TINJAUAN PUSTAKA
DAKRIOSISTITIS
DAKRIOADENITIS
OBSTRUKSI DUKTUS LAKRIMALIS
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Madya
di SMF. Ilmu Kesehatan Mata RSMS
Oleh:
Yuga Parsadaan, S.Ked NIM 1220221085
SMF. ILMU KESEHATAN MATA RSMS PURWOKERTO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN
JAKARTA
NOVEMBER 2015
1. DAKRIOSISTITIS
Anatomi Sistem Lakrimalis
Sistem lakrimal terdiri dari dua bagian, yaitu sistem sekresi yang berupa
kelenjar lakrimalis dan sistem ekskresi yang terdiri dari punctum lakrimalis,
kanalis lakrimalis, sakus lakrimalis, duktus nasolakrimalis, dan meatus inferior.8
Kelenjar lakrimalis terletak pada bagian lateral atas mata yang
disebut dengan fossa lakrimalis. Bagian utama kelenjar ini
bentuk dan ukuranya mirip dengan biji almond, yang terhubung
dengan suatu penonjolan kecil yang meluas hingga ke bagian
posterior dari palpebra superior. Dari kelenjar ini, air mata
diproduksi dan kemudian dialirkan melalui 8-12 duktus kecil yang
mengarah ke bagian lateral dari fornix konjungtiva superior dan
di sini air mata akan disebar ke seluruh permukaan bola mata
oleh kedipan kelopak mata.5
Gambar 1. Kelenjar Lakrimalis dan Sistem Drainase
Sumber: Clinical Anatomy, A Revision and Applied Anatomy for Clinical
Students Eleventh Edition
1
Selanjutnya, air mata akan dialirkan ke dua kanalis
lakrimalis, superior dan inferior, kemudian menuju ke punctum
lakrimalis yang terlihat sebagai penonjolan kecil pada kantus
medial. Setelah itu, air mata akan mengalir ke dalam sakus
lakrimalis yang terlihat sebagai cekungan kecil pada permukaan
orbita. Dari sini, air mata akan mengalir ke duktus nasolakrimalis
dan bermuara pada meatus nasal bagian inferior. Dalam
keadaan normal, duktus ini memiliki panjang sekitar 12 mm dan
berada pada sebuah saluran pada dinding medial orbita.5
Definisi
Dakriosistitis adalah peradangan pada sakus lakrimalis akibat adanya
obstruksi pada duktus nasolakrimalis. Obstruksi pada anak-anak biasanya akibat
tidak terbukanya membran nasolakrimal, sedangkan pada orang dewasa akibat
adanya penekanan pada salurannya, misal adanya polip hidung.1,2,3,6,8
Epidemiologi
Penyakit ini sering ditemukan pada anak-anak atau orang dewasa di atas
40 tahun, terutama perempuan 2,6,8 dengan puncak insidensi pada usia 60 hingga
70 tahun.6 Dakriosistitis pada bayi yang baru lahir jarang terjadi, hanya sekitar 1%
dari jumlah kelahiran yang ada dan jumlahnya hampir sama antara laki-laki dan
perempuan.6 Jarang ditemukan pada orang dewasa usia pertengahan kecuali bila
didahului dengan infeksi jamur.8
Klasifikasi
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, dakriosistitis dibedakan menjadi 3
(tiga) jenis 6, yaitu:
a. Akut
2
Pasien dapat menunjukkan morbiditasnya yang berat namun jarang
menimbulkan kematian. Morbiditas yang terjadi berhubungan dengan abses pada
sakus lakrimalis dan penyebaran infeksinya.
b. Kronis
Morbiditas utamanya berhubungan dengan lakrimasi kronis yang berlebihan
dan terjadinya infeksi dan peradangan pada konjungtiva.
c. Kongenital
Merupakan penyakit yang sangat serius sebab morbiditas dan mortalitasnya
juga sangat tinggi. Jika tidak ditangani secara adekuat, dapat menimbulkan
selulitis orbita, abses otak, meningitis, sepsis, hingga kematian. Dakriosistitis
kongenital dapat berhubungan dengan amniotocele, di mana pada kasus yang
berat dapat menyebabkan obstruksi jalan napas. Dakriosistitis kongenital yang
indolen sangat sulit didiagnosis dan biasanya hanya ditandai dengan lakrimasi
kronis, ambliopia, dan kegagalan perkembangan.
Gambar 2. Dakriosistitis Akut Sumber: http://www.emedicine.com/
3
Gambar 3. Dakriosistitis KongenitalSumber: http://www.emedicine.com/
Faktor Predisposisi Dan Etiologi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya obstruksi duktus
nasolakrimalis 12:
Terdapat benda yang menutupi lumen duktus, seperti pengendapan kalsium,
atau koloni jamur yang mengelilingi suatu korpus alienum.
Terjadi striktur atau kongesti pada dinding duktus.
Penekanan dari luar oleh karena terjadi fraktur atau adanya tumor pada sinus
maksilaris.
Obstruksi akibat adanya deviasi septum atau polip.
Dakriosistitis dapat disebabkan oleh bakteri Gram positif maupun Gram
negatif. Bakteri Gram positif Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama
terjadinya infeksi pada dakriosistitis akut, sedangkan Coagulase Negative-
Staphylococcus merupakan penyebab utama terjadinya infeksi pada dakriosistitis
kronis. Selain itu, dari golongan bakteri Gram negatif, Pseudomonas sp. juga
merupakan penyebab terbanyak terjadinya dakriosistitis akut dan kronis.4
Literatur lain menyebutkan bahwa dakriosistitis akut pada anak-anak
sering disebabkan oleh Haemophylus influenzae, sedangkan pada orang dewasa
sering disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan Streptococcus β-haemolyticus.
4
Pada literatur ini, juga disebutkan bahwa dakriosistitis kronis sering disebabkan
oleh Streptococcus pneumoniae.2
Patofisiologi
Awal terjadinya peradangan pada sakus lakrimalis adalah adanya obstruksi
pada duktus nasolakrimalis. Obstruksi duktus nasolakrimalis pada anak-anak
biasanya akibat tidak terbukanya membran nasolakrimal, sedangkan pada orang
dewasa akibat adanya penekanan pada salurannya, misal adanya polip hidung.8
Obstruksi pada duktus nasolakrimalis ini dapat menimbulkan penumpukan
air mata, debris epitel, dan cairan mukus sakus lakrimalis yang merupakan media
pertumbuhan yang baik untuk pertumbuhan bakteri.2
Ada 3 tahapan terbentuknya sekret pada dakriosistitis. Hal ini dapat
diketahui dengan melakukan pemijatan pada sakus lakrimalis 12. Tahapan-tahapan
tersebut antara lain:
Tahap obstruksi
Pada tahap ini, baru saja terjadi obstruksi pada sakus lakrimalis, sehingga
yang keluar hanyalah air mata yang berlebihan.
Tahap Infeksi
Pada tahap ini, yang keluar adalah cairan yang bersifat mukus,
mukopurulen, atau purulent tergantung pada organisme penyebabnya.
Tahap Sikatrik
Pada tahap ini sudah tidak ada regurgitasi air mata maupun pus lagi. Hal
ini dikarenakan sekret yang terbentuk tertahan di dalam sakus sehingga
membentuk suatu kista.
Gejala Klinis
Gejala umum pada penyakit ini adalah keluarnya air mata dan kotoran.
Pada dakriosistitis akut, pasien akan mengeluh nyeri di daerah kantus medial
(epifora) yang menyebar ke daerah dahi, orbita sebelah dalam dan gigi bagian
depan. Sakus lakrimalis akan terlihat edema, lunak dan hiperemi yang menyebar
5
sampai ke kelopak mata dan pasien juga mengalami demam. Jika sakus lakrimalis
ditekan, maka yang keluar adalah sekret mukopurulen.2,8
Pada dakriosistitis kronis gejala klinis yang dominan adalah lakrimasi
yang berlebihan terutama bila terkena angin. Dapat disertai tanda-tanda inflamasi
yang ringan, namun jarang disertai nyeri. Bila kantung air mata ditekan akan
keluar sekret yang mukoid dengan pus di daerah punctum lakrimal dan palpebra
yang melekat satu dengan lainnya.2,8
Pada dakriosistitis kongenital biasanya ibu pasien akan mengeluh mata
pasien merah pada satu sisi, bengkak pada daerah pangkal hidung dan keluar air
mata diikuti dengan keluarnya nanah terus-menerus. Bila bagian yang bengkak
tersebut ditekan pasien akan merasa kesakitan (epifora).13
Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis dakriosistitis dibutuhkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis dapat dilakukan
dengan cara autoanamnesis dan heteroanamnesis. Setelah itu, dilakukan
pemeriksaan fisik. Jika, dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik masih belum
bisa dipastikan penyakitnya, maka boleh dilakukan pemeriksaan penunjang.
Beberapa pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui
ada tidaknya obstruksi serta letak dan penyebab obstruksi. Pemeriksaan fisik yang
digunakan untuk memeriksa ada tidaknya obstruksi pada duktus nasolakrimalis
adalah dye dissapearence test, fluorescein clearance test dan John's dye test.
Ketiga pemeriksaan ini menggunakan zat warna fluorescein 2% sebagai indikator.
Sedangkan untuk memeriksa letak obstruksinya dapat digunakan probing test dan
anel test. 6,7,12
Dye dissapearance test (DDT) dilakukan dengan meneteskan zat warna
fluorescein 2% pada kedua mata, masing-masing 1 tetes. Kemudian permukaan
kedua mata dilihat dengan slit lamp. Jika ada obstruksi pada salah satu mata akan
memperlihatkan gambaran seperti di bawah ini.7
6
Gambar 4. Terdapat obstruksi pada duktus nasolakrimalis kiriSumber: http://www.djo.harvard.edu
Fluorescein clearance test dilakukan untuk melihat fungsi saluran ekskresi
lakrimal. Uji ini dilakukan dengan meneteskan zat warna fluorescein 2% pada
mata yang dicurigai mengalami obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Setelah
itu pasien diminta berkedip beberapa kali dan pada akhir menit ke-6 pasien
diminta untuk beringus (bersin) dan menyekanya dengan tissue. Jika pada tissue
didapati zat warna, berarti duktus nasolakrimalis tidak mengalami obstruksi.7,12
Jones dye test juga dilakukan untuk melihat kelainan fungsi saluran
ekskresi lakrimal. Uji ini terbagi menjadi dua yaitu Jones Test I dan Jones Test II.
Pada Jones Test I, mata pasien yang dicurigai mengalami obstruksi pada duktus
nasolakrimalisnya ditetesi zat warna fluorescein 2% sebanyak 1-2 tetes.
Kemudian kapas yang sudah ditetesi pantokain dimasukkan ke meatus nasal
inferior dan ditunggu selama 3 menit. Jika kapas yang dikeluarkan berwarna hijau
berarti tidak ada obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Pada Jones Test II,
caranya hampir sama dengan Jones test I, akan tetapi jika pada menit ke-5 tidak
didapatkan kapas dengan bercak berwarna hijau maka dilakukan irigasi pada
sakus lakrimalisnya. Bila setelah 2 menit didapatkan zat warna hijau pada kapas,
maka dapat dipastikan fungsi sistem lakrimalnya dalam keadaan baik. Bila lebih
dari 2 menit atau bahkan tidak ada zat warna hijau pada kapas sama sekali setelah
dilakukan irigasi, maka dapat dikatakan bahwa fungsi sistem lakrimalnya sedang
terganggu. 6,7,12
7
Gambar 5. Irigasi mata setelah ditetesi fluorescein pada Jones dye test IISumber: http://drlaurasanders.com/topics/102-Evaluation/
Anel test merupakan suatu pemeriksaan untuk menilai fungsi ekskresi air
mata ke dalam rongga hidung. Tes ini dikatakan positif bila ada reaksi menelan.
Hal ini menunjukkan bahwa fungsi sistem ekskresi lakrimal normal. Pemeriksaan
lainnya adalah probing test. Probing test bertujuan untuk menentukan letak
obstruksi pada saluran ekskresi air mata dengan cara memasukkan sonde ke dalam
saluran air mata. Pada tes ini, punctum lakrimal dilebarkan dengan dilator,
kemudian probe dimasukkan ke dalam sackus lakrimal. Jika probe yang bisa
masuk panjangnya lebi dari 8 mm berarti kanalis dalam keadaan normal, tapi jika
yang masuk kurang 8 mm berarti ada obstruksi.7,12
Gambar 6. Anel Test Sumber: Manual for Eye Examination and Diagnosis 7th Edition
Pemeriksaan penunjang juga memiliki peranan penting dalan penegakkan
diagnosis dakriosistitis. CT scan sangat berguna untuk mencari tahu penyebab
8
obstruksi pada dakriosistitis terutama akibat adanya suatu massa atau keganasan.
Dacryocystography (DCG) dan dacryoscintigraphy sangat berguna untuk
mendeteksi adanya kelainan anatomi pada sistem drainase lakrimal.6
Gambar 7. Probing Test Sumber: Manual for Eye Examination and Diagnosis 7th Edition
Diagnosis Banding3
a. Selulitis Orbita
Selulitis orbita merupakan peradangan supuratif jaringan ikat longgar
intraorbita di belakang septum orbita. Selulitis orbita akan memberikan gejala
demam, mata merah, kelopak sangat edema dan kemotik, mata proptosis, atau
eksoftalmus diplopia, sakit terutama bila digerakkan, dan tajam penglihatan
menurun bila terjadi penyakit neuritis retrobulbar. Pada retina terlihat tanda stasis
pembuluh vena dengan edema papil. 3
b. Hordeolum
Hordeolum merupakan peradangan supuratif kelenjar kelopak mata. Dikenal
bentuk hordeolum internum dan eksternum. Horedeolum eksternum merupakan
infeksi pada kelenjar Zeiss atau Moll. Hordeolum internum merupakan infeksi
kelenjar Meibom yang terletak di dalam tarsus. Gejalanya berupa kelopak yang
bengkak dengan rasa sakit dan mengganjal, merah dan nyeri bila ditekan.
Hordeolum eksternum atau radang kelenjar Zeis atau Moll akan menunjukkan
penonjolan terutama ke daerah kulit kelopak. 3
9
Terapi
Pengobatan dakriosistitis pada anak (neonatus) dapat dilakukan dengan
masase kantong air mata ke arah pangkal hidung. Dapat juga diberikan antibiotik
amoxicillin/clavulanate atau cefaclor 20-40 mg/kgBB/hari dibagi dalam tiga dosis
dan dapat pula diberikan antibiotik topikal dalam bentuk tetes (moxifloxacin
0,5% atau azithromycin 1%) 17 atau menggunakan sulfonamid 4-5 kali
sehari 8.
Pada orang dewasa, dakriosistitis akut dapat diterapi dengan melakukan
kompres hangat pada daerah sakus yang terkena dalam frekuensi yang cukup
sering 8,17. Amoxicillin dan chepalosporine (cephalexin 500mg p.o.
tiap 6 jam) juga merupakan pilihan antibiotik sistemik yang baik
untuk orang dewasa 17. Untuk mengatasi nyeri dan radang, dapat
diberikan analgesik oral (acetaminofen atau ibuprofen), bila perlu
dilakukan perawatan di rumah sakit dengan pemberian antibiotik
secara intravena, seperti cefazoline tiap 8 jam 17. Bila terjadi
abses dapat dilakukan insisi dan drainase 8. Dakriosistitis kronis
pada orang dewasa dapat diterapi dengan cara melakukan irigasi
dengan antibiotik. Sumbatan duktus nasolakrimal dapat
diperbaiki dengan cara pembedahan jika sudah tidak radang lagi.
Penatalaksaan dakriosistitis dengan pembedahan
bertujuan untuk mengurangi angka rekurensi. Prosedur
pembedahan yang sering dilakukan pada dakriosistitis adalah
dacryocystorhinostomy (DCR). Di mana pada DCR ini dibuat
suatu hubungan langsung antara sistem drainase lakrimal
dengan cavum nasal dengan cara melakukan bypass pada
kantung air mata. Dulu, DCR merupakan prosedur bedah
eksternal dengan pendekatan melalui kulit di dekat pangkal
hidung. Saat ini, banyak dokter telah menggunakan teknik
endonasal dengan menggunakan scalpel bergagang panjang
atau laser.17
10
Gambar 8. Teknik Dakriosistorinostomi Eksternal
Sumber: Orbit, Eyelid, and Lacrimal System, American Academy of
Ophtalmology
Dakriosistorinostomi internal memiliki beberapa keuntungan jika
dibandingkan dengan dakriosistorinostomi eksternal. Adapun keuntungannya
yaitu, (1) trauma minimal dan tidak ada luka di daerah wajah karena operasi
dilakukan tanpa insisi kulit dan eksisi tulang, (2) lebih sedikit gangguan pada
fungsi pompa lakrimal, karena operasi merestorasi pasase air mata fisiologis tanpa
membuat sistem drainase bypass, dan (3) lebih sederhana, mudah, dan cepat (rata-
rata hanya 12,5 menit). 19
Kontraindikasi pelaksanaan DCR ada 2 macam, yaitu kontraindikasi
absolut dan kontraindikasi relatif 12. Kontraindikasi relatif dilakukannya
DCR adalah usia yang ekstrim (bayi atau orang tua di atas 70
tahun) dan adanya mucocele atau fistula lakrimalis. Beberapa
keadaan yang menjadi kontraindikasi absolut antara lain:
11
Kelainan pada kantong air mata :
- Keganasan pada kantong air mata.
- Dakriosistitis spesifik, seperti TB dan sifilis
Kelainan pada hidung :
- Keganasan pada hidung
- Rhinitis spesifik, seperti rhinoskleroma
- Rhinitis atopik
Kelainan pada tulang hidung, seperti periostitis
Gambar 9. Teknik Dakriosistorinostomi Internal
Sumber: Orbit, Eyelid, and Lacrimal System, American Academy of
Ophtalmology
2.11 Komplikasi
Dakriosistitis yang tidak diobati dapat menyebabkan pecahnya kantong air
mata sehingga membentuk fistel. Bisa juga terkadi abses kelopak mata, ulkus,
bahkan selulitis orbita.8
12
Komplikasi juga bisa muncul setelah dilakukannya DCR. Komplikasi
tersebut di antaranya adalah perdarahan pascaoperasi, nyeri transien pada segmen
superior os.maxilla, hematoma subkutaneus periorbita, infeksi dan sikatrik
pascaoperasi yang tampak jelas.19
2.12 Prognosis
Dakriosistitis sangat sensitif terhadap antibiotika namun masih berpotensi
terjadi kekambuhan jika obstruksi duktus nasolakrimalis tidak ditangani secara
tepat, sehingga prognosisnya adalah dubia ad malam. Akan tetapi, jika dilakukan
pembedahan baik itu dengan dakriosistorinostomi eksternal atau
dakriosistorinostomi internal, kekambuhan sangat jarang terjadi sehingga
prognosisnya dubia ad bonam. 15
13
2. DAKRIOADENITIS
DEFINISI
Peradangan kelenjar lakrimal merupakan penyakit yang jarang ditemukan dan
dapat bersifat unilateral atau bilateral
Dakrioadenitis ialah suatu proses inflamasi pada kelenjar air mata pars sekretorik.
Dibagi menjadi dua yaitu dakrioadenitis akut dan kronik, keduanya dapat
disebabkan oleh suatu proses infeksi ataupun dari penyakit sistemik lainnya.
PATOFISIOLOGI
Patofisiologinya masih belum jelas, namun beberapa ahli mengemukakan bahwa
proses infeksinya dapat terjadi melalui penyebaran kuman yang berawal di
konjungtiva yang menuju ke ductus lakrimalis dan menuju ke kelenjar
lakrimalis. Beberapa penyebab utama dari proses infeksi terbagi menjadi 3 ,
yaitu :
1. Viral (penyebab utama)
Mumps (penyebab tersering, terutama pada anak-anak), Epstein-Barr virus,
Herpes zoster, Mononucleosis, Cytomegalovirus, Echoviruses,
Coxsackievirus A
Pada anak dapat terlihat sebagai komplikasi dari kelenjar air liur, campah,
influenza.
2. Bacterial
Staphylococcus aureus and Streptococcus, Neisseria gonorrhoeae, Treponema
pallidum, Chlamydia trachomatis, Mycobacterium leprae, Mycobacterium
tuberculosis, Borrelia burgdorferi.
Dapat terjadi juga akibat infeksi retrograd konjungtivitis. Trauma tembus
dapat menimbulkan reakso radang pada kelenjar lakrimal ini.
3. Fungal (jarang)
Histoplasmosis, Blastomycosis, aktinomises, nokardiosissporotrikosis
4. Sarkoid dan idiopati
Pada penyakit sistemik yang memungkinkan terjadinya dakrioadenitis adalah :
14
1.Sarcoidosis
2.Graves disease
3.Sjogren syndrome
4.Orbital inflammatory syndrome
5.Benign lymphoepithelial lesion
I. DAKRIOADENITIS AKUT
Pada dakrioadenitis akut sering ditemukan pembesaran kelenjar air mata di dalam
palpebra superior , hal ini dapat ditemukan apabila kelopak mata atas dieversi ,
maka akan kelihatan tonjolan dari kelenjar air mata yang mengalami proses
inflamasi .
Gejala Klinis :
Pada perabaan karena ini merupakan suatu proses yang akut maka biasanya akan
ditemukan skit di daerah glandula lakrimal yaitu di bagian depan temporall atas
rongga orbita disertai dengan kelopak ata yang bengkak, konjungtiva kemotik
dengan belek. Pada infeksi akan terlihat bila mata bergerak akan memberikan
sakit dengan pembesaran kelenjar preaurikel.
Bila kelopak mata dibalik tampak pembengkakan berwarna merah
Diagnosis Banding :
1. Hordeolum internum biasanya lebih kecil dan melingkar
2. Abses kelopak mata terdapat fluktuasi
3. Selulitis orbita biasanya berkaitan dengan penurunan pergerakan mata.
Dapat dibedakan dengan melakukan biopsy kelenjar lakrimal
II. DAKRIOADENITIS KRONIK
Pada kronis darkrioadenitis gejala klinisnya lebih baik daripada yang akut. Gejala
hamper sama dengan fase akut hanya pada fase ini tidak didapatkan nyeri.
Umumnya tidak ditemukan nyeri , ada pembesaran kelenjar namun mobil,
tanda-tanda ocular minimal, ptosis bisa ditemukan, dapat ditemukan sindroma
mata kering .
Diagnosis bandingnya :
1. Periostitis dari kelopak mata atas sangat jarang terjadi
15
2. Lipodermoid tidak ada tanda-tanda inflamasi
Keterangan gambar : Tampak eritema dan odema pada kedua mata
Keterangan gambar : Tampak kel. Lakrimalis yang odema pada eversi
PENGOBATAN
Biasanya dimulai dengan kompres hanagat, antibiotic sistemik dan bila terlihat
abses maka dilakukan insisi. Bila disebabkan oleh radang menahun maka
diberikan pengobatan yang sesuai.
PENYULIT
Dakrioadenitis akut dapat menyebabkan fistula pada kelenjar lakrimal.
16
3. OBSTRUKSI DUKTUS NASOLAKRIMAL
Definisi
Obstruksi duktus nasolakrimalis adalah penyumbatan duktus
nasolakrimalis (saluran yang mengalirkan air mata dari sakus lakrimalis ke
hidung).
Duktus nasolakrimalis termasuk dalam system lakrimalis sebagai
komponen dari system ekskresi / drainase air mata.
Etiologi
Dalam keadaan normal, air mata dari permukaan mata dialirkan ke
dalam hidung melalui duktus nasolakrimalis. Jika saluran ini tersumbat, air
mata akan menumpuk dan mengalir secara berlebihan ke pipi. Penyumbatan
bisa bersifat parsial (sebagian) atau total.
Penyumbatan duktus nasolakrimalis (dakriostenosis) bisa terjadi akibat:
1. Gangguan perkembangan sistem nasolakrimalis pada saat lahir (ODNLK)
2. Infeksi hidung menahun
3. Infeksi mata yang berat atau berulang
4. Patah tulang (fraktur) hidung atau wajah
5. Tumor
Obstruksi duktus nasolakrimal congenital (ODNLK) merupakan
gangguan system lakrimal yang paling lazim, terjadi pada sampai 5% bayi baru
lahir. Biasanya disebabkan kanalisasi yang tidak lengkap duktus nasolakrimalis
dengan membrane sisa pada ujung bawah duktus nasolakrimalis, dimana
duktus ini masuk rongga hidung.
Gejala
Tanda-tanda dapat timbul beberapa hari atau beberapa minggu setelah
lahir dan sering bertambah berat karena infeksi saluran pernapasan atas atau
karena pemajanan atas suhu dingin atau angin. Manifestasi obstruksi
17
nasolakrimalis yang paling lazim adalah ‘berair mata’ (tearing), yang berkisar
dari sekedar mata basah (peningkatan di cekungan air mata, ‘penimbunan’ atau
‘kubangan’) sampai banjir air mata yang jelas (epifora), penimbunan cairan
mukoid atau mukopurulen (sering digambarkan oleh orang tua sebagai
‘nanah’), dan kerak. Mungkin ada eritema atau maserasi kulit karena iritasi dan
gesekan yang disebabkan oleh tetes-tetes air mata dan cairan.
Penyumbatan karena tidak sempurnanya sistem nasolakrimalis biasanya
menyebabkan pengaliran air mata yang berlebihan ke pipi (epifora) dari salah
satu ataupun kedua mata (lebih jarang) pada bayi berumur 3-12 minggu.
Penyumbatan ini biasanya akan menghilang dengan sendirinya pada
usia 6 bulan, sejalan dengan perkembangan sistem nasolakrimalis.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan penunjang lainnya adalah:
1. Pewarnaan mata dengan zat fluoresensi untuk menilai pengaliran air mata
Uji pewarna hilangnya Fluorescein mungkin berguna - setetes pewarna
ditanamkan ke dalam kedua matanya dan biasanya akan menghilang
selama 5 menit jika saluran yang paten, dan selanjutnya dapat terlihat
dalam lubang hidung menggunakan cahaya biru.
2. Probing dan Irigasi (Tes Anel)
Lakukan probing yang mula-mula dimasukan vertical ke dalam pungtum
lakrimal, kemudian horizontal, ke dalam kanalikuli lakrimal, sampai
ujungnya menyentuh dinding dari sakus lakrimal, tariklah sedikit keluar,
lalu sonde diputar 90 derajat ke atas dengan hati-hati. Kalo sonde ini telah
berhasil, disusul dengan tes Anel.
Dengan menggunakan sempritan yang diisi dengan larutan garam fisiologis.
Tes Anel (+), bila terasa asin di tenggorokan, berarti salurannya berfungsi
baik.
Tes Anel (-), bila tidak terasa asin, berarti ada kelainan di dalam saluran
ekskresi tersebut. Bila cairan keluar lagi dari pungtum lakrimal superior,
18
berarti ada obstruksi di duktus nasolakrimalis. Kalau cairan kembali
melalui pungtum lakrimal inferior, berarti obstruksi terdapat di ujung nasal
kanalikuli lakrimal inferior.
Gambar Tes Irigasi
Gambar Tes Irigasi
19
Gambar Tes Probing
3. Tes warna Jones
Tes ini jarang diperlukan dan hanya diindikasikan pada pasien dengan
suspek obstruksi partial dari system drainase. Pasein-pasien dengan
manifestasi epifora, tetapi system lakrimal dapat di irigasi dengan syringe.
Tes ini tidak bernilai pada obstruksi yang total.
a. Tes Primer, memperbedakan obstruksi partial saluran lakrimal dari
hipersekresi primer air mata. Pertama, setetes fluorecein 2%
dimasukan dalam sakus conjunctiva. Setelah sekitar 5 menit, ujung
cotton bud yang telah dibahasi dengan local anastesi dimasukan
dibawah aliran inferior dari duktus nasolakrimalis. Interpretasi
hasil :
20
Positif : terdapatnya fluorecein dari hidung
mengindikasikan patensi dari system drainase.
Negatif : tidak terdapatnya warna dari hidung
mengindikasikan obstruksi partial atau kegagalan dari
mekanisme pompa lakrimal. Pada hasil ini tes warna
sekunder diperlukan.
b. Tes Sekunder (irigasi), mengindikasikan kemungkinan letak
obstrukasi partial. Anestesi topical dimasukan dan beberapa sisa
fluorecein dikeluarkan. System drainase di irigasi dengan larutan
salin.
Positif : terdapatnnya campuran cairan saline fluorecein
dari hidung mengindikasikan bahwa fluorecein masuk ke
dalam sakus lakrimalis, sehingga terdapat obstruksi partial
dari duktus nasolakrimalis.
21
Negatife : tidak terdapatnya cairan saline dari hidung
mengindikasikan tidak masuknya fluorecein ke dalam sakus
lakrimalis. Ini berarti obstruksi partial dari pungtum,
kanalikuli atau kanalikuli komunis, atau tidak sempurnanya
mekanisme pompa lakrimalis.
4. Radiografi kontras khusus untuk menilai duktus nasolakrimalis (Digital
Subtraction Dacryocystography)
Gambar Digital Substraction Dacryocystography
22
5. Nuclear Lacrimal Scintigraphy
Scintigraphy adalah tes yang dibuat untuk menentukan drainase air mata
lebih kondisi psikologis dari pada dacryocystography. Sehingga tidak
memperlihatkan visualisasi anatomi secara detil. Tes ini menggunakan
radionukleid teknium-99.
6. Lakrimal endoskopi
Visualisasi secara langsung mukosa membrane dari system lakrimal
inferior. Sampai saat ini, endoskopi system lakrimal inferior bukan
prosedur rutin.
Penatalaksanaan
Dibedakan penanganan pada anak-anak dengan penanganan pada orang
dewasa. Epifora yang disertai hard stop menunjukkan letak sumbatan
nasolakrimal. Perkembangan sistim ekskresi lakrimal, khususnya duktus
nasolakrimalis bervariasi pada anak-anak yang mengalami kelainan pembukaan
Membrana Hassner. Timbulnya epifora bersamaan dengan berfungsinya
glandula lakrimalis sebagai sistim sekresi. Orang tua pada umumnya lebih
menyukai cara yang tidak menyakiti anak. Sondage vertikal sebaiknya
dihindari karena kemungkinan false route sangat besar.
Massage daerah lakrimal menjadi pilihan pertama. Massage dengan
tekanan pada pangkal hidung ke arah inferior dilakukan satu-dua menit tiap
hari. Bila dalam jangka waktu tiga bulan tidak menunjukkan perbaikan maka
irigasi berulang merupakan langkah berikutnya yang dilakukan sampai anak
berusia 1(satu) tahun. Batas usia ini tidak mutlak, apabila tanda radang tidak
ada maka irigasi dapat dilanjutkan sampai anak berusia dua tahun.
Suatu tindakan yang lebih agresif berupa intubasi tabung silikon dari
Jackson dapat juga dilakukan antara usia dua tahun dengan pembiusan umum.
Sumbatan nasolakrimal pada orang dewasa pada umumnya merupakan indikasi
suatu tindakan pembedahan yaitu dakriositorinostomi. Pembedahan ini
dilakukan pada keadaan peradangan tidak sedang dalam eksaserbasi akut.
23
Gambar Dacryocystorhinostomy
Ballon dacryocystoplasty biasa digunakan pada anak dengan obstruksi
duktus nasolakrimalis congenital dan pada dewasa dengan obstruksi duktus
nasolakrimalis partial.
Jika terjadi peradangan pada konjungtiva (konjungtivitis) diberikan obat
tetes mata yang mengandung antibiotik.
Pencegahan
Pengobatan yang adekuat terhadap infeksi hidung dan mata bisa
mengurangi resiko terjadinya dakriostenosis (obstruksi duktus nasolakrimalis).
24
DAFTAR PUSTAKA
1. AAO. 2007. Orbit, Eyelid, and Lacrimal System. Singapore:American
Academy of Ophtalmology.
2. Anonim. 2006. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF. Ilmu Penyakit
Mata Ed.III. Surabaya: Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo.
3. Bahar, Ardiansyah. 2009. Dakriosistitis. [serial online]. http://arbaa-
fivone.blogspot.com/2009/03/dakrisistitis.html. [1 November 2015].
4. Barathi, Ramakrishnan, Maneksha, Shivakumar, Nithya dan Mittal. 2007. Comparative Bacteriology of Acute and Chronic Dacryocystitis. [serial online]. http://www.eye.com/. [1 November 2015].
5. Ellis, Harold. 2006. Clinical Anatomy, A Revision and Applied Anatomy for Clinical Students Eleventh Edition. Massachusetts, USA : Blackwell Publishing, Inc .
6. Gilliland, G.D. 2009. Dacryocystitis. [serial online].
http://www.emedicine.com/. [1 November 2015].
7. Ilyas, Sidharta. 2006. Dasar-Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit
Mata Edisi Kedua. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
8. Ilyas, Sidharta. 2008. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
9. Kaneshiro, N.K. 2010. Blocked Tear Duct. [serial online].
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001016.htm. [2
November 2015]
25
10. Kassir, Kari. 2007. Dacryocystitis. [serial online].
http://www.doctorofusc.com/condition/document/237309.htm. [2
November 2015]
11. Leitman, M.W. 2007. Manual for Eye Examination and Diagnosis Seventh Edition. Massachusetts, USA : Blackwell Publishing, Inc .
12. Mamoun, Tarek. 2009. Chronic Dacryocystitis. [serial online]. http://
eyescure.com/Default.aspx?ID=84. [2 November 2015]
13. Mamoun, Tarek. 2009. Congenital Dacryocystitis. [serial online].
http://eyescure.com/Default.aspx?ID=83. [2 November 2015].
14. Mamoun, Tarek. 2009. Acute Dacryocystitis. [serial online].
http://eyescure.com/Default.aspx?ID=85. [2 November 2015].
15. O'Brien, Terrence P. 2009. Dacryocystitis. [serial online].
http://www.mdguidelines.com/dacryocystitis.htm. [1 November 2015]
16. Sanders, Laura. ____. Cosmetic Facial and Eye Plastic Surgery
Evaluation. [serial online]. http://drlaurasanders.com/topics/102-
Evaluation/. [1 November 2015]
17. Sowka, J.W., Gurwood, A.S., dan Kabat, A.G. 2010. Review of
Optometry, The Handbook of Occular Disease Management Twelfth
Edition. [serial online]. http://www.revoptom.com/. [1 November 2015]
18. Yohai, Robert. ____. Cosmetic and Reconstructive of The Eyelids, Orbits,
and Tear Ducts. [serial online]. http://www.dryohai.com/102-
Evaluation.htm. [1 November 2015]
19. Yuliani, Putri. 2009. Pendekatan Sederhana dan Evolusional Untuk
Merekanalisasi Obstruksi Duktus Nasolakrimalis. [serial online].
26
http://www.scribd.com/doc/37289785/Journal-Reading-Rekanalisasi-
Obstruksi-Sistem-Lakrimalis#. [1 November 2015]
20. Zulvikar. 2009. Dakriosistitis. [serial online].
http://zulvikar.web.id/dakriosistitis/. [2 November 2015]
27
Top Related