STATUS PASIEN LAPORAN KASUS
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH KOTA TEGAL
Nama Mahasiswa : Ryan F Dokter Pembimbing : dr. H.R Setiyadi, Sp.A
NIM : 030.10.243 Tanda tangan :
I. IDENTITAS PASIEN
DATA PASIEN AYAH IBU
Nama By. Ny. U Tn. M Ny. U
Umur 5 hari 41 tahun 30 tahun
Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Perempuan
Alamat Sutapranan rt/rw: 06/02, Kec. Dukuhturi, Kab. Tegal
Agama Islam Islam Islam
Suku Bangsa Jawa Jawa Jawa
Pendidikan - SMA SMA
Pekerjaan - Petani Ibu Rumah Tangga
Penghasilan - Rp 2.500.000 -
Keterangan Hubungan orangtua dengan anak adalah anak kandung
Asuransi -
No. RM 797181
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu kandung pasien pada
hari Rabu, 16 September 2015, pukul 10.00 WIB, di Ruang Dahlia RSUD Kardinah.
a. Keluhan Utama
Menangis kurang kuat 40 menit setelah lahir
1
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien seorang bayi perempuan lahir di Ruang VK RSUD Kardinah pada
tanggal 11 September 2015, pukul 01.35 WIB secara spontan per vaginam dari ibu
G2P1A0 hamil 42 minggu, keadaan bayi saat lahir yaitu menangis kuat, air ketuban
jernih kental dan skor APGAR 8-9-9, dengan berat lahir 2800 gram, panjang badan
45 cm, lingkar kepala 31.5 cm dan lingkar dada 32 cm. Namun 30 menit setelah
kelahiran, bayi merintih dan ditemukan adanya napas cuping hidung serta retraksi
pada dada.
Selama kehamilan ibu melakukan kontrol rutin ke bidan tiap bulan, namun
hingga mencapai usia kehamilan 41 minggu belum dijumpai adanya tanda – tanda
persalinan dan dianjurkan untuk kontrol ke dokter SpOG. Oleh dokter SpOG
disarankan untuk dilakukan terminasi kehamilan dengan melakukan induksi. Ibu
pasien setuju dan dirawat di ruang Mawar RSUD Kardinah pada hari rabu 9
September 2015. Setelah dilakukan induksi persalinan hingga botol ketiga, lahirlah
bayi dengan keadaan saat lahir bugar skor APGAR 8-9-9.
Awalnya bayi sempat melakukan inisiasi menyusui dini namun 30 menit
kemudian, bayi merintih dan ditemukan adanya napas cuping hidung, sehingga
inisiasi menyusui dini tidak dilanjutkan. Lalu bayi dipindahkan ke ruang dahlia,
diberikan oksigen sungkup 2 liter/menit dan di observasi. Setelah dua jam observasi,
bayi masih merintih, masih ditemukan napas cuping hidung dan retraksi dada.
Kemudian bayi langsung dilaporkan kepada dokter spesialis anak, dan setuju untuk
dilakukan perawatan di Ruang Perinatologi Dahlia RSUD Kardinah dan mendapat
terapi sesuai dengan dokter spesialis anak.
Selama perawatan di Dahlia bayi di observasi. Dalam 24 jam pasien dapat
buang air kecil dan buang air besar, makan dan minum baik. Pasien masih sesak,
tidak demam, tidak kejang, tidak tampak biru, tidak tampak kuning dan tidak
terdapat kelainan bawaan. Selama perawatan di Dahlia bayi dipasangkan CPAP
kanul.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pasien riwayat penyakit dahulu belum dapat dievaluasi.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami hal seperti ini.
2
e. Riwayat Lingkungan Perumahan
Rumah kedua orangtua pasien merupakan kepemilikan pribadi. Rumah pasien
berukuran 5x10 meter terletak di daerah padat penduduk, jarak antara satu rumah
dengan rumah lainnya berdekatan. Tempat tinggal pasien memiliki 2 kamar tidur, 1
kamar mandi, 1 ruang tamu, 1 dapur. Rumah pasien memiliki 2 jendela yang terletak
di ruang tamu dan kamar tidur. Sehari-hari jendela tersebut dibuka sehingga rumah
mendapatkan sirkulasi udara. Cahaya matahari dapat masuk ke dalam rumah, lampu
tidak dinyalakan pada siang hari. Air berasal dari sumur, limbah rumah tangga
dialirkan ke selokan rumah.
Kesan: Keadaan lingkungan rumah padat dan sanitasi cukup baik, ventilasi dan
pencahayaan cukup baik.
f. Riwayat Sosial Ekonomi
Ayah pasien adalah seorang petani, dengan penghasilan perbulan rata-rata
kurang lebih Rp.2.500.000,- per bulan. Ibu pasien adalah seorang ibu rumah tangga
yang tidak mempunyai pemasukan. Ayah menanggung nafkah 3 orang yaitu 1 orang
istri dan 2 orang anak. Biaya pengobatan ditanggung oleh orang tua pasien.
Kesan: Riwayat sosial ekonomi kurang.
g. Riwayat Kehamilan dan Pemeriksaan Prenatal
Ibu pasien rutin memeriksakan kehamilan ke bidan. Selama hamil, kondisi ibu
baik tetapi besarnya kandungan kurang untuk usia kehamilannya dan dianjurkan
untuk perbanyak makan es krim dan alpukat. Mendapat imunisasi TT 1x selama
kehamilan. Ibu tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan dan jamu selama
kehamilan, tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol.
Oleh bidan, pasien sering dirujuk ke rumah sakit untuk memeriksakan
kehamilannya ke dokter SpOG, dikarenakan besar kandungan ibu yang kurang untuk
usia kehamilannya. Dari hasil USG didapatkan bahwa janin baik tetapi berat janin
kurang untuk usia kehamilannya.
Kemudian ibu pun memperbanyak konsumsi es krim dan alpukat, hingga besar
kandungannya sesuai dengan usia kehamilannya. Menginjak usia kehamilan 41
minggu belum ditemukan adanya tanda – tanda ibu untuk melahirkan, sehingga ibu
dirujuk oleh bidan ke dokter SpOG. Disarankan untuk diterminasi dengan
3
melakukan induksi persalinan. Pasien kemudian dirawat di ruang Mawar pada hari
rabu, 9 September 2015 untuk induksi persalinan.
Riwayat kencing manis, penyakit jantung, asma, TB, perdarahan dan trauma
disangkal oleh ibu pasien. Selama hamil, ibu makan 3x sehari berupa nasi, lauk pauk
dan sayuran. Ibu pasien sering mengkonsumsi es krim dan alpukat. Sejak awal
kehamilan sampai usia 41 minggu, berat badan ibu mengalami peningkatan
sebanyak 12 kg (dari 55 menjadi 67 kg, tinggi badan 160 cm).
Kesan: Riwayat pemeliharaan antenatal baik, kualitas dan kuantitas nutrisi
selama kehamilan baik.
h. Riwayat Persalinan
Tempat kelahiran : Ruang VK RSUD Kardinah
Penolong persalinan : Bidan
Cara persalinan : Spontan per vaginam
Masa gestasi : 42 minggu G2P1A0
Air ketuban : Jernih kental
Berat badan lahir : 2800 gram
Panjang badan lahir : 45 cm
Lingkar kepala : 31.5 cm
Lingkar dada : 32 cm
Langsung menangis : Ya
Nilai APGAR : 8-9-9
Kelainan bawaan : Tidak ada
Penyulit/ komplikasi : Serotinus
Kesan: Neonatus preterm, lahir spontan per vaginam dengan penyulit
serotinus, berat badan lahir cukup dan bayi bugar.
i. Riwayat Pemeliharaan Postnatal
Pemeliharaan setelah kehamilan dilakukan di ruang Mawar dan Dahlia RSUD
Kardinah.
Kesan: riwayat pemeliharaan postnatal belum dapat dievaluasi
j. Corak Reproduksi Ibu
4
Ibu P2A0, anak pertama perempuan berusia 6 tahun dan anak kedua (pasien)
perempuan berusia 5 hari dengan berat badan lahir cukup.
k. Riwayat Keluarga Berencana
Belum menggunakan KB.
l. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Pertumbuhan
o Belum dapat dievaluasi.
Perkembangan
o Riwayat perkembangan belum dapat dievaluasi.
m. Riwayat Makan dan Minum Anak
Riwayat makan dan minum belum dapat dievaluasi.
n. Riwayat Imunisasi
VAKSIN DASAR (umur) ULANGAN (umur)
BCG - - - - - -
DPT - - - - - -
POLIO - - - - - -
CAMPAK - - - - - -
HEPATITIS B 0 - - - - -
Kesan: imunisasi dasar belum lengkap
q. Silsilah Keluarga
5
Keterangan: = Laki-laki = Perempuan = Pasien
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Senin, tanggal 14 September 2015, pukul
10.30 WIB, di Ruang Dahlia.
a. Kesan Umum
Menangis : cukup kuat Pucat : (-)
Gerak : cukup aktif Sianosis : (-)
Kejang : (-) Retraksi : (+)
Ikterik : (+) kramer 5 Sesak : (+)
b. Tanda Vital
Tekanan darah : tidak dilakukan
Nadi : 124x/menit, reguler, isi dan ketegangan cukup
Laju nafas : 72x/menit, tidak teratur
Suhu : 36,40 C (aksila)
SpO2 : 99%
c. Data Antropometri
Berat badan sekarang : 2770 gr
Panjang badan sekarang : 45 cm
d. Status Internus
6
Kepala : mesosefali, lingkar kepala 31.5 cm
UUB masih terbuka, teraba datar, tegang (-), molase (-)
kaput suksadenum (-), sefal hematom (-)
Rambut: Hitam, lebat, tampak terdistribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (+/+), edema palpebra (-/-),
mata cekung (-/-), lakrimasi (-/-).
Hidung: Bentuk normal, deformitas (-), napas cuping hidung (-)
sekret (-), darah (-)
Telinga: Bentuk dan ukuran normal, recoil (segera/segera)
Mulut : Kering (-), sianosis (-), stomatitis (-), lidah normoglossia
labioschizis (-), palatoschizis (-)
Leher : pendek, pergerakan lemah, tumor (-), tanda trauma (-)
Thorax
Pulmo:
o Inspeksi : bentuk dada simetris kanan dan kiri
kulit kuning kemerahan, tidak ada efloresensi
bermakna, sternum dan iga normal
retraksi subcostal (+)
o Palpasi : simetris, tidak ada hemithoraks yang tertinggal
: areola berbintil, benjolan 5 mm
o Perkusi : pemeriksaan tidak dilakukan
o Auskultasi : SN vesikuler di kedua lapang paru
: ronki -/-, wheezing -/-
Cor:
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak.
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS IV midklavikula sinistra.
Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Auskultasi : S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-).
Abdomen:
Inspeksi : datar, tali pusat terawat
: venektasi (-), warna kulit agak merah muda
pucat (-), ikterik (+)
Auskultasi : Bising usus (+)
7
Palpasi : Supel
Hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Vertebra : spina bifida (-), meningocele (-)
Urogenital : perempuan, labia minor dan labia mayor menonjol
Anorektal : anus (+), diaper rash (-)
Ekstremitas : keempat ekstremitas lengkap, simetris, sklerema (-)
Superior Inferior
Akral Hangat +/+ +/+
Akral Sianosis - / - - / -
Akral Ikterik + / + + / +
CRT <2” <2”
Oedem - / - - / -
Tonus Otot Normotonus Normotonus
Trofi Otot Normotrofi Normotrofi
Refleks primitif
a) Refleks oral
Refleks hisap : (+)
Refleks rooting : (+)
b) Refleks moro : tidak dilakukan
c) Refleks palmar grasp : (+)
d) Refleks plantar grasp : (+)
IV. PEMERIKSAAN KHUSUS
1. Maturitas Bayi (Lubchenko)
Berat Lahir : 2800 gram
Usia Kehamilan : 42 minggu
Kesan : neonatus lebih bulan, sesuai untuk masa kehamilan
8
= 23 + 22 = 45 42 minggu
3. APGAR Score
0 1 2
ApperanceSeluruh tubuh
biru/pucat
Tubuh
kemerahan,
ekstremitas biru
Seluruh tubuh
kemerahan
Pulse Tidak ada <100x/menit >100x/menit
Grimmace Tidak bereaksi Gerakan sedikit Reaksi melawan
Activity LumpuhEkstremitas fleksi
sedikitGerakan aktif
Respiratory Tidak ada Lambat Menangis
APGAR score: menit pertama 1 – 2 – 1 – 2 – 2 = 8
: menit kelima 2 – 2 – 1 – 2 – 2 = 9
: menit kesepuluh 2 – 2 – 1 – 2 – 2 = 9
Tidak ada asfiksia
4. Downe Score
0 1 2
Frekuensi Napas < 60 x/menit 60-80 x/menit > 80 x/menit
Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat
Sianosis Tidak sianosisSianosis hilang
dengan O2
Sianosis menetap
walaupun diberi O2
Air Entry Udara masukPenurunan ringan
udara masuk
Tidak ada udara
masuk
Merintih Tidak merintihDapat didengar
dengan stethoscope
Dapat didengar
tanpa alat bantu
Downe Score 2 distress pernapasan ringan
5. Bell Squash Score
Partus tindakan (SC, vakum, sungsang)
Ketuban tidak normal
Kelainan bawaan
10
Asfiksia
Preterm
BBLR
Infus tali pusat
Riwayat penyakit ibu
Riwayat penyakit kehamilan
Bell Squash Score 0 tidak ada resiko neonatal infeksi
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Darah 11 September 2015 jam 10.11 WIB (Dahlia)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hemoglobin 18.2 g/dl 11.2 – 15.7
Leukosit 17.8 103/ul 5.0 – 20.0
Hematokrit 51.4 % 37 – 47
Trombosit 208 10^3/uL 150 – 521
Eritrosit 5.3 106/ul 4.1 – 5.1
RDW 17.0 % 11.5 – 14.5
MCV 98.1 U 80 – 96
MCH 34.7 Pcg 28 – 33
MCHC 35.3 g/dl 33 – 36
Glukosa Sewaktu 74 mg/dl 70 – 140
CRP Negatif Negatif
11
Laboratorium Darah CITO 13 September 2015 jam 09.30 WIB (Dahlia)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hemoglobin 11.2 g/dl 12.7 – 18.7
Leukosit 6.9 103/ul 5.0 – 20.0
Hematokrit 33.4 % 47 – 75
Trombosit 80 10^3/uL 217 – 497
Eritrosit 3.5 106/ul 3.7 – 6.1
RDW 18.1 % 11.5 – 14.5
MCV 96.5 U 84 – 128
MCH 39.4 Pcg 26 – 38
MCHC 35.7 g/dl 26 – 34
Laboratorium Darah 13 September 2015 jam 17.20 WIB (Dahlia)
Bilirubin total 14.21 mg/dl 3.4 – 11.5
Bilirubin direk 2.82 mg/dl 0 – 0.25
RONTGEN THORAX AP (12 September 2015)
Kesan : Cor dan Pulmo normal
12
VI. DAFTAR MASALAH
Daftar masalah pada kasus ini berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
Dari hasil anamnesis didapatkan bahwa selama masa kehamilan, kandungan ibu dikatakan
kecil untuk kehamilannya. Kemudian adanya penyulit selama kehamilan dan persalinan yaitu
serotinus, sehingga dilakukan induksi persalinan untuk terminasi kehamilan. Bayi lahir bugar
dengan APGAR skor 8-9-9, namun 30 menit kemudian saat inisiasi menyusui dini bayi
merintih dan terlihat sesak, kemudian bayi diberi oksigen sungkup 2 liter/menit dan di
observasi di ruang dahlia, 2 jam berselang bayi masih merintih dan terlihat sesak.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan bayi merintih, pernapasan yang cepat dan napas
cuping hidung disertai retraksi dinding dada menunjukkan bahwa pasien sesak. Menurut
Ballard Score usia gestasi 42 minggu yang menunjukan bayi lahir postterm (serotinus).
Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan peningkatan dari kadar bilirubin total dan
bilirubin direk yang menunjukan adanya hiperbilirubinemia karena cholestasis.
VII. DIAGNOSA BANDING
Distress pernapasan Neonatus Postterm Hiperbilirubinemia
Intrapulmoner
Ekstrapulmoner
Metabolik
Bayi sesuai untuk masa
kehamilan
Bayi kecil untuk masa
kehamilan
Bayi besar untuk masa
kehamilan
Obstructive cholestasis
Hepatocellular cholestasis
VIII. DIAGNOSIS KERJA
a) Neonatus Postterm
b) Bayi berat lahir cukup – sesuai masa kehamilan
c) Distress pernapasan
d) Cholestasis
IX. PENATALAKSANAAN
13
a. Medikamentosa
IVFD D10% + Ca Glukonas 20 cc 9 cc/ jam
Inj. pycin 200 mg/12 jam
O2 CPAP PEEP 6 cmH2O FiO2 30%
Ikalep 0.8 cc/jam
Sequest 3 x 1/5 (obat pulang)
Estazor 3 x 1/4 (obat pulang)
b. Nonmedikamentosa
Rawat intensif, monitor tanda vital
Oksigenasi menggunakan CPAP nasal
Pasang OGT
Diet tunda → bila stabil ASI 8 x 10cc
Edukasi keluarga pasien mengenai penyakit, terapi dan komplikasinya
X. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
XI. SARAN PEMERIKSAAN
- USG hepatobilier
- Darah lengkap
- SGOT / SGPT
- AGD
14
XII. PERJALANAN PENYAKIT
11 September 2015 (Mawar-Dahlia)
Hari Perawatan ke-0
12 September 2015 (Dahlia)
Hari Perawatan ke-1
S Lahir bayi perempuan secara spontan
per vaginam dari ibu G2P1A0 hamil 42
minggu, keadaan bayi saat lahir yaitu
air ketuban jernih kental dan skor
APGAR 8-9-9, dengan berat lahir 2800
gram, panjang lahir 45 cm, lingkar
kepala 31.5 cm → 30 menit kemudian
bayi merintih, napas cuping hidung (+)
diberi O2 sungkup 2 l/menit, observasi
2 jam, masih merintih, napas cuping
hidung (+), retraksi (+) subcostal
S Demam (-), sesak (+), kejang (-), BAK
(+), BAB (+), pucat (-), biru (-), tampak
kuning (+)
O KU: Menangis kurang kuat (merintih),
gerak kurang aktif, kulit kemerahan
O KU: Menangis cukup kuat, gerak cukup
aktif, retraksi (+), sianosis (-), ikterik
15
(+), retraksi (+) subcostal
TTV: HR 101x/m, RR 70x/m, S 37.2 0C, SpO2 95%
Kepala: Mesosefali, UUB datar, molase
(-)
Mata: CA (-/-), SI (-/-)
Toraks: SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-), BJ
1-2 reguler, m (-), g (-)
Abdomen: Supel, BU (+)
Ekstremitas atas: AD (-/-), OE (-/-)
Ekstremitas bawah: AD (-/-), OE (-/-)
(+) kramer 5
TTV: HR 153x/m, RR 40x/m tidak
teratur, S 37.2 0C, SpO2 95%, BB
2815 gram
Kepala: Mesosefali, UUB datar, molase
(-)
Mata: CA (-/-), SI (+/+)
Toraks: SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-), BJ
1-2 reguler, m (-), g (-)
Abdomen: Supel, BU (+)
Ekstremitas atas: AD (-/-), OE (-/-)
Ekstremitas bawah: AD (-/-), OE (-/-)
Terpasang IVFD D10% + Ca gluconas
20 cc → 8 cc/jam, CPAP Nasal PEEP 6
FiO2 30%, OGT (+)
A BBLC, postterm lahir spontan, distress
pernapasan susp. TTN
A BBLC, postterm lahir spontan, distress
pernapasan susp. TTN
P Langkah awal:
Observasi KU dan TTV
O2 sungkup 2 l/menit
Advis SpA:
Pindah ruang Dahlia
IVFD D10 + Ca gluconas 9 cc/jam
CPAP dengan PEEP 6 cmH20,
FiO2 30%
Inj pycin 200mg/12jam
Diet tunda → 4 jam stabil ASI 8 x
5cc (sonde)
Rontgen Thorax AP
P IVFD D10% + Ca Glukonas 20 cc
8 cc/jam
O2 CPAP nasal kanul (PEEP 6
FiO2 25%)
Inj pycin 200mg/12jam
Inj Ikalep 0.8 cc/jam
Diet ASI 8 x 15-20 cc (sonde)
13 September 2015 (Dahlia)
Hari Perawatan ke-2
14 September 2015 (Dahlia)
Hari Perawatan ke-3
S Demam (-), sesak (+), kejang (-), BAK S Demam (-), sesak (+), kejang (-), BAK
16
(+), BAB (+), pucat (-), biru (-), tampak
kuning (+)
(+), BAB (+), pucat (-), biru (-), tampak
kuning (+)
O KU: Menangis cukup kuat, gerak cukup
aktif, retraksi (+), sianosis (-), ikterik
(+) kramer 5
TTV: HR 141x/m, RR 81x/m, S 36.4 0C, SpO2 96%, BB 2780 gram
Kepala: Mesosefali, UUB datar, molase
(-)
Mata: CA (-/-), SI (+/+)
Toraks: SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-), BJ
1-2 reguler, m (-), g (-)
Abdomen: Supel, BU (+)
Ekstremitas atas: AD (-/-), OE (-/-)
Ekstremitas bawah: AD (-/-), OE (-/-)
Kebutuhan cairan 90 x 2.78 = 250.2 cc/
hari
CPAP PEEP 6 cmH2O FiO2 25%
IVFD Glukosa 10% + Ca gluconas 20
cc → 8 cc/jam
OGT (+)
O KU: Menangis cukup kuat, gerak cukup
aktif, retraksi (+), sianosis (-), ikterik
(+) kramer 5
TTV: HR 124x/m, RR 72x/m, S 36.4 0C, SpO2 99%, BB 2770 gram
Kepala: Mikrosefali, UUB datar,
molase (-)
Mata: CA (-/-), SI (+/+)
Toraks: SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-), BJ
1-2 reguler, m (-), g (-)
Abdomen: Supel, BU (+)
Ekstremitas atas: AD (-/-), OE (-/-)
Ekstremitas bawah: AD (-/-), OE (-/-)
Kebutuhan cairan = 100 x 2.77 = 277
cc/hari
CPAP PEEP 6 cmH2O FiO2 25%
IVFD Glukosa 10% → 8 cc/jam
OGT (+)
A BBLC, postterm lahir spontan, distress
pernapasan susp. TTN
A BBLC, postterm lahir spontan, distress
pernapasan susp. TTN,
hiperbilirubinemia DD/cholestasis
P Terapi lanjut
Fototerapi
P IVFD D10% + Ca Glukonas 20 cc
8 cc/jam
O2 CPAP nasal kanul (PEEP 6
FiO2 25%)
Inj pycin 200mg/12jam
Diet ASI/low lactose 8 x 20 cc
(sonde)
Fototerapi stop
17
15 September 2015 (Dahlia)
Hari Perawatan ke-4
16 September 2015 (Dahlia)
Hari Perawatan ke-5
S Demam (-), sesak <<, kejang (-), BAK
(+), BAB (+), pucat (-), biru (-), tampak
kuning (+)
S Demam (-), sesak (-), kejang (-), BAK
(+), BAB (+), pucat (-), biru (-), tampak
kuning (+)
O KU: Menangis cukup kuat, gerak cukup
aktif, retraksi (+) minimal, sianosis (-),
ikterik (+) kramer 5
TTV: HR 110x/m, RR 64x/m, S 36 0C,
SpO2 94%, BB 2800 gram
Kepala: Mesosefali, UUB datar, molase
(-)
Mata: CA (-/-), SI (+/+)
Toraks: SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-), BJ
1-2 reguler, m (-), g (-)
Abdomen: Supel, BU (+)
Ekstremitas atas: AD (-/-), OE (-/-)
Ekstremitas bawah: AD (-/-), OE (-/-)
Kebutuhan cairan 110 x 2.8 = 308 cc/
hari
IVFD D10% → 5.8 cc/jam
CPAP PEEP 5 cmH2O FiO2 25%
O KU: Menangis kuat, gerak aktif,
retraksi (-), sianosis (-), ikterik (+)
kramer 5
TTV: HR 140x/m, RR 56x/m, S 35.4 0C, BB 2760 gram
Kepala: Mesosefali, UUB datar, molase
(-)
Mata: CA (-/-), SI (+/+)
Toraks: SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-), BJ
1-2 reguler, m (-), g (-)
Abdomen: Supel, BU (+)
Ekstremitas atas: AD (-/-), OE (-/-)
Ekstremitas bawah: AD (-/-), OE (-/-)
Kebutuhan cairan = 120 x 2.76 = 331.2
cc/hari
IVFD Glukosa 10% → 5 cc/jam
A BBLC, postterm lahir spontan, distress
pernapasan susp. TTN,
hiperbilirubinemia DD/cholestasis
A BBLC, postterm lahir spontan, distress
pernapasan susp. TTN,
hiperbilirubinemia DD/cholestasis
P O2 ganti low flow
Pindah ruangan
IVFD KA-EN 1B + Ca gluconas 2
ampul → 5 cc/jam
Inj pycin 200mg/12jam
ASI 8 x 20-30 cc
P IVFD KA-EN 1B + Ca gluconas 2
ampul → 5 cc/jam
Inj pycin 200mg/12jam
Estazor (Ursodeoxycholic acid)
3x1/4
Sequest (Cholestyramine) 3x1/5
18
ASI 8 x 20-30 cc
17 September 2015 (Dahlia)
Hari Perawatan ke-6
S Demam (-), sesak (-), kejang (-), BAK
(+), BAB (+), pucat (-), biru (-), tampak
kuning (+)
O KU: Menangis kuat, gerak aktif,
retraksi (-), sianosis (-), ikterik (+)
kramer 5
TTV: HR 140x/m, RR 44x/m, S 36.4 0C, BB 2740 gram
Kepala: Mesosefali, UUB datar, molase
(-)
Mata: CA (-/-), SI (+/+)
Toraks: SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-), BJ
1-2 reguler, m (-), g (-)
Abdomen: Supel, BU (+)
Ekstremitas atas: AD (-/-), OE (-/-)
Ekstremitas bawah: AD (-/-), OE (-/-)
Kebutuhan cairan 130 x 2.74 = 411 cc/
hari
IVFD KA-EN 1B + Ca Glukonas 2
ampul → 5 cc/jam
A BBLC, postterm lahir spontan, distress
pernapasan susp. TTN,
hiperbilirubinemia DD/cholestasis
P Acc pulang
Estazor 3 x 1/4
Sequest 3 x 1/5
19
ANALISIS KASUS
Pasien bayi perempuan usia 6 hari, didiagnosis dengan Neonatus Postterm, Bayi Berat
Lahir Cukup – Sesuai Masa Kehamilan, Distress pernapasan susp. TTN dan
Hiperbilirubinemia DD/Cholestasis. Dasar diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang.
Masalah Interpretasi
Anamnesis
- Pada anamnesis didapatkan bahwa
pasien lahir bugar, namun beberapa
saat kemudian pasien merintih dan
tampak sesak.
- Pasien lahir lewat waktu (postterm)
Distress pernapasan pada bayi ini dapat
disebabkan oleh faktor yang berasal dari
intrapulmoner, ekstrapulmoner ataupun
metabolik. Dari faktor intrapulmoner
dapat disebabkan oleh Transient
Tachypnea of Newborn, Hyalin Membrane
Disease, Aspiration Syndrome, Agenesis
20
paru, Bronkopneumonia. Dari faktor
ekstrapulmoner dapat disebabkan oleh
adanya anemia berat, Penyakit Jantung
Bawaan, kelainan SSP, hernia
diafragmatika. Dari faktor metabolik dapat
disebabkan oleh hipoglikemia, hipotermi,
Electrolyte Imbalance. Distress
pernapasan yang terjadi pada kasus ini
dicurigai karena Transient Tachypnea of
Newborn dimana terdapat laju pernapasan
yang cepat, bayi merintih, napas cuping
hidung, terjadi beberapa saat setelah bayi
lahir dan merupakan self-limited disease
dengan prognosis yang baik serta resolusi
dari penyakit ini terjadi ±72 jam (pada
kasus ini hari ke-4 keluhan sudah
membaik).
Keadaan postterm (serotinus) juga
mungkin menjadi salah satu penyebab
terjadinya distress pernapasan pada bayi
ini karena sirkulasi feto-plasenter yang
sudah tidak baik.
Pemeriksaan Fisik
- Pasien menangis tidak kuat (merintih)
- Retraksi dinding dada
- Tachypnea
- Downe skor 2
- Sklera ikterik, kulit ikterik kramer 5
Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien
menangis tidak kuat (merintih) disertai
dengan retraksi dinding dada dan laju
napas yang cepat, menunjukan adanya
distress pernapasan yang kemungkinan
besar disebabkan oleh Transient
Tachypnea of Newborn. Downe skor 3
menunjukkan adanya gangguan
pernapasan ringan.
21
Selain itu didapatkan juga sklera dan kulit
yang ikterik hingga kramer 5 menunjukan
adanya hiperbilirubinemia yang dapat
disebabkan oleh banyak faktor mulai dari
faktor produksi yang meningkat
(hemolisis sel darah merah, sepsis), faktor
transport yang rendah (penurunan kada
albumin), faktor ekskresi yang menurun
(defisiensi enzim hati, hepatocellular
cholestasis, obstructive cholestasis).
Pemeriksaan Penunjang (Laboratorium)
Hasil laboratorium darah:
Bilirubin Total 14.21 mg/dl
Bilirubin Direk 2.82 mg/dl
Pada hasil laboratorium didapatkan
peningkatan kadar bilirubin total dan
direk, hal ini menunjukan adanya
penurunan ekskresi bilirubin direk
(cholestasis) yang dapat disebabkan oleh
sumbatan pada sistem biliaris.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI SISTEM HEPATOBILIER
22
B. DEFINISI
Kolestasis adalah gangguan pembentukan, sekresi dan pengaliran empedu mulai dari
hepatosit, saluran empedu intrasel, ekstrasel dan ekstra-hepatal. Hal ini dapat menyebabkan
perubahan indikator biokimia, fisiologis, morfologis, dan klinis karena terjadi retensi bahan-
bahan larut dalam empedu. Dikatakan kolestasis apabila kadar bilirubin direk melebihi 2.0
mg/dl atau 20% dari bilirubin total.2
Kolestasis adalah kegagalan aliran cairan empedu masuk duodenum dalam jumlah
normal. Gangguan dapat terjadi mulai dari membrana-basolateral dari hepatosit sampai
tempat masuk saluran empedu ke dalam duodenum. Dari segi klinis didefinisikan sebagai
akumulasi zat-zat yang diekskresi ke dalam empedu seperti bilirubin, asam empedu, dan
kolesterol di dalam darah dan jaringan tubuh. Secara patologi-anatomi kolestasis adalah
terdapatnya timbunan trombus empedu pada sel hati dan sistem bilier.
Kolestasis merupakan respon alternatif atau bersamaan terhadap jejas. Kolestasis ini
didefinisikan sebagai akumulasi dari bahan-bahan dalam serum yang secara normal
diekskresi ke dalam empedu seperti bilirubin, kolesterol, asam empedu, dan elemen renik.
Biopsi hati menampakkan akumulasi empedu dan pigmen empedu di parenkim. Pada
23
obstruksi ekstrahepatik, pigmen empedu mungkin bisa dilihat di duktus biliaris intralobularis
atau seluruh parenkim sebagai danau-danau empedu atau infark. Kolestasis bisa juga terlihat
tanpa bukti adanya obstruksi duktus biliaris apabila ada jejas hepatosit atau perubahan pada
fisiologi hati menyebabkan pengurangan kecepatan sekresi larut dan air. Agaknya penyebab
dapat meliputi perubahan pada ultrastruktur atau sitoskeleton hepatosit, perubahan pada
organela yang menyebabkan sekresi empedu, perubahan dalam aktivitas enzim, atau
perubahan pada permeabilitas aparatus kanalikuler empedu. Hasil akhirnya tidak bisa
dibedakan secara klinis dari kolestasis obstruktif.2,3
C. PATOFISIOLOGI
Empedu adalah cairan yang disekresi hati berwarna hijau kekuningan merupakan
kombinasi produksi dari hepatosit dan kolangiosit. Empedu mengandung asam empedu,
kolesterol, phospholipid, toksin yang terdetoksifikasi, elektrolit, protein, dan bilirubin
terkonyugasi. Kolesterol dan asam empedu merupakan bagian terbesar dari empedu sedang
bilirubin terkonyugasi merupakan bagian kecil. Bagian utama dari aliran empedu adalah
sirkulasi enterohepatik dari asam empedu. Hepatosit adalah sel epetelial dimana permukaan
basolateralnya berhubungan dengan darah portal sedang permukaan apikal (kanalikuler)
berbatasan dengan empedu. Hepatosit adalah epitel terpolarisasi berfungsi sebagai filter dan
pompa bioaktif memisahkan racun dari darah dengan cara metabolisme dan detoksifikasi
intraseluler, mengeluarkan hasil proses tersebut ke dalam empedu. Salah satu contoh adalah
penanganan dan detoksifikasi dari bilirubin tidak terkonjugasi (bilirubin indirek). Bilirubin
tidak terkonjugasi yang larut dalam lemak diambil dari darah oleh transporter pada membran
basolateral, dikonyugasi intraseluler oleh enzim UDPGTa yang mengandung P450 menjadi
bilirubin terkonjugasi yang larut air dan dikeluarkan ke dalam empedu oleh transporter mrp2.
mrp2 merupakan bagian yang bertanggungjawab terhadap aliran bebas asam empedu.
Walaupun asam empedu dikeluarkan dari hepatosit ke dalam empedu oleh transporter lain,
yaitu pompa aktif asam empedu. Pada keadaan dimana aliran asam empedu menurun, sekresi
dari bilirubin terkonyugasi juga terganggu menyebabkan hiperbilirubinemia terkonyugasi.
Proses yang terjadi di hati seperti inflamasi, obstruksi, gangguan metabolik, dan iskemia
menimbulkan gangguan pada transporter hepatobilier menyebabkan penurunan aliran empedu
dan hiperbilirubinemi terkonjugasi.2
Terdapat 4 mekanisme dimana hiperbilirubinemia dan ikterus dapat terjadi :
1. Pembentukan bilirubin berlebihan
24
2. Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonyugasi oleh hati
3. Gangguan konyugasi bilirubin
4. Pengurangan eksresi bilirubin terkonyugasi dalam empedu akibat faktor intra hepatik dan
ekstra hepatik yang bersifat obstruksi fungsional/mekanik.
Metabolisme B ilirubin
Hemoglobin
Heme
Hemoksigenase
Biliverdin
Biliverdin - reductase
Bilirubin indirek (bebas) Lipofilik
kompleks bilirubin - albumin
Ambilian : protein - y ; protein – z
Konjugasi (glukuronil transferase)
Bilirubin direk (conjugated) Hidrofilik
Hidrolisis bakteri usus
Bilirubin :
Sterkobilin
Urobilinogen
Metabolisme Bilirubin
25
ERITROSIT
HATI
EMPEDU
USUS
SIKLUS enterohepatik
ENTEROHEPATIK
Penyebab ikterus kholestatik bisa intra hepatik atau ekstra hepatik. Penyebab intra
hepatik adalah inflamasi, batu, tumor, kelainan kongenital duktus biliaris. Kerusakan dari sel
paremkim hati menyebabkan gangguan aliran dari garam bilirubin dalam hati akibatnya
bilirubin tidak sempurna dikeluarkan ke dalam duktus hepatikus karena terjadinya retensi dan
regurgitasi. Jadi akan terlihat peninggian bilirubin terkonyugasi dan bilirubin tidak
terkonjugasi dalam serum. Penyumbutan duktus biliaris yang kecil intrahepatal sudah cukup
menyebabkan ikterus. Kadang-kadang kholestasis intra hepatal disertai dengan obstruksi
mekanis di daerah ekstra hepatal. Obstruksi mekanik dari aliran empedu intra hapatal yang
disebabkan oleh batu/hepatolith biasanya menyebabkan fokal kholestasis, keadaan ini
biasanya tidak terjadi hiper bilirubinemia karena dikompensasi oleh hepar yang masih baik.
Kholangitis supuratif yang biasanya disertai pembentukan abses dan ini biasanya yang
menyebabkan ikterus. Infeksi sistemik dapat mengenai vena porta akan menyebabkan invasi
ke dinding kandung empedu dan traktus biliaris. Pada intra hepatik kholestasis biasanya
terjadi kombinasi antara kerusakan sel hepar dan gangguan metabolisme (kholestasis dan
hepatitis).2,3
Ekstra hepatik kholestatik disebabkan gangguan aliran empedu ke dalam usus sehingga
akibatnya terjadi peninggian bilirubin terkonyugasi dalam darah. Penyebab yang paling
sering dari ekstra hepatik kholestatik adalah batu di duktus kholedekhus dan duktus sistikus,
26
tumor duktus kholedekus, kista duktus kholeskhus, tumor kaput pankreas, sklerosing
kholangitis.
Perubahan F ungsi H ati pada K olestasis
Pada kolestasis yang berkepanjangan terjadi kerusakan fungsional dan struktural:
A. Proses Transpor Hati
Proses sekresi dari kanalikuli terganggu, terjadi inversi pada fungsi polaritas dari
hepatosit sehingga elminasi bahan seperti bilirubin terkonjugasi, asam empedu, dan lemak
kedalam empedu melalui plasma membran permukaan sinusoid terganggu.
B. Transformasi dan Konjugasi dari Obat dan Zat Toksik
Pada kolestasis berkepanjangan efek detergen dari asam empedu akan menyebabkan
gangguan sitokrom P-450. Fungsi oksidasi, glukoronidasi, sulfasi dan konjugasi akan
terganggu.
C. Sintesis Protein
Sintesis protein seperti alkali fosfatase dan GGT, akan meningkat sedang produksi
serum protein albumin-globulin akan menurun.
D. Metabolisme Asam Empedu dan Kolesterol
Kadar asam empedu intraseluler meningkat beberapa kali, sintesis asam empedu dan
kolesterol akan terhambat karena asam empedu yang tinggi menghambat HMG-CoA
reduktase dan 7 alfa-hydroxylase menyebabkan penurunan asam empedu primer sehingga
menurunkan rasio trihidroksi/dihidroksi bile acid sehingga aktifitas hidropopik dan
detergenik akan meningkat. Kadar kolesterol darah tinggi tetapi produksi di hati menurun
karena degradasi dan eliminasi di usus menurun.
E. Gangguan pada Metabolisme Logam
Terjadi penumpukan logam terutama Cu karena ekskresi bilier yang menurun. Bila
kadar ceruloplasmin normal maka tidak terjadi kerusakan hepatosit oleh Cu karena Cu
mengalami polimerisasi sehingga tidak toksik.
F. Metabolisme Cysteinyl Leukotrienes
27
Cysteinyl leukotrienes suatu zat bersifat proinflamatori dan vasoaktif dimetabolisir dan
dieliminasi di hati, pada kolestasis terjadi kegagalan proses sehingga kadarnya akan
meningkat menyebabkan edema, vasokonstriksi, dan progresifitas kolestasis. Oleh karena
diekskresi diurin maka dapat menyebabkan vaksokonstriksi pada ginjal.
G. Mekanisme Kerusakan Hati Sekunder
1. Asam Empedu
Terutama litokolat merupakan zat yang menyebabkan kerusakan hati melalui aktifitas
detergen dari sifatnya yang hidrofobik. Zat ini akan melarutkan kolesterol dan fosfolipid dari
sistim membran sehingga intregritas membran akan terganggu. Maka fungsi yang
berhubungan dengan membran seperti Na+, K+-ATPase, Mg++-ATPase, enzim-enzim lain dan
fungsi transport membran dapat terganggu, sehingga lalu lintas air dan bahan-bahan lain
melalui membran juga terganggu. Sistem transport kalsium dalam hepatosit juga terganggu.
Zat-zat lain yang mungkin berperan dalam kerusakan hati adalah bilirubin, Cu, dan cysteinyl
leukotrienes namun peran utama dalam kerusakan hati pada kolestasis adalah asam empedu.
2. Proses Imunologis
Pada kolestasis didapat molekul HLA I yang mengalami display secara abnormal pada
permukaan hepatosit, sedang HLA I dan II diekspresi pada saluran empedu sehingga
menyebabkan respon imun terhadap sel hepatosit dan sel kolangiosit. Selanjutnya akan terjadi
sirosis bilier.
D. ETIOLOGI
Kolestasis Intrahepatik
a. Idiopatik
1. Hepatitis neonatal idiopatik
2. Lain-lain : Sindrom Zellweger
b. Anatomik
1. Hepatik fibrosis kongenital/ penyakit polikistik infantil
28
2. Penyakit Caroli
3. Sepsis
4. Hepatitis virus dan hepatitis karena obat
5. Mutasi transpor empedu
6. Sirosis bilier primer
7. Reaksi penolakan transplantasi hati
Gambar 1. Penyebab ikterus obstruksi secara anatomi
c. Kelainan Metabolik
1. Kelainan metabolisme asam amino, lipid, karbohidrat, asam empedu
2. Penyakit metabolik lain : def α1 – antitripsin, hipotiroid, hipopituitarisme
d. Infeksi
1. Hepatitis virus A, B, C
2. TORCH, reovirus, dll
e. Genetik/ kromosomal
1. Sindrom Alagile
2. Sindrom Down, Trisomi E
f. Lain-lain
Nutrisi parenteral total, histiositosis x, renjatan, obstruksi intestinal, sindrom
polisplenia, lupus neonatal.
Diagnosis diferensial kolestasis intrahepatik pada bayi dan upaya diagnostiknya
Penyakit Strategi Diagnostik Utama
29
1. Infeksi
*Infeksi congenital
- Toksoplasma
- Rubella
- Cytomegalovirus
- Herpes simpleks
- Sifilis
- Human herpesvirus-6, herpes
zoster
- Hepatits B
- Hepatitis C
- Human immunodeficiency virus
- Parvovirus B19
- Syncytial giant cell hepatitis
* Infeksi lain
- Tuberkulosis
- Sepsis
- Sepsis virus enterik (echoviruses,
Coxsackie A dan B, adenovirus)
IgM-anti toksoplasma
IgM-anti rubella
Kultur virus urin, IgM-anti CMV
Mikroskop elektron/ kultur virus vesikel
STS, VDRL, FTA-ABS, Ro Tulang panjang
Serologi
HBsAg, IgM-antiHBc, HBV-DNA
HCV-RNA (RT-PCR)
Anti-HIV, immunoglobulin, CD4
IgM antibody
Giant cell hepatitis pada biopsi hati
Mantoux, radiologi toraks
Kultur darah
Serologik, kultur virus cairan likuor
2. Kelainan genetik
- Trisomi 18 (21), cat eye syndrome
Kariotip
GGT, tes genetik
30
- Penyakit Byler
3. Kelainan endokrin
- Hipopituitarism (displasia septo-
optik)
- Hipotiroidism
Kortisol, TSH ↓, T4↓
TSH↑, T4↓, free T4↓, T3↓
4. Paucity duktus biliaris
- Sindrom Alagille
- Paucity duktus non sindromik
Ekokardiogram, embriotokson posterior, “butterfly
vertebrae”
Paucity pada biopsi
5. Kelainan struktur
- Carolli disease
USG, kolangiografi
6. Kelainan metabolik
- Def. alfa 1 antitripsin
- Fibrosis kistik
- Galaktosemia
- Tirosinemia
- Fruktosemia herediter
- Glycogen storage disease tipe IV
- Niemann-Pick Tipe A
Kadar alfa 1 antitripsin serum, tipe PI
Sweat chloride, immunoreactive trypsin
Galaktose 1-6 phospate uridyltransferase
Tirosin serum, methionin, AFP, suksinilaseton urin
Biopsi hati: mik.elektron, aktivitas enzim
Biopsi hati
Aspirasi sum –sum tulang, spingomielinase
Storage cells pada aspirasi sum-sum tulang, hati; biopsi
rektum
31
- Niemann-Pick tipe C
- Penyakit Wolman
- Kel.sintesis as.empedu primer
- Sindrom Zellweger
Radiologi kel.adrenal
As.empedu urin
Gambaran very long chain fatty acid
7. Imunologik
- L.E. neonatal
- Hepatitis neonatal dengan AHA
Antibodi anti-Ro (bayi dan ibu)
Coombs’ test, giant cell hepatitis
8. Toksik
- TPN
- Obat
Riwayat TPN
obat
Kolestasis Ekstrahepatik
a. Atresia bilier
b. Hipoplasia bilier, stenosis duktus bilier
c. Massa (kista, neoplasma, batu)
d. Inspissated bile syndrome , dll
Saluran empedu ekstrahepatik
Biliary atresia
Choledochal cyst dan choledochocele
Biliary hipoplasia
Choledocholithiasis
32
Bile duct perforation
Neonatal sclerosing cholangitis
Saluran empedu intrahepatik
Syndromic paucity
(sindrom Alagille, mutasi pada JAGGED1)
Nonsyndromic Paucity
Hypothyroidism
Bile duct disgenesis
Congenital hepatic fibrosis
Ductal plate malformation
Polycystic kidney disease
Caroli’s disease
Hepatic cyst
Cystic fibrosis
Langerhans cell histiocytosis
Hyper-Ig-M syndrome
Hepatocytes
Sepsis-associated cholestasis
Neonatal hepatitis
Viral infections
Hepatitis B
Cytomegalo virus (juga menginfeksi cholangiocytes)
E. Klasifikasi4,6
Secara garis besar kolestasis dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Kolestasis Ekstrahepatik, Obstruksi Mekanis Saluran Empedu Ekstrahepatik
33
Secara umum kelainan ini disebabkan lesi kongenital atau didapat. Merupakan kelainan
nekroinflamatori yang menyebabkan kerusakan dan akhirnya pembuntuan saluran empedu
ekstrahepatik, diikuti kerusakan saluran empedu intrahepatik. Penyebab utama yang pernah
dilaporkan adalah proses imunologis, infeksi virus terutama CMV dan Reo virus tipe 3, asam
empedu yang toksik, iskemia dan kelainan genetik. Biasanya penderita terkesan sehat saat
lahir dengan berat badan lahir, aktifitas dan minum normal. Ikterus baru terlihat setelah
berumur lebih dari 1 minggu. 10-20% penderita disertai kelainan kongenital yang lain seperti
asplenia, malrotasi dan gangguan kardiovaskuler. Deteksi dini dari kemungkinan adanya
atresia bilier sangat penting sebab efikasi pembedahan hepatik-portoenterostomi (Kasai) akan
menurun apabila dilakukan setelah umur 2 bulan. Pada pemeriksaan ultrasound terlihat
kandung empedu kecil dan atretik disebabkan adanya proses obliterasi, tidak jelas adanya
pelebaran saluran empedu intrahepatik. Gambaran ini tidak spesifik, kandung empedu yang
normal mungkin dijumpai pada penderita obstruksi saluran empedu ekstrahepatal sehingga
tidak menyingkirkan kemungkinan adanya atresi bilier.
Gambaran histopatologis ditemukan adanya portal tract yang edematus dengan
proliferasi saluran empedu, kerusakan saluran dan adanya trombus empedu didalam duktuli.
Pemeriksaan kolangiogram intraoperatif dilakukan dengan visualisasi langsung untuk
mengetahui patensi saluran bilier sebelum dilakukan operasi Kasai.
Jika terjadi obstruksi empedu, perubahan hepar dapat terjadi dengan cepat dan ikterus
dapat terlihat dalam 36 jam. Setelah 2 minggu akan ditemukan ruptur dari duktus
interlobuler. Pada kolangitis akan ditemukan lekosit polimorfonuklear pada kandung empedu
dan sinusoid. Ikterus obstruktif ekstrahepatik kemungkinan disebabkan oleh adanya obstruksi
fisik pada saluran empedu pada umumnya diluar hati, menimbulkan gejala kolestasis akut.
Kolestasis ekstrahepatik disebabkan oleh :
· Batu empedu
· Carsinoma pancreas dan ampula
· Striktur saluran empedu
· Cholangiocarsinoma
· Sklerosing Cholangitis primer atau sekunder
Ikterus obstruksi ekstra hepatik memberikan 3 perubahan klasik pada traktus portal :
1. Oedema jaringan ikat
2. Proliferasi duktus
3. Infiltrasi neutrofil
34
Gambaran ini dinamakan “ductular reaction”. Pada gambaran mikroskopik ikterus
obstruktif selalu ditemukan cairan empedu karena adanya peningkatan tekanan di traktus
porta, sehingga terjadi reaksi duktuler yang salah satunya adalah proliferasi duktus bilier
yang baru. Proliferasi duktus dipengaruhi oleh peningkatan perfusi di daerah perivaskuler
pleksus bilier, stimulasi reseptor adrenergik dan dopaminergik yaitu taurocholate dan
taurolithocholate dan peningkatan AMP siklik dan interleukin 6. Infiltrasi netrofil akan
terjadi pada ikterus obstruksi dengan adanya reaksi sitokin kompleks dan chemokine.
Gambaran periduktus dan fibrosis seperti kulit bawang (onion-skin fibrosis) dapat ditemukan
pada kolestasis ekstrahepatik dimana terjadi obstruksi aliran empedu dalam waktu yang lama.
Keadaan ini dapat juga terjadi pada Primary Sclerosing Cholangitis. Pada keadaan ikterus
obstruktif yang disebabkan oleh batu empedu, striktur empedu atau karsinoma pankreas,
gambaran klinik jelas dengan ikterus progresif dan peningkatan kadar alkali fosfatase serum
dan bilirubin serum. Diagnosis umumnya tegak dengan pemeriksaan Ultrasonografi dengan
konfirmasi pada saat tindakan operasi.
Primary Sclerosing Cholangitis
Primary sklerosing cholangitis terjadi penyempitan dari saluran empedu karena adanya
stenosis dan dilatasi duktus bilier intrahepatik dan ekstrahepatik. Karakteristik Sklerosis
kolangitis primer adalah peradangan/inflamasi kronik pada saluran empedu (periduktus ekstra
hepatik) yang menyebabkan fibrosis obliterasi dan striktur pada sistem bilier. Gambaran
patologi anatomi tampak infiltrasi pada zona portal oleh limfosit besar, sel polimorfonuklear,
kadang makrofag dan eosinofil. Pada duktus interlobuler tampak inflamasi periduktus. Tahap
lanjut gambaran fibrosis pada traktus portal sampai duktus bilier yang kecil (“onion skin
appearance”). Diagnosis pasti jika ditemukan pengurangan jumlah duktus bilier, proliferasi
duktus dan deposisi substansi cooper dengan “piecemeal necrosis”.
2. Kolestasis Intrahepatik
a. Saluran Empedu
Digolongkan dalam 2 bentuk, yaitu: (a) Paucity saluran empedu, dan (b) Disgenesis
saluran empedu. Oleh karena secara embriologis saluran empedu intrahepatik (hepatoblas)
berbeda asalnya dari saluran empedu ekstrahepatik (foregut) maka kelainan saluran empedu
dapat mengenai hanya saluran intrahepatik atau hanya saluran ekstrahepatik saja. Beberapa
kelainan intrahepatik seperti ekstasia bilier dan hepatik fibrosis kongenital, tidak mengenai
saluran ekstrahepatik. Kelainan yang disebabkan oleh infeksi virus CMV, sklerosing
35
kolangitis, Caroli’s disease mengenai kedua bagian saluran intra dan ekstra-hepatik. Karena
primer tidak menyerang sel hati maka secara umum tidak disertai dengan gangguan fungsi
hepatoseluler. Serum transaminase, albumin, faal koagulasi masih dalam batas normal. Serum
alkali fosfatase dan GGT akan meningkat. Apabila proses berlanjut terus dan mengenai
saluran empedu yang besar dapat timbul ikterus, hepatomegali, hepatosplenomegali, dan
tanda-tanda hipertensi portal.
Paucity saluran empedu intrahepatik lebih sering ditemukan pada saat neonatal
dibanding disgenesis, dibagi menjadi sindromik dan nonsindromik. Dinamakan paucity
apabila didapatkan < 0,5 saluran empedu per portal tract. Contoh dari sindromik adalah
sindrom Alagille, suatu kelainan autosomal dominan disebabkan haploinsufisiensi pada gene
JAGGED 1. Sindroma ini ditemukan pada tahun 1975 merupakan penyakit multiorgan pada
mata (posterior embryotoxin), tulang belakang (butterfly vertebrae), kardiovaskuler (stenosis
katup pulmonal), dan muka yang spesifik (triangular facial yaitu frontal yang dominan, mata
yang dalam, dan dagu yang sempit). Nonsindromik adalah paucity saluran empedu tanpa
disertai gejala organ lain. Kelainan saluran empedu intrahepatik lainnya adalah sklerosing
kolangitis neonatal, sindroma hiper IgM, sindroma imunodefisiensi yang menyebabkan
kerusakan pada saluran empedu.
b. Kelainan Hepatosit
Kelainan primer terjadi pada hepatosit menyebabkan gangguan pembentukan dan
aliran empedu. Hepatosit neonatus mempunyai cadangan asam empedu yang sedikit, fungsi
transport masih prematur, dan kemampuan sintesa asam empedu yang rendah sehingga
mudah terjadi kolestasis. Infeksi merupakan penyebab utama yakni virus, bakteri, dan parasit.
Pada sepsis misalnya kolestasis merupakan akibat dari respon hepatosit terhadap sitokin yang
dihasilkan pada sepsis.
Hepatitis neonatal adalah suatu deskripsi dari variasi yang luas dari neonatal
hepatopati, suatu inflamasi nonspesifik yang disebabkan oleh kelainan genetik, endokrin,
metabolik, dan infeksi intra-uterin. Mempunyai gambaran histologis yang serupa yaitu
adanya pembentukan multinucleated giant cell dengan gangguan lobuler dan serbukan sel
radang, disertai timbunan trombus empedu pada hepatosit dan kanalikuli. Diagnosa hepatitis
neonatal sebaiknya tidak dipakai sebagai diagnosa akhir, hanya dipakai apabila penyebab
virus, bakteri, parasit, gangguan metabolik tidak dapat ditemukan.
36
F. MANIFESTASI KLINIK
Tanpa memandang etiologinya, gejala klinis utama pada kolestasis bayi adalah ikterus,
tinja akholis, dan urine yang berwarna gelap. Selanjutnya akan muncul manifestasis klinis
lainnya, sebagai akibat terganggunya aliran empedu dan bilirubin. Dibawah ini bagan yang
menunjukkan konsekuensi akibat terjadinya kolestasis.
G. DIAGNOSIS2,3,4
Tujuan utama evaluasi bayi dengan kolestasis adalah membedakan antara kolestasis
intrahepatik dengan ekstrahepatik sendini mungkin. Diagnosis dini obstruksi bilier
ekstrahepatik akan meningkatkan keberhasilan operasi. Kolestasis intrahepatik seperti sepsis,
galaktosemia atau endrokinopati dapat diatasi dengan medikamentosa.
Anamnesis
a. Adanya ikterus pada bayi usia lebih dari 14 hari, tinja akolis yang persisten harus dicurigai
adanya penyakit hati dan saluran bilier.
37
b. Pada hepatitis neonatal sering terjadi pada anak laki-laki, lahir prematur atau berat badan
lahir rendah. Sedang pada atresia bilier sering terjadi pada anak perempuan dengan berat
badan lahir normal, dan memberi gejala ikterus dan tinja akolis lebih awal.
c. Sepsis diduga sebagai penyebab kuning pada bayi bila ditemukan ibu yang demam atau
disertai tanda-tanda infeksi.
d. Adanya riwayat keluarga menderita kolestasis, maka kemungkinan besar merupakan suatu
kelainan genetik/metabolik (fibro-kistik atau defisiensi α1-antitripsin).
Pemeriksaan fisik
Pada umumnya gejala ikterik pada neonatus baru akan terlihat bila kadar bilirubin sekitar
7 mg/dl. Secara klinis mulai terlihat pada bulan pertama. Warna kehijauan bila kadar
bilirubin tinggi karena oksidasi bilirubin menjadi biliverdin. Jaringan sklera mengandung
banyak elastin yang mempunyai afinitas tinggi terhadap bilirubin, sehingga pemeriksaan
sklera lebih sensitif.
Dikatakan pembesaran hati apabila tepi hati lebih dari 3,5 cm dibawah arkus kota pada
garis midklavikula kanan. Pada perabaan hati yang keras, tepi yang tajam dan permukaan
noduler diperkirakan adanya fibrosis atau sirosis. Hati yang teraba pada epigastrium
mencerminkan sirosis atau lobus Riedel (pemanjangan lobus kanan yang normal). Nyeri
tekan pada palpasi hati diperkirakan adanya distensi kapsul Glisson karena edema. Bila limpa
membesar, satu dari beberapa penyebab seperti hipertensi portal, penyakit storage, atau
keganasan harus dicurigai. Hepatomegali yang besar tanpa pembesaran organ lain dengan
gangguan fungsi hati yang minimal mungkin suatu fibrosis hepar kongenital. Perlu diperiksa
adanya penyakit ginjal polikistik. Asites menandakan adanya peningkatan tekanan vena
portal dan fungsi hati yang memburuk. Pada neonatus dengan infeksi kongenital, didapatkan
bersamaan dengan mikrosefali, korioretinitis, purpura, berat badan rendah, dan gangguan
organ lain. Alagille mengemukakan 4 keadaan klinis yang dapat menjadi patokan untuk
membedakan antara kolestasis ekstrahepatik dan intrahepatik. Dengan kriteria tersebut
kolestasis intrahepatik dapat dibedakan dengan kolestasis ekstrahepatik ± 82% dari 133
penderita. Moyer menambah satu kriteria lagi gambaran histopatologi hati.
Pemeriksaan Penunjang
Secara garis besar, pemeriksaan dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu pemeriksaan :
A. Pemeriksaan Laboratorium
38
1) Pemeriksaan Rutin
Pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan pemeriksaan kadar komponen bilirubin
untuk membedakannya dari hiper-bilirubinemia fisiologis. Selain itu dilakukan pemeriksaan
darah tepi lengkap, uji fungsi hati, dan gamma-GT. Kadar bilirubin direct < 4mg/dl tidak
sesuai dengan obstruksi total. Peningkatan kadar SGOT/SGPT > 10 kali dengan peningkatan
gamma-GT < 5 kali, lebih mengarah ke suatu kelainan hepatoseluler. Sebaliknya,
peningkatan SGOT < 5 kali dengan peningkatan gamma-GT > 5 kali, lebih mengarah ke
kolestasis ekstrahepatik. Menurut Fitzgerald, kadar gamma-GT yang rendah tidak
menyingkirkan kemungkinan atresia bilier.
Data laboratorik awal kolestasis pada bayi
Kolestasis Ekstrahepatik Kolestasis Intrahepatik
Bilirubin Total (mg/dl) 10,2±4,5 12,1±9,6
Bilirubin Direk (mg/dl) 6,2±2,6 8,0±6,8
SGOT < 5 X N >10 X N />800U/l
SGPT < 5 X N >10 X N />800U/l
GGT >5X N / >6000U/l < 5 X N/N
2) Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan aspirasi duodenum (DAT) merupakan upaya diagnostik yang cukup
sensitif, tetapi penulis lain mengatakan bahwa pemeriksaan ini tidak lebih baik dari
pemeriksaan visualisasi tinja.
B. Pencitraan
1) Pemeriksaan Ultrasonografi
Ultrasonografi sangat berperan dalam mendiagnosa penyakit yang menyebabkan
kholestasis.meriksaan USG sangat mudah melihat pelebaran duktus biliaris intra/ekstra
hepatal sehingga dengan mudah dapat mendiagnosis apakah ada ikterus onstruksi atau ikterus
non obstruksi. Apabila terjadi sumbatan daerah duktus biliaris yang paling sering adalah
bagian distal maka akan terlihat duktus biliaris komunis melebar dengan cepat yang
39
kemudian diikuti pelebaran bagian proximal. Untuk membedakan obstruksi letak tinggi atau
letak rendah dengan mudah dapat dibedakan karena pada obstruksi letak tinggi atau
intrahepatal tidak tampak pelebaran dari duktus biliaris komunis. Apabila terlihat pelebaran
duktus biliaris intra dan ekstra hepatal maka ini dapat dikategorikan obstruksi letak rendah
(distal). Pada dilatasi ringan dari duktus biliaris maka kita akan melihat duktus biliaris kanan
berdilatasi dan duktus biliaris daerah perifer belum jelas terlihat berdilatasi. Gambaran duktus
biliaris yang berdilatasi bersama-sama dengan vena porta terlihat sebagai gambaran double
vessel, dan imajing ini disebut “double barrel gun sign” atau sebagai “paralel channel
sign”. Pada potongan melintang pembuluh ganda tampak sebagai gambaran cincin ganda
membentuk “shot gun sign”. Pada dilatasi berat duktus biliaris maka duktus biliaris intra
hepatal bagian sentral dan perifer akan sangat jelas terlihat berdilatasi dan berkelok-kelok.
2) Schintigrafi Hati
Pemeriksaan skintigrafi ini berguna untuk mengevaluasi kelainan obstruktif sistem
bilier termasuk atresia bilier.
3) Pemeriksaan Kolangiografi
Kolangiografi intra-operatif dilakukan saat laparatomi eksplorasi pada kasus yang
kemungkinan atresia bilier tidak dapat disingkirkan dengan cara lain. Pemeriksaan ERCP
jarang dilakukan karena memerlukan anestesi umum, alat yang canggih, serta keterampilan
yang khususdan kemungkinan positif palsu yang tinggi.
A. Biopsi Hati
Gambaran histopatologik hati adalah alat diagnostik yang paling dapat diandalkan. Di
tangan seorang ahli patologi yang berpengalaman, akurasi diagnostiknya mencapai 95%
sehingga dapat membantu pengambilan keputusan untuk melakukan la-paratomi eksplorasi,
dan bahkan berperan untuk penentuan operasi Kasai. Keberhasilan aliran empedu pasca
operasi Kasai ditentukan oleh diameter duktus bilier yang paten di daerah hilus hati. Bila
diameter duktus 100-200 u atau 150-400 u maka aliran empedu dapat terjadi.
40
H. DASAR TERAPEUTIK KOLESTASIS
Tujuan tatalaksana kolestasis adalah2 :
A. Memperbaiki aliran empedu dengan cara :
Mengoreksi/mengobati etiologi kolestasis dengan operasi pada kolestasis obstruktif
dan medikamentosa pada kolestasis hepatoseluler yang dapat diobati. Operasi
portoenterostomi kasai untuk atresia bilier seyogyanya dikerjakan pada umur < 6-8
minggu karena angka keberhasilannya mencapai 80-90 %, sementara bila dilakukan
pada umur 10-12 minggu angka keberhasilannya hanya sepertiga.
Menstimulasi aliran empedu dengan :
Fenobarbital : dapat menginduksi enzim glukoronil transferase, sitokrom P-450 dan
NaKATPase. Dosisnya 3 – 10 mg/ kgBB/ hr dibagi dalam dua dosis.
Asam ursodeoksikolat : asam empedu tersier yang mempunyai sifat hidrofilik serta
tidak hepatotoksik bila dibandingkan dengan asam empedu primer serta sekunder.
Jadi asam ursodeoksikolat merupakan competitive binding terhadap asam empedu
43
toksik, sebagai suplemen empedu, hepatoprotektor serta bile flow inducer. Dosis : 10-
30 mg/kgbb/hari.
Kolestiramin 0,25 – 0,5 g/ kgBB/ hr
- Menyerap empedu toksik
- Menghilangkan gatal
Rifampisin 10 mg/ kgBB/ hr
- aktivitas mikrosom
- Menghambat ambilan empedu
B. Menjaga tumbuh kembang bayi seoptimal mungkin dengan :
Terapi nutrisi
- Formula MCT ( medium chain trigyceride ), menghindarkan makanan yang
banyak mengandung kuprum.
Vitamin yang larut lemak A,D,E,K
- A 5.000 – 25.000 U/ hr
- D3 0,05 – 0,2 μg/ kgBB/ hr
- E 25 – 50 IU/ kgBB/ hr
- K1 2,5 – 5 mg/ 2 – 7 x/ mig
Mineral dan trace element Ca, P, Mn, Zn, Se, Fe
C. Terapi komplikasi yang sudah terjadi misalnya Hiperlipidemia/ xantelasma dengan
kolestipol dan pada gagal hati adalah transplantasi. Transplantasi hati pada anak 50-70
% disebabkan oleh atresia bilier.
I. PROGNOSIS
Keberhasilan portoenterostomi ditentukan oleh usia anak saat dioperasi,gambaran
histologik porta hepatis, kejadian penyulit kolangitis, dan pengalaman ahli bedahnya sendiri.
Bila operasi dilakukan pada usia < 8 minggu maka angka keberhasilannya 71-86%,
sedangkan bila operasi dilakukan pada usia > 8 minggu maka angka keberhasilannya hanya
34-43,6%. Sedangkan bila operasi tidak dilakukan, maka angka keberhasilan hidup 3 tahun
hanya 10% dan meninggal rata-rata pada usia 12 bulan. Anak termuda yang mengalami
operasi Kasai berusia 76 jam. Jadi faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan operasi
adalah usia saat dilakukan operasi > 60 hari, adanya gambaran sirosis pada sediaan histologik
44
had, tidak adanya duktus bilier ekstrahepatik yang paten, dan bila terjadi penyulit hipertensi
portal.
BAB III
KESIMPULAN
45
Deteksi dini dari kolestasis neonatal merupakan tantangan bagi dokter dan dokter
spesialis anak. Kunci utama adalah kesadaran adanya kolestasis pada bayi yang mengalami
ikterus pada usia diatas 2 minggu. Dengan ditemukannya peningkatan kadar bilirubin
terkonyugasi maka proses diagnosa untuk mencari penyebab harus segera dilakukan agar
mendapatkan hasil yang optimal dalam pengobatan maupun pembedahan. Kegagalan dalam
deteksi dini etiologi kolestasis menyebabkan terlambatnya tindakan sehingga mempengaruhi
pgrognosis. Pada evaluasi diagnostik selanjutnya harus segera dibedakan antara kolestasis
hepatoseluler ( intrahepatik ) dan kolestasis obstruktif terutama atresia bilier agar terapi dini
yang tepat(berdasarkan etiologinya)yaitu tindakan bedah maupun medikamentosa yang tepat
dapat dilakukan sehingga kerusakan hati yang lanjut dapatdicegah dan tumbuh kembang
dipertahankan optimal.Evaluasi diagnostik ini seringkali tidak mudah karena memerlukan
berbagai sarana pemeriksaan penunjang yang canggih/mutakhir dan mahal, bahkan
kadangkala memerlukan tindakan laparatomi percobaan dan akhirnya penderita dilabel
sebagai hepatitis neonatal idiopatik. Dalam tatalaksana suportif, tidak boleh dilupakan terapi
nutrisi serta simtomatik gejala komplikasi yang sudah terjadi. Pada stadium yang lanjut,
pilihan terapi adalah transplantasi.
DAFTAR PUSTAKA
46
1. Desmet VJ, Callea F. Cholestatic syndromes of infancy and childhood. Dalam: Zakim
D, Boyer TD, penyunting. Hepatology. A Textbook of liver disease; edisi ke-2.
Philadelphia: Saunders. 1990: 1355-95.
2. Juffrie,M. Buku ajar gastroenterology-hepatologi. Jakarta : Balai Penerbit Ikatan
Dokter Anak Indonesia. 2009. p.374-87.
3. Mews C, Sinarta FR. Cholestasis in infancy. Pediatr Rev. 1994; 15: 233-40.
4. Alagille D, 1992, Cholestasis in the newborn and infant. In: Alagille D, Odievre M.
Liver and biliary tract disease in children. Paris: Flammarion. PP:426-38.
5. Nazer, H. Cholestasis.http://emedicine.medscape.com/article/927624-overview.
Update at June 6th, 2012. Accessed at May 10th, 2014.
6. Arce DA, Costa H, Schwarz SM. Hepatobiliary disease in children. Clinics in Family
Practice. 2000; 2: 1-36.
7. Roberts EA. The jaundiced baby. Dalam: Kelly DA, penyunting. Diseases of the liver
and biliary system in children, edisi ke-1. Oxford: Blackwell Science. 1999: 11-45.
47