EVALUASI PENATALAKSANAAN MUAL MUNTAH PADA PASIEN
KANKER OVARIUM PASCAKEMOTERAPI DI RSUP Dr. SARDJITO
YOGYAKARTA TAHUN 2009
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Veronica Dewi Puspitasari
NIM:078114006
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2011
ii
EVALUASI PENATALAKSANAAN MUAL MUNTAH PADA PASIEN
KANKER OVARIUM PASCAKEMOTERAPI DI RSUP Dr. SARDJITO
YOGYAKARTA TAHUN 2009
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Veronica Dewi Puspitasari
NIM:078114006
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2011
iii
EVALUATION OF MANAGEMENT NAUSEA VOMITING IN PATIENT
WITH OVARIAN CANCER POSTCHEMOTHERAPY IN RSUP Dr.
SARDJITO YOGYAKARTA DURING 2009
SKRIPSI
Presented as Particial Fulfilment of the Requirement
to Obtain Sarjana Farmasi (S.Farm)
In Faculty of Pharmacy
By:
Veronica Dewi Puspitasari
NIM: 078114006
FACULTY OF PHARMACY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
2011
iv
Persetujuan Pembimbing
EVALUASI PENATALAKSANAAN MUAL MUNTAH PADA PASIEN
KANKER OVARIUM PASCAKEMOTERAPI DI RSUP Dr. SARDJITO
YOGYAKARTA TAHUN 2009
Skripsi yang diajukan oleh:
Veronica Dewi Puspitasari
NIM: 078114006
telah disetujui oleh
Pembimbing Utama
Drs. Mulyono, Apt. Tanggal 24 Januari 2011
v
Pengesahan Skripsi Berjudul
EVALUASI PENATALAKSANAAN MUAL MUNTAH PADA PASIEN
KANKER OVARIUM PASCAKEMOTERAPI DI RSUP Dr. SARDJITO
YOGYAKARTA TAHUN 2009
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Berpikir Anda mampu atau Anda tidak mampu, itu benar dua - duanya. Bedanya, jika Anda berpikir mampu, Anda akan mampu, meskipun tidak langsung. Tapi, jika Anda berpikir tidak mampu,
Anda pasti langsung tidak mampu”
Skripsi ini kupersembahkan kepada:
Tuhan YME, Papaku yang sudah bahagia di Surga,
Mamaku, Ko Arif, Vita yang aku sayangi, Seseorang yang selalu menemaniku dengan setia di Jogja,
Teman-temanku tercinta, Semua pihak yang pernah berperan dalam hidupku,
Dan almamaterku yang aku banggakan.
With love, Veronica........
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Veronica Dewi Puspitasari
Nomor Mahasiswa : 078114006
Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
EVALUASI PENATALAKSANAAN MUAL MUNTAH PADA PASIEN
KANKER OVARIUM PASCAKEMOTERAPI DI RSUP Dr. SARDJITO
YOGYAKARTA TAHUN 2009
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan
data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau
media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya
ataupun memberi royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal: 24 Januari 2011
viii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala berkat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “ Evaluasi Penatalaksanaan Mual Muntah pada Pasien Kanker Ovarium
Pascakemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009”. Skripsi ini
disusun untuk memenuhi persyaratan penyelesaian jenjang studi guna
memperoleh gelar sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma. Pada kesempatan ini, penulis juga ingin mengcapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan
skripsi ini:
1. Bagian Penelitian dan Pendidikan RSUP. Dr. Sardjito yang telah memberikan
izin pengambilan data dibagian rekam medik.
2. Ibu Dari dan Staff yang bersedia membantu dalam pengambilan rekam medik
selama peneliti melakukan pengambilan data di Instalasi Catatan Medis RSUP.
Dr. Sardjito Yogyakarta.
3. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. Selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma.
4. Bapak Drs. Mulyono Apt., selaku dosen pembimbing yang selalu penuh
semangat dalam membimbing penulis selama pembuatan skrispi.
5. Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt. Dan dr. Fenty, M.Kes.,Sp.PK selaku dosen
penguji skripsi, dan arahannya dalam pembuatan skripsi ini.
ix
6. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku dosen pembimbing akademik, yang
telah membimbing selama peneliti menggali ilmu di Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma.
7. Mama, Arif, Vita yang selalu memberikan doa, semangat, dan motivasi
sehingga skripsi ini dapat selesai.
8. Dirga Putra Cahaya yang dengan rela mengantarkan dan menemani selama
pengambilan data dan pembuatan skripsi.
9. Cik Anni yang selalu meminjamkan buku sehingga proses pembuatan skripsi
semakin lancar.
10. Tresa, Titien, Fr. Ayuningtyas, Sri Ayuningsing S, dan S.Indriyani S yang
selalu men-support dalam pembuatan skripsi dan sama- sama berjuang dalam
pembuatan skripsi.
11. Teman-teman (seperjuangan) angkatan 2007 yang selalu memberikan
semangat dan mewarnai hari-hari terutama semester VII ini sehingga skripsi
dapat selesai.
12. Pihak-pihak lain yang baik secara langsung maupun tidak langsung telah
mambantu dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak sempurna, maka dari itu
penulis akan menerima semua kritik dan koreksi yang membangun demi hasil
yang lebih baik. Akhir kata penulis berharap akan skripsi ini dapat berguna bagi
semua pihak baik yang telah membaca maupun yang belum membaca.
x
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah
disebutkan dalam kutipan dan dalam daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya
ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarisme dalam naskah
ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
xi
INTISARI
Kanker ovarium merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi pada
wanita. Salah satu cara pengobatan untuk kanker yaitu dengan kemoterapi.
Kemoterapi dapat menimbulkan berbagai macam efek samping , yang paling
sering terjadi yaitu efek samping berupa mual dan muntah.
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan
deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif. Tujuan umumnya adalah
mengevaluasi penatalaksanaan mual muntah pada pasien kanker ovarium
pascakemoterapi di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009.
Hasil penelitian menunjukkan jumlah kasus sebanyak 44 dengan kasus
yang paling banyak ditemui yaitu pada kelompok umur 47-52 tahun yaitu sebesar
10 kasus atau 22,27%, pada stadium IV dengan jumlah 11 kasus atau 25 %, dan
penyakit penyerta berupa hipertensi dengan jumlah kasus sebanyak 8 kasus atau
18,18%. Terdapat 9 kelas terapi obat yang digunakan, yang paling banyak yaitu
pada kelas terapi antineoplastik dan imunomodulator dengan persentasi 100%,
golongan obat yang paling banyak digunakan adalah golongan antiemetik yaitu
metoklopramid sebanyak 34 kasus atau 77,27%. Dalam evaluasi Drug Related
Problem (DRPs) terdapat 32 kasus yang mengalami DRPs, dengan rincian 30
kasus Butuh tambahan terapi, 1 buah kasus dosis terlalu rendah, dan 1 buah kasus
obat tidak tepat.
Kata kunci: kanker ovarium, DRPs, mual dan muntah pascakemoterapi.
xii
ABSTRACT
Ovarian cancer is one of the highest cause of death in women. One
treatment for cancer is chemotherapy. Chemotherapy can cause a lot of side
effects, side effects that often occur are nausea and vomiting.
This research is a non-experimental research design with retrospective
descriptive evaluative.The overall aim is to evaluate the management of nausea
and vomiting in patients with ovarian cancer postchemotherapy in
RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta during 2009.
The results showed the number of cases as many as 44 with the most
common case is the age group 47-52 years which is 10 cases or 22.27%, in stage
IV with a total 11 cases or 25%, and comorbidities of hypertension with the
number of cases as many as 8 cases or 18.18%. There are 9 therapeutic classes of
drugs, the most widely used is the class of antineoplastic and immunomodulatory
therapy with a percentage of 100%, the class of drugs most widely used is the
class of antiemetics are metoclopramide as many as 34 cases or 77.27%. In the
evaluation of Drug Related Problems (DRPs), there were 32 cases which had
DRPs, with details of 30 cases Need additional therapy, and 1 case the dose is too
low and 1 case the therapy is wrong.
Key words: ovarian cancer, DRPs, postchemotherapy nausea and vomiting.
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii
PAGE TITLE ........................................................................................................ iii
HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................................. iv
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAHUNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ...............................vii
PRAKATA ...........................................................................................................viii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................................x
INTISARI ............................................................................................................ ..xi
ABSTRACT .......................................................................................................... xii
DAFTAR ISI ........................................................................................................xiii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... .xv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... . xx
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................xxi
BAB I. PENGANTAR .......................................................................................... 1
A. Latar belakang .................................................................................................. 1
1. Perumusan masalah ................................................................................. 3
2. Keaslian penelitian................................................................................... 4
3. Manfaat penelitian ................................................................................... 5
B. Tujuan penelitian .............................................................................................. 5
1. Tujuan umum ........................................................................................... 5
2. Tujuan khusus .......................................................................................... 6
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA................................................................... 7
A. Kanker .............................................................................................................. 7
B. Kanker ovarium ................................................................................................ 8
1. Epidemiologi dan Faktor risiko ............................................................... 10
2. Gejala dan tanda ...................................................................................... 13
3. Terapi ....................................................................................................... 13
C. Kemoterapi ....................................................................................................... 14
D. Mual muntah .................................................................................................... 19
1. Mekanisme mual muntah secara umum .................................................. 20
2. Muntah akibat obat-obat kanker (sitostatika) .......................................... 21
3. Terapi non farmakologi ........................................................................... 22
4. Terapi farmakologi .................................................................................. 22
E. Drug Related Problems(DRPs) ......................................................................... 27
F. Keterangan empiris ........................................................................................... 30
BAB III. METODE PENELITIAN....................................................................... 31
A. Jenis dan rancangan penelitian ......................................................................... 31
B. Definisi operasional .......................................................................................... 31
C. Bahan penelitian ............................................................................................... 33
D. Tata cara penelitian .......................................................................................... 33
E. Kesulitan penelitian .......................................................................................... 35
F. Analisis hasil ..................................................................................................... 36
xiv
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..................................... 37
A. Profil kasus kanker ovarium di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
sepanjang tahun 2009 ....................................................................................... 37
B. Pola pengobatan kasus kanker oavrium di RSUP. Dr. Sardjito
Yogyakarta sepanjang tahun 2009 ................................................................... 40
C. Gambaran kasu Drug Related Problems yang terjadi pada
penatalaksanaan mual muntah pada pasien kanker oavrium
di RSUP. Dr. Sardjito Yogayakarta sepanjang tahun 2009 .............................. 50
D. Rangkuman pembahasan .................................................................................. 84
BAB V. PENUTUP ............................................................................................... 89
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 89
B. Saran ............................................................................................................... 90
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 91
LAMPIRAN .......................................................................................................... 94
BIOGRAFI PENULIS ........................................................................................114
xv
DAFTAR TABEL
Tabel I . Sepuluh jenis kanker yang paling sering terjadi pada Wanita dan
Pria di Indonesia ............................................................................ 8
Tabel II. Insidensi dan Jumlah Kematian diakibatkan oleh
Kanker Ovarium di Amerika Serikat ............................................ 11
Tabel III. Penggolongan anti kanker berdasarkan risiko mual muntah ........ 18
Tabel IV. Petunjuk Penanganan Mual Muntah Berdasarkan Cancer Care
Nova Scotia ................................................................................... 25
Tabel V. Jumlah Kasus Kanker Ovarium Pascakemoterapi
berdasarkan Stadium ..................................................................... 38
Tabel VI. Jumlah Kasus Kanker Ovarium Pascakemoterapi
Berdasarkan Penyakit yang Menyertai.......................................... 39
Tabel VII. Jumlah Kasus Kanker Ovarium Pascakemoterapi Berdasarkan
Kelas Terapi Obat-obatan yang didapatkan Pasien ....................... 40
Tabel VIII. Golongan Obat dan Jenis Obat untuk Kelas Terapi Antineoplastik
dan Imunomodulator ..................................................................... 41
Tabel IX. Golongan Obat dan Jenis Obat untuk Kelas
Terapi Obat yang Bekerja pada Sistem Saraf Pusat ...................... 44
Tabel X. Golongan obat dan jenis obat yang
mempengaruhi gizi dan darah ....................................................... 45
Tabel XI. Golongan Obat dan Jenis Obat untuk Kelas Terapi
Obat yang Bekerja pada Sistem Saluran Cerna ............................ 46
Tabel XII. Golongan Obat dan Jenis Obat untuk Kelas Terapi
Obat yang digunakan untuk Pengobatan Infeksi ........................... 47
Tabel XIII. Golongan Obat dan Jenis Obat untuk Kelas Terapi
Obat yang digunakan untuk penyakit pada
sistem kardiovaskuler .................................................................... 48
Tabel XIV. Golongan Obat dan Jenis Obat untuk Kelas Terapi
Obat yang bekerja sebagai Analgesik ........................................... 48
Tabel XV. Golongan Obat dan Jenis Obat untuk Kelas terapi
xvi
Obat yang Bekerja pada Sistem Saluran Pernafasan..................... 49
Tabel XVI. Golongan Obat dan Jenis Obat untuk Kelas Terapi
Obat untuk Penyakit Otot Seklet dan Sendi .................................. 49
Tabel XVII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi I
di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ..................................................................................... 51
Tabel XVIII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi II
di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ..................................................................................... 52
Tabel XIX. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi III
di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ..................................................................................... 53
Tabel XX. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi IV
di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ..................................................................................... 54
Tabel XXI. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi V
di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 .....................................................................................55
Tabel XXII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi VI
di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 .....................................................................................56
Tabel XXIII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi VII
di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 .....................................................................................57
Tabel XXIV. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi VIII
di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 .....................................................................................58
Tabel XXV. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi IX
di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 .....................................................................................59
Tabel XXVI. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi X
di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 .....................................................................................60
Tabel XXVII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi XI
di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
xvii
tahun 2009 .....................................................................................61
Tabel XXVIII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi XII
di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...................................................................................62
Tabel XXIX. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi
XIII di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...................................................................................63
Tabel XXX. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi
XIV di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...................................................................................64
Tabel XXXI. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi
XV di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...................................................................................65
Tabel XXXII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi
XVI di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...................................................................................66
Tabel XXXIII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi
XVII di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...................................................................................67
Tabel XXXIV.Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi
XVIII di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...................................................................................68
Tabel XXXV. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi
XIX di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...................................................................................69
Tabel XXXVI. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi XX
di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...................................................................................70
Tabel XXXVII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi
XXI di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...................................................................................71
Tabel XXXVIII.Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi
XXII di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...................................................................................72
xviii
Tabel XXXIX.Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi
XXIII di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...................................................................................73
Tabel XL. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi
XXIV di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...................................................................................74
Tabel XLI. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi
XXV di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...................................................................................75
Tabel XLII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi
XXVI di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...................................................................................76
Tabel XLIII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi
XXVII di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...................................................................................77
Tabel XLIV. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi
XXVIII di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...................................................................................78
Tabel XLV. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi
XXIX di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...................................................................................79
Tabel XLVI. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi
XXXdi RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...................................................................................80
Tabel XLVII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi
XXXI di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...................................................................................81
Tabel XLVIII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium
pascakemotarapi XXXII di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...................................................................................82
Tabel XLIX. Butuh tambahan terapi
( need for additional therapy) .....................................................86
Tabel L. Dosis terlalu rendah
( dosage too low ) ........................................................................88
xix
Tabel LI. Obat tidak tepat
( Wrong Therapy) ........................................................................88
xx
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Anatomi uterus .................................................................................... 9
Gambar 2. Anatomi Ovarium ................................................................................ 9
Gambar 3. Jaringan Kanker pada Ovarium Kiri ................................................... 10
Gambar 4. Skema penanganan mual muntah ........................................................ 19
Gambar 5. Mekanisme umum terjadinya Mual Muntah ....................................... 20
Gambar 6. Mekanisme Mual Muntah yang diinduksi oleh sitostatika.................. 21
Gambar 7. Algoritma Penanganan Mual Muntah pada Pasien kanker
berdasarkan Cancer Care Nova Scotia .............................................. 26
Gambar 8. Jumlah Kasus Kanker Ovarium Pascakemoterapi
berdasarkan kelompok umur ................................................................ 37
xxi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat keterangan telah menyelesaikan penelitian .........................95
Lampiran 2. Surat ijin Observasi tempat dan pengambilan data ....................... 96
Lampiran 3. Keterangan Kelaikan Etik ............................................................. 97
Lampiran 4. Daftar Kasus Kanker Ovarium Di RSUP.Dr. Sardjito
Yogyakarta sepanjang tahun 2009 ...............................................98
Lampiran 5. Guideline penatalaksanaan mual muntah akibat Kemoterapi
(Guidelines for the Management of Nausea
and Vomiting in Cancer Patients
dari Cancer Care Nova Scotia) ...................................................107
Lampiran 6. Pembagian tipe mual muntah dan klasifikasi agen
kemoterapi berdasarkan potensi menyebabkan mual
dan muntah ..................................................................................108
Lampiran 7. Perhitungan interval data umur pasien .......................................109
Lampiran 8. Daftar obat Brand Name dan Generik (Zat aktif) .......................110
Lampiran 9. Penentuan stadium pada kanker ovarium ...................................112
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Kanker merupakan penyakit dengan multiplikasi yang tidak terkontrol
dan menyebar dalam bentuk abnormal pada sel-sel tubuh. Kanker merupakan
salah satu penyebab utama kematian di negara-negara berkembang, 1 diantara 5
populasi di Eropa dan Amerika Utara meninggal dikarenakan oleh kanker (Rang,
Dale, Ritter, Moore, 2003)
Kanker ovarium sering disebut sebagai silent lady killer karena
merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi pada wanita selain itu
menyiratkan sifat dari kanker ovarium yang sulit dideteksi ketika stadium dini.
Biasanya kanker ovarium baru dapat dideteksi setelah memasuki stadium lanjut.
Kanker ovarium dapat menyerang wanita baik pada usia muda maupun usia tua.
Setiap tahunnya di Amerika Serikat, lebih dari 21.000 wanita didiagnosis
menderita kanker ovarium, dan kurang lebih 15.000 meninggal karena penyakit
tersebut (Jackson, 2010a).
Pengobatan kanker dapat dilakukan dengan salah satu atau kombinasi
dari beberapa cara, antara lain, pembedahan atau operasi, penyinaran atau
radioterapi, peningkatan daya tahan tubuh atau imunoterapi, terapi dengan
hormon, atau dapat juga dengan pemakaian obat-obatan sitostatika atau
kemoterapetik yaitu kemoterapi. Hasilnya pada tiap pasien dapat berbeda-beda
tergantung pada stadium dan kondisi pasien ketika mendapatkan terapi.
Kemoterapi telah digunakan sejak tahun 1950-an. Biasa diberikan
sebelum atau sesudah pembedahan. Kadang disertai dengan terapi radiasi, kadang
2
cukup hanya kemoterapi. Tujuannya adalah membasmi seluruh sel kanker sampai
ke akar-akarnya, sampai ke lokasi yang tidak terjangkau pisau bedah. Paling tidak
untuk mengontrol sel-sel kanker agar tidak menyebar lebih luas (Rahayu, 2009).
Terapi kanker dengan cara kemoterapi dapat menimbulkan efek samping
ke berbagai sistem organ seperti kerontokan rambut, berkurangnya hemoglobin,
trombosit, sel darah putih, membuat tubuh lemah, merasa lelah, sesak nafas,
mudah mengalami pendarahan, mudah terkena infeksi, kulit membiru/menghitam,
kering, serta gatal, mulut dan tenggorokan mengalami sariawan, terasa kering dan
sulit menelan, mual dan muntah, nyeri pada lambung dan penurunan kesuburan
(Rahayu, 2009).
Efek samping yang spesifik pada saluran pencernaan adalah berupa mual
dan muntah dapat terjadi pada saat praterapi, saat menjalani terapi, maupun
pascaterapi. Obat-obatan sitostatika sudah terbukti dapat mengiduksi terjadinya
mual dan muntah. Berdasarkan survey di Amerika Serikat, dari semua pasien yang
mendapatkan kemoterapi, 70 sampai 80 % diantaranya mengalami efek samping
mual dan muntah (Navari, 2007). Besarnya angka kejadian efek samping mual
muntah inilah yang menjadi salah satu penyebab keengganan pasien untuk
memilih kemoterapi sebagai salah satu pilihan terapinya.
Cara mengatasi mual muntah tersebut dengan cara pemberian obat-
obatan antimual-muntah atau obat antiemetika disamping pemberian obat-obatan
sitostatika untuk tujuan terapi kankernya. Pemberian obat antiemetika ini sangat
penting untuk meningkatkan mutu hidup pasien, mengurangi rasa enggan dan
trauma pasien dalam memilih ataupun melanjutkan kemoterapi sebagai pilihan
3
terapi pengobatannya. Terapi yang tepat pada penanganan mual muntah akan
meningkatkan kualitas hidup pasien. Oleh karena itu, dilakukan penelitian
mengenai evaluasi penatalaksanaan mual muntal pada pasien kanker ovarium
pasca kemoterapi. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar evaluasi
pemberian obat-obatan antimual muntah yang tepat dan rasional bagi rumah sakit
dan dapat digunakan meningkatkan mutu pelayanan dan kesehatan pasien,
terutama pada penatalaksaan mual muntah pada pasien kanker ovarium pasca
kemoterapi.
Penelitian ini dilakukan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta karena
merupakan rumah sakit rujukan tipe A dan merupakan rumah sakit pendidikan
penelitian yang mempunyai pelayanan spesialis kanker terpadu. RSUP Dr.
Sardjito memiliki visi menjadi rumah sakit unggulan dalam bidang pelayanan,
pendidikan, dan pelatihan di kawasan Asia Tenggara tahun 2010 yang bertumpu
pada kemandirian, serta misi untuk menyelenggarakan penelitian serta
pengembangan Iptekdok kesehatan yang berwawasan global (Sutoto, 2003).
1. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan diatas dapat ditarik
permasalahan sebagai berikut.
a. Seperti apakah profil kasus kanker ovarium di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta tahun 2009 yang mencakup umur, stadium, penyakit penyerta?
b. Seperti apakah pola pengobatan kasus kanker ovarium di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta tahun 2009 yang meliputi kelas terapi obat, golongan
obat, dan jenis obat yang diberikan?
4
c. Apakah ditemukan Drug Related Problems (DRPs) pada penatalaksanaan
mual muntah, khususnya pascakemoterapi di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta tahun 2009 yang meliputi keadaan:
1) butuh tambahan terapi obat (need for additional drug therapy)
2) tidak perlu terapi obat (unnecessary drug therapy)
3) obat tidak tepat ( wrong therapy)
4) dosis kurang (dosage too low)
5) adverse drug reactions (ADRs)
6) dosis berlebih ( dosage too high)
7) compliance.
2. Keaslian penelitian
Berdasarkan penelusuran pustaka di Universitas Sanata Dharma,
penelitian tentang “ Evaluasi Penatalaksanaan Mual Muntah pada Pasien Kanker
Ovarium Pascakemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009” belum
pernah dilakukan. Namun penelitian yang terkait dengan kanker telah banyak
dilakukan, akan tetapi berbeda dalam hal subjek penelitian, objek penelitian, dan
waktu penelitian. Beberapa penelitian mengenai kanker yang pernah dilakukan
antara lain:
a. Evaluasi penatalaksanaan Mual Muntah pada Kasus Kanker Leher
Rahim di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2004 oleh Linda
Yunita.
5
b. Evaluasi penatalaksanaan Mual Muntah pada Kasus Kanker Payudara
di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2004- Juni
2005 oleh Magdalena Sri Damayanti.
3. Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat dari segi teoritis maupun praktis.
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
penatalaksaan mual muntah pada pasien kanker ovarium
pascakemoterapi dan sebagai dasar bagi rumah sakit dalam hal
pemberian obat atau terapi yang tepat dan rasional.
b. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan mutu
pelayanan pengobatan kanker ovarium di RSUP. Dr. Sardjito
Yogyakarta dan instalasi kesehatan lainnya.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Tujuan umumnya adalah mengevaluasi penatalaksanaan mual muntah
pada pasien kanker ovarium pascakemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009.
6
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
a. mengetahui profil kasus kanker ovarium di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta tahun 2009 yang mencakup umur, stadium, dan penyakit
penyerta.
b. mengetahui pola pengobatan kasus kanker ovarium di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta tahun 2009 Yang meliputi kelas terapi obat,
golongan obat, dan jenis obat yang diberikan.
c. mengetahui Drug Related Problems (DRPs) yang mungkin terjadi
pada penatalaksanaan mual muntah, khususnya pascakemoterapi di
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009 yang meliputi keadaan:
1) butuh tambahan terapi obat (need for additional drug
therapy)
2) tidak perlu terapi obat (unnecessary drug therapy)
3) obat tidak tepat ( wrong therapy)
4) dosis kurang (dosage too low)
5) adverse drug reactions (ADRs)
6) dosis berlebih ( dosage too high)
7) compliance.
7
BAB II
PENELAHAAN PUSTAKA
A. Kanker
Sel kanker memiliki 4 karakteristik yang membedakannya dengan sel
normal yaitu:
1. proliferasi yang tidak terkontrol
2. dedifferensiasi dan kehilangan fungsinya
3. invasif
4. metastasis (Rang dkk, 2003)
Sel normal berubah menjadi sel kanker dikarenakan mutasi dari satu atau
lebih DNAnya, hal tersebut dapat terjadi karena keturunan atau didapat
(acquired). Ada dua kategori dari perubahan genetik yang menyebakan kanker
yaitu:
1. Aktivasi dari proto-oncogenes menjadi oncogenes
Proto-oncogenes merupakan gen yang secara normal mengontrol devisi sel,
apoptosis dan diferensiasi sel, namun gen tersebut dapat berubah menjadi
oncogenes oleh virus atau kerja dari karsinogen.
2. Tidak aktifnya tumour suppressor genes
Sel normal memiliki gen dengan kemampuan untuk menekan pembentukan
tumor ganas (anti-oncogenes). Hilangnya fungsi dari tumour suppressor
genes dapat disebabkan karena karsinogenesis (Rang dkk, 2003).
Kanker dapat terjadi di berbagai jaringan dalam berbagai organ di setiap
tubuh, mulai dari kaki sampai kepala. Sel kanker dapat berasal dari semua unsur
8
yang membentuk suatu organ. Sejalan dengan pertumbuhan dan
perkembangbiakannya, sel-sel kanker membentuk suatu massa dari jaringan
ganas yang menyusup ke jaringan di dekatnya dan atau bisa menyebar
(metastasis) ke organ tubuh lainnya ( Junaidi, 2007).
Tabel I . Sepuluh jenis kanker yang paling sering terjadi pada Wanita dan
Pria di Indonesia
No. Jenis Kanker Wanita Pria Total
1 Cervix 2532 - 2532
2 Breast 2254 - 2254
3 Skin 546 497 1043
4 Rectum 403 434 837
5 Nasopharynx 289 547 836
6 Ovary 829 - 829
7 Lymph node 318 451 769
8 Colon 314 336 650
9 Thyroid 412 110 522
10 Soft Tissue 480
(Aziz, 2009)
B. Kanker Ovarium
Ovarium atau indung telur terletak antara rahim dan dinding panggul, dan
digantung pada rahim oleh ligamentum ovarii proprium dan pada dinding panggul
oleh ligamentum infundibulo-pelvikum. Indung telur merupakan sumber
hormonal perempuan yang paling utama. Indung telur mengeluarkan telur (ovum)
setiap bulan silih berganti antara bagian kanan dan kiri. Fungsi ovarium adalah
9
sebagai penghasil sel telur / ovum dan sebagai organ yang menghasilkan hormon
(estrogen dan progesteron) (Yunta, 2008).
Gambar 1. Organ Reproduksi Wanita (Anonim, 2004)
Gambar 2. Anatomi Ovarium (Cumming, 2001)
Kanker ovarium pada umumnya terdeteksi setelah terjadi penyebaran
intraperitoneal luas. Pada saat itu, penyembuhan hampir tidak dapat terjadi.
10
Terdapat lima tipe histologis yang berbeda pada tumor-tumor epitel ovarium:
serosa, musinosa, endometrioid, sel jernih, dan Brenner. Dari kelima tipe tersebut,
neoplasme serosa mencakup hampir setengah dari keseluruhan tumor (Heffner,
2006).
Kanker epithelial ovarium biasanya menyebar baik secara lokal dan
melalui penyebaran (diseminasi) intraperitoneal. Penyebaran yang paling dekat
adalah ke tuba fallopii dan uterus. Diseminasi terjadi ke ovarium kontralateral dan
peritoneum (Heffner, 2006).
Gambar 3. Jaringan Kanker pada Ovarium Kiri (Anonim, 2010h)
1. Epidemiologi dan faktor risiko
Setiap tahunnya di Amerika Serikat, lebih dari 21.000 wanita didiagnosis
menderita kanker ovarium, dan kurang lebih 15.000 meninggal karena penyakit
tersebut (Anonim, 2010d). Program Epidemiology and End Results (SEER)
melaporkan bahawa pada 1 Januari 2006 di Amerika Serikat kurang lebih 176.007
wanita hidup dengan terdiagnosis kanker ovarium (termasuk yang sudah
mendapatkan perawatan) (Jackson, 2010a).
11
Tabel II. Insidensi dan Jumlah Kematian diakibatkan oleh Kanker Ovarium
di Amerika Serikat
Tahun Insidensi Jumlah kematian
2009 21500 14600
2005 19842 14787
2004 20069 14716
2003 20445 14657
2002 19792 14682
2001 19719 14414
2000 19672 14060
1999 19676 13627
(Jackson,2010a)
Menurut Ovarian Cancer National Alliance faktor risiko kanker ovarium
dapat di bagi berdasarkan:
a. Genetik
Wanita yang memiliki gen kanker payudara 1 (BRCA1) atau
gen kanker payudara2 (BRCA2) yang bermutasi memiliki risiko yang
besar untuk terdiagnosis kanker ovarium. Gen tersebut ditemukan pada 5-
10 % wanita dengan kanker ovarium. Wanita yang terdiagnosis kanker
payudara biasanya akan memiliki risiko tinggi terdiagnosis kanker
ovarium (Jackson, 2010b).
b. Usia
1) Menurut Ovarian Cancer Natioal Alliance risiko tertinggi wanita
terserang kanker ovarium yaitu pada usia 60 tahun dan akan
12
meningkat ketika telah melewati usia 70 tahun. Pada tahun 2002 -
2006, 69 % wanita di Amerika Serikat terdiagnosis kanker ovarium
pada usia 55 tahun atau lebih (Jackson, 2010b).
2) Sedangkan menurut Center for Disease Control and Prevention
(CDC), sekitar 90% wanita di Amerika Serikat mendapatkan
kanker ovarium pada usia diatas 40 tahun dengan jumlah kasus
terbesar pada usia 55 tahun atau lebih (CDC, 2010).
c. Sejarah reproduksi dan infertilitas
Wanita yang berisiko tinggi adalah mereka yang:
1) memulai menstruasi diusia yang lebih muda (sebelum 12 tahun)
2) tidak pernah melahirkan
3) melahirkan anak pertama pada usia setelah 30 tahun
4) menopouse setelah usia 50 tahun
5) tidak pernah menggunakan kontrasepsi oral (Jackson, 2010b).
d. Terapi hormon
Wanita yang mengalami terapi hormon menopousal
meningkatkan risiko terkena kanker ovarium. Penelitian terbaru
melaporkan bahwa penggunaan kombinasi estrogen dan progestin selama
5 tahun atau lebih dapat meningkatkan risiko kanker ovarium (Jackson,
2010b).
13
e. Obesitas
Penelitian menemukan peran obesitas pada 80 % wanita dengan
risiko tinggi mendapatkan kanker ovarium yang tidak mendapatkan
hormon setelah menopouse (Jackson, 2010b).
Riwayat dalam keluarga merupakan faktor risiko yang paling penting,
kemudian diikuti oleh usia. (Heffner, 2006). Diketahui bahwa 75 % pasien
ditemukan menderita kanker ovarium dengan stadium III-IV (Norwitz, 2007).
Paritas yang tinggi dan penggunaan kontrsepsi oral menurunkan risiko kanker
ovarium. Faktor lingkungan juga mempengaruhi perkembangan kanker ovarium,
dengan rerata tertinggi ditemukan pada negara industri maju. Karsinogen kimia
dari dunia luar dapat dapat mencapai peritoneum pelvis wanita melalui vagina dan
saluran reproduksi bagian atas (Heffner, 2006).
2. Gejala dan tanda
Wanita penderita kanker ovarium seringkali melaporkan gejala seperti
kembung, peningkatan ukuran perut, dan gejala-gejala berkemih. Seringkali
tanda-tanda ini tidak begitu terasa dan tidak terdeteksi oleh dokter atau pasien.
Cepat kenyang, perubahan pola buang air besar merupakan keluhan yang paling
sering ditemukan pada penyakit tingkat lanjut. Penurunan berat badan yang
bermakana biasanya tidak biasa terlihat (Norwitz, 2007).
3. Terapi
a. Operasi ( Laparotomi)
1) Aspirasi cairan peritoneum untuk pemeriksaan sitologi (bila tidak
ada cairan dilakukan bilasan peritoneum)
14
2) Panhisterektomi
3) Omentektomi
4) Appendiktomi
5) Biopsi peritoneum
6) Biopsi daerah bawah diafragma
7) Eksplorasi (hepar, lien, mesenterium, ileum, colon limfadenektomi)
b. Kemoterapi
c. Radiasi (Sudiharto, 1997)
C. Kemoterapi
Terdapat kurang lebih 130 jenis penyakit kanker, yang mempengaruhi
kondisi tubuh kita dengan berbagai macam cara dan membutuhkan penanganan
yang berbeda-beda. Tetapi semua jenis kanker itu memiliki kesamaan yaitu terdiri
atas sel-sel yang membelah dengan cepat dengan pertumbuh yang tidak
terkontrol. Fungsi utama obat-obat kemoterapi adalah mengenali dan
menghancurkan sel-sel seperti ini (Rahayu, 2010).
Kemoterapi didefinisikan sebagai obat-obat kimiawi yang digunakan
untuk memberantas penyakit infeksi akibat mikroorganisme seperti bakteri, fungi,
virus, dan protozoa (plamodium, amuba, trichomonas, dll), juga terhadap infeksi
cacing. Obat-obat tersebut berkhasiat memusnahkan parasit tanpa merusak
jaringan tuan-rumah (toksisitas selektif). Sitostatika (Obat-obat kanker) juga
termasuk dalam golongan ini karena sel-sel kanker adakalanya dapat
dikembangbiakkan dan ditularkan pada organisme lain, seperti halnya kuman.
Tetapi karena sel-sel kanker sangat menyerupai sel-sel normal dan kebanyakan
15
sitostatika tidak bekerja selektif, maka obat-obat ini dapat menimbulkan efek
samping (Rahardja, 2010).
Kemoterapi telah digunakan sejak tahun 1950-an. Biasa diberikan
sebelum atau sesudah pembedahan. Kadang disertai dengan terapi radiasi, kadang
cukup hanya kemoterapi. Tujuannya adalah membasmi seluruh sel kanker sampai
ke akar-akarnya, sampai ke lokasi yang tidak terjangkau pisau bedah. Paling tidak
untuk mengontrol sel-sel kanker agar tidak menyebar lebih luas (Rahayu,2010).
Efek samping kemoterapi timbul karena obat-obat kemoterapi sangat
kuat, dan tidak hanya membunuh sel-sel kanker, tetapi juga menyerang sel-sel
sehat, terutama sel-sel yang membelah dengan cepat. Karena itu efek samping
kemoterapi paling sering muncul pada bagian-bagian tubuh yang sel-selnya
membelah dengan cepat, yaitu: rambut (rontok), sumsum tulang (berkurangnya
hemoglobin, trombosit, dan sel darah putih, membuat tubuh lemah, merasa lelah,
sesak nafas, mudah mengalami perdarahan, dan mudah terinfeksi), kulit
(membiru/menghitam, kering, serta gatal), mulut dan tenggorokan (sariawan,
terasa kering, dan sulit menelan), saluran pencernaan (mual, muntah, nyeri pada
perut), produksi hormon (menurunkan nafsu seks dan kesuburan) (Rahayu, 2010).
Penggolongan obat antikanker:
1. Zat-zat alkilasi
Zat-zat ini berkhasiat kuat terhadap sel-sel yang sedang
membelah. Khasiat ini berdasarkan gugusan alkilnya, yang sangat reaktif
dan menyebabkan cross-linking (saling mengikat) antara rantai-rantai
DNA di dalam intisel. Dengan demikian, penggandaan DNA terganggu
16
dan pembelahan sel dapat dihambat. Contoh obat golongan ini adalah
klormetin ( nitrogen- mustard ), dan turunannya klorambusil, melfelan,
siklofosfamida, dan ifosfamida (Rahardja, 2002).
2. Antimetabolit
Obat ini bekerja dengan mengganggu sintesis DNA dengan jalan
antagonisme saingan . rumus kimiawinya mirip sekali dengan rumus
beberapa metabolit tertentu yang penting bagi fisiologi sel, yakni asam
folat, purin, dan pirimidin. Obat menduduki tempat metabolit tersebut
dalam sistem enzim tanpa mengambil alih fungsinya, sehingga sintesis
DNA atau RNA gagal, dan perbanyakan sel terhenti. Contoh sitostatika
golongan antimetabolit adalah antagonis folat metotreksat, antagonis
purin (merkaptopurin, thioguanin, dan azathioprin), antagonis pirimidin
(fluorourasil, dan sitarabin) (Rahardja, 2002).
3. Antimitotika
Zat-zat ini menghindari pembelahan sel pada metafase ( tingkat
kedua pada mitosis), sehingga menghalangi pembelahan inti. Contoh
sitostatika golongan antimitotika adalah obat hasil tumbuhan alkaloida
Vinca (vinblastin, vinkiristin, dan vindesin), podofilin, dan obat baru dari
kelompok taxoida ( paclitaxel, docetaxel) (Rahardja, 2002).
4. Antibiotika
Zat-zat ini dapat dapat mengikat DNA secara komplek, sehingga
sintesanya terhenti. Contoh sitostatika golongan antibiotika adalah
doksorubisin, daunorubisin, dan derivate sintesisnya (epirubisin,
17
idarubisin, mitoxantron), bleomisin, (d-)actinomisin, dan mitomisin
(Rahardja, 2002).
5. Imunomodulator
Zat-zat ini juga dinamakan Biological Respone Modifier (BRM)
berdaya ,mempengaruhi secara positif reaksi bilogis dari tubuh terhadap
tumor. Fungsi sistem imun dapat distimulasi dengan baik (imunostilulator)
maupun disupresi olehnya ( imunosupresor). Contoh obat imunostimulator
adalah levamisol, sedangkan contoh obat imunosupresif adalah MTX,
Merkaptopurin, dan azatioprin (Rahardja, 2002).
6. Hormone dan antihormon
Kortikosteroida (hidrokortison, prednisone dan sebagainya) antara
lain berkhasiat melarutkan limfosit, dan menekan mitosis di lekosit..
Antihormon kelamin adalah zat-zat yang menghambat hormon dijaringan
tujuan dan dengan demikian melawan kerja hormon yang digunakan
adalah anti estrogen yaitu aminoglutetimida dan anastrozol, anti androgen
yaitu cyproteron, flutamid, dan nilutamida (Rahardja, 2002).
Selain penggolongan di atas, obat anti kanker juga dibedakan
berdasarkan kemampuannya atau risiko menyebabkan efek samping berupa mual
muntah:
18
Tabel III. Penggolongan anti kanker berdasarkan risiko mual muntah
(Navari, 2007)
19
D. Mual-Muntah
Penanganan??
Gambar 4. Skema penanganan mual muntah
Muntah dapat dianggap sebagai suatu cara perlindungan alami dari tubuh
terhadap zat-zat yang merangsang dan beracun yang ada dalam makanan. Segera
setelah zat-zat tersebut dikeluarkan dari saluran cerna, muntah juga akan berhenti.
Namun demikian, sering kali muntah hanya merupakan gejala penyakit, misalnya
kanker lambung, penyakit Meniere, mabuk darat, dan pada masa hamil, tidak
jarang muntah merupakan efek samping dari obat-obatan, seperti onkolitika, obat
Parkinson, digoksin, dan sebagai akibat dari radioterapi kanker. Muntah pada
umumnya diawali oleh rasa mual (nausea), dengan ciri-ciri muka pucat,
berkeringat, liur berlebihan, takikardia, dan pernafasan yang tidak teratur. Muntah
dapat di atasi dengan obat-obat antimual (antiemetika) ( Rahardja, 2002).
Pasien Kanker Kemoterapi Mual Muntah
Farmakologi:
Obat-obatan
(Antiemetik)
Non
farmakologi
- Relaksasi otot
- Mengalihkan
pikiran ke hal-hal
yang
menyenangkan
- Terapi musik, dll
20
1. Mekanisme Umum Terjadinya Mual Muntah
Gambar 5. Mekanisme umum terjadinya Mual Muntah (Rang dkk, 2003)
21
2. Muntah akibat obat-obat kanker (sitostatika)
Gambar 6. Mekanisme Mual Muntah yang diinduksi oleh sitostatika
Sitostatika dapat menimbulkan muntah-muntah akibat rangsangan
langsung dari CTZ (Chemoreseptor Trigger Zone), dan pelepasan serotonin(5-
HT3) di saluran lambung- usus. CTZ adalah suatu daerah dengan banyak reseptor,
yang letaknya dekat dengan vomiting center (pusat muntah) (Rahardja, 2010).
CTZ dan serotonin akan mengirimkan impuls pada vomiting center yang ada pada
medulla oblongata sehingga menyebabkan mual dan muntah. Reseptor yang dapat
menyebabkan mual muntah antara lain serotonin, dan dopamin (Rang dkk, 2003).
Prostaglandin memainkan peranan dalam proses terjadinya mual muntah akibat
kemoterapi. Prostaglandin A2 dapat memberikan trauma pada lapisan mukosa
gastrointestinal akibat kemoterapi. Kemoterapi dapat menyebabkan trauma pada
mukosa gastrointestinal yang menyebabkan pelepasan serotonin, kemudian
menstimulasi reseptor 5HT3 untuk menstimulasi pusat muntah (Burke,2001).
Emesis akut timbul selama 24 jam pertama setelah kemoterapi,
sedangkan muntah yang baru dimulai pada hari kedua sampai keenam disebut
muntah terlambat (delayed emesis) (Rahardja, 2002). Selain emesis akut dan
kemoterapi CTZ
Sel Enterokromafin Pelepasan serotonin
(5-HT3)
Menstimulasi
reseptor 5-HT3
Emesis (muntah) Pusat muntah
22
delayed emesis, ada juga tipe muntah yang terjadi beberapa jam atau hari sebelum
kemoterapi yang disebut anticipatory nausea and vomiting (Vermorken, 2010b).
3. Terapi Non Farmakologi
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi efek samping
berupa mual muntah yaitu:
a. Makan dan minum sedikit tapi sering
b. Hindari makan 1-2 jam sebelum dan sesudah kemoterapi
c. Hindari makanan yang berbau, berminyak dan berlemak, pedas, terlalu
manis, panas
d. Sebaiknya makan makanan yang dingin, dan tempatkan pasien pada
ruangan yang sejuk
e. Lakukan relaksasi dengan menonton televisi, dan membaca
f. Tidur selama periode mual yang hebat, dan menjaga kebersihan mulut
serta berolahraga (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simodibrata, Setiati, 2006)
4. Terapi farmakologi
Terapi farmakologi dapat dilakukan dengan pemberian obat-obatan
antimuntah atau yang biasa disebut antiemetika.
a. Penggolongan Antiemetika
Berdasarkan mekanisme kerjanya antiemetika dapat dibedakan
menjadi tiga (3) kelompok dan beberapa obat tambahan:
1) Antikolinergika
Obat- obat ini ampuh pada mabuk darat, penyakit Meniere
dan mual kehamilan. Contohnya skopolamin dan antihistamin
23
(siklizin, meklizin, sinarizin, prometazin, dimenhidrinat) (Rahardja,
2010).
2) Antagonis Dopamin
Zat-zat ini berdaya melawan mual berdasarkan perintangan
neurotransmiter dari CTZ ke pusat muntah dengan jalan blokade
reseptor dopamin.
a) Propulsiva (prokinetika) : metoklopramida dan domperidon
b) Derivat butirofenon : haloperidol da droperidol
c) Derivat fenotiazin : proklorperazin dan thietilperazin
(torecan) (Rahardja, 2010).
3) Antagonis Serotonin
Mekanismenya memblokade serotonin yang memicu refleks
muntah dari usus halus dan rangsangan terhadap CTZ. Contohnya
granisetron, ondansetron, tropisetron (Rahardja, 2010).
4) Lain-lain
a) Kortikosteroida, seperti deksametason dan metilprednisolon
ternyata efektif untuk mual muntah yang diakibatkan oleh
sitostatika dan radioterapi. Penggunaannya sering kali
dengan suatu antagonis serotonin(Rahardja, 2010).
b) Alizaprida (Litican) digunakan setelah pembedahan,
rasioterapi, dan kemoterapi. Khasiatnya berdasarkan
penghambatan refleks muntah secara sentral (Rahardja,
2010).
24
c) Benzodiazepin mempengaruhi sistem kortikal/limbis dari
otak dan tidak mengurangi frekuensi dan hebatnya emesis,
melainkan memperbaiki sikap pasien terhadap peristiwa
muntah. Terutama lorazepam ternyata efektif sebagai
pencegah muntah (Rahardja, 2010).
b. Penanganan mual muntah dengan antiemetika
Mual muntah dapat ditangani dengan cara pemberian antiemetika atau
obat anti mual muntah. Antiemetik diberikan sebelum kemoterapi, dan
apabila setelah kemoterapi pasien memgalai mual muntah, maka dapat
diberi terapi lanjtan menggunakan antiemetika.
25
Tabel IV. Petunjuk Penanganan Mual Muntah Berdasarkan Cancer Care
Nova Scotia
Obat dan dosis untuk Pascakemoterapi (kemoterapetika resiko tinggi)
Kortikosteroid
Deksametason 8 mg PO sekali atau 2 kali sehari selama 2-3 hari ( 3-4 hari
jika menggunakan cisplatin)
antagonis reseptor serotonin atau antagonis reseptor dopamin
Ondansetron 8 mg Po setiap 12 jam
Granisteron atau dolasetron efektif untuk pemberian sebelum kemoterapi,
tetapi dapat diberikan setiap 24 jam
Metoklopramid 10-20 mg PO 2-4 kali sehari selama 2-3 hari ( 3-4 hari jika
menggunakan cisplatin)
Dapat ditambahkan difenhidramin (Benadryl) 25-50mg PO, unutk
mencegah reaksi ekstrapiramidal
ATAU
Prokloperazine 10 mg PO setipa 4-6 jam (jika perlu)
Kemoterapetika resiko sedang
Prokloperazine 10 mg PO setipa 4-6 jam (jika perlu)
Metoklopramid 10 mg setiap 4 jam (jika perlu)
Obat dan dosis adjuvan
(dapat ditambahakan pada regimen antiemetika yang lain)
Lorazepam 1-2 mg PO atau SL sebelum kemoterapi
Dronabinol 2,5-10 mg setiap 4-12 jam atau nabilone 1-2 mg 2 kali sehari
(untuk pasien tertentu)
(Luther,2010)
26
ATAU OR
Gambar 7. Algoritma Penanganan Mual Muntah pada Pasien kanker
berdasarkan Cancer Care Nova Scotia (Luther, 2010)
Kemoterapetika
resiko tinggi
menimbulkan
emesis
Pra-kemoterapi
Antagonis reseptor
serotonin
ditambah
kortikosteroid
Pra-kemoterapi
Antagonis reseptor
serotonin ditambah
kortikosteroid
Risiko tinggi
–non cisplatin
Pasca-kemoterapi
Kortikosteroid oral
setiap 24 jam selama 4
hari ditambah
antagonis reseptor
serotonin selama 48
jam
Risiko
tinggi - cisplatin
Risiko
sedang
Pasca –kemoterapi
Kortikosteroid oral
ditambah metoklopramid
selama 2-4 hari
Pasca –kemoterapi
Kortikosteroid oral setiap 24
jam selama 3 hari ditambah
antagonis reseptor serotonin
selama 24-48 jam
Pra-kemoterapi
Tidak dilakukan
premedikasi yang rutin,
dapat diberikan antagonis
dopamin jika diperlukan
Pasca –kemoterapi
Antagonis reseptor
dopamin oral
selama 2-4 hari
Pra-kemoterapi
Kortikosteroid oral
dan/atau antagonis
reseptor dopamin
Risiko
rendah
Pasca-kemoterapi
Tidak diperlukan
antiemetik secara rutin
27
E. Drug Related Problems(DRPs)
Drug Related Problem adalah kejadian yang tidak diinginkan yang
dialami oleh pasien berkaitan dengan terapi yang diperoleh oleh pasien. Drug
Related Problem meliputi keadaan butuh tambahan terapi obat (need for
additional drug therapy), tidak perlu terapi obat (unnecessary drug therapy), obat
tidak tepat (wrong therapy), dosis kurang (dosage too low), Adverse drug
reactions (ADRs), dosis berlebih ( dosage too high), Compliance (Cipolle, 1998).
Kategori dari Drug Related Problem yaitu:
1. Butuh tambahan terapi obat (need for additional drug therapy)
a. Pasien mempunyai kondisi medis baru yang membutuhkan terapi
awal pada obat.
b. Pasien mempunyai penyakit kronik yang membutuhkan terapi obat
berkesinambungan.
c. Pasien mempunyai kondisi kesehatan yang membutuhkan terapi
kombinasi untuk mencapai efek sinergis atau potensiasi.
d. Pasien dalam keadaan risiko pengembangkan kondisi kesehatan
baru yang dapat dicegah dengan penggunaan alat pencegah penyakit
pada terapi obat dan/atau tindakan pramedis.
2. Tidak perlu terapi obat (unnecessary drug therapy)
a. Pasien yang sedang mendapatkan pengobatan yang tidak tepat
indikasi pada waktu itu.
28
b. Pasien yang tidak sengaja maupun sengaja kemasukan sejumlah
racun dari obat atau kimia,sehingga menyebabkan rasa sakit pada
waktu itu.
c. Pengobatan pada pasien pengkonsumsi obat, alkohol dan rokok.
d. Kondisi kesehatan pasien lebih baik diobati dengan terapi tanpa
obat.
e. Pasien yang mendapatkan beberapa obat untuk kondisi yang mana
hanya satu terapi obat yang terindikasi.
f. Pasien yang mendapatkan terapi obat untuk pangobatan yang tidak
dapat dihindarkan dari reaksi efek samping yang disebabkan dengan
pengobatan lainnya.
3. Obat tidak tepat (wrong therapy)
a. Pasien dimana obat tidak efektif.
b. Pasien yang mempunyai riwayat alergi.
c. Pasien penerima obat yang paling tidak efektif untuk indikasi
pengobatan.
d. Pasien dengan faktor risiko pada kontraindikasi penggunaan obat.
e. Pasien menerima obat efektif tetapi least costly.
f. Pasien menerima obat efektif tetapi tidak aman.
g. Pasien yang tekena infeksi resisten terhadap obat yang digunakan.
h. Pasien menerima kombinasi produk yang tidak perlu dimana single
drug dapat memberikan pengobatan yang tepat.
29
4. Dosis kurang (dosage too low)
a. Pasien menjadi sulit disembuhkan dengan terapi obat yang
digunakan.
b. Dosis yang digunakan terlalu rendah untuk menimbulkan respon.
c. Konsentrasi obat dalam serum dibawah range terapetik yang
diharapkan.
d. Waktu profilaksis antibiotik diberikan terlalu cepat.
e. Dosis dan fleksibilitas tidak cukup untuk pasien.
f. Terapi obat berubah sebelum terapetik percobaan cukup untuk
pasien.
g. Pemberian obat terlalu cepat.
5. Adverse drug reactions (ADRs)
a. Pasien yang faktor risiko yang berbahaya bila obat digunakan.
b. Ketersediaan dari obat dapat menyebabkan interaksi dengan obat
lain/makanan pasien.
c. Efek dari obat dapat diubah oleh substansi makanan pasien.
d. Efek dari obat dapat diubah penghambat enzim/pemacu obat lain.
e. Efek dari obat dapat diubah dengan pemindahan obat dari binding
site oleh obat lain.
f. Hasil labboratorium dapat berubah karena gangguan obat lain.
30
6. Dosis berlebih (dosage too high)
a. Pasien dengan dosis tinggi
b. Konsentrasi obat dalam serum pasien diatas range terapetik obat yang
diharapkan.
c. Dosis obat meningkat terlalu cepat.
d. Obat, dosis, rute, perubahan formulasi yang tidak tepat.
e. Dosis dan interval flexibility tidak tepat
7. Compliance
a. Pasien tidak menerima aturan pakai obat yang tepat (penulisan,
obat, pemberian, pemakaian)
b. Pasien tidak menuruti rekomendasi yang diberikan untuk
pengobatan.
c. Pasien tidak mengambil obat yang diresepkan karena mahal.
d. Pasien tidak mengambil beberapa obat yang diresepkan karena
tidak mengerti.
e. Pasien tidak mengambil beberapa obat yang diresepkan secara
konsisten karena merasa sudah sehat (Cipolle, 1998).
F. Keterangan Empiris
Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan gambaran
mengenai penatalaksanaan mual muntah pada pasien kanker ovarium
pascakemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009.
.
31
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian mengenai “Evaluasi Penatalaksanaan Mual Muntah pada
Pasien Kanker Ovarium pascakemoterapi di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta tahun
2009” merupakan jenis penelitian non eksperimental (Observasional). Penelitian
ini disebut penelitian non eksperimental karena tidak ada perlakuan lebih lanjut
pada subjek uji. Rancangan penelitian berupa rancangan deskriptif evaluatif yang
bersifat retrospektif. Rancangan penelitian deskriptif karena penelitian hanya
bertujuan untuk eksploratif deskriptif terhadap fenomena yang terjadi. Penelitian
bersifat retrospektif karena data yang didapat pada penelitian ini di ambil dari
dokumen terdahulu.
B. Definisi Operasional
Untuk menyamakan persepsi dalam analisis, maka perlu dijelaskan
beberapa definisi operasional sebagai berikut:
1. Pasien kanker ovarium adalah semua pasien yang terdiagnosis kanker
ovarium menurut catatan rekam medik.
2. Lembar rekam medik adalah kumpulan catatan dokter, dan perawat yang
berisi data klinis pasien meliputi nomor rekam medik, nama, umur, diagnosa,
stadium, keluhan saat masuk, keluhan pascakemoterapi, dosis dan aturan
pakai, jumlah obat dan jenis obat yang digunakan, serta data laboratorium dan
data non laboratorium.
32
3. Kemoterapi kanker (kemoterapetik) adalah obat-obatan sitostatika yang
menyebabkan pemusnahan atau perusakan dari sel-sel tumor/kanker.
4. Pascakemoterapi adalah keadaan setelah menerima kemoterapi pada setiap
kasus kanker ovarium yang tercatat pada rekam medik RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta tahun 2009.
5. Mual muntah yang dimaksud pada penelitian ini adalah efek samping yang
dijumpai pada pasien kanker ovarium pascakemoterapi yang tercatat pada
rekam medik RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009.
6. Evaluasi adalah melihat ulang dan menyimpulkan mengenai kesesuaian
antara penatalaksanaan mual muntah yang diberikan pada pasien dengan
standar dan literature yang tersedia.
7. Golongan obat yang dimaksud pada penelitian ini adalah golongan obat-
obatan kemoterapi dan obat-obat antiemetika, vertigo, golongan obat susunan
saraf pusat sebagai terapi untuk penanganan mual dan muntah
pascakemoterapi.
8. Jenis obat yang dimaksudkan pada penelitian ini adalah segala macam obat
yang diberikan dengan nama generik, kecuali golongan obat lain yang
nerupakan komposisi dari dari merk dagangnya yang merupakan kombinasi
dari beberapa obat dan vitamin yang diberikan.
9. Drug Related Problems (DRPs) adalah suatu keadaan yang tidak diinginkan
yang mungkin terjadi selama proses terapi berlangsung.
10. Butuh tambahan terapi adalah pasien butuh tambahan terapi obat baru
sebagai tambahan untuk memperbaiki keadaannya.
33
11. Tidak perlu terapi obat adalah pasien akan mengalami komplikasi akibat dari
mandapatkan obat yang tidak diperlukan atau tidak ada indikasi medis yang
valid yang mengharuskan pasien mendapatkan suatu obat.
12. Obat tidak tepat adalah pemberian obat yang kurang tepat dan tidak sesuai
dengan kondisi pasien.
13. Dosis kurang adalah takaran pemberian obat yang kurang atau tidak
mencukupi dari takaran yang seharusnya diberikan.
14. Adverse drug Reactions(ADPs) adalah munculnya efek yang tidak diinginkan
dari terapi obat yang diketahui efek farmakologinya.
15. Dosis berlebih adalah takaran pemberian yang berlabihan atau melebihi dari
takaran yang seharusnya diberikan.
C. Bahan penelitian
Bahan penelitian yang digunakan adalah lembaran rekam medik pasien
dengan kasus kanker ovarium pascakemoterapi, dan lembar resep pasien
sepanjang tahun 2009.
D. Tatacara Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahapan yaitu tahap perencanaan,
tahap pengambilan data, dan tahap penyelesaian data.
1. Perencanaan
Dimulai dengan penentuan dan analisis masalah yang akan dijadikan
bahan penelitian kemudian mengurus perijinan di bagian Pendidikan dan
penelitian RSUP Dr. Sardjito untuk melihat dan mencatat data rekam medis
34
pasien kanker ovarium yang di rawat di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta tahun
2009.
2. Pengambilan data
Pada tahap pengambilan data, terlebih dahulu dilakukan penelusuran
data kemudian mengumpulkan data rekam medis dan mencatat data ke dalam
lembar laporan. Jumlah kasus kanker ovarium pascakemoterapi yang
mengalami mual muntah dan atau menerima antiemetik yang terdapat di
tahun 2009 sebanyak 73 kasus.
Proses pencarian data yang diperoleh dengan melihat laporan Instalasi
Catatan Medis, yang berisi nama, umur, hasil diagnosis, jenis obat, dosis
obat, lama perawatan, bentuk sediaan, cara pemberian obat dan keadaan
pasien selama menjalani perawatan, selanjutnya dilakukan pengambilan data
dari lembar rekam medis sesuai jumlah kasus yang ada dan dilakukan
pencatatan data. Kriteria dari data yang yang akan dicatat pada laporan adalah
sebagai berikut:
a. Inklusi
1) Kelengkapan rekam medis
2) Pasien kanker ovarium pascakemoterapi
3) Pasien kanker ovarium yang mengalami mual muntah dan atau
mendapat obat anti mual muntah
b. Ekslusi
1) Pasien dengan diagnosa lebih dari satu jenis kanker ( selain kanker
ovarium)
35
2) Pasien rawat jalan
3) Pasien dengan kehamilan
4) Mual muntah yang diinduksi oleh terapi radiasi dan pascaoperasi
(pembedahan)
Banyaknya sampel yang didapatkan adalah 44 kasus. Jumlah sampel
tersebut didapatkan dengan cara eksklusi dan inklusi pada 73 kasus, dan yang
masuk pada kriteria penelitian sebanyak 44 buah kasus. 44 buah kasus
tersebut akan digunakan sebagai data pada penelitian ini.
3. Tahap penyelesaian data
Data yang diperoleh dikelompokkan berdasar kelompok umur
pasien, stadium kanker dan persentase jenis antiemetika dan jenis-jenis obat
lainnya yang digunakan. Semuanya ini disajikan dalam bentuk tabel atau
gambar, kemudian data tersebut akan diberi keterangan berupa narasi dan
penjelasannya. Pada tahap terakhir yang dilakukan adalah membahas dan
mengevaluasi penggunanan antiemetika berdasarkan DRPs.
E. Kesulitan Penelitian
Pada pembuatan penelitian yang berjudul Evaluasi Penatalaksanaan Mual
Muntah pada Pasien Kanker Ovarium pascakemoterapi di RSUP.Dr.Sardjito
Yogyakarta tahun 2009 ini, terjadi kesulitan pada proses pengambilan data, hal
tersebut dikarenakan karena kesulitan dalam membaca rekam medik pasien dan
banyaknya singkatan-singkatan yang masih asing bagi penulis terutama ketika
awal pengambilan data. Namun hal tersebut dapat diatasi dengan cara bertanya
36
atau dengan studi literatur. Berjalannya waktu penulis mulai terbiasa membaca
rekam medik sehingga tidak ada kesulitan yang terlalu berarti.
F. Analisis Hasil
Data yang telah diolah dalam bentuk tabel akan dianalisis secara
deskriptif evaluative dengan menggunakan dasar literature dan guideline terapi
yang ada.
Hasil dari penelitian ini akan memberikan gambaran mengenai pasien
kanker Ovarium berupa umur, stadium, penaykit penyerta, dan terapi (berupa
persentase) yang didapatkan:
1. Umur pasien dikelompokkan dalam 9 kelompok umur yaitu 20-24 tahun,
25-29 tahun, 30-34 tahun, 35-39 tahun, 40-44 tahun, 45-49 tahun, 50-54
tahun, 55-59 tahun, dan 60-64 tahun
2. Pengelompokan stadium penyakit
3. Pengelompokan obat yang diterima pasien berupa kelas terapi, golongan
obat dan jenis obat akan mengikuti pengelompokan obat pada
Informatorium Obat Nasional Indonesia (IONI)
4. Sedangkan evaluasi DRPs dari obat anti mual muntah akan menggunakan
literature seperti MIMs, Drug Information Handbook (DIH), IONI, dan
Guideline terapi untuk penanganan mual muntah.
37
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Profil Kasus Kanker Ovarium di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
Sepanjang Tahun 2009
Kasus kanker ovarium yang terdapat pada RSUP Dr. Sardjito yang terjadi
tahun 2009 sebanyak 44 kasus. Kasus terbanyak tedapat pada kelompok umur 47-
52 tahun yaitu sebesar 22,72 % atau sebanyak 10 kasus dari 44 kasus yang ada.
Hasil tersebut sesuai dengan teori dari CDC yaitu 90 % wanita terdiagnosis
kanker ovarium pada usia diatas 40 tahun. Untuk mengetahui penyebaran kasus
kanker Ovarium pascakemoterapi berdasarkan umur secara lengkap dapat dilihat
pada gambar 8 dibawah:
Gambar 8. Jumlah Kasus Kanker Ovarium Pascakemoterapi berdasarkan
kelompok umur
Klasifikasi stadium pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi yang
ada di RSUP. Dr. Sardjito yaitu dari stadium paling ringan yaitu IA hingga
stadium yang paling berat yaitu stadium IV ( IA, IB, IC, IIA, IIB, IIC, IIIA, IIIB,
38
IIIC, IV). Stadium kasus kanker ovarium yang ada di RSUP. Dr. Sardjito
sepanjang tahun 2009 adalah IA, IC, IIC, IIIC, dan IV , untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel V dibawah ini
Tabel V. Jumlah Kasus Kanker Ovarium Pascakemoterapi
berdasarkan Stadium
Stadium Jumlah Kasus Persentase(%)
IA 4 9,09
IC 8 18,18
IIC 5 11,36
IIIC 10 22,72
IV 11 25
Tidak Jelas 5 11,36
Dilihat dari tabel diatas dapat dilihat bahwa kasus kanker ovarium
pascakemoterapi yang paling banyak terjadi yaitu pada stadium IV sebanyak 11
kasus dengan persentase 25 % dan yang paling sedikit pada stadium IA yaitu
sebanyak 4 kasus dengan persentase 9,09 %. Hal ini dikarenakan karena kanker
ovarium sulit terdeteksi pada stadium dini, sehingga kebanyakan pasien baru
mengetahui atau memeriksakan diri setelah memasuki stadium lanjut. Padahal
ketika telah memasuki stadium IV, kanker akan semakin sulit ditangani.
Pada tabel diatas terdapat 5 buah kasus dengan stadium yang tidak jelas,
hal tersebut dikarenakan ketidaklengkapan dari data rekam medik, pada diagnosis
hanya tertulis “ Ca Ovarii ” tanpa disertai dengan stadium dari kanker ovarium
tersebut.
Kasus kanker ovarium di RSUP. Dr. Sardjito, menurut data rekam medik
yang ada terdapat beberapa pasien dengan penyakit lain yang menyertai kanker
39
ovarium yang diderita oleh pasien. Penyakit lain tersebut sudah diderita oleh
pasien sebelum pasien memeriksakan diri.
Pada penelitian ini terdapat 19 kasus dengan penyakit penyerta seperti
hipertensi, maag, asma dll. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel VI
dibawah ini:
Tabel VI. Jumlah Kasus Kanker Ovarium Pascakemoterapi Berdasarkan
Penyakit yang Menyertai
Penyakit Penyerta Jumlah Kasus Persentase(%)
Asma 1 2,27
Maag 1 2,27
Hipertensi 7 15,91
Hipotensi 6 13,65
ISK 1 2,27
Gagal Ginjal 1 2,27
Hipokalemia 1 2,27
Total 19 40,91
Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa junlah kasus paling banyak yaitu
kasus dengan penyakit penyerta hipertensi yaitu sebanyak 7 kasus dari 19 kasus,
dan yang paling kedua yaitu hipotensi sebanyak 6 kasus, dan penyakit lainnya
yaitu asma, maag, Infeksi Saluran Kemih (ISK), gagal ginjal dan hipokalemia
masing-masing sebayak 1 kasus.
Penyakit penyerta yang paling banyak diderita oleh pasien adalah
hipertensi, hal ini dapat disebabkan karena kebanyakan pasien kanker ovarium
yang memeriksakan diri telah berumur diatas 40 tahun sehingga risiko hipertensi
juga semakin besar.
40
B. Pola Pengobatan Kasus Kanker Ovarium di RSUP. Dr. Sardjito
Yogyakarta Sepanjang Tahun 2009
Kasus kanker ovarium yang terdapat di RSUP. Dr. Sardjito, pada
terapinya tidak hanya mendapatkan sitostatika, namun obat-obat lain yang
menunjang dalam proses terapi pasien. Pada penelitian ini terdapat 9 kelas terapi
obat yang diberikan kepada pasien kanker ovarium. Penggunaan obat pada kasus
kanker ovarium di RSUP. Dr. Sardjito dapat dilihat di tabel VII dibawah ini:
Tabel VII. Jumlah Kasus Kanker Ovarium Pascakemoterapi Berdasarkan
Kelas Terapi Obat-obatan yang didapatkan Pasien
Kelas Terapi
Jumlah Kasus
(n=44) Persentase(%)
Antineoplastik dan Imunodulator 44 100
Obat yang Bekerja pada Sistem Saraf Pusat 38 86,36
Obat-obat yang Mempengaruhi Gizi dan
Darah 38 86,36
Obat yang Bekerja pada Sistem Saluran
Cerna 4 9,09
Obat yang digunakan untuk Pengobatan
Infeksi 4 9,09
Obat yang digunakan untuk Penyakit pada
Sistem Kardiovaskuler 3 6,81
Obat yang Bekerja Sebagai Analgesik 3 6,81
Obat yang Bekerja pada Sistem Saluran
Pernafasan 2 4,54
Obat untuk Penyakit Otot Seklet dan Sendi 1 2,27
Tabel diatas menunjukkan kelas terapi yang paling banyak digunakan
yaitu kelas terapi antineoplastik dan imunomodulator dengan kasus sebanyak 44
buah atau 100%. Obat sitostatika termasuk dalam kelas terapi obat antineoplastik,
sehingga pada kasus kanker ovarium khususnya pasien yang telah mendapatkan
kemoterapi (pascakemoterapi) semuanya mendapatkan sitostatika dalam
41
terapinya. Urutan kedua terbanyak yaitu obat-obatan yang teemasuk dalam kelas
terapi yang bekerja pada sistem saraf pusat dan obat yang mempengaruhi gizi dan
darah yaitu masing-masing sebanyak 38 kasus dari 44 kasus atau 86,36 %. Obat
yang bekerja pada sistem saraf pusat digunakan untuk mengatasi keluhan setelah
menjalani kemoterapi yaitu mual muntah, terutama dari golongan antiemetik, dan
obat yang mempengaruhi gizi dan darah ditujuan untuk mempercepat pemulihan
kondisi pasien, dan menambah darah akibat kemoterapi. Sedangkan, kelas terapi
obat yang paling sedikit digunakan yaitu obat untuk penyakit seklet dan sendi
yaitu sebanyak 1 kasus atau 2, 27%.
1. Antineoplastik dan Imunomodulator
Obat sitotoksik merupakan obat yang termasuk dalam kelas terapi
antineoplastik yang merupakan agen kemoterapi. Obat-obat sitostatika terbagi
menjadi beberapa golongan yaitu: zat pengalkil, antibiotik sitotoksik,
antimetabolit, alkaloid vinka dan etoposid, antineoplastik, dan imunomodulator.
Golongan zat pengalkil paling sering digunakan pada penanganan kanker ovarium
di RSUP Dr. Sardjito, jenis obatnya yaitu ciclophospamid. Golongan antibiotik
yang diberikan adalah Adriamisin, Bleomisin, dan Doksorubisin, golongan
antineoplastik yang diberikan antara lain Carboplatin, Paklitaksel (Paxus),
Taxotere, Cisplatin (Platosin).
Agen kemoterapi dapat diberikan baik secara injeksi maupun oral, namun
sebagian besar obat sitostatika diberikan secara injeksi (infus). Pasien kanker
ovarium di RSUP Dr. Sardjito lebih sering diberikan sitostatika dalam bentuk
kombinasi, kombinasi yang paling banyak diberikan yaitu CAP yang merupakan
42
kombinasi antara Ciclophospamid, Adriamisin, dan Platocin, kombinasi lain yang
biasa diberikan untuk pasien kanker ovarium di RSUP Dr. Sardjito yaitu BEP.
Kemoterapi sering digunakan kombinasi karena beberapa tumor memberikan
respon yang lebih baik terhadap kombinasi (B.POM RI, 2000), dengan
menggunakan kombinasi daya kerjanya saling dipotensiasi dan terjadinya
resistensi diperlambat dan dihindari (Rahardja, 2002). Dibawah ini merupakan
tabel yang berisi golongan obat dan jenis obat yang termasuk dalam kelas terapi
antineoplastik dan imnumodulator yang terdapat dalam kasus kanker ovarium di
RSUP Dr. Sardjito:
Tabel VIII. Golongan Obat dan Jenis Obat untuk Kelas Terapi
Antineoplastik dan Imunomodulator
Golongan Obat Jenis Obat
Jumlah Kasus
(n=44)
Persentase
(%)
Zat Pengalkil ciclophospamid 27 61,36
Antibiotik Sitotoksik doksorubisin 27 61,36
bleomisin 1 2,27
Alkaloid Vinka &
Etoposid etoposid 1 2,27
Antineoplastik carboplatin 15 34,09
paklitaksel 14 31,82
dosetaksel 1 2,27
cisplatin 27 61,36
Imunomodulator Biobran®
4 9,09
Jenis Obat yang paling sering diberikan sebagai agen kemoterapi yaitu
ciclosphospamid yang merupakan golongan zat pengalkil dan cisplatin yang
merupakan antineoplastik dengan jumlah 27 kasus dari 44 kasus yang ada atau
sebesar 61,36%, selain itu doksorubisin yang merupakan golongan antibiotik
43
sitotoksik juga banyak digunakan dalam kasus kanker ovarium yaitu sebanyak 27
kasus atau sebesar 59,09%.
2. Obat yang bekerja pada sistem saraf pusat
Obat yang bekerja pada sistem saraf pusat yang digunakan sebagai obat
anti mual muntah pada kasus kanker ovarium di RSUP. Dr. Sardjito adalah
golongan antimual dan vertigo. Obat kelas terapi ini banyak digunakan pada
pasien kanker ovarium pascakemoterapi karena salah satu efek dari kemoterapi
yang sering terjadi yaitu mual dan muntah. Obat golongan antagonis serotonin
banyak digunakan pada kasus kanker ovarium, jenis yang paling sering digunakan
yaitu ondansetron, karena dapat memblokade reseptor serotonin di otak yang
berperan pada mekanisme terjadinya mual dan muntah, namun di RSUP Dr.
Sardjito obat golongan ini lebih sering diberikan sebagai premedikasi sebelum
kemoterapi diberikan, hal tersebut bertujuan untuk mencegah efek samping
berupa mual muntah terjadi pada pasien setelah menjalani kemoterapi.
Penanganan mual muntah pascakemoterapi di RSUP. Dr. Sardjito yaitu
dengan pemberian antiemetika. Antiemtika yang paling banyak digunakan yaitu
metoclopramid. Pemberian antiemetik dapat secara oral maupun injeksi. Tetapi
paling banyak pemberian secara oral karena obat tersebut diberikan ketika pasien
pulang kerumah, sedangkan jika pasien rawat inap kebanyakan diberikan
antiemetik dalam bentuk injeksi. Untuk melihat secara lengkap jenis-jenis obat
antimual muntah yang diberikan pada pasien kanker ovarium pascakemoterapi di
RSUP Dr. Sardjito, dapat dilihat pada tabel IX dibawah ini:
44
Tabel IX. Golongan Obat dan Jenis Obat unutk Kelas Terapi Obat yang
Bekerja pada Sistem Saraf Pusat
Golongan Obat Jenis Obat
Jumlah Kasus
(n=44)
Persentase
(%)
Antimual dan Vertigo
Antagonis 5-HT3 ondansetron 4 4,54
Lain-lain domperidon 1 2,27
metoclopramid 34 77,27
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jenis obat yang paling banyak
digunakan pada penanganan mual dan muntah pascakemoterapi pada pasien
kanker ovarium di RSUP Dr. Sardjito adalah metoclopramid yaitu sebanyak 34
kasus dari 44 kasus yang ada atau sebesar 77,27 %.
3. Obat yang mempengaruhi gizi dan darah
Asupan gizi dan vitamin sangat diperlukan pada pasien untuk
mempercepat proses penyembuhan, karena jika terjadi gangguan keseimbangan
nutrisi akan memperburuk kondisi pasien. Selain dari makanan sehari-hari,
pemberian vitamin dan mineral sangat diperlukan. Pemberian obat penambah
darah juga diperlukan karena biasanya pada pasien yang menjalani kemoterapi,
proses pembentukan sel darah merah akan terganggu sehingga akan menyebabkan
anemia pada pasien.
45
Tabel X. Golongan obat dan jenis obat yang mempengaruhi giszi dan darah
Golongan Obat Jenis Obat Jumlah Kasus (n=44) Prosentase (%)
Vitamin Viliron®
4 9,09
Bevisil®
14 31,82
BC/vit C 14 31,82
Antianemia Biosanbe®
1 2,27
Prenamia®
9 20,45
Ferofort®
7 15,91
Sulfat Ferrous 14 31,82
Elektrolit Aspar-K®
1 2,27
KCl 1 2,27
4. Obat yang bekerja pada sistem saluran cerna
Obat pada kelas terapi yang bekerja pada sistem saluran cerna digunakan
untuk menangani gangguan yang terjadi pada saluran cerna seperti tukak
lambung. Salah satu obat yang termasuk dalam kelas terapi ini adalah ranitidin.
Ranitidin dapat digunakan sebagai antiemetik, karena ranitidin bekerja dengan
memblok reseptor histamin, namun ranitidin bukan pilihan terapi untuk
penanganan mual muntah yang diinduksi oleh kemoterapi.
Beberapa pasien kanker ovarium mengeluhkan kesulitan buang air besar.
Pada kelas terapi ini, obat golongan pencahar stimulan dapat digunakan untuk
menangani keluhan tersebut. Obat-obat yang bekerja pada sistem saluran cerna
yang digunakan pada kasus kanker ovarium RSUP Dr. Sardjito dapat diihat pada
tabel dibawah ini:
46
Tabel XI. Golongan Obat dan Jenis Obat untuk Kelas Terapi Obat yang
Bekerja pada Sistem Saluran Cerna
Golongan Obat Jenis Obat
Jumlah Kasus
(n=44)
Persentase
(%)
Antitukak
Penghambat pompa
proton
pantoprazol 3 6,81
omeprazole 1 2,27
Antagonis reseptor H2 ranitidin 1 2,27
Pencahar
Pencahar Stimulan Laxadin®
1 2,27
Obat dari kelas terapi ini yang paling digunakan adalah obat golongan
penghambat pompa proton yaitu pantoprazol dengan jumlah kasus 3 buah dari 44
kasus atau sebesar 6,81%.
5. Obat yang digunakan untuk pengobatan infeksi
Obat pada kelas terapi ini ditujukan untuk pencegahan atau mengobati
infeksi yang dialami oleh pasien. Infeksi kemungkinan besar akan didapatkan oleh
pasien yang menjalani operasi, oleh karena itu pemberian kelas terapi ini
diperlukan. Pada pasien yang menjalani kemoterapi juga berisiko, karena efek
samping dari kemoterapi sendiri yang menyebabkan berkurangnya produksi sel
darah merah, trombosit, dan sel darah putih, dengan berkurangnya produksi sel
darah putih, komponen netrofil dan lekosit juga ikut menurun, sehingga
perlindungan terhadap adanya infeksi juga akan berkurang. Jenis-jenis obat untuk
infeksi yang diberikan pada pasien kanker ovarium di RSUP Dr. Sardjito dapat
dilihat pada tabel XI dibawah ini:
47
Tabel XII. Golongan Obat dan Jenis Obat untuk Kelas Terapi Obat yang
digunakan untuk Pengobatan Infeksi
Golongan Obat Jenis Obat
Jumlah Kasus
(n=44)
Persentase
(%)
Sefalosporin sefepime HCl 1 2,27
sefiksim 1 2,27
seftazidim 1 2,27
Antivirus metisoprinol 1 2,27
Antiprotozoa metronidazole 1 2,27
Golongan obat yang digunakan yaitu sefalosporin seperti sefepime HCl,
sefiksim, dan seftazidim, golongan Antivirus yaitu metiprinol, dan golongan
antiprotozoa yaitu metronidazole, dengan jumlah kasus masing-masing 1 buah.
6. Obat yang digunakan untuk penyakit pada sistem kardiovaskuler
Obar yang digunakan pada sistem kardiovaskuler, kebanyakan diberikan
pada pasien dengan hipertensi sebagai penyakit penyertanya. Golongan diuretik
paling sering digunakan untuk mengatasi hipertensi pada pasien. Contoh diuretik
kuat yang paling banyak digunakan yaitu furosemid yaitu sebanyak 2 kasus dan
golongan diuretik hemat kalium yaitu spironolakton. Golongan obat lainnya
dalam kelas terapi ini yang diberikan pada pasien kanker ovarium di RSUP Dr.
Sardjito yaitu golongan vasokonstriktor dan inotropik.
48
Tabel XIII. Golongan Obat dan Jenis Obat untuk Kelas Terapi Obat yang
digunakan untuk penyakit pada sistem kardiovaskuler
Golongan Obat Jenis Obat
Jumlah Kasus
(n=44)
Persentase
(%)
Diuretika
Diuretika kuat furosemid 2 4,54
Diuretika hemat kalium spironolacton 1 2,27
Vasokonstriktor
norepinefrin
bitartat 1 2,27
Inotropik dobutamin 1 2,27
7. Obat yang bekerja sebagai analgesik
Obat pada kelas terapi ini diberikan kepada pasien untuk mengurangi
keluhan nyeri yang diderita. Biasanya nyeri yang dialami oleh pasien dikarenakan
pertumbuhan sel kanker pada ovarium, sehingga pasien akan mengalami nyeri
didaerah perut bawah. Golongan obat yang diberikan yaitu anlagesik opioid dan
analgesik non opioid. Jenis obat dari golongan analgesik opioid yang diberikan
pada kasus ini adalah tramadol HCl, dan jenis obat dari golongan analgesik non
opioid adalah asam mefenamat dan sistenol®.
Tabel XIV. Golongan Obat dan Jenis Obat untuk Kelas Terapi Obat yang
bekerja sebagai Analgesik
Golongan Obat Jenis Obat
Jumlah
Kasus (n=44)
Persentase
(%)
Analgesik Opioid tramadol hidroklorid 1 2,27
Analgesik Non Opioid asam mefenamat 1 2,27
Sistenol® 1 2,27
8. Obat yang berkerja pada sistem saluran pernafasan
Obat saluran nafas diberikan untuk mengatasi batuk dan sesak nafas yang
diakibatkan karena keadaan netropenia yang menyebabkan paru-paru mudah
49
terinfeksi sehingga dapat menyebabkan batuk ataupun sesak nafas. Golongan obat
yang diberikan pada pasien pada kelas terapi ini adalah golongan mukolitik dan
antihistamin. Jenis obat dari golongan mukolitik yang digunakan yaitu asetil
sistein dan jenis obat yang digunakan pada golongan antihistamin yaitu CTM (
klorfeniramin maleat).
Tabel XV. Golongan Obat dan Jenis Obat untuk Kelas terapi Obat yang
Bekerja pada Sistem Saluran Pernafasan
Golongan Obat Jenis Obat
Jumlah Kasus
(n=44)
Persentase
(%)
Mukolitik asetil sistein 1 2,27
Antihistamin CTM 1 2,27
9. Obat untuk penyakit otot seklet dan sendi
Obat pada kelas terapi ini digunakan unutk mengatasi masalah rematik
yang diderita oleh pasien. Terdapat 1 buah kasus pada pasien kanker ovarium di
RSUP Dr. Sardjito yang mendapatkan obat pada kelas terapi ini. Golongan obat
yang digunakan yaitu antirematik, dan jenis obat yang diberikan yaitu Ketorolak.
Tabel XVI. Golongan Obat dan Jenis Obat untuk Kelas Terapi Obat untuk
Penyakit Otot Seklet dan Sendi
Golongan Obat Jenis Obat Jumlah Kasus (n=44) Persentase (%)
Antirematik ketolorak 1 2,27
50
C. Gambaran Kasus Drug Related Problems yang Terjadi pada
Penatalaksanaan Mual Muntah pada Pasien Kanker Ovarium di
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009
Sebanyak 44 kasus Kanker Ovarium pascakemoterapi di RSUP. Dr.
Sardjito Yogyakarta tahun 2009 di evaluasi Drug Related Problem (DRP)nya.
DRPs yang akan dievaluasi yaitu butuh tambahan terapi obat (need for additional
drug therapy), tidak perlu terapi obat (unnecessary drug therapy), obat tidak tepat
( wrong therapy), dosis kurang (dosage too low), adverse drug reactions (ADRs),
dosis berlebih (dosage too high), compliance. Namun dalam penelitian ini,
kategori adverse drug reaction dan compliance tidak dapat dievaluasi karena tidak
dilakukan monitoring kepada pasien selama proses terapi berlangsung.
Evaluasi mengenai DRPs dikhususkan pada kasus terkait dengan mual
muntah yang dialami oleh pasien. Pada 44 kasus kanker ovarium, 12 kasus atau
27,27% mengalami mual dan muntah, 18 kasus atau 40,90% mengalami mual
saja, dan sisanya yaitu 14 kasus atau 31,81% tidak mengalami mual dan muntah.
Evaluasi dilakukan dengan cara membandingkan terapi yang didapatkan oleh
pasien kanker ovarium dengan Guidelines for the Management of Nausea and
Vomiting in Cancer Patients dari Cancer Care Nova Scotia , dan Drug
Information Handbook (DIH). Dari 44 kasus yang ada, terdapat 32 kasus yang
mengalami DRPs. Berikut ini akan ditampilkan ringkasan dalam tabel mengenai
kasus yang mengalami DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi:
51
Tabel XVII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi I
di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009
Subyektif :
No. RM 1370770 (TE, Kasus no 1)
Umur : 42 tahun, dirawat tanggal 8-9 November 2009
Ca Ovarii stadium IV
Pasien merasakan perut membesar, nyeri pada perut, kembung dan mengalami mual
dan muntah setelah menjalani kemoterapi dengan kombinasi paklitaksel 180 mg
(Paxus®) dan carboplatin 450 mg.
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi metoclopramid 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp
sebelum menjalani kemoterapi.
Pasien tidak mendapatkan antiemetik pada terapinya.
Assessment :
1. Paklitaksel merupakan agen kemoterapi yang memiki risiko menyebabkan mual
muntah rendah( 10-30 %) carboplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
mula mundah sedang/moderat ( 30-90%), sehingga kemungkinan besar pasien
akan mengalami mual muntah.
2. Pada kasus ini, pasien mengalami mual muntah, namun tidak diberikan
antiemetik untuk menangani mual muntah tersebut, sehingga pasien memerlukan
tambahan terapi obat.
Rekomendasi :
1. Diberikan antiemetik yaitu metoclopramid untuk mengatasi mual muntah pasien
yang diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis metoclopramid yang direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-
6 jam perhari, selama 2-4 hari.
52
Tabel XVIII Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi II
di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009
Subyektif :
No. RM 1441833 (SM, kasus no 6)
Umur : 53 tahun, dirawat tanggal 2-4 Desember 2009
Ca Ovarii stadium IA
Pasien menjalani kemoterapi yang kedua pada tanggal 3 Desember 2009 dengan
kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500, doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan
cisplatin 50 (Platosin®)
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi dipenhidramin
2 amp, injeksi metoclopramid 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum menjalani
kemoterapi.
Setelah menjalani kemoterapi, pasien mengeluh mengalami mual, kemudian pasien
mendapatkan metoclopramid 1 tabet.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pasien hanya mendapatkan metoclopramid 1 tablet (10 mg) pada tanggal 4
Desember 2009, dan tidak mendapatkan antiemetik untuk dibawa pulang.
3. Penanganan mual muntah pada kasus ini tidak cukup hanya dengan
metoklopramid saja, karena adanya penggunaan cisplatin sebagai agen
kemoterapi.
Rekomendasi :
1. Metoclopramid diberikan untuk mengatasi mual muntah, dosis harian yang
diberikan kepada pasien kurang, karena menurut guideline dosis untuk
metoklopramid untuk mengatasi mual muntah yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-
6 jam perhari maka lebih baik jika pasien mendapatkan metoclopramid untuk
dibawa pulang.
2. Menambah dosis metoclopramid hingga 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam
perhari.
3. Jika mual pada pasien tidak tertangani hanya dengan pemberian metoklopramid
saja dikarenakan pasien mendapatkan cisplatin, maka dapat dikombinasikan
dengan deksametason atau metilprednisolon. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari
selama 4 hari.
53
Tabel XIX. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi III
di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009
Subyektif :
No. RM 1379929 (RM, kasus No 9)
Umur : 48 tahun, dirawat tanggal 20-24 Oktober 2009
Ca Ovarii stadium IIIC
Pasien mengeluh kesulitan buang air besar, dan merasakan mual terus menerus
setelah menjalani kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500,
doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin
®).
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.
Pasien tidak mendapatkan antiemetik pada terapi.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien mengalami mual terus menerus, namun tidak diberikan
antiemetik untuk menangani mual muntah tersebut, sehingga pasien memerlukan
tambahan terapi obat.
Rekomendasi :
1. Diberikan antiemetik yaitu metoclopramid/ondansetron untuk mengatasi mual
muntah pasien yang diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis metoclopramid yang direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-
6 jam perhari selama 2-3 hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48
jam.
3. Jika pemberian antiemetik tidak cukup untuk menangani mual pasien
dikarenakan pasien mendapatkan cisplatin, dapat dikombinasikan dengan
deksametason atau metilprednisolon. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama
4 hari.
54
Tabel XX. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi IV
di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009
Subyektif :
No. RM 1151736 (SW, kasus no 42)
Umur : 57 tahun, dirawat tanggal 26-27 Oktober 2009
Ca Ovarii stadium IV
Pasien merasa cemas dan mengeluh mual setelah menjalani kemoterapi dengan
kombinasi paklitaksel 180 mg (Paxus®) dan carboplatin 450 mg.
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi dipenhidramin
2 amp, injeksi metoclopramid 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum menjalani
kemoterapi.
Pasien tidak mendapatkan antiemetik pada terapi.
Assessment :
1. Paklitaksel merupakan agen kemoterapi yang memiki risiko menyebabkan mual
muntah rendah( 10-30 %) namun carboplatin merupakan agen kemoterapi dengan
risiko mula mundah sedang/moderat ( 30-90%), sehingga kemungkinan besar
pasien akan mengalami mual muntah.
2. Pada kasus ini, pasien mengalami mual muntah, namun tidak diberikan antiemetik
untuk menangani mual muntah tersebut, sehingga pasien memerlukan tambahan
terapi obat.
Rekomendasi :
1. Diberikan antiemetik yaitu metoclopramid untuk mengatasi mual muntah pasien
yang diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis metoclopramid yang direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6
jam perhari, selama 2-4 hari.
55
Tabel XXI. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi V
di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009
Subyektif :
No. RM 1385488 (SK, kasus no 44)
Umur : 48 tahun, dirawat tanggal 20 November 2009
Ca Ovarii stadium IC
Pasien datang untuk melanjutkan kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu
ciclosphospamid 500, doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin
®)
setelah itu pasien mengeluh merasa mual.
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi metoclopramid 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp
sebelum menjalani kemoterapi.
Pasien tidak mendapatkan antiemetik pada terapi.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien mengalami mual terus menerus, namun tidak diberikan
antiemetik untuk menangani mual muntah tersebut, sehingga pasien memerlukan
tambahan terapi obat.
Rekomendasi :
1. Diberikan antiemetik yaitu metoclopramid/ondansetron untuk mengatasi mual
muntah pasien yang diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis metoclopramid yang direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-
6 jam perhari selama 2-3 hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48
jam.
3. Jika pemberian antiemetik tidak cukup untuk menangani mual pasien
dikarenakan pasien mendapatkan cisplatin, dapat dikombinasikan dengan
deksametason atau metilprednisolon. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama
4 hari.
56
Tabel XXII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi VI
di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009
Subyektif :
No. RM 1308887 (EK, kasus No 2)
Umur : 49 tahun, dirawat tanggal 16-17 Maret 2009
Ca Ovarii stadium IV
Pasien menjalani kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500,
doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin
®).
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.
Pasien mendapatkan metoclopramid 3x1 tab.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien tidak mengalami mual, tetapi pasien tetap diberikan
antiemetik untuk mencegah terjadinya mual dan muntah, menurut guideline
untuk menangani mual muntah tidak cukup diberikan metoclopramid karena
pasien mendapatkan cisplatin, dapat dikombinasikan dengan kortikosteroid
(deksametason atau metilprednisolon)
Rekomendasi :
1. Jika pada pemberian metoklopramid tidak cukup menangani mual pasien dapat
diberikan tambahan deksametason dengan antiemetik yaitu
metoclopramid/ondansetron untuk mengatasi mual muntah pasien yang
diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama 4 hari ,dosis metoclopramid yang
direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam perhari selama 2-3
hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48 jam.
57
Tabel XXIII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi
VII di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009
Subyektif :
No. RM 1441240 (HR, kasus No 4)
Umur : 33 tahun, dirawat tanggal 21-22 Oktober 2009
Ca Ovarii stadium IIC
Pasien menjalani kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500,
doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin
®).
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien tidak mengalami mual, dan pasien tidak mendapatkan
antiemetika. Sebaiknya antiemetik diberikan sebelum kemoterapi, dan setelah
kemoterapi untuk mencegah terjadinya mual muntah karena setelah pasien
pulang tidak dapat memonitoring keadaan pasien.
Rekomendasi :
1. Diresepkan deksametason dengan antiemetik yaitu metoclopramid/ondansetron
untuk mengatasi apabila pasien mengalami mual muntah diakibatkan oleh
kemoterapi.
2. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama 4 hari ,dosis metoclopramid yang
direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam perhari selama 2-3
hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48 jam.
58
Tabel XXIV. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi
VIII di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009
Subyektif :
No. RM 1085409 (RM, kasus No7)
Umur : 41 tahun, dirawat tanggal 19-20 Agustus 2009
Ca Ovarii stadium IC
Pasien menjalani kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500,
doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin
®). Pasien mengalami
mual pascakemoterapi.
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.
Pasien mendapatkan metoclopramid 3x1 tab.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien mengalami mual, pasien diberikan antiemetik untuk
mengatasi terjadinya mual dan muntah, menurut guidline terapi untuk menangani
mual muntah tidak cukup diberikan metoclopramid karena pasien mendapatkan
cisplatin, dapat dikombinasikan dengan kortikosteroid (deksametason atau
metilprednisolon)
Rekomendasi :
1. Jika pada pemberian metoklopramid tidak cukup menangani mual pasien dapat
diberikan tambahan deksametason dengan antiemetik yaitu
metoclopramid/ondansetron untuk mengatasi mual muntah pasien yang
diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama 4 hari ,dosis metoclopramid yang
direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam perhari selama 2-3
hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48 jam.
59
Tabel XXV. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi IX
di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009
Subyektif :
No. RM 1339945 (WN, kasus No 8)
Umur : 43 tahun, dirawat tanggal 31 juli-3 agustus 2009
Ca Ovarii stadium IIC
Pasien menjalani kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500,
doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin
®). Pasien mengalami
mual pascakemoterapi.
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.
Pasien mendapatkan metoclopramid 3x1 tab.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien mengalami mual, pasien diberikan antiemetik untuk
mengatasi terjadinya mual dan muntah, menurut guideline terapi untuk
menangani mual muntah tidak cukup diberikan metoclopramid karena pasien
mendapatkan cisplatin, dapat dikombinasikan dengan kortikosteroid
(deksametason atau metilprednisolon)
Rekomendasi :
1. Jika pada pemberian metoklopramid tidak cukup menangani mual pasien dapat
diberikan tambahan deksametason dengan antiemetik yaitu
metoclopramid/ondansetron untuk mengatasi mual muntah pasien yang
diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama 4 hari ,dosis metoclopramid yang
direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam perhari selama 2-3
hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48 jam.
60
Tabel XXVI. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi X
di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009
Subyektif :
No. RM 1344228 (PJ, kasus No10)
Umur : 23 tahun, dirawat tanggal 11-14 Maret 2009
Ca Ovarii stadium IC
Pasien menjalani kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500,
doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin
®). Pasien mengalami
mual pascakemoterapi.
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.
Pasien mendapatkan metoclopramid 3x1 tab.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien mengalami mual, pasien diberikan antiemetik untuk
mengatasi terjadinya mual dan muntah, menurut guideline terapi untuk
menangani mual muntah tidak cukup diberikan metoclopramid karena pasien
mendapatkan cisplatin, dapat dikombinasikan dengan kortikosteroid
(deksametason atau metilprednisolon)
Rekomendasi :
1. Jika pada pemberian metoklopramid tidak cukup menangani mual pasien dapat
diberikan tambahan deksametason dengan antiemetik yaitu
metoclopramid/ondansetron untuk mengatasi mual muntah pasien yang
diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama 4 hari ,dosis metoclopramid yang
direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam perhari selama 2-3
hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48 jam.
61
Tabel XXVII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi
XI di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009
Subyektif :
No. RM 1377328 (SG, kasus No 11)
Umur : 44 tahun, dirawat tanggal 18-21 Februari 2009
Ca Ovarii stadium IV
Pasien menjalani kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500,
doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin
®). Pasien mengalami
mual dan muntah pascakemoterapi.
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.
Pasien mendapatkan metoclopramid 3x1 tab.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien mengalami mual dan muntah, pasien diberikan antiemetik
untuk mengatasi terjadinya mual dan muntah, menurut guideline terapi untuk
menangani mual muntah tidak cukup diberikan metoclopramid karena pasien
mendapatkan cisplatin, dapat dikombinasikan dengan kortikosteroid
(deksametason atau metilprednisolon)
Rekomendasi :
1. Jika pada pemberian metoklopramid tidak cukup menangani mual dan muntah
pasien dapat diberikan tambahan deksametason dengan antiemetik yaitu
metoclopramid/ondansetron untuk mengatasi mual muntah pasien yang
diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama 4 hari ,dosis metoclopramid yang
direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam perhari selama 2-3
hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48 jam.
62
Tabel XXVIII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi
XIIdi RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009
Subyektif :
No. RM 1379906 (SN, kasus No 12)
Umur : 53 tahun, dirawat tanggal 14-21 Maret 2009
Ca Ovarii stadium IV
Pasien menjalani kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500,
doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin
®). Pasien mengalami
mual dan muntah pascakemoterapi.
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.
Pasien mendapatkan metoclopramid 3x1 tab.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien mengalami mual dan muntah, pasien diberikan antiemetik
untuk mengatasi terjadinya mual dan muntah, menurut guideline terapi untuk
menangani mual muntah tidak cukup diberikan metoclopramid karena pasien
mendapatkan cisplatin, dapat dikombinasikan dengan kortikosteroid
(deksametason atau metilprednisolon)
Rekomendasi :
1. Jika pada pemberian metoklopramid tidak cukup menangani mual pasien dapat
diberikan tambahan deksametason dengan antiemetik yaitu
metoclopramid/ondansetron untuk mengatasi mual muntah pasien yang
diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama 4 hari ,dosis metoclopramid yang
direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam perhari selama 2-3
hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48 jam.
63
Tabel XXIX. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi
XIII di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009
Subyektif :
No. RM 1402063 (MK, kasus No 13)
Umur : 42 tahun, dirawat tanggal 2-7 februari 2009
Ca Ovarii stadium IIIC
Pasien mengalami gangguan rasa nyaman. Pasien menjalani kemoterapi dengan
kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500, doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan
cisplatin 50 (Platosin®). Pasien mengalami mual dan muntah pascakemoterapi.
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.
Pasien mendapatkan metoclopramid 3x1 tab.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien mengalami mual dan muntah, pasien diberikan antiemetik
untuk mengatasi terjadinya mual dan muntah, menurut guideline terapi untuk
menangani mual muntah tidak cukup diberikan metoclopramid karena pasien
mendapatkan cisplatin, dapat dikombinasikan dengan kortikosteroid
(deksametason atau metilprednisolon)
Rekomendasi :
1. Jika pada pemberian metoklopramid tidak cukup menangani mual dan muntah
pasien dapat diberikan tambahan deksametason dengan antiemetik yaitu
metoclopramid/ondansetron untuk mengatasi mual muntah pasien yang
diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama 4 hari ,dosis metoclopramid yang
direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam perhari selama 2-3
hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48 jam.
64
Tabel XXX. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi
XIV di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009
Subyektif :
No. RM 1352072 (NA, kasus No 14)
Umur : 59 tahun, dirawat tanggal 6-10 November 2009
Ca Ovarii stadium IV
Pasien menjalani kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500,
doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin
®). Pasien mengalami
mual dan muntah pascakemoterapi.
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.
Pasien mendapatkan metoclopramid 3x1 tab.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien mengalami mual dan muntah, pasien diberikan antiemetik
untuk mengatasi terjadinya mual dan muntah, menurut guideline terapi untuk
menangani mual muntah tidak cukup diberikan metoclopramid karena pasien
mendapatkan cisplatin, dapat dikombinasikan dengan kortikosteroid
(deksametason atau metilprednisolon)
Rekomendasi :
1. Jika pada pemberian metoklopramid tidak cukup menangani mual dan muntah
pasien dapat diberikan tambahan deksametason dengan antiemetik yaitu
metoclopramid/ondansetron untuk mengatasi mual muntah pasien yang
diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama 4 hari ,dosis metoclopramid yang
direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam perhari selama 2-3
hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48 jam.
65
Tabel XXXI. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi
XV di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009
Subyektif :
No. RM 1408101 (SR, kasus No 15)
Umur : 54 tahun, dirawat tanggal 29 Juni 2009
Ca Ovarii stadium IC
Pasien menjalani kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500,
doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin
®). Pasien mengalami
mual dan muntah pascakemoterapi.
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.
Pasien mendapatkan metoclopramid 3x1 tab.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien mengalami mual dan muntah, pasien diberikan antiemetik
untuk mengatasi terjadinya mual dan muntah, menurut guideline terapi untuk
menangani mual muntah tidak cukup diberikan metoclopramid karena pasien
mendapatkan cisplatin, dapat dikombinasikan dengan kortikosteroid
(deksametason atau metilprednisolon)
Rekomendasi :
1. Jika pada pemberian metoklopramid tidak cukup menangani mual dan muntah
pasien dapat diberikan tambahan deksametason dengan antiemetik yaitu
metoclopramid/ondansetron untuk mengatasi mual muntah pasien yang
diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama 4 hari ,dosis metoclopramid yang
direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam perhari selama 2-3
hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48 jam.
66
Tabel XXXII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi
XVI di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009
Subyektif :
No. RM 1379906 (SN, kasus No 16)
Umur : 53 tahun, dirawat tanggal 14-21 Maret 2009
Ca Ovarii stadium IV
Pasien menjalani kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500,
doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin
®). Pasien mengalami
mual dan merasa lemas pascakemoterapi.
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.
Pasien mendapatkan metoclopramid 3x1 tab.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien mengalami mual, pasien diberikan antiemetik untuk
mengatasi terjadinya mual dan muntah, menurut guideline terapi untuk
menangani mual muntah tidak cukup diberikan metoclopramid karena pasien
mendapatkan cisplatin, dapat dikombinasikan dengan kortikosteroid
(deksametason atau metilprednisolon)
Rekomendasi :
1. Jika pada pemberian metoklopramid tidak cukup menangani mual pasien dapat
diberikan tambahan deksametason dengan antiemetik yaitu
metoclopramid/ondansetron untuk mengatasi mual muntah pasien yang
diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama 4 hari ,dosis metoclopramid yang
direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam perhari selama 2-3
hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48 jam.
67
Tabel XXXIII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi
XVII di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009
Subyektif :
No. RM 1410985 (LG, kasus No 17)
Umur : 53 tahun, dirawat tanggal 25-26 juni 2009
Ca Ovarii stadium IIIC
Pasien menjalani kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500,
doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin
®). Pasien mengalami
mual pascakemoterapi.
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.
Pasien mendapatkan metoclopramid 3x1 tab.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien mengalami mual, pasien diberikan antiemetik untuk
mengatasi terjadinya mual dan muntah, menurut guideline terapi untuk
menangani mual muntah tidak cukup diberikan metoclopramid karena pasien
mendapatkan cisplatin, dapat dikombinasikan dengan kortikosteroid
(deksametason atau metilprednisolon).
Rekomendasi :
1. Jika pada pemberian metoklopramid tidak cukup menangani mual pasien dapat
diberikan tambahan deksametason dengan antiemetik yaitu
metoclopramid/ondansetron untuk mengatasi mual muntah pasien yang
diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama 4 hari ,dosis metoclopramid yang
direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam perhari selama 2-3
hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48 jam.
68
Tabel XXXIV. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi
XVIII di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009
Subyektif :
No. RM 1420644 (TG, kasus No 8)
Umur : 62 tahun, dirawat tanggal 30 juni-8 juli 2009
Ca Ovarii stadium IIIC
Pasien menjalani kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500,
doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin
®). Pasien mengalami
mual pascakemoterapi.
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.
Pasien mendapatkan metoclopramid 3x1 tab.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien mengalami mual, pasien diberikan antiemetik untuk
mengatasi terjadinya mual dan muntah, menurut guideline terapi untuk
menangani mual muntah tidak cukup diberikan metoclopramid karena pasien
mendapatkan cisplatin, dapat dikombinasikan dengan kortikosteroid
(deksametason atau metilprednisolon)
Rekomendasi :
1. Jika pada pemberian metoklopramid tidak cukup menangani mual pasien dapat
diberikan tambahan deksametason dengan antiemetik yaitu
metoclopramid/ondansetron untuk mengatasi mual muntah pasien yang
diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama 4 hari ,dosis metoclopramid yang
direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam perhari selama 2-3
hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48 jam.
69
Tabel XXXV. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi
XIX di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009
Subyektif :
No. RM 1425458 (PJ, kasus No 20)
Umur : 24 tahun, dirawat tanggal 29-31 desember 2009
Ca Ovarii stadium IC
Pasien menjalani kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500,
doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin
®). Pasien mengalami
mual pascakemoterapi.
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.
Pasien mendapatkan metoclopramid 3x1 tab dan ondansetron 8mg iv.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien mengalami mual, pasien diberikan antiemetik untuk
mengatasi terjadinya mual dan muntah, menurut guideline terapi untuk
menangani mual muntah tidak cukup diberikan metoclopramid atau ondansetron
karena pasien mendapatkan cisplatin, dapat dikombinasikan dengan
kortikosteroid (deksametason atau metilprednisolon)
Rekomendasi :
1. Jika pada pemberian metoklopramid tidak cukup menangani mual pasien dapat
diberikan tambahan deksametason dengan antiemetik yaitu
metoclopramid/ondansetron untuk mengatasi mual muntah pasien yang
diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama 4 hari ,dosis metoclopramid yang
direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam perhari selama 2-3
hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48 jam.
70
Tabel XXXVI. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi
XX di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009
Subyektif :
No. RM 1419120 (uf, kasus No 21)
Umur : 24 tahun, dirawat tanggal 8-22 agustus 2009
Ca Ovarii stadium IIIC
Pasien menjalani kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500,
doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin
®).
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.
Pasien mendapatkan metoclopramid 3x1 tab.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien tidak mengalami mual, tetapi pasien tetap diberikan
antiemetik untuk mencegah terjadinya mual dan muntah, menurut guideline
terapi untuk menangani mual muntah tidak cukup diberikan metoclopramid
karena pasien mendapatkan cisplatin, dapat dikombinasikan dengan
kortikosteroid (deksametason.metilprednisolon).
Rekomendasi :
1. Diresepkan deksametason dengan antiemetik yaitu metoclopramid/ondansetron
untuk mengatasi kemungkinan terjadinnya mual muntah pada pasien yang
diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama 4 hari ,dosis metoclopramid yang
direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam perhari selama 2-3
hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48 jam.
71
Tabel XXXVII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi
XXI di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009
Subyektif :
No. RM 1420401 (RM, kasus No 22)
Umur : 35 tahun, dirawat tanggal 6-8 oktober 2009
Ca Ovarii stadium IIIC
Pasien menjalani kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500,
doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin
®). Pasien mengalami
mual pascakemoterapi.
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.
Pasien mendapatkan metoclopramid 3x1 tab.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien mengalami mual, pasien diberikan antiemetik untuk
mengatasi terjadinya mual dan muntah, menurut guideline terapi untuk
menangani mual muntah tidak cukup diberikan metoclopramid karena pasien
mendapatkan cisplatin, dapat dikombinasikan dengan kortikosteroid
(deksametason atau metilprednisolon)
Rekomendasi :
1. Jika pada pemberian metoklopramid tidak cukup menangani mual pasien dapat
diberikan tambahan deksametason dengan antiemetik yaitu
metoclopramid/ondansetron untuk mengatasi mual muntah pasien yang
diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama 4 hari ,dosis metoclopramid yang
direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam perhari selama 2-3
hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48 jam.
72
Tabel XXXVIII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium
pascakemoterapi XXII di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009
Subyektif :
No. RM 1432953 (ST, kasus No 23)
Umur : 45 tahun, dirawat tanggal 24-25 November 2009
Ca Ovarii stadium IA
Pasien menjalani kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500,
doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin
®). Pasien mengalami
mual dan muntah pascakemoterapi.
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.
Pasien mendapatkan metoclopramid 3x1 tab.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien mengalami mual dan muntah, pasien diberikan antiemetik
untuk mengatasi terjadinya mual dan muntah, menurut guideline terapi untuk
menangani mual muntah tidak cukup diberikan metoclopramid karena pasien
mendapatkan cisplatin, dapat dikombinasikan dengan kortikosteroid
(deksametason atau metilprednisolon)
Rekomendasi :
1. Jika pada pemberian metoklopramid tidak cukup menangani mual dan muntah
pasien dapat diberikan tambahan deksametason dengan antiemetik yaitu
metoclopramid/ondansetron untuk mengatasi mual muntah pasien yang
diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama 4 hari ,dosis metoclopramid yang
direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam perhari selama 2-3
hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48 jam.
73
Tabel XXXIX. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi
XXIII di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009
Subyektif :
No. RM 1429726 (RM, kasus No 24)
Umur : 28 tahun, dirawat tanggal 9-10 september 2009
Ca Ovarii stadium IA
Pasien menjalani kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500,
doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin
®).
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien tidak mengalami mual, dan pasien tidak mendapatkan
antiemetika. Sebaiknya antiemetik diberikan sebelum kemoterapi, dan setelah
kemoterapi untuk mencegah terjadinya mual muntah karena setelah pasien
pulang tidak dapat memonitoring keadaan pasien.
Rekomendasi :
1. Diresepkan deksametason dengan antiemetik yaitu metoclopramid/ondansetron
untuk mengatasi kemungkinan mual muntah yang terjadi pada pasien yang
diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama 4 hari ,dosis metoclopramid yang
direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam perhari selama 2-3
hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48 jam.
74
Tabel XL. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi
XXIV di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009
Subyektif :
No. RM 1429726 (uf, kasus No 25)
Umur : 24 tahun, dirawat tanggal 2-5 oktober 2009
Ca Ovarii stadium IA
Pasien menjalani kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500,
doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin
®).
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.
Pasien mendapatkan metoclopramid 3x1 tab.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien tidak mengalami mual dan muntah, pasien diberikan
antiemetik untuk mengatasi terjadinya mual dan muntah, menurut guideline
terapi untuk menangani mual muntah yang mungkin terjadi tidak cukup
diberikan metoclopramid karena pasien mendapatkan cisplatin, dapat
dikombinasikan dengan kortikosteroid (deksametason atau metilprednisolon)
Rekomendasi :
1. Jika pada pemberian metoklopramid tidak cukup menangani mual dan muntah
yang mungkin terjadi pada pasien dapat diberikan tambahan deksametason
dengan antiemetik yaitu metoclopramid/ondansetron untuk mengatasi mual
muntah pasien yang diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama 4 hari ,dosis metoclopramid yang
direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam perhari selama 2-3
hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48 jam.
75
Tabel XLI. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi
XXV di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009
Subyektif :
No. RM 1224681 (MA, kasus No 26)
Umur : 27 tahun, dirawat tanggal 18-19 agustus 2009
Ca Ovarii stadium IC
Pasien menjalani kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500,
doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin
®).
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.
Pasien mendapatkan metoclopramid 3x1 tab.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien tidak mengalami mual dan muntah, pasien diberikan
antiemetik untuk mengatasi terjadinya mual dan muntah, menurut guideline
terapi untuk menangani mual muntah yang mungkin terjadi tidak cukup
diberikan metoclopramid karena pasien mendapatkan cisplatin, dapat
dikombinasikan dengan kortikosteroid (deksametason atau metilprednisolon)
Rekomendasi :
1. Jika pada pemberian metoklopramid tidak cukup menangani mual dan muntah
yang mungkin terjadi pada pasien dapat diberikan tambahan deksametason
dengan antiemetik yaitu metoclopramid/ondansetron untuk mengatasi mual
muntah pasien yang diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama 4 hari ,dosis metoclopramid yang
direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam perhari selama 2-3
hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48 jam.
76
Tabel XLII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi
XXVI di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009
Subyektif :
No. RM 0389046 (SL, kasus No 30)
Umur : 53 tahun, dirawat tanggal 3-5 april 2009
Ca Ovarii stadium IIIC
Pasien menjalani kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500,
doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin
®).
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.
Pasien mendapatkan metoclopramid 3x1 tab.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien tidak mengalami mual dan muntah, pasien diberikan
antiemetik untuk mengatasi terjadinya mual dan muntah, menurut guideline
terapi untuk menangani mual muntah yang mungkin terjadi tidak cukup
diberikan metoclopramid karena pasien mendapatkan cisplatin, dapat
dikombinasikan dengan kortikosteroid (deksametason atau metilprednisolon)
Rekomendasi :
1. Jika pada pemberian metoklopramid tidak cukup menangani mual dan muntah
yang mungkin terjadi pada pasien dapat diberikan tambahan deksametason
dengan antiemetik yaitu metoclopramid/ondansetron untuk mengatasi mual
muntah pasien yang diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama 4 hari ,dosis metoclopramid yang
direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam perhari selama 2-3
hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48 jam.
77
Tabel XLIII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi
XXVII di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009
Subyektif :
No. RM 1412533 (DH, kasus No 32)
Umur : 48 tahun, dirawat tanggal 15-17 juni 2009
Ca Ovarii stadium IC
Pasien menjalani kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500,
doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin
®). Pasien mengalami
mual pascakemoterapi.
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.
Pasien mendapatkan metoclopramid 3x1 tab.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien mengalami mual, pasien diberikan antiemetik untuk
mengatasi terjadinya mual, menurut guideline terapi untuk menangani mual
muntah tidak cukup diberikan metoclopramid karena pasien mendapatkan
cisplatin, dapat dikombinasikan dengan kortikosteroid (deksametason atau
metilprednisolon)
Rekomendasi :
1. Jika pada pemberian metoklopramid tidak cukup menangani mual pasien dapat
diberikan tambahan deksametason dengan antiemetik yaitu
metoclopramid/ondansetron untuk mengatasi mual muntah pasien yang
diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama 4 hari ,dosis metoclopramid yang
direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam perhari selama 2-3
hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48 jam.
78
Tabel XLV. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi
XXVIII di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009
Subyektif :
No. RM 1419583 (MM, kasus No 33)
Umur : 47 tahun, dirawat tanggal 25-27 agustus 2009
Ca Ovarii stadium IC
Pasien menjalani kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500,
doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin
®).
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.
Pasien mendapatkan metoclopramid 3x1 tab.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien tidak mengalami mual dan muntah, pasien diberikan
antiemetik untuk mengatasi terjadinya mual dan muntah, menurut guideline
terapi untuk menangani mual muntah yang mungkin terjadi tidak cukup
diberikan metoclopramid karena pasien mendapatkan cisplatin, dapat
dikombinasikan dengan kortikosteroid (deksametason atau metilprednisolon)
Rekomendasi :
1. Jika pada pemberian metoklopramid tidak cukup menangani mual dan muntah
yang mungkin terjadi pada pasien dapat diberikan tambahan deksametason
dengan antiemetik yaitu metoclopramid/ondansetron untuk mengatasi mual
muntah pasien yang diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama 4 hari ,dosis metoclopramid yang
direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam perhari selama 2-3
hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48 jam.
79
Tabel XLV. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi
XXIX di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009
Subyektif :
No. RM 1422812 (SS, kasus No 36)
Umur : 47 tahun, dirawat tanggal 10-12 november 2009
Ca Ovarii stadium IC
Pasien menjalani kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500,
doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin
®). Pasien mengalami
mual pascakemoterapi.
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.
Pasien mendapatkan ondansetron 8mg 2x sehari.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien mengalami mual, pasien diberikan antiemetik untuk
mengatasi terjadinya mual, menurut guideline terapi untuk menangani mual
muntah tidak cukup diberikan metoclopramid karena pasien mendapatkan
cisplatin, dapat dikombinasikan dengan kortikosteroid (deksametason atau
metilprednisolon)
Rekomendasi :
1. Jika pada pemberian metoklopramid tidak cukup menangani mual pasien dapat
diberikan tambahan deksametason dengan antiemetik yaitu
metoclopramid/ondansetron untuk mengatasi mual muntah pasien yang
diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama 4 hari ,dosis metoclopramid yang
direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam perhari selama 2-3
hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48 jam.
80
Tabel XLVI. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi
XXX di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009
Subyektif :
No. RM 1273643 (WL, kasus No 40)
Umur : 38 tahun, dirawat tanggal 6-8 februari 2009
Ca Ovarii stadium IIC
Pasien menjalani kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500,
doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin
®). Pasien mengalami
mual dan muntah pascakemoterapi.
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.
Pasien mendapatkan metoclopramid 3x1 tab.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien mengalami mual dan muntah, pasien diberikan antiemetik
untuk mengatasi terjadinya mual dan muntah, menurut guideline terapi untuk
menangani mual muntah tidak cukup diberikan metoclopramid karena pasien
mendapatkan cisplatin, dapat dikombinasikan dengan kortikosteroid
(deksametason atau metilprednisolon)
Rekomendasi :
1. Jika pada pemberian metoklopramid tidak cukup menangani mual dan muntah
pasien dapat diberikan tambahan deksametason dengan antiemetik yaitu
metoclopramid/ondansetron untuk mengatasi mual muntah pasien yang
diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama 4 hari ,dosis metoclopramid yang
direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam perhari selama 2-3
hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48 jam.
81
Tabel XLVII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi
XXXI di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009
Subyektif :
No. RM 1376450 (SM, kasus No 43)
Umur : 55 tahun, dirawat tanggal 19-21 februari 2009
Ca Ovarii stadium IC
Pasien menjalani kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500,
doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin
®).
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.
Pasien mendapatkan metoclopramid 3x1 tab.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien tidak mengalami mual dan muntah, pasien diberikan
antiemetik untuk mengatasi terjadinya mual dan muntah, menurut guideline
terapi untuk menangani mual muntah yang mungkin terjadi tidak cukup
diberikan metoclopramid karena pasien mendapatkan cisplatin, dapat
dikombinasikan dengan kortikosteroid (deksametason atau metilprednisolon)
Rekomendasi :
1. Jika pada pemberian metoklopramid tidak cukup menangani mual dan muntah
yang mungkin terjadi pada pasien dapat diberikan tambahan deksametason
dengan antiemetik yaitu metoclopramid/ondansetron untuk mengatasi mual
muntah pasien yang diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama 4 hari ,dosis metoclopramid yang
direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam perhari selama 2-3
hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48 jam.
82
Tabel XLVIII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi
XXXII di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009
Subyektif :
No. RM 1434883 (AN, kasus No 19)
Umur : 39 tahun, dirawat tanggal 30 november-29 desember 2009
Ca Ovarii stadium IV
Pasien menjalani kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500,
doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin
®). Pasien mengalami
mual dan lemas pascakemoterapi.
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.
Pasien mendapatkan ranitidin 1 ampul dan ranitidin p.o 3 x 1 tablet.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien mengalami mual, tetapi pasien diberikan ranitidin untuk
mengatasi mual, tetapi terapi untuk menangani mual muntah tidak tepat, karena
ranitidin tidak direkomendasikan untuk penanganan mual dan muntah.
Rekomendasi :
1. Mengganti ranitidin dengan antiemetik.
2. Jika pemberian antiemetik saja tidak dapat menangani mual pasien dapat
diberikan kombinasi deksametason dengan antiemetik yaitu
metoclopramid/ondansetron untuk mengatasi mual muntah pasien yang
diakibatkan oleh kemoterapi.
3. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama 4 hari ,dosis metoclopramid yang
direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam perhari selama 2-3
hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48 jam.
83
Satu tablet metoklopramid yang diberikan memiliki kekuatan 10 mg.
Selain diberikan antiemetika, penanganan mual muntah dapat dilakukan secara
non farmakologi antara lain relaksasi otot, mengalihkan pikiran, ataupun terapi
dengan mendengarkan musik, menghindari makanan yang berlemak atau
berminyak, berbau, dan pedas dan lain sebagainya.
Pada penanganan mual muntah akibat pemberian agen kemoterapi resiko
emesis tinggi, disarankan untuk penambahan kortikosteroid seperti deksametason
atau metilprednisolon apabila dalam pemberian antiemetik saja tidak dapat
menangani mual dan muntah yang dialami pasien, terutama karena pada
pemberian agen kemoterapi cisplatin. Penambahan kortikosteroid dapat
mengurangi pelepasan serotonin pada sel enterokromafin, sehingga stimuli yang
masuk ke pusat muntah akan berkurang. Kortikosteroid dapat meningkatkan
efektifitas dari antagonis resesptor serotonin daripada pemberian antagonis
serotonin secara tunggal.
Setiap pasien kanker ovarium yang akan mejalani kemoterapi pasti akan
mendapatkan premedikasi untuk menghindari efek samping yang diakibatkan
karena kemoterapi. Premedikasi yang didapatkan pasien biasanya berupa
kombinasi antara dexametason, dipenhidramin, metoclopramid, pantoprazol .Pada
premedikasi tersebut biasanya pasien sudah mendapatkan antiemetik untuk
menghindari kejadian mual muntah yang sering terjadi setelah pasien menjalani
kemoterapi, karena prinsip dari penatalaksanaan mual muntah pasca kemoterapi
yaitu jangan menunggu pasien mengeluh mual atau muntah baru dilakukan
tindakan, namun sedapat mungkin mencegah terjadinya mual dan muntah.
84
Pada ringkasan kasus DRPs diatas terdapat 30 kasus butuh tambahan
terapi ( need for additional therapy), karena pada ketigapuluh kasus tersebut,
pasien mengalami mual muntah akibat dari kemoterapi yang dijalani, namun
pasien tidak mendapatkan terapi antiemetik atau terapi yang diberikan kurang
untuk mengatasi mual dan muntah tersebut, sehingga pasien perlu mendapatkan
tambahan terapi berupa antiemetika ataupun kortikosteroid. Satu kasus yang
lainnya yaitu kasus II merupakan kasus DRPs dosis terlalu rendah (dosage too
low), pasien hanya mendapatkan 1 tablet metoklopramid untuk mengatasi mual
dan muntah yang dialami, dosis tersebut kurang, sehingga pasien perlu
mendapatkan tambahan metoklopramid untuk dibawa pulang, sedangkan 1 kasus
terakhir merupakan yaitu kasus XXXII merupakan kasus obat tidak tepat ( wrong
therapy) karena pasien mendapatkan rantidin sebagai obat anti mual muntah,
sedangkan ranitidin bukan obat pilihan untuk penangan mual dan muntah.
D. Rangkuman Pembahasan
Penelitian yang dilakukan yaitu evaluasi penatalaksanaan mual muntah
pada pasien kanker ovarium di RSUP Dr. Sardjito Yogayakarta tahun 2009
merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan deskriptif
evaluatif yang bersifat retrospektif. Bahan penelitian yang digunakan yaitu rekam
medik dari pasien kanker ovarium. Acuan yang digunakan untuk mengevaluasi
DRPs yaitu Guidelines for the Management of Nausea and Vomiting in Cancer
Patients dari Cancer Care Nova Scotia, dan Drug Information Handbook (DIH).
Jumlah kasus yang diperoleh yaitu 44 kasus kanker ovarium
pascakemoterapi yang mengalami mual muntah. Pada 44 kasus tersebut paling
85
banyak terdapat pada kelompok umur 47-52 tahun yaitu sebesar 10 kasus atau
22,27%. Berdasarkan stadium kanker, kasus yang paling banyak yaitu pada
stadium IV yaitu sebanyak 11 kasus atau 25 %, sedangkan berdasarkan penyakit
penyerta, kasus yang paling banyak yaitu pasien dengan penyakit penyerta berupa
hipertensi yaitu sebanyak 8 kasus atau 18,18%.
Pasien mendapatkan obat-obatan dari berbagai macam golongan.
Golongan obat yang paling banyk didapatkan oleh pasien kanker ovarium yaitu
golongan obat antineoplastik dan imunomodulator yaitu sebanyak 44 kasus atau
100%, dikarenakan penelitian ini difokuskan pada pasien kanker ovarium
pascakemoterapi, dan golongan obat ini merupakan agen kemoterapi. Agen
kemoterapi yang paling banyak digunakan yaitu ciclophospamid dan doksorubisin
yaitu sebanyak 27 kasus atau 61,36%. Golongan obat terbanyak kedua yaitu
golongan obat yang bekerja pada sistem saraf pusat yaitu sebanyak 36 kasus atau
86,36%. Golongan obat ini banyak digunakan sebagai anti mual muntah,
dikarenakan efek samping dari kemoterapi yang sering muncul yaitu mual
muntah. Anti mual muntah (antiemetik) yang paling banyak digunakan di RSUP
Dr. Sardjito yaitu metoclopramid dengan jumlah kasus sebanyak 34 kasus atau
77,27 %. Sedangkan golongan obat yang paling sedikit digunakan oleh pasien
kanker ovarium yaitu golongan obat untuk penyakit otot seklet dan sendi yaitu
sebanyak 1 kasus atau 2,27%. Pada 44 kasus kanker ovarium, 12 kasus atau
27,27% mengalami mual dan muntah, 18 kasus atau 40,90% mengalami mual
saja, dan sisanya yaitu 14 kasus atau 31,81% tidak mengalami mual dan muntah.
86
Dari 44 kasus kanker ovarium yang diamati, terdapat 32 buah kasus yang
yang masuk dalam evaluasi DRPs. Dari kelima kasus tersebut semuanya
menjalani kemoterapi dan mengalami mual ataupun muntah pascakemoterapi.
Dari evaluasi DRPs, ditemukan 30 buah kasus butuh tambahan terapi (need for
additional therapy), 1 buah kasus dosis terlalu rendah (dosage too low), dan 1
buah kasus obat tidak tepat (wrong therapy). Berikut akan disajikan ringkasan
DRPs dalam bentuk tabel.
Tabel XLIX. Butuh tambahan terapi ( need for additional therapy)
Kasus Obat-Problem Assessment Rekomendasi
I dan IV Agen
kemoterapi
paklitaksel 180
mg (Paxus®)
dan carboplatin
450 mg. Tidak
mendapat
antiemetik.
Paklitaksel merupakan
agen kemoterapi yang
memiki risiko
menyebabkan mual
muntah rendah( 10-30 %)
namun carboplatin
merupakan agen
kemoterapi dengan risiko
mula mundah
sedang/moderat ( 30-
90%).
Diberikan
metoclopramid
dengan dosis yang
direkomendasikan
yaitu 10-20 mg
diberikan setiap 4-
6 jam perhari
selama 2-4 hari.
III , V,
XXIII
Agen
kemoterapi
ciclosphospamid
500,
doksorubisin 50
(Adriamisin®),
dan cisplatin 50
(Platosin®).
Tidak mendapat
antiemetik.
Ciclophospamid dengan
dosis 500 mg dan
doksorubisin merupakan
agen kemoterapi dengan
risiko menimbulkan mual
muntah sendang/moderat
(30-90%), sedangkan
cisplatin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual
muntah tinggi (>90%).
Diberikan
metoclopramid
dengan dosis yang
direkomendasikan
yaitu 10-20 mg
diberikan setiap 4-
6 jam perhari
selam 2-4 hari.
Jika tidak cukup,
dapat ditambahkan
kortikosteroid.
VI s/d
XVIII , XX
Agen
kemoterapi
ciclosphospamid
500,
doksorubisin 50
Ciclophospamid dengan
dosis 500 mg dan
doksorubisin merupakan
agen kemoterapi dengan
risiko menimbulkan mual
Diberikan
tambahan
deksametason 4
mg 1x sehari
selama 4 hari
87
s/d XXII,
XXIVs/d
XXVIII,
XXX,XXXI
(Adriamisin®),
dan cisplatin 50
(Platosin®).
Mendapatkan
metoklopramid.
muntah sendang/moderat
(30-90%), sedangkan
cisplatin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual
muntah tinggi (>90%).
Tidak cukup hanya
diberikan metoklopramid.
(apabila tidak
cukup dengan
antiemetik saja)
dengan antiemetik
yaitu
metoclopramid 10-
20 mg diberikan
setiap 4-6 jam
perhari selama 2-3
hari /ondansetron 8
mg 2x sehari
selama 48 jam.
XIX Agen
kemoterapi
ciclosphospamid
500,
doksorubisin 50
(Adriamisin®),
dan cisplatin 50
(Platosin®).
Mendapatkan
metoklopramid
dan
ondansetron.
Ciclophospamid dengan
dosis 500 mg dan
doksorubisin merupakan
agen kemoterapi dengan
risiko menimbulkan mual
muntah sendang/moderat
(30-90%), sedangkan
cisplatin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual
muntah tinggi (>90%).
Tidak cukup hanya
diberikan metoklopramid
ataupun ondansetron saja.
Diberikan
tambahan
deksametason 4
mg 1x sehari
selama 4 hari
(apabila tidak
cukup dengan
antiemetik saja)
dengan antiemetik
yaitu
metoclopramid 10-
20 mg diberikan
setiap 4-6 jam
perhari selama 2-3
hari /ondansetron 8
mg 2x sehari
selama 48 jam.
XXIX Agen
kemoterapi
ciclosphospamid
500,
doksorubisin 50
(Adriamisin®),
dan cisplatin 50
(Platosin®).
Mendapatkan
ondansetron.
Ciclophospamid dengan
dosis 500 mg dan
doksorubisin merupakan
agen kemoterapi dengan
risiko menimbulkan mual
muntah sendang/moderat
(30-90%), sedangkan
cisplatin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual
muntah tinggi (>90%).
Tidak cukup hanya
diberikan ondansetron
saja.
Diberikan
tambahan
deksametason 4
mg 1x sehari
selama 4 hari
(apabila tidak
cukup dengan
antiemetik saja)
dengan antiemetik
yaitu
metoclopramid 10-
20 mg diberikan
setiap 4-6 jam
perhari selama 2-3
hari /ondansetron 8
mg 2x sehari
selama 48 jam.
88
Tabel L. Dosis terlalu rendah ( dosage too low )
Kasus Obat-Problem Assessment Rekomendasi
II Agen kemoterapi
ciclosphospamid
500, doksorubisin
50 (Adriamisin®),
dan cisplatin 50
(Platosin®)
Mendapat 1 tablet
metoklopramid
Ciclophospamid dengan
dosis 500 mg dan
doksorubisin merupakan
agen kemoterapi dengan
risiko menimbulkan mual
muntah sendang/moderat
(30-90%), sedangkan
cisplatin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah
tinggi (>90%).
Menambah dosis
metoclopramid
hingga 10-20 mg
diberikan setiap
4-6 jam perhari
selama 2-4 hari/
Tabel LI. Obat tidak tepat ( Wrong Therapy)
Kasus Obat-Problem Assessment Rekomendasi
XXXII Agen kemoterapi
ciclosphospamid
500, doksorubisin
50 (Adriamisin®),
dan cisplatin 50
(Platosin®).
Pasien
mendapatkan
ranitidin.
Ciclophospamid dengan
dosis 500 mg dan
doksorubisin merupakan
agen kemoterapi dengan
risiko menimbulkan mual
muntah sendang/moderat
(30-90%), sedangkan
cisplatin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah
tinggi (>90%). Ranitidin
bukan obat pilihan untuk
penanagan mual dan
muntah.
Mengganti
ranitidin dengan
antiemetik,
Diberikan
deksametason 4
mg 1x sehari
selama 4 hari
(apabila tidak
cukup dengan
antiemetik saja)
dengan
antiemetik yaitu
metoclopramid
10-20 mg
diberikan setiap
4-6 jam perhari
selama 2-3 hari
/ondansetron 8
mg 2x sehari
selama 48 jam.
89
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil evaluasi penatalaksanaan mual muntah pada pasien
kanker ovarium pascakemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009,
didapatkan beberapa kesimpulan yaitu:
1. Kasus kanker ovarium yang sering dijumpai yaitu pada kelompok umur 47-52
tahun yaitu sebesar 10 kasus atau 22,27%, pada stadium IV dengan jumlah 11
kasus atau 25 %, dan penyakit penyerta berupa hipertensi dengan jumlah kasus
sebanyak 8 kasus atau 18,18%.
2. Terdapat 9 kelas terapi obat yang digunakan pada kasus kanker ovarium di
RSUP. Dr. Sardjito, yang paling banyak digunakan yaitu pada kelas terapi
antineoplastik dan imunomodulator dengan persentase 100%, golongan obat
yang paling banyak digunakan yaitu golongan antiemetik yaitu metoklopramid
sebanyak 34 kasus atau 77,27%.
3. Dalam evaluasi Drug Related Problem (DRPs) ditemukan 30 kasus butuh
tambahan terapi (need for additional therapy), 1 buah kasus dosis terlalu
rendah (dosage too low), dan 1 buak kasus obat tidak tepat (wrong therapy).
90
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian diatas, peneliti dapat menyarankan:
1. Dapat dilakukan penelitian mengenai evaluasi penatalaksanaan efek samping
kemoterapi pada jenis kanker lainnya.
2. Dapat dilakukan penelitian serupa, namun dengan rancangan penelitian yang
bersifat prospektif yang memungkinkan mengamati kondisi dari pasien secara
langsung khususnya dalam pemberian terapi dan dimonitor secara langsung.
91
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2010, Kanker Indung Telur, http://sehat-enak.blogspot.com
/2010/01/kanker-indung-telur.html, diakses tanggal 26 November 2010
Aziz, M.F., 2009, Gynecological Cancer in Indonesia, J Gynecol Oncol,
Djamhuri, A., 1995, Sinopsis Farmakologi dengan Terapan Khusus di
Klinik dan Perawatan, 20,149-150
Badan POM RI, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000, Sagung
Seto, Jakarta
Burke, M.B., Wilkes, G.M., Ingwerson,K., 2001, Cancer Chemotherapy: a
Nursing Process Approach, 3rd edition, Malloy Lithographing, Amerika,
pp. 135-139
CDC, 2010f, Ovarian Cancer Rate, http://www.cdc.gov/Features/
dsOvarianCancer/, diakses tanggal 20 September 2010
Cipolle, R.S., Strand, L.M., Morley, P.C., 1998, Pharmaceutical Care Practice,
Mc Graw Hill, New York, pp. 73-119,172-191
Cumming, B., 2001, Structure of an Ovary, http://www.tarleton.edu/
Departments/anatomy/ovary.html, diakses tanggal 24 November 2010
Heffner, Linda J., 2006, At a Glance Sistem Reproduksi, Edisi kedua, Penerbit
Erlangga, Jakarta, pp.90-91
Jackson, R.A., 2010a, Statistics : Ovarian Cancer National Alliance, http://www.
ovariancancer.org/about-ovarian-cancer/statistics/, diakses tanggal 20
September 2010
Jackson, R.A., 2010b, Risk Factors : Ovarian Cancer National Alliance,
http://www.ovariancancer.org/about-ovarian-cancer/risk-factors/, diakses
tanggal 20 September 2010
Junaidi, I., 2007, Kanker, BIP kelompok Gramedia, Jakarta
Kuswardhani, T., 2006, Penatalaksanaan Hipertensi pada Lanjut Usia,
ttp://ejournal.unud.ac.id/abstrak/penatalaksanaan%20hipertensi%20pada%2
0lanjut%20us1a%20(dr%20ra%20tuty%20k).pdf, diakses pada tanggal 16
Oktober 2010
Luther, E., 2010, Guidelines for the Management of Nausea and Vomiting in
Cancer Patients, http://www.cancercare.ns.ca/site-cc/media/cancercare/
NauseaVomitingBriefVersion.pdf, diakases pada tanggal 27 Oktober 2010
92
Navari, R.M., 2007, Overview of the updated antiemetic guidelines for
chemotherapy-induced nausea and vomiting, http://www.
communityoncology.net/journal/articles/0404s103.pdf, diakses tanggal 28
Agustus 2010
Norwitz, E., 2007, At a Glance Obstetri & Ginekologi, Edisi kedua, Penerbit
Erlangga. Jakarta, pp.69
Rahardja, K., Tjay, T.H., 2002, Obat-Obat Penting, Edisi kelima, PT Gamedia,
Jakarta, pp. 197-224,263-268
Rahardja, K., Tjay, T.H., 2010, Obat-obat Penting, Edisi keenam, PT Gramedia,
Jakarta, pp.56
Rang, H.P., Dale, M.M., Ritter, J.M., Moore, P.K., 2003, Pharmacology, 5th
ed.,
Churchill Livingstone, New York
Rahayu, T., 2009, Kemoterapi, Lawan atau Kawan?, http://rumahkanker.com/
index.php?option=com_content&task=view&id=19&Itemid=59,diakses
tanggal 13 februari 2010
Rahayu, T., 2010, Kemoterapi, Kawan atau lawan?, http://rumahkanker.com/
index.php?option=com_content&view=article&id=19:kemoterapi-kawan-
atau-lawan&catid=15:medis&Itemid=69, diakses tanggal 24 Maret 2010
Rahman, A.A., 2004, Kanker Rahim (Ovarium), http://www.cancerhelps.com/
kanker-rahim.html, diakses tanggal 24 November 2010
Sudiharto, P., Suwondo,B.S., Hakimi,M., Aryono, R.M., Wibowo, T., Sutaryo,
H., Suryantoro, P., (Eds), 1997, Standar Pelayanan Medis, Komite Medis
RSUP.Dr. Sardjito dan Fakultas Kedokteran UGM, Yogayakarta, pp.233-
243
Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simodibrata, K.M., Setiati, S., 2006, Buku
Ajar Ilmu Penyakit dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta Pusat, pp.853
Sutedjo, A.Y., 2007, Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan
Laboratorium, edisi revisi, Amara Books, Yogyakarta
Sutoto, 2003, RS. Dr. Sardjito, http://www.pdspersi.co.id, diakses tanggal 13
februari 2010
Vermorken, J.B., 2010a, Chemotherapy-Induced Nausea an Vomiting: ESMO
Clinival Recomendations for Prophylaxis, http://annonc.oxfordjournals.org/
content/20/suppl_4/iv156/T2.expansion.html, diakses tanggal 27 Agustus
2010
93
Vermorken, J.B., 2010b, Chemotherapy-Induced Nausea an Vomiting: ESMO
Clinival Recomendations for Prophylaxis, http://annonc.oxfordjournals.org/
content/20/suppl_4/iv156/T1.expansion.html, diakses tanggal 27 Agustus
2010
Yunta, 2008, Alat Reproduksi Perempuan, http://yuntaq3.wordpress.com/
2009/02/07/fungsi-organ-reproduksi/, diaskes pada tanggal 27 Oktober 2010
94
LAMPIRAN
95
Lampiran 1. Surat keterangan telah menyelesaikan penelitian
96
Lampiran 2. Surat ijin Observasi tempat dan pengambilan data
97
Lampiran 3. Keterangan Kelaikan Etik
98
Lampiran 4. Daftar Kasus Kanker Ovarium Di RSUP.Dr. Sardjito Yogyakarta sepanjang tahun 2009
No
No.RM
Data diri
Tanggal perawatan
Diagnosis
Keluhan
Pascakemoterapi
Obat
Cara
pember
ian
Tanggal pemberian
Hasil Lab
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 1370770 TE, 42 th 8 -9 november 2009 Ca ovarii std IV
TD 88/71 mmHg
Mual muntah, perut
terasa penuh,
kembung
Paxus 180 mg
Carboplastin 450 mg
Metronidazole 3x1tab
Dobuject 15 tts/mnt
Vascon 10 cc/jam
Maxipime 2 g/24 j
Infus
Infus
Oral
Infus
Infus
Injeksi
8 november 2009
8 november 2009
8 november 2009
9 november 2009
9 november 2009
9 november 2009
Normal
2 1308887 EK, 49 th 16-17 Maret 2009
(kemoterapi seri II)
Ca Ovarii Std IV
TD 130/90 mmHg
- Ciclophosphamid 500 mg
Adriamicin 50 mg
Platocin 50 mg
Metoclopramide 3x 1tab
SF/BC/Vit C 1x1 tab
Infus
Infus
Infus
Oral
Oral
16 maret 2009
16 maret 2009
16 maret 2009
17 maret 2009
17 maret 2009
Normal
3 1432867 NY, 44 th,
kelas VIP
16 – 26 september
2009( kemoterapi
17/9/09)
Ca Ovarii, ISK,
gagal ginjal
TD 140/80 mmHg
- Sindaxel 260 mg
Actoplatine 450 mg
Pantozol 1 amp
Lasix 1 amp
Vometa 1 tab
Biobran 1 tab
Fluimucil 15 cc
Tocef 1 tab
Infus
Infus
Injeksi
Injeksi
Oral
Oral
Injeksi
oral
17 september 2009
17 september 2009
20 september 2009
22, 23 september 2009
22,23,26 september 2009
22,26 september 2009
26 september 2009
26 september 2009
Normal
4 1441240 HR, 33 th
kelas VIP
21-22 Oktober 2009 Ca ovarii std IIc
- Ciclophosphamid 500 mg
Doxorubisin 50 mg
Platosin 50 mg
Bevisil 1 x 1
Prenamia 1 x 1
Infus
Infus
Infus
Oral
Oral
21 oktober 2009
21 oktober 2009
21 oktober 2009
22 oktober 2009
22 oktober 2009
Normal
99
Lampiran 4. Lanjutan
No
No.RM
Data diri
Tanggal perawatan
Diagnosis
Keluhan
Pascakemoterapi
Obat
Cara
pember
ian
Tanggal pemberian
Hasil Lab
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
5 1404462 SK,40 th,
kelas VIP
30 januari – 26 februari
2009 (Kemoterapi
19/2/09)
Ca Ovarii std IV
TD 90/60 mmHg
Muntah Paclitaxel 210 mg
Carboplatin 350 mg
Lasix 1 amp
Ketopain 1 amp
Ultracet 2x1 (3 hr)
Pantozol 1 amp
Aspar K 1tab
Spironolacton 100 mg
Laxadyn syr 2cth
Omeprazole
Narfoz 1 amp/12 jam
Infus
Infus
Injeksi
Injeksi
Oral
Ijeksi
Oral
Oral
Oral
Oral
injeksi
19 februari 2009
19 februari 2009
20,22 februari 2009
20,22 februari 2009
20,22 februari 2009
20 Februari 2009
22 Februari 2009
22 Februari 2009
22 Februari 2009
26 Februari 2009
26 Februari 2009
Hgb 7,6
SGOT 55
Hmt 22,4
6 1441833 SM, 53 th,
kelas III
2-4 desember
2009(kemoterapi ke-2
3/12/090
Ca ovarii std I A
TD 120/80 mmHg
Mual Ciclophosphamid 500 mg
Adriamicin 50 mg
Platocin 50 mg
Bevisil 1 tab
Ferofort 1 tab
Primperan 1 tab
Infus
Infus
Infus
Oral
Oral
Oral
3 desember 2009
3 desember 2009
3 desember 2009
4 Desember 2009
4 Desember 2009
4 Desember 2009
Normal
7 1085409 RM,41 th,
kelas III
19-20 Agustus
2009(kemoterapi Iv
20/08/09)
Ca Ovarii std IC
TD 110/80 mmHg
Mual Ciclophosphamid 500 mg
Adriamicin 50 mg
Platocin 50 mg
SF/BC/Vit C 2 x 1
Primperan tab 3 x 1
Infus
Infus
Infus
Oral
oral
19 agustus 2009
19 agustus 2009
19 agustus 2009
20 Agustus 2009
20 Agustus 2009
Hgb 10,6
Hmt 31%
8 1339945 WN,43
th,kelas
III
31 juli 2009 – 3 agustus
2009
Ca Ovarii std II C
TD 130/100 mmHg
Mual Ciclophosphamid 500 mg
Adriamicin 50 mg
Platocin 50 mg
Primperan 3 x 1
Infus
Infus
Infus
Oral
1 agustus 2009
1 agustus 2009
1 agustus 2009
3 Agustus 2009
WBC 3,9
9 1379929 SM,48 th,
kelas III
BB 44,5
kg
20 – 24 oktober 2009 Ca Ovarii std IIIC
TD 120/70 mmHg
Sulit BAB, mual
terus
Ciclophosphamid 500 mg
Adriamicin 50 mg
Platocin 50 mg
Viliron 1 x 1
Bevisil 1 x 1
Prenamia 1 x 1
Infus
Infus
Infus
Oral
Oral
Oral
20 oktober 2009
20 oktober 2009
20 oktober 2009
20 oktober 2009
24 oktober 2009
24 oktober 2009
Normal
100
Lampiran 4. Lanjutan
No
No.RM
Data diri
Tanggal perawatan
Diagnosis
Keluhan
Pascakemoterapi
Obat
Cara
pember
ian
Tanggal pemberian
Hasil Lab
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
10 1344228 PJ,23 th,
kelas III
11-14 Maret 2009 Ca Ovarii
- Ciclophosphamid 500 mg
Adriamicin 50 mg
Platocin 50 mg
SF/BC/Vit C 3 x 1 tab
Primperan 3 x 1 tab
Infus
Infus
Infus
Oral
Oral
13 maret 2009
13 maret 2009
13 maret 20089
14 maret 2009
14 maret 2009
Hgb 11
11 1377328 SG,44 th 18-21 Februari 2009 Ca Ovarii std IV
TD 150/70 mmHg
Mual, muntah Ciclophosphamid 500 mg
Adriamicin 50 mg
Platocin 50 mg
Metoclopramide 3 x 1 tab
SF/BC/vit C 1 x 1 tab
Infus
Infus
Infus
Oral
Oral
20 februari 2009
20 februari 2009
20 februari 2009
21 februari 2009
21 februari 2009
WBC 3,6
Plt 493000
12 1379906 SN,53 th 14-21 maret 2009
(kemoterapi 14/03/09)
Ca Ovarii std IV
Mual, muntah Ciclophosphamid 500 mg
Adriamicin 50 mg
Platocin 50 mg
SF/BC/vit C 3 x 1
Primperan tab 3 x 1
Infus
Infus
Infus
Oral
Oral
14 maret 2009
14 maret 2009
14 maret 2009
21 maret 2009
21 maret 2009
Hgb 10,5
Plt 485000
13 1402063 MK,42 th,
kelas III
2-7 februari 2009 (
kemoterapi I 2/2/09)
Ca Ovarii std IIIC Gangguan rasa
nyaman, mual dan
muntah
Ciclophosphamid 500 mg
Adriamicin 50 mg
Platocin 50 mg
Viliron 1 x 1 tab
Primperan 3 x 1 tab
Infus
Infus
Infus
Oral
Oral
2 februari 2009
2 februari 2009
2 februari 2009
7 februari 2009
7 februari 2009
Normal
14 1352072 NA,59 th,
kelas III
6-10 November 2009 Ca ovarii std IV
TD 120/70 mmHg
Anemia, cemas,
mual dan muntah
Ciclophosphamid 500 mg
Adriamicin 50 mg
Platocin 50 mg
SF/BC/vit C 3 x 1
Metoclopramide 3 x 1
Infus
Infus
Infus
Oral
Oral
9 november 2009
9 november 2009
9 november 2009
10 november 2009
10 november 2009
Normal
15 1408101 SR, 54 th,
kelas III
29 juni 2009 Ca ovarii std IC
TD 120/90 mmHg
Mual, muntah Ciclophosphamid 500 mg
Adriamicin 50 mg
Platocin 50 mg
Metoclopramide 3 x 1
Indfus
Infus
Infus
Oral
29 juni 2009
29 juni 2009
29 juni 2009
29 juni 2009
Normal
101
Lampiran 4. Lanjutan
No
No.RM
Data diri
Tanggal perawatan
Diagnosis
Keluhan
Pascakemoterapi
Obat
Cara
pember
ian
Tanggal pemberian
Hasil Lab
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
16 1347784 JM, 47 th,
kelas III
14 juli-13 agustus 2009 CaOvarii IIC
TD 100/70 mmHg
Lemas, mual Paxus 180 mg
Carboplastin 450 mg
SF 1 x 1
BC/Vit C 3 x 1
Primperan 3 x 1 tab
Infus
Infus
Oral
Oral
Oral
12 agustus 2009
12 agustus 2009
12 agustus 2009
12 agustus 2009
12 agustus 2009
Hgb 10
MCV 98,1
17 1410985 LG,58 th 25-26 juni 2009 Ca Ovarii IIIC
TD 140/90 mmHg
Mual Ciclophosphamid 500 mg
Adriamicin 50 mg
Platocin 50 mg
SF/BC/vit C 3 x 1
Metoclopramide 3 x 1
Infus
Infus
Infus
Oral
Oral
25 juni 2009
25 juni 2009
25 juni 2009
26 juni 2009
26 juni 2009
Hgb 10,8
18 1420644 TG,62 th,
kelas III
30 juni-8 juli 2009 Ca Ovarii std IIIC,
hipokalemia
Cemas, mual Ciclophosphamid 500 mg
Adriamicin 50 mg
Platocin 50 mg
KCl 2 x 1 tab
SF/BC/ vit C 3 x 1
Sotatik tab 3 x 1
Infus
Infus
Infus
Oral
Oral
Oral
8 juli 2009
8 juli 2009
8 juli 2009
8 juli 2009
8 juli 2009
8 juli 2009
Hgb 10,8
19 1434883 AN,39 th,
kelas III,
BB 44 kg
30 november-29
desember 2009 (
kemoterapi 24/12/09)
Ca Ovarii std IV
TD 130/70 mmHg
Mual,lemas Paclitaxel 210 mg
Carboplatin 350 mg
Ranitidin 1 amp
Ceftazidim 1 gram
Ranitidin 3 x 1 tab
CTM 3 x 1 tab
Infus
Infus
Injeksi
Injeksi
Oral
Oral
24 desember 2009
24 desember 2009
24 desember 2009
24 desember 2009
29 desember 2009
29 desember 2009
Hgb 7,4
20 1425458 PJ,24 th,
kelas III,
BB 45 kg
29-31 desember 2009 Ca ovarii IC
TD 90/70 mmHg
Mual Ciclophosphamid 500 mg
Adriamicin 50 mg
Platocin 50 mg
Isoprinosin tab XX 3 x1
Ondansetron 8 mg iv
SF/BC/vit C 3 x 1
primperan tab 3 x 1
Infus
Infus
Infus
Oral
Injeksi
Oral
Oral
29 desember 2009
29 desember 2009
29 desember 2009
29 desember 2009
30 desember 2009
31 desember 2009
31 desember 2009
Normal
102
Lampiran 4. Lanjutan
No
No.RM
Data diri
Tanggal perawatan
Diagnosis
Keluhan
Pascakemoterapi
Obat
Cara
pember
ian
Tanggal pemberian
Hasil Lab
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
21 1419120 UF,24 th 8-22 agustus 2009 Ca Ovarii IIIC
(dengan asma dan
maag)
TD 120/80 mmHg
- Ciclophosphamid 500 mg
Adriamicin 50 mg
Platocin 50 mg
SF/BC/vit C 1 x 1
Metoclopramide 3 x 1
Oral
Oral
21 agustus 2009
21 agustus 2009
21 agustus 2009
22 agustus 2009
22 agustus 2009
Normal
22 1420401 RM,
35th,BB
51 kg
6-8 oktober 2009 Ca Ovarii IIIC
TD 110/80 mmHg
Mual Ciclophosphamid 500 mg
Adriamicin 50 mg
Platocin 50 mg
SF/BC/vit C 3 x 1
Sotatik 3 x 1
Infus
Infus
Infus
Oral
Oral
6 oktober 2009
6 oktober 2009
6 oktober 2009
8 oktober 2009
8 oktober 2009
MCV 99,7
23 1432953 ST,45 th,
kelas III,
BB 32,5
kg
24-25 november 2009 Ca ovarii IA
TD 120/80 mmHg
Gangguan mutrisi,
mual, muntah
Ciclophosphamid 500 mg
Adriamicin 50 mg
Platocin 50 mg
SF/BC/vit C 2 x 1
Metoclopramide 3 x 1
Infus
Infus
Infus
Oral
Oral
24 november 2009
24 november 2009
24 november 2009
25 november 2009
25 november 2009
WBC 1,9
24 1429726 RM, 28
th, BB 40
kg
9-10 september 2009 Ca Ovarii IA
TD 120/80 mmHg
- Ciclophosphamid 500 mg
Adriamicin 50 mg
Platocin 50 mg
Bevisil 1 x 1
Prenamia 1 x 1
Infus
Infus
Infus
Oral
Oral
9 september 2009
9 september 2009
9 september 2009
10 september 2009
10 september 2009
Normal
25 1429726 RM, 28
th, BB 40
kg
2 -5 oktober 2009 Ca ovarii IA
TD 120/80 mmHg
- Ciclophosphamid 500 mg
Adriamicin 50 mg
Platocin 50 mg
Metoclopramide 3 x 1
Viliron 2 x 1
Infus
Infus
Infus
Oral
Oral
2 oktober 2009
2 oktober 2009
2 oktober 2009
5 oktober 2009
5 oktober 2009
Normal
26 1224681 MA, 27
th, kelas I
18-19 agustus 2009 Ca ovarii IC
TD 110/70 mmHg
- Ciclophosphamid 500 mg
Adriamicin 50 mg
Platocin 50 mg
Bevisil 1 x 1
Prenamia 1 x 1
Metoclopramide 3 x 1
Infus
Infus
Infus
Oral
Oral
Oral
18 agustus 2009
18 agustus 2009
18 agustus 2009
19 agustus 2009
19 agustus 2009
19 agustus 2009
Normal
103
Lampiran 4. Lanjutan
27 1328621 EP,44th,
kelas II
19-21 november 2009 Ca Ovarii std IIIC
TD 110/70 mmHg
Mual Paxus 180 mg
Carboplastin 450 mg
Bevisil 1 x 1
Prenamia 1 x 1
Sotatik 3 x 1
Infus
Infus
Oral
Oral
Oral
20 november 2009
20 november 2009
21 november 2009
21 november 2009
21 november 2009
Hgb 10,4
28 1328621 EP,44th,
kelas II
21-24 agustus 2009 Ca Ovarii std IIIC
TD 120/80 mmHg
- Paxus 180 mg
Carboplastin 450 mg
Bevisil 1 x 1
Ferofort 1 x 1
Primperan 3 x 1
Infus
Infus
Oral
Oral
Oral
23 agustus 2009
23 agustus 2009
24 agustus 2009
24 agustus 2009
24 agustus 2009
Normal
29 1273637 SH,55 th,
kelas II
16-17 november 2009 Ca ovarii std IC
TD 110/70 mmHg
Mual Paxus 180 mg
Carboplatin 450 mg
SF/BC/vit C 3 x 1
Sotatik 3 x 1
Infus
infus
Oral
Oral
16 november 2009
16 november 2009
17 november 2009
17 november 2009
MCV 92,3
30 0389046 SL, 53 th,
kelas I
3-5 april 2009 Ca ovarii std IIIC
TD 100/70 mmHg
- Ciclophosphamid 500 mg
Adriamicin 50 mg
Platocin 50 mg
Bevisil 1 x 1
Ferofort 1 x 1
Primperan 3 x 1
Infus
Infus
Infus
Oral
Oral
Oral
4 april 2009
4 april 2009
4 april 2009
5 april 2009
5 april 2009
5 april 2009
Plt 470000
31 1411746 SD,47th,
kelas VIP
12-13 mei 2009 Ca ovarii IIC
Td 120/80 mmHg
- Paxus 180 mg
Carboplatin 450 mg
Invomit 8 mg 3 x1
Biobran 2 x 1
Sistenol K/P
Infus
Infus
Oral
Oral
Oral
12 mei 2009
12 mei 2009
13 mei 2009
13 mei 2009
13 mei 2009
Hgb 9,6
32 1412533 DH, 48 th 15-17 juni 2009 Ca Ovarii std
IIIC
TD 110/80 mmHg
Mual Ciclophosphamid 500 mg
Adriamicin 50 mg
Platocin 100 mg
Bevisil 1 x 1
Ferofort 1 x 1
Metoclopramide 3 x 1
Infus
Infus
Infus
Oral
Oral
Oral
16 juni 2009
16 juni 2009
16 juni 2009
17 juni 2009
17 juni 2009
17 juni 2009
Normal
104
Lampiran 4. Lanjutan
No
No.RM
Data diri
Tanggal perawatan
Diagnosis
Keluhan
Pascakemoterapi
Obat
Cara
pember
ian
Tanggal pemberian
Hasil Lab
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
33 1419583 MM,47 th,
kelas III
25-27 agustus 2009 Ca ovarii std IC
TD 150/100 mmHg
- Ciclophosphamid 500 mg
Adriamicin 50 mg
Platocin 50 mg
Bevisil 1 x 1
Prenamia 1 x 1
ferofort 1 x 1
Primperan 3 x 1
Infus
Infus
Infus
Oral
Oral
Oral
Oral
26 agustus 2009
26 agustus 2009
26 agustus 2009
27 agustus 2009
27 agustus 2009
27 agustus 2009
27 agustus 2009
Hgb 10
34 1417087 AD,61 th 26 oktober-11
november 2009
Ca ovarii std IV
TD 120/80 mmHg
- Paxus 180 mg
Carboplatin 450 mg
Bevisil tab 1 x 1
Prenamia tab 1 x 1
Primperan tab 2 x 1
Infus
Infus
Oral
Oral
Oral
10 november 2009
10 november 2009
11 november 2009
11 november 2009
11 november 2009
Hgb 8,3
MCV 93,3
35 1409423 SK,60 th,
kelas II
6-7 april 2009 Ca ovarii IV
TD 150/80 mmHg
Mual, muntah,
lemas, tidak bisa
makan
Paxus 180 mg
Carboplatin 450 mg
Pantozol 1 amp/24 j
Primperan 1amp/8 j
Ondansetron tab 8mg
2 x 1
Biobran 1 x 1
Pantozol tab 1 x 1
Primperan k/p 2 x 1 tab
Infus
Infus
Injeksi
Injeksi
Oral
Oral
Oral
Oral
6 april 2009
6 april 2009
6 april 2009
6 april 2009
6, 7 april 2009
7 april 2009
7 april 2009
7 april 2009
Normal
36 1422812 SS,47
th,kelas
VIP
10-12 november 2009 Ca ovarii
TD 120/80 mmHg
Mual Ciclophosphamid 500 mg
Adriamicin 50 mg
Platocin 50 mg
Narfos 8 mg 2 x 1
Biosanbe 1 x 1
Infus
Infus
Infus
Oral
Oral
11 november 2009
11 november 2009
11 november 2009
12 november 2009
12 november 2009
Hgb 10,3
37 1407755 SR,56 th,
kelas VIP
13-14 maret 2009 Ca ovarii
TD 130/70 mmHg
Mual, muntah Taxotere 100 mg
Carboplatin 450 mg
Invomit 3 x 1
Biobran 2 x 1
Infus
Infus
Oral
Oral
13 maret 2009
13 marret 2009
14 maret 2009
14 maret 2009
SGOT 62
105
Lampiran 4. Lanjutan
No
No.RM
Data diri
Tanggal perawatan
Diagnosis
Keluhan
Pascakemoterapi
Obat
Cara
pember
ian
Tanggal pemberian
Hasil Lab
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
38 1417318 SW,59 th,
kelas II
19-22 mei 2009 Ca ovarii
TD 120/80 mmHg
Cemas Paxus 210 mg
Carboplatin 450 mg
Bevisil tab 1 x 1
Prenamia tab 1 x 1
Primperan tab 3 x 1
Infus
infus
Oral
Oral
Oral
21 mei 2009
21 mei 2009
22 mei 2009
22 mei 2009
22 mei 2009
Plt 626000
39 1433916 DW, 49 th 17-18 september 2009 Ca ovarii std IV
TD 170/110 mmHg
Mual Paxus 180 mg
Carboplatin 450 mg
Bevisil 1 x 1
Ferofort 1 x 1
Primperan 3 x 1
Infus
infus
Oral
Oral
Oral
17 september 2009
17 september 2009
18 september 2009
18 september 2009
18 september 2009
MCV 92,2
Plt 579000
40 1273643 WL, 38
th, kela s
III
6-8 februari 2009 Ca ovarii std IIC
TD 110/70 mmHg
Mual, muntah Ciclophosphamid 500 mg
Adriamicin 50 mg
Platocin 50 mg
Viliron 1 x 1
Primperan 3 x 1
Asam mefenamat 3 x 1
Infus
Infus
Infus
Oral
Oral
Oral
7 februari 2009
7 februari 2009
7 februari 2009
8 Februari 2009
8 Februari 2009
8 februari 2009
Normal
41 1520325 SM, 49 th,
kelas I
27-30 agustus 2009 Ca ovarii std IIC
TD 110/70 mmHg
Cemas, mual Bleomicin 15 mg
Etoposid 100 mg
Platocin 50 mg
Bevisil 1 x 1
Ferofort 1 x 1
Primperan 3 x 1
Infus
Infus
Infus
Oral
Oral
Oral
29 agustus 2009
29 agustus 2009
29 agustus 2009
30 Agustus 2009
30 Agustus 2009
30 agustus 2009
Normal
42 1151736 SW, 57 th,
kelas III
26-27 oktober 2009 Ca ovarii IV
TD 150/100 mmHg
Cemas, mual Paxus 180 mg
Carboplastin 450 mg
Bevisil 1 x 1
Prenamia 1 x1
Infus
Infus
Oral
Oral
26 oktober 2009
26 oktober 2009
27 oktober 2009
27 oktober 2009
MCV 92,3
43 1376450 SM, 55 th,
kelas I
19-21 februari 2009 Ca ovarii IC
TD 100/70 mmHg
Cemas Ciclophosphamid 500 mg
Adriamicin 50 mg
Platocin 50 mg
Bevisil 1 x 1
Ferofort 1 x 1
Primperan 3 x 1
Infus
Infus
Infus
Oral
Oral
Oral
20 februari 2009
20 februari 2009
20 februari 2009
21 Februari 2009
21 Februari 2009
21 februari 2009
Normal
106
Lampiran 4. Lanjutan
No
No.RM
Data diri
Tanggal perawatan
Diagnosis
Keluhan
Pascakemoterapi
Obat
Cara
pember
ian
Tanggal pemberian
Hasil Lab
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
44 1385488 SK, 48th,
kelasIII
20 November 2009 Ca Ovarii IC
TD 130/80 mmHg
mual Ciclophosphamid 500mg
Adriamicin 50 mg
Platocin 100 mg
infus 20 november 2009 Hgb 10,8
MCV 96,7
107
Lampiran 5. Guideline penatalaksanaan mual muntah akibat kemoterapi
(Guidelines for the Management of Nausea and Vomiting in Cancer Patients dari
Cancer Care Nova Scotia)
108
Lampiran 6. Pembagian tipe mual muntah dan klasifikasi agen kemoterapi
berdasarkan potensi menyebabkan mual dan muntah
Definitions of nausea and vomiting
Definition Time of onset
Acute nausea and vomiting Initial 24 h after chemotherapy
Delayed nausea and vomiting Later than 24 h after chemotherapy
Anticipatory nausea and vomiting Days to hours before chemotherapy
Relative emetogenic potential of chemotherapy (if no antiemetic prophylaxis
is used)
High (emetic risk ≥90%) Intravenous agents
Cisplatin
Mechloretamine
Streptozotocin
Carmustine
Cyclophosphamide ≥1500 mg/m2
Dacarbazine
Oral agents
Hexamethylmelamine
Procarbazine
Moderate (emetic risk 30–90%) Intravenous agents
Oxaliplatin
Cytarabine >1 g/m2
Carboplatin
Ifosfamide
Cyclophosphamide <500 mg/m2
Doxorubicin
Epirubicin
Daunorubicin
Idarubicin
Irinotecan
Oral agents
Cyclophosphamide
Etoposide
Temozolomide
Vinorelbine
Imatinib
Low (emetic risk 10–30%) Intravenous agents
Topotecan
Gemcitabine
Liposomal doxorubicin
Mitoxantrone
109
Docetaxel
Paclitaxel
Etoposide
Teniposide
Pemetrexed
Methotrexate
Mitomycin
Fluorouracil
Cytarabine <100 mg/m2
Bortezomib
Cetuximab
Trastuzumab
Oral agents
Capecitabine
Fludarabine
Minimal (emetic risk <10%) Intravenous agents
Bleomycin
Busulfan (not for high-dose therapy)
2-Chlorodeoxyadenosine
Fludarabine
Vincristine
Vinblastine
Vinorelbine
Bevacizumab
Oral agents
Chlorambucil
Hydroxyurea
L-Phenylalanine mustard
6-Thioguanine
Methotrexate
Gefitinib
Erlotinib
Lampiran 7. Perhitungan interval data umur pasien
Penggolongan usia dilakukan dengan menggunakan rumus distribusi frekuensi
Sturges
Interval data yang digunakan:
I = (R/M)
Data min = 23 tahun
Data max = 62 tahun
N = 44
110
R = 62 – 23 = 39
M = 1 + 3,3 log N
M = 1 + 3,3 log 44
M = 1 + 5,423
M = 6,423
I = 39/6,423 = 6,072 ∞ 6
Interval yang digunakan = 6
Lampiran 8. Daftar obat Brand Name dan Generik (Zat aktif)
1. Actoplatin® : Carboplatin
2. Adriamisin® : Doksorubisin
3. Aspar-K® : KI- aspartate
4. Bevisil® : beta karoten, vit c, vit e, zn, selenium
5. Biosanbe®
: fe gluconate, manganese, sulfate, copper sulfate, vit c, asam
folat, cyanocobalamin, sorbitol
6. Dobuject® : dobutamin
7. Ferofort®: ferronyl, asam askorbat, asam folat, vit b1, vit b2, vit b6, vit
b12, niacinamide, ca pantotenat, lysine, zn
8. Fluimucil®
: asetil sistein
9. Invomit® : metoclopramid
10. Isoprinosin® : methisoprinol
11. Ketopain® : ketorolak tromethamine
12. Lasix® : furosemid
13. Laxadine®
: fenolftaleina
14. Maxipime®
: sefepime HCl
15. Narfoz® : ondansetron
16. Pantosol® : pantoprazol
17. Paxus® : paklitaksel
18. Platosin® : cisplatin
19. Prenamia®
: fero fumarat, asam folat, vit b12, vit c, ca karbonat, vit d
20. Primperan®
: metoclopramid
21. Sindaxel®: Paclitaksel
111
22. Sistenol® : parasetamol + asetil sitein
23. Sotatic® : metoclopramid
24. Taxotere® : dosetaksel
25. Tocef® : sefiksim
26. Ultracet® : tramadol hidrokrorid
27. Vascon® : norepinephrine bitartate
28. Viliron® : vit c, vit b1, vit b6, mononitrat, bit b12, asam folat, ca-pantoteat,
nikotinamid, serbuk ektrak hati, fe, tembaga, na-dioktilsulfosuksinat
29. Vometa® : domperidon
112
Lampiran 9. Penentuan Stadium pada Kanker Ovarium
Satdium Batasan
Stadium 1. Tumor terbatas pada ovarium
1a. Tumor terbatas pada satu ovarium, tak ada tumor dipermuakaan luar,
kapsul utuh.
1b. Tumor terdapat pada dua ovarium, dipermukaan luar licin, kapsul utuh.
1c. Tumor pada satu atau dua ovarium dengan tumor di permukaan pada
satu atau dua ovarium; atau kapsul ruptur, atau didapatkan sel ganas
dalam asites, atau sitologi bilasan peritoneum positif.
Stadium 2. Tumor tumbuh pada satu atau dua ovarium
2a. Penyebaran ke jaringan pelbis lain, termasuk ke peritoneum
2b. Sesuai dengan 2a dan 2b, dengan asites atau sitologi bilasan
peritoneum peritoneal positif.
Satdium 3. Tumor pada satu atau dua ovarium dengan implantasi anak sebar
diluar pelvis dan/atau KGB retroperitoneal atau inguinal positif.
Adanya metastasis hati superfisial dinilai sebagai stadium 2.
3a. Tumor terbatas pada pelvis minor, KGB negatif tetapi dengan
penyebaran mikroskopik pada permukaan peritoneal abdomen.
3b. Tumor pada satu atau dua ovarium dengan penyebaran pada
permukaan peritoneal abdomen dengan diameter tidak lebih dari 2
cm;KGB negatif.
3c. Terdapat implantasi tumor di abdomen dengan diameter lebih besar
dari 2 cm dan/atau KGB retroperitoneal atau inguinal positif.
113
Stadium 4. Pertumbuhan satau atau dua ovarium dengan metastasis jauh, bila ada,
pieural effusoin, sitologi harus positif, metastasis pada parenkim hati.
(Sudiharto, 1997)
114
BIOGRAFI PENULIS
Nama : Veronica Dewi Puspitasari
( NIM : 078114006)
Tempat/tanggal lahir : Salatiga / 14 September 1989
Orang tua :
Ayah : Alm.Oh Ie Fhay
Ibu : Tantie Prima Sari
Kedudukan dalam keluarga : Anak kedua dari tiga bersaudara
Pendidikan :
1. TK Fransiskus Xaverius Marsudirini 78 Salatiga pada tahun 1995
2. SD Marsudirini 78 Salatiga lulus tahun 2001
3. SLTP Kristen 2 Salatiga dan lulus tahun 2004
4. SMA Kristen 1 Salatiga lulus tahun 2007
5. Universitas Sanata Dharma, fakultas Farmasi angkatan tahun 2007
Prestasi : mengikuti ajang Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional ( PIMNAS)
tahun 2010 di Bali
Top Related