Dinamika dan idealita lembaga kemahasiswaan UII.
Awal mula berdirinya Universitas Islam Indonesia ( UII ) merupakan
sebuah perjuangan yang mencoba menciptakan kondisi-kondisi objektif
penerapan islam di Indonesia. Selain itu terbentuknya Universitas Islam Indonesia
tidak lepas dari kebangkitan dinamika islam pada abad 20 yang memunculkan
banyak organisasi-organisasi islam seperti NU , Muhammadiyah ,
Masyumi ,MIAI . Dengan kemunculan organisasi islam memunculkan paradigma
baru tentang pendidikan islam , selain itu kedatangan jepang waktu itu
memberikan angin baru karena pemerintah jepang menjadikan islam sebagai
mobilisasi massa guna mendukung gerakan militer jepang untuk asia raya.
Kesempatan itu tidak disia-siakan oleh tokoh-tokoh islam yang tergabung dalam
organisasi islam untuk membentuk STI (sekolah tinggi islam) yang kedepannya
menjadi Universitas Islam Indonesia .
Seiring dengan berkembangnya STI maka lahirlah lembaga-lembaga
kemahasiswaan yang mendukung tujuan STI . Lembaga kemahasiswaan ini sangat
mendapat sambutan yang sangat baik dari rektor STI kala itu KH.A.Kahar
Muzakir.Hal ini tidak lepas bahwa STI berdiri merupakan embrio pergerakan
organisasi islam yang berasal dari “ tokoh-tokoh organisasi islam” sehingga
diharapkan Lembaga kemahasiswaan mempunyai motivator untuk mampu lebih
berperan seperti halnya pendahulu-pendahulu yang aktif di organisasi islam.
Lembaga kemahasiswaan kala itu terdiri dua yaitu : Senat mahasiswa STI dan
HMI ( himpunan mahasiswa islam ) , khusus HMI merupakan organisasi ekstra
STI yang kedepannya menjadi salah satu organisasi “ekstra universitas” terbesar
di Indonesia.
Pada decade 60-70 an kegiatan mahasiswa di lingkup Universitas Islam
Indonesia sangat menonjol dan mengembangkan gagasan demokratis dengan
mengadakan pemilu mahasiswa. Pemilu mahasiswa menghasilkan MPM ( majelis
permusyawaratan Mahasiswa ) , MPM merupakan yang pertama di Indonesia
dalam konteks pergerakan mahasiswa. Pada decade ini pula Universitas Islam
Indonesia dalam lingkup gerakan mahasiswa di KM Universitas Islam Indonesia
di bentuk badan legislatif pada tingkat universitas maupun fakultas ( Dewan
Perwakilan Mahasiswa) . adanya lembaga-lembaga baru itu menunjukkan bahwa
KM Universitas Islam Indonesia memakai konsep “student government”. Konsep
ini berlanjut hingga sekarang. Sebelum tahun 1978 keberadaan lembaga-lembaga
mahasiswa tidak mengalami perubahan seperti MPM , Dewan Perwakilan
Mahasiswa , serta LPM ( lembaga pers mahasiswa ) . pada tahun ini pula saat-saat
heroik para mahasiswa , melakukan gerakan mahasiswa menyeluruh melalui
organisasi mahasiswa baik intra maupun ekstra untuk mengkritik pemerintah yang
telah dinilai menyimpang dari pancasila dan UUD 1945. akibatnya pemerintah
mengeluarkan konsep NKK ( normalisasi kehidupan kampus ) . sehingga struktur
lembaga kemahasiswaan Universitas Islam Indonesia berubah. Sekedar catatan
pada decade tahun 70-80an di lingkungan KM Universitas Islam Indonesia
berdirinya unit kegiatan seperti MAPALA , MENWA , KOPMA. Konsep
lembaga kemahasiswaan pada era 70an ini bertahan hingga era 90an dimana
konsep lembaga mahasiswa Universitas Islam Indonesia menjadi Dewan
Perwakilan Mahasiswa dan Lembaga Eksekutif Mahasiswa untuk tingkat
universitas maupun fakultas. Konsep DPM-LEM yang merupakan lembaga
legislatif dan eksekutif di lingkungan KM Universitas Islam Indonesia baik
universitas maupun fakultas bertahan hingga kini.
Sehingga dilihat dari dinamika sejarah perkembangan Universitas Islam
Indonesia saling berkorelasi pula terhadap perkembangan kelembagaan
mahasiswa ( organisasi mahasiswa ) di KM Universitas Islam Indonesia. Dan
organisasi mahasiswa di Universitas Islam Indonesia pada dasarnya merupakan
suatu wadah yang dibentuk dengan tujuan untuk menampung dan menyalurkan
aspirasi mahasiswa yang sarat akan idealis dan kreativitas. Dahulunya, alasan
mengapa terbentuknya organisasi ini ditujukan hanya sekedar untuk memfasilitasi
kegiatan – kegiatan yang dilaksanakan oleh mahasiswa dengan tujuan sebagai
ajang keterampilan mahasiswa sehingga mahasiswa diharapkan tidak jemu dalam
melaksanakan aktifitas rutin kampus yaitu perkuliahan. Tetapi seiring dengan
perkembangan zaman, organisasi mahasiswa juga berperan sebagai wahana
mahasiswa dalam menganalisis, mengkritisi, serta menyampaikan pandangan
terhadap gejolak – gejolak sosial dan budaya yang tidak hanya dalam ruang
lingkup kampus tetapi juga telah berkembang hingga ke lingkungan masyarakat
secara umum. Tentu saja, perkembangan tersebut tidak lepas dari kematangan
serta kedewasaan dari organisasi mahasiswa tersebut hingga saat ini mahasiswa
( melalui organisasi mahasiswa ) seringkali dikenal sebagai pembela rakyat yang
teraniaya dan tidak dapat dipungkiri lagi bahwa mahasiswa memiliki kedekatan
emosional dengan rakyat.
Menurut kaidah bahasa , badan legislatif adalah badan yang bertugas
untuk menyusun kebijakan untuk dilaksanakan nantinya. Dalam konsep
demokrasi, badan legislatif identik dengan badan perwakilan. Artinya , badan
legislatif sebagai badan pengemban kedaulatan atau badan yang menjalankan
kedaulatan yang bertugas untuk membentuk kebijakan yang mencerminkan dari
keinginan mahasiswa. Jadi , kebijakan tersebut nantinya bukanlah dari suatu pihak
atau golongan semata. Untuk itu, badan legislatif mahasiswa haruslah
mencerminkan representasi dari mahasiswa-mahasiswa yang ada. Badan legislatif
mahasiswa beranggotakan wakil – wakil mahasiswa yang dipilih melalui Pemilu
atau mekanisme tertentu. Wakil mahasiswa tersebut haruslah mewakili dari
golongan tertentu. Seorang wakil mahasiswa mengemban amanat untuk
menampung dan menyalurkan aspirasi mahasiswa untuk menjadi suatu kebijakan
(legislator).
Maka dari itu, wakil mahasiswa dituntut untuk dapat sensitif dalam
mendengarkan keluhan mahasiswa serta aktif dalam menuangkan pemikiran untuk
menyusun suatu kebijakan yang akan diberlakukan dalam lingkungan mahasiswa.
Dalam praktik sehari – hari, seorang wakil mahasiswa dituntut untuk mampu
turun kebawah untuk menampung aspirasi mahasiswa sebesar – besarnya dan
menuangkannya dalam suatu forum kerja yang berupa rapat – rapat serta Sidang
Umum. Sangat ironis apabila seorang wakil mahasiswa ketika menjalankan
tugasnya bersikap pasif alias diam dan cenderung acuh tak acuh tanpa
memberikan suatu kontribusi yang berarti bagi penyelenggaraan kehidupan
kemahasiswaan.
Secara keseluruhan, badan legislatif mahasiswa dituntut harus mampu
menuangkan terobosan – terobosan yang bersifat inovatif dalam hal kebijakan –
kebijakan sehingga fungsi legislatif tersebut benar – benar berjalan secara optimal.
Disamping itu, badan legislatif mahasiswa juga dituntut untuk aktif mengawasi
pelaksanaan dan mengevaluasi dari praktik – praktik penyelenggaraan sistem
tersebut. Praktik – praktik penyelenggaraan dapat berupa kebijakan – kebijakan
atau proses yang terjadi di dalam sistem tersebut. Hal ini bertujuan agar terjadi
kontrol dan keseimbangan ( check and balances ) sehingga menghindarkan
penumpukan kekuasaan yang berdampak pada absolutisme. Untuk itu, disinilah
dituntut peran serta dari seluruh wakil mahasiswa yang duduk di badan legislatif
mahasiswa untuk menjalankan fungsi dari badan tersebut secara menyeluruh.
Merujuk dari makna yang tersirat, Eksekutif artinya pelaksana yang
menduduki posisi tertinggi. Dengan demikian, sebuah badan eksekutif mahasiswa
haruslah dapat menjadi pemimpin bagi mahasiswa. Mengutip dari konsep agama
Islam, maka pemimpin merupakan panutan. Jadi, sebuah badan eksekutif nantinya
akan menjadi panutan. Dalam kondisi sehari – hari, badan eksekutif ini memegang
peranan penting dalam kehidupan mahasiswa. Badan eksekutif seharusnya dapat
menjadi motor penggerak bagi seluruh mahasiswa. badan eksekutif dapat
mengelola aspek – aspek kehidupan kemahasiswaan melalui politik – politiknya.
Untuk itulah dibentuk departemen – departemen yang nantinya akan bertugas
untuk menjalankan politik – politik tersebut. Hal ini bertujuan agar badan
eksekutif dapat menjadi sebuah badan pengambil kebijakan politis di tingkat
mahasiswa. Badan eksekutif dituntut harus mampu memahami keinginan
mahasiswa yang dituangkan dalam setiap program kerjanya. Badan eksekutif yang
ideal ialah badan eksekutif yang visioner yaitu memiliki gambaran kemana roda
kehidupan mahasiswa ini diarahkan. Sebagai badan pengambil kebijakan politis,
tentunya badan eksekutif harus mempergunakan kewenangan politiknya dengan
tepat guna dan sebaik – baiknya untuk mewujudkan kesejahteraan mahasiswa.
Disamping itu, badan eksekutif dituntut untuk mampu menjalankan fungsi
advokasi mahasiswa yang berupa fungsi memperjuangkan hak – hak mahasiswa
di lingkungan universitas. Sekali lagi, fungsi tersebut tak lepas dari politik yang
dimiliki oleh sebuah badan eksekutif di lingkungan mahasiswa. Mengenai apakah
badan eksekutif berorientasi kepada kesejahteraan mahasiswa dapat dilihat pada
rancangan program kerja yang tercermin pada rancangan anggaran yang diajukan
pada badan legislatif mahasiswa. Dalam rancangan anggaran tersebut dapat dilihat
apakah badan eksekutif melalui kebijakan – kebijakan program kerjanya berbasis
pada pelayanan mahasiswa serta merupakan cerminan dari keinginan mahasiswa.
Maka dari itu, badan eksekutif harus menjalin suatu hubungan kerja sama yang
baik dengan badan legislatif sebagai perwujudan mahasiswa melalui wakil –
wakilnya agar tercipta suatu kesepahaman dan tatanan yang harmonis sehingga
tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan mahasiswa dapat terpenuhi dengan baik.
Untuk mencipta suatu badan eksekutif yang baik tentunya harus diawali
dengan permulaan yang baik pula. Sebuah badan eksekutif harus dibentuk dan
disahkan secara aklamasi melalui suatu proses yang demokratis. Hal ini bertujuan
agar badan eksekutif dapat menjadi cerminan dari keinginan mahasiswa dimana
orang – orang yang duduk di badan eksekutif haruslah ditunjuk oleh mahasiswa
karena idealismenya.
Hariman Siregar dalam bukunya "Gerakan Mahasiswa, Pilar Ke-5
Demokrasi" menjelaskan ciri Gerakan Mahasiswa, yaitu,
1) Bersifat spontanitas. Partisipasi mahasiswa dalam gerakan merupakan respons
spontan atas situasi sosial yang tidak sehat, bukan atas ideologi tertentu,
melainkan atas nilai-nilai ideal. Namun hal ini bukan berarti tidak ada pendidikan
publik di kalangan mahasiswa;
2) Bercorak nonstruktural. Gerakan mahasiswa tak dikendalikan oleh suatu
organisasi tunggal, termasuk kepemimpinan komando, melainkan bercorak
organisasi cair, dengan otonomi masing-masing basis kampus sangat besar.
Agenda aksi dibicarakan secara terbuka dan diputuskan serta diorganisasikan
secara kolektif;
3) Bukan agen politik di luar kampus. Gerakan mahasiswa bersifat independen
dari kelompok kepentingan tertentu, tetapi tidak menutup kemungkinan ada
langkah bersama. Ini bisa terjadi lantaran sifat gerakan mahasiswa itu sendiri yang
merupakan reartikulator kepentingan rakyat atau gerakan moral;
4) Memiliki jaringan yang luas. Mengingat otonomi masing-masing kampus
begitu tinggi, pola gerakan mahasiswa terletak pada jaringan yang dibinanya.
Bentuk jaringan menjadi salah satu ciri dari pengorganisasian gerakan mahasiswa.
Jaringan yang terbentuk biasanya luwes sehingga memudahkan untuk bermanuver
serta tidak mudah untuk dikooptasi oleh kelompok kepentingan yang bertentangan
dengan gerakan moral, termasuk pemerintah.
Jika ditarik benang merah antara gerakan mahasiswa dengan organisasi
atau lembaga mahasiswa sangat berperan dan berpengaruh. Oleh karena itu untuk
meningkatkan pergerakan mahasiswa melalui organisasi mahasiswa dilingkungan
Universitas Islam Indonesia menggunakan sistem student government atau
“pemrintahan pelajar”.
Sistem student goverment merupakan suatu sistem yang mengibaratkan
kampus menjadi suatu negara dimana didalamnya terdapat perangkat perangkat
kenegaraan. Berlandaskan dari prisip dasar tersebut, maka perangkat – perangkat
tadi ditujukan untuk menjamin dan melaksanakan implementasi prinsip tersebut
dalam kehidupan mahasiswa. Dalam hal ini , prinsip “ dari mahasiswa “ artinya
ialah pemerintahan tersebut dikukuhkan secara aklamasi oleh mahasiswa melalui
suatu prosesi tertentu. Hal ini meliputi keterlibatan mahasiswa dalam menata
sistem tersebut, partisipasi mahasiswa dalam perangkat sistem, serta adanya
pengakuan bahwa kedaulatan berada ditangan mahasiswa . Prinsip “ oleh
mahasiswa “ diartikan bahwa perangkat – perangkat dalam sistem tersebut beserta
kebijakannya dihasilkan secara independen oleh mahasiswa melalui
perwakilannya. Hal ini meliputi independensi mahasiswa dalam menyelengerakan
praktik-praktik kenegaraan tersebut, jaminan sepenuhnya terhadap kemurnian
dari kedaulatan mahasiswa, serta jaminan kesetaraan hak dan kewajiban bagi
seluruh mahasiswa dimata sistem tersebut. Sedangkan prinsip “untuk mahasiswa “
diartikan bahwa tujuan akhir dari sistem tersebut ialah untuk kesejahteraan
mahasiswa sebesar-besarnya. Dalam praktiknya, student government mengatur
adanya badan eksekutif dan badan legislatif mahasiswa. Alasan kenapa yudikatif
tidak dimasukkan kedalam sistem tersebut karena mahasiswa notabene merupakan
masyarakat kampus yang berada dibawah rektor universitas. Artinya dalam hal
fungsi yudikatif , Rektor merupakan pemegang kekuasaan tertinggi di universitas.
adanya legislatif dan eksekutif mahasiswa sebagai pelaksana
pemerintahaan tersebut. Disamping itu sebagai salah satu ciri adanya
pemerintahan mahasiswa, Rektor sebagai penanggung jawab tertinggi
memberikan wewenang penuh pada organisasi mahasiswa untuk
menyelenggarakan aspek – aspek kemahasiswaan. Artinya, disini terjadi sharing
administration antara Rektor dan Organisasi mahasiswa sehingga terjalin suatu tali
koordinasi antara Rekor dan Organisasi mahasiswa. Dalam praktek
penyelenggaraannya, ketika Rektor ingin membentuk suatu kebijakan di
universitas maka Rektor melibatkan pandangan mahasiswa yang merupakan
golongan mayoritas dikampus. Pandangan mahasiswa disampaikan melalui
perwakilan – perwakilannya sehingga kebijakan yang nantinya dihasilkan akan
bersifat adil bagi seluruh pihak. Dan begitu pula dalam hal ketika organisasi
mahasiswa ingin membentuk kebijakan di tingkat mahasiswa, Rektor mempunyai
hak memberikan pandangan tentang bagaimana sebaiknya kebijakan tersebut
tanpa bermaksud untuk mengintervensi atau mendikte organisasi mahasiswa.
Sebagi contoh, dalam konsepsi kemahasiswaan di Institut Teknologi Bandung
disebutkan bahwa, “ Organisasi kemahasiswaan mengakui Rektor sebagai
penanggung jawab tertinggi di lingkungan kampus tetapi organisasi
kemahasiswaan tidak menghamba kepada Rektor.” Artinya disini ada suatu
independensi yang berupa batasan – batasan teritorial yang diakui oleh kedua
pihak.
Hal diatas tentunya suatu hal yang sudah sewajarnya apabila kita
mengaitkan dengan Keputusan Mendikbud No. 155/U/1998 tentang Pedoman
Umum Organisasi Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi dimana pasal 2 dijelaskan
bahwa “Organisasi kemahasiswaan di perguruan tinggi diselenggarakan
berdasarkan prinsip dari, oleh dan untuk mahasiswa dengan memberikan peranan
dan keleluasaan lebih besar kepada mahasiswa.” Dari penggalan kalimat “
berdasarkan prinsip dari, oleh dan untuk mahasiswa “ tersirat bahwa organisasi
mahasiswa mempunyai independensi yang terjamin oleh peraturan perundangan.
Arti dari independensi organisasi mahasiswa ialah bahwa dalam
menyelenggarakan kelembagaannya, organisasi mahasiswa harus terlepas dari
sebagal bentuk intervensi baik berupa langsung maupun tak langsung dari jajaran
universitas. Struktural universitas ( Rektor beserta jajarannya ) hanya berperan
sebagai partner atau mitra dari organisasi mahasiswa. Jadi dengan adanya prinsip
tersebut, kedaulatan yang berlaku ialah kedaulatan mahasiswa. Disamping itu,
prinsip tersebut juga mengharuskan mahasiswa dan pihak – pihak yang terkait
dengan organisasi mahasiswa mempraktek azaz demokrasi serta menghormati
kedaulatan yang berada tangan mahasiswa tersebut. Prinsip tersebut lalu diperkuat
dengan kalimat “memberikan peranan dan keleluasaan lebih besar kepada
mahasiswa.” yang berarti bahwa organisasi mahasiswa mempunyai daerah
tersendiri yang diakui secara hukumk dan harus dihormati oleh seluruh pihak.
Dengan demikian kedudukan organisasi mahasiswa adalah kuat sesuai dengan
peraturan perundangan.
Oleh : Muhammad agung nugroho , FK UII
Top Related