1
BAB 18. AKREDITASI: MEKANISME PENGATURAN GLOBAL UNTUK MEMAJUKAN
KUALITAS DAN KEAMANAN
Akreditasi organisasi pelayanan kesehatan merupakan mekanisme
pengaturan yang digunakan di berbagai negara di dunia. Akreditasi adalah strategi
penting yang olehnya peningkatan kualitas dan keamanan telah dibela dan
dilembagakan. Tujuan dari bab ini adalah menyediakan pandangan menyeluruh
tentang akreditasi organisasi-organisasi kesehatan.
TINJAUAN TERHADAP AKREDITASI
Akreditasi adalah pernyataan resmi oleh pihak berwenang bahwa suatu
organisasi, jasa, atau seseorang telah menunjukkan kompetensi, kekuasaan atau
kredibilitas untuk memenuhi serangkaian standar yang telah ditentukan. Akreditasi
adalah mekanisme yang mencoba meyakinkan para stakeholder luar bahwa standar
mutu dan keamanan telah diperlihatkan. Tujuan lainnya dari penetapan akreditasi,
khususnya pada pelayanan kesehatan, adalah memberikan dasar bagi prakarsa
peningkatan mutu (Davis dkk., 2009; Gibberd dkk., 2004; Williams dkk., 2005).
Peralihan menuju akreditasi merupakan perwujudan dari pergeseran filosofi dari
pemerintah yang lebih mencoba menyediakan kerangka pengaturan layanan-layanan
daripada memberikan layanan-layanan itu sendiri. Melalui akreditasi dan strategi-
strategi regulasi lainnya, secara tidak langsung pemerintah telah mengejar
pengendalian risiko bagi masyarakat.
AKREDITASI DALAM INDUSTRI PELAYANAN KESEHATAN
Akreditasi banyak ditemukan dalam industri pelayanan kesehatan di seluruh
dunia, yang menjadi sebuah elemen dalam jaringan aktivitas mengatur
penyelenggaraan dalam sektor kesehatan. Organisasi-organisasi kesehatan dan para
profesional secara individu bersama-sama dalam satu jaringan, dan tingkah laku
mereka dinilai oleh badan independen melalui program akreditasi, standar dan
2
indikator kualitas. Pengaturan melalui jaringan ini disebut “nodal governance
(pengaturan dasar)” (Shearing dan Wood, 2003); artinya, perilaku organisasi, layanan
dan profesional dalam pelayanan kesehatan dibentuk oleh pertambahan variasi
badan pemerintah dan non-pemerintah yang saling berhubungan namun lepas satu
sama lain. Organisasi kesehatan diakreditasi atas manajemen dan ketetapan layanan
mereka, termasuk rumah sakit, dokter praktik umum, fasilitas perawatan lansia, dan
kesehatan masyarakat (AHCS, 2007a; The Joint Commission [TJC], 2010; Simone dan
Epstein, 2009).
Sistem Akreditasi Mandiri bagi Organisasi Kesehatan
Akreditasi dalam kesehatan pertama kali digagas di Amerika Serikat tahun
1917 oleh American College of Surgeons, hingga kini menyebar di 70 negara. Banyak
dari agen akreditasi tersebut bersifat independen, yaitu agen-agen non-pemerintah
yang tidak mencari keuntungan. Agen akreditasi menilai organisasi dan layanan
berdasarkan standar, serta mengembangkan dan menyelia tinjauan untuk
mempertahankan tenaga kerja surveyor. Terkadang, beberapa agen akreditasi
menyusun dan meninjau kembali standar mereka sendiri. Akreditasi melibatkan
penilaian terhadap standar minimum dan belakangan ini telah berkembang menjadi
proses menuju peningkatan mutu berkelanjutan (Cudney dan Reinbold, 2002; Parson
dan Riley, 2009).
Program akreditasi pada tahap awal biasanya fokus pada standar-standar
yang menyasar struktur dan proses-proses organisasi. Pada perkembangannya,
perhatian beralih pada kemampuan organisasi menunjukkan struktur dan proses-
prosesnya berjalan dengan efektif. Oleh karena itu, terdapat pergeseran makna dari
penjaminan mutu menjadi peningkatan mutu. Pergeseran itu dapat digambarkan
dengan contoh survei kepuasan pasien. Program akreditasi yang mengutamakan
pendekatan kepastian mutu akan fokus pada survei kepuasan pasien dan cara-cara
pengembangan dan pengelolaan survei tersebut. Sebaliknya, program akreditasi
dengan filosofi peningkatan mutu akan fokus pada tingkat tanggapan survei,
persoalan-persoalan yang ditemui pasien, tindakan organisasi dan penegasan
3
peningkatan di survei berikutnya. Sebagai tambahan, ada pula model “model audit”
yang dilakukan oleh peninjau luar dengan serangkaian standar mutu untuk menilai
keadaan atau ketiadaan aktivitas mutu organisasional.
Organisasi mencari akreditasi karena motivasi eksternal dan internal
(Greenfield dan Braithwaite, 2007). Motivasi eksternal datang dari pemerintah, para
penjamin, dan konsumen yang menuntut organisasi untuk menunjukkan kualitas
tinggi atau pelayanan kesehatan yang lebih aman (Accreditation Canada, 2009;
AHCS, 2007b; El-Jardali dkk., 2008; HAS, 2008b; TJC, 2010). Pendorong internal
adalah staf organisasi kesehatan yang menginginkan peningkatan pada layanan dan
perawatan yang mereka berikan (Greenfield dan Braithwaite, 2007).
Agen akreditasi telah membentuk sistem pengaturan mandiri (Greenfield,
Pawsey, Naylor dkk, 2009a), yaitu sistem yang responsif terhadap pelaksanaan dan
kebiasaan dari organisasi yang bersangkutan dengan pendekatan yang dinamakan
“pengaturan responsif” (Braithwaite dkk., 2005). Melalui partisipasi dalam
pengembangan program-program akreditasi atau akreditasi organisasi-organisasi
pelayanan kesehatan, terbentuk pemahaman bersama mengenai standar dan
harapan yang sama. Selain itu, para partisipan mengatur perilaku mereka sendiri dan
kolega lainnya untuk memenuhi standar dan harapan tersebut. Sistem itu
menggabungkan penilaian internal, atau pengaturan mandiri, dengan strategi-
strategi yang diatur sendiri dan diamati oleh peninjau rekannya. Para petugas
kesehatan yang turut serta dalam aktivitas akreditasi organisasi secara
umummelaporkan peningkatan mutu dan keamanan. Walau demikian, menurut
riset, pengaruh akreditasi kini berkurang karena partisipasi yang menurun (Paccioni
dkk., 2008).
ISQua mengajukan pengaturan mandiri melalui akreditasi mereka terhadap
agen akreditasi. ISQua menyediakan panduan, dukungan dan penilaian atas
program-program akreditasi dan pelatihan surveyor (http://www.isqua.org). Lebih
lanjut, cara-cara pelaksanaan pengaturan mandiri ditopang melalui dorongan ISQua
terhadap partisipasi dalam organisasinya dan pertemuan-pertemuan membahas
4
kualitas dan keamanan yang diselenggarakannya. Akibatnya, hasil dari ISQua
memperdalam pemahaman mengenai program-program akreditasi.
PERSAMAAN DAN PERBEDAAN MODEL AKREDITASI
Model Akreditasi
Sebuah model umum akreditasi telah dijalankan oleh banyak agen akreditasi
(Accreditaion Canada, 2009; AHCS, 2007B; TJC, 2010). Organisasi yang hendak
diakreditasi mengembangkan, melaksanakan dan selalu meninjau rencana
peningkatan mutu serta kemajuan penilaian mandirinya menurut program
akreditasi, kemudian mengajukan laporan penilaian mandiri kepada agen akreditasi.
Badan akreditasi menilai laporan organisasi yang bersangkutan dan mengirim tim
survei yang terdiri atas para peninjau yang mengunjungi dan menilai organisasi
secara langsung di tempat. Kunjungan tersebut meliputi pengamatan terhadap
fasilitas, wawancara dengan pegawai, dan peninjauan dokumentasi. Tim survey
kemudian memberikan umpan balik verbal kepada organisasi, dan mengajukan
laporan tertulis kepada agen akreditasi. Laporan yang berisi rangkuman penilaian tim
survei menjadi bahan pertimbangan agen akreditasi untuk memberikan status
organisasi. Akreditasi yang diberikan berlaku untuk jangka waktu tertentu, sesuai
program, pada umumnya 3 hingga 5 tahun. Selama jangka waktu tersebut, badan
akreditasi dapat mengirimkan tim survei secara berkala untuk meninjau kemajuan
program organisasi sehubungan dengan rencana mutu dan standar akreditasi. Para
surveyor memberikan umpan balik secara lisan, dan sesudah disahkan oleh agen
akreditasi, mereka mengajukan laporan tertulis kepada organisasi. Siklus
peningkatan terus berlanjut dengan organisasi menggunakan laporan tersebut untuk
perbaikan dan pengkajian struktur-struktur, proses dan praktik-praktiknya guna
mengenali dan mengendalikan wilayah-wilayah peningkatan.
5
Standar-Standar Akreditasi
Badan akreditasi bertanggung jawab pada pengembangan dan perbaikan
standar. Sudah menjadi hal umum jika agen-agen ini mengembangkan standar-
standar menggunakan wakil-wakil dari industri kesehatan. Sebagai contoh, di
Amerika Serikat (TJC, 2010), Kanada (Accreditation Canada, 2009), Prancis (HAS,
2008a) dan Australia (AHCS, 2007b), standar dikembangkan melalui konsultasi
dengan para ahli pelayanan kesehatan, peneliti, wakil kelompok industri, konsumen,
dan badan pemerintah. Jumlah dan status standar berlainan per program akreditasi.
Standar akreditasi mencakup infrastruktur, organisasional, pelayanan dan
kelangsungan urusan pelayanan pasien (Greenfield dan Braithwaite, 2007; HAS,
2008a). Standar-standar tersebut difokuskan pada proses-proses dan sistem
organisasi serta ketersediaan sumber-sumber bagi organisasi untuk menyediakan
pelayanan. Agen-agen akreditasi terus-menerus memeriksa strategi-strategi untuk
menambah standar yang dimasukkan pada kinerja dan ukuran klinis organisasi
(Accrediation Canada, 2009). Ukuran-ukuran tersebut digunakan oleh para surveyor
untuk memeriksa bagian-bagian tertentu organisasi yang patut dikenakan penilaian
tertutup, atau dilaporkan secara terpisah dari survei akreditasi. Badan akreditasi
membuat laporan tentang organisasi dan pemenuhan klinis dengan panduan-
panduan kelayakan untuk meningkatkan kesadaran dalam industri yang
bersangkutan.
Penggunaan ukuran-ukuran kualitas pelayanan dalam survei akreditasi dan
penerbitan laporan kelayakan merupakan strategi-strategi bagi agen-agen akreditasi
yang bekerja dengan organisasi kesehatan dalam menilai, mengukur dan
meningkatkan pelayanan mereka. Pemanfaatan itu membentuk sistem pengaturan
mandiri di dalam dan di antara organisasi-organisasi pelayanan kesehatan.
DASAR PEMBUKTIAN AKREDITASI ORGANISASI KESEHATAN
6
Walaupun akreditasi pelayanan kesehatan telah meluas di seluruh dunia
sehingga dilangsungkan di lebih banyak negara dan tatanan kesehatan, masih
diperlukan riset lebih lanjut, transparansi dan inovasi mengenai akreditasi
(Greenfield dan Braithwaite, 2009). Tidak hanya riset akreditasi yang semakin
meningkat, kini agen-agen akreditasi juga mengadakan penelitian dan program-
program riset, dan masih ada ketidakjelasan mengenai seberapa transparan agen-
agen tersebut akan melaporkan hasilnya (Greenfield dan Braithwaite, 2009).
Tinjauan Sistematis Literatur Riset Akreditasi
Suatu peninjauan terhadap pustaka riset akreditasi pernah dipublikasikan pad
tahun 2008 (Greefield dan Braithwaite, 2008), yang pada awalnya mengidentifikasi
hampir 34.000 item literatur menyangkut akreditasi dan badan akreditasi, kemudian
dikurangi menjadi sekitar 3.000. Studi-studi tersebut dianalisis dan digolongkan ke
dalam 10 bagian. Tiga di antaranya dinilai tidak mencukupi untuk diambil
kesimpulan, yaitu: pandangan pasien atau kepuasan pasien, pengumuman kepada
publik dan persoalan-persoalan surveyor. Dua item studi yang menunjukkan hasil
konsisten yakni program-program perubahan dan pengembangan profesional.
Program-program akreditasi ternyata meningkatkan pengelolaan fasilitas, kebijakan
dan panduan-panduannya, pengambilan keputusan, dan keamanan. Keterkaitan
antara pengembangan profesional dan akreditasi pun terlihat. Program-program
akreditasi terlihat mendorong dan mendukung pengembangan profesional,
meskipun pengaruhnya kecil.
Pada lima kategori yang tersisa, terdapat hasil riset yang tidak konsisten. Para
profesional menunjukkan kritik dan dukungan terhadap program akreditasi.
Terdapat perhatian sehubungan dengan masalah-masalah biaya, pemenuhan,
standar, konsistensi surveyor dan program-program akan dikenakan pada
perawatan pasien. Padahal, para profesional memandang akreditasi sebagai strategi
memajukan dan melakukan transparansi mutu dan pengambilan keputusan;
program-program tersebut meningkatkan kinerja organisasi. Banyak petugas
kesehatan yang menyimpan pendapat mengenai nilai dan manfaat akreditasi, atau
7
kekurangannya. Dampak organisasional dari program akreditasi tidak jelas,
organisasi yang terakreditasi dan tidak terakreditasi tidak dapat dibedakan dalam
satu penelitian, namun peningkatan organisasional ditemui di penelitian lainnya.
Dampak finansial untuk akreditasi dilaporkan bertambah pada organisasi-organisasi
yang lebih kecil, dan beberapa terbilang cukup tinggi. Walau begitu, pendapat
tersebut diambil karena biaya-biaya yang muncul adalah bagian dari keperluan
organisasi menyangkut kualitas.
Saat ini, hubungan antara akreditasi dan ukuran mutu—indikator-indikator
klinik, kualitas atau kinerja klinis—masih buram. Secara keseluruhan, penilaiana
program-program akreditasi telah memberikan bukti yang bercampur aduk. Di
beberapa kasus, program-program tersebut kredibel, namun di sisi lain nilai dan
hasil-hasilnya dipertanyakan.
Hasil-Hasil dari Riset Lanjutan
Sejak peninjauan sistematis pada tahun 2008, telah diselenggarakan
beberapa studi yang meneliti persoalan-persoalan surveyor. Keandalan dalam
menyurvei diselidiki, karena dianggap penting dalam akreditasi apalagi dalam
pelayanan kesehatan. Kemampuan untuk melaksanakan penilaian, interpretasi dan
pertimbangan yang konsisten, secara individu dan kolektif, merupakan tantangan
bagi para profesional yang bekerja di bidang pelayanan kesehatan (Greenfield,
Pawsey, Naylor dkk., 2009a). Penelitian terkini menggarisbawahi bahwa survey
akreditasi adalah suatu aktivitas yang berdasarkan pada analisis dokumen, observasi,
dan wawancara, sehingga harus kredibel dan dapat dibuktikan (Greenfield,
Braithwaite dkk., 2008; Greenfield, Pawsey, Naylor, dkk., 2009a). Tim survey
menggunakan tiga metode pengumpulan data kualitatif ini untuk penilaian mereka
(Denzin, 1989; Ely dkk., 1991). Hasil-hasil yang dikeluarkan darri proses rumit ini
tidak dapat ditiru secara tepat, kraena penilaian manusia berpusat pada
pengumpulan data dan proses analisis. Namun tetap saja, mengusahakan aplikasi
standar, pelaksanaan individual dan tim, dan transparansi dalam interpretasi dan
8
pengambilan keputusan merupakan hal penting. Agen-agen akreditasi sebaiknya
didorong untuk mengimplementasikan strategi-strategi untuk memajukan dan
memastikan keandalan proses serta penerapan standar yang konsisten daripada
focus pada keandalan hasil yang dirasa sulit dicapai.
Keandalan survei dipengaruhi enam faktor (Greenfield, Pawsey, Naylor dkk.,
2009a):
1. Program akreditasi, termasuk syarat-syarat dokumentasi untuk organisasi
dan tim survei
2. Hubungan anggota dengan agen akreditasi dan tim survei
3. Personel badan akreditasi
4. Pembaruan tenaga surveyor
5. Manajemen tenaga surveyor
6. Efek dinamis survei pada keandalan survei secara langsung dan tak langsung
Terdapat perdebatan bahwa keandalan proses akreditasi dibangun melalui
faktor-faktor ini. Mereka menyusun harapan yang sama dan terjadi di kalangan
stakeholder; bersama-sama mengajukan keyakinan dan tindakan terstandardisasi
yang menjadi norma kultural akreditasi (Greenfield, Pawsey dan Naylor dkk., 2009a).
Keandalan akreditasi adalah urusan agen-agen akreditasi dan organisasi yang
bersangkutan. Tipologi unik berdasarkan gaya surveyor telah dikembangkan dari
penelitian empiris agar dapat diandalkan (Greenfield, Braithwaite dkk., 2008),
menggolongkan empat gaya surveyor dari dimensi pencatatan (eksplisit/implisit) dan
pertanyaan (oportunistis/terstruktur): tukang diskusi, penjelajah, interogator, dan
penanya. Ini diusulkan agar digunakan para agen akreditasi dalam program pelatihan
surveyor dan menawarkan kesempatan untuk menyusun kecocokan tim surveyor
dengan berbagai pendekatan.
Suatu penelitian telah dikerjakan untuk memahami nilai pengadaan survei
bagi para relawan surveyor dan bagi institusi yang menganutnya (Lancaster dkk,
2010). Para petugas kesehatan yang bertindak sebagai surveyor sukarela
9
memperoleh empat manfaat: mengetahui metode-metode dan inovasi baru dalam
organisasi kesehatan, peluang untuk terlibat dalam pengembangan profesional yang
unik, kesempatan untuk memperoleh keahlian guna mengembangkan mutu dalam
institusi tempat mereka bekerja, dan peluang untuk memberikan sumbangan kepada
proses peningkatan mutu dan memperbesar kesehatan masyarakat dalam organisasi
melebihi pekerjaan mereka yang biasanya.
MASALAH DAN TANTANGAN BAGI PROGRAM-PROGRAM AKREDITASI
Program-Program Akreditasi Sukarela dan Wajib
Mayoritas program akreditasi bersifat sukarela, tetapi di berbagai kasus
organisasi-organisasi pelayanan kesehatan diminta oleh para penyelenggaranya
untuk memperlihatkan upaya peningkatan mutu dan keamanan, termasuk dengan
mengikuti program akreditasi. “Pilihan” yang dimiliki organisasi bukanlah
berpartisipasi atau tidak berpartisipasi dalam akreditasi, melainkan agen dan
program akreditasi yang akan dijalani. Jika akreditasi diperintahkan, seperti apa
dampak yang akan dialami agen akreditasi, organisasi kesehatan dan surveyor?
Apakah agen akreditasi dan organisasi kesehatan akan terpaksa untuk memenuhi
hasil akreditasi yang bagus?
Kekakuan atau Fleksibilitas Program-Program Akreditasi
Masalah yang membingungkan menyangkut program-program sukarela dan
wajib adalah kekakuan dan fleksibilitas dalam sebuah program. Beberapa program
akreditasi telah menunjukkan sifatnya yang kaku dan fleksibel pada saat yang sama.
Riset terpisah yang meneliti program yang diwajibkan dan sukarela menemukan
bahwa keduanya mengandung elemen kewajiban dan kebebasan, dengan dampak
positif masing-masing dan ternyata keduanya dapat disatukan (Touati dan Pomey,
2009). Kekakuan dan fleksibilitas program-program akreditasi masih menjadi
masalah yang belum dikaji secara luas. Seberapa tinggi tingkat yang tepat untuk
10
kekakuan dan fleksibilitas dalam progam akreditasi? Apa efek tingkat kekakuan atau
fleksibilitas tertentu dari program akreditasi?
Biaya Finansial untuk Mengatasi Masalah Mutu dan Keamanan
Tantangan yang dialami petugas kesehatan dalam menangani masalah mutu
dan keamanan adalah menentukan biaya dan keuntungannya. Apakah biaya-biaya
yang muncul karena partisipasi dalam program akreditasi termasuk bagian dari biaya
organisasional guna mengatasi persoalan kualitas dan keamanan? Jika tidak, apakah
analisis biaya vs. keuntungan yang berkaitan dengan partisipasi dalam program
akreditasi?
Standar: Peran Proses vs. Hasil dan Indikator-Indikator Kualitas
Standar program-program akreditasi telah menjadi “indikator proses” karena
lebih fokus pada penyampaian pelayanan daripada hasil dari aktivitasnya. Program-
program yang berlawanan menyangkalnya karena mereka tidak mewakili hasil
perawatan, hanya terbatas pada hal-hal yang kita pahami tentang mutu dan
keamanan. Indikator kualitas dianggap sebagai ukuran yang lebih efektif daripada
itu. Ini menjadi masalah penting berkaitan dengan pemakaian kata-kata yang tepat.
Bagaimana organisasi menggunakan hasil-hasil dari proses dan indikator mutu dan
program-program akreditasi? Apakah akan digunakan secara terpisah atau bersama-
sama? Bagaimana kita menentukan perbedaan dari hasil-hasil tersebut? Apakah
program akreditasi mendorong peningkatan mutu? Jika ya, maka bagaimana
caranya? Dengan perbaikan standar, apakah dapat terus memancing upaya-upaya
peningkatan, ataukah strategi ini mengundang perilaku yang sebaliknya?
Tenaga Surveyor: Masalah-Masalah Ketahanan, Peran dan Keandalan
Para surveyor merupakan elemen penting dalam program-program
akreditasi. Badan-badan akreditasi dapat memiliki tenaga surveyor secara penuh
11
maupun paruh waktu (umumnya relawan), yang pengelolaannya diperlukan
manajemen yang teliti. Agen-agen akreditasi menghadapi kesulitan dalam merekrut
petugas kesehatan yang memadai sebagai surveyor. Keharusan mereka untuk
bekerja kadang bertentangan dengan waktu yang diperlukan untuk menjadi
surveyor. Badan akreditasi berpendapat bahwa menggunakan surveyor penuh waktu
merupakan strategi yang dapat menambah penguasaan teknik-teknik survey dan
interpretasi yang lebih konsisten mengenai standar-standar yang ada. Di sisi lain,
surveyor paruh waktu memiliki pengetahuan terkini tantang sistem kesehatan,
praktik manajemen, dan ekspektasi klinik, tetapi mungkin tidak sekonsisten dalam
survei seperti rekan penuh waktunya. Jika demikian, bagaimana cara
mempertahankan, mengembangkan dan mengelola tenaga survei untuk
meningkatkan keandalan penilaian?
Memperluas Dasar Bukti untuk Akreditasi
Memastikan hasil yang lebih empiris merupakan hal penting untuk
memberikan penopang yang lebih kuat bagi program akreditasi. Diharapkan,
penelitian-penelitian yang sedang berlangsung akan dipublikasikan dalam literatur
yang ditinjau.Transparansi penemuan itu penting untuk kredibilitas program
individual berkontribusi pada dasar ilmu yang lebih luas (Greenfield dan Braithwaite,
2009). Khususnya, patut dicatat pula kontribusi positif dari ISQua dalam mendorong
dan mendampingi agen-agen di berbagai negara. Menyatukan dan menambah dasar
bukti akreditasi penting untuk memastikan pemanfaatan dan efektivitasnya.
Bagaimana cara memperkuat kredibilitas akreditasi? Tindakan apa yang dapat
diambil untuk memperluas dasar bukti dan publikasi hasilnya?
KESIMPULAN
Akreditasi telah dilembagakan dalam sektor dan jurisdiksi pelayanan
kesehatan di seluruh dunia. Itu adalah strategi tata kelola yang memungkinkan
organisasi-organisasi kesehatan baik individual maupun kolektif untuk melakukan
12
pengaturan secara mandiri terkait upaya-upaya peningkatan mutu dan keamanan.
Studi-studi empiris mengenai nilai dan kontribusi akreditasi memperlihatkan
gambaran yang tidak lengkap dan baur bagi para penyelenggara akreditasi. Hasil
riset membuktikan bahwa akreditasi telah mengalami peningkatan dan
menguntungkan di beberapa bidang dan masih tidak menentu di beberapa area yang
lain. Beberapa tantangan yang dihadapi para penyelenggara akreditasi antara lain:
Menentukan program bersifat sukarela atau wajib
Menyeimbangkan fleksibilitas dan kekakuan dalam program
Mengelola biaya finansial terkait dengan akreditasi
Memahami peran proses dan indikator mutu dalam sebuah program
akreditasi atau hubungan mereka terhadap hasil-hasil akreditasi
Menciptakan tenaga survei yang dapat diandalkan dan dipertahankan;
mengembangkan dasar bukti untuk program-program akreditasi.
Agen-agen akreditasi dan para mitranya secara aktif mengambil langkah-
langkah guna lebih memahami dampak organisasional dan klinis dari program-
program akreditasi. Masih diperlukan usaha lebih lanjut, juga penyebaran
pengetahuan untuk membangun dan meneruskan peningkatan yang dihasilkan.
Sumber : William A.Sollecito dan Julie K.Johson. Chapter 18 Buku Implementing
Continuous Quality Improvement in Health care edisi ke empat (2011).
Top Related