ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Tn“I” DENGAN GANGGUAN
SISTEM MUSKULOSKELETAL : POST OPERASI (PEMASANGAN
PLATE) FRAKTUR TIBIA FIBULA 1/3 DISTAL TERBUKA
DI RUANG PERAWATAN BEDAH RAJAWALI
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA MAKASSAR
TANGGAL 5-11 JANUARI 2010
OLEH :
DEWA ANUGRAH
NIM : 07.01.061
\
AKADEMI KEPERAWATAN MAPPA OUDANG
MAKASSAR
2010
12
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Tn“I” DENGAN GANGGUAN
SISTEM MUSKULOSKELETAL : POST OPERASI (PEMASANGAN
PLATE) FRAKTUR TIBIA FIBULA 1/3 DISTAL TERBUKA
DI RUANG PERAWATAN BEDAH RAJAWALI
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA MAKASSAR
TANGGAL 5-11 JANUARI 2010
KARYA TULIS ILMIAH
Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Pendidikan Diploma III
Akademi Keperawatan Mappa Oudang Makassar
OLEH :
DEWA ANUGRAH
NIM : 07.01.061
AKADEMI KEPERAWATAN MAPPA OUDANG
MAKASSAR
2010
13
HALAMAN PERSETUJUAN
Karya Tulis Ilmiah ini Berjudul: ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
Tn“I” DENGAN GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL : POST
OPERASI (PEMASANGAN PLATE) FRAKTUR TIBIA FIBULA 1/3 DISTAL
TERBUKA DI RUANG PERAWATAN BEDAH RAJAWALI
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA MAKASSAR TANGGAL 5-11 JANUARI
2010
Telah disetujui untuk diujikan dan dipertahankan. Di depan penguji
Akademi Keperawatan Mappa Oudang Makassar
Pada Hari Kamis, 19 Agustus 2010
Pembimbing
SYAHARUDDIN, SKM, S.Kep, Ns
NIDN : 0904047301
Diketahui OlehDirektur
Akademi keperawatan Mappa Oudang
Makassar
dr. Hj. A. NURHAYATI, DFM, M. Kes
AKBP NRP. 59030832
HALAMAN PENGESAHAN
14
Karya Tulis Ilmiah dengan judul : ” ASUHAN KEPERAWATAN PADA
KLIEN Tn“I” DENGAN GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL : POST
OPERASI (PEMASANGAN PLATE) FRAKTUR TIBIA FIBULA 1/3 DISTAL
TERBUKA DI RUANG PERAWATAN BEDAH RAJAWALI
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA MAKASSAR”. Telah diuji dan dipertahankan
di hadapan Tim Penguji pada hari kamis 19 Januari 2010 di Akper Mappa Oudang
Makassar.
Tim Penguji
1. Syaharuddin, SKM, S.Kep Ns ( )
2. Hamzah Tasa, S.Kep Ns, M.Kes ( )
3. Hj. Aminah, S. Kep Ns ( )
Mengetahui,
Direktur Akademi Keperawatan Mappa Oudang
Makassar
dr. Hj. A. NURHAYATI, DFM, M.Kes
AKBP NRP. 59030832
15
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. IDENTITAS PENULIS
Nama : DEWA ANUGRAH
Tempat/Tgl lahir : WATANSOPPENG, 27 Januari 1989
Suku/Bangsa : Bugis/Indonesia
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : ISLAM
Alamat : Jl. Baji Gau No. 182 Makassar 90223
B. RIWAYAT PENDIDIKAN
Pendidikan formal
1. Pada Tahun 1994-1995 TK Perwanida
2. Pada Tahun 1995-2001 SD Negeri 166 Laburawung
3. Pada Tahun 2001-2004 SLTP Negeri 2 Watansoppeng
4. Pada Tahun 2004-2007 SMA Negeri 1 Watansoppeng
5. Pada Tahun 2007-2010 Akademi Keperawatan Mappa Oudang Makassar
16
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala Puji bagi Allah SWT Rabb semesta alam, yang
Maha Menciptakan, Menghidupkan dan Mematikan, yang Rahmat-Nya meliputi
langit dan bumi, dunia dan akhirat dan kepada-Nyalah semua akan kembali.
Shalawat serta salam mudah-mudahan terlimpah kepada Nabiullah Muhammad
SAW, yang membawa umat manusia dari alam gelap gulita ke alam yang terang
benderang.
Tak lupa pula penulis mensyukuri segala Rahmat dan Karunia yang telah
dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini
dengan judul ” ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN. “R”
DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN : HERNIA INGUINAL DI
RUANG PERAWATAN KENARI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA MAPPA
OUDANG MAKASSAR”.
Karya Tulis Ilmiah ini disusun dalam rangka menyelesaikan pendidikan
Diploma III Keperawatan pada Akademi Keperawatan Mappa Oudang Makassar.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis banyak menghadapi hambatan,
tetapi berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak Karya Tulis Ilmiah ini
dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Untuk itu perkenankanlah penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :
17
1. Bapak dewan pembina AKPER Mappa Oudang Makassar, yang telah
menyediakan sarana dan prasarana selama pendidikan di Akper Mappa
Oudang Makassar.
2. Ibu dr. Hj. A. Nurhayati, DFM, M. Kes selaku Direktur AKPER Mappa
Oudang Makassar yang telah banyak memberikan bimbingan dan ajaran
seperti anaknya sendiri kepada penulis selama mengkuti pendidikan di Akper
Mappa Oudang Makassar.
3. Kepala RS. Bhayangkara Makassar beserta staf yang telah memberikan
izin, membantu menyediakan sarana dan prasarana, meluangkan waktu untuk
memperoleh data serta memberikan bimbingan dalam melaksanakan asuhan
keperawatan.
4. Bapak Syaharuddin, SKM, S. Kep, Ns selaku pembimbing dan penguji I
yang begitu banyak memberikan sumbangsih pemikiran, saran, nasehat dan
dengan penuh kesabaran dan ketelatenan selama proses bimbingan di dalam
penulisan Karya Tulis Ilmiah ini.
5. Bapak Hamzah Tasa, S. Kep Ns, M. Kes sebagai penguji II yang begitu
banyak memberikan masukan dan saran demi kelengkapan Karya Tulis
Ilmiah ini.
6. Ibu Hj. Aminah, S.Kep, Ns sebagai penguji III yang telah memberikan
bimbingan dan masukan dalam penyususnan karya tulis ilmiah ini.
7. Bapak & Ibu Dosen beserta Staf Pengajar Akademi Keperawatan Mappa
Oudang Makassar yang telah memberikan kuliah dan bimbigan kepada penulis
18
selama mengikuti pendidikan di Akademi Keperawatan Mappa oudang
Makassar.
8. Special buat ayahanda Ramli Mahmud dan ibunda tercinta Nuhera Sinar
dan saudara- saudaraku tersayang Dedy Saputra, Dewi Purnama dan Dela
Safitri, serta semua keluarga yang tidak sempat dituliskan namanya dalam
lembaran ini terimakasih banyak telah memberikan do’a, support, kasih
sayang serta dukungan moril yang tak terhitung nilainya sehingga penulis
dapat menyelesaikan studinya.
9. Special buat sahabat-sahabatku, Agus junaedi dahlan (Ajudan), Muhaimin
(india), Muh. Yusuf(Sufu), Arfiansyah (Ettu), Sumardi (Suma), Masdar
(Mas), Agusman (Sagu), Jumain (Jumbo), Ansar (Anshay), syamsuddin
(same), Fadil (fade), Faharuddin (Aco), Sofyan (Sofy), A. Ibrahim
(Ibeleng), Hasanuddin (Kacang), longa (Ahmad Khair), dan semua teman-
teman yang tidak sempat penulis tuliskan dalam lembaran ini yang sudah mau
berbagi suka dan duka bersama penulis, juga memberikan support, dan
semangat kepada penulis selama bersama-sama dalam mengikuti pendidikan.
10. Tak lupa juga saya menghanturkan banyak terima kasih kepada Pak dardin,
Pak Herman, Bu Asni, Kak Ridho, Kak Indri, Kak Sahar, Kak Ahmad,
Kak Hikma, Kak Halim, Astaga hampir lupa juga ma Mba Sri dan Mba
Erna yang senantiasa merelakan barang jualannya untuk saya habiskan
sebelum dibayar (utang), begitupun dengan bapak Madjid sekeluarga yang
senantiasa memberikan dispensasi dengan penunggakan uang kos dan listrik
19
dan suguhan buka puasa yang hampir setiap hari menyelematkan perut
keronconganku bersama teman-teman.
11. Teman-teman kelompok bedah Jumain, Masdar, Fadil, Nona, Nurmi,
Mustaina, Sry, Erni, Terimah kasih atas kerja samanya dan kekompakannya
selama ujian akhir program.
12. Rekan-rekan aktivis BEM periode I yang telah membantu penulis dalam
mencapai kedewasaan dalam berfikir.
13. Para adinda ku di AKPER MAPPA OUDANG dan SMK PRATIDINA
yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu terimah kasih banyak atas
kerjasamanya dalam penyusunan karya tulis ini
Semoga tuhan yang Maha Esa memberikan balasan yang setimpal atas
segala bantuan yang diberikan
Akhir kata penulis berharap semoga Karya Tulis ini dapat bermanfaat bagi
masyarakat umumnya dan tenaga keperawatan khususnya dalam memberikan
Asuhan Keperawatan. Akhirnya penulis memohon kepada Allah SWT semoga
apa yang telah diperbuat bernilai ibadah disisi-Nya.
Makassar, Januari 2010
DEWA ANUGRAH
20
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………………iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP…………………………………………………...iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................. v
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………….xi
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang ............................................................................................. 1
Tujuan Penulisan .......................................................................................... 3
Manfaat Penulisan ........................................................................................ 4
Metodologi ................................................................................................... 5
Sistematika Penulisan ................................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Dasar Medis ........................................................................... 8
Pengertian ...................................................................................... 8
Anatomi Fisiologi ......................................................................... 8
Etiologi ........................................................................................ 21
Patofisiologi ................................................................................ 24
Manifestasi Klinik ....................................................................... 25
Pemerikasan Diagnostik .............................................................. 26
1. Penatalaksanaan Medik ............................................................... 27
Konsep Dasar Keperawatan .............................................................. 28
Pengkajian ................................................................................... 28
Penyimpangan KDM .................................................................. 29
Diagnosa Keperawatan................................................................ 30
Rencana Keperawatan ................................................................ 30
BAB III TINJAUAN KASUS
Pengkajian ........................................................................................ 36
21
Data Fokus ................................................................................. 46
Analisa Data ............................................................................... 47
Diagnosa Keperawatan ..................................................................... 49
Rencana Keperawatan (Intervensi) ................................................... 50
Catatan Tindakan (Implementasi) .................................................... 54
Catatan Perkembangan (Evaluasi) .................................................... 57
BAB IV PEMBAHASAN
Pengkajian ......................................................................................... 60
Diagnosa Keperawatan...................................................................... 62
Intervensi ........................................................................................... 64
Implementasi ..................................................................................... 65
Evaluasi ............................................................................................. 66
BAB V PENUTUP
Kesimpulan ....................................................................................... 67
Saran .................................................................................................. 68
DAFTAR PUSTAKA
22
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring deengan kemajuan dan perkem bangan ilmu pengetahuan
disegala bidang khususnya kemajuan IPTEK kesehatan dan keperawatan
yang merupakan salah satu komponennya dituntut terus berkembangsecara
dinamis dengan masalah keperawatan/kesehatan di masyarakat yang kian
kompleks.
Dalam meningkatkan derajat kesehatan yang optimal perawat
merupakan salah satu komponen pembangunan di bidang kesehatan yang
perlu dilaksanakan karenan perawat akan memberikan pelayanan kepada
manusia secara utuh meliputi biologis, psikososial, dan spiritual yang
dapat menunjuang proses penyembuhan penyakit klien.
Dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawah
dampak terhadap kompleksnya permasalahan kesehatan di rumah sakit,
juga mengalami perkembangan akibat meningkatnya tuntunan kebutuhan
masyarakat akan asuhan keperawatan yang diberikan terutama pada pasien
fraktur atau patah tulang.
Patah tulang (fraktur) adalah retaknya tulang, biasanya disertai
dengan cedera di jaringan sekitarnya, dimana sebagian patah tulang
merupaka akibat dari cedera, seperti kecelakaan mobil, olah raga atau
karena jatuh. Adapun tanda dan gejalanya yaitu nyeri, bengkak,
deformitas, alat gerak tidak berfungsi sebagaimana mestinya, berkurangya
23
sensasi yang dapat terjadi karena adanya gangguan saraf dimana saraf itu
dapat terjepit atau terputus oleh frangmen tulang. Dan adapun
penatalaksanaan dari fraktur adalah dengan cara traksi, gips, fiksasi
internal dan fiksasi eksternal. (www. Medicastro dan Anugrah-Argon.com,
23-09 2007).
Dengan makin pesatnya kemajuan lalu lintas di indonesia baik dari
segi pemakaian jalan, jumlah kendaraan, jumlah pemakai jasa angkutan,
bertambahya jaringa jalan dan kecepatan kendaraan maka mayoritas
terjadinya fraktur adalah akibat kecelakaan lalu lintas.
Menurut data dari kepoloisian Republik Indonesia rata-rata setiap
hari terjadi 40 kecelakaan yang menyebabkan 30 kematian dan menurut
data dari RS. Sumber waras jakarta angka kejadian fraktur akibat
kecelakan lalu lintas adalah sebesar 2.5 % (http://penjelajah
waktu.blogspot.com).
Data yang diperoleh dari RS.Bhayangkara Mappa Oudang
Makassar pada tahun 2004-2006 adalah sebagai berikut :
No Tahun Laki-laki Perempuan Total
1
2
3
2005
2006
2007
31
17
261
11
8
132
42
25
393
24
Derdasarkan data tersebut diatas maka penulis mengangkat kasus
dengan judul ; ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN ”I”
DENGAN GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL : POST
OPERASI (PEMASANGAN PLATE) FRAKTUR TIBIA FIBULA 1/3
DISTAL TERBUKA DI RUANG PERAWATAN BEDAH RAJAWALI
RS.BHAYANGKARA MAPPA OUDANG MAKASSAR. PADA
TANGGAL 5-11 JANUARI 2010
B. Tujuan
1. Tujuan Umum :
Untuk mendapatkan gambaran dan pengalaman nyata tentang
pelaksanaan Asuhan Keperawatan mulai dari pengkajian sampai
pendokumentasian yang terjadi pada klien dengan Gangguan System
Musculoskeletal : Fraktur.
2. Tujuan Khusus :
Tujuan khusus yang akan dicapai dalam penulisan karya ilmiah ini
untuk mendapatkan gambaran dalam :
a. Memperoleh pengalaman nyata dalam pengkajian, analisa data dan
perumusan diagnosa keperawatan yang terjadi pada klien dengan
Gangguan System Musculoskeletal : Fraktur Di Ruang Perawatan
Bedah Rajawali RS.Bhayangkara Mappa Oudang Makassar.
b. Memperoleh pengalaman nyata dalam menetapkan perencanaan
keperawatan yang terjadi pada klien dengan Gangguan System
25
Musculoskeletal : Fraktur Di Ruang Perawatan Bedah Rajawali
RS.Bhayangkara Mappa Oudang Makassar.
c. Memperoleh pengalaman nyata dalam melaksanakan perencanaan
asuhan keperawatan yang terjadi pada klien dengan Gangguan
System Musculoskeletal : Fraktur Di Ruang Perawatan Bedah
Rajawali RS.Bhayangkara Mappa Oudang Makassar.
d. Memperoleh pengalaman nyata dalam melaksanakan evaluasi
asuhan keperawatan yang terjadi pada klien Dengan Gangguan
System Musculoskeletal : Fraktur Di Ruang Perawatan Bedah
Rajawali RS.Bhayangkara Mappa Oudang Makassar.
e. Memperoleh pengalaman nyata dalam memdokumentasikan hasil
asuhan keperawatan yang terjadi pada klien dengan Gangguan
System Musculoskeletal : Fraktur Di Ruang Perawatan Bedah
Rajawali RS.Bhayangkara Mappa Oudang Makassar.
C. Manfaat Penulisan
1. Akademik
a. Sebagai bahan masukan bagi institusi pendidikan dalam
meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang asuhan
keperawatan klien dengan Gangguan System Musculoskeletal :
Fraktur Di Ruang Perawatan Bedah Rajawali RS.Bhayangkara
Mappa Oudang Makassar.
b. Sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa di institusi kesehatan
khususnya pada diploma III Bhayangkara Makassa.
26
2. Rumah Sakit
a. Sebagai bahan masukan bagi rumah sakit khususnya didalam usaha
meningkatkan pelayanan perawatan dalam pengembangan kwalitas
asuhan keperawatan pada klien dengan Gangguan System
Musculoskeletal : Fraktur Di Ruang Perawatan Bedah Rajawali
RS.Bhayangkara Mappa Oudang Makassar.
b. Dapat menjadikan masukan bagi perawat dalam menetapkan dan
meningkatkan kwalitas asuhan keperawatan khususnya bagi klien
yang mengalami Gangguan System Musculoskeletal : Fraktur Di
Ruang Perawatan Bedah Rajawali RS.Bhayangkara Mappa
Oudang Makassar.
3. Klien dan Keluarga
a. Agar klien dan keluarga mendapatkan pengalaman nyata tentang
cara dan tehnik pencegahan, perawatan dan pengobatan yang
terjadi pada klien dengan Gangguan System Musculoskeletal :
Fraktur Di Ruang Perawatan Bedah Rajawali RS.Bhayangkara
mappa Oudang Makassar.
b. Agar keluarga memahami dan mengetahui cara yang baik dan
benar dalam perawatan dan pencegahan suatu penyakit
4. Penulis
a. Sebagai bahan tambahan pengetahuan dan pengalaman bagi
penulis dalam mengklasifikasikan ilmu yang telah didapatkan
selama pendidikan.
27
b. Hasil penulisan diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis untuk
menambah pengetahuan dan keterampilan didalam menangani
klien dengan gangguan system musculoskeletal : Fraktur di Ruang
Perawatan Bedah Rajawali RS.Bhayangkara Mappa Oudang
Makassar.
D. Metode Penulisan
Pelaksanaan Asuhan Keperawatan dilakukan Pada Klien Gangguan
System Musculoskeletal : Post Operasi (Pemasangan Plate) Fraktur Tibia
Fibula 1/3 Distal Terbuka di Ruang Perawatan Bedah Rajawali
RS.Bhayangkara Mappa oudang Makassar mulai dari tanggal 5-11 Januari
2010. adapun metodologi yang digunakan dalam penulisan laporan ini
adalah :
1. Tempat
Ruang Keperawatan Bedah Rajawali RS.Bhayangkara Mappa Oudang
Makassar.
2. Waktu
Mulai dari Tanggal 5 s/d 11 Januari 2010
3. Tehnik Pengumpulan Data
Dalam sistem penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis menggunakan
berbagai metode yaitu :
1) Study Kepustakaan
Mempelajari literatur yang berhubungan atau yang berkaitan dengan
Karya Tulis Ilmiah tentang asuhan keperawatan pada klien dengan
28
gangguan system musculoskeletal : Post Operasi (Pemasangan
Plate) Fraktur Tibia Fibula 1/3 Distal Terbuka di Ruang Perawatan
Bedah Rajawali RS.Bhayangkara Mappa Oudang Makassar, sebagai
kerangka teoritis yang dapat mengarahkan pemikiran yang
realistisk.
2) Study Kasus
Pendekatan yang digunakan dalam studi kasus adalah proses
keperawatan yang komprehensif yang meliputi : pengkajian,
perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Sedangkan untuk
menghimpun data dan mengkaji dengan menggunakan tehnik
adalah sebagai berikut :
a. Wawancara
Tanya jawab untuk memperoleh data riwayat kesehatan yang
akurat, antara tenaga kesehatan dan keluarga klien maupun
dengan klien sendiri (Auto Anamnese dan Allo Anamnese).
b. Pengkajian fisik
Tehnik yang digunakan dalam pengkajian ada 4 yaitu :
1) Observasi atau inspeksi yaitu memperoleh data melihat
secara langsung untuk mendeteksi tanda-tanda vital yang
berhubungan dengan status fisk.
2) Palpasi, dilakukan dengan menggunakan sentuhan atau
rabaan untuk mengetahui ciri-ciri jaringan atau oragn.
29
3) Perkusi, adalah metode pemeriksaan dengan cara untuk
menentukan batas-batas organ atau bagian tubuh dengan
cara merasakan variasi yang ditimbulkan akibat adanya
gerakan yang diberikan kebawah jaringan, dengan perkusi
kita dapat membedakan apa yang ada dibawah jaringan
(udara, cair, zat padat).
4) Auskultasi, merupakan metode pengkajian yang
menggunakan stetoskop untuk memperjelas pendengaran
(bunyi jantung, paru-paru, bunyi usus, serta mengukur
tekanan darah dan denyut nadi).
c. Study Dokumentasi
Melihat dan membaca langsung status klien di Ruang Perawatan
Bedah Rajawali Badan Pengelola Rumah Sakit Umum
Bhayangkara Mappa Oudang Makassar, pada klien dengan
gangguan sistem system musculoskeletal : Post Operasi
(Pemasangan Plate) Fraktur Tibia Fibula 1/3 Distal Terbuka di
Ruang Perawatan Bedah Rajawali RS. Bhayangkara Mappa
Oudang Makassar sistem batasan atau ruang lingkup masalah
mulai tanggal 5 s/d 11 januari 2010.
E. Sistematika Penulisan
30
Adapun sistematika penulisan Karya Tuklis Ilmiah ini dibagi dalam 5
BAB dimana setiap BAB akan diuraikan kedalam sub-sub dengan susunan
sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan
Pendahuluan meliputi latar belakang, tujuan penulisan, manfaat
penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II : Tinjaun Teoritis
Tinjaun Teoritis meliputi konsep dasar medis yang meliputi
pengertian, anatomi fisiologi, etiologi, insiden, patofisiologi,
manifestasi klinik, proses penyembuhan tulang, komplikasi,
panatalaksanaan fraktur, test diagnostik. Dan konsep dasar
keperawatan meliputi : pengkajian dampak KDM, diagnosa,
perencanaan dan evaluasi.
BAB III : Tinjauan Kasus
Tinjauan kasus menguraikan laporan asuhan keperawatan
mulai dari pengkajian, pengumpulan data, pengelompokan
data, analisa data, diagnosa keperawatan yang muncul, rencana
tindakan, penatalaksanaan tindakan keperawatan serta evaluasi
tindakan (SOAP).
BAB IV : Pembahasan
Pembahasan menguraikan mengenai kesenjangan antara teori
dan praktek yang ada. Dalam praktek serta pemecahan
31
masalahnya (pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi,
implementasi dan evaluasi).
BAB V : Penutup
Pada Bab ini disimpulkan hasil pelaksanaan study kasus yang
dilaksanakan dan berisi saran-saran yang merupakan alternatif
tujuan.
32
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontuinitas jaringan tulang atau tulang
rawa yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Arief Mansjoer, dkk
2000).
Fraktur adalah terputusnya kontuinitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenal stress yang lebih
besar dari yang dapat diabsorsinya(Brunner & Suddarth. 2000).
Fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang (Doenges. 2000)
Fraktur adalah retaknya tulang, biasanya disertai dengan cedera di
jaringan sekitarnya (www.mediacastro.com)
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik (Syilvia A. Priver.2005).
Fraktur adalah terputusnya kontuinitas jaringan tulang yang dapat
disebabkan oleh dorongan langsung pada tulang, kondisi patologik,
kontraksi otot yang sangat kuat dan secara tiba-tiba atau dorongan secara
tidak langsung (Pengantar Ilmu Keperawatan anak, A.Azis Alimul
Hidayat. 2005. Hal 141).
33
2. Anatomi & fisiologi
a. Pengertian tulang
Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang disusun dari tiga sel :
osteoblas, osteosoit, dan osteoklas, osteoblas, membangun tulang
membentuk kolagen tipe I dan proteoglikan sebagai matriks tulang
atau jaringan tulang osteoid melalui suatu proses yang disebut
asifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas
mensekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang memegang
peranan penting dalam nengendapkan kalsium dan fosfat kedalama
matriks tulang (Syilvia A. Priver, 2005).
b. Fungsi tulang
1) Fungsi tulang secara umum.
a) Formasi kerangka: tulang-tulang membentuk rangka tubuh
untuk menentukan bentuk dan ukuran tubuh, tulang-tulang
menyokong struktur tubuh yang lain.
b) Formasi sendi: tulang-tulang membentuk persendian yang
bergerak dan tidak bergerak tergantung dari kebutuhan
fungsional, sendi yang bergerak menghasilkan bermacam-
macam pergerakan.
c) Perlekatan otot: tulang-tulang menyediakan permukaan untuk
tempat melekatnya otot, tendo, dan ligamentum untuk
melaksanakan pekerjaannya.
34
d) Sebagai pengungkit: untuk bermacam–macam aktivitas selama
pergerakan.
e) Menyokong berat badan: memelihara sikap tegak tubuh
manusia dan menahan gaya tarikan dan gaya tekanan yang
terjadi pada tulang, dapat menjadi kaku dan menjadi lentur.
f) Proteksi: tulang rongga yang mengandung dan melindungi
struktur yang halus seperti otak, medulla.
g) Hemopoesis: sumsum tulang tempat pembentukan sel-sel
darah, terjadinya pembentukan sel darah merah sebagian besar
pada sumsum tulang merah.
h) Fungsi immunologi: limfosit “B” dan makrofag dibentuk dalam
system retikuleondotel sumsum tulang. Limposit B diubah
menjadi sel-sel plasma membentuk antibody guna keperluan
keperluan kekebalan kimiawi sedangkan makrofag berfungsi
sebagai fagositotik.
i) Penyimpanan kalsium: tulang mengandung 97% kalsium yang
terdapat dalam bentuk baik dalam bentuk anorganik maupun
garam-garam terutama kalsium posfat. Sebagian besar fosfat
disimpan dalam tulang dan kalsium dilepas dalam darah bila
dibutuhkan.
35
2) Fungsi tulang secara khusus.
a) Sinus-sinus paranasalisdapat menimbulkan nada pada suara.
b) Email gigi dikhususkan untuk memoton, menggigit dan
mengilas makanan, email merupakan struktur yang terkuat dari
tubuh manusia.
c) Panggul wanita khusunya untuk memudahkan proses kelahiran.
( Anatomi Fisiolongi untuk mahasiswa keperawatan, Syaifuddin.
2006 halaman 67-68)
c. Klasifikasi tulang
1) Tulang panjang (Femur, Humerus, Tibia, dan Fibula )
Terdiri dari dua bagian batang dan bagian ujung tulang pipa ini
bekerja sebagai alat ungkit dari tubuh dan kemungkinan bergerak.
2) Tulang pendek (Carplas)
Bentuk tidak teratur, sebagian besar terbuat dari jaringan tulang
jarang karena diperkuat sifat yang ringan padat dan tipis.
3) Tulang ceper(Tulang Tengkorak)
Terdiri dari tulang padat dengan lapisan luar adalah tulang
cacellous.
4) Tulang tidak beraturan vertebratae (sama dengan tulang pendek)
5) Tulang sesamoid
Tulang terkecil, terpendek sekitar tulang persendiaan dan didukung
oleh tendon dan jaringan faksial misalnya patella (cap lutut).
(Perawatan Medical Bedah Barbara C. Long
36
3. Etiologi
Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera, seperti
kecelakaan mobil, olahraga atau terjatuh (www.medicastro.com, 2008)
Secara garis besarnya, penyebab fraktur dibagi tiga, yaitu :
a. Kekerasan atau trauma langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan, fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan
garis patah melintas atau miring.
b. Kekerasan atau trauma tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang di tempat yang
jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah
bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
c. Trauma ringan
Trauma karena tulang itu sendiri sudah rapuh (fraktur patologik).
(www.medicastro.com, 2008)
37
4. Pembagian Patah Tulang
Ada lebih dari 150 klasifikasi fraktur, yang utama adalah :
a. Incomplete : Fraktur yang hanya melibatkan bagian
potongan menyilang tulang. Salah satu sisi
patah dan yang lain hanya bengkok
(greenstick).
b. Complete : Garis fraktur melibatkan seluruh potongan
menyilang dari tulang, dan fragmen tulang
biasanya berubah tempat.
c. Tertutup (simple) : Fraktur tidak meluas melewati kulit.
d. Terbuka (compound) : Fraktur tulang meluas melewati otot dan kulit,
dimana potensial untuk terjadi infeksi.
e. Patologis : Fraktur terjadi pada penyakit tulang (seperti
penyakit kanker, osteoporosis), dengan tak ada
trauma atau hanya minimal.
(Doenges. M.E. dkk, Edisi 3 Hal. 761, 2000).
Berikut ini adalah berbagai jenis fraktur yaitu :
a. Grreanstick : Fraktur dimana salah satu sisi tulang patah
sedang sisi lainnya membengkok.
b. Transveral : Fraktur sepanjang garis tengah tulang.
c. Oblik : Fraktur membentuk sudut dengan garis tengah
tulang (lebih tidak stabil dibanding
transversal).
38
d. Spiral : Fraktur memuntir seputar batang tulang.
e. Komunitif : Fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa
frafmen.
f. Depresi : Fraktur dengan patahan terdorong kedalam
(sering terjadi pada tulang tengkorak dan
tulang wajah).
g. Kompresi : Fraktur dimana tulang mengalami kompresi
(terjadi pada tulang belakang).
h. Avulsi : Tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau
tendo pada perlekatannya.
i. Epofisial : Fraktur melalui epifisis.
j. Impaksi : Fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke
fragmen tulang lainnya.
(Brunner & Suddart, 2001)
39
40
avulsion comminuted displaced greenstick
impacted interarticularlongitudinal oblique
pathologic spiral stress transverse
avulsion comminuted displaced greenstick
impacted interarticularlongitudinal oblique
pathologic spiral stress transverse
41
Untuk menjelaskan keadaan fraktur, hal-hal yang perlu di deskipsikan
adalah:
1. komplit atau tidak komplit
a. Fraktur komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang
atau melalui kedua korteks tulang .
b. Fraktur tidak komplit bila garis patah tidak melalui seluruh
penampang tulang seperti:
1) Hairline fraktur (patah retak rambut).
2) Buckle fraktur atau Torus fraktur, bila terjadi lipatan dari
sesuatu korteks dari kompresi tulang spongiosa di bawahnya,
biasanya pada distal radius anak-anak.
3) Greenstick fraktur, mengenai satu korteks dengan anulasi
korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang anak.
2. Berdasarkan garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma.
a. Garis Patah Melintang : trauma angulasi atau langsung
b. Garis Patah Olik : trauma angulasi
c. Garis Patah Spiral : trauma rotasi
d. Fraktur Kompresi : trauma aksilla-fleksi pada tulang spongiosa
e. Fraktur Avulsi : trauma tarikan/traksi otot pada insersinya ditulang
misalnya fraktur patella.
42
3. Berdasarkan Jumlah Garis Patah
1) Fraktur Kominutif :Garis patah lebih dari satu dan saling
disebutdisebut pula frsktur bifokal
2) Fraktur Segmental : Garis patah lebih dari satu tetapi tidak
berhubungan
3) Fraktur Multiple : Garis patah lebih dari dari satu tetapi pada
tulang yang berlainan tempatnya fraktur
femur, fraktur krusis, dan fraktur tulang
belakang.
4. Berdasarkan pergeseran anatomis fragmen tulang
a. Fraktur Undisplaced, garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak
bergeser , periosteumnya masih utuh
b. Fraktur Displaced, terjadi pergeseran fragmen–fragmen fraktur
1) Pergeseran searah dengan sumbu dan overlapping
2) Pergeseran yang membentuk sudut.
3) Pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauhi.
5. Berdasarkan jenisnya
a. Fraktur tertutup, bila tidak terdapat hubungan dengan antara
fragmen tulang dengan dunia luar.
b. Fraktur terbuka, bila terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar akibat adanya perlukaan di kulit di bagi atas tiga
derajat yaitu:
1) Derajat 1
43
a) Luka < 1 cm
b) Kerusakan jaringan lunak sedikit , tak ada tanda luka remuk
c) Fraktur sederhana,transfersal, oblik, atau kominutif ringan
d) Kontaminasi minimal
2) Derajat II
a) Laserasi > 1 cm
b) Kerusakan jaringan lunak , tidak luas
c) Fraktur kominutif sedang
d) Kontaminasi sedang
3) Derajat 111
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur
kulit, otot, dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat
tinggi.derajat terbagi atas :
a) Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat,
meskipun terdapat laserasi luas atau fraktur segmental
sangat kominutif yang disebabkan oleh trauma berenergi
tinggi tanpa melihat besarnya ukuran luka.
b) Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang
terpapar atau kontaminasi pasif .
c) Luka pada pembuluh arteri / saraf yang harus diperbaiki
tanpa melihat kerusakan jaringan lunak.
(Arif Manjoer, dkk. 2000. Halaman 346-347)
44
5. Insiden
Fraktur tulang rusuk adalah yang paling Banyak terjadi pada orang
dewasa, fraktur femur adalah fraktur yang paling banyak terjadi pada usia
muda atau umur setengah baya. Pada pasien yang lebih tua yang sering
terjadi adalah fraktur pada pinggul dan pada pergelangan tangan.
Kecelakaan merupakan pembunuh nomor tiga di Indonesia setelah
penyak jantung dan stroke. Menurut data dari kepeolisian republik
indonesia tahun 2003, jumlah kecelakaan dijalan mencapai 13.399
kejadian dengan mencapai 9.865 orang, 6.142 orang mengalami luka berat
dan 8.694 mengalami mluka ringan dengan data rata-rata setiap hari
terjadi 40 kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan 30 orang meninggal
dunia, data dari Sulawesi Selatan jumlah kecelakaan lalu lintas juga
cenderung bmeningkat di mana pada tahun 2001 jumlah korban mencapai
1.717 orang, tahun 2004 jumlah meningkat 3.972 orang, tahun 2005 dari
januari sampai september korban mencapai 3.620 orang dengan korban
meninggal 903 orang (http/www,medikaster.com)
6. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh , namun memiliki kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan, tetapi jika tulag terkena tekanan yang lebih besar dari
yang dapat diabsorbsinya maka akan terjadi fraktur. Meskipun tulang yang
patah tapi jaringan disekitarnya juga akan terpengaruh,mengakibatkan
edema jaringan lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi,
rupture tendo, kerusakan saraf, dan kerusakan pembuluh darah. Pada
45
mulanya akan terjadi perdarahan disekitar patahan tulang, yang disebabkan
oleh terputusnya pembuluh darah. Reaksi peradangan hebat timbul setelah
fraktur.sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi menyebabkan
peningkatan aliran darah ketempat tersebut fagositosis dan pembersihan
sisa-sisa sel mati dimulai. Ditempat patah terbentuk bekuan fibrin
(hematoma fraktur). Osteoblast segera terangsang dan terbentuk tulang
baru imatur yang disebut kalus. Bekuan fibrin secara perlahan mengalami
remondelling untuk membentuk tulang sejati. Tulang sejati menggantikan
kalus dan secara perlahan mengalami kalsifikasi. Penyembuhan
memerlukan waktu beberapa minggu hingga beberapa bulan.
(Corwin, j.E, 2000, dan Prince, A, S, dan Wilson M, L, I995)
46
7. Manifestasi klinik
Manifestasi klinik dari fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi,
deformitas,pemendekan ekstremitas,krepitasi, pembengkakan local, dan
perubahan warna.
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
dimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar
biasa).Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai
menyebabkan deformitas ekstremitas yang diketahui dengan
membandingkan dengan ekstremitas yang normal. Ekstremitas tak
dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung
pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
c. Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya lah
ciderkarena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat
fraktur.Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5
sampai 5 cm .
d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitasi yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya
47
e. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.Tanda ini bisa
baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cidera.
f. Krepitus dapat terdengar sewaktu tulang digerakkan akibat pergeseran
ujung-ujung patahan tulang satu sama lain .
( Corwin J. E, 2000,Brunner & suddarth, 2000.)
8. Komplikasi
Komplikasi awal pada fraktur adalah
a. Syok . Syok hipovolemik atau trumatik akibat perdarahan .
b Sindrom emboli lemak. Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat
masuk kedalam darah karena tekanan sum-sum tulang lebih tinggi
daripada tekanan kapiler atau karena ketokelamin yang dilepaskan oleh
reaksi stress pasien akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan
terjadinya globula lemak dalam aliran darah, Globula lemak akan
bergabung dengan trombosit membentuk emboli yang kemudian
menyumbat pembuluh darah kecil.
(Brunner & Suddarth, 2001, 2365)
Komplikasi penyembuhan fraktur adalah :
a. Malunion
Fraktur sembuh dengan deformitas (angulasi, perpendekan atau rotasi)
b. Delayed union
Fraktur sembuh dalam jangka waktu yang lebih dari normal
48
c. Nonunion
Fraktur yang tidak menyambung yang juga disebut psuedartrosis.
Disebut nonunion jika tidak menyambung dalam waktu 20
minggu.Pada fraktur dengan kehilangan fragmen sehingga ujung-ujung
tulang berjauhan, maka dari awal sudah potensial menjadi nonunion
dan boleh diberlakukan sebagai nonunion
Komplikasi fraktur yang penting adalah :
a. Komplikasi dini
1. Lokal
a) Vaskuler : compartemen syndrome , truma vaskuler
b) Neurologist : lesi medulla spinalis atau saraf ferifer.
2. Sistemik
a) Emboli lemak
b) Komplikasi lanjut
3. Local
a) Kekakuan sendi / kontraktur
b) Disuse atrofi otot-otot
c) Malunion
d) Nonunion / infected nonunion
e) Gangguan pertumbuhan (fraktur epifisis)
f) Osteoporosis post trauma
(Soelarto Reksoprodjo,dkk, 1995, 511)
49
9. Pemeriksaan Diagnostik
- Hasil laboratorium
Tidak ada tes laboratorium yang khusus untuk pasien dengan fraktur,
yang perlu diketahui. Hb, hemotokrit sering rendah disebabkan
pendarahaan. Laju endap darah meningkat bila kerusakan jaringan
lunak sangat luas.
- Hasil radiografik
Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi (luasnya fraktur/trauma) Scan
tulang, tomogram, CT scan/MRI : memperlihatkan fraktur, juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
10. Proses Penyembuhan Tulang
Waktu penyembuhan fraktur bervarisi dari 6-24 minggu, tergantung dari
beratnya fraktur.
Untuk penyembuhan fraktur (patah tulang) diperlukan imobilisasi.
Imobilisasi dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Pembidaian physiologi
Pembidaian semacam ini terjadi alami karena menjaga, mencegah
pemakaian dan spasmus otot karena rasa sakit pada waktu digerakkan
b. Pembidaian secara orthopedic eksternal
Ini digunakan dengan gips dan traksi
c. Fiksasi internal
Pada metode ini kedua ujung tulang yang patah dikembalikan ke posisi
asalnya dan di fiksasi dengan plat dan skrup atau diikat dengan kawat.
50
Beberapa faktor yang mempengaruhi penyembuhan tulang:
1) Faktor yang mempercepat penyembuhan fraktur.
a) Imobilisasi fragmen tulang.
b) Kontrak fragmen tulang maksimal.
c) Masukan darah yang memadai.
d) Nutrisi yang baik.
e) Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang.
f) Hormon-hormon pertumbuhan, tiroid, kalsitonin, vitamin D,
streroid anabolic.
2) Faktor yang menghambat penyembuhan fraktur.
a) Trauma local ekstensi.
b) Kehilangan tulang.
c) Immobilisasi yang tidak memadai.
d) Rongga atau jaringan diantara fragmen tulang.
e) Inspeksi.
f) Keganasan local.
g) Penyakit tulang metabolik (misalnya penyakit paged).
h) Radialis tulang (Nekrosis Radialis).
i) Nekrosis Avaskuler.
j) Usia (lansia sembuh lebih lama)
k) Kortikosteroid (menghambat kecepatan perbaikan).
(Prince, A. S dan Wilson M, L. 1995)
51
11. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan fraktur ini mengalami banyak perubahan dalam
waktu 10 tahun terakhir ini. Traksi dan spica casting atau cast bracing,
mempunyai banyak kerugian dalam hal memerlukan masa berbaring
dan rehabilitasi yang lama, meskipun merupakan penatalaksanaan non-
invasif pilihan untuk anak-anak. Oleh karena itu, tindakan ini tidak
banyak dilakukan pada orang dewasa.(www.Cermin Dunia
Kedokteran.com)
Bila keadaan penderita stabil dan luka telah diatasi, fraktur dapat
diimobilisasi dengan salah satu dari empat cara berikut ini.
a. Traksi
Comminuted frakture dan fraktur yang tidak sesuai untuk
intra medullary nailing paling baik diatasi dengan menipulasi
52
dibawah anestesi dan balanced suding skeletal traction yang
dipasang melalui tibial pin.
Traksi longitudinal yang memadai diperlukan selama 24 jam
untuk mengatasi spasme otot dan mencegah pemendekan, dan
fragmen harus dipotong di posterior untuk mencegah
perlengkungan. Enam belas pon biasanya cukup, tetapi penderita
yang gemuk memerlukan beban yang lebih besar dari penderita
yang kurus membutuhkan beban yang lebih besar dari penderita
yang kurus membutuhkan yang kecil. Lakukan pemeriksaan
radiologis setelah 24 jam untuk mengetahui apakah berat beban
tepat bila terdapat over distraction, berat beban dikurangi, tetapi
jika terdapat tumpang tindih, berat ditambah. Pemeriksaan
radiologi selanjutnya perlu dilakukan dua kali seminggu selama
dua minggu yang pertama dan setiap minggu sesudahnya untuk
memastikan apakah posisi dipertahankan. Jika hal ini tidak
dilakukan, fraktur dapat berselip perlahan-lahan dan menyatu
dengan posisi yang buruk. (www.Cermin Dunia Kedokteran.com)
53
b. Fiksasi interna
Intro medullary nail ideal untuk frktur transversal, tetapi
untuk fraktur lainnya kurang cocok. Fraktur dapat diperlurus dan
terhadap panjangnya dengan nail, tetapi fiksasi mungkin tidak
cukup kuat untuk mengontrol rotasi. Nailin diindikasikan jika hasil
pemeriksaan radiologi memberi bahwa jaringan lunak mengalami
interposisi diantara ujung tulang karena hal ini hampir selalu
menyebabkan nonlinion.
Keuntungan intra medullary nailing adalah dapat memberikan
stabilitas longitudinal serta kesejajaran (alignment) membuat
penderita dapat dimobilisasi cukup cepat untuk meninggalkan
54
rumah sakit dalam waktu 2 minggu setelah kerugian meliputi
anestesi, trauma bedah tambahan dan infeksi.
Closed nailing memungkinkan mobilisasi yang tercepat
denagn trauma yang minimal, tetapi paling sesuai untuk transversal
tanpa pemendekan. Comminuted fracture paling baik dirawat
dengan locking nail yang dapat mempertahankan panjang dan
rotasi
c. Fiksasi eksternal
Bila fraktur yang dirawat dengan traksi stabil dan kalus
terlihat pada pemeriksaan radiologis, yang biasanya pada minggu
keenam, cast brace dapat dipasang. Fraktur dengan intramedullary
nail yang tidak memberi fiksasi yang digid juga cocok untuk
tindakan ini.
55
B. Proses Keperawatan
Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau
metode proses keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5
tahap yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi.
1. Pengkajian
a. Pengumpulan data
1) Anamnese
a) Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama,
bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa
medis.
b) Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah
rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan
lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang
lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan :
(1) Provoking Incident : apakah ada peristiwa yang menjadi
yang menjadi faktor presipitasi nyeri.
(2) Quality of Pain : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut,
atau menusuk.
56
(3) Region : radation, rellef : apakah rasa sakit bisa reda,
apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa
sakit terjadi.
(4) Severoity (Scale) of Pain : seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien
menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
(5) Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
c) Riwayat penyakit sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan
sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat
rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi
terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan
kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena.
Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya
kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain.
d) Riwayat penyakit dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab
fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan
menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang
dan penyakit pagel’s yang menyebabkan fraktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes
57
dengan luka di kaki sangat beresiko terjadinya osteomyelitis
akut maupun kronik dan juga diabetes menghambar proses
penyembuhan tulang.
e) Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit
tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya
fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada
beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik.
f) Riwayat psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat
serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya
baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
g) Pola-pola fungsi kesehatan
(1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan
terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus menjalani
penatalaksanaan kesehatan untuk membantu
penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga
meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat
steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium,
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu
58
keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga
atau tidak.
(2) Pola nutrisi dan metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi
melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat
besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien
bisa membantu menentukan penyebab masalah
muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein
dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan
faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama
pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat
degenerasi dan mobilitas klien.
(3) Pola eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan
pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga
dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada
pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri
dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah.
Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan, atau tidak.
59
(4) Pola tidur dan istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan
gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan
kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,
kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat
tidur.
(5) Pola aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka
sama bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan
kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal
ini yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien
terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk
pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding
pekerjaan yang lain.
(6) Pola hubungan dan peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan
dalam masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat
inap.
(7) Pola persepsi dan konsep diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul
ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas,
rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara
60
optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah
(gangguan body image).
(8) Pola sensori dan kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama
pada bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain
tidak timbul gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri
akibat fraktur.
(9) Pola reproduksi seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa
melakukan hubungan seksual karena harus menjalani
rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji sattus
perkawinanya termasuk jumlah anak, lama
perkawinannya.
(10) Pola penanggulangan stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang
keadaan dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada
diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang
ditempuh klien bisa tidak efektif.
(11) Pola tata nilai dan keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan
kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan
61
konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien.
b. Pemeriksan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi keadaan umum, BB, TTV (TD, nadi, suhu,
pernapasan). Menurut Donges ME. dkk pada pasien yang mengalami
fraktur adalah sebagai berikut :
1) Aktivitas/Istirahat
Gejala : Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang
terkena (mungkin segera, fraktur itu sendiri, atau terjadi
secara sekunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri).
Sirkulasi :
Tanda : Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respons
terhadap nyeri/ansietas) atau hipotensi (kehilangan
darah).
Takikardia (respons stress, hipovolemia)
penurunan/tidak ada nadi pada bagian distal yang
cedera : pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian
yang terkena.
2) Neurosensori
Gejala : Hilang gerakan/sensori, spasme otot.
Kesemutan
62
Tanda : Deformitas lokal : angulasi abnormal, pemendekan,
rotasi, krepitasi (bunyi berjerit), spasme otot, terlihat
kelemahan/hilang fungsi.
Angitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri) ansietas
atau trauma lain
3) Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin
terlokalisasi pada area jaringan/kerusakan tulang ; dapat
berkurang pada mobilisasi) ; tak ada nyeri akibat
kerusakan saraf.
Spasme/kram otot (setelah imobilisasi)
4) Keamanan
Tanda : Laserasi kulit, ovulasi jaringan, perdarahan, perubahan
warna.
Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap
atau tiba-tiba).
41
Timbulnya berbagai
gejala (manifestasi
klinik)
Kesalahan interpretasi
informasi
Kurang pengetahuan
mengenai kondisi
prognosis dan
pengobatan
Perubahan status
kesehatan
Kurang informasi Kesalahan menginterpretasi
masalah
Pelepasan mediator
kimia (bradikinin,
histamin, serotonin dan
prostaglandi)
Stimulasi nociceptor
Thalamus
Korteks serebri Nyeri dipersepsikan Nyeri
Terputusnya
kontinuitas jaringan
tulang
Kerusakan pembuluh
darah dan jaringan
sekitar
Fraktur terbuka
Jalan masuk
mikroorganisme,
perawatan inadekuat
Resiko infeksi
Penurunan aliran
darah ke jaringan
Resiko disfungsi
neuromuskuler
perifer
Kehilangan fungsi
untuk beraktivitas
Resiko cedera
(tambahan)
Terapi restruktif
(immobilisasi)
Kerusakan
mobilitas fisik
Fraktur
Menekan fragmen tulang
Trauma
Kerusakan integritas kulit
Sum-sum tulang hancur
Serpihan sum-sum masuk ke
pembuluh darah
Emboli
Emboli masuk ke
pembuluh darah paru
Hambatan transpor O2 dan
CO2 di paru
Resiko kerusakan
pertukaran gas
2. Dampak KDM
--
103
3. Diagnosa Keperawatan
Merupakan pernyataan yang menjelaskan status kesehatan baik
aktual maupun potensial. Perawat memakai proses keperawatan dalam
mengindentifikasi dan mengsintesa data klinis dan menentukan intervensi
keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan atau mencegah masalah
kesehatan klien yang menjadi tanggung jawabnya.
Diagnosa keperawatan adalah penilaian atau kesimpulan yang
diambil dari pengkajian keperawatan, menjelaskan status kesehatan,
masalah aktual, resiko, maupun potensial yang dapat diproritaskan.
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim muncul pada klien dengan
fraktur antara lain :
a. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fargmen tulang,
edema, dan cedera pada jaringan lunak, alat traksi atau immobilisasi,
stress, ansietas.
b. Resiko tinggi terhadap trauma tambahan berhubungan dengan
kehilangan integritas tulang (fraktur).
c. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan
dengan penurunan atau interupsi aliran darah, hepovolemia.
d. Resiko tinggi terhadap kerusakan gas berhubungan dengan perubahan
aliran darah, perubahan membran alveolar atau kapiler.
104
e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
neuromuskuler, nyeri/ketidaknyamanan, terapi restriktif, immobilisasi
tungkai.
f. Kerusakan integritas jaringan kulit berhubungan dengan cedera tusuk,
fraktur terbuka, bedah perbaikan, pemasangan traksi pen, kawat,
sekrup.
g. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan primer, prosedur invasif, intraksi tulang.
h. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurang terpanjang atau mengingat,
salah interpretasi informasi atau tidak mengenal sumber informasi.
4. Rencana keperawatan
Setelah diagnosa ditegakkan, maka langkah selanjutnya adalah
menyusun rencana keperawatan untuk meminimalisir masalah tersebut.
Adapun rencana keperawatan untuk masing-masing diagnosa antara lain :
a. Resiko tinggi terhadap trauma tambahan berhubungan dengan
kehilangan integritas tulang (fraktur).
Tujuan : Mempertahankan stabilisasi dna posisi fraktur.
Kriteria :
1) Menunjukkan mekanika tubuh yang meningkatkan stabilitas pada
sisi fraktur.
2) Menunjukkan pembentukan kalus atau mulai penyatuan fraktur
dengan tepat.
105
Intervensi keperawatan :
NO INTERVENSI RASIONAL
1)
2)
3)
4)
Pertahankan tirah baring/
ekstremitas sesuai indikasi.
Berikan sokongan sendi diatas
dan dibawah fraktur bila
bergerak/membalik.
Letakkan papan dibawah
tempat tidur atau tempatkan
pasien pada tempat tidur
ortopedik.
Sokong fraktur dengan bantal/
gulungan selimut. Pertahankan
posisi netral pada bagian yang
sakit dengan bantal pasir,
pembebat, gulungan trokanter,
papan kaki.
Tugaskan petugas yang cukup
1) Meningkatkan stabilitas,
menurunkan
kemungkinan gangguan
posisi/ penyembuhan.
2) Tempat tidur lembut atau
lentur dapat membuat
deformasi gips yang
masih basah,
mematahkan gips yang
sudah kering atau
mempengaruhi penarikan
traksi.
3) Mencegah gerakan yang
tidak perlu dan perubahan
posisi. Posisi yang tepat
dari bantal juga dapat
mencegah tekanan
deformitas pada gips
yang kering.
4) Gips panggul/tubuh atau
106
5)
6)
untuk membaik pasien.
Hindari menggunakan papan
abduksi untuk membalik
pasien dengan gips spika.
Evaluasi pembebat ekstremitas
terhadap resolusi edema.
Pertahankan posisi/integritas
traksi
Pertahankan posisi/integritas
multipel dapat membuat
berat dan tidak praktis
secara eksterm.
Kegagalan untuk
menyokong ekstremitas
yang digips dapat
menyebabkan gips patah.
5) Pembebat koaptasi
(contoh jepitan Jones-
Sugar) mungkin
digunakan untuk
memberikan imobilisasi
fraktur dimana
pembengkakan jaringan
berlebihan. Seiring
dengan berkurangnya
edema, penilaian kembali
pembelat atau
penggunaan gips plester
mungkin diperlukan
untuk mempertahankan
kesejajaran fraktur.
6) Traksi memungkinkan
107
7)
8)
traksi (contoh, Buck, dunlop,
Pearson, Russel).
Yakinkan bahwa semua klem
berfungsi. Minyak katrol dan
periksa tali terhadap tegangan.
amankan dan tutup ikatan
dengan pelster perekat.
Pertahankan katrol tidak
terhambat dengan beban bebas
menggantung ; hindari
mengangkat/menghilangkan
berat.
tarikan pada aksis
panjang fraktur tulang
dan memengatasi
tegangan otot/
pemendekan untuk
memudahkan posisi/
penyatuan. Traksi tulang
(pen, kawat, jepitan)
memungkinkan
penggunaan, berat lebih
besar untuk penarikan
traksi daripada digunakan
untuk jaringan kulit.
7) Yakinkan bahwa susunan
traksi berfungsi dengan
tepat untuk menghindari
interupsi penyambangan
fraktur.
8) Jumlah beban traksi
optimal dipertahankan.
Catatan : Memastikan
gerakan bebas beban
selama menggantu posisi
108
9)
10)
11)
Bantu meletakkan beban di
bawah roda tempat tidur bila
diindikasikan.
Kaji ulang tahanan yang
mungkin timbul karena terapi,
contoh pergelangan tidak
menekuk/duduk dengan traksi
Buck atau tidak memutar di
bawah pergelangan dengan
traksi Russel.
Kaji integritas alat fiksasi
eksternal.
pasien menghindari
penarikan berlebihan tiba-
tiba pada fraktur yang
menimbulkan nyeri dan
spasme otot.
9) Membantu posisi tepat
pasien dan fungsi traksi
dengan memberikan
keseimbangan timbal
balik.
10) Mempertahankan
integritas tarikan traksi.
11) Traksi Hoffman
memberikan stabilitasasi
dan sokongan kaku untuk
tulang fraktur tanpa
menggunakan katrol, tali
atau beban,
109
12)
13)
Kaji ulang foto/evaluasi
Berikan/pertahankan stimulasi
listrik bila digunakan.
memungkinkan mobilitas/
kenyamanan pasien lebih
besar dan memudahkan
perawatan luka. Kurang
atau berlebihannya
keketatan klem/ikatan
dapat mengubah tekanan
kerangka, menyebabkan
kesalahan posisi.
12) Memberikan bukti visual
mulainya pembentukan
kalus/ proses
penyembuhan untuk
menentukan tingkat
aktivitas dan kebutuhan
perubahan/ tambahan
terapi.
13) Mungkin diindikasikan
untuk meningkatkan
pertumbuhan tulang pada
keterlambatan
penyembuhan/tidak
menyatu.
110
b. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fargmen tulang,
edema, dan cedera pada jaringan lunak, alat traksi atau immobilisasi,
stress, ansietas.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
1) Keluhan nyeri.
2) Distraksi, fokus pada diri sendiri atau fokus menyempit, wajah
menunjukkan nyeri.
3) Perilaku berhati-hati, melindungi, perubahan tonus otot, respon
otnomik.
Tujuan : Menyatakan nyeri hilang.
Kriteria :
1) Menunjukkan tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam
aktivitas/istirahat dengan tepat.
2) Menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas
terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual.
NO INTERVENSI RASIONAL
1)
Pertahankan mobilisasi
bagian yang sakit dengan
tirah baring, gips, pembebat,
atau traksi (Rujuk ke DK :
Trauma, risiko tinggi
terhadap).
1) Menghilangkan nyeri dan
mencegah kesalahan
posisi tulang/tegangan
jaringan yang cedera.
111
2)
3)
4)
5)
Hindari penggunaan sprei/
bantal plastik di bawah
ekstremitas dalam gips.
Tinggikan penutup tempat
tidur; pertahankan linen
terbuka pada ibu jari kaki.
Evaluasi keluhan nyeri/
ketidaknyamanan, perhatikan
lokasi dan karakteristik,
termasuk intensitas (skala 0-
10)/Perhatikan petunjuk nyeri
nonverbal (perubahan pada
tanda vital dan emosi/
perilaku)
Dorong pasien untuk
mendiskusikan masalah
sehubungan dengan cedera.
2) Meningkatkan aliran
balik vena, menurunkan
edema, dan menurunkan
nyeri.
3) Dapat meningkatkan
ketidaknyamanan karena
peningkatan produksi
panas dalam gips yang
kering.
4) Mempengaruhi pilihan/
pengawasan keefektifan
intervensi. Tingkat
ansietas dapat
mempengaruhi persepsi/
\reaksi terhadap nyeri.
5) Membantu untuk
menghilangkan ansietas.
Pasien dapat merasakan
kebutuhan untuk
menghilangkan
pengalaman kecelakaan.
112
6)
7)
8)
9)
10)
Jelaskan prosedur sebelum
memulai.
Beri obat sebelum perawatan
aktivitas.
Lakukan dan awasi latihan
rentang gerak pasif/aktif.
Berikan alternatif tindakan
kenyamanan, contoh pijatan,
pijatan punggung, perubahan
posisi.
Dorong menggunakan teknik
manajemen stres, contoh
relaksasi progresif, latihan
6) Memungkinkan pasien
untuk siap secara mental
untuk aktivitas juga
berpartisipasi dalam
mengontrol tingkat
ketidaknyamanan.
7) Meningkatkan relaksasi
otot dan meningkatkan
partisipasi.
8) Mempertahankan
kekuatan/mobilitas otot
yang sakit dan
memudahkan resolusi
inflamasi pada jaringan
yang cedera.
9) Meningkatkan sirkulasi
umum; menurunkan area
tekanan lokal dan
kelalahan otot.
10) Memfokuskan kembali
perhatian, meningkatkan
rasa kontrol, dan dapat
113
11)
12)
13)
napas dalam, imajinasi
visualisasi. Sentuhan
teraputik.
Identifikasi aktivitas
terapeutik yang tepat untuk
usia pasien, kemampuan fisik,
dan penampilan pribadi.
Selidiki adanya keluhan nyeri
yang tak biasa/tiba-tiba atau
dalam, lokasi progresif/buruk
tidak hilang dengan
analgesik.
Lakukan kompres dingin/es
24-48 jam pertama dan sesuai
keperluan.
meningkatkan
kemampuan koping
dalam manajemen nyeri,
yang mungkin menetap
untuk periode labih lama.
11) Mencegah kebosanan,
menurunkan tegangan,
dan dapat meningkatkan
kekuatan otot; dapat
meningkatkan harga diri
dan kemampuan koping.
12) Dapat menandakan
terjadinya komplikasi,
contoh infeksi, iskemia
jaringan, sindrom
kompartemen (Rujuk ke
DK : Perfusi jaringan,
perubahan : perifer,
risiko tinggi terhadap)
13) Menurunkan edema/
pembentukan hematoma,
menurunkan sensasi
nyeri.
114
14)
15)
Berikan obat sesuai inbdikasi
: narkotik dan analgesik non
narkotik : NSAID injeksi
contoh ketoralak (Todadol);
dan/atau relaksan otot,
contoh siklobenzaprin
(Flckseril), hidroksin
(vistaril). Berikan narkotik
sekitar pada janinnya selama
3-5 hari.
Berikan/awasi analgesik yang
dikontrol pasien (ADP) bila
indikasi.
14) Diberikan untuk
menurunkan nyeri
dan/atau spasme otot.
Penelitian Toradol telah
diperbaiki menjadi lebih
efektif dalam
menghilangkan nyeri
tulang, dengan masa
kerja lebih lama dan
sedikit efek samping bila
dibandingkan dengan
agen narkotik. Catatan :
Vistaril sering digunakan
untuk efek poten dari
narkotik untuk
memperbaiki/menghilang
kan nyeri panjang.
15) Pemberian rutin ADP
mempertahankan kadar
analgesik darah adekuat,
mencegah fluktuasi
dalam penghilangan
nyeri sehubungan dengan
115
tegangan otot/spasme.
c. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan
dengan penurunan atau interupsi aliran darah, hipovolemia.
Tujuan : Mempertahankan perfusi jaringan dibuktikan oleh
terabanya nadi.
Kriteria :
1) Kulit hangat atau kering.
2) Sensasi normal.
3) Tanda vital stabil
4) Pengeluaran urine adekuat.
NO INTERVENSI RASIONAL
1)
2)
Lepaskan perhiasan dari
ekstremitas yang sakit.
Evaluasi adanya/kualitas nadi
perifer distal terhadap cedera
melalui palpasi/Doppler.
Bandingkan dengan
ekstremitas yang sakit.
1) Dapat membendung
sirkulasi jika terjadi
oedema.
2) Penurunan/tak adanya
nadi dapat
menggambarkan cedera
vaskuler dan perlunya
evaluasi medik segera
terhadap sattus sirkulasi.
Waspadai bahwa kadang-
kadang nadi dapat
terhambat oleh bekuan
116
3)
Kaji aliran kapiler, warna
kulit, dan kehangatan distal
pada fraktur.
halus dimana pulsasi
mungkin teraba. Selain
itu, perfusi melalui arteri
lebih besar dapat
berlanjut setelah
meningkatnya tekanan
kompartemen yang telah
mengempiskan sirkulasi
arteriol/venula otot.
3) Kembalinya warna harus
cepat (3-5 menit). Warna
kulit menunjukkan
gangguan arterial.
Sianosis diduga karena
ada gangguan vena.
Catatan : Nadi perifer,
pengisian kapiler, warna
kulit, dan sensasi
mungkin normal
meskipun ada sindrom
kompartemen, karena
sirkulasi superfisial
biasanya tidak
117
4)
5)
6)
7)
Lakukan pengkajian
neuromuskuler. Perhatikan
perubahan fungsi motor/
sensori. Minta pasien untuk
melokalisasi nyeri/
ketikdanyamanan.
Tes sensasi saraf perifer
dengan menusuk pada kedua
selaput antara ibu jari pertama
dan kedua dan kaji
kemampuan untuk dorsofleksi
ibu jari bila diindikasikan.
Kaji jaringan sekitar akhir gips
untuk titik yang kasar/tekanan.
Seliidiki keluhan “rasa
terbakar” di bawah gips.
Awasi posisi/lokasi cincin
penyokong hebat.
dipengaruhi.
4) Gangguan perasaan
kebas, jeemutan,
peningkatan/ penyebaran
nyeri terjadi bila sirkulasi
pada saraf tidak adekuat
atau saraf rusak.
5) Panjang dan posisi saraf
perineal meningkatkan
risiko cedera pada
adanya fraktur kaki,
edema/sindrom
kompartemen, atau
malposisi alat traksi.
6) Faktor ini disebabkan
atau mengindikasikan
tekanan jaringan/iskemia,
menimbulkan keruaskan/
nekrosis.
7) Alat traksi dapat
menyebabkan tekanan
pada pembuluh
darah/saraf, terutama
118
8)
9)
Pertahankan peninggian
ekstremitas yang cedera
kecuali dikontraindikasikan
dengan meyakinkan adanya
sindrom kompartemen.
Kaji keseluruhan panjang
ekstremitas yang cedera untuk
pembengkakan/pembentukan
edema. Ukur ekstremitas yang
cedera dan bandingkan dengan
yang tak cedera. Perhatikan
penampilan/luasnya
hematoma.
pada aksila dan lipat
paha, mengakibatkan
isklemia dan kerusakan
saraf permanen.
8) Meningkatkan drainase
vena/ menurunkan
edema. Catatan : Pada
adanya peningkatan
tekanan kompartemen,
peninggian ekstremitas
secara nyata
menghalangi aliran arteri
menurunkan perfusi.
9) Peningkatan lingkar
ekstremitas yang cedera
dapat diduga ada
pembengkakan jaringan/
edema umum tetapi
dapat menunjukkan
perdarahan. Catatan :
Peningkatan 1 inci pada
paha orang dewasa dapat
sama dengan akumulasi
119
10)
11)
12)
Perhatikan keluhan nyeri
ekstrem untuk tipe cedera atau
peningkatan nyeri pada
gerakan pasif ekstremitas,
terjadinya parestesia, tegangan
otot/nyeri tekan dengan
eritema, dan perubahan nadi
distal. jangan tinggikan
ekstremitas. Laporkan gejala
pada dokter saat itu.
Selidiki tanda iskemia
ekstremitas tiba-tiba, contoh
penurunan suhu kulit, dan
peningkatan nyeri.
Dorong pasien untuk secara
1 unit darah.
10) Perdarahan/pembentukan
edema berlanjut dalam
otot tertutup dengan
fasial ketat dapat
menyebabkan gangguan
aliran darah dan iskemia
miositis atau sindrom
kompartemen, perli
intervensi darurat untuk
menghilangkan tekanan/
memperbaiki sirkulasi.
Catatan : Kondisi ini
memerlukan kedaruratan
medik dan memerlukan
intervensi segera.
11) Dislokasi faktur sendi
(khususnya lutut) dapat
menyebabkan kerusakan
arteri yang berdekatan,
dengan akibat hilangnya
aliran darah ke distal.
12) Meningkatkan sirkulasi
120
13).
14)
15)
rutin latihan jari/sendi distal.
Ambulasi sesegera mungkin
Selidiki nyeri tekan,
pembengkakan pada
dorsofleksi kaki (tanda Homan
positif).
Awasi tanda vital. Perhatikan
tanda-tanda pucat/sianosis
umum, kulit dingin, perubahan
mental.
Tes feses/aspirasi gaster
terhadap darah nyata.
Perhatikan perdarahan lanjut
pada sisi trauma/injeksi dan
perdarahan terus menerus dari
membran mukosa.
dan menurunkan
pengumpulan darah
khususnya pada
ekstremitas bawah.
13) Terdapat peningkatan
potensial untuk
tromboflebitis dan
emboli paru pada pasien
imobilisasi selama 5 hari
atau lebih.
14) Ketidakadekuatan
volume sirkulasi akan
mempengaruhi sistem
perfusi jaringan.
15) Peningkatan insiden
perdarahan gaster
menyertai fraktur/trauma
dan dapat berhubungan
dengan stres dan kadang-
kadang menunjukkan
gangguan pembekuan
yang memerlukan
intervensi lanjut.
121
16)
17)
18)
19)
Berikan kompres es sekitar
fraktur sesuai indikasi.
Bebat/buat spalk sesuai
kebutuhan.
Kaji/awasi tekanan
intrakompartemen.
Siapkan untuk intervensiu
bedah (contoh, fibulektmi/
fasiotomi) sesuai indikasi.
16) Menurunkan oedema/
pembentukan hematom
yang dapat menggangu
sirkulasi.
17) Mungkin dilakukan pada
keadaan daurat untuk
menghilangkan restrikso
sirkulasi yang
diakibatkan oleh
pembentukan edema
pada ekstremitas yang
cedera.
18) Peninggian tekanan
(biasanya sampai 30
mmHg atau lebih)
menunjukkan kebutuhan
evaluasi segera dan
intervensi.
19) Kegagalan untuk
menghilangkan tekanan/
memperbaiki sindrom
kempartemen dalam 4
sampai 6 jam dari
122
20)
21)
22)
Awasi Hb/Ht, pemeriksaan
koagulasi, contoh kadar
protrombin.
Berikan warfarin natrium
(Coumadin) bila
diindiaksikan.
Berikan kaus kaki
antiembolitik/tekanan
berurutan sesuai indikasi.
timbulnya dapat
mengakibatkan
kontraktur
berat/kehilangan fungsi
dan kecacatan
ekstremitas distal cedera
atau perlu amputasi.
20) Membantu dalam
kalkulasi kehilangan
darah dan membutuhkan
keefektifan terapi
pengantin.
21) Mungkin diberikan
secara profilaktik untuk
menurunkan trombus
vena dalam.
22) Menurunkan
pengumpulan vena dan
dapat meningkatkan
aliran balik vena,
sehingga menurunkan
risiko pembentukan
trombus.
123
d. Resiko tinggi terhadap kerusakan gas berhubungan dengan perubahan
aliran darah, perubahan membran alveolar/kapiler.
Tujuan : Mempertahankan fungsi pernafasan adekuat.
Kriteria :
1) Tak adanya dispnea atau sianosis.
2) Frekuensi pernafasan dan GDA dalam batas normal.
NO INTERVENSI RASIONAL
1.
2)
Awasi frekuensi pernapasan
dan upayanya. Perhatikan
stridor, penggunaan otot
bantu, retraksi, terjadinya
sianosis sentral.
Auskultasi bunyi napas
perhatikan terjadinya ketidak
samaan, bunyi hiperesonan,
1) Takipnea, dispnea, dan
perubahan dalam mental
dan tanda dini
insufisiensi pernapasan
dan mungkin hanya
indikator terjadinya
emboli paru ada tahap
awal. Masih adana
tanda/gejala
menunjukkan ditress
pernapasan
luas/cenderung
kegagalan.
2) Perubahan dalam/adanya
bunyi adventisius
menunjukkan terjadinya
124
3)
4)
5)
juga adanya gemericik/ronki/
mengi dan inspirasi mengorok/
bunyi sesak napas.
Atasi jaringan cedera/tulang
dengan lembut, khususnya
selama beberapa hari pertama.
Instruksikan dan bantu dalam
latihan nafas dalam dan batuk.
Reposisi dengan sering.
Perhatikan peningkatan
kegelisahan, kacau, letargi,
komplikasi pernapasan,
contoh atelektasis,
pneumonia, emboli,
SDPD. Inspirasi
mengorok menunjukkan
edema jalan napas atas
dan diduga emboli
lemak.
3) Ini dapat mencegah
terjadinya emboli lemak
(biasanya terlihat pada
12-72 jam pertama), yang
erat berhubugan dengan
fraktur, khususnya tulang
panjang dan pelvis.
4) Meningkatkan ventilasi
alveolar dan perfusi.
Reposisi meningkatkan
drainase sekret dan
menurunkan kongesti
pada area paru dependen.
5) Gangguan pertukaran
gas/ adanya emboli paru
125
6)
7)
8)
9)
10)
stupor.
Observasi sputum untuk tanda
adanya darah.
Inspeksi kulit untuk petekie di
atas garis puting; pada aksila,
meluas ke abdomen/tubuh;
mukosa mulut, palatum keras,
kantung konjungtiva dan
retina.
Kolaborasi :
Bantu dalam spirometri
insentif.
Berikan tambahan O2 bila
diindikasikan.
Awasi pemeriksaan
laboratorium, contoh :
dapat menyebabkan
penyimpangan pada
tingkat kesadaran pasien
seperti terjadinya
hipoksemia/ asidosis.
6) Hemodialisa dapat terjadi
dengan emboli paru.
7) Ini adalah karaktetistik
paling nyata dari tanda
emboli lemak, yang
tampak dalam 2-3 hari
setelah cedera.
8) Memaksimalkan
ventilasi/ oksigenasi dan
meminimakan
atelektasis.
9) Meningkatkan sediaan O2
untuk oksigenasi optimal
jaringan.
10) Menurunnya PaO2 dan
peningkatan PaCO2
126
11)
Seri GDA, Hb, kalsium, LED,
lipase serum, lemak,
trombosit.
Berikan obat sesuai indikasi :
Heparin dosis rendah.
Kortikosteroid.
menunjukkan gangguan
pertukaran gas/terjadinya
kegagalan.
Anemia, hipokalsemia,
peningkatan LED dan
kadar lipase, gelembung
lemak dalam
darah/urine/sputum dan
penurunan jumlah
trombosit
(trombositopenia) sering
berhubungan dengan
emboli lemak.
11) Blok siklus pembekuan
dan mencegah
bertambahnya
pembekuan pada adanya
tromboflebitis.
Steroid telah digunakan
dengan beberapa
keberhasilan untuk
mencegah/mengatasi
emboli lemak.
127
e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka
neuromuskuler, nyeri atau ketidaknyamanan, terapi restriktif,
hemobilisasi tungkai.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
1) Ketidakmampuan untuk bergerak sesuai tujuan dalam lingkungan
fisik, dilakukan pembatasan.
2) Menolak untuk bergerak, keterbatasan rentang gerak.
3) Penurunan kekuatan atau kontrol otak.
Tujuan : Meningkatkan atau mempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin mempertahankan posisi
fungsional.
Kriteria :
1) Meningkatkan kekuatan atau fungsi yang sakit dan mengkompasasi
bagian tubuh.
2) Ketiga menunjukkan teknik yang memampukan melakukan
aktivitas.
NO INTERVENSI RASIONAL
1)
Kaji derajat imobilisasi yang
dihasilkan oleh cedera/
pengobatan perhatikan
persepsi pasien terhadap
imobilisasi.
1) Pasiun mungkin dibatasi
oleh pandangan
diri/persepsi diri tentang
keterbatasan fisik aktual,
memerlukan
informasi/intervensi
128
2)
3)
4)
Dorong partisipasi pada
aktivitas terapeutik/rekreasi.
Pertahankan rangsang
lingkungan contoh, radio, TV,
koran, barang milik pribadi/
lukisan, jam, kalender,
kunjungan keluarga/teman.
Instruksikan pasien untuk/
bantu dalam rentang gerak
pasien/aktif pada ekstremitas
yang sakit dan yang tidak
sakit.
Dorong pengunana latihan
isometrik mulai dengan
tungkai yang tak sakit.
untuk meningkatkan
kemajuan kesehatan.
2) Memberikan kesempatan
untuk mengeluarkan
energi, memfokuskan
kembali perhatian,
meningkatkan rasa
kontrol diri/harga diri,
dan membantu
menurunkan isolasi
sosial.
3) Meningkatkan aliran
darah ke otot dan tulang
untuk meningkatkan
tonus otot,
mempertahankan gerak
sendi, mencegagah
kontraktur/atrofi dan
resorpsi kalsium karena
tidak digunakan.
4) Kontraksi otot isometrik
tanpa menkuk sendi atau
menggerakkan tungkai
129
5)
6)
7).
Berikan papan kaki, bebat
pergelangan, gulungan
trokanter/tangan yang sesuai.
Tempatkan dalam posisi
telentang secara periodik bila
mungkin, bila traksi
digunakan untuk menstabilkan
fraktur tungkai bawah.
Instruksikan/dorong
menggunakan trapeze dan
“pasca posisi” untuk fraktur
tungkai bawah.
dan membantu
mempertahankan
kekuatan dan masa otot.
Catatan : Latihan ini
dikontraindikasikan pada
perdarahan akut/edema.
5) Berguna dalam
mempertahankan posisi
fungsional ekstremitas,
tangan/kaki, dan
mencegah komplikasi
(contoh kontraktur/kaki
jatuh).
6) Menurunkan risiko
kontraktur fleksi
panggul.
7) Memudahkan gerakan
selama
higiene/perawatan kulit,
dan penggantian linen,
menurunkan ketidak
130
8)
9)
Bantu/dorong perawatan
diri/kebersihan (contoh mandi,
mencukur)
Berikan/bantu dalam
mobilisasi dengan kursi roda,
kruk, tongkat, sesegera
mungkin. Instruksikan
keamanan dalam
menggunakan alat mobilitas.
nyamanan dengan tetap
datar di tempat tidur.
“Pasca posisi”
melibatkan penempatan
kaki yang sakit datar di
tempat tidur dengan lutut
menekuk sementara
mengenggam trapeze dan
mengangkat tubuh dari
tempat tidur.
8) Meningkatkan kekuatan
otot dan sirkulasi,
meningkatkan kontrol
pasien dalam situasi, dan
meningkatkan kesehatan
diri langsung.
9) Mobilisasi dini
menurunkan komplikasi
tirah baring (contoh,
flebitus) dan
meningkatkan
penyembuhan dan
normalisasi fungsi organ.
131
10)
11).
12)
Awasi TD dengan melakukan
aktivitas.perhatikan keluhan
pusing.
Ubah posisi secara periodik
dan dorong untuk latihan
batuk/napas dalam.
Auskultasi biring usus. Awasi
kebiasaan eliminasi dan
berikan keteraturan defekasi
Belajar memperbaiki cara
menggunakan alat
penting untuk
mempertahankan
mobilisasi optimal dan
keamanan pasien.
10) Hipotensi postural adalah
masalah umum menyertai
tirah baring lama dan
memerlukan intervensi
khusus (contoh
kemiringan meja dengan
peninggian secara
bertahap sampai posisi
tegak).
11) Mencegah/menurunkan
insiden komplikasi kulit/
pernapasan (contoh
dekubitus, atelektasi,
pneumonia).
12) Tirah baring, penggunaan
analgesik, dan perubahan
dalam kebiasaan diet
132
13)
14)
rutin. Tempatkan pada pispot,
bila mungkin, atau
menggunakan bedpan fraktur.
Berikan privasi.
Dorong peningkatan masukan
ciaran sampai 2000-3000
ml/hari, termasuk air asam/jus.
Berikan diet tinggi protein,
karbohidrat, vitamin, dan
mineral. Pertahankan
penurunan kandungan protein
sampai setelah defekasi
dapat memperlambat
peristaltik dan
menghasilkan konstipasi.
Tindakan keperawatan
yang memudahkan
eliminasi dapat
mencegah/membatasi
komplikasi. Bedpan
fraktur membatasi fleksi
panggul dan mengurangi
tekanan lumbal/gips
ekstremitas bawah.
13) Mempertahankan hidrasi
tubuh, menurunkan risiko
infeksi urinarius,
pembentukan batu, dan
konstipasi.
14) Pada adanya cedera
musculoskeletal, nutrisi
yang diperlukan untuk
penyembuhan berkurang
dengan cepat, sering
133
15)
pertama.
Tingkatkan jumlah diet kasar.
Batasi makanan pembentuk
gas.
mengakibatkan
penurunan BB 20-30 pon
selama traksi tulang. Ini
mempengaruhi massa
otot, tonus dan kekuatan.
Catatan : Makanan
protein meningkat
kandngannya pada usus
halus, mengakibatkan
pembentukan gas dan
konstipasi, sehingga
fungsi GI harus secara
penuh membaik sebelum
makanan berprotein
meningkat.
15) Penambahan bulk pada
feses membantu
mencegah konstipasi.
Makanan pembentukan
gas dapat menyebabkan
distensi abdominal,
khususnya pada adanya
penurunan motilitas usus.
134
16)
17)
18)
Konsul dengan ahli terapi
fisik/okupasi dan/atau
rehabilitas spesialis.
Lakukan program defekasi
(pelunak feses, enema,
laksatif) sesuai indikasi.
Rujuk ke perawat spesialis
psikatrik klinikal/ahli terapi
sesuai indikasi.
16) Berguna dalam membuat
aktivitas
individual/program
latihan. Pasien dapat
memerlukan bantuan
jangka panjang dengan
gerakan kekuatan, dan
aktivitas yang
mengandalkan berat
badan, juga penggunaan
alat. Contoh walker,
kruk, tongkat,
meninggikan tempat
duduk di toilet, tongkat
pengambil/penggapai,
khususnya alat makan.
17) Dilakukan untuk
meningkatkan evakuasi
usus.
18) Pasien/orang terdekat
memerlukan tindakan
intensif lebih untuk
menerima kenyataan
135
kondisi/prognosis,
imobilisasi lama,
mengalami kehilangan
kontrol.
f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk, fraktur
terbuka, bedah perbaikan, pemasangan traksi pen, kawat, sekrup.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
1) Keluhan gatal, nyeri, kebas, tekanan pada area yang sakit atau area
sekitar.
2) Gangguan permukaan kulit, invasi struktur tubuh, destruksi lapisan
kulit. atau jaringan.
Tujuan : Menyatakan ketidaknyamanan.
Kriteria :
1) Menunjukkan perilaku atau tehnik untuk mencegah kerusakan
kulit atau memudahkan penyembuhan sesuai indikasi.
2) Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu atau penyembuhan
lesi terjadi.
NO INTERVENSI RASIONAL
1.
Kaji kulit untuk luka terbuka,
benda asing, kemerahan,
perdarahan, perubahan warna,
kelabu, memutih.
1) Memberikan informasi
tentang sirkulasi kulit
dan masalah yang
mungkin disebabkan oleh
136
2)
3)
4)
5)
Massase kulit dan penonjolan
tulang. Pertahankan tempat
tidur kering dan bebas kerutan.
Tempatkan bantalan air/
bantalan lain bawah siku/tumit
sesuai indikasi.
Ubah posisi dengan sering.
Dorong penggunaan trapeze
bila mungkin.
Kaji posisi cincin bebat pada
alat traksi.
Penggunana gips dan
perawatan kulit :
alat dan/atau pemasangan
gips atau traksi, atau
pembentukan edema
yang membutuhkan
intervensi medik lanjut.
2) Menurunkan tekanan
pada area yang peka dan
resiko abrasi/kerusakan
kulit.
3) Mengurangi tekanan
konstan pada area yang
sama dan meminimalkan
risiko kerusakan kulit.
Penggunaan trapeze
dapat menurunkan abrasi
pada siku/tumit.
4) Posisi yang tak tepat
dapat menyebabkan
cedera kulit/ kerusakan.
5) Memberikan gips tetap
kering, dan area bersih.
137
Bersihkan kulit dengan
sabun dan air. Gosok
perlahan dengan alkohol;
dan/atau bedak dengan
jumlah sedikit borat atau
stearat seng.
Potong pakaian dalam
yang menutup area dan
perlebar beberapa inci
diatas gips.
Gunakan telapak tangan
untuk memasang,
pertahankan atau lepaskan
gips dan dukung bantal
setelah pemasangan.
Catatan : Terlalu banyak
bedak dapat membuat
lengket bila kontak
dengan air/keringat.
Berguna untuk bantalan
tonjolan tulang,
mengakhiri akhir gips,
dan melindungi kulit.
Mencegah
pelekukan/pendapatan di
atas tonjolan tulang dan
area menyokong berat
badan (contoh,
punggung tumit), yang
akan menyebabkan
abrasi/trauma jaringan.
Bentuk yang tak tepat
atau gips kering
mengiritasi pada kulit
dibawahnya dan dapat
menimbulkan gangguan
138
Potong kelebihan plester
dari akhir gips sesegera
mungkin saat gips
lengkap.
Tingkatkan pengeringan
gips dengan mengangkat
linen tempat tidur,
memajankan pada
sirkulasi udara.
Beri bantalan (petal) pada
akhir gips dengan plester
tahanan air.
Bersihkan kelebihan
plester dari kulit saat
masih basah, bila
sirkulasi.
Plester yang lebih dapat
mengiritasi kulit dan
dapat mengakibatkan
abrasi.
Mencegah kerusakan
kulit yang disebabkan
ulserasi, nekrosis,
dan/atau kelumpuhan
saraf. Masalah ini
mungkin tidak nyeri bila
terjadi kerusakan saraf.
Memberikan
perlindungan efektif
pada lapisan gips dan
kelembaba. Membantu
mencegah kerusakan
material gips pada akhir
dan menurunkan iritasi
kulit/ ekskoriasi.
Plester yang kering
dapat melekat ke dalam
gips yang telah lengkao
139
mungkin.
Lindungi gips dan kulit
pada rea perineal. Berikan
perawatan sering.
Instruksikan pasien/orang
terdekat untuk
menghindari memasukkan
objek ke dalam gips.
Masase kulit sekitar akhir
gips dengan alkohol;
Balik pasien dengan
dan menyebabkan
kerusakan kulit.
Mencegah kerusakan
jaringan dan infeksi oleh
kontaminasi fekal.
“sakit gesekan” dapat
menyebabkan cedera
jaringan.
Mempunyai efek
pengering, yang
menguatkan kulit. Krim
dan losion tidak
dianjurkan karena terlalu
banyak minyak dapat
menutup perimeter gips,
tidak memungkinkan
gips untuk “bernapas”.
Bedak tidak dianjurkan
karena potensial
akumulasi berlebihan di
dalam gips.
Meminimalkan tekanan
140
6)
sering untuk melibatkan
sisi yang tak sakit dan
posisi tengkurap dengan
kaki pasien di atas kasur.
Traksi kulit dan perawatan
kulit :
Bersihkan kulit dengan air
sabun hangat.
Berikan tintur bezoin.
Gunakan plester traksi
kulit (buat beberapa strip
moleskin/plester perekat)
memanjang pada sisi
tungkai yang sakit.
Lebarkan plester
sepanjang tungkai.
Tandai garis dimana
plester keluar sepanjang
ekstremitas.
pada kaki dan sekitar
tepi gips.
6) Menurunkan kadar
kontaminasi kulit.
“kekuatan” kulit untuk
penggunaan traksi kulit.
Plester traksi melingkari
tungkai dapat
mempengaruhi sirkulasi.
Traksi dimasukkan
dalam garis dengan
akhir plester yang bebas.
Memungkinkan untuk
pengkajian cepat
terhadap benda yang
terselip.
Meminimalkan tekanan
pada area ini.
141
7)
Letakkan bantalan
pelindung dibawah kaki
dan di atas tonjolan
tulang.
Balut lingkar tungkai,
termasuk plester dan
bantalan, dengan verban
elastik, hati-hati untuk
membalut dengan rapat
tetapi tidak terlalu ketat.
Palpasi jaringan yang
diplester tiap hari dan
catat adanya nyeri tekan
atau nyeri.
Lepaskan traksi kulit tiap
24 jam, sesuai protokol,
inspeksi dan berikan
perawatan kulit.
Traksi tulang dan perawatan
kulit :
Tekuk ujung kawat atau
tutup ujung kawat/pen
dengan karet atau gabus
Memberikan tarikan
traksi yang tepat tanpa
mempengaruhi sirkulasi.
Bila area di bawah
plester nyeri tekan,
diduga ada iritasi kulit,
dan siapkan untuk
membuka sistem
balutan.
Mempertahankan
integritas kulit.
7) Mencegah cedera pada
bagian tubuh lain.
Mencegah tekanan
berlebihan pada kulit
meningkatkan evaporasi
kelembaban yang
menurunkan risiko
142
8)
9)
perlindungan/tutup jarum.
Beri bantalan/pelindung
dari kulit domba, busa.
Gunakan tempat tidur busa,
bulu domba, bantal apung,
atau kasur udara sesuai
indikasi.
Buat gips dengan katup
tunggal, katup ganda atau
jendela sesuai protokol.
ekslorasi.
8) Karena imobilisasi
bagian tubuh, tonjolan
tulang lebih dari area
yang sakit oleh gips
mungkin sakit karena
penurunan sirkulasi.
9) Memungkinkan
pengurangan tekanan dan
memberikan akses untuk
perawatan luka/kulit.
g. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan primer, prosedur invasif, interaksi tulang.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi :
1) Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu.
2) Bebas drainase perulen, interna atau demam.
NO INTERVENSI RASIONAL
1)
Inspeksi kulit untuk adanya
iritasi atau robekan kontinuitas
1) Pen atau kawat tidak
harus dimasukan melalui
kulit yang terinfeksi,
143
2)
3)
4)
5)
6)
Kaji sisi pen/kulit perhatikan
keluhan peningkatan nyeri/
rasa terbakar atau adanya
oedema, eritema drainase/bau
tidak enak.
Instruksikan pasien untuk
tidak menyentuh sisi insersi.
Tutupi pada akhir gips
peritoneal dengan plastik.
Observasi luka untuk
pembentukan bula, krepitasi,
perubahan warna kulit
kecoklatan, bau drainase yang
tak enak/asam.
Kaji tonus otot, refleks tendon
dalam dan keammpuan untuk
berbicara.
kemerahan, atau abrasi
(dapat menimbulkan
infeksi tulang).
2) Dapat mengidentifikasi
timbulnya infeksi lokal/
nekrosis jaringan yang
dapat menimbulkan
osteomielitis.
3) Meminimalkan
kesempatan untuk
kontaminasi.
4) Gips yang lembab, padat
meningkatkan
pertumbuhan bakteri.
5) Tanda perkiraan infeksi
gas gangren.
6) Kekakuan otot, spasme
tonik otot rahang, dan
disfagia menunjukkan
terjadinya tetanus.
144
7)
8).
9).
Selidiki nyeri tiba-tba/
keterbatasan gerakan dengan
edema lokal/eritema
ekstremitas cedera.
Lakukan prosedur isolasi.
Awasi pemeriksaan
laboratorium, contoh :
Hitung darah lengkap.
LED
Kultur dan sensitivitas
luka/serum/tulang.
Skan radioisotop.
7) Dapat mengindikasi
terjadinya osteomelitis.
8) Adanya drainase purulen
akan memerlukan
kewaspadaan luka/linen
untuk mencegah
kontaminasi silang.
9) Anemia dapat terjadi
pada osteomielitis;
leukositosis biasanya ada
dengan proses infeksi.
Peningkatan pada
osteomielitis.
Mengidentifikasi
organisme infeksi.
Titik panas
menunjukkan
peningkatan area
vaskularitas,
menunjukkan
osteomielitis.
145
10
11)
Berikan obat sesuai indikasi,
contoh :
Antibiotik IV/topikal
Tetanus toksoid.
Berikan irigasi luka/tulang dan
berikan sabun basah/hangat.
10) Antibiotik spektrum luas
dapat digunakan secara
profilaktik atau dapat
ditujukan pada
mikroorganisme khusus.
Diberikan secara
profilaktik karena
kemungkinan adanya
tetanus pada luka
terbuka. Catatan : Risiko
peningkatan bila
cedera/luka terjadi
dalam “lapangan
kondisi” (area luar/jauh).
11) Debridemen lokal/
pembersihan luka
menurunkan
mikroorganisme dan
insiden infeksi sistemik.
Antimikrobial drip
kontinu ke dalam tulang
diperlukan untuk
146
12)
12)
Bantu prosedur contoh insisi/
drainase, pemasangan drain,
terapi O2 hiperbarik.
Siapkan pembedahan sesuai
indikasi.
mengatasi osteomielitis,
khususnya bila suplai
darah ke tulang
terganggu.
12) Banyak prosedur
dilakukan pada
pengobatan infeksi lokal,
osteomielitis, gangren
gas.
13) Sequestrektomi
(pengangkatan tulang
nekrotik) perlu untuk
membantu penyembuhan
dan mencegah perluasan
proses infeksi.
147
h. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurang terpanjang atau mengingat,
salah interpretasi informasi atau tidak mengenal sumber informasi.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
1) Pertanyaan atau permintaan informasi, pernyataan salah konsepsi.
2) Tidak akurat mengikuti instruksi atau terjadinya komplikasi yang
dapat dicegah.
Tujuan : Menyatakan pemahaman kondisi, prognosis, dan
pengobatan.
Kriteria : Melakukan dengan benar prosedur yang diperlukan dan
menjelaskan alasan tindakan.
NO INTERVENSI RASIONAL
1)
Kaji ulang patologi, prognosis,
dan harapan yang akan datang
1) Memberikan dasar
pengetahuan dimana
klien dapat membuat
pilihan informasi.
Catatan : Fiksasi internal
dapat mempengaruhi
kekuatan tulang dan
intramedula, kuku/akar
atau piringan mungkin
diangkat beberapa hari
kemudian.
148
2).
3)
4)
Beri penguatan metode
mobilisasi dan ambulasi sesuai
instruksi dengan terapis fisik
bila diindikasikan.
Anjurkan penggunaan
backpack.
Buat daftar aktivitas dimana
pasien dapat melakukannya
secara mandiri dan yang
2) Banyak fraktur
memerlukan gips, bebat,
atau penjepit selama
proses penyembuhan.
Kerusakan lanjut dan
perlambatan
penyembuhan dapat
terjadi sekunder terhadap
ketidaktepatan
penggunaan alat
ambulasi.
3) Memberikan tempat
untuk membawa artikel
tertentu dan membiarkan
tangan bebas untuk
memanipulasi kruk atau
dapat mencegah
kelelahan otot yang tak
perlu bila satu tangan
digips.
4) Penyusunan aktivitas
sekitar kebutuhan dan
yang memerlukan
149
5)
6)
7)
8)
memerlukan bantuan.
Identifikasi tersedianya
sumber pelayanan di
masyarakat, contoh tim
rehabilitas, pelayanan
perawatan di rumah.
Dorong pasien untuk
melanjutkan latihan aktif
untuk sendi di atas dan di
bawah fraktur.
Diskusikan pentingnya
perjanjian evaluasi klinis.
Kaji ulang perawatan pen/luka
bantuan.
5) Memberikan bantuan
untuk memudahkan
perawatan diri dan
mendukung kemandian.
Meningkatkan perawatan
diri optimal dan
pemulihan.
6) Mencegah kekakuan
sendi, kontraktur,
kelelahan otot,
meningkatkan
kembalinya aktivitas
sehari-hari secara dini.
7) Penyembuhan fraktur
memerlukan waktu
tahunan untuk sembuh
lengkap, dan kerjasama
pasien dalam program
pengobatan membantu
untuk penyatuan yang
tepat dari tulang.
8) Menurunkan risiko
150
9)
10)
yang tepat.
Identifikasi tanda-tanda dan
gejala-gejala yang
memerlukan evaluasi medik,
contoh nyeri berat, demam/
menggigil, bau tak enak,
perubahan sensasi,
pembengkakan, paralisis, ibu
jari atau ujung jari
putih/dingin, titik hangat, area
lunak, gips retak.
Diskusikan perawatan gips
yang “hijau” atau basah.
trauma tulang/jaringan
dan infeksi yang dapat
berlanjut menjadi
osteomielitis.
9) Intervensi cepat dapat
menurunkan beratnya
komplikasi seperti
infeksi/ gangguan
sirkulasi. Catatan :
Beberapa kulit yang
menjadi gelap dapat
terjadi secara normal bila
berjalan pada ekstremitas
yang digips atau
menggunakan tangan
yang digips; ini harus
membaik dengan istirahat
dan peninggian.
10) Meningkatkan
pengobatan tepat untuk
mencegah deformitas
gips dan iritasi
kulit/kesalahan postur.
151
11)
12)
Anjurkan penggunaan
pengering rambut untuk
mengeringkan area gips yang
lembab.
Demonstrasikan penggunana
kantung plastik untuk menutup
plester gips selama cuaca
lembab atau saat mandi. Gips
bersih dengan pakaian agak
lembab dan bedak penggosok.
Catatan : Pemasangan
gips “dingin” langsung
pada bantal karet atau
plastik menjebak panas
dan meningkatkan waktu
pengeringan.
11) Penggunaan yang hati-
hati dapat mempercepat
pengeringan.
12) Melindungi dari
kelembaba, yang
melunakkan pelster gips
dan melemahkan gips.
Catatan : GIps serat kaca
digunakan lebih sering
karena bahan ini tidak
dipengaruhi oleh
kelembaban. Selain itu
beratnya ringan dapat
meningkatkan partisipasi
pasien dalam aktivitas
yang diinginkan.
152
13)
14)
15)
Anjurkan penggunaan pakaian
yang adaptif.
Anjurkan cara-cara untuk
menutupi ibu jari kaki, bila
tepat, contoh sarung tangan
atau kaus kaki halus.
Diskusikan instruksi pasca
pengangkatan gips :
Instruksikan pasien untuk
melanjutkan latihan sesuai
izin.
Informasikan pasien
bahwa kulit di bawah gips
secara umum lembab dan
tertutup dengan kalus atau
serpihan kulit yang mati.
Cuci kulit dengan
perlahan dengan sabun,
povidon iodin (Betadin)
atau pHisoHex dan air.
Minyak dengan minyak
pelindung.
Informasikan pasien
13) Membantu aktivitas
berpakaian/kerapihan.
14) Membantu
mempertahankan
kehangatan/melindungi
dari cedera.
15) Menurunkan kekauan
dan memeprbaiki
kekuatan dan fungsi
ekstremitas yang sakit.
Ini akan memerlukan
waktu berminggu-
minggu sebelum
kembali ke penampilan
normal.
Kulit yang baru secara
ekstrem nyeri tekan
karena telah dlindungi
oleh gips.
Kekuatan otot akan
153
bahwa otot dapat tampak
lembek dan atrofi (massa
otot kurang). anjurkan
untuk memberi sokongan
pada sendi di atas dan di
bawah bagian yang sakit
dan gunakan alat bantu
mobilitas, contoh verban
elastik, bebat, penahan,
kruk, walker, atau tongkat.
Tinggikan ekstremitas
sesuai kebutuhan.
menurun dan rasa sakit
yang baru dan nyeri
sementara sekunder
terhadap kehilangan
dukungan.
Pembengkakan dan
edema cenderung terjadi
setelah pengangkatan
gips.
(Doengoes Marilynn E, 2000)
154
5. Implementasi
Tindakan keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan rencana
tindakan keperawatan yang telah dibuat.
Dalam melaksanakan rencana tersebut harus diperlukan dalam kerja sama
dengan tim kesehatan yang lain, keluarga klien dan klien sendiri.
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
a. Kebutuhan dasar klien.
b. Dasar dari tindakan.
c. Kemampuan perseorangan, keahlian/keterampilan dan perawatan.
d. Sumber dari keluarga dan klien sendiri.
e. Sumber dari instasi terkait.
6. Evaluasi
Tahap evaluasi menentukan kemajuan pasien terhadap pencapaian
hasil yang diinginkan dan respon pasien terhadap dan keefektifan
intervensi keperawatan. Kemudian mengganti rencana perawatan jika
diperlukan.
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan (Doenges
Marilynn E, 2000).
Hasil yang diharapkan dari asuhan keperawatan adalah
a. Mempertahankan stabilitas dan posisi fraktur
b. Nyeri yang dirasakan berkurang
c. Mempertahankan perfusi jaringan dibuktikan oleh terabanya nadi,
kulit hangat,sensasi normal, dan tanda vital stabil
155
d. Mempertahankan fungsi pernapasan yang adekuat
e. Mempertahankan posisi fungsional
f. Menunjukkan prilaku untuk mencegah kerusakan kulit
g. Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu,bebas drainage purulen
atau eritema dan demam.
h. Menyatakan pemahaman kondisi, prognosis,dan pengobatan.
156
BAB III
TINJAUAN KASUS
Dibawah penulis menguraikan tentang pelaksanaan asuhan keperawatan
pada klien Tn.” I ” dengan gangguan sistem musculoskeletal di RS.Bhayangkara
Mappa Oudang Makassar. Pada kasus ini ditetapkan tentang proses asuhan
keperawatan klien di dalam menentukan masalah – masalah keperawatan yang
ada.
Dalam pengumpulan data penulis menggunakan metode wawancara dan
pengamatan, pemeriksaaan fisik yang sebagai sumber utama adalah klien,
keluarga klien serta tim kesehatan lainnya yang ada hubungannya dengan kasus
yang dibahas. Pelaksanaan pengkajian pada tanggal 5 – 11 Januari 2010 dengan
hasil pengkajian sebagai berikut :
A. Pengkajian.
1. Biodata.
a. Identitas Klien.
1. Nama klien : Tn. “ I “
2. Umur : 37 tahun.
3. Jenis kelamin : Laki – laki.
4. Agama : Islam.
5. Suku / Bangs : Makassar / Indonesia.
6. Status : Kawin.
7. Pekerjaan : Petani
8. Alamat : Jl.Poros BTN Bongkas Bulukumba.
157
9. No. MR : 358965
10. Tgl. Masuk RS : 03 – 01 – 2010.
11. Tgl. Pengkajian : 05 – 01 – 2010.
2. Keluhan Utama.
a. Keluhan utama : Nyeri pada kaki kanan.
b. Riwayat keluhan utama :
Keluhan ini dialami oleh klien sejak post operasi (pemasangan plate)
fraktur Tibia Fibula 1/3 distal terbuka sejak saat dikaji pada tanggal 5
Januari 2010, nampak luka robek dengan ukuran 3x1 cm, klien
mengeluh nyeri pada kaki kanan, nyeri yang dikeluhkan oleh klien
adalah hilang timbul (±2 – 3 menit) dengan skala nyeri sedang ( 5 )
yang menggunakan skala nomerik 4 – 6. Sifat nyeri yang dikeluhkan
seperti ditusuk – tusuk dan waktu timbulnya nyeri setiap kali klien
beraktivitas dan merupakan faktor pencetus timbulnya nyeri dan
faktor yang memperingan adalah bila klien tidak beraktivitas.
c. Diagnosa medis : Post operasi fraktur fibia 1/3 distal terbuka.
3. Riwayat Kesehatan.
a. Riwayat Kesehatan Sekarang.
Pada tanggal 03 – 01 – 2010 klien mengalami kecelakaan lalu lintas
dan mengalami fraktur Tibia Fibula 1/3 distal terbuka. Klien langsung
dibawa ke RS.Bhayangkara Mappa Oudang dan dirawat beberapa
hari. Pada tanggal 04 Januari 2010 rencana klien akan dioperasi.
158
b. Riwayat Kesehatan Lalu.
Tidak ada riwayat penyakit DHF dan typoid, penyakit yang pernah
diderita oleh klien demam, flu, dan sakit kepala. Klien juga
mengatakan tidak pernah dirawat di Rumah Sakit sebelumnya.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga.
Genogram 3 generasi.
Keterangan :
: Laki – laki. : Perempuan ….. : Tinggal serumah.
: Meninggal. : Klien
: Garis perkawinan. : Garis keturunan.
60 65
32 30 39 40 49 53 55 40 45 55 70
46 50
20 16 30 37 25
159
Genogram I : Kakek dan nenek klien dari pihak ayah meninggal karena faktor
usia
Genogram II : Bapak klien anak ke ke 10 dari 12 bersaudara yang masih hidup
dan sehat adapun ke 7 kakak ayah klien meninggal karena factor
usia
Ibu klien anak ke 4 dari 5 bersaudara yang masih hidup dan
sehat.
Genogram III : Klien anak pertama dari 5 bersaudara.
4. Riwayat Psikososial.
a. Pola Konsep Diri.
1) Gambaran diri : Klien merasa cemas dengan kondisinya.
2) Identitas diri : Klien sadar sepenuhnya tentang dirinya sebagai
seorang laki – laki.
3) Peran diri : Klien tidak dapat menjalankan tugasnya sebagai
seorang anak karena kondisinya.
4) Ideal diri : Klien berharap dapat segera sembuh dan
berkumpul dengan keluarganya.
5) Harga diri : Klien merasa dihargai dan keluarganya sering
datang menjeguknya.
b. Pola Kognitif.
Klien masih mampu berfikir dan mengingat dengan baik kejadian
yang dialaminya dan yang terjadi disekitarnya.
160
c. Pola Koping.
Klien mengatakan tidak dapat mengambil keputusan sendiri
membutuhkan dukungan dan dorongan dari keluarga.
d. Pola Interaksi.
Klien dapat berinteraksi dengan keluarga dan tim medis secara baik.
5. Riwayat Spiritual.
a. Sebelum sakit klien rajin melaksanakan ibadah (shalat lima waktu),
setelah sakit, klien tidak bisa melaksanakan shalat lima waktu dan
klien hanya bisa berdoa agar cepat sembuh.
b. Klien mengikuti ritual keagamaan seperti maulid Nabi Muhammad
SAW dan Isra Mi’raj.
6. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum Klien.
1) Kasadaran komposmentis.
2) KU : Klien nampak lemah dan cemas, tapi tidak ada tanda –
tanda distraksi.
3) Penampilan tubuh sesuai dengan usia.
4) Ekspresi wajah meringis, bicara baik.
5) Tinggi badan, Berat Badan (BB), dan gaya berjalan tidak dikaji
karena klien bedrest total.
161
b. Tanda – tanda Vital.
TD : 130/80 mm Hg.
N : 100x/menit.
P : 20x/menit.
S : 37° C.
c. Sistem Pernafasan.
1) Hidung.
a) Inspeksi : Hidung simestris kiri dan kanan, tidak ada
pernafasan cuping hidung, tidak ada secret, polip,
dan epistaksis.
b) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
2) Leher.
a) Inspeksi : Tidak nampak adanya pembesaran kelenjar tyroid
dan kelenjar limfe.
b) Palpasi : Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid, dan
tidak ada nyeri tekan.
3) Dada.
a) Inspeksi : Bentuk dada tidak dikaji karena pasien bedres
total.
- Gerakan dada mengikuti pernafasan dan tidak
terdapat retraksi.
- Tidak terdapat alat bantu pernafasan.
162
b) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
c) Perkusi : Bunyi resonan pada area paru.
d) Auskultasi : Bunyi vesikuler.
d. Sistem Cardiovaskuler.
1) Inspeksi : Konjungtiva tidak anemia, bibir tidak sinosis.
Tidak nampak adanya ictus cordis.
2) Palpasi : Tidak teraba adanya ictus cordis ICS ke – 5
mild klavikula sinitra.
3) Perkusi : Bunyi jantung pekak
4) Auskultasi : Bunyi jantung 1 (lub) terdengar pada ICS 5 klavikula
kiri karena menutupnya katup mitral dan
trikuspidalis.
Bunyi jantung II (Dub) terdengar pada ICS 2
midklavikula kiri dan kanan karena menutupnya
katup aorta dan pulmonaris.
e. Sistem Pencernaan.
1) Bibir dan Sklera.
Inspeksi : Bibir kering, sklera tidak ikterus.
2) Mulut.
Inspeksi : Tidak ada stomatitis
Jumlah gigi 28
Kemampuan menelan baik.
163
3) Gaster.
Palpasi : Tidak kembung.
Tidak ada nyeri tekan.
4) Abdomen.
Inspeksi : Abdomen bentuk datar.
Simetris kiri dan kanan.
Pergerakan mengikuti irama nafas.
Warna kulit sawo matang.
Palpasi : Tidak teraba adanya massa benjolan.
Tidak ada nyeri tekan pada abdomen.
Perkusi : Bunyi tympani.
Auskultasi : Peristaltik 15x/menit
f. Sistem Indera.
1) Mata.
Inspeksi : Bulu mata simetris kiri dan kanan.
Konjungtiva tidak anemi.
Sklera tidak ikterus.
Lapang Pandang : Klien mampu melihat kesegala arah.
Visus : Klien mampu melihat dengan jarak 6 meter.
164
2) Hidung.
Inspeksi : Penciuman baik.
Lubang hidung simetris kiri dan kanan.
Tidak ada polip, secret dan episteksis.
3) Telinga.
Inspeksi : Keadaan daun telinga simetris kiri dan kanan
Kanal auditoris bersih dan tidak terdapat serumen.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
g. Sistem Syaraf.
1) Fungsi Cerebral.
a) Status mental : Orientasi baik, klien mampu mengingat
kejadian di masa lalu, klien mampu berhitung
dan mampu menggunakan bahasa Indonesia
dengan baik.
b) Kesadaran : Eyes : 4
Motorik : 6
Verbal : 5
c) Bicara : Klien mampu berbicara dengan baik
2) Fungsi cranial
Nervus I (Olfaktorius) : Klien mampu membedakan bau balsam
dengan bau minyak kayu putih
Nervus II (Optikus) : Klien mampu melihat dengan jarak 6
meter
165
Nervus III, IV, VI (Okulomotorik, Toklearis, Abdusen).
Pupil isochor, dan klien mampu menggerakkan bola matanya ke
samping kiri kanan dan ke atas dan ke bawah.
Nervus V (Trigeminus) :Klien mampu mengatupkan rahang
dan mampu menggerakkan
gerahamnya ke kiri dan ke kanan.
Nervus VII (Fasialis) :
Sensorik : Klien mampu membedakan rasa
pahit dan manis.
Motorik : Klien mampu mengerutkan dahi
dan mampu tersenyum.
Nervus VIII (Akustikus) : Klien mampu mendengar dengan
baik, dengan jarum jam tangan pada
telinga kiri dan kanan.
Nervus IX, X (Gelosofaringeus, Vagus).
Saat klien dirangsang dengan spatel, klien merasa ingin muntah.
Nervus XI (Aksesoris) : Klien tidak mampu menggerakkan
kepalanya (menoleh) karena
adanya luka yang sudah di verband
pada daerah parietal kiri.
166
Nervus X (Hipoglosus) : Klien mampu menggerakkan
lidahnya dengan baik dan dapat
menjulurkan lidahnya ke depan
dengan lurus.
h. Fungsi Motorik.
1) Kekuatan otot : 4 2
3 0
Extremitas bawah dan extremitas atas kiri mampu
melakukan tahanan kecuali fraktur fibia fibula 1/3 distal terbuka.
2) Massa otot : Tidak ada kelainan (otot tidak atropi/hipertropi).
i. Fungsi Sensorik.
Fungsi sensorik baik, dapat merasakan sakit bila dicubit, dapat
merasakan bila disentuh.
j. Fungsi Cerebellum.
1) Keseimbangan : Berjalan tidak dikaji karena klien bedrest total.
2) Koordinasi : Klien mampu menunjukkan
anggota badannya yang diperintahkan.
k. Refleks.
Refleks Bisep (+) : Terjadi kontraksi otot dengan gerakan fleksi saat
diberi stimulasi kecuali fraktur fibia fibula 1/3
distal terbuka.
167
Refleks Trisep (+) : Terjadi kontraksi otot dengan gerakan fleksi saat
diberi stimulus kecuali fraktur tibia fibula 1/3
distal terbuka.
Patella (+) : Ekstensi pada saat diberi stimulus.
Babinsky (-) : Ekstensi ibu jari, jari-jari yang lain fleksi.
l. Sistem Muskuloskeletal.
1) Kepala.
Inspeksi : Tampak luka yang sudah diverband pada daerah
pariental kiri.
Bentuk kepala mesochepal.
Inspeksi : Teraba adanya nyeri tekan pada daerah pariental
kiri
2) Vertebra.
Tidak dikaji karena klien bedrest total.
3) Pelvis.
a) Gaya jalan tidak dikaji karena klien bedrest total.
b) ROM tidak terbatas kecuali pada daerah fraktur.
4) Lutut : Tidak ada pembengkakan dan kaku.
5) Tangan : Tidak ada pembengkakan, tidak terdapat luka robek pada
lengan kanan atas.
6) Kaki : Ada pembengkakan, gerakan baik.
Nampak terpasang verband dan spalk pada kaki kanan.
168
m. Sistem Integumen.
1) Rambut.
Inspeksi : Berwarna hitam dan tidak mudah tercabut.
2) Kulit.
Inspeksi : Warna sawo matang, tampak luka robek pada lengan
kanan atas yang sudah di verband.
3) Kuku.
Inspeksi : Warna merah mudah, tidak ada sianosis.
Kuku klien panjang dan kotor.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
n. Sistem Endokrin.
Inspeksi : Tidak nampak adanya pembesaran kelenjar tyroid.
Tidak ada polyuri, polydipsi dan polypagi.
Tidak ada riwayat bekas air seni dikelilingi oleh semut.
Palpasi : Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid.
o. Sistem Perkemihan.
1) Tidak ada oedem palpebra dan oedem anasarka.
2) Tidak ada nocturia ataupun dusuria.
3) Tidak ada riwayat penyakit hubungan seks (seperti sifilis)
p. Sistem Reproduksi.
( Tidak dapat dikaji klien menolak).
169
q. Sistem Imun.
Tidak ada riwayat alergi terhadap cuaca, makanan, minuman, obat–
obatan, debu ataupun bulu binatang.
7. Aktivitas Sehari-hari
No. Uraian Sebelum Sakit Saat Sakit
1.
2.
3.
4.
Nutrisi :
a. Selera makan,
b. Menu makan,
c. Frekuensi makan,
d. Makanan yang disukai,
e. Makanan pantangan.
Cairan :
a. Jenis minuman,
b. Frekuensi minum
Eliminasi (BAB dan BAK).
a. Tempat pembuangan
BAB dan BAK,
b. Frekwensi BAB,
c. Frekwensi BAK,
d. Konsistensi BAB.
Istrahat tidur :
Baik.
Nasi + lauk + Pauk +
buah.
3 x sehari.
Donat.
Tidak ada.
Air putih + kadang-
kadang minum teh botol
sosro.
8 – 10 gelas/hari.
WC.
2 x sehari.
Lembek.
13.00 – 14.00
Kurang (porsi tidak
dihabiskan).
- Bubur + telur.
2 x sehari.
Donat.
Tidak ada.
Air putih + susu
coklat.
8 – 10 gelas/hari.
BAB & BAK di
tempat.
Tidur karena klien.
Bedrest total.
Belum pernah BAB
1 kali.
13.00 – 14.00
170
5.
6
7.
8.
a. Tidur siang,
b. Tidur malam,
c. Jam mudah tidur,
d. Kebiasaan sebelum
tidur
Olahraga :
a. Jenis olahraga yang
biasa dilakukan,
b. Frekwensi
Personal hygiene :
a. Mandi,
b. Cuci rambut,
c. Gunting kuku.
Rokok /alkohol dan obat –
obatan.
Aktivitas /mobilitas fisik.
22.00 – 05.00
20.00
Nonton TV.
Lari.
1x /seminggu.
2x sehari.
Frekuensi 2x/seminggu.
Setiap kali panjang.
1. Klien mengatakan
akan dirinya tidak
merokok,
2. Klien tidak
meminum alkohol,
3. Klien tidak
kecanduan dengan
kopi,
4. Tidak ada
ketergantungan
obat-obatan.
Klien aktif melakukan
Jarang.
Tidak ada.
Klien tidak mampu
berolahraga karena
sakit.
Klien mengatakan
selama sakit tidak
pernah mandi, cuci
rambut dan gunting
kuku.
Klien tidak pernah
merokok, minum
alkohol maupun
mengkonsumsi
obat-obatan.
Klien tidak dapat
171
aktivitas sehari-hari
dalam hal pemenuhan
ADL.
melakukan aktivitas
kecuali dibantu oleh
keluarga dan
perawat.
8. Test Diagnosik
Tanggal 3 Januari 2010
a. Thorax Ap :
1) Pulmo gerakan branchovaskuler paru dalam batas normal,
2) Cor : bentuk, letak, ukuran dalam batas normal,
3) Tulang-tulang kesan intak.
b. Foto cervical Ap/lateral :
1) Aligment Cv. Cervicalis kesan normal,
2) Tulang-tulang kesan intak, tidak tampak tanda-tanda
3) fraktur/dislokasi tulang,
4) Mineralisasi tulang dalam batas normal,
5) Discus intervertebralis tidak menyempit,
6) Jaringan lunak paravertebra baik.
c. Laboratorium
1) WBC : 7.8 × 10
2) RBC : 3.881
3) PLT : 375 × 10
4) PCT : 276 %
5) HB : 2
172
9. Terapy Saat Ini.
Obat anti biotik yaitu ciprofloxacin 1 gr / 12 jam / IV.
Asam mefenamat
173
B. DATA FOKUS
Data Objektif Data Subjektif
1. Pada kepala daerah parietal kiri.
2. Nampak terpasang verband dan spalk
pada kaki kanan.
3. ADL klien dilayani di tempat tidur.
4. Klien nampak terbaring lemah di
tempat tidur.
5. Klien nampak lesu.
6. Kaki bagian fraktur.
7. Kuku nampak panjang dan kotor.
8. Ekspresi wajah meringis.
9. Klien nampak cemas.
1. Klien mengatakan nyeri pada lengan
kanan atas.
2. Klien mengatakan nyeri bila
beraktivitas.
3. Klien mengatakan nyeri yang
dirasakan hilang timbul.
4. Klien mengatakan nyeri yang
dirasakan adalah nyeri sedang.
5. Klien mengatakan tidak mampu
beraktivitas kecuali dibantu oleh
keluarganya dan perawat.
6. Klien mengatakan tidak dapat
bergerak secara leluasa.
7. Klien mengatakan susah tidur karena
rasa nyeri yang dirasakan.
8. Klien mengatakan sering terbangun
pada malam hari.
9. Klien mengatakan cemas dengan
174
10. Kekuatan otot 4 2
3 0
11. TTV : TD : 130/80 mm Hg.
N : 100x/menit
P : 20x/menit
S : 37° C.
12. Klien sering bertanya-tanya tentang
penyakitnya.
13. Nampak terpasang spalk pada kaki
Kanan.
keadaan penyakitnya.
10. Klien mengatakan belum pernah
mandi.
175
C. ANALISA DATA
No. Data Etiologi Masalah
1.
2.
DS :
- Nampak terpasang verban dan
spalk pada kaki kanan atas.
- Klien mengatakan nyerinya
hilang timbul.
- Klien mengatakan nyeri yang
dirasakan adalah nyeri sedang.
DO :
- Ekspresi wajah meringis.
- TTV :
TD : 130/80 mmHg.
N : 100x /menit.
P : 20x /menit.
S : 37°C.
- Skala nyeri sedang (5).
DS :
- Klien mengatakan nyeri bila
beraktivitas
- Klien mengatakan tidak
mampu beraktivitas kecuali
dibantu keluarganya dan
Fraktur Tibia
Fibula1/3
Distal Terbuka
Terputusnya
kontinuitas jaringan
Suplai O2 ke jaringan
menurun
Merangsang
pengeluaran zat-zat
bradikinin, histamine
dan prostaglandin
Syaraf-syaraf
Afferen/nociceptor
Cortex serebri
Hipotalamus
Dipersepsikan sebagai
nyeri
Fraktur Tibia
Fibula1/3
Distal Terbuka
Terputusnya
kontinuitas jaringan
Nyeri.
Hambatan
mobilitas
fisik.
176
3.
4.
perawat.
- Klien mengatakan tidak dapat
bergerak secara leluasa.
DO :
- Nampak terpasang verband
dan spalk pada kaki kanan.
- Klien nampak terbaring lemah
ditempat tidur.
- ADL klien dilayani ditempat
tidur.
DS :
- Klien mengatakan belum
pernah mandi.
DO :
- Kuku klien nampak panjang
dan kotor.
- Nampak terpasang spalk pada
kaki kanan.
DS :
- Klien mengatakan susah tidur
karena rasa nyeri yang
dirasakan.
- Klien mengatakan sering
terbangun pada malam hari.
DO:
- Klien nampak lesu.
Kelemahan fisik
Keterbatasan gerak
Gangguan aktivitas
Fraktur Tibia
Fibula1/3
Distal Terbuka
Keterbatasan aktivitas
Personal Hygiene
kurang
Fraktur Tibia
Fibula1/3
Distal Terbuka
Nyeri
Aktivitas RAS
terngganggu
Klien terjaga
Gangguan pola tidur
Defisit
perawatan
diri.
Gangguan
pola tidur.
177
5.
6.
DS :
- Klien mengatakan cemas
dengan keadaan penyakitnya.
DO :
- Klien sering bertanya - tanya
tentang penyakitnya.
- Klien nampak cemas.
- TTV :
TD : 130/80mmHg.
N : 100x /menit.
P : 20x /menit.
S : 37°C.
DS : -
DO :
- Tampak luka robek pada kaki
bagian fraktur.
- Nampak terpasang verband
dan spalk pada kaki kanan.
Fraktur Tibia
Fibula1/3
Distal Terbuka
Terjadi perubahan
status kesehatan
Klien selalu bertanya
– tanya tentang
penyakitnya
Informasi yang
diberikan tidak akurat
Kurang pengetahuan
Stressor meningkat
Kecemasan.
Fraktur Tibia
Fibula1/3
Distal Terbuka
Adanya luka robek
pada lengan kanan
atas
Pintu masuk bagi
kuman
patogen
Media utama bagi
tempat berkembang
Kecemasan.
Resiko
tejadinya
infeksi
178
biaknya kuman
patogen
Daya tahan tubuh
menurun
Resiko terjadinya
infeksi
179
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
No. Diagnosa Keperawatan Tgl. Ditemukan Tgl. Teratasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Gangguan rasa nyaman nyeri b/d
terputus kontinuitas jaringan.
Gangguan mobilitas fisik b/d
nyeri dan terapi pengobatan.
Defisit perawatan diri b/d
kelemahan fisik dan terapi
pembatasan.
Gangguan pola tidur b/d nyeri.
Kecemasan b/d kurangnya
pengetahuan tentang penyakit.
Resiko infeksi b/d adanya luka.
5 Januari 2010
5 Januari 2010
5 Januari 2010
6 Januari 2010
6 Januari 2010
5 Januari 2010
Belum teratasi
Belum teratasi
6 Januari 2010
7 Januari 2010
7 Januari 2010
Belum teratasi
127
E. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN.
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1.
Nyeri b/d terputusnya kontinuitas
jaringan ditandai dengan :
DS : - Klien mengatakan nyeri pada
kaki kanan.
- Klien mengatakan nyerinya
hilang timbul.
- Klien mengatakan nyeri yang
dirasakan adalah nyeri
sedang.
DO : - Ekspresi wajah meringis.
- TTV :
- TD : 130/80 mm Hg.
- N : 100x/menit.
- P : 20x/menit.
- S : 36 c
Nyeri teratasi dengan kriteria :
- Ekspresi mengatakan nyeri
yang dirasakan pada lengan
kanan atas berkurang.
- TTV dalam batas normal.
- TD : 120 / 70 mm Hg.
- N : 60 – 80x/menit.
- P : 18 – 24x / menit.
- S : 36 – 37 C.
1. Kaji tingkat nyeri.
2. Observasi tanda –
tanda vital.
1. Untuk mengetahui
skala nyeri yang
dirasakan klien dan
sebagai dasar untuk
intervensi
selanjutnya.
2. Perubahan tanda –
tanda vital
merupakan
indikator dalam
melaksanakan
intervensi
selanjutnya.
128
3. Berikan posisi
yang nyaman.
4. Ajarkan tehnik
relaksasi dan
diskraksi.
5. Penatalaksanaan
pemberian obat
analgetik :
- Torasic 1 amp
/ 8 jam/IV.
3. Posisi yang nyaman
diberikan untuk
mengurangi
penekanan pada
daerah nyeri.
4. Memperlancarkan
sirkulasi O2 ke
jaringan setinggi
dapat
merelaksasikan otot
– otot sehingga
nyeri berkurang.
5. Obat analgetik
dapat memblok
rangsangan neuri
sehingga tidak
ditafsirkan di otak.
129
2.
Gangguan mobilitas fisik b/d nyeri
dan terapi pengobatan ditandai
dengan :
DS : - Klien mengatakan nyeri bila
beraktivitas.
- Klien mengatakan tidak dapat
bergerak secara leluasa.
- Klienh mengatakan tidak
mampu beraktivitas kecuali
dibantu oleh keluarganya.
DO : - Nampak terpasang verband
dan spalk pada kaki kanan
atas.
- Klien nampak terbaring lemah
di tempat tidur.
- ADL klien dilayani di tempat
tidur.
Klien mengatakan mampu
beraktivitas secara mandiri
dengan kriteria :
- KU baik,
- Nampak kebutuhan klien
terpenuhi secara mandiri,
- Klien tidak mengeluh nyeri
bila beraktivitas.
1. Kaji tingkat
kemampuan
aktivitas klien.
2. Observasi.
Perkembangan /
kemajuan klien
dalam
beraktivitas.
3. Bantu klien dalam
memenuhi
kebutuhan ADL –
nya.
1. Untuk mengetahui
sejauh mana
aktivitas yang dapat
ditoleransi oleh
klien dan sebagai
indikator intervensi
selanjutnya.
2. Dapat mengetahui
sejauh mana
perkembangan /
keadaan klien
dalam memenuhi
kebutuhan ADL –
nya.
3. Agar klien merasa
diperhatikan dan
kebutuhan ADL
klien dapat
terpenuhi.
130
4. Bantu klien dan
libatkan keluarga
dalam melakukan
latihan ROM.
5. Libatkan keluarga
klien dalam setiap
tindakan terapi
pengobatan.
4. Dapat
meningkatkan
toleransi klien
dalam beraktivitas
dan dapat
mengetahui
pergerakan
abnormal pada kaki
dan jari tangan.
5. Keterlibatan klien/
keluarga dalam
setiap tindakan
pengobatan dapat
mempercepat proses
penyembuhan dan
dapat meningkatkan
kemandirian klien.
131
3.
Hambatan perawatan diri b/d
kelemahan fisik ditandai dengan :
DS : - Klien mengatakan belum
pernah mandi.
DO : - Kuku klien nampak panjang
dan kotor.
Personal hygiene teratasi
dengan kriteria :
- Kuku klien nampak pendek
dan bersih.
- Klien mengatakan sudah
mandi.
6. Melibatkan
keluarga dalam
pemenuhan ADL
klien.
1. Kaji personal
hygiene.
2. Mandikan pasien
tiap hari.
3. Bantu klien untuk
mandi di tempat
tidur.
6. Agar klien merasa
diperhatikan dan
ADL klien
terpenuhi.
1. Mengetahui
personal hygiene
klien sehingga
dapat mengetahui
tindakan
selanjutnya.
2. Memandikan klien
dapat mencegah
pertumbuhan
kuman.
3. Kebersihan kulit
terjaga, tercipta rasa
nyaman dan
perasaan segar.
132
4. Anjurkan
keluarga klien
untuk mengganti
pakaian tiap hari.
5. Bantu klien dan
libatkan keluarga
untuk makan dan
minum di tempat
tidur.
6. Bantu klien dan
libatkan keluarga
untuk BAB dan
BAK di tempat
tidur.
7. Bantu klien untuk
memotong kuku.
4. Agar klien
kelihatan besih dan
merasa nyaman.
5. Dengan membantu
klien makan dan
minum, klien dapat
bersemangat untuk
makan.
6. Untuk
memudahkan
segala aktivitas
klien.
7. Dengan memotong
kuku klien nampak
bersih.
133
4.
Gangguan pola tidur berhubungan
dengan nyeri ditandai dengan :
DS : - Klien mengatakan susah tidur
karena rasa nyeri yang
dirasakan.
- Klien mengatakan sering
terbangun pada malam hari.
DO : - Klien nampak lesu.
Klien akan mengungkapkan
pola tidur terpenuhi dengan
kriteria :
- Klien dapat tidur dengan
nyenyak.
- Klien dapat tidur selama + 7
– 8 jam/hari .
1. Kaji penyebab
gangguan pola
tidur klien.
2. Kaji kebiasaan
klien sebelum
tidur.
3. Berikan posisi
yang nyaman
pada klien pada
saat mau tidur.
4. Anjurkan klien
berdoa sebelum
tidur.
1. Dengan memotong
kuku klien nampak
bersih.
2. Dengan mengetahui
kebiasaan sebelum
tidur, klien dapat
membantu dalam
menentukan
intervensi
selanjutnya.
3. Dengan posisi yang
nyaman, klien bisa
tidur dengan
nyenyak.
4. Berdoa dapat
menenangkan jiwa
sehingga tidur
menjadi nyenyak.
134
5.
Kecemasan b/d kurangnya
pengetahuan tentang penyakit ditandai
dengan :
DS : - Klien mengatakan cemas
dengan keadaan penyakitnya.
DO : - Klien sering bertanya – tanya
tentang penyakitnya.
- Klien nampak cemas.
- TTV :
- TD : 130/80 mm Hg.
- N : 100x/menit.
- P : 20x/menit.
- S : 37 C.
Kecemasan akan teratasi
dengan kriteria :
- Kriteria mengatakan
mengerti tentang
penyakitnya.
- Klien tidak cemas lagi.
- TTV dalam batas normal.
TD : 120/70 mm Hg.
N : 60 – 80x/menit.
P : 18 – 24x/menit.
S : 36 – 37 C.
1. Kaji tingkat
kecemasan klien.
2. Obervasi tanda –
tanda vital.
3. Berikan dorongan
kepada klien
untuk
mengekspresikan
perasaannya.
1. Sebagai dasar
dalam melakukan
intervensi
selanjutnya.
2. Kecemasan dapat
meningkatkan
akibat peningkatan
tanda – tanda vital.
3. Dukungan perawat
akan membawa
klien mengenal
sedini mungkin
perasaannya dan
membagi kepada
orang lain untuk
mengurangi
gangguan
perasaannya.
135
4. Beri support
positif kepada
klien.
5. Anjurkan klien
untuk selalu
melakukan
pendekatan
spiritual.
6. Berikan
penjelasan kepada
klien dan
keluarga tentang
penyakit dan
prosedur
pembedahan.
4. Support positif
dapat membantu
klien untuk
melakukan koping
mengatasi masalah.
5. Pendekatan
spiritual membantu
klien untuk
menghadap
penyakitnya.
6. Penjelasan yang
singkat dan benar
membantu
menghilangkan
persepsi salah
tentang
penyakitnya.
136
6.
Resiko terjadinya infeksi b/d adanya
luka ditandai dengan :
DS : -
DO : - Nampak terpasang verband
dan spalk pada kaki kanan.
- Daerah frakur :
- TD : 130/80 mm Hg.
- N : 100x/menit.
- P : 20x/menit.
- S : 37 C.
Tidak terdapat tanda – tanda
infeksi pada klien seperti
kotor, rubor, dolor, dan tumor.
- Luka tampak kering.
- TTV dalam batas normal.
- TD : 120/70 mm Hg.
- N : 60 – 80x/menit.
- P : 18 – 24x/menit.
- S : 36 – 37 C.
1. Kaji tanda – tanda
adanya infeksi.
2. Observasi tanda –
tanda vital.
3. Rawat luka
dengan tehnik
aseptik dan
antiseptik.
1. Untuk mengetahui
apakah ada tanda –
tanda infeksi dan
sebagai indikasi
dalam intervensi.
2. Perubahan dari vital
sign meningkatkan
khususnya suhu
apabila meningkat
merupakan tanda –
tanda infeksi.
3. Tehnik aseptik dan
antiseptik dapat
mengurangi/mence
gah terjadinya
infeksi silang.
137
4. Penatalaksanaan
penberian
antibiotik :
- Ciprolaxacin 1
gr/12 jam.
4. Obat antibiotik
dapat mencegah
terjadinya infeksi.
138
F. TINDAKAN KEPERAWATAN
Hari / Tgl NDX Jam Implementasi dan Hasil
Selasa
05/01/2010
Selasa
05/01/2010
I.
II.
10. 00
10. 20
10. 30
10.50
11.00
1. Mengkaji tingkat nyeri yang dirasakan oleh
klien.
2. Mengobservasi tanda – tanda vital :
Hasil : TD : 120/80 mm Hg.
N : 80x/menit.
P : 18x/menit.
S : 36º C.
3. Memberikan posisi yang nyaman.
Hasil : Klien dalam posisi supinasi.
4. Mengajarkan dan mengajurkan klien untuk
tehnik relaksasi bila nyeri timbul seperti nafas
dalam.
Hasil : Klien mampu melaksanakan tehnik
nafas dalam.
1. Mengkaji tingkat kemampuan akivitas klien.
Hasil : Klien tidak mampu melaksanakan
aktivitasnya secara mandiri hanya
dengan bantuan keluarga dan perawat
139
Selasa,5
Januari 2010
III
11. 10
11.20
11. 30
11. 40
dan segala aktivitas klien dilakukan di
tempat tidur.
2. Mengobservasi perkembangan kemajuan klien
dalam beraktivitas.
Hasil : Klien mampu duduk di tempat tidur
dengan bantuan keluarga.
3. Melibatkan klien / keluarga daloam setiap
tindakan terapi / pengobatan.
Hasil : Klien nampak kooperatif.
4. Membantu klien dilibatkan keluarga dalam
melakukan latihan ROM.
Hasil : - Tangan kanan klien tidak dapat
digerakkan secara optimal.
- Pergerakkan kaki dan jari – jari
klien baik fleksi, ekstensi, dan
abdukasi belum bisa dilakukan.
1. Mengkaji personal hygiene.
Hasil : Klien mengatakan belum pernah
mandi.
140
Selasa,5
Januari 2010
IV.
11.50
12.00
12.10
12.10
12.20
12.30
2. Memandikan klien tiap hari.
Hasil : Klien mengatakan mau mandi tiap
hari.
3. Membantu klien untuk mandi ditempat tidur.
Hasil : Klien mengatakan sudah dimandikan
oleh perawat.
4. Membantu klien dan libatkan keluarga untuk
makan dan minum ditempat tidur.
Hasil : Klien mau makan dan minum
di tempat tidur.
5. Membantu klien dan libatkan keluarga untuk
BAB dan BAK ditempat tidur.
Hasil : Klien mengatakan sudah 2 kali BAK
dan belum pernah BAB.
6. Membantu klien untuk memotong kuku.
Hasil : Klien mengatakan sudah dipotong
kukunya oleh perawat.
1. Mengkaji kebiasaan klien sebelum tidur.
Hasil : Klien mengatakan sebelum tidur
klien berdoa.
141
Selasa,5
Januari 2010
V
12.40
13.00
13.10
13.20
13.40
14.10
2. Memberikan posisi yang nyaman pada klien
pada saat mau tidur.
Hasil : Klien dalam posisi supinasi.
3. Menganjurkan klien berdoa sebelum tidur
Hasil : Klien mengatakan selalu berdoa
sebelum tidur.
1. Mengkaji tingkat kecemasan klien.
Hasil : Cemas yang dirasakan sedang.
2. Mengobservasi tanda-tanda vital :
Hasil : TD : 130/70 mmHg
N : 80x/menit
P : 20x/menit
S : 36° C
3. Memberikan dorongan kepada klien untuk
mengekspresikan perasaannya.
Hasil : Klien mengungkapkan perasaannya
dan kecemasan yang dihadapi.
4. Menganjurkan klien untuk selalu melakukan
pendekatan spiritual.
Hasil : Klien selalu berdoa.
142
Selasa,5
Januari 2010
Rabu,6
Januari 2010
VI
I
14.30
15.00
07.30
07.10
08.00
18.10
1. Mengkaji adanya tanda-tanda infeksi.
Hasil : Tumor (-) Kalor (-)
Dolor (-) Rubor (-)
2. Mengobservasi tanda-tanda vital.
Hasil : TD : 130/70 mmHg
N : 80x/menit
P : 21x/menit
S : 37°C
3. Merawat luka dengan tehnik aseptic antiseptic.
Hasil : Mengganti verband setiap hari dengan
menggunakan alat steril.
1. Mengkaji tingkat nyeri klien
Hasil : Nyeri yang dirasakan klien adalah
nyeri sedang.
2. Mengobservasi tanda-tanda vital.
Hasil : TD : 120/70 mmHg.
N : 84x/menit.
P : 18x/menit.
S : 36º C.
3. Memberi posisi yang nyaman.
Hasil : Klien dalam posisi supinasi
143
Rabu,6
Januari
2010
II
08.20
08.30
08.40
08.50
09.00
4. Mengajarkan dan menganjurkan klien untuk
teknik relaksasi dan distraksi bila nyeri
timbul.
Hasil : Klien mengerti dan bisa melakukan
dengan baik
5. Penatalaksanaan pemberian antibiotik.
Hasil : Cifrofloxacin 1 gr/12 jam/IV.
1. Mengkaji tingkat kemampuan aktivitas klien.
Hasil : Klien tidak mampu melaksanakan
aktivitasnya secara mandiri hanya
dengan bantuan keluarga dan
perawat.
2. Membantu klien dalam pemenuhan kebutuhan
ADL-nya.
Hasil : Segala kebutuhan klien dilayani
ditempat tidur.
3. Membantu klien dan libatkan keluarga
dalam melakukan latihan ROM.
Hasil : Kaki kanan klien tidak dapat
digerakkan secara optimal.
144
Rabu,6
Januari 2010
III
09.10
09.20
09.30
09.40
10.00
10.10
4. Melibatkan keluarga dalam pemenuhan ADL
Klien.
Hasil : Kebutuhan ADL klien dibantu oleh
keluarganya.
1. Mengkaji personal hygiene.
Hasil : Klien mengatakan belum pernah
mandi.
2.Memandikan klien tiap hari.
Hasil : Klien mengatakan mau mandi tiap
hari.
3. Membantu klien untuk mandi ditempat tidur.
Hasil : Klien mengatakan sudah dimandikan
oleh perawat.
4. Membantu klien dan libatkan keluarga untuk
makan dan minum ditempat tidur.
Hasil : Klien mau makan dan minum
di tempat tidur.
5. Membantu klien dan libatkan keluarga untuk
BAB dan BAK ditempat tidur.
Hasil : Klien mengatakan sudah 2 kali BAK
dan belum pernah BAB.
145
Rabu,6
Januari 2010
Rabu,6
Januari 2010
IV
V
10.30
10.50
11.10
11.20
11.30
12.00
6. Membantu klien untuk memotong kuku.
Hasil : Klien mengatakan sudah dipotong
kukunya oleh perawat.
1. Mengkaji kebiasaan klien sebelum tidur.
Hasil : Klien mengatakan sebelum tidur
klien berdoa.
2. Memberikan posisi yang nyaman pada klien
pada saat mau tidur.
Hasil : Klien dalam posisi supinasi.
3. Membantu klien untuk makan dan minum
ditempat tidur.
Hasil : Klien nampak makan dan minum
dengan bantuan keluarga.
1. Kaji tanda-tanda adanya infeksi.
Hasil : Tumor (-) Dolor (-)
Kalor (-) Rubor (-)
2.Mengobservasi tanda-tanda vital.
Hasil : TD : 130/70 mmHg
N : 80x/menit
146
Rabu,6
januari 2010
Kamis,7
Januari 2010
VI
I
12.30
07.30
08.00
08.10
P : 21x/menit
S : 37°C
3. Merawat luka dengan tehnik aseptic antiseptic.
Hasil : Mengganti verband setiap hari dengan
menggunakan alat steril.
1. Mengkaji tingkat nyeri yang dirasakan oleh
klien.
Hasil : Nyeri yang dirasakan klien adalah
nyeri sedang.
2. Mengajarkan dan menganjurkan klien untuk
tehnik relaksasi dan tehnik distraksi bila nyeri
timbul.
Hasil : Klien mampu melaksanakan tehnik
nafas dalam.
1. Mengkaji tingkat kemampuan aktivitas klien.
Hasil : Klien tidak mampu melaksanakan
aktivitasnya secara mandiri hanya
dengan bantuan perawat dan keluarga
dan segala aktivitas klien dilakukan
di tempat tidur.
2. Membantu klien dan libatkan keluarga dalam
147
Kamis,7
Januari 2010
II
08.20
08.30
08.40
08.50
09.00
melakukan latihan ROM.
Hasil : - Kaki kanan klien dapat digerakkan
secara optimal.
- Pergerakan kaki dan jari-jari klien
baik fleksi, ekstensi, abduksi dan
adduksi belum bisa dilakukan.
1. Memandikan pasien tiap hari.
Hasil : Klien mengatakan mau mandi tiap
hari.
2. Membantu klien untuk mandi ditempat tidur.
Hasil : Klien mengatakan sudah mandi.
3. Mengkaji kebiasaan klien sebelum tidur.
Hasil : Klien mengatakan sebelum tidur
klien berdoa.
4. Memberikan posisi yang nyaman pada klien
pada saat mau tidur.
Hasil : Klien dalam posisi supinasi.
1. Mengkaji tingkat kecemasan klien.
148
Kamis,7
Januari 2010
Kamis,7
Januari 2010
III
IV
09.10
09.20
09.30
09.40
09.50
10.00
Hasil : Cemas yang dirasakan sedang.
2. Mengobservasi tanda-tanda vital :
Hasil : TD : 130/80 mmHg.
N : 80x/menit.
P : 20x/menit.
S : 36º C.
3. Memberikan penjelasan kepada klien dan
keluarga tentang penyakitnya dan prosedur
pembedahan.
Hasil : Klien dapat mengerti dan menerima
keadaan penyakitnya.
1. Mengkaji adanya tanda-tanda infeksi :
Hasil : Tumor (-) Kolor (-)
Dolor (-) Rubor (-)
2. Mengobservasi tanda-tanda vital :
Hasil : TD : 120/70 mmHg.
N : 88x/menit.
P : 20x/menit.
S : 37º C.
3. Merawat luka dengan tehnik aseptic dengan
antiseptik.
149
Kamis,7
Januari 2010
V
10.10
10.20
10.30
10.40
10.50
Hasil : Mengganti verband setiap hai dengan
menggunakan alat steril
1. Mengkaji tingkat nyeri dirasakan oleh klien
Hasil : Nyeri yang dirasakan klien adalah
nyeri sedang.
2. Mengobservasi tanda-tanda vital :
Hasil : TD : 120/70 mmHg.
N : 84x/menit.
P : 18x/menit.
S : 37° C.
3. Memberi posisi yang nyaman pada klien.
Hasil : Klien dalam posisi sim.
4. Penatalaksanaan pemberian obat analgetik
Hasil : Ketorolac 1 amp/12 jam/IV.
5. Melibatkan keluarga dalam pemenuhan
kebutuhan ADL klien.
Hasil : Kebutuhan ADL klien dibantu oleh
Keluarganya.
1. Memandikan pasien tiap hari.
150
Kamis,7
januari 2010
Jumat,8
Januari 2010
VI
I
11.00
11.10
11.20
11.30
11.40
12.00
12.10
Hasil : Klien mengatakan mau mandi tiap
hari.
2. Membantu klien untuk mandi ditempat tidur.
Hasil : Klien mengatakan sudah mandi.
3. Mengkaji kebiasaan klien sebelum tidur.
Hasil : Klien mengatakan sebelum tidur klien
berdoa.
4. Memberikan dorongan kepada klien untuk
mengekspresikan perasaannya.
Hasil : Klien mengungkapkan perasaannya
dan kecemasan yang dihadapi.
1. Mengkaji adanya tanda-tanda infeksi :
Hasil : Tumor (-) Kolor (-)
Dolor (-) Rubor (-)
2. Mengobservasi tanda-tanda vital :
Hasil : TD : 120/70 mmHg.
N : 88x/menit.
P : 20x/menit.
S : 37º C.
3. Merawat luka dengan tehnik aseptic dengan
antiseptik.
151
Jumat,8
Januari 2010
II
08.00
08.10
08.20
08.30
08.40
Hasil : Mengganti verband setiap hai dengan
menggunakan alat steril.
1.Mengkaji tingkat nyeri dirasakan oleh klien
Hasil : Nyeri yang dirasakan klien adalah
nyeri sedang.
2.Mengobservasi tanda-tanda vital :
Hasil : TD : 120/70 mmHg.
N : 84x/menit.
P : 18x/menit.
S : 37° C.
3. Memberikan posisi yang nyaman pada klien
pada saat mau tidur.
Hasil : Klien dalam posisi sim.
4.Mengajarkan dan menganjurkan tehnik
relaksasi dan distraksi bila nyeri timbul.
Hasil : Klien mengerti dan bisa melakukan
dengan baik.
5. Penatalaksanaan pemberian obat antibiotic.
Hasil : Ciprofloxacin 1 gr/12 jam/IV.
1.Mengkaji tingkat kemampuan akivitas klien.
152
Jumat,8
Januari 2010
III
08.50
09.00
09.10
09.20
Hasil : Klien tidak mampu melaksanakan
aktivitasnya secara mandiri hanya
dengan bantuan keluarga dan perawat
dan segala aktivitas klien dilakukan di
tempat tidur.
2.Mengobservasi perkembangan kemajuan klien
dalam beraktivitas.
Hasil : Klien mampu duduk di tempat tidur
dengan bantuan keluarga.
4.Membantu klien dilibatkan keluarga dalam
melakukan latihan ROM.
Hasil : - Tangan kanan klien tidak dapat
digerakkan secara optimal.
- Pergerakkan kaki dan jari – jari
klien baik fleksi, ekstensi, dan
abdukasi belum bisa dilakukan.
5.Melibatkan klien / keluarga daloam setiap
tindakan terapi / pengobatan.
Hasil : Klien nampak kooperatif.
1.Mengkaji personal hygiene.
153
Jumat,8
Januari 2011
IV
09.30
09.40
09.50
10.00
10.10
10.20
Hasil : Klien mengatakan belum pernah
mandi.
2.Memandikan klien tiap hari.
Hasil : Klien mengatakan mau mandi tiap
hari.
3.Membantu klien untuk mandi ditempat tidur.
Hasil : Klien mengatakan sudah dimandikan
oleh perawat.
5. Membantu klien dan libatkan keluarga untuk
makan dan minum ditempat tidur.
Hasil : Klien mau makan dan minum
di tempat tidur.
6. Membantu klien dan libatkan keluarga untuk
BAB dan BAK ditempat tidur.
Hasil : Klien mengatakan sudah 2 kali BAK
dan belum pernah BAB.
7. Membantu klien untuk memotong kuku.
Hasil : Klien mengatakan sudah dipotong
kukunya oleh perawat.
1. Mengkaji kebiasaan klien sebelum tidur.
154
Jumat,8
Januari 2010
Jumat,8
Januari 2010
Sabtu,9
Januari 2010
V
VI
I
10.30
10.40
10.50
11.00
11.10
11.20
Hasil : Klien mengatakan sebelum tidur
klien berdoa.
2. Memberikan posisi yang nyaman pada klien
pada saat mau tidur.
Hasil : Klien dalam posisi supinasi.
1. Mengkaji tingkat kecemasan klien.
Hasil : Cemas yang dirasakan sedang.
2. . Memberikan penjelasan kepada klien dan
keluarga tentang penyakitnya.
Hasil : Klien dapat mengerti dan menerima
keadaan penyakitnya.
1.Mengkaji adanya tanda-tanda infeksi.
Hasil : Tumor (-) Kalor (-)
Dolor (-) Rubor (-)
2.Mengobservasi tanda-tanda vital.
Hasil : TD : 130/70 mmHg
N : 80x/menit
P : 21x/menit
S : 37°C
155
11.30
08.00
08.10
08.20
08.30
3.Merawat luka dengan tehnik aseptic antiseptic.
Hasil : Mengganti verband setiap hari dengan
menggunakan alat steril.
1.Mengkaji tingkat nyeri dirasakan oleh klien
Hasil : Nyeri yang dirasakan klien adalah
nyeri sedang.
2.Mengobservasi tanda-tanda vital :
Hasil : TD : 120/70 mmHg.
N : 84x/menit.
P : 18x/menit.
S : 37° C.
3. Mengajarkan dan menganjurkan klien untuk
tehnik relaksasi dan tehnik distraksi bila nyeri
timbul.
Hasil : Klien mampu melaksanakan tehnik
nafas dalam.
4. Penatalaksanaan pemberian obat antibiotic.
Hasil : Ciprofloxacin 1 gr/12 jam/IV.
1. Mengkaji tingkat kemampuan aktivitas klien.
156
Sabtu,9
Januari 2010
II
08.40
08.50
09.00
09.10
Hasil : Klien tidak mampu melaksanakan
aktivitasnya secara mandiri hanya
dengan bantuan keluarga dan
perawat.
2. Membantu klien dalam pemenuhan kebutuhan
ADL-nya.
Hasil : Segala kebutuhan klien dilayani
ditempat tidur.
3. Membantu klien dan libatkan keluarga
dalam melakukan latihan ROM.
Hasil : Kaki kanan klien tidak dapat
digerakkan secara optimal.
Pergerakan kaki dan jari-jari klien
baik fleksi, ekstensi, abduksi dan
adduksi belum bisa dilakukan.
4. Melibatkan keluarga dalam pemenuhan ADL
Klien.
Hasil : Kebutuhan ADL klien dibantu oleh
keluarganya.
1.Mengkaji personal hygiene.
157
Sabtu,9
januari 2010
Sabtu,9
Januari 2010
Sabtu,9
Januari 2010
III
IV
V
09.20
09.30
09.40
09.50
10.00
10.10
10.20
Hasil : Klien mengatakan belum pernah
mandi.
2.Memandikan klien tiap hari.
Hasil : Klien mengatakan mau mandi tiap
hari.
3.Membantu klien untuk mandi ditempat tidur.
Hasil : Klien mengatakan sudah dimandikan
oleh perawat.
1. Mengkaji kebiasaan klien sebelum tidur.
Hasil : Klien mengatakan sebelum tidur
klien berdoa.
2. Memberikan posisi yang nyaman pada klien
pada saat mau tidur.
Hasil : Klien dalam posisi supinasi.
1.Mengkaji tingkat kecemasan klien.
Hasil : Cemas yang dirasakan sedang.
2.Mengobservasi tanda-tanda vital :
Hasil : TD : 130/80 mmHg.
N : 80x/menit.
158
Sabtu,9
Januari 2010
VI
10.30
10.40
10.50
11.00
11.20
P : 20x/menit.
S : 36º C.
3. Memberikan dorongan kepada klien untuk
mengekspresikan perasaannya.
Hasil : Klien mengungkapkan perasaannya
dan kecemasan yang dihadapi.
4. Menganjurkan klien untuk selalu melakukan
pendekatan spiritual.
Hasil : Klien selalu berdoa.
5. Memberikan penjelasan kepada klien dan
keluarga tentang penyakitnya dan prosedur
pembedahan.
Hasil : Klien dapat mengerti dan menerima
keadaan penyakitnya.
1. Mengkaji adanya tanda-tanda infeksi :
Hasil : Tumor (-) Kolor (-)
Dolor (-) Rubor (-)
2.Mengobservasi tanda-tanda vital :
Hasil : TD : 120/70 mmHg.
N : 88x/menit.
159
11.30
P : 20x/menit.
S : 37º C.
3.Merawat luka dengan tehnik aseptic dengan
antiseptik.
Hasil : Mengganti verband setiap hari
dengan menggunakan alat steril.
F. TINDAKAN KEPERAWATAN
160
Hari/Tgl NDX Jam Evaluasi dan SOAP
05/01/2010
I.
II.
15.00
15.30
S : - Klien mengatakan nyeri pada kaki kanan
atas.
- Klien mengatakan nyerinya hilang timbul.
- Klien mengatakan nyeri yang dirasakan
adalah nyeri sedang.
S : - Ekspresi wajah meringis.
- TTV : TD : 120/80 mmHg.
N : 80x/menit.
P : 20x/menit.
S : 36º C.
A : Masalah belum teratasi.
P : Lanjutkan intervensi :
1. Kaji tingkat nyeri,
2. Observasi tanda-tanda vital,
3. Berikan posisi yang nyaman,
4. Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi
5. Penatalaksanaan pemberian obat
analgetik.
S : - Klien mengatakan nyeri bila beraktivitas.
- Klien mengatakan tidak dapat bergerak
161
III.
16.00
secara leluasa.
- Klien mengatakan nyeri yang dirasakan
adalah nyeri sedang.
O : - Nampak kebutuhan klien dipenuhi di atas
tempat tidur.
- Nampak terpasang verband dan spalk pada
kaki kanan atas.
- ADL klien dilayani di tempat tidur.
A : - Masalah belum selesai.
P : - Lanjutkan intervensi :
1. Kaji tingkat kemampuan aktivitas klien,
2. Observasi perkembangan/kemajuan klien
dalam beraktivitas,
3. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan
ADLnya
4. Bantu klien dan libatkan keluarga dalam
melakukan latihan ROM.
5. Libatkan keluarga klien dalam setiap
tindakan terapy/pengobatan.
S : Klien mengatakan tidak pernah mandi.
162
IV.
16.10
O : - Klien nampak kotor.
- Kuku klien nampak panjang.
A : Masalah belum teratasi.
P : Lanjutkan intervensi :
1. Kaji personal hygiene klien,
2. Mandikan pasien tiap hari,
3. Bantu klien untuk mandi di tempat
tidur
4. Anjurkan keluarga klien untuk
mengganti pakaian tiap hari.
5. Bantu klien dan libatkan keluarga untuk
makan dan minum di tempat tidur.
6. Bantu klien dan libatkan keluarga untuk
BAB dab BAK di tempat tidur.
7. Bantu klien untuk memotong kuku.
S : - Klien mengatakan susah tidur karena rasa
nyeri yang dirasakan,
- Klien mengatakan sering terbangun pada
malam hari.
O : Klien nampak lesu.
A : Masalah belum teratasi.
163
V.
16.20
P : Lanjutkan intervensi :
1. Kaji penyebab gangguan pola tidur
klien.
2. Kaji kebiasaan klien sebelum tidur
3. Berikan posisi yang nyaman klien pada
klien pada saat mau tidur.
4. Anjurkan klien berdoa sebelum tidur.
S : Klien mengatakan cemas dengan keadaan
penyakitnya.
O : - Klien sering bertanya-tanya tentang
penyakit.
- Klien nampak cemas.
TTV : TD : 120/70 mmHg.
N : 84x/menit.
P : 21x/menit.
S : 36º C.
A : Masalah belum teratasi.
P : Lanjutkan intervensi :
1. Kaji tingkat kecemasan klien,
2. Observasi tanda-tanda vital,
3. Berikan dorongan kepada klien untuk
164
VI.
I.
16.30
16.00
mengekspresikan perasaannya,
4. Memberikan support kepada klien,
5. Anjurkan klien untuk melakukan
pendekatan spiritual,
6. Berikan penjelasan kepada klien
tentang
penyakitnya.
S : -
O : - Nampak adanya tanda-tanda infeki
seperti kalor, rubor, dolor dan tumor
- Terpasang verband dan spalk pada kaki
kanan nampak bersih
- Luka tampak kering
A : Tidak ada tanda-tanda resiko infeksi
P : Pertahankan intervensi
1. Kaji tanda-tanda adanya infeksi
2. Observasi tanda-tanda vital
3. Rawat luka dengan tehnik aseptic dan
antiseptik
4. Penatalaksanaan pemberian obat
antibiotik
165
06/01/2010
II.
16.30
S : - Klien mengatakan nyeri pada kaki kanan.
- Klien mengatakan nyerinya hilang timbul,
- Klien mengatakan nyeri yang dirasakan
adalah nyeri sedang.
O : - Ekspresi wajah meringis.
- TTV : TD : 130/80 mmHg.
N : 80x/menit.
P : 18x/menit.
S : 36° C.
A : Masalah belum teratasi.
P : Lanjutkan intervensi :
1. Kaji tingkat nyeri,
2. Observasi tanda-tanda vital,
3. Berikan posisi yang nyaman,
4. Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi
5. Penatalaksanaan pemberian obat
Analgetik.
S : - Klien mengatakan nyeri bila beraktivitas,
- Klien mengatakan tidak dapat bergerak
secara leluasa,
166
III.
17.00
O : - ADL klien dilayani di tempat tidur,
- Nampak terpasang verband dan spalk pada
kanan,
- Nampak kebutuhan klien dipenuhi di atas
tempat tidur.
A : Masalah belum teratasi.
P : Lanjutkan intervensi :
1. Kaji tingkat kemampuan aktivitas klien,
2. Observasi perkembangan / kemajuan
klien dalam beraktivitas.
3. Bantu klien dalam memenuhi
kebutuhan
ADL-nya,
4. Bantu klien dan libatkan keluarga
dalam
melakukan latihan ROM,
5. Libatkan keluarga klien dalam setiap
tindakan terapy / pengobatan.
S : - Klien mengatakan sudah mandi.
O : - Klien nampak bersih dan segar,
- Ekspresi wajah ceria,
167
IV.
V.
17.30
17.45
- Kuku klien nampak pendek dan bersih.
A : Masalah teratasi.
P : Pertahankan intervensi.
1. Kaji personal hygiene klien,
2. Mandikan pasien tiap hari,
3. Bantu klien untuk mandi di tempat
tidur,
4. Anjurkan keluarga klien untuk
mengganti pakaian tiap hari.
5. Bantu klien dan libatkan keluarga untuk
makan dan minum di tempat tidur,
6. Bantu klien dan libatkan keluarga untuk
BAB dan BAK di tempat tidur,
7. Bantu klien untuk memotong kuku.
S : - Klien mengatakan susah tidur karena rasa
nyeri yang dirasakan.
O : - Klien nampak lesu.
A : Masalah belum teratasi.
P : Lanjutkan intervensi.
1. Kaji penyebab gangguan pola tidur
2. Kaji kebiasaan klien sebelum tidur
168
VI.
10.00
3. Berikan posisi yang nyaman pada klien
pada saat mau tidur
4. Anjurkan klien untuk berdoa sebelum
tidur
S : - Klien mengatakan cemas dengan keadaan
Penyakitnya
O : - Klien selalu bertanya-tanya tentang
Penyakitnya
- Klien nampak cemas
- TTV : TD : 110/70 mmHg
N : 80x/menit
P : 18x/menit
S : 37ºC
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
1. Kaji tingkat kecemasan klien
2. Observasi tanda-tanda vital
3. Berikan dorongan kepada klien untuk
mengekspresikan perasaannya
4. Berikan support positif kepada klien
5. Anjurkan klien untuk selalu melakukan
169
I.
10.10
pendekatan spiritual
6. Berikan penjelasan kepada klien dan
keluarga tentang penyakitnya
S : -
O : - Nampak adanya tanda-tanda infeki
seperti kalor, rubor, dolor dan tumor
- Terpasang verband dan spalk pada kaki
kanan nampak bersih
- Luka tampak kering
A : Tidak ada tanda-tanda resiko infeksi
P : Pertahankan intervensi
1. Kaji tanda-tanda adanya infeksi
2. Observasi tanda-tanda vital
3. Rawat luka dengan tehnik aseptic dan
antiseptik
4. Penatalaksanaan pemberian obat
antibiotik
S : - Klien mengatakan nyeri pada kaki kanan
- Klien mengatakan nyerinya hilang timbul
O : - Ekspresi wajah meringis
- TTV : TD : 110/70 mmHg
170
07/01/2010
II.
10.20
N : 80x/menit
P : 19x/menit
S : 37°C
A : Masalah belum selesai
P : Lanjutkan intervensi
1. Kaji tingkat nyeri
2. Observasi tanda-tanda vital
3. Berikan posisi yang nyaman
4. Ajarkan dan anjurkan tehnik relaksasi
dan
Distraksi
5. Penatalaksanaan pemberian obat
analgetik
S : - Klien mengatakan nyeri bila beraktivitas
- Klien mengatakan tidak dapat bergerak
secara leluasa
O : - ADL klien dilayani ditempat tidur
- Nampak terpasang verband dan spalk pada
kaki kanan
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
171
III.
IV.
10.30
10.40
1. Kaji tingkat kemampuan aktivitas klien
2. Observasi perkembangan/kemajuan klien
dalam beraktivitas
3. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan
ADL-nya
4. Bantu klien dan libatkan keluarga dalam
melakukan latihan ROM
5. Libatkan keluarga klien dalam setiap
tindakan terapy/pengobatan
S : - Klien mengatakan sudah mandi
O : - Klien nampak bersih dan segar
- Ekspresi wajah ceria
- Kuku klien nampak pendek dan bersih
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan intervensi
1. Kaji personal hygiene klien
2. Mandikan klien tiap hari
3. Bantu klien untuk mandi ditempat tidur
4. Anjurkan keluarga klien untuk mengganti
pakaian tiap hari
5. Bantu klien dan libatkan keluarga untuk
172
V.
11.00
makan dan minum ditempat tidur
6. Bantu klien dan libatkan keluarga untuk
BAB dan BAK ditempat tidur
7. Bantu klien untuk memotong kuku
S : - Klien mengatakan tidurnya tadi malam
Nyenyak
O : - Klien nampak ceria
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan intervensi
1. Kaji penyebab gangguan pola tidur
2. Kaji kebiasaan klien sebelum tidur
3. Berikan posisi yang nyaman pada klien
pada saat mau tidur
4. Anjurkan klien untuk berdoa sebelum tidur
S : - Klien mengatakan cemas dengan keadaan
Penyakitnya
O : - Klien selalu bertanya-tanya tentang
Penyakitnya
- Klien nampak cemas
- TTV : TD : 110/70 mmHg
173
VI.
15.00
N : 80x/menit
P : 19x/menit
S : 37ºC
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
1. Kaji tingkat kecemasan klien
2. Observasi tanda-tanda vital
3. Berikan dorongan kepada klien untuk
mengekspresikan perasaannya
4. Berikan support positif kepada klien
5. Anjurkan klien untuk selalu melakukan
pendekatan spiritual
6. Berikan penjelasan kepada klien dan
keluarga tentang penyakitnya
S : -
O : - Tidak nampak adanya tanda-tanda infeksi
seperti kalor, rubor, dolor dan tumor
- Terpasang verband dan spalk pada kaki
kanan nampak bersih
- Luka tampak kewring
A : Tidak ada tanda-tanda resiko infeksi
174
P : Pertahankan intervensi
1. Kaji tanda-tanda adanya infeksi
2. Observasi tanda-tanda vital
3. Rawat luka dengan tehnik aseptik dan
antiseptik
4. Penatalaksanaan pemberian obat
antibiotik
175
G. RESUME KEPERAWATAN
Nama Pasien : Tn “I” No.Rekam Medik : 358965
Umur : 37 Tahun Ruang Rawat : Rajawali/ Kamar 2
Jenis Kelamin : Laki-Laki Tgl.Masuk : 3 Januari 2010
Agama : Islam
Alamat : Jl.Poros BTN Bongkas Bulukumba
1. Masalah keperawatan pada saat pasien dirawat
a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
b. Mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan terapi pengobatan
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik dan terapi
pembatasan
d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri
e. Kecemasan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit
f. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka
2. Tindakan keperawatan selama dirawat
a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
1) Kaji tingkat nyeri
2) Observasi tanda-tanda vital
176
3) Berikan posisi yang nyaman
4) Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi
5) Penatalaksanaan pemberian obat analgetik
b. Mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan terapi pengobatan
1) Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan ADL-nya
2) Kaji tingkat kemampuan aktivitas
3) Libatkan keluarga dalam pemenuhan ADL
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik dan terapi
pembatasan
1) Bantu klien untuk mandi ditempat tidur
2) Bantu klien dan libatkan untuk makan dan minum ditempat tidur
3) Bantu klien untuk memotong kuku
d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri
1) Kaji penyebab gangguan pola tidur
2) Berikan posisi yang nyaman pada klien pada saat tidur
3) Anjurkan klien untuk beredoa sebelum tidur
e. Kecemasan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit
1) Kaji tingkat kecemasan klien
2) Observasi tanda-tanda vital
3) Berikan support positif pada klien
4) Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang penyakit dan
prosedur pembedahan
177
f. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka
1) Kaji tanda-tanda adanya infeksi
2) Observasi tanda-tanda vital
3) Rawat luka dengan tehnik aseptik dan antiseptik
4) Penatalaksanaan pemberian obat antibiotic
3. Evaluasi
a. Personal hygiene teratasi
b. Resiko infeksi teratasi
c. Gangguan pola tidur teratasi
4. Nasehat pada waktu pulang
a. Lakukan tehnik relaksasi bila nyeri
b. Anjurkan klien untuk menjaga kebersihan diri
c. Minum obat secara teratur
d. Rawat luka dengan teknik aseptik dan antiseptik
e. Kembali control ke poliklinik bedah secara teratur
178
BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam praktek keperawatan profesional terhadap klien Fraktur Tibia Fibula
1/3 Distal terbuka di ruang perawatan bedah RS.Bhayangkara Mappa Oudang
Makasar, pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan secara sistematis melalui
pemikiran yang matang dengan menerapkan teori dari beberapa disiplin ilmu
pengetahuan dihubungkan dengan kebutuhan manusia melalui tahap proses
keperawatan yaitu pengkajian, perencanaan, catatan tindakan dan evaluasi. Berikut
ini akan membahas perbedaan yang terjadi antara teori dan kasus yang didapat dari
asuhan keperawatan pada klien Tn’I’
A. Pengkajian
Dari hasil pengkajian ditemukan adanya kesenjangan antara teori dengan
kasus, pada teori dijelaskan terjadi gangguan beberapa dari sistem tubuh seperti
sistem sirkulasi, neurosensori, nyeri/kenyamanan, keamanan, serta aktifitas/
istirahat, sedangkan pada kasus mendapatkan 3 gangguan sistem tubuh yaitu
gangguan aktifitas, nyeri/kenyamanan dan keamanan.
Berdasarkan data hasil pengkajian yang dilakukan Tn “I” maka data yang
ditemukan pada kasus adalah klien mengatakan nyeri pada daerah kaki kanan
179
atas, nyeri yang dikeluhkan oleh klien adalah hilang timbul dengan skala nyeri
sedang, sifat nyeri yang dikeluhkan seperti ditusuk-tusuk dan waktu timbulnya
nyeri setiap kali klien beraktifitas dan merupakan pencetus timbulnya nyeri dan
faktor yang memperingan adalah bila klien tidak beraktifitas, sedangkan gejala
klinik yang ditemukan pada teori adalah nyeri akibat kerusakan jaringan dan
perubahan struktur dan pergerakan bagian-bagian fraktur, bengkak, diformitase
atau perubahan bentuk krepitasi yang dapat didengar bila fraktur digerakkan,
ecimosis atau perdarahan subkutan, berkurangnya sensasi yang dapat terjadi
karena gangguan saraf dimana saraf itu dapat terjepit atau terputusnya oleh
fragmen tulang, syok yang dapat disebabkan karena kehilangan darah dan rasa
nyeri hebat.
Dari data di atas didapatkan kesenjangan antara teori dan kasus dimana
pada hal ini disebabkan karena kondisi klien dalam merespon terhadap suatu
penyakit yang berbeda.
B. Diagnosa Keperawatan
Pada tinjauan teori didapatkan 8 diagnosa keperawatan untuk kasus fraktur
yaitu :
1. Nyeri berhubungan dengan fraktur
2. Resiko terjadinya infeksi sekunder berhubungan dengan luka yang masih
basah.
3. Gangguan mobilitas fisik/aktivitas berhubungan dengan fraktur
180
4. Gangguan pemenuhan ADL personal hygiene berhubungan dengan
kurangnya kemampuan merawat diri
5. Resiko terjadinya gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kurangnya
pengembangan paru oleh imobilisasi
6. Resiko terjadinya trauma tambahan berhubungan dengan terputusnya
integritas tulang
7. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penurunan sirkulasi pada
daerah tertekan
8. Kecemasan berhubungan dengan kurangnya informasi, tentang penyakit.
Sedangkan menurut tinjauan kasus didapatkan 6 diagnosa yaitu :
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas
jaringan
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan terapi pengobatan
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik dan terapi
pembatasan.
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri
5. Kecemasan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit
6. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka
Dengan melihat kesenjangan antara teori dengan kasus terdapat 3 diagnosa yang ada
pada teori tidak ditemukan pada kasus.
181
1. Resiko terjadi trauma tambahan berhubungan dengan terputusnya integritas
tulang. Diagnosa ini tidak diangkat karena klien tidak banyak melakukan
gerakan yang dapat menyebabkan terjadinya trauma tambahan.
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penurunan sirkulasi pada
daerah tertekan. Diagnosa ini tidak diangkat karena keluarga klien rajin
merawat daerah yang tertekan dan keluarga rajin merubah poisi klien setiap
saat.
3. Resiko terjadinya gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kurangnya
pengembangan paru oleh imobilisasi. Diagnosa ini tidak diangkat karena pada
waktu pengkajian pernapasan klien masih normal 24x/menit, klien tidak
mengalami kesulitan bernafas dan tidak mengalami sianosis.
Dengan melihat kesenjangan antara teori dan kasus terdapat 1 diagnosa yang ada
pada kasus tidak ditemukan pada teori yaitu :
1. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri. Diagnosa ini diangkat karena
melihat kondisi klien yang mengalami nyeri sedang pada saat klien mau tidur
sehingga terjadi gangguan pola tidu pada klien ditambahkan dengan faktor
lingkungan.
C. Perencanaan
Pada perencanaan tindakan keperawatan penulis menyusun sesuai teori
permasalahan yang dihadapi klien saat itu.
182
1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas
jaringan.
a. Tujuan : Nyeri berkurang/teratasi
b. Perencanaan tindakan sebagai berikut :
1) Kaji tingkat nyeri
2) Observasi tanda-tanda vital
3) Berikan posisi yang nyaman
4) Ajarkan posisi yang nyaman
5) Penatalaksanaan pemberian obat analgetik
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan terapi pengobatan
a. Tujuan : Klien mampu keraktivitas
b. Peencanaan tindakan sebagai barikut
1) Kaji tingkat kemampuan aktivitas
2) Observasi perkembangan/kemajuan klien dalam beraktivitas
3) Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan ADLnya
4) Bantu klien dan libatkan keluarga dalam melakukan latihan ROM
5) Libatkan keluarga klien dalam setiap tindakan terapi pengobatan
6) Libatkan keluarga dalam pemenuhan ADL klien.
3. Defisi perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik dan terapi
pembatasan.
a. Tujuan : Klien dapat mandi sendiri
b. Perencanaan tindakan sebagai berikut :
183
1) Kaji personal hygiene
2) Mandikan klien tiap hari
3) Bantu klien untuk mandi ditempat tidur
4) Anjurkan keluarga klien untuk mengganti pakaian tiap hari
5) Bantu klien melibatkan keluaga untuk makan dan minum ditempat
tidur
6) Bantu klien dan libatkan keluaga untuk BAB dan BAK
7) Bantu klien untuk memotong kuku
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri :
a. Tujuan : Klien dapat tidur selam ± 7 – 8 jam/hari
b. Perencanaan tindakan sebagai berikut :
1) Kaji penyebab gangguan pola tidur klien
2) Kaji kebiasaan klien sebelum tidur
3) Berikan posisi yang nyaman pada klien pada saat mau tidur
4) Anjurkan klien berdoa sebelum tidur
Terjadi kesenjangan antara teori dengan kasus.
5. Kecemasan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit.
a. Tujuan : Kecemasan klien berkurang/teratasi
b. Perencanaan tindakan sebagai berikut :
1) Kaji tingkat kecemasan klien
2) Observasi tanda-tanda vital
3) Berikan dorongan kepada klien untuk mengekspresikan perasaannya
184
4) Berikan support positif kepada klien
5) Anjurkan klien untuk selalu melakukan pendekatan spiritual
6) Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang penyakit dan
prosedur pembedahan
6. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka.
a. Tujuan : Infeksi tidak terjadi
b. Perencanaan tindakan sebagai berikut :
1) Kaji tanda-tanda adanya infeksi
2) Observasi tanda-tanda vital
3) Rawat luka dengan teknik aseptik dan antiseptik
4) Penatalaksanaan pemberian antibiotic
D. Implementasi
Rencana pelaksanaan yang dibuat diaplikasikan dalam tahap pelaksanaan
tindakan keperawatan yang diberikan kepada klien merupakan rangkaian dari
seluruh rencana tindakan yang dibuat sebelumnya. Dalam melaksanakan tindakan
tersebut meliputi tindakan mandiri, pendirikan kesehatan dan kolaborasi.
Tindakan keperawatan yang penulis lakukan yaitu :
1. Diagnosa I
Nyeri pelaksanaan yang diberikan yaitu : mengkaji tingkat nyeri,
mengobservasi TTV, memberikan posisi yang nyaman, mengajarkan teknik
relaksasi dan distraksi, penatalaksanaan pemberian obat analgetik.
185
2. Diagnosa II
Gangguan mobilitas fisik yang diberikan yaitu : mengkaji tingkat kemampuan
aktivitas, mengobservasi perkembangan/kemajuan dalam beraktivitas,
membantu klien dalam memenuhi kebutuhan ADLnya, membantu klien
melibatkan keluarga dalam melakukan latihan ROM, melibatkan keluarga
klien dalam setiap tindakan terapi pengobatan, melibatkan keluarga dalam
pemenuhan ADL klien.
3. Diagnosa III
Personal hygiene yang diberikan yaitu : mengkaji personal hygiene, mandikan
klien tiap hari, membantu klien untuk mandi ditempat tidur, menganjurkan
keluarga klien untuk mengganti pakaian tiap hari, membantu klien dan
melibatkan keluarga untuk makan dan minum ditempat tidur, membantu klien
melibatkan keluarga untuk BAB dab BAK ditempat tidur, membantu klien
untuk memotong kuku.
4. Diagnosa IV
Gangguan pola tidur yang diberikan yaitu : mengkaji penyebab gangguan
pola tidur klien, mengkaji kebiasaan klien sebelum tidur, memberikan posisi
yang nyaman pada klien pada saat mau tidur, menganjurkan klien bedoa
sebelum tidur.
Terjadi kesenjangan antara teori dan kasusu.
5. Diagnosa V
186
Cemas pelaksanaan yang diberikan yaitu : mengkaji tingkat kecemasan klien,
mengobservasi tanda-tanda vital, memberikan dorongan kepada klien untuk
mengekpresikan perasaannya, memberi support positif kepada klien,
menganjurkan klien untuk selalu melakukan pendekatan spiritual,
memberikan penjelasan kepada klien da keluarga tentang penyakit dan
prosedur pembedahan
6. Diagnosa VI
Resiko infeksi pelaksanaan diberikan yaitu : mengkaji tanda-tanda adanya
infeksi, mengobservasi tanda-tanda vital, merawat luka dengan tehnik aseptik
dan antiseptik, penatalaksanaan pemberian obat antibiotik.
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan yang
mana meliputi pencapaian tujuan keperawatan :
1. Pada pelaksanaan evaluasi ada 3 diagnosa yang belum teratasi yaitu :
a. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan terputusnya
kontinuitas jaringan
Tidak teratasi karena klien masih mengeluh nyeri pada daerah fraktur,
ekspresi wajah klien masih tampak meringis.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan terapi pengobatan
Tidak teratasi karena klien tidak mampu beraktivitas secara mandiri, ADL
nampak dipenuhi ditempat tidur.
187
c. Kecemasan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang
penyakit.
Tidak teratasi karena klien belum mengerti tentang masalah fraktur yang
dialaminya, klien nampak cemas.
2. Diagnosa yang teratasi yaitu :
a. Defiit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik dan terapi
pembatasan
Teratasi pada tanggal 6 Januari 2010, hal ini dilihat dari data bahwa klien
mampu memenuhi kebutuhan ADLnya dengan bantuan keluarga.
b. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri
Teratasi pada tanggal 7 Januari 2010, hal ini dilihat dari data bahwa tidur
klien ± 6 – 8 jam/hari.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka
Belum teratasi pada tanggal 5 Januari 2010, hal ini dapat dilihat dari data
bahwa masih tampak adanya tanda-tanda infeksi seperti : tumor, kalor,
dolor, rubor.
188
BAB V
PENUTUP
Setelah menguraikan pembahasan kasus pada klien post operasi fraktur Tibia
Fibula 1/3 Distal terbuka di ruang perawatan bedah RS.Bhayangkara Mappa Oudang
Makassar 5 – 11 Januari 2010, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut :
A. Kesimpulan
1. Dari hasil pengkajian ditemukan adanya kesenjangan antara teori dengan
kasus, pada teori dijelaskan terjadi gangguan beberapa dari sistem tubuh
seperti sistem sirkulasi, neurosensori, nyeri/kenyamanan, keamanan, serta
aktifitas/ istirahat, sedangkan pada kasus mendapatkan 3 gangguan sistem
tubuh yaitu gangguan aktifitas, nyeri/kenyamanan dan keamanan.
2. Penyusunan rencana tindakan keperawatan dilakukan bedasarkan pengkajian
yang didapat dari klien dan dilakukan secara bio-psikososial spiritual
sehingga rencana tindakan yang diambil bisa lebih efisien dan efektif.
3. Dalam melaksanakan tindakan keperawatan pada klien post operasi fraktur
Tibia Fibula 1/3 Distal terbuka dilakukan sesuai dengan masalah yang muncul
pada diagnosa keperawatan.
189
4. Evaluasi dilakukan meliputi SOAP dan didukung oleh peran keluarga secara
fisik, serta psikologis amat berpengaruh pada kelancaran proses keperawatan
pada klien karena dapat memberikan rasa nyaman dan aman.
5. Di dalam melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan pada klien post
operasi Fraktur Tibia Fibula 1/3 Distal terbuka dilakukan secara cermat dan
teliti sesuai dengan data yang telah didapatkan.
B. Saran
1. Dalam melakukan pengkajian keperawatan ada baiknya melakukan
pendekatan interpersonal terlebih dahulu dengan klien sehingga proses
pengkajian dapat berjalan sesuai yang diharapkan.
2. Dalam menyusun rencana keperawatan pada klien fraktur Tibia Fibula 1/3
Distal terbuka harus dilakukan sesuai dengan diagnosa yang muncul.
3. Diharapkan dalam melakukan tindakan keperawatan harus sesuai dengan
kebutuhan klien serta memperhatikan fasilitas yang ada.
4. Diharapkan perlunya pendokumentasian evaluasi SOAP agar semua tindakan
yang telah dilakukan bisa terlihat dengan jelas.
5. Diharapkan dalam pendokumentasian asuhan keperawatan pada klien post
operasi fraktur Tibia Fibula 1/3 Distal terbuka dilakukan dengan berfokus
pada proses kepeawatan yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana
keperawatan, catatan tindakan dan evaluasi keperawatan.
190
DAFTAR PUSTAKA
Barbara Enggram, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2
Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.
Brunner dan Suddarth, 2000, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3,
EGC, Jakarta.
Doengoes, Marilyn E. dkk, 2002, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jilid 2,
EGC, Jakarta.
Mansjoer A, dkk, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 2, Media
Aesculapius, Jakarta.
Sylvia A, Price, dkk, 2002, Patofisiologi Buku 2, Edisi 4, Buku Kedokteran, EGC,
Jakarta.
191
Top Related