Tugas Bed Side Teaching
KARSINOMA NASOFARING DAN LIMFADENOPATI COLLI
Oleh :
Meiustia Rahayu
07120141
Pembimbing :
dr. Effy Huriyati, SpTHT-KL
BAGIAN ILMU PENYAKIT
TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2012
1. Diagnosis Karsinoma Nasofaring
Diagnosis karsinoma nasofaring ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik dari 5 kelompok manifestasi klinis karsinoma nasofaring sebagai
berikut:
a. Anamnesis
1) Identitas: penderita usia tua, lebih dari 40 tahun, biasanya laki-laki.
2) Keluhan utama dan riwayat penyakit:
a) Gejala nasofaring:
Pilek lama lebih dari 1 bulan
Ingus awalnya biasa, kemudian menjadi kental, berbau busuk, tampak
titik-titik atau garis-garis darah.
Hidung tersumbat sebelah atau keduanya
Sukar bernafas dan sukar membau
Sering mimisan atau keluar darah dari hidung (epistaksis)
b) Gejala telinga (akibat penyumbatan muara saluran Eusthacius yang
berfungsi menyeimbangkan tekanan dalam ruang telinga tengah dan
udara luar):
Rasa penuh di telinga seperti terisi air
Kurang pendengaran tipe konduktif
Berdengung atau gembreg (tinitus)
Nyeri telinga (otalgia)
c) Gejala metastasis:
Pembesaran leher atau tumor leher, bisa unilateral ataupun bilateral.
d) Gejala mata dan saraf:
Didahului oleh gejala kepala sakit atau pusing, kurang rasa (hipastesia)
daerah pipi dan hidung, kadang sukar menelan atau disfagia.
Parese N.I (karena karsinoma nasofaring sudah mendesak N.I melalui
foramen oflaktorius pada lamina kribosa) anosmia.
Sindrom petrosfenoidal (parese N.IV, N.III, N.IV, dan lebih jarang
N.II akibat perluasan tumor primer ke dalam kavum kranii)
- Parese N.II penurunan ketajaman penglihatan.
- Parese N.III kelumpuhan m. levator palpebra dan m. tarsalis
superior sehingga kelopak mata atas menurun, fisura palpebra
menyempit, kesulitan membuka mata.
- Parese N.III, IV, VI kelumpuhan salah satu atau beberapa otot-
otot ekstra okuler yang dipersarafi oleh N.III, IV, VI
pandangan ganda (diplopia)
Parese N.V (saraf sensorik dan motorik) parestesi sampai hipestesia
pada separuh wajah atau timbul neuralgia separuh wajah.
Sindrom parafaring / sindrom Jackson (metastasis tumor ke dalam
spatium retroparotideum menyebabkan kompresi N.IX, N.X, N.XI,
N.XII, dan N. servikalis simpatikus)
- Parese N.IX hilangnya refleks muntah, disfagia ringan, parese
lidah, deviasi uvula ke sisi yang baik, hilangnya sensasi pada
faring, tonsil, bagian atas tenggorok, dan belakang lidah, salivasi
meningkat akibat terkenanya pleksus timpani pada lesi telinga
tenga, takikardi dimungkinkan akibat gangguan refleks karotikus.
- Parese N.X afoni, disfoni, perubahan posisi pita suara, disfagi,
spasme esofagus (gangguan motorik) serta nyeri daerah faring dan
laring, dispnea, hipersalivasi (gangguan sensorik).
- Parese N.XI kesukaran mengangkat atau memutar kepala dan
dagu.
- Parese N.XII (akibat infiltrasi tumor ganas melalui kanalis N.
hipoglosus atau dapat pula karena penekanan pembesaran
limfonodi pada spatium parafaring) parese otot-otot yang
dipersarafi yaitu: m. stiloglosus, m. longitudinal superior dan
inferior, m. genioglosus (otot-otot lidah) lidah menyimpang ke
sisi yang lumpuh, penderita pelo, dan disfagia.
3) Kebiasaaan dan pekerjaan:
- Riwayat memakan makanan yang diawetkan dengan nitrosamin dalam
waktu lama, seperti ikan asin.
- Riwayat memakan makanan yang dimasak dengan bahan tertentu.
- Riwayat memakan makanan yang terlalu panas.
- Riwayat pekerjaan yang berkontak dengan bahan kimia atau asap.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Hidung:
- tidak terdapat kelainan di hidung dan sinus paranasal
- bisa tumor primer sudah besar, dapat terlihat pada rinoskopi anterior
2) Telinga:
- tanda oklusi tuba: retraksi membran timpani
- tahap lanjut: keluar cairan dari telinga tengah
3) Orofaring dan Mulut:
pemeriksaan rongga mulut, lidah, faring tonsil, hipofaring dan laring tidak
dijumpai kelainan
4) Leher:
massa tumor di ujung prosesus mastoid, di belakang angulus mandibula, di
dalam muskulus sternokleidomastoid, keras, tak sakit, dan tidak mudah
bergerak
5) Saraf:
parese saraf yang terkena serta ditemukan tenda parese otot yang disarafi.
c. Stadium KNF (UICC 2002)
T : Tumor primer
Tx : Tumor primer tidak dapat ditentukan
T0 : Tidak ditemukan adanya tumor primer
T1 : Tumor terbatas pada daerah nasofaring saja (lateral/posterosuperior/atap)
T2 : Tumor meluas sampai daerah orofaring dan atau rongga nasal tanpa
penyebaran sampai daerah parafaringeal
T2a : Tumor meluas sampai daerah orofaring dan/atau rongga nasal tanpa
penyebaran sampai daerah paragaringeal
T2b : Tumor meluas sampai daerah parafaringeal
T3 : Tumor menyerang struktur tulang dan /atau sinus paranasal
T4 : Tumor mengenai sampai daerah interfaringeal dan /atau penyebaran
tumor di saraf kranial, fossa intratemporal, hipofaring, orbita atau
ruangan mastikator.
N : Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) regional
Nx : Pembesaran KGB regional tidak dapat ditentukan
N0 : Tidak ada pembesaran KGB regional
N1 : Metastasis unilateral KGB dengan ukuran < 6cm merupakan ukuran
terbesar terletak diatas fossa supraklavikula
N2 : Metastasis bilateral KGB dengan ukuran < 6cm merupakan terbesar
terletak di atas fossa supraklafikula
N3 : Metastasis bilateral KGB dengan ukuran > 6 cm atau terletak pada
fossa supraklavikula
N3a : Ukuran KGB > 6 cm
N3b : KGB terletak pada daerah fossa supraklavikula
Keterangan: KGB di daerah garis tengah dianggap sebagai KGB ipsilateral
M : Metastasis jauh
Mx : Adanya metastasis jauh tidak dapat ditentukan
M0 : Tidak ada metastasis jauh
M1 : Terdapat metastasis jauh
Grup stadium :
Stadium 0 : Tis - N0 - M0
Stadium 1 : T1 - N0 - M0
Stadium IIA : T2a - N0 - M0
Stadium IIB : T1 - N1 - M0 T2a - N1 - M0 T2b - N0,N1 - M0
Stadium III : T1 - N2 - M0 T2a,T2b - N2 - M0 T3 - N0,N1,N2 - M0
Stadium IVA : T4 - N0,N1,N2 - M0
Stadium IVB :sSemua T-N3-M0
Stadium IVC : semua T- semua N-M1
2. Algoritma Diagnostik Limfadenopati Colli
Limfadenopati colli
Lokasi:
a. Hanya regio colli
- infeksi virus SPA
- infeksi bakteri
b. Generalisata
- HIV
- pemakaian obat
(fenitrin, isoniazid, dll)
Proses:
a. Akut
- 2 sisi : infeksi virus SPA
- 1 sisi : Kawasaki disease
b. Kronik
- Mycobacterium
- toksoplasma
- Epstein-Barr virus
- Citomegalovirus
Anamnesis
Gejala Penyerta:
- Demam, nyeri tenggorok, batuk ISPA
- Demam, keringat malam, penurunan BB tuberculosis, kegananasan
- Demam tanpa penyebab yang jelas, rasa lelah, nyeri sendi penyakit kolagen, penyakit serum
Riwayat Penyakit:
- Radang tonsil / gigi / gusi infeksi Streptokokus atau
kuman anaerob
- Luka lecet wajah / leher infeksi Stafilokokus
- Transfusi darah CMV, EBV, HIV
Riwayat Pekerjaan dan
Kebiasaan:
- Kontak dengan penderita
ISPA / tuberkulosis
Karakteristik:
a. Ukuran
diameter > 1,5 cm dikatakan abnormal
b. Nyeri tekan
umumnya diakibatkan peradangan atau proses perdarahan
c. Konsistensi
- keras seperti batu mengarahkan kepada keganasan
- padat seperti karet mengarahkan kepada limfoma
- lunak mengarahkan kepada proses infeksi
- fluktuatif mengarahkan telah terjadinya abses/pernanahan
d. Kemerahan dan hangat pada perabaan
menandakan infeksi bakteri
f. Dapat bebas digerakkan atau tidak dapat digerakkan
- dapat digerakkan: infeksi virus
g. Fluktuasi
h. Lokasi
- bagian posterior: pada infeksi rubela dan mononucleosis
-
Pemeriksaan Fisik
- tenggorokan yang merah, bercak-bercak putih pada tonsil, bintik-bintik, merah
pada langit-langit infeksi oleh bakteri streptokokus
- selaput pada dinding tenggorok, tonsil, langit-langit yang sulit dilepas dan bila
dilepas berdarah, pembengkakan pada jaringan lunak leher (bull neck)
kepada infeksi oleh bakteri difteri
- faringitis, ruam-ruam dan pembesaran limpa kepada infeksi Epstein Barr
Virus (EBV)
- radang pada selaput mata dan bercak koplik campak
- pucat, bintik-bintik perdarahan (bintik merah yang tidak hilang dengan
penekanan), memar yang tidak jelas penyebabnya, dan pembesaran hati dan
limpa leukemia
- tenggorokan yang merah, bercak-bercak putih pada tonsil, bintik-bintik, merah
pada langit-langit demam panjang yang tidak berespon dengan obat demam,
kemerahan pada mata, peradangan pada tenggorok, strawberry tongue,
perubahan pada tangan dan kaki (bengkak, kemerahan pada telapak tangan dan
kaki) dan limfadenopati satu sisi (unilateral) penyakit Kawasaki
Ultrasonografi:
- limfadenopati servikalis ukuran, bentuk, echogenicity, gambaran
mikronodular, nekrosis intranodal dan ada tidaknya kalsifikasi.
- dapat dikombinasi dengan biopsi aspirasi jarum halus untuk mendiagnosis
limfadenopati dengan hasil yang lebih memuaskan, dengan nilai sensitivitas
98% dan spesivisitas 95%.
Pemeriksaan Penunang
CT scan:
mendeteksi pembesaran KGB servikalis dengan diameter 5 mm atau lebih
3. Pemeriksaan Penunjang pada Karsinoma Nasofaring
a. Nasofaringoskopi tidak langsung atau fiberoptik fleksibel atau endoskopi
rigid untuk mendeteksi tumor primer ditemukan lesi nodular pada region
orifisium tuba Eusthacius. Sebagian masa yang ada pada nasopharing ini sangat
kecil, sehingga sulit terdeteksi.
b. Pemeriksaan neurologis pada saraf kranial.
c. CT/MRI scan pada leher sampai klavikula dan kepala untuk mendeteksi
metastase.
d. Foto toraks (AP dan lateral) untuk melihat apakah karsinoma nasofaring sudah
menyebar ke paru atau tidak.
e. Pemindaian tulang atau bonescintygraphy untuk melihat metastase ke tulang.
f. Pemeriksaan darah total
g. Pemeriksaan urea, elektrolit, kreatinin, fungsi hati, Ca, PO4 dan alkalin
fospatase.
h. Pemeriksaan antigen virus Ebstein-Barr dan DNA virus Ebstein-Barr.
Pemeriksaan serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk infeksi virus
Ebstein-Barr telah menunjukkan kemajuan dalam mendeteksi karsinoma
nasofaring.
i. Biopsi kelenjar getah bening atau tumor primer untuk pemeriksaan
histopatologi. Diagnosis pasti karsinoma faring adalah dengan biopsi jaringan
nasopharing. Biopsi dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dari hidung atau dari
mulut.
HIstopatologi
Klasifikasi secara histopatologi dari WHO mangkategorikan tumor ini ke
dalam 3 kelompok besar sesuai dengan pola dominan yang terlihat secara
mikroskopik, yaitu:
1) Karsinoma sel skuamosa ber-keratin
2) Karsinoma sel skuamosa tidak berkeratin
3) Karsinoma tidak berdiferensiasi. Termasuk ke dalamnya: limfoepitelioma, sel
transisional, sel spindel, sel clear, anaplastik. Jenis ini yang tersering dari
karsinoma nasofaring dan juga merupakan jenis yang tersering pada anak-
anak dibawah usia 12 tahun.
4. Penatalaksanaan Karsinoma Nasofaring
Penatalaksanaan karsinoma nasofaring berdasarkan stadium TNM:
a. Stadium I : Radioterapi
b. Stadium II&III : Kemoradiasi
c. Stadium IV dengan N< 6 cm: Kemoradiasi
d. Stadium IV dengan N> 6 cm: Kemoterapi dosis penuh dilanjutkan kemoradiasi
Sampai saat ini radioterapi masih merupakan pengobatan utama untuk
karsinoma nasofaring. Radiasi diberikan terhadap tumor primer sebanyak 2 Gy/kali, 5
kali per seminggu dengan dosis 66-70 Gy, sedangkan untuk kelenjar limfe leher yang
membesar diberikan 60Gy. Bila tidak ada pembesaran kelenjar limfe leher juga
diberikan radiasi preventif sebesar 14Gy. Indikasi pemberian radiasi interna
(brakiterapi) adalah untuk kasus tumor primer yang menetap <4 minggu pasca
pemberian radiasi primer radikal, sebagai adjuvant terapi radiasi externa, tumor
regional yang menetap yang diberikan bersamaan dengan diseksi leher atau pada
kasus kambuh.
Kemotrapi merupakan terpi adjuvant yang terbaik. Indikasi pemberian
kemoterapi adalah adanya penyebaran tumor ke kelenjar limfe leher, metestasis jauh
ke hati, paru atau tulang, infiltrasi intracranial dan kasus residif. Kemoterapi dapat
diberikan secara neoadjuvan, konkuren atau adjuvant.
a. Kemoterapi neoadjuvan
Tujuannya adalah untuk mengurangi besarnya tumor sebelum radio terapi, karena
dengan vaskularisasi yang masih baik, pencapaian obat sampai ke massa tumor
manjadi optimal.
b. Kemoterapi konkuren
Yaitu pemberian kemoterapi bersama-sama dengan radioterapi, dengan harapan
bahwa dengan cara ini dapat membunuh sel kanker yang sensitive terhadap
kemoterapi dan mengubah sel kanker yang resisten menjadi lebih sensitive
terhadap radioterapi. Termasuk obat-obat bersifat radiosensitizer.
c. Kemoterapi adjuvant
Kemoterapi yang diberikan pasca terapi devinitif untuk meningkan control
lokoregional, membrantas tumor residu dan eridikasi metastasis jauh
Menurut rekomendasi FDA (amerika), obat-obat kemoterapi yang
digunakan untuk keganasan dikepala dan leher adalah cisplastin, Carboplatin, 5-Fu,
methotrexate, bleomycin, mytomicin C, dll. Yang termasuk obat-obat anti kanker
jenis terbaru adalah paclitacel, gemcitabin, taxotere, dll.
Tindakan operasi berupa pengangkatan tumor primer, namun sangat jarang
dan sulit dilakukan karena lokasi tumor yang tersembunyi, atau pengangkatan residif
atau rekuren KGB dengan diseksi leher radikal.
Radioterapi rekuren
Terdapat 15-30% kasus kekambuhan regional pasca radioterapi. Yang harus
diperhatikan adalah besarnya dosis dan target organ yang akan disinar. Kekambuhan
sering timbul di sepanjang kelenjar jugular atas dan bawah, submental, fossa
supraklavikular san lekuk sternum. Setelah dipastikan dengan FN/B atau pemeriksaan
serologis, maka dapat diberikan radiasi ulang, tetapi efek samping menjadi lebih
meningkat, sehingga pilihan yang tepat untuk mengatasi kekambuhan kelenjar yaitu
dengan diseksi leher.
Top Related