CC Besar Mira

61
LAPORAN KASUS BESAR Seorang Wanita 55 Tahun dengan Melena e/c Adenocarcinoma Corpus Gaster, Anemia Mikrositik Hipokromik, Leukositosis, Hiperglikemia e/c Reaktif dd DM Tipe II Oleh: Amirah Umar Abdat (G0007183) Yudo Duswanto (G0007233) Pembimbing: dr. Dhani Redhono, Sp.PD-FINASIM

Transcript of CC Besar Mira

Page 1: CC Besar Mira

LAPORAN KASUS BESAR

Seorang Wanita 55 Tahun dengan Melena e/c Adenocarcinoma Corpus Gaster, Anemia

Mikrositik Hipokromik, Leukositosis, Hiperglikemia e/c Reaktif dd DM Tipe II

Oleh:

Amirah Umar Abdat (G0007183)

Yudo Duswanto (G0007233)

Pembimbing:

dr. Dhani Redhono, Sp.PD-FINASIM

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI

S U R A K A R T A

2012

Page 2: CC Besar Mira

HALAMAN PENGESAHAN

Kasus besar dengan judul :

Seorang Wanita 55 Tahun dengan Melena e/c Adenocarcinoma Corpus Gaster, Anemia

Mikrositik Hipokromik, Leukositosis, Hiperglikemia e/c Reaktif dd DM Tipe II

Telah dipresentasikan dan disahkan pada :

Hari :

Tanggal :

Pembimbing,

dr. Dhani Redhono, SpPD-FINASIM

Page 3: CC Besar Mira

DAFTAR MASALAH

No Masalah Aktif Masalah

Inaktif

Tanggal Keterangan

1. Melena

2. Adenocarcinoma Corpus

Gaster Tipe Intestinal

3. Anemia Hipokromik

Mikrositik

4. Leukositosis

5. Hiperglikemia

Page 4: CC Besar Mira

BAB I

STATUS PENDERITA

I. ANAMNESA

A. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny M.

Umur : 55 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Suku : Jawa

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Status nikah : Menikah

Alamat : Mojo, RT5/RW5, Gayam, Sukoharjo

No. RM : 01002235

Masuk RS : 3 November 2012

Pemeriksaan : 13 November 2012

Bangsal : Melati I/7

B. Keluhan Utama : BAB hitam

C. Riwayat Penyakit Sekarang :

Sejak 3 hari yang lalu, pasien mengeluh buang air besar (BAB) berwarna hitam. BAB

hitam seperti petis, berbau dan bila disiram berwarna hitam. BAB satu kali sehari ¼ gelas

belimbing selama 3 hari berturut-turut, BAB hitam tidak hilang dengan pemberian obat

maag yang biasa dikonsumsi oleh pasien. Nyeri BAB (-), lendir darah (-). Pasien tidak

mengeluh mual, muntah (-). Pasien juga mengeluh badan lemas (+), lemas dirasakan

pasien diseluruh tubuh, badan terasa lemas semenjak pasien BAB hitam, lemas dirasakan

terus menerus, dirasakan bertambah terutama bila beraktivitas berat, berkurang dengan

istirahat, lemas tidak dipengaruhi makan dan minum (-).

Page 5: CC Besar Mira

Kurang lebih 4 bulan yang lalu, pasien didiagnosa dengan kanker lambung.

BAK lancar, 5-6 x per hari, @ ½ - 1 gelas belimbing, berwarna seperti teh, tidak

nyeri, darah (-), batu (-), pasir (-).

D. Riwayat Penyakit Dahulu :

a. Riwayat mondok : 2 kali, yaitu

b. Riwayat operasi : (+) untuk biopsi Ca gaster dan Operasi Ca gaster

c. Riwayat sakit gula : disangkal

d. Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal

e. Riwayat sakit maag : (+)

f. Riwayat sakit kuning : disangkal

g. Riwayat sakit ginjal : disangkal

E. Riwayat Kebiasaan

a. Riwayat merokok : disanngkal

b. Riwayat minum jamu : disangkal

c. Riwayat minum alkohol : disangkal

d. Riwayat obat : disangkal

e. Riwayat olahraga teratur : tidak teratur berolahraga.

F. Riwayat Penyakit pada Anggota Keluarga

a. Riwayat penyakit dengan keluhan serupa : disangkal

b. Riwayat sakit gula : disangkal

c. Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal

G. Riwayat Gizi

Sebelum sakit, pasien makan 3 kali/hari dengan nasi, lauk pauk tahu, tempe dan sayur.

Pasien jarang mengonsumsi buah-buahan dan susu. Selama sakit, pasien merasakan nafsu

makan berkurang.

H. Riwayat Sosial Ekonomi

Page 6: CC Besar Mira

Pasien sudah menikah, memiliki seorang suami, dan dua orang anak. Pasien tinggal

dalam satu rumah bersama istri dan dua orang anaknya. Saat ini pasien berobat dengan

biaya dari JAMKESMAS.

II. ANAMNESA SISTEM

A. Kulit : kering (-), pucat (-), ikterik (-), luka (-), bekas garukan (-),

turgor cukup

B Kepala : pusing (-), nyeri kepala (-), nggliyer (+), kejang (-)

C Leher : Kaku (-)

D Mata : mata berkunang kunang (+/+), pandangan kabur (-/-),

pandangan dobel (-/-), pandangan berputar (-/-)

E Hidung : tersumbat (-/-), keluar darah (-/-), keluar lendir atau air

berlebihan (-/-), gatal (-/-)

F Telinga : pendengaran berkurang (-/-), keluar cairan atau darah (-/-),

berdenging (-/-)

G Mulut : bibir kering (-), gusi mudah berdarah (-), sariawan (-), gigi

mudah goyah (-), lidah terasa tidak enak (-)

H Tenggorokan : rasa kering dan gatal (-), nyeri untuk menelan (-), sakit

tenggorokan (-), kemerahan pada tenggorokan (-), suara

serak (-)

I Sistem respirasi : sesak nafas (-), batuk (-), dahak (-), darah (-), nyeri dada

(-), mengi (-), tidur mendengkur (-)

J Sistem

kardiovaskuler

: sesak napas saat aktivitas (-), nyeri dada (-), sering pingsan

(-), berdebar-debar (-), keringat dingin (-), ulu hati terasa

panas (-), denyut jantung meningkat (-), bangun malam

karena sesak nafas (-)

K Sistem

gastrointestinal

: perut mbeseseg (-), mual (-), muntah darah (-), kembung

(-), perut membesar (-), nafsu makan berkurang (+),

nyeri perut (+), diare (-), sulit BAB (+), BAB berdarah

(-), BAB warna hitam (+)

L Sistem : lemas (+), seluruh badan terasa keju-kemeng (-), kaku

Page 7: CC Besar Mira

muskuloskeletal sendi (-), nyeri sendi (-), nyeri otot (-), kaku otot (-)

M Sistem

genitourinaria

: BAK sedikit (-), nyeri saat BAK (-), panas saat BAK (-),

sering BAK (-), BAK warna teh (-), BAK darah (-), BAK

nanah (-), BAK tidak lampias/ anyang-anyangan (-), BAK

berbatu/berpasir (-)

N Ekstremitas : luka (-), lemah (-), kaku (-), bengkak (-), gemetar (-), terasa

dingin (-), nyeri (-), panas (-)

O Sistem

neuropsikiatri

: kesemutan (-), kejang (-), gelisah (-), mengigau (-)

III.PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 13 November 2012 di bangsal Melati I kamar 7.

Keadaan Umum : Sakit sedang, keadaan lemah, gizi kesan cukup

BB 50 kg; TB 148 cm; BMI 22.83 kg/m2;

Normoweight

Tanda Vital : Tensi : 100/60 mmHg

Heart rate : 90 x/menit

Respiration rate : 20 x/menit

Frekuensi Respirasi : Suhu : 370C

Kulit : Turgor cukup, hiperpigmentasi (-), kering (-), petechie

(-), ikterik (-), bekas garukan (-), pucat (-).

Kepala : Bentuk mesocephal, rambut warna putih, uban (+),

mudah rontok (-), luka (-), rontok (-), atrofi

M.Temporalis (-/-).

Mata : Mata cekung (-/-), konjunctiva pucat (+/+), sklera

ikterik (-/-), perdarahan subkonjugtiva (-/-), pupil

isokor dengan diameter (3 mm/3 mm), reflek cahaya

(+/+), edema palpebra (-/-), eksophtalmos (-/-),

strabismus (-/-).

Telinga : Membran timpani intak, sekret (-/-), darah (-/-), nyeri

tekan mastoid (-/-), nyeri tekan tragus (-/-), gangguan

Page 8: CC Besar Mira

fungsi pendengaran (-/-)

Hidung : Nafas cuping hidung (-), sekret (-/-), epistaksis (-/-),

fungsi penghidu baik, foeter et nasal (-)

Mulut : Sianosis (-), gusi berdarah (-), bibir kering (-), pucat

(-), lidah tifoid (-), papil lidah atrofi (-), stomatitis (-),

luka pada sudut bibir (-), foeter ex ore (-).

Leher : JVP R+2cm, trakea di tengah, simetris, pembesaran

kelenjar tiroid (-), pembesaran KGB (-).

Thorax : Bentuk normochest, simetris, pengembangan dada

kanan = kiri, retraksi intercostal (-), spider nevi (-),

pernafasan torakoabdominal, sela iga melebar (-),

pembesaran KGB axilla (-/-), rambut ketiak rontok (-),

ginekomastia (-/-)

Jantung :

Inspeksi Iktus kordis tidak tampak

Palpasi Iktus kordis tidak teraba dan tidak kuat angkat

Perkusi Batas jantung kesan tidak melebar

Auskultasi Bunyi jantung I-II murni, intensitas normal, reguler,

bising (-)

Pulmo :

Inspeksi Normochest, simetris, sela iga melebar (-), iga

mendatar (-), retraksi intercostal (-)

Palpasi Simetris. Pergerakan dada kanan=kiri, fremitus raba

kanan=kiri

Perkusi Sonor / Sonor

Auskultasi Suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)

Punggung : kifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-), nyeri ketok

kostovertebra (-/-)

Abdomen

Inspeksi Terlihat luka bekas operasi, ada selang (+), dinding

dada sejajar dinding perut. distended (-), sikatrik (-),

Page 9: CC Besar Mira

stria (-), caput medusae (-)

Auskultasi Peristaltik (+) normal

Perkusi Timpani, pekak alih (-), pekak sisi (-), undulasi (-)

Palpasi Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba,

nyeri tekan (-)

Genitourinaria : Ulkus (-), sekret (-), tanda-tanda radang (-), atropi

testis (-/-)

Ekstremitas : Superior Dextra : Pitting oedem (-), sianosis (-), pucat

(-), akral dingin (-), eritem palmaris (-), luka (-),

ikterik (-), spoon nail (-), kuku pucat (-), jari tabuh (-),

nyeri tekan dan nyeri gerak (-), deformitas (-), tremor

(-).

Superior Sinistra : Pitting oedem (-), sianosis (-),

pucat (-), akral dingin (-), eritem palmaris (-), luka (-),

ikterik (-), spoon nail (-), kuku pucat (-), jari tabuh (-),

nyeri tekan dan nyeri gerak (-), deformitas (-), tremor

(-).

Inferior Dextra : Pitting oedem (-), sianosis (-), pucat

(-), akral dingin (-), eritem palmaris (-), luka (-),

ikterik (-), spoon nail (-), kuku pucat (-), jari tabuh (-),

nyeri tekan dan nyeri gerak (-), deformitas (-).

Inferior Sinistra : Pitting oedem (-), sianosis (-), pucat

(-), akral dingin (-), eritem palmaris (-), luka (-),

ikterik (-), spoon nail (-), kuku pucat (-), jari tabuh (-),

nyeri tekan dan nyeri gerak (-), deformitas (-).

Page 10: CC Besar Mira

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Pemeriksaan Laboratorium Darah

3/11/2012 6/11/2012 7/11/2012 12/11/2012 Satuan Nilai

rujukan

Hb 5.8 94 12.6 6,7 gr/dL 12,0-16,0

Hct 19 31 37 22 % 38-47

AE 2.23 3.49 4.38 2.62 106/ul 4,2-5,4

Retikulosit 1.37 % 0,5-1,5

MCV 70 Fl 80-96

MCH 26 Pg 28-31

MCHC 21 % 33-36

RDW 22,9 % 11.6-14.6

HDW 5,2 g/dl 2.2-3.2

MPV 6,8 Fl 7.2-11.1

PDW 67 % 25-65

AL 14.0 14.6 13.7 13.5 103/uL 4.0-11.3

Lekosit

-eosinofil

-basofil

-netrofil

-limfosit

-monosit

0-4

0-2

55-80

22-44

0-7

AT 290 275 304 412 103/uL 150-440

Gol Darah

HbsAg Negatif

Anti HCV Non

reaktif

Anti HBs mIU/ml

Anti Hbc Negatif

PT detik 10-15

Page 11: CC Besar Mira

APTT detik 20-40

INR

GDS Mg/dL 80-110

GDP 144 Mg/dL 76-120

GD2PP Mg/dL 80-140

Ureum 21 Mg/dL 10-50

Kreatinin 0,9 Mg/dL 0,9-1,3

Na+ 137 Mmol/L 136-145

K+ 4.1 Mmol/L 3,5-5,1

Cl Mmol/L 98-106

Ca 1.1 Mmol/L 1,0-1,2

Prot Total g/dL 6.4-8.3

Albumin g/dL 3.5-5.2

Globulin g/dL 0,6-5,2

Bi Total mg/dL 0-1,1

Bil Direk mg/dL 0-0,30

Bil Indirek mg/dL 0-0,70

SGOT u/L 0-38

SGPT u/L 0-41

ALP u/L 53-128

Gamma GT u/L <55

Kol Total mg/dL 50-200

HDL-D mg/dL 30-64

LDL-D mg/dL 97-201

Trigliserid mg/dL 50-150

Asam Urat mg/dL 3,4-7

hs-CRP Mg/l <2.8

SI ug/dL 27-138

TIBC ug/dL 228-428

ST % 15-45

Page 12: CC Besar Mira

Ferritin ng/ml 20-200

Urinalisa

Makroskopis

-pH

-Lekosit

-nitrit

-protein

-glukosa

-keton

-bilirubin

-eritrosit

-urobilinogen

Mikroskopis

-eritrosit

-eritrosit

-leukosit

-leukosit

Silinder

-hyline

-granulated

-leukosit

-yeast like

cell

-mukus

-bakteri

-sperma

-kristal

-

konduktivitas

/ul

mg/dl

mg/dl

mg/dl

mg/dl

/ul

mg/dl

/ul

/LPB

/ul

/LPB

/LPK

/LPK

/LPK

/ul

/ul

/ul

/ul

/ul

mS/cm

4.5-8.0

Negatif

Negatif

Negatif

Normal

Negatif

Negatif

Negatif

Normal

0-6.4

0-5

0-5.8

0-12

0-3

Negatif

Negatif

0.0-0.0

0.0-0.0

0.0-23.0

0.0-0.0

0.0-0.0

3.0-32.0

Page 13: CC Besar Mira

Epitel

-squamous

-transisional

-bulat

/LPB

/LPB

/LPB

Negatif

Negatif

Negatif

B. Pemeriksaan Foto thorak tgl 11 Oktober 2012

Cor : CTR <50%

Pulmo : corakan vaskularisari normal, tak tampak infiltrate

Sudut costophrenicus kanan dan kiri lancip

Kesan : tidak ada kelaianan radiologi pada foto thorax, tak tampak tanda-tanda pulmonal

nodul metastase.

C. Pemeriksaan Histopatologi tanggal 6 Juni 2012

Makros: diterima jaringan kurang dari 0.25 cc, cokelat, cetak semua.

Mikros: tiga keeping kecil jaringan mukosa gaster, ulkus (-). Degenerasi epithelial permukaan

(ringan), infltrat neutrofil (cukup). Metaplasia intestinal (ringan), dysplasia (-). Atrofi kelenjar

(ringan). Kongestif / dilatasi pembuluh darah (ringan), H.pylori (-).

Page 14: CC Besar Mira

Dua jaringan mukosa gaster yang lain: proliferasi epitel kelenjar padat, perubahan permukaan

jaringan dengan sel-sel atipi, polimorfi. Sebagian inti dengan anak, inti jelas sampai

hiperkromatin.

Kesimpulan biopsy mukosa gaster: Adenocarcinoma Bentuk Intestinal.

D. Pemeriksaan Multi Slice CT-Scan tanggal 29 Juni 2012

Abdomen atas/ abdomen bawah/ pelvis:

Tampak lesi isodens densitas 28-36 HU batas tidak tegas tepi ireguler dan meneval yang pada

post kontras tampak heterodens kontras enhacement pada gaster.

Hepar: ukuran normal, tak tampak dilatasi IHBC/EHBD, tak tampak massa/ nodul.

Lien: ukuran normal, nodul (-).

Gallbladder: normal, batu (-)

Pankreas: normal, batu (-), massa (-)

Ginjal kanan kiri: normal, tak tampak dilatasi sistem pelvicocaliceal, batu (-)

Vesica urinaria: normodens.

Tak tampak efusi pleura kanan kiri.

Tak tampak asites.

Tak tampak osteodestruksi.

Tak tampak pembesaran kelenjar getah bening.

Kesan: menyokong gambaran karsinoma gaster.

E. Pemeriksaan USG Abdomen ( 10 Oktober 2012)

Hepar : bentuk dan ukuran normal, permukaan rata, tepi tajam, echogenitas

normoechoic, parenkim hepar homogeny, vena hepatica tidak melevar dan

vena porta tidak melebar, duktus bilier normal, massa/ nodul (-).

Vesica felea : Ukuran dan dinding regular dalam batas normal, tak ada echo

batu/sludge

Pancreas : Bentuk dan ukuran dalam batas normal.

Lien : Bentuk normal, ukuran membesar, permukaan licin, parenkim

echo dalam batas normal, vena normal.

Ren sinistra :Ukuran dalam batas normal, permukaan regular, parenkim

Page 15: CC Besar Mira

homogen normoecho, sinus/pcs dalam batas normal, tidak ada

echo batu.

Ren dextra : Ukuran dalam batas normal, permukaan regular, parenkim

homogen normoecho, sinus/pcs dalam batas normal, tidak ada

echo batu.

Kesan : Organ-organ abdomen dalam batas normal.

V. RESUME

Sejak 3 hari yang lalu, pasien mengeluh buang air besar (BAB) berwarna hitam. BAB

hitam seperti petis, berbau dan bila disiram berwarna hitam. Pasien tidak mengeluh mual,

muntah (-). Pasien juga mengeluh badan lemas (+), lemas dirasakan terus menerus, dirasakan

bertambah terutama bila beraktivitas berat, berkurang dengan istirahat, lemas tidak

dipengaruhi makanan dan minuman (-). Nyeri telan (-).

Kurang lebih 4 bulan yang lalu, pasien didiagnosa dengan kanker lambung. Pasien

pernah mondok beberapa kali yaitu untuk biopsi jaringan lambung dan operasi kanker

lambung. Pasien juga mengeluh kepala nggliyer, mata berkunang-kunang, nafsu makan

berkurang, nyeri perut.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan: mata konjungtiva pucat (+/+), pada abdomen

terlihat luka bekas operasi, ada selang (+). Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan:

hemoglobin 6,7 gr/dl, hematokrit 22%, antal eritrosit 2.62 x 106/ul, retikulosit 1.37%, antal

leukosit 13.5 x 103/ul, antal trombosit 412 x 103/ul, gula darah puasa 144, kreatinin 0.3 mg/dl,

natrium 127 mmol/L, kalium 4.1 mmol/L, kalsium 1.01 mmol/L.

Pada pemeriksaan histopatologi disimpulkan adanya adenocarcinoma bentuk intestinal.

Dari pemeriksaan multi slice CT scan didapatkan kesan menyokong gambaran karsinoma

gaster. Pada pemeriksaan USG abdomen, organ-organ abdomen dalam batas normal.

VI. DAFTAR ABNORMALITAS

Anamnesis

1. BAB hitam

2. Badan lemas

3. Kepala nggliyer

Page 16: CC Besar Mira

4. Mata berkunang-kunang

5. Nafsu makan berkurang

6. BAB hitam seperti petis

7. Riwayat mondok untuk biopsi jaringan lambung dan operasi

8. Riwayat sakit maag: (+)

9. Diagnosa sakit kanker lambung sejak 4 bulan lalu.

Pemeriksaan Fisik

10. Tensi 100/60 mmHg

11. Konjungtiva pucat (+/+)

12. Luka bekas operasi

Pemeriksaan Penunjang

13. Hb 6.7 g/dl

14. Hct 22%

15. AE 2.62x106/µl

16. AL 13.5 x 103/ul

17. GDP 144

18. Pemeriksaan PA: adenocarcinoma bentuk intestinal.

19. CT scan : kesan menyokong gambaran karsinoma gaster.

VII. ANALISIS DAN SINTESIS

Abnormalitas 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11,

12, 18, 19

Melena e/c Adenocarcinoma corpus

gaster, dd. Gastritis erosiva

Abnormalitas 2, 3, 4, 6, 13, 14, 15, Anemia hipokromik mikrositik

Abnormalitas 16 Leukositosis

Abnormalitas 17 Hiperglikemi e/c reaktif, dd DM tipe II

VIII. PROBLEM

1. Melena e/c adenocarcinoma corpus gaster tipe intestinal

2. Anemia hipokromik mikrositik

Page 17: CC Besar Mira

3. Leukositosis

4. Hiperglikemia e/c reaktif, dd DM tipe II

IX. RENCANA PEMECAHAN MASALAH

Problem 1. Melena e/c Adenocarcinoma Corpus Gaster tipe Intestinal

Ass : BAB Hitam, Diagnosa sakit kanker lambung sejak 4 bulan lalu, Pemeriksaan

PA: adenocarcinoma bentuk intestinal, CT scan : kesan menyokong gambaran karsinoma

gaster

Ip Dx : Pemeriksaan Histopatologi

IpTx : - Bed rest total

- Pro Kemoterapi I:

1. Premedikasi: 1 amp Difenhidramin, 1 amp Dexamethason, 1 amp Kliran

8 mg, rehidrasi RL 1000 cc

2. Etoposid 120 mg.m2, masuk dalam 100 cc NaCl habis dalam waktu 1

jam, diberikan hari ke 4, 5, 6

3. Doxorubicin 20mg/m2, masuk dalam 100 cc NaCl habis dalam waktu 1

jam, diberikan hari ke 1 dan ke 7

4. Cisplatin 40 mg/m2, masuk dalam 100 cc NaCl habis dalam waktu 1 jam,

diberikan hari ke 2 dan hari ke 8

- Infus dengan Ringer lactat 20 tpm

IpMx : kadar hemoglobin, hematokrit, antal eritrosit, awasi tanda-tanda perdarahan,

KUVS

IpEx : Penjelasan pasien tentang kondisinya

Px : ad vitam : dubia ad bonam

ad sanam : dubia ad malam

ad fungsionam : dubia ad malam

Page 18: CC Besar Mira

Problem 2. Anemia hipokromik normositik

Ass. : etiologi melena

Ip.Dx : -

IpTx : transfusi PRC 2 kolf diberikan 1 kolf/ hr , target Hb > 10 gr/dl

IpMx : tanda vital sign tiap 24 jam, cek DR 3 post transfusi

IpEx : Penjelasan pasien tentang penyakitnya

IpPx : ad vitam : dubia ad bonam

ad sanam : dubia ad malam

ad fungsionam : dubia ad malam

Problem 3. Hiperglikemi e/c Reaktif , dd. DM tipe II

Ass : etiologi reaktif e.c DM tipe II

Ip Dx : GDS, GDP, GD2PP

Ip Tx : -

Ip Mx : evaluasi GDS, GDP

Ip Ex : edukasi pasien dan keluarga tentang penyakitnya

Px : Ad vitam : dubia ad bonam

Ad sanam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

Page 19: CC Besar Mira

ALUR KETERKAITAN MASALAH

Adenocarcinoma corpus gaster tipe intestinal

Melena

Anemia Mikrositik hipokromik

Hiperglikemia

Page 20: CC Besar Mira

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI KARSINOMA LAMBUNG

Karsinoma gaster merupakan suatu tumor epitel pada mukosa gaster yang bersifat

malignan dengan diferensiasi kelenjar. Secara anatomi, kelenjar pada gaster mempunyai dua

komponen, yaitu : foveola (crypt, pit) dan komponen sekretori (adenomere). Bagian foveola

ini merupakan daerah yang penting untuk pertumbuhan karsinoma lambung, terutama lapisan

sel generatif yang terletak pada bagian basar. Perbedaan antara tipe-tipe karsinoma lambung

tergantung pada proporsi dari foveola dan sekretori (Lumongga, 2008).

B. EPIDEMIOLOGI

Kanker bertanggung jawab atas 12% penyebab kematian di seluruh dunia, dan di negara

industri, 25% meninggal dunia karena kanker. Walaupun kanker paru-paru dan payudara

merupakan kanker yang paling banyak diderita pria dan wanita, berurut-urut, kanker traktus

gastrointestinal, termasuk esofagus, gaster, liver, colon dan kanker pankreas, terdapat 3 juta

kasus baru dan lebih dari 2 juta kematian tiap tahun, sehingga termasuk dalam jenis kanker

yang paling banyak ditemui. Namun angka kejadian kanker traktus gastrointestinal beragam

tergantung lokasi geografis suatu wilayah, termasuk kebiasaan menyantap makanan, gaya

hidup dan infeksi bakteri serta virus (Hamilton & Aalton, 2000; Carl-McGrath et al., 2007).

Dalam setengah abad belakangan, telah terjadi penurunan angka insiden karsinoma

lambung di dunia. Berbagai laporan menyebutkan angka kematian akibat kanker lambung

(KL) masih menduduki urutan kedua terbanyak di dunia, yakni mencapai 500.000 kematian

setahun. Data di Inggris Raya menyebutkan insiden karsinoma lambung ini berkisar 12.000

kasus per tahun, sedangkan angka kematiannya mencapai 10.000 kematian dalam setahun.

Prognosa karsinoma lambung masih jelek, yakni hanya sekitar 20% untuk harapan hidup 5

tahun. Data dari Amerika Serikat menyebutkan angka kematian 10 orang pria dalam 100.000

populasi. Namun demikian laporan dari sejumlah sentra kesehatan terkemuka di Jepang

khususnya menyebutkan angka survival yang lebih tinggi mencapai 2- 3 kali lipat lebih baik.

Peningkatan angka harapan hidup ini disebabkan bertambahnya temuan kejadian karsinoma

Page 21: CC Besar Mira

lambung dini (KLD) dan perbaikan opsi penatalaksanaan terhadap karsinoma lambung. Di

Indonesia insiden karsinoma lambung belum tercatat secara nasional (Surya, 2007).

C. FAKTOR RISIKO

Faktor etnis adalah salah satu faktor risiko terjadinya karsinoma lambung. Insiden di

Jepang adalah yang tertinggi di dunia, lebih dari 40 kasus/ 100.000 penduduk, diikuti oleh

Asia Timur, Amerika Selatan dan Eropa Timur. Sementara Kanada, Eropa Utara, Afrika,

Amerika Selatan memiliki insiden yang rendah, kurang 10 kasus/ 100.000 penduduk.

Beberapa faktor diet dan kebiasaan hidup juga telah diteliti, di antaranya diet tinggi garam,

makanan yang diasap-asapi atau kurang dimasak mengandung nitrat dan nitrit serta amino

sekunder, diyakini sangat berkaitan dengan meningkatnya risiko karsinoma lambung.

Mengkonsumsi makanan yang tinggi garam dan makanan yang dipanas-panaskan dalam

jangka waktu lama akan menyebabkan atropi gastritis dan perubahan dalam lingkungan

lambung disusul terbentuknya kompleks karsinogenik N-nitroso. Sebaliknya diet buah-

buahan dan sayur-sayuran mengurangi risiko terjadinya kanker. Hal ini dibuktikan oleh

Haung dkk., pada penelitian retrospektif terhadap penderita kanker lambung di Jepang (877

kasus), ditemukan bahwa mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan mentah menurunkan

risiko kematian karsinoma lambung secara signifikan oleh karena efek dari antioksidan yang

dikandung.

Beberapa faktor risiko genetis telah dikenali di antaranya golongan darah A, anemia

pernisiosa, riwayat keluarga, HNPCC, dan sindroma Li-Fraumeni. Selain faktor intake

makanan dan faktor genetik di atas, infeksi Helicobacter pylori saat ini diyakini juga

berkaitan dengan karsinoma lambung. Hal ini diakibatkan oleh karena timbulnya atropi

mukosa lambung dan meningkatnya keasaman lambung menyebabkan pertumbuhan bakteri

berl

ebihan. Selanjutnya terjadi metaplasia akibat langsung dari trauma oleh bakteri tersebut,

kemudian diperparah oleh meningkatnya produksi kompleks nitrat dan N-nitroso.

Penelitian kohort prospektif ini meneliti dampak dari infeksi H pylori pada

perkembangan dari berbagai keganasan lambung. Secara prospektif diikuti 1225 orang

Taiwan yang mengalami dyspepsia diantaranya dyspepsia non ulkus, ulkus gaster, atau ulkus

duodenum. Diantara mereka, 618 (50,4%) memiliki infeksi H. pylori dan 607 (49,6%) tidak

Page 22: CC Besar Mira

terinfeksi. Pesien dilakukan pemeriksaan endoskopi pada saat awal dan pada interval 1

sampai 3 tahun kemudian. Hasil dari penelitian ini, selama rerata follow up 6,3 tahun,

adenokarsinoma lambung terjadi pada 7 dari 618 pasien yang terinfeksi H. pylori, tapi tidak

satupun ditemukan dari 607 yang tidak terinfeksi (1,1% Vs 0,0%, p = 0,015) Diantara pasien

yang terinfeksi H.pylori, keganasan lambung sama diantara mereka yang menerima dan tidak

menerima terapi eradikasi (1,4% vs 1,2%). Analisis multivariate menunjukkan bahwa

metaplasia intestinal merupakan satu-satunya factor predictor independen untuk

berkembangnya keganasan lambung pada pasien yang terinfeksi H. pylori dengan rasio odds

4,5 (95% CI 1,1- 19,1). Sebagai kesimpulan pada studi prospektif ini, semua keganasan

lambung, maliputi adenokarsinoma dan limfoma terjadi pada pasien yang terinfeksi H.

pylori. Temuan ini menunjukkan bahwa H. pylori merupakan penyebab penting dari

kebanyakan keganasan lambung. Indikasi Follow up dari pasien terinfeksi H.pylori yaitu

mereka yang memiliki metaplasi intestinal (Ping-I Hsu et al., 2007).

. Faktor-faktor lain yang saat ini patut diduga berhubungan dengan karsinoma lambung

di antaranya adalah gastritis atropi kronis, gastropathy hyperthropic (Metenier’s disease),

polip lambung, status sosio-ekonomi yang rendah dan obesitas.

Polip gaster. Setidaknya setengah dari polip adenomatous menunjukkan perubahan

carcinomatous pada beberapa penelitian. Pasien dengan familial adenomatous polyposis

(FAP) memiliki insiden yang tinggi dari kanker gaster sekitar 50%, dan sepuluh kali lebih

sering untuk membenttuk adenocarcinoma. Pasien dengan polip adenomatous atau FAP

hasrus menjalani endoscopi surveillance. Terdapat lima tipe dari polip epithelial gaster:

inflammatory, hamartomatous, heterotopic, hyperplastic, dan adenoma. Tiga jenis pertama

mempunyai kemungkinan kecil untuk terjadinya malignansi. Adenomas dapat membentuk

karsinoma, dan harus diangkat ketika terdiagnosa. Secara kebetulan, hyperplastic polyps (>

75% dari semua polip gaster) tidak terlihat potensial malignansi,6 namun dapat manjadi

karsinoma dengan insiden <2%.

Chronic atrophic gastritis merupakan precursor paling sering untuk kanker gaster,

terutama pada tipe intestinal. Pada penelitian di Jepang, 95% pasien dengan kanker gaster

dini mempunyai atrophic gastritis, dan pada penelitian lainnya resiko untuk membentuk

kanker gaster sebesar 20% ketika gastritis berat melibatkan antrum, dan 5% ketika gastritis

melibatkan body gaster. Prevalensi atrophic gastritis tinggi pada usia lanjut, tetapi pada

Page 23: CC Besar Mira

daerah dengan insiden yang tinggi dari kanker gaster, kondisi ini juga ditemui pada usia

muda. Correa mendeskripsikan tiga pola chronic atrophic gastritis, yaitu autoimmune

(melibatkan gaster bagian proksimal), hypersecretory (melibatkan distal gaster), dan

environmental (melibatkan area multiple pada junction dari oxyntic dan antral mukosa). Pada

Ménétrier’s disease (hipertropik gastritis) juga telah diobservasi adanya peningkatan insiden

dari kanker gaster (Schwartz, 2005).

D. PATOGENESIS

Seperti yang telah dipaparkan di atas, patogenesis karsinoma lambung berkaitan dengan

berbagai faktor risiko. Perubahan berturut-turut dari mukosa gaster menginduksi

perkembangan invasif dari karsinoma. Hal ini dikenal sebagai kaskade pre-kanker, domana

mukosa gaster yang normal berubah oleh gastritis atropik kronik, berkembang menjadi atropi

multifocal dan metaplasia intestinal, diikuti dysplasia dan terakhir berujung pada karsinoma /

keganasan.

Gambar. Tahap-tahap molekuler pathogenesis karsinoma lambung (Yasui et al., 2005)

Page 24: CC Besar Mira

Gambar. Multifaktorial patogenesis dari karsinoma lambung (Carl-McGrath et al., 2007)

Page 25: CC Besar Mira

E. SKRINING KARSINOMA LAMBUNG

Penyakit ini umumnya belum memberikan gejala kecuali setelah mencapai stadium

lanjut, maka skrining karsinoma lambung adalah satu-satunya cara untuk menemukan

penyakit ini dalam stadium awal. Tujuan karsinoma lambung tentunya menemukan

karsinoma lambung dini yang potensial untuk kuratif. Skrining ditujukan kepada mereka

yang memiliki risiko tinggi termasuk: memiliki riwayat keluarga terpapar karsinoma

lambung dan penderita anemia pernisiosa. Penderita dengan risiko tinggi terjadinya

karsinoma lambung dianjurkan menjalani pemeriksaan endoskopi dan barium meal khusus

sekali dalam 6-24 bulan. The American Society for Gastrointestinal Endoscopy malah

merekomendasikan endoskopi skrining pada kelompok risiko tinggi seperti: riwayat

adenoma, FAP, HNPCC, sindroma Peutz-Jeghers dan penyakit metenier.

F. TANDA DAN GEJALA

Gejala umum dari karsinoma lambung di antaranya berupa nyeri di sekitar lambung,

penurunan berat badan, dan sulit makan. Penemuan penurunan berat badan secara klinis tidak

dapat diremehkan. Dewys et al menunjukkan bahwa pada 179 pasien kanker gaster stadium

lanjut, lebih dari 80% pasien memiliki penurunan berat badan lebih dari 10%. Pasien yang

memiliki gejala penurunan berat badan memiliki tingkat survival yang lebih rendah bila

dibandingkan dengan pasien yang tidak memiliki penurunan berat badan. Gejala lainnya

yaitu mual, muntah, Perdarahan gastrointestinal jarang terjadi (5%), namun kehilangan darah

kronik (chronic occult blood loss) sering terjadi dan bermanifestasi sebagai anemia defisiensi

besi. Paraneoplastic syndromes seperti Trousseau’s syndrome (thrombophlebitis), acanthosis

nigricans (hiperpigmentasi dari axilla dan groin), atau peripheral neuropathy jarang terjadi

(Devita et al., 2001)

Diagnosis karsinoma lambung membutuhkan pemeriksaan histopatologi dari jaringan

atau pemeriksaan sitologi dari lambung. Beberapa sistem klasifikasi telah dikemukakan oleh

para ahli untuk membantu mendeskripsikan karsinoma lambung baik melalui gambaran

makroskopis (Borrmann) atau gambaran mikroskopis (klasifikasi Ming). Namun yang paling

banyak digunakan adalah klasifikasi Lauren dan sistem WHO. Klasifikasi Lauren membagi

karsinoma lambung atas dua histopatologi: tipe intestinal dan diffusa. Sistem ini didasari atas

susunan mikroskopis dan gambaran pertumbuhan. Tipe diffusa memiliki sel tumor yang tidak

Page 26: CC Besar Mira

kohesif, menginfiltrasi jaringan struma lambung dan sering menampilkan gambaran

desmoplasia dan terjadinya peradangan mukosa. Tipe ini kurang diperngaruhi oleh

lingkungan, insidennya akhir-akhir ini cenderung meningkat, mengenai usia muda dan

memiliki prognosis yang buruk. Karsinoma ini tidak berkaitan dengan metaplasia intestinal,

tidak terletak di antrum dan dapat muncul dari mutasi sel tunggal dalam kelenjar lambung

yang normal. Sebaliknya tipe intestinal menunjukkan formasi kelenjar yang dapat dikenali,

mulai dari diferensiasi baik hingga buruk, cenderung tumbuh membesar dibandingkan

dengan infiltrasi dan diyakini terjadi akibat gastritis atropi kronik.

Infeksi H. pylori dan gastritis autoimun adalah penyebab yang paling sering

menciptakan lingkungan yang kondusif untuk peradangan lambung. Jika peradangan

lambung terjadi, timbul atropi mukosa lambung, diikuti metaplasia intestinal yang dapat

menyebabkan dysplasia. Karsinoma didiagnosis manakala tumor menginvasi lamina propia

atau hingga mukosa muskularis. Lebih dari 80% lesi displasi berkembang menjadi invasi.

WHO telah mendefinisikan karsinoma lambung sebagai berikut: tumor ganas epitel dari

mukosa lambung dengan diferensiasi kelenjar. Klasifikasi WHO mendasari karsinoma

lambung berdasarkan derajat kemiripan metaplasia jaringan intestinal dan terbagi atas 5 tipe:

adenokarsinoma (intestinal dan difusa), papillary, tubuler, mucinous, dan signet ring cell.

Pemeriksaan fisik umumnya tidak memberikan informasi yang adekuat. Pemeriksaan

fisik biasanya normal sampai terjadinya kanker gaster stadium lanjut. penemuan klasik yang

menunjukkan adanya lesi metastase pada pasien stadium IV, diantaranya Virchow’s

supraclavicular node, Sister Mary Joseph’s periumbilical node, Pemeriksaan rectal dapat

menunjukkan nodul yang keras pada extraluminal dan anterior, yang menandakan adanya

"drop metastases", atau rectal shelf of Blumer pada cavum douglas, dan Krukenberg’s tumor

yang merupakan metastase limfatik dan/atau peritoneal yang incurable. Dapat pula terjadi,

atau aspiration pneumonitis pada pasien dengan gejala muntah dan atau obstruksi. Jika teraba

massa abdomen, menandakan tumor primer yang sangat besar (biasanya T4). Tanda fisik

stadium lanjut termasuk metastatic pleural effusion, hepatosplenomegaly, jaundice, ascites,

hematemesis, melena, dan cachexia. Komplikasi lanjut termasuk perforasi, perdarahan,

gastrocolic fistulae, dan obstruksi (Devita et al., 2001; Clark et al., 2006; Schwartz, 2005)

Page 27: CC Besar Mira

G. DIAGNOSIS

Level serum Carcinoembryonic antigen (CEA) dan CA 19-9 seringkali meningkat pada

pasien dengan kanker gaster stadium lanjut. Tetapi hanya sekitar sepertiga dari pasien yang

memiliki nilai abnormal dari CEA dan/atau CA19-9. Menggabungkan CEA dengan marker

lainnya, seperti sialylated Lewis antigens CA19-9 atau CA50, dapat meningkatkan

sensitifitas CEA. Sensitifitas dari CEA rendah dan ketika nilainya meningkat, levelnya tidak

berhubungan dengan stadium yang ada, dikarenakan rendahnya sensitifitas dan spesifitas,

marker ini tidak mempunyai peranan sebagai screening test pada pasien resiko tinggi. Tumor-

associated glycoprotein antigen, TAG-72 (CA 72-4 assay), dapat berguna sebagai tumor

marker post reseksi, pada sebuah penelitian CA 72-4 memperlihatkan spesifitas 40% – 50%

dan sensitifitas 100%. Gen E-cadherin, yang didapatkan pada bentuk familial dari kanker

gaster, mungkin sangat berguna sebagai marker genetik pada penyakit yang rekuren, dengan

sensitifitas 59% dan spesifitas 75%. Vascular endothelial growth factor (VEGF) juga telah

diajukan sebagai marker post operatif. Nilai serum VEGF yang lebih besar dari 533 pg/mL

ditemukan sebagai faktor independen untuk cancer-specific survival. Tidak terdapat tes

laboratorium tunggal yang dapat mendeteksi adanya kanker gaster rekuren. Tehnik terbaru

sedang diteliti untuk mendeteksi individu dengan resiko tinggi kanker gaster berdasarkan

komposisi genetik. Teknologi ini termasuk cDNA microarray, serial analysis of gene

expression (SAGE), differential display, dan subtractive hydridization (Devita et al., 2001;

Clark et al., 2006).

Saat ini endoskopi merupakan metode diagnosis yang sensitive dan spesifik pada

karsinoma lambung. Endoskopi memungkinkan visualisasi langsung lokasi tumor, ekstensi

keterlibatan mukosa dan biopsi untuk diagnosis jaringan. Pemeriksaan lain adalah: endoskopi

ultrasound (EUS) yang dapat menentukan staging tumor secara lebih akurat oleh karena

dapat melihat kedalaman invasi tumor dan menilai perluasan ekstensi kelenjar getah bening

perigastrika. Willis dkk meyakini EUS sebagai alat diagnosis penegakan staging karsinoma

lambung dan menentukan reseptabilitasnya.

Page 28: CC Besar Mira

Gambar. (a & b) kanker gaster tipe IIa dan IIc terbatas pada mukosa (c) pengecatan dengan

carmine dye (d) gambaran EUS dengan lesi protruded.

Pemeriksaan barium enema gastrointestinal atas, meliputi instilasi cairan barium ke

dalam lambung dan kombinasi dari empat teknik: evaluasi barium, double contrast,

gambaran mukosa lambung dan gambaran kompresi lambung. Prosedur ini memungkinkan

ditandainya gambaran iregulitas mukosa. Pemeriksaan endoskopi digabung dengan barium

enema, menurut Halvorsen dkk dapat saling melengkapi dan memiliki ketepatan diagnostik

yang sama.

Pemeriksaan sitologi pada lambung dilakukan melalui sitologi brushing. Pada keadaan

normal, tampak kelompokan sel-sel epitel superficial yang regular membentuk gambaran

seperti honey comb. Sel ini mempunyai inti bulat dengan kromatin inti yang tersebar merata.

Pada keadaan gastritis, sel tampak lebih kuboidal dengan sitoplasma yang sedikit dan inti sel

sedikit membesar. Pada karsinoma, sel-sel menjadi lebih tersebar ataupun sedikit

berkelompok yang ireguler, inti sel membesar dan hiperkromatin dan mempunyai anak inti

yang multiple ataupun giant nucleoli. Pemeriksaan sitologi brushing ini jika dilakukan

dengan benar, mempunyai nilai keakuratan sampai 85% tetapi bila pemeriksaan ini

Page 29: CC Besar Mira

dilanjutkan dengan biopsi lambung maka nilai keakuratannya dapat meningkat mencapai

96%.

Pada karsinoma dini lambung, secara makroskopis dapat dikenali lokasi tumor, pada:

pilorus dan antrum (50-60%), kurvatura minor (40%), cardia (25%), kurvatura mayor (12%).

Paling banyak terjadi karsinoma lambung pada daerah kurvatura minor bagian antropilorik.

CT-scan dilakukan untuk staging karsinoma lambung. Pemeriksaan ini mendeteksi

metastasis hati, kelenjar getah bening regional dan jauh serta dapat memprediksi jaringan

yang diinvasi secara langsung oleh tumor. Sensitivitas pemeriksaan ini adalah berkisar 88%

menurut Kuntz dkk. Sebaliknya MRI (Magnetic Resonance Imaging) memiliki manfaat yang

terbatas dalam staging karsinoma lambung khususnya jika dihubungkan dengan: kesulitan

menilai artefak, harga yang relatif tinggi, waktu untuk pemeriksaan dan kurangnya zat

kontras oral yang sesuai. MRI unggul dalam menilai hati, tulang dan penyebaran peitonium,

serta mampu memberikan gambaran foto multiplanar, tidak terpapar radiasi dan dapat

digunakan pada penderita yang sensitif terhadap kontras.

H. STADIUM OPERATIF

Ada 2 buah sistem staging yang paling sering digunakan saat ini, yakni berdasarkan

TNM/AJCC/UICC dan JRSGC (Japanese Research Society For Gastric Cancer). TNM

menekankan pada jumlah kelenjar yang dijumpai sewaktu operasi sedangkan sistem Jepang

lebih kompleks menyangkut stasiun kelenjar getah bening, keterlibatan liver dan peritoneum.

Gambar. Klasifikasi faktor T pada karsinoma lambung (Surya, 2007).

Page 30: CC Besar Mira

Gambar. Klasifikasi dan stadium TNM dari karsinoma lambung (Greene et al., 2001)

Page 31: CC Besar Mira

Gambar. Staging karsinoma lambung menurut JGCA.

Page 32: CC Besar Mira

Klasifikasi karsinoma dini lambung berdasarkan lesi makroskopis dari hasil

pemeriksaan endoskopi (Japanese Gastroenterological Endoscopic Society), yaitu:

Tipe I: lesi menonjol pada permukaan mukosa (polipoid, nodular ataupun villous)

Tipe IIa: lesi yang elevasi pada permukaan mukosa

Tipe IIb: lesi yang berbentuk rata/flat dengan permukaan mukosa

Tipe IIc: lesi yang depressed dari permukaan mukosa

Tipe III: lesi yang excavated dari permukaan mukosa.

Klasifikasi berdasarkan gambaran histopatologi, yaitu menurut klasifikasi Lauren (Carl-

McGrath et al., 2007):

Tipe interstinal

Tampak struktur kelenjar dengan diferensiasi baik maupun sedang. Kadang ditemui sel-

sel tumor dengan diferensiasi buruk. Gambaran ini berasal dari metaplasia epitel

intestinal. Tipe intestinal memiliki gambaran yang mirip dengan adenocarcinoma colon,

terdiri dari susunan kelenjar dengan daerah yang solid ataupun papillary. Sel-sel dengan

bentuk kolumnar ataupun kuboidal dengan inti terletak pada bagian basal. Kadang pada

lumen dapat berisi mucin.

Tipe difusa

Adanya kohesi antar sel yang rapuh dan sel yang menembus dinding gaster secara difus

dengan sedikit ataupun tidak ada gambaran struktur kelenjar. Dijumpai sekresi mucus,

bila mukus berada di dalam sel tumor dapat mendorong inti sel ke pinggir sehingga

disebut dengan signet ring sel. Sering disebut sebagai linitis plastica.

Page 33: CC Besar Mira

Tipe campuran

Tipe ini memperlihatkan antara tipe intestinal dan tipe difusa dalam jumlah yang hampir

sama.

Klasifikasi lainnya menurut WHO, yaitu berdasarkan gambaran histologi yang dominan:

Tubular adenocarcinoma

Tampak gambaran tubulus yang dilatasi maupun bercabang-cabang dengan ukuran yang

berbeda, dapat dijumpai struktur asiner. Sel berbentuk kolumner, kuboidal ataupun flat.

Pada intraluminal dapat terlihat musin. Clear cell juga dapat dijumpai.

Papillary adenocarcinoma

Karsinoma tipe ini merupakan well differentiated exophytic carcinoma yang berbentuk

finger like dengan pelapis epitel toraks ataupun kuboidal dan stroma terdiri dari

fibrovascular core.

Mucinous adenocarcinoma

Ada 2 gambaran utama: (1) kelenjar yang dilapisi oleh epitel kolumnar yang mensekresi

mucus dan interstitial musin; (2) kelompokan sel-sel yang ireguler yang berada di atas

cairan musinous.

Signet-ring cell karsinoma

Bila tumor ini terdiri dari lebih 50% sel-sel malignan dengan intrasitoplasma mucin

(Lumongga, 2008).

I. PENATALAKSANAAN KARSINOMA LAMBUNG DINI (KLD)

Dengan adanya pemeriksaan endoskopi, temuan karsinoma dini lambung semakin

banyak, yakni berkisar 20% di negara-negara Eropa dan sekitar 50% di Jepang. Dengan

terapi pembedahan standar diperoleh angka survival 5 tahun lebih dari 90%. Mengingat

sejumlah kendala pasca-operasi gastrektomi yang menyangkut kualitas hidup penderita,

terbuka peluang untuk melakukan sejumlah tindakan yang lebih minimal.

Terapi pembedahan optimal pada KLD, belum terjadi penyesuaian antara yang

dikerjakan di Barat dengan Jepang khususnya. Barat umumnya beranggapan bahwa

gastrektomi diikuti oleh D1 sudah memadai, sedangkan Jepang memakai D2 sebagai terapi

bedah standar untuk KLD. Studi dari 12.098 pasien di Jepang menunjukkan bahwa KLD

dapat juga mengalami metastasis sebanyak 10% yang melibatkan N1 dan N2 masing-masing

Page 34: CC Besar Mira

7,6%-18% dan 1,4%-5,4%. Insiden pembesaran kelenjar getah bening ini memang rendah,

akan tetapi memiliki risiko residif yang tinggi apabila tidak dilakukan diseksi KGB yang

komplit. D1 hanya memadai untuk diseksi KLD yang terbatas perigastrika. Sedangkan

diseksi D2 bermanfaat pada ± 5% dari seluruh kasus karsinoma submukosa.

Gambar. Endoscopic mucosal resection dari karsinoma gaster tipe IIc

Teknik terbaru berupa endoskopi ultrasonografi (EUS) telah mampu membawa

perkembangan terapi bedah karsinoma lambung dini dengan menggunakan teknik reseksi

mukosa endoskopi (EMR). Reseksi lambung per laparoskopi juga telah banya

dikembangkan. Namun pemakaian teknik ini terbatas pada kasus-kasus tanpa pembesaran

kelenjar getah bening. Reseksi per laparoskopi dibandingkan dengan EMR memberikan

keunggulan margin reseksi dan kemungkinan diseksi KGB.

Gambar. Batas reseksi lambung dengan diseksi D1 dan D2 (Surya, 2007)

Page 35: CC Besar Mira

Kendala dalam aplikasi EMR dan reseksi per laparoskopi: (1) masih kurangnya data

follow up jangka panjang; (2) akurasi kedalaman invasi tumor <70% kecuali pemakai EUS;

(3) kurangnya kriteria seleksi yang akurat; (4) kemungkinan mikrometastasi di kelenjar

epigastrika. Pemeriksaan imunohistokimia mampu mendeteksi adanya KGB perigastrika

hingga 12,2% dan 11,5% pada mukosa dan submukosa KLD yang dengan pemeriksaan

histologi rutin dinyatakan negatif. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk menentukan

signifikansi prognosis mikrometastasis pada karsinoma lambung dini.

Terapi bedah standar pada karsinoma lambung dini memiliki angka rekurensi yang

rendah, sekitar 2%. Terapi bedah merupakan pilihan yang optimal. EMR dan reseksi per

laparoskopi memberikan harapan kualitas hidup yang lebih baik (Surya, 2007).

J. PENATALAKSANAAN KARSINOMA LAMBUNG LANJUT

Karsinoma lambung lanjut (KLL) memiliki prognosis yang buruk. Di Amerika Serikat

angka harapan hidup lima tahun pada stadium IIIA, IIIB dan IV berkisar antara 3-13%.

Untuk mengurangi angka rekurensi dan memperbaiki survival berbagai prosedur operasi

yang agresif telah dilaksanakan.

Pada saat laparotomi seorang ahli bedah harus menjawab empat pertanyaan kritis pada

pembedahan KLL yang memiliki potensi kurabilitas, yakni: (1) subtotal atau total

gastrektomi; (2) preservasi limfa atau splenektomi; (3) preservasi pankreas atau

pankreatektomi distal; (4) diseksi D1 atau diseksi D2/D3.

1. Subtotal vs Total Gastrektomi

Total gastretomi menghilangkan kemungkinan rekurensi karsinoma lambung pada

pungtum lambung sebagaimana dimungkinkan pada subtotal gastrektomi. KGB yang

sering tertinggal pada subtotal gastrektomi adalah no.1 dan no.2 sesuai klasifikasi JRSGC

yang terletak sepanjang vasa gastrika brevis. Pada karsinoma lambung yang terletak di

proksimal dan sepertiga tengah, total gastrektomi merupakan pilihan pembedahan. Untuk

tumor yang terletak di distal sejumlah studi retrospektif menunjukkan tidak ada

perbedaan bermakna dalam hal survival antara total dan subtotal gastrektomi. Di Jepang

subtotal gastrektomi merupakan standa reseksi pada tumor antrum, sedangkan Jerman

menganut paham yang lebih radikal yakni total gastrektomi khususnya pada tipe difusa

klasifikasi Lauren.

Page 36: CC Besar Mira

Gambar. Batas reseksi lambung berdasarkan lokasi tumor primer.

2. Splenektomi vs Preservasi Limfa

Splenektomi dianjurkan apabila memenuhi 3 kriteria: reseksi R0 manakala KGB

No.10 di hilus limpa turut diangkat, terukurnya efek splenektomi jangka pendek ataupun

jangka panjang, dipertimbangkannya pengaruh splenektomi pada survival. Selain itu,

indikasi splenektomi pada reseksi lambung juga didasarkan pada: (1) invasi langsung

tumor ke limpa; (2) pembesaran KGB di hilus. Limpa juga harus direseksi pada

karsinoma gaster proksimal meskipun kriteria di atas tidak terpenuhi, sebab kemungkinan

tumor menginfiltrasi hilus mencapai 20%.

Insiden keterlibatan KGB perihilus berkisar 0-1,9% untuk tumor yang terletak

sepertiga tengah dan distal, 15,5% untuk tumor yang di proksimal dan 20,7% untuk

tumor yang menginfiltrasi seluruh lambung. Pada laporan sebelumnya infiltrasi hilus

hanya ditemukan pada tumor T3 dan T4. Splenektomi tidak meningkatkan angka reseksi

R0 pada KLD dan KLL.

3. Pankreatektomi distal vs Preservasi Pankreas

Pankreatektomi distal dianjurkan untuk membuang KGB secara komplit sepanjang

arteri lienalis. Namun pankreatektomi distal ini sangat berbahaya. Suatu studi di

Hongkong menemukan bahwa pankreatektomi distal pada diseksi D3 menyebabkan

komplikasi sepsi (abses subprenikus) pada 50% kasus. Hal ini sama dengan penelitian di

Inggris di mana didapati angka morbiditas (58%) dan mortalitas (16%) meningkat 100%

dimana diseksi D2 diikuti dengan pankreatektomi distal. Marujama dkk. mendapati

bahwa penderita karsinoma lambung proksimal hidup lebih lama pada kelompok yang

tidak dilakukan pankreatektomi distal. Hal ini dapat dijelaskan bahwasanya KGB di vena

lienalis bukan terletak di parenkim pankreas melainkan di atas permukaannya. Diseksi

komplit KGB no.11 dapat dicapai tanpa melakukan pankreatektomi distal. Disimpulkan

Page 37: CC Besar Mira

bahwa para ahli menganjurkan melakukan preservasi pankreas distal kecuali apabila

nyata telah terjadi invasi langsung ke pankreas.

4. Ekstensi Limfadenektomi

Menurut JRSGC KGB abdomen bagian atas dibagi atas 16 stasiun, yang terbagi atas

4 level (N1-N4) sesuai letak tumor primer. Ekstensi limfadenektomi diklasifikasikan

sesuai derajat diseksi KGB (D1-D4).

D1 meliputi diseksi KGB perigastrika yakni KGB yang melekat ke gaster (stasiun 1-6,

level N1);

D2 adalah mengangkat KGB level N1 + KGB 7 – 11 (level N2).

D3 dan D4 adalah diseksi KGB No.12 – 14 (level N3) dan KGB no.15 dan 16 (level

N4).

Reseksi D2 meningkatkan R0 dibandingkan dengan D1. Laporan dari berbagai

sentra di Jepang, angka survival 5 tahun pada kasus yang dilakukan D2 mencapai 45%.

“Will Rogers Phenomenon” adalah meningkatnya stadium karsinoma lambung apabila

dilakukan diseksi D2 sebab semakin banyak jumlah stasiun yang diperiksa.

Manfaat diseksi D2 terus menjadi kontroversi dalam bidang penatalaksanan karsinoma

lambung hingga saat ini. Dalam Roukos dkk., ada manfaat reseksi D2 pada pasien dengan

N2. Di Jerman, ada peningkatan angka survival pada stadium II/IIIA. Disimpulkan bahwa D2

adalah teknik pembedahan yang optimal saat ini untuk karsinoma lambung lanjut, karena

dapat meningkatkan angka kuratif reseksi, mengurangi rekurensi lokoregional dan

menjanjikan peningkatan survival.

K. KEMOTERAPI

Penderita karsinoma lambung tanpa infiltrasi kelenjar getah bening mempunyai angka

survival hingga 75% jika hanya menjalani tindakan pembedahan semata. Sedangkan jika

telah menginfiltrasi KGB angka survival berkisar antara 10-30%. Karsinoma lambung

mempunyai kecenderungan untuk rekurensi lokal rekurens, metastasis ke liver dan

peritoneum bahkan setelah reseksi kuratif R0 sekalipun. Di sinilah peranan kemoterapi

diharapkan untuk membantu perbaikan angka survival. Kemoterapi adjuvant maupun

neoadjuvan telah banyak dilakukan, namun hasilnya masih belum konklusif dan konsisten.

Penelitian metaanalisis mengungkapkan bahwa manfaat kemoterapi masih dalam kategori

Page 38: CC Besar Mira

borderline yang pemakaiannya harus sangat hati-hati. Umumnya laporan tersebut tidak

merekomendasikan penggunaan kemoterapi secara rutin setelah reseksi lambung.

Gambar. Agen kemoterapi pada karsinoma gaster (McDonald, 2006).

L. PROGNOSIS

Secara umum prognosis pada karsinoma ini berhubungan dengan beberapa faktor:

Usia penderita

Penderita dengan usia yang lebih muda mempunyai prognosa yang lebih buruk terutama

pada tipe difusa.

Lokasi tumor

Bila lesi terdapat pada daerah distal, prognosis menjadi lebih baik bila dibandingkan

dengan lesi pada daerah lain.

Ukuran tumor

Tumor dengan ukuran lebih kecil mempunyai prognosis lebih baik

Keterlibatan limfonodi regional

Page 39: CC Besar Mira

Bila belum terdapat metastasis pada limfonodi regional, prognosis menjadi lebih baik.

Bila limfonodi sudah diinvasi oleh sel-sel ganas, prognosis menjadi berkurang sekitar

10%.

Reaksi inflammatory

Adanya infiltrasi seluler antara tumor dan jaringan normal sering dihubungkan dengan

perubahan degernari pada tumor, ini merupakan prognosis yang baik.

Tipe gambaran mikrokopis

Karsinoma tipe intestinal mempunyai prognosis lebih baik bila dibandingkan tipe difusa

(Lumongga,2008).

Tabel. 5 tahun survival dan mortalitas operatif karsinoma gaster di AS dan Jepang (Schwartz, 2006).

M. KESIMPULAN

Kanker gaster menempati urutan keempat diantara kanker yang paling sering terjadi dan

menempati urutan kedua sebagai penyebab kematian karena kanker. Insiden tertinggi dari

kanker gaster ditemukan di jepang, amerika selatan, eropa barat dan timur tengah. Meskipun

insiden dari kanker gaster distal telah menurun, tetapi insiden dari kanker gaster kardia dan

proksimal terutama pada gastroesophageal (GE) junction dan distal esophagus tetap

meningkat. Faktor resiko kanker gaster yaitu diet, infeksi, herediter, anemia pernisiosa,

reseksi gaster sebelumnya, displasia mukosa gaster, polip gaster, gastritis kronik.

Kanker gaster biasanya tidak menjadi simptomatik sampai penyakitnya menyebar

dengan luas dikarenakan gejalanya tidak spesifik sehingga kebanyakan pasien dengan kanker

gaster terdiagnosa pada stadium lanjut. Kanker gaster dapat menyebar secara lokal dan

metastase pada jaringan limfe, metastase peritoneal dan distant metastases. Data dari

beberapa penelitian memperlihatkan bahwa 60-90% pasien mempunyai tumor primer yang

penetrasi ke serosa atau menginvasi struktur disekitarnya dan setidaknya 50% memiliki

Page 40: CC Besar Mira

metasase limfatik. Pemeriksaan penunjang menggunakan tumor marker, UGI double-

contrast, CT-scan, PET, laparoscopy, endoscopy.

Satu-satunya penanganan kuratif yang telah terbukti adalah pembedahan, pilihan

pembedahan tergantung dari sejauh mana invasi tumor pada dinding gaster dan penyebaran

limfatik. namun meskipun setelah penanganan kuratif gastrectomy, penyakit ini dapat

muncul kembali secara regional dan distant pada setidaknya 80% pasien. Karena hasil

outcome yang tidak begitu baik dari pembedahan kanker gaster, maka penekanan dilakukan

untuk memperbaiki terapi adjuvant, yang ketika digunakan akan memperbaiki tingkat

survival. chemotherapy telah berhasil untuk menangani kanker gastrointestinal lainnya,

namun keuntungan survival dari penggunaan chemotherapy pada adenocarcinoma gaster

tidak terlalu signifikan. Meskipun demikian terdapat beberapa strategi sehingga

chemotherapy dapat memberikan keuntungan. Penelitian dimasa yang akan datang

berkembang menjadi beberapa bagian. Bagian pertama meneliti peranan chemotherapeutics

terbaru (terutama oxaliplatin, irinotecan, dan oral 5-FU “prodrugs” seperti capecitabine dan

S-1), dan yang meneliti peranan targeted therapies (cetuximab dan bevacizumab). Indikator

prognostik yang paling penting pada kanker gaster secara histologis, yaitu keterlibatan

kelenjar limfe dan dalamnya invasi tumor.

Page 41: CC Besar Mira

DAFTAR PUSTAKA

Carl-McGrath S., Ebert M., Rocken C. 2007. Gastric adenocarcinoma: epidemiology, pathology

and pathogenesis. Cancer therapy, vol 5: 877-894.

Clark R. 2006. Current Problems in Surgery: Gastric Cancer. Curr Probl Surg, 2006, Vol. 43,

pp. 566-670.

Devita, VT, Hellman, S, Rosenberg, SA. 2001. Cancer: Principles and Practice of Oncology

6th. 6th edition. Lippincott Williams & Wilkins Publishers, 2001.

Hamilton, S. R. and Aalton, L. (eds.) (2000) Pathology and Genetics of Tumours of the Digestive

System. IARC Press: Lyon.

Japanese Gastric Cancer Association. 1998. Japanese classification of gastric carcinoma. 2nd

English edition. Gastric Cancer, vol 1:8-24.

Liu C., Crawford J.M. 2005. Gastrointestinal Tract. In: Kumar V., Abbas A.K., Fausto N. (ed).

Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease. 7th Ed. Philadelphia: Elsevier Saunders.

Lumongga F. 2008. Karsinoma Dini Lambung.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/.../1/09E01464.pdf (diakses tanggal 16 November 2012).

McDonald J.S. 2006. Gastric Cancer: New Therapeutic Options. NEJM, p. 355;1 .

Owen D.A. 2004. The Stomach: Alimentary Canal and Associated Organs. In: Mills S.E. (ed).

Stemberg’s Diagnostic Surgical Pathology. 4th Ed. Vol 2. Philadelphia: Lippincott Williams

and Wilkin.

Ping-I Hsu. 2007. Helicobacter pylori infection and the risk of gastric malignancy. Am J

Gastroenterol, vol 102: 725-730.

Schwartz, SI. 2005. Schwartz’s Principles of Surgery 8th Ed. United States of America: The

McGraw-Hills Company.

Surya B. 2007. Penatalaksanan Bedah Terkini Dari Karsinoma Lambung. Pidato Pengukuhan

Guru Besar. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Yasui W., Oue N., Aung P.P., Matsumura S., Shutoh M., Nakayama H. 2005. Molecular-

pathological prognostic factors of gastric cancer: a review. Gastric Cancer, 8: 86-94.