BAB I
PENDAHULUAN
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang
berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyerta. Pasien depresi
memperlihatkan kehilangan energi dan minat, merasa bersalah, sulit
berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, berpikir untuk mati dan bunuh diri. Tanda
dan gejala lain termasuk perubahan dalam tingkat aktivitas, kemampuan kognitif,
bicara dan fungsi vegetatif (termasuk tidur, aktivitas seksual dan ritme biologi
yang lain). Gangguan ini hampir selalu menghasilkan hendaya interpersonal,
sosial dan fungsi pekerjaan.1
Kecemasan merupakan suatu keadaan yang ditandai oleh rasa khawatir
disertai dengan gejala somatik yang menandakan suatu kegiatan yang berlebihan.
Kecemasan merupakan gejala yang umum non spesifik yang sering merupakan
suatu fungsi emosi.2
Gangguan campuran kecemasan dan depresi melingkupi pasien yang
memiliki gejala kecemasan dan depresi tetapi tidak memenuhi kriteria diagnostik
untuk suatu gangguan mood. Kombinasi gejala depresi dan kecemasan
menyebabkan gangguan fungsional yang bermakna pada orang yang terkena.
Kondisi mungkin cukup menonjol pada praktek pelayanan primer dan klinik
kesehatan mental rawat jalan.2
Gangguan depresi dan kecemasan merupakan gangguan yang banyak kita
jumpai dalam praktik sehari-hari dan dapat mengenai semua usia sehingga perlu
dibahas lebih lanjut tentang gangguan ini agar pasien depresi dan kecemasan
dapat diatasi secara adekuat sehingga kualitas hidup pasien dapat diperbaiki.
1
BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTIFIKASI PASIEN
Nama : Ny. IAP
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 21 tahun
Status perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Tingkat pendidikan : Tamat SD
Warga negara : Indonesia
Alamat : Jl. Talang Kerangga, Palembang
2
II. ANAMNESIS
ALLOANAMNESIS (Dilakukan pada hari Jumat, Tanggal 23 Oktober
2015 di Bangsal Aster E pukul 10.20 WIB)
Diperoleh dari : Tn. AP
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 25 tahun
Alamat : Jl. Talang Kerangga, Palembang
Pendidikan : Tamat SMA
Pekerjaan : Buruh
Hubungan dengan pasien : Suami pasien
a. Sebab utama : Gelisah
b. Keluhan utama : Sulit diajak berkomunikasi
c. Riwayat perjalanan penyakit
Sejak kurang lebih 8 bulan SMRS, setelah melahirkan anak pertama,
Os mengeluh sulit tidur. Os menjadi pendiam, sulit diajak
berkomunikasi, sering berbicara sendiri, dan bicara melantur. Os masih
bisa makan dan minum seperti biasa. Os masih dapat merawat diri
sendiri. Os mulai menarik diri dari lingkungannya. Os belum berobat.
3
Kurang lebih 4 bulan SMRS, os menjadi gelisah. Os sulit tidur dan
sudah sulit merawat diri sendiri. Os bertambah sulit diajak komunikasi,
bicara melantur, berbicara sendiri, dan marah-marah. Os menyangkal
adanya suara-suara yang mengajak os untuk berkomunikasi atau
bayangan yang hanya dapat dilihat oleh Os. Os dikonsulkan oleh bagian
Penyakit Dalam RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.
d. Riwayat penyakit dahulu
Kurang lebih 6 bulan SMRS, os mengeluh batuk yang tidak sembuh-
sembuh. Os mengalami penurunan berat badan, demam, dan sering
berkeringat malam hari. Os dibawa ke IGD RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang tanggal 16 Oktober 2015 lalu di rawat inap di Bangsal
Aster E.
e. Riwayat premorbid
- Lahir : lahir spontan, cukup bulan, ditolong oleh bidan
- Anak-anak : periang, banyak teman
- Remaja : periang, terbuka, banyak teman
- Dewasa : periang, terbuka, banyak teman
4
f. Riwayat perkembangan organobiologi
- Riwayat kejang (-)
- Riwayat demam tinggi yang lama (-)
- Riwayat trauma kepala (-)
g. Riwayat penggunaan alkohol dan obat-obatan terlarang
Riwayat mengonsumsi alkohol dan NAPZA disangkal.
h. Riwayat pendidikan
Tamat SD
i. Riwayat pekerjaan
5
Os adalah ibu rumah tangga
j. Riwayat perkawinan
Os sudah menikah dan memiliki satu orang anak berusia 8 bulan.
k. Keadaan sosial ekonomi
Os tinggal bersama suami. Pekerjaan suami os adalah buruh.
Kesan: sosial ekonomi menengah
l. Riwayat keluarga
Pedigree:
6
Os merupakan anak keempat dari
empat bersaudara. Riwayat keluarga
yang memiliki keluhan yang sama
disangkal.
AUTOANAMNESIS DAN OBSERVASI
Wawancara dan observasi dilakukan bersamaan dengan alloanamnesis
pada Jumat tanggal 23 Oktober 2015 pukul 10.20 WIB di Bangsal Aster E
RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Penampilan penderita cukup
rapi. Penderita memakai kaos lengan pendek berwarna abu dan celana
pendek. Penderita terbaring pada bed pasien. Posisi pemeriksa berada di
samping penderita. Selama wawancara dilakukan, Os tampak gelisah. Tidak
ada perhatian, kontak mata, kontak fisik, dan kontak verbal. Cara bicara dan
verbalisasi Os kurang jelas.
III. PEMERIKSAAN
7
A. STATUS INTERNUS
1) Keadaan Umum
Kesadaran : Kompos mentis terganggu
Tekanan darah : 120/90 mmHg
Denyut nadi : 90 x/menit
Laju pernafasan : 21 x/menit
Suhu : 36,5 C
8
B. STATUS NEUROLOGIKUS
1) Urat saraf kepala (panca indera) : belum dapat dinilai
2) Gejala rangsang meningeal : belum dapat dinilai
3) Gejala peningkatan tekanan intracranial : belum dapat dinilai
4) Mata
Gerakan : baik ke segala arah
Persepsi mata : baik, diplopia tidak ada, visus normal
Pupil : bentuk bulat, sentral, isokor, Ø 3mm/3mm
Refleks cahaya : +/+
Refleks kornea : +/+
Pemeriksaan oftalmoskopi : tidak dilakukan
9
5) Motorik
Fungsi Motorik
Lengan Tungkai
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Luas luas Luas luas
Kekuatan 5 5 5 5
Tonus Eutoni eutoni Eutoni eutoni
Klonus - - - -
10
Refleks fisiologis N N N N
Refleks patologis - - - -
6) Sensibilitas : normal
7) Susunan saraf vegetatif : belum dapat dinilai
8) Fungsi luhur : belum dapat dinilai
9) Kelainan khusus : tidak ada
C. STATUS PSIKIATRIKUS
KEADAAN UMUM
11
a. Sensorium : Kompos mentis terganggu
b. Perhatian : Inatensi
c. Sikap : Apatik
d. Inisiatif : Tidak ada
e. Tingkah laku motorik : Gelisah
f. Ekspresi fasial : Cemas
g. Verbalisasi : Kurang jelas
h. Cara bicara : Lancar
i. Kontak psikis
Kontak fisik : minimal
Kontak mata : minimal
Kontak verbal : minimal
KEADAAN KHUSUS (SPESIFIK)
a. Keadaan afektif
Afek : Labil
12
Mood : Disforik
b. Hidup emosi
13
Stabilitas : labil
Dalam-dangkal : dangkal
Pengendalian : tidak
terkendali
Adekuat-Inadekuat : inadekuat
Echt-unecht : echt
Skala diferensiasi : normal
Einfuhlung :sukar dirabarasakan
Arus emosi : normal
c. Keadaan dan fungsi intelektual
Daya ingat : kurang
Daya konsentrasi : mudah beralih
Orientasi orang/waktu/tempat : baik
Luas pengetahuan umum : tidak sesuai
Discriminative judgement : kurang
Discriminative insight : kurang
Dugaan taraf intelegensi : belum dapat dinilai
Depersonalisasi dan derealisasi : belum dapat dinilai
d. Kelainan sensasi dan persepsi
Ilusi : sulit dinilai Halusinasi : sulit dinilai
e. Keadaan proses berpikir
Psikomotilitas : kurang
Mutu : buruk
Arus pikiran
- Flight of ideas : tidak ada
- Inkoherensi : tidak ada
- Sirkumstansial : tidak ada
- Tangensial : tidak ada
- Terhalang(blocking) : tidak ada
- Terhambat (inhibition): ada
- Perseverasi : tidak ada
- Verbigerasi :tidak ada
Isi pikiran
- Waham :
sulit dinilai
- Pola Sentral : tidak ada
- Fobia : tidak ada
- Konfabulasi : tidak ada
- Perasaan inferior : tidak ada
- Kecurigaan : tidak ada
- Rasa permusuhan/dendam :tidak ada
- Perasaan berdosa/salah : tidak ada
- Hipokondria : tidak ada
- Ide bunuh diri : tidak ada
- Ide melukai diri : tidak ada
Pemilikan pikiran
- Obsesi : tidak ada
- Aliensi : tidak ada
Bentuk pikiran
- Autistik : tidak ada
- Konversi : tidak ada
- Simbolik : tidak ada
- Dereistik : tidak ada
- Simetrik : tidak ada
- Paralogik : tidak ada
- Konkritisasi : tidak ada
- Overinklusif : tidak ada
f. Keadaan dorongan instinktual dan
perbuatan
- Hipobulia : tidak ada
- Vagabondage : tidak ada
- Stupor : tidak ada
- Pyromania : tidak ada
21
- Raptus/Impulsivitas : belum dapat
dinilai
- Mannerisme : tidak ada
- Kegaduhan umum : tidak ada
- Autisme : tidak ada
- Deviasi seksual : tidak ada
- Logore : tidak ada
- Ekopraksi : tidak ada
- Mutisme : tidak ada
- Ekolalia : tidak ada
g. Kecemasan : ada
h. Dekorum
- Kebersihan : baik
- Cara berpakaian : baik
- Sopan santun : kurang baik
22
i. Reality testing ability
RTA ; terganggu
23
24
25
D. PEMERIKSAAN LAIN
‒ Pemeriksaan elektroensefalogram : belum dilakukan
‒ Pemeriksaan radiologi/ CT scan : dilakukan, kesan TB paru
‒ Pemeriksaan laboratorium : dilakukan, BTA S-P-S (+)
E. DIAGNOSIS BANDING
- Gangguan cemas menyeluruh
- Episode depresif
F. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
Aksis I : F 41.2 Gangguan campuran anxietas dan depresi
Aksis II : Tidak ada diagnosis
Aksis III : Kasus Baru TB Paru
Aksis IV : Stressor belum diketahui
Aksis V : GAF scale 50-41
1
G. TERAPI
a. Psikofarmaka
Risperidon 1 mg 1 x 1/2
Sandepril 5 mg 1 x 1/2
Diazepam 5 mg 2 x 1/2
b. Psikoterapi
Suportif
- Memberi dukungan dan perhatian kepada pasien dalam menghadapi
masalah.
- Menganjurkan pasien untuk meningkatkan kualitas gizi dengan banyak
makan dan minum.
- Memotivasi pasien agar meminum obat secara teratur.
27
Kognitif
Menerangkan tentang gejala penyakit pasien yang timbul akibat cara
berpikir yang salah, mengatasi perasaan, dan sikapnya terhadap masalah
yang dihadapi.
Keluarga
Memberikan penyuluhan bersama dengan pasien yang diharapkan
keluarga dapat membantu dan mendukung kesembuhan pasien.
Religius
28
Bimbingan keagamaan agar pasien selalu menjalankan ibadah sesuai
ajaran agama yang dianutnya.
H. PROGNOSIS
Dubia ad bonam
29
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 DEFINISI
Gangguan campuran ansietas dan depresi merupakan gejala kecemasan
dan depresi yang bermakna secara klinis tetapi tidak memenuhi kriteria untuk
gangguan mood spesifik atau gangguan kecemasan spesifik.2
Kecemasan (ansietas / anxiety) adalah gangguan alam perasaan
(affective) yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang
mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai
realitas (Reality Testing Ability / RTA, masih baik), kepribadian masih tetap
utuh, perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas normal.3
Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan
kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga
hilangnya kegairahan hidup, tidak mengalami gangguan dalam menilai
realitas (Reality Testing Ability / RTA, masih baik), kepribadian tetap utuh,
perilaku dapat terganggu tetapi dalam batas-batas normal.3
3.2 EPIDEMIOLOGI
Keberadaan ganggguan depresif berat dan gangguan panik secara
bersamaan lazim ditemukan. Dua pertiga pasien dengan gejala depresif
memiliki gejala ansietas yang menonjol, dan dua pertiganya dapat memenuhi
kriteria diagnostik ganguan panik. Peneliti telah melaporkan bahwa 20
sampai 90 persen pasien dengan ganggguan panik memiliki episode
gangguan depresif berat. Data ini mengesankan bahwa keberadaan gejala
30
depresif dan anxietas secara bersamaan, tidak ada di antaranya yang
memenuhi kriteria diagnostik gangguan depresif atau ansietas lain dapat
lazim ditemukan. Meskipun demikian, sejumlah klinisi dan peneliti
memperkirakan bahwa pravelensi gangguan ini pada populasi umum adalah
10 persen dan di klinik pelayanan primer sampai tertinggi 50 persen,
walaupun perkiraan konservatif mengesankan pravelensi sekitar 1 persen
pada populasi umum.2
3.3 STESSOR PSIKOSOSIAL
Stressor psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa yang
menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang; sehingga orang itu
terpaksa mengadakan adaptasi atau penyesuaian diri untuk
menanggulanginya. Namun, tidak semua orang mampu melakukan adaptasi
dan mengatasi stressor tersebut, sehingga timbullah keluhankeluhan antara
lain berupa cemas dan depresi.3 Dari sekian banyak jenis stressor psikososial
yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, para pakar memberikan beberapa
contoh antara lain sebagai berikut3:
‒ Perkawinan
Terjadinya ketidaksetiaan berupa perselingkuhan.
‒ Orang Tua
Masalah orang tua yakni kondisi tatanan sosial dan ekonomi, masalah
anak yakni kenakalan remaja, pergaulan bebas, kehamilan di luar nikah,
aborsi, atau penyalahgunaan NAZA (Narkotika, Alkohol, dan Zat Adiktif).
‒ Hubungan Interpersonal (Antar Pribadi)
Hubungan antar sesama (perorangan/individual) yang tidak baik dapat
merupakan sumber stres. Misalnya hubungan yang tidak serasi, tidak baik
atau buruk dengan kawan dekat atau kekasih, antara sesama rekan, antara
atasan dan bawahan, pengkhianatan, dan sebagainya.
‒ Pekerjaan
Kehilangan pekerjaan pada pengangguran akan berdampak pada gangguan
kesehatan bahkan bisa sampai pada kematian. Sebaliknya dengan
pengangguran, maka terlalu banyak beban pekerjaan sementara waktu
31
yang tersedia sangat sempit dapat menyebabkan stres pula. Tekanan dalam
pekerjaan yang banyak dan persaingan yang ketat juga dapat
menyebabkan stres.
‒ Keuangan
Masalah keuangan dalam kehidupan sehari-hari ternyata merupakan salah
satu stressor utama. Misalnya, pendapatan lebih kecil dari pengeluaran,
terlibat hutang, kebangkrutan usaha, soal warisan dan lain-lain.
‒ Hukum
Keterlibatan seseorang dalam masalah hukum dapat merupakan sumber
stres. Misalnya, tuntutan hukum, pengadilan, penjara dan lain sebagainya.
‒ Perkembangan
Yang dimaksudkan disini adalah tahapan perkembangan fisik maupun
mental seseorang. Misalnya masalah remaja, masa dewasa, menopause,
usia lanjut dan lain sebagainya.
‒ Penyakit Fisik
Berbagai penyakit fisik terutama yang kronis dan atau cidera yang
mengakibatkan invaliditas dapat menyebabkan stres pada diri seseorang.
‒ Faktor Keluarga
Anak dan remaja dapat pula mengalami stres yang disebabkan karena
kondisi keluarga yang tidak harmonis. Sikap orang tua terhadap anak yang
dapat menimbulkan stres antara lain: hubungan kedua orangtua yang tidak
harmonis, kedua orang tua jarang dirumah dan tidak ada waktu untuk
bersama dengan anak-anak, komunikasi antara orang tua dan anak tidak
serasi, kedua orang tua bercerai atau berpisah, salah satu orang tua
menderita gangguan jiwa atau kelainan kepribadian, orang tua dalam
mendidik anak kurang sabar, pemarah, keras, otoriter dan lain sebagainya.
‒ Trauma
Seseorang yang mengalami bencana alam, kecelakaan transportasi,
kebakaran, kerusuhan, peperangan, kekerasan, penculikan, perampokan,
perkosaan dan lain sebagainya, merupakan pengalaman yang traumatis
32
yang pada gilirannya yang bersangkutan dapat mengalami stres (stres
pasca trauma).
3.4 DIAGNOSIS
Kriteria DSM-IV-TR mengharuskan adanya gejala subsindrom ansietas dan
depresi serta adanya beberapa gejala somatik, seperti tremor, palpitasi, mulut
kering, dan rasa perut yang bergejolak. Sejumlah studi pendahuluan
menunjukkan bahwa sensitivitas dokter umum untuk sindrom gangguan
campuran ansietas - depresi masih rendah walaupun kurangnya pengenalan
ini dapat mencerminkan kurangnya label diagnostik yang sesuai bagi pasien.2
Kriteria DSM-IV-TR Gangguan Campuran Ansietas Depresif5
Mood disforik yang berulang atau menetap dan bertahan sedikitnya 1 bulanMood disforik disertai empat (atau lebih) gejala berikut selama sedikitnya 1 bulan :1. Kesulitan berkonsentrasi atau pikiran kosong 2. Gangguan tidur (sulit untuk jatuh tertidur atau tetap tidur atau gelisah, tidur tidak puas) 3. Lelah atau energi rendah 4. Iritabilitas 5. Khawatir 6. Mudah nangis 7. Hipervigilance 8. Antisipasi hal terburuk 9. Tidak ada harapan (pesimis yang menetap akan masa depan) 10. Harga diri yang rendah atau rasa tidak berhargaGejala menimbulkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau hendaknya dalam area fungsi sosial, pekerjaan atau area fungsi penting lain.Gejala tidak disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat (cth. Penyalahgunaan obat atau pengobatan) atau keadaan medis umumSemua hal berikut ini :
1. Kriteria tidak pernah memenuhi gangguan depresif berat,gangguan distimik; gangguan panik, atau gangguan
33
ansietas menyeluruh 2. Kriteria saat ini tidak memenuhi gangguan mood atau
ansietas lain (termasuk gangguan ansietas atau gangguan mood, dalam remisi parsial)
3. Gejala tidak lebih mungkin disebabkan gangguan jiwa lain.
Pedoman diagnostik menurut PPDGJ-III:
1. Terdapat gejala-gejala anxietas maupun depresi, dimana masing-masing
tidak menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat untuk menegakkan
diagnosis tersendiri. Untuk anxietas, beberapa gejala otonomik harus
ditemukan walaupun tidak terus-menerus, disamping rasa cemas atau
kekhawatiran berlebihan.
2. Bila ditemukan anxietas berat disertai depresi yang lebih ringan, harus
dipertimbangkan kategori gangguan anxietas lainnya atau gangguan
anxietas fobik.
3. Bila ditemukan sindrom depresi dan anxietas yang cukup berat untuk
menegakkan masing-masing diagnosis, maka kedua diagnosis tersebut
dikemukakan, dan diagnosis gangguan campuran tidak dapat digunakan.
Jika karena sesuatu hal hanya dapat dikemukakan satu diagnosis maka
gangguan depresif harus diutamakan.
4. Bila gejala-gejala tersebut berkaitan erat dengan stres kehidupan yang
jelas, maka harus digunakan kategori F43.2 gangguan penyesuaian.4
3.5 DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding mencakup gangguan ansietas dan depresif lainnya serta
gangguan kepribadian. Diantara gangguan kecemasan, gangguan kecemasan
umum adalah salah satu yang paling sering bertumpang tindih dengan
gangguan kecemasan – depresif campuran. Diantara gangguan mood,
gangguan distimik dan gangguan depresif ringan adalah yang paling sering
bertumpang tindih dengan gangguan kecemasan-depresif campuran. Diantara
gangguan kepribadian, gangguan kepribadian menghindar, tergantung, dan
34
obsesif-kompulsif mungkin memiliki gejala yang terlihat pada gangguan
kecemasan-depresif campuran. Hanya suatu riwayat psikiatrik, pemeriksaan
status mental dan pengetahuan tentang kriteria DSM-IV spesifik dapat
membantu klinisi membedakan kondisi – kondisi tersebut.2
3.6 PROGNOSIS
Berdasarkan data klinis sampai saat ini, pasien tampak sama besar
kemungkinannya untuk memiliki gejala ansietas yang menonjol, gejala
depresif yang menonjol, atau campuran dua gejala dengan besar yang sama
saat awitan. Selama perjalanan penyakit, dominasi gejala ansietas dan
depresif dapat bergantian. Prognosis nya tidak diketahui.5
3.7 PENATALAKSANAAN
Karena penelitian yang adekuat yang membandingkan cara
pengobatan untuk gangguan kecemasan-depresif campuran sekarang ini
belum tersedia, klinisi kemungkinan besar mengobati pasien atas dasar gejala
yang tampak, keparahannya dan tingkat kesenangan dan pengalaman klinisi
sendir terhadap berbagai modalitas pengobatan.2
Pendekatan psikoterapeutik mungkin melibatkan pendekatan yang
terbatas waktu, seperti terapi kognitif atau modifikasi perilaku, walaupun
beberapa klinisi menggunakan pendekatan psikoterapeutik yang kurang
terstruktur, seperti psikoterapi berorientasi-tilikan.2
Farmakoterapi untuk gangguan kecemasan-depresif campuran
mungkin termasuk obat antiansietas atau obat antidepresan atau keduanya. Di
antara obat ansiolitik, beberapa data menyatakan bahwa penggunaan
triazolobenzodiazepines (seperti contoh alprazolam) mungkin diindikasikan
karena efektivitas obat tersebut dalam mengobati depresi yang disertai
dengan kecemasan. Suatu obat yang mempengaruhi reseptor serotonin tipe-
1A (5-HT1A), seperti buspirone, mungkin juga diindikasikan. Diantara
antidepresan, walaupun teori noradrenergik menghubungkan gangguan
kecemasan dan gangguan depresif, antidepresan serotonergik (sebagai
contoh, fluoxetine) mungkin yang paling efektif di dalam mengobati
35
gangguan kecemasan-depresif campuran, walaupun data yang mendukung
anggapan tersebut tidak ada.2
BAB IVANALISIS KASUS
Ny IAP, perempuan, usia 21 tahun, menikah, pendidikan tamat SD,
perkerjaan ibu rumah tangga, dikonsulkan oleh bagian penyakit dalam RSUP Dr.
Mohammad Hoesin dengan keluhan gelisah sejak awal masuk RS. Dari
pemeriksaan alloanamnesis dengan suami pasien, diketahui sejak kurang lebih 8
bulan SMRS, setelah melahirkan anak pertama, Os mengeluh sulit tidur. Os
menjadi pendiam, sulit diajak berkomunikasi, sering berbicara sendiri, dan bicara
melantur. Os masih bisa makan dan minum seperti biasa. Os masih dapat merawat
diri sendiri. Os mulai menarik diri dari lingkungannya. Os belum berobat.
Kurang lebih 4 bulan SMRS, os menjadi gelisah. Os sulit tidur dan sudah
sulit merawat diri sendiri. Os bertambah pendiam, sulit diajak komunikasi, bicara
melantur, berbicara sendiri, dan marah-marah. Kurang lebih 6 bulan SMRS, os
mengeluh batuk yang tidak sembuh-sembuh. Os mengalami penurunan berat
badan, demam, dan sering berkeringat malam hari. Os dibawa ke IGD RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang tanggal 16 Oktober 2015 lalu di rawat inap di
Bangsal Aster E. Os didiagnosis kasus baru TB Paru.
Berdasarkan pengamatan pemeriksa, sensorium pasien saat dinilai adalah
kompos mentis, terdapat kontak mata yang tidak adekuat, inatensi, apatik, gelisah,
36
cemas, verbalisasi dan cara bicara yang kurang jelas. Afek terlihat labil dan mood
distimik. Gangguan persepsi seperti halusinasi sulit dinilai. Gangguan isi pikiran
seperti waham sulit dinilai.
Pada pasien ini, ditemukan gejala-gejala depresi seperti tidur terganggu,
nafsu makan menurun, dan konsentrasi dan perhatian berkurang. Penegakan
diagnosis episode depresi sedang belum dapat ditegakan karena gejala utama sulit
dinilai. Selain gejala depresi, pada pasien juga ditemukan adanya gejala
kecemasan. Pasien tampak gelisah dan terdapat overaktivitas otonom seperti
berkeringat.
Berdasarkan DSM-V maupun PPDGJ-III, gejala klinis yang ditemukan
pada pasien ini mengarah ke gangguan campuran anxietas dan depresi, dimana
terdapat gejala-gejala anxietas maupun depresi, namun masing-masing tidak
menunjukan rangkaian gejala yang cukup berat untuk menegakkan diagnosis
sendiri. Aksis I berupa gangguan campuran anxietas dan depresi (F 41.2).
Diagnosis aksis II tidak ada diagnosis. Hal ini berdasarkan tidak adanya gangguan
pada riwayat premorbid dan pasien dapat bersosialisai dengan baik. Diagnosis
aksis III adalah kasus baru TB Paru. Stresor untuk menegakan diagnosis aksis IV
belum jelas karena belum dilakukan autoanamnesis yang adekuat. GAF scale pada
pasien ini adalah 50-41.
Diagnosis banding pada kasus ini adalah gangguan cemas menyeluruh dan
episode depresif. Bila pasien menunjukan gejala primer anxietas seperti
kecemasan tentang masa depan, ketegangan motorik, overaktivitas otonom, maka
diagnosis gangguan cemas menyeluruh dapat ditegakan. Namun pada pasien
hanya gejala overaktivitas otonom berupa berkeringat yang ditemukan. Pasien
tidak menunjukan gejala utama depresi sehingga diagnosis episode depresi belum
dapat ditegakan.
Terapi yang diberikan berupa psikofarmaka dan psikoterapi. Psikofarmaka
yang diberikan berupa Risperidon 1 mg 1 x ½ sebagai antipsikosis, sandepril 5 mg
37
1 x ½ untuk mengurangi gejala depresi, dan, diazepam 5 mg 2 x 1/2 untuk
mengurangi kecemasan. Psikoterapi pada pasien ini lebih ditekankan kepada
psikoterapi keluarga, dimana keluarga dapat membantu dan mendukung
kesembuhan pasien. Selain itu, psikoterapi suportif ditujukan untuk memberi
dukungan dan perhatian kepada pasien dalam menghadapi masalah, serta
memotivasi pasien agar meminum obat secara teratur, meningkatkan kualitas gizi
dengan banyak makan dan minum, dan rutin kontrol setelah pulang dari
perawatan di rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan, Harold I., Sadock, Benyamin J. 1998. Anxietas dan Depresi dalam Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat. Jakarta : Widya Medika. Hal. 145-154 dan 227-232.
2. Kaplan, H., Sadock, Benjamin. 1997. Gangguan Kecemasan dalam Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Edisi ke-7 Jilid 2. Jakarta: Bina Rupa Aksara. Hal. 29-32.
3. Hawari, Dadang. 2011. Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal. 3-11 dan 17-22.
4. Maslim Rusdi. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ – III. Jakarta: PT Nuh Jaya. Hal. 64 dan 75.
38
5. Kaplan, Harold I., Sadock, Benyamin J. 2010. Gangguan Anxietas Yang Tidak Tergolongkan dalam Buku Ajar Psikiatri Klinis. Jakarta : EGC. Hal. 266-267.
39
40