PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU...

101
PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA (PHDI) DALAM PERUMUSAN PERATURAN DAERAH NO. 2 TAHUN 2012 TENTANG KEPARIWISATAAN BUDAYA BALI Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Oleh: Much. Sulthon 1111112000008 PROGRAM STUDI ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULAH JAKARTA 2018 M/1439 H

Transcript of PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU...

Page 1: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

PARTISIPASI & KEBIJAKAN:

STUDI ATAS PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA

(PHDI) DALAM PERUMUSAN PERATURAN DAERAH NO. 2

TAHUN 2012 TENTANG KEPARIWISATAAN BUDAYA BALI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

Much. Sulthon

1111112000008

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULAH

JAKARTA

2018 M/1439 H

Page 2: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Skripsi yang berjudul:

“PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU

DHARMA INDONESIA (PHDI) DALAM PERUMUSAN PERATURAN

DAERAH NO. 2 TAHUN 2012 TENTANG KEPARIWISATAAN BUDAYA

BALI”

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk

memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli

saya atau merupakan hasil jiblakan dari karya orang lain, maka saya

bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN syarif Hidayatullah

Jakarta.

Tangerang Selatan, 14 Mei 2018

Much. Sulthon

NIM 1111112000008

Page 3: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI

Dengan ini, pembimbing skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:

Nama : Much. Sulthon

NIM : 1111112000003

Program Studi : Ilmu Politik

Telah menyelesaikan skripsi dengan judul:

“PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU

DHARMA INDONESIA (PHDI) DALAM PERUMUSAN PERATURAN

DAERAH NO. 2 TAHUN 2012 TENTANG KEPARIWISATAAN BUDAYA

BALI”

dan telah diujikan.

Tangerang Selatan, 14 Mei 2018

Mengetahui Menyetujui

Ketua Program Studi Pembimbing

Dr. Iding Rosyidin, M.Si Dr. Haniah Hanafie, M.Si

NIP. 19701013 200501 1 003 NIP. 19610524 200003 2

002

Page 4: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

SKRIPSI

“PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU

DHARMA INDONESIA (PHDI) DALAM PERUMUSAN PERATURAN

DAERAH NO. 2 TAHUN 2012 TENTANG KEPARIWISATAAN BUDAYA

BALI”

Oleh

Much. Sulthon

NIM 1111112000008

Telah dipertahankan dalam ujian Skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 14 Mei 2018. Skripsi

ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial

(S.Sos) pada Program Studi Ilmu Politik.

Ketua, Sekretaris,

Dr. Iding Rosyidin, M.Si Suryani, M.Si

NIP. 19701013 200501 1 003 NIP. 19770424 200710 2

003

Penguji I, Penguji II,

Dr. Idris Thaha, M.Si Ana Sabhana Azmy, M.Ip

NIP. 19660805 200112 1 001 NIP.

Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 14 Mei 2018.

Ketua Program Studi Ilmu Politik

FISIP UIN Jakarta

Dr. Iding Rosyidin, M.Si

NIP. 19701013 200501 1 003

Page 5: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

i

ABSTRAK

Much. Sulthon (1111112000008), “Partisipasi & Kebijakan: Studi Atas Parisada

Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Dalam Perumusan Peraturan Daerah No. 2

Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali”

Penelitian ini bertujuan mengetahui partisipasi Parisada Hindu Dharma

Indonesia (PHDI) dalam perumusan kebijakan (Perda) No. 2 Tahun 2012 tentang

Kepariwisataan Budaya Bali. Pendekatan penelitian ini bersifat kualitatif. Adapun

teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan studi

dokumentasi. Penelitian ini juga menggunakan teknik analisis data deskriptif.

Pendekatan teori yang digunakan adalah teori civil society, teori partisipasi politik,

dan teori kebijakan. PHDI sebagai ormas terbesar di Bali ikut berpartisipasi (teori

partisipasi politik) dalam menentukan perumusan Peraturan Daerah Provinsi Bali No.

2 Tahun 2012. PHDI yang sebagai civil society, juga punya andil dalam penyusunan

kebijakan di tingkat penyusunan agenda, formulasi kebijakan dan implementasi (teori

kebijakan). Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi PHDI mengupayakan

perumusan kebijakan Perda No. 2 Tahun 2012. Adapun bentuk partisipasi yang

dilakukan PHDI seperti; audensi, diskusi, lokakarya, seminar, pembentukan opini

melalui media cetak dan media elektronik.

Kata Kunci: Partisipasi Politik, Civil Society, Kebijakan Politik

Page 6: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

ii

KATA PENGANTAR

الّرحيم الّرحمن هللا بسم

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan

rahmat serta karunia, hidayah dan inayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas

penyusunan skripsi ini.

Shalawat beserta salam semoga Allah senantiasa melimpahkannya kepada

Baginda Nabi Muhammad SAW. Beserta keluarga dan sahabatnya yang telah

memberikan tuntunan bagi kita semua kejalan yang diridhoi Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak sedikit hambatan

rintangan serta kesulitan yang dihadapi. Namun berkat bantuan dan motivasi serta

bimbingan yang tidak ternilai dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat

meyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan

yang setinggi-tingginya dan mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada :

1. Prof. Dr. H. Dede Rosyada, M.A, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Prof. Dr. Zulkifli, MA, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Iding Rosyidin, M. Si, Ketua Prodi Ilmu Politik dan Ibu Suryani, M. Si,

Sekertaris Prodi Ilmu Politik. Serta staf administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik.

4. Dosen pembimbing skripsi, Dr. Haniah Hanafie, M.Si selaku pembimbing

skripsi yang senantiasa membimbing, mengarahkan dan memberikan motivasi

kepada penulis dalam melakukan penelitian sehingga penulisan skripsi ini dapat

selesai dengan baik.

Page 7: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

iii

5. Bapak dan Ibu dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang tidak bisa

disebutkan satu persatu yang telah mendidik dan memberikan bekal ilmu

pengetahuan kepada penulis.

6. Staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik yang telah memberikan keleluasaan dalam peminjaman buku-buku yang

dibutuhkan.

7. Ayahanda Much. Romli dan Ibunda Ma’rufa tercinta yang selalu memberikan

limpahan kasih dan sayang yang tak terhingga, yang tidak bisa dibalas dengan

apapun, dan selalu mendo’akan serta memberi dukungan dengan segala

pengorbanan dan keikhlasan. (semoga Allah membalas segala pengorbanan

mereka). Tak lupa pula keluaga saya Much. Muchlis, S.H Abd. Ghofur,

Kholifah, Zaina, Fatimatuzzahro dan Khoirunnisa yang telah memberikan

dukungan serta do’a untuk penulis.

8. Ketua Umum Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Mayjen TNI (Purn)

Sang Nyoman Suwisma dan Dr. I Gusti Ngurah Sudiana Ketua Harian PHDI

Bali, serta keluarga besar Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) yang telah

membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi.

9. Yani Rufaida yang selalu menginspirasi, memberikan dukungan dan motivasi,

bimbingan serta bantuan kepada penulis.

10. Sahabat tercinta satu perjuangan, Soghi Muhammad, Ismadani R.A.S.H dan

Yasser adnan S.H yang selalu menginspirasi, memberikan motivasi, bimbingan

dan bantuan kepada penulis.

11. Sahabat-sahabat seperjuangan Komisariat PMII Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik yang selalu menemani penulis dalam keadaan susah maupun senang.

12. Teman-teman ilmu politik angkatan 2011 yang tidak dapat disebutkan namanya

satu persatu, yang selalu menjaga komitmen untuk terus bersama dan saling

membantu dalam proses belajar dikampus UIN Jakarta tercinta.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis panjatkan doa kehadirat

Allah SWT. Semoga amal baik semua pihak yang telah membimbing, mengarahkan,

memperhatikan dan membantu penulis dicatat oleh Allah sebagai amal shaleh dan

dibalas dengan pahala yang berlipat ganda. Dan mudah-mudahan apa yang penulis

usahakan dapat bermanfaat. Amiin…

Jakarta, 14 April 2018

Penulis

Page 8: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

iv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

ABSTRAK ........................................................................................................ i

KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii

DAFTAR ISI .................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah .............................................................................. 1

B. Pertanyaan Penelitian ........................................................................... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................. 5

D. Tinjauan Pustaka ……………………………. ..................................... 6

E. Metodologi peneltian ............................................................................ 7

F. Sistematika Penulisan ……………………………. .............................. 10

BAB II KERANGKA TEORITIS

A. Civil Society ................................. ......................................................... 13

B. Partisipasi Politik ……………………………. ..................................... 22

C. Kebijakan Publik ................................................................................ 32

BAB III GAMBARAN UMUM PHDI DAN PARIWISATA DI BALI

A. Sejarah Tebentuknya PHDI ......................………… ........................... 43

B. Pengertian Tri Harta Karana................................. ............................... 49

C. Sekilas Pariwisata di Bali ................................. ................................... 52

Page 9: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

v

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

A. Pariwisata Berwawasan Tri Hita Karana......................…………. ...... 57

B. Munculnya Perda No. 2 Tahun 2012 Tentang Pariwisata Budaya ....... 62

C. Partisipasi PHDI Dalam Perumusan Kebijakan Perda No. 2 Tahun 2012

Tentang Pariwisata Budaya di Bali ......................………….................... 69

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................. .............................. 78

B. Saran ………………………........................................................ ......... 78

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... ................. 79

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 10: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah

Bali adalah sebuah provinsi di Indonesia dengan Ibu Kota Provinsi Denpasar.

Provinsi Bali adalah provinsi yang paling berbeda dari seluruh provinsi-provinsi yang

berada di Indonesia. Provinsi Bali sangat dikenal dengan sebutan pulau dewata. Salah

satu keunikan Bali adalah mayoritas penduduk beragama Hindu dan Bali terkenal

dengan begitu banyak ragam keunikan berbagai hasil seni-budaya dan tradisinya

sebagai tujuan pariwisata dengan berbagai hasil seni-budayanya, khususnya bagi para

wisatawan baik domestik maupun manca negara.

Terhitung jumlah wisatawan dari 2010-2016 peningkatannya sangat bagus

atau pesat, melalui jumlah kunjungan wisatawan dari data statistik yang

diberitahukan oleh Dinas Pariwisata Pemerintahan Provinsi Bali dengan data

kunjungan wisatawan mancanegara dan dalam negeri yaitu dari 2,576,142 orang

wisatawan pada tahun 2010 menjadi 4,927,937 orang wisatawan mancanegara pada

tahun 2016.1

1 Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, Website https://bali.bps.go.id dilihat pada tanggal 20

Agustus 2017.

Page 11: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

2

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Jumlah Wisatawan

Jumlah Wisatawan

2,576,142

2,826,709

2,949,332 3,278,598

3,766,638

4,001,835

4,927,937

Grafik I.I

Perkembangan Wisatawan Mancanegara Dari Tahun 2010-2016

di Bali

Sumber dari badan statistik Bali pada tahun 2017

Bali memiliki banyak ciri khas, seperti tarian kecak, arsitektur tempat-tempat

pariwisatanya bercorak agama Hindu: tanah lot dan bedugul serta gedung-gedung

perkantorannya bercirikan khas agama Hindu.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Bali memiliki budaya dan tradisi

yang tertanam sangat erat di masyarakatnya. Budaya dan tradisinya yang sangat unik

dan elok dipandang. Budaya dan tradisi di Bali memiliki ciri khas tersendiri dari pada

daerah-daerah yang lain. Budaya dan tradisi yang memiliki ciri khas nan elok inilah

yang membuat Bali selalu diminati oleh wisatawan dari berbagai daerah termasuk

mancanegara. Hal ini dikarenakan kebanyakan budaya dan keseniannya bercorak

Page 12: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

3

agama Hindu dan sudah ditetapkan dalam Peraturan Daerah Bali No. 2 Tahun 2012

tentang Kepariwisataan Budaya Bali bab 2 pasal 2 yaitu: “Penyelenggaraan

Kepariwisataan Budaya Bali dilaksanakan berdasarkan pada asas manfaat, kekeluargaan,

kemandirian, keseimbangan, kelestarian, partisipatif, berkelanjutan, adil dan merata,

demokratis, kesetaraan dan kesatuan yang dijiwai oleh nilai-nilai agama Hindu dengan

menerapkan falsafah Tri Hita Karana.”

Adanya aturan tersebut tidak lepas dengan adanya Organisasi kemasyarakatan

agama Hindu. Organisasi yang berperan penting untuk mengurusi kepentingan

keagamaan maupun sosial seperti menjaga nilai-nilai ajaran agama Hindu, adat

istiadat, keragaman budaya, teradisi dan ciri khas Bali yaitu Parisada Hindu Dharma

Indonesia (PHDI).2

Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) yang awalnya bernama Parisada

Hindu Dharma Bali ini berdiri pada tanggal 23 Februari 1959 dikarenakan umat

Hindu tidak hanya di Bali saja tapi di berbagai daerah juga ada. akhirnya Parisada

Hindu Dharma Bali diubah menjadi Parisada Hindu Dharma Indonesia Pada tanggal

7-10 Oktober 1964.3

Tri Hita Karana yang dimaksud dalam Peraturan Daerah Bali No. 2 Tahun

2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali bab 2 pasal 2 artiya Tiga Penyebab

Keharmonisan yang selalu dijalankan setiap hari oleh masyarakat Bali. Tri Hita

Karana mengajarkan kepada umatnya untuk menjalankan ketiga hubungan manusia

2 Http://phdi.or.id/page/anggaran (AD/ART Parisada Hindu Darma Indonesia) dilihat pada

tanggal 14 April 2018. 3 Kompilasi dokumen literer 45 tahun parisada, (Jakarta: Parisada Hindu Dharma Indonesia,

2005), h. 18.

Page 13: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

4

dalam kehidupan di dunia yaitu hubungan antara manusia dengan Tuhan Yang Maha

Esa , hubungan sesama manusia, dan termasuk hubungan manusia dengan alam

lingkungan.4

Pada hakekat Tri Hita Karana merupakan ajaran atau tatacara sikap hidup

umat yang seimbang antara menyembah Tuhan Yang Maha Esa dengan berbakti

kepada sesama mahluk hidup serta bemberikan kasih sayang kepada alam lingkungan

yang sudah dijalani oleh masyarakat hindu di Bali.

Adanya Peraturan Daerah Bali No. 2 tahun 2012 tentang Kepariwisataan

Budaya Bali bab 2 pasal 2 tersebut disebabkan karena banyak masyarakat yang tidak

mengamalkan ajaran Tri Hita Karana dan berkurangnya pariwisata yang menjunjung

adat istiadat dan budaya masyarakat Hindu di Bali. Dikarenakan pertama,

dikarenakan banyaknya wisatawan yang datang ke Bali sehingga ditakutkan merubah

atau mempengaruhi tradisi dan budaya yang ada di Bali. Kedua, banyaknya investor

industri produksi maupun industri pariwisata dari luar yang banyak mempengaruhi

moralitas masyarakat Bali dan dikhawatirkan akan melunturkan nilai-nilai ajaran

agama Hindu.

Oleh karena itu, Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) mengupayakan

Tri Hita Karana sebagai ajaran agama Hindu masuk dalam peraturan daerah di Bali

dan penulis ingin melihat bagaimana Partisipasi Politik Parisada Hindu Dharma

Indonesia (PHDI) dalam mengupayakan ajaran agama masuk dalam peraturan daerah

4 Hasil wawancara dengan Wakil Ketua PHDI I Ketut Pasek Swastika pada tanggal 27

Oktober 2016 di Bali.

Page 14: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

5

Provinsi Bali, sehingga pemerintahan di Bali menjadikan kehidupan masyarakat yang

harmonis, makmur, aman, dan sejahtra. dan menentukan arah kedepannya agar

mampu mencapai kebahagiaan lahir batin, bagi seluruh rakyat masyarakat Hindu di

Bali.

B. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah dalam penelitian ini hanya mengenai peraturan daerah

provinsi Bali No. 2 Tahun 2012 tentang kepariwisataan budaya Bali bab 2 pasal 2,

Penyelenggaraan Kepariwisataan Budaya Bali dilaksanakan berdasarkan pada asas

manfaat, kekeluargaan, kemandirian, keseimbangan, kelestarian, partisipatif,

berkelanjutan, adil dan merata, demokratis, kesetaraan dan kesatuan yang dijiwai oleh

nilai-nilai agama Hindu dengan menerapkan falsafah Tri Hita Karana.

C. Pertanyaan Penelitian

Sejalan dengan latar belakang di atas, maka pertanyaan penelitiannya adalah

bagaimana partisipasi politik Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) dalam

perumusan kebijakan (Peraturan Daerah) Provinsi Bali No. 2 Tahun 2012 tentang

kepariwisataan budaya Bali?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan

Tujuannya adalah untuk mempelajari dan mengetahui bagaimana partisipasi

politik Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) dalam perumusan kebijakan

Page 15: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

6

Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya

Bali.

2. Manfaat Penelitian

a. Menambah wawasan keilmuan dan pengalaman penulis dalam peroses

berpartisipasi dalam Perumusan Kebijakan Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 2

Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali.

b. Agar masyarakat lebih mengetahui tentang kepariwisataan budaya Bali yang

mencirikan agama Hindu yang diterapkan dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali

No. 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali.

c. Untuk pengembangan ilmu politik khususnya kajian tentang partisipasi.

E. Tinjauan Pustaka

Saya sebagai penulis melakukan tinjauan pustaka dari hasil penelitian yang

berbentuk skripsi dan tesis:

1. Judul skripsi “Partisipasi politik umat kristen Indonesia; Studi Kasus Partai

Damai Sejahtera” yang disusun oleh M. Imaduddin Nasution dari Program studi

ilmu politik fakultas ilmu sosial dan ilmu politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Skripsi ini menitikberatkan kepada partisipasi politik umat keristen khususnya

PDS untuk memperjuangkan pluralisme dan kepentingan masyarakat yang

memeluk agama kristen di Indonesia.

2. Judul tesis “Partisipasi Masyarakat Dalam Implementasi Kebijakan Pemerintah”

yang disusun oleh Didi Prayitno dari program studi magister ilmu administrasi

Page 16: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

7

yang berkonsentrasi manajemen publik pascasarjana universitas diponegoro

semarang. Tesis ini menitik beratkan kepada rendahnya partisipasi masyarakat

yang dikarenakan tingkat pendidikannya hanya sampai tingkat dasar.

Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, penulis menilai saat ini belum ada karya

ilmiah yang mengkaji secara khusus partisipasi politik Hindu dan kebijakan.

Khususnya Partisipasi Politik Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Dalam

Perumusan Kebijakan di Bali. Di sini penulis mengkhususkan dalam Peraturan

Daerah Provinsi Bali No. 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali.

F. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam kajian ini adalah kualitatif deskriptif, metode penelitian

yang berlandaskan pada pemikiran rasional yang menekankan obyektivitas dan

dipaparkan secara deskriptif analisis. Dan menganggap bahwa realita sosial bercorak

banyak (multy-facet), holistik, kompleks, dinamis, penuh makna dan memiliki

hubungan interaktif. Pengamatan kualitatif cenderung mengandalkan kekuatan indera

untuk merefleksikan fenomena budaya.5

Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan pemaparan tentang representasi

agama Hindu dalam strategi kebijakan di Bali. Penelitian kualitatif juga merupakan

suatu cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau

lisan dari responden. Adapun metode deskriptif adalah penelitian yang bertujuan

5 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitaf, Kualitatif, dan R&,.

(Bandung: Alfabeta, 2012), h. 15.

Page 17: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

8

membuat penjabaran dan menganalisis data mengenai situasi-situasi atau kejadian-

kejadian populasi atau kelompok tertentu dengan apa adanya.6

2. Teknik Pengumpulan Data

Salah satu tahapan yang penting dalam penelitian adalah pengumpulan data.

Data merupakan segala bentuk informasi atau keterangan yang berhubungan dengan

tujuan pokok penelitian. Apa yang diperlukan pada tahapan ini adalah memperoleh

data yang valid dari berbagai sumber yaitu buku-buku, artikel, jurnal, atau internet

yang berkaitan dengan objek yang diteliti. Oleh karenanya, penulis akan

menggunakan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara (interview),

dan dokumentasi.

a. Wawancara (Interview)

Wawancara adalah pertemuan atau komunikasi antara periset dan responden.

Pihak periset berfungsi sebagai penanya, sedang pihak responden berfungsi sebagai

pemberi jawaban yang menjadi data mentah. 7 Teknik ini melakukan tanya jawab

secara langsung dengan narasumber yang tepat atau pihak-pihak yang bersangkutan

dengan penelitian penulis demi mendapatkan data yang valid. Dalam hal ini, penulis

melakukan wawancara dengan juru bicara Ketua Umum Parisada Hindu Dharma

Indonesia (PHDI) Bali Prof. Dr. I Gusti Ngurah Sudiana, Ketua 1 PHDI Bali Drs. I

Ketut Pasek Swastika, DPRD Komisi 2 A.A. Ngurah Adhi Ardhana. ST, Ketua kuta

Wayan Suwarse..

6 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, h. 207.

7 Lisa Harrison, Metodologi Penelitian Politik, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 104.

Page 18: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

9

b. Observasi

Jika menurut Sutrisno Hadi di dalam bukunya, observasi merupakan suatu

proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan

psikologis. Dua di antara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan

ingatan.8

Tehnik ini menggunakan cara melihat, mengamati, dan mencermati serta

merekam secara sistematis untuk mendapatkan informasi mendalam dan memberikan

suatu kesimpulan atau diagnosis.9

Dalam hal ini penulis melakukan pengamatan secara langsung di Provinsi Bali

yang berhubungan dengan objek partisipasi politik PHDI dalam perumusan Perda No.

2 tahun 2012.

c. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan cara mencari data mengenai sesuatu yang berupa

catatan, foto, rekaman, transkip, buku, jurnal, dan sebagainya.10

Atau dapat dikatakan

juga sebagai laporan tertulis dari suatu peristiwa mengenai Strategi dan kegiatan-

kegiatan agama Hindu. Dan ditulis dengan sengaja untuk menyimpan dan

mneneruskan mengenai peristiwa tersebut.

8 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, h. 203.

9 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, h. 203.

10 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT. Rineka

Cipta, 2010), Cet. 14, h.274.

Page 19: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

10

3. Sumber dan Jenis Data

a. Data primer, teknik pengambilan data langsung kepada pihak yang bersangkutan

berupa wawancara langsung dengan informan utama

b. Data sekunder, teknik pengambilan data berupa artikel, jurnal yang terkait dengan

kajian penelitian

4. Teknik Analisis data

Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data, perlu segera dikerjakan

oleh peneliti yaitu menganalisis semua data yang sudah terkumpul.11

Jika menurut

Bogdan analisis data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis data

yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, observasi, dokumentasi dan

bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah difahami, dan temuannya dapat

diinformasikan kepada orang lain. Analisa data dilakukan dengan mengorganisasikan

data menjabarkannya kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola,

memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang

dapat diceritakan kepada orang lain.12

G. Sistematika Penulisan

Penulis membagi menjadi lima bab dalam penyusunan penulisan skripsi ini,

dengan rincian sebagai berikut:

Bab pertama yang berisikan tentang hal yang menjadi latar belakang masalah,

tujuan dan manfaat penelitian, sistematika penulisan, dan metodologi penelitian.

11

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT. Rineka

Cipta, 2010), Cet. 14, h.278. 12

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, h. 334.

Page 20: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

11

Bab kedua. Membahas masalah kajian teoritis seperti halnya:

1. Teori Civil society sebagai kelompok penyeimbang sekaligus pula kelompok yang

mengontrol kekuatan negara dan dianggap kekuatan otonom dalam percaturan

politik negara yang kekuatannya mampu menyeimbangi kekuatan negara.

Pandangan ini menjadi sebuah model civil society yang tidak individualistik,

melainkan memiliki komitmen terhadap kepentingan-kepentingan yang lebih

umum.

2. Teori Partisipasi yang merupakan keikutsertaan warga masyarakat dalam politik,

keikutsertaan warga dalam politik tidaklah berarti bahwa warga mendukung

keputusan atau kebijakan yang dibuat oleh pemimpin suatu Negara.

3. Teori Kebijakan sebagai suatu arah tindakan yang diusulkan oleh seseorang,

kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu yang memberikan

hambatan-hambatan dan peluang-peluang terhadap kebijakan yang diusulkan

untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai seseuatu tujuan atau

merealisasikan suatu sasaran atau suatu maksud tertentu.

Bab ketiga. penulis akan mencoba menguraikan fenomena-fenomena yang

terjadi dalam agama Hindu. Di antaranya, Sejarah berdirinya PHDI, doktrin

keagamaan Tri Hita Karana, dan Sekilas Pariwisata di Bali.

Bab keempat. Merupakan analisis atas beberapa data yang diperoleh dalam

penelitian. Penulis berupaya memaparkan mengenai bagaimana Pariwisata

Page 21: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

12

Berwawasan Tri Hita Karana, Munculnya Perda No. 2 Tahun 2012, dan Partisipasi

PHDI Dalam Perumusan Kebijakan Perda No. 2 Tahun 2012.

Bab kelima, merupakan bab penutup berisi kesimpulan dan uraian-uraian

yang dapat dipaparkan pada bab-bab sebelumnya bagaimana partisipasi PHDI Dalam

Perumusan Kebijakan Perda No. 2 Tahun 2012 dan saran untuk PHDI dan

pemerintah setempat, dan kemudian ditutup dengan daftar pustaka sebagai referensi

dalam penulisan skripsi ini.

Page 22: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

13

BAB II

KERANGKA TEORI

CIVIL SOCIETY, PARTISIPASI, DAN KEBIJAKAN

A. Teori Civil Society

Pemikiran civil society telah memberikan sumbangan tidak kecil terhadap arah

berlangsungnya demokrasi serta menjadi sumber inspirasi bagi pemberdayaan di

berbagai negara yang menganut syistem demokrasi, termasuk di Indonesia. Dalam

menjelaskan teori civil society penulis menjelaskan sejarah, pengertian dan

karaktristik civil society.

1. Pengertian dan Sejarah Civil Society

Kajian civil society dewasa ini, sebagaimana yang digambarkan oleh Samuel

Huntington, diberbagai negara, civil society dianggap sebagai aktor sentral dalam

proses demokratisasi gelombang ketiga.1 Pengalaman demokratisasi Eropa Timur

telah menjebak pakar politik untuk menaruh civil society di tempat yang sakral dalam

berbagai analisis politik.

Sedangkan Mary Kaldor menyatakan bahwa civil society adalah sebuah

entitas etis dimana kelompok-kelompok yang patuh hukum, menghargai hak

manusia, memiliki sikap toleran, dan anti kekerasan. Sedangkan civil society menurut

1 Bob Sugeng Hadiwinata, “Pembangun Sekaligus Perusak Demokrasi”, Jurnal Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik, Vol. 1 No. 9 (Juli 2005): h. 2.

Page 23: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

14

Robert Putnam merupakan segala bentuk kehidupan sosial yang terorganisir dan

terbuka bagi semua kalangan, menganut prinsip sukarela, dan tumbuh secara mandiri

yaitu merupakan inti dari demokrasi. Tanpa civil society tumbuk dengan subur maka

demokrasi tidak bakal dapat bertahan.2

Civil society ada yang mengartikannya dengan sebutan masyarakat

kewargaan, ada yang menyebut masyarakat warga, masyarakat utama, masyarakat

madani, dan ada pula yang menyebut masyarakat sipil.3

Beberapa tokoh membangun teori civil society dalam beberapa bagian.4

Aristoteles memulai bagian pertama tentang civil society pada tradisi filsafat Yunani

klasik. Aristoteles mengartikan civil society (masyarakat sipil) sebagai sistem

kenegaraan. civil society juga dikenal dengan istilah lainnya ’koinonia politike’

merupakan sebuah konsep sistem kenegaraan yang mengandaikan komunitas politik

di dalamnya sebagai wahana bagi masyarakat untuk melibatkan diri dalam konteks

ekonomi-politik suatu negara guna mempengaruhi dan mengambil keputusan.

Konsep ini sebetulnya dibangun dalam tradisi Yunani klasik untuk memotret kondisi

masyarakat yang kedudukannya terhadap hukum adalah sama.

Bagian berikutnya, teori civil society dikembangkan oleh Adam Ferguson

(1767) di Skotlandia. Teori civil society dibangun pada konteks sosologi-politik di

sana. Dalam perkembangannya, Ferguson lebih memfokuskan etika pada civil society

2 Bob Sugeng Hadiwinata, “Pembangun Sekaligus: h. 3.

3 TIM ICCE UIN Jakarta, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani, (Jakarta:

Prenada Media, 2005), h. 240. 4 TIM ICCE UIN Jakarta, Demokrasi, Hak, h. 242.

Page 24: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

15

dalam kehidupan sosial-politik. Basis dari konsep yang dibangun Ferguson berangkat

dari perubahan struktur sosial masyarakat yang mencolok dampak dari revolusi

industri. Dampaknya terlihat dari jurang ketimpangan sosial masyarakat yang lebar.5

Tahun 1792, konsep civil society mendapatkan titik pengembangannya

kembali. Kali ini tokohnya ialah Thomas Paine yang mengembangkan konsep civil

society sebagai sebuah kelompok yang posisi politiknya berbeda dari negara, jauh

daripada itu, civil society dianggap sebagai anti-tesis posisi politiknya dengan negara.

Bersandar pada paradigma ini, peran negara sudah saatnya dibatasi. Menurut

pandangan ini, negara tidak lain hanyalah tampilan dari keburukan belaka. Paine

menduga bahwa terdapat batas-batas wilayah otonom masyarakat sehingga negara

tidak diperkenankan memasuki wilayah sipil. Dengan demikian, civil society menjadi

ruang di mana warga dapat mengembangkan kepribadian dan memberi peluang bagi

pemuasan kepentingannya secara bebas tanpa paksaan.6

Hegel, Karl Marx, dan Antonio Gramsci merupakan tokoh yang

mengembangkan diskursus civil society pada fase keempat. Menurut mereka, civil

society merupakan elemen ideologis kelas dominan. Pemahaman ini merupakan

antitesa atas pandangan Paine yang memisahkan civil society dari negara.

Hegel memandang civil society sebagai kelompok subordinatif (bagian yang

tidak bisa dipisahkan) terhadap negara. Marx memandang civil society sebagai

masyarakat borjuis. Dalam konteks hubungan produksi kapitalis, keberadaan civil

5 TIM ICCE UIN Jakarta, Demokrasi, Hak, h. 243.

6 TIM ICCE UIN Jakarta, Demokrasi, Hak, h. 244.

Page 25: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

16

society merupakan kendala terbesar bagi upaya pembebasan manusia dari penindasan

kelas pemilik modal.7 Demi terciptanya proses pembebasan itu, civil society harus

dilenyapkan untuk mewujudkan tatanan masyarakat tanpa kelas. Antonio Gramsci

tidak memandang masyarakat sipil dalam konteks relasi produksi, tetapi lebih pada

sisi ideologis. Bila Marx menempatkan masyarakat madani pada basis material,

Gramsci meletakannya pada superstruktur yang posisinya setara dengan posisi

negara. Gagasan Gramsci telah membongkar cara pandang marxist klasik dan

menempatkan kalangan intelektual sebagai agen tunggal sebagai penentu perubahan

sosial dan politik.8

Bagian terakhir, ialah Alexis de Tocqueville yang memberikan reaksi

terhadap pandangan mazhab Hegelian. Tocqueville memahami bahwa civil society

sebagai kelompok penyeimbang sekaligus pula kelompok yang mengontrol kekuatan

negara. Dua gerak check and balance. Menurutnya Tocqueville, dalam masyarakat

Amerika, penopang utama dalam masyarakat ialah civil society. Pandangan ini lebih

netral dalam memandang posisi civil society dalam konteks kenegaraan. Civil society

dianggap kekuatan otonom dalam percaturan politik negara yang kekuatannya

mampu menyeimbangi kekuatan negara. Pandangan ini menjadi sebuah model civil

society yang tidak individualistik, melainkan memiliki komitmen terhadap

kepentingan-kepentingan yang lebih umum.9

7 TIM ICCE UIN Jakarta, Demokrasi, Hak, h. 244.

8 TIM ICCE UIN Jakarta, Demokrasi, Hak, h. 246.

9 TIM ICCE UIN Jakarta, Demokrasi, Hak, h. 248-249.

Page 26: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

17

Definisi-definisi yang dikemukakan di atas melahirkan tipologi-tipologi civil

society, yakni tipologi vertikal, tipologi horizontal (kebudayaan), dan tipologi

diagonal (moderat). Tipologi vertikal bermakna hubungan yang berkaitan dengan

politik antara civil society dengan negara, yang mana civil society berjuang untuk

memperbaiki sistem politik, sehingga menjadikannya lebih demokratis. Ini

merupakan sebuah konsep politik yang berkaitan secara struktural dengan negara.

Salah satu tokoh pemikir yang mengungkapkan konsep civil society ini adalah

Antonio Gramsci (1891-1937) yang erat dengan konsep hegemoninya.10

Gramsci menganalisis civil society dengan menggunakan konsep hegemoni.

Hegomoni adalah lokus (kedudukan) dari civil society, dan ini merupakan sebuah

karakteristik bagi civil society selain konflik politis dan pergulatan sosio-ekonomi.

Meski hegemoni terkesan mengakomodir kepentingan-kepentingan ekonomi kelas

penguasa, namun yang dimaksud hegemoni oleh Gramsci justru kebalikannya,

menolak manifestasi langsung kepentingan ekonomi mereka dalam sebuah tatanan

kehidupan masyarakat. Ia dengan sadar mengemukakan bahwa pembentukan sebuah

hegemoni terdapat pada area civil society bukan negara. Negara hanyalah sebuah alat

bagi suatu kelompok yang dominan untuk mengkooptasi kelompok lain dalam civil

10

Ozi Setiadi, “Islam dan Pergerakan Civil Society Kebudayaan Transnasional Hizmet Di

Indonesia”, KORDINAT, Vol. XVI No. 1 (April 2017): h. 132.

Page 27: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

18

society, meski ia juga tidak menafikan bahwa antara negara dan civil society terdapat

keterikatan yang membawa keduanya pada hubungan timbal-balik.11

Civil society merupakan pengelompokan anggota-anggota masyarakat sebagai

warga negara yang mandiri dapat dengan bebas dan bertindak secara aktif dalam

tataran wacana maupun praktiknya mengenai segala hal yang berkaitan dengan

masalah kemasyarakatan. Pada masa ini, maka artikulasi kepentingan dapat

disalurkan baik melalui individu ataupun kelompok tanpa ada tekanan dari pemegang

kekuasaan. Manajemen negosiasi akan mewujudkan rekonsiliasi nasional sebab

kekuatan oposisi dapat ikut berperan dalam pemerintahan. Bila ini mampu terwujud,

pemerintahan akan tumbuh kembali dan secara otomatis akan memperbaiki kondisi

ekonomi yang ada. Pertumbuhan ekonomi yang terjadi akan disertai dengan

pemerataan kesejahteraan sehingga dimensi keadilan mewarnai dalam setiap fase

pembangunan masyarakat. Itulah manfaat dari penguatan civil society dalam negara.

Menurut Dawam, ada tiga strategi yang salah satunya dapat digunakan

sebagai strategi dalam memberdayakan Civil society di Indonesia.12

1. Strategi yang lebih mementingkan integrasi nasional dan politik. Strategi ini

berpandangan bahwa system demokrasi tidak mungkin berlangsung dalam

masyarakat yang belum memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara yang kuat.

Bagi penganut paham ini pelaksanaan demokrasi liberal hanya akan menimbulkan

11

Ozi Setiadi, “Islam dan Pergerakan Civil Society Kebudayaan Transnasional Hizmet Di

Indonesia”, KORDINAT, Vol. XVI No. 1 (April 2017): h. 133. 12

TIM ICCE UIN Jakarta, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, h. 258.

Page 28: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

19

konflik, dan karena itu menjadi sumber instabilitas politik. Saat ini yang

diperlukan adalah stabilitas politik sebagai landasan pembangunan, karena

pembangunan lebih-lebih yang terbuka terhadap perekonomian global

membutuhkan resiko politik yang minim. Dengan demikian persatuan dan

kesatuan bangsa lebih diutamakan dari demokrasi.

2. Strategi yang lebih mengutamakan reformasi system politik demokrasi. Strategi

ini berpandangan bahwa untuk membangun demokrasi tidak usah menunggu

rampungnya tahap pembangunan ekonomi. Sejak awal dan secara bersama-sama

diperlukan proses demokratisasi yang pada esensinya adalah memperkuat

partisipasi politik. Jika kerangka kelembagaan ini diciptakan, maka akan dengan

sendirinya timbul masyarakat madani yang mampu mengontrol terhadap Negara.

3. Strategi yang memilih membangun masyarakat madani sebagai basis yang kuat ke

arah demokratisasi. Strategi ini muncul akibat kekecewaan terhadap realisasi dari

strategi pertama dan kedua. Dengan begitu strategi ini lebih mengutamakan

pendidikan dan penyadaran politik, terutama pada golongan menengah yang

makin luas.

Ketiga model strategi pemberdayaan masyarakat madani tersebut dipertegas

Hikam,13

bahwa di era transisi ini harus dipikirkan prioritas-prioritas pemberdayaan

dengan cara memahami target-target grup yang paling strategis serta penciptaan

pendekatan-pendekatan yang tepat di dalam proses tersebut. Untuk keperluan itu,

13

Muhammad AS Hikam, Demokrasi dan Civil Society (Jakarta: PT Pustaka LP3ES

Indonesia, 1996), h. 55.

Page 29: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

20

maka keterlibatan kaum cendikiawan, LSM, ormas sosial dan keagamaan dan

mahasiswa adalah mutlak adanya, karena merekalah yang memiliki kemampuan dan

sekaligus aktor pemberdayaan tersebut.

2. Karakteristik Civil society

Civil society lahir, tumbuh, dan berkembang tidak dengan sendirinya. Namun

ada syarat-syarat sosial yang dibutuhkan, untuk terwujudnya tatanan civil society.

Syarat tersebut yang harus dimiliki dalam pembentukan civil society antara lain

meliputi: wilayah publik yang bebas, demokrasi, toleransi, kemajemukan, dan

keadilan sosial, antara lain:14

a. Wilayah Publik yang bebas

Wilayah publik yang bebas sebagai sarana untuk mengemukakan pendapat

warga masyarakat. Diharapkan dengan adanya ruang publik yang bebas masyarakat

atau warga Negara memiliki hak dan posisi serta kebebasan yang sama dalam

berpendapat untuk melakukan aktivitas sosial dan politik tanpa rasa takut dan

terancam.15

b. Toleran

Toleran dapat diartikan sebagai sikap yang harus ada dalam konsep civil

society untuk menunjukan sikap saling menghargai dan menghormati perbedaan antar

14

Ahmad Ubaidillah dan Abdul Rozak, Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat

Madani, (Jakarta: Prenada Media Group, 2012), h. 225. 15

Ahmad Ubaidillah dan Abdul Rozak, Pancasila, h. 225.

Page 30: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

21

individu. Toleransi merupakan suatu pergaulan atau sikap bermasyarakat yang baik

dan menyenangkan antara berbagai individu maupun antar kelompok.16

c. Kemajemukan

Prasyarat penegakan civil society lainnya ialah kemajmukan atau plularisme.

Dengan beragamnya, bahasa, suku, budaya, agama maupun sikap masyarakat,

mayarakat harus membuat sebuah aturan kehidupan yang saling menghormati,

menghargai dan menerima dalam kehidupan bermasyarakat. Tidak hanya sikap dan

mengakui tetapi harus saling menerima kenyataan dengan ikhlas. Adanya perbedaan

merupakan suatu rahmat tuhan.17

d. Demokratis

Demokrasi merupakan suatu syarat yang penting dan wajib bagi

keberadaannya civil society, tanpa adanya Negara yang bersistem demokrasi, civil

society tidak bakal ada dan terwujud. Secara umum demokrasi adalah suatu sistem

kenegaraan yang bersumber dan dilakukan sendiri oleh rakyat, dari rakyat, dan untuk

rakyat dalam suatu negara.18

e. Keadilan Sosial

Keadilan yang dimaksudnya di sini tidak merugikan orang lain, pembagian

yang sama dan seimbang terhadap hak dan kewajiban setiap warga negara yang

mencakup seluruh aspek kehidupan. Hal tersebut memungkinkan tidak adanya

diskriminasi atau memonopoli dalam salah satu golongan atau individu tertentu.

16

Ahmad Ubaidillah dan Abdul Rozak, Pancasila, h. 226. 17

Ahmad Ubaidillah dan Abdul Rozak, Pancasila, h. 227. 18

Ahmad Ubaidillah dan Abdul Rozak, Pancasila, h. 226.

Page 31: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

22

Dalam pembahasan skripsi saya, kerangka ini akan melihat bagaimana peran

yang dijalankan oleh Parisada Hindu Darma Indonesia (PHDI). Dalam krangka ini

PHDI merupakan organisasi keagamaan yang berada di luar pemerintah, namun

memiliki kapabilitas untuk ikut terlibat dalam perumusan kebijakan, yakni Peraturan

Daerah (Perda) No. 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali.

B. Partisipasi Politik

1. Pengertian Partisipasi

Secara etimologis, konsep partisipasi dapat ditelusuri akar katanya dari bahasa

Inggris, yaitu kata part yang berarti bagian. Jika kata part dikembangkan menjadi kata

kerja, maka kata ini menjadi to participate, yang bermakna turut ambil bagian.

Partisipasi politik secara harfiah berarti keikutsertaan warga masyarakat dalam

politik, keikutsertaan warga dalam politik tidaklah berarti bahwa warga mendukung

keputusan atau kebijakan yang dibuat oleh pemimpin suatu Negara. Partisipasi politik

bermaksud untuk mengikutsertakan masyarakat dalam berbagai kebijakan mulai dari

pembuatan agenda sampai dengan pembuatan kebijakan sehingga menjadi kebijakan,

termasuk juga ikut serta dalam pelaksanaan kebijakan.

Beberapa ilmuan politik mendefinisikan partisipasi politik berbeda-beda,

seperti Samuel P. Hantington dan Joan M. Nelson yang mendefinisikan partisipasi

Page 32: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

23

politik sebagai kegiatan warga Negara yang bertindak untuk mempengaruhi

pengambilan keputusan oleh pemerintah.19

Herbert mengartikan partisipasi sebagai kegiatan-kegiatan sukarela dari

masyarakat melalui mereka yang mengambil bagian dalam proses pembentukan

kebijakan umum terutama tindakan-tindakan yang bertujuan untuk mempengaruhi

keputusan-keputusan pemerintah.20

Menurut Budiardjo menyatakan bahwa partisipasi politik adalah kegiatan

seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan

politik, yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara dan secara langsung atau tidak

langsung memengaruhi kebijakan pemerintah. Kegiatan ini mencakup tindakan

seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum, menjadi

anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan dengan

pejabat pemerintah atau anggota parlemen, dan sebagainya.21

Menurut Surbakti mendefinisikan partisipasi politik sebagai keterlibatan

warga negara biasa dalam menentukan segala keputusan yang menyangkut atau

memengaruhi hidupnya. Sedangkan Rush dan Althop berpendapat tentang partisipasi

politik yakni keterlibatan individu sampai pada bermacam-macam tingkatan di dalam

sistem politik. Setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan

partisipasi politik, seperti pemilihan umum, penyampaian pendapat, baik secara

19

Miriam Budihardjo, Dasar-dasar Ilmu Politk, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,

2013), h.368. 20

Miriam Budihardjo, Dasar-dasar, h. 368. 21

Miriam Budihardjo, Dasar-dasar, h. 368.

Page 33: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

24

langsung maupun tidak langsung, serta partisipasi melalui masyarakat di lingkungan

keluarga dan kemasyarakatan.22

Partisipasi dilakukan menurut kemampuan, kesiapan, dan kesempatan

masing-masing. Setiap warga negara perlu memersiapkan diri agar mampu

berpartisipasi aktif dalam sistem politik yang ada. Partisipasi politik bukanlah

dominasi setiap warga negara. Partisipasi politik berhaluan kepada kehendak untuk

memengaruhi pemerintah yang sedang berkuasa.

Partisipasi rakyat sangat penting dalam perpolitikan disuatu negara, karena

baik buruknya seseorang bagi dia yang tahu hanya dia sendiri. Suatu kebijakan yang

dibuat oleh pemerintah mempengaruhi kehidupan warga masyarakat, sehingga warga

masyarakat berhak ikut serta menentukan suatu kebijakan. Oleh karena itu,

pentingnya keikut sertaan warga negara dalam menentukan segala keputusan yang

menyangkut atau mempengaruhi kehidupan kehidupan seseorang.23

2. Tipologi Partisipasi Politik

Menurut Surbakti menyatakan bahwa secara umum tipologi partisipasi

sebagai kegiatan dibedakan menjadi:24

a. Partisipasi aktif, yaitu partisipasi yang berorientasi pada proses input dan output.

22

Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Cetakan Keempat, (Jakarta: Gramedia

Widiasarana Indonesia, 2010), h.180. 23

Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, h.180. 24

Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, h.185.

Page 34: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

25

b. Partisipasi pasif, yaitu partisipasi yang berorientasi hanya pada output, dalam arti

hanya menaati peraturan pemerintah, menerima dan melaksanakan saja setiap

keputusan pemerintah.

c. Golongan putih (golput) atau kelompok apatis, karena menggapsistem politik

yang ada menyimpang dari yang dicita-citakan.

Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa orientasi partisipasi politik aktif

terletak pada input dan output politik. Sedangkan partsipasi pasif terletak pada

outputnya saja. Selain itu juga ada anggapan masyarakat dari sistem politik yang ada

dinilai menyimpang dari apa yang dicita-citakan sehingga lebih menjurus kedalam

partisipasi politik yang apatis.

Pemberian suara dalam pilbup merupakan salah satu wujud partisipasi dalam

politik yang terbiasa. Kegiatan ini walaupun hanya pemberian suara, namun juga

menyangkut semboyan yang diberikan dalam kampanye, bekerja dalam membantu

pemilihan, membantu tempat pemungutan suara dan lain-lain.

Sedangkan Gel Olsen memandang partisipasi sebagai dimensi utama

startifikasi sosial. Ia membagi partisipasi menjadi enam lapisan, yaitu pemimpin

politik, aktivitas politik, komunikator (orang yang menerima dan menyampaikan ide-

ide, sikap dan informasi lainnya kepada orang lain), warga masyarakat, kelompok

Page 35: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

26

marginal (orang yang sangat sedikit melakukan kontak dengan sistem politik) dan

kelompok yang terisolasin (orang yang jarang melakukan partisipasi politik).25

Partisipasi politik juga dapat dikategorikan berdasarkan jumlah pelaku yaitu

individual dan kolektif. individual yakni seseorang yang menulis surat berisi tuntutan

atau keluhan kepada pemerintah. Sedangkan yang dimaksud partisipasi kolektif ialah

kegiatan warganegara secara serentak untuk mempengaruhi penguasa seperti kegiatan

dalam proses pemilihan umum.26

Partisipasi kolektif dibedakan menjadi dua yakni partisipasi kolektif yang

konvensional yang seperti melakukan kegiatan dalam proses pemilihan umum dan

partisipasi politik kolektif nonkonvensional (agresif) seperti pemogokan yang tidak

sah, melakukan hura-hura, menguasai bangunan umum. Partisipasi politik kolektif

agresif dapat dibedakan menjadi dua yaitu aksi agresif yang kuat dan aksi agresif

yang lemah. Suatu aksi agresif dikatakan kuat dilihat dari tiga ukuran yaitu bersifat

anti rezim (melanggar peraturan mengenai aturan partisipasi politik normal),

mengganggu fungsi pemerintahan dan harus merupakan kegiatan kelompok yang

dilakukan oleh monoelit. Sedangkan, partisipasi politik kolektif agresif yang lemah

adalah yang tidak memenuhi ketiga syarat tersebut diatas.27

Di negara-negara berkembang partisipasi politik cenderung digerakan secara

meluas dan diarahkan untuk kepentingan pembangunan. Orang-orang yang

25

Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, h.183. 26

Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, h.183. 27

Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, h.183.

Page 36: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

27

melakukan demonstrasi atau memberikan suara dengan jalan tersebut tampaknya

merupakan wujud nyata dari partisipasi politik yang mudah serta mengudang

perhataian dari berbagai kalangan.

3. Faktor-faktor Partisipasi Politik

Partisipasi politik merupakan suatu aktivitas tentu dipengaruhi oleh beberapa

faktor. Menurut Ramlan Surbakti menyebutkan dua variable penting yang

mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat partisipasi politik seseorang. Pertama, aspek

kesadaran politik terhadap pemerintah (sistem politik). Yang dimaksud dalam

kesadaran politik adalah kesadaran hak dan kewajiban warga negara. Misalnya hak

politik, hak ekonomi, hak perlindungan hukum, kewajiban ekonomi, kewajiban sosial

dll. Kedua, menyangkut bagaimana penilaian serta apresiasi terhadap kebijakan

pemerintah dan pelaksanaan pemerintahnya.28

Selain itu ada faktor yang berdiri sendiri (bukan variable independen). Artinya

bahwa rendah kedua faktor itu dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti status

sosial, afiliasi politik orang tua, dan pengalaman beroganisasi. Yang dimaksud status

sosial yaitu kedudukan seseorang berdasarkan keturunan, pendidikan, pekerjaan, dan

lain-lain.

Selanjutnya status ekonomi yaitu kedudukan seseorang dalam lapisan

masyarakat, berdasarkan pemilikan kekayaan. Seseorang yang mempunyai status

28

Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, h.185.

Page 37: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

28

sosial dan ekonomi tinggi diperkirakan tidak hanya mempunyai pengetahuan politik,

akan tetapi memiliki minat serta perhatian pada politik dan kepercayaan terhadap

pemerintah.29

4. Bentuk Partisipasi Politik

Paige merujuk pada tinggi rendahnya kesadaran politik dan kepercayaan

pemerintah (sistem politik menjadi empat tipe yaitu partisipasi aktif, partisipasi pasif

tertekan (apatis), partisipasi militan radikal , dan partisipasi pasif.30

Partisipasi aktif, yaitu apabila seseorang memiliki kesadaran politik dan

kepercayaan kepada pemerintah tinggi. Sebaliknya jika kesadaran politik dan

kepercayaan kepada pemerintah rendah maka partisipasi politiknya cenderung pasif-

tertekan (apatis). Partisipasi militan radikal terjadi apabila kesadaran politik tinggi

tetapi kepercayaan kepada pemerintah sangat rendah. Dan apabila kesadaran politik

sangat rendah tetapi kepercayaan terhadap pemerintah sangat tinggi maka partisipasi

ini disebut tidak aktif (pasif).

Berbagai bentuk-bentuk partisipasi politik yang terjadi diberbagai Negara

dapat dibedakan dalam kegiatan politik yang berbentuk konvensional dan

nonkonvensional termasuk yang mungkin legal (petisi) maupun ilegal (cara

kekerasan atau revolusi). Bentuk-bentuk dan frekuensi partisipasi politik dapat

29

Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, h.185. 30

Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, h.184.

Page 38: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

29

dipakai sebagai ukuran untuk menilai stabilitas sistem politik, integritas kehidupan

politik, kepuasan atau ketidak puasan warga negara.

Bentuk-bentuk partisipasi politik yang dikemukakan oleh Almond yang

terbagai dalam dua bentuk yaitu partisipasi politik konvensional dan partisipasi

politik non konvensional. Adapun rincian bentuk partisipasi politik konvensional dan

non konvensional.31

a. Partisipasi politik konvensional

1) Pemberian suara atau voting

2) Diskusi politik

3) Kegiatan kampanye

4) Membentuk dan bergabung dalam kelompok kepentingan

5) Komunikasi individual dengan pejabat politik atau administratif

b. Partisipasi politik nonkonvensional

1) Pengajuan petisi

2) Berdemonstrasi

3) Konfrontasi

4) Mogok

5) Tindak kekerasan politik terhadap harta benda : pengrusakan, pemboman,

pembakaran

31

Mohtar Mile Mas’oed dan Colin Mac Andrews, Perbandingan Sistem Politik, (Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press, 2006), h. 57-58.

Page 39: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

30

6) Tindakan kekerasan politik terhadap manusia: penculikan, pembunuhan, perang

gerilya, revolusi.

Dalam ikut serta berpartisipasi pembentukan undang-undang masyarakat

diberikan jaminan yang dijelaskan pada Pasal 96 UU No. 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Perundang-Undangan sebagaimana berikut:32

1. Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan atau tertulis

dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

2. Masukan secara lisan dan atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dapat dilakukan melalui:

a. Rapat dengar pendapat umum

b. Kunjungan kerja

c. Sosialisasi; dan/atau seminar, lokakarya, dan atau diskusi.

3. Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah orang

perseorangan atau kelompok orang yang mempunyai kepentingan atas

substansi Rancangan Peraturan Perundang-undangan.

4. Untuk memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan secara lisan

dan atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap Rancangan

Peraturan Perundang-undangan harus dapat diakses dengan mudah oleh

masyarakat.

Sebagaiman yang sudah dijelaskan dalam UU No. 12 tahun 2011. Masyarakat

memiliki hak untuk memberikan masukan atau tulisan Masyarakat dapat

berpartisipasi dalam proses pembentukan undang-undang. Pada dasarnya proses

pembuatan undang-undang dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu: tahap ante

legislative, tahap legislative dan tahap post legislative. Sebagaimana berikut:33

a. Masyarakat dapat berpartisipasi pada tahap ante legislative yang terdiri dari:

1) Dalam bentuk penelitian masyarakat dapat ikut berpatisipasi

32

UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-Undangan 33

Putera Astomo, “Pembentukan Undang-Undang dalam Rangka Pembaharuan Hukum

Nasional Di Era Demokrasi”, Jurnal Konstitusi, Vol. 11. No. 3 (September, 2014), h. 592-595.

Page 40: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

31

2) Dalam bentuk diskusi, lokakarya dan seminar masyarakat juga dapat

berpartisipasi

3) Dalam bentuk pengajuan usul inisiatif, masyarakat berhak mengajukan usulan

atau pendapat, tentunya lebih baiknya kalau sudah memiliki data atau sudah

menjalankan penelitian diskusi dan sebagainya.

4) Dalam bentuk perancangan terhadap suatu undang-undang masyarakat juga dapat

turutserta ikut berpartisipasi.

b. Pada tahap legislative masyarakat dapat berpartisipasi dalam berbagai cara yaitu

terdiri dari:

1) Dalam bentuk audensi/RDPU di DPR dapat dilakukan masyarakat atau ikut serta

dalam melakukan partisipasi ini.

2) Partisipasi masyarakat dalam bentuk rancangan udang-undang alternatif

3) Partisipasi masyarakat dalam bentuk masukan melalui media cetak

4) Partisipasi masyarakat dalam bentuk masukan melalui media elektronik

5) Partisipasi masyarakat dalam bentuk unjuk rasa

6) Partisipasi masyarakat dalam bentuk diskusi, lokakarya dan seminar

c. Partisipasi masyarakat pada tahap post legislative terdiri dari:

1) Unjuk rasa terhadap undang-undang baru

2) Tuntutan pengujian terhadap undang-undang

3) Sosialisasi undang-undang

Page 41: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

32

Dalam hal ini, saya akan melihat keterlibatan PHDI dalam perumusan

kebijakan Peraturan Daerah (Perda) dari awal sampai akhir. Adapun prosesnya

meliputi audensi bersama DPRD dan masyarakat, Diskusi, lokakarya, dan seminar

bersama masayarakat, para ahli, dan ketua adat. Pembentukan Opini Melalui Media

Cetak dan Media Elektronik.

C. Kebijakan Publik

1. Pengertian Kebijakan Publik

Charles O.Jones mengemukakan bahwa istilah kebijakan ini sering digunakan

dalam praktek sehari-hari namun digunakan untuk menggantikan kegiatan atau

keputusan yang sangat berbeda. Istilah ini dipertukarkan dengan tujuan (goals),

program, keputusan, undang-undang, ketentuan-ketentuan, standar, proposal dan

grand design. Namun demikian, meskipun kebijakan publik mungkin kelihatannya

sedikit abstrak atau mungkin dapat dipandang sebagai sesuatu yang terjadi terhadap

seseorang. Namun sebenarnya sebagaimana beberapa contoh di atas, pada dasarnya

kita telah dipengaruhi secara mendalam oleh banyak kebijakan publik dalam

kehidupan sehari-hari.34

Robert Eyeston mengatakan bahwa secara luas kebijakan publik dapat

didefinisikan sebagai hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya.35

Jika

menurut Thomas R. Dye kebijakan adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk

dilakukan dan tidak dilakukan. Walaupun definisi Dye ini agak tepat, namun

34

Budi Winarno, Kebijakan Publik Teori, Proses, dan studi kasus, (Yogyakarta: CAPS,

2011), H. 19 35

Budi Winarno, Kebijakan Publik, H. 20.

Page 42: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

33

sebenarnya belum cukup memadai untuk mendeskripsikan kebijakan publik sebab

kemungkinan masih terdapat perbedaan yang cukup besar antara apa yang ingin

dilakukan oleh pemerintah dengan apa yang sebenarnya dilakukan.36

Sedangkan menurut Carl Friedrich kebijakan sebagai suatu arah tindakan

yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan

tertentu yang memberikan hambatan-hambatan dan peluang-peluang terhadap

kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai

seseuatu tujuan atau merealisasikan suatu sasaran atau suatu maksud tertentu.37

Proses analisis kebijakan publik adalah serangkaian aktivitas intelektual yang

dilakukan dalam proses kegiatan yang bersifat politis. Aktivitas politis tersebut

nampak dalam serangkaian kegiatan yang mencakup penyusunan agenda, formulasi

kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan.

Sedangkan aktifitas perumusan masalah, forecasting, rekomendasi kebijakan,

monitoring, dan evaluasi kebijakan adaalaah aktivitas yang lebih bersifat intektual.38

Sementara itu dalam pandangan Ripley, tahapan kebijakan publik

digambarkan sebagai berikut:39

36

Budi Winarno, Kebijakan Publik, H. 20. 37

Budi Winarno, Kebijakan Publik, H. 21. 38

Subarsono, Analisis Kebijakan Publik, Kionsep, Teori, dan Aplikasi. (Yogyakarta: Pustaka

Belajar, 2013) h. 6-8. 39

Subarsono, Analisis Kebijakan, h. 11.

Page 43: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

34

Gambar II.1 Tahapan Kebijakan Publik

Sumber: Subarsono, Analisis Kebijakan Publik; Konsep, Teori dan

Aplikasi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 11

Pakar kebijakan publik, James Anderson menetapkan proses kebijakan publik

sebagai berikut:40

a. Formulasi masalah (problem formulation) Apa masalahnya? Apa yang membuat

hal tersebut menjadi masalah kebijakan? Bagaimana masalah tersebut dapat

masuk dalam agenda pemerintah.

b. Formulasi kebijakan (formulation) Bagaimana mengembangkan pilihan-pilihan

atau alternatif untuk memecahkan masalah tersebut? Siapa saja yang

berpartisipasi dalam formulasi kebijakan?

40

Subarsono, Analisis Kebijakan, h. 12.

Penyusunan Agenda

Formulasi dan legitimasi

Implementasi kebijakan

Evaluasi terhadap

implementasi, kinerja dan

dampak

Kebijakan baru

Agenda pemerintah

Kebijakan

Tindakan kebijakan

Kinerja dan dampak kebijakan

Page 44: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

35

c. Penentuan kebijakan (adaption)

d. Bagaimana alternatif ditetapkan? Persyaratan atau kriteria seperti apa yang harus

dipenuhi? Siapa yang akan melaksanakan kebijakan? Bagaimana proses atau

strategi untuk melaksanakan kebijakan? Apa isi dari kebijakan yang telah

ditetapkan?

e. Implementasi (implementation) Siapa yamg terlibat dalam implementasi

kebijakan? Apa yang mereka kerjakan? Apa dampak dari isi kebijakan?

f. Evaluasi (evaluation) Bagaimana tingkat keberhasilan atau dampak kebijakan

diukur? Siapa yang mengevaluasi kebijakan? Apa konsekuensi dari evaluasi

kebijakan? Adakah tuntutan untuk melakukan perubahan atau pembatalan?

Michael Howlet dan M. Ramesh sebagaimana menyatakan bahwa proses

kebijakan publik terdiri dari lima tahapan sebagai berikut:41

a. Penyusunan Agenda

Agenda kebijakan adalah suatu proses agar suatu masalah bisa mendapatkan

perhatian dari pemerintah. Tidak semua masalah atau isu akan masuk ke dalam

agenda kebijaka. Isu-isu atau masalah-masalah tersebut harus berkompetisi antara

satu dengan yang lain dan akhirnya hanya masalah-masalah tertentu saja yang akan

menang dan masuk ke dalam agenda kebijakan.

b. Formulasi Kebijakan

Formulasi kebijakan mengisyaratkan diperlukannya proses perumusan

pilihan-pilihan kebijakan oleh pemerintah. tindakan yang lebih teknis ini cara

41

Subarsono, Analisis Kebijakan, h. 13-14.

Page 45: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

36

menerapkan metode penelitian guna mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk

merumuskan permasalahan kebijakan dan mencari berbagai alternatif solusi

kebijakan.

c. Legitimasi Kebijakan

Dari sekian banyak anternatif kebijakan yang ditawarkan , akhirnya menuju

proses ketika pemerintah meilih atau mengadopsi untuk melakukan suatu tindakan

atau tidak melakukan sesuatu keputusan.

d. Implementation

Implementasi merupakan tahab pelaksanaan keputusan supaya apa yang

direcanakan berjalan dengan baik. Implementasi kebijakan tidak hanya melibatkan

instansi yang bertanggung jawab untuk pelaksanaan kebijakan tersebut, namun juga

menyangkut jaringan kekuatan politik, ekonomi, dan sosial. Dalam tataran praktis,

e. Evaluasi Kebijakan Publik

Pada dasarnya setiap kebijakan negara perlu mengevaluasi suatu kebijakan,

kareana apakah kebijakan tersebut masih sesuai di terapkan atau malah tidak sesuai

dengan apa yang diterapkan . Sehingga perlunya untuk mengevaluasi, melihat dan

menilai hasil suatu kebijakan yang sudah dibuat.

2. Urgensi Kebijakan Publik

Untuk melakukan studi kebijakan publik merupakan studi yang bermaksud

untuk menggambarkan, menganalisis, dan menjelaskan secara cermat berbagai sebab

Page 46: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

37

dan akibat dari tindakan-tindakan pemerintah. Studi kebijakan publik menurut

Thomas R. Dye, sebagaimana dikutip Sholichin Abdul Wahab sebagai berikut:42

“Studi kebijakan publik mencakup menggambarkan upaya kebijakan

publik, penilaian mengenai dampak dari kekuatan-kekuatan yang berasal dari

lingkungan terhadap isi kebijakan publik, analisis mengenai akibat berbagai

pernyataan kelembagaan dan proses-proses politik terhadap kebijakan publik;

penelitian mendalam mengenai akibat-akibat dari berbagai kebijakan politik

pada masyarakat, baik berupa dampak kebijakan publik pada masyarakat, baik

berupa dampak yang diharapkan (direncanakan) maupun dampak yang tidak

diharapkan.”

Sholichin Abdul Wahab mengikuti pendapat dari Anderson (1978) dan Dye

(1978) menyebutkan beberapa alasan mengapa kebijakan publik penting atau urgen

untuk dipelajari, yaitu:43

a. Alasan Ilmiah

Kebijakan publik dipelajari dengan maksud untuk memperoleh pengetahuan

yang luas tentang asal-muasalnya, proses perkembangannya, dan konsekuensi-

konsekuensinya bagi masyarakat. Dalam hal ini kebijakan dapat dipandang sebagai

variabel terikat (dependent variable) maupun sebagai variabel independen

(independent variable). Kebijakan dipandang sebagai variabel terikat, maka perhatian

akan tertuju pada faktor-faktor politik dan lingkungan yang membantu menentukan

substansi kebijakan atau diduga mempengaruhi isi kebijakan piblik. Kebijakan

dipandang sebagai variabel independen jika focus perhatian tertuju pada dampak

42

Suharno, Dasar-Dasar Kebijakan Publik, (Yogyakarta: UNY Press, 2010), h. 14. 43

Suharno, Dasar-Dasar Kebijakan Publik, h. 16-19.

Page 47: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

38

kebijakan tertuju pada sistem politik dan lingkungan yang berpengaruh terhadapo

kebijakan publik.

b. Alasan professional

Studi kebijakan publik dimaksudkan sebagai upaya untuk menetapkan

pengetahuan ilmiah dibidang kebijakan publik guna memecahkan masalah-masalah

sosial sehari-hari.

c. Alasan Politik

Mempelajari kebijakan publik pada dasarnya dimaksudkan agar pemerintah

dapat menempuh kebijakan yang tepat guna mencapai tujuan yang tepat pula.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembuatan kebijakan

Proses pembuatan kebijakan merupakan pekerjaan yang rumit dan kompleks

dan tidak semudah yang dibayangkan. Walaupun demikian, para adsministrator

sebuah organisasi institusi atau lembaga dituntut memiliki tanggung jawab dan

kemauan, serta kemampuan atau keahlian, sehingga dapat membuat kebijakan dengan

resiko yang diharapkan (intended risks) maupun yang tidak diharapkan (unintended

risks).44

Pembuatan kebijakan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Hal penting yang

turut diwaspadai dan selanjutnya dapat diantisipasi adalah dalam pembuatan

44

Suharno, Dasar-Dasar Kebijakan Publik, h. 52.

Page 48: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

39

kebijakan sering terjadi kesalahan umum. Faktor-faktor yang mempengaruhi

pembuatan kebijakan adalah:

a. Adanya pengaruh tekanan-tekanan dari luar

Tidak jarang pembuat kebijakan harus memenuhi tuntutan dari luar atau

membuat kebijakan adanya tekanan-tekanan dari luar.

b. Adanya pengaruh kebiasaan lama

Kebiasaan lama organisasi yang sebagaimana dikutip oleh Nigro disebutkan

dengan istilah sunk cost, seperti kebiasaan investasi modal yang hingga saat ini

belum professional dan terkadang amat birikratik, cenderung akan diikuti kebiasaan

itu oleh para administrator, meskipun keputusan/kebijakan yang berkaitan dengan hak

tersebut dikritik, karena sebagai suatu yang salah dan perlu diubah. Kebiasaan lama

tersebut sering secara terus-menerus pantas untuk diikuti, terlebih kalau suatu

kebijakan yang telah ada tersebut dipandang memuaskan.

c. Adanya pengaruh sifat-sifat pribadi

Berbagai keputusan/kabijakan yang dibuat oleh para pembuat

keputusan/kebijakan banyak dipengaruhi oleh sifat-sifat pribadinya. Sifat pribadi

merupakan faktor yang berperan besar dalam penentuan keputusan/kebijakan.

Page 49: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

40

d. Adanya pengaruh dari kelompok luar

Lingkungan sosial dari para pembuat keputusan/kebijakan juga berperan

besar.

e. Adanya pengaruh keadaan masa lalu

Maksud dari faktor ini adalah bahwa pengalaman latihan dan pengalaman

sejarah pekerjaan yang terdahulu berpengaruh pada pembuatan kebijakan/keputusan.

Misalnya,orang mengkhawatirkan pelimpahan wewenang yang dimilikinya kepada

orang lain karena khawatir disalahgunakan.45

4. Kerangka Kerja Kebijakan Publik

Menurut Suharno kerangka kebijakan publik akan ditentukan oleh beberapa

variabel dibawah ini, yaitu:46

a. Tujuan yang akan dicapai, hal ini mencakup kompleksitas tujuan yang akanm

dicapai. Apabila tujuan kebijakan semakin kompleks, maka semakin sulit

mencapai kinerja kebijakan. Sebaliknya, apabila tujuan kebijakan semakin

sederhana, maka untuk mencapainya juga semakin mudah.

b. Prefensi nilai seperti apa yang perlu dipertimbangkan. Suatu kabijakan yang

mengandung berbagai variasi nilai akan jauh lebih sulit untuk dicapai dibanding

dengan suatu kebijakan yang hanya mengejar satu nilai.

45

Suharno, Dasar-Dasar Kebijakan Publik, h. 52-53. 46

Suharno, Dasar-Dasar Kebijakan Publik,, h. 31.

Page 50: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

41

c. Sumber daya yang mendukung kebijakan. Kinerja suatu kebijakan akan

ditentukan oleh sumber daya finansial, material, dan infrastruktur lainnya.

d. Kemampuan aktor yang terlibat dalam pembuatan kebijakan. Kualitas dari suatu

kebijakan akan dipengaruhi oleh kualitas aktor kebijakan yang terlibat dalam

proses penetapan kebijakan. Kualitas tersebut ditentukan oleh tingkat pendidikan,

kompetensi dalam bidangnya, pengalaman kerja dan integritas moralnya.

e. Lingkungan yang mencakup lingkungan sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya.

Kinerja dari suatu kebijakan akan dipengaruhi oleh konteks sosial, ekonomi,

maupun politik tempat kebijakan tersebut diimplementasikan.

f. Strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan. Strategi yang digunakan untuk

mengimplementasikan suatu kebijakan akan mempengaruhi kinerja suatu

kebijakan. Stretegi yang digunakan dapat bersifat top/down approach atau bottom

approach, otoriter atau demokratis.

Dalam pembahasan skripsi saya, kerangka ini akan melihat bagaimana peran

yang dijalankan oleh Parisada Hindu Darma Indonesia (PHDI). Dalam krangka ini

PHDI sebagai organisasi keagamaan yang berada di luar pemerintah yang ikut serta

dalam perumusan kebijakan Peraturan Daerah (Perda) No. 2 Tahun 2012 tentang

Kepariwisataan Budaya Bali. Mulai dari penyusunan agenda, formulasi kebijakan,

dan implementasi kebijakan.

PHDI melihat urgensi kebijakan ini, karena sudah banyaknya tempar

pariwisata yang dikuasai pihak asing sehingga penduduk lokal tertinggalkan. dan

Page 51: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

42

kebudayaan bali sendiri terlupan karena foktor tersebut. Oleh karena itu kebijakan

tersebut harus dibikin.

Page 52: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

43

BAB III

GAMBARAN UMUM PHDI DAN

PARIWISATA DI BALI

A. Sejarah Terbentuknya PHDI

Hindu sebagai agama pertama yang berkembang di Indonesia. Perkembangan

agama Hindu mengalami naik dan turun, terutama dari segi kuantitas. Masa kejayaan

Kerajaan Majapahit sekaligus dipandang sebagai masa kemakmuran agama Hindu di

Indonesia dan Sandyakalaning Majapahit, runtuhnya Kerajaan Majapahit sekaligus

pula merupakan runtuhnya perkembangan agama Hindu di Indonesia sampai titik

terendah. Namun, demikian sisa-sisa kejayaan agama Hindu di Indonesia

dipertahankan dengan taat hingga oleh sebagian masyarakat di Pulau Bali, Lombok,

Jawa, Sumbawa, Kalimantan, Sumatra, Sulawesi, Irian, dan daerah lainnya. Awalnya,

dipertahankan oleh masyarakat dengan sistem kerajaan dan keompok masyarakat

Hinduistis, kemudian juga masih dipertahankan oleh masyarakat pasca kemerdekaan

Republik Indonesia.1

Ketika bangsa Indonesia melakukan perjuangan untuk merebut kemerdekaan

dari tangan penjajah, banyak putra Bali yang ikut berjuang sampai titik darah

penghabisan untuk membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sejak jaman

kerajaan terbukti I Gusti Agung Jelantik memimpin perjuangan masyarakat Bali dan

1Hasil wawancara dengan Wakil Ketua PHDI I Ketut Pasek Swastika pada tanggal 27

Oktober 2016 di kantor PHDI Bali.

Page 53: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

44

melakukan “Perang Jagaraga” untuk menentang pendudukan Pemerintah Hindia

Belanda di Bali. Ida Cokorda Mantuk Ring Rana memimpin rakyat Kerajaan Badung,

melakukan “Perang Puputan Badung”, Ida Cokorda Istri Kania bersama rakyat

Kerajaan Klungkung melakukan “Perang Puputan Klungkung” dan masih banyak

lagi peristiwa bersejarah perlu mendapat catatan emas tinta sejarah bangsa Indonesia

dalam memperjuangkan kemerdekaan. Demikian pula pada masa pergerakan, I Gusti

Ngurah Rai telah melakukan peperangan tiada akhir melawan usaha invasi Belanda

ke Bali. Setelah pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk, dan

meskipun heruisme masyarakat Bali yang beragama Hindu diakui partisipasinya

dalam perang kemerdekaan, namun secara formal, agama Hindu yang dipeluk oleh

mayoritas masyarakat Bali belum diakui oleh pemerintah.

Perjuangan pemeluk agama Hindu agar eksistensinya sebagai agama negara

diakui atau lebih tepatnya secara eksplisit mendapat perhatian sebagai mana mestinya

oleh pemerintah. Memang suatu agama tidak perlu pengakuan pemerintah karena

suatu agama lahir atas wahyu Tuhan yang diterima para resi atau nabi masing-masing

agama. Namun demikian, oleh karena pemeluk suatu agama berhimpun dalam suatu

wilayah tertentu dalam suatu negara sehingga disebut suatu bangsa, maka pengakuan

tersebut menjadi penting.

Pada tanggal 26 Juni 1958 delapan organisasi keagamaan di Bali mengadakan

pertemuan membahas usulan kepada pemerintah. Organisasi tersebut yakni2:

2Hasil wawancara dengan Wakil Ketua PHDI I Ketut Pasek Swastika pada tanggal 27

Oktober 2016 di kantor PHDI Bali.

Page 54: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

45

1. Satya Hindu Dharma (I Gusti Ananda Kusuma)

2. Yayasan Dwijendra (Ida Bagus Wayan Gede)

3. Partai Nasional Agama Hindu (Ida I Dewa Agung Geg)

4. Majelis Hinduisme (Ida Bagus Tugur)

5. Paruman Para Pandita (Pedanda Made Kemenuh)

6. Panti Agama Hindu Bali (I Ketut Kandia)

7. Angkatan Muda Hindu Bali (Ida Bagus Gede Doster)

8. Eka Adnyana (Ida Bagus Gede Manuaba)

Hasil pertemuan tersebut adalah kepada pemerintah Indonesia yang berisikan :

1. Tetap menuntut kepada Pemerintah Republik Indonesia untuk mendudukkan

agama Hindu Bali sejajar dengan agama-agama lainnya dalam struktur

kementrian Agama Republik Indonesia

2. Menuntut agar diadakan perubahan dalam peraturan mentri Agama Republik

Indonesia N0. 9 th. 1952, yaitu agar Agama Hindu Bali dimasukkan dalam pasal

III sebagai bagian.

3. Mendesak kepada pemerintah Daerah Bali agar tetap mempertahankan Dinas

Agama Otonom Daerah Bali yang dibentuk dengan surat Keputusan DPR Daerah

Bali tanggal 24 Maret 1953, N0.2/S.K./DPRD.

Usulan ini disampaikan kepada Presiden RI, Perdana mentri, Mentri Agama,

Mentri Dalam Negeri, Ketua Parlemen, Ketua Dewan Nasional, Penguasa Perang

Pusat, Penguasa Perang Daswati I NusaTenggara di Denpasar, Gubernur Provinsi

Nusa Tenggara, Kepala Daerah Bali, Ketua DPRD Bali, Anggota Parlemen yang

berasal dari Bali, Anggota Dewan Nasional dari Bali (I Gusti Bagus Sugriwa) dan

pers.

Page 55: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

46

Tanggal 29 Juni 1958, lima orang utusan organisasi agama menghadap

Presiden RI di Tampaksiring. Diantar oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Peralihan Bali, I Gusti Putu Mertha. Kelima perwakilan tersebut adalah:3

1. Ida Pedanda Made Kemenuh

2. I Gusti Ananda Kusuma

3. Ida Bagus Wayan Gede

4. Ida Bagus Dosther

5. I Ketut Kandia.

Mengusulkan agar Kementrian Agama RI ada bagian Agama Hindu Bali,

sebagaimana yang telah diperoleh oleh Islam, Katolik, dan Kristen. Permohonan itu

dikabulkan dan tanggal 5 September 1958 dibentuk Bagian Agama Hindu Bali pada

Kementrian Agama Republik Indonesia, dengan ketua I Gusti Gede Raka.

Perjuangan dilanjutkan membentuk Dewan Agama Hindu Bali atau badan

Keagamaan Hindu Bali. Karena keluarnya Undang-Undang tentang penghapusan

Swapraja di Indonesia, dan dipecahnya Propinsi Administrasi Nusa Tenggara menjadi

tiga propinsi yang otonom yakni Bali, NTB, dan NTT. Swapraja yang dulunya

dikepala oleh raja dan sekaligus sebagai pimpinan agama Hindu Bali dan adat, maka

kini dihapuskan. Maka timbul keinginan membentuk badan keagamaan yang dapat

menggantikan peran raja.

Tanggal 7 Oktober 1958 di Balai Masyarakat Denpasar diadakan pertemuan

Pemerintah Daerah Bali dengan Pimpinan Organisasi Keagamaan Bali. Dibentuklah

panitia untuk persiapan pembentukan Dewan Agama Hindu Bali. Panitianya adalah4

3Kompilasi dokumen literer 45 tahun parisada, (Jakarta: Parisada Hindu Dharma Indonesia,

2005), h. 13.

Page 56: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

47

1. Paruman Para Pandita

2. Panti Agama Hindu Bali

3. Dr. Ida Bagus Mantra

4. I Gusti Bagus Sugriwa)

Tanggal 6 Desember 1958 panitia mengadakan rapat di Pesanggrahan

Bedugul dengan hasil bahwa Hindu Bali Sabha akan diadakan di Denpasar bulan

Januari 1959.

Hindu Bali Sabha (Pesamuhan Agung Hindu Bali) yang kemudian dikenal

dengan Sidang Pembukaan Parisada Dharma Hindu Bali, 21-23 Februari 1959 di

Fakultas Sastra Denpasar. Sidang ini melahirkan Piagam Parisada. Ditandatangani

oleh 20 orang. Delapan dari delegasi pemerintah dan 12 dari organisasi keagamaan

Bali seperti5

1. Perhimpunan Buddhis Indonesia Bali Dharma Yadnya

2. Partai Nasional Agama Hindu Bali

3. Majelis Hinduisme

4. Wiwada Sastra

5. Sabha Satya Hindu Dharma

6. Perhimpunan Hidup Ketuhanan

7. Angkatan Muda Hindu Bali Kumara Bhuwana

8. Yayasan Dwijendra

9. Eka Adnyana Dharma

10. Persatuan Keluarga Bujangga Waisanawa

11. Paruman Pandita

Sidang tersebut juga menetapkan personalia Pesamuhan Sulinggih (11 orang)

Pesamuhan Walaka (22 orang) dan pengurus harian terdiri atas ketua Ida Pedanda

Wayan Sidemen, Wakil ketua I Gusti Bagus Oka, dan sekretaris Dr. Ida Bagus

Mantra.

4Kompilasi dokumen literer 45 tahun parisada, h.13.

5Kompilasi dokumen literer 45 tahun parisada, h.14.

Page 57: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

48

Piagam Parisada berisikan: Bentuk lembaga ini adalah Parisada, bersifat

keagamaan Hindu Bali, berkedudukan di mana pimpinan berada. Fungsi lembaga ini

adalah koordinasi segala kegiatan keagamaan Umat Hindu Bali dengan tugas,

mengatur, memupuk dan memperkembangkan Agama Hindu Bali. Tujuannya adalah

mempertinggi kesadaran hidup keagamaan dan kemasyarakatan Umat Hindu Bali.

Keanggotaan terdiri dari para sulinggih dan walaka yang dipandang ahli atau

mempunyai pengetahuan mendalam soal keagamaan Hindu Bali, sehingga susunan

Parisada terdiri dari Pasamuhan Para Sulinggih dan Pasamuhan Para Walaka, yang

keduanya dalam kepaniteraan bersama. Usaha lembaga ini meliputi penelitian,

pendidikan, penerangan, dan kesejahteraan masyarakat.6

Tanggal 17-23 Nop. 1961 di Campuhan Ubud diadakan paruman (dharma

asrama) para pandita dan walaka yang diprakarsai Parisada Dharma Hindu Bali.

Ketika itu dibicarakan mengenai dharma agama dan dharma negara. Dharma agama

adalah bagaimana umat Hindu bisa menjalankan ajaran dharma lewat kerangka dasar

agama yakni tattwa, susila, dan upacara. Dharma negara lebih menitikberatkan

hubungan umat sebagai warga negara NKRI dalam memposisikan diri untuk berperan

aktif dalam kegiatan kebangsaan /kenegaraan serta selalu menjunjung tinggi

Pancasila dan UUD 1945.7

6Hasil wawancara dengan Wakil Ketua PHDI I Ketut Pasek Swastika pada tanggal 27

Oktober 2016 di kantor PHDI Bali. 7Hasil wawancara dengan Wakil Ketua PHDI I Ketut Pasek Swastika pada tanggal 27

Oktober 2016 di kantor PHDI Bali.

Page 58: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

49

Piagam Parisada 23 Februari 1959 hanya menjangkau wilayah Bali, karena

namanya Parisada Dharma Hindu Bali. Sabha Hindu Bali I, 7-10 Oktober 1964

menetapkan anggaran Dasar Parisada dengan Piagam Parisada terdahulu sebagai

dasarnya, dengan perubahan yakni mengganti nama menjadi Parisada Hindu

Dharma. Sabha Hindu Bali II (mahasabha II) 2-5 Desember 1968 di Denpasar, resmi

menjadi Parisada Hindu Dharma Indonesia.

Parisade Hindu Darma Indonesia ini adalah Majelis Tertinggi Agama Hindu

di Indonesia, bersifat keagamaan, dan independen. Parisade Hindu Darma Indonesia

sebagai Organisasi Kemasyarakatan berbentuk Badan Hukum Perkumpulan.8

Parisada Hindu Dharma Indonesia berasaskan Dharma yang bersumber pada

pustaka suci Veda dan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Parisada Hindu

Dharma Indonesia berasaskan Pancasila.9

B. Pengertian Tri Hita Karana

Kata Tri Hita Karana berasal dari bahasa Sanskerta, di mana kata Tri artinya

tiga, Hita artinya harmonis atau kesejahtraan dan Karana artinya sebab atau

penyebab. Jadi Tri Hita Karana artinya tiga buah unsur penyebab keharmonisan atau

kesejahtraan dan kebahagiaan bagi semua masyarakat. Dari ketiga unsur tersebuat

8 Http://phdi.or.id/page/anggaran (AD/ART Parisada Hindu Darma Indonesia) dilihat pada

tanggal 14 April 2018. 9 Http://phdi.or.id/page/anggaran (AD/ART Parisada Hindu Darma Indonesia) dilihat pada

tanggal 14 April 2018.

Page 59: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

50

saling mengikat, tidak hanya satu unsur saja. Untuk itu ketiga unsur tersebut harus

dijaga dan dijalankan agar mencapai hubungan yang baik dan sejahtra.10

Dalam ajaran Tri Hita Karana yang artinya tiga penyebab kesejahtraan. Tri

Hita Karana adalah sikap hidup yang seimbang antara menyembah kepada Tuhan

dengan menjalankan perintahnya dan menjauhi setiap larangannya serta hidup yang

harmonis sesama manusia serta menjaga kelestarian alam lingkungan. Ajaran tersebut

sangat penting dan wajib dijalankan oleh masyarakat yang beragama Hindu. Ajaran

yang seimbang menuntun hidup dan menata manusia agar memperoleh kehidupan

yang aman, damai dan sejahtera. baik untuk menata kehidupan sekarang maupun

untuk menata kehidupan yang akan datang.

Konsep Tri Hita Karana mengandung pengertian tiga penyebab kesejahteraan

yaitu antara lain:11

1. Prahyangan (Manusia dengan Tuhannya)

Kata Parahyangan berasal dari bahasa sansekerta, dari kata ”Hyang”, yang

berarti Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Jadi, kata parahyangan berarti hubungan yang

harmonis dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan YME. Dengan demikian

kita harus menjalin hubungan yang harmonis dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa

atau Tuhan YME, dengan cara menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya.

10

I Gede Jaman, Tri Hita Karana Dalam Konsep Hindu, (Denpasar: Pustaka Bali Pos), h. 18. 11

Wawancara dengan Ketua Adat Kuta Wayan Suwarsa pada tanggal 29 Oktober 2016 di

Bali.

Page 60: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

51

2. Pawongan (Manusia dengan sesamanya)

Kata Pawongan berasal dari bahasa sansekerta, dari kata ”Wong”, yang berarti

orang atau manusia. Jadi, kata pawongan berarti hubungan yang harmonis antara

manusia dengan sesama manusia. Dengan demikian kita harus menjalin hubungan

yang baik dengan sesama manusia, dengan cara saling menghormati dan saling

menghargai dan saling tolong menolong satu sama lain.

3. Palemahan (Manusia dengan alam lingkungan)

Kata Palemahan berasal dari bahasa sansekerta, dari kata ”Lemah”, yang

berarti lingkungan sekitar atau alam semesta. Jadi, kata palemahan berarti hubungan

yang harmonis antara manusia dengan lingkungan sekitar atau alam semesta. oleh

karena itu manusia harus selalu memperhatikan lingkungannya, lingkungan harus

terjaga dan terpelihara, tidak boleh dirusak, hutan tidak boleh ditebang semuanya

karena dapat merusak keseimbangan alam. Hutan yang rapi, tenang akan

menyebabkan rasa tenang, tentram dalam diri manusia.

Kita sebagai manusia berusaha untuk menjalankan ajaran Tri Hita Karana

yaitu Hubungan manusia dengan tuhan, hubungan manusia dengan manusia, dan

hubungan manusia dengan alam lingkungan. Jika hubungan yang harmonis antar

ketiga konsep tersebut dijalankan semua, maka akan tercipta kebahagiaan dalam

hidup setiap masyarakat. Oleh sebab itu dapat dikatakan Jika tidak dijalankan,

manusia akan semakin jauh dari tujuan yang dicita-citakan atau sebaliknya ia akan

menemukan kesengsaraan.

Page 61: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

52

C. Sekilas Pariwisata di Bali

Bali adalah salah satu dari 34 provinsi yang terletak di bagian tengah Negara

Kesatuan Republik Indonesia. Provinsi Bali terdiri atas 8 kabupaten yaitu kabupaten

Gianyar, Tabanan, Badung, Karangasem, Jembrana, Buleleng, Klungkung, Bangli

dan 1 kota, yaitu kota Denpasar. Pulau Bali luasnya 5.636,66 Km2 terletak di antara

08º03'40" - 08º50'48" Lintang Selatan (LS) dan antara 114º25'53" - 115º42'40" Bujur

Timur (BT) (sumber: Badan Pusat Statistik). Bali terletak di daerah khatulistiwa yaitu

213/2° Lintang Utara (LU) dan 231/2° Lintang Selatan (LS), tergolong daerah tropis

dengan temperatur pantai dan pegunungan berkisar 5°C (Swarsi, 1997:14). Bagian

utara Pulau Bali berbatasan dengan Laut Bali, bagian timur dengan Selat Lombok,

bagian selatan dengan Samudera Indonesia dan bagian barat dengan Selat Bali.12

Pulau Bali terbelah oleh pegunungan yang memanjang dari barat ke timur,

seperti Gunung Merbuk, Gunung Batukaru, Gunung Batur, dan Gunung Agung. Dari

keseluruhan gunung tersebut Gunung Batur dan Gunung Agung merupakan gunung

berapi. Pegunungan ini membentuk dataran yang lebih sempit di sebelah utara

dibandingkan dataran di sebelah selatan. Bagi masyarakat Bali, pegunungan tersebut

mempunyai arti penting. Di wilayah pegunungan itulah terdapat banyak pura yang

memiliki nilai historis yang tinggi, seperti Pura Pulaki, Pura Batukaru, dan pura

terbesar di Bali yang terletak di kaki Gunung Agung Pura Besakih.

Bali yang dikenal juga sebagai pulau dewata merupakan salah satu destinasi

wisata menarik yang memiliki banyak pengunjung baik domestik maupun

12

http://www.baliprov.go.id/v1/geographi dilihat pada tanggal 20 Agustus 2017.

Page 62: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

53

mancanegara dikarenakan keindahan pantai dan kebudayaan serta adat istiadat dan

keagamaan yang dimiliki oleh masyarakat Bali. Bali memiliki banyak sekali hotel

maupun resort dari bintang lima hingga hotel-hotel melati, dan banyaknya restoran

yang sangat menarik untuk dikunjungi, berbagai pertunjukkan budaya seperti rumah

makan pinggir pantai, tari kecak atau tari legong, serta berbagai destinasi wisata

selain pantai seperti kebun binatang ataupun permainan air.

Dengan fasilitas dan wisata dan panorama yang bagus, Bali akan membuat

wisatawan datang kembali dan bisa dikatakan sering untuk benkunjung di Bali.

banyak hotel bertaraf internasional sekitar tempat wisata bergengsi seperti: Tanah

Lot, Kuta, Seminyak, Candi Dasa, Lovina, Nusa Dua, Jimbaran, Sanur, Ubud, dan

kota-kota lain atau kabupaten di Bali.

Bukti kongkrit perkembangan pariwisata nasional salah satunya dapat kita

lihat perkembangan kedatangan wisatawan mancanegara ke Bali dalam waktu 2010-

2016 mengalami peningkatan yang derastis, melalui jumlah kunjungan wisatawan

dari data statistic yang diberitahukan oleh Dinas Pariwisata Pemerintahan Provinsi

Bali dengan data kunjungan wisatawan mancanegara dan dalam negri yaitu dari

2,576,142 orang wisatawan pada tahun 2010 menjadi 4,927,937 orang wisatawan

mancanegara pada tahun 201613

.

13

Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, Website https://bali.bps.go.id dilihat pada tanggal 20

Agustus 2017.

Page 63: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

54

0

2

4

6

8

10

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Jumlah Wisatawan

Jumlah Wisatawan2,576,142

2,826,709 2,949,332

3,278,598

3,766,638

4,001,835

4,927,937

Melihat banyaknya jumlah kunjungan wisatawan ke provinsi Bali dapat

menyimpulkan bahwa provinsi Bali merupakan salah satu tujuan wisata yang paling

diminati di Indonesia,

Sedangkan secara kumulatif, pada periode Januari-Juni 2017 ini wisatawan

mancanegara yang datang langsung ke Bali mencapai 2.811.289 orang. Angka ini

tercatat lebih tinggi dibanding periode tahun sebelumnya di mana kedatangan

wisatawan mancanegara baru mencapai 2.271.608 orang, atau naik sebesar 23,76

persen.

Grafik III.I

Perkembangan Wisatawan Mancanegara Dari Tahun 2010-2016

di Bali

Sumber dari badan statistic Bali pada tahun 2017

Salah satu tempat yang selalu ramai dikunjungi wisatawan mancanegara yaitu

daerah legian Di jalan yang dulu sempat terkenal karena peristiwa Bom Bali ini

suasananya sangat hiruk pikuk. Semakin malam, justru semakin ramai karena

Page 64: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

55

memang Legian ini terkenal dengan berbagai hiburan malamnya. Hal ini dapat dilihat

di bawah:

Gambar III.I

Sumber dari hasil observasi penulis pada tanggal 29 Oktober 2016

Bali terkenal juga banyaknya wisata pantai, Pantai yang paling sering

dikunjungi oleh wisatawan berikutnya seperti pantai Kuta, Tanah lot, Pantai Pandawa

dan banyak lagi pantai yang sering dikunjungin. Hal ini dapat dilihat di bawah:

Gambar III.II

Pantai Kuta

Page 65: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

56

Tanah Lot

Sumber dari hasil observasi penulis pada tanggal 29 Oktober 2016

Rata-rata dari seluruh tempat wisata di Bali selalu memiliki ciri khas

kebudayaan Bali yang bersumber dari agama Hindu. Hal ini menjadi hal yang menari

dan khas dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya khususnya di Indonesia. Salah

satu yang menarik dari seluruh tempat wisata yaitu gapura yang selalu berukir-ukir

dengan ciri khas budaya bali, selain itu selalu ada Pure di tempat wisata dan yang

kalah bagusnya lagi yaitu budaya tarian-tarian yang selalu ditampilkan yaitu tarian

kecak dan tarian pendet. Hal ini dapat dilihat di bawah ini:

Gambar III.III

Kebudayaan seni ukir (corak Hindu Bali) dan tari kecak

Sumber dari hasil observasi penulis pada tanggal 30 Oktober 2016

Page 66: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

57

BAB IV

PARTISIPASI PHDI DALAM PERUMUSAN PERDA

NO. 2 TAHUN 2012 TENTANG KEPARIWISATAAN BUDAYA BALI

Wisata di Bali tidak terlepas dari pengaruh budaya Hindu. Oleh karena itu

Pemerintah Provinsi Bali mencoba untuk mengintegrasikan antara wisata dengan

budaya Hindu. Dalam mengintegrasikan hal tersebut, pemerintah mencoba membuat

Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya di Bali. PHDI

adalah salah satu ormas agama Hindu yang ada di Bali yang mencoba untuk

berpartisipasi dalam mempengaruhi proses perumusan Perda No. 2 Tahun 2012

tentang Kepariwisataan Budaya Bali yang dikenal dengan nama ajaran Tri Hita

Karana.

Selanjutnya dalam Bab ini dijelaskan, pertama, Pariwisata berwawasan Tri

Hita Karana. Kedua, munculnya Perda No. 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan

Budaya Bali, dan ketiga, partisipasi PHDI dalam perumusan Perda No. 2 Tahun 2012.

Keempat, bentuk-bentuk partisipasi PHDI dalam perumusan Perda No. 2 Tahun 2012.

A. Pariwisata Berwawasan Tri Hita Karana

Tri Hita Karana sebagai nilai-nilai yang mengandung tiga ajaran yang dianut

di dalam agama Hindu yang harus dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari

Page 67: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

58

termasuk dalam pariwisata.1 Tri Hita Karana menjadi dasar pembangunan

kepariwisataan Bali sehingga menjadi unik. Oleh karena itu keunikannya harus tetap

dijaga. Tri Hita Karana dapat memberikan landasan yang kuat bagi pembangunan

kepariwisataan di Bali dan tidak menyebabkan masyarakat berubah dari akar budaya

yang ada. Selain dasar yang kuat, pembangunan pariwisata juga membutuhkan tiang-

tiang penyangga yang kokoh, sesuai dengan karakteritik produk pariwisata tersebut.

Jika dilihat dari pemikiran Tocqueville bahwa PHDI merupakan civil society,

yakni sebagai kelompok penyeimbang sekaligus pula kelompok yang mengontrol

kekuatan negara.2 Dua gerak check and balance, penopang utamanya dalam

masyarakat yaitu PHDI. Jika dilihat dari pemikiran Antonio Gramsci, PHDI

merupakan kelompok yang dominan di Bali.3 Sehingga upaya memasukkan ajaran

Tri Hita Karana dalam Peraturan Daerah bisa tercapai.

Berikut konsep pariwisata berwawasan Tri Hita Karana dijelaskan pada tiga

hal, yaitu pertama, konsep pariwisata parahyangan, kedua, konsep pariwisata

pawongan, dan ketiga, konsep pariwisata palemahan.

1. Konsep Parahyangan dalam Pariwisata

Parahyangan adalah harmonisasi antara manusia dengan dengan sang

pencipta (Tuhan). Artinya bahwa masyarakat (umat Hindu) harus menjalankan ibadah

1 Hasil wawancara dengan Ketua PHDI I Gusti Ngurah Sudiana pada tanggal 27 Oktober

2016 di kantor PHDI Bali. 2 TIM ICCE UIN Jakarta, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani, (Jakarta:

Prenada Media, 2005), h. 248-249. 3 Ozi Setiadi, “Islam dan Pergerakan Civil Society Kebudayaan Transnasional Hizmet Di

Indonesia”, KORDINAT, Vol. XVI No. 1 (April 2017): h. 132.

Page 68: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

59

kepada Sang Hyang Widhi (Tuhan). Namun ibadah tersebut harus direalisasikan

dalam setiap kehidupan sehari-hari. Tidak terkecuali dalam pariwisata. Oleh karena

itu banyak dijumpai tempat-tempat peribadatan di setiap tempat pariwisata di Bali.4

Bentuk pure tersebut biasanya berada di lokasi pantai, pemukiman, dan hutan.

Hal ini didukung pula oleh I Gusti Ngurah Sudiana. Dia mengatakan, “kalau ada

tempat pasti ada purenya untuk manusianya untuk lingkungannya. Selalu ada. Pantai

pasti ada purenya, ada tempat manusianya dan ada pantainya. Hutan juga sama ada

purenya, ada lingkungannya untuk manusianya”.5

Hal tersebut menunjukkan bahwa terciptanya hubungan antara manusia

dengan Tuhan sang pencipta selalu dekat di mana saja. Karena itu pure harus ada

dalam lingkungan masyarakat dan alam di Bali yang dijadikan tempat pariwisata di

Bali.

Selain I Gusti Ngurah Sudiana, Wayan Suwarsa Ketua Adat Kuta juga

mengemukakan bahwa Pantai Kuta juga terkadang dibuat acara ritual keagamaan dan

terdapat pure. Dia mengatakan, “pertama kawasan pantai kuta ini sepanjang 4 ½ kilo

dalam bentangan hari-hari tertentu ada upacara plastian (acara iring-iringan kelaut)

ini aspek parahyangan dan ada pure.”6

Hal tersebut menunjukkan bahwa di setiap tempat pariwisata di Bali terdapat

pure yang menjadi tempat pribadatan umat Hindu. Dari hasil observasi penulis

4 Hasil wawancara dengan Ketua PHDI I Gusti Ngurah Sudiana pada tanggal 27 Oktober

2016 di kantor PHDI Bali. 5Wawancara dengan Ketua PHDI Provinsi Bali. I Gusti Ngurah Sudiana pada tanggal 27

Oktober 2016 di Bali. 6 Wawancara dengan Ketua Adat Kuta Wayan Suwarsa pada tanggal 29 Oktober 2016 di Bali.

Page 69: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

60

memang terdapat pure di setiap tempat pariwisata. Hal ini dapat dilihat dalam gambar

di bawah ini:

Gambar IV. I

Pantai Kute

Sumber dari hasil observasi penulis pada tanggal 29 Oktober 2016

2. Konsep Pawongan dalam Pariwisata

Pawongan adalah harmonisasi antara manusia dengan manusia yang lain.

Artinya setiap masyarakat harus memiliki sikap, sifat, dan perbuatan yang baik

dengan masyarakat yang lain. Dalam pengelolaan pariwisata harus menjalankan

aspek Pawongan sehingga tercipta hubungan baik antar sesama pelaku pariwisata

maupun pariwisatawan dengan lingkungan masyarakat setempat. Perwujudan dari

aspek Pawongan antara lain: sikab baik, sopan santun, sikap ramah dan tolong

menolong..7

Setiap masyarakat di Bali harus baik sesama manusia. Seperti halnya

masyarakat Kuta. Antara penduduk Kuta dan para wisatawan, harus menjalin

hubungan yang baik, dengan cara sopan santun, saling menghormati dan harus

memiliki rasa saling menghargai satu sama lain dan tentunya saling tolong menolong.

7 Hasil wawancara dengan Ketua PHDI I Gusti Ngurah Sudiana pada tanggal 27 Oktober

2016 di kantor PHDI Bali.

Page 70: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

61

Seperti yang dikemukakan oleh Ketua Adat Kuta Wayan Suwarsa para

pedagang kaki lima dan para pengunjung saling ngobrol ada keakraban antara

wisatawan dan dan pedangang kaki lima. Dia menyatakan, “ada orang yang berjualan

dan ada pengunjung di sana ada keakraban, pertemana dan persahabatan. Di situ tidak

hanya beli aja. Tetapi ada saling ngobrol panjang dan cerita-cerita. Ini disebut

Pawongan.”8

Hal di atas menunjukkan bahwa masyarakat di Bali hidup sangat rukun

dengan sesame, meski pun wisatawan itu orang yang mereka baru kenal. Penulis juga

melihat banyaknya pedangang kaki lima di pantai kuta tidak hanya focus jualan saja

melainkan mereka saling ngobrol panjang dan cerita-cerita. Mereka sangat harmonis

sekali dalam hubungan bersosial tanpa melihat ras, suka dan agama.

3. Konsep Palemahan dalam Pariwisata

Palemahan adalah harmonisasi antara manusia dengan alam. Artinya

masyarakat harus selalu menjaga lingkungan, harus melestarikan lingkungan dan

tidak boleh lingkungan sampai dirusak. Perwujutan dari aspek Palemahan dalam

pengelolaan pariwisata menjunjung tinggi kearifan-kearifan antara masyarakat

dengan alam setempat. Menjaga tumbuhan, tanaman, hewan dan lingkungan.9

Seperti yang dikemukakan oleh Ketua Adat Kuta Wayan Suwarsa di Pantai

Kuta sangat menjaga kelestarian lingkungan, termasuk tumbuhan, tanaman dan

8 Wawancara dengan Ketua Adat Kuta Wayan Suwarsa pada tanggal 29 Oktober 2016 di Bali.

9 Hasil wawancara dengan Ketua PHDI I Gusti Ngurah Sudiana pada tanggal 27 Oktober

2016 di kantor PHDI Bali.

Page 71: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

62

hewan, tentunya menjunjung tinggi kebersihan lingkungan. Dia berkata, “kita

bersihkan pantai, kita punya 60 orang pekerja kebersihan, para pedagang juga wajib

menjaga kebersihan dan menjaga pohon dan hewan yang ada lingkungan kuta. Ini

adalah aspek palemahan.”10

Hal itu menunjukkan bahwa masyarakat harus dan wajib menjaga lingkungan

sekitar. Seperti sampah, hewan dan tumbuhan. Dari hasil observasi penulis di

lapangan, memang benar pantai kuta ada pekerja kebersihanya, bukan hanya pekerja

kebersihan yang harus menjaga lingkungan tapi masyarakat dan wisatawan turut

menjaga kebersihan lingkungan, termasuk hewan dan tumbuhan di sekitar pantai

kuta.

Menurut pengamatan peneliti, terwujutnya landasan hukum untuk penataan

pariwisata dari konsep Tri Hita Karana sudah sangat bangus untuk kemajuan

pariwisata di Bali dengan kearifan lokalnya. Dari contoh di atas peneliti melihat

sendiri di tempat-tempat wisata sudah sesuai dan terlaksana konsep Tri Hita Karana

dari prahyangan, Pawongan dan Palemahan.

B. Munculnya Perda No. 2 Tahun 2012

Munculnya Perda No. 2 Tahun 2012 Tentang Kepariwisataan Budaya Bali,

disebabkan karena: Pertama, Bali merupakan kota wisata yang digemari oleh wisata

lokan dan internasional. Kedua, kebanyakan masyarakat di Bali murupakan

masyarakat yang menganut agama Hindu termasuk dalam unsur kebudayaannya.

10

Wawancara dengan Ketua Adat Kuta Wayan Suwarsa pada tanggal 29 Oktober 2016 di

Bali.

Page 72: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

63

Ketiga, Ajaran agama Hindu yaitu nilai-nilai ajaran Tri Hita Karana telah

terintegrasi dalam kehidupan masyarakat Hindu di Bali. Hal ini dibenarkan oleh

Ketua Adat Kuta Wayan Suwarsa. Dia menyatakan, “sebelum adanya Peraturan

Daerah Provinsi Bali No. 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali pada

bab 2 pasal 2 nilai-nilai ajaran Tri Hita Karana sudah ada dan kami selaku Desa Adat

atau Desa Pakraman di Bali, ya memang harus menjaga konseptual Tri Hita Karana

itu.

Hal di atas sudah sangat jelas menunjukkan bahwa Tri Hita Karana sebelum

diterapkan sebagai landasan Perda No. 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya

sudah diamalkan oleh masyarakat di Bali khususnya yang beragama Hindu.

Keempat, merujuk pada Pasal 236 Ayat (4) UU No. 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah, menyebutkan bahwa suatu Perda dapat berisikan materi

muatan lokal, dalam hal ini juga local wisdom di dalamnya. Kemudian disebutkan

pula dalam Pasal 5 UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan bahwa

kepariwisataan diselenggarakan dengan prinsip menjunjung tinggi kearifan lokal.

Kelima, pengaturan kepariwisataan harus sesuai dengan nilai-nilai Pancasila

dan dikaitkan dengan isi Pasal 18 b Ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, salah satunya

nilai-nilai yang ada dalam masyarakat, pada dasarnya juga disebut budaya

masyarakat. Hal ini selaras dengan pernyataan “tidak ada masyarakat yang tidak

memiliki kebudayaan begitupun sebaliknya”.11

Dengan demikian budaya di Bali di

mana budaya yang dimaksud dalam kepariwisataan budaya Bali adalah kebudayaan

11

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali, 1987), h. 154.

Page 73: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

64

yang dijiwai oleh ajaran Agama Hindu dan di dalamnya mengandung unsur kearifan

lokal, yaitu Tri Hita Karana adalah potensi utamanya.

Dari penjelasan di atas, Pemerintah Provinsi Bali dalam hal ini DPRD

membuat peraturan daerah agar agama Hindu dan budaya di Bali menjadi nilai-nilai

yang harus masuk ke tempat-tempat pariwisata. Ngurah Adhi Pradana (Anggota

DPRD) mengatakan:

“Pariwisata Bali dengan terbitnya Peraturan Daerah no. 2 Tahun 2012

memiliki komitmen kesepakatan bersama pariwisata di Bali adalah Kepariwisataan

Budaya, itu dulu. Kenapa kita bilang kepariwisataan budaya yang jadi komitmen

bukan pariwisata pada umumnya. Karena kita memandang masyarakat yang ada di

Bali dan daya tarik yang ada di Bali adalah daya tarik budaya bukan hanya sumber

daya alam misalnya kayak panorama dan sebagainya. Jadi untuk wisata dan budaya

yang hidup dan berkembang di Bali. Kenapa demikan yaitu sekaligus untuk

melindungi pariwisata ini agar selalu berpihak kepada masyarakat asli Bali. Itulah

sebenarnya pemikiran ini. Lalu baru muncul setetmennya. Apa yang disebut

kepariwisataan budaya? Kepariwisataan budaya adalah pariwisata yang berdasarkan

Tri Hita Karana dan agama Hindu. Kenapa Tri Hita Karana dan agama Hindu.

Karena di Bali berkembang lah masyarakat yang berdasarkan agama Hindu. Namun

diisi dengan Tri Hita Karana adalah bagian dari umat Hindu yaitu parayangan,

Palemahan dan Pawongan. Jadi hal ini melingkupi kehidupan kita secara pribadi,

kehidupan kita dalam berkeluarga dan kehidupan kita dengan masyarakat. Jadi di

situlah muncul yang namanya toleransi. Menjadikan kepariwisataan budaya ini betul-

betul dimanfaatkan masyarakat yang beragama Hindu. Budaya Bali yang

berdasarkan agama Hindu lah yang dijadikan dasar pariwisata.”12

Dari hasil wawancara di atas, diketahui bahwa alasan utama dari Perda No. 2

Tahun 2012 adalah untuk menjaga dan melestarikan budaya Hindu di Bali. Dengan

konsep ini, Bali dapat dijadikan rule model sebagai wilayah pariwisata dengan

menjunjung budaya dan toleransi

12

Wawancara dengan Ngurah Adhi Ardhana (Anggota DPRD) pada tanggal 29 Oktober 2016

di kantor DPRD Provinsi Bali.

Page 74: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

65

Ajaran Hindu di Bali yang dimasukan kedalam peraturan daerah tidak akan

memunculkan diskriminasi terhadap agama lain yang menjadi minoritas di Bali.

Ajaran Hindu mengajarkan hubungan baik antar sesama manusia, jadi toleransi antar

agama secara tidak langsung akan terbentuk dengan sendirinya di Provinsi Bali.

Pemerintah Bali mewajibkan semua pariwisata di Bali bernuansa Hindu,

karena ciri khas Bali adalah Hindu, maka keberadaan budaya Hindu adalah bentuk

eksistensi pariwisata di Bali. Jakarta yang memiliki kebudayaan Betawi tidak

memasukan kebudayaan Betawi kedalam peraturan daerah, sehingga bagi Ngurah

Adhi Ardhana (DPRD Bali) bahwa Jakarta masih ada namun Betawi sudah hilang

dari Jakarta. Berikut wawancara penulis dengan Ngurah Adhi Ardhana. Dia berkata,

“iya harus berbudaya Hindu. Kenapa? Ya itu jualannya. Kalau sampek budaya Hindu

hilang atau konsep Tri Hita Karana luntur, tidak ada lagi kepariwisataan budaya Bali,

dengan sendirinya Bali itu tidak ada. Karena orangnya bukan orang Bali lagi. Sama

lah seperti di Jakarta, betawi sekarang tidak ada, wisata di Jakarta iya ada tapi wisata

betawi tidak ada.”13

Pernyataan Ngurah Adhi Wardhana tersebut di atas menunjukkan bahwa

budaya sangat erat dengan pariwisata. Oleh karena itu pula dilestarikan, agar dapat

menunjukkan ciri khasnya, terutama budaya Hindu di Bali.

Ngurah Adhi Wardhana selaku anggota DPRD mengatakan pula bahwa

peraturan daerah ini berdasarkan kesepakatan bersama untuk membangun pariwisata

13

Wawancara dengan Ngurah Adhi Ardhana (Anggota DPRD) pada tanggal 29 Oktober 2016

di kantor DPRD Provinsi Bali.

Page 75: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

66

di Bali. Elemen masyarakat yang diajak untuk melakukan kesepakatan bersama di

antaranya adalah para akademisi, lembaga adat misalnya desa adat, MUDP (Majelis

Utama Desa Pertama), dan Parisada Hindu Dharma Indonesia yang sebagai pelopor

terbentuknya Perda No. 2 Tahun 2012 Tentang Kepariwisataan Budaya Bali.14

Jadi

masuknya ajaran Hindu di Peraturan Daerah Provinsi Bali adalah berdasarkan

konsesus dari kepala adat, para akademisi, dan PHDI sebagai pelopor yang kemudian

diperjuangkan oleh pemerintah daerah untuk dimasukan ke dalam peraturan daerah.

Penting diperjuangkannya Perda No. 2 Tahun 2012 Tentang Kepariwisataan

Budaya Bali agar spiritualitas ajaran Tri Hita Karana seperti parahyangan

(ketuhanan) tidak dilupakan. Berkembangnya pariwisata yang semakin pesat, tanpa

melihat aturan kebudayaan yang ada di Bali. Maka dapat meluntukan moralitas

masyarakat, sebagaimana dikatakan Ngurah Adhi Pradana di bawah:

“Ya disini kita bisa lihat Tri Hita Karana yang terjadi di pariwisata Bali saat

ini mungkin berjalan terlalu sangat baik, dari sudut toleransi sudah terlalu sangat

baik. Namun yang dilupakan akibat dari perkembangan pariwisata yaitu

priyangannya (sudut ketenangannya) banyak dilupakan. Toleransi terjadi untuk

pemanfaatan budaya. Tetapi dari sudut ketuhanannya agak meluntur. Moralitas

terjadi konsekuensi dari perkembangan industri baik industri produksi biasa maupun

industri pariwisata. Paling tidak dari konsep Tri Hita Karana sangat mengurangi

konsekuensi itu. Seandainya kita bangun pabrik di suatu tempat dengan kecepatan

pembangunan pariwisata di Bali. Kita bandingkan di situ pabrik dengan kecepatan

yang sama, apa yang terjadi di sana dan apa yang terjadi di sini. Pasti jauh

perbedaannya, karena kalau kita di sini masih bisa menahan dikit demi sedikit. Tetapi

walaupun memang tetep juga terkikis mau tidak mau kita bikin peraturan bagaimana

bisa mengontrol mengurangi paling tidak laju pengikisan. Ya kalau mau dilihat dari

data statistik misalnya.”15

14

Wawancara dengan Ngurah Adhi Ardhana (Anggota DPRD) pada tanggal 29 Oktober 2016

di kantor DPRD Provinsi Bali. 15

Wawancara dengan Ngurah Adhi Ardhana (Anggota DPRD) pada tanggal 29 Oktober 2016

di kantor DPRD Provinsi Bali.

Page 76: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

67

Dari hasil wawancara di atas bahwa banyaknya perkembangan industri baik

industri produksi biasa maupun industri pariwisata justru membuat menurunnya

spritualitas masyarakat dari konsep Tri Hita Karana. Oleh karena itu pentingnya

dibuat peraturan daerah yang membuat Tri Hita Karana tetap terjaga dan diamalkan

oleh masyarakat di Bali.

Peraturan Daerah itu juga untuk menjaga pelanggaran yang dilakukan oleh

pihak pengusaha pariwisata di Bali. Masih banyak hotel dan pengelola tempat

pariwisata yang melakukan pelanggaran terhadap konsep Tri Hita Karana. Para

pendatang yang bekerja di Bali dan para pengusaha pariwisata yang menanam modal

di Bali diharapkan pemerintah daerah bukan hanya sekedar mencari keuntungan, tapi

juga harus menghormati dan menjaga budaya dari masyarakat Hindu Bali. Hal ini

dikatakan Ngurah Adhi Ardhana sebagai berikut:

“Banyak pelanggaran yang terjadi. Ini lah Bali di dalam persimpangan. Yang

bikin rusaknya Bali godaan industri yang menghasilkan keuntungan dengan

kepariwisataan budaya yang kita jadikan komitmen. Banyak sekali sebenarnya yang

terjadi kalau boleh kita jujur banyak sekali baik dari bentuk bangunan, baik dari

tingkah laku karyawannya dan pelakunya. Kalau kita ngomong pariwisata kan tidak

hanya hotel dan restoran, guide misalnya. Guide tidak hanya dijalanin oleh orang

pribumi aja, orang surabaya bisa, orang batak bisa tanpa dibatasi konsep-konsep

kepariwisataan budaya. Sehingga dia tidak tau budaya hanya sekedar mencari uang

apa saja yang membuat para wisatawan senang. Padahal seharusnya juga diikuti

dengan misalnya dia harus berpakaian ini ke pure. Sama di Thailan juga begitu.

Padahal hal yang seperti itu yang dicari. Sebaliknya guide melakukan yang sama

seperti di negaranya. Implikasinya adalah lama-lama jadi negaranya, negara orang

luar. Penting lah ini dilakukan.”16

16

Wawancara dengan Ngurah Adhi Ardhana (Anggota DPRD) pada tanggal 29 Oktober 2016

di kantor DPRD Provinsi Bali.

Page 77: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

68

Dari hasil wawancara di atas, Munculnya perda ini saya melihat dari urgensi

kebijakan ini. Jika dilihat dari pemikiran Anderson dan Dye.17

Mengapa kebijakan ini

penting dibuat? Karena alasan profesional, banyak pelanggaran yang terjadi dan

rusaknya pariwisata di Bali adalah godaan industri yang menghasilkan keuntungan

dengan kepariwisataan budaya yang tidak sesuai dengan aturan budaya di Bali.

Seperti halnya dari bentuk bangunan yang tidak sesuai, perilaku karyawan dan

wisatawan. Oleh karena itu hotel dan restoran, termasuk guide juga harus menjaga

dan menerapkan nilai-nilai ajaran Tri Hita Karana.

Ada beberapa hal yang harus dicermati untuk masa depan kepariwisataan

budaya Bali dalam Peraturan Daerah No. 2 Tahun 201218

Pertama, pembangunan

pariwisata harus memberikan manfaat bagi masyarakat Bali, bukan Bali

dimanfaatkan untuk kemajuan kepariwisataan yang kemanfaatannya tidak dinikmati

oleh masyarakat Bali. Pembangunan yang berbasis masyarakat adalah pembangunan

untuk membangun kemampuan masyarakat dalam menentukan masa depannya

sendiri.

Kedua, setiap pembangunan wisata harus mencerminkan kepariwisataan

budaya, artinya pariwisata pembangunannya harus menggunakan ciri khas

kebudayaan Bali yang dijiwai oleh agama Hindu. Itu berarti pembangunan

kepariwisataan Bali tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai kebudayaan yang

dijiwai dengan ajaran agama Hindu.

17

Suharno, Dasar-Dasar Kebijakan Publik, (Yogyakarta: UNY Press, 2010), h. 16-19. 18

Wawancara dengan Ngurah Adhi Ardhana (Anggota DPRD) pada tanggal 29 Oktober 2016

di kantor DPRD Provinsi Bali.

Page 78: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

69

Ketiga, Tri Hita Karana adalah falsafah yang harus ada dan dijalankan di

setiap pembangunan. Kegiatan kepariwisataan Bali tidak boleh melanggar nilai dasar

yang dikandung falsafah Tri Hita Karana.

C. Partisipasi PHDI Dalam Perumusan Kebijakan Perda No. 2 Tahun 2012

Samuel P. Huntington yang mendefinisikan partisipasi politik sebagai

kegiatan warga Negara yang bertindak untuk mempengaruhi pengambilan keputusan

oleh pemerintah.19

Seperti halnya Parisada Hindu Dharma Indonesia sebagai warga

Negara yang tergabung dalam ormas terbesar di Bali juga ingin mempengaruhi

kebijakan pemerintah Provinsi Bali.

Salah satu keinginan Parisada Hindu Dharma Indonesia adalah membuat

sebuah aturan dalam melaksanakan Tri Hita Karana di Bali. Ternyata Parisada

Hindu Dharma Indonesia telah berhasil menyalurkan aspirasinya sehingga disetujui

Perda No. 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali yang berisi tentang

pelaksanaan Tri Hita Karana dalam Kepariwisataan Bali. Berikut isi Perda No. 2

tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali, Khusus tentang pelaksanaan Tri

Hita Karana dalam Bab 1 dan Bab 2, yakni:

Bab 1 Ketentuan Umum pasal 1 ayat 1520

Tri Hita Karana adalah falsafah hidup masyarakat Bali yang memuat tiga

unsur yang membangun keseimbangan dan keharmonisan hubungan antara manusia

dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungannya yang

menjadi sumber kesejahteraan, kedamaian, dan kebahagiaan bagi kehidupan

manusia.

19

Miriam Budihardjo, Dasar-dasar Ilmu Politk, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,

2013), h.368. 20

Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Kepariwisataan Budaya Bali

Bab 1 Ketentuan Umum pasal 1 ayat 15.

Page 79: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

70

Bab 2 Asas dan Tujuan pasal 221

Penyelenggaraan Kepariwisataan Budaya Bali dilaksanakan berdasarkan

pada asas manfaat, kekeluargaan, kemandirian, keseimbangan, kelestarian,

partisipatif, berkelanjutan, adil dan merata, demokratis, kesetaraan dan kesatuan yang

dijiwai oleh nilai-nilai Agama Hindu dengan menerapkan falsafah Tri Hita Karana.

Dalam perumusan Tri Hita Karana di dalam Perda, Parisada Hindu Dharma

Indonesia melakukan berbagai upaya, sehingga berhasil mewujudkan keinginannya.

Adapun bentuk-bentuk partisipasi yang dilakukan Parisada Hindu Dharma Indonesia

yaitu audiensi, diskusi,lokakarya, seminar, dan pembentukan opini.

1. Audensi

Dalam perumusan Perda No. 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya

Bali, Parisada Hindu Dharma Indonesia sebagai salah satu civil society di Indonesia,

khususnya di Bali, memiliki kepentingan, untuk menggolkan Tri Hita Karana

menjadi sebuah Perda Oleh karena itu, Parisada Hindu Dharma Indonesia berupaya

untuk memberikan kontribusi dalam bentuk partisipasi untuk perumusan Perda

tersebut, agar kebijakan-kebijakan Pariwisata di Bali teratur, tertata dan tertib sesuai

dengan nilai-nilai Tri Hita Karana yang dianut para pemeluk agama Hindu di Bali.

Audiensi salah satu bentuk partisipasi yang dilakukan oleh Parisada Hindu

Dharma Indonesia dengan para ketua adat di seluruh Bali. Hal ini, sebagaimana

diungkapkan oleh I Gusti Ngurah Sudiana. Dia berkata, “kalau masalah Tri Hita

Karana yang mau dijadikan Perda, kita dorong supaya itu sampai jadi. Caranya kita

adakan ketemuan dengan ketua-ketua adat yang ada di Bali sini, supaya mereka ikut

21

Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Kepariwisataan Budaya Bali

Bab 2 Asas dan Tujuan pasal 2.

Page 80: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

71

dukung. Kan Tri Hita Karana itu juga ajaran kita agama Hindu yang sudah lama kita

pakai sehari-hari”22

Selain I Gusti Ngurah Sudiana, I Ketut Pasek Swastika Wakil Ketua Parisada

Hindu Dharma Indonesia juga mengemukakan bahwa Parisada Hindu Dharma

Indonesia melakukan audiensi dengan para ketua adat di Bali. Dia menuturkan, “iya

benar kami melakukan audiensi dengan ketua-ketua adat seluruh Bali, guna

mendapatkan dukungan dalam pengajuan kami tentang Tri Hita Karana dalam Perda,

supaya hotel-hotel di Bali juga patuh pada aturan itu. Soalnya itu kan adat kami”23

.

Dari hasil wawancara di atas, menunjukkan bahwa Parisada Hindu Dharma

Indonesia telah berpartisipasi dalam persiapan awal perumusan Peraturan Daerah No.

2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali dalam bentuk audiensi. Audensi

yang dilakukan berikut dengan internal dan juga eksternal. Secara internal audensi

dilakukan dengan masyarakt, pengurus dan juga ketua-ketua adat sedangkan yang

eksternal dengan legislatif dan eksekutif yaitu pemerinta Provinsi Bali. Hal ini

sebagaimana diungkap oleh anggota DPRD Bali Ngurah Adhi Wardhana.24

Dia

berkata, “berdasarkan kesepakatan bersama untuk membangun pariwisata di Bali.

Elemen masyarakat yang diajak untuk melakukan kesepakatan bersama di antaranya

adalah para akademisi, lembaga adat misalnya desa adat, MUDP (Majelis Utama

22

Hasil wawancara dengan I Gusti Ngurah Sudiana, Kaetua Parisada Hindu Dharma

Indonesia Bali pada tanggal 27 Oktober 2016 di Bali. 23

Hasil wawancara dengan Wakil Ketua PHDI Provinsi Bali I Ketut Pasek Swastika pada

tanggal 27 Oktober 2016 di Bali. 24

Wawancara dengan Ngurah Adhi Ardhana (Anggota DPRD) pada tanggal 29 Oktober 2016

di kantor DPRD Provinsi Bali.

Page 81: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

72

Desa Pertama), dan Parisada Hindu Dharma Indonesia yang sebagai pelopor

terbentuknya Perda No. 2 Tahun 2012 Tentang Kepariwisataan Budaya Bali”.

2. Diskusi, Lokakarya dan Seminar

Diskusi, lokakarya dan seminar merupakan bentuk partisipasi lain yang

dilakukan Parisada Hindu Dharma Indonesia. Diskusi, lokakarya dan seminar ini

dilakukan dalam rangka memperoleh kejelasan tentang pembahasan peraturan daerah

oleh legislatif. Seperti yang dikemukakan oleh I Gusti Ngurah Sudiana:

“Mengenai diskusi, lokakarya dan seminar dilakukan ketika sebelum dan

sesudah proses pembentukan peraturan daerah, jadi kami menghadirkan narasumber

yang dari kalangan para ahli, akademisi, pakar maupun pengamat saja, kami juga

mendatangkan politisi ataupun pemerintah daerah yang berkaitan langsung dalam

pembahasan/penyusunan suatu peraturan daerah. Jadi dengan begitu, diskusi,

lokakarya dan seminar, akan mendapatkan gambaran yang utuh terhadap persoalan

yang tengah dibahas. Acara-acara tersebut kami laksanakan di aula PHDI, dan

kadang kami diminta sebagai narasumber dalam acara yang diselenggarakan oleh

pemerintah atau mahasiswa, tentunya yang berkaitan tentang agama”.25

Selain I Gusti Ngurah Sudiana, I Ketut Pasek Swastika Wakil Ketua PHDI

juga mengemukakan bahwa PHDI melakukan Diskusi, Lokakarya dan Seminar

dengan ketua-ketua adat, masyarakat, perguruan tinggi maupun pihak legislatif di

Bali . Hal ini berkata, “iya jadi kami dalam proses pembentukan daerah tidak

sembarangan membuat aturan, kami melihat dari berbagai sisi keagamaan juga dari

25

Hasil wawancara dengan I Gusti Ngurah Sudiana, Kaetua PHDI Bali pada tanggal 27

Oktober 2016 di Bali.

Page 82: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

73

sisi politik. Oleh karena itu kami menghadirkan para ahlinya dalam penyusunan

peraturan daerah”.26

Hal di atas menunjukkan bahwa PHDI telah berpartisipasi dalam persiapan

awal perumusan Perda dengan mengundang ketua-ketua adat, masyarakat, perguruan

tinggi maupun pihak legislatif untuk diajak Berdiskusi, Lokakarya, dan Seminar

untuk membicarakan perlunya Tri Hita Karana diimplementasikan dalam

kepariwisataan di Bali.

3. Pembentukan Opini Melalui Media Cetak dan Media Elektronik

Upaya Partisipasi Parisada Hindu Dharma Indonesia tidak hanya melalui

audensi, diskusi, lokakarya dan seminar, tetapi juga melalui media cetak dan media

elektronik. Hal ini dilakukan untuk membentuk opini masyarakat tentang Tri Hita

Karana yang dibahas oleh legislatif. Opini ini berupa wawancara, pernyataan-

pernyataan, artikel, maupun berupa tajuk-tajuk berita dari surat kabar, majalah, dan

jumpa pers. Dalam hal ini I Gusti Ngurah Sudiana mengatakan, “partisipasi melalui

media cetak dan elektronik ini dilakukan, karena caranya yang relatif praktis bila

dibandingkan dengan bentuk partisipasi lainnya. Karena melalui media cetak dan

elektronik dapat membuka pikiran masyarakat lebih luas dalam memahami Tri Hita

Karana.”27

26

Hasil wawancara dengan Wakil Ketua PHDI Provinsi Bali I Ketut Pasek Swastika pada

tanggal 27 Oktober 2016 di Bali. 27

Hasil wawancara dengan I Gusti Ngurah Sudiana, Kaetua PHDI Bali pada tanggal 27

Oktober 2016 di Bali.

Page 83: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

74

Selain I Gusti Ngurah Sudiana, I Ketut Pasek Swastika Wakil Ketua PHDI

juga mengemukakan bahwa PHDI melakukan partisipasi melalui media cetak dan

media elektronik di Bali . Dia berkata, “jadi dengan adanya media cetak seperti

koran, majalah, artikel dan lain sebagainya itu dan media elektronik, menambah

wawasan masyarakat tentang apa saja yang sedang dibahas. Sehingga seandainya

masyarakat ingin membuat sesuatu mereka menjadikan Tri Hita Karana sebagai

acuan”.28

Hal di atas menunjukkan bahwa PHDI telah berupaya berpartisipasi dalam

persiapan awal perumusan Perda dalam pembentukan opini melalui media cetak dan

media eloktronik. Pembentukan opini melalui media dilakukan mulai awal

pembuatan Perda sampai dengan implementasi agar seluruh masyarakat tahu dengan

adanya Perda ini.

Dari bentuk-bentuk partisipasi yang dilakukan Parisada Hindu Dharma

Indonesia yang telah dijelaskan di atas sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh

Samuel P. Huntington, yaitu kegiatan warga Negara yang bertindak untuk

mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah.29

Selain itu, partisipasi yang

dilakukan Parisada Hindu Dharma Indonesia juga sesuai dengan ketentuan dalam UU

No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-Undangan Bab XI tentang

Partisipasi Masyarakat Pasal 96, yakni:

28

Hasil wawancara dengan Wakil Ketua PHDI Provinsi Bali I Ketut Pasek Swastika pada

tanggal 27 Oktober 2016 di Bali. 29

Miriam Budihardjo, Dasar-dasar, h.368.

Page 84: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

75

1. Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan atau tertulis dalam

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

2. Masukan secara lisan dan atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

dilakukan melalui:

a. Rapat dengar pendapat umum

b. Kunjungan kerja

c. Sosialisasi; dan/atau seminar, lokakarya, dan atau diskusi.

3. Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah orang perseorangan atau

kelompok orang yang mempunyai kepentingan atas substansi Rancangan

Peraturan Perundang-undangan.

4. Untuk memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan secara lisan dan

atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap Rancangan Peraturan

Perundang-undangan harus dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.

Parisada Hindu Dharma Indonesia sama dengan yang dikemukakan oleh

Antonio Gramsci bahwa civil society adalah bagian ideologis dari kelompok

dominan.30

Dari pandangan Gramsci sangat sesuai dengan keberadaan Parisada

Hindu Dharma Indonesia itu sendiri yaitu sebuah organisasi bersifat keagamaan

(beridiologis) yang paling dominan di Provinsi Bali yang merupakan mayoritas

penduduknya menganut agama Hindu. Jika dilihat dari teori partisipasi saya memakai

pemikiran dari dan jika dilihat dari pemikiran subakti, Parisada Hindu Dharma

30

TIM ICCE UIN Jakarta, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani,h. 243.

Page 85: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

76

Indonesia masuk golongang partisipasi aktif yaitu partisipasi yang berorientasi pada

proses input dan output.

Jika dilihat dari pemikiran Paige yang merujuk pada tinggi rendahnya

kesadaran politik dan kepercayaan pemerintah.31

Parisada Hindu Dharma Indonesia

sebagai organisasi selalu aktif memiliki kesadaran politik dan kepercayaan kepada

pemerintah tinggi. Parisada Hindu Dharma Indonesia sebagai organisasi panutan bagi

masyarakat Hindu di Bali dan juga sebagai organisasi yang diperhatikan oleh

pemerintah Bali.

Oleh karena itu dalam penyusunan Perda di Bali Parisada Hindu Dharma

Indonesia selalu diminta merumuskan lokal jenius (kearifan-kearifan lokal) baik yang

bersumber dari agama maupun dari adat untuk dipakai acuan dalam menyusun

peraturan daerah yaitu meliputi:

1. Memberikan usulan kebijakan kepada pemerintah atau legislatif untuk

melestarikan ajaran Hindu berupa Tri Hita Karana dalam setiap kebijakan.

2. Ikut serta dalam pembahasan kebijakan peraturan perundang-undangan.

3. Menjadi pengawas terhadap implementasi kebijakan pemerintah.32

Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa Parisada Hindu Dharma

Indonesia sebagai civil society punya andil dalam penyusunan kebijakan ditingkat

penyusunan agenda, formulasi kebijakan dan implementasi sebagaimana yang

31

Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Cetakan Keempat, (Jakarta: Gramedia

Widiasarana Indonesia, 2010), h.185. 32

Wawancara dengan Ketua PHDI Provinsi Bali I Gusti Ngurah Sudiana pada tanggal 27

Oktober 2016 di Bali.

Page 86: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

77

dikemukakan oleh Michael Howlet dan M. Ramesh.33

Dari proses berpartisipasi di

atas dalam pembuatan kebijakan secara teoritik sudah dilaksanakan oleh Parisada

Hindu Dharma Indonesia.

33

Subarsono, Analisis Kebijakan, h. 13-14.

Page 87: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

78

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kearifan lokal sebagai identitas suatu daerah sekiranya penting untuk

digali, dikaji dan ditempatkan pada posisi strategis untuk dikembangkan. Generasi

mendatang harus tetap bisa mengaktualisasi nilai kearifan lokal, agar

berlangsungnya suatu pembangunan yang berkelanjutan dan berlandaskan

karakteristik atau ciri khas suatu daerah.

Kebudayaan Bali sangat menentukan dan mempunyai pengaruh penting

dalam kesuksesan kepariwisataanya. Kebiasaan atau rutinitas budaya masyarakat

Bali dalam keluarga, masyarakat, pemerintah dapat langsung dirasakan juga oleh

seluruh wisatawan. budaya yang diterapkan secara konsisten dan berkelanjutan

merupakan tanggung jawab bersama.

Oleh karena itu Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) sebagai ormas

terbesar di Bali ikut berpartisipasi dalam menentukan Kebijakan peraturan daerah

provinsi Bali No. 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali bab 1 pasal

1dan bab 2 pasal 2.

Langkah-langkah yang dilakukan PHDI tentunya sangat mudah dilihat dari

satu sisi penduduk Bali kebanyakan beragama Hindu dan ajaran Tri Hita Karana

sangat melekat. Sehinggan partisipasi PHDI tidak sulit dan sangat mudah dalam

mengupayakan aspirasinya untuk dijadikan peraturan daerah. Seperti halnya

Page 88: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

79

audensi, diskusi, lokakarya, seminar, pembentukan opini melalui media cetak dan

media elektronik.

Parisada Hindu Dharma Indonesia yang sebagai civil society, juga punya

andil dalam penyusunan kebijakan ditingkat penyusunan agenda, formulasi

kebijakan dan implementasi.

B. Saran

1. Saran bagi yang ingin melakuan penelitian lebih mendalam terkait

partisipasi suatu organisasi keagaman dalam perumusan kebijakan Perda

pada suatu daerah, supaya membandingkan suatu daerah dengan daerah

yang lain seperti Aceh dengan perda islam atau Papua dengan Perda

kritennya (Protestan) dan apakah hanya daerah itu aja yang bisa membuat

Perdanya sesuai mayoritas penduduk yang menganut agama tertentu.

2. Saran untuk Dinas Pariwisata dan Dinas Kebudayaan Prov. Bali agar dapat

menjaga dan mempertahankan kearifan local yang sudah ada dan

meningkatkan citra Kepariwisataan Budaya di Bali.

3. Untuk pemerintah Prov. Bali supaya meningkatkan sarana prasarana serta

akomodasi dan tranfortasi umum yang lebih baik.

4. Menyediakan atraksi atau kegiatan budaya yang menarik minimal 1 bulan

sekali diadakan di tempat wisata yang ramai pengujung dengan gratis.

Page 89: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

80

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.

Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2010. Cet. 14.

Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, Websate https://bali.bps.go.id dilihat

pada tanggal 20 agustus 2017.

Budiardjo, Miriam. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama, 2008.

Depatemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat

Bahasa. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2011.

Harrison, Lisa. Metodologi Penelitian Politik. Jakarta: Kencana, 2007.

Hasil pengamatan penulis tanggal 29 Oktober 2016 di Bali.

Jaman, I Gede. Tri Hita Karana Dalam Konsep Hindu. Denpasar: Pustaka

Bali Pos, 2007.

Kompilasi dokumen literer 45 tahun parisada. Jakarta: parisada hindu

dharma indonesia, 2005.

Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2012 Tentang

Kepariwisataan Budaya Bali.

Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2012 Tentang

Kepariwisataan Budaya Bali Bab 2 Asas dan Tujuan pasal 2.

Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali, 1987.

Subarsono. Analisis Kebijakan Publik; Konsep, Teori dan Aplikasi.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.

Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitaf,

Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2012.

Surbakti, Ramlan. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT Grasindo, 2010.

TIM ICCE UIN Jakarta. Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat

Madani. Jakarta: Prenada Media, 2005.

Ubaidillah dan Rozak, Abdul. Pancasila, Demokrasi, HAM, dan

Masyarakat Madani. Jakarta: Prenada Media Group, 2012.

UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-Undangan Bab

XI Partisipasi Masyarakat Pasal 96.

Winarno, Budi. Kebijakan Publik Teori, Proses, dan studi kasus.

Yogyakarta: CAPS, 2011.

Page 90: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

81

Jurnal

Astomo, Putera. “Pembentukan Undang-Undang dalam Rangka

Pembaharuan Hukum Nasional Di Era Demokrasi”, Jurnal

Konstitusi, Vol. 11. No. 3 (September, 2014), 577-599.

Hadiwinata, Bob Sugeng. “Pembangun Sekaligus Perusak Demokrasi”,

Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 1 No. 9 (Juli 2005), 1-22.

J, Hasse. “Kebijakan Negara Terhadap Agama Lokal “Towani Tolotang”

Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan, Jurnal Studi Pemerintahan,

Vol. I No. 1 (Agustus 2010): h. 145-164.

Setiadi, Ozi. “Islam dan Pergerakan Civil Society Kebudayaan

Transnasional Hizmet Di Indonesia”, KORDINAT, Vol. XVI No. 1

(April 2017), 127-158.

Wawancara

Hasil wawancara dengan I Gusti Ngurah Sudiana Ketua PHDI Bali pada

tanggal 27 Oktober 2016

Hasil wawancara dengan I Ketut Pasek Swastika Wakil Ketua PHDI Bali

pada tanggal 27 Oktober 2016

Hasil wawancara dengan Ketua Adat kute Wayan Suwarsepada tanggal 27

Oktober 2016

Wawancara dengan Ngurah Adhi Ardhana (AnggotaDPRD) pada tanggal

29 Oktober 2016 di kantor DPRD Provinsi Bali.

Sumber Dari Internet

Http://phdi.or.id/page/anggaran (AD/ART Parisada Hindu Darma

Indonesia) di lihat pada tanggal 14 April 2018.

http://www.baliprov.go.id/v1/geographi dilihat pada tanggal 20 Agustus

2017.

https://sp2010.bps.go.id/index.php/site/tabel?tid=321 dilihat pada tanggal

16 April 2018.

Situs Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI): http://www.parisada.org

Page 91: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

vi

Lampiran I

Wawancara A.A. Ngurah Ardhana DPRD Bali

S : Kalau pandangan bapak tentang apa yang melatar belakangi peraturan daerah

No. 2 tahun 2012

DPRD : Pariwisata Bali dengan terbitnya peraturan daerah No. 2 tahun 2012

memiliki komitmen kesepakatan bersama pariwisata di Bali adalah

pariwisata budaya, itu dulu. Kenapa kita bilang pariwisata budaya yang jadi

komitmen bukan pariwisata pada umumnya. Karena kita memandang

masyarakat yang ada di Bali dan daya tarik yang ada di Bali adalah daya

tarik budaya bukan hanya sumber daya alam misalnya kayak panorama dan

sebagainya. jadi untuk wisata dan budaya yang hidup dan berkembang di

Bali. Kenapa demikan yaitu sekaligus untuk melindungi pariwisata ini agar

selalu berpihak kepada masyarakat asli Bali. Itulah sebenarnya pemikiran

ini. Lalu baru muncul setetmennya. Apa yang disebut pariwisata budaya?

Pariwisata budaya adalah pariwisata yang berdasarkan Tri Hita Karana dan

agama Hindu. Kenapa Tri Hita Karana dan agama Hindu. Karena di Bali

berkembang lah masyarakat yang berdasarkan agama Hindu. Namun diisi

dengan Tri Hita Karana adalah bagian dari umat Hindu yaitu parayangan,

palemahan dan pawongan. Jadi hal ini melingkupi kehidupan kita secara

pribadi, kehidupan kita dalam berkeluarga dan kehidupan kita dengan

masyarakat. Jadi di situlah muncul yang muncul namanya toleransi.

Menjadikan pariwisata budaya ini betul-betul dimanfaatkan masyarakat yang

beragama Hindu. Budaya Bali yang berdasarkan agama Hindu lah yang

dijadikan dasar pariwisata.

S : Apakah itu harus berbudaya Hindu?

DPRD : Iya harus berbudaya Hindu. Kenapa? ya itu jualannya. Kalau sampek budaya

Hindu hilang atau luntur konsep Tri Hita Karana luntur. Tidak ada lagi

pariwisata budaya Bali, tidak ada pariwisata budaya Bali dengan sendirinya

Bali itu tidak ada. Karena orangnya bukan orang Bali lagi. Sama lah seperti

jakarta betawi sekarang tidak ada, wisata jakarta iya ada tapi wisata betawi

tidak ada.

S : Apa pentingnya peraturan daerah ini diterapkan?

DPRD : Peraturan daerah ini dibuat sebagai suatu kesepakatan sehingga bisa

mengarahkan perkembangan pariwisata yang ada di Bali. Pertama,

pembangunan pariwisata harus memberikan manfaat bagi masyarakat Bali,

bukan Bali dimanfaatkan untuk kemajuan kepariwisataan yang

kemanfaatannya tidak dinikmati oleh masyarakat Bali. Pembangunan yang

berbasis masyarakat adalah pembangunan untuk membangun kemampuan

masyarakat dalam menentukan masa depannya sendiri. Kedua, setiap

pembangunan wisata harus mencerminkan kepariwisataan budaya, artinya

pariwisata pembangunannya harus menggunakan ciri khas kebudayaan Bali

Page 92: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

vii

yang dijiwai oleh agama Hindu. Itu berarti pembangunan kepariwisataan

Bali tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai kebudayaan yang dijiwai

dengan ajaran agama Hindu. Ketiga, Tri Hita Karana adalah falsafah yang

harus ada dan dijalankan di setiap pembangunan. Kegiatan kepariwisataan

Bali tidak boleh melanggar nilai dasar yang dikandung falsafah Tri Hita

Karana.

S : Lembaga atau elemen-elemen manasaja yang diajak untuk diskusi atau rapat

untuk terbentuknya peratudan daerah ini?

DPRD : Pertama yaitu standatnya akademisi, lembaga adat misalnya desa adat,

MUDP (majelis utama desa pertama), PHDI

S : Bagaimana implementasi dari perda no 2 tahun 2012?

DPRD : Ya di sini kita bisa lihat Tri Hita Karana yang terjadi di pariwisata Bali saat

ini mungkin berjalan terlalu sangat baik, dari sudut toleransi sudah terlalu

sangat baik. Namun yang dilupakan akibat dari perkembangan pariwisata

yaitu priyangannya (sudut ketenangannya) banyak dilupakan. Toleransi

terjadi untuk pemanfaatan budaya. Tetapi dari sudut ketuhanannya agak

meluntur. Moralitas terjadi konsekwensi dari perkembangan industri baik

industri produksi biasa maupun industri pariwisata. Paling tidak dari konsep

Tri Hita Karana sangat mengurangi konsekuensi itu. Seandainya kita

bangun pabrik di suatu tempat dengan kecepatan pembangunan pariwisata di

Bali. Kita bandingkan di situ pabrik dengan kecepatan yang sama, apa yang

terjadi di sana dan apa yang terjadi di sini. Pasti jauh perbedaannya. Karena

kalau kita di sini masih bisa menahan dikit demi sedikit. Tetapi walaupun

memang tetep juga terkikis mau tidak mau tidak mau kita bikin peraturan

bagaimana bisa mengontrol mengurangi paling tidak laju pengikisan. Ya

kalau mau dilihat dari data statistik misalnya

S : Apakah ada yang melanggar?

DPRD : Banyak pelanggaran yang terjadi. Ini lah Bali di dalam persimpangan. Yang

bikin rusaknya Bali godaan industri yang menghasilkan keuntungan dengan

pariwisata budaya yang kita jadikan komitmen. Banyak sekali sebenarnya

yang terjadi kalau boleh kita jujur banyak sekali baik dari bentuk bangunan,

baik dari tingkah laku karyawannya dan pelakunya. Kalau kita ngomong

pariwisata kan tidak hanya hotel dan restoran, gaet misalnya. Gaet tidak

hanya dijalanin oleh orang pribumi aja, orang surabaya bisa, orang batak

bisa tanpa dibatasi konsep-konsep pariwisata budaya. Sehingga dia tidak tau

budaya hanya sekedar mencari uang apa saja yang membuat para wisatawan

senang. Padahal seharusnya juga diikuti dengan misalnya dia harus

berpakaian ini ke pure. Sama di Thailan juga begitu. Padahal hal yang

seperti itu yang dicari. SeBaliknya gaet melakukan yang sama seperti di

negaranya. Implikasinya adalah lama-lama jadi negaranya, negara orang

luar. Penting lah ini dilakukan.

S : Apa tujuannya?

Page 93: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

viii

DPRD : Tujuannya untuk mengontrol dan mengurangi terjadinya pelanggaran-

pelanggaran itu.

S : Tindakan apa jika kalau ada tempat pariwisata yang melanggar?

DPRD : Kalau sekarang dinas perizinan yang melakukan sidak yang berusaha

mengoreksi kesalahan-kesalah dari pelaku pelanggar dengan pelaksana

satpol PP. Jika benar bersalah maka dicabut izinnya.

Page 94: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

ix

Lampiran II

Wawancara Prof. Dr. I Gusti Ngurah Sudiana Ketua PHDI Bali

S : Apakah PHDI selalu dilibatkan dalam merumuskan kebijakan publik di

Bali?

Prof : PHDI selalu dilibatkan di dalam merumuskan kebijakan public, apalagi

kebijakan public itu yang berkaitan dengan agama Hindu, budaya dan adat

Bali. Budaya dan adat Bali inikan dijiwai agama Hindu. Setiap kebijakan

public, apalagi menjadi peraturan daerah selalu PHDI terlibat di dalamnya.

Jangan sampai perda ini tidak menjangkau atau salah dalam menafsirkan

tentang masyarakat Hindu di Bali.

S : Apa yang melatar belakangi berdirinya PHDI?

Prof : Itu kebutuhan dari umat untuk menjembatani umat Hindu agar bisa

berkomunikasi dengan pemerintah dan juga berkomunikasi antra umat

Hindu dan umat Hindu lainnya dibidang keagamaan.

S : Bagaimana proses berjalannya PHDI mulai awal sampai sekarang sehingga

dapat ikut serta berpartisipasi dalam menentukan kebijakan?

Prof : Kalau dari awal PHDI pembentukannya melibatkan pemerintah provinsi

Bali.terutama kantor agama. Karena selalu dilibatkan oleh pemerintah dan

kantor agama maka sudah jadi kebiasan PHDI itu setiap ada kegiatan yang

ada di pemerintahan, PHDI diundang dan dimintai pendapatnya

S : Kalau partisipasi dalam peraturan daerah No. 2 tahun 2012 tentang

pariwisata budaya Bali bab 1 pasal 1 ayat 13. Tri Hita Karana?

Prof : PHDI selalu dimintak merumuskan local jinius (kearifan-kearifan local) baik

yang bersumber dari agama maupun dari adat untuk dipakai acuan dalam

menyusun peraturan daerah. Tidak saja peraturan nomer 2 tahun 2012 tapi

perda nomer 16 tahun 2009 juga PHDI ikut serta dalam berpartisipasi dalam

menentukan kebijakan di Bali. Termasuk Tri Hita Karana, satkerti dan lain

sebagainya.

S : Bentuk partisipasi apa saja yang dilakukan PHDI dalam perumusan

kebijakan?

Prof : Ya audiensi, diskusi, seminar dan tentunya dari semua itu untuk memberikan

masukan dan memberitahukan kepada masyarakat, pemerintahan bahwa

pentingnya permasalahan ini dan ketua adat yang berada di Bali.

S : Melalui apa itu prof?

Prof : Bisa ketemu langsung, pidato acara keagamaan maupun media.

S : PHDI ikut juga dalam penyusunan agenda formulasi kebijakan, menjadi

Page 95: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

x

kebijakan, implementasi, sampai evaluasi?

Prof : Semuanya, mulai dari pembahasan, rancangan sampai keputusan terakhir

selalu dilibatkan.

S : Arti Tri Hita Karana sendiri apa pak?

Prof : Tiga penyebab keharmonisan. Tri artinya tiga Hita penyebab Karana

keharmonisan. Jadi tiga penyebab hubungan keharmonisan. Keharmonisan

antara manusia dengan manusia, antara manusia dengan tuhan, antara

manusia dengan lingkungan. Itu kalau Tri Hita Karana.

S : Hubungan antara Tri Hita Karana dengan pariwisata itu apa pak?

Prof :`Sangat jelas hubungannya. Karena masyarakat Bali berhungan antara

manusia dengan tuhan sangat baik, melalui pure-pure dan upacaranya maka

pariwisata itu sangat maju. Itu yang dicari oleh orang luar negri. Karena

manusia Bali berhubungan antara manusia dengan manusia baik maka ada

bangunan-bangunan adat. Ada upacara-upacara untuk manusia yang dicari

juga oleh pariwisatawan. Ada tarian-tarian dan sebagainya itu dicari oleh

pariwisatawan. Masyarakat Bali juga memelihara lingkungan. Hubungan

manusia dengan lingkungan. Hutan dilestarikan dan sebagainya sehingga air

bagus. Memelihara lingkungan dengan baik sehingga wisatawan suka kesini.

Jadi lingkungan Bali yang dimaksud setiap lingkungan disakralkan sehingga

wisatawan betul-betul merasa ramah.

S :`Berarti di tempat pariwisata contoh kayak p-antai-pantai yang didatengin

sama masyarakat berarti harus ada dari tiga komponen itu jadi ada pure dan

sebagainya.

Prof : Selalu begitu. Kalau ada tempat pasti ada purenya untuk manusianya untuk

lingkungannya. Selalu ada. Pantai pasti ada purenya, ada tempat manusianya

dan ada pantainya. Hutan juga sama ada purenya, ada lingkungannya untuk

manusianya

S : Apakah mulai 2012 didirikan kebijakan ini sampai sekarang PHDI

memantau terus

Prof : Ada. Berkali-kali kita adakan di Bali trisen word pada tanggal 17 September

2016. Kita adakan evaluasi di Bali trisen word. Kemana arah pariwisata

budaya Bali. Kenapa pariwisata Bali ini sudah mulai bergeser tidak

pariwisata budaya tapi banyak pariwisata yang lain. Jadi mau dikemanakan

pariwisata ini. Wah banyak kita didiskusikan. Kenapa ada pariwisata di sini

maju tapi ada desa yang miskin di Bali. Kita bicarakan itu. Jadi pembagian

kuwe pariwisata tidak merata. Kenapa, yaitu banyak ceritanya.

S : Mungkin bisa diceritakan pak

Page 96: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

xi

Prof : Banyak ceritanya, karena menejemen, karena sirkulasi pariwisata itu hanya

berkonsentrasi di Badung, Denpasar, Ubud itu aja.

S : Pembagian dari provinsi tidak merata

Prof : Pembagian kuwe pariwisatanya tidak sama.

S : Adakah tempat yang membangkang, tempat pariwisata yang tidak ada

menkup dari Tri Hita Karana

Prof : Tidak ada. Semuanya ada

S : Kalau seumpamanya tidak ada. Apa tindakan dari PHDI?

Prof : Ada pengarahan, seperti di hotel-hotel ada Tri Hita Karana Word ada

semacam pembinaan. Di sini tidak digusur. Ada pembinaan

S : Kalau ada pembangunan seperti hotel dan lainnya apakah harus izin ke

PHDI terlebih dahulu atau

Prof : Ada rekomendasi izinnya di pemerintahan, di kota atau provinsi

S : Berarti PHDI ini ada sinergi dengan DPRD gitu pak?

Prof : Bukan senergi dengan DPRD. PHDI wajib berkomunikasi dengan seluruh

instansi. Kalau berkaitan dengan keagamaan seluruh instansi non PHDI

berkomunikasi dengan PHDI

Page 97: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

xii

Lampiran III

Wawancara Drs. I Ketut Pasek Swastika Wakil Ketua PHDI Bali

S : Bagaimana sejarah Hindu diakui oleh pemerintahan Indonesia?

Pasek : Begitu Indonesia merdeka, inventerisasi keyakinan beragama. Waktu itu

Indonesia ada beberapa keyakinan dan kepercayaan di Bali khususnya

sebelum menjadi Hindu namanya Agama Tirta, Agama Budi, dan Agama

Cana. Kalau itu disebutkan belum diakui oleh pemerintahan soekarno.

Pada tanggal 26 Juni 1958 delapan organisasi keagamaan di Bali

mengadakan pertemuan membahas usulan kepada pemerintah. Seperti Satya

Hindu Dharma I Gusti Ananda Kusuma, Yayasan Dwijendra Ida Bagus

Wayan Gede, Partai Nasional Agama Hindu Ida I Dewa Agung Geg, Majelis

Hinduisme Ida Bagus Tugur, Paruman Para Pandita Pedanda Made

Kemenuh, Panti Agama Hindu Bali I Ketut Kandia, Angkatan Muda Hindu

Bali Ida Bagus Gede Doster, dan Eka Adnyana Ida Bagus Gede Manuaba.

Dari hasil pertemuan tersebut berisikan: Tetap menuntut kepada

Pemerintah Republik Indonesia untuk mendudukkan agama Hindu Bali

sejajar dengan agama-agama lainnya dalam struktur Kementrian Agama

Republik Indonesia, Menuntut agar diadakan perubahan dalam peraturan

kementrian Agama Republik Indonesia N0. 9 th. 1952, yaitu agar Agama

Hindu Bali dimasukkan dalam pasal III sebagai bagian, dan Mendesak

kepada pemerintah Daerah Bali agar tetap mempertahankan Dinas Agama

Otonom Daerah Bali yang dibentuk dengan surat Keputusan DPR Daerah

Bali tanggal 24 Maret 1953, N0.2/S.K./DPRD.

Dari hasil pertemuan tersebut disampaikanlah kepada Presiden RI,

perdana mentri, Mentri Agama, Mentri Dalam Negeri, Ketua Parlemen,

Ketua Dewan Nasional, Penguasa Perang Pusat, Penguasa Perang Daswati I

NusaTenggara di Denpasar, Gubernur Provinsi Nusa Tenggara, Kepala

Daerah Bali, Ketua DPRD Bali, Anggota Parlemen yang berasal dari Bali,

Anggota Dewan Nasional dari Bali I Gusti Bagus Sugriwa dan pers.

Tanggal 29 Juni 1958, lima orang utusan organisasi agama menghadap

Presiden RI di Tampaksiring. Diantar oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah Peralihan Bali, I Gusti Putu Mertha. Kelima perwakilan tersebut

yaitu Ida Pedanda Made Kemenuh, I Gusti Ananda Kusuma, Ida Bagus

Wayan Gede, Ida Bagus Dosther, dan I Ketut Kandia.

Mengusulkan agar Kementrian Agama RI ada bagian agama Hindu

Bali, sebagaimana yang telah diperoleh oleh Islam, Katolik, dan Kristen.

Permohonan itu dikabulkan dan tanggal 5 September 1958 dibentuk Bagian

agama Hindu Bali pada Kementrian Agama Republik Indonesia, dengan

ketua I Gusti Gede Raka

S : Bagaimana awal dari terbentuknya PHDI?

Pasek : Pertama yaitu ingin membentuk dewan agama Hindu atau badan keagamaan

Page 98: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

xiii

Hindu di Bali. Karena keluarnya Undang-Undang tentang penghapusan

Swapraja di Indonesia, dan dipecahnya Propinsi Administrasi Nusa

Tenggara menjadi tiga propinsi yang otonom yakni Bali, NTB, dan NTT.

Swapraja yang dulunya dikepala oleh raja dan sekaligus sebagai pimpinan

agama Hindu Bali dan adat, maka kini dihapuskan. Maka timbul keinginan

membentuk badan keagamaan yang dapat menggantikan peran raja.

Tanggal 7 Oktober 1958 di Balai Masyarakat Denpasar diadakan

pertemuan Pemerintah Daerah Bali dengan Pimpinan Organisasi Keagamaan

Bali. Dibentuklah panitia untuk persiapan pembentukan Dewan Agama

Hindu Bali. Panitianya yaitu Paruman Para Pandita, Panti Agama Hindu

Bali, Angkatan Muda Hindu Bali Dr. Ida Bagus Mantra dan I Gusti Bagus

Sugriwa.

Hindu Bali Sabha Pesamuhan Agung Hindu Bali yang kemudian

dikenal dengan Sidang Pembukaan Parisada Dharma Hindu Bali, 21-23

Februari 1959 di Fakultas Sastra Denpasar. Sidang ini melahirkan Piagam

Parisada. Ditandatangani oleh 20 orang. Delapan dari delegasi pemerintah

dan 12 dari organisasi keagamaan Bali seperti Perhimpunan Buddhis

Indonesia Bali Dharma Yadnya, Partai Nasional Agama Hindu Bali, Majelis

Hinduisme, Wiwada Sastra, Sabha Satya Hindu Dharma, Perhimpunan

Hidup Ketuhanan, Angkatan Muda Hindu Bali Kumara Bhuwana, Yayasan

Dwijendra, Eka Adnyana Dharma, Persatuan Keluarga Bujangga

Waisanawa, dan Paruman Pandita.

Sidang tersebut juga menetapkan personalia Pesamuhan Sulinggih 11

orang Pesamuhan Walaka 22 orang dan pengurus harian terdiri atas ketua

Ida Pedanda Wayan Sidemen, Wakil ketua I Gusti Bagus Oka, dan sekretaris

Dr. Ida Bagus Mantra.

Piagam Parisada berisikan: Bentuk lembaga ini adalah Parisada,

bersifat keagamaan Hindu Bali, berkedudukan di mana pimpinan berada.

Fungsi lembaga ini adalah koordinasi segala kegiatan keagamaan Umat

Hindu Bali dengan tugas, mengatur, memupuk dan memperkembangkan

agama Hindu Bali. Tujuannya adalah mempertinggi kesadaran hidup

keagamaan dan kemasyarakatan Umat Hindu Bali. Keanggotaan terdiri dari

para sulinggih dan walaka yang dipandang ahli atau mempunyai

pengetahuan mendalam soal keagamaan Hindu Bali, sehingga susunan

Parisada terdiri dari Pasamuhan Para Sulinggih dan Pasamuhan Para

Walaka, yang keduanya dalam kepaniteraan bersama. Usaha lembaga ini

meliputi penelitian, pendidikan, penerangan, dan kesejahteraan masyarakat.

Tanggal 17-23 Nop. 1961 di Campuhan Ubud diadakan paruman

dharma asrama para pandita dan walaka yang diprakarsai Parisada Dharma

Hindu Bali. Ketika itu dibicarakan mengenai dharma agama dan dharma

negara. Dharma agama adalah bagaimana umat Hindu bisa menjalankan

ajaran dharma lewat kerangka dasar agama yakni tattwa, susila, dan upacara.

Page 99: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

xiv

Dharma negara lebih menitikberatkan hubungan umat sebagai warga negara

NKRI dalam memposisikan diri untuk berperan aktif dalam kegiatan

kebangsaan /kenegaraan serta selalu menjunjung tinggi Pancasila dan UUD

1945.

Piagam Parisada 23 Februari 1959 hanya menjangkau wilayah Bali,

karena namanya Parisada Dharma Hindu Bali. Sabha Hindu Bali I, 7-10

Oktober 1964 menetapkan anggaran Dasar Parisada dengan Piagam Parisada

terdahulu sebagai dasarnya, dengan perubahan yakni mengganti nama

menjadi Parisada Hindu Dharma. Sabha Hindu Bali II (mahasabha II) 2-5

Desember 1968 di Denpasar, resmi menjadi Parisada Hindu Dharma

Indonesia.

S : Apa partisipasi PHDI dalam peraturan daerah No. 2 tahun 2012 tentang

pariwisata budaya Bali bab 1 pasal 1 ayat 13. Tri Hita Karana?

Pasek : PHDI merupakan suatu organisasi agama Hindu tentunya selalu dimintak

merumuskan local jinius (kearifan-kearifan local) baik yang bersumber dari

agama maupun dari adat untuk dipakai acuan dalam menyusun peraturan

daerah. Dari peraturan apa sajayang menyangkut agama termasuk Tri Hita

Karana.

S : Apa yang dilakukan PHDI dalam berpartisipasi dalam peraturan daerah No.

2 tahun 2012 tentang pariwisata budaya Bali bab 1 pasal 1 ayat 13?

Pasek : Dialog, seminar, audiensi dan tentunya dari semua itu untuk memberikan

masukan dan memberitahukan kepada masyarakat dan pemerintahan bahwa

pentingnya permasalahan ini untuk Masyarakat Hindu kedepannya. Kami

slalu bekerjasama dan diskusi dengan ketua adat.

S : Melalui apa saja?

Pasek : Bisa pidato acara keagamaan atau ketemu langsung, maupun penyebaran

melalui media.

Page 100: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

xv

Lampiran IV

Wawancara Wayan Suwarsa Ketua Adat Kuta

S : Bagaimana implementasi Tri Hita Karana di lingkungan pariwisata

khususnya pantai kute?

Ketua : Sebelum adanya peraturan daerah provinsi Bali No. 2 Tahun 2012 tentang

kepariwisataan budaya Bali bab 2 pasal 2 nilai-nilai ajaran Tri Hita

Karananya udah ada dan kami selaku desa adat atau desa pakraman di Bali.

Ya memang harus menjaga konseptual Tri Hita Karana. Kecuali desa

adatnya dibubarkan atau tidak ada. Mungkin Tri Hita Karana di daerah

yang ada objek wisata akan hilang. Seperti halnya pantai kute ini. Pantai

kute dikelola oleh desa adat. Otomatis selama desa adat itu ada selama itu

pula Tri Hita Karananya itu ada. Dan sekarang implementasinya saja

apakah sudah maksimal, optimal atau memang kurang. Artinya saya

menjelaskan bahwa konseptual Tri Hita Karana tidak akan hilang di tanah

Bali selama desa adat atau desa pakraman ada di Bali. Sekarang apakah

peraturan daerah itu efektif atau tidak? Tidak adanya peraturan daerah itu

konseptual Tri Hita Karana udah berjalan. Artinya sebelum dibentuknya

peraturan daerah provinsi Bali No. 2 Tahun 2012 tentang kepariwisataan

budaya Bali bab 2 pasal 2 Tri Hita Karana sudah berjalan sejak dahulu.

Pemerintah melegitimasi dalam bentuk peraturan-peraturan positif salah

satunya peraturan daerah No. 2 tahun 2012 tentang pariwisata budaya.

S : Siapa saja yang menjalankan aturan tersebut?

Ketua : Pemerintah dan pengelola, pengelola tempat pariwisata yaitu desa adat.

Seluruh wilayah yang ada di Bali wilayah-wilahyahnya memiliki desa adat.

Sehingga otomatis di mana ada tempat pariwisata di situ juga terdapat desa

adat atau desa pakraman.

S : Bagaimana ajaran korelasi antar manusia yang dimaksud dalam Tri Hita

Karana?

Ketua : Ajaran tawamasi, ajaran pesedikaran, penyama braye

S : Apa maksud ajaran Tri Hita Karana?

Ketua : Tri yaitu tiga sedangkan Hita yaitu kesejahtraan atau kemakmuran Karana

yaitu penyebab. Jadi arti dari Tri Hita Karana adalah tiga penyebab

kemakmuran atau kesejahtraan. Subjeknya itu manusia semua, yang

melakukan manusia semua. Harmonisasi antara manusia dengan sang

pencipta (Tuhan), sang pencipta ini adalah alam semesta. Semesta dengan

alam yang tidak terbatas ini yang kita pahami dengan pikiran manusia,

pikiran manusia adalah terbatas pada saat pikiran terbatas memikirkan alam

yang tidak terbatas ini selalu ada bentuk- bentuk atau wujud-wujud

dikenallah sebagai tuhan. Manusia dengan tuhan berasal dari kata

parahyangan dari bahasa sansekerta, dari kata ”Hyang”, yang berarti Ida

Sang Hyang Widhi Wasa. Jadi, kata parahyangan berarti hubungan yang

Page 101: PARTISIPASI & KEBIJAKAN: STUDI ATAS PARISADA HINDU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43130/2/MUCH...partisipasi & kebijakan: studi atas parisada hindu dharma indonesia

xvi

harmonis dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dengan demikian kita harus

menjalin hubungan yang harmonis dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa,

dengan cara menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya.

Manusia dengan alam lingkungan bersal dari kata palemahan dari bahasa

sansekerta, dari kata ”Lemah”, yang berarti lingkungan sekitar atau alam

semesta. Jadi, kata palemahan berarti hubungan yang harmonis antara

manusia dengan lingkungan sekitar atau alam semesta. Dengan demikian

selain menjalin hubungan yang harmonis dengan Tuhan dan sesama manusia

kita juga harus menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan sekitar

atau alam semesta dengan cara menjaga lingkungan sekitar dari kerusakan.

Manusia dengan sesamanya merasal dari kata Pawongan berasal dari bahasa

sansekerta, dari kata ”Wong”, yang berarti orang atau manusia. Jadi, kata

pawongan berarti hubungan yang harmonis antara manusia dengan sesama

manusia. Dengan demikian kita harus menjalin hubungan yang harmonis

dengan sesama manusia, dengan cara saling menghormati dan saling

menghargai satu sama lain.

S : Apakah pantai kuta ini menjalankan Tri Hita Karana tidak?

Ketua : Menjalankan, pertama kawasan pantai kuta ini sepanjang 4 ½ kilo dalam

bentangan hari-hari tertentu ada upacara plastian (acara iring-iringan kelaut)

ini aspek parahyangan. Yang kedua aspek manusia, ada orang jualan dan ada

pengunjung di sana ada keakraban, pertemana dan persahabatan. Di situ

tidak hanya beli aja. Tetapi ada saling ngobrol panjang dan cerita-cerita. Ini

disebut pawongan. Kita bersihkan pantai, kita punya 60 orang pekerja

kebersihan, para pedanga juga wajib menjaga kebersihan dan menjaga pohon

dan hewan yang ada lingkungan kuta. Ini adalah aspek palemahan. Jadi

sebelum adanya peraturan daerah ini sudah berjalan.

S : Apakah hasil dari terbentuknya peraturan No. 2 tahun2012?

Ketua : Dengan hasil terbentuknya perda ini semakin kuat lah dengan sangsi-sangsi

hukum positif

S : Kira-kira pernahkah ada sangsi yang dijalankan

Ketua : Pada saat pedangan melakukan kriminal ada sangsi hukum adat disebut

tridane. Tiga sangsi hukum adat. Kalau pendekatannya dengan hukum

negara ya kita laporin kepihak yang berwajib dia akan kenak pidana. Kalau

hukum adat bermaen misalnya pedangang yang berantem sesama pedagang

ya harus diselesaikan dengan hukum adat Bali yang kita kenal dengan

jiwodane. Yaitu harus saling memaafkan. Jika tidak mau ya kita rapat kan

dan dikasih hukuman yang bikin malu.