LAPORAN KASUS
Struma Nodusa Non Toksik
KEPANITERAAN KLINIK STASE ANESTESI
PERIODE AGUSTUS 2015
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIANJUR
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2015
BAB I
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS/BIODATA
1
Nama : Tn. J
Usia : 48 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Cijati
No. RM : 68xxxx
Masuk RS : 4 Agustus 2015
Tanggal Operasi : 5 Agustus 2015
Diagnosa pre-op : Struma Nodusa Non-Toksik
Jenis operasi : Tiroidektomi
Operator : dr. H. Lili K D,Sp.B
Ahli anestesi : dr. Dadang M, Sp.An
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Benjolan di leher
Riwayat Penyakit Sekarang :
OS mengeluh benjolan di leher sejak kira-kira 3 tahun yang lalu, awalnya benjolan
berukuran kecil, namun benjolan semakin lama semakin membesar, dan dirasakan
menyesak. Pasien mengeluhkan jantung berdebar-debar, gelisah, berkeringat banyak,
nafsu makan menurun, tidak tahan cuaca dingin.
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Pasien belum pernah mengalami gejala yang sama sebelumnya.
- Riwayat asma disangkal
- Riwayat hipertensi disangkal
- Riwayat diabetes disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak terdapat anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama.
Riwayat Alergi : Alergi obat-obatan dan makanan disangkal
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Composs mentis
Tanda- tanda Vital :
2
- TD : 190/80 mmHg
- HR : 106 kali / menit
- RR : 20 kali / menit
- S : 36.4 °C
Antropometri
- BB : 55 kg
D. STATUS GENERALIS
1. Kepala :
Bentuk : Normochepal
Rambut : Hitam, distribusi rata, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis (-), Sklera ikterik (-)
2. Leher : Lihat status lokalis
3. Thorax
I : Simetris pada saat statis dan dinamis, retraksi Costa -/-, pernapasan
abdominotorakal, laserasi-/-
P : vocal fremitus kanan kiri sama, krepitasi(-), Ictus Cordis teraba
P : Sonor di kedua lapang paru
A : Vesikuler +/+, wheezing -, ronkhi -/-, BJ I dan II normal, tidak ada bunyi
tambahan
4. Abdomen : perut datar
5. Ekstremitas : Ekstremitas atas : akral hangat +/+, RCT < 2dt / < 2dt
Ekstremitas bawah : akral hangat +/+, RCT < 2dt / < 2dt
E. STATUS LOKALIS
Ad regio colli anterior : Inspeksi tampak massa ukuran 6 cm x 4 cm, warna sama
dengan sekitarnya, ikut bergerak waktu menelan. Palpasi massa ikut bergerak waktu
menelan, konsistensi kenyal, mobile, nyeri tekan (-), pembesaran KGB (-)
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 29 Juni 2015 07.25
3
HEMATOLOGI
Hematologi Rutin Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hemoglobin 13.2 13.5-17.5 g/dL
Hematokrit 38.8 42-52 %
Eritrosit 4.60 4.7-6.1 10^6 µL
Leukosit 17.6 4.8-10.8 10^3/µL
Trombosit 189 150-450 10^3/µL
MCV 84.4 80-94 fL
MCH 28.7 27-31 Pg
MCHC 34.0 33-37 %
RDW-SD 48.1 37-54 fL
PDW 15.9 9-14 fL
MPV 8.5 8-12 fL
Differential Hasil Nilai Rujukan Satuan
LYM % 11.4 26-36 %
MXD % 0.9 0-11 %
NEU % 87.4 40-70 %
Absolut
LYM # 2.01 1.00-1.43 10^3/µL
MXD # 0.15 0-1.2 10^3/µL
NEU # 15.41 1.8-7.6 10^3/µL
KIMIA KLINIK
Fungsi Hati
AST (SGOT) 20 15-37 U/L
ALT (SGPT) 43 12-78 U/L
Fungsi Ginjal
Ureum 33.5 10-50 mg%
4
Kreatinin 0.8 0.5-1.0 mg%
Imunoserologi
HbsAg Non reactive Non reactive Index
G. DIAGNOSIS
Diagnosis Pra-operasi : Struma Nodusa Non-Toksik
Rencana Tindakan : Tiroidektomi
H. OPERASI
1. Keadaan Pra-Operasi
Pasien pria usia 48 tahun dengan diagnosis Struma Nodusa Non-Toksik. Pasien
dijadwalkan untuk dilakukan operasi Tiroidektomi.
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composs mentis
Tanda-tanda Vital Preoperatif
- TD : 190/80 mmHg
- HR: 102 kali / menit
- RR : 20 kali / menit
- S : 36.4 °C
- Saturasi O2: 97 %
- Status Fisik : ASA II
2. Keadaan Intraoperatif
Operasi dilaksanakan pada tanggal 5 Agustus 2015 pukul 12.05 s/d 14.05 WIB.
Penatalaksanaan anestesi pukul 12.00 WIB
Anestesi Umum :
Posisi : Supine
Anestesi dengan :
Induksi :
- Fentanyl 100 µg
- Propofol 80mg
Relaksan : Recuronium Bromide 30mg
5
Maintenance : N2O : O2 = 3 : 2 dengan isofluran 1 vol%
Respirasi : Assist dan Spontan
Pemberian Cairan Perioperatif
Perhitungan cairan
- Kebutuhan maintenance/ rumatan : (BB= 55 kg)
10 kg pertama = 10 x 4 cc/kg/jam = 40 cc
10 kg kedua = 10x2 cc/kg/jam = 20 cc
35 kg sisanya = 35x1cc/kg/jam = 35 cc
Pasien puasa 8 jam preoperatif : 8 x 100 cc/jam
- Kebutuhan resusitasi intraoperatif
- Pembedahan sedang : 2-4 cc/kgBB
2 x 55 = 110 cc
Total pemberian cairan : 800 + 110 = 910 cc
- Tanda-tanda vital Intraoperatif
Jam (WIB) Tek. Darah* Nadi (x/mn) RR (x/mn)
12.05 190/80 106 20
14.05 140/90 104 20
*Tidak dilakukan pengukuran
3. Keadaan Pasien Pasca Operasi
Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
Tanda-tanda Vital
- Tekanan Darah : 140/90 mmHg
- Nadi : 104 kali/menit
- Respirasi : 20 kali/menit
- Suhu : 36.4 °C
Aldrette Score
JamAldrette score
ScoreWK RR C KS ACT
13.40 Merah Nafas 140/90 Respon Gerak 4 9
6
muda
(2)
dalam
dan
adekuat
(2)
mmHg
(1)
terhadap
rangsangan
(2)
ext (2)
13.50
Merah
muda
(2)
Nafas
dangkal
dan
adekuat
(1)
140/90
mmHg
(1)
Respon
terhadap
rangsangan
(2)
Gerak 4
ext (2)9
BAB II
PEMBAHASAN
7
Pasien ini terdiagnosis menderita Struma Nodusa Non Toksik.Berdasarkan hasil
anamnesis dan pemeriksaan fisik, terdapat benjolan besar di leher bagian tengah yang
berukuran kurang lebih 6x4 cm, tidak nyeri, ikut bergerak saat menelan, dan warnanya sama
dengan warna kulit sekitar.
Pasien SNNT dengan ukuran tiroid yang sudah besar, dan mulai mengalami keluhan
mekanis seperti gangguan pernapasan maupun gangguan menelan, serta keluhan
kosmetikmerupakan indikasi penatalaksanaan berupa pembedahan
srtumektomi.Strumektomijuga diindikasikan untuk kista tiroid yang tidak mengecil setelah
dilakukan biopsi aspirasi jarum halus. Selain alasan kosmetik yang dikeluhkan oleh pasien
serta nodul yang cenderung bersifat maligna, nodul yang berukuran sudah besar akan
beresiko mengalami gangguan mekanis pada sistem pernafasan maupun kemampuan
menelan. Olehkarena itu, pilihan penatalaksanaan yang dilakukan adalah tindakan operasi
strumektomi untuk mengangkat struma pasien.
Hampir semua tindakan operasi atau pembedahan dilakukan dibawah pengaruh
anestesi umum.Perheparan utama pada anestesi umum adalah keamanan dan keselamatan
pasien. Salah satu faktor penentunya adalah kestabilan hemodinamik selama tindakan induksi
anestesi dilakukan (Latif et al, 2007).
Pembedahan struma nodusa non toksik pada pasien ini dilakukan dengan teknik
anestesi umum disertai pemasangan pipa endotrakea.Pemasangan pipa endotrakea merupakan
salah satu teknik yang bertujuan untuk menjaga jalan napas pasien agar ventilasi dan
oksigenasi ke seluruh organ tubuh dapat terjamin dengan baik.
Manusia memerlukan oksigen untuk dapat bertahan hidup.Respirasi berfungsi
memasok oksigen ke dalam sirkulasi darah. Terhentinya pasokan dan edaran oksigen ke
jaringan atau sel untuk beberapa saat akan menimbulkan perubahan pada metabolisme yang
pada akhirnya akan menyebabkan kerusakan sel. Pemutusan aliran oksigen ke otak dan
seluruh organ dapat menjadi penyebab ataupun sebagai konsekuensi henti kardiosirkulasi
( Pitoyo dan Amin, 2006).
Setiap keadaan trauma berat dan pasien tidak sadar, pasien dalam kondisi teranestesi
ringan dengan relaksan dan teranestesi dalam, disertai dengan berbaring dalam kondisi
terlentang merupakan keadaan yang berbahaya.Hal tersebut dapat berpotensi untuk terjadi
obstruksi jalan napas. Pemasangan pipa endotrakea digunakan untuk mencegah obstruksi
8
jalan napas, menjaga jalan napas tetap lapang dan mencegah aspirasi lambung (Dobson,
2004).
Keadaan pasien pada saat pembedahan tiroid yaitu struma nodusa non toksik
merupakan salah satu kondisi yang harus terjaga jalan napasnya.Pemasangan pipa endotrakea
digunakan untuk mempermudah ventilasi dan oksigenasi.Hal tersebut untuk memjamin
organ-organ mendapatkan oksigenasi yang cukup (Latief et al., 2002).
Teknik untuk melakukan ventilasi dan oksigenasi bisa dengan beberapa macam cara
antara lain penggunaan nasal kanul, LMA ( laryngo mask airway ) serta pemasangan pipa
endotrakea. Namun pada pembedahan ini yang digunakan adalah pipa endotrakea.Teknik
anestesi umum dengan pemasangan pipa endotrakea dilakukan pada operasi-operasi lama
yang memerlukan kendali napas, serta operasi daerah kepala leher. Selain itu ada beberapa
indikasi pemasangan pipa endotrakea pada anestesi umum yaitu : (Latief et al., 2002)
1. Mempermudah pemberian anestesi
2. Mencegah kemungkinan aspirasi isi lambung
3. Mempermudah pengisapan sekret trakeo bronchial
4. Pemakaian ventilasi mekanis yang lama
Pembedahan pada kasus struma nodusa non toksik yang dilakukan pada pasien ini
dilakukan dengan teknik anestesi umum.Teknik anestesi umum merupakan suatu tindakan
medis dengan tujuan utama untuk menghilangkan rasa sakit secara sentral, disertai hilangnya
kesadaran yang bersifat reversible, sehingga memungkinkan dilakukan tindakan
pembedahan.Anestesi umum ditandai dengan adanya trias anestesi yaitu analgesi, sedasi dan
relaksasi.Berbeda halnya dengan teknik anestesi lokal, yaitu menyebabkan hilangnya rasa
sakit, namun tidak disertai dengan hilangnya kesadaran (Miller, 2006).
Tindakan pembedahan yang dilakukan pada struma nodusa non toksik seringkali
banyak melakukan manipulasi pada daerah trakea, sehingga keadaan tersebut tidak
memungkinkan apabila pasien dalam kondisi sadar.Oleh karena itu, teknik anestesi yang
digunakan adalah anestesi umum. Indikasi lain dilakukan anestesi umum pada pasien ini
adalah pembedahannya lama, pembedahan dimana anestesi lokal tidak praktis untuk
digunakan (Dobson, 2004)
Tindakan strumektomi, merupakan suatu operasi yang beresiko tinggi karena
dilakukan di bagian leher. Pada saat durante operasi perlu diwaspadai risiko perdarahan masif
yang mungkin terjadi karena di regio colli terdapat pembuluh darah besar, salah satunya a.
9
carotis communis. Setelah operasi pun, pasien post strumektomi memerlukan pemantauan
dan perawatan khusus dengan alasan munculnya beberapa resiko seperti:
1. Terjadinya komplikasi tracheomalaisa atau trachea menjadi flacid
2. Hipokalsemi
3. Muncul gejala krisis tiroid
4. Terjadi sumbatan pada selang drainase yang dipasang untuk membuang perdarahan dari
area operasi di regio colli. Hal tersebut dapat menyebabkan penekanan pada trakea
sehingga pasien dapat mengalami gangguan pernafasan.
5. Terdapat resiko kerusakan pada n. laryngeus recurrens yang dapat merusak pita suara
pasien (Ernst et al, 2011; Khanzada et al, 2010).
Dengan demikian pasien merupakan pasien kritis yang memerlukan pemantauan dan
perawatan khusus untuk mengembalikan dan mempetahankan stabilitas fungsi sistemiknya.
Oleh karena itu pasien ini memerlukan perawatan ICU.
Proses pemindahan pasien dari ruang operasi ke ICU merupakan hal yang harus
diperheparkan dengan baik. Sebelum dilakukan pemindahan pasien, dilakukan perencanaan
terlebih dahulu yang pertama adalah penentuan tim medis yang akan mengantar pasien. Pada
kasus ini, pemilihan tim medis sudah sesuai dengan protokol umum. Tim medis terdiri dari
dokter, perawat, dan dokter muda. Selanjutnya, komunikasi dengan ruangan ICU harus
dilakukan terlebih dahulu. Tim medis yang bertanggung jawab terhadap pasien harus
menginformasikan kondisi pasien dan waktu pasien tiba di ruangan ICU. Peralatan yang
dibutuhkan oleh pasien harus sudah tersedia sebelum proses pemindahan dilakukan. Peralatan
yang dibawa pada saat proses pemindahan pasien merupakan alat-alat yang berfungsi untuk
mempertahankan airway, breathing dan circulation. Kekurangan dari pemindahan pasien
pada kasus ini adalah tidak tersedia alat untuk memantau keadaan pasien serta ventilasi yang
digunakan adalah ventilasi secara manual. Sebelum dilakukan pemindahan pasien, pasien
harus dalam keadaan stabil dan rekam medis pasien harus disertakan.
10
DAFTAR PUSTAKA
Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Breathing System in Clinical Anesthesilogy 4th ed.
McGraw-Hill; 2007
Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Ilmu dasar Anestesi in Petunjuk Praktis
Anestesiologi 2nd ed. Jakarta: FKUI; 2009, 3-8.
Roberts F, Kestin I. Respiratory Physiology in Update in Anesthesia 12th ed. 2000
Stock MC. Respiratory Function in Anesthesia in Barash PG, Cullen BF, Stelting RK,
editors. Clinical Anesthesia 5th ed. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins; 2006, p.
791-811
11