STATUS UJIAN
SEORANG PEREMPUAN USIA 45 TAHUN
DENGAN CANDIDIASIS ORAL
Disusun Oleh:
Fila Apriliawati
G99142114
Periode: 28 Maret 2016 – 10 April 2016
Pembimbing:
Vita Nirmala, drg, Sp.Pros., Sp.KG
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2016
KASUS BARU POLI (1)
I. General
A. Identitas Pasien
Nama : An. AH
Usia : 15 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Duren Sawit, Jakarta Timur
Tanggal Pemeriksaan : 31 Maret 2016
B. Status Medis
Alergi : (+) alergi dingin dan debu
Penyakit bawaan : (-)
Penyakit lain : (-)
Riwayat mondok : (+) pernah dirawat karena operasi di bagian lidah
± 8 bulan lalu dan mondok selama 2 hari
C. Oral Status
a. Ekstra Oral
1. Maxilla : tidak ada kelainan
2. Mandibula : tidak ada kelainan
3. Bibir : tidak ada kelainan
b. Intra Oral
1. Palatum : terdapat stain
2. Lingua : tidak ada kelainan
3. Gusi atas : tidak ada kelainan
4. Gusi Bawah : tidak ada kelainan
5. Buccal kanan : tidak ada kelainan
6. Buccal kiri : tidak ada kelainan
c. Oral Higiene : Baik/ Good (OHI-S Score: 0.5)
1
D. Dental Formula
Gigi permanen
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
32 31 30 29 28 27 26 25 24 23 22 21 20 19 18 17
K K K K
E. Keluhan Subyektif
a. Keluhan utama : Gusi sering berdarah saat pasien menyikat gigi
terutama bagian gusi bawah depan.
b. Keluhan sekarang : Gusi tidak nyeri saat ditekan.
c. Riwayat penyakit : Pasien datang, mengeluh gusi pada bagian depan
bawah sering berdarah terutama saat menyikat gigi. Keluhan dirasakan
sudah sejak ± 1 minggu ini. Saat ini tidak didapatkan nyeri atau keluar
darah. Pasien memiliki kebiasaan menyikat gigi 2 sehari dan terkadang
merokok. Keluhan yang sama seperti sekarang ini pernah dirasakan ± 4
bulan lalu dan kemudian pasien membersihkan karang giginya. Keluhan
tidak dirasakan lagi dan baru muncul 1 minggu lalu.
II. Temuan Obyektif
A. Element : Di lingual 23, 24, 25, 26 terdapat kalkulus dan
oedem di ginggiva inferior
1. Sondasi : tidak dilakukan
2. Palpasi : (-) nyeri tekan
3. Perkusi : tidak dilakukan
4. Chlor Etil : tidak dilakukan
B. Pemeriksaan penunjang
1. Rontgen foto : (-)
2. Laboratorium : (-)
2
III. Diagnosis
Ginggivitis kronis
IV. Terapi
Scalling
VII. Pembahasan
Ginggivitis suatu proses peradangan jaringan periodonsium yang
terbatas pada gingiva dan bersifat reversibel. Plak berakumulasi dalam jumlah
sangat besar di regio interdental yang terlindung, inflamasi gingiva cenderung
dimulai pada daerah papilla interdental dan menyebar dari daerah ini
kesekitar leher gigi. Pada lesi awal perubahan terlihatpertama kali di sekitar
pembuluh darah gingiva yang kecil, di sebelah apical dari epithelium
fungsional khusus yang merupakan perantara hubungan antara gingival dan
gigi yang terletak pada dasar leher gingiva, tidak terlihat adanya tanda-tanda
klinis dari perubahan jaringan pada tahapini. Bila deposit plak masih ada
perubahan inflamasi tahap awal akan berlanjut disertai dengan meningkatnya
aliran cairan gingival. Pada tahap ini tanda-tanda klinis dari inflamasi makin
jelas terlihat. Papilla interdental menjadi sedikit lebih merah dan bengkak
serta mudah berdarah pada sondase, dalam waktu dua sampai seminggu akan
terbentuk gingivitis yang lebih parah. Gingiva sekarang berwarna merah,
bengkak dan mudah berdarah. Tanda-tanda dari gingivitis adalah :
1. adanya perdarahan pada ginggiva
2. terjadi perubahan warna pada ginggiva
3. perubahan tekstur permukaan ginggiva
4. perubahan posisi dari ginggiva
5. perubahan kontur dari ginggiva
6. adanya rasa nyeri
3
Menurut J.D Manson dan B.M. Eley (1993), Mediresource clinical team
(2010), perawatan gingivitis trdiri dari tiga komponen yang dapat
dilakukan bersamaan yaitu :
1. Interaksi kebersihan mulut
2. Menghilangkan plak dan calculus dengan scaling
3. Memperbaiki faktor-faktor retensi plak.
Ketiga macam perawatan ini saling berhubungan. Pembersihan plak dan
calculus tidak dapat dilakukan sebelum faktor-faktor retensi plak
diperbaiki. Membuat mulut bebas plak ternyata tidak memberikan manfaat
bila tidak dilakukan upaya untuk mencegah rekurensi deposit plak atau
tidak diupayakan untuk memastikan pembersihan segara setelah deposit
ulang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penyakit ginggivitis kronis
terjadi karena kebersihan mulut yang kurang dijaga karena munculnya
plak.
4
KASUS BARU POLI (2)
I. General
A. Identitas Pasien
Nama : An. ANR
Usia : 8 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Sangen, Jatipuro, Karanganyar
Tanggal Pemeriksaan : 2 April 2016
B. Status Medis
Alergi : (+) obat tapi nama tidak tahu nama obatnya
Penyakit bawaan : (-)
Penyakit lain : (-)
Riwayat mondok : (-)
C.Oral Status
a.Ekstra Oral
1. Maxilla : tidak ada kelainan
2. Mandibula : tidak ada kelainan
3. Bibir : tidak ada kelainan
b. Intra Oral
1. Palatum : tidak ada kelainan
2. Lidah : tidak ada kelainan
3. Gusi atas : tidak ada kelainan
4. Gusi Bawah : tidak ada kelainan
5. Pipi kanan : tidak ada kelainan
6. Pipi kiri : tidak ada kelainan
c.Oral Higiene : Baik/ Good (OHI-S score: 0,67)
5
D. Dental Formula
Decidui teeth
C
i ii iii Iv v vi vii viii ix x
xx xix xviii Xvii xvi xv xiv xiii xii xi
C
E. Keluhan Subyektif
a.Keluhan utama : Pasien datang ingin periksa gigi bawah kiri
belakang yang berlubang
b. Keluhan sekarang : Tidak nyeri
c.Riwayat penyakit : Pasien datang mengeluh gigi bawah kiri belakang
berlubang. Keluhan sudah dirasakan sejak ± 3 bulan ini. Saat ini tidak
didapatkan nyeri maupun keluar darah pada bagian yang dikeluhkan.
Makan dan minum masih baik, tidak ada masalah. Pasien memiliki
kebiasaan gosok gigi 2x sehari.
II. Temuan Obyektif
A. Element : Gigi xi terdapat cavitas di permukaan mesio-
occcusal, dengan kedalaman sedalam dentin.
1. Sondasi : (+) nyeri tekan
2. Palpasi : (-)
3. Perkusi : (-)
4. Chlor Etil : Vital
B. Pemeriksaan penunjang
1. Rontgen foto : (-)
2. Laboratorium : (-)
III. Diagnosis
xi Karies dentin
6
IV. Terapi
xi Pro tumpatan
V. Pembahasan
Karies gigi dimulai dengan kerusakan pada email yang dapat
berlanjut ke dentin. Untuk dapat terjadinya suatu proses karies pada gigi
dibutuhkan empat faktor utama yang harus saling berinteraksi yaitu faktor
host, aget, substrat dan waktu. Mekanisme terjadinya karies gigi dimulai
dengan adanya plak beserta bakteri penyusunnya. Dalam proses terjadinya
karies mikroorganisme lactobacillus dan streptococcus mempunyai
peranan yang sangan besar. Proses karies dimulai oleh streptococcus
dengan membentuk asam sehingga menghasilkan pH yang lebih rendah.
Penurunan pH tersebut mendorong laktobacillus untuk memproduksi asam
dan menyebabkan terjadinya proses karies.
Streptococcus memiliki sifat-sifat tertentu yang memungkinkannya
memegang peranan utama dalam proses karies gigi, yaitu memfermentasi
karbohidrat menjadi asam sehingga mengakibatkan pH turun, membentuk
dan menyimpan polisakarida intraseluler dari berbagai jenis karbohidrat,
simpanan ini dapat dipecahkan kembali oleh mikroorganisme tersebut bila
karbohidrat eksogen kurang sehingga dengan demikian menghasilkan
asam terus menerus. Proses karies gigi diperkirakan sebagai perubahan
dinamik antara tahap demineralisasi dan remineralisasi.
Proses demineralisasi merupakan proses hilangnya sebagian atau
keseluruhan dari kristal enamel. Demineralisasi terjadi karena penurunan
pH oleh bakteri kariogenik selama metabolisme yang menghasilkan asam
organik pada permukaan gigi dan menyebabkan ion kalsium, fosfat dan
mineral yang lain berdifusi keluar enamel membentuk lesi di bawah
permukaan. sedangkan proses demineralisasi adalah proses pengembalian
ion-ion kalsium dan fosfat yang terurai ke luar enamel atau kebalikan
reaksi demineralisasi dengan penumpatan kembali mineral pada lesi
dibawah permukaan enamel.
7
Remineralisasi terjadi jika asam pada plak dinetralkan oleh saliva,
sehingga terjadi pembentukan mineral baru yang dihasilkan oleh saliva
seperti kalsium dan fosfat menggantikan mineral yang telah hilang
dibawah permukaan enamel. Proses remineralisasi dan demineralisasi
terjadi secara bergantian didalam rongga mulut selama mengkonsumsi
makanan dan minuman. Lesi awal karies dapat mengalami remineralisasi
tergantung pada beberapa faktor diantaranya diet, penggunaan fluor dan
keseimbanhan pH saliva. Jika lapisan tipis enamel masih utuh, lesi awal
karies akan mengalami remineralisasi sempurna.
Sebaliknya, jika lapisan enamel rusak maka proses remineralisasi
tidak dapat terjadi secara sempurna dan gigi harus direstorasi. Jika lesi
awal karies mengalami demineralisasi terus-menerus, maka lesi akan
berlanjut ke dentin membentuk kavitas yang tidak dapat kembali normal
(irreversibel), tetapi mungkin juga tidak berkembang (arrested).
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik jika
didapatkan cavitas dan pada pemeriksaan radiologis. Kemudian dilihat
letak cavitas dimana. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah
dengan melakukan restorasi pada bagian yang mengalami karies.
Dimaksudkan dengan tujuan untuk memperbaiki struktur gigi yang hilang
ke usaha pencegahan, prosedur remineralisasi dan intervensi minimal
8
KASUS KONSULAN
I. General
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. ESK
Usia : 59 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Pasar Kliwon, Surakarta
Tanggal Pemeriksaan : 4 April 2016
B. Status Medis
Alergi : (-)
Penyakit bawaan : Tidak ada kelainan
Penyakit lain : (+) Jantung sudah sejak ± 5 tahun ini, SNH dan
Low Back Pain (LBP) sejak ± 3 tahun ini
Riwayat mondok : (+) pernah dirawat di rumah sakit karena serangan
jantung ± 5 tahun lalu selama hari 7 hari.
C.Oral Status
a. Ekstra Oral
1. Maxilla : tidak ada kelainan
2. Mandibula : tidak ada kelainan
3. Bibir : tidak ada kelainan
b. Intra Oral
1. Palatum : tidak ada kelainan
2. Lingua : tidak ada kelainan
3. Gusi atas : tidak ada kelainan
4. Gusi Bawah : tidak ada kelainan
5. Buccal kanan : tidak ada kelainan
6. Buccal kiri : tidak ada kelainan
9
c. Oral Hygiene : Good/baik (OHI-S Score: 0.6)
D. Dental Formula
Gigi permanen
C R M C
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
32 31 30 29 28 27 26 25 24 23 22 21 20 19 18 17
M M M M M M
E. Keluhan Subyektif
a. Keluhan utama : Pasien datang dari Poliklinik Syaraf dengan
keluhan nyeri pada gigi atas kiri belakang
b. Keluhan sekarang : tidak nyeri
c. Riwayat penyakit : Pasien datang, mengeluh nyeri gigi atas belakang,
sudah sejak ± 1 minggu ini. Nyeri dirasakan saat makan atau
minum sesuatu yang dingin. Keluhan dirasakan sangat
mengganggu. Biasanya pasien meminum Na Diclofenak dan
nyeri mereda. ± 5 tahun lalu pasien pernah merasakan
keluhan yang sama kemudian ditambal. Pasien memiliki
kebiasaan menyikat gigi 2x sehari.
II. Temuan Obyektif
A. Element : 12 terdapat cavitas kedalaman pulpa di
permukaan mesio-occlusal
1. Sondasi : (-)
2. Palpasi : (-)
3. Perkusi : (-)
4. Chlor Etil : Non vital
10
B. Pemeriksaan penunjang
1. Rontgen foto : (-)
2. Laboratorium : (-)
III. Diagnosis
12 Nekrosis pulpa
IV. Plan Terapi
12 Pro perawatan saluran akar
V. Pembahasan
Nekrosis pulpa merupakan kematian pulpa yang merupakan proses
lanjutan dari inflamasi pulpa akut/kronik atau terhentinya sirkulasi darah secara
tiba-tiba akibat trauma. Jaringan pulpa yang kaya akan vaskuler, syaraf dan sel
odontoblast; memiliki kemampuan untuk melakukan defensive reaction yaitu
kemampuan untuk mengadakan pemulihan jika terjadi peradangan. Akan tetapi
apabila terjadi inflamasi kronis pada jaringan pulpa atau merupakan proses lanjut
dari radang jaringan pulpa maka akan menyebabkan kematian pulpa/nekrosis
pulpa. Hal ini sebagai akibat kegagalan jaringan pulpa dalam mengusahakan
pemulihan atau penyembuhan. Semakin luas kerusakan jaringan pulpa yang
meradang semakin berat sisa jaringan pulpa yang sehat untuk mempertahankan
vitalitasnya.
Nekrosis pulpa pada dasarnya terjadi diawali karena adanya infeksi
bakteria pada jaringan pulpa. Ini bisa terjadi akibat adanya kontak antara jaringan
pulpa dengan lingkungan oral akibat terbentuknya dentinal tubules dan direct
pulpal exposure, hal ini memudahkan infeksi bacteria ke jaringan pulpa yang
menyebabkan radang pada jaringan pulpa. Apabila tidak dilakukan penanganan,
maka inflamasi pada pulpa akan bertambah parah dan dapat terjadi perubahan
sirkulasi darah di dalam pulpa yang pada akhirnya menyebabkan nekrosis pulpa.
Dentinal tubules dapat terbentuk sebagai hasil dari operative atau restorative
11
procedure yang kurang baik atau akibat restorative material yang bersifat iritatif.
Bisa juga diakibatkan karena fraktur pada enamel, fraktur dentin, proses erosi,
atrisi dan abrasi. Dari dentinal tubules inilah infeksi bakteria dapat mencapai
jaringan pulpa dan menyebabkan peradangan. Sedangkan direct pulpal exposure
bisa disebabkan karena proses trauma, operative procedure dan yang paling umum
adalah karena adanya karies. Hal ini mengakibatkan bakteria menginfeksi jaringan
pulpa dan terjadi peradangan jaringan pulpa.
Nekrosis pulpa yang disebabkan adanya trauma pada gigi dapat
menyebabkan nekrosis pulpa dalam waktu yang segera yaitu beberapa minggu.
Pada dasarnya prosesnya sama yaitu terjadi perubahan sirkulasi darah di dalam
pulpa yang pada akhirnya menyebabkan nekrosis pulpa. Trauma pada gigi dapat
menyebabkan obstruksi pembuluh darah utama pada apek dan selanjutnya
mengakibatkan terjadinya dilatasi pembuluh darah kapiler pada pulpa. Dilatasi
kapiler pulpa ini diikuti dengan degenerasi kapiler dan terjadi edema pulpa.
Karena kekurangan sirkulasi kolateral pada pulpa, maka dapat terjadi ischemia
infark sebagian atau total pada pulpa dan menyebabkan respon pulpa terhadap
inflamasi rendah. Hal ini memungkinkan bakteri untuk penetrasi sampai ke
pembuluh dara kecil pada apeks. Semua proses tersebut dapat mengakibatkan
terjadinya nekrosis pulpa.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan yang
mendapatkan adanya cavitas dengan tidak ada gejala rasa sakit, keluhan sakit
terjadi bila terdapat keradangan periapikal. Pemeriksaan perkusi tidak didapatkan
nyeri dan pada palpasi juga tidak terdapat pembengkakan serta mobilitas gigi
normal. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan berupa perawatan saluran akar dan
exodonti.
12
KASUS BANGSAL
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. TL
Umur : 45 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Sraten, Pucangan, Sukoharjo, Surakarta
Tanggal masuk : 20 Maret 2016
Tanggal pemeriksaan : 31 Maret 2016
No RM : 01 13 56 xx
II. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Lemas
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh datang dengan keluhan lemas. Lemas dirasakan
sudah sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Lemas
dirasakan terus menerus dan tidak berkurang dengan istirahat. Lemas
dirasakan bertambah jika beraktivitas. Pasien juga mengeluhkan berat
badan turun sudah sejak 2 bulan ini. Pasien hanya makan 2-3 sendok
setiap kali makan. Pasien juga mengatakan dadanya sering berdebar
disertai keringat dingin yang keluar saat malam. Pasien juga
mengeluhkan pusing.
Berat badan turun ± 15 kg dalam waktu 2 bulan. Selain itu, pasien
juga mengeluhkan demam diseluruh tubuh sejak 1 bulan terakhir. Demam
terus menerus dan tidak turun dengan pemberian obat penurun panas.
Pasien juga mengeluhkan mual yang tidak disertai muntah. Pasien juga
mengeluhkan batuk ± 3 bulan ini. Batuk dirasakan terus-menerus dan
13
tidak kunjung sembuh. Pasien sudah memeriksakan ke dokter dan diebri
antibiotik, namun keluhan batuk tidak kunjung berkurang. Batuk disertai
dengan dahak. Dahak berwarna putih. Batuk biasa disertai dengan
keringat dingin di malam hari.
Buang air kecil (BAK) 4-5x sehari berwarna kuning keruh dan
setiap kali BAK sebanyak ± 1 gelas belimbing, nyeri saat BAK disangkal,
BAK anyang-anyangan disangkal, rieayat BAK warna merah dan
bercampur dengan pasie disangkal. Buang air besar (BAB) cair sejak 5
hari terakhir SMRS, konsistensi cair warna kuning kecoklatan frekuensi ±
2-3 x sehari. BAB tidak disertai lendir maupun darah.
Keluhan bercak-bercak keputihan dirasakan sejak 1 minggu setelah
masuk rumah sakit. Keluhan dirasakan muncul tiba - tiba dan langsung
muncul banyak. Demam masih dirasakan selama bercak keputihan
muncul. Bercak tidak nyeri dan tidak berdarah. Pasien hanya sedikit
makan dan minum susu.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat mondok : disangkal
Riwayat transfusi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat sakit jantung : disangkal
Riwayat operasi : disangkal
Riwayat sering sakit sariawan sebelumnya : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit serupa di keluarga (-)
Riwayat suami dengan B20 (-)
14
5. Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok : disangkal
Riwayat minum alkohol : disangkal
Riwayat tatto : disangkal
Riwayat ASTA : (+)
6. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien berobat dengan BPJS.g Suami pasien bekerja sebagai sekuriti.
Pasien tidak bekerja dan hanya sebagai ibu rumah tangga.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum: tampak lemah
Kesadaran : GCS E4V5M6 (Composmentis)
Vital sign :
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Respirasi : 20x/menit
Nadi : 90 x/menit
Suhu : 37,8 0C
Kulit : turgor menurun (-), ikterik(-), turgor menurun
Kepala : Mesocephal
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
Telinga : Sekret (-/-), nyeri tekan tragus (-/-)
Hidung : Nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)
Mulut : Sianosis (-), Bibir kering (-), oral trush (+)
15
Leher : Trakhea di tengah, kelenjar limfonodi tidak membesar,
JVP tidak meningkat
Thoraks : Retraksi dinding dada (-), simetris (+)
Cor : Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC IV linea
midclavicularis sinistra, tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intensitas normal,
reguler, bising (-)
Pulmo : Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri, krepitasi (-/-)
Perkusi : Sonor / Sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), ronkhi basah
halus (-/-), ronkhi basah kasar (-/-)
Abdomen : Inspeksi : Dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi : Bising usus (+) 18x/ menit
Perkusi : Tympani (+) seluruh lapang abdomen
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : Oedem - - Akral Dingin + +
- - + +
IV. STATUS ORAL
Ekstra Oral
Maxilla : tak tampak kelainan
16
Mandibula : tak tampak kelainan
Lips : kering
Intra Oral
Palatum : tampak bercak warna putih
Lingua : tampak bercak warna putih
Upper Gingiva : tidak ada kelainan
Lower Gingiva : tidak ada kelainan
Left Buccal : tampak bercak warna putih
Right Buccal : tampak bercak warna putih
Gigi : terdapat cavitas, debris dan kalkulus di beberapa gigi
Oral Hygiene : Mild / Sedang (OHI-S score: 2.5)
(a) (b)
17
(c)
Gambar 1. Kondisi gigi dan mulut pasien. Tampak bercak putih di : (a) Left
buccal (b) buccal inferior, (c) lingual
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium tanggal 24 Maret 2016
Nilai Satuan Rujukan
Hematologi Rutin
Hemoglobin 11.7 g/dL 12.0-15.6
Hematokrit 35 % 33-45
Leukosit 4.5 ribu/uL 4.5-11.0
Trombosit 163 ribu/uL 150-450
Eritrosit 3.97 ribu/uL 4.10-5.10
Index Eritrosit
MCV 88.8 /um 80.0 – 96.0
MCH 29.4 pg 28.0 – 33.0
MCHC 33.1 g/dl 33.0 – 36.0
RDW 14.0 % 11.6 – 14.6
MPV 7.7 fl 7.2 – 11.1
18
PDW 53 % 25 – 65
Hitung Jenis
Eosinofil 2.50 % 0.00 – 4.00
Basofil 0.10 % 0.00 2.00
Netrofil 83.20 % 55.00 – 80.00
Limfosit 9.20 % 22.00 – 44.00
Monosit 4.60 % 0.00 – 7.00
LUC / AMC 0.40 % -
Retikulosit 0.52 % 0.50 – 1.50
OH- 32.4 pg 28.0 -35.0
Kimia Klinik / Laboratorium tanggal 28 Maret 2016
GDS 104 mg/dl 60-140
Albumin 2.4 g/dl 3.5-5.2
SGOT 74 u/l <31
SGPT 55 u/l <34
Kreatinin 0.6 mg/dl 0.6-1.1
Ureum 24 mg/dl <50
Elektrolit
Natrium Darah 126 mmol/L 136-145
Kalium Darah 3.5 mmol/L 3.3-5.1
Kalsium Ion 1.06 mmol/L 1.17 – 1.29
Serologi Hepatitis
HbsAgNon
reactive
Non reactive
19
Permeriksaan Mikrobiologi 30/3/2016
Parameter Hasil Nilai normal
A. Pemeriksaan langsung dengan KOH
- Spora
- Astrospora
- Pseudohifa
Yeast cell (+)
Negatif (-)
Positif (+)
Negatif
Negatif
Negatif
B. Kultur
- Candida Sp
- Cryptococcus Sp
- Kapang
Negatif
Negatif
Negatif
Kesimpulan: Hasil pemeriksaan secara langsung dengan larutan KOH
ditemukan pseudohifa dan yeast cell.
Pemeriksaan Laboratorium Mikrobiologi, 21 Maret 2016
- Hasil pemeriksaan dengan spesimen sputum : ditemukan Klebsiella
pneumoniae ssp pneumoniae
Pemeriksaan Laboratorium Mikrobiologi, 23 Maret 2016
- Hasil pemeriksaan Swab Tenggorok : No growth
Pemeriksaan Laboratorium HIV, 22 Maret 2016
- Hasil Pemeriksaan : Reaktif
20
V. ASSESSMENT
1. Diagnosa
1. Klinis B20 dengan IO Oral trush, presumpitve TB, Community
Acquired Pneumonia (CAP)
2. CAP PSI 60 KR II e.c Klebsiella pneumonia
3. Anemia normokromik, normositik e.c OCD
4. GEA watery type perbaikan
5. Peningkatan enzim transaminase non viral dd viral
6. Imbalance elektrolit
2. Tatalaksana
Bedrest tidak total
O2 nasal 2 lpm
Diet lunak 1900 Kkal extra putih telur
Infus NaCl 0.9% 40 tpm
Infus Clinimix 1 fl / hari
Injeksi meropenem 500 mg / 8 jam
Injeksi omeprazol 40 mg / 12 jam
Injeksi metoklorpamid 10 mg / 8 jam
Paracetamol 500 mg / 8 jam
Cotrimosazol 960 mg/ 24 jam
New diatab 2 tablet jika diare
Nystatin 4 cc / jam
Curcuma 1 tab / 8 jam
3. Prognosa
Ad vitam : dubia ad malam
Ad sanam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
VI. PEMBAHASAN
21
Pada kasus bangsal kali ini diketahui bahwa pasien bernama
Ny.ASL, usia 45 tahun mengeluhkan lidahnya terdapat bercak-bercak
putih sejak ± 1 minggu setelah masuk rumah sakit. Bercak tidak disertai
nyeri. Pasien tidak merasa lidah tebal dan masih bisa merasakan
makanan.
Pada pemeriksaan intraoral ditemukan adanya bercak – bercak putih
dibagian lingua dan bucal kanan dan kiri, atas dan bawah. Bercak – bercak
dapat terkelupas ketika diangkat. Hal ini menunjukkan kecurigaan pada
candidiasis pseudomembranous akut, karena salah satu tanda khas dari
candidiasis pseudomembranous akut adalah bercak putih yang dapat
diangkat. Kecurigaan ini didukung dengan riwayat penyakit yang sedang
diderita pasien yaitu HIV/AIDS.
Pemeriksaan klinis dilakukan untuk melihat gambaran klinis lesi
yang terdapat pada rongga mulut. Untuk gambaran bercak candidiasis
pada pseudomembranous akut yaitu seperti plak mukosa berwarna putih
atau kuning seperti cheesy material. Pemeriksaan penunjang untuk pasien
dengan candidiasis oral yaitu pemeriksaan sitologi eksfoliatif, kultur swab,
uji saliva, dan biopsi. Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk
mengetahui adanya jamur Candida sp serta menegakkan diagnosis pasti
sehingga dapat diberikan terapi yang tepat untuk pasien.
Pada orang dengan HIV/AIDS akan terjadi imunocompromise, yaitu
menurunnya sistem imunitas pada tubuh. Keadaan immunocompromaise
pada pasien menjadi faktor risiko utama yang sering mengakibatkan
infeksi oportunistik seperti candidiasis oral.
22
Pada pasien dengan infeksi HIV, sel langerhans yang terdapat pada
mukosa tubuh akan melakukan fagositosis pada virus ini. Virus yang
tercerna kemudian melakukan duplikasi. Sel langerhans yang terinfeksi
oleh HIV selanjutnya menginisiasi penyebaran HIV ke seluruh tubuh dan
mengakibatkan penurunan respon imun tubuh. Sel langerhans terinfeksi
kemudian mengalami deplesi dan mengakibatkan ketidakseimbangan
proteksi imun mukosa sehingga mikroorganisme sekunder seperti Candida
sp. dapat dengan mudah menginvasi mukosa tubuh, termasuk mukosa oral.
Pada keadaan normal, sel langerhans juga bertindak sebagai APC
yang terutama mengekspresikan MHC kelas II. Namun pada pasien HIV,
sel ini mengalami deplesi progresif, sehingga mengakibatkan penurunan
ekspresi MHC kelas II dan menyebabkan penurunan presentasi antigen
(dalam hal ini antigen Candida sp.) ke sel CD4+. Akibatnya, Sel CD4+
juga mengalami deplesi progresif dan menyebabkan ketidakseimbangan
produksi IL-12 serta deplesi sel Th1. Deplesi sel th1 mengakibatkan
penurunan produksi IFN-γ yang menyebabkan penurunan aktivasi
makrofag. Penurunan aktivasi makrofag menyebabkan penurunan
produksi TNF-α yang beakibat pada penurunan aktivasi sel PMN dan NK
ke lesi.
23
Gambar 2. Mekanisme Patofisiologi Candidiasis
Meskipun demikian, ketidakseimbangan IL-12 masih dapat
mempertahankan ekspresi MHC kelas I dan mengaktivasi sel CD8+ yang
kemudian mengaktivasi sel T sitotoksik ke tempat lesi. Keratinosit yang
terdapat pada mukosa oral juga masih dapat berperan melindungi tubuh
dari invasi Candida sp. dengan berperan langsung membunuh Candida sp
maupun memproduksi IL-8 serta calprotectin. Sel T sitotoksik, IL-8, dan
calprotectin selanjutnya berperan dalam menghambat pertumbuhan
Candida sp.
Kemampuan Candida sp untuk berkolonisasi, penetrasi dan merusak
jaringan tubuh bergantung pada keseimbangan antara virulensi Candida
dan defek pertahanan imun tubuh. Faktor virulensi utama dari Candida sp
adalah enzim hidrolitiknya, yaitu enzim SAP (secreted aspartyl protease).
Enzim SAP mengakibatkan degradasi protein-protein adesi pada jaringan
tubuh, terutama E-cadherin yang berungsi membantu migrasi sel CD8+ ke
mukosa oral. Hal ini mengakibatkan kelumpuhan sistem imun dalam
melawan invasi Candida sp, mengakibatkan progresivitas candidiasis oral
pada pasien dengan HIV.
24
Gambar 3. Immunologi
Bagan Patofisiologi Candidiasis O ral pada Pasien Terinfeksi HIV
↓
25
Pasien HIV/AIDS
Infeksi sekunder Candida sp.
Produksi saliva ↓ , Candida sp. berkembang pesat pada mukosa lidah dan buccal
Sistem imunitas tubuh melemah
Sel CD8+, Sel T sitotoksik, Keratinosit
dipertahankan
Deplesi sel imun (Sel langerhans, sel CD4+, Sel Th1, makrofag, PMN, NK)
Produksi enzim hidrolitik (aspartyl
proteinase) serta
membentuk lapisan biofilm
Plak/ pseudomembran berwarna putih atau kuning yang terdiri dari sel epitel, deskuamasi, fibrin, dan hifa jamur pada mukosa lidah dan
buccal
Terapi utama yang diberikan pada pasien dengan candidiasis oral
adalah terapi anti jamur. Terapi yang dipakai dapat diberikan secara oral,
tetes dan kumur. Beberapa pilihan pengobatan anti jamur antara lain:
1. Golongan Triazole
Salah satu generasi baru antijamur triazole yang memiliki
aktivitas yang poten dan spesifik dalam menghambat sintesa sterol sel
jamur adalah fluconazole. Absorpsi peroral sangat baik, dengan kadar
serum (dan bioavailabilitas sistemik) mencapai lebih dari 90%,
absorpsi peroral tidak dipengaruhi oleh makanan. Kadar puncak
plasma dalam keadaan puasa tercapai dalam 1 hingga 2 jam dengan
waktu paruh eliminasi kurang lebih 30 jam. Waktu-paruh fluconazole
yang panjang ini memungkinkan untuk mempertahankan kadar yang
memadai dari obat di dalam plasma untuk waktu yang cukup lama
sehingga dapat diberikan dosis sekali sehari. Fluconazole dinilai
efektif untuk pengobatan candidiasis oral dengan HIV.
2. Nystatin drop
Untuk obat tetes, dipilih Nystatin drop. Nystatin adalah agen
fungistatik dan fungisidal in vitro pada beberapa jenis ragi dan jamur.
Nystatin berikatan dengan sterol dalam membral sel dari spesies
Candidal yang sensitif sehingga mengakibatkan perubahan pada
permabilitas membra dan selanjudnya menimbulkan kehilangan
komponen intraseluler tidak berkembang selama terapi. Nystatin tidak
menunjukan aktivitas perlawanan pada bakteri, protozoa, atau virus.
3. Chlorhexidine gluconate
Chlorhexidine gliconate berfungsi sebagai bilas mulut (oral rinse)
untuk mencegah denture-induced stomatitis dan mencegah perburukan
dari candidiasis oral.
4. Vitamin B12
Pada pasien candidiasis oral sering disertai dengan defisiensi
vitamin B12, oleh karena itu pada pasien dengan candidiasis oral dapat
diberikan suplementasi vitamin B12.
26
VII. KESIMPULAN
- Candidiasis merupakan penyakit infeksi oral yang disebabkan oleh
jamur Candida sp., terutama Candida albicans.
- Candidiasis oral tipe pseudomembran ditandai dengan adanya bercak-
bercak putih atau kuning di daerah mukosa mulut yang dapat diangkat.
- Faktor risiko dari pasien ialah keadaan immunocompromised yang
disebabkan oleh infeksi HIV sehingga mengakibatkan progresivitas
infeksi oportunistik dari jamur Candida sp.
- Dalam penegakkan diagnosis candidiasis oral, perlu dilakukan
pemeriksaan yang cermat pada pasien, meliputi anamnesis,
pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang untuk membuktikan
adanya Candida sp sebagai patogen penyebab.
- Terapi candidiasis oral adalah anti jamur antara lain golongan triazole,
nystatin, serta dapat diberikan chlorhexidine gluconat dan
suplementasi vitamin B12. Selain itu, terapi antiretroviral juga
diperlukan untuk mengatasi faktor risiko pada pasien ini, yaitu
immunocompromaise akibat infeksi HIV.
27
DAFTAR PUSTAKA
Carranza, F. A., Newman, M. G. 2002. Clinical Periodontology. Edisi 10. Tokyo:
W. B. Saunders Company
Fidel Jr P.L. Candida-Host Interactions in HIV Disease: Implications for
Oropharyngeal Candidiasis. Adv Dent Res., 2011; 23 (1): 45-49.
Giannini P.J., Shetty K.V. Diagnosis and Management of Oral Candidiasis.
Otolaryngol Clin N Am., 2011; 44: 231–240
Journal of Endodontic ,July 2008, Volume 3,Number 7S
Repentigny L., Lewandowski D., Jolicoeur P. Immunopathogenesis of
Oropharyngeal Candidiasis in Human Immunodeficiency Virus Infection.
Clinical Microbiology Reviews, 2011; 17 (4): 729-759.
Sibarani, Merry. Karies: etiologi, karakteristik klinis dan tatalaksana. Majalah
Kedokteran UKI, 2014; 30 (1): 14-22.
28
Top Related