LAPORAN KASUS BESAR
Seorang Wanita 55 Tahun dengan Melena e/c Adenocarcinoma Corpus Gaster, Anemia
Mikrositik Hipokromik, Leukositosis, Hiperglikemia e/c Reaktif dd DM Tipe II
Oleh:
Amirah Umar Abdat (G0007183)
Yudo Duswanto (G0007233)
Pembimbing:
dr. Dhani Redhono, Sp.PD-FINASIM
KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
S U R A K A R T A
2012
HALAMAN PENGESAHAN
Kasus besar dengan judul :
Seorang Wanita 55 Tahun dengan Melena e/c Adenocarcinoma Corpus Gaster, Anemia
Mikrositik Hipokromik, Leukositosis, Hiperglikemia e/c Reaktif dd DM Tipe II
Telah dipresentasikan dan disahkan pada :
Hari :
Tanggal :
Pembimbing,
dr. Dhani Redhono, SpPD-FINASIM
DAFTAR MASALAH
No Masalah Aktif Masalah
Inaktif
Tanggal Keterangan
1. Melena
2. Adenocarcinoma Corpus
Gaster Tipe Intestinal
3. Anemia Hipokromik
Mikrositik
4. Leukositosis
5. Hiperglikemia
BAB I
STATUS PENDERITA
I. ANAMNESA
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny M.
Umur : 55 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status nikah : Menikah
Alamat : Mojo, RT5/RW5, Gayam, Sukoharjo
No. RM : 01002235
Masuk RS : 3 November 2012
Pemeriksaan : 13 November 2012
Bangsal : Melati I/7
B. Keluhan Utama : BAB hitam
C. Riwayat Penyakit Sekarang :
Sejak 3 hari yang lalu, pasien mengeluh buang air besar (BAB) berwarna hitam. BAB
hitam seperti petis, berbau dan bila disiram berwarna hitam. BAB satu kali sehari ¼ gelas
belimbing selama 3 hari berturut-turut, BAB hitam tidak hilang dengan pemberian obat
maag yang biasa dikonsumsi oleh pasien. Nyeri BAB (-), lendir darah (-). Pasien tidak
mengeluh mual, muntah (-). Pasien juga mengeluh badan lemas (+), lemas dirasakan
pasien diseluruh tubuh, badan terasa lemas semenjak pasien BAB hitam, lemas dirasakan
terus menerus, dirasakan bertambah terutama bila beraktivitas berat, berkurang dengan
istirahat, lemas tidak dipengaruhi makan dan minum (-).
Kurang lebih 4 bulan yang lalu, pasien didiagnosa dengan kanker lambung.
BAK lancar, 5-6 x per hari, @ ½ - 1 gelas belimbing, berwarna seperti teh, tidak
nyeri, darah (-), batu (-), pasir (-).
D. Riwayat Penyakit Dahulu :
a. Riwayat mondok : 2 kali, yaitu
b. Riwayat operasi : (+) untuk biopsi Ca gaster dan Operasi Ca gaster
c. Riwayat sakit gula : disangkal
d. Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
e. Riwayat sakit maag : (+)
f. Riwayat sakit kuning : disangkal
g. Riwayat sakit ginjal : disangkal
E. Riwayat Kebiasaan
a. Riwayat merokok : disanngkal
b. Riwayat minum jamu : disangkal
c. Riwayat minum alkohol : disangkal
d. Riwayat obat : disangkal
e. Riwayat olahraga teratur : tidak teratur berolahraga.
F. Riwayat Penyakit pada Anggota Keluarga
a. Riwayat penyakit dengan keluhan serupa : disangkal
b. Riwayat sakit gula : disangkal
c. Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
G. Riwayat Gizi
Sebelum sakit, pasien makan 3 kali/hari dengan nasi, lauk pauk tahu, tempe dan sayur.
Pasien jarang mengonsumsi buah-buahan dan susu. Selama sakit, pasien merasakan nafsu
makan berkurang.
H. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien sudah menikah, memiliki seorang suami, dan dua orang anak. Pasien tinggal
dalam satu rumah bersama istri dan dua orang anaknya. Saat ini pasien berobat dengan
biaya dari JAMKESMAS.
II. ANAMNESA SISTEM
A. Kulit : kering (-), pucat (-), ikterik (-), luka (-), bekas garukan (-),
turgor cukup
B Kepala : pusing (-), nyeri kepala (-), nggliyer (+), kejang (-)
C Leher : Kaku (-)
D Mata : mata berkunang kunang (+/+), pandangan kabur (-/-),
pandangan dobel (-/-), pandangan berputar (-/-)
E Hidung : tersumbat (-/-), keluar darah (-/-), keluar lendir atau air
berlebihan (-/-), gatal (-/-)
F Telinga : pendengaran berkurang (-/-), keluar cairan atau darah (-/-),
berdenging (-/-)
G Mulut : bibir kering (-), gusi mudah berdarah (-), sariawan (-), gigi
mudah goyah (-), lidah terasa tidak enak (-)
H Tenggorokan : rasa kering dan gatal (-), nyeri untuk menelan (-), sakit
tenggorokan (-), kemerahan pada tenggorokan (-), suara
serak (-)
I Sistem respirasi : sesak nafas (-), batuk (-), dahak (-), darah (-), nyeri dada
(-), mengi (-), tidur mendengkur (-)
J Sistem
kardiovaskuler
: sesak napas saat aktivitas (-), nyeri dada (-), sering pingsan
(-), berdebar-debar (-), keringat dingin (-), ulu hati terasa
panas (-), denyut jantung meningkat (-), bangun malam
karena sesak nafas (-)
K Sistem
gastrointestinal
: perut mbeseseg (-), mual (-), muntah darah (-), kembung
(-), perut membesar (-), nafsu makan berkurang (+),
nyeri perut (+), diare (-), sulit BAB (+), BAB berdarah
(-), BAB warna hitam (+)
L Sistem : lemas (+), seluruh badan terasa keju-kemeng (-), kaku
muskuloskeletal sendi (-), nyeri sendi (-), nyeri otot (-), kaku otot (-)
M Sistem
genitourinaria
: BAK sedikit (-), nyeri saat BAK (-), panas saat BAK (-),
sering BAK (-), BAK warna teh (-), BAK darah (-), BAK
nanah (-), BAK tidak lampias/ anyang-anyangan (-), BAK
berbatu/berpasir (-)
N Ekstremitas : luka (-), lemah (-), kaku (-), bengkak (-), gemetar (-), terasa
dingin (-), nyeri (-), panas (-)
O Sistem
neuropsikiatri
: kesemutan (-), kejang (-), gelisah (-), mengigau (-)
III.PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 13 November 2012 di bangsal Melati I kamar 7.
Keadaan Umum : Sakit sedang, keadaan lemah, gizi kesan cukup
BB 50 kg; TB 148 cm; BMI 22.83 kg/m2;
Normoweight
Tanda Vital : Tensi : 100/60 mmHg
Heart rate : 90 x/menit
Respiration rate : 20 x/menit
Frekuensi Respirasi : Suhu : 370C
Kulit : Turgor cukup, hiperpigmentasi (-), kering (-), petechie
(-), ikterik (-), bekas garukan (-), pucat (-).
Kepala : Bentuk mesocephal, rambut warna putih, uban (+),
mudah rontok (-), luka (-), rontok (-), atrofi
M.Temporalis (-/-).
Mata : Mata cekung (-/-), konjunctiva pucat (+/+), sklera
ikterik (-/-), perdarahan subkonjugtiva (-/-), pupil
isokor dengan diameter (3 mm/3 mm), reflek cahaya
(+/+), edema palpebra (-/-), eksophtalmos (-/-),
strabismus (-/-).
Telinga : Membran timpani intak, sekret (-/-), darah (-/-), nyeri
tekan mastoid (-/-), nyeri tekan tragus (-/-), gangguan
fungsi pendengaran (-/-)
Hidung : Nafas cuping hidung (-), sekret (-/-), epistaksis (-/-),
fungsi penghidu baik, foeter et nasal (-)
Mulut : Sianosis (-), gusi berdarah (-), bibir kering (-), pucat
(-), lidah tifoid (-), papil lidah atrofi (-), stomatitis (-),
luka pada sudut bibir (-), foeter ex ore (-).
Leher : JVP R+2cm, trakea di tengah, simetris, pembesaran
kelenjar tiroid (-), pembesaran KGB (-).
Thorax : Bentuk normochest, simetris, pengembangan dada
kanan = kiri, retraksi intercostal (-), spider nevi (-),
pernafasan torakoabdominal, sela iga melebar (-),
pembesaran KGB axilla (-/-), rambut ketiak rontok (-),
ginekomastia (-/-)
Jantung :
Inspeksi Iktus kordis tidak tampak
Palpasi Iktus kordis tidak teraba dan tidak kuat angkat
Perkusi Batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi Bunyi jantung I-II murni, intensitas normal, reguler,
bising (-)
Pulmo :
Inspeksi Normochest, simetris, sela iga melebar (-), iga
mendatar (-), retraksi intercostal (-)
Palpasi Simetris. Pergerakan dada kanan=kiri, fremitus raba
kanan=kiri
Perkusi Sonor / Sonor
Auskultasi Suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
Punggung : kifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-), nyeri ketok
kostovertebra (-/-)
Abdomen
Inspeksi Terlihat luka bekas operasi, ada selang (+), dinding
dada sejajar dinding perut. distended (-), sikatrik (-),
stria (-), caput medusae (-)
Auskultasi Peristaltik (+) normal
Perkusi Timpani, pekak alih (-), pekak sisi (-), undulasi (-)
Palpasi Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba,
nyeri tekan (-)
Genitourinaria : Ulkus (-), sekret (-), tanda-tanda radang (-), atropi
testis (-/-)
Ekstremitas : Superior Dextra : Pitting oedem (-), sianosis (-), pucat
(-), akral dingin (-), eritem palmaris (-), luka (-),
ikterik (-), spoon nail (-), kuku pucat (-), jari tabuh (-),
nyeri tekan dan nyeri gerak (-), deformitas (-), tremor
(-).
Superior Sinistra : Pitting oedem (-), sianosis (-),
pucat (-), akral dingin (-), eritem palmaris (-), luka (-),
ikterik (-), spoon nail (-), kuku pucat (-), jari tabuh (-),
nyeri tekan dan nyeri gerak (-), deformitas (-), tremor
(-).
Inferior Dextra : Pitting oedem (-), sianosis (-), pucat
(-), akral dingin (-), eritem palmaris (-), luka (-),
ikterik (-), spoon nail (-), kuku pucat (-), jari tabuh (-),
nyeri tekan dan nyeri gerak (-), deformitas (-).
Inferior Sinistra : Pitting oedem (-), sianosis (-), pucat
(-), akral dingin (-), eritem palmaris (-), luka (-),
ikterik (-), spoon nail (-), kuku pucat (-), jari tabuh (-),
nyeri tekan dan nyeri gerak (-), deformitas (-).
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Laboratorium Darah
3/11/2012 6/11/2012 7/11/2012 12/11/2012 Satuan Nilai
rujukan
Hb 5.8 94 12.6 6,7 gr/dL 12,0-16,0
Hct 19 31 37 22 % 38-47
AE 2.23 3.49 4.38 2.62 106/ul 4,2-5,4
Retikulosit 1.37 % 0,5-1,5
MCV 70 Fl 80-96
MCH 26 Pg 28-31
MCHC 21 % 33-36
RDW 22,9 % 11.6-14.6
HDW 5,2 g/dl 2.2-3.2
MPV 6,8 Fl 7.2-11.1
PDW 67 % 25-65
AL 14.0 14.6 13.7 13.5 103/uL 4.0-11.3
Lekosit
-eosinofil
-basofil
-netrofil
-limfosit
-monosit
0-4
0-2
55-80
22-44
0-7
AT 290 275 304 412 103/uL 150-440
Gol Darah
HbsAg Negatif
Anti HCV Non
reaktif
Anti HBs mIU/ml
Anti Hbc Negatif
PT detik 10-15
APTT detik 20-40
INR
GDS Mg/dL 80-110
GDP 144 Mg/dL 76-120
GD2PP Mg/dL 80-140
Ureum 21 Mg/dL 10-50
Kreatinin 0,9 Mg/dL 0,9-1,3
Na+ 137 Mmol/L 136-145
K+ 4.1 Mmol/L 3,5-5,1
Cl Mmol/L 98-106
Ca 1.1 Mmol/L 1,0-1,2
Prot Total g/dL 6.4-8.3
Albumin g/dL 3.5-5.2
Globulin g/dL 0,6-5,2
Bi Total mg/dL 0-1,1
Bil Direk mg/dL 0-0,30
Bil Indirek mg/dL 0-0,70
SGOT u/L 0-38
SGPT u/L 0-41
ALP u/L 53-128
Gamma GT u/L <55
Kol Total mg/dL 50-200
HDL-D mg/dL 30-64
LDL-D mg/dL 97-201
Trigliserid mg/dL 50-150
Asam Urat mg/dL 3,4-7
hs-CRP Mg/l <2.8
SI ug/dL 27-138
TIBC ug/dL 228-428
ST % 15-45
Ferritin ng/ml 20-200
Urinalisa
Makroskopis
-pH
-Lekosit
-nitrit
-protein
-glukosa
-keton
-bilirubin
-eritrosit
-urobilinogen
Mikroskopis
-eritrosit
-eritrosit
-leukosit
-leukosit
Silinder
-hyline
-granulated
-leukosit
-yeast like
cell
-mukus
-bakteri
-sperma
-kristal
-
konduktivitas
/ul
mg/dl
mg/dl
mg/dl
mg/dl
/ul
mg/dl
/ul
/LPB
/ul
/LPB
/LPK
/LPK
/LPK
/ul
/ul
/ul
/ul
/ul
mS/cm
4.5-8.0
Negatif
Negatif
Negatif
Normal
Negatif
Negatif
Negatif
Normal
0-6.4
0-5
0-5.8
0-12
0-3
Negatif
Negatif
0.0-0.0
0.0-0.0
0.0-23.0
0.0-0.0
0.0-0.0
3.0-32.0
Epitel
-squamous
-transisional
-bulat
/LPB
/LPB
/LPB
Negatif
Negatif
Negatif
B. Pemeriksaan Foto thorak tgl 11 Oktober 2012
Cor : CTR <50%
Pulmo : corakan vaskularisari normal, tak tampak infiltrate
Sudut costophrenicus kanan dan kiri lancip
Kesan : tidak ada kelaianan radiologi pada foto thorax, tak tampak tanda-tanda pulmonal
nodul metastase.
C. Pemeriksaan Histopatologi tanggal 6 Juni 2012
Makros: diterima jaringan kurang dari 0.25 cc, cokelat, cetak semua.
Mikros: tiga keeping kecil jaringan mukosa gaster, ulkus (-). Degenerasi epithelial permukaan
(ringan), infltrat neutrofil (cukup). Metaplasia intestinal (ringan), dysplasia (-). Atrofi kelenjar
(ringan). Kongestif / dilatasi pembuluh darah (ringan), H.pylori (-).
Dua jaringan mukosa gaster yang lain: proliferasi epitel kelenjar padat, perubahan permukaan
jaringan dengan sel-sel atipi, polimorfi. Sebagian inti dengan anak, inti jelas sampai
hiperkromatin.
Kesimpulan biopsy mukosa gaster: Adenocarcinoma Bentuk Intestinal.
D. Pemeriksaan Multi Slice CT-Scan tanggal 29 Juni 2012
Abdomen atas/ abdomen bawah/ pelvis:
Tampak lesi isodens densitas 28-36 HU batas tidak tegas tepi ireguler dan meneval yang pada
post kontras tampak heterodens kontras enhacement pada gaster.
Hepar: ukuran normal, tak tampak dilatasi IHBC/EHBD, tak tampak massa/ nodul.
Lien: ukuran normal, nodul (-).
Gallbladder: normal, batu (-)
Pankreas: normal, batu (-), massa (-)
Ginjal kanan kiri: normal, tak tampak dilatasi sistem pelvicocaliceal, batu (-)
Vesica urinaria: normodens.
Tak tampak efusi pleura kanan kiri.
Tak tampak asites.
Tak tampak osteodestruksi.
Tak tampak pembesaran kelenjar getah bening.
Kesan: menyokong gambaran karsinoma gaster.
E. Pemeriksaan USG Abdomen ( 10 Oktober 2012)
Hepar : bentuk dan ukuran normal, permukaan rata, tepi tajam, echogenitas
normoechoic, parenkim hepar homogeny, vena hepatica tidak melevar dan
vena porta tidak melebar, duktus bilier normal, massa/ nodul (-).
Vesica felea : Ukuran dan dinding regular dalam batas normal, tak ada echo
batu/sludge
Pancreas : Bentuk dan ukuran dalam batas normal.
Lien : Bentuk normal, ukuran membesar, permukaan licin, parenkim
echo dalam batas normal, vena normal.
Ren sinistra :Ukuran dalam batas normal, permukaan regular, parenkim
homogen normoecho, sinus/pcs dalam batas normal, tidak ada
echo batu.
Ren dextra : Ukuran dalam batas normal, permukaan regular, parenkim
homogen normoecho, sinus/pcs dalam batas normal, tidak ada
echo batu.
Kesan : Organ-organ abdomen dalam batas normal.
V. RESUME
Sejak 3 hari yang lalu, pasien mengeluh buang air besar (BAB) berwarna hitam. BAB
hitam seperti petis, berbau dan bila disiram berwarna hitam. Pasien tidak mengeluh mual,
muntah (-). Pasien juga mengeluh badan lemas (+), lemas dirasakan terus menerus, dirasakan
bertambah terutama bila beraktivitas berat, berkurang dengan istirahat, lemas tidak
dipengaruhi makanan dan minuman (-). Nyeri telan (-).
Kurang lebih 4 bulan yang lalu, pasien didiagnosa dengan kanker lambung. Pasien
pernah mondok beberapa kali yaitu untuk biopsi jaringan lambung dan operasi kanker
lambung. Pasien juga mengeluh kepala nggliyer, mata berkunang-kunang, nafsu makan
berkurang, nyeri perut.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan: mata konjungtiva pucat (+/+), pada abdomen
terlihat luka bekas operasi, ada selang (+). Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan:
hemoglobin 6,7 gr/dl, hematokrit 22%, antal eritrosit 2.62 x 106/ul, retikulosit 1.37%, antal
leukosit 13.5 x 103/ul, antal trombosit 412 x 103/ul, gula darah puasa 144, kreatinin 0.3 mg/dl,
natrium 127 mmol/L, kalium 4.1 mmol/L, kalsium 1.01 mmol/L.
Pada pemeriksaan histopatologi disimpulkan adanya adenocarcinoma bentuk intestinal.
Dari pemeriksaan multi slice CT scan didapatkan kesan menyokong gambaran karsinoma
gaster. Pada pemeriksaan USG abdomen, organ-organ abdomen dalam batas normal.
VI. DAFTAR ABNORMALITAS
Anamnesis
1. BAB hitam
2. Badan lemas
3. Kepala nggliyer
4. Mata berkunang-kunang
5. Nafsu makan berkurang
6. BAB hitam seperti petis
7. Riwayat mondok untuk biopsi jaringan lambung dan operasi
8. Riwayat sakit maag: (+)
9. Diagnosa sakit kanker lambung sejak 4 bulan lalu.
Pemeriksaan Fisik
10. Tensi 100/60 mmHg
11. Konjungtiva pucat (+/+)
12. Luka bekas operasi
Pemeriksaan Penunjang
13. Hb 6.7 g/dl
14. Hct 22%
15. AE 2.62x106/µl
16. AL 13.5 x 103/ul
17. GDP 144
18. Pemeriksaan PA: adenocarcinoma bentuk intestinal.
19. CT scan : kesan menyokong gambaran karsinoma gaster.
VII. ANALISIS DAN SINTESIS
Abnormalitas 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11,
12, 18, 19
Melena e/c Adenocarcinoma corpus
gaster, dd. Gastritis erosiva
Abnormalitas 2, 3, 4, 6, 13, 14, 15, Anemia hipokromik mikrositik
Abnormalitas 16 Leukositosis
Abnormalitas 17 Hiperglikemi e/c reaktif, dd DM tipe II
VIII. PROBLEM
1. Melena e/c adenocarcinoma corpus gaster tipe intestinal
2. Anemia hipokromik mikrositik
3. Leukositosis
4. Hiperglikemia e/c reaktif, dd DM tipe II
IX. RENCANA PEMECAHAN MASALAH
Problem 1. Melena e/c Adenocarcinoma Corpus Gaster tipe Intestinal
Ass : BAB Hitam, Diagnosa sakit kanker lambung sejak 4 bulan lalu, Pemeriksaan
PA: adenocarcinoma bentuk intestinal, CT scan : kesan menyokong gambaran karsinoma
gaster
Ip Dx : Pemeriksaan Histopatologi
IpTx : - Bed rest total
- Pro Kemoterapi I:
1. Premedikasi: 1 amp Difenhidramin, 1 amp Dexamethason, 1 amp Kliran
8 mg, rehidrasi RL 1000 cc
2. Etoposid 120 mg.m2, masuk dalam 100 cc NaCl habis dalam waktu 1
jam, diberikan hari ke 4, 5, 6
3. Doxorubicin 20mg/m2, masuk dalam 100 cc NaCl habis dalam waktu 1
jam, diberikan hari ke 1 dan ke 7
4. Cisplatin 40 mg/m2, masuk dalam 100 cc NaCl habis dalam waktu 1 jam,
diberikan hari ke 2 dan hari ke 8
- Infus dengan Ringer lactat 20 tpm
IpMx : kadar hemoglobin, hematokrit, antal eritrosit, awasi tanda-tanda perdarahan,
KUVS
IpEx : Penjelasan pasien tentang kondisinya
Px : ad vitam : dubia ad bonam
ad sanam : dubia ad malam
ad fungsionam : dubia ad malam
Problem 2. Anemia hipokromik normositik
Ass. : etiologi melena
Ip.Dx : -
IpTx : transfusi PRC 2 kolf diberikan 1 kolf/ hr , target Hb > 10 gr/dl
IpMx : tanda vital sign tiap 24 jam, cek DR 3 post transfusi
IpEx : Penjelasan pasien tentang penyakitnya
IpPx : ad vitam : dubia ad bonam
ad sanam : dubia ad malam
ad fungsionam : dubia ad malam
Problem 3. Hiperglikemi e/c Reaktif , dd. DM tipe II
Ass : etiologi reaktif e.c DM tipe II
Ip Dx : GDS, GDP, GD2PP
Ip Tx : -
Ip Mx : evaluasi GDS, GDP
Ip Ex : edukasi pasien dan keluarga tentang penyakitnya
Px : Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
ALUR KETERKAITAN MASALAH
Adenocarcinoma corpus gaster tipe intestinal
Melena
Anemia Mikrositik hipokromik
Hiperglikemia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI KARSINOMA LAMBUNG
Karsinoma gaster merupakan suatu tumor epitel pada mukosa gaster yang bersifat
malignan dengan diferensiasi kelenjar. Secara anatomi, kelenjar pada gaster mempunyai dua
komponen, yaitu : foveola (crypt, pit) dan komponen sekretori (adenomere). Bagian foveola
ini merupakan daerah yang penting untuk pertumbuhan karsinoma lambung, terutama lapisan
sel generatif yang terletak pada bagian basar. Perbedaan antara tipe-tipe karsinoma lambung
tergantung pada proporsi dari foveola dan sekretori (Lumongga, 2008).
B. EPIDEMIOLOGI
Kanker bertanggung jawab atas 12% penyebab kematian di seluruh dunia, dan di negara
industri, 25% meninggal dunia karena kanker. Walaupun kanker paru-paru dan payudara
merupakan kanker yang paling banyak diderita pria dan wanita, berurut-urut, kanker traktus
gastrointestinal, termasuk esofagus, gaster, liver, colon dan kanker pankreas, terdapat 3 juta
kasus baru dan lebih dari 2 juta kematian tiap tahun, sehingga termasuk dalam jenis kanker
yang paling banyak ditemui. Namun angka kejadian kanker traktus gastrointestinal beragam
tergantung lokasi geografis suatu wilayah, termasuk kebiasaan menyantap makanan, gaya
hidup dan infeksi bakteri serta virus (Hamilton & Aalton, 2000; Carl-McGrath et al., 2007).
Dalam setengah abad belakangan, telah terjadi penurunan angka insiden karsinoma
lambung di dunia. Berbagai laporan menyebutkan angka kematian akibat kanker lambung
(KL) masih menduduki urutan kedua terbanyak di dunia, yakni mencapai 500.000 kematian
setahun. Data di Inggris Raya menyebutkan insiden karsinoma lambung ini berkisar 12.000
kasus per tahun, sedangkan angka kematiannya mencapai 10.000 kematian dalam setahun.
Prognosa karsinoma lambung masih jelek, yakni hanya sekitar 20% untuk harapan hidup 5
tahun. Data dari Amerika Serikat menyebutkan angka kematian 10 orang pria dalam 100.000
populasi. Namun demikian laporan dari sejumlah sentra kesehatan terkemuka di Jepang
khususnya menyebutkan angka survival yang lebih tinggi mencapai 2- 3 kali lipat lebih baik.
Peningkatan angka harapan hidup ini disebabkan bertambahnya temuan kejadian karsinoma
lambung dini (KLD) dan perbaikan opsi penatalaksanaan terhadap karsinoma lambung. Di
Indonesia insiden karsinoma lambung belum tercatat secara nasional (Surya, 2007).
C. FAKTOR RISIKO
Faktor etnis adalah salah satu faktor risiko terjadinya karsinoma lambung. Insiden di
Jepang adalah yang tertinggi di dunia, lebih dari 40 kasus/ 100.000 penduduk, diikuti oleh
Asia Timur, Amerika Selatan dan Eropa Timur. Sementara Kanada, Eropa Utara, Afrika,
Amerika Selatan memiliki insiden yang rendah, kurang 10 kasus/ 100.000 penduduk.
Beberapa faktor diet dan kebiasaan hidup juga telah diteliti, di antaranya diet tinggi garam,
makanan yang diasap-asapi atau kurang dimasak mengandung nitrat dan nitrit serta amino
sekunder, diyakini sangat berkaitan dengan meningkatnya risiko karsinoma lambung.
Mengkonsumsi makanan yang tinggi garam dan makanan yang dipanas-panaskan dalam
jangka waktu lama akan menyebabkan atropi gastritis dan perubahan dalam lingkungan
lambung disusul terbentuknya kompleks karsinogenik N-nitroso. Sebaliknya diet buah-
buahan dan sayur-sayuran mengurangi risiko terjadinya kanker. Hal ini dibuktikan oleh
Haung dkk., pada penelitian retrospektif terhadap penderita kanker lambung di Jepang (877
kasus), ditemukan bahwa mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan mentah menurunkan
risiko kematian karsinoma lambung secara signifikan oleh karena efek dari antioksidan yang
dikandung.
Beberapa faktor risiko genetis telah dikenali di antaranya golongan darah A, anemia
pernisiosa, riwayat keluarga, HNPCC, dan sindroma Li-Fraumeni. Selain faktor intake
makanan dan faktor genetik di atas, infeksi Helicobacter pylori saat ini diyakini juga
berkaitan dengan karsinoma lambung. Hal ini diakibatkan oleh karena timbulnya atropi
mukosa lambung dan meningkatnya keasaman lambung menyebabkan pertumbuhan bakteri
berl
ebihan. Selanjutnya terjadi metaplasia akibat langsung dari trauma oleh bakteri tersebut,
kemudian diperparah oleh meningkatnya produksi kompleks nitrat dan N-nitroso.
Penelitian kohort prospektif ini meneliti dampak dari infeksi H pylori pada
perkembangan dari berbagai keganasan lambung. Secara prospektif diikuti 1225 orang
Taiwan yang mengalami dyspepsia diantaranya dyspepsia non ulkus, ulkus gaster, atau ulkus
duodenum. Diantara mereka, 618 (50,4%) memiliki infeksi H. pylori dan 607 (49,6%) tidak
terinfeksi. Pesien dilakukan pemeriksaan endoskopi pada saat awal dan pada interval 1
sampai 3 tahun kemudian. Hasil dari penelitian ini, selama rerata follow up 6,3 tahun,
adenokarsinoma lambung terjadi pada 7 dari 618 pasien yang terinfeksi H. pylori, tapi tidak
satupun ditemukan dari 607 yang tidak terinfeksi (1,1% Vs 0,0%, p = 0,015) Diantara pasien
yang terinfeksi H.pylori, keganasan lambung sama diantara mereka yang menerima dan tidak
menerima terapi eradikasi (1,4% vs 1,2%). Analisis multivariate menunjukkan bahwa
metaplasia intestinal merupakan satu-satunya factor predictor independen untuk
berkembangnya keganasan lambung pada pasien yang terinfeksi H. pylori dengan rasio odds
4,5 (95% CI 1,1- 19,1). Sebagai kesimpulan pada studi prospektif ini, semua keganasan
lambung, maliputi adenokarsinoma dan limfoma terjadi pada pasien yang terinfeksi H.
pylori. Temuan ini menunjukkan bahwa H. pylori merupakan penyebab penting dari
kebanyakan keganasan lambung. Indikasi Follow up dari pasien terinfeksi H.pylori yaitu
mereka yang memiliki metaplasi intestinal (Ping-I Hsu et al., 2007).
. Faktor-faktor lain yang saat ini patut diduga berhubungan dengan karsinoma lambung
di antaranya adalah gastritis atropi kronis, gastropathy hyperthropic (Metenier’s disease),
polip lambung, status sosio-ekonomi yang rendah dan obesitas.
Polip gaster. Setidaknya setengah dari polip adenomatous menunjukkan perubahan
carcinomatous pada beberapa penelitian. Pasien dengan familial adenomatous polyposis
(FAP) memiliki insiden yang tinggi dari kanker gaster sekitar 50%, dan sepuluh kali lebih
sering untuk membenttuk adenocarcinoma. Pasien dengan polip adenomatous atau FAP
hasrus menjalani endoscopi surveillance. Terdapat lima tipe dari polip epithelial gaster:
inflammatory, hamartomatous, heterotopic, hyperplastic, dan adenoma. Tiga jenis pertama
mempunyai kemungkinan kecil untuk terjadinya malignansi. Adenomas dapat membentuk
karsinoma, dan harus diangkat ketika terdiagnosa. Secara kebetulan, hyperplastic polyps (>
75% dari semua polip gaster) tidak terlihat potensial malignansi,6 namun dapat manjadi
karsinoma dengan insiden <2%.
Chronic atrophic gastritis merupakan precursor paling sering untuk kanker gaster,
terutama pada tipe intestinal. Pada penelitian di Jepang, 95% pasien dengan kanker gaster
dini mempunyai atrophic gastritis, dan pada penelitian lainnya resiko untuk membentuk
kanker gaster sebesar 20% ketika gastritis berat melibatkan antrum, dan 5% ketika gastritis
melibatkan body gaster. Prevalensi atrophic gastritis tinggi pada usia lanjut, tetapi pada
daerah dengan insiden yang tinggi dari kanker gaster, kondisi ini juga ditemui pada usia
muda. Correa mendeskripsikan tiga pola chronic atrophic gastritis, yaitu autoimmune
(melibatkan gaster bagian proksimal), hypersecretory (melibatkan distal gaster), dan
environmental (melibatkan area multiple pada junction dari oxyntic dan antral mukosa). Pada
Ménétrier’s disease (hipertropik gastritis) juga telah diobservasi adanya peningkatan insiden
dari kanker gaster (Schwartz, 2005).
D. PATOGENESIS
Seperti yang telah dipaparkan di atas, patogenesis karsinoma lambung berkaitan dengan
berbagai faktor risiko. Perubahan berturut-turut dari mukosa gaster menginduksi
perkembangan invasif dari karsinoma. Hal ini dikenal sebagai kaskade pre-kanker, domana
mukosa gaster yang normal berubah oleh gastritis atropik kronik, berkembang menjadi atropi
multifocal dan metaplasia intestinal, diikuti dysplasia dan terakhir berujung pada karsinoma /
keganasan.
Gambar. Tahap-tahap molekuler pathogenesis karsinoma lambung (Yasui et al., 2005)
Gambar. Multifaktorial patogenesis dari karsinoma lambung (Carl-McGrath et al., 2007)
E. SKRINING KARSINOMA LAMBUNG
Penyakit ini umumnya belum memberikan gejala kecuali setelah mencapai stadium
lanjut, maka skrining karsinoma lambung adalah satu-satunya cara untuk menemukan
penyakit ini dalam stadium awal. Tujuan karsinoma lambung tentunya menemukan
karsinoma lambung dini yang potensial untuk kuratif. Skrining ditujukan kepada mereka
yang memiliki risiko tinggi termasuk: memiliki riwayat keluarga terpapar karsinoma
lambung dan penderita anemia pernisiosa. Penderita dengan risiko tinggi terjadinya
karsinoma lambung dianjurkan menjalani pemeriksaan endoskopi dan barium meal khusus
sekali dalam 6-24 bulan. The American Society for Gastrointestinal Endoscopy malah
merekomendasikan endoskopi skrining pada kelompok risiko tinggi seperti: riwayat
adenoma, FAP, HNPCC, sindroma Peutz-Jeghers dan penyakit metenier.
F. TANDA DAN GEJALA
Gejala umum dari karsinoma lambung di antaranya berupa nyeri di sekitar lambung,
penurunan berat badan, dan sulit makan. Penemuan penurunan berat badan secara klinis tidak
dapat diremehkan. Dewys et al menunjukkan bahwa pada 179 pasien kanker gaster stadium
lanjut, lebih dari 80% pasien memiliki penurunan berat badan lebih dari 10%. Pasien yang
memiliki gejala penurunan berat badan memiliki tingkat survival yang lebih rendah bila
dibandingkan dengan pasien yang tidak memiliki penurunan berat badan. Gejala lainnya
yaitu mual, muntah, Perdarahan gastrointestinal jarang terjadi (5%), namun kehilangan darah
kronik (chronic occult blood loss) sering terjadi dan bermanifestasi sebagai anemia defisiensi
besi. Paraneoplastic syndromes seperti Trousseau’s syndrome (thrombophlebitis), acanthosis
nigricans (hiperpigmentasi dari axilla dan groin), atau peripheral neuropathy jarang terjadi
(Devita et al., 2001)
Diagnosis karsinoma lambung membutuhkan pemeriksaan histopatologi dari jaringan
atau pemeriksaan sitologi dari lambung. Beberapa sistem klasifikasi telah dikemukakan oleh
para ahli untuk membantu mendeskripsikan karsinoma lambung baik melalui gambaran
makroskopis (Borrmann) atau gambaran mikroskopis (klasifikasi Ming). Namun yang paling
banyak digunakan adalah klasifikasi Lauren dan sistem WHO. Klasifikasi Lauren membagi
karsinoma lambung atas dua histopatologi: tipe intestinal dan diffusa. Sistem ini didasari atas
susunan mikroskopis dan gambaran pertumbuhan. Tipe diffusa memiliki sel tumor yang tidak
kohesif, menginfiltrasi jaringan struma lambung dan sering menampilkan gambaran
desmoplasia dan terjadinya peradangan mukosa. Tipe ini kurang diperngaruhi oleh
lingkungan, insidennya akhir-akhir ini cenderung meningkat, mengenai usia muda dan
memiliki prognosis yang buruk. Karsinoma ini tidak berkaitan dengan metaplasia intestinal,
tidak terletak di antrum dan dapat muncul dari mutasi sel tunggal dalam kelenjar lambung
yang normal. Sebaliknya tipe intestinal menunjukkan formasi kelenjar yang dapat dikenali,
mulai dari diferensiasi baik hingga buruk, cenderung tumbuh membesar dibandingkan
dengan infiltrasi dan diyakini terjadi akibat gastritis atropi kronik.
Infeksi H. pylori dan gastritis autoimun adalah penyebab yang paling sering
menciptakan lingkungan yang kondusif untuk peradangan lambung. Jika peradangan
lambung terjadi, timbul atropi mukosa lambung, diikuti metaplasia intestinal yang dapat
menyebabkan dysplasia. Karsinoma didiagnosis manakala tumor menginvasi lamina propia
atau hingga mukosa muskularis. Lebih dari 80% lesi displasi berkembang menjadi invasi.
WHO telah mendefinisikan karsinoma lambung sebagai berikut: tumor ganas epitel dari
mukosa lambung dengan diferensiasi kelenjar. Klasifikasi WHO mendasari karsinoma
lambung berdasarkan derajat kemiripan metaplasia jaringan intestinal dan terbagi atas 5 tipe:
adenokarsinoma (intestinal dan difusa), papillary, tubuler, mucinous, dan signet ring cell.
Pemeriksaan fisik umumnya tidak memberikan informasi yang adekuat. Pemeriksaan
fisik biasanya normal sampai terjadinya kanker gaster stadium lanjut. penemuan klasik yang
menunjukkan adanya lesi metastase pada pasien stadium IV, diantaranya Virchow’s
supraclavicular node, Sister Mary Joseph’s periumbilical node, Pemeriksaan rectal dapat
menunjukkan nodul yang keras pada extraluminal dan anterior, yang menandakan adanya
"drop metastases", atau rectal shelf of Blumer pada cavum douglas, dan Krukenberg’s tumor
yang merupakan metastase limfatik dan/atau peritoneal yang incurable. Dapat pula terjadi,
atau aspiration pneumonitis pada pasien dengan gejala muntah dan atau obstruksi. Jika teraba
massa abdomen, menandakan tumor primer yang sangat besar (biasanya T4). Tanda fisik
stadium lanjut termasuk metastatic pleural effusion, hepatosplenomegaly, jaundice, ascites,
hematemesis, melena, dan cachexia. Komplikasi lanjut termasuk perforasi, perdarahan,
gastrocolic fistulae, dan obstruksi (Devita et al., 2001; Clark et al., 2006; Schwartz, 2005)
G. DIAGNOSIS
Level serum Carcinoembryonic antigen (CEA) dan CA 19-9 seringkali meningkat pada
pasien dengan kanker gaster stadium lanjut. Tetapi hanya sekitar sepertiga dari pasien yang
memiliki nilai abnormal dari CEA dan/atau CA19-9. Menggabungkan CEA dengan marker
lainnya, seperti sialylated Lewis antigens CA19-9 atau CA50, dapat meningkatkan
sensitifitas CEA. Sensitifitas dari CEA rendah dan ketika nilainya meningkat, levelnya tidak
berhubungan dengan stadium yang ada, dikarenakan rendahnya sensitifitas dan spesifitas,
marker ini tidak mempunyai peranan sebagai screening test pada pasien resiko tinggi. Tumor-
associated glycoprotein antigen, TAG-72 (CA 72-4 assay), dapat berguna sebagai tumor
marker post reseksi, pada sebuah penelitian CA 72-4 memperlihatkan spesifitas 40% – 50%
dan sensitifitas 100%. Gen E-cadherin, yang didapatkan pada bentuk familial dari kanker
gaster, mungkin sangat berguna sebagai marker genetik pada penyakit yang rekuren, dengan
sensitifitas 59% dan spesifitas 75%. Vascular endothelial growth factor (VEGF) juga telah
diajukan sebagai marker post operatif. Nilai serum VEGF yang lebih besar dari 533 pg/mL
ditemukan sebagai faktor independen untuk cancer-specific survival. Tidak terdapat tes
laboratorium tunggal yang dapat mendeteksi adanya kanker gaster rekuren. Tehnik terbaru
sedang diteliti untuk mendeteksi individu dengan resiko tinggi kanker gaster berdasarkan
komposisi genetik. Teknologi ini termasuk cDNA microarray, serial analysis of gene
expression (SAGE), differential display, dan subtractive hydridization (Devita et al., 2001;
Clark et al., 2006).
Saat ini endoskopi merupakan metode diagnosis yang sensitive dan spesifik pada
karsinoma lambung. Endoskopi memungkinkan visualisasi langsung lokasi tumor, ekstensi
keterlibatan mukosa dan biopsi untuk diagnosis jaringan. Pemeriksaan lain adalah: endoskopi
ultrasound (EUS) yang dapat menentukan staging tumor secara lebih akurat oleh karena
dapat melihat kedalaman invasi tumor dan menilai perluasan ekstensi kelenjar getah bening
perigastrika. Willis dkk meyakini EUS sebagai alat diagnosis penegakan staging karsinoma
lambung dan menentukan reseptabilitasnya.
Gambar. (a & b) kanker gaster tipe IIa dan IIc terbatas pada mukosa (c) pengecatan dengan
carmine dye (d) gambaran EUS dengan lesi protruded.
Pemeriksaan barium enema gastrointestinal atas, meliputi instilasi cairan barium ke
dalam lambung dan kombinasi dari empat teknik: evaluasi barium, double contrast,
gambaran mukosa lambung dan gambaran kompresi lambung. Prosedur ini memungkinkan
ditandainya gambaran iregulitas mukosa. Pemeriksaan endoskopi digabung dengan barium
enema, menurut Halvorsen dkk dapat saling melengkapi dan memiliki ketepatan diagnostik
yang sama.
Pemeriksaan sitologi pada lambung dilakukan melalui sitologi brushing. Pada keadaan
normal, tampak kelompokan sel-sel epitel superficial yang regular membentuk gambaran
seperti honey comb. Sel ini mempunyai inti bulat dengan kromatin inti yang tersebar merata.
Pada keadaan gastritis, sel tampak lebih kuboidal dengan sitoplasma yang sedikit dan inti sel
sedikit membesar. Pada karsinoma, sel-sel menjadi lebih tersebar ataupun sedikit
berkelompok yang ireguler, inti sel membesar dan hiperkromatin dan mempunyai anak inti
yang multiple ataupun giant nucleoli. Pemeriksaan sitologi brushing ini jika dilakukan
dengan benar, mempunyai nilai keakuratan sampai 85% tetapi bila pemeriksaan ini
dilanjutkan dengan biopsi lambung maka nilai keakuratannya dapat meningkat mencapai
96%.
Pada karsinoma dini lambung, secara makroskopis dapat dikenali lokasi tumor, pada:
pilorus dan antrum (50-60%), kurvatura minor (40%), cardia (25%), kurvatura mayor (12%).
Paling banyak terjadi karsinoma lambung pada daerah kurvatura minor bagian antropilorik.
CT-scan dilakukan untuk staging karsinoma lambung. Pemeriksaan ini mendeteksi
metastasis hati, kelenjar getah bening regional dan jauh serta dapat memprediksi jaringan
yang diinvasi secara langsung oleh tumor. Sensitivitas pemeriksaan ini adalah berkisar 88%
menurut Kuntz dkk. Sebaliknya MRI (Magnetic Resonance Imaging) memiliki manfaat yang
terbatas dalam staging karsinoma lambung khususnya jika dihubungkan dengan: kesulitan
menilai artefak, harga yang relatif tinggi, waktu untuk pemeriksaan dan kurangnya zat
kontras oral yang sesuai. MRI unggul dalam menilai hati, tulang dan penyebaran peitonium,
serta mampu memberikan gambaran foto multiplanar, tidak terpapar radiasi dan dapat
digunakan pada penderita yang sensitif terhadap kontras.
H. STADIUM OPERATIF
Ada 2 buah sistem staging yang paling sering digunakan saat ini, yakni berdasarkan
TNM/AJCC/UICC dan JRSGC (Japanese Research Society For Gastric Cancer). TNM
menekankan pada jumlah kelenjar yang dijumpai sewaktu operasi sedangkan sistem Jepang
lebih kompleks menyangkut stasiun kelenjar getah bening, keterlibatan liver dan peritoneum.
Gambar. Klasifikasi faktor T pada karsinoma lambung (Surya, 2007).
Gambar. Klasifikasi dan stadium TNM dari karsinoma lambung (Greene et al., 2001)
Gambar. Staging karsinoma lambung menurut JGCA.
Klasifikasi karsinoma dini lambung berdasarkan lesi makroskopis dari hasil
pemeriksaan endoskopi (Japanese Gastroenterological Endoscopic Society), yaitu:
Tipe I: lesi menonjol pada permukaan mukosa (polipoid, nodular ataupun villous)
Tipe IIa: lesi yang elevasi pada permukaan mukosa
Tipe IIb: lesi yang berbentuk rata/flat dengan permukaan mukosa
Tipe IIc: lesi yang depressed dari permukaan mukosa
Tipe III: lesi yang excavated dari permukaan mukosa.
Klasifikasi berdasarkan gambaran histopatologi, yaitu menurut klasifikasi Lauren (Carl-
McGrath et al., 2007):
Tipe interstinal
Tampak struktur kelenjar dengan diferensiasi baik maupun sedang. Kadang ditemui sel-
sel tumor dengan diferensiasi buruk. Gambaran ini berasal dari metaplasia epitel
intestinal. Tipe intestinal memiliki gambaran yang mirip dengan adenocarcinoma colon,
terdiri dari susunan kelenjar dengan daerah yang solid ataupun papillary. Sel-sel dengan
bentuk kolumnar ataupun kuboidal dengan inti terletak pada bagian basal. Kadang pada
lumen dapat berisi mucin.
Tipe difusa
Adanya kohesi antar sel yang rapuh dan sel yang menembus dinding gaster secara difus
dengan sedikit ataupun tidak ada gambaran struktur kelenjar. Dijumpai sekresi mucus,
bila mukus berada di dalam sel tumor dapat mendorong inti sel ke pinggir sehingga
disebut dengan signet ring sel. Sering disebut sebagai linitis plastica.
Tipe campuran
Tipe ini memperlihatkan antara tipe intestinal dan tipe difusa dalam jumlah yang hampir
sama.
Klasifikasi lainnya menurut WHO, yaitu berdasarkan gambaran histologi yang dominan:
Tubular adenocarcinoma
Tampak gambaran tubulus yang dilatasi maupun bercabang-cabang dengan ukuran yang
berbeda, dapat dijumpai struktur asiner. Sel berbentuk kolumner, kuboidal ataupun flat.
Pada intraluminal dapat terlihat musin. Clear cell juga dapat dijumpai.
Papillary adenocarcinoma
Karsinoma tipe ini merupakan well differentiated exophytic carcinoma yang berbentuk
finger like dengan pelapis epitel toraks ataupun kuboidal dan stroma terdiri dari
fibrovascular core.
Mucinous adenocarcinoma
Ada 2 gambaran utama: (1) kelenjar yang dilapisi oleh epitel kolumnar yang mensekresi
mucus dan interstitial musin; (2) kelompokan sel-sel yang ireguler yang berada di atas
cairan musinous.
Signet-ring cell karsinoma
Bila tumor ini terdiri dari lebih 50% sel-sel malignan dengan intrasitoplasma mucin
(Lumongga, 2008).
I. PENATALAKSANAAN KARSINOMA LAMBUNG DINI (KLD)
Dengan adanya pemeriksaan endoskopi, temuan karsinoma dini lambung semakin
banyak, yakni berkisar 20% di negara-negara Eropa dan sekitar 50% di Jepang. Dengan
terapi pembedahan standar diperoleh angka survival 5 tahun lebih dari 90%. Mengingat
sejumlah kendala pasca-operasi gastrektomi yang menyangkut kualitas hidup penderita,
terbuka peluang untuk melakukan sejumlah tindakan yang lebih minimal.
Terapi pembedahan optimal pada KLD, belum terjadi penyesuaian antara yang
dikerjakan di Barat dengan Jepang khususnya. Barat umumnya beranggapan bahwa
gastrektomi diikuti oleh D1 sudah memadai, sedangkan Jepang memakai D2 sebagai terapi
bedah standar untuk KLD. Studi dari 12.098 pasien di Jepang menunjukkan bahwa KLD
dapat juga mengalami metastasis sebanyak 10% yang melibatkan N1 dan N2 masing-masing
7,6%-18% dan 1,4%-5,4%. Insiden pembesaran kelenjar getah bening ini memang rendah,
akan tetapi memiliki risiko residif yang tinggi apabila tidak dilakukan diseksi KGB yang
komplit. D1 hanya memadai untuk diseksi KLD yang terbatas perigastrika. Sedangkan
diseksi D2 bermanfaat pada ± 5% dari seluruh kasus karsinoma submukosa.
Gambar. Endoscopic mucosal resection dari karsinoma gaster tipe IIc
Teknik terbaru berupa endoskopi ultrasonografi (EUS) telah mampu membawa
perkembangan terapi bedah karsinoma lambung dini dengan menggunakan teknik reseksi
mukosa endoskopi (EMR). Reseksi lambung per laparoskopi juga telah banya
dikembangkan. Namun pemakaian teknik ini terbatas pada kasus-kasus tanpa pembesaran
kelenjar getah bening. Reseksi per laparoskopi dibandingkan dengan EMR memberikan
keunggulan margin reseksi dan kemungkinan diseksi KGB.
Gambar. Batas reseksi lambung dengan diseksi D1 dan D2 (Surya, 2007)
Kendala dalam aplikasi EMR dan reseksi per laparoskopi: (1) masih kurangnya data
follow up jangka panjang; (2) akurasi kedalaman invasi tumor <70% kecuali pemakai EUS;
(3) kurangnya kriteria seleksi yang akurat; (4) kemungkinan mikrometastasi di kelenjar
epigastrika. Pemeriksaan imunohistokimia mampu mendeteksi adanya KGB perigastrika
hingga 12,2% dan 11,5% pada mukosa dan submukosa KLD yang dengan pemeriksaan
histologi rutin dinyatakan negatif. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk menentukan
signifikansi prognosis mikrometastasis pada karsinoma lambung dini.
Terapi bedah standar pada karsinoma lambung dini memiliki angka rekurensi yang
rendah, sekitar 2%. Terapi bedah merupakan pilihan yang optimal. EMR dan reseksi per
laparoskopi memberikan harapan kualitas hidup yang lebih baik (Surya, 2007).
J. PENATALAKSANAAN KARSINOMA LAMBUNG LANJUT
Karsinoma lambung lanjut (KLL) memiliki prognosis yang buruk. Di Amerika Serikat
angka harapan hidup lima tahun pada stadium IIIA, IIIB dan IV berkisar antara 3-13%.
Untuk mengurangi angka rekurensi dan memperbaiki survival berbagai prosedur operasi
yang agresif telah dilaksanakan.
Pada saat laparotomi seorang ahli bedah harus menjawab empat pertanyaan kritis pada
pembedahan KLL yang memiliki potensi kurabilitas, yakni: (1) subtotal atau total
gastrektomi; (2) preservasi limfa atau splenektomi; (3) preservasi pankreas atau
pankreatektomi distal; (4) diseksi D1 atau diseksi D2/D3.
1. Subtotal vs Total Gastrektomi
Total gastretomi menghilangkan kemungkinan rekurensi karsinoma lambung pada
pungtum lambung sebagaimana dimungkinkan pada subtotal gastrektomi. KGB yang
sering tertinggal pada subtotal gastrektomi adalah no.1 dan no.2 sesuai klasifikasi JRSGC
yang terletak sepanjang vasa gastrika brevis. Pada karsinoma lambung yang terletak di
proksimal dan sepertiga tengah, total gastrektomi merupakan pilihan pembedahan. Untuk
tumor yang terletak di distal sejumlah studi retrospektif menunjukkan tidak ada
perbedaan bermakna dalam hal survival antara total dan subtotal gastrektomi. Di Jepang
subtotal gastrektomi merupakan standa reseksi pada tumor antrum, sedangkan Jerman
menganut paham yang lebih radikal yakni total gastrektomi khususnya pada tipe difusa
klasifikasi Lauren.
Gambar. Batas reseksi lambung berdasarkan lokasi tumor primer.
2. Splenektomi vs Preservasi Limfa
Splenektomi dianjurkan apabila memenuhi 3 kriteria: reseksi R0 manakala KGB
No.10 di hilus limpa turut diangkat, terukurnya efek splenektomi jangka pendek ataupun
jangka panjang, dipertimbangkannya pengaruh splenektomi pada survival. Selain itu,
indikasi splenektomi pada reseksi lambung juga didasarkan pada: (1) invasi langsung
tumor ke limpa; (2) pembesaran KGB di hilus. Limpa juga harus direseksi pada
karsinoma gaster proksimal meskipun kriteria di atas tidak terpenuhi, sebab kemungkinan
tumor menginfiltrasi hilus mencapai 20%.
Insiden keterlibatan KGB perihilus berkisar 0-1,9% untuk tumor yang terletak
sepertiga tengah dan distal, 15,5% untuk tumor yang di proksimal dan 20,7% untuk
tumor yang menginfiltrasi seluruh lambung. Pada laporan sebelumnya infiltrasi hilus
hanya ditemukan pada tumor T3 dan T4. Splenektomi tidak meningkatkan angka reseksi
R0 pada KLD dan KLL.
3. Pankreatektomi distal vs Preservasi Pankreas
Pankreatektomi distal dianjurkan untuk membuang KGB secara komplit sepanjang
arteri lienalis. Namun pankreatektomi distal ini sangat berbahaya. Suatu studi di
Hongkong menemukan bahwa pankreatektomi distal pada diseksi D3 menyebabkan
komplikasi sepsi (abses subprenikus) pada 50% kasus. Hal ini sama dengan penelitian di
Inggris di mana didapati angka morbiditas (58%) dan mortalitas (16%) meningkat 100%
dimana diseksi D2 diikuti dengan pankreatektomi distal. Marujama dkk. mendapati
bahwa penderita karsinoma lambung proksimal hidup lebih lama pada kelompok yang
tidak dilakukan pankreatektomi distal. Hal ini dapat dijelaskan bahwasanya KGB di vena
lienalis bukan terletak di parenkim pankreas melainkan di atas permukaannya. Diseksi
komplit KGB no.11 dapat dicapai tanpa melakukan pankreatektomi distal. Disimpulkan
bahwa para ahli menganjurkan melakukan preservasi pankreas distal kecuali apabila
nyata telah terjadi invasi langsung ke pankreas.
4. Ekstensi Limfadenektomi
Menurut JRSGC KGB abdomen bagian atas dibagi atas 16 stasiun, yang terbagi atas
4 level (N1-N4) sesuai letak tumor primer. Ekstensi limfadenektomi diklasifikasikan
sesuai derajat diseksi KGB (D1-D4).
D1 meliputi diseksi KGB perigastrika yakni KGB yang melekat ke gaster (stasiun 1-6,
level N1);
D2 adalah mengangkat KGB level N1 + KGB 7 – 11 (level N2).
D3 dan D4 adalah diseksi KGB No.12 – 14 (level N3) dan KGB no.15 dan 16 (level
N4).
Reseksi D2 meningkatkan R0 dibandingkan dengan D1. Laporan dari berbagai
sentra di Jepang, angka survival 5 tahun pada kasus yang dilakukan D2 mencapai 45%.
“Will Rogers Phenomenon” adalah meningkatnya stadium karsinoma lambung apabila
dilakukan diseksi D2 sebab semakin banyak jumlah stasiun yang diperiksa.
Manfaat diseksi D2 terus menjadi kontroversi dalam bidang penatalaksanan karsinoma
lambung hingga saat ini. Dalam Roukos dkk., ada manfaat reseksi D2 pada pasien dengan
N2. Di Jerman, ada peningkatan angka survival pada stadium II/IIIA. Disimpulkan bahwa D2
adalah teknik pembedahan yang optimal saat ini untuk karsinoma lambung lanjut, karena
dapat meningkatkan angka kuratif reseksi, mengurangi rekurensi lokoregional dan
menjanjikan peningkatan survival.
K. KEMOTERAPI
Penderita karsinoma lambung tanpa infiltrasi kelenjar getah bening mempunyai angka
survival hingga 75% jika hanya menjalani tindakan pembedahan semata. Sedangkan jika
telah menginfiltrasi KGB angka survival berkisar antara 10-30%. Karsinoma lambung
mempunyai kecenderungan untuk rekurensi lokal rekurens, metastasis ke liver dan
peritoneum bahkan setelah reseksi kuratif R0 sekalipun. Di sinilah peranan kemoterapi
diharapkan untuk membantu perbaikan angka survival. Kemoterapi adjuvant maupun
neoadjuvan telah banyak dilakukan, namun hasilnya masih belum konklusif dan konsisten.
Penelitian metaanalisis mengungkapkan bahwa manfaat kemoterapi masih dalam kategori
borderline yang pemakaiannya harus sangat hati-hati. Umumnya laporan tersebut tidak
merekomendasikan penggunaan kemoterapi secara rutin setelah reseksi lambung.
Gambar. Agen kemoterapi pada karsinoma gaster (McDonald, 2006).
L. PROGNOSIS
Secara umum prognosis pada karsinoma ini berhubungan dengan beberapa faktor:
Usia penderita
Penderita dengan usia yang lebih muda mempunyai prognosa yang lebih buruk terutama
pada tipe difusa.
Lokasi tumor
Bila lesi terdapat pada daerah distal, prognosis menjadi lebih baik bila dibandingkan
dengan lesi pada daerah lain.
Ukuran tumor
Tumor dengan ukuran lebih kecil mempunyai prognosis lebih baik
Keterlibatan limfonodi regional
Bila belum terdapat metastasis pada limfonodi regional, prognosis menjadi lebih baik.
Bila limfonodi sudah diinvasi oleh sel-sel ganas, prognosis menjadi berkurang sekitar
10%.
Reaksi inflammatory
Adanya infiltrasi seluler antara tumor dan jaringan normal sering dihubungkan dengan
perubahan degernari pada tumor, ini merupakan prognosis yang baik.
Tipe gambaran mikrokopis
Karsinoma tipe intestinal mempunyai prognosis lebih baik bila dibandingkan tipe difusa
(Lumongga,2008).
Tabel. 5 tahun survival dan mortalitas operatif karsinoma gaster di AS dan Jepang (Schwartz, 2006).
M. KESIMPULAN
Kanker gaster menempati urutan keempat diantara kanker yang paling sering terjadi dan
menempati urutan kedua sebagai penyebab kematian karena kanker. Insiden tertinggi dari
kanker gaster ditemukan di jepang, amerika selatan, eropa barat dan timur tengah. Meskipun
insiden dari kanker gaster distal telah menurun, tetapi insiden dari kanker gaster kardia dan
proksimal terutama pada gastroesophageal (GE) junction dan distal esophagus tetap
meningkat. Faktor resiko kanker gaster yaitu diet, infeksi, herediter, anemia pernisiosa,
reseksi gaster sebelumnya, displasia mukosa gaster, polip gaster, gastritis kronik.
Kanker gaster biasanya tidak menjadi simptomatik sampai penyakitnya menyebar
dengan luas dikarenakan gejalanya tidak spesifik sehingga kebanyakan pasien dengan kanker
gaster terdiagnosa pada stadium lanjut. Kanker gaster dapat menyebar secara lokal dan
metastase pada jaringan limfe, metastase peritoneal dan distant metastases. Data dari
beberapa penelitian memperlihatkan bahwa 60-90% pasien mempunyai tumor primer yang
penetrasi ke serosa atau menginvasi struktur disekitarnya dan setidaknya 50% memiliki
metasase limfatik. Pemeriksaan penunjang menggunakan tumor marker, UGI double-
contrast, CT-scan, PET, laparoscopy, endoscopy.
Satu-satunya penanganan kuratif yang telah terbukti adalah pembedahan, pilihan
pembedahan tergantung dari sejauh mana invasi tumor pada dinding gaster dan penyebaran
limfatik. namun meskipun setelah penanganan kuratif gastrectomy, penyakit ini dapat
muncul kembali secara regional dan distant pada setidaknya 80% pasien. Karena hasil
outcome yang tidak begitu baik dari pembedahan kanker gaster, maka penekanan dilakukan
untuk memperbaiki terapi adjuvant, yang ketika digunakan akan memperbaiki tingkat
survival. chemotherapy telah berhasil untuk menangani kanker gastrointestinal lainnya,
namun keuntungan survival dari penggunaan chemotherapy pada adenocarcinoma gaster
tidak terlalu signifikan. Meskipun demikian terdapat beberapa strategi sehingga
chemotherapy dapat memberikan keuntungan. Penelitian dimasa yang akan datang
berkembang menjadi beberapa bagian. Bagian pertama meneliti peranan chemotherapeutics
terbaru (terutama oxaliplatin, irinotecan, dan oral 5-FU “prodrugs” seperti capecitabine dan
S-1), dan yang meneliti peranan targeted therapies (cetuximab dan bevacizumab). Indikator
prognostik yang paling penting pada kanker gaster secara histologis, yaitu keterlibatan
kelenjar limfe dan dalamnya invasi tumor.
DAFTAR PUSTAKA
Carl-McGrath S., Ebert M., Rocken C. 2007. Gastric adenocarcinoma: epidemiology, pathology
and pathogenesis. Cancer therapy, vol 5: 877-894.
Clark R. 2006. Current Problems in Surgery: Gastric Cancer. Curr Probl Surg, 2006, Vol. 43,
pp. 566-670.
Devita, VT, Hellman, S, Rosenberg, SA. 2001. Cancer: Principles and Practice of Oncology
6th. 6th edition. Lippincott Williams & Wilkins Publishers, 2001.
Hamilton, S. R. and Aalton, L. (eds.) (2000) Pathology and Genetics of Tumours of the Digestive
System. IARC Press: Lyon.
Japanese Gastric Cancer Association. 1998. Japanese classification of gastric carcinoma. 2nd
English edition. Gastric Cancer, vol 1:8-24.
Liu C., Crawford J.M. 2005. Gastrointestinal Tract. In: Kumar V., Abbas A.K., Fausto N. (ed).
Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease. 7th Ed. Philadelphia: Elsevier Saunders.
Lumongga F. 2008. Karsinoma Dini Lambung.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/.../1/09E01464.pdf (diakses tanggal 16 November 2012).
McDonald J.S. 2006. Gastric Cancer: New Therapeutic Options. NEJM, p. 355;1 .
Owen D.A. 2004. The Stomach: Alimentary Canal and Associated Organs. In: Mills S.E. (ed).
Stemberg’s Diagnostic Surgical Pathology. 4th Ed. Vol 2. Philadelphia: Lippincott Williams
and Wilkin.
Ping-I Hsu. 2007. Helicobacter pylori infection and the risk of gastric malignancy. Am J
Gastroenterol, vol 102: 725-730.
Schwartz, SI. 2005. Schwartz’s Principles of Surgery 8th Ed. United States of America: The
McGraw-Hills Company.
Surya B. 2007. Penatalaksanan Bedah Terkini Dari Karsinoma Lambung. Pidato Pengukuhan
Guru Besar. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Yasui W., Oue N., Aung P.P., Matsumura S., Shutoh M., Nakayama H. 2005. Molecular-
pathological prognostic factors of gastric cancer: a review. Gastric Cancer, 8: 86-94.