Sudah terlalu banyak
keberadaan tanah, air, dan udara kita rusak dengan alasan mendapatkan
kesejahteraan yang bersifat sementara. Bahkan pemanfaat ruang secara
semena-mena itu lebih banyak menguntungkan pemodal dan oknum
pejabat dengan para calo tanahnya.
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 72
Bhisama Kesucian Pura ini untuk mencegah terjadinya
pelanggaran terhadap ketentuan keberadaan Pura tersebut tidak
berlangsung terns. Namun Bhisama ini adalah produk Pandita melalui
Pasamuhan Sulinggih Parisada Pusat yang dibantu oleh Sabha Walaka
dan Pengurus Harian Parisada Pusat. Bhisama ini adalah tergolong
norma Agama. Sanksi norma Agama bagi pelanggar-pelanggamya
tergantung dari keyakinan umat pada ajaran Agamanya. Bhisama itu
adalah penafsiran suatu ajaran Agama yang belum jelas dan tegas
dinyatakan da lam kitab suci Veda. Namun secara filosofis sudah
tercantum dalam kitab suci. Dalam Manawa Dharmasastra XII. 108
dinyatakan bahwa:
Kalau ada hal-hal yang belum secara jelas dinyatakan dalam ajaran
Veda (dharma), maka yang berwewenang menentukan jawabannya
adalah Brahmana Sista (Pandita Ahli). Ketentuan itu memiliki kekuatan
legal.
Selanjutanya dalam Manawa Dharmasastra XII.110 dinyatakan bahwa
apapun yang telah ditetapkan oleh Brahmana Sista yang memegang
jabatan di Parisada, memiliki kekuatan hukum yang sah, siapapun
sebaiknya tidak ada yang membantahnya.
Substansi Bhisama adalah menjaga kawasan suci di areal Pura agar
jangan terjadi polusi, merosotnya kawasan hijau yang akan menurunkan
sumber-sumber air dan vibrasi negatif lainya. Kalau disekitar Pura sudah
terjadi polusi dan vibrasi negatif karena terjadi berbagai kegiatan hidup
yang tidak sesuai dengan norma agama, apalagi ditambah dengan
lingkungan yang sudah terpolusi dapat menyebabkan Pura tidak lagi
memancarkan kesucian dan kelestarian alam lingkungan. Keberadaan
Pura dengan lingkungannya hendaknya ditata sedemikian rupa sehingga
dapat dihadirkan sebagai fasilitas spiritual yang memadai. Dengan
demikian Pura dengan fasilitas spitritualnya dapat memberikan
kontribusi spiritual kepada mereka yang sedang menjadikan Pura sebagai
media untuk mengembalikan daya spiritualnya.
Karena itu Bhisama Kesucian Pura membenarkan adanya berbagai
fasilitas yang menunjang keberadaan Pura sebagai media spiritual;
seperti Dharmasala, Pasraman dan bangunan-bangunan lainya yang
berfungsi untuk lebih mengeksistensikan keberadaan Pura sebagai media
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 73
untuk menguatkan aspek spiritual umat. Dharmasala adalah bangunan
sebagai tempat menginap umat yang dari jauh yang ingin mengikuti
berbagai kegiatan keagamaan di Pura bersangkutan. Dharmasala
bukanlah hotel sebagai tempat penginapan umum.Yang boleh menginap
di Dharmasala adalah mereka yang khusus akan mengikuti berbagai
kegiatan keagamaan di Pura yang bersangkutan. Sedangkan Pasraman
adalah suatu fasilitas yang menyediakan fasilitas pendidikan kerohanian
untuk menyiapkan umat yang akan mengikuti berbagai kegiatan di Pura
bersangkutan. Di samping Dharmasala dan Pasraman dapat saja
dibangun fasilitas lainya di areal kesucian Pura sepanjang hal itu
menunjang eksistensi Pura dengan kawasannya sebagai media spiritual.
Hal ini sangat tergantung dari inisiatif pengemong Pura sejauhmana
mereka mau berkreasi untuk mengeksistensikan Pura sebagai media
spiritual Hindu untuk mewujudkan hidup kehidupan yang “saucam”
(suci bersih lahir bathin). Dalam Sarasamuscaya dinyatakan sebagai
berikut: “Sauca ngaraniya maradina majapa” : Artinya, sauca namanya
suci dengan mandi setiap hari dan melakukan japa. Selanjutnya dalam
Sloka yang lainya, Sarasamuscaya menyatakan “mapaluwi-luwining
kojaran sanghyang mantra japa ngarania”. Artinya mengulang-ulang
pengucapan mantra, japa namanya.
Yang menarik dalam hal ini kehidupan sauca atau suci itu
dilakukan dengan air dan berjapa. Air menurut Canakya Niti adalah salah
satu dari tiga ratna permata bumi atau Triji Ratna Permata Bumi. Tiga
Ratna Permata Bumi ini adalah air, tumbuh-tumbuhan, dan kata-kata
bijak (jala, krsi, subha sita). Air dan tumbuh-tumbuhan eksistensinya
akan tidak terganggu kalau adanya tata guna lahan itu dengan sebaik-
baiknya. Di Bali filosofi Tri Hita Karanalah yang dijadikan landasan
umum untuk menata pemanfaatan ruang. Dari filosofi inilah muncul
adanya ruang untuk membangun Parahyangan, ruang khusus kegiatan
umum seperti pemukiman, pemerintahan, ruang bisnis dll. Inilah yang
disebut Pawongan. Selanjutnya ada ruang kosong untuk bertumbuhnya
tumbuh-tumbuhan. Karena itu dalam kitab Pancawati dinyatakan adanya
tiga jenis hutan yaitu: Maha Wana, Tapa Wana, dan Sri Wana. Maha
Wana itu adalah hutan lindung, Tapa Wana areal hutan untuk
membangun tempat-tempat melakukan Tapa seperti Pura Kahyangan
Jagat. Sedangkan Sri Wana adalah hutan produksi.
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 74
Bhisama Untuk Menata Lingkungan Sekala dan Niskala
Bhisama Kesucian Pura bertujuan untuk menata hubungan antara
kehidupan Sekala dan Niskala agar tujuan membangun jiwa dan badan
jasmani untuk mewujudkan Indonesia yang raya dapat berhasil. Hahekat
kehidupan beragama menurut Hindu adalah untuk membangun daya
spiritualitas yang bersifat Niskala. Dengan daya spiritualitas itu dibangun
kecerdasan intelektualitas untuk melandasi kepekaan emosional
mewujudkan kesucian atman dalam perilaku nyata. Dengan demikian
perilaku nyata (sekala) sebagai perwujudan kesucian niskala. Ini artinya
hubungan korelasi antara perilaku Sekala dan Niskala menjadi sejalan.
Pembangunan bidang fisik material seperti pembangunan ekonomi yang
bersifat Sekala tidak bertentangan dengan kesucian Niskala, seperti
keberadaan Pura sebagai sarana pembangun Niskala.
Pembangunan Sekala yang mengabaikan nilai-nilai kesucian
Niskala justru dapat merusak keadaan di Sekala. Dengan mengabaikan
aspek Niskala dapat memicu berbagai kerusakan di muka bumi ini.
Dengan bergesernya orientasi hidup manusia dari mencari ketenangan
bergeser mencari kesenagan indriawi menyebabkan kehidupan manusia
di post modern ini. Bumi ini jangan terlalu di exploitasi untuk
kenikmatan sesaat untuk kaya dan mewah. Kalau semula lahan kita
exploitasi untuk mendatangkan duit maka akan merusak lingkungan
hidup kita. Kalau muka bumi terlanjur rusak maka generasi kita akan
mendrita sepanjang jaman.
Prof. Dr. Emil Salim mantan Menteri Lingkungan Hidup
menyatakan bahwa sudah terjadi sepuluh jenis kerusakan di muka bumi
ini disebabkan oleh ulah manusia, seperti naiknya suhu bumi yang
berpengaruh pada perubahan iklim. Gas-gas karbon yang berasal dari
pembakaran minyak fosil di daratan dilepas ke udara dan membentuk
semacam “selimut bumi” yang menahan panas bumi untuk naik ke udara
lebih tinggi dan memantulkan kembali panas itu ke bumi sehingga suhu
bumi naik. Dengan naiknya suhu bumi ikut dipengaruhi iklim global
yang sekarang terus tidak menentu. Musim hujan dirasakan melewati
batas waktunya, sedangkan musim kering dirasakan jauh lebih kering
dari biasanya. Gas-gas karbon itu muncul dari mesin mobil, mesin
pabrik, dan mesin-mesin lainya yang semakin dibutuhkan oleh manusia
modern untuk memenuhi keinginannya hidup enak bersenang-senang.
Gaya hidup seperti itulah yang disebut gaya hidup “hedonis” yang amat
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 75
boros dengan sumber-sumber alam seperti bijih besi, minyak bumi,
timah, mangaan, dan sumber-sumber mineral yang tak terbarukan. Dari
banyaknya mesin itulah muncul gas-gas karbon yang sampai melebihi
ambang batas. Inilah yang menyebabkan iklim menjadi tidak menentu.
Dampak tidak menentunya iklim cukup serius bagi kehidupan pada
umumnya terutama bagi kehidupan pertanian. Pemyataan Prof. Dr. Emil
Salim ini dituangkan dalam tulisannya berjudul “Meningkatkan Daya
Dukung Lingkungan”. Tulisan ini dimuat dalam buku: Alumni FEUI
Dan Tantangan Masa Depan (1995). Dalam tulisan tersebut Prof. Dr.
Emil Salim menjelaskan terjadinya sepuluh kerusakan muka bumi ini
disebabkan bergesernya gaya hidup manusia dari needs ke wants.
Maksudnya dari hidup berdasarkan kebutuhan telah bergeser menjadi
hidup berdasarkan keinginan. Hal ini menyebabkan ada pihak yang hidup
berlebihan. Karena ada yang hidupnya berlebihan, maka ada yang
hidupnya kekurangan. Tahun 1850 penduduk dunia hanya 1,25 miliar
jiwa. Dalam seratus tahun yaitu pada th 1950 penduduk dunia 2,5 milyar
jiwa. Tetapi dalam waktu 40 th yaitu th 1990 penduduk dunia menjadi 5
milyard jiwa. Dahulu untuk mencapai pertambahan penduduk seratus
persen membutuhkan waktu seratus tahun. Selanjutnya hanya
membutuhkan waktu 40 th jumlah penduduk sudah dua kali lipat. Th
2000 sudah menjadi 6,1 milyard jiwa, di saat penduduk masih sedikit,
dengan pertumbuhan lambat, serta berkeinginan yang masih sederhana.
Selanjutnya penduduk yang semakin banyak dengan keingian yang
semakin banyak pula. Yang paling parah adalah sumber daya alam
dieksploitasi secara berlebihan sampai menimbulkan rusaknya alam
tersebut demi memenuhi keinginan manusia yang ingin hidup nikmat
tetapi merusak alam. Yang parah adalah tidak menentunya iklim di bumi
ini.
Adapun sepuluh kerusakan bumi menurut Emil Salim dalam
tulisannya yang berjudul: Meningkatkan Daya Dukung Lingkungan pada
buku: Alumni FEUI Dan Tantangan Masa Depan: Beragam Pemikiran
diterbitkan oleh PT. Gramedia Pustaka Jakarta th 1995 adalah sbb:
a. Meningkatnya polusi udara dengan dampak negatifnya pada infeksi
saluran pemapasan manusia. Hal ini terjadi karena hampir disemua
kota baik di negara maju maupun negara berkembang sudah tampak
kongesti kota dengan kemacetan lalu lintas yang semakin serius.
Infeksi saluran pemapasan akibat polusi ini tercatat sebagai
pembunuh bayi yang paling kejam di bumi ini.
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 76
b. Terjadinya penyusutan air tawar baik dipermukaan maupun di dalam
perut bumi akibat dari penyedotan air tawar melebihi kemampuan
alam melalui curah hujan untuk memperbaharui sumber alam dari air
tersebut. Hampir semua kegiatan manusia memerlukan air tawar,
seperti pertanian, perikanan, kehutanan, perkebunan, industri,
pariwisata, pusat listrik tenaga air dan tenaga uap, angkutan
perhubungan, perumahan dan seterusnya. Sumber alam air tawar
tidak saja menyusut dalam volumenya, tetapi kadar air itu sendiri
kemudian ikut dicemari oleh ulah pebuatan manusia sehingga
membawa kematian pada kehidupan biologis dalam air dan penyakit
serta maut bagi manusia.
c. Naiknya permukaan laut di seantero bumi akibat naiknya suhu bumi
sebagai kelanjutan dari perubahan iklim global. Oleh karena laut
dipakai secara intensif sebagai sarana angkutan maka permukaan laut
juga menderita dampak pencemaran dari kapal-kapal yang
membuang muatan kotornya (ballast) ke dalam laut.
d. Penggundulan hutan untuk memenuhi kebutuhan manusia atas ruang
bagi keperluan pertanian, industri, pariwisata, pemukiman, dll.
Setiap kegiatan manusia memerlukan ruang dan hanya hutan yang
menyimpan ruang. Dalam persaingan merebut ruang itu, kepentingan
hutan sering tersingkir oleh kepentingan di luar kehutanan.
e. Terjadi penyusutan keaneka ragaman hayati. Jika kepentingan
manusia yang hidup dalam hutan saja sudah tidak digubris apa lagi
kepentingan isi hutan lainya seperti tumbuh-tumbuhan, hewan,
organisme mikro dll.
f. Semakin banyak turunnya hujan asam (acid rain) sebagai hasil
proses kimiawi antara butir-butir dengan bahan pencemar dari
kegiatan manusia, seperti karbon oksida dan lain-lainya yang
berlangsung di udara. Hasil pencemaran dari Jerman misalnya
mengakibatkan turunnya hujan asam di negara-negara Skandinavia.
Hujan asam ini mengakibatkan matinya pohon yang dimulai dari
pembusukan pucuk pohon.
g. Naiknya suhu bumi dengan pengaruhnya pada perubahan iklim. Gas-
gas karbon yang berasal dari pembakaran minyak fosil di daratan
dilepas keudara dan membentuk semacam “selimut bumi” yang
menahan panas bumi untuk naik ke udara lebih tinggi dan
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 77
memantulkan kembali panas itu ke bumi sehing- ga suhu bumi naik.
Dengan naiknya suhu bumi ikut mempengarahi iklim global yang
sekarang sudah semakin tidak menentu. Musim hujan melewati batas
waktunya dan musing kering menjadi lebih kering dari biasanya.
Dampak perubahan iklim cukup serius bagi pertanian.Petani sulit
memperhitungkan musim tanamnya secara tepat.
h. Ada proses terjadinya pengguranan pasir. Artinya ada gejala semakin
meluasnya gurun pasir di bumi ini. Karena hewan memakan ramput
dan tanaman secara berlebihan sampai keakar-akamya, dan manusia
mengeksploitasi lahan subur secara berlebihan maka kwalitas tanah
berubah menjadi gurun pasir.
i. Semakin menumpuknya timbunan sampah, limbah cair, limbah
padat, dan gas yang semakin banyak di bumi ini. Dengan
meningkatnya pembangunan, tidak saja produksi barang saja yang
naik, tetapi juga naiknya jumlah produk sampingan berupa sampah
dan limbah. Yang mencemaskan adalah naiknya pula limbah beracun
dan berbahaya.
Terjadinya proses semakin menipisnya lapisan ozon di udara
akibat dimakannya lapisan ini oleh gas chloro fluor carbon yang berasal
dari industri. Kadar pencemaran industri dan konsumsi di bumi ini sudah
begitu tinggi sehingga sampai menipiskan lapisan ozon di angkasa.
Sebagian isi tulisan Prof. Dr. Emil Salim dikutip untuk
mengingatkan kita agar dalam melakukan perbuatan di bumi ini tidak
sembarangan. Karena pandangan Hindu (Weda dan Sastranya) dengan
pandangan para akhli mengenai pemeliharaan alam sangat sejalan.
Bhisama Kesucian Pura bukan merupakan halangan umat untuk
membangun kesejahtraannya. Justru Bhisama tersebut adalah untuk
melindungi alam sebagai sumber utama dari kesejahteraan umat. Yang
boleh dibangun di kawasan suci itu adalah mengembangkan tumbuh-
tumbuhan, terutama “tanem tuwuh” agar tanah, air, dan udara menjadi
sumber kesejahteraan. Dari sanalah umat manusia akan mendapatkan
kesejahteraan selanjutnya. Keluarnya Bhisama untuk memberi landasan
yang lebih tegas pada penerapan filosofi Tri Hita Karana yang sudah
menjadi pegangan para leluhur umat Hindu di Bali pada masa lampau.
Tri Hita Karana pada jaman ini banyak diabaikan pelaksanaannya tetapi
dipuji-puji dalam wacana.
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 78
Dengan demikian diperlukan sosialisasi secara luas kepada seluruh
komponen masyarakat sehingga diperoleh persepsi yang sama tentang
makna Bhisama, kemudian dapat direalisasikan dalam konteks
pembangunan, kesejahteraan umat.
Ditetapkan di : Denpasar
Pada Tanggal : 5 Desember 2010
PIMPINAN SIDANG
Dharma Adhyaksa
Ida Pedanda Gede Ketut Sebali Tianyar Arimbawa
Ketua
Ketua Sabha Walaka Parisada Pusat
Drs. I Ketut Wiana, M.Ag
Anggota
Pengurus Harian Parisada Pusat
Ketua Umum
Dr. I Made Gde Erata, MA
Anggota
Sekretaris Umum
Kolonel Inf. (Purn) I Nengah Dana, S.Ag
Anggota
Penitia Penyelenggara
Ir. I Dewa Putu Sukardi, S.Ag, MBA.
Anggota
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 79
KEPUTUSAN PESAMUHAN AGUNG
PARISADA HINDU PHARMA INDONESIA Nomor: 8/Kep/P.A. Parisada /XII/2010
t e n t a n g
REKOMENDASI PADMA BHUWANA
SIMBOL ALAM STANA TUHAN
Atas Asung Kertha Wara Nugraha Hyang Widhi Wasa
PESAMUHAN AGUNG PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA
TAHUN 2010
Menimbang : a. bahwa Padma Bhuwana merupakan
implementasi daya guna pemujaan pada Tuhan
untuk membangun kehidupan yang sehimbang
lahir bhatin dan membangun kehidupan yang
aman dan damai;
b. bahwa sehubungan dengan itu perlu
menjabarkan konsep-konsep tentang Pemujaan
Tuhan dalam wujud tempat pemujaan sebagai
lambang alam semesta; dan
c. bahwa untuk menetapkan konsepsi Padma
Bhuwana dipandang perlu mengeluarkan
Bhisama Sabha Pandita tentang dasar pendirian
Pura yang ada di Sembilan penjuru untuk
ditetapkan di sembilan Pura Nusantara.
Mengingat : 1. Pesamuhan Sabha Pandita Parisada Pusat
tanggal 4 Desember 2010.
2. Keputusan Pesamuhan Agung 2010 Parisada
Hindu Dharma Indonesia Nomor: 02/P.A.
Parisada/XII/2010 tentang Jadual Acara
Pesamuhan Agung Parisada Hindu Dharma
Indonesia.
Memperhatikan : Usul dan saran peserta dalam Sidang Paripuma III
Pesamuhan Agung Parisada Hindu Dharma
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 80
Indonesia tanggal 4 Desember 2010.
MEMUTUSKAN
Menetapkan : KEPUTUSAN PESAMUHAN AGUNG
PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA
TENTANG REKOMENDASI PADMA
BHUWANA SIMBOLALAM STANA TUHAN
Pertama : Memberi mandat kepada Pengurus Harian
Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat untuk
menindaklanjuti Rekomendasi ini.
Kedua : Mensosialisasikan kepada seluruh umat Hindu
melalui Parisada setempat.
Ketiga : Bila di kemudian hari terdapat kesalahan dalam
keputusan ini akan ditinjau sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Keempat : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan di : Denpasar
Pada Tanggal : 4 Desember 2010
PIMPINAN SIDANG
Dharma Adhyaksa
Ida Pedanda Gede Ketut Sebali Tianyar Arimbawa
Ketua
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 81
Ketua Sabha Walaka Parisada Pusat
Drs. I Ketut Wiana, M.Ag
Anggota
Pengurus Harian Parisada Pusat
Ketua Umum
Dr. I Made Gde Erata, MA
Anggota
Sekretaris Umum
Kolonel Inf. (Purn) I Nengah Dana, S.Ag
Anggota
Penitia Penyelenggara
Ir. I Dewa Putu Sukardi, S.Ag, MBA.
Anggota
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 82
Lampiran:
Keputusan Pesamuhan Agung Parisada
Nomor: 8/KEP/P.A. Parisada/XII/2010
Tentang Rekomendasi Padmabhuwana
Simbol Alam Stana Tuhan
REKOMENDASI
PADMABHUWANA
SIMBOL ALAM STHANA TUHAN
Pendahuluan
Bhuwana Agung atau alam semesta yang maha luas inilah
sesungguhnya sebagai stana Tuhan sebagaimana dinyatakan dalam
Mantra Yajurveda, XXXX.1 dan juga diulang kembali dalam Isopanisad,
1.1 dinyatakan sbb: “Isavasyam idam sarvam, yat kim ca jagatyam
jagat”. Artinya: Tuhan berstana di alam semesta yang bergerak maupun
yang tidak bergerak. Menurut Rgveda, X.90.4 Tuhan berada hanya
seprempat di alam semesta ini dan tiga perempatnya yang tidak terbatas
itu di luar alam semesta.
Dari konsep inilah muncul Padma Bhuwana Tattwa. Maksudnya
alam yang disebut Bhuwana Agung ini adalah stana Tuhan yang
sesungguhnya. Artinya tidak ada bagian alam ini tanpa kehadiran Tuhan.
Padma Bhuwana Tattwa ini diwujudkan ke dalam konsep pemujaan
Tuhan dalam wujud tempat pemujaan. Ini artinya pemujaan pada Tuhan
hendaknya didaya gunakan untuk membangun kehidupan yang seimbang
lahir batin, untuk mendapatkan rasa aman (raksanam) dan untuk
memotivasi umat membangun kesadaran rokhaninya melestarikan alam
lingkungan dan meningkatkan kwalitas hidup baik sebagai manusia
individu maupun sebagai makhluk sosial. Hal ini akan nampak dari
empat konsepsi pendirian tempat pemujaan yaitu Konsepsi Rwa
Bhineda, Catur Loka Pala, Sad Vinayaka, dan Padma Bhuwana.
Tempat pemujaan Tuhan yang disebut Pura atau Mandir dan ada
juga disebut Kahyangan dan sebutan lainnya itu adalah lambang alam
semesta. Karena umat Hindu memuja Tuhan Yang Mahaesa itu adalah
Tuhan yang Esa dan Mahakausa itu karena itu Pura atau tempat
pemujaan Tuhan itu melambangkan alam semesta atau Bhuwana Agung.
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 83
Tujuan tertinggi dari pemujaan Tuhan itu adalah untuk meraih anugrah
kesucian Tuhan semaksimal mungkin untuk diberdayakan menguatkan
hidup memelihara kelestarian alam macrocosmos dan microcosmos atau
Bhuwana Agung dan Bhuwana Alit. Hal itu menjadi landasan
membangun kehidupan yang sejahtera lahir batin baik untuk Bhuta Hita,
Jagat Hita, dan Jana Hita yaitu kesejahteraan alam, kesejahteraan
manusia secara individu dan kesejahteraan bersama dalam masyarakat.
Empat Jenis Tempat Pemujaan Hindu
Salah satu dimensi keberadaan tempat pemujaan Hindu seperti
Pura adalah untuk membangun empat jenis kerukunan yaitu: kerukunan
family, kerukunan territorial, kerukunan fungsional, dan kerukunan
universal. Untuk membangun empat jenis kerukunan itu didirkanlah
empat jenis kharakter tempat pemujaan yaitu:
a. Pura Kawitan sebagai sarana pemujaan bagi mereka yang memiliki
kesamaan keluarga atau klan. Pura ini seperti Merajan/Sanggah
Kemulan di hulu setiap pekarangan rumah tinggal umat Hindu. Di
Bali ada yang disebut Merajan/Sanggah Gede, Pura Ibu. Pura Dadia
atau Pura Panti, Pura Kawitan dan Pura Padharman itu contoh bentuk
pemujaan umat Hindu untuk membangun kerukunan family secara
bertahap disamping fungsi utamanya memuja leluhur (Dewa Pitara)
sebagai tangga memuja Tuhan Yang Mahaesa.
b. Pura Kahyangan Desa adalah Pura yang digunakan sebagai media
pemujaan oleh mereka yang berada di suatu Desa Pakraman atau
Desa Pemukiman Hindu. Pura Kahyangan Desa itu misalnya Pura
Kahyangan Tiga (Pura Desa, Puseh, dan Dalem), Pura Penataran,
Pura Segara dan Pura yang menjadi media pemujaan umat Hindu di
tingkat Desa Pakraman bersangkutan.
c. Pura Swagina adalah Pura sebagai sarana pemujaan bagi mereka
yang memiliki kesamaan profesi. Profesi dalam istilah Hindu disebut
Swagina. Seperti Pura Melanting di pasar sebagai pemujaan para
pedagang, Pura Ulun Carik bagi para petani sawah. Pura Alas Harum
bagi para petani kebun maupun peternak. Pura ini disamping sebagai
pemujaan Tuhan sebagai fungsi utamanya juga berdimensi untuk
membangun kerukunan umat yang memiliki profesi yang sama.
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 84
d. Pura Kahyangan Jagat yaitu Pura pemujaan untuk umum dengan
tidak membeda-bedakan asal keluarga, asal desa maupun profesinya.
Pura Besakih adalah salah satu Pura Kahyangan Jagat yang terutama
dengan jajar kemirinya.
Ada empat konsepsi sebagai landasan pendirian Pura Kahyangan Jagat
yaitu:
1. Konsepsi Rwa Bhineda yaitu dua tempat pemujaan pada Tuhan
sebagai pencipta unsur kejiwaan yang disebut Purusa dari segala
ciptaan-Nya dan unsur kebendaan yang disebut Predana.Yang
tergolong Pura Rwa Bhineda ini adalah Pura Besakih sebagai Pura
Purusa dan Pura Batur sebagai Pura Predana.
2. Konsepsi Catur Loka Pala yaitu pendirian empat Pura di ke empat
penjuru pulau Bali. Yang tergolong Pura Catur Loka Pala itu adalah
Pura Lempuhyang Luhur di arah Timur Bali. Pura Luhur Batu Karu
di arah Barat Bali. Pura Andakasa di arah Selatan Bali dan Pura
Puncak Mangu di arah Utara Bali.
3. Konsepsi Sad Winayaka sebagai dasar untuk mendirikan Sad
Kahyangan pendirian Pura Sad Kahyangan ini untuk memuja Tuhan
di enam Pura di Bali yaitu Pura Besakih, Pura Lempuyang Luhur
Ulu Watu, Pura Luhur Batu Karu, Pura Goa Lawah, dan Pura
Pusering Jagat. Sad Kahyangan ini menurut Lontar Kusuma Dewa.
Hal ini hasil penelitian Pura Sad Kahyangan yang dilakukan oleh
Tim dari Institut Hindu Dharma th 1979 dan hasil penelitian itu
sudah disyahkan oleh Parisada Pusat dalam Maha Sabhanya th 1980.
Tidak kurang ada sembilan Lontar yang menyatakan adanya Pura
Sad Kahyangan di Bali yang berbeda-beda. Keberadaan Sad
Kahyangan yang berbeda-beda itu setelah Bali pecah menjadi
sembilan kerajaan. Sedangkan Sad Kahyangan yang dinyatakan
dalam Lontar Kusuma Dewa adalah saat Bali masih berada dalam
satu Kerajaan dengan Kelungkung sebagai pusat Kerajaannya.
4. Konsepsi Padma Bhuwana yaitu dasar pendirian Pura yang ada di
sembilan penjuru Bali sebagai simbol bahwa Tuhan itu ada dimana-
mana, tidak ada bagian alam semesta ini tanpa kehadiaran Tuhan.
Tuhan yang ada dimana-mana itu disimbolkan dalam sembilan Pura
di seluruh penjuru Bali. Di Timur Laut Pura Besakih, di Timur Pura
Lempuhyang Luhur, di Tenggara Pura Goa Lawah, di Selatan Pura
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 85
Anda Kasa, di Barat Daya Pura Luhur Ulu Watu, di Barat Pura Watu
Karu di Utara Pura Batur dan di Tengah Pura Pusering Jagat.
Semua Pura dalam empat konsepsi itu ada yang berfungsi lebih
dari satu. Misalnya Pura Besakih disamping sebagai Pura Rwa Bhineda
juga sebagai Pura Sad Winayaka dan juga Pura Padma Bhuwana.
Pura Andakasa , Pura Lempuhyang Luhur, Pura Luhur Ulu Watu,
dan Pura Puncak Mangu disamping sebagai Pura Catur Loka Pala juga
berfungsi sebagai Pura Padma Bhuwana. Bahkan Pura Lempuhyang
Luhur, Luhur Ulu Watu, dan Luhur Batu Karu juga Pura Sad Winayaka
atau Pura Sad Kahyangan.
Padma Bhuwana Nusantara
Analog dengan penerapan Widhi Tattwa atau Theologi Hindu yang
universal tersebut di Bali maka dapat ditetapkan konsep Padma Bhuwana
Tattwa tersebut dalam tataran Nusantara. Yang penting tujuan pendirian
Padma Bhuwana itu mengimplementasikan daya guna pemujaan pada
Tuhan untuk membangun kehidupan yang seimbang lahir batin (purusha
pradana), membangun kehidupan yang aman dan damai (raksanam),
membangun tegaknya sistem alam dan sistem sosial yang setara,
bersaudara dan meredeka untuk menciptakan sistem pembangunan SDM
yang berkwalitas. Konsep pembangunan alam, masyarakat untuk
pembangunan manusia itulah tujuan dari pendirian Padma Bhuwana
Nusantra. Pura Padma Bhuwana Nusantara ini sebagai media untuk
menjabarkan konsep-konsep tentang kehidupan yang idial dari Hindu di
seluruh Nusantara. Penetapan Pura Padma Bhuwana Nusantara itu
sekedar menentukan Pura atau tempat pemujaan di sembilan arah
penjuru Nusantara. Penetapan sembilan Pura di sembilan arah Nusantara
itu adalah untuk menjabarkan empat konsepsi pendirian Pura Kahyangan
Jagat. Karena empat konsepsi pendirian Kahyangan Jagat itu untuk
mendaya gunakan pemujaan pada Tuhan untuk menguatkan niat dan
tekad membangun alam dan manusia menjadi alam yang Bhuta Hita dan
manusia yang Jana Hita menuju Jagat Hita.
Untuk mengimplementasikan empat konsepsi pemujaan pada
Tuhan itu maka ditetapkanlah sembilan Pura disembilan penjuru
Nusantara yaitu:
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 86
Di Timur Laut, Manado Pura Agung Jagadhita
Di Timur, Jaya Pura Pura Agung Surya Bhuvana
Di Tenggara, Kupang Pura Oebanantha
Di Selatan, Bali Pura Luhur Uluwatu
Di Barat Daya, Bogor Pura Parahyangan Agung Jagatkartha
Di Barat, Palembang Pura Agung Sriwijaya
Di Barat Laut, Medan Kuil Agung Shree Mariyaman
Di Utara, Tarakan Pura Agung Giri Jagat Natha
Di Tengah, Kalteng Pura Agung Pitamaha
Demikian Pura Padma Bhuwana Nusantara sebagai media untuk
mengamalkan konsep pemujaan menurut Padma Bhuwana Tattwa.
Om santih santih santih Om.
Ditetapkan di : Denpasar
Pada Tanggal : 5 Desember 2010
PIMPINAN SIDANG
Dharma Adhyaksa
Ida Pedanda Gede Ketut Sebali Tianyar Arimbawa
Ketua
Ketua Sabha Walaka Parisada Pusat
Drs. I Ketut Wiana, M.Ag
Anggota
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 87
Pengurus Harian Parisada Pusat
Ketua Umum
Dr. I Made Gde Erata, MA
Anggota
Sekretaris Umum
Kolonel Inf. (Purn) I Nengah Dana, S.Ag
Anggota
Penitia Penyelenggara
Ir. I Dewa Putu Sukardi, S.Ag, MBA.
Anggota
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 88
KEPUTUSAN PESAMUHAN AGUNG
PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA Nomor: 9/Kep/P.A. Parisada/XII/2010
T e n t a n g
REKOMENDASI
Atas Asung Kertha Wara Nugraha Hyang Widhi Wasa
PESAMUHAN AGUNG PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA
TAHUN 2010
Menimbang : a. bahwa Pesamuhan Agung Parisada Hindu
Dharma Indonesia merupakan forum tertinggi
setelah Mahasabha, yang salah satu fungsinya
adalah mengevaluasi program dan pelaksanaan
program Parisada pada periode kepengurusan
berjalan;
b. bahwa sehubungan dengan perkembangan dan
dinamika perubahan yang terjadi dalam
kehidupan umat Hindu dengan berbagai
permasalahan baru maupun lama, perlu
mendapat perhatian dan penyelesaian oleh
umat Hindu; dan
c. bahwa untuk itu perlu mengeluarkan
Keputusan Pesamuhan Agung Parisada Hindu
Dharma Indonesia tentang Rekomendasi.
Mengingat : 1. Ketetapan Maha Sabha IX Parisada Hindu
Dharma Indonesia Nomor: I/M. Sabha IX/2006
tentang Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga Parisada Hindu Dharma Indonesia.
2. Ketetapan Maha Sabha IX Parisada Hindu
Dharma Indonesia Nomor: II/M. Sabha
IX/2006 tentang Program Kerja Parisada Hindu
Dharma Indonesia.
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 89
3. Keputusan Pesamuhan Agung Parisada Hindu
Dharma Indonesia Nomor: 1/P.A.
Parisada/XII/2010 tentang Tata Tertib
Pesamuhan Agung Parisada Hindu Dharma
Indonesia.
4. Keputusan Pesamuhan Agung Parisada Hindu
Dharma Indonesia Nomor: 2/P.A.
Parisada/XII/2010 tentang Jadual Acara
Pesamuhan Agung Parisada Hindu Dharma
Indonesia.
Memperhatikan : Usul dan saran peserta dalam Sidang Peripuma III
Pesamuhan Agung Parisada Hindu Dharma
Indonesia tanggal 5 Desember 2010.
MEMUTUSKAN
Menetapkan : KEPUTUSAN PESAMUHAN AGUNG
PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA
TENTANG REKOMENDASI
Pertama : Rekomendasi dan Memorandum bagi kegiatan
oparsional Parisada pada semua jajaran
kepengurusan, baik Parisada Pusat dan Parisada
Daerah.
Kedua : Memberi mandat kepada Pengurus Harian
Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat untuk
menindaklanjuti Rekomendasi ini.
Ketiga : Bila di kemudian hari terdapat kesalahan dalam
keputusan ini akan ditinjau sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Keempat : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal
ditetapkan.
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 90
Ditetapkan di : Denpasar
Pada Tanggal : 5 Desember 2010
PIMPINAN SIDANG
Dharma Adhyaksa
Ida Pedanda Gede Ketut Sebali Tianyar Arimbawa
Ketua
Ketua Sabha Walaka Parisada Pusat
Drs. I Ketut Wiana, M.Ag
Anggota
Pengurus Harian Parisada Pusat
Ketua Umum
Dr. I Made Gde Erata, MA
Anggota
Sekretaris Umum
Kolonel Inf. (Purn) I Nengah Dana, S.Ag
Anggota
Penitia Penyelenggara
Ir. I Dewa Putu Sukardi, S.Ag, MBA.
Anggota
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 91
Lampiran:
Keputusan Pesamuhan Agung Parisada
Nomor: 9/KEP/P.A. Parisada/XII/2010
Tentang Rekomendasi Pesamuhan
Agung Parisada Hindu Dharma
Indonesia Tahun 2010
REKOMENDASI
Pesamuhan Agung Parisada Hindu Dharma Indonesia merupakan
forum rapat kerja nasional, dilaksanakan di Denpasar, Bali dari tanggal
3-5 Desember 2010 dengan tema: “Pemberdayaan Pelaksanaan Tattwa,
Susila dan Acara Guna Meningkatkan Kesejahteraan Umat Hindu”.
Pesamuhan Agung yang dihadiri oleh organ Parisada Pusat antara
lain (Sabha Pandita, Sabha Walaka, dan Pengurus Harian), Utusan
Parisada Provinsi, utusan organisasi, Badan, Lembaga, Yayasan yang
bemafaskan Hindu di Indonesia yang direkomendasikan oleh Parisada
Pusat.
Setelah menyerap aspirasi yang berkembang dengan ini
memutuskan Rekomendasi dan Memorandum sebagai berikut:
1. Merekomendasikan agar seluruh jajaran Pengurus Harian Parisada
Pusat dan Parisada Daerah agar:
a. Mensosialisasikan, mengkampanyekan, dan melakukan gerakan-
gerakan pemasyarakatan nilai-nilai Tat Twam Asi sebagai
landasan etika kehidupan sosial-kemasyarakan dan hubungan
antar-manusia.
b. Memberi arahan, bimbingan, panduan dan contoh-contoh nyata
dalam pelaksanaan tattwa dan ritual/upacara Hindu untuk
menekankan aspek kemanusiaan dan penghargaan terhadap
budaya lokal.
c. Memberi arahan, bimbingan, panduan dan dapat dijadikan
panutan dalam pelaksanaan etika dan budi pekerti luhur dalam
kehidupan sehari-hari; baik oleh Pandita, Pinandita, Tokoh
Sosial-Kemasyarakatan, Tokoh Politik, maupun umat Hindu.
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 92
d. Mengambil peran secara proaktif dalam mengantisipasi,
mengelola, dan memfasilitasi penemuan solusi atas konflik-
konflik yang dapat terjadi di internal umat Hindu.
e. Mengkoordinasikan dibentuknya Program Studi (Prodi) Sistem
Pendidikan Calon Pandita dan Pinandita di kampus-kampus yang
bemafaskan Hindu seperti Institut Hindu Dharma Negeri
Denpasar dan Universitas Hindu Indonesia Denpasar.
2. Merekomendasikan kepada Pengurus Harian Parisada Pusat agar
menindaklanjuti:
a. Kesepakatan Kerjasama (MoU) Nomor:
1167/Menkes/SKB/VIII/2010 dan Nomor: 438/Parisada
Pusat/VIII/2010 antara Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat
dan Kementerian Kesehatan RI dalam pelayanan kesehatan
masyarakat, dengan membentuk lembaga kesehatan masyarakat.
b. Menerbitkan keputusan yang mendukung pembentukan dan
pelaksanaan kegiatan Forum Antar Umat Beragama Peduli
Keluarga Sejahtera dan Kependudukan (Fapsedu).
c. Menerbitkan keputusan yang mendukung pembentukan Forum
Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) dan agar umat Hindu
terlibat aktif pada forum ini.
d. Membentuk lembaga penanggulangan bencana alam, bersama
organisasi lain yang bemafaskan Hindu.
e. Menerbitkan keputusan yang terkait dengan pengarus-utamaan
gender.
f. Menyelenggarakan Seminar Kesatuan Tafsir, untuk membahas
berbagai masalah keagamaan di masyarakat, antara lain tentang
pembakaran uang dalam upacara keagamaan.
g. Melaksanakan program-program dan rekomendasi yang belum
terealisasi.
h. Memberikan dukungan moral terhadap komponen masyarakat
dan umat Hindu yang mempertahankan eksistensi Bhisama
Kesucian Pura yang digugat ke Mahkamah Agung oleh
kelompok tertentu yang menganggap dirugikan oleh Bhisama
tersebut.
i. Berperan secara lebih aktif dalam World Hindu Parisad.
j. Mengusulkan kepada Pemerintah Daerah Provinsi,
kabupaten/kota, untuk dapat memberikan perhatian terhadap
keberadaan Parisada Daerah yang sesuai dengan AD/ART.
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 93
3. Menugaskan kepada Sabha Walaka Parisada Pusat untuk
merumuskan konsep awal tentang Bhisama tentang Pencegahan
Korupsi, mengingat fenomena korupsi di Indonesia telah merajalela
sampai ke berbagai sektor.
4. Merekomendasikan kepada Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma
Indonesia Pusat untuk mengeluarkan “memorandum” kepada
pemerintah (kementrian terkait), mendesak agar segera dibentuk
struktur jabatan agama Hindu dalam jajaran kementrian Agama pada
tingkat provinsi maupun kabupaten/kota yang jumlah umat di
wilayahnya telah memenuhi ketentuan; seperti jabatan Kabid Agama
Hindu, Pembimas Hindu, Kasi Hindu, dan Penyelenggara Hindu.
Ditetapkan di : Denpasar
Pada Tanggal : 5 Desember 2010
PIMPINAN SIDANG
Dharma Adhyaksa
Ida Pedanda Gede Ketut Sebali Tianyar Arimbawa
Ketua
Ketua Sabha Walaka Parisada Pusat
Drs. I Ketut Wiana, M.Ag
Anggota
Pengurus Harian Parisada Pusat
Ketua Umum
Dr. I Made Gde Erata, MA
Anggota
Sekretaris Umum
Kolonel Inf. (Purn) I Nengah Dana, S.Ag
Anggota
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 94
Penitia Penyelenggara
Ir. I Dewa Putu Sukardi, S.Ag, MBA.
Anggota
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 95
KEPUTUSAN PESAMUHAN AGUNG
PARISADA HINDU PHARMA INDONESIA Nomor: 10/Kep/P.A. Parisada /XII/2010
t e n t a n g
MATERI KHUSUS
Atas Asung Kertha Wara Nugraha Hyang Widhi Wasa
PESAMUHAN AGUNG PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA
TAHUN 2010
Menimbang : a. bahwa untuk membangun kehidupan umat
Hindu ke depan di Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berlandaskan Pancasila dengan
segala dinamika perubahannya, Parisada Hindu
Dharma Indonesia memandang pentingnya
menetapkan Strategi-strategi Umum
Pembaharuan Hindu (Grand Strategies for
Hindu Renaissances) sebagai wujud tanggung
jawab pembinaan dan pengembangan umat
Hindu yang merupakan bagian integral dari
bangsa Indonesia;
b. bahwa Pesamuhan Agung Parisada Hindu
Dharma Indonesia 2010 telah disepakati dan
ditetapkan sebagai persiapan menuju
pelaksanaan Mahasabha X Tahun 2011
Parisada Hindu Dharma Indonesia; dan
c. bahwa untuk itu perlu mengeluarkan
Keputusan Pesamuhan Agung Parisada Hindu
Dharma Indonesia tentang Materi Khusus.
Mengingat : 1. Ketetapan Maha Sabha IX Parisada Hindu
Dharma Indonesia Nomor: I/M. Sabha IX/2006
tentang Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga Parisada Hindu Dharma Indonesia.
2. Ketetapan Maha Sabha IX Parisada Hindu
Dharma Indonesia Nomor: II/M. Sabha
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 96
IX/2006 tentang Program Kerja Parisada Hindu
Dharma Indonesia.
3. Keputusan Pesamuhan Agung Parisada Hindu
Dharma Indonesia Nomor: 1/P.A.
Parisada/XII/2010 tentang Tata Tertib
Pesamuhan Agung Parisada Hindu Dharma
Indonesia.
4. Keputusan Pesamuhan Agung Parisada Hindu
Dharma Indonesia Nomor: 2/P.A.
Parisada/XII/2010 tentang Jadual Acara
Pesamuhan Agung Parisada Hindu Dharma
Indonesia.
Memperhatikan : Usul dan saran peserta dalam Sidang Paripurna III
Pesamuhan Agung Parisada Hindu Dharma
Indonesia tanggal 5 Desember 2010.
MEMUTUSKAN
Menetapkan : KEPUTUSAN PESAMUHAN AGUNG
PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA
TENTANG MATERI KHUSUS.
Pertama : Materi Khusus ini merupakan Acuan Dasar bagi
penyiapan Rancangan Materi Mahasabha X
Tahun 2011 Parisada Hindu Dharma Indonesia.
Kedua : Memberi mandate kepada Parisada Hindu Dharma
Indonesia Pusat untuk menindaklanjuti Materi
Khusus ini.
Ketiga : Bila di kemudian hari terdapat kesalahan dalam
Keputusan ini akan ditinjau sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Keempat : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal
ditetapkan.
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 97
Ditetapkan di : Denpasar
Pada Tanggal : 5 Desember 2010
PIMPINAN SIDANG
Dharma Adhyaksa
Ida Pedanda Gede Ketut Sebali Tianyar Arimbawa
Ketua
Ketua Sabha Walaka Parisada Pusat
Drs. I Ketut Wiana, M.Ag
Anggota
Pengurus Harian Parisada Pusat
Ketua Umum
Dr. I Made Gde Erata, MA
Anggota
Sekretaris Umum
Kolonel Inf. (Purn) I Nengah Dana, S.Ag
Anggota
Penitia Penyelenggara
Ir. I Dewa Putu Sukardi, S.Ag, MBA.
Anggota
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 98
Lampiran:
Keputusan Pesamuhan Agung Parisada
Nomor: 11/KEP/P.A. Parisada/XII/2010
Tentang Rekomendasi Pesamuhan
Agung Parisada Hindu Dharma
Indonesia Tahun 2010
MATERI KHUSUS
Pesamuhan Agung Parisada Hindu Dharma Indonesia merupakan
forum rapat kerja nasional, dilaksanakan di Denpasar, Bali dari tanggal
03 – 05 Desember 2010 dengan tema: “Pemberdayaan Pelaksanaan
Tattwa, Susila, dan Acara Guna Meningkatkan Kesejahteraan Umat
Hindu”.
Pesamuhan Agung yang dihadiri oleh organ Parisada Pusat antara
lain (Sabha Pandita, Sabha Walaka, dan Pengurus Harian), Utusan
Parisada Provinsi, utusan organisasi, Badan, Lembaga, Yayasan yang
bemafaskan Hindu di Indonesia yang direkomendasikan oleh Parisada
Pusat.
Setelah menyerap aspirasi yang berkembang dengan ini
memutuskan Materi Khusus sebagai berikut:
1. Strategi-strategi Umum Pembaharuan Hindu (Grand Strategies
for Hindu Renaissances).
Strategi Umum Pembaharuan Hindu dikelompokkan ke dalam lima
(5) Pilar, yang masing-masing Pilar disajikan dengan sistematis
dengan Latar Belakang, Permasalahan, Tujuan dan Sasaran, Bentuk
Strategi, dan Ukuran Keberhasilannya.
Ke dalam lima (5) Pilar Strategi Umum Pembaharuan Hindu adalah:
a. Agama: Dharma-sastra dan Pemihakan pada Kemanusiaan
b. Ekonomi: Peningkatan Kesejahteraan
c. Pendidikan: Sistem dan Gerakan
d. Sosial: Kemasyarakatan, Kesehatan, dan Budaya
e. Kebangsaan: Politik, Hukum dan Lingkungan Hidup
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 99
Strategi Umum Pembaharuan Hindu hendaknya:
a. Didukung dengan data yang akurat tentang jumlah umat Hindu
di Indonesia, jumlah tempat peribadatan, jumlah lembaga dan
yayasan yang bemafaskan Hindu, dan sebagainya.
b. Menghargai, memelihara, melestarikan dan mengembangkan
budaya lokal.
c. Diturunkan ke dalam Rencana Kerja yang berorientasi pada
pemecahan masalah bagi umat Hindu, kebangsaan, dan
kemanusiaan.
d. Disosialisasikan dan eksekusi pelaksanaan dengan melibatkan
semua organisasi dan komponen umat Hindu.
2. Parisada Hindu Dharma Indonesia
a. Parisada sebagai majelis keagamaan yang independen yang
memiliki kredibilitas dan dipercaya.
b. Penyempumaan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
yang mendorong pada pengembangan organisasi yang memiliki
Budaya, Sistem, Struktur, Operasi dan Tatalaksana Organisasi
Parisada yang lebih beretika dengan manajemen yang
profesional.
c. Peningkatan: kapasitas kelembagaan, intensitas, kualitas
(kompetensi) pengurus, dan penghargaan pada struktur
organisasi yang lebih tinggi maupun pada perbedaan yang
mendorong empati untuk saling menghargai, menghormati dan
membesarkan.
d. Kerjasama dan sinergisitas antara Parisada dengan:
- Pemerintah, khususnya Pembimbing Masyarakat
(Pembimas) di Departemen Agama, dengan pembagian kerja
yang lebih jelas.
- Organisasi yang bemafaskan Hindu yang bergerak di bidang
Wanita, Pemuda, dan Mahasiswa.
- Majelis-majelis agama dan hubungan antariman/ keyakinan.
3. Pendidikan dan Etika Pandita dan Pinandita
a. Menyusun Sistem Pendidikan bagi Pandita dan Pinandita.
b. Pemantapan etika dan pengamalan perilaku etik bagi Pandita dan
Pinandita.
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 100
c. Kerjasama Parisada dan Lembaga Pendidikan dalam
Pelaksanaan Sistem Pendidikan bagi Pandita dan Pinandita,
dalam wadah Program Studi.
4. Komitmen dan Tanggung Jawab Umat Hindu pada Bangsa dan
Negara
Pemikiran dan karya nyata Parisada yang lebih konkrit pada Bangsa
dan Negara sebagai wujud komitmen dan tanggung jawab umat
Hindu dalam kehidupan berbangsa dan bemegara.
5. Pengelolaan Konflik
a. Mensosialisasikan, mengkampanyekan, dan melakukan gerakan-
gerakan pemasyarakatan nilai-nilai Tat Twam Asi sebagai
landasan etik kehidupan sosial-kemasyarakan dan hubungan
antar-manusia.
b. Memanfaatkan konflik secara positif dan menj adikannya
sebagai faktor pendorong perubahan menuju hal yang lebih
positif bagi umat Hindu.
c. Mengantasipasi dan memberi solusi bagi konflik-konflik sosial-
kemasyarakatan secara umum maupun yang terkait dengan
kehidupan beragama.
Ditetapkan di : Denpasar
Pada Tanggal : 5 Desember 2010
PIMPINAN SIDANG
Dharma Adhyaksa
Ida Pedanda Gede Ketut Sebali Tianyar Arimbawa
Ketua
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 101
Ketua Sabha Walaka Parisada Pusat
Drs. I Ketut Wiana, M.Ag
Anggota
Pengurus Harian Parisada Pusat
Ketua Umum
Dr. I Made Gde Erata, MA
Anggota
Sekretaris Umum
Kolonel Inf. (Purn) I Nengah Dana, S.Ag
Anggota
Penitia Penyelenggara
Ir. I Dewa Putu Sukardi, S.Ag, MBA.
Anggota
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 102
SURAT KEPUTUSAN PENGURUS HARIAN
PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA PUSAT Nomor: 73 /SK/Parisada Pusat/IX/2010
t e n t a n g
PANITIA PENYELENGGARA DAN PANITIA PELAKSANA
PESAMUHAN AGUNG
PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA TAHUN 2010
Atas asung kertha waranugraha Hyang Widhi Wasa
PENGURUS HARIAN
PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA PUSAT
Menimbang : a. bahwa berdasarkan Anggaran Dasar Pasal 24
ayat 1 Pesamuhan Agung merupakan Forum
Rapat Kerja Nasional;
b. bahwa Pesamuhan Agung mempunyai tugas
dan wewenang untuk menjabarkan Keputusan
dan Ketetapan Maha Sabha menjadi program
operasional; menyiapkan usulan untuk dibahas
oleh Sabha Pandita dan Sabha Walaka guna
dijadikan keputusan Sabha Pandita;
mengevaluasi pelaksanaan program yang
dilakukan oleh Pengurus Harian Parisada
Pusat, memberikan arahan program
selanjutnya; serta menetapkan pengisian
kekosongan lowongan antar waktu (Anggaran
Dasar pasal 24 ayat 2); dan
c. bahwa untuk menyelenggarakan dan
melaksanakan Pesamuhan Agung tahun 2010
perlu dibentuk Panitia Penyelenggara dan
Panitia Pelaksana melalui Keputusan Pengurus
Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia
Pusat.
Mengingat : 1. Ketetapan Maha Sabha IX Parisada Hindu
Dharma Indonesia Nomor: I/TAP/M. Sabha
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 103
IX/2006 tentang Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga.
2. Ketetapan Maha Sabha IX Parisada Hindu
Dharma Indonesia Nomor: II/TAP/M. Sabha
IX/2006 tentang Program Kerja Parisada.
Memperhatikan : Hasil Rapat Pengurus Harian Parisada Hindu
Dharma Indonesia Pusat tanggal 24 Juli 2010
yang antara lain menetapkan pelaksanaan
Pesamuhan Agung Parisada tahun 2010 akan
dilaksanakan pada tanggal 3 – 5 Desember 2010
bertempat di Denpasar Bali.
MEMUTUSKAN
Menetapkan : SURAT KEPUTUSAN PENGURUS HARIAN
PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA
PUSAT TENTANG PANITIA PENYELENG-
GARA DAN PANITIA PELAKSANA
PESAMUHAN AGUNG PARISADA HINDU
DHARMA INDONESIA TAHUN 2010.
Pertama : Susunan Panitia Penyelenggara dan Panitia
Pelaksana Pesamuhan Agung Parisada Hindu
Dharma Indonesia tahun 2010 sebagaimana
tercantum dalam lampiran yang merupakan
bagian tak terpisahkan dari Keputusan ini.
Kedua : Tugas pokok Panitia Penyelenggara Pesamuhan
Agung tahun 2010 sebagaimana dimaksud dalam
diktum pertama adalah:
1. Direncanakan penyelenggaraan Pesamuhan
Agung Parisada tahun 2010 sesuai kebijakan
Pengurus Parisada Pusat.
2. Menyiapkan materi/konsep yang akan dibahas
dalam Pesamuhan Agung Parisada tahun 2010.
3. Mengkoordinasikan pelaksanaan Pesamuhan
Agung Parisada tahun 2010 dengan pihak
terkait.
4. Menghimpun dan menggali dana untuk
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 104
membiayai penyelenggaraan Pesamuhan
Agung Parisada tahun 2010 dengan tetap
mengindahkan ketentuan hukum yang berlaku
dan nilai-nilai agama Hindu.
Ketiga : Tugas pokok Panitia Pelaksana Pesamuhan Agung
Parisada tahun 2010 sebagaimana dimaksud
diktum pertama adalah:
1. Mengatur dan melaksanakan rangkaian
kegiatan Pesamuhan Agung Parisada tahun
2010 agar dapat terlaksana dalam suasana
aman, tertib, lancar dan sukses.
2. Membantu pelaksanaan penggalian dana untuk
membiayai pelaksanaan kegiatan Pesamuhan
Agung Parisada tahun 2010 dengan tetap
mengindahkan ketentuan hukum yang berlaku
dan nilai-nilai agama Hindu.
3. Melakukan koordinasi dan membina kerjasama
dengan lembaga Pemerintah, Organisasi
Keagamaan di daerah dan berbagai pihak yang
terkait demi suksesnya pelaksanaan Pesamuhan
Agung Parisada tahun 2010.
Keempat : Dalam pelaksanaan tugasnya Panitia
Penyelenggara Pesamuhan Agung Parisada tahun
2010 bertanggungjawab kepada Pengurus Harian
Parisada Pusat.
Kelima : Setelah selesai melaksanakan tugas dan
tanggungjawabnya Panitia Penyelnggara maupun
Panitia Pelaksana Pesamuhan Agung Parisada
tahun 2010 menyiapkan laporan tertulis dengan
berpegang teguh pada prinsip transparansi dan
akuntabilitas publik serta menyampaikan
laporannya secara berjenjang.
Keenam : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan dan apabila dikemudian hari terdapat
kekeliruan dalam Keputusan ini akan diperbaiki
sebagaimana mestinya.
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 105
PENGURUS HARIAN
PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA PUSAT
Ketua Umum, Sekretaris Umum,
Dr. I Made Gde Erata, MA. Kolonel Inf. (Purn) I Nengah Dana, S.Ag
Tembusan Kepada Yth:
1. Dharma Adhyaksa Parisada Pusat di Denpasar
2. Gubemur Provinsi Bali di Denpasar
3. Dirjen Bimas Hindu Kementerian Agama. R.I. di Jakarta
4. Kakanwil Kementerian Agama Provinsi Bali
5. Ketua Sabha Walaka Parisada Pusat di Denpasar.
6. Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi Bali di Denpasar
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 106
Lampiran I:
Surat Keputusan Pengurus Harian
Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat
Nomor: 73/SK/Parisada Pusat/IX/2010
Tentang Panitia Penyelenggara
Pesamuhan Agung Parisada Tahun 2010
PENASEHAT:
1. Dharma Adhyaksa Sabha Pandita Parisada Pusat
2. Gubemur Provinsi Bali
3. Dirjen Bimas Hindu Kementerian Agama R.I.
4. Ketua Sabha Walaka Parisada Pusat
5. Ketua Umum Pengurus Harian Parisada Pusat
6. Sekretaris Umum Pengurus Harian Parisada Pusat
PENANGGUNG JAWAB:
Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat
PANITIA PUSAT:
1. Ketua : Drs. Nyoman Udayana Sangging, SH, MM
2. Wakil Ketua : Ir. I Dewa Putu Sukardi, S.Ag, MBA.
3. Sekretaris : I Gusti Komang Widana, S.Ag, M.Fil.H.
4. Wakil Sekretaris : Desak Agustini Kutha
5. Bendahara : Drs. I Made Suarya
STEERING COMMITTEE (SC):
Ketua : KS. Arsana, S.Psi.
Wakil Ketua : drg. Nyoman Suartanu
Sekretaris : Ida Ayu Swastika, SE, MM.
Anggota : 1. KBP (Purn) Drs. I Gede Putu Brata, MM.
2. Ir. Ketut Parwata
3. Ir. Wayan Maryasa
4. D. Suresh Kumar
5. Wayan Sudane, S.Ip.
ORGANIZING COMMITTEE (OC):
Ketua : Drs. I Wayan Sunasdyana, Ak., MFil.H
Sekretaris : Pande Made Mayor Sudarsana, S.Sos
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 107
Anggota : 1. Mayor Laut/W (Purn) Ni Nyoman Tjakri
Arwati
2. Nyoman Pegug
BIDANG-BIDANG:
1. Bidang Dana
Ketua : Drs. IDG. Ngurah Utama, MM.
Anggota : 1. I Nyoman Widia, SE., Ak.
2. Kishen Raj, SE
3. Dr. A.A. Diatmika
2. Bidang Kesekretariatan
Koordinator : A.A. Oka Mantara
Anggota : 1. Putu Nugata
2. Ketut Rudita Marta
3. Achmad Syaeful
4. Awang Darmawang
5. Kadek Suadnya
Ditetapkan di : Jakarta
PadaTanggal : 7 September 2010
PENGURUS HARIAN
PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA PUSAT
Ketua Umum, Sekretaris Umum,
Dr. I Made Gde Erata, MA. Kolonel Inf. (Purn) I Nengah Dana, S.Ag
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 108
Lampiran II:
Surat Keputusan Pengurus Harian
Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat
Nomor: 73/SK/Parisada Pusat/IX/2010
Tentang Panitia Pelaksana Pesamuhan
Agung Parisada Tahun 2010
PANITIA PELAKSANA DAERAH
PESAMUHAN AGUNG PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA
1. PENASEHAT:
1) Paruman Pandita Parisada Provinsi Bali
2) Paruman Walaka Parisada Provinsi Bali
2. PENANGGUNG JAWAB:
Ketua Harian Parisada Provinsi Bali
3. PANITIA PELAKSANA DAERAH
Ketua : Drs. I Wayan Sunasdyana, Ak..
M.Fil.H
Wakil Ketua I : Made Raka Santeri, S.Ag., M.Ag.
Wakil Ketua II : Ir. Nyoman Gde Nala
Wakil Ketua III : I Wayan Gama Tirta, S.H
Sekretaris : Dra. Ida Ayu Tary Puspa, S.Ag, M.Par
Wakil Sekretaris I : Made Ridjasa, BA
Wakil Sekretaris II : Dewa Gede Ngurah, SE
Bendahara : Made Suasti Puja, SE
Wakil Bendahara I : Made Arya Witarta
Wakil Bendahara II : I Wayan Bagiartha, SH, MH
SEKSI-SEKSI
1. SEKSI KESEKRETARIATAN:
Koordinator : Alit Putrawan, SAg. M.Fil.H
Anggota : 1. I Gede Budi Artana, SH
2. Poniman, SAg. M.Fil.H
3. Adi Brahman, SAg. M.Fil.H
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 109
4. Dwitayasa, SAg. M.Fil.H
2. SEKSI UPACARA:
Koordinator : Jro Mangku Putu Mas Sujana
Anggota : 1. Jro Mangku Wayan Catur
2. Jro Mangku Wayan Candra
3. Drs. I Ketut Ardana, M.Pd
4. Made Aripta Wibawa, SH, M.Ag
5. Drs. Nyoman Suparmayasa, MM
3. SEKSI PENGGALIAN DANA:
Koordinator : Dr. Ir. Nyoman Suwindra, M.Ag
Anggota : 1. BR. Indra Udayana
2. Drs. I Ketut Suardana, MFil.H
3. Ir. Nyoman Sudira
4. I Wayan Sumita
5. I Made Raka Metra
4. SEKSI PROTOKOL DAN KEROHANIAN:
Koordinator : Made Mayor Sudarsana, SSos
Anggota : 1. Ir. Made Raka Sudirga
2. Ketut Suanaya
3. I Gede Muliarsana, SH
4. Drs. I Ketut Suarta, M.Si
5. SEKSI PERSIDANGAN:
Koordinator : Drs. I Wayan Tontra
Anggota : 1. Dimas Sudjono, SPd
2. Drs. Putu Pujantara
3. Drs. Gede Subawa Mas, M.Hum.
4. I Wayan Suparta, SH
5. I Komang Arsana, S.Pd
6. SEKSI AKOMODASI:
Koordinator : Dra. Ni Putu Winanti, M.Pd
Anggota : 1. Drs. I Gusti Ketut Suartanayasa
2. I Gede Swartana, S.Ag, M.Ag
3. I Wayan Lehena
4. I Wayan Sudana, SH
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 110
5. Drs. I Nengah Sukari
7. SEKSI TRANSPORTASI:
Koordinator : Made Gde Hamawa, S.Ag
Anggota : 1. I Nyoman Suj ana
2. Drs. Nyoman Padmanaba
3. I Wayan Ambon Antara, SH
4. Nyoman Sarmidin
5. Ni Luh Sukariani
8. SEKSI KONSUMSI:
Koordinator : Dra. Relin DE, M.Ag
Anggota : 1. I Made Artjana, SH
2. Drs. I Wayan Sukra
3. Dra. Ni Wayan Sasih Artini
4. Ayu Veronika Somawati
5. I Wayan Sukra Erawan
9. SEKSI KESEHATAN:
Koordinator : dr. Putu Arya Widiana Pasek
Anggota : 1. Drs. PN Puspaningrum, M.For
2. Widi Gde Budiman, ST
3. Kadek Yuliana, SH
4. Made Puasa, S.Ag
5. I Made Artana
10. SEKSI DOKUMENTASI, PUBLIKASI DAN HUMAS:
Koordinator : Adi Surya, SAg. M. Fil.H
Anggota : 1. Drs. Made Mustika
2. I Putu GelGel Pramasutha, A.Md.,
Kom.
3. I Nyoman Menara Arsanjaya
4. Sista Saka Dewi
5. I Ketut Sudrastini
11. SEKSI PERLENGKAPAN DAN DEKORASI:
Koordinator : Ir. Putu Astawa
Anggota : 1. Ir. I Ketut Rai Semadi
2. Drs. Putu Gelgel, SH
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 111
3. Dwi Nurjaya
4. Nyoman Sundha, SH
5. I Kadek Martina
12. SEKSI KEAMANAN:
Koordinator : Drs. Dewa Made Ngurah
Anggota : 1. I Ketut Suyadnya
2. I Made Dwi Santika
3. I Made Hartaka
4. Ni Wayan Jannik Suwari
5. Dewa Darma Wijaya
13. SEKSI KESENIAN:
Koordinator : Ida Anuraga Nirmalayani, SE, M.Ag
Anggota : 1. Reni Sumiasih, SE
2. I Wayan Wijaya, S.Ag
3. Kadek Yudha Kartika
4. I Ketut Susila
5. I Ketut Sanjaya
Ditetapkan di : Jakarta
PadaTanggal : 7 September 2010
PENGURUS HARIAN
PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA PUSAT
Ketua Umum, Sekretaris Umum,
Dr. I Made Gde Erata, MA. Kolonel Inf. (Purn) I Nengah Dana, S.Ag
Hasil-Hasil Pesamuhan Agung PHDI Tahun 2010 | 112
Top Related