BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan memiliki peranan penting dalam pengembangan kemampuan
seseorang. Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk mendapatkan
pengetahuan yang nantinya menjadi bekal dalam kehidupan masyarakat.
Dalam dunia pendidikan, teori dan praktik pendidikan dipengaruhi oleh
aliran filsafat pendidikan. Beberapa aliran filsafat pendidikan yang dapat
diaplikasikan dalam sistem pembelajaran adalah teori behavioristik dan teori
libelarisme. Aliran behavioristik menekankan terbentuknya perilaku yang
tampak sebagai hasil belajar, sedangkan aliran libelarisme meletakkan
kebebasan individu sebagai nilai politik tertinggi
Perbedaan dari kedua filsafat tersebut terkait dengan bagaimana
pandangan manusia terkait dengan apa yang menimpanya. Hal ini akan
berdampak pada metode dan cara pembelajaran yang diberikan oleh pendidikan
dengan dasar filsafat tertentu. Selanjutnya penulis akan membahas tentang
filsafat pendidikan behaviorisme dan libelarisme
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah makalah ini adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan filsafat pendidikan behaviorisme dan
liberalisme?
2. apa saja ciri-ciri filsafat pendidikan behaviorisme dan liberalisme ?
3. Siapa saja tokoh-tokoh filsafat pendidikan behaviorisme dan liberalism?
4. Bagaimana aplikasi dan implikasi filsafat pendidikan behaviorisme dan
liberalism dalam pembelajaran?
1
C. Tujuan Penulisan Makalah
1. Untuk mengetahui pengertian dari filsafat pendidikan behaviorisme dan
liberalisme
2. Untuk mengetahui ciri-ciri filsafat pendidikan behaviorisme dan liberalisme ?
3. Untuk mengetahui tokoh-tokoh filsafat pendidikan behaviorisme dan
liberalism?
4. Untuk menelaah bagaimana aplikasi dan implikasi filsafat pendidikan
behaviorisme dan liberalism dalam pembelajaran.
2
BAB IIPEMBAHASAN
I. Filsafat Pendidikan Behaviorisme
A. Pengertian
Aliran behaviorisme sering disebut dengan aliran perilaku yang merupakan
filosofi dalam psikologi yang menganggap bahwa semua yang dilakukan
organisme (tindakan, pikiran dan perasaan) dapat dan harus dianggap sebagai
perilaku. Teori belajar behavioristik adalah teori belajar yang menekankan pada
tingkah laku manusia sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon.
Teori behavioristik merupakan sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan
Berliner. Kemudian teori ini berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang
berpengaruh terhadap pengembangan teori pendidikan dan pembelajaran yang
dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya
perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya,
mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau
perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata.
Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan
menghilang bila dikenai hukuman. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika
dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya.
Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa
stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah segala hal yang
diberikan oleh guru kepada pelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau
tanggapan pelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses
yang terjadi antara stimulus dan respon tidak dapat diamati dan tidak dapat
diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon. Oleh karena itu sesuatu
yang diberikan oleh guru (stimulus) dan sesuatu yang diterima oleh pelajar
(respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran,
sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat perubahan tingkah
laku tersebut terjadi atau tidak.
3
Aliran behavioristik menekankan pada terbentuknya perilaku yang
tampak sebagai hasil belajar. Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan
pembelajaran tergantung dari tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran,
karakteristik pembelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Aliran
ini juga memandang pengetahuan sebagai hal yang objektif, pasti, tetap dan
tidak berubah.
Behavioristik juga memandang bahwa belajar adalah perolehan
pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke orang
yang belajar. Fungsi mind (pikiran) adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan
yang sudah ada melalui proses berpikir. Apa yang dipahami guru itulah yang
harus dipahami oleh murid. Behavioristik memandang bahwa pembelajar atau
murid merupakan objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan
dari pendidik. Kurikulum dikembangkan secara terstruktur dengan
menggunakan standar tertentu
Behaviorisme merupakan salah satu aliran psikologi yang meyakini
bahwa untuk mengkaji perilaku individu harus dilakukan terhadap setiap
aktivitas individu yang dapat diamati, bukan pada peristiwa hipotetis yang
terjadi dalam diri individu. Oleh karena itu, penganut aliran behaviorisme
menolak keras adanya aspek-aspek kesadaran atau mentalitas dalam individu.
Pandangan ini sebetulnya sudah berlangsung lama sejak jaman Yunani Kuno,
ketika psikologi masih dianggap bagian dari kajian filsafat. Namun kelahiran
behaviorisme sebagai aliran psikologi formal diawali oleh J.B. Watson pada
tahun 1913 yang menganggap psikologi sebagai bagian dari ilmu kealaman yang
eksperimental dan obyektif, oleh sebab itu psikologi harus menggunakan metode
empiris, seperti : observasi, conditioning, testing, dan verbal reports.
Behaviorisme merupakan kekuatan pendidikan sejak abad pertengahan.
Sebagai suatu pendekatan terhadap pendidikan, behaviorisme terbuka bagi
manusia modern yang mengutamakan metodologi ilmiah dan “obyektivitas”
seperti sektor yang dapat diukur dari komunitas bisnis yang menilai hasil,
efisiensi, dan ekonomi yang terlihat mendesak (Haryo, 2007).
4
Pengertian belajar menurut teori Behavioristik adalah perubahan tingkah
laku sebagai akibat dari adanya reaksi antara stimulus dan respon. Seseorang
dikatakan telah belajar sesuatu apabila ia mampu menunjukan perubahan pada
tingkah lakunya, apabila dia belum menunjukkan perubahan tingkah laku maka
belum dikatakan bahwa ia telah melakukan proses belajar. Teori ini sangat
mementingkan adanya input yang berupa stimulus dan output yang berupa
respons. Dalam proses pembelajaran input ini bisa berupa alat peraga, gambar-
gambar, atau cara-cara tertentu untuk membantu proses belajar (Budiningsih,
2003). Jadi, Teori belajar Behavioristik adalah teori belajar yang lebih
menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk
reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan
pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka.
Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah
laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau
reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar
terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioral dengan stimulusnya.
Guru yang menganut pandangan ini berpendapat bahwa tingkah laku siswa
merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkah laku adalah hasil belajar.
B. Ciri-Ciri Teori Belajar Behaviorisme
Untuk mempermudah mengenal teori belajar behaviorisme digunakan ciri –
ciri sebagai berikut:
1. Mementingkan pengaruh lingkungan (environmentalistis)
2. Mementingkan bagian – bagian (elentaristis)
3. Mementingkan peranan reaksi (respon)
4. Mementingkan mekanisme terbentuknya hasil belajar
5. Mementingkan hubungan sebab akibat pada waktu yang lalu
6. Mementingkan pembentukan kebiasaan
7. Ciri khusus dalam pemecahan masalah dengan “mencoba dan gagal” atau
“ trial and error”.
5
C. Prinsip-Prinsip Teori Behaviorisme
Obyek psikologi adalah tingkah laku
Semua bentuk tingkah laku dikembalikan pada reflek
Mementingkan pembentukan kebiasaan
D. Sejarah Perkembangan Filsafat Behaviorisme
Behaviorisme adalah aliran psikologi yang kemudian sangat berpengaruh
terhadap bidang pendidikan yang menekankan pada tingkah laku/perilaku
manusia (individu) sebagai makhluk yang reaktif yang memberikan respon
terhadap lingkungan di sekitarnya. Pengalaman dan pemeliharaan akan
membentuk perilaku orang tersebut.
Latar belajar teori behavioristis bersumber pada pandangan John Locke
mengenai jiwa anak yang baru lahir, ialah jiwanya dalam keadaan kosong.
Seperti meja lilin bersih, disebut tabularasa. Dengan demikian pengaruh dari luar
sangat menentukan perkembangan jiwa anak, dan pengaruh luar itu dapat
dimanipulasi (direatmen secara leluasa). Dari pandangan manusia menurut John
locke tersebut, pendekatan belajar menjadi behavioristic elementaristic, atau
pendekatan belajar behavioristic emperistic. Di samping itu ada pandangan
manusia lain, ialah fenomena, jadi fenomologis, sehingga pendekatan belajar
bercorak kognitif-totalistis, dasar psikologisnya adalah psikologi Gestalt.
Behaviorisme muncul awalnya melalui penelitian Psikolog Rusia bernama
Ivan Pavlov (1849-1936). Penelitian yang dilakukan Ivan Pavlov adalah
penelitian yang dilakukan terhadap beberapa anjing. Dalam penelitian yang
dilakukan oleh Pavlov, anjing-anjing yang ada di laboratoriumnya mulai
mengeluarkan air liur pada saat mereka diberi makan, bahkan sebelum mereka
bisa melihat atau mencium aroma makanannya. Anehnya, mereka mengeluarkan
air liur ketika mereka melihat penjaganya atau pada saat mereka mendengar
langkah kaki penjaganya. Selanjutnya penelitian sederhana ini membimbing
Pavlov untuk melakukan serangkaian percobaan yang cukup terkenal; dia akan
membunyikan bel atau suara berdengung – yang dua-duanya tidak menyebabkan
anjing berliur – dan kemudian dengan Pavlov memberi makan anjing-anjingnya,
sebuah stimulus yang mengarah pada keluarnya liur. Dengan segera Pavlov
6
menemukan bahwa apabila prosedur yang sama diulang sesering mungkin,
bunyi bel dan dengung saja sudah mengakibatkan keluarnya air liur. Penelitian
Pavlov ini kemudian menghasilkan teori stimulus-respon yang bernama classical
Condisioning.
John B. Watson (1878-1958), mengikuti petunjuk Pavlov, menegaskan
bahwa tingkah laku manusia adalah persoalan dari refleks-refleks yang
dikondisikan. Watson mendalilkan bahwa psikologi sebaiknya menghentikan
studi tentang apa yang manusia pikir dan rasakan, dan mulai mempelajari apa
yang dilakukan orang-orang. Bagi Watson, lingkungan adalah pembentuk
tingkah laku utama. Ia berpendapat bahwa lingkungan anak dapat dikendalikan,
kemudian ia dapat mengatur anak ke dalam banyak tipe manusia yang
diinginkan.
Tokoh Behavioris yang paling berpengaruh adalah BF. Skinner. Teori
tingkah laku Skinner yang terkenal bernama Operant Conditioning. Teori ini
berdasar dari Eksperimen yang dilakukan oleh Skinner. Dalam Eksperimen
tersebut, seekor tikus diletakkan dalam kotak (Skinner Box). Lefrancois
(2000.132) mengatakan untuk eksperimennya, kotak tersebut berisi sebuah
pengungkit, sebuah tali, sebuah jaring bermuatan listrik yang terletak di lantai,
dan sebuah baki makanan, semuanya diatur sedemikian rupa sehingga apabila
tikus menekan pengungkit, lampu akan menyala dan sebutir makanan akan
masuk ke dalam baki makanan. Pada kondisi seperti itu, kebanyakan tikus akan
dengan segera belajar menginjak pengungkit, lampu akan menyala dan sebutir
makanan akan masuk ke dalam baki makanan. Pada kondisi seperti itu,
kebanyakan tikus akan dengan segera belajar menginjak pengungkit, dan mereka
akan melakukan hal serupa selama beberapa waktu meskipun mereka tidak
selalu memperoleh makanan setiap kali mereka menekan pengungkit. Demikian
pula tikus tersebut dapat dengan tiba-tiba diarahkan untuk menolak pengungkit
jika pada saat menekannya akan mengaktifkan arus listrik pada lantai jaring.
Tetapi, tikus-tikus tadi juga akan belajar menekan pengungkit untuk
memadamkan arus listrik. Eksperimen ini menghasilkan teori tingkah laku yang
menekankan bahwa tindakan-tindakan seseorang dapat diarahkan melalui
reinforcement/penguatan dan punishment/hukuman.
7
E. Prinsip-Prinsip Pendidikan Behaviorisme
Terhadap bidang pendidikan, behavorisme memberi pengaruh sangat
besar, terutama pada abad pertengahan. Berikut ini prinsip-prinsip pendidikan
behaviorisme, yaitu :
1. Manusia adalah binatang yang berkembang lebih dari lainnya dan ia belajar
dalam cara yang sama yang dipelajari oleh binatang-binatang lain. Manusia
tidak memiliki banyak martabat atau kebebasan yang khusus. Benar bahwa
manusia adalah organism alam yang kompleks, tetapi terutama ia masih
merupakan bagian dari kerajaan binatang. Tugas dari behavioris adalah
mempelajari hukum-hukum tingkah laku. Hukum-hukum ini sama bagi
semua binatang. termasuk manusia.
2. Pendidikan adalah proses pengaturan tingkah laku.
Dari perspektif behavioris orang diprogram untuk bertindak dengan cara-cara
tertentu melalui lingkungan mereka. Mereka diberi penghargaan karena
tindakan dari beberapa cara dan dihukum karena tindakan dengan cara lain.
Aktivitas-aktivitas yang menerima penghargaan positif tersebut cenderung
diulang, sementara penghargaan negatif cenderung dimatikan. Tugas
pendidikan adalah menciptakan lingkungan belajar yang mengarahkan pada
tingkah laku yang diinginkan. Pendidikan di sekolah dan institusi pendidikan
lainnya kemudian dipandang sebagai lembaga pendesainan budaya.
3. Peran guru menciptakan lingkungan belajar yang efektif
Skinner menyatakan bahwa murid-murid itu belajar dalam kehidupan sehari-
hari melalui konsekuensi dari tindakan mereka. Tugas guru itu mengatur
lingkungan belajar yang akan menyediakan penguatan untuk tindakan murid
yang diinginkan . Berikut ini contoh lingkungan belajar yang harus
dikondisikan guru:
4. Efisiensi, ekonomi, ketelitian, dan obyektifitas adalah pusat perhatian nilai
dalam pendidikan
Teknik-teknik tingkah laku dalam behaviorisme telah diaplikasikan untuk
praktek-praktek bisnis, seperti managemen sistem, periklanan, dan promosi
penjualan dengan banyak sukses. Hal ini mengarahkan sektor besar dari
komunitas untuk bekerjasama dengan kaum behavioris psikologis untuk
8
menjadikan sekolah-sekolah dan pendidik-pendidik itu “bertanggungjawab”
(bisa melakukan pengkondisian). Gerakan bertanggungjawab ini telah
berusaha memperbaiki tanggungjawab hasil pendidikan – apa yang dipelajari
anak – pada mereka yang melaksanakan pengajaran. Hal ini telah
menstimulasikan perhatian dalam pengaplikasian teknik, obyektif, dan
pelaksanaan managemen usaha yang berdasarkan pengukuran dalam konteks
sekolah.
F. Tokoh-tokoh Behaviorisme
Tokoh-tokoh aliran behaviorisme diantaranya adalah Thorndike,
Watson,Clark hull, Edwin Guthrie, dan BF. Skinner. Berikut akan dibahas karya-
karya para tokoh aliran behaviorisme.
1. Edward Lee Thorndike (1874-1949)
Menurut Thorndike, belajar merupakan proses interaksi antara stimulus
dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar
seperti pikiran, perasaan atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat
indera. Respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar,
juga dapat berupa pikiran, perasaan, gerakan atau tindakan.
Teori yang dikembangkan oleh Thorndike di kenal dengan istilah
koneksionisme (connectionism). Teori ini memandang bahwa yang menjadi
dasar terjadinya belajar adalah adanya asosiasi atau menghubungkan antara
kesan indera (stimulus) dengan dorongan yang muncul untuk bertindak
(respon), yang di sebut dengan connecting. Dalam teori ini juga di kenal istilah
selecting, yaitu stimulus yang beraneka ragam di lingkungan melalui proses
mencoba-coba dan gagal (trial &error).
Prinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar suatu kegiatan
membentuk asosiasi (connection) antara kesan panca indera dengan
kecenderungan bertindak. Misalnya, jika anak merasa senang atau tertarik pada
kegiatan jahit-menjahit, maka ia akan cenderung mengerjakannya. Apabila hal
ini dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar menjahit akan menghasilkan
prestasi memuaskan.
9
Dengan adanya pandangan-pandangan Thorndike yang memberikan
sumbangan cukup besar di dunia pendidikan tersebut, maka ia dinobatkan
sebagai salah satu tokoh pelopor dalam psikologi pendidikan. Selain itu, bentuk
belajar yang paling khas baik pada hewan maupun pada manusia menurutnya
adalah “trial and error learning atau selecting and connecting learning” dan
berlangsung menurut hukum-hukum tertentu.
Menurut Thorndike terdapat tiga hukum belajar yang utama yaitu :
a. The Law of Effect (Hukum Akibat)
Hukum akibat yaitu hubungan stimulus respon yang cenderung diperkuat
bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya
tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin
lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai
akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan diulangi.
Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan
cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi.
Koneksi antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak dapat
menguat atau melemah, tergantung pada “buah” hasil perbuatan yang
pernah dilakukan. Misalnya, bila anak mengerjakan PR, ia mendapatkan
muka manis gurunya. Namun, jika sebaliknya, ia akan dihukum.
Kecenderungan mengerjakan PR akan membentuk sikapnya.
b. The Law of Exercise (Hukum Latihan)
Hukum latihan yaitu semakin sering tingkah laku diulang/dilatih
(digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat. Dalam hal ini,
hukum latihan mengandung dua hal yaitu The Law of Use ( hubungan-
hubungan atau koneksi-koneksi akan menjadi bertambah kuat, kalau ada
latihan yang sifatnya lebih memperkuat hubungan itu) dan The Law of
Disue (hubungan-hubungan atau koneksi-koneksi akan menjadi bertambah
lemah atau terlupa kalau latihan-latihan dihentikan, karena sifatnya yang
melemahkan hubungan tersebut).
c. The Law of Readiness (Hukum Kesiapan)
Hukum kesiapan yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh suatu
perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan
10
menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
prinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar merupakan suatu
kegiatan membentuk asosiasi (connection) antara kesan panca indera
dengan kecenderungan bertindak. Misalnya, jika anak merasa senang atau
tertarik pada kegiatan jahit-menjahit, maka ia akan cenderung
mengerjakannya. Apabila hal ini dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar
menjahit akan menghasilkan prestasi memuaskan.
Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat
respon. Komponen-komponen pengajaran yang penting menurut pandangan
behaviorisme adalah kebutuhan akan:
Perumusan tugas atau tujuan belajar secara behaviorial
Membagi “task” menjadi “subtasks”
Menentukan hubungan dan aturan logis antara “subtasks”
Menetapkan bahan dan prosedur pengajaran tiap-tiap “subtasks”
Memberi “feedback” pada setiap penyelesaian “subtasks” atau tujuan-tujuan
tiap kompetensi dasar.
Salah satu fungsi guru yang terpenting setelah menganalisa ialah menentukan
tugas. Analisa tugas akan membantu guru dalam membimbing belajar murid.
Bagi penyusun program,analisa tugas membantu menentukan susunan bahan
pelajaran dalam mesin mengajar. Perencanaan kurikulum dapat mengatur
urutan unit-unit belajar.
2. John Watson (1878-1958)
Watson adalah seorang behavioris murni, kajiannya tentang belajar
disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat
berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati
dan diukur. Setelah memperoleh gelar master dalam bidang bahasa (Latin dan
Yunani), matematika, dan filsafat di tahun 1900, ia menempuh pendidikan di
University of Chicago. Minat awalnya adalah pada filsafat, sebelum beralih ke
psikologi karena pengaruh Angell. Pemikiran Watson menjadi dasar bagi para
penganut behaviorisme berikutnya. Behaviorisme secara keras menolak unsur-
unsur kesadaran yang tidak nyata sebagai obyek studi dari psikologi, dan
11
membatasi diri pada studi tentang perilaku yang nyata. Dengan demikian,
Behaviorisme tidak setuju dengan penguraian jiwa ke dalam elemen seperti
yang dipercayai oleh strukturalism.Berarti juga behaviorisme sudah
melangkah lebih jauh dari fungsionalisme yang masih mengakui adanya jiwa
dan masih memfokuskan diri pada proses-proses mental.
Meskipun pandangan Behaviorisme sekilas tampak radikal dan
mengubah pemahaman tentang psikologi secara drastis, Brennan (1991)
memandang munculnya Behaviorisme lebih sebagai perubahan evolusioner
daripada revolusioner. Dasar-dasar pemikiran Behaviorisme sudah ditemui
berabad-abad sebelumnya.
Menurut Watson, belajar merupakan proses interaksi antara stimulus
dan respon, namun stimulus dan respon tersebut harus dapat diamati dan
diukur. Jadi perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses
belajar, tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Sebagai seorang
pembelajar, Watson mempunyai beberapa pandangan yaitu:
a. Psikologi mempelajari stimulus dan respons (S-R Psychology). Yang
dimaksud dengan stimulus adalah semua obyek di lingkungan, termasuk
juga perubahan jaringan dalam tubuh. Respon adalah apapun yang
dilakukan sebagai jawaban terhadap stimulus, mulai dari tingkat sederhana
hingga tingkat tinggi, juga termasuk pengeluaran kelenjar. Respon ada yang
overt dan covert, learned dan unlearned
b. Tidak mempercayai unsur herediter (keturunan) sebagai penentu perilaku.
Perilaku manusia adalah hasil belajar sehingga unsur lingkungan sangat
penting (lihat pandangannya yang sangat ekstrim menggambarkan hal ini
pada Lundin, 1991 p. 173). Dengan demikian pandangan Watson bersifat
deterministik, perilaku manusia ditentukan oleh faktor eksternal, bukan
berdasarkan free will.
c. Dalam kerangka mind-body, pandangan Watson sederhana saja. Baginya,
mind mungkin saja ada, tetapi bukan sesuatu yang dipelajari ataupun akan
dijelaskan melalui pendekatan ilmiah. Jadi bukan berarti bahwa Watson
menolak mind secara total. Ia hanya mengakui body sebagai obyek studi
ilmiah. Penolakan dari consciousness, soul atau mind ini adalah ciri utama
12
behaviorisme dan kelak dipegang kuat oleh para tokoh aliran ini, meskipun
dalam derajat yang berbeda-beda. Pada titik ini sejarah psikologi mencatat
pertama kalinya sejak jaman filsafat Yunani terjadi penolakan total terhadap
konsep soul dan mind. Tidak heran bila pandangan ini di awal mendapat
banyak reaksi keras, namun dengan berjalannya waktu behaviorisme justru
menjadi populer.
d. Sejalan dengan fokusnya terhadap ilmu yang obyektif, maka psikologi harus
menggunakan metode empiris. Dalam hal ini metode psikologi adalah
observation, conditioning, testing, dan verbal reports.
e. Secara bertahap Watson menolak konsep insting, mulai dari karakteristiknya
sebagai refleks yang unlearned, hanya milik anak-anak yang tergantikan
oleh habits, dan akhirnya ditolak sama sekali kecuali simple reflex seperti
bersin, merangkak, dan lain-lain.
f. Sebaliknya, konsep learning adalah sesuatu yang vital dalam pandangan
Watson, juga bagi tokoh behaviorisme lainnya. Habits yang merupakan
dasar perilaku adalah hasil belajar yang ditentukan oleh dua hukum utama,
recency dan frequency. Watson mendukung conditioning respon Pavlov dan
menolak law of effect dari Thorndike. Maka habits adalah proses
conditioning yang kompleks. Ia menerapkannya pada percobaan phobia
(subyek Albert). Kelak terbukti bahwa teori belajar dari Watson punya
banyak kekurangan dan pandangannya yang menolak Thorndike salah.
g. Pandangannya tentang memory membawanya pada pertentangan dengan
William James. Menurut Watson apa yang diingat dan dilupakan ditentukan
oleh seringnya sesuatu digunakan/dilakukan. Dengan kata lain, sejauh mana
sesuatu dijadikan habits. Faktor yang menentukan adalah kebutuhan.
h. Proses thinking and speech terkait erat. Thinking adalah subvocal talking.
Artinya proses berpikir didasarkan pada keterampilan berbicara dan dapat
disamakan dengan proses bicara yang ‘tidak terlihat’, masih dapat
diidentifikasi melalui gerakan halus seperti gerak bibir atau gesture lainnya.
i. Sumbangan utama Watson adalah ketegasan pendapatnya bahwa perilaku
dapat dikontrol dan ada hukum yang mengaturnya. Jadi psikologi adalah
ilmu yang bertujuan meramalkan perilaku. Pandangan ini dipegang terus
13
oleh banyak ahli dan diterapkan pada situasi praktis. Dengan penolakannya
pada mind dan kesadaran, Watson juga membangkitkan kembali semangat
obyektivitas dalam psikologi yang membuka jalan bagi riset-riset empiris
pada eksperimen terkontrol.
Watson juga mengadakan perubahan besar dalam teori dan praktek
psikologi menurut pandangannya. Dengan pengalaman eksperimen….dalam
maze (kotak eksperimen) dia menolak metode instrospeksi sebab tidak dapat
dibuktikan. Watson mengadakan percobaan-percobaan belajar dengan hewan
dan manusia. Sarjana ini percaya, bahwa tingkah laku dapat dapat diterangkan
dengan terminology hubungan S-R dalam syaraf otak dalam karyanya:
Psiokology as the Behavioristist Views lt. (1913).
Belajar menurut Watson adalah jika S dan R ada bersamaan dan kontigu,
maka hubungannya akan diperkuat. Kekuatan hubungan S-R tergantung
kepada frekuensi ulangan adanya S-R. Watson mementingkan hukum ulangan
atau hukum latihan dalam belajar. Watson tidak menganggap penting Hukum
efek Thorndike. Watson menolak hukum efek dari Thornike, sebab dianggap
dasarnya mentalistik dan berdasar prinsip kenikmatan.
Hukum kedua yang dipententangkan oleh Watson adalah The Law of
Recency (hukum kebaruan). Artinya respon yang baru akan diperkuat dengan
ulangan hadirnya dari pada respon yang lebih awal. Dasar kegiatan belajar
adalah dengan conditioning. Belajar adalah memindahkan respon lama
terhadap stimuli baru.
Sumbangan Watson dalam perkembangan psikologi pendidikan antara
lain, ialah:
a. Mempunyai pengaruh besar dalam psikologi di USA.
b. Mempopulerkan ajaran behaviorisme.
c. Adanya tingkah laku, mesti ada hubungan syaraf di otak.
d. Untuk menjelaskan belajar perlu mengerti fungsi otak.
e. Menggerakkan studi dan tingkahlaku secara obyektif.
f.Mempertimbangkan faktor lingkungan .
g. Belajar adalah proses membentuk hubungan S-R.
14
h. Banyak mendorong penelitian-penelitian eksperimen dengan conditoning di
USA.
3. Clark L. Hull (1884-1952)
Hull menamatkan Ph.D dalam bidang psikologi dari University of
Wisconsin dan mengajar di sana selama 10 tahun, kemudian mendapat gelar
professor dari Yale dan menetap di uni ini hingga masa pensiunnya. Sepanjang
karirnya, Hull mengembangkan ide di berbagai bidang psikologi, terutama
psikologi belajar, hipnotis, teknik sugesti.Metode yang paling sering digunakan
adalah eksperimental lab.
Clark Hull juga menggunakan variable hubungan antara stimulus dan
respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Menurut Clark Hull, semua
fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap
bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive)
dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan
menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus
(stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan
kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat
berwujud macam-macam.
Prinsip-prinsip utama teorinya adalah :
a. Reinforcement adalah faktor penting dalam belajar yang harus ada. Namun
fungsi reinforcement bagi Hull lebih sebagai drive
reduction daripada satisfied factor.
b. Dalam mempelajari hubungan S-R yang diperlu dikaji adalah peranan
dari intervening variable (atau yang juga dikenal sebagai unsur O
(organisma). Faktor O adalah kondisi internal dan sesuatu yang
disimpulkan (inferred), efeknya dapat dilihat pada faktor R yang berupa
output. Karena pandangan ini Hull dikritik karena bukan behaviorisme
sejati.
c. Proses belajar baru terjadi setelah keseimbangan biologis terjadi. Di sini
tampak pengaruh teori Darwin yang mementingkan adaptasi biologis
organisma.
15
d. Hypothetico-deductive theory
Adalah teori belajar yang dikembangkan Hull dengan menggunakan
metode deduktif. Hull percaya bahwa pengembangan ilmu psikologi harus
didasarkan pada teori dan tidak semata-mata berdasarkan fenomena
individual (induktif).Teori ini terdiri dari beberapa postulat yang
menjelaskan pemikirannya tentang aktivitas otak, reinforcement, habit,
reaksi potensial, dan lain sebagainya (Lundin, 1991, pp.193-195).
Sumbangan utama Hull adalah pada ketajaman teorinya yang detil, ditunjang
dengan hasil-hasil eksperimen yang cermat dan ekstensif. Akibatnya ide Hull
banyak dirujuk oleh para ahli behavioristik lainnya dan dikembangkan.
Namun demikian banyak pula kritik yang ditujukan kepada Hull, diantaranya
adalah :
Teorinya dianggap terlalu kompleks dan sulit dimengerti
Idenya tentang proses internal dianggap abstrak dan sulit dibuktikan
melalui eksperimen empiris
Partikularistic, usaha untuk menggeneralisasi hasil eksperimen secara
berlebihan.
4. Burrhus Frederic Skinner/BF. Skinner (1904 - 1990)
BF. Skinner terkenal dengan teori pengkondisian operan (operant
conditioning) atau juga disebut pengkondisian instrumental (instrumental
conditioning) yaitu suatu bentuk pembelajaran dimana konsekuensi perilaku
menghasilkan berbagai kemungkinan terjadinya perilaku tersebut.
Penggunaan konsekuensi yang menyenangkan atau tidak menyenangkan
untuk mengubah perilaku itulah yang disebut dengan pengkondisian operan.
Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih
mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep
belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut Skinner
hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan
lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku,
tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya.
Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena
16
stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar
stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang
diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi
inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku.
Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar
harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta
memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi
yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengemukakan
bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk
menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah karena
perlu penjelasan lagi.
Prinsip teori Skinner ini adalah :
a. Prinsip hukum akibat menjelaskan bahwa perilaku yang diikuti hasil
positif akan diperkuat dan perilaku yang diikuti hasil negatif akan
diperlemah.
b. Penguatan merupakan suatu konsekuensi yang meningkatkan peluang
terjadinya suatu perilaku.
Penguatan ada 2 jenis yaitu :
1) Penguatan positif (positive reninforcement) : didasari prinsip bahwa
frekuensi dari suatu respon akan meningkat karena diikuti oleh suatu
stimulus yang mengandung penghargaan. Jadi, perilaku yang
diharapkan akan meningkat karena diikuti oleh stimulus
menyenangkan.
Contoh : peserta didik yang selalu rajin belajar sehingga mendapat
rangking satu akan diberi hadiah sepeda oleh orang tuanya. Perilaku
yang ingin diulang atau ditingkatkan adalah rajin belajar sehingga
menjadi rangking satu dan penguatan positif/stimulus menyenangkan
adalah pemberian sepeda.
2) Penguatan negatif (negatve reinforcement) didasari prinsip bahwa
frekuensi dari suatu respon akan meningkat karena diikuti dengan suatu
stimulus yang tidak menyenangkan yang ingin dihilangkan. Jadi,
17
perilaku yang diharapkan akan meningkat karena diikuti dengan
penghilangan stimulus yang tidak menyenangkan
Contoh : peserta didik sering bertanya dan guru menghilangkan/tidak
mengkritik terhadap pertanyaan yang tidak berkenan dihati guru
sehingga peserta didik akan sering bertanta. Jadi, perilaku yang ingin di
ulangi atau ditingkatkan adalah sering bertanya dan stimulus yang tidak
menyenangkan yang ingin dihilangkan adalah kritikan guru sehingga
peserta didik tidak malu dan akan sering bertanya karena guru tidak
mengkritik pertanyaan yang tidak berbobot/melenceng.
c. Konsekuensi adalah suatu kondisi yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan yang terjadi setelah perilaku dan memengaruhi frekuensi
prilaku pada waktu yang akan datang. Konsekuensi yang menyenangkan
disebut tindakan penguatan dan konsekuensi yang tidak menyenangkan
disebut hukuman.
d. Hukuman adalah suatu konsekuensi yang menurunkan peluang terjadinya
suatu perilaku. Jadi, perilaku yang tidak diharapkan akan menurun atau
bahkan hilang karena diberikan suatu stimulus yang tidak menyenangkan.
Contoh : peserta didik yang berperilaku mencontek akan diberikan sanksi,
yaitu jawabannya tidak diperiksa dan nilainya 0 (stimulus yang tidak
menyenangkan/hukuman). Perilaku yang ingin dihilangkan adalah perilaku
mencontek dan jawaban tidak diperiksa serta nilai 0 (stimulus yang tidak
menyenangkan atau hukuman).
Hukuman hendaknya diberikan untuk perilaku yang sesuai. Terkadang
hukuman diberikan terlalu berat, terlalu ringan, bahkan bentuk hukuman
yang tidak ada kaitan dengan pperilaku yang ingin dihilangkan.
Contoh : peserta didik yang tidak mengerjakan PR harus keliling lapangan
10 X (hukuman tidak sesuai), mungkin hukuman yang cocok, peserta didik
diberikan PR yang lebih banyak daripada temannya
Perbedaan antara penguatan negatif dan hukuman terletak pada perilaku yang
ditimbulkan. Pada penguatan negatif, menghilangkan stimulus yang tidak
menyenangkan (kritik) untuk meningkatkan perilaku yang diharapkan (sering
18
bertanya). Pada hukuman, pemberian stimulus yang tidak menyenangkan nilai 0
untuk menghilangkan perilaku yang tidak diharapkan (perilaku mencontek).
Pemberian penguatan dapat dijadwalkan oleh guru. Ada beberapa macam
penjadwalan penguatan, diantaranya :
a. Continous Reinforcement, penguatan diberikan secara terus menerus setiap
pemunculan respon atau perilaku yang diharapkan.
Contoh : setiap anak mau mengerjakan PR (meskipun banyak yang salah),
orang tua selalu menghilangkan kritikan (menghilangkan stimulus tidak
menyenangkan/memberikan penguat negatif). Setiap anak mau membantu
memakai sepatu sendiri ketika akan berangkat sekolah, orang tua selalu
memuji (memberikan stimulus yang menyenangkan/penguat positif).
b. Partial Reinforcement, penguatan diberikan dengan menggunakan jadwal
tertentu.
c. Jadwal Rasio Tetap (Fixed interval Schedule – FI) yaitu pemberian penguatan
berdasarkan frekuensi atau jumlah respon/tingkah laku tertentu secara tetap.
Contoh : Guru TK berkata, “Jika kalian sudah selesai mengerjakan 10 soal,
kalian mendapat hadiah permen.” Tanpa peduli jumlah waktu yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan soal tersebut. Siswa mampu menyelesaikan
10 soal (jumlah perilaku yang diharapkan) dan mendapat hadiah permen
(merupakan satu penguatan).
Dalam pembelajaran, pelaksanaan penguatan ini dapat ditingkatkan jumlah
perilakunya secara bertahap, misalnya meningkat mulai 5 soal dapat
dikerjakan mendapat satu penguatan (FR-5), meningkat menjadi 10 soal
mampu dikerjakan satu penguatan (FR-10)
Akhirnya, pesrta didik diharapkan mampu mengerjakan banyak soal dengan
satu penguatan atau bahkan tanpa adanya penguatan.
d. Jadwal Internal Tetap (Fixed Interval Schedule-FI) yaitu pemberian
penguatan berdasarkan jumlah waktu tertentu secara tetap. Dalam, FI jumlah
waktunya yang tetap.
Contoh : ini sangat cocok digunakan seorang ibu untuk melatih anak kecilnya
agar mengurangi kebiasaan makan atau minum susu berlebihan. Ibu berkata
pada susternya, “Si Badu hanya diberikan susu setiap 1 jam sekali”. Jadi,
19
meskipun Si Bedu menangis, karena belum 1 jam, suster tidak boleh
memberikan susu. Minum susu setiap 1 jam (perilaku yang diharapkan) dan
pemberian susu oleh suster (penguatan yang diberikan). Jumlah waktu bisa
ditingkatkan nenjadi setiap 2 jam (FI-2), 3 jam (FI-3) sampai akhirnya
menjadi 4 sekali (FI-4).
e. Jadwal Rasio Variabel (Variable Ratio Schedule – VR) yaitu pemberian
penguatan berdasarkan perilaku, tetapi jumlah perilakunya tidak tetap. Jadi,
penguatan tetap diberikan untuk perilaku yang diharapkan, tetapi jumlah
perilakunya tidak tetap.
Contoh : paling tepat adalah permainan anak-anak dengan cara memasukkan
koin ke mesin untuk mendapatkan hidak tahu pada perilaku hadiah. Anak
tersebut tidak tahu pada perilaku memasukkan koin yang ke berapa kali, baru
memperoleh hadiah. Atau dalam pembelajaran adalah guru akan memberi
nilai tambahan setiap peserta didik (dari 40 peserta didik di kelas) yang
menjawab benar. Peserta didik akan mencoba untuk menjawab belum tentu
benar berkalli-kali- VR ) dan tambahan nilai (penguat VR).
f. Jadwal Interval Variabel (Variabel Interval Schedule – VI) yaitu pemberian
penguatan pada suatu perilaku, tetapi jumlah waktunya tidak tetap yaitu tidak
dapat ditentukan kapan waktunya tidak tetap. Jika dalam VR, jumlah
perilakunya tetap. Dalam VI, jumlah waktunya tidak tetap.
Contoh : guru secara acak melakukan pemeriksaan secara keliling di kelas
terhadap pekerjaan peserta didik yang menjawab benar dan guru memneri
pujian setiap menemukan jawaban benar peserta didik. Peserta didik tidak
tahu kapan guru menghampiri dan melihat pekerjaannya serta memujinya jika
jawabannya benar. Karena peserta didik tidak tahu kapan
gurunyamenghampiri, peserta didik tersebut selalu berusaha mengerjakan
dengan benar setiap saat. Peserta didik mengerjakan benarsetiap saat
(perilaku-VI) dan guru yang sempat menghampiri dan memberi pujian pada
waktu yang tidak tetap (penguatan-VI).
Prinsip-prinsip utama pandangan Skinner adalah:
20
Descriptive behaviorism, pendekatan eksperimental yang sistematis pada
perilaku yang spesifik untuk mendapatkan hubungan S-R. Pendekatannya
induktif. Dalam hal ini pengaruh Watson jelas terlihat
Empty organism, menolak adanya proses internal pada individu.
Menolak menggunakan metode statistical, mendasarkan pengetahuannya pada
subyek tunggal atau subyek yang sedikit namun dengan manipulasi
eksperimental yang terkontrol dan sistematis.
Konsep-konsep utama BF. Skinner adalah :
1) Proses operant conditioning:
Memilah perilaku menjadi respondent behavior dan operant behavior.
Respondent terjadi pada kondisioning klasik, dimana reinforcement
mendahului UCR/CR. Dalam kondisi sehari-hari yang lebih sering terjadi
adalah operant behavior dimana reinforcement terjadi setelah response.
Positive dan negative reinforcers [kehadirannya PR menguatkan perilaku
yang muncul, sedangkan justru ketidakhadiran NR yang akan menguatkan
perilaku].
Extinction: hilangnya perilaku akibat dari dihilangkannya reinforcers
Schedules of reinforcement, berbagai variasi dalam penjadwalan
pemberian reinforcement dapat meningkatkan perilaku namun dalam kadar
peningkatan dan intensitas yang berbeda-beda (lih Lundin, 1991 fig.
4.p.213)
Discrimination : organisma dapat diajarkan untuk berespon hanya pada
suatu stimulus dan tidak pada stimulus lainnya. Caranya adalah secara
konsisten memberi reinforcement hanya pada respon bagi stimulus yang
diinginkan dan tidak pada respon terhadap stimulus lainnya.
Secondary reinforcement, adalah stimulus yang sudah melalui proses
pemasangan/kondisioning dengan reinforcer asli sehingga akhirnya bisa
mendapatkan efek reinforcement sendiri. Dalam kenyataan riil kehidupan
manusia, hampir semua yang kita anggap sebagai reinforcement adalah
secondary reinforcer.
21
Aversive conditioning, proses kondisioning dengan melibatkan suasana
tidak menyenangkan. Hal ini dilakukan dengan punishment. Reaksi
organisme adalah escape atau avoidance.
2) Behavior Modification
Adalah penerapan dari teori Skinner, sering juga disebut sebagai behavior
therapy.Merupakan penerapan dari shaping (pembentukan TL bertahap),
penggunaan positive reinforcement secara selektif, dan extinction.Pendektan
ini banyak diterapkan untuk mengatasi gangguan perilaku.
Terdapat beberapa kritikan terhadap teori behaviorisme yang dicetuskan oleh
BF. Skinner, yaitu :
Pendekatannya yang lebih bersifat deskriptif dan kurang analitis dianggap
kurang valid sebagai sebuah teori
Validitas dari kesimpulan yang diambilnya yang merupakan generalisasi
berlebihan dari satu konteks perilaku kepada hampir seluruh perilaku
umum
Pandangan ‘empty organism’ mengundang kritik dari pendukung aspek
biologis dan psikologi kognitif yang percaya pada kondisi internal
mansuia, entah itu berupa proses biologis atau proses mental
Namun demikian BF. Skiner juga menyumbangkan pemikiran yang begitu
besar selama hidupnya. Sumbangan Skinner adalah :
Salah seorang psikolog yang pandangannya paling berpengaruh dan
banyak dirujuk oleh para psikolog lainnya
Mengembangkan sejumlah prinsip-prinsip psikologis yang cukup terbukti
aplikatif terhadap masalah-masalah perilaku yang nyata karena didukung
oleh hasil-hasil eksperimen yang jelas
Memberikan ide kreatif dan baru bagi metode dalam belajar dan terapi
yang konvensional
22
5. Albert Bandura (1925 – ..)
Bandura lahir di Canada, memperoleh gelar Ph. D dari University of
Iowa dan kemudian mengajar di Stanford University. Sebagai seorang
behaviorist, Bandura menekankan teorinya pada proses belajar tentang respon
lingkungan. Oleh karenya teorinya disebut teori belajar sosial, atau
modeling.Prinsipnya adalah perilaku merupakan hasil interaksi resiprokal
antara pengaruh tingkah laku, koginitif dan lingkungan. Singkatnya, Bandura
menekankan pada proses modeling sebagai sebuah proses belajar.
Bandura menambahkan konsep belajar sosial (social learning). ia
mempermasalahkan peranan ganjaran dan hukuman dalam proses belajar.
Teori belajar Bandura adalah teori belajar sosial atau kognitif sosial serta
efikasi diri yang menunjukkan pentingnya proses mengamati dan meniru
perilaku, sikap dan emosi orang lain. Teori ini menjelaskan perilaku manusia
dalam konteks interaksi tingkah laku timbal balik yang berkesinambungan
antara kognitine perilaku dan pengaruh lingkungan. Faktor-faktor yang
berproses dalam observasi adalah perhatian, mengingat produksi motorik,
motivasi.
a. Teori utama Bandura:
Observational learning atau modeling adalah faktor penting dalam proses
belajar manusia.
Dalam proses modeling, konsep reinforcement yang dikenal adlaah
vicarious reinforcement, reinforcement yang terjadi pada orang lain dapat
memperkuat perilaku individu. Self-reinforcement, individu dapat
memperoleh reinforcement dari dalam dirinya sendiri, tanpa selalu harus
ada orang dari luar yang memberinya reinforcement.
Menekankan pada self-regulatory learning process, seperti self-
judgement, self-control, dan lain sebagainya.
Memperkenalkan konsep penundaan self-reinforcement demi kepuasan
yang lebih tinggi di masa depan
23
b. Sumbangan Bandura:
Bandura membuka perspektif baru dalam aliran behavioristik dengan
menekankan pada aspek observasi dan proses internal individu. Bagi
mereka yang beraliran kognitif, pandangan Bandura ini dirasakan lebih
lengkap dibandingkan pandangan ahli behavioristik lainnya. Teorinya ini
juga didukung oleh percobaan eksperimental yang dapat
dipertanggungjawabkan
Kritik terhadap Bandura
Kritik terutama datang dari kelompok aliran behavioristik keras, yang
memandang Bandura lebih tepat untuk dimasukan dalam kelompok aliran
kognitif dan tidak diakui sebagai bagian dari behavioristik.Penyebab
utamanya karena pandangan Bandura yang kental aspek mentalnya.
6. Ivan Pavlov (1849-1936)
Ivan Pavlov mengemukakan teori kondisioning klasik (classical
conditioning) yaitu sejenis pembelajaran dimana sebuah organisme belajar
untuk menghubungkan atau mengasosiasikan stimulus dengan respon
Faktor yang juga penting dalam teori belajar pengkondisian klasik
Pavlov adalah:
a. generalisasi, yaitu melibatkan kecenderungan dari stimulus baru yang
serupa dengan stimulus terkondisi asli untuk menghasilkan respon serupa.
Contoh : seorang peserta didik merasa gugup ketika dikritik atas
hasil ujian yang jelek pada mata pelajaran matematika. Ketika
mempersiapkan ujian Fisika, peserta didik tersbut akan merasakan gugup
karena kedua pelajaran sama-sama berupa hitungan. Jadi kegugupan
peserta didik tersebut hasil generalisasi dari melakukan ujian mata
pelajaran satu kepada mata pelajaran lain yang mirip.
b. Deskriminasi, yaitu organisme merespon stimulus tertentu, tetapi tidak
terhadap yang lainnya.
Contoh : dalam mengalami ujian dikelas yang berbeda, pesrta didik tidak
merasa sama gelisahnya ketika menghadapi ujian bahasa Indonesia dan
sejarah karena keduanya merupakan subjek yang berbeda.
24
c. Pelemahan (extincition). proses melelahnya stimulus yang terkondisi
dengan cara menghilangkan stimulus tak terkondisi.
Contoh : kritikan guru yang terus menerus pada hasil ujian yang jelek,
membuat peserta didik tidak termotivasi belajar. Padahal, sebelumnya
peserta didik pernah mendapat nilai ujian yang bagus dan sangat
termotivasi belajar.
Dalam bidang pendidikan, teori kondisioning klasik digunakan untuk
mengembangkan sikap yang menguntungkan terhadap peserta didik untuk
termotivasi belajar dan membantu guru untuk melatih kebiasaan positif
peserta didik.
7. Edwin Guthrie (1886-19590
E.R Guthrie mengembangkan teori belajar kontiguitas S-R di
Universitas Washington. Menurut Guthrie, bahwa prinsip kontiguitas adalah
kombinasi stimuli yang telah menghasilkan respon diteruskan sehingga
stimulus yang dikontigukan tetap menghasilkan respon tadi. Guthrie menolak
hukum ulangan yang dianut Watson. Azas belajar Guthrie yang utama adalah
hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu
gerakan. Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon
untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan
terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada
respon lain yang dapat terjadi.
Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, sehingga
dalam kegiatan belajar peserta didik perlu diberi stimulus dengan sering agar
hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga
percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam
proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu
mengubah tingkah laku seseorang.
Di dalam teori belajarnya, Guthrie berpendapat, bahwa organisme otot-
otot dan pengeluaran getah kelenjar-kelenjar. Respon semacam itu disebut
gerakan-gerakan. Guthrie mengatakan, suatu tindakan terdiri atas serentetan
gerakan-gerakan yang diasosiasikan bersama dengan hukum kontiguitas.
25
Guthrie menolak teori Thorndike yang mengatakan bahwa dasar respon
adalah tindakan-tindakan dan bukan gerakan-gerakan.
Dalam proses-belajar, yang diasosiasikan adalah suatu stimulus dengan
respon R, tepatnya adalah stimulus yang mengenai organ tubuh dan syarafnya
(sebagai sensasi) dan kemudian menimbulkan respon tersebut. Eksperimen
yang diadakan oleh Guthrie di Horton (1946) dengan kucing dalam sangkar.
Guthrie mengajukan prinsip-prinsip belajar, yakni :
a. yang terpenting adalah prinsip persyaratan (conditioning).
b. prinsip pengendalian persyaratan yakni respon akan dikendalikan jika
respon lain timbul dengan adanya S-R asli.
c. adanya persyaratan yang ditunda.
d. Pengembangan (perbaikan) performance atau tindakan merupakan hasil
praktek. Proses conditioning akan terjadi setelah percobaan pertama.
Penguatan hubungan S-R adalah hasil dari ulangan (praktek) dan bukan
karena peningkatan Stimulus.
Memang teori belajar Guthrie dipandang lebih sederhana sebab
ditekankan kepada adanya stimulus dan respon yang nampak dan belum atau
tidak memperhitungkan kegagalan dan hadiah (reinforcement). Dengan
begitu terori tersebut tidak mendorong untuk mengadakan penelitian-
penelitian menurut model Guthrie. Selain itu Guthrie tidak mengembangkan
motivasi belajar, sebab stimulus sendiri sudah berarti motif.
Menurut teori kontiguitas, bahwa lupa dapat terjadi karena kegiatan
hubungan S-R dipakai hal lainnya. Jadi lupa timbul karena ada interferensi
atau gangguan pembentukan hubungan S-R dalam syaraf. Guthrie juga
menganjurkan terjadinya transfer pengetahuan dari satu hal ke hal lain dengan
latihan pada bidang khusus atau praktek pada bidang yang lebih luas.
G. Prinsip-Prinsip Belajar Behaviorisme
Teknik Behaviorisme telah digunakan dalam pendidikan untuk waktu yang lama
untuk mendorong perilaku yang diinginkan dan untuk mencegah perilaku yang
tidak diinginkan.
26
1. Stimulus dan Respons
Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa misalnya alat
peraga, gambar atau charta tertentu dalam rangka membantu belajarnya.
Stimulus ini dapat terintegrasi dengan baik melalui perencanaan program
pembelajaran yang baik lengkap dengan alat-alat yang membentu siswa
mencapai tujuan belajar.Sedangkan respons adalah reaksi siswa terhadap
stimulus yang telah diberikan oleh guru tersebut, reaksi ini haruslah dapat
diamati dan diukur.
2. Reinforcement (penguatan)
Konsekuensi yang menyenangkan akan memperkuat perilaku disebut
penguatan (reinforcement) sedangkan konsekuensi yang tidak menyenangkan
akan memperlemah perilaku disebut dengan hukuman (punishment).
3. Penguatan positif dan negatif
Pemberian stimulus positif yang diikuti respon disebut penguatan positif,
misalnya dengan memuji siswa setelah dapat merespon pertanyaan
guru.Sedangkan mengganti peristiwa yang dinilai negatif untuk memperkuat
perilaku disebut penguatan negatif, misalnya apabila siswa mampu
mengerjakan tugas dengan sempurna maka diperbolehkan tidak mengikuti
ulangan.
4. Penguatan primer dan sekunder
Penguat primer adalah penguatan yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan fisik seperti air, makanan, udara dll.Sedangkan penguatan
sekunder adalah penguatan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan non
fisik seperti pujian, pangkat, uang dll.
5. Kesegeraan memberi penguatan (immediacy)
Penguatan hendaknya diberikan segera setelah perilaku muncul karena akan
menimbulkan perubahan perilaku yang jauh lebih baik dari pada pemberian
penguatan yang diulur-ulur waktunya.
6. Pembentukan perilaku (Shapping)
Menurut skinner untuk membentuk perilaku seseorang diperlukan langkah-
langkah berikut : 1. Mengurai perilaku yang akan dibentuk menjadi tahapan-
tahapan yang lebih rinci; 2. menentukan penguatan yang akan digunakan; 3.
27
Penguatan terus diberikan apabila muncul perilaku yang semakin dekat
dengan perilaku yang akan dibentuk.
7. Kepunahan (Extinction)
Kepunahan akan terjadi apabila respon yang telah terbentuk tidak
mendapatkan penguatan lagi dalam waktu tertentu.
H. Aplikasi Dalam Pembelajaran Behaviorisme
Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah
pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah
aliran behaviorisme. Aliran ini menekankan pada terbentukyaperilaku yang
tampak sebagai hasil belajar. Teori behaviorisme dengan model hubungan
stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang
pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau
pembiasaan semata. Munculnya perilaku atau semakin kuat bila diberikan
reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Aplikasi teori behaviorisme dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari
beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran,sifat materi pembelajar,media dan
fasilitas pembelajran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak
pada teori behaviorisme memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti,
tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi,sehingga belajar
adalah perolehan pengetahuan,sedangkan mengajar adalah memindahkan
pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pembelajar.
Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yang
sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah,sehingga
makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti itu ditentukan oleh
karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki
pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang
dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai sebagai
objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh
karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan
menggunakan standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus
28
dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pembelajar
diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang
bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi. Implikasi dan
teori behaviorisme dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan
ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan
mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut
bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga
terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu
untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori behaviorisme memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur
rapi dan teratur, maka pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada
aturan-aturan yang jelas dan ditetapakan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan
dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih
banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan
dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu
dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk
perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan
dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Pebelajar atau peserta didik
adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar
harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar.
I. Implikasi Teori Belajar Behaviorisme
Kurikulum berbasis filsafat behaviorisme tidak sepenuhnya dapat
diimplemantasikan dalam sisem pendidikan nasional, terlebih lagi pada jenjang
pendidikan usia dewasa. Tetapi behaviorisme dapat diterapkan untuk metode
pembelajaran bagi anak yang belum dewasa. Karena hasil eksperimentasi
behaviorisme cenderung mengesampingkan aspek-aspek potensial dan
kemampuan manusia yang dilahirkan. Bahkan behaviorisme cenderung
menerapkan sistem pendidikan yang berpusat pada manusia baik sebagai subjek
maupun objek pendidikan yang netral etik dan melupakan dimensi-dimensi
spiritualitas sebagai fitrah manusia. Oleh karena itu behaviorisme cenderung
antropomorfis skularistik.
29
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan
kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pelajar untuk berkreasi,
bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem
pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus
dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pelajar
kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri
mereka.
J. Tujuan Pembelajaran Behaviorisme
Tujuan pembelajaran menurut teori behaviorisme ditekankan pada
penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagai aktivitas “mimetic”, yang
menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah
dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran
menekankan pada ketrampilan yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti
urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum
secara ketat, sehungga aktifitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku
teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi
buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil
belajar. Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan
biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut
jawaban yang benar. Maksudnya bila pebelajar menjawab secara “benar” sesuai
dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan
tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagai bagian yang terpisah dari
kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan
pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan pebelajar secara
individual.
K. Behaviorisme dan PLS
Pengertian dari pendidikan keluarga adalah proses transformasi prilaku dan
sikap di dalam kelompok atau unit sosial terkecil dalam masyarakat. Sebab
keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama dalam menanamkan
30
norma dan mengembangkan berbagai kebiasaan dan prilaku yang penting bagi
kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat.
Fungsi pendidikan dalam keluarga tak terlepas dari peranan ayah dan ibu
yang memiliki beberapa turunan fungsi yang bersifat kultur (pendidikan budaya)
untuk mempartahankan budaya dan adat keluarga, bersifat religi (pendidikan
agama) agar kehidupan dalam keluarga berjalan dengan baik, sejahtera , tentram
dan terarah. Selain itu, bersifat ekonomis (pendidikan ekonomi) sehingga tidak
tercipta krisis keuangan keluarga, bersifat sosialisasi (pendidikan sosial) agar
menciptakan suasana yang kondusif baik secara internal maupun eksternal,
bersifat protektif (pendidikan proteksi) untuk melindungi wahana keluarga dari
pengaruh apapun atau faktor apapun yang merugikan bagi keluarga dan lainya.
Beberapa hal yang memegang peranan penting keluarga sebagai fungsi
pendidikan dalam membentuk pandangan hidup seseorang meliputi pendidikan
berupa pembinaan akidah dan akhlak, keilmuan dan atau intelektual dan
kreativitas yang mereka miliki serta kehidupan pribadi dan sosial.
Pendidikan dalam keluarga adalah pendidikan yang pertama kali didapatkan
oleh seorang anak ketika dia dilahrikan keatas dunia bahkan semenjak dalam
kandungan. Seorang anak akan mencontoh apa saja yang diperbuat oleh orang –
orang sekelilingnya. Terlebih – lebih pengaruh lingkungan keluarga yang
diberikan oleh orang – orang terdekat.Semisal ayah, ibu, kakek, nenek dan famili
dekat lainnya.
Pandangan behaviorisme menjelaskan bahwa tingkah laku ( behavior )
manusia ditentukan oleh pengararuh lingkungan yang dialami oleh individu yang
bersangkutan. Lingkungan adalah penentu tunggal dari tingkah laku manusia.Jika
ingin merubah tingkah laku manusia, perlu persiapan kondisi lingkungan yang
mendukung kearah perubahan itu.
Pendidikan yang didapatkan oleh seorang anak dalam keluarga (pendidikan
nonformal) dalam istilah Pendidikan Luar Sekolahya. Jika kita menginginkan
seorang anak yang berkepribadian baik maka tempatkanlah anak dalam
lingkungan yang kondusif, disini dituntut peranan Ayah dan Ibu serta peranan
anggota keluarga lainnya.
31
L. Aliran filsafat yang Mempengaruhi Psikologi Behavioristik
Behavioristik muncul dan tumbuh dengan cepat sebagai raksasa psikologi
dunia. Keberadaan ini tidak luput dari peran filsafat yang mempengaruhi
pembentukan akar filosofi behavior. Materialisme, empirisme, dan positifisme
adalah tiga aliran besar filsafat yang memberi pengaruh besar pada Behavioristik
1. Aliran filsafat materialisme memiliki pandangan ontologis bahwa segala
sesuatu dapat dikembalikan atau diasalmuasalkan apa hukum – hukum yang
bersifat material (hanurawan, 2006:67) kaum materialistik memiliki pandangan
bahwa manusia tak lebih dari sebuah susunan kompleks dari materi – materi.
Kelompok materialestik tidak mengakui adanya hal – hal yang bersifat spiritual
dan holistik. Bagi mereka, segala gejala – gejala psikologis seperti emosi,
persepsi, dan motivasi adalah tidak lebih dari manifesti ciri – ciri hukum dasar
materi. Pandangan ini memberikan konsekuensi filosofis dalam pandangan
mereka tentang problem – problem filosofis lain, seperti tidak mengakui Tuhan
(atheis) karena Tuhan tidak dapat dibuktikan secara materi.
2. Aliran filsafat pengetahuan (epistimologi) mengenalkan pada dunia tentang
metode induktif sebagai cara untuk memverifikasi ebenaran pengetahuan.
Metode induktif ini terlaksana melalui analisis terhadap informasi – informasi
yang bahan dasarnya berasal dari pencerapan inderawi terhadap objek – objek
pengetahuan (Earle, 1992)
3. Aliran positivisme menjelaskan posisi epistemologinya dengan menjelaskan
bahwa pengetahuan manusia tidak mungkin diperoleh berdasar pada keyakinan
– keyakian teologis maupun keyakinan – keyakinan yang berasal dari
pandangan filsafat – filsafat yang bersifat konvensional.
M.Penerapan Psikologi Behavioristik dalam Bidang Pendidikan
Salah satu tujuan psikologi adalah untuk mengendalikan, menelaah, dan
mengarahkan kondisi jiwa manusia sehingga mampu meraih kualitas hidup yang
lebih baik. Dalam konteks pendidikan maka psikologi mempunyai andil untuk
32
membantu merumuskan sistem pendidikan yang mampu meningkatkan kualitas
intelejensi & spiritual manusia.
Pendidikan dalam behavioristik menekankan pada reinforcement stimulus-
response, conditioning, operant conditioing, modelling. Siswa dalam teori ini
dikondisikan sebagai jiwa yang aktif. Pendidikan baru dianggap berhasil jika
siswa mengalami perubahan perilaku seperti yang diharapkan muncul. Perilaku
dan respon itu diharapkan sama pada tiap siswa sehingga membentuk suatu
keteraturan antara stimulus dan respon.
Peran guru dalam behavioristik adalah sebagai fasilitator. Guru menciptakan
dan merekayasa perilaku – perilaku yang diharapkan muncul sesuai dengan
silabus pendidikan. Guru juga berperan dalam mengeliminasi sifat – sifat yang
tidak diharapkan. Perilaku siswa biasanya dikendalikan guru melalui penguatan
positif.
Objektif pendidikan adalah tujuan spesifik proses pendidikan yang
merupakan pengambangan lebih lanjut pengaruh langsung behavioristik dalam
bidang pengajaran. Behavior hanya meyakini hal empiris, tidak menghiraukan
kemajuan lain yang muncul namun tidak terukur. Hal ini menyebabkan teori
behavior menuai banyak tekanan. Keberhasilan pelajar yang hanya diukur
berdasarkan kuantitatif dinilai akan mematikan kretifitas pelajar, apalagi dalam
teori ini hasil – hasil belajar yang diharapkan sudah ditetapkan diawal.
Objektif instruksional terdiri dari beberapa komponen. Beberapa komponen
itu adalah: pertama, kondisi yang relevan atau rangsangan yang relevan yang
mampu memunculkan perilaku pelajar yang diharapkan. Kedua, penetapan hasil
perilaku siswa berdasarkan referensi umum. Ketiga adalah deskripsi tentang
penetapan kriteria penilaian terhadap perilaku yang diterima dan perilaku yang
tidak dapat diterima sebagai hasil proses pembelajaran.
N. Pendidikan Berbasis Kompetensi
Salah satu produk teori behavioristik adalah pendidikan berbasis kompetensi.
Kurikulum ini seakan menjadi bukti eksistensi behavioristik walaupun teori
pendidikan behavioristik dikatakan secara ekstrim sudah mati (straddon, 1993).
33
Kurikulum ini mendistribusikan paket pendidikan ke dalam sub – sub bagian
berupa standar kompetensi yang harus diraih oleh pelajar. Pencapaian pelajar
kemudian diukur dengan sebuah minimum passing grade yang harus dicapai
pelajar.
Teori behavioristik juga berkembang pesat di Indonesia, bahkan ditempatkan
sebagai mainstream pendidikan. Cendekiawan dan ahli pendidikan Indonesia
zaman dulu yang kebanyakan menempuh studi profesionalnya di benua Amerika
kemudian mengadopsi teori behavioristik yang memang sedang boom pada waktu
itu.
Keadaan ini juga diperkuat dengan tuntutan zaman dan globalisasi yang
menekankan pada hal – hal yang empiris –bisa dibuktikan/diukur-. Behavior
seakan memenuhi tuntutan tersebut. Konsep penekanan hasil yang harus dicapai
pada awal dan penggunaan passing grade diyakini mampu “memaksa”
peningkatan intelektual massal dan meningkatkan mutu pendidikan.
Pengukuran kualitas mutu pendidikan bukanlah hal yang mudah. Sehubungan
dengan sulitnya pengukuran terhadap mutu pendidikan tersebut, maka jika orang
berbicara tentang mutu pendidikan, umumnya hanya mengasosiasikan dengan
hasil belajar yang dikenal sebagai hasil UAN (yang biasa disebut dengan
instructional effect) karena ini yang mudah diukur. Padahal hasil belajar yang
bermutu hanya mungkin dicapai melalui proses belajar yang bermutu. Jika proses
belajar tidak optimal maka sulit diharapkan terjadinya hasil belajar yang bermutu.
Ini berarti bahwa pokok permasalahan mutu pendidikan terletak pada masalah
pemrosesan pendidikan.
Sudah sejak lama para ahli pendidikan dan kurikulum menyadari bahwa
kebudayaan adalah salah satu landasan pengembangan kurikulum (Taba, 1962) di
samping landasan lain seperti perkembangan masyarakat, ilmu pengetahuan,
teknologi, politik, ekonomi. Ki Hajar Dewantara (1936, 1945, 1946) menyatakan
bahwa kebudayaan merupakan faktor penting sebagai akar pendidikan suatu
bangsa. Ahli kurikulum lain seperti Print (1993:15) menyatakan pentingnya
kebudayaan sebagai landasan bagi kurikulum dengan mengatakan bahwa
curriculum is a construct of that culture. Kebudayaan merupakan keseluruhan
totalitas cara manusia hidup dan mengembangkan pola kehidupannya sehingga ia
34
tidak saja menjadi landasan di mana kurikulum dikembangkan tetapi juga menjadi
target hasil pengembangan kurikulum. Longstreet dan Shane (1993:87) melihat
bahwa kebudayaan berfungsi dalam dua perspektif yaitu eksternal dan internal.
Lebih lanjut, keduanya menulis (Longstreet dan Shane, 1993:87):
The environment of the curriculum is external insofar as the social order in
general establishes the milieu within which the schools operate; it is internal
insofar as each of us carries around in our mind’s eye models of how the schools
should function and what the curriculum should be. The external environment is
full of disparate but overt conceptions about what the schools should be doing.
The internal environment is a multiplicity of largely unconscious and often
distorted views of our educational realities for, as individuals, we caught by our
own cultural mindsets about what should be, rather than by a recognition of our
swiftly changing, current realities.
Kedudukan kebudayaan dalam suatu proses kurikulum teramat penting tetapi
dalam proses pengembangan seringkali para pengembang kurikulum kurang
memperhatikannya. Dalam realita proses pengembangan kurikulum sering
diwarnai oleh pengaruh pandangan para pengembang terhadap perkembangan
ilmu dan teknologi. Pertimbangan mengenai kebutuhan anak didik dan
masyarakat sering dijawab dengan jawaban mengenai adanya perkembangan
dalam ilmu pengetahuan. Oleh karena, itu kedudukan yang penting dari
kebudayaan terabaikan pula seperti halnya landasan lainnya yang harus
diperhatikan dalam pengembangan kurikulum.
Secara intrinsik, filosofi, visi, dan tujuan pendidikan, para pengembang
kurikulum sangat dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, pandangan hidup,
dan keyakinan hidupnya. Faktor penentu filosofi, visi, dan tujuan tersebut sangat
ditentukan oleh akar budaya dan kebudayaan dari para pengembang kurikulum.
Ini yang dikatakan oleh Longsreet dan Shane (1993:162) dengan pernyataan we
are largely unaware of the numerous, culturally formed qualities that
characterize our behaviour. Oleh karena itu, baik secara langsung maupun tidak
langsung, proses internal pengembangan suatu kurikulum sangat pula dipengaruhi
oleh kebudayaan para pengembang kurikulum.
35
Landasan lain yang diperlukan dalam pengembangan kurikulum adalah teori
belajar yaitu teori tentang bagaimana siswa belajar. Selama ini, orang berbicara
tentang teori belajar yang dikembangkan terutama dari psikologi. Teori belajar
seperti yang dikenal dalam literatur dikembangkan dari berbagai aliran dan teori
dalam psikologi seperti behaviorisme (stimulus-response, conditioning, operant
conditioing, modelling, dan sebagainya), kognitif (skemata, akomodasi, dan
asimilasi dari Piaget, meaningful learning dari Ausubel, dan sebagainya). Teori
belajar yang dikembangkan dari pandangan ini tentu saja sangat berguna dan
dikembangkan berdasarkan hasil studi yang mendalam dan dalam waktu yang
cukup panjang.
Sayangnya, teori belajar yang dikembangkan berdasarkan pandangan
psikologi ini sering memiliki asumsi bahwa siswa belajar dalam suatu situasi yang
value free atau lebih tepat dikatakan cultural and societal free. Teori-teori belajar
itu tidak memperhitungkan bahwa siswa yang belajar adalah suatu pribadi yang
hidup dan bereaksi terhadap stimulus (apakah dikembangkan berdasarkan teori
behaviorisme atau kognitif) yang tidak dapat dilepaskan dari lingkungan sosial
dan budaya di mana ia hidup. Dalam bukunya yang berjudul sociocultural origins
of achievement, Maehr (1974) mengatakan bahwa keterkaitan antara kebudayaan
dan bahasa, kebudayaan dan persepsi, kebudayaan dan kognisi, kebudayaan dan
keinginan berprestasi, serta kebudayaan dan motivasi berprestasi merupakan
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap belajar siswa.
Lebih lanjut, studi Webb (1990) dan Burnett (1994) menunjukkan bahwa
proses belajar siswa yang dikembangkan melalui pertimbangan budaya
menunjukkan hasil yang lebih baik. Hal itu terjadi karena seperti yang
dikemukakan oleh Oliver dan Howley (1992) kebudayaan governs how people
share information and knowledge, as well as how they construct meaning. Peran
kebudayaan yang kuat dalam upaya seseorang memahami lingkungan dan belajar
dikemukakan oleh Delpit (Darling-Hammond, 1996:12) dengan mengatakan we
all interpret behaviors, information, and situation through our own cultural
lenses; these lenses operate involuntarily, below the level of conscious awareness,
making it seems that our own view is imply, the way it is. Pendapat yang sama
dikemukakan pula oleh Wloodkowski dan Ginsberg (1995) yang menyatakan
36
bahwa kebudayaan adalah dasar dari intrinsic motivation dan mengembangkan
model belajar yang dinamakan a comprehensive model of culturally responsive
teaching yang menurut mereka adalah a pedagogy that crosses disciplines and
cultures to engage learners while respecting their cultural integrity.
II. FILSAFAT PENDIDIKAN LIBERALISME
A. Pengertian Filsafat Liberalisme
Liberalisme ialah falsafah yang meletakkan kebebasan individu sebagai
nilai politiktertinggi. Seseorang yang menerima fahaman liberalisme dipanggil
seorang liberal. Liberalisme menekankan hak-hak peribadi serta kesamarataan
peluang. Dalam fahaman liberalisme, pelbagai aliran dengan nama “liberal”
mungkin mempunyai dasar dan pandangan yang berlainan, tetapi secara
umumnya aliran-aliran ini bersetuju dengan prinsip-prinsip berikut termasuk
kebebasan berfikir dan kebebasan bersuara, batasan kepada kuasa kerajaan,
kedaulatan undang-undang, hak individu ke atas harta persendirian, pasaran
bebas dan ketelusan sistem pemerintahan. Mereka yang liberal menyokong
sistem kerajaan demokrasi liberal dengan pengundian yang adil dan terbuka, di
mana semua rakyat mempunyai hak-hak yang sama rata di bawah undang-
undang.
Faham liberalisme moden berakar umbi dari Zaman Kesedaran barat dan
kini mengandungi pemikiran politik yang luas dan kaya dari segi sumber.
Liberalisme menolak kebanyakan tanggapan asas dalam hampir semua teori
pembentukan kerajaan awal seperti seperti hak-hak raja yang diberikan oleh
tuhan, status yang berasaskan keturunan dan institusi-institusi
agama. Liberal beranggapan sistem ekonomi pasaran bebas lebih cekap dan
menjana lebih banyak kemakmuran.
Negara liberal moden awal adalah Amerika serikat, yang didirikan di bawah
prinsip “setiap manusia diciptakan sama taraf; bahawa mereka diberi pencipta
mereka hak-hak yang tidak boleh dinafikan; bahawa antara ini adalah kehidupan,
37
kebebasan, dan mengejar kebahagiaan; bahawa untuk melindungi hak-hak ini,
kerajaan dibuat oleh manusia, yang menggunakan kuasa mereka secara adil
dengan izin mereka yang diperintah.”
Aliran liberalism meyakini bahwa sistem kebenaran bersifat terbuka,
menekankan jawaban yang diperoleh melalui tata cara rasional dan
eksperimental. Bagi aliran tersebut, masa kini dan masa depan adalah dua hal
yang sangat penting. Begitu pula dengan perubahan atau pembaruan dalam
berbagai bidang. Semua itu demi memajukan kebebasan individual dan
memaksimalkan potensi manusia seutuhnya. Oleh sebab itu, pendidikan
bertujuan untuk melestarikan dan memperbaiki tatanan sosial. Caranya adalah
dengan mengajarkan penyelesaian masalah secara mandiri. Pencetus liberalisme
diantaranya yaitu Maria Montessori dan John Dewey.
B. Tokoh Filsafat Liberalisme
1. John Locke
Filsafat politiknya sangat mempengaruhi semua filsuf Barat. Locke
mendasari kesimpulannya pada metode empiris dan mengembangkan teori
kedaulatan rakyat dengan kekuatan yang terpusat pada kehendak rakyat.
Pemerintah hanya merupakan perwalian di mana rakyat mendelegasikan
kekuasaannya dan rakyat dapat mencabutnya kembali apabila tidak
mempercayai pemerintahan tersebut. Dia membenarkan adanya pembatasan
terhadap kekuasaan kedaulatan rakyat, adanya hak rakyat dalam membentuk
hukum, adanya toleransi terhadap perbedaan agama yang tidak bertentangan
dengan kesatuan politik dan tertib ekonomi yang memberi kebebasan
berdagang kepada semua orang. Dia yakin bahwa negara akan menjaga hak-
hak asasinya. Ia menolak keabsahan politik pemerintahan gereja yang yakin
menyatakan perlunya toleransi agama, tidak termasuk elemen yang subversif
terhadap negara. Inti pemikiran inilah yang menjadikan sumber inspirasi bagi
revolusi Amerikadan Prancis serta banyak kata-kata Locke yang dikutip
dalam Deldarasi Kemerdekaan Amerika dan Hak-Hak Manusia Prancis.
38
2. John Milton
Bukunya Aeropagiticia menyajikan kebebasan intelektual dalam tradisi
liberal yang intinya mengandung argumentasi kuat menentang teori otoriter.
Dasar asumsinya ialah manusia dengan akal pikirannya dapat membedakan
yang benar dan salah; antara yang baik dan buruk. Agar dapat menggunakan
kemampuannya itu maka manusia harus mempunyai hak-hak terbatas untuk
dapat mendengarkan pemikiran dan cita-cita orang lain sehingga kebenaran
akan tercapai dan dapat diperlihatkan dan dipertahankan asal diberi
kebebasan untuk mempertahankan diri dalam `pertemuan bebas dan terbuka’
sehingga lahirlah sebuah konsep berdasarkan pemikiran Milton terkenal
dengan “Pasar Ide Terbuka”. Konsep lain temuan Milton adalah “Konsep
Pelurusan Sendiri”, yaitu dalam pertemuan perdebatan bebas maka semua
yang hadir sebaiknya menyatakan pikiran dan perasaannya sebab pembahasan
kemudian akan berakhir dengan pendapat yang benar akan bertahan,
sedangkan yang salah akan hilang. Apabila yang salah akan menang maka
sifatnya akan sementara sebab yang benar akan mencari tambahan pertahanan
sehingga melalui proses pelurusan sendiri akhirnya akan menang. Maksud
Milton agar pemerintah tidak membatasi pendapat orang jujur tetapi berbeda
pandangan dengan pemerintah. Bahkan Milton meningkari kebebasan penuh
dari Gereja Katolik Roma karena mereka tidak memenuhi ukuran kejujuran
yang dibuatnya. Meskipun imbauan Milton tidak berpengaruh besar, pada
abad 18 bukunya beredar secara luas di Inggris dan Amerika.
3. John Stuart Mill
Ia mengingatkan bahwa kebebasan berarti hak setiap individu dewasa
untuk berpikir dan bertindak sesukanya, sepanjang itu tidak merugikan orang
lain. Semua tindakannya harus bertujuan untuk mencipta, memelihara, dan
meningkatkan kebahagiaan orang sebanyak-banyaknya karena masyarakat
39
dikatakan balk bila terdapat sebanyak mungkin orang yang merasakan
kebahagiaan. Menurutnya, ada empat dalil pokok pandangan umum tentang
kebebasan berpendapat, yaitu (1) apabila kita membungkam sebuah opini
berarti bahwa kita membungkam kebenaran; (2) opini yang salah mungkin
mengandung kebenaran yang diperlukan di dalamnya agar memperoleh
kebenaran secara menyeluruh; (3) apabila opini yang diterima umum
merupakan kebenaran seluruhnya namun masyarakat masih cenderung
mencekalnya tidak menggunakan akal pikirannya, tetapi berdasarkan
prasangka, terkecuali apabila dia dipaksa mempertahankan kebenaran
tersebut; (4) kalau opini yang diterima umum tidak diperdebatkan dari waktu
ke waktu maka kekuatan dan pengaruhnya terhadap tingkah laku manusia
akan menyurut.
4. Paulo Freire (1921-1996)
Freire lahir tanggal 19 September 1921 di Recife, sebuah daerah miskin
di timur laut Brazil (Yamin, 2009: 139). Freire kuliah di University of Recife
untuk dididik menjadi pengacara. Nilai-nilai kekristenan relatif kental dalam
benak Freire seiring dengan keikutsertaannya dalam gerakan aksi Katolik
yang kemudian nantinya meletakkan dasar gerakan teologi pembebasan.
Beberapa karya yang memengaruhi ideologi Freire, seperti “The Wretched of
the Earth” karya Frantz Fanon, khususnya ketika akan menyelesaikan
“Pedagogy of the Oppressed”, kemudian juga terpengaruh Albert Memi
dengan bukunya “Colonizer and the Colonized”, setelah itu oleh Lev
Vygotsky melalui bukunya “Thought and Language”, dan juga Gramsci.
Selain itu, gagasan pemikiran pendidikan Freire dipengaruhi oleh gagasan
teologi pembebasan Katolik dan pemikiran-pemikiran “Marxian”.
Freire memulai aktivitas sosialnya pada tahun 1946 pada bagian pelayanan
sosial di Pernambuco, ia mendapat tanggung jawab pada program pendidikan
untuk masyarakat miskin kota dan pekerja industri, termasuk di daerah
Recife, tempat kelahirannya sendiri. Di situlah ia kali pertama tertarik pada
masalah pendidikan literasi orang dewasa dan pendidikan rakyat, di situ pula
ia mulai membaca dan mengembangkan gagasan pendidikannya.
40
Pada 1954 ia keluar dan mulai mengajar sejarah dan filsafat pendidikan
di University of Recife. Kemudian pada pemilihan politik tahun 1959, Freire
diberi kepercayaan untuk mengurus program pendidikan orang dewasa
(Movimento de Cultura Popular) oleh walikota Recife terpilih yang dikenal
progresif. Pada waktu yang sama ia mendapatkan gelar doktornya dari
University of Recife, dalam karya doktoralnya ia menggambarkan
perkembangan gagasan pendidikan orang dewasa yang ia formulasikan.
Lingkup gerakan pendidikannya makin meluas ketika ia diangkat menjadi
kepala dari program literasi nasional Brazil yang baru, melalui program itulah
tahun 1964 metode pendidikan literasinya disebarkan sangat luas menjangkau
lima juta orang yang buta huruf di seluruh Brazil. Sayangnya di tahun itu juga
karena kudeta politik, maka ia sebagai bagian dari pemerintahan diusir dari
Brazil. Ia kemudian ke Cili, seteah itu berangkat ke Harvard untuk mengajar
dan sekaligus menulis di situ.
Pada tahun 1970 ia bergabung dengan The World Council of Churches,
di Jenewa, setelah itu ia hampir selalu bepergian ke banyak bagian negara di
dunia untuk melihat dan mendampingi pengembangan program literasi yang
ia gagas, dan ia pun tetap menulis, sampai pada tahun 1980 dia boleh kembali
ke Brazil.
Beberapa karya Freire, yakni: (1) Pedagogy of the Oppressed; (2)
Pedagogy of The City (1993); Pedagogy of the Hope (1995); Pedagogy of the
Heart (1997); Pedagogy of the Freedom (1998); Pedagogy of the Indignation
(2004) (Freire, 2008: xvi).
Tepat tanggal 2 Mei 1997, Paulo Freire meninggal dunia du Rumah
Sakit Albert Enstein, Sao Paulo. Dia wafat dalam usia 75 tahun akibat
serangan jantung. Di samping berbagai karya yang telah dihasilkan, ia juga
mewariskan keteladanan hidup sebagai pribadi yang terbuka, jujur, lugas,
kreatif, dan penuh perjuangan. Dan yang lebih penting, Dia selalu berusaha
sungguh-sungguh agar tindakannya mencerminkan kata-katanya (Freire,
2008: xvii).
C. Filsafat Pendidikan Liberalisme
41
Ciri utama pendidikan yang berideologi liberal adalah selalu berusaha
menyesuaikan pendidikan dengan keadaan ekonomi dan politik di luar dunia
pendidikan. Hal ini terlihat pada benang merah kebijakan Mendiknas beberapa
tahun terakhir. Oleh karenanya kompetensi yang harus dikuasai peserta didik
merupakan upaya untuk memenuhi dan menyesuaikan tuntutan dunia kerja
sebagaimana dikemukakan dalam setiap pergantian kurkulum baru kita
(Mansour Fakih, 2002).
D. Pengertian Ideologi Pendidikan Liberal
Ideologi adalah sebuah sistem nilai atau keyakinan yang diterima sebagai
fakta atau kebenaran oleh kelompok tertentu. Bagi kaum liberalis pendidikan
adalah usaha untuk melestarikan dan meningkatkan mutu tatanan sosial yang ada
dengan cara mengajarkan pada setiap anak-anak bagaimana cara mengatasi
masalah-masalah kehidupannya sendiri secara efektif.
Liberal atau liberalisme adalah suatu pandangan yang menekankan
pengembangan kemampuan, melindungi hak dan kebebasan (freedom), serta
mengidentifikasi problem dan upaya perubahan sosial secara inskrimental demi
menjaga stabilitas jangka panjang.
Jadi, ideologi pendidikan liberal adalah suatu keyakinan dimana
pendidikan yang terbaik adalah yang ada untuk melatih anak agar berfikir secara
kritis dan objektif, mengikuti bentuk dasar proses ilmiah, dan melatih anak untuk
meyakini hal-hal tersebut berdasarkan pengetahuan ilmiah.
E. Corak-Corak Liberalisme Pendidikan
Dalam intisarinya, ada 3 corak utama liberalisme pendidikan, yaitu:
1. Liberalisme Metodis
Kaum liberalisme metodis adalah mereka yang mengambil sikap bahwa
selagi metode-metode pengajaran harus disesuaikan dengan zaman supaya
42
mencakup renungan-renungan psikologis, baru dalam hakikat belajar oleh
manusia.
2. Liberalisme Direktif
Liberalisme direktif yang mencakup aliran utama liberalisme pendidikan di
Amerika Serikat. Pada dasarnya, kaum liberalis direktif menginginkan
pembaharuan mendasar dalam hal tujuan sekaligus dalam hal cara kerja
sekolah-sekolah sebagaimana adanya sekarang.
3. Liberalisme Non-Direktif
Kaum liberalis non-direktif akan sepakat dengan pandangan bahwa tujuan
dan cara-cara pelaksanaan pendidikan perlu diarahkan kembali secara radikal
dari orientasi otoritariannya yang tradisional ke arah sasaran pendidikan yang
mengajar siswa untuk memecahkan masalah-masalahnya sendiri secara
efektif.
F. Ciri-ciri Umum Liberalisme Pendidikan
1. Menganggap bahwa pengetahuan terutama berfungsi sebagai sebuah alat untuk
digunakan dalam pemecahan masalah secara praktis.
2. Menekankan kepribadian unik dalam diri tiap individu.
3. Menekankan pemikiran efektif (kecerdasan praktis)
4. Memandang pendidikan sebagai perkembangan dari keefektifan personal.
5. Memusatkan perhatian kepada tata cara pemecahan masalah secara individual
maupun berkelompok.
6. Menekankan perubahan sosial secara tak langsung, melalui perkembangan
kemampuan tiap orang berprilaku praktis dan efektif.
7. Berdasarkan kepada sebuah sistem penyelidikan eksperimental yang terbuka.
8. Didirikan di atas tata cara pembuktian secara ilmiah rasional.
9. Menganggap bahwa wewenang intelektual tertinggi terletak pada pengetahuan
yang diperoleh dari pembuktian eksperimental.
G. Landasan Pendidikan Liberal
Berikut ini landasan pendidikan liberal, diantaranya sebagai berikut:
43
1. Seluruh kegiatan belajar bersifat relatif terhadap sifat-sifat dan isi pengalaman
personal.
2. muncul dari proses-proses perkembangan personal, dan seluruh tindakan
belajar yang punya arti penting cenderung untuk bersifat subjektif.
3. Seluruh kegiatan belajar pada puncaknya mengakar pada keterlibatan dalam
pengertian inderawi yang aktif.
4. Seluruh kegiatan belajar pada dasarnya merupakan proses pengujian gagasan-
gagasan, dalam situasi-situasi pemecahan masalah secara praktis.
5. cara terbaik untuk mempelajari sesuatu dan sebagai implikasinya, juga cara
terbaik untuk hidup.
6. Pengalaman kejiwaan yang paling dini merupakan pengalaman yang dialami
oleh orang yang belajar pada waktu ia masih kanak-kanak, termasuk latihan-
latihan emosional dan kognitif.
7. tindakan belajar dikendalikan oleh konsekuensi-konsekuensi emosional dan
perilaku personal.
H. Dalil-dalil Pokok Liberalisme Pendidikan
1. Seluruh hasil kegiatan belajar adalah pengetahuan personal melalui
pengalaman personal.
2. Seluruh hasil kegiatan belajar bersifat subjektif dan selektif.
3. Seluruh hasil kegiatan belajar berakar pada pada keterbatasan pengertian
inderawi
4. Seluruh hasil belajar hasil kegiatan belajar didasari proses pemecahan masalah
secara aktif dalam polatrial dan error
5. Cara belajar terbaik diatur oleh penyelidikan kritis yang diarahkan oleh
perintah-perintah eksperimen yang mencirikan metode ilmiah
6. Pengalaman paling dini adalah yang paling berpengaruh terhadap
perkembangan selanjutnya.
7. Kegiatan belajar diarahkan dan dikendalikan oleh konsekuensi-konsekuensi
emosional dan perilaku.
8. Sifat-sifat hakiki dan isi pengalaman sosial mengarahkan dan mengendalikan
sifat-sifat hakiki dan isi pengalaman personal
44
9. Penyelidikan kritis dari jenis yang punya arti penting hanya bisa berkembang
dalam masyarakat yang terbuka dan democratis.
10. Jika dalam kondisi-kondisi yang optimal, anak yang berpotensi rata-rata bisa
menjadi efektif secara personal dan bertanggung jawab secara social.
I. Komponen-Komponen Pendidikan Libelarisme
Pengaruh liberalisme dalam pendidikan dapat melihat komponen-komponennya,
diantaranya, sebagai berikut:
1. Komponen pertama, adalah komponen pengaruh filsafat barat tentang model
menuju manusia universal yaitu manusia yang "rational liberal".
2. Pengaruh liberal ini kelihatan dalam pendidikan yang mengutamakan prestasi
melalui proses persaingan antar murid. Perangkingan untuk menentukan murid
terbaik adalah implikasi dari paham pendidikan ini.
3. Komponen kedua adalah positivisme. Positivisme sebagai suatu paradigma
ilmu sosial yang dominan ini juga menjadi dasar bagi model pendidikan liberal.
Karena positivisme pada dasarnya adalah ilmu sosial yang dipinjam dari
pandangan, metode dan teknik ilmu alam memahami realitas.
4. Dengan kata lain, positivisme mensyaratkan pemisahan fakta dan nilai dalam
rangka menuju pada pemahaman obyektif atas realitas sosial
J. Ciri-ciri Umum Liberalisme Pendidikan
1. Menganggap bahwa pengetahuan terutama berfungsi sebagai sebuah alat
untuk digunakan dalam pemecahan masalah secara praktis.
2. Menekankan kepribadian unik dalam diri tiap individu.
3. Menekankan pemikiran efektif (kecerdasan praktis)
4. Memandang pendidikan sebagai perkembangan dari keefektifan personal.
5. Memusatkan perhatian kepada tata cara pemecahan masalah secara individual
maupun berkelompok.
6. Menekankan perubahan sosial secara tak langsung, melalui perkembangan
kemampuan tiap orang berperilaku praktis dan efektif.
7. Berdasarkan kepada sebuah sistem penyelidikan eksperimental yang terbuka.
8. Didirikan di atas tata cara pembuktian secara ilmiah rasional.
45
9. Menganggap bahwa wewenang intelektual tertinggi terletak pada
pengetahuan yang diperoleh dari pembuktian eksperimental.
K. Landasan Pendidikan Liberal
Berikut ini landasan pendidikan liberal, diantaranya sebagai berikut:
1. Seluruh kegiatan belajar bersifat relatif terhadap sifat-sifat dan isi
pengalamanpersonal. Muncul dari proses-proses perkembangan personal, dan
seluruh tindakan belajar yang punya arti penting cenderung untuk bersifat
subjektif.
2. Seluruh kegiatan belajar pada puncaknya mengakar pada keterlibatan dalam
pengertian inderawi yang aktif.
3. Seluruh kegiatan belajar pada dasarnya merupakan proses pengujian gagasan-
gagasan, dalam situasi-situasi pemecahan masalah secara praktis.
4. cara terbaik untuk mempelajari sesuatu dan sebagai implikasinya, juga cara
terbaik untuk hidup.
5. Pengalaman kejiwaan yang paling dini merupakan pengalaman yang dialami
oleh orang yang belajar pada waktu ia masih kanak-kanak, termasuk latihan-
latihan emosional dan kognitif.
6. tindakan belajar dikendalikan oleh konsekuensi-konsekuensi emosional dan
perilaku personal.
Berkaitan dengan pendidikan, kaum liberal beranggapan bahwa persoalan
pendidikan terlepas dari persoalan politik dan ekonomi masyarakat. Dan
pendidikan tidak memiliki kemudian lebih diarahkan pada penyesuaian atas
sistem dan struktur sosial yang berjalan. Yang lebih diperhatikan adalah
bagaimana meningkatkan kualitas dari proses belajar mengajar sendiri, fasilitas
dan kelas yang baru, modernisasi peralatan sekolah, penyeimbangan rasio guru-
murid.
Selain itu juga berbagai investasi untuk meningkatkan rnetodologi
pengajaran dan pelatihan yang lebih effisien dan partisipatif, seperti kelompok
dinamik (group dynamics) 'learning by doing', 'experimental learning', ataupun
bahkan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) sebagainya.usaha peningkatan tersebut
46
terisolasi dengan svstem dan struktur ketidak adilan kelas dan gender, dominasi
budaya dan represi politik yang ada dalam masyarakat.
Kaum Liberal sama-sama berpendirian bahwa pendidiakan adalah politik,
dan “excellence" haruslah merupakan target utama pendidikan. Kaum Liberal
beranggapan bahwa masalah mayarakat dan pendidikan adalah dua masalah
yang berbeda. Mereka tidak melihat kaitan pendidikan dalam struktur kelas dan
dominasi politik dan budaya serta diskriminasi gender dimasyarakat luas.
Bahkan pendidikan bagi salah satu aliran liberal yakni `structural funrtionalisme'
justu dimaksud sebagai sarana untuk menstabilkan norma dan nilai masyarakat.
Pendidikan justru dimaksudkan sebagai media untuk mensosialisasikan dan
mereproduksi nilai nilai tata susila keyakinan dan nilai - nilai dasar agar
masyarakat luas berfungsi secara baik.
Pendekatan liberal inilah yang mendominasi segenap pemikiran tentang
pendidikan rti berbagai macam pelatihan. Akar dan pendidikan ini adalah
Liberalisme, yakni suatu pandangan yang menekankan pengembangan
kemampuan, melindungi hak, dan kebebasan (freedoms), serta mengidentifikasi
problem dan upaya perubahan sosial secara inskrimental demi menjaga stabilitas
jangka panjang.
Konsep pendidikan dalam tradisi liberal berakar pada cita cita Barat tentang
individualisme. Ide palitik liberalisme sejarahnya berkait erat dengan bangkitnya
kelas liberalisme dalam pendidikan dapat dianalisa dengan melihat komponen
komponennya.
Komponen pertama, adalah komponen pengaruh filsafat Barat tentang
model manusia universal yaitu manusia yang "rational liberal". Ada beberapa
asumsi yang mendukung konsep manusia "rasional liberal" seperti: pertama
bahwa semua manusia memiliki potensi sama dalam intelektual, kedua baik
tatanan alam maupun norma sosial dapat ditangkap oleh akal. Ketiga adalah
"individualis" yakni adanya angapan bahwa manusia adalah atomistik dan
atanom (Bay,1988). Menernpatkan individu socara atomistic, membawa pada
keyakinan bahwa hubungan sosial sebagai kebetulan, dan masyarakat dianggap
tidak stabil karena interest anggotanya yang tidak stabil.
47
Pengaruh liberal ini kelihatan dalam pendidikan yang mengutamakan
prestasi melalui proses persaingan antar murid. Perankingan untuk menentukan
murid terbaik, adalah implikasi dari paham pendidikan ini. Pengaruh pendidikan
liberal juga dapat dilihat dalam berbagai training management, kewiraswastaan,
dan training-training yang lain. Contoh kongkrit pendekatan liberal bisa kita
lihat pada Achievement Motivation Training (AMT) McClelland. McClelland
berpendapat bahwa akar masalah keterbelakangan dunia ketiga karena mereka
tidak memiliki apa yang dinamakannya N Ach. Oleh karena sarat pembangunan
bagi rakyat dunia ketiga adalah perlu virus "N ach" yang membuat individu
agresif dan rasional.
Komponen kedua adalah Positivisme. Positivisme sebagai suatu paradigma
ihnu sosial yang dominan dewasa ini juga menjadi dasar bagi model pendidikan
Liberal. Positivisme pada dasarnya adalah ilmu sosial yang dipinjam dari
pandangan, metode dan teknik ilmu alarn memahami realitas. Positivisme
sebagai suatu aliran filsafat berakar pada tradisi ilmu ilrnu sosial yang
dikembangkan dengan mengambil cara ilmu alam menguasai benda, yakni
dengan kepercayaan adanya universalisme and generalisasi, melalui metode
determinasi, 'fixed law' atau kumpulan hukum teori (Schoyer, 1973). Positivisme
berasumsi bahwa penjelasan tungal dianggap "appropriate" untuk semua
fenomena.
Oleh karena itu riset sosial ataupun pendidikan dan pelatihan harus didekati
dengan positivisme yang melibatkan unsur-unsur seperti obyektivitas, empiris,
tidak memihak, detachment, rasional dan bebas nilai. Pengetahuan selalu
menganut hukum ilmiah yang bersifat universal, prosedur harus dikuantifisir dan
diveritikasi dengan metode "scientific". Dengan kata lain, positivism
mensaratkan pemisahan fakta dan nilai dalam rangka menuju pada pemahaman
obyektif atas realitas sosial.
Pendidikan dan pelatihan dalam positivistik bersifat fabrikasi dan
mekanisasi untuk memproduksi keluaran pendidikan yang harus sesuai dengan
`pasar kerja'. Dalam pola pemikiran positivistic Murid dididik untuk tunduk
pada struktur yang ada. Dari sana, bisa kita lihat bahwa pada paradigma liberal
48
pendidikan biasanya lebih melanggengkan system yang ada dengan melahirkan
anak-anak didik yang berperan dalam mempertahankan system tersebut.
Tradisi liberal telah mendominasi konsep pendidikan hingga saat ini.
Pendidikan liberal adalah menjadi bagian dari globalisasi ekonomi 'liberal'
kapitalisme. Dalam kontek lokal, paradigma pendidikan liberal telah menjadi
bagian dari sistim developmentalisme, dimana sistim tersebut ditegakan pada
suatu asumsi bahwa akar 'underdevelopment' karena rakyat udak mampu terlibat
dalam sistim kapitalisme. Pendidikan harus membantu peserta didik untuk
masuk dalam sistim developmentalisme tersebut, sehingga masyarakat memiliki
kemampuan dalam kompetisi di system kapitalis.
L. Liberalisme dalam Pendidikan
Jika sementara kita kesampingkan perbedaan antara sudut pandang religius dan
sekular di dalam tradisi liberasionisme pendidikan, maka ideologi ini dasarnya
adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Pendidikan secara Menyeluruh
Tujuan utama pendidikan adalah untuk mendorong pembaharuan-
pembaharuan sosial yang perlu, dengan cara memaksimalkan kemerdekaan
personal di dalam sekolah, serta dengan cara membela kondisi-kondisi yang
lebih manusiawi dan memanusiakan di dalam masyarakat secara urnum.
2. Sasaran-Sasaran Sekolah
Sekolah ada lantaran tiga alasan utama yaitu :
a) untuk membantu para siswa mengenali dan menanggapi kebutuhan akan
pernbaharuan/perombakan sosial;
b) untuk menyediakan informasi dan keterampilan-keterampilan yang
diperlukan siswa supaya bisa belajar secara efektif bagi dirinya sendiri;
c) untuk mengajar para siswa tentang bagaimana caranya memecahkan
masalah-masalah praktis melalui penerapan teknik-teknik penyelesaian
masalah secara individual maupun kelompok yang didasari oleh metode-
metoda ilmiah-rasional.
Pada ranah ini, oleh James A. Bank (1977) menegaskan bahwa dalam sosial
studies diperlukan metode-metode ilmiah rasional dalam mengembangkan
pembelajaran IPS, khususnya pada sekolah menengah. Metode ilmiah itu
49
disebutnya dengan metode inquiry, dengan langkah-langkah: identifikasi
masalah-masalah sosial, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dan
mengevaluasi data. Tujuan metode ini adalah agar pendidikan IPS dapat
menghasilkan peserta didik yang rasional, memiliki keterampilan sosial dan
tepat mengambil keputusan (decision making) dalam kehidupan pribadi dan
sosialnya.
3. Ciri-ciri Umum Liberasionisme Pendidikan
Ada sembilan ciri-ciri umum liberasionisme pendidikan, yaitu:
a) Menganggap bahwa pengetahuan adalah alat yang diperlukan untuk
melakukan pembaharuan/perombakan sosial.
b) Menekankan manusia sebagai sebentuk keluaran budaya;, budaya
merupakan penentu-sosial kedirian;
c) Menekankan analisis obyektif (ilmiah-rasional) serta evaluasi/penilaian
terhadap kebijakan-kebijakan dan praktik-praktik sosial yang ada;
d) Menganggap pendidikan sebagai perujudan yang paling utuh dari potensi-
potensi khas tiap orang sebagai mahluk manusia;
e) Memusatkan perhatian kepada kondisi-kondisi sosial yangmenghalang-
halangi perujudan paling penuh dari potensi-potensi individu, menekankan
masa depan (yakni, perubahan-perubahan dalam sistem yang ada sekarang,
yang perlu untuk mendirikan masyarakat yang lebih memanusiakan
manusia);
f) Menekankan perubahan-perubahan ruang lingkup besar yang segera harus
dilakukan di dalam masyarakat yang ada sekarang, menekankan
perubahan-perubahan penting yang akan mempengaruhi sifat-sifat hakiki
dan pelaksanaan sistem sosial yang mapan;
g) Didasarkan pada sistem penyelidikan eksperimental yang terbuka
(pembuktian pengetahuan secara ilmiah-rasional) dan/atau prakiraan-
¬prakiraan yang sesuai dengan sistem penyelidikan semacam itu; (8)
Didirikan di atas landasan prakiraan-prakiraan Manos atau Marxis baru
(neo-Marxis) tentang seluruh kesadaran personal yang ditentukan oleh
faktor sosio-ekonomis;
50
h) Menganggap bahwa wewenang intelektual tertinggi ada di tangan mereka
yang memahami konsekuensi-konsekuensi patologis (bersifat
merusak/berpenyakit) dari kapitalisme kontemporer dan segenap sikap
sosial yang dihubungkan dengannya.
4. Anak-anak sebagai Pelajar
Anak-anak condong untuk menjadi baik (yakni, ke arah tindakan yang
efektif dan tercerahkan) jika diasuh dalam sebuah masyarakat yang baik
(yakni bersifat rasional dan berkemanusiaan). Perbedaan-perbedaan
individual lebih penting ketimbang kesamaan-kesamaan individual, dan
perbedaan-perbedaan itu bersifat menentukan dalam penetapan program-
program pendidikan.
Anak-anak secara moral setara dan mereka musti mendapatkan
kesempatan yang setara untuk berjuang demi ganjaran¬-ganjaran sosial dan
intelektual yang lebih luas, lebih mudah diakses, dan dibagikan secara lebih
adil/merata. Kedirian (kepribadian) tumbuh dari pengkondisian sosial, dan
dari yang bersifat sosial ini menjadi landasan bagi penentuan ‘diri’ lanjutan;
anak hanya bebas di dalam konteks determinisme sosial dan psikologis.
5. Administrasi dan Pengendalian
Wewenang pendidikan musti ditanamkan di tangan minoritas yang
tercerahkan, yang terdiri atas para intelektual yang bertanggung-jawab, yang
sepenuhnya sadar akan kebutuhan objektif bagi perubahan¬-perubahan sosial
yang konstruktif, dan yang mampu menanamkan perubahan-perubahan
semacam itu melalui sekolah-sekolah.
Upaya meningkatkan kompetensi pendidik oleh berbagai bangsa telah
dilakukan dengan berbagai macam metode dan strategi. Di Indonesia
misalnya, melalui amandemen Undang-Undang, khususnya UU Sisdiknas,
telah dihasilkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang Standar
Nasional Pendidikan. Dalam Permendiknas tersebut dikatakan bahwa setiap
guru minimal memiliki empat kompetensi dasar, yakni: (a) kompetensi
pedagogik; (b) kompetensi profesional; (c) kompetensi kepribadian, dan (d)
kompetensi sosial (UU Sisdiknas, Peraturan Menteri Nomor 19 Tahun 2005
Pasal 28 Ayat 3).
51
Sebagaimana yang telah disebutkan pada paragraf sebelumnya bahwa
diperlukan pendidik yang mampu membawa perubahan (sosial) bagi peserta
didik, adalah sejalan dengan upaya Indonesia melalui UU Sisdiknas,
khususnya mengenai kompetensi guru yang saat ini telah (mulai) dijalankan.
6. Sifat-sifat Hakiki Kurikulum
Sifat hakiki kurikulum tergambar sebagai berikut,
a) Sekolah harus menekankan pembaharuan/perombakan sosio-ekonomis;
b) Sekolah musti memusatkan perhatian pada pemahaman diri serta tindakan
sosial sekaligus;
c) Penekanan harus diletakkan pada tindakan yang cerdas dalam mengejar
keadilan sosial;
d) Mata pelajaran harus bersifat pilihan dalam batas-batas penentuan yang
umum;
e) Penekanan harus diletakkan pada penerapan praktis dari yang sifatnya
intelektual (praksis) melebihi apa yang secara sempit bersifat praktis
ataupun akademis;
f) Sekolah musti menekankan problema-problema sosial yang kontroversial,
menekankan pengenalan dan analisis terhadap nilai-nilai dan prakiraan-
prakiraan dasar yang menggarisbawahi isu-isu sosial, dan memperagakan
kepedulian khusus terhadap penerapan apa yang dipelajari di dalam ruang
kelas kepada kegiatan-kegiatan yang punya arti penting secara sosial di
luar sekolah; sekolah musti secara tipikal menampilkan
pendekatan¬pendekatan antar-disiplin keilmuan yang berpusat pada
problema, yang meliputi wilayah kajian seperti filosofi, psikologi,
kesusasteraan konternporer, sejarah, dan ilmu-ilmu behavioral dan sosial.
7. Metode-metode Pengajaran serta Penilaian Hasil Belajar
Harus ada penekanan yang kurang-Iebih seimbang atau setara pada
pemahaman problema (pengenalan dan analisis terhadap Problema-problema
secara tepat) serta pemecahan masalah. Disiplin dan hapalan mungkin
52
kadang-kadang perlu supaya bisa menguasai sebuah keterampilan yartg akan
diperlukan demi menangani problema-problema personal atau sosial yang
penting secara efektif, namun kegiatan belajar pada dasarnya adalah kegiatan
sampingan dan kegiatan yang bermakna, dan hapalan harus diminimalisir
dan/atau dihapus sama sekali jika mungkin.
Kegiatan belajar-mengajar yang diarahkan oleh siswa dalam kerangka
kerja kurikulum yang ditentukan berdasarkan relevansi sosialnya adalah lebih
tinggi/lebih balk daripada belajar dengan ditentukan dan diarahkan oleh guru.
Sang guru harus dipandang sebagai panutan dalam hal komitmen intelektual
serta keterlibatan sosialnya. Ujian yang didasarkan kepada perilaku para
siswa yang tanpa dilatih/dipersiapkan lebih dulu sebagai tanggapan atas
persoalan¬-persoalan sosial yang penting adalah lebih disukai ketimbang
ujian yang dinilai berdasarkan tes-tes biasa di ruang kelas.
Persaingan antarpribadi dan penyusunan peringkat nilai siswa secara
tradisional harus diminimalisir dan/atau dihapus sama sekali jika mungkin,
sebab hal-hal semacam itu menuntun siswa pada sikap-sikap buruk dan
motivasi did yang merosot.
Bimbingan dan penyuluhan personal, serta terapi kejiwaan, sebagaimana ada
di luar sekolah di saat ini, umumnya berfungsi sebagai bentuk tersembunyi
dari kontrol sosial dan pelatihan penyesuaian diri anak, yang menghalangi
kesadaran anak akan kondisi-kondisi sosial yang melatarbelakanginya, yang
melahirkan problema-problema kejiwaan individual.
8. Kendali di Ruang Kelas
Para siswa musti dianggap bertanggung-jawab atas tindakan-tindakan
mereka sendiri dalam arti seketika, namun musti diakui bahwa
pertanggungjawaban siswa pada puncaknya tidak bisa dituntut dalam arti
menurut konsep ‘kehendak bebas’ tradisional. Para guru harus bersifat
demokratis dan obyektif dalam menentukan tolok ukur perilaku. Tolok ukur
itu harus ditentukan bersama-sama dengan siswa sebagai cara
mengembangkan tanggung jawab moral mereka.
53
Lantaran tindakan yang bermoral adalah tindakan yang paling cerdas,
dalam situasi apapun, maka peningkatan kecerdasan paktis adalah corak
pendidikan moral yang paling efektif. Di sisi lain, tindakan yang cerdas,
sebagai sebuah cita-cita atau corak ideal secara sosial yang dianjurkan,
memerlukan adanya masyarakat yang cerdas (yang obyektif) dimana setiap
orang diberi kesempatan yang setara untuk membuat pilihan-pilihan
tercerahkan berdasarkan kesempatan-kesempatan pendidikan yang setara.
BAB IIIPENUTUP
54
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara, begitu definisi pendidikan yang
terkandung dalam ketentuan umum di Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional (UU Sisdiknas).
Untuk mencapai tujuan berdirinya Negara Indonesia yaitu mencerdaskan
kehidupan bangsa, instrument yang digunakan adalah pendidikan. Pendidikan
yang berkualitas akan melahirkan manusia-manusia cerdas, kemudian akan
menjadi agen perubahan untuk kehidupan berbangsa yang lebih baik. Paolo Freire
seorang tokoh pendidikan menyatakan ada dua pandangan dunia yang
mempersepsikan manusia dalam dunia pendidikan.Pandangan pertama melihat
manusia sebagai objek, yang dapat dibentuk dan disesuaikan.Pandangan lainnya
melihat manusia sebagai subyek, mahluk yang bebas dan mampu melampaui
dunianya.
Proses belajar pada dunia pendidikan dianggap sebagai transfer of
knowledge, beranggapan bahwa peserta didik adalah botol kosong yang dapat
diisi sesuai dengan kehendak pendidik. Pendidik dan anak didik terlihat seperti
relasi antara penguasa dan yang dikuasai. Paradigma ini lebih dipengaruhi oleh
teori behaviorisme. Behaviorisme memandang pengetahuan sebagai suatu yang
eksternal dan proses belajar sebagai kegiatan internalisasi pengetahuan. Hasil dari
proses belajar teori ini adalah perubahan tingkah laku, layaknya mesin yang
dimasukkan program kemudian program itu berjalan sebagaimana program yang
telah dibuat tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
55
Abraham Maslow, 2004, Psikologi Sains. Teraju. Jakarta.Abudin Nata, 2008, Manajemen Pendidikan-Mengatasi Pendidikan Islam di
Indonesia. Media Grafika. Jakarta._____________, 2005, Filsafat Pendidikan Islam. Gaya Media Pratama. Jakarta.Assegaf Abdurrachman & Suyadi, 2008, Pendidikan Islam Madzhab Kritis-
Perbandingan Teori Pendidikan Timur dan Barat. Gama Media. Yogyakarta.Beane, James A., et. all, 1986, Curriculum Planning and Development. Boston. Allyn
and Bacon, Inc.Budiningsih, C. Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Penerbit Rineka Cipta. JakartaBurhanuddin, dkk. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran, Yogyakarta An-Ruzz
MediaBarnadib, Imam, 1988, Kearah Prospektif baru Pendidikan, Jakarta,Dep Dik Bud.
Ditjen P.T. P2LPTK.Bank, James A. 1977. Teaching Strategies for Sosial Studies: Inquary, Valuing, and
Decision Making. Addison-Wesley Publishing Company.Freire, Paulo. 2001. Pedagogi Pengharapan. (terj.) Yogyakarta: Kanisius.Freire, Poulo. 2008. Pendidikan Kaum Tertindas. (terj.).Yogyakarta: LP3ES.
Freire, Paulo, Ivan Illich, dan Erich Fromm. Menggugat Pendidikan: Fundamentalis, Konservatif, Liberal, Anarkis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009/.Fudyartanto, Ki RBS., 2002, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Global Pustaka Utama. Jogjakarta.
George, R. Knight. 2007. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Gama Media.Iksan, Rumtini. 2011. “Pemikiran Pendidikan John Dewey” (1859-1952), Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan Balitbang Depdiknas, No. 046, tahun ke-10, Januari 2001. (online). http://journal.uii.ac.id/index.php/JPI/article/view/191, diakses tanggal 3 November 2011.
“Ivan Illich: Deschooling, Conviviality And The Possibilities For Informal Education And Lifelong Learning” (online), http://www.infed.org/thinkers/et-illic.htm, diakses tanggal 3 November 2011.
Knight, R. George. Isu-Isu Alternatif dalam Filosofi Pendidikan. (Bogor: Penerbit Yayasan Kasih Abadi, 2000)Oemar Hamalik, 2008, Manajemen Pengembangan Kurikulum. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Jalaluddin Rahmat. Psikologi Komunikasi. Bandung : Rosda Karya_____________, 2008, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. PT. Remaja
Rosdakarya. Bandung.M. Ihsan Dacholfany dan Ayi Sofyan. 2009 KURIKULUM BERDASARKAN
FILSAFAT BEHAVIORISME. Tugas Makalah Bidang Studi Manajemen Kurikulum Program S3 PPS Universitas Islam Nusantara Dari Dosen: Prof. Dr. Harry Soedrajat
Nemiroff, Greta Hofmann. 1992. Reconstructing education : toward a pedagogy of critical humanism. New York, NY 10010, An imprint of Greenwood Publishing Group, Inc.
O’Neil, William F. 2008. Ideologi-Ideologi Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.Purwanto, M. Ngalim, 2007, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. PT. Remaja
Rosdakarya. Bandung.
56
Schubert, William H., 1986, Curriculum: Perspective, Paradigm and Possibility. New York: McMillan Publishing Co.
Sukmadinata, Nana Saodih, 2008, Pengembangan Kurikulum-Teori dan Praktek. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Syaiful Sagala, 2007, Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan. Alfabeta. Bandung.
Tim Dosen Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), 2009, Manajemen Pendidikan. Alfabeta. Bandung.
Ratna Syifa’a Rachmahana. 2011. “Psikologi Humanistik dan Aplikasinya dalam Pendidikan”, (online). Jurnal Pendidikan Islam “el Tarbawi”, NO. 1. VOL. I. 2008. Diakses tanggal 3 November 2011.
Rizky. Behaviorisme Dipandang dari Segi Psikologi Islam. Http/: [email protected]. Internet
Subagyo, Bambang. Pengantar Riset Kuantatif dan Kualitatif (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2001)
Tilaar, H.A.R. dan Riant Nugroho. 2009. Kebijakan Pendidikan: Pengantar untuk Memahami Kebijakan Pendidikan dan Kebijakan Pendidikan sebagai Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
UU Sisdiknas, Peraturan Menteri Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 28 Ayat 3.Yamin, Moh. 2009. Menggugat Pendidikan Indonesia: Belajar dari Paulo Freire dan
Ki Hajar Dewantara. Yogyakarta: Ar Ruz Media.Uyoh Sadulloh, 2007, Pengantar Filsafat Pendidikan. Alfabeta. Bandung.Zidniyati. Behaviorisme And Social Learning Theory . intern http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009/05/12/kurikulum-berdasarkan-filsafat-
behaviorisme/http://makalahkuliahgue.blogspot.com/2010/09/mengenal-behaviorisme-sebuah-
filsafat.htmlhttp://puterikeraton.wordpress.com/2008/11/29/filsafat-behaviorisme-dan-dunia-
pendidikan/http://puterikeraton.wordpress.com/2008/11/29/filsafat-behaviorisme-dan-dunia-pendidikan/
57
Top Related