Fraktur Tibia Distal Sinistra

24
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dengan mobilitas yang tinggi disektor lalu lintas dan faktor kelalaian manusia sebagai salah satu penyebab paling sering adalah terjadinya kecelakaan yang dapat menyebabkan fraktur. Penyebab yang lain dapat karena kecelakaan kerja, olah raga dan rumah tangga. Fraktur yang terjadi dapat mengenai orang dewasa maupun anak-anak, Fraktur yang mengenai lengan bawah pada anak sekitar 82% pada daerah metafisis tulang radius distal,dan ulna distal sedangkan fraktur pada daerah diafisis yang terjadi sering sebagai faktur type green-stick. Daerah metafisis pada anak relatif masih lemah sehingga fraktur banyak terjadi pada daerah ini, selebihnya dapat mengenai suprakondiler humeri (transkondiler humeri) diafisis femur dan klavikula, sedangkan yang lainnya jarang. Fraktur pada anak mempunyai keistimewaan dibanding dengan dewasa, proses penyembuhannya dapat berlangsung lebih singkat dengan remodeling yang sangat baik,hal ini disebabkan karena adanya perbedaan anatomi, biomekanik serta fisiologi tulang anak yang berbeda dengan tulang orang dewasa. Selain itu proses penyembuhan ini juga dipengaruhi oleh faktor mekanis dan faktor biologis. Diagnosis fraktur ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yaitu 1

Transcript of Fraktur Tibia Distal Sinistra

Page 1: Fraktur Tibia Distal Sinistra

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Dengan mobilitas yang tinggi disektor lalu lintas dan faktor kelalaian manusia se-

bagai salah satu penyebab paling sering adalah terjadinya kecelakaan yang dapat

menyebabkan fraktur. Penyebab yang lain dapat karena kecelakaan kerja, olah raga dan

rumah tangga. Fraktur yang terjadi dapat mengenai orang dewasa maupun anak-anak,

Fraktur yang mengenai lengan bawah pada anak sekitar 82% pada daerah metafisis tu-

lang radius distal,dan ulna distal sedangkan fraktur pada daerah diafisis yang terjadi ser-

ing sebagai faktur type green-stick. Daerah metafisis pada anak relatif masih lemah se-

hingga fraktur banyak terjadi pada daerah ini, selebihnya dapat mengenai suprakondiler

humeri (transkondiler humeri) diafisis femur dan klavikula, sedangkan yang lainnya

jarang.

Fraktur pada anak mempunyai keistimewaan dibanding dengan dewasa, proses

penyembuhannya dapat berlangsung lebih singkat dengan remodeling yang sangat

baik,hal ini disebabkan karena adanya perbedaan anatomi, biomekanik serta fisiologi tu-

lang anak yang berbeda dengan tulang orang dewasa. Selain itu proses penyembuhan ini

juga dipengaruhi oleh faktor mekanis dan faktor biologis.

Diagnosis fraktur ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan pe-

meriksaan penunjang yaitu radiologis. Pada anak biasanya diperoleh dengan alloanam-

nesis dimana ditemukan adanya riwayat trauma dan gejala-gejala seperti nyeri, pem-

bengkakan, perubahan bentuk dan gangguan gerak. Pada pasien dengan riwayat trauma

yang perlu ditanyakan adalah waktu terjadinya, cara terjadinya, posisi penderita dan

lokasi trauma. Bila tidak ada riwayat trauma berarti merupakan fraktur patologis.

1.2 BATASAN MASALAH

Laporan Kasus ini berisi tentang Anamnesa, pemeriksaan fisik, gejala pasien, serta

penatalaksanaan fraktur tibia distal sinistra. Laporan ini juga membahas mengenai

fraktur tibia distal sinistra secara umum.

1

Page 2: Fraktur Tibia Distal Sinistra

1.3 TUJUAN PENULISAN

Penulisan Laporan Kasus ini bertujuan untuk:

- Melaporkan kasus pasien dengan fraktur tibia distal sinistra.

- Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang kedokteran.

- Memenuhi salah satu tugas Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Bedah Ortopedi

Fakultas Kedokteran Universitas Islam Malang RSUD Kanjuruhan Kepanjen

Malang.

2

Page 3: Fraktur Tibia Distal Sinistra

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS

Nama : An.M A

Umur : 13 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Pakis aji

Pekerjaan : Pelajar

Pendidikan : SD (4 tahun)

Agama : Islam

Status.Perkawinan : Belum menikah

Suku : Jawa

Tgl. Berobat : 08 Juni 2011

No. Register : 256318

2.2 ANAMNESA

Keluhan Utama: Bengkak dan nyeri pada tungkai kiri bawah.

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke poli bedah ortopedi RSUD Kanjuruhan Kepanjen diantar oleh

ibunya menggunakan kursi roda dengan keluhan bengkak pada tungkai kiri bawah, dan

terasa nyeri sejak ± 4 hari yang lalu. Kronologis kejadiannya satu minggu yang lalu,

pasien sedang berlari-lari di kebun tebu, kemudian jatuh karena tungkai kirinya

tersandung tebu. Pasien jatuh tengkurap, tidak pingsan, dan pada saat itu tidak ada yang

menolong, ± 30 menit kemudian pasien baru bangun dan berjalan dengan pincang ke

rumahnya dan menurut pasien mulai terasa nyeri. Kemudian, oleh orang tuanya pasien

dipijatkan, dan setelah itu tungkai sebelah kiri bawah bengkak dan bertambah nyeri.

Riwayat penyakit dahulu : disangkal

Riwayat penyakit keluarga : disangkal

3

Page 4: Fraktur Tibia Distal Sinistra

2.3 PEMERIKSAAN FISIK

Status Present

Tampak kesakitan, kesadaran compos mentis (GCS E4V5M6)

Tanda Vital

Tensi : 120/80 mmHg

Nadi : 89 x/menit, isi cukup

Pernafasan : 22x/menit, regular, Kusmaull (-), Cheyne-Stokes (-)

Suhu : 38o C

Kepala

Bentuk : Dalam batas normal

Mata

Sklera Ikterik : -/-

Conjuctiva Anemis : -/-

Telinga

Bentuk : dalam batas normal

Secret : -/-

Hidung

Tidak ada deviasi septum

Sekret : -/-

Mulut dan tenggorokan

Bibir : tidak kering dan tidak cyanosis

Tonsil : T1/T1

Pharing : tidak hiperemi

Leher

Trakea lurus di tengah, tidak teraba pembesaran KGB

Paru

Suara nafas vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-

Jantung

Auskultasi: Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : abdomen datar, tidak tampak adanya massa

Palpasi : teraba lemas, tidak ada defence muskular

4

Page 5: Fraktur Tibia Distal Sinistra

Perkusi : timpani.

Auskultasi : bising usus (+) normal

Status lokalisata

Regio cruris sinistra

Look : tampak kemerahan, oedem (+), deformitas (+), neovaskularisasi (-).

Feel : Regio cruris sinistra teraba lebih hangat dari pada regio cruris dekstra, nyeri

tekan (+).

Move : Gerakan sendi terbatas karena nyeri.

2.3 RESUME

An.MA ♂ 13 tahun datang ke poli bedah ortopedi dengan keluhan bengkak pada

tungkai sebelah kiri bawah, dan terasa nyeri sejak ± 4 hari yang lalu. Satu minggu yang

lalu pasien tersandung dan jatuh dengan posisi tengkurap, pasien dapat berjalan akan

tetapi pincang, riwayat pingsan (-).Status lokalisata, Regio cruris sinistra :

Look : tampak kemerahan, oedem (+), deformitas (+), neovaskularisasi (-).

Feel : Regio cruris sinistra teraba lebih hangat dari pada regio cruris dekstra, nyeri

tekan (+).

Move : Gerakan sendi terbatas karena nyeri.

2.4 DIAGNOSIS

Diagnosis kerja : Fraktur tibia distal sinistra

Diagnosis banding :

Fraktur fibula distal sinistra

Fraktur tibia-fibula distal

Fraktur talus

2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mendukung diagnosis dan

menyingkirkan Diagnosis banding. Usulan pemeriksaan adalah: X-Ray AP dan lateral

pada regio cruris dekstra dan sinistra .

5

Page 6: Fraktur Tibia Distal Sinistra

2.6 PENATALAKSANAAN

Terapi Konservatif

a. Elevasi tungkai sebelah kiri untuk mengurangi bengkak.

b. Immobilisasi tanpa reposisi. Misalnya pemasangan gips atau bidai pada fraktur

inkomplit dan fraktur dengan kedudukan baik.

2.7 DISKUSI

Pada kasus ini diambil kesimpulan bahwa pasien menderita fraktur tibia distal sinistra

berdasarkan temuan pada;

Anamnesa

- Bengkak pada tungkai sebelah kiri bawah

- Adanya riwayat jatuh satu minggu yang lalu

- Pasien mengeluh adanya nyeri tekan pada tungkai bawah

Pemeriksaan fisik

- Pasien nampak kesakitan, terutama jika pergelangan kaki kiri digerakkan

- Status lokalisata (Regio cruris sinistra)

Look : tampak kemerahan, oedem (+), deformitas (+), neovaskularisasi (-).

Feel : Regio cruris sinistra teraba lebih hangat dari pada regio cruris dekstra,

nyeri tekan (+).

Move : Gerakan sendi terbatas karena nyeri.

Pada kasus ini yang menjadi diagnosis bandingnya adalah fraktur fibula distal

sinistra, fraktur tibia fibula distal sinistra dan fraktur talus. Dasar diambilnya diagnosa

banding fraktur fibula distal sering ditemukan pada anak umur 8-15 tahun dan biasanya

terjadi karena trauma tidak langsung. Fraktur fibula dapat terjadi sendiri atau bersama-

sama dengan fraktur tibia, sehingga diambil juga diagnosis banding fraktur tibia fibula

distal, klinis terkadang ditemukan penonjolan tulang ke arah luar, fraktur tibia fibula

distal ini lebih sering terkena pada dewasa karena pada dewasa periosteumnya lebih

tipis dibandingkan anak-anak sehingga mudah robek, hal ini yang menyebabkan

terjadinya pergeseran yang luas. Fraktur talus bisa terjadi karena trauma dengan energi

tinggi, akan tetapi secara klinis lebih sulit didiagnosa. Ketiga diagnosa banding ini dapat

disingkirkan dan didapatkan diagnosis kerja dengan melakukan pemeriksaan penunjang

berupa foto x-ray AP lateral regio cruris sinistra dengan dekstra sebagai

pembandingnya.

6

Page 7: Fraktur Tibia Distal Sinistra

Karena letaknya yang berada di daerah tungkai bawah, maka kemungkinan dapat

terjadi fraktur pada lempeng epifisis. Lempeng epifisis merupakan suatu diskus tulang

rawan yang terletak diantara epifisis dan metafisis. Fraktur lempeng epifisis merupakan

1/3 dari seluruh fraktur pada anak-anak. Klasifikasi menurut salter harris adalah yang

paling mudah dan praktis serta memenuhi syarat untuk terapi dan prognosis. Kemungki-

nan pada kasus ini terjadi fraktur pada lempeng epifisis hanya dapat diketahui melalui

pemeriksaan x-ray, oleh karena itu usulan pemeriksaan yang diajukan adalah pemerik-

saan radiologi regio cruris sinistra.

Pada kasus ini dipilih penatalaksanaan berupa pemasangan gips karena pasien

masih anak-anak, dengan terlebih dahulu dilakukan elevasi tungkai untuk mengurangi

bengkak dan memperbaiki vaskularisasi ke arah tungkai bawah. Waktu penyembuhan

tulang pada anak-anak jauh lebih cepat daripada orang dewasa. Hal ini terutama dise-

babkan karena aktifitas proses osteogenesis pada periosteum dan endosteum dan juga

berhubungan dengan proses remodelling tulang pada anak sangat aktif dan makin

berkurang apabila umur bertambah. Selain itu fragmen tulang pada anak mempunyai

vaskularisasi yang baik dan penyembuhan biasanya tanpa komplikasi. Waktu penyem-

buhan anak secara kasar adalah setengah kali waktu penyembuhan pada orang dewasa.

BAB III

7

Page 8: Fraktur Tibia Distal Sinistra

FRAKTUR TIBIA DISTAL SINISTRA

3.1 DEFINISI

Fraktur adalah terputusnya hubungan atau kontinuitas tulang karena stress pada

tulang yang berlebihan.1 Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma

atau tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan

jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap

atau tidak lengkap.2 Fraktur menurut Rasjad adalah hilangnya konstinuitas tulang,

tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial.

Fraktur Tibia Adalah patah atau gangguan kontinuitas pada tulang tibia.

3.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI

Tibia atau tulang kering merupakan kerangka yang utama dari tungkai bawah dan

terletak medial dari fibula atau tulang betis, tibia adalah tulang pipa dengan sebuah

batang dan dua ujung. Ujung atasnya sangat melebar sehingga menciptakan permukaan

yang sangat luas untuk menahan berat badan. Bagian ini mempunyai dua masa yang

menonjol yang disebut kondilus medialis dan kondilus lateralis. Kondil-kondil ini

merupakan bagian yang paling atas dan paling pinggir dari tulang.

Gambar 1 anatomi tulang tibia

8

Page 9: Fraktur Tibia Distal Sinistra

Permukaan superiornya memperlihatkan dua daratan permukaan persendian untuk

femur dalam formasi sendi lutut. Permukaan- permukaan tersebut halus dan diatas

permukaan yang datar terdapat tulang rawan semilunar (setengah bulan) yang membuat

permukaan persendian lebih dalam untuk penerimaan kondil femur. Di antara kedua

kondilus terdapat daerah kasar yang menjadi tempat pelekatan ligament dan tulang

rawan sendi lutut.

3.3 PATOFISIOLOGI

Ada perbedaan yang mendasar antara fraktur pada anak dengan fraktur pada orang

dewasa, perbedaan tersebut pada anatomi, biomekanik, dan fisiologi tulang. Pada anak-

anak antara epifisis dan metafisis terdapat lempeng epifisis sebagai daerah pertumbuhan

kongenital. Lempeng epifisis ini akan menghilang pada dewasa, sehingga epifisis dan

metafisis ini akan menyatu pada saat itulah pertumbuhan memanjang tulang akan

berhenti. Tulang panjang terdiri dari : epifisis, metafisis dan diafisis. Epifisis merupakan

bagian paling atas dari tulang panjang, metafisis merupakan bagian yang lebih lebar dari

ujung tulang panjang, yang berdekatan dengan diskus epifisialis, sedangkan diafisis

merupakan bagian tulang panjang yang di bentuk dari pusat osifikasi primer.

Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut periosteum, yang men-

gandung sel-sel yang dapat berproliferasi dan berperan dalam proses pertumbuhan

transversal tulang panjang. Kebanyakan tulang panjang mempunyai arteria nutrisi.

Lokasi dan keutuhan dari pembuluh darah inilah yang menentukan berhasil atau

tidaknya proses penyembuhan suatu tulang yang patah. Pada anak, terdapat lempeng

epifisis yang merupakan tulang rawan pertumbuhan. Periosteum sangat tebal dan kuat

dimana pada proses bone healing akan menghasilkan kalus yang cepat dan lebih besar

daripada orang dewasa.

Perbedaan di atas menjelaskan perbedaan biomekanik tulang anak-anak diband-

ingkan orang dewasa, yaitu :

Biomekanik tulang

Tulang anak-anak sangat porous, korteks berlubang-lubang dan sangat mudah

dipotong oleh karena kanalis Haversian menduduki sebagian besar tulang. Fak-

tor ini menyebabkan tulang anak-anak dapat menerima toleransi yang besar ter-

hadap deformasi tulang dibandingkan orang dewasa. Tulang orang dewasa san-

9

Page 10: Fraktur Tibia Distal Sinistra

gat kompak dan mudah mengalami tegangan dan tekanan sehingga tidak dapat

menahan kompresi.

Biomekanik lempeng pertumbuhan

Lempeng pertumbuhan merupakan tulang rawan yang melekat pada metafisis

yang bagian luarnya diliputi oleh periosteum sedang bagian dalamnya oleh pro-

cesus mamilaris. Untuk memisahkan metafisis dan epifisis diperlukan kekuatan

yang besar. Tulang rawan lempeng epifisis mempunyai konsistensi seperti karet

yang besar.

Biomekanik periosteum

Periosteum pada anak-anak sangat kuat dan tebal dan tidak mudah mengalami

robekan dibandingkan orang dewasa.

Pada anak-anak, pertumbuhan merupakan dasar terjadinya remodelling yang

lebih besar dibandingkan pada orang dewasa, sehingga tulang pada anak-anak mempun-

yai perbedaan fisiologi, yaitu :

o Pertumbuhan berlebihan (over growth)

Pertumbuhan diafisis tulang panjang akan memberikan stimulasi pada pertum-

buhan panjang, karena tulang rawan lempeng epifisis mengalami hiperemi pada

waktu penyambungan.

o Deformitas yang progresif

o Kerusakan permanen pada lempeng epifisis akan terjadi pemendekan atau angu-

lasi.

Fraktur total

Pada anak-anak fraktur total jarang bersifat komunitif karena tulangnya sangat

fleksibel dibandingkan orang dewasa.

3.4 MANIFESTASI KLINIS

a)  Nyeri terus menerus ditempat fraktur dan bertambah beratnya sampai fragmen

tulang diimobilisasi, hematoma, dan edema.

b) Tak mampu menggerakkan ekstremitas bawah

c) Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah

d) Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat

diatas dan dibawah tempat fraktur

10

Page 11: Fraktur Tibia Distal Sinistra

e) Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya

f) Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit.

3.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG

a) Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi / luasnya fraktur trauma

b) Scan tulang, tomogram, scan CT / MRI : memperlihatkan fraktur, juga dapat

digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

c) Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.

d) Hitung daerah lengkap : HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau

menurun (pendarahan sel darah putih adalah respon stress normal setelah

trauma).

e) Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien ginjal.

3.6 DIAGNOSIS

Secara klinis kita harus mencurigai adanya fraktur lempeng epifisis pada seorang

anak dengan fraktur pada tulang panjang di daerah ujung tulang pada dislokasi sendi

serta robekan ligamen. Diagnosis dapat ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan

rontgen dengan dua proyeksi dan membandingkanya dengan anggota gerak yang sehat.

Diagnosis fraktur ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang yaitu radiologis. Pada anak biasanya diperoleh dengan

alloanamnesis dimana ditemukan adanya riwayat trauma dan gejala-gejala seperti nyeri,

pembengkakan, perubahan bentuk dan gangguan gerak. Pada pasien dengan riwayat

trauma yang perlu ditanyakan adalah waktu terjadinya, cara terjadinya, posisi penderita

dan lokasi trauma. Bila tidak ada riwayat trauma berarti merupakan fraktur patologis.

Pada pemeriksaan fisik dilakukan :

1. Look (Inspeksi)

a) Deformitas : angulasi ( medial, lateral, posterior atau anterior), diskrepensi (ro-

tasi, perpendekan atau perpanjangan).

b) Bengkak atau kebiruan.

c) Fungsio laesa (hilangnya fungsi gerak)

2. Feel (Palpasi)

a) Tenderness (nyeri tekan) pada derah fraktur.

11

Page 12: Fraktur Tibia Distal Sinistra

b) Krepitasi.

c) Nyeri sumbu.

3. Move (Gerakan)

a) Nyeri bila digerakan, baik gerakan aktif maupun pasif.

b) Gerakan yang tidak normal yaitu gerakan yang terjadi tidak pada sendinya.

c) Pemeriksan trauma di tempat lain seperti kepala, thorak, abdomen, tractus uri-

narius dan pelvis.

Anatomi tulang pada anak-anak, terdapat lempeng epifisis yang merupakan tulang

rawan pertumbuhan. Periosteum sangat tebal dan kuat dan menghasilkan kalus yang

cepat dan lebih besar daripada orang dewasa. Fraktur pada anak-anak berbeda dengan

orang dewasa, karena adanya perbedaan anatomi, biomekanik serta fisiologi tulang.

Fraktur pada anak-anak lebih sering ditemukan karena tulang relatif ramping dan juga

kurang pengawasan.

Lempeng epifisis merupakan suatu diskus tulang rawan yang terletak diantara

epifisis dan metafisis. Fraktur lempeng epifisis merupakan 1/3 dari seluruh fraktur pada

anak-anak. Pembuluh darah epifisis masuk di dalam permukaan epifisis dan apabila ada

kerusakan pembuluh darah maka akan terjadi gangguan pertumbuhan. Pembuluh darah

epifisis biasanya tidak mengalami kerusakan pada saat trauma tetapi pada epifisis

proksimal dan epifisis radius proksimal pembuluh darah berjalan sepanjang leher tulang

yang dimaksud dan melintang pada lempeng epifisis di perifer, sehingga pada kedua

tempat ini apabila terjadi pemisahan epifisis, juga akan menimbulkan kerusakan

vaskularisasi yang akan menimbulkan nekrosis avaskuler.

Tulang rawan lempeng epifisis lebih lemah daripada tulang. Daerah yang paling

lemah dari lempeng epifisis adalah zona transformasi tulang rawan pada daerah

hipertrofi dimana biasanya terjadi garis fraktur. Banyak klasifikasi fraktur lempeng

epifisis antara lain menurut salter harris, poland, aitken, weber, rang, ogend. Klasifikasi

menurut salter harris adalah yang paling mudah dan praktis serta memenuhi syarat

untuk terapi dan prognosis.

Klasifikasi menurut salter harris merupakan klasifikasi yang dianut dan dibagi ke dalam

lima tipe yaitu:

1. Tipe I

Terjadi pemisahan total lempeng epifisis tanpa adanya fraktur pada tulang, sel-sel

12

Page 13: Fraktur Tibia Distal Sinistra

pertumbuhan lempeng epifisis masih melekat pada epifisis. Fraktur ini terjadi oleh

karena adanya shearing force dan sering terjadi pada bayi baru lahir dan pada

anak-anak yang lebih muda. Pengobatan dengan reduksi tertutup mudah oleh

karena masih ada perlengketan periosteum yang utuh dan intak. Prognosis

biasanya baik bila direposisi dengan cepat.

2. Tipe II

Merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan. Garis fraktur melalui sepanjang

lempeng epifisis dan membelok ke metafisis dan akan membentuk suatu fragmen

metafisis yang berbentuk segitiga yang disebut tanda Thurston-Holland. Sel-sel

pertumbuhan pada lempeng epifisis juga masih melekat. Trauma yang

menghasilkan jenis fraktur ini biasanya terjadi karena trauma shearing force dan

membengkok dan umumnya terjadi pada anak-anak yang lebih tua. Periosteum

mengalami robekan pada daerah konveks tetapi tetap utuh pada daerah konkaf.

Pengobatan dengan reposisi secepatnya tidak begitu sulit kecuali bila reposisi

terlambat harus dilakukan tindakan operasi. Prognosis biasanya baik, tergantung

kerusakan pembuluh darah.

3. Tipe III

Fraktur lempeng epifisis tipe III merupakan fraktur intra-artikuler. Garis fraktur

mulai permukaan sendi melewati lempeng epifisis kemudian sepanjang garis

lempeng epifisis. Jenis fraktur ini bersifat intra-artikuler dan biasanya ditemukan

pada epifisis tibia distal. Oleh karena fraktur ini bersifat intra-artikuler dan

diperlukan reduksi yang akurat maka sebaiknya dilakukan operasi terbuka dan

fiksasi interna dengan mempergunakan pin yang halus.

4. Tipe IV

Fraktur tipe ini juga merupakan fraktur intraartikuler yang melalui permukaan

sendi memotong epifisis serta seluruh lapisan lempeng epifisis dan berlanjut pada

sebagian metafisis. Jenis fraktur ini misalnyafraktur kondilus lateralis humeri pada

anak-anak. Pengobatan dengan operasi terbuka dan fiksasi interna karena fraktur

tidak stabil akibat tarikan otot. Prognosis jelek bila reduksi tidak dilakukan

dengan baik.

5. Tipe V

Fraktur tipe V merupakan fraktur akibat hancurnya epifisis yang diteruskan pada

13

Page 14: Fraktur Tibia Distal Sinistra

lempeng epifisis. Biasanya terjadi pada daerah sendi penopang badan yaitu sendi

pergelangan kaki dan sendi lutut. Diagnosis sulit karena secara radiologik tidak

dapat dilihat. Prognosis jelek karena dapat terjadi kerusakan sebagian atau seluruh

lempeng pertumbuhan.

Gambar 2 klasifikasi salter harris

Secara klinis kita harus mencurigai adanya fraktur lempeng epifisis pada seorang

anak dengan fraktur pada tulang panjang di daerah ujung tulang pada dislokasi sendi

serta robekan ligamen. Diagnosis dapat ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan

rontgen dengan dua proyeksi dan membandingkannya dengan anggota gerak yang sehat.

3.7 PENATALAKSANAAN

Ada empat konsep dasar dalam menangani fraktur, yaitu :

a) Rekognisi

Rekognisi dilakukan dalam hal diagnosis dan penilaian fraktur. Prinsipnya adalah

mengetahui riwayat kecelakaan, derajat keparahannya, jenis kekuatan yang berperan

dan deskripsi tentang peristiwa yang terjadi oleh penderita sendiri.

b) Reduksi

Reduksi adalah usaha / tindakan manipulasi fragmen-fragmen seperti letak asalnya.

Tindakan ini dapat dilaksanakan secara efektif di dalam ruang gawat darurat atau

ruang bidai gips. Untuk mengurangi nyeri selama tindakan, penderita dapat diberi

narkotika IV, sedative atau blok saraf lokal.

14

Page 15: Fraktur Tibia Distal Sinistra

c) Retensi

Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus dimobilisasi atau dipertahankan

dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Immobilisasi

dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna

meliputi gips, bidai, traksi dan teknik fiksator eksterna.

d) Rehabilitasi

Merupakan proses mengembalikan ke fungsi dan struktur semula dengan cara

melakukan ROM aktif dan pasif seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuan

klien. Latihan isometric dan setting otot. Diusahakan untuk meminimalkan atrofi

disuse dan meningkatkan peredaran darah.

Terapi Konservatif

a. Immobilisasi saja tanpa reposisi. Misalnya pemasangan gips atau bidai pada frak-

tur inkomplit dan fraktur dengan kedudukan baik.

b. Traksi. Traksi dapat untuk reposisi secara perlahan dan fiksasi hingga sembuh

atau dipasang gips setelah tidak sakit lagi. Pada anak-anak dipakai traksi kulit

(traksi Hamilton Russel/traksi Bryant). Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan

beban < 5 kg, untuk anak-anak waktu dan beban tersebut mencukupi untuk di-

pakai sebagai traksi definitif, bilamana tidak maka diteruskan dengan immobil-

isasi gips. Untuk orang dewasa traksi definitif harus traksi skeletal berupa bal-

anced traction.

Terapi Operatif

a. Terapi operatif dengan reposisi secara tertutup dengan bimbingan radiologis (im-

age intensifier, C-arm)

1. Reposisi tertutup-fiksasi eksterna. Setelah reposisi baik berdasarkan kontrol

radiologis intraoperatif maka dipasang alat fiksasi eksterna.

2. Reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi interna

b. Terapi operatif dengan membuka frakturnya : Reposisi terbuka dan fiksasi interna

15

Page 16: Fraktur Tibia Distal Sinistra

BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

An.MA ♂ 13 tahun datang ke poli bedah ortopedi dengan diantar oleh ibunya

menggunakan kursi roda dengan keluhan bengkak pada tungkai sebelah kiri bawah, dan

terasa nyeri sejak ± 4 hari yang lalu. Kronologis kejadiannya satu minggu yang lalu,

pasien sedang berlari-lari di kebun tebu, kemudian jatuh karena tungkai bawah sebelah

kiri tersandung tebu. Pasien jatuh tengkurap, tidak pingsan, dan pada saat itu tidak ada

yang menolong, ± 30 menit kemudian pasien baru bangun dan berjalan ke rumahnya

dan menurut pasien terasa nyeri.

Pada saat kejadian berlangsung, pasien tidak langsung memberitahu kedua orang

tuanya dan baru memberi tahu 2 hari kemudian, oleh orang tuanya pasien dipijatkan,

dan setelah itu tungkai sebelah kiri bengkak dan bertambah nyeri sampai menjalar ke

arah pantat. Selain itu pasien juga mengeluh mual, pusing dan demam sejak 10 hari ini.

Status lokalisata, regio cruris sinistra : Look : Pasien datang terlihat kesakitan, diantar

dengan kursi roda, kulit tampak kemerahan, oedem (+). Feel : regio cruris sinistra teraba

lebih hangat dari pada regio cruris dekstra, nyeri tekan (+), deformitas (-), Move :

gerakan sendi pasif (+), nyeri (+).

4.2 SARAN

Berdasarkan kasus tersebut pasien disarankan:

1. Elevasi tungkai untuk mengurangi bengkak di tungkkai bawah

2. Motivasi pemakaian gips, untuk memfiksasi fraktur

3. Memperbaiki nutrisi makanan serta meningkatkan asupan gizi untuk mempercepat

penyembuhan fraktur

16

Page 17: Fraktur Tibia Distal Sinistra

DAFTAR PUSTAKA

1. Apley and Solomon, Fracture and Joint Injuries in Apley’s System of Orthopaedics

and Fractures, Seventh Edition, Butterwordh-Heinemann, London, 1993, pp. 499-

515.

2. Armis, Prinsip-prinsip Umur Fraktur dalam Trauma Sistema Muskuloskeletal,

FKUGM, Yogyakarta, hal : 1-32.

3. Berend ME, Harrelson JM, Feagin JA, Fractures and Dislocation in Sabiston Jr

DC, Texbook of Surgery The Biological Basis of Modern Surgical Practice, Fif-

teenth Edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia, 1997, pp. 1398-1400.

4. Carter MA, Anatomi dan Fisiologi Tulang dan Sendi dalam Price SA, Wilson

LM, Patofisiologi Konsep-konsep Klinis Proses- proses Penyakit, Buku II, edisi 4,

EGC, Jakarta, 1994, hal 1175-80.

5. Dorland, Kamus Kedokteran, edisi 26, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta,

1996, hal 523,638,1119.

6. Rasjad C, Trauma dalam Pengantar Ilmu Bedah Orthopaedi, Bintang

Lamumpatue Ujung Pandang, 1998, hal : 343-525

7. Reksoprodjo, S, Pemeriksaan Orthopaedi dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah

FKUI, Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta, 1995, hal : 453-471.

8. Sjamsuhidajat R, Sistem Muskuloskeletal dalam Syamsuhidajat R, de Jong W,

Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta, 1997, hal : 1124-1286

17