EFEK PELATIHAN TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN
DAN KETERAMPILAN DALAM KEGIATAN PENIMBANGAN BALITA
PADA KADER POSYANDU DI KELURAHAN RENGAS
KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2017
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Oleh :
HARUM AULIA RAHMAWATI
1111101000070
PEMINATAN GIZI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017/1438 H
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S1) di Fakultas
Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran
Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran Dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Juni 2017
Harum Aulia Rahmawati
iii
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN GIZI
Skripsi, Juni 2017
HARUM AULIA RAHMAWATI, NIM 1111101000070
EFEK PELATIHAN TERHADAP PENINGKATAN
PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN DALAM KEGIATAN
PENIMBANGAN BALITA PADA KADER POSYANDU DI
KELURAHAN RENGAS KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN
2017
xix + 119 Halaman, 10 Tabel, 3 Bagan, 1 Gambar, vii Lampiran
ABSTRAK
Kurang berfungsinya posyandu disebabkan karena kemampuan kader di
posyandu yang masih rendah. Maka dari itu, sering ditemukannya penurunan
kinerja posyandu, keterhambatan dalam proses penyampaian informasi dan pesan-
pesan gizi, penurunan jumlah balita yang datang serta ketidak akuratan data pada
proses pelaksanaan kegiatan. Di Puskesmas Rengas sendiri, sebanyak 46,7%
kader berpengetahuan rendah dan sebanyak 53,3% kader kurang terampil.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain penelitian
Eksperimental Sungguhan (True Experimental) yakni penelitian dengan
melakukan intervensi kepada kader posyandu (sampel) dengan kelompok
pembanding (kontrol). Jumlah sample pada penelitian ini sebanyak 44 orang yang
dibagi menjadi 2 kelompok masing-masing berisi 22 orang. Adapun perlakuan
yang diberikan pada kelompok sampel yakni pemberian pelatihan dengan media
berupa audiovisual, sedangkan pada kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan
apapun.
Dari hasil analisis yang dilakukan diketahui bahwa terdapat perbedaan
yang signifikan antara sebelum dan sesudah dilakukan pelatihan pada kelompok
perlakuan. Hal ini dapat membuktikan bahwa pelatihan mampu memberikan efek
terhadap peningkatan pengetahuan dan keterampilan kader posyandu. Setelah
diberikan intervensi, peneliti berharap pihak puskesmas bisa melakukan refresh
dan mengaplikasikan media audiovisual pada proses pelatihan selanjutnya.
Kata Kunci: Pelatihan, Kader Posyandu, Audio-visual, Pengetahuan,
Keterampilan
Daftar Bacaan: 78 (1956-2014)
iv
STATE ISLAMIC UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH
SPECIALISATION NUTRITION
Undergraduated, Juni 2017
HARUM AULIA RAHMAWATI, NIM 1111101000070
THE EFFECT OF TRAINING TO IMPROVE KNOWLEDGE AND
SKILL IN THE ACTIVITIES OF CHILDREN WEIGHING FOR
POSYANDU CADRES AT RENGAS SOUTH OF TANGERANG IN
2017
xix + 119 Pages, 10 Tables, 3 Charts, 1 Image, vii Attachments
ABSTRACT
Lack of a functioning Posyandu is because the ability of cadres in
Posyandu are still low. Therefore, often finding of decreased performance
posyandu, delays in the delivery of information and messages of nutrition,
decreased the number of children who come and inaccurate data in the process of
implementation. In Rengas Health Center's, as much as 46.7% lower cadre of
knowledgeable and 53.3% less skilled cadres.
This study is a quantitative research with pre-experimental research
designs True Experimental that studies by intervening to cadres Posyandu
(sample) with control group. The sample in this study as many as 44 people were
divided into two groups each containing 22 people. The treatment given to a
sample group that is providing training with media audiovisual, while the control
group was not given any treatment.
The results of the analysis conducted it is known that there are significant
differences between before and after training in the treatment group. It is can
proved that the training can have an effect on increasing the knowledge and skills
of posyandu cadres. After the intervention, the researcher hopes that the public
health center can refresh and apply audiovisual media in the next training process.
Keywords: Training, Posyandu Cadres, Audio-visual, Knowledge, Skills
Reading List: 78 (1956-2014)
v
PERNYATAAN PERSETUJUAN
vi
vii
Skripsi ini saya persembahkan untuk kedua
Orang Tua saya Tercinta. Terimakasih untuk
seluruh perjuangan Bapak dan Ibu dalam
mendidik kami selaku anak kalian selama ini.
Dan untuk para sahabat saya, terimakasih
untuk tidak pernah membiarkan saya berjuang
sendirian.
viii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI :
Nama : HARUM AULIA RAHMAWATI
Tempat, tgl lahir : Tangerang, 02 Februari 1994
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Berat Badan : 52 Kg
Tinggi Badan : 157 Cm
Status : Belum Menikah
Alamat : Jl. Pendidikan No. 20 Rt. 001/006 Ciputat
Kota Tangerang Selatan 15411
No. Telp/ Hp : 0856-9533-6142 / 0822-9840-5494
E-mail : [email protected]
LATAR BELAKANG PENDIDIKAN :
2000 – 2006 : Sekolah Dasar Negeri Lumpang 1 Parungpanjang
2006 – 2009 : Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Parungpanjang
2009 – 2011 : Sekolah Menengah Atas PGRI 56 Tangerang Selatan
2011 – 2017 : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Jurusan Gizi Kesehatan Masyarakat
PENGALAMAN BEKERJA
2011
2013
2014
:
:
:
Karyawati di Warnet ARYA COMPUTER Ciputat
Internship di Klinik Pelayanan Kesehatan Masyarakat
(KPKM) Kota Tangerang Selatan Tahun 2013
- Internship di UPT Puskesmas Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan membahas tentang Penyakit
Demam Berdarah Dengue di Pamulang Barat Tahun
2014
- Tim Peneliti Gambaran Perilaku Diet dan Faktornya pada Siswa/i SMAN 34 Jakarta Tahun 2014
- Volunteer Kegiatan Donor Darah bersama PMI Pusat dan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2014.
- Volunteer Kegiatan Pelatihan Tanggap Darurat
mailto:[email protected]
ix
2015
2016
:
:
Bencana bersama ACT dan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Tahun 2014.
- Volunteer Kegiatan Pelatihan Tanggap Darurat Bencana bersama ACT dan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Tahun 2014.
- Internship di bagian Perbaikan Gizi bagi pasien Klinik Terpadu Poli Paru dan Nutritionist di Klinik Gizi di
UPT Puskesmas Rengas Kecamatan Ciputat Timur
Kota Tangerang Selatan Tahun 2015
- Enumerator penelitian “Hubungan antara jenis kelamin, genetik, durasi tidur, frekuensi sarapan pagi,
asupan energi, asupan karbohidrat, asupan protein,
asupan lemak, asupan serat, aktivitas fisik, sedentary
behaviour dan tingkat stress dengan kejadian obesitas
siswa SLTA di Kecamatan Tanah Abang Jakarta Pusat
Tahun 2015.”
- Enumerator penelitian Program Magister Gizi Kesmas Universitas Indonesia di Jakarta Utara Tahun 2015
- Enumerator penelitian Program Magister Gizi Kesmas Universitas Indonesia di Depok Tahun 2015
- Enumerator penelitian Program Magister Gizi Kesmas Universitas Indonesia di Bogor Tahun 2015
- Enumerator Project SEAMEO RECFON (Southeast Asian Ministers of Education Organization Regional
Center of Food and Nutrition) yang berjudul
“Nutrition in Adolescence Issues in 2015”
- Koordinator Lapangan Penelitian Doktoral yang berjudul “Intervensi Edukasi Gizi Berbasis Android
Untuk Meningkatkan Konsumsi Zat Gizi Cegah
Anemia Pada Remaja Puteri di SMP Muhammadiyah
se-Depok Tahun 2016”
- Volunteer Kegiatan Digital Qurban bersama BAZNAS di Wilayah Jakarta Selatan tahun 2016
- Enumerator penelitian Pengabdian Dosen Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul “ISO
9001 in Public Health Center (Puskesmas) Design,
Control and Quality Improvement in Order to Increase
Community Health in South of Tangerang”
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih dan Penyayang
atas limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Skripsi ini. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Rasul tercinta yang
telah membawa kebenaran yaitu Islam dan telah menjadi suri tauladan bagi umat-
Nya.
Skripsi ini disusun dengan berbekal pengetahuan, pengarahan serta
bimbingan yang diperoleh selama proses perkuliahan serta sebagai salah satu
syarat guna menggapai gelar Sarjana. Pada kesempatan ini penulis mencoba
menyusun Skripsi yang berjudul “Efek Pelatihan Terhadap Peningkatan
Pengetahuan dan Keterampilan Dalam Kegiatan Penimbangan Balita Pada
Kader Posyandu Di Kelurahan Rengas Kota Tangerang Selatan Tahun
2017”.
Dalam penulisan Skripsi ini, penulis menyadari dengan sepenuh hati
bahwa Skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Allah SWT dan Bapak, Ibu tercinta beserta Adik tersayang (Andini
Fadhilatunnisa) yang selalu memberikan kasih sayang beserta
dorongan dan semangat yang tak henti-hentinya kepada penulis untuk
menyelesaikan Skripsi ini.
xi
2. Ibu Fajar Ariyanti, SKM., MKM., Ph.D selaku ketua Program Studi
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Ibu Yuli Amran, SKM., MKM selaku dosen pembimbing I yang telah
banyak membantu penulis dari mulai awal pembinaan sampai akhir
penulisan Skripsi ini.
4. Ibu Ratri Ciptaningtyas, SKM., MHS selaku dosen pembimbing II
yang telah banyak membantu penulis dari mulai awal pembinaan
sampai akhir penulisan Skripsi ini.
5. Ibu Raihana Nadra, MKM selaku dosen penguji pada saat seminar
proposal yang telah banyak memberikan masukan pada saat penulisan
Skripsi ini.
6. Ibu Narila Mutia Nasir, MKM, Ph.D selaku dosen Penguji I yang telah
banyak meluangkan waktu dan memberikan masukan kepada penulis.
7. Ibu Dela Aristi, MKM selaku dosen Penguji II yang telah banyak
meluangkan waktu dan memberikan masukan kepada penulis.
8. Ibu DR. Hera Nurlita, M.Kes selaku dosen Penguji III yang telah
banyak meluangkan waktu dan memberikan masukan kepada penulis.
9. Ibu Dra. Hj. Neneng Komariah selaku orang tua yang telah banyak
membantu penulis dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini.
10. Bapak Drs. Herry Sumardih, M.Si, DR.H. Ma’rifat, MA, dan DR. Dien
Samsudin, MA yang telah banyak membantu penulis.
xii
11. Bapak Drs. H. Amas Rachmadi (Om H. Gatot) dan Drs. H. Suhardy
(Papah Andien) yang telah banyak memberikan dorongan dan
membantu penulis.
12. Bapak KH. Djamhari Abduljalal, LC selaku pimpinan Ponpes
Darunnajah II Cipining – Bogor dan Bapak H. Trimo, S.Ag selaku
Staff Pendidik di Ponpes Darunnajah II Cipining – Bogor yang telah
banyak memberikan dorongan dan membantu penulis.
13. Seluruh Staff UPT. Puskesmas Rengas Kota Tangerang Selatan yang
telah banyak membantu penulis dalam penyediaan data dan fasilitas.
14. Saudari Dwi Rahmawati, Renita Pertiwi, Alvina Yarra Putri dan
Latanza Shima Dayyana yang selalu sabar dan memberikan semangat
kepada penulis.
15. Teman – teman seperjuangan Gizi UIN 2011 (PANCI) yang senantiasa
memberikan semangat yang berapi-api dan juga informasi kepada
penulis dalam proses penulisan Skripsi ini.
16. Saudara Yusuf Ronny Silalahi, Jodi Prasetyo, Novi Lestari dan Ahmad
Nur Huda yang telah banyak membatu dan senantiasa menyemangati
penulis dengan setulus hati.
17. Saudari Ratu Aryumi Chaerunnisa dan Sutinah yang selalu sabar
mendengarkan keluh kesah penulis serta selalu menyemangati dengan
penuh kasih sayang.
18. Kakak Yunita Kurniawati, S.Pd, Abang Abdul Haris, Abang
Hariyansyah, Abang Novi Hamdani, Amd dan Abang Rivqi yang
xiii
senantiasa membantu penulis dalam penyediaan fasilitas pada proses
penulisan Skripsi ini.
19. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
banyak membantu selama proses penulisan Skripsi ini.
Terimakasih atas segala semangat serta bantuan baik yang tersirat maupun
tersurat. Semoga Allah membalas segala kebaikan yang telah diberikan. Penulis
menyadari bahwa Skripsi ini masih sangat jauh dari kata sempurna. Oleh karena
ini, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dimasa
mendatang penulis dapat menyempurnakan dan menyusun Skripsi yang lebih baik
lagi.
Tangerang Selatan, Juni 2017
Penulis
xiv
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................................ ii
ABSTRAK ......................................................................................................................... iii
ABSTRACT ....................................................................................................................... iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN ..................................................................................... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP......................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ x
DAFTAR ISI .................................................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL ........................................................................................................... xvii
DAFTAR BAGAN ........................................................................................................ xviii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... xix
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang Penelitian ................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................. 7
1.3. Pertanyaan Penelitian ........................................................................................ 7
1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................................ 7
1.5. Tujuan Penelitian .............................................................................................. 9
1.6. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................. 9
xv
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 11
2.1. Pengetahuan .................................................................................................... 11
2.2. Keterampilan ................................................................................................... 20
2.3. Pelatihan .......................................................................................................... 21
2.4. Faktor-Faktor Yang Dapat Mempengaruhi Pelatihan ..................................... 30
2.5. Narasumber/Trainee ....................................................................................... 33
2.6. Kader ............................................................................................................... 35
2.10. Kerangka Teori ............................................................................................... 41
BAB III KERANGKA KONSEP .................................................................................... 42
3.1. Kerangka Konsep ............................................................................................ 42
3.2. Definisi Operasional ....................................................................................... 44
3.3. Hipotesis ......................................................................................................... 45
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ........................................................................ 46
4.1. Desain Penelitian ............................................................................................ 46
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................................... 47
4.3. Populasi dan Sample Penelitian ...................................................................... 48
4.4. Intervensi/Perlakuan ....................................................................................... 51
4.5. Jenis Data ........................................................................................................ 61
4.6. Instrumen Penelitian ....................................................................................... 61
4.7. Cara Pengukuran Variabel .............................................................................. 67
xvi
4.8. Pengolahan Data ............................................................................................. 68
BAB V HASIL PENELITIAN ........................................................................................ 73
5.1. Gambaran Lokasi Penelitian .............................................................................. 73
5.2. Gambaran Pengetahuan Dan Keterampilan Kader Sebelum Dan Sesudah
Diberikan Intervensi .......................................................................................... 75
5.3. Karakteristik Individu Kader Posyandu ............................................................ 77
5.4. Efek Pelatihan Kader Posyandu Terhadap Peningkatan Pengetahuan Dan
Keterampilan Kader ........................................................................................... 78
5.5. Pengaruh Variabel Perancu Terhadap Tingkat Pengetahuan Dan Keterampilan
Kader Setelah Diberikan Pelatihan .................................................................... 81
BAB VI PEMBAHASAN ................................................................................................ 83
6.1. Keterbatasan Penelitian ..................................................................................... 83
6.2. Efek Pelatihan Terhadap Peningkatan Pengetahuan Kader ............................... 84
6.3. Efek Pelatihan Terhadap Peningkatan Keterampilan Kader ............................. 94
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 105
7.1. Kesimpulan ................................................................................................... 105
7.2. Saran ............................................................................................................. 107
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 109
LAMPIRAN .................................................................................................................... 119
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Kelompok Media Intruksional ................................................................. 29
Tabel 3.1. Definisi Operasional Penelitian ............................................................... 44
Tabel 4.1. Matriks Proses Pelatihan .......................................................................... 56
Tabel 4.2. Pembagian Jumlah Sampel ...................................................................... 60
Tabel 4.3. Materi Pada Media Modul ........................................................................ 63
Tabel 5.1. Jumlah Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Rengas .......................... 73
Tabel 5.2. Gambaran Pengetahuan dan Keterampilan Kader Sebelum dan Sesudah
Pelatihan ................................................................................................... 75
Tabel 5.3. Karakteristik Individu .............................................................................. 77
Tabel 5.4. Perubahan Pengetahuan dan Keterampilan Kader Sebelum dan Sesudah
dilakukan Intervensi pada Kelompok Perlakuan dan Kontrol .................. 79
Tabel 5.5. Pemodelan Multivariat Variabel Perancu Terhadap Pengetahuan dan
Keterampilan ............................................................................................ 82
xviii
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1. Kerangka Teori ....................................................................................... 41
Bagan 3.1. Kerangka Konsep .................................................................................... 43
Bagan 4.1. Proses Pelatihan ...................................................................................... 58
xix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1. Denah Proses Pelatihan ........................................................................ 59
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Pembangunan sektor kesehatan di Indonesia diarahkan untuk
memperluas jangkauan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
dasar terutama bagi ibu dan anak. Salah satu bentuk kegiatan untuk
memperluas jangkauan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
adalah posyandu (Rust, dkk 2009 dalam Hida 2011). Posyandu
merupakan ujung tombak dan salah satu upaya kesehatan yang berbasis
masyarakat yang memiliki peran amat penting dalam mendekatkan upaya
promotif dan preventif kepada masyarakat, terutama terkait dengan upaya
peningkatan status gizi masyarakat serta kesehatan ibu dan anak. Salah
satu penyebab terjadinya gizi buruk pada masyarakat adalah kurang
berfungsinya posyandu sehingga berakibat pada pemantauan gizi pada
anak dan ibu hamil tidak berjalan sebagaimana mestinya (Sukiarko,
2007).
Masalah kurang gizi ini menjadi tantangan bagi semua pihak
khususnya petugas pelayanan kesehatan. Menurut data Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) yang dilaksanakan oleh Kementrian Kesehatan pada
tahun 2013, prevalensi balita yang mengalami masalah gizi di Indonesia
secara garis besar adalah sebesar 19,6 % (Kemenkes, 2013). Provinsi
Banten sendiri memiliki prevalensi masalah gizi sebanyak 12,9 %.
2
Kemudian mengerucut kembali pada daerah Tangerang Selatan pada
tahun 2012 tercatat sebanyak 3,1 % dari jumlah balita yang mengalami
masalah gizi. Masalah gizi pada anak balita dijadikan sebagai indikator
adanya masalah gizi di masyarakat setempat. Oleh sebab itu, data status
gizi anak balita amat diperlukan untuk melihat gambaran masalah di
tingkat masyarakat. (Kemenkes, 2013).
Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, masih
ditemukan banyaknya masalah antara lain kelengkapan sarana,
keterampilan kader yang belum memadai, data kader dan strata posyandu
(Kemenkes RI, 2013). Kinerja pelayanan kesehatan merupakan salah satu
faktor penting dalam upaya peningkatkan kualitas kesehatan penduduk.
Menurut Sukiarko (2007), kurang berfungsinya posyandu disebabkan
karena kemampuan kader di posyandu yang masih rendah. Maka dari itu,
sering ditemukannya penurunan kinerja posyandu, keterhambatan dalam
proses penyampaian informasi dan pesan-pesan gizi, penurunan jumlah
balita yang datang serta ketidak akuratan data pada proses pelaksanaan
kegiatan.
Pemantauan pertumbuhan merupakan salah satu kegiatan utama
program perbaikan gizi yang menitikberatkan pada upaya pencegahan
dan peningkatan keadaan gizi balita. Secara teknis, sering ditemui
kesalahan menggunakan timbangan yang tidak layak dan tidak
dikalibrasi serta kesalahan dalam pemasangan timbangan dan pembacaan
hasil. (Kemenkes RI, 2000)
3
Tingkat kemampuan, ketelitian dan akurasi data yang dikumpulkan
kader masih rendah, pada penelitian yang dilakukan oleh Sukiarko pada
tahun 2007 menggambarkan bahwa sebanyak 90% (31 Orang) kader
membuat kesalahan. Salah satu kesalahan kader yang paling sering
dijumpai adalah teknik penimbangan yang kurang tepat. Lebih jauh lagi,
hanya 40,7% kader yang tahu manfaat Kartu Menuju Sehat (KMS) yang
sekarang berubah menjadi buku KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) untuk
konseling gizi. Serupa dengan hasil studi yang dilaksanakan Bidan desa
Brekat pada tahun 2008, dari 25 kader yang menimbang bayi dan balita
dapat dikatakan bahwa sebagian besar (60%) kader tidak melakukan
penimbangan sesuai dengan prosedur pengukuran antropometri
(Sukiarko, 2007).
Kemudian pada tahun 2009 diperoleh data 68% kader tidak
melakukan penimbangan sesuai dengan prosedur pengukuran
antopometri pada bayi dan balita, sehingga hasil pengukuran
antropometri yang diperoleh kurang akurat. Hal ini dapat
menggambarkan keterampilan kader posyandu di daerah tersebut dalam
pengukuran antropometri masih rendah karena standar pengukuran
antropometri yang seharusnya dilakukan kader yakni mencapai 80%.
Peningkatan jumlah kader yang melakukan kesalahan dari tahun 2008
sampai tahun 2009 juga menjadi salah satu keadaan yang harus di
perhatikan (Hida, 2011).
4
Penelitian yang dilakukan oleh Hida pada tahun 2011 menyatakan
bahwa sebanyak 25 kader posyandu dinilai keterampilannya, yang
meliputi 38 langkah-langkah pengukuran antropometri (berat badan dan
tinggi badan). Hasil penilaian pre-test untuk keterampilan kader sebelum
diberi perlakuan (intervensi), menunjukkan sebesar 20% kader memiliki
keterampilan pengukuran antropometri dalam kategori tinggi, sebesar
12% kader memiliki keterampilan pengukuran antropometri dalam
kategori sedang, dan sebesar 68% kader memiliki keterampilan
pengukuran antropometri dalam kategori rendah. Hal ini menunjukan
tidak adanya perubahan dari tahun 2009 hingga tahun 2011 (Hida, 2011).
Sementara itu, di wilayah kerja Puskesmas Rengas Kota Tangerang
Selatan menunjukan bahwa sebanyak 41 orang (45,1%) kader yang
memiliki pengetahuan tentang kegiatan gizi di posyandu yang kurang dan
sebanyak 56% dari total keseluruhan kader di Wilayah Kerja Puskesmas
Rengas sebanyak 91 orang hanya mengikuti pelatihan < 3 kali dalam
setahun (Syafei, 2011).
Keterampilan kader kesehatan salah satu diantaranya meliputi
kemampuan melakukan tahapan-tahapan penimbangan, kader kesehatan
biasanya melakukan kegiatan penimbangan di posyandu belum sesuai
dengan prosedur-prosedur pengukuran antropometri, sehingga hasil yang
diperoleh dari penimbangan kurang tepat. (Rufiat, 2011).
5
Berdasarkan hasil uji t tidak berpasangan yang dilakukan oleh
Rufiat, dkk (2011) diperoleh hasil bahwa nilai p (0,0001), hal ini berarti
bahwa terdapat pengaruh pelatihan dengan metode permainan Find your
mate terhadap peningkatan pengetahuan kader posyandu tentang
posyandu lansia di posyandu Kelurahan Panggung Kota Tegal. Untuk
dapat meningkatkan mutu pendidikan maka seorang pendidik harus dapat
mengelola pembelajaran dengan baik dalam berbagai aspeknya, antara
lain dari segi pemilihan metode, media, pendekatan dan teknik mengajar.
Seiring dengan berkembangnya arus teknologi dan komunikasi, maka
perlu dilakukan inovasi pendidikan agar teknologi dapat dimanfaatkan
dalam proses mencetak sumber daya manusia dengan memperhatikan
penggunaan media pembelajaran yang relevan (Aliya, 2008).
Seperti yang kita ketahui, dari hasil penelitian yang dilakukan oleh
Syafei (2011) yang mengatakan bahwa sebanyak 56% kader hanya
mengikuti pelatihan < 3 kali dalam setahun dan sebanyak 41 orang
(45,1%) kader yang memiliki pengetahuan yang kurang. Hal ini selaras
dengan hasil wawancara yang dilakukan dengan petugas pelaksana gizi
di Puskesmas Rengas yang mengatakan bahwa kader masih sangat butuh
pelatihan yang rutin agar tetap atau bahkan lebih terampil. Dalam proses
wawancara yang dilakukan kepada kader dapat dikatakan bahwa kader
memang masih butuh pelatihan sebagai bentuk penyegaran terkait
pengetahuan yang selama ini di dapat. Dari hasil wawancara tersebut,
peneliti merasa penting untuk membahas tentang efek pelatihan kader
6
guna meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dilihat dari
peningkatan pengetahuan dan keterampilan khususnya pada posyandu
dalam kegiatan penimbangan pada balita di wilayah kerja Puskesmas
Rengas tahun 2017.
Susanto (2010) mengatakan bahwa kegiatan belajar mengajar akan
lebih efektif dan mudah apabila dibantu dengan sarana visual, dimana
11% dari yang dipelajari terjadi lewat indera pendengaran, sedangkan
83% lewat indera penglihatan. Disamping itu dikemukakan juga bahwa
kita hanya dapat mengingat sekitar 20% dari apa yang kita dengar,
namun dapat mengingat sebanyak 50% dari apa yang kita lihat dan
dengar. Penggunaan media audio visual merupakan salah satu usaha
untuk mengajak peserta belajar kreatif sehingga pemenuhan kebutuhan
psikologis mereka tercapai (Susanto, 2010).
Selama ini telah dilakukan berbagai pelatihan kader tetapi hasilnya
tidak begitu memuaskan. Alternatif lain dari metode serta media yang
rutin sekarang ini perlu dicari. Pelatihan kader dengan menggunakan
media audio visual ini dikembangkan sebagai inovasi serta jawaban
terhadap kebutuhan untuk memberikan pelatihan secara sistematis
kepada para kader posyandu dengan berfokus pada peningkatan
pengetahuan dan keterampilan.
7
1.2. Rumusan Masalah
Sebanyak 46,7% memiliki tingkat pengetahuan yang rendah dan
sebanyak 53,3% memiiki keterampilan yang rendah dan tidak melakukan
penimbangan dengan baik sesuai dengan prosedur. Oleh sebab itu,
peneliti menganggap penting untuk meneliti efek pelatihan terhadap
peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam kegiatan penimbangan
balita pada kader posyandu di Kelurahan Rengas Kota Tangerang Selatan
pada tahun 2017.
1.3. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran pengetahuan dan keterampilan kader terhadap
kegiatan pemantauan status gizi balita di Posyandu Wilayah Kerja
Puskesmas Rengas pada tahun 2017 sebelum dan sesudah diberikan
pelatihan?
2. Bagaimana efek pelatihan terhadap peningkatan pengetahuan dan
keterampilan kader dalam kegiatan penimbangan balita di Kelurahan
Rengas Kota Tangernag Selatan Pada Tahun 2017?
3. Bagaimana pengaruh variabel perancu terhadap pengetahuan dan
keterampilan kader setelah diberikan pelatihan?
1.4. Manfaat Penelitian
1.5.1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya dan memberikan
sumbangan atau referensi ilmiah bagi Program Studi Kesehatan
Masyarakat, khususnya di bidang Gizi Kesehatan Masyarakat
8
mengenai efek pelatihan kader guna meminimalisir terjadinya
ketidak akuratan data serta kesalahan pada proses penimbangan
balita.
1.5.2. Manfaat Praktis
- Secara praktis, pelatihan yang dilakukan pada kader diharapkan
mampu meningkatkan pengetahuan serta keterampilan khususnya
pada pemantauan status gizi. Penelitian ini diharapkan pula dapat
menjadi masukan dan memberi gambaran terhadap metode –
metode promosi kesehatan yang bisa diterapkan di posyandu
untuk mengatasi keterhambatan pada proses berjalannya program
gizi.
- Memberikan masukan bagi Pemerintah Daerah dan Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam hal metode untuk
kegiatan pelatihan kader posyandu dalam pengelolaan pelayanan
Posyandu.
- Sebagai bagian dari tugas peneliti dalam kegiatan di bidang
pendidikan serta pengabdian kepada masyarakat dan dapat
menjadi informasi dan masukan bagi penelitian lain yang ingin
melakukan penelitian tentang efek pelatihan kader posyandu
terhadap peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam
kegiatan pemantauan status gizi di Posyandu.
9
1.5. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Mengetahui efek pelatihan terhadap peningkatan pengetahuan dan
keterampilan kader dalam kegiatan penimbangan balita di
Kelurahan Rengas Kota Tangernag Selatan Pada Tahun 2017.
1.4.2. Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran pengetahuan dan keterampilan kader
terhadap kegiatan pemantauan status gizi balita di Posyandu
Wilayah Kerja Puskesmas Rengas pada tahun 2017 sebelum dan
sesudah diberikan pelatihan?
2. Diketahuinya efek pelatihan terhadap peningkatan pengetahuan
dan keterampilan kader dalam kegiatan penimbangan balita di
Kelurahan Rengas Kota Tangernag Selatan Pada Tahun 2017?
3. Diketahuinya pengaruh variabel perancu terhadap pengetahuan
dan keterampilan kader setelah diberikan pelatihan.
1.6. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini membahas tentang efek pelatihan terhadap
peningkatan pengetahuan dan keterampilan kader dalam kegiatan
penimbangan balita yang dilakukan oleh Mahasiswa semester Genap
Program Studi Kesehatan Masyarakat Peminatan Gizi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Adapun desain penelitian yang digunakan yaitu Eksperimental
10
Sungguhan (True Eksperimental), yakni dengan memberikan perlakuan
atau intervensi kepada responden (kader posyandu) dengan kelompok
pembanding dan menggunakan analisis data berupa Uji t dependen, yang
hasilnya akan diukur melalui hasil pre-test dan post-test. Perlakuan yang
diterapkan kepada responden yakni berupa penyuluhan serta penggunaan
media audio-visual berupa video tentang tata cara menimbang dan
mengukur tinggi/panjang badan balita, sedangkan pada kelompok
pembanding diberikan perlakuan berupa pelatihan dengan media visual
saja. Penelitian ini dimulai sejak Februari sampai selesai di Wilayah
Kerja Puskesmas Rengas Kota Tangerang Selatan pada tahun 2017.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengetahuan
Krathwohl (2002) mengatakan bahwa, ada empat macam
pengetahuan, yaitu: pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual,
pengetahuan prosedural dan pengetahuan metakognitif. Jenis-jenis
pengetahuan ini sesungguhnya menunjukkan penjenjangan dari yang
sifatnya konkret (faktual) hingga yang abstrak (metakognitif). Dalam
taksonomi yang dipaparkan beberapa tahun silam, pengetahuan
metakognitif belum dicantumkan sebagai jenis pengetahuan yang juga
harus dipelajari siswa.
A. Pengetahuan Faktual (Factual knowledge): pengetahuan yang
berupa potongan-potongan informasi yang terpisah-pisah atau unsur
dasar yang ada dalam suatu disiplin ilmu tertentu. Pengetahuan
faktual pada umumnya merupakan abstraksi tingkat rendah. Ada dua
macam pengetahaun faktual, yaitu pengetahuan tentang terminologi
(knowledge of terminology) dan pengetahuan tentang bagian detail
dan unsur-unsur (knowledge of specific details and element).
1. Pengetahuan tentang terminologi (knowledge of terminology):
mencakup pengetahuan tentang label atau simbol tertentu baik
yang bersifat verbal maupun non verbal. Setiap disiplin ilmu
biasanya mempunyai banyak sekali terminologi yang khas untuk
disiplin ilmu tersebut. Beberapa contoh pengetahuan tentang
12
terminologi: pengetahuan tentang alfabet, pengetahuan tentang
istilah ilmiah dan pengetahuan tentang simbol dalam peta.
2. Pengetahuan tentang bagian detail dan unsur-unsur
(knowledge of specific details and element): mencakup
pengetahuan tentang kejadian, orang, waktu dan informasi lain
yang sifatnya sangat spesifik. Beberapa contoh pengetahuan
tentang bagian detail dan unsur-unsur, misalnya pengetahuan
tentang nama tempat dan waktu kejadian, pengetahuan tentang
produk suatu negara dan pengetahuan tentang sumber informasi.
Oleh karena fakta sangat banyak jumlahnya, pendidik perlu
memilih dan memilah fakta mana yang sangat penting dan fakta
mana yang kurang penting.
B. Pengetahuan konseptual: pengetahuan yang menunjukkan saling
keterkaitan antara unsur-unsur dasar dalam struktur yang lebih besar
dan semuanya berfungsi bersama-sama. Pengetahuan konseptual
mencakup skema, model pemikiran dan teori baik yang implisit
maupun eksplisit. Ada tiga macam pengetahuan konseptual, yaitu
pengetahaun tentang klasifikasi dan kategori, pengetahuan tentang
prinsip dan generalisasi dan pengetahuan tentang teori, model dan
sruktur.
1. Pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori: mencakup
pengetahuan tentang kategori, kelas, bagian atau susunan yang
13
berlaku dalam suatu bidang ilmu tertentu. Pengetahuan tentang
klasifikasi dan kategori merupakan pengetahuan yang sangat
penting sebab pengetahaun ini juga menjadi dasar bagi siswa
dalam mengklasifikasikan informasi dan pengetahuan. Tanpa
kemampuan melakukan klasifikasi dan katagorisasi yang baik
siswa akan kesulitan dalam belajar. Beberapa contoh
pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori: pengetahuan
tentang bagian-bagian kalimat, pengetahuan tentang masa
geologi dan pengetahuan tentang pengelompokan tumbuhan.
2. Pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi: mencakup
abstraksi hasil observasi ke level yang lebih tinggi, yaitu prinsip
atau generalisasi. Prinsip dan generalisasi merupakan abstraksi
dari sejumlah fakta, kejadian dan saling keterkaitan antara
sejumlah fakta. Prinsip dan generalisasi biasanya cenderung
sulit untuk dipahami siswa apabila siswa belum sepenuhnya
menguasai fenomena-fenomena yang merupakan bentuk yang
“teramati” dari suatu prinsip atau generalisasi. Beberapa contoh
pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi: pengetahuan
tentang hukum Mendel, pengetahuan tentang seleksi alamiah
dan pengetahuan tentang prinsip-prinsip belajar.
3. Pengetahuan tentang teori, model dan struktur: mencakup
pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi dan saling
keterkaitan antara keduanya yang menghasilkan kejelasan
14
terhadap suatu fenomena yang kompleks. Pengetahuan tentang
teori, model dan struktur merupakan jenis pengetahuan yang
sangat abstrak dan rumit. Beberapa contoh pengetahuan tentang
teori, model dan struktur: pengetahuan tentang teori evolusi,
pengetahuan tentang model DNA dan pengetahuan tentang
model atom.
C. Pengetahuan prosedural: pengetahuan tentang bagaimana
mengerjakan sesuatu, baik yang bersifat rutin maupun yang baru.
Seringkali pengetahuan prosedural berisi langkah-langkah atau
tahapan yang harus diikuti dalam mengerjakan suatu hal tertentu.
1. Pengetahuan tentang keterampilan khusus yang berhubungan
dengan suatu bidang tertentu dan pengetahuan tentang
algoritme: mencakup pengetahuan tentang keterampilan khusus
yang diperlukan untuk bekerja dalam suatu bidang ilmu atau
tentang algoritme yang harus ditempuh untuk menyelesaikan
suatu permasalahan. Beberapa contoh pengetahuan yang
termasuk hal ini, misalnya: pengetahuan tentang keterampilan
menimbang, pengetahuan mengukur suhu air yang dididihkan
dalam beker gelas dan pengetahuan tentang memipet.
2. Pengetahuan tentang teknik dan metode yang berhubungan
dengan suatu bidang tertentu: mencakup pengetahuan yang
pada umumnya merupakan hasil konsensus, perjanjian atau
15
aturan yang berlaku dalam disiplin ilmu tertentu. Pengetahuan
tentang teknik dan metode lebih mencerminkan bagaimana
ilmuwan dalam bidang tersebut berpikir dan memecahkan
masalah yang dihadapi. Beberapa contoh pengetahuan jenis ini
misalnya, pengetahuan tentang metode penelitian yang sesuai
untuk suatu permasalahan sosial dan pengetahuan tentang
metode ilmiah.
3. Pengetahuan tentang kriteria untuk menentukan kapan suatu
prosedur tepat untuk digunakan: mencakup pengetahuan
tentang kapan suatu teknik, strategi atau metode harus
digunakan. Siswa dituntut bukan hanya tahu sejumlah teknik
atau metode tetapi juga dapat mempertimbangkan teknik atau
metode tertentu yang sebaiknya digunakan dengan
mempertimbangkan situasi dan kondisi yang dihadapi saat itu.
Beberapa contoh pengetahuan jenis ini misalnya: pengetahuan
tentang kriteria untuk menentukan jenis-jenis tulisan,
pengetahuan tentang kriteria pemilihan rumus yang sesuai untuk
memecahkan masalah, dan pengetahuan memilih metode
statistika yang sesuai untuk mengolah data.
D. Pengetahuan metakognitif: mencakup pengetahuan tentang
kognisi secara umum dan pengetahuan tentang diri sendiri.
Penelitian-penelitian tentang metakognitif menunjukkan bahwa
16
seiring dengan perkembangannya siswa menjadi semakin sadar
akan pikirannya dan semakin banyak tahu tentang kognisi dan
apabila siswa bisa mencapai hal ini maka mereka akan lebih baik
lagi dalam belajar.
1. Pengetahuan strategik: mencakup pengetahuan tentang strategi
umum untuk belajar, berpikir dan memecahkan masalah.
Pengetahuan jenis ini dapat digunakan bukan hanya dalam suatu
bidang tertentu tetapi juga dalam bidang-bidang yang lain.
Beberapa contoh pengetahuan jenis ini misalnya: pengetahuan
bahwa mengulang-ulang informasi merupakan salah satu cara
untuk mengingat dan pengetahuan tentang strategi perencanaan
untuk mencapai tujuan.
2. Pengetahuan tentang tugas kognitif, termasuk di dalamnya
pengetahuan tentang konteks dan kondisi yang sesuai:
mencakup pengetahuan tentang jenis operasi kognitif yang
diperlukan untuk mengerjakan tugas tertentu serta pemilihan
strategi kognitif yang sesuai dalam situasi dan kondisi tertentu.
Beberapa contoh pengetahaun jenis ini misalnya: pengetahuan
bahwa buku pengetahuan lebih sulit dipahami dari pada buku
populer dan pengetahuan bahwa meringkas bisa digunakan
untuk meningkatkan pemahaman.
3. Pengetahuan tentang diri sendiri: mencakup pengetahuan
tentang kelemahan dan kemampuan diri sendiri dalam belajar.
17
Salah satu syarat agar siswa dapat menjadi pembelajar yang
mandiri adalah kemampuannya untuk mengetahui dimana
kelebihan dan kekurangan serta bagaimana mengatasi
kekurangan tersebut. Beberapa contoh pengetahuan jenis ini
misalnya: pengetahuan bahwa seseorang yang ahli dalam suatu
bidang belum tentu ahli dalam bidang lain, pengetahuan tentang
tujuan yang ingin dicapai dan pengetahuan tentang kemampuan
yang dimiliki dalam mengerjakan suatu tugas.
Menurut Mubarak, dkk (2007) pengukuran pengetahuan dapat
dinilai melalui wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi
materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden. Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang yakni:
a. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada
orang lain terhadap sesuatu hal agar mereka dapat memahami.
Tidak dapat dipungkiri bahwa semakin tinggi pendidikan
seseorang maka semakin mudah pula mereka menerima
informasi dan pada akhirnya semakin banyak juga pengetahuan
yang dimilikinya. Sebaliknya, jika seseorang tingkat
pendidikannya rendah, maka akan menghambat perkembangan
sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi dan nilai-nilai
yang diperkenalkan.
18
b. Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat mejadikan seseorang memperoleh
pengalaman atau pengetahuan baik secara langsung ataupun
tidak langsung.
c. Umur
Dengan bertambahnya umur seseorang maka akan terjadi
perubahan aspek fisik dan psikologis (mental). Pertumbuhan
pada fisik secara garis besar ada empat kategori perubahan.
Pertama, perubahan ukuran, lalu kedua, perubahan proporsi dan
ketiga hilangnya ciri-ciri lama, keempat, timbulnya ciri-ciri
baru. Ini terjadi akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek
psikologis atau mental taraf berfikir seseorang semakin matang
dan dewasa.
d. Minat
Sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi
terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba
dan menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh
pengetahuan yang lebih mendalam.
e. Pengalaman
Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami
seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Ada
kecenderungan pengalaman yang kurang baik seseorang akan
berusaha untuk melupakan namun jika pengalaman terhadap
19
obyek tersebut menyenangkan maka secara psikologis akan
timbul kesan yang sangat mendalam dan membekas dalam
emosi kejiwaannya dan akhirnya dapat pula membentuk sikap
positif dalam kehidupannya.
f. Kebudayaan lingkungan sekitar
Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai
pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Apabila
dalam suatu wilayah memiliki budaya untuk menjaga
kebersihan lingkungan maka sangat mungkin masyarakat
sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan
lingkungan karena lingkungan sangat berpengaruh dalam
pembentukan sikap pribadi atau sikap seseorang.
g. Informasi
Kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat
membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh
pengetahuan yang baru.
Dari penelitian yang dilakukan Wahyutomo (2010) terbukti bahwa
perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada
perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan dapat
diartikan tahu atau mengerti sesudah melihat (menyaksikan, mengalami
atau diajar). Pengetahuan kader dapat meningkat seiring dengan lama
manjadi kader, pengalaman di lapangan dalam menangani kasus dan
pelatihan-pelatihan yang telah diikuti. Dengan pengetahuan yang
20
bertambah diharapkan dapat memberikan pelayanan yang lebih baik
kepada masyarakat. Green (1956) juga berpendapat bahwa pengetahuan
merupakan faktor predisposisi yang menentukan perilaku seseorang.
Penelitian yang dilakukan oleh Pertiwi, dkk (2013) menyebutkan bahwa
sebelum diberikan pembelajaran dengan metode PBL, 76,9%
mahasiswa mempunyai pengetahuan tentang pre-eklampsia dan
eklampsia dengan kategori cukup. Setelah peneliti bersama tim
memberikan materi tentang pre-eklampsia dan eklampsia dengan
metode pembelajaran PBL, pengetahuan mahasiswa kelas NRA
meningkat menjadi kategori baik 61,5% dan berkategori cukup 38,5%.
Variabel pengetahuan akan diukur dengan menggunakan kuesioner.
2.2. Keterampilan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
keterampilan adalah kecakapan untuk menyelesaikan tugas. Menurut
buku yang ditulis oleh Purnawanto (2008), keterampilan adalah
perilaku yang menunjukan kemampuan individu dalam melakukan
tugas mental atau fisik tertentu yang dapat diobservasi. Seringkali
keterampilan diasosiasikan dengan kemampuan atau keterampilan fisik
atau gerak (motorik). Tommy (2009) mengatakan bahwa
keterampilan/skill adalah suatu kemampuan untuk menerjemahkan
pengetahuan kedalam praktik sehingga tercapai hasil kerja yang
diinginkan
21
Peningkatan keterampilan salah satunya yakni dengan
melaksanakan pelatihan, dengan pelatihan diharapkan pengetahuan
tentang kesehatan yang lebih baik yang dapat berpengaruh terhadap
perilakunya. Semakin banyak pelatihan yang diterima, diharapkan akan
lebih meningkatkan keterampilan untuk dapat di aplikasikan untuk
dirinya dan disebarkan untuk lingkungan dan masyarakat sekitarnya
(Kemenkes RI, 2008).
Hasil penelitian yang dilakukan Hida (2011) menunjukkan dengan
uji Wilcoxon diperoleh nilai p= 0,0001. Nilai (p
22
yang merupakan aset penting dalam sebuah institusi. Pelatihan
merupakan pengalaman belajar yang sengaja dirancang agar dapat
membantu peserta dalam menguasai kompetensi yang tidak
dimiliki sebelumnya. Hasil penyelenggaraan program pelatihan
adalah penguasaan kompetensi, keterampilan, pengetahuan dan
sikap yang sebelumnya tidak dikuasai oleh peserta. (Pribadi, 2014).
Pelatihan adalah proses pembelajaran yang lebih
menekankan pada praktek dari pada teori yang dilakukan seseorang
atau kelompok dengan menggunakan pelatihan orang dewasa dan
bertujuan meningkatkan kemampuan dalam satu atau beberapa
jenis keterampilan tertentu. Sedangkan pembelajaran merupakan
suatu proses interaksi antara peserta dengan lingkungannya yang
mengarah pada pencapaian 38 tujuan pendidikan dan pelatihan
yang telah ditentukan terlebih dahulu (Pusat Pendidikan dan
Pelatihan Kesehatan, 2002).
Menurut Instruksi Presiden No. 15 tahun 1974 yang ditulis
oleh Sedarmayanti tahun 2007, pelatihan adalah bagian dari
pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan
meningkatkan keterampilan diluar sistem pendidikan yang berlaku,
dalam waktu yang relatif singkat dan dengan metode yang lebih
mengutamakan praktek dari pada teori (Sedarmayanti, 2007).
2.3.2. Tujuan Pelatihan
Tujuan pelatihan adalah agar individu dalam situasi kerja
dapat memperoleh kemampuan untuk mengerjakan tugas-tugas
23
atau pekerjaan tertentu secara memuaskan. Sementara itu, Wexley
dan Letham (2002) mengatakan bahwa program pelatihan dan
pengembangan memiliki satu atau lebih tujuan-tujuan seperti
berikut ini:
a. Meningkatkan kesadaran diri individu.
b. Meningkatkan keterampilan individu dalam satu bidang
keahlian atau lebih.
c. Meningkatkan motivasi individu untuk melaksanakan
tugas atau pekerjaannya secara memuaskan.
Kemudian Notoatmodjo (2005) mengungkapkan bahwa
pelatihan memiliki tujuan penting untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan sebagai kriteria keberhasilan
program kesehatan secara keseluruhan. Tujuan umum pelatihan
kader posyandu adalah meningkatkan kemampuan kader posyandu
dalam mengelola dan menyampaikan pelayanan kepada masyarakat
(Tim Penggerak PKK Pusat, 1999). Sedangkan tujuan khususnya
adalah :
a. Meningkatkan pengetahuan, keterampilan kader sebagai
pengelola posyandu berdasarkan kebutuhan sasaran di
wilayah pelayanannya.
b. Meningkatkan pengetahuan, keterampilan dalam
berkomunikasi dengan masyarakat.
24
c. Meningkatkan pengetahuan, keterampilan kader untuk
menggunakan metode media diskusi yang lebih partisipatif.
Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan oleh Moses
(2011) dengan menggunakan teknik analisis statistik regresi
melalui program komputer SPSS, maka persamaan regresi sesuai
persamaan Y = a + b x. Persamaan tersebut dapat diartikan bahwa
peningkatan pelatihan akan meningkatkan kinerja, kemudian dapat
dikatakan pula bahwa dengan adanya pelatihan sebesar 1 % akan
meningkatkan prestasi sebesar 59%. Hasil uji analisis dengan nilai
koefisien (r) = 0,93 menunjukkan tingkat hubungan yang sangat
tinggi antara kedua variabel yang diteliti.
2.3.3. Metode Pelatihan
Wagonhurst (2002) mengatakan bahwa salah satu faktor
yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu pelatihan adalah
pemilihan metode pelatihan yang tepat. Pemilihan metode belajar
perlu memperhatikan besarnya kelompok peserta. Pemilihan
metode pelatihan tergantung pada tujuan, kemampuan
pelatih/pengajar, besar kelompok sasaran, kapan/waktu pengajaran
berlangsung dan fasilitas yang tersedia. Perdue dkk (2002) yang
dikutip oleh Aqmala (2007) menambahkan bahwa penelitian
mengenai metode pelatihan digunakan oleh manajer untuk meraih
tujuan tertentu masih jarang dilakukan. Dalam penelitiannya
Perdue (2002) menyatakan terdapat 16 alternatif metode yang dapat
25
dipilih meliputi : studi kasus, video-tape, lecture, one-to-one, role
play, games, computer simulations, paper and pencil, audio tapes,
self assessment, movies/films, multi-media, audio, computer, video
conferencing dan sensitivity training.
Dalam pelaksanaannya, pelatihan perlu memanfaatkan
metode dan media pembelajaran yang tepat untuk memfasilitasi
proses belajar siswa sehingga mampu mencapai kompetensi yang
diperlukan. Beragam media cetak (printed), suara (audio), gambar
diam (visual), gambar bergerak (video), multimedia dan jaringan
(internet dan web) memiliki karakteristik spesifik yang dapat
dimanfaatkan secara optimal untuk membantu peseta program
pelatihan dalam mencapai tujuan atau kompetensi yang akan perlu
dikuasai.
Beragam metode pembelajaran juga dapat digunakan oleh
instruktur agar dapat membantu berlangsungnya proses
pembelajaran peserta. Setiap ragam metode pembelajaran-
presentasi, diskusi simulasi, demonstrasi, bermain peran,
pemecahan masalah dan permainan memiliki keunggulan tersendiri
yang dapat digunakan untuk menyampaikan isi atau materi sebuah
program pelatihan. Tidak semua metode dan media pembelajaran
dapat digunakan untuk memfasilitasi pencapaian semua kompetensi
program pelatihan. Setiap metode dan media pembelajaran
memiliki karakteristik tersendiri yang sesuai untuk digunakan
26
secara efektif dalam mengajarkan kompetensi yang spesifik.
Metode demonstrasi misalnya cocok untuk digunakan dalam
aktivitas belajar yang menekakan pada penguasaan keterampilan
(skill).
Pemanfaatan media video juga dapat dikombinasikan untuk
memperkaya pengalaman peserta program pelatihan dalam
mempelajari kompetensi yang akan dilatihkan. Kombinasi
pemanfaatan metode dan media pembelajaran yang tepat akan
membantu tugas instruktur dalam memfasilitasi pencapaian tujuan
program pelatihan oleh peserta. (Pribadi, 2014)
2.3.4. Media Pembelajaran pada Proses Pelatihan
Pada hakikatnya, proses belajar mengajar adalah proses
komunikasi yang melibatkan penyampai pesan (materi) dari
pengantar ke penerima. Proses pengubahan pesan berupa
materi/bahan ajar menjadi simbol komunikasi baik verbal maupun
nonverbal disebut encoding, sedangkan penafsiran simbol
komunikasi tersebut oleh peserta didik disebut decoding. Namun
pada kenyataannya, penafsiran dalam memahami apa yang
didengar, dibaca, dilihat atau diamati ada kalanya berhasil dan ada
kalanya tidak. Kegagalan atau hambatan dalam proses komunikasi
ini disebut barrier atau noise. Untuk meminimalkan kegagalan
proses komunikasi, media sangat diperlukan sebagai perantara
komunikasi. Gerlach dan Ely (1971) yang dikutip oleh Arsyad
27
(2011) mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis
besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun
kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan,
keterampilan, atau sikap. Bovee (1997) yang dikutip oleh
Simamora (2007) mengemukakan bahwa media adalah alat yang
berfungsi menyampaikan pesan pembelajaran. Pembelajaran itu
sendiri merupakan sebuah proses komunikasi antara peserta didik,
pendidik dan bahan ajar. Komunikasi tidak akan berjalan tanpa
bantuan sarana penyampaian pesan atau media.
Bentuk stimulus yang dapat digunakan sebagai media
adalah hubungan atau interaksi manusia, realita, gambar yang
bergerak atau tidak bergerak Dan tulisan serta suara yang direkam.
Bentuk stimulus ini tepat digunakan bagi peserta didik yang sedang
mempelajari hal-hal asing. Adapun peran atau fungsi dari pada
media pembelajaran itu sendiri diantaranya adalah:
a. Memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalistis.
b. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu tenaga dan daya
indera.
c. Menimbulkan semangat belajar, interaksi langsung antara
peserta didik dan sumber belajar.
d. Memungkinkan peserta belajar mandiri sesuai dengan bakat
dan kemampuan visual, auditori serta kinestetiknya.
28
e. Memberi stimulus yang sama, membandingkan pengalaman
dan menimbulkan persepsi yang sama.
Belajar merupakan proses internal dalam diri manusia,
pengajar/pendidik bukan merupakan satu-satunya sumber belajar,
namun merupakan salah satu komponen dari sumber belajar yang
disebut individu. AECT (Assosiation for Educational
Communication and Technology) membedakan enam jenis sumber
belajar yang dapat digunakan dalam proses belajar, yaitu:
a. Pesan. Mencakup kurikulum dan mata pelajaran.
b. Individu. Mencakup pendidik, orang tua, tenaga ahli dan
sebagainya.
c. Bahan. Merupakan suatu format yang digunakan untuk
menyimpan pesan pembelajaran seperti buku paket, buku
teks, modul, program video, film, OHT (over head
transparency), slide, alat peraga.
d. Alat. Merupakan sarana (piranti, hardware) untuk
menyajikan bahan mencakup proyektor OHP, slide, film
tape recorder.
e. Teknik. Merupakan cara (prosedur) yang digunakan
pendidik dalam memberikan pembelajaran guna mencapai
tujuan pembelajaran, seperti ceramah, permainan/simulasi,
tanya jawab dan sosiodrama (roleplay).
29
f. Latar (setting) atau lingkungan. Mencakup pengaturan
ruang, pencahayaan dan sebagainya.
Media pembelajaran ini berupa perangkat lunak (software) dan
perangkat keras (hardware) yang bertujuan untuk meningkatkan
efektifitas proses belajar mengajar. Berikut ini daftar kelompok
media instruksional yang dikemukanan oleh Anderson (1976)
dalam Simamora (2009):
Tabel. 2.1 Kelompok Media Instruksional
Kelompok Media Media Intruksional
Audio Pita audio
Piringan audio
Radio
Cetak Buku tes terprogram
Buku pegangan/manual
Buku tugas
Audio Cetak Buku latihan dilengkapi kaset
Gambar/poster (dilengkapi audio)
Visual diam Film bingkai (slide)
Film rangkai (berisi pesan herbal)
Audio – visual diam Film bingkai (slide) suara
Film rangkai suara
Visual gerak Film bisu dengan judul (caption)
Audio – visual gerak Film suara
Video/VCD/DVD
Objek Benda nyata
Model tiruan (mock up)
Computer Media berbasis computer; CAI (computer assisted
instructional) dan CMI
(computer managed
instructional)
30
2.4. Faktor-Faktor Yang Dapat Mempengaruhi Pelatihan
Donald dan James Kirkpatrick (2007) yang dikutip oleh Pribadi
(2014) mengemukakan beberapa persyaratan yang diperlukan untuk
dapat menciptakan sebuah program pelatihan yang efektif, yaitu:
1. Program pelatihan didasarkan kepada kebutuhan atau masalah yang
dihadapi oleh organisasi atau perusahaan atau institusi tersebut.
2. Program pelatihan didasarkan pada tujuan atau kompetensi yang
perlu dimiliki oleh peserta program pelatihan.
3. Jadwal penyelenggaraan program pelatihan tersusun dengan baik.
4. Latar belakang peserta program sesuai dengan kompetensi program
yang akan dilatihkan.
5. Instruktur memiliki kualifikasi baik dan kompeten dalam bidang
yang dilatihkan.
6. Pelatihan dilaksanakan ditempat yang nyaman dengan dilengkapi
fasilitas pendukung yang memadai.
7. Program pelatihan menggunakan metode dan media yang relevan
dengan kompetensi yang diperlukan.
8. Program pelatihan harus dapat memberi rasa puas kepada peserta
program.
9. Program pelatihan perlu di evaluasi secara berkesinambungan.
Selain dari pada itu, Rivai (2004) menjelaskan faktor-faktor yang
menunjang kearah keberhasilan suatu pelatihan antara lain:
31
1. Materi yang dibutuhkan
Materi disusun dari estimasi kebutuhan tujuan latihan, kebutuhan
dalam bentuk pengajaran keahlian khusus, menyajikan
pengetahuan yang dibutuhkan.
2. Metode yang digunakan
Metode yang dipilih hendak disesuaikan dengan jenis pelatihan
yang akan dilaksanakan.
3. Kemampuan instruktur pelatihan
Mencari sumber-sumber informasi yang lain yang mungkin
berguna dalam mengidentifikasi kebutuhan pelatihan.
4. Sarana atau prinsip-prinsip pembelajaran
5. Pedoman agar proses belajar akan berjalan lebih efektif.
6. Peserta pelatihan
Sangat penting untuk memperhitungkan tipe pekerja dan jenis
pekerja yang akan dilatih.
7. Evaluasi pelatihan
Setelah mengadakan pelatihan hendaknya di evaluasi hasil yang
didapat dalam pelatihan dengan memperhitungkan tingkat reaksi,
tingkat belajar, tingkat tingkah laku kerja, tingkat organisasi dan
nilai akhir.
Sedangkan, menurut Depkes (2004), suatu keberhasilan pelatihan
dapat dilihat dari :
32
1. Masukan (input) mencakup tiga kelompok yaitu: 1) perangkat
keras berupa sarana dan prasarana yang meliputi tempat belajar,
alat bantu, laboratorium dan perpustakaan yang dibutuhkan
dalam proses pembelajaran. 2) perangkat lunak adalah
rancangan proses pembelajaran yang terdiri dari kurikulum,
proses pembelajaran, jadwal kegiatan, bahan belajar/modul; 3)
sumber daya manusia diklat yang terdiri dari peserta pelatihan,
pelatih dan penyelenggaraan pelatihan.
2. Proses adalah proses pembelajaran yang berjalan selama
pelatihan dilakukan, yaitu dari awal sampai berakhirnya
kegiatan pelatihan.
3. Luaran yaitu pencapaian tingkat kompetensi sesuai dengan
tujuan pelatihan.
4. Dampak adalah suatu perubahan yang terjadi akibat adanya
intervensi melalui pelatihan.
5. Evaluasi adalah penilaian dari seluruh komponen dan sub
komponen masukan, proses, luaran dan dampak dari suatu
kegiatan pelatihan.
6. Lingkungan yaitu hal-hal yang mempengaruhi pelatihan.
Penelitian yang dilakukan oleh Zaciewski pada tahun 2011
mengatakan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pelatihan
yakni karakteristik dari individu itu sendiri seperti umur, jenis kelamin,
motivasi, sikap, keterampilan (kemampuan dasar). Lain halnya dengan
33
penelitian yang dilakukan oleh Haslindan dan Mahyuddin (2009) yang
mengatakan bahwa motivasi, pegalaman dan teknik pelatihan yang
seharusnya menjadi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
keberhasilan yang diinginkan dari sebuah pelatihan. Sedangkan
Quesada, dkk (2011) mengatakan bahwa komponen yang paling sangat
berpengaruh ialah bagaimana kemampuan dari seorang leader (pelatih)
dalam menyampaikan dan menerangkan apa yang seharusnya
disampaikan.
Disisi lain, Perdue, dkk (2002) yang dikutip oleh Aqmala (2007)
mengatakan bahwa output atau indikator yang dapat diukur dari sebuah
pelatihan yakni ada 3 hal: (1) Peningkatan pengetahuan atau
kemampuan peserta latih, (2) Kemampuan peserta untuk mengingat isi
pelatihan, (3) Kemampuan peserta mempraktikkan materi pelatihan.
2.5. Narasumber/Trainee
Narasumber adalah orang yang memberi (mengetahui secara jelas
atau menjadi sumber) informasi. Narasumber ini memiliki fungsi
sebagai sumber informasi yang akurat dan terpecaya. Narasumber
merupakan seseorang yang dipandang memiliki pengetahuan yang lebih
terhadap sesuatu yang dibicarakan atau diperbincangkan. Oleh karena
itu dalam suatu diskusi terdapat satu atau beberapa orang narasumber
yang diminta pendapatnya atau apa yang diketahuinya tentang
permasalahan yang sedang diperbincangkan sehingga dapat diambil
34
suatu keputusan atau tindakan yang tepat tentang hal tersebut (Pusat
Pendidikan dan Pelatihan Penanggulangan Bencana, 2009).
Pelatih/instruktur adalah orang yang menangani proses pelatihan.
Selanjutnya ”pelatih adalah orang yang memberi latihan; orang yang
melatih”. Maka dapat disimpulkan bahwa pelatih/instruktur adalah
seseorang yang mengelola/melatih sekelompok/seseorang untuk
mencapai keberhasilan tertentu. Pelatih/instruktur yang profesional
harus sadar akan kenyataan yang terjadi di lapangan kadang tidak sesuai
dengan yang dikehendaki sehingga ia harus dapat benar-benar
mempengaruhi dan membentuk watak dan kepribadian peserta dalam
hal tertentu, sehingga hal-hal yang tidak diinginkan dapat
terminimalisasi akan terjadi. Pengaruh-pengaruh yang diberikan pelatih
kepada peserta adalah pengaruh yang positif.
Tugas – tugas pokok yang harus dilakukan seorang pelatih/
instruktur:
a. Mengadakan pemanduan untuk mewujudkan peserta yang
unggul.
b. Menyusun materi latihan untuk jangka panjang maupun jangka
pendek.
c. Menyusun strategi dan pendekatan dalam menyampaikan materi
latihan sehingga peserta dapat dengan mudah memahami dan
melakukan pembelajaran yang diterima selama proses pelatihan.
d. Mengadakan evaluasi setelah selesai melakukan latihan.
35
e. Selalu berusaha meningkatkan pengetahuan, baik secara teori
maupun praktek dalam bidang atau materi yang dilatihnya.
f. Menyusun laporan latihan sesuai materi yang disampaikan oleh
pelatih/instruktur.
2.6. Kader
Kader Posyandu yang selanjutnya disebut kader adalah anggota
masyarakat yang bersedia, mampu dan memiliki waktu untuk
menyelenggarakan kegiatan Posyandu secara sukarela (Kemenkes RI,
2011). Kader adalah siapa saja dari anggota masyarakat yang mau
bekerja sama secara suka rela dan ikhlas, mau dan sanggup
menggerakkan masyarakat dalam penanganan berbagai penyakit. Kader
juga sebagai penggerak masyarakat dalam hal membantu serta
mendukung keberhasilan pemerintah dibidang kesehatan dan tidak
mengharapkan imbalan berupa gaji dari pemerintah, melainkan bekerja
secara sukarela (Trisnawati dan Rahayuningsih, 2008).
Kader posyandu merupakan sumber daya manusia yang berperan
penting dalam pelaksanaan posyandu. Pengetahuan kader yang kurang
menyebabkan pelayanan yang diberikan tidak optimal. Peningkatan
pengetahuan kader posyandu dapat dilakukan dengan pendidikan
kesehatan. Metode pendidikan kesehatan dapat dilakukan dengan
metode individual (perorangan), kelompok dan massa (publik). Kader
posyandu merupakan sekelompok orang sehingga metode pendidikan
file:///F:/Harum/BAB%20I-II-III-IV%20-%20Bismillah.rtf%23_ENREF_1
36
kesehatan yang diberikan adalah metode pendidikan kelompok (Rufiati,
2011).
Tugas-tugas mereka meliputi pelayanan kesehatan dan
pembangunan masyarakat, tetapi hanya terbatas pada bidang-bidang
atau tugas-tugas yang pernah diajarkan kepada mereka. Mereka harus
benar-benar menyadari tentang keterbatasan yang mereka miliki.
Mereka tidak diharapkan mampu menyelesaikan semua masalah yang
di hadapinya. Namun, mereka diharapkan mampu dalam menyelesaikan
masalah umum yang terjadi di masyarakat dan mendesak untuk
diselesaikan (Safrudin dan Hamidah, 2009).
Perlu diketahui bahwa para kader kesehatan masyarakat itu tidak
bekerja dalam sistem yang tertutup, tetapi mereka bekerja dan berperan
sebagai seorang pelaku sistem kesehatan. Oleh karena itu, kader harus
dibina, dituntun serta didukung oleh pembimbing yang terampil dan
berpengalaman. Para kader kesehatan masyarakat itu seyogyanya
memiliki karakteristik tertentu, misalkan latar belakang pendidikan
yang cukup sehingga memungkinkan mereka untuk membaca, menulis
dan menghitung secara sederhana (Safrudin dan Hamidah, 2009).
Adapun beberapa kategori yang termasuk kedalam karakteristik secara
individu dari kader tersebut yakni sebagai berikut:
2.6.1. Umur
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, umur merupakan
lama waktu hidup atau ada yang terhitung sejak dilahirkan atau
37
diadakan. Iqbal (2006) mengatakan bahwa semakin cukup umur,
tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang
dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat
seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya dari orang pada
orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya. Hal ini sebagai
akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya. Produktivitas
menurun dengan bertambahnya umur, hal ini disebabkan karena
keterampilan-keterampilan fisik seperti kecepatan, kelenturan,
kekuatan dan koordinasi, akan menurun dengan bertambahnya
umur. Dalam suatu lembaga, karyawan yang sudah lama bekerja di
sebuah sistem artinya sudah bertambah tua, bisa mengalami
peningkatan karena pengalaman dan lebih bijaksana dalam
pengambilan keputusan (Iqbal dkk, 2006).
Pertambahan umur seseorang mempengaruhi perubahan
pada aspek fisik dan psikologis (mental). Pada aspek psikologis
atau mental taraf berpikir seseorang semakin matang dan dewasa
(Mubarak, 2010). Variabel umur akan diukur dengan menggunakan
indikator lamanya waktu hidup, terhitung sejak dilahirkan hingga
saat pengisian kuesioner.
2.6.2. Jenis Kelamin
Menurut Siti Mutmainah (2006) yang dikutip oleh
Normadewi (2012) Jenis kelamin adalah suatu konsep analisis yang
38
digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan
perempuan dilihat dari sudut non-biologis, yaitu dari aspek sosial,
budaya, maupun psikologis. Pengaruh dari perbedaan jenis kelamin
terhadap penilaian etis dapat dikatakan sangat kompleks dan tidak
pasti. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukan bahwa tidak
terdapat perbedaan antara perempuan maupun laki-laki dalam
menyikapi perilaku etis maupun skandal etis yang terjadi di dalam
profesi akuntansi.
Menurut Hungu (2007) jenis kelamin (sex) adalah
perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak
seseorang lahir. Seks berkaitan dengan tubuh laki-laki dan
perempuan, dimana laki-laki memproduksikan sperma, sementara
perempuan menghasilkan sel telur dan secara biologis mampu
untuk menstruasi, hamil dan menyusui. Perbedaan biologis dan
fungsi biologis laki-laki dan perempuan tidak dapat dipertukarkan
diantara keduanya dan fungsinya tetap dengan laki-laki dan
perempuan pada segala ras yang ada di muka bumi.
2.6.3. Tingkat Pendidikan
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor
20 Tahun 2003 Pasal I tentang sistem pendidikan nasional,
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
39
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan adalah suatu proses
yang bertujuan menambah keterampilan, pengetahuan dan
meningkatkan kemandirian maupun pembentukan kepribadian
seseorang (Arfida, 2003).
Wahyutomo (2010), mengungkapkan bahwa pendidikan
diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang
menunjang kesehatan, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup.
Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku
seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk siap
berperan serta dalam pembangunan kesehatan. Makin tinggi tingkat
pendidikan seseorang, makin mudah menerima informasi sehingga
makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki, sebaliknya
pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangannya sikap
seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan. Tingkat
pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberi respon
yang datang dari luar.
Orang yang berpendidikan tinggi akan memberi respon
yang lebih rasional terhadap informasi yang datang dan akan
berfikir sejauh mana keuntungan yang mungkin mereka peroleh
dari gagasan tersebut. Variabel tingkat pendidikan akan diukur
40
dengan menggunakan kuesioner dengan indikator yang
dipertanyakan adalah lamanya pendidikan formal yang di tempuh.
2.9.3. Lama Mengabdi/Lama menjadi kader
Lama pengabdian merupakan lamanya waktu seseorang
mulai menjadi seorang kader hingga saat ini. Menurut Gochman
(1998) dalam Pratiwi (2012) menyatakan bahwa salah satu faktor
yang mempengaruhi perilaku seseorang adalah faktor kognisi yang
mempengaruhi pemikiran seseorang dalam mengorganisasikan dan
mengevaluasi pengalaman-pengalamannya sehingga dapat melatih
keterampilannya. Variabel lama kerja akan diukur dengan
menggunakan kuesioner, bila variabel lama bekerja menjadi kader
memiilki distribusi data tidak normal, maka nilai yang digunakan
yakni nilai median sebagai titik potong kategorinya. Tetapi jika
memiliki data normal maka memakai mean untuk menentukan titik
potong kategorinya.
41
2.10. Kerangka Teori
Bagan 2.1 Kerangka Teori
Sumber: Gerlach & Ely (1971), Zaciewski (2001), Haslinda dan Mahyuddin (2009),
Quesada, dkk (2011)
Karakteristik Individu
Pengetahuan
Keterampilan
Jenis kelamin
Umur
Pendidikan
Lama Mengabdi
Media
Kualitas Isi media
dan Metode
pelatihan
Sarana dan Prasarana
Pelatih/trainee
Peningkatan
Pengetahuan dan
Keterampilan
42
BAB III
KERANGKA KONSEP
3.1. Kerangka Konsep
Berdasarkan teori yang dikemukakan pada bab sebelumnya, yaitu
teori yang diadopsi dari beberapa penelitian yakni Zaciewski (2001),
Haslinda dan Mahyuddin (2009) serta Quesada, dkk (2011) dalam faktor-
faktor yang mempengaruhi pelatihan sehingga berdampak kepada
perubahan pengetahuan serta keterampilan kader. Namun, dalam
penelitian ini terdapat beberapa variabel yang tidak digunakan atau
diteliti. Hal ini dikarenakan variabel yang akan digunakan dalam
penelitian telah disesuaikan dengan kondisi setempat dan kebutuhan
penelitian.
Dalam penelitian ini, faktor-faktor yang mempengaruhi pelatihan
ialah karakteristik peserta latih, pelatih, sarana dan prasarana serta teknis
atau metode yang digunakan pada saaat pelaksannaan pelatihan. Untuk
faktor-faktor yang mempengaruhi pelatihan bisa di kategorikan lagi
menjadi dua kubu yakni faktor individu dan faktor lingkungan. Dimana
yang masuk kedalam faktor individu adalah umur, jenis kelamin,
pendidikan, pengetahuan dan keterampilan. Sedangkan untuk variabel
yang tidak diteliti dalam faktor individu adalah jenis kelamin. Alasan
peneliti tidak meneliti variabel jenis kelamin dikarenakan sampel yang
didapatkan homogen yakni berjenis kelamin sama yaitu perempuan.
43
Dari segi faktor lingkungan, yang termasuk didalamnya adalah
sarana dan prasarana yang ada dilokasi termasuk didalamnya adalah tim
pelatih. Pada penelitian ini, peneliti tidak meneliti seluruh variabel yang
termasuk kedalam faktor lingkungan. Alasan peneliti tidak meneliti
variabel tersebut antara lain: (1) sarana dan prasarana yang tersedia sama
pada setiap lokasi termasuk didalamnya alat dan bahan yang sudah
memadai karena memang di subsidi oleh pemerintah setempat. (2)
pelatih yang menjadi narasumber pada proses pelatihan juga merupakan
seorang yang ahli dalam bidang gizi yang sudah di training dan layak
untuk memberikan pelatihan.
Dari penjelasan yang telah dikemukakan tersebut, maka
terbentuklah sebuah kerangka konsep berdasarkan variabel yang akan
diteliti seperti dibawah ini:
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
- Pengetahuan
- Keterampilan Pelatihan
Variabel Perancu
- Umur
- Pendidikan
- Lama Mengabdi
44
3.2. Definisi Operasional
Tabel. 3.1 Definisi Operasional Penelitian
N
o
Variabel Definisi
Operasional
Alat
Ukur
Cara Ukur Skala Hasil Ukur
1 Pengetahuan Pemahaman
responden
terkait proses
penimbangan
dan
pengukuran
status gizi
balita
Pre-test
dan Post-
test
Responden
mengisi
lembar pre-
test dan post-
test
Rasio Skor nilai
2 Keterampilan Kegiatan
praktik yang
dilakukan oleh
responden pre
dan pra
pemberian
intervensi
Observasi Observasi
langsung dan
pengisian
daftar tilik
Rasio Skor nilai
3 Umur Adalah masa
hidup
responden
yang dihitung
sejak ia lahir
sampai dengan
saat ia menjadi
responden
Kuesioner Responden
mengisi
kuesioner
dan
menjawab
satu item
pertanyaan
yang
terdapat
pada
kuesioner
Ordinal 1 = < 50 tahun
2 = > 50 tahun
(Pratiwi, 2012)
4 Pendidikan Lama
pendidikan
formal yang
ditempuh oleh
responden.
Kuesioner Responden
mengisi
kuesioner
dan
menjawab
satu item
pertanyaan
yang
terdapat
pada
kuesioner
Ordinal 1 = Rendah <
Tamat SMP
2 = Cukup >
Tamat SMP
(Depkes RI, 1990)
5 Lama
Mengabdi/La
ma menjadi
Lama kerja
responden
sebagai kader.
Kuesioner Responden
mengisi
kuesioner
Nomin
al
1 = Baru < 5 tahun
2 = Lama > 5
tahun
45
kader dan
menjawab
satu item
pertanyaan
yang
terdapat
pada
kuesioner
(Wahyutomo,
2010)
3.3. Hipotesis
1. Ada efek pelatihan kader dalam peningkatan pengetahuan serta
keterampilan kader posyandu dalam kegiatan penimbangan balita.
2. Ada pengaruh variabel perancu (umur, pendidikan, lama pengabdian)
terhadap pengetahuan dan keterampilan kader posyandu sebelum dan
sesudah diberikan intervensi.
46
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah
Eksperimental Sungguhan (True Experimental). Rancangan
Eksperimental Sungguhan adalah rancangan yang digunakan untuk
mengungkapkan sebab dan akibat dengan cara melibatkan kelompok
kontrol disamping kelompok eksperimen yang dipilih dengan
menggunakan teknik acak. (Sukardi, 2003) Sedangkan pada penelitian ini
dengan melakukan intervensi kepada kader posyandu (sampel) dengan
kelompok pembanding (kontrol). Data yang dikumpulkan pada sebelum
dan sesudah intervensi dengan wawancara berupa kuesioner dan
observasi berupa praktik setelah intervensi. Adapun perlakuan yang
diberikan pada kelompok sampel yakni pemberian pelatihan dengan
media berupa video, sedangkan pada kelompok kontrol tidak diberikan
pelatihan apapun. Adapun desain yang digunakan yakni sebagai berikut:
O1 ______________ (x) _____________ 02
O3 ______________ (-) _____________ 04
O1 = pre-test pada kelompok 1
O2= post-test pada kelompok 1
47
O3 = pre-test pada kelompok 2
O4 = post-test pada kelompok 2
(x) = Perlakuan/Intervensi dengan video
(-) = Tanpa Perlakuan
O1 dan O3 merupakan pengukuran pengetahuan awal (pre-test)
yang dilakukan sebelum intervensi pada dua kelompok, setelah itu
diberikan intervensi berupa pelatihan. (X) adalah pemberian intervensi
terkait proses pemantauan status gizi pada balita dengan menggunakan
metode ceramah disertai dengan media berupa video, sedangkan (-)
adalah sample tanpa perlakuan. Kemudian dilakukan pengukuran
pengetahuan akhir O2 dan O4 (post-test) yang dilakukan setelah adanya
proses intervensi. Setelah diketahui hasil skor pre-test dan post-test maka
dapat diketahui selisih skor pengetahuan antara sebelum dan sesudah
diberikan intervensi dengan menggunakan metode ceramah yang disertai
media berupa video.
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Rengas
yang bertempatan di Jl. Kenari I Sektor 2 Bintaro – Ciputat Timur.
Waktu penelitian yang digunakan yakni sejak Bulan Januari sampai
dengan selesai.
48
Sumber: Lemeshow, 1997
4.3. Populasi dan Sample Penelitian
4.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kader
posyandu yang masih aktif dan yang berasal dari seluruh posyandu
yang berada di Wilayah Kerja Puskesmas Rengas, baik yang telah
mendapatkan pelatihan pemantauan status gizi pada balita maupun
yang belum pernah.
4.3.2. Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah kader posyandu di
Wilayah Kerja Puskesmas Rengas yang memenuhi kriteria. Adapun
kriteria yang ditetapkan yakni kader yang masih aktif, bersedia
menjadi sampel dan diajak mengikuti pelatihan, bisa dihubungi dan
bisa membaca serta menulis.
Estimasi besar sample untuk penelitian ini menggunakan
rumus estimasi untuk satu populasi yakni sebagai berikut:
Rumus :
( )
( )
49
Ket :
n = besar sampel minimum
= standar deviasi skor pengetahuan = 1.612 (Isnaini, dkk,
2011)
= rata-rata skor pengetahuan sebelum diberikan intervensi =
11 (Isnaini, dkk, 2011)
= rata-rata skor pengetahuan setelah diberikan intervensi =
14 (Isnaini, dkk, 2011)
= derajat kemaknaan 5 % = 1.64
= kekuatan uji 95% = 1.96
Dari hasil perhitungan rumus diatas dengan memakai
derajat kemaknaan sebesar 5% dan kekuatan uji sebesar 95%
maka didapatkan sampel minimum pada penelitian ini adalah 7
orang pada masing-masing kelompok (total sample 14 orang).
Namun berdasarkan pertimbangan peneliti, untuk lebih
menggambarkan hasil penelitian maka jumlah sampel yang akan
menjadi responden pada penelitian ini adalah seluruh populasi
yang mendapatkan intervensi dengan metode ceramah dan
media audiovisual. Adapun total populasi pada wilayah tersebut
sebanyak 76 orang yang akan di bagi menjadi 38 orang pada
kelompok perlakuan dan 38 orang pada kelompok
50
kontrol/pembanding. Setelah peneliti melihat kondisi di
lapangan, total sampel yang akan di pakai menjadi 22 orang
pada kelompok intervensi dan 22 orang pada kelompok kontrol.
Namun, secara keseluruhan jumlah sampel yang dipakai ini
masih mencukupi dari total sampel minimal yang dibutuhkan
oleh peneliti. Adapun cara pembagian sampel yang
mendapatkan perlakuan dan sampel yang menjadi kontrol yakni
dengan cara random sampling. Adapun langkah-langkahnya
yakni:
1. Peneliti membuat kertas undian bertuliskan 0 (mendapatkan
pelatihan dengan media video) dan 1 (menjadi kelompok
kontrol/pembanding).
2. Kertas tersebut digulung kecil kemudian dimasukkan
kedalam gelas atau wadah yang atasnya di tutup dengan
kertas kemudian diberi lubang untuk celah keluar gulungan
kertas tersebut (semacam seperti kocokan arisan).
3. Peneliti menyiapkan daftar nama dari responden kemudian
peneliti mulai mengeluarkan gulungan kertas tersebut. Bagi
responden yang mendapatkan gulungan kertas bertuliskan 0
maka responden tersebut mendapatkan pelatihan dengan
media video, sedangkan bagi res
Top Related