PASAL 21 PADA PT. DHARMA CONTROLCABLE
INDONESIA
SKRIPSI
PASAL 21 PADA PT. DHARMA CONTROLCABLE
INDONESIA
SKRIPSI
SARJANA EKONOMI
OLEH:
Pajak Penghasilan 21 adalah Pajak atas penghasilan berupa
gaji,upah,honorarium,tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan
dalam
pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh orang
pribadi
subjek pajak dalam negeri. Metode Pemungutan PPh Pasal 21 ada tiga
metode
yaitu net method,gross method, dan gross-up method. Tujuan
penelitian ini adalah
menganalisis Perhitumgan dan Pemotongan (PPh) Pasal 21 pada
PT.Dharma
ControlCable Indonesia yang diharapkan akan menguntungkan baik bagi
pihak
perusahaan maupun karyawan.
Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan analisis
deskriptif
kuantitatif yaitu menggambarkan Perhitungan metode Net,Gross,Gross
Up dalam
penghitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 karyawan tetap pada
PT. Dharma
ControlCable Indonesia.
memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak baik perusahaan
maupun
karyawan yaitu dengan pemberian tunjangan pajak sebesar PPh Pasal
21 yang
dipotong atas penghasilan karyawan. Apabila perusahaan menggunakan
net
method maka harus menanggung PPh Pasal 21 atas karyawannya sebesar
Rp
3.765.198,63 dan bersifat nondeductable expenses. Apabila
menggunakan metode
gross-up biaya PPh Pasal 21 yang timbul sebesar Rp 3.952.964,44
sama dengan
besarnya tunjangan pajak yang diberikan perusahaan. Atas tunjangan
yang
diberikan merupakan deductable expenses sehingga akan menghemat
beban pajak
perusahaan. Bagi karyawan kesejahteraan meningkat dengan
peningkatan
penghasilan bruto, take home pay sama dengan net method, dan
kewajiban pajak
terpenuhi.
Kata kunci: Penghitungan PPh Pasal 21 atas karyawan tetap, net
method, gross
method, gross-up method.
vi
ABSTRACT
Income Tax Article 21 is tax on income in the form of salary,
wages,
honoraria, allowances and other payments by name and in employment
or
occupation, services and activities carried out by an individual
person subject to
domestic taxes. Method of Collection of Income Tax Article 21 there
are three
methods, namely net method gross method, and gross-up method. The
purpose of
this study is to analyze the Calculation and Withholding (PPh)
Article 21 at PT.
Dharma ControlCableIndonesia is expected to benefit both the
company and
employees.
This research is a research using quantitative descriptive analysis
that
describes Calculation method Net, Gross, Gross Up in calculating
Income Tax
(PPh) Article 21 permanent employees at PT. Dharma
ControlCableIndonesia.
The results showed that the use of gross-up method will provide
benefits
for both parties both companies and employees that is with the
provision of tax
allowances of Income Tax Article 21 which is deducted on the income
of
employees. If the company uses net method, it must bear the income
tax of Article
21 of its employees amounting to Rp 3,765,198.63 and is
nondeductable expenses.
When using the gross-up method, the cost of Income Tax Article 21
arising
amounting to Rp 3,952,964.44 is equal to the amount of tax
allowance granted by
the company. The benefits given are deductable expenses which will
save the
company's tax burden. For welfare employees increased by increasing
gross
income, take home pay is equal to net method, and tax obligation is
fulfilled.
Keywords: Income Tax Article 21 for permanent employees, net
method, gross
method, gross-up method.
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
Rahmat
dan Karunia-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi
yang
berjudul “ANALISIS METODE PERHITUNGAN DAN PEMOTONGAN PADA
PT. DHARMA CONTROLCABLE INDONESIA
mencapai gelas sarjana ekonomi pada jurusan akuntansi Universitas
Satya Negara
Indonesia
Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan dan
dorongan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
ingin
mengucapkan terima kasih yang sebesarnya kepada:
1. Ibu Dr. Yusriani Sapta Dewi, selaku Rektor Universitas Satya
Negara
Indonesia
2. Bapak Adolpino Nainggolan, SE, M.Ak., selaku Dekan Fakultas
Ekonomi
3. Ibu Nur Anissa, SE., M.Si, Ak.CA., selaku Ketua Jurusan
Akuntansi
4. Bapak Natrion, ST.,SE.,M.Ak., selaku Dosen Pembimbing yang
meluangkan waktu kepada penulis dalam penyelesaian tugas Skripsi
ini
5. Ibu Christina, SE,M.Si., selaku Dosen Pembimbing yang
meluangkan
waktu kepada penulis dalam penyelesaian tugas Skripsi ini
6. Mama, Mama Mertua, Kaka, Abang selaku keluarga yang saya cintai
yang
senantiasa memberikan dukungan baik Doa dan tenaga dalam
menyelesaikan skripsi ini
7. Suamiku Efraim Tambunan dan anakku Felicia yang selalu
memberikan
inspirasi, semangat, motivasi, waktu dan bantuan dalam
menyelesaikan
skripsi ini hingga selesai
8. Novriyanti Siagian, Irien Ramadani, Lestari Agustina dan Riska
Putri
Wulan Nanda selaku teman dan sahabat yang setia yang menjadi
teman
terbaik di setiap kondisi, terima kasih untuk waktu dan canda tawa
kalian
yang selalu membuat penulis bersemangat dalam menyelesaikan skripsi
ini
9. Seluruh dosen ekonomi yang pernah mendidik penulis selama kuliah
dan
staff karyawan fakultas ekonomi Universitas Satya Negara
Indonesia
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh
karena itu, penulis menerima seluruh saran dan kritik yang
membangun dari
berbagai pihak dan semoga skripsi ini dapat berguna bagi para
pembaca
Akhir kata, dengan segala ketulusan hati penulis memohon maaf
apabila
terdapat kesalahan dan kelemahan dalam skripsi ini
Jakarta, Agustus 2017
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI .…....………………………….……..... iii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI…………………..…...……….…........ iv
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Pajak …..………......……………..………………....... 8
2.2 Karakteristik Pajak ……………..………………………………... 9
2.3 Fungsi Pajak ……………..………………………………………. 9
2.5 Hukum Pajak Materiil dan Hukum Pajak Formil .....…………..
13
x
2.7.1 Stelsel Pajak……………………………………………...15
2.8 Perencanaan Pajak……………………………..………………...17
2.9.2 Wajib Pajak Penghasilan Pasal 21……………………….20
2.9.3 Tidak Termasuk Wajib Pajak PPh Pasal 21……………..23
2.9.4 Objek PPh Pasal 21………………………………………24
2.9.5 Penghasilan Yang Tidak Dipotong PPh Pasal 21………..25
2.10 Cara Perhitungan PPh Pasal 21…………………………………..26
2.10.1 Perhitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan teratur Bagi
PegawaiTetap……….……………………………………26
Bagi Pegawai Tetap………………………………………29
2.10.3 Perhitungan PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tidak Tetap
Yang
Menerima Upah Dibayarkan Secara Bulanan……………30
2.11 Tarif Pajak Penghasilan (PPh)
2.11.1 Tarif Pajak Penghasilan Untuk WP Orang Pribadi………31
xi
Pasal 21…………………………………………………..32
2.11.4 Tujuan dari Perhitungan PPh 21…………………………34
2.12 Metode Pemotongan PPh Pasal 21………………………………35
2.12.1 Teknis Penghitungan……………………………………..35
2.13 Penelitian Terdahulu……………………………………………..40
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1.1 Sejarah Perusahaan……………………………………….42
3.1.3 Struktur Perusahaan……………………………………...45
3.1.5 Bidang Usaha…………………………………………….49
3.2. Metode Penelitian………..………………………………………50
3.2.2 Desain Penelitian………………………………………...51
3.2.4 Jenis Data………………………………………………...52
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
4.1 Penyajian Data…………………………………………………...54
xii
5.1 Kesimpulan………………………………………………………77
5.2 Saran……………………………………………………………..78
DAFTAR PUSTAKA…………………………...………………………………80
2.2 Perbandingan Besarnya PTKP………………………………………...…34
2.3 Penelitian Terdahulu…………………………………………………......41
4.2 Data Gaji Karyawan Tetap PT. DCCI…………………………….…...…57
4.2 Perhitungan PPh Pasal 21 Menggunakan Metode
Net………..…….…....61
4.3 Perhitungan PPh Pasal 21 Menggunakan Metode
Gross……………..….66
4.4 Perhitunga Dengan Menggunakan Metode Gross
Up……………….......73
4.5 Perbandingan Penghasilan Karyawan Dengan Penerapan Metode
Pemotongan PPh Pasal 21………………………………………………..75
xiv
xv
1. Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Karyawan Tetap PT.
DCCI
Menggunakan Metode Net …………………….……………..…..…58
2. Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Karyawan Tetap PT.
DCCI
Menggunakan Metode Gross……………………………….……..…63
3. Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Karyawan Tetap PT.
DCCI
Menggunakan Metode Gross Up……………………………….……68
1
Sebagian besar penerimaan Negara adalah dari sektor pajak. Hal
tersebut
dikarenakan sampai detik ini penerimaan Negara dari sektor pajak
masih
menjadi prioritas utama untuk mensukseskan dan melancarkan
pembangunan
nasional yang terus berkesinambungan. Bagi Negara pajak merupakan
salah satu
sumber penerimaan terpenting yang akan digunakan untuk
membiayai
pengeluaran Negara baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran
untuk
pembangunan. Pada dasarnya setiap orang tidak suka membayar pajak
dan
berusaha untuk membayar pajak sekecil mungkin karena dengan
membayar
pajak berarti mengurangi kemampuan ekonomis mereka, segala upaya
untuk
penghematan pajak dalam perusahaan pun dilakukan dengan
memanfaatkan
celah-celah peraturan perpajakan yang ada dengan harapan memperolah
laba
bersih setelah pajak. Salah satunya melakukan penghematan PPh badan
yang
dapat dilakukan pada biaya-biaya yang berkaitan dengan
kesejahteraan
karyawan. Diantaranya adalah pada PPh Pasal 21 atas penghasilan
yang diterima
oleh karyawan.
Ada 3 (tiga) metode yang dapat dipilih oleh perusahaan dalam
menerapkan pemungutan PPh Pasal 21 karyawan yaitu Metode Net,
Metode
Gross dan Metode Gross Up. Metode Net adalah metode pemotongan
pajak
2
dimana perusahaan menanggung PPh Pasal 21. Metode Gross adalah
metode
pemotongan di mana karyawan menanggung sendiri jumlah pajak
penghasilanya. Metode Gross Up adalah metode pemotongan pajak di
mana
perusahaan memberikan tunjangan pajak PPh Pasal 21 yang
diformulasikan
jumlahnya sama besar dengan jumlah pajak PPh Pasal 21 yang akan di
potong
dari karyawan. Pajak Penghasilan Pasal 21 merupakan salah satu
pajak langsung
yang dipungut atau merupakan pajak Negara yang berasal dari
pendapatan
rakyat, Dari berbagai jenis pajak yang ada, Pajak Penghasilan Pasal
21
merupakan salah satu pajak yang memberikan masukan sangat besar
bagi
Negara. Kebijakan pemerintah dalam mengatur Pajak Penghasilan (PPh)
Pasal
21 antara lain dengan dikeluarkannya undang-undang nomor 7 tahun
1983
sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 10 tahun 1994,
dan
perubahan terakhir dengan undang-undang nomor 17 tahun 2008.
Selanjutnya
aturan pelaksanaannya adalah dengan dikeluarkannya keputusan
Direktorat
Jendral Pajak No.KEP-545/PJ/2008 tentang petunjuk pelaksanaan
pemotongan,
penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 21 sehubungan dengan pekerjaan
jasa dan
kegiatan orang pribadi. Walaupun pajak berpengaruh terhadap aspek
kehidupan
usaha dan keputusan bisnis, tidaklah berarti bahwa pajak tersebut
tidak dapat
dikendalikan. Dengan memahami secara benar segala ketentuan
peraturan
perundang-undangan terus menerus perubahannya, sesungguhnya pajak
tersebut
dapat dikelola dengan baik agar tercapai efisiensi pembayaran
pajak,
3
karena suatu pengelolaan pajak yang efektif merupakan hal yang
vital bagi suatu
usaha yang berorientasi kepada keuntungan.
Pajak Penghasilan 21 adalah Pajak atas penghasilan berupa gaji,
upah,
honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam
bentuk
apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan
yang
dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri, sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal 21 Undang- Undang No.36 Tahun 2008 Tentang Pajak
Penghasilan.Apabila orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri
memperoleh
penghasilan dan dikenakan PPh Pasal 21, maka menjadi wajib pajak
orang
pribadi dalam negeri. Warga Negara asing (orang asing) yang tinggal
atau
berniat tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam satu tahun
termasuk dalam
pengertian wajib pajak orang pribadi dalam negeri, sehingga atas
penghasilan
orang asing tersebut apabila lebih dari 183 hari tinggal di
Indonesia merupakan
objek PPh Pasal 21. Masa Desember atau masa pajak tertentu di mana
pegawai
tetap berhenti bekerja. Dalam Masa Pajak Desember PPh Pasal 21
dihitung dari
Januari atau pegawai mulai bekerja sampai dengan Desember. Dalam
Masa
Pajak Tertentu (bagi pegawai tetap berhenti bekerja) PPh Pasal 21
dihitung dari
Januari atau pegawai mulai bekerja sampai dengan Masa Pajak pegawai
tetap
berhenti bekerja. Pemotong PPh Pasal 21 adalah Wajib Pajak orang
pribadi atau
Wajib Pajak badan, termasuk bentuk usaha tetap, yang mempunyai
kewajiban
untuk melakukan pemotongan pajak atas Penghasilan Sehubungan
dengan
4
Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal
21 Undang-Undang No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
Pengelolaan kewajiban pajak tersebut sering disosialisasikan
dengan
suatu elemen dalam suatu perusahaan yang disebut Tax
Management
(manajemen pajak). Langkah awal dalam manajemen pajak adalah
perencanaan
pajak (Tax planning) yakni mengumpulkan dan melakukan penelitian
terhadap
peraturan perpajakan agar dapat diselidiki jenis tindakan
penghematan pajak
yang dapat dilakukan dan masih tetap berada dalam bingkaian
ketentuan
perpajakan. Perubahan undang-undang pajak yang dilakukan oleh
pemerintah
dimaksudkan untuk menyempurnakan sistem perpajakan yang telah ada,
adapun
undang-undang perpajakan yang baru tersebut mulai berlaku tahun
2008.
Wajib pajak yang diperlakukan sebagai subyek dalam sistem
pemungutan pajak khususnya pada bidang pajak penghasilan (PPh)
disebabkan
wajib pajak diberikan kepercayaan penuh oleh negara (direktorat
jendral pajak)
untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan
sendiri
jumlah pajak yang terutang sesuai dengan Self Assetment.
Dengan sistem pemungutan pajak yang baru atau sering disebut
dengan
sistem full self assesment, dimana wajib pajak merupakan subyek
pajak yang
diberikan kepercayaan penuh untuk menghitung dan melaksanakan
sendiri
kewajiban perpajakannya.
penghasilan yang diterima atau diperoleh dapat dianggap sebagai
biaya atau
beban (expense) dalam menjalankan usaha atau melakukan kegiatan.
Agar biaya
atau beban pajak tersebut dapat terealisir seminimal mungkin, maka
penerapan
manajemen pajak yang efektif melalui perencanaan pajak harus
dilaksanakan
dengan baik.
dengan judul “Analisis Metode Perhitungan, Pemotongan PPh Pasal
21
Pada PT. Dharma ControlCable Indonesia “.
1.2 Rumusan Masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana analisis perhitungan dan pemotongan PPh pasal 21
dengan
Metode Net pada PT. Dharma ControlCable Indonesia ?
2. Bagaimana analisis perhitungan dan pemotongan PPh pasal 21
dengan
Metode Gross pada PT. Dharma ControlCable Indonesia ?
3. Bagaimana analisis perhitungan dan pemotongan PPh pasal 21
dengan
Metode Gross Up pada PT. Dharma ControlCable Indonesia ?
1.3. Tujuan dan kegunaan Penelitian
1. Tujuan penelitian
a. Untuk mengetahui Analisis perhitungan dan pemotongan PPh Pasal
21
dengan metode Net pada PT. Dharma ControlCable Indonesia.
b. Untuk mengetahui Analisis perhitungan dan pemotongan PPh Pasal
21
dengan metode Gross pada PT. Dharma ControlCable Indonesia.
6
c. Untuk mengetahui Analisis perhitungan dan pemotongan PPh Pasal
21
dengan metode Gross Up pada PT. Dharma ControlCable
Indonesia.
2. Kegunaan Penelitian
berbagai pihak, yaitu:
a. Kegunaan Teoritis
bagi para akademis yang memperdalam ilmu pengetahuan,
khususnya
mengenai ilmu perpajakan.
b. Kegunaan Praktis
– teori yang telah diterima dan menerapkan teori-teori yang
telah
diterima dan dipelajari selama ini dan membandingkan dengan
kenyataan yang telah ditemukan dalam penelitian secara
langsung.
Bagi Pembaca dan Masyarakat Dapat Menjadi sumber informasi
untuk memperluas wawasan dan khususnya tentang Pajak
Penghasilan Pasal 21 pada PT. DCCI sebagai bahan acuan
apabila
peneliti lain ingin melakukan penelitian sejenis lebih
lanjut.
Bagi Perusahaan (PT. DCCI ) Penelitian di harapkan dapat
berguna
untuk menyumbang pemikiran dan saran-saran guna perbaikan
kinerja
di PT. DCCI dan sebagai sarana efektivitas dan efisiensi
7
meningkatkan kesadaran dalam proses pelaporan dan
penghitungan pajak.
undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran
rakyat . (Pasal 1 UU KUP No.28 Tahun 2007 ).
Menurut Prof. Dr. P.J.A Adriani Pajak adalah iuran kepada
Negara
yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan, tidak mendapatkan
prestasi
dan langsung dapat ditunjuk untuk pembiayaan pengeluaran
umum.
Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH., yaitu“Pajak adalah
iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang
dapat
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi)
yang
langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar
pengeluaran umum.
mendefinisikan Pajak adalah harta kekayaan yang berdasarkan
UU
sebagiannya wajib diberikan oleh rakyat kepada Negara, tanpa
mendapatkan komprestasi yang diterima rakyat secara individual
dan
langsung dari Negara, serta bukan merupakan penalty yang
berfungsi
sebagai dana untuk penyelenggaraan Negara dan sisanya jika
digunakan
mengatur kehidupan sosial ekonomi masyarakat.
9
sebagai berikut :
Yang berhak memungut pajak hanyalah Negara, Iuran tersebut
berupa uang (bukan barang ).
aturan pelaksanaannya.
c. Tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi dari Negara yang
secara
langsung dapat ditinjau. Dalam pembayarannya pajak tidak
dapat
ditinjaukan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.
d. Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara. Yakni
pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
2.3 Fungsi Pajak
kepentingan bersama para warga masyarakat. Berdasarkan ciri-ciri
yang
melekat pada pengertian pajak dari berbagai definisi, terdapat 5
fungsi
pajak, yaitu:
menjaga stabilitas ekonomi suatu negara. Pajak dapat
digunakan untuk mengatasi ketidakstabilan ekonomi melalui
penentuan tarif pajak.
tujuan-tujuan yang telah ditetapkan pemerintah. Pajak
berfungsi mengatur perekonomian dalam rangka mencapai
tingkat pertumbuhan ekonomi yang cepat dan tepat sasaran.
3. Fungsi anggaran; artinya pajak sebagai sumber penerimaan
negara untuk membiayai pengeluaran pemerintah kaitannya
dengan pelayanan publik.
menyediakan barang dan atau jasa yang dibutuhkan
masyarakat.
pelaksanaan pembangunan ekonomi dalam rangka
meningkatkan taraf hidup masyarakat. Atau bisa juga disebut
sebagai fungsi untuk pemerataan pendapatan.
2.4 Syarat Pemungutan Pajak
perlawanan, maka pemunguan pajak harus memenuhi syarat
sebagai
berikut:
Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan,
undang-undang
dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-
undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata,
serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedangkan
adil
11
untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan
mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak.
b. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (Syarat Yuridi
)
Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal
ini
memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi
Negara maupun warganya.
Pemungutan tidak boleh menganggu kelancaran kegiatan produksi
maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan
perekonomian masyarakat.
Sesuai dengan budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat
ditekan
sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.
e. Sistem Pemungutan Pajak Harus Sederhana
Sistem pemungutan pajak yang sederhana akan memudahkan dan
mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
2.4.1 Teori-Teori Yang Mendukung Pemungutan Pajak
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan atau memberikan
justifikasi pemberian hak kepada Negara untuk memungut pajak.
Teori-
teori tersebut, yaitu :
Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan
sebagai
premi asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan
tersebut.
b. Teori Kepentingan
masing-masing orang.Semakin besar kepentingan seseorang
terhadap
Negara semakin tinggi pajak yang harus dibayar.
c. Teori Daya Pikul
Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya
pajak
harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang.
d. Teori Bakti
kewajiban.
Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak.
Maksudnya
memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga
masyarakat untuk rumah tangga Negara. Selanjutnya Negara akan
menyalurkan kembali ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan
kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kepentingan seluruh
masyarakat lebih diutamakan. (Mardiasmo, 2009:4)
13
Hukum pajak mengatur hubungan antara pemerintah (fiscus)
selaku
pemungut pajak dengan rakyat sebagai Wajib Pajak (WP). Ada 2
macam
hukum pajak yakni:
perbuatan, peristiwa hukum yang dikenai pajak (objek pajak),
siapa
yang dikenakan pajak (subjek), berapa besar pajak yang
dikenakan
(tarif), segala sesuatu tenang timbul dan hapusnya utang pajak,
dan
hubungan hukum antara pemerintah dan Wajib Pajak.
2. Hukum Pajak Formil
memuat antara lain:
pajak.
menimbulkan utang pajak.
pencatatan, dan hak-hak Wajib Pajak misalnya mengajukan
keberatan dan banding.
a) Pajak langsung adalah pajak yang harus ditanggung sendiri
oleh
wajib pajak tanpa hak pelimpahan. Contohnya Pajak
Penghasilan.
b) Pajak tidak langsung adalah pajak yang pada akhirnya dapat
dibebankan atau dilimpahkan pada orang lain. Contohnya Pajak
Pertambahan Nilai.
pada subjeknya, dengan artian memperhatikan keadaan diri
wajib
pajak.
b. Pajak Objektif adalah pajak yang hanya memperhaikan objek
tanpa
memperhatikan wajib pajak. Contoh: Pajak Pertambahan nilai
dan
Pajak penjualan berang mewah.
3. Menurut Lembaga Pemungutnya
a) Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat
dan
dipergunakan untuk rumah tangga negara. Contoh : Pajak
Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan barang
mentah, Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Materai.
b) Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah
daerah
dan dipergunakan untuk membiayai pemerintah daerah. Pajak
daerah terdiri atas:
bahan bakar kendaraan bermotor
2.7 Tata Cara Pemungutan Pajak
2.7.1 Stelsel Pajak
1. Stelsel Nyata (Riel Stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada objek pajak (penghasilan yang
nyata) sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir
tahun
pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya telah
dapat
diketahui.
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur
oleh
Undang-undang, misalnya penghasilan suatu tahun dianggap sama
dengan tahun sebelumnya sehingga pada awal tahun pajak telah
dapat
ditetapkan besarnya pajak terutang.
keadaan yang sebenarnya.
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib
Pajak
yang bertempat tinggal diwilayahnya, baik penghasilan yang
berasal
dari dalam negeri maupun luar negeri.Asas ini berlaku untuk
Wajib
Pajak dalam negeri.
2. Asas Sumber
wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.
3. Asas Kebangsaan
Misalnya: pajak bangsa asing di Indonesia dikenakan pada setiap
orang
yang bukan berkebangsaan Indonesia yang bertempat tinggal di
Indonesia.Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak Luar Negeri
(WPLN).
2.7.3 Sistem Pemungutan Pajak
1. Official Assessment System
wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya
pajak
yang terutang.
b. Wajib Pajak (WP) bersifat pasif.
17
c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak
oleh
pemerintah (fiskus).
memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri
besarnya Pajak yang terutang.
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada
Wajib
Pajak itu sendiri.
b. Wajib Pajak Aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan
melaporkan
sendiri pajak yang terutang.
3. Withholding System
wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut
besarnya
pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
Ciri-cirinya:
ketiga, pihak selain pemerintah (fiskus) dan Wajib Pajak.
2.8 Perencanaan Pajak
merekayasa usaha dan transaksi Wajib Pajak agar utang pajak
berada
dalam jumlah yang minimal, tetapi masih dalam bingkai
peraturan
perpajakan. Namun demikian, perencanaan pajak juga dapat
diartikan
18
benar, dan tepat waktu sehingga dapat secara optimal
menghindari
pemborosan sumber daya.
1) Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP) dan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena
Pajak (NPPKP).
4) Membayar pajak
Basis penghitungan pajak adalah objek pajak. Dalam rangka
optimalisasi alokasi sumber dana, manajemen akan merencanakan
pembayaran pajak yang tidak lebih dan tidak kurang.Untuk
itu,objek pajak harus dilaporkan secara benar dan lengkap.
2.8.1 Tujuan Dilakukan Perencanaan Pajak
Menurut Lumbatoruan (2000;483), fungsi perencanaan pajak ada
secara teoritis perencanaan pajak adalah bagian dari manajemen
pajak.
Perencanaan pajak disini tidak sama dengan perencanaan yang
merugikan penerimaan negara. Tujuan manajemen pajak dasarnya
serupa dengan tujuan manajemen keuangan yaitu sama-sama
bertujuan
untuk memperoleh likuiditas dan laba yang cukup.
19
A. Tax Avoidance
memanfaatkan kelemahan – kelemahan ketentuan perpajakan suatu
Negara.Dengan demikian, usaha tersebut dilakukan secara legal
karena tidak melanggar ketentuan pajak.
B. Tax Evasion
meringankan biaya pajaknya dengan memanipulasi penghasilan
yang
diperolehnya secara illegal atau melanggar ketentuan hukum
perpajakan yang berlaku.
C. Tax Saving
rendah.Misalnya,perusahaan yang memiliki penghasilan kena
pajak
lebih dari Rp.100 juta dapat melakukan perubahan pemberian
aturan
kepada karyawan menjadi tunjangan dalam bentuk uang.
Penghematan
Pajak atas perubahan ini berkisar antara 5%-25% untuk
penghasilan
karyawan sampai dengan Rp.200 Juta.
D. Menunda Pembayaran Kewajiban Pajak
Menunda pembayaran kewajiban pajak tanpa melanggar
peraturan yang berlaku dapat dilakukan melalui penundaan
pembanyaran PPN. Penundaan ini dilakukan dengan menunda
20
diperkenankan, khusunya untuk penjualan kredit. Dalam hal ini,
penjual
dapat menerbitkan faktur pajak pada akhir bulan berikutnya
setelah
bulan penyerahan barang.
Wajib pajak sering kurang memperoleh informasi mengenai
pembayaran pajak yang dapat dikreditkan yang merupakan pajak
dibayar dimuka. Misalnya, PPh Pasal 22 atas pembelian solar
dan/atau
impor dan Fiskal Luar Negeri atas perjalanan dinas pegawai.
2.9 Pajak Penghasilan Pasal 21
2.9.1 Pengertian PPh 21
atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan
pembayaran lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun
sehubungan
dengan pekerjaan atau jabatan atau sebagai imbalan atas jasa.
Didalam
Pasal 21 ini mengatur tentang pembayaran pajak pada tahun
berjalan
melalui pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau
diperolah
oleh WP orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan,
jasa
dan kegiatan.
Penerimaan penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah
orang
pribadi dengan status sebagai subjek pajak dalam negeri yang
menerima
21
pemotongan PPh Pasal 21 sebagai berikut:
1. Pejabatan Negara , adalah :
b. Ketua , Wakil Ketua dan anggota DPR / MPR , DPRD
Provinsi dan DPRD Kabupaten /kota.
c. Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Agung
d. Menteri dan menteri Negara
e. Jaksa Agung
h. Walikota dan wakil walikota daerah kota
2. Pegawai Negeri Sipil ( PNS ) adalah PNS-Pusat, PNS – Daerah
dan
PNS-lainnya yang ditetapkan dengan peraturan pemerintahan
yang
diatur dalam undang-undang No.8 Tahun 1974.
3. Pegawai adalah setiap orang pribadi yang melakukan
pekerjaan
berdasarkan perjanjian atau kesempatan kerja baik tertulis
maupun
tidak tertulis, termasuk yang melakukan pekerjaan dalam
jabatan
negeri atau BUMN atau BUMD.
4. Pegawai Tetap adalah orang pribadi yang bekerja pada
pemberi
kerja, yang menerima gaji dalam jumlah tertentu secara
berkala,
termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas
22
perusahaan secara langsung.
5. Pegawai dengan status wajib pajak luar negeri adalah orang
yang
tidak bertempat tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari
dalam
jangka waktu 12 bulan yang menerima gaji, honorium atau
imbalan
lain sehubungan dengan pekerjaan jasa dan kegiatan 6.Tenaga
Lepas
adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang
hanya
menerima imbalan apabila orang pribadi yang bersangkutan
bekerja.
7. Penerima Pensiun adalah orang pribadi atau ahli waris yang
menerima
imbalan untuk pekerjaan yang dilakukan di masa lalu, termasuk
orang pribadi atau ahli waris yang menerima Tabungan Hari
Tua.
8. Penerima Honorium adalah orang pribadi yang menerima atau
memperoleh imbalan sehubungan dengan jasa, jabatan , atau
kegiatan
yang dilakukannya.
9. Penerima Upah adalah orang pribadi yang menerima upah harian
,
upah mingguan, upah borongan, upah satuan. Yang menerima
penghasilan sehubungan dengan pekerjaan , jasa , dan kegiatan
dari
pemotongan pajak.
termasuk mengikuti rapat , sidang , seminar , workshop,
pendidikan , pertunjukan dan olahraga.
b. Upah harian adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas
dasar jumlah hari kerja.
secara mingguan
d. Upah borongan adalah upah yang terutang atau dibayarkan
atas
dasar penyelesaian pekerjaan tertentu.
atas dasar banyaknya satuan produk yang dihasilkan.
2.9.3 Tidak Termasuk Wajib Pajak PPh Pasal 21
Yang termasuk penerimaan penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21
,
adalah :
a. Pejabat Perwakilan Diplomatik dan konsulat atau pejabat lain
dari
Negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka
yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka dengan
syarat :
menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya
di Indonesia.
b. Pejabat Perwakilan Organisasi Internasional sebagaimana
dimaksud
dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK/.03/2008
sepanjang bukan warga Negara Indonesia dan tidak menjalankan
usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain.
24
Penghasilan yang dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 adalah
sebagai
berikut :
1. Penghasilan yang diterima oleh pegawai tetap baik berupa gaji,
uang
pensiun bulanan, upah, honorium (termasuk honorium anggota
dewan
komisaris atau anggota dewan pengawas), premi bulanan, uang
lembur, tunjangan istri, tunjangan anak, tunjangan jabatan,
tunjang
transport, tunjangan pajak, yang dibayar oleh pemberi kerja,
dan
penghasilan teratur lainnya dengan nama apa pun.
2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun
secara
teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenuisnya.
Penghasilan
sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan
sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus
berupa
uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau
jaminan
hari tua dan pembayaran lain sejenis.
3. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa
upah
harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah
yang
dibayarkan secara bulanan. Imbalan kepada bukan pegawai, antara
lain
berupa honorium, komisi, fee dan imbalan sejenis dengan nama
dan
dalam bentuk apa pun sebagai imbalan sehubungan dengan
pekerjaan,
jasa, dan kegiatan yang dilakukan. Imbalan kepada peserta
kegiatan,
antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat ,
honorium,
25
hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun
dan
imbalan sejenisnya dengan nama apa pun.
2.9.5 Penghasilan Yang Tidak Dipotong PPh Pasal 21
a. Pembayaran manfaat atau santunan Asuransi dari perusahaan
Asuransi
kesehatan, Asuransi kecelakaan, Asuransi jiwa, Asuransi dwiguna,
dan
asuransi bea siswa.
diberikan oleh bukan Wajib Pajak , Wajib Pajak yang dikenakan
Pajak
Penghasilan yang bersifat final dan yang dikenakan Pajak
Penghasilan
berdasarkan norma perhitungan khusus (demand profit ).
c. Iuran Pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang
pendirinya
telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan Iuran tunjangan hari
tua
atau iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan
hari
tua atau badan penyelenggaraan jaminan sosial tenaga kerja
yang
dibayar oleh pemberi kerja.
1. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari
badan
atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan
Pemerintah.
2. Beasiswa yang diterima atau diperoleh Warga Negara
Indonesia
dari Wajib Pajak pemberi beasiswa dalam rangka mengikuti
pendidikan formal/non formal yang terstruktur baik di dalam
maupun diluar negeri.
2.10.1 Perhitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Teratur Bagi
Pegawai
Tetap
a. Untuk menghitung PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai
tetap
terlebih dahulu dicari seluruh penghasilan bruto yang diterima
atau
diperoleh selama sebulan, yang meliputi seluruh gaji, segala
jenis
tunjangan dan pembayaran teratur lainnya, termasuk uang lembur
(
overtime ) dan pembayaran sejenisnya.
Kecelakaan kerja (JKK ), premi Jaminan kematian (JK) dan
premi
Jaminan Pemeliharaan Kecelakaan ( JPK) yang dibayar oleh
pemberi
kerja merupakan penghasilan bagi pegawai. Ketentuan yang sama
diberlakukan juga bagi premi asuransi kesehatan , asuransi
kecelakaan
kerja, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa
yang
dibayarkan oleh pemberi kerja untuk pegawai kepada perusahaan
asuransi lainnya. Dalam menghitung PPh Pasal 21, premi
tersebut
digabung dengan penghasilan bruto yang dibayar oleh pemberi
kerja
kepada pegawai .
dengan cara mengurangi penghasilan bruto sebelum dengan biaya
jabatan, iuran pesiun, iuran jaminan hari tua, iuran tunjangan hari
tua
yang dibayar sendiri oleh pegawai yang bersangkutan melalui
pemberi
kerja kepada Dana Pensiun yang pendirinya telah disahkan oleh
27
Jamsostek.
penghasilan neto sebulan dikalikan 12
e. Dalam hal ini seorang pegawai tetap dengan kewajibannya
pajak
subjektifnya sebagai Wajib Pajak dalam negeri sudah ada sejak
awal
tahun, tetapi mulai bekerja setelah bulan januari, maka
penghasilan
netto setahun dihitung dengan mengkalikan penghasilan netto
sebulan
dengan banyaknya bulan sejak pegawai yang bersangkutan mulai
bekerja sampai dengan bulan Desember dan menambahkan hasilnya
dengan penghasilan netto yang diperoleh dalam masa-masa
sebelumnya dalam tahun yang sama yang diperoleh dari pemberi
kerja
sebelumnya sesuai dengan yang tercantum dalam bukti
pemootongan
PPh Pasal 21 ( Form 1721 A1 ), jika pegawai yang bersangkutan
sebelumnya bekerja pada pemberi kerja itu.
f. Selanjutnya dikurangi penghasilan kena pajak sebagai dasar
penerapan tarif Pasal 17 UU PPh, yaitu sebesar penghasilan
netto
setahun pada huruf a atau b diatas, dikurangi dengan PTKP.
g. Setelah diperoleh PPh terutang dengan menerapkan tarif 17 UU
PPh
terhadap Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf
c
,`selanjutnya dihitung PPh pasal 21 sebulan, yang harus dipotong
dan
atau disetor ke kas Negara, yaitu sebesar :
28
dimaksud pada huruf a dibagi 12
2) Apabila PPh Pasal 21 setahun setelah dikurangi dengan PPh
yang
terutang dan telah diperhitungkan pada pemberi kerja
sebelumnya sesuai yang tercantum dalam bukti potong PPh
Pasal 21, Jika pegawai yang bersangkutan sebelumnya bekerja
pada pemberi kerja lain, dibagi dengan banyaknya bulan
pegawai
yang bersangkutan bekerja, atas penghasilan sebagaimana
dimaksud huruf b.
h. Apabila pajak yang terutang pada pemberi kerja tidak
didasarkan
atas masa gaji sebulan, maka untuk perhitungan PPh Pasal 21,
jumlah penghasilan tersebut terlebih dahulu dijadikan
penghasilan
bulanan dengan mempergunakan factor perkalian sebagai
berikut:
1. Gaji untuk masa seminggu dikalikan dengan 4.
2. Gaji untuk masa sehari dikalikan dengan 26.
i. Selanjutnya dilakukan perhitungan PPh Pasal 21 sebulan
dengan
cara seperti dalam angka 2 diatas.
j. PPh Pasal 21 atas penghasilan seminggu dihitung
berdasarkan
PPh Pasal 21 sebulan dalam huruf 2 dibagi 4, sedangkan PPh
Pasal 21 atau penghasilansehari dihitung berdasarkan PPh
Pasal
21 sebulan dalam angka 2 dibagi 26.
k. Jika kepada pegawai disamping dibayar gaji bulanan juga
dibayar
kenaikan gaji yang berlaku surut ( rapel ), misalnya 5 (
lima)
29
sebagai berikut :
(dalam hal ini 5 bulan )
2. Hasil pembagian rapel tersebut ditambahkan pada gaji
setiap
bulan sebelum adanya kenaikan gaji , yang sudah dikenakan
pemotongan PPh Pasal 21
3. PPh Pasal 21 atas gaji untuk bulan-bulan setelah ada kenaikan
,
dihitung kembali atas dasar gaji baru setelah ada kenaikan .
4. PPh Pasal 21 terutang atas tambahan gaji untuk bulan-bulan
yang dimaksud adalah selisih antara jumlah pajak yang
dihitung
berdasarkan huruf c dikurangi jumlah pajak yang telah
dipotong.
a. Apabila kepada pegawai disamping dibayar gaji yang
didasarkan masa gaji dari satu bulan juga dibayar gaji lain
mengenai masa yang lebih lama dari satu bulan seperti
tersebut dalam angka 4, maka cara perhitungan PPh Pasal
21 adalah sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam angka
4 dengan memperhatikan ketentuan dalam angka 3.
2.10.2 Perhitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Tidak Teratur
Bagi
Pegawai Tetap
semacam itu yang sifatnya tidak tetap dan biasanya dibayarkan
sekali
30
setahun, maka PPh Pasal 21 dihitung dan dipotong dengan cara
sebagai
berikut :
1. Dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur yang
disetahunkan
ditambah dengan penghasilan tidak teratur berupa tantiem,
jasa
produksi dan sebagainya..
2. Dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur yang
disetahunkan
tanpa tantiem , jasa produksi , dan sebagainya.
3. Selisih antara PPh Pasal 21 menurut penghasilan huruf a dan
huruf
b adalah PPh Pasal 21 atas penghasilan tidak teratur berupa
tantiem
, jasa produksi dan sebagainya.
yang tidak teratur tersebut dihitung dengan cara
sebagaimana butir 1 dengan memperhatikan ketentuan
mengenai perhitungan PPh Pasal 21 bulanan atas
penghasilan teratur bagi pegawai tetap , pada angka 2 huruf
b,c dan diatas.
2.10.3 Perhitungan PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tidak Tetap
yang
Menerima Upah Dibayarkan Secara Bulanan.
PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif pasal 17 UU PPh
atas jumlah upah bruto yang disetahunkan setelah dikurangi PTKP,
dan
31
PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar PPh Pasal 21
hasil
perhitungan tersebut dibagi 12.
2.11.1 Tarif Pajak Penghasilan Untuk WP Orang Pribadi
Berdasarkan ketentuan baru UU pajak 2008 Pasal 17 Tarif Pajak
Penghasilan WP Orang Pribadi adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1
No Lapisan Penghasilan Tarif
2 Di atas Rp 50.000.000.- s.d Rp 250.000.000 15%
3 Diatas RP 250.000.000 – s.d Rp 500.000.000,- 25%
4 Diatas Rp 500.000.000.- 30%
Ketentuan Tarif PPh bagi WP Pribadi yang tidak memiliki NPWP,
Penerapan
Tarif pemotongan /pemungutan PPh yang lebih tinggi bagi WP yang
tidak
memiliki NPWP
a. Bagi WP penerima penghasilan yang dikenai pemotongan PPh Pasal
21 yang
tidak mempunyai NPWP dikenai pemotongan 20% lebih tinggi dari
tarif
normal.
32
b. Bagi WP menerima penghasilan yang dikenai pemotongan PPh Pasal
23 yang
tidak mempunyai NPWP, dikenai pemotongan 100% lebih tinggi dari
tarif
normal.
c. Bagi WP yang dikenai pemungutan PPh Pasal 22 yang tidak
mempunyai
NPWP dikenakan pemungutan 100% lebih tinggi dari tarif
normal.
2.11.2 Unsur Penambah dan Pengurang Dalam Perhitungan PPh 21.
Untuk penyederhanaan dalam penghitungan PPh 21 terdapat
beberapa
tahapan yang harus dilakukan, salah satunya adalah memahami
unsur
penambah dan pengurang dalam perhitungan PPh 21. Unsur-unsur
yang
menjadi penambah dalam perhitungan PPh 21 adalah :
1. Tunjangan tunjangan yang diberikan oleh perusahaan seperti :
tunjangan
transport, tunjangan makan, tunjangan asuransi kesehatan,
tunjangan
telepon dan lain sebagainya.
2. Upah Lembur yang diterima oleh karyawan.Unsur –unsur yang
menjadi
pengurang dalam perhitungan PPh 21 adalah :
a. Biaya jabatan dan Biaya Pensiun
Biaya Jabatan adalah salah satu pengurang dalam menghitung
PPh
pasal 21 untuk pegawai tetap sebagaimana diatur dalam pasal
21
ayat (3) Undang-undang Pajak Penghasilan. Besarnya biaya
jabatan ini ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
250/PMK.03/2008 tentang besarnya biaya jabatan atau biaya
pensiun yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pegawai
tetap atau pensiunan. Besarnya biaya jabatan 5% dari
penghasilan
33
jumlah penghasilan bruto dikurangi dengan biaya pensiun dan
Penghasilan Tidak Kena Pajak. Besarnya biaya pensiun yang
dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto untuk perhitungan
pemotongan
PPh Pasal 21 bagi penerima uang pension yang dibayarkan
secara
berkala ditetapkan sebesar 5% dari penghasilan bruto,
setinggui-
tingginya Rp 2.400.000 setahun dan Rp 200.000 sebulan.
b. PTKP
pribadi atau perseorangan sebagai wajib pajak dalam negeri
dalam
menghitung penghasilan kena pajak yang menjadi objek pajak
penghasilan yang harus dibayar wajib pajak di Indonesia, PTKP
diatur dalam pasal 7 undang – undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan yang telah diubah terakhir dengan
undang – undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan
Keempat atas undang – undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan . Besarnya PTKP tersebut adalah :
1. Rp 15.840.000 untuk diri Wajib Pajak orang pribadi
2. Rp 1.320.000 tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin Rp
15.840.000 tambahan untuk seorang isteri yang
penghasilannya digabung dengan penghasilan suami.
34
serta anak angkat , yang menjadi tanggungan sepenuhnya,
paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga. Besaran PTKP
menurut undang undang Nomor 36 Tahun 2008 ini berlaku
mulai 1 Januari 2009.
Kena Pajak sesuai dengan 101/PMK.010/2016 terhitung tahun
2016
berlaku sebagai berikut
Berlaku adalah :
Wajib Pajak Orang Pribadi Rp36.000.000,00 Rp54.000.000,00
Tambahan untuk WP kawin Rp3.000.000,00 Rp4.5 00.000,00
Tambahan untuk tanggungan Rp3.000.000,00 Rp4.500.000,00
Tambahan apabila penghasilan istri digabung dengan
suami
Untuk meningkatkan pendapatan pajak Negara, Jika perhitungan
PPh Pasal 21 dengan menggunakan metode gross up, hal ini akan
memotivasi karyawan dalam bekerja, karena tunjangan pajak
ditanggung
oleh perusahaan.
Dilihat dari siapa yang menanggung beban, maka kebijakan atau
metode
pemotongan PPh Pasal 21 yang dapat dipilih oleh Wajib Pajak,
Adalah
1. Net Method yaitu metode pemotongan pajak dimana perusahaan
menanggung pajak karyawannya
menanggung sendiri jumlah pajak penghasilannya.
3. Gross Up Method yaitu metode pemotongan pajak dimana
perusahaan memberikan tunjangan pajak yang sama besar dengan
jumlah pajak yang dipotong dari karyawan.
2.12.1 Teknis Penghitungan
Gunawan yaitu seorang pegawai PT XYZ dengan status menikah
dengan mempunyai 1 orang anak dan telah ber-NPWP menerima
gaji
Rp 6.000.000,00 sebulan serta PPh ditanggung pemberi kerja.
Tiap
bulan Gunawan membayar iuran pensiun ke dana pensiun yang
pendiriannya disahkan oleh Menteri Keuangan sebesar Rp
120.000,00.
36
Iuran Pensiun Rp 120.000,00
Total Pengurang Rp 420.000,00
Penghasilan Neto setahun 12 x Rp 5.580.000,00 Rp66.960.000,00
PTKP (K/1) setahun Rp 66.960.000 − Rp 63.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 3.960.000,00
PPh Pasal 21 Terutang 5% x Rp 3.960.000 = Rp 198.000,00
PPh Pasal 21 sebulan = Rp 16.500,00
PPh Pasal 21 sebesar Rp 16.500,00 ditanggung dan dibayar oleh
pemberi kerja dan jumlah tersebut tidak dapat dikurangkan
dari
Penghasilan Bruto pemberi kerja dan bukan merupakan
penghasilan
yang dikenakan pajak kepada Gunawan Jadi, gaji yang dibawa
pulang
Gunawan adalah sebesar Rp 6.000.000,00.
2. Perhitungan PPh Pasal 21 Metode Gross
Rakhmat sebagai pegawai tetap pada PT. Bella Nusa Utama di
Jakarta
pada tahun 2016 menerima gaji sebulan sebesar Rp 6.000.000,00
dan
membayar iuran pensiun Rp 120.000,00. Rakhmat telah menikah
tetapi
belum mempunyai anak dan telah ber-NPWP. Perhitungan PPh
Pasal
21 sebagai berikut:
Iuran Pensiun Rp 120.000,00
Total pengurang Rp 420.000,00
Penghasilan Neto setahun 12 x Rp 5.580.000,00
=Rp.66.960.000,00
PTKP (K/0) setahun Rp 58.500.000,00
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp. 8.460.000,00
PPh Pasal 21 Terutang 5% x Rp 8.460.000,00 = Rp 423.000,00
PPh Pasal 21 sebulan = Rp 35.250,00
Dari perhitungan diatas Rahkmat menanggung sendiri PPh Pasal
21
yaitu sebesar Rp. 35.250,00 yang langsung dipotong dari gajinya.
Jadi,
gaji yang dibawa pulang oleh Rakhmat sebesar Rp 5.964.750,00.
3. Perhitungan PPh Pasal 21 Metode Gross-up
Berikut rumusan gross up .formula gross up, PPh pasal 21 terbagi
menjadi
lapisan rentang penghasilan kena pajak ( PKP) sesuai dengan tariff
pasal
17 UU PPh
0,95
38
0,85
( PKP Setahun x 25% ) – Rp.30 juta
0,75
0,70
Indra status kawin mempunyai 2 orang anak telah memiliki NPWP
bekerja
pada PT XYZ dengan memperoleh gaji sebesar Rp 7.000.000,00
sebulan.
Iuran pensiun yang dibayarkan Indra sebesar Rp 140.000,00
sebulan.
Perhitungan PPh Pasal 21 sebagai berikut:
Gaji sebulan Rp 7.000.000,00
39
Penghasilan Neto setahun 12 x Rp 6.510.000,00 =
Rp78.120.000,00
PTKP (K/2) setahun Rp 67.500.000
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 10.620.000,00
Berdasarkan Rumus gross-up adalah sebagai berikut:
Tunjangan Pajak PPh Pasal 21 =
PKP x 5% /0,9525 = Rp 10.620.000 x 5% /0,9525 = Rp 557.480,00
Tunjangan Pajak PPh Pasal 21 sebulan = Rp 46.456,00
Perhitungan PPh Pasal 21 gross-up:
Gaji sebulan Rp 7.000.000,00
Tunjangan Pajak Rp 46.457,00
Pengurang:
Iuran Pensiun Rp 140.000,00−
Total Pengurang Rp 492.323,00
Penghasilan Neto setahun 12 x Rp 6.554.134,00 = Rp
78.649.608,00
PTKP (K/2) setahun Untuk WP sendiri Rp67.500.000,00
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 11.149608,00
PPh Pasal 21 Terutang 5% x Rp 11.149.608,00 = Rp 557.480,00
40
PPh Pasal 21 Sebulan Rp.557.480,00/12 = Rp.46.456,00
Dari perhitungan diatas PPh Pasal 21 yang dipotong dari pegawai
yaitu sebesar
Rp 46.457,00 atau sebesar tunjangan pajak yang diberikan
perusahaan. Tunjangan
pajak ini merupakan penghasilan pegawai yang bersangkutan sehingga
dapat
dijadikan pengurang Penghasilan Bruto. Sedangkan untuk gaji yang
dibawa
pulang oleh Indra sebesar sebulan adalah Rp 7.000.000,00.
2.13 Penelitian Terdahulu
Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya sangat penting
untuk
diungkapkan, karena dapat dipakai sebagai bahan acuan dan bahan
informasi yang
sangat berguna. Seperti penelitian sebagai berikut :
41
1
lebih kecil dibandingkan metode
PT.DCCI merupakan anak perusahaan dari PT Dharma Polimetal
yang
tergabung dalam Dharma Group yang berpusat di Balaraja,
Tanggerang.
PT Dharma ControlCable Indonesia didirikan di Indonesia pada
tanggal 12 Oktober 2002, berdasarkan Akte Notaris Lieke Lian
Devi
Tukgali, SH, No. 25 anggaran dasar perusahaan telah diubah dengan
akte
No. 36 tanggal 27 Februari 2004 dari notaris yang sama
sehubungan
dengan perubahan tugas dan wewenang direksi. Perubahan ini telah
di
laporkan kepada Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia
Republik
Indonesia pada tanggal 8 april 2004 dan dirumuskan dalam berita
negara
No. 97 tambahan No. 1027 tanggal 3 Desember 2004. sesuai dengan
pasal
3 anggaran dasar perusahaan, ruang lingkup kegiatan perusahaan
terutama
bergerak dalam bidang industri kawat logam dan barang-barang
dari
kawat. Saat ini perusahaan bergerak dalam bidang industri
kabel
kendaraan bermotor.
• Perusahaan mulai beroperasi secara komersial pada bulan Maret
2003.
Pada bulan April 2003 perusahaan melakukan uji coba dan riset
untuk
produksi. Bulan Juli 2003 perusahaan melakukan produksi secara
massal.
Kemudian pada bulan September 2003 Perusahaan mulai melakukan
43
PT.INDOMOBIL SUZUKI INT., PT.ARMADA JOHNSON
CONTROLS, PT.KAWASAKI MOTOR INDONESIA, PT.ASTRA
DAIHATSU MOTOR, PT.ASTRA OTOPART dan perusahaan otomotif
lainnya.
• Bulan November 2003 PT.Dharma Controlcable Indonesia
mendapatkan
sertifikasi ISO 9001: 2000 dari Badan Akreditasi SAI Global dalam
ruang
lingkup Quality manajemen sistem. Sekarang perusahaan dan
pabriknya
berlokasi Cikarang Industrial Estate, Jl. Jababeka XVII D Blok
U.No.28
C-D Jababeka - Cikarang, Bekasi 17530
(Supra Fit, Supra X 125, Revo, Vario,Tiger, Mega Pro, CS 1)
(2 W,New Shogun Injection 125)
(Pesona, Ultima, Taurus)
Sistem Manajemen Mutu yang dikhususkan untuk industri
automotif.
3.1.2 Visi dan Misi Perusahaan
Visi :
dan otomotif dibidang kabel kontrol.
Misi :
a. Menyediakan kabel control ke industria sepeda motor dan
industrial
otomotif lainnya.
b. Membuat kabel kontrol yang berkualitas dengan harga yang
bersaing
serta pengiriman yang tepat waktu dan jumlahnya. PT. Dharma
ControlCable Indonesia mengembangkan dan menerapkan sistem
management mutu berorientasi pada kepuasan pelanggan, dengan
cara
memberikan barang kepada pelanggan yang berkulitas dengan
harga
yang kompetitif.
Gambar 3.1 StrukturOrganisasi Perusahaan
Presiden Direktur
• Mengambil keputusan utama didalam perusahaan
• Menerima dan menganalisis laporan berkaitan dengan
perusahaan
• Melakukan perencanaan untuk kemajuan perusahaan
• Mengatur jajaran direksi yang berada dibawahnya
• Melakukan pengawasan kepada bagian-bagian dibawahnya.
• Melakukan penerimaan karyawan baru atas rekomendasi dari
bagian
HRD.
kebijakan berkaitan kemajuan perusahaan.
berada dibawah wakil manajement.
Direktur.
Marketing
• Mengatur pemasaran produk dari perusahaan
• Mengatur penjualan produk perusahaan
47
Operasional Produksi
• Mengontrol hasil produksi pabrik
• Melakukan uji kelayakan pada barang hasil produksi
• Melakukan pemeliharaan rutin terhadap mesin-mesin produksi
• Melakukan Sample Testing pada beberapa orang mengenai hasil
produksi.
Purchasing
• Melakukan pembelian bahan baku yang hendak digunakan untuk
kegiatan produksi.
kegiatan produksi perusahaan.
• Menentukan pemasok mana yang akan dipilih untuk membeli
bahan
baku.
• Melakukan surat jalan untuk pembelian
48
Accounting
• Mencatat seluruh kegiatan transaksi perusahaan ke dalam
bukubesar
• Melakukan penyesuian pada jurnal apabila terjadi retur,
penyusutan
• Menerima dan mencatat laporan keuangan dari berbagai dalam
perusahaan.
jumlah uang yang dikeluarkan dan uang yang diterima.
Finance
• Mencatat seluruh laporan keuangan dari perusahaan dan
kemudian
diserahkan ke Presiden Direktur untuk dianalisis.
• Menyimpan informasi mengenai gaji karyawan.
• Melakukan Transfer gaji karyawan.
• Memberikan Dana yang dibutuhkan untuk setiap bagian di
Perusahaan.
HRD
• Merekrut para pekerja yang dapat diandalkan olehperusahaan
• Memberikan informasi kepada setiap pekerja baru mengenai
tugas
dan tanggung jawabnya.
diterima bekerja di perusahaan.
• Mencari para pekerja potensial untuk bekerja pada
perusahaan
Plant Manager
• Mengatur pabrik agar produksi berjalan dengan baik
• Menetukan kebijakan padaPabrik
• Tugas danTanggung jawab dari Quality Assurance antara lain:
• Mengontrol kualitas produksi sehingga terjamin mutunya
• Melihat kelayakan pada produksi yang dihasilkan
Maintenance (bagian dari Plant Manager)
• Tugas dan Tanggung jawab dari Maintenance antara lain:
• Melakukan pengontrolan pada alat-alat pada bagian produksi
• Menentukan penggantian alat-alat pada bagian produksi
• Melakukan perawatan pada alat-alat bagian produksi
PPIC (bagian dari Plant Manager)
• Tugas dan Tanggung jawab dari bagian PPIC antara lain:
• Menentukan pembelian bahan baku
bulan Oktober 2002 sebagai produsen komponen kabel kontrol
untuk
sepeda motor dan mobil dan menerapkan prinsip-prinsip Manajemen
Mutu
ISO TS 16949 untuk memenuhi harapan customer.
Guna menjamin pengiriman dan kualitas produk sesuai harapan
customer,
sarana produksi PT. Dharma ControlCable Indonesia dilengkapi
dengan
mesin yang terintegrasi antara lain : Mesin Plastic Tube Injection,
Rolling,
Coiling, Coating dan Core Winding.
Saat ini perusahaan sudah ditunjuk sebagai Maker Drawing Control
Cable
oleh salah satu customer Otomotif di Indonesia. Bbeberapa jenis
produk
dengan kategori Maker Drawing seperti : Cable Assy Hood Lock
Control,
Cable Compl, Hood Lock Control, Cable Sub Assy, Luggage Door
Lock
Control, Release Wire 3rd LH, Seal, Brk Cable (Part), Cable Comp.
Seat
Lock.
• Hood Lock Cable
1. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei 2017 sampai
dengan
Juli 2017.
2. TempatPenelitian
Penelitian dilakukan pada PT. Dharma ControlCable Indonesia
yang
beralamat di kawasan Industri Jababeka Blok U No 28 C-D
Bekasi-
Jawa barat.
merupakan penelitian yang bertujuan untuk membuat deskripsi
secara
sistematis, factual dana akurat mengenai fakta-fakta dan
sifat-sifat dari
populasi (objek) penelitian. Penelitian ini akan menguraikan secara
rinci
dana akurat dengan penghitungan secara analisis dan berupa
penyajian
data dengan penghitungan dalam bentuk angka.
3.2.3 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah cara yang dapat di gunakan
oleh
peniliti untuk mengumpulkan data, adapun metode pengumpulan
data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Penelitian kepustakaan(Library Research )
52
dengan penelitian ini.
Pengamatan (Observasi), yaitu metode yang di gunakan untuk
memperoleh data yang ada kaitannya dengan objek penelitian.
3. Dokumentasi,
cara melakukan pencatatan dan fotocopy data yang diperlukan
dan
berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti.
4. Wawancara,
dibutuhkan oleh peneliti dengan cara mengajukan pertanyaan
secara lisan dengan pihak-pihak yang berkaitan dengan
permasalahan yang diteliti.
3.2.4 Jenis Data
sekunder. Data sekunder merupakan data primer yang telah
diolah
lebih lanjutdan telah disajikan oleh PT. Dharma ControlCable
Indonesia. Peneliti dapat memanfaatkannya untuk di proses
lebih
lanjut.
53
1. Data Profil Perusahaan
2. Data Pegawai Tetap
3. Data Gaji PegawaiTetap
4. Dokumen Pendukung lainnya.
3.2.5 Metode Analisis Data
pengolahan data untuk mencapai tujuan penelitian agar mudah
untuk dipahami adalah Analisis deskriptif kuantitatif
merupakan
Analisis untuk perhitungan angka-angka dalam rangka
menganalisis data yang diperoleh. Analisis ini yaitu data
perhitungan, pemotongan, pajak penghasilan pasal 21 yang
harus
sesuai dengan peraturan perpajakan.
4.1 Penyajian Data
perpajakan yang mengatur tentang PPh Pasal 21 atas karyawan
tetap.
Dasar hukum PPh Pasal 21 atas karyawan tetap adalah Pasal 21 UU
PPh
No.36 Tahun 2008 serta peraturan pelaksanaannya, yaitu
Peraturan
Direktur Jenderal Pajak No.PER-31/PJ/2009.
pemberi kerja dalam hal ini PT Dharma ControlCable Indonesia
terhadap
penghasilan yang diterima atau diperoleh para karyawan merupakan
salah
satu kewajiban yang harus dilaksanakan. Pemotongan pajak
penghasilan
yang dilakukan oleh PT Dharma ControlCable Indonesia ini
ditujukan
kepada karyawan yang hanya menerima penghasilan dari satu
pemberi
kerja, karena dengan demikian, akan memudahkan mereka dari
segi
administrasi perpajakan, sehingga tidak perlu lagi melapor
dan
menyetorkan pajak yang terutang bagi karyawan yang memperoleh
penghasilan lain selain penghasilan yang pajaknya telah dibayar
atau
dipotong oleh pemberi kerja pada akhir tahun pajak diwajibkan
untuk
menyampaikan SPT Tahunan PPh dan atas pajak penghasilan Pasal
21
yang telah dipotong oleh pemberi kerja dapat dijadikan sebagai
kredit
pajak atas pajak penghasilan yang terutang pada akhir tah
un.
55
karyawan, juga dilakukan oleh PT Dharma ControlCable Indonesia
atas
pembayaran penghasilan kepada karyawan sesuai
perundang-undangan
yang berlaku.
ControlCable Indonesia diketahui bahwa program kesejahteraan
karyawan
yang dilaksanakan oleh PT Dharma ControlCable Indonesia
meliputi
penghasilan, serta tunjangan sosial yang meliputi :
a. Tunjangan kesehatan pegawai
b. Tunjangan Hari Raya
c. Tunjangan Uang Transport
kepada para karyawannya juga memperhatikan kesejahteraan
karyawan,
Kondisi diatas menunjukkan bahwa PT Dharma ControlCabke
Indonesia
menggunakan penghitung pajak PPh pasal 21 menggunakan pola
umum
perhitungan pajak penghasilan yang bertujuan untuk memudahkan
perhitungan, adapun pola yang digunakan adalah sebagai berikut
:
a. Mencari jumlah penghasilan bruto masing – masing subjek
pajak.
(penghasilan ditambah dengan tunjangan – tunjangan yang
diberikan oleh pemberi kerja )
c. Menghitung penghasilan neto ( penghasilan bruto dikurangi
jumlah
pengurangan yang diperkenankan )
e. Menghitung penghasilan kena pajak (PHKP )
f. Menghitung pajak panghasilan 21 diberikan perusahaan dan
ditanggung karyawan
Tabel 4.1
No Nama Karyawan NPWP PTKP Golongan Job
1 Dicky Rianto 55.715.895.3-325.000 K/3 3 Manager
2 Agustina W 69.721.438.5-532.000 K/0 3 Supervisor
3 Erwinda Tommie 77.093.423.0-215.000 TK 2 Ast.Supervisor
4 Sultan Siahaan 77.518.552.3-435.000 K/0 2 Leader
5 Dedi Kurniadi 68.177.087.1-436.000 K/1 2 Staff
6 Siska Aurelia 51.552.061.5-304.000 TK 2 Staff
7 Dhika Pratama 19.307.707.0-617.000 TK 2 Staff
8 Euis Dahlia 59.998.178.7-425.000 K/0 1 Staff
9 Dicky Rianto 55.715.895.3-325.000 K/3 1 Staff
10 Renata Kurnia 79.092.476.5-435.000 TK 1 Staff
57
58
4.2.1 Metode Net
berikut ini adalah perhitungan PPh Pasal 21 dengan menggunakan
Net
Method :
1. Nama Karyawan : Dicky Rianto
Status : K/3
NPWP : 55.715.895.3-325.000
Jabatan : Manager
JKK (0,24%) Rp 53.400
PPh Pasal 21 Setahun Rp 12.555.090
PPh Pasal 21 Sebulan Rp 1.046.258
Dari hasil analisa diatas adalah perhitungan dengan status
K/3,Maka
PPh Pasal 21 yang ditanggung pemberi kerja adalah Rp.1.046.258,
yang
telah sesuai dengan teori yang ada di dalam bab II pada karya
skripsi ini.
59
Status : K/0
NPWP : 69.721.438.5-532.000
Jabatan : Supervisor
JKK (0,24%) Rp 42.000
PPh Pasal 21 Setahun Rp 21.239.095
PPh Pasal 21 Sebulan Rp 1.769.925
Dari hasil analisa diatas adalah perhitungan dengan status K/0,
Maka PPh
Pasal 21 yang ditanggung pemberi kerja adalah Rp. 1.769.925/
bln.
60
Status : TK
NPWP : 77.093.423.0-215.000
JKK (0,24%) Rp 24.000
PPh Pasal 21 Setahun Rp 7.015.540
PPh Pasal 21 Sebulan Rp 584.628
Dari hasil analisa diatas adalah perhitungan dengan status TK, Maka
PPh
Pasal 21 yang ditanggung pemberi kerja adalah Rp. 584.628/
bln.
61
62
Implikasi yang ditimbulkan pada Table 4.3 adalah suatu perhitungan
PPh Pasal 21
di mana perusahaan menanggung seluruhnya atas PPh Pasal 21
terutang.
Perhitungan tersebut untuk metode Net Basis, perusahaan akan
menanggung
beban PPh pasal 21 karyawan sebesar Rp.3.851.298, karena jumlah PPh
pasal 21
yang ditanggung perusahaan tidak dimasukan ke dalam perhitungan SPT
PPh
pasal 21, sehingga tidak dikurangkan dari penghasilan bruto
perusahaan sebagai
biaya yang dapat mengurangi Laba di laporan Laba Rugi ( non
deductible), dan
perusahaan selaku pemotong atau pemungut pajak wajib membayar
dan
melaporkan ke kantor pajak.
sendiri jumlah pajak penghasilannya. Berdasarkan data ,berikut ini
adalah
perhitungan PPh Pasal 21 dengan menggunakan metode Gross:
Lampiran 2 Perhitungan PPh Pasal 21 Metode Gross
1. Nama Karyawan : Dicky Rianto
Status : K/3
NPWP : 55.715.895.3-325.000
Jabatan : Manager
JKK (0,24%) Rp 53.400
PPh Pasal 21 Setahun Rp 12.555.090
PPh Pasal 21 Sebulan Rp 1.046.258
Dari hasil analisa diatas adalah perhitungan dengan status K/3,
Maka
PPh Pasal 21 yang ditanggung karyawan adalah Rp.1.046.258,
yang
telah sesuai dengan teori yang ada di dalam bab II pada karya
skripsi ini.
64
Status : K/0
NPWP : 69.721.438.5-532.000
Jabatan : Supervisor
Dari hasil analisa diatas adalah perhitungan dengan status K/0,
Maka PPh
Pasal 21 yang ditanggung karyawan adalah Rp. 1.769.925/ bln.
Gaji Rp 17.500.000
JKK (0,24%) Rp 42.000
65
Status : TK
NPWP : 77.093.423.0-215.000
Jabatan : asst. supervisor
Dari hasil analisa diatas adalah perhitungan dengan status TK, Maka
PPh
Pasal 21 yang ditanggung pemberi kerja adalah Rp. 584.628/
bln.
Gaji Rp 10.000.000
JKK (0,24%) Rp 24.000
66
penghasilan 21 yang diterima karyawan akan dihitung sesuai dengan
UU
perpajakan yang berlaku. Pajak penghasilan 21 yang dipotong dari
penghasilan
karyawan tersebut adalah sebesar Rp.3.851.298 akan dibayarkan dan
dilaporkan
oleh perusahaan setiap bulan dan pada akhir tahun pihak perusahaan
berkewajiban
untuk memberikan Bukti Potong atau Form A1 pada karyawan sebagai
bukti
bahwa penghasilan mereka sudah di potong pajak penghasilan dan
sudah
dibayarkan oleh perusahaan.
berkewajiban untuk melaporkan Pajak Penghasilan 21 mereka ke Kantor
Pajak
setempat.
Pajak Penghasilan 21 yang ditanggung karyawan dan dibayarkan
oleh
perusahaan tidak akan menjadi beban atau biaya yang diakui oleh
pajak sebagai
pengurang dalam Laporan Laba Rugi di perusahaan.
68
memberikan pajak PPh Pasal 21 yang di formulasikan jumlahnya
sama
besar dengan jumlah pajak PPh Pasal 21 yang akan dipotong
dari
karyawan. Berdasarkan data, berikut ini adalah perhitungan PPh
Pasal 21
dengan menggunakan metode Gross Up:
Lampiran 3 Perhitungan PPh Pasal 21 Metode Gross Up
1. Nama Karyawan : Dicky Rianto
Status : K/3
NPWP : 55.715.895.3-325.000
Jabatan : Manager
JKK (0,24%) Rp 53.400
(251,101,800-217,500,000)x25/75+32,500,000)
69
Dari hasil analisa diatas adalah perhitungan dengan status K/3,
Maka PPh
Pasal 21 yang ditanggung pemberi kerja dengan memberikan
tunjangan
kepada karyawan adalah Rp 3.641.717/ bln.
Gaji Rp 22.250.000
JKK (0,24%) Rp 53.400
Gaji Bruto Rp 31.511.867
Biaya Jabatan Rp 500.000
Iuran JHT Rp 445.000
Gaji Netto Rp 30.566.867
70
Status : K/0
NPWP : 69.721.438.5-532.000
Jabatan : Supervisor
JKK (0,24%) Rp 42.000
(181434000-47500000)*15/85+2500000
71
JKK (0,24%) Rp 42.000
Gaji Bruto Rp 23.022.451
Biaya Jabatan Rp 500.000
Iuran JHT Rp 350.000
Gaji Netto Rp 22.172.451
PPh Pasal 21 Setahun Rp 26.135.412
Dari hasil analisa diatas adalah perhitungan dengan status K/0,
Maka PPh
Pasal 21 yang ditanggung pemberi kerja dengan memberikan
tunjangan
kepada karyawan adalah Rp. 2.177.951/ bln.
72
Status : TK
NPWP : 77.093.423.0-215.000
JKK (0,24%) Rp 24.000
(81288000-47500000)*15/85+2500000
73
JKK (0,24%) Rp 24.000
Gaji Bruto Rp 12.679.216
Biaya Jabatan Rp 500.000
Iuran JHT Rp 200.000
Gaji Netto Rp 11.979.216
5%*5000000 Rp 2.500.000
15%*39750592 Rp 5.962.588
PPh Pasal 21 Setahun Rp 8.462.588
Dari hasil analisa diatas adalah perhitungan dengan status TK, Maka
PPh
Pasal 21 yang ditanggung pemberi kerja dengan memberikan tunjangan
kepada
karyawan adalah Rp. 705.216/ bln.
74
Implikasi yang ditimbulkan pada Tabel 4.5 dalam perhitungan PPh
21
yang ditanggung perusahaan adalah besarnya tunjangan pajak
penghasilan Pasal
21 yang diterima karyawan sama besar dengan pajak penghasilan Pasal
21 yang
dipotong dari penghasilan karyawan tersebut sebesar Rp.9.223.209
Pajak
penghasilan pasal 21 yang dipotong dari penghasilan karyawan
tersebut akan
dibayarkan dan dilaporkan oleh perusahaan setiap bulan dan pada
akhir tahun
pihak perusahaan berkewajiban untuk memberikan Bukti Potong atau
Form A1
pada karyawan sebagai bukti bahwa penghasilan mereka sudah dipotong
pajak
penghasilan dan sudah dibayarkan oleh perusahaan.
Pada akhir tahun karyawan memiliki kewajiban untuk melaporkan
Pajak
Penghasilan Pasal 21 mereka ke Kantor Pajak setempat dengan
melampirkan
Form A1 atau Bukti Potong yang mereka terima dari perusahaan, hal
ini dilakukan
oleh seluruh warga Indonesia yang memiliki penghasilan dan memiliki
NPWP.
Atas Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dibayarkan oleh perusahaan
dengan
menggunakan metode gross up akan menjadi beban atau biaya yang
diakui oleh
pajak sebagai pengurang dalam Laporan Laba Rugi di perusahaan. Hal
ini tentu
menjadi keuntungan bagi perusahaan karena beban pajak yang di
hitung secara
metode gross up diakui oleh peraturan perpajakan di Indonesia
sebagai beban
yang dapat dibiayakan dalam Laporan Keuangan perusahaan.
76
77
Berdasarkan hasil perhitungan, dengan menggunakan net method
dan
gross method jumlah Pajak Penghasilan Pasal 21 atas karyawan tidak
berbeda
yaitu Rp 3.851.298. Namun, karyawan akan menerima take home pay
lebih besar
jika menerapkan net method (PPh Pasal 21 ditanggung oleh pemberi
kerja)
dibanding gross method (PPh Pasal 21 ditanggung oleh karyawan,
pemberi kerja
hanya sebagai pemotong dan penyetor). Jumlah PPh Pasal 21 atas
karyawan
berbeda jika menggunakan gross-up method menjadi Rp 9.223.209,
selisih lebih
tinggi dibanding kedua metode sebelumnya. Dari sudut pandang
karyawan,
metode gross-up menjadikan besarnya penghasilan bruto bertambah
atas
tunjangan pajak (bersifat taxable) yang diperhitungkan dengan rumus
gross-up
sedangkan take home pay sama dengan metode net karena kewajiban PPh
Pasal
21 karyawan yang dipotong sama besar dengan tunjangan pajak yang
diterima.
Bagi pihak perusahaan, apabila menerapkan net method menjadikan
jumlah yang
dikeluarkan perusahaan terdiri dari biaya gaji dan biaya PPh Pasal
21 atas
karyawan. Namun besarnya biaya PPh Pasal 21 atas karyawan yang
ditanggung
akan dikoreksi secara fiskal positif sebesar Rp 3.851.298
mengakibatkan
tambahan pajak perusahaan. Apabila menggunakan metode Gross tidak
ada
pengaruh yang terjadi pada perusahaan karena perusahaan hanya
memotong,
memungut, melapor dan kemudian menyetorkan kepada negara, jumlah
yang
dikeluarkan oleh perusahaan sebesar total biaya gaji untuk
karyawan. Berbeda
apabila menerapkan metode gross-up, jumlah yang dikeluarkan
perusahaan
memang terbesar diantara ketiga metode tersebut namun tunjangan
pajak
Rp 9.223.209 akan tereliminasi, karena PPh Pasal 21 dapat
dibiayakan.
78
ditemukan maka penulis bermaksud menarik kesimpulan atas skripsi
yang
ditulis , sebagai berikut :
a. Metode Net merupakan metode pemotongan pajak di mana
perusahaan
menanggung PPh Pasal 21 karyawan, dan berdasarkan Perhitungan PPh
21
pada PT Dharma ControlCable Indonesia dengan menggunakan
metode
net adalah sebesar Rp 3.851.298
b. Metode Gross merupakan metode pemotongan pajak di mana
karyawan
menanggung sendiri jumlah pajak penghasilannya, dan
berdasarkan
Perhitungan PPh 21 Pasal 21 pada PT Dharma Control Cable
Indonesia
dengan menggunakan metode Gross adalah sebesar Rp 3.851.298
c. Metode Gross Up merupakan metode pemotongan pajak di mana
perusahaan memberikan tunjangan pajak PPh Pasal 21 yang di
formulasikan jumlahnya sama dengan jumlah pajak PPh Pasal 21
yang
akan dipotong dari karyawan, dan berdasarkan Perhitungan PPh Pasal
21
pada PT. Dharma Controlcable Indonesia dengan menggunakan
metode
Gross Up Rp 9.223.209
79
sebesar pajak terutangnya, dari perbandingan ketiga perhitungan
yang
dilakukan, metode gross-up atau pemberian tunjangan sebesar pajak
yang
terutang.
didapat dengan melakukan perhitungan PPh Pasal 21 dengan
memberikan
tunjangan kepada karyawan. Namun demikian, yang penting
adalah
perusahaan harus senantiasa mengikuti perkembangan
peraturan-peraturan
perpajakan atau pun isu-isu yang terkait dengan perpajakan agar
dapat
melakukan perencanaan pajak dengan efektif.
2. Bagi Pembaca
Pembaca diharapkan agar skripsi ini dapat dijadikan informasi dan
ilmu
pengetahuan yang bermanfaat bagi pembaca maupun masyarakat
dalam
perhitungan PPh Pasal 21. Dan pembaca dapat mempelajari dan
mengerti
tentang 3 metode pemotongan PPh Pasal 21.
80
Revisi,Salemba Empat,Jakarta
Hardika, Nyoman Sentosa.“Perencanaan Pajak Sebagai Strategi
Penghematan
Pajak”, Jurnal Bisnis Dan Kewirausahaan, Vol. 3, No. 2, Hal
103-112,
Juli,2007.
untuk Meminimalkan Pembayaran Pajak Penghasilan PT. X
dSemarang”,Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya,
Vol.
2, No. 1,2013.
Herman. “Analisis Atas Perencanaan Pajak Penghasilan Pasal 21 Pada
PT.
XYZ Herman. “Analisis Atas Perencanaan Pajak Penghasilan Pasal
21
Pada PT. XYZ
Chairil Anwar. “Optimizing Corporate Tax Management: Kajian
Perpajakan Dan Tax Planning-Nya Terkini”, Bumi Aksara, Jakarta,
2011.
Madiasmo. Prof.Dr. Edisi Terbaru 2016. Perpajakan. Ypgyakarta:
Andi.
Ruchjana, Eva Theresa. “Analisis Penerapan Metode Gross-
UDalamPerhitungan PPh 21 Sebagai Salah Satu Upaya Perencanaan
Pajak (Studi Kasus Pada PT. BPR XYZ Tahun 2005)”, Jurnal
Manajemen, Volume 6, Nomor 2, Hal 261-270, Maret, 2008.
Umaimah. “Tax Planning untuk Penghematan Pembayaran Pajak
Pada
Koperasi Susu X di Jawa Timur”, Jurnal Beta, Vol. 3, No. 2, Hal
104-
116, 2005.
Empat, Jakarta, 2008.
Penghematan Pajak Pada Yayasan Pendidikan STIKES Banten”,
Skripsi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
2011.
Zain, Muhammad. “Manajemen Perpajakan”, Salemba Empat, Jakarta,
2005
Sebagai Salah Satu Upaya Meminimalisasi Biaya Pajak”, Tesis,
Universitas Indonesia, 2006.