KKS Ilmu Kesehatan AnakRSU dr. Pirngadi medan
BAB I
PENDAHULUAN
I. PENDAHULUAN
Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) adalah perdarahan saluran
makanan proksimal dari ligamentun Treitz. Untuk keperluan klinik dibedakan
perdarahan varises esofagus dan non-varises, karena antara keduanya terdapat
ketidaksamaan dalam pengelolaan dan prognosisnya. Manifestasi klinik
perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) bisa beragam tergantung lama,
kecepatan, banyak sedikitnya darah yang hilang, dan apakah perdarahan
berlangsung terus menerus atau tidak. Pasien SCBA biasanya datang dengan
kemungkinan:
1. Anemia defisiensi besi akibat perdarahan tersembunyi yang berlangsung lama.
2. Hematemesis dan atau melena yang disertai atau tanpa anemia, dengan atau
tanpa gangguan hemodinamik dimana derajat hipovolemik menentukan
tingkat kegawatan pasien.(1,2,3,4,5)
Penyebab perdarahan SCBA yang sering dilaporkan adalah pecahnya
varises esofagus, gastritis erosif, tukak peptik, gastropati kongestif, sindroma
Mallory-Weiss, dan keganasan. Perbedaan di antara laporan-laporan penyebab
perdarahan SCBA terletak pada urutan penyebab tersebut.(1,2,3,4,5)
Pengelolaan dasar pasien perdarahan saluran cerna sama seperti
perdarahan pada umumnya, yakni meliputi pemeriksaan awal, resusitasi,
diagnosis, dan terapi. Tujuan pokoknya adalah mempertahankan stabilitas
hemodinamik, menghentikan perdarahan, dan mencegah perdarahan ulang.
Konsesus nasional PGI-PEGI-PPHI menetapkan bahwa pemeriksaan awal dan
resusitasi pada kasus perdarahan wajib dan harus bisa dikerjakan pada setiap lini
pelayanan kesehatan masyarakat sebelum dirujuk ke pusat pelayanan yang lebih
tinggi. Adapun langkah-langkah pengelolaan perdarahan saluran cerna atas adalah
sebagai berikut : 1). Pemeriksaan awal, penekanan pada evaluasi status
Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah 2012 Page 1
KKS Ilmu Kesehatan AnakRSU dr. Pirngadi medan
hemodinamik, 2). Resusitasi, terutama untuk stabilitas hemodinamik, 3).
Melanjutkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lain, 4).
Memastikan perdarahan berasar dari saluran cerna bagian atas atau bawah, 5).
Menegakkan diagnosis dan mencari penyebab perdarahan, 6). Terapi untuk
menghentikan perdarahan, penyembuhan penyebab perdarahan dan mencegah
perdarahan ulang.(1)
Tegaknya diagnosis penyebab perdarahan sangat menentukan langkah
terapi yang diambil.
I.2 Anatomi Saluran Cerna Bagian Atas(6)
Yang termasuk dalam saluran cerna bagian atas adalah saluran cerna di
atas (proksimal) ligamentum Treitz, dimulai dari jejunum proksimal, duodenum,
gaster dan esofagus. (1,6)
Gambar 1. Sketsa saluran cerna bagian atas.
1.2.1 Duodenum dan Jejunum(6)
Panjang duodenum adalah sekitar 25 cm, mulai dari pilorus hingga
jejunum. Pemisahan duodenum dan jejunum ditandai oleh adanya
ligamentum Treitz, yaitu suatu pita muskulofibrosa yang berorigo pada krus
dekstra diafragma dekat hiatus esofagus dan berinsersio pada perbatasan
antara duodenum dan jejunum. Ligamentum ini berperan sebagai
Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah 2012 Page 2
KKS Ilmu Kesehatan AnakRSU dr. Pirngadi medan
ligamentum suspensorium (penggantung). Sekitar duaperlima dari sisa usus
halus adalah jejunum, dan tiga perlima bagian akhirnya adalah ileum.
Jejunum terletak di regio mid-abdominalis sinistra, sedangkan ileum
cenderung terletak di regio abdominalis dekstra sebelah bawah. Masuknya
kimus ke dalam usus halus diatur oleh sfingter pilorus, sedangkan
pengeluaran zat yang telah tercerna ke dalam usus besar diatur oleh katup
ileosekal.
Gambar 2. Bentuk anatomi dari duodenum dan jejunum.
Dinding usus halus terdiri atas 4 lapisan dasar. Yang paling luar
(lapisan serosa) dibentuk oleh peritoneum. Peritoneum mempunyai lapisan
viseral dan parietal, dan ruang yang terletak di antara lapisan – lapisan ini
disebut sebagai rongga peritoneum. Peritoneum melipat dan meliputi
hampir seluruh visera abdomen.
Otot yang melapisi usus halus mempunyai dua lapisan: lapisan luar
terdiri atas serabut – serabut longitudinal yang lebih tipis, dan lapisan
dalam terdiri atas serabut – serabut sirkular. Penataan yang demikian
membantu gerakan peristaltik usus halus. Lapisan submukosa terdiri atas
jaringan ikat, sedangkan lapisan mukosa bagian dalam tebal serta banyak
mengandung pembuluh darah dan kelenjar.
Usus halus dicirikan dengan adanya tiga struktur yang sangat
menambah luas permukaan dan membantu fungsi utamanya yaitu absorpsi.
Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah 2012 Page 3
KKS Ilmu Kesehatan AnakRSU dr. Pirngadi medan
Lapisan mukosa dan submukosa membentuk lipatan – lipatan sirkular yang
disebut sebgai valvula koniventes (lipatan Kerckring) yang menonjol ke
dalam lumen sekitar 3 sampai 10 mm. Adanya lipatan – lipatan ini
menyebabkan gambaran usus halus menyerupai bulu pada pemeriksaan
radiografi. Villi merupakan tonjolan – tonjolan mukosa seperti jari – jari
yang jumlahnya sekitar empat atau lima juta dan terdapat di sepanjang usus
halus. Villi panjangnya 0,5 sampai 1,5 mm dan menyebabkan gambaran
mukosa menjadi menyerupai beludru. Mikrovilli merupakan tonjolan
menyerupai jari – jari yang panjangnya sekitar 1 m pada permukaan luar
setiap vilus. Mikrovili terlihat dengan pemeriksaan mikroskop elektron dan
tampak sebagai brush border pada pemeriksaan mikroskop cahaya. Bila
lapisan permukaan usus halus ini rata, maka luas permukaannya hanya
sekitar 2.000 cm2. Valvula koniventes, vili, dan mikrovili sama – sama
menambah luas permukaan absorpsi hingga 1,6 juta cm2, yaitu meningkat
sekitar seribu kali lipat. Penyakit – penyakit usus halus (mis.,sprue) yang
menyebabkan terjadinya atrofi dan pendataran vili, sangat mengurangi luas
permukaan absorpsi dan mengakibatkan terjadinya malabsorpsi.
1.2.2 Lambung (Gaster)(6)
Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen
atas tepat di bawah diafragma. Dalam keadaan kosong lambung
menyerupai tabung bentuk J, dan bila penuh akan berbentuk seperti buah
pir raksasa. Kapasitas normal lambung adalah 1 sampai 2 L. Secara
anatomis, lambung terbagi atas fundus, korpus, dan antrum pilorikum atau
pilorus. Sebelah kanan atas lambung terdapat cekungan kurvatura minor
dan bagian kiri bawah lambung terdapat kurvatura mayor. Sfingter pada
kedua ujung lambung mengatur pengeluaran dan pemasukan yang terjadi.
Sfingter kardia atau sfingter esofagus bawah, mengalirkan makanan masuk
ke dalam lambung dan mencegah refluks isi lambung memasuki esofagus
kembali. Daerah lambung tempat pembukaan sfingter kardia dikenal
dengan nama daerah kardia. Di saat sfingter pilorikum terminal berelaksasi,
Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah 2012 Page 4
KKS Ilmu Kesehatan AnakRSU dr. Pirngadi medan
makanan masuk ke dalam duodenum, dan ketika berkontraksi sfingter ini
akan mencegah terjadinya aliran balik isi usus ke dalam lambung.
Gambar 3. Anatomi lambung (gaster).
Sfingter pilorus memiliki arti klinis yang penting karena dapat
mengalami stenosis (penyempitan pilorus yang menyumbat) sebagai
penyulit penyakit ulkus peptikum. Abnormalitas sfingter pilorus dapat pula
terjadi pada bayi. Stenosis pilorus atau pilorospasme terjadi bila serabut
otot di sekelilingnya mengalami hipertrofi atau spasme sehingga sfingter
gagal berelaksasi untuk mengalirkan makanan dari lambung ke dalam
duodenum. Bayi akan memuntahkan makanan tersebut dan tidak mencerna
atau menyerapnya. Keadaan ini mungkin dapat diperbaiki melalui operasi
atau pemberian obat adrenergik yang menyebabkan relaksasi serabut otot.
Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah 2012 Page 5
KKS Ilmu Kesehatan AnakRSU dr. Pirngadi medan
Gambar 4. Bentuk anatomi dari lambung (gaster)
Lambung tersusun atas empat lapisan. Tunika serosa atau lapisan
luar merupakan bagian dari peritoneum viseralis. Dua lapisan peritoneum
viseralis menyatu pada kurvatura minor lambung dan duodenum kemudian
terus memanjang ke hati, membentuk omentum minus. Lipatan peritoneum
yang keluar dari satu organ menuju ke organ lain disebut sebagai
ligamentum. Jadi, omentum minus (disebut juga ligamentum
hepatogastrikum atau hepatoduodenalis) menyokong lambung sepanjang
kurvatura minor sampai ke hati. Pada kurvatura mayor, peritoneum terus ke
bawah membentuk omentum majus, yang menutupi usus halus dari depan
seperti sebuah apron besar. Sakus omentum minus adalah tempat yang
sering terjadi penimbunan cairan (pseudokista pankreatikum) akibat
penyulit pankreatitis akut.
Tidak seperti daerah saluran cernal lain, bagian muskularis tersusun
atas tiga lapis dan bukan dua lapis otot polos: lapisan longitudinal di bagian
luar, lapisan sirkular di bagian tengah, dan lapisan oblik di bagian dalam.
Susunan serabut otot yang unik ini memungkinkan berbagai macam
kombinasi kontraksi yang diperlukan untuk memecah makanan menjadi
partikel – partikel yang kecil, mengaduk dan mencampur makanan tersebut
dengan cairan lambung, dan mendorongnya ke arah duodenum.
Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah 2012 Page 6
KKS Ilmu Kesehatan AnakRSU dr. Pirngadi medan
Submukosa tersusun atas jaringan areolar longgar yang
menghubungkan lapisan mukosa dan lapisan muskularis. Jaringan ini
memungkinkan mukosa bergerak dengan gerakan peristaltik. Lapisan ini
juga mengandung pleksus saraf, pembuluh darah, dan saluran limfe.
Mukosa, lapisan dalam lambung, tersusun atas lipatan – lipatan
longitudinal yang disebut rugae, yang memungkinkan terjadinya distensi
lambung sewaktu diisi makanan. Terdapat beberapa tipe kelenjar pada
lapisan ini dan dikategorikan menurut bagian anatomi lambung yang
ditempatinya. Kelenjar kardia berada di dekat orifisium kardia dan
mensekresikan mukus. Kelenjar fundus atau gastrik terletak di fundus dan
pada hampir seluruh korpus lambung. Kelenjar gastrik memiliki tiga tipe
utama sel. Sel – sel zimogenik (chief cell) mensekresikan pepsinogen.
Pepsinogen diubah menjadi pepsin dalam suasana asam. Sel – sel parietal
mensekresikan asam hidroklorida (HCl) dan faktor intrinsik. Faktor
intrinsik diperlukan untuk absorpsi vitamin B12 di dalam usus halus.
Kekurangan faktor intrinsik akan mengakibatkan terjadinya anemia
pernisiosa. Sel – sel mukus (leher) ditemukan di leher kelenjar fundus dan
mensekresikan mukus. Hormon gastrin diproduksi oleh sel G yang terletak
pada daerah pilorus lambung. Gastrin merangsang kelenjar gastrik untuk
menghasilkan asam hidroklorida dan pepsinogen. Substansi lain yang
disekresi dalam lambung adalah enzim dan berbagai elektrolit, terutama ion
natrium, kalium, dan klorida.
Persarafan lambung sepenuhnya berasal dari sistem saraf otonom.
Suplai saraf parasimpatis untuk lambung dan duodenum dihantarkan ke dan
dari abdomen melalui saraf vagus. Trunkus vagus menpercabangkan ramus
gastrika, pilorika, hepatika, dan seliaka. Pengetahuan anatomi ini sangat
penting, karena vagotomi selektif merupakan tindakan pembedahan primer
yang penting dalam mengobati ulkus duodenum. Hal ini akan dibahas
dengan lebih lengkap pada bagian selanjutnya dalam bab ini.
Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah 2012 Page 7
KKS Ilmu Kesehatan AnakRSU dr. Pirngadi medan
Seluruh suplai darah di lambung dan pankreas (serta hati, empedu,
dan limpa) terutama berasal dari arteri seliaka atau trunkus seliakus, yang
mempercabangkan cabang – cabang yang memperdarahi kurvatura minor
dan mayor. Dua cabang arteri yang penting dalam klinis adalah arteria
gastroduodenalis dan arteria pankreatikoduodenalis (retroduodenalis) yang
berjalan di sepanjang bulbus posterior duodenum. Ulkus pada dinding
posterior duodenum dapat mengerosi arteri ini dan menyebabkan terjadinya
perdarahan. Darah vena dari lambung dan duodenum, serta yang berasal
dari pankreas, limpa, dan bagian lain saluran gastrointestinal, berjalan ke
hati melalui vena porta. (6)
1.2.3 Esofagus(6)
Esofagus merupakan organ silindris berongga dengan panjang
sekitar 25 cm dan berdiameter 2 cm, yang terbentang dari hipofaring
hingga kardia lambung. Esofagus terletak di posterior jantung dan trakea,
di anterior vertebra, dan menembus hiatus diafragma tepat di anterior
aorta. Esofagus terutama berfungsi menghantarkan bahan yang dimakan
dari faring ke lambung.
Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah 2012 Page 8
KKS Ilmu Kesehatan AnakRSU dr. Pirngadi medan
Gambar 5. Bentuk anatomi dari esofagus
Pada kedua ujung esofagus terdapat otot sfingter. Otot
krikofaringeus membentuk sfingter esofagus bagian atas dan teridri atas
serabut – serabut otot rangka. Bagian esofagus ini secara normal berada
dalam keadaan tonik atau kontraksi kecuali pada waktu menelan. Sfingter
esofagus bagian bawah, walaupun secara anatomis tidak nyata, bertindak
sebagai sfingter dan beperan sebagai sawar terhadap refluks isi lambung ke
dalam esofagus. Dalam keadaan normal sfingter ini menutup, kecuali bila
makanan masuk ke dalam lambung atau waktu bertahak atau muntah.
Dinding esofagus seperti juga bagian lain saluran gastrointestinal,
terdiri atas empat lapisan: mukosa, submukosa, muskularis, dan serosa
(lapisan luar). Lapisan mukosa bagian dalam terbentuk dari epitel gepeng
berlapis yang berlanjut ke faring di ujung atas; epitel lapisan ini
mengalami perubahan mendadak pada perbatasan esofagus dalam lambung
(garis – Z) dan menjadi epitel toraks selapis. Mukosa esofagus dalam
keadaan normal bersifat alkali dan tidak tahan terhadap isi lambung yang
sangat asam. Lapisan submukosa mengandung sel – sel sekretori yang
Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah 2012 Page 9
KKS Ilmu Kesehatan AnakRSU dr. Pirngadi medan
memproduksi mukus. Mukus mempermudah jalannya makanan sewaktu
menelan dan melindungi mukosa dari cedera akibat zat kimia. Lapisan otot
lapisan luar tersusun longitudinal dan lapisan dalam tersusun sirkular.
Berbeda dengan bagian saluran cerna lainnya, tunika serosa (lapisan luar)
esofagus tidak memiliki lapisan serosa ataupun selaput peritoneum,
melainkan lapisan ini terdiri atas jaringan ikat longgar yang
menghubungkan esofagus dengan struktur – struktur yang berdekatan.
Tidak adanya serosa menyebabkan semakin cepatnya penyebaran sel – sel
tumor (pada kasus kanker esofagus) dan meningkatnya kemungkinan
kebocoran setelah operasi.
Persarafan utama esofagus diinervasi oleh serabut – serabut
simpatis dan parasimpatis dari sistem saraf otonom. Serabut parasimpatis
dibawa oleh nervus vagus, yang dianggap sebagai saraf motorik esofagus.
Fungsi serabut simpatis hingga saat ini masih kurang diketahui.
Selain persarafan ekstrinsik tersebut, terdapat jala – jala serabut
saraf intramural intrinsik di antara lapisan otot sirkular dan longitudinal
(pleksus Auerbach atau mienterikus), dan tampaknya berperan dalam
pengaturan peristaltik esofagus normal. Jala – jala saraf intrinsik kedua
(pleksus Meissner) terdapat di submukosa saluran gastrointestinal, tetapi
agak tersebar dalam esofagus.
Fungsi sistem saraf enterik tidak bergantung pada saraf – saraf
ekstrinsik. Stimulasi sistem simpatis dan parasimpatis dapat mengaktifkan
atau menghambat fungsi gastrointestinal. Ujung saraf bebas dan
perivaskular juga ditemukan dalam submukosa esofagus dan ganglia
mienterikus. Ujung saraf ini dianggap berperan sebagai mekanoreseptor,
termoosmo, dan kemoreseptor dalam esofagus. Mekanoreseptor menerima
rangsangan mekanis seperti sentuhan, dan kemoreseptor menerima
rangsangan kimia dalam esofagus. Reseptor termo-osmo dapat dipengaruhi
oleh suhu tubuh, bau, dan perubahan tekanan osmotik.
Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah 2012 Page 10
KKS Ilmu Kesehatan AnakRSU dr. Pirngadi medan
Distribusi darah ke esofagus mengikuti pola segmental. Bagian atas
disuplai oleh cabang – cabang arteria tiroidea inferior dan subklavia.
Bagian tengah disuplai oleh cabang – cabang segmental aorta dan arteria
bronkiales, sedangkan bagian subdiafragmatika disuplai oleh arteria
gastrika sinistra dan frenika inferior.
Aliran darah vena juga mengikuti pola segmental. Vena esofagus
daerah leher mengalirkan darah ke vena azigos dan hemiazigos, dan di
bawah diafragma vena esofagus masuk ke dalam vena gastrika sinistra.
Hubungan antara vena porta dan vena sistemik memungkinkan pintas dari
hati pada kasus hipertensi porta. Aliran kolateral melalui vena esofagus
menyebabkan terbentuknya varises esofagus (vena varikosa esofagus).
Vena yang melebar ini dapat pecah, menyebabkan perdarahan yang
bersifat fatal. Komplikasi ini sering terjadi pada penderita sirosis hepatis.
Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah 2012 Page 11
KKS Ilmu Kesehatan AnakRSU dr. Pirngadi medan
BAB II
PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS
2.1 DEFINISI
Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah perdarahan yang terjadi dan
berasal pada area proksimal saluran pencernaan bagian proximal dari Ligamentum
Treitz. Yang termasuk organ – organ saluran cerna di proximal Ligamentum
Trieitz adalah esofagus, lambung (gaster), duodenum dan sepertiga proximal dari
jejunum. Lebih dari 50% kejadian perdarahan saluran cerna bagian atas
dikarenakan oleh penyakit erosif dan ulseratif dari gaster dan/atau duodenum.(1)
2.2 EPIDEMIOLOGI
Data epidemiologik dari Eropa menunjukkan bahwa insidensi tahunan
kejadian perdarahan saluran cerna bagian atas terdapat pada 48 dari 145 per
100.000 populasi di tahun 1960-an dan 1970-an. Di tahun 1978 didapatkan
estimasi total dari jumlah rawat inap rumah sakit akibat perdarahan saluran cerna
bagian atas di Amerika Serikat sebanyak 150 per 100.000 populasi. Penelitian
HMO tunggal terbaru tentang kesehatan dasar pada suatu populasi di Amerika
Serikat, ditemukan sebanyak 102 kasus rawat inap akibat perdarahan saluran
cerna bagian atas per 100.000 populasi di tahun 1995. Pada data 1992 – 1999 dari
National Hospital Discharge Survey ditemukan angka rawat inap tahunan akibat
perdarahan saluran cerna bagian atas didapatkan sebanyak 149 – 172 kasus per
100.000.(1,2,3)
Disamping perkembangan pengobatan di bidang endoskopi, kejadian
mortalitas yang berhubungan dengan perdarahan saluran cerna bagian atas
meningkat secara signifikan dari semula 5% hingga sekarang telah mencapai
11%. Faktor – faktor yang berhubungan dengan kejadian mortalitas akibat dari
perdarahan saluran cerna bagian atas telah diidentifikasi dalam penelitian
prospektif. Dalam penelitian ini juga dikutsertakan penyakit kelainan renal, hepar,
Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah 2012 Page 12
KKS Ilmu Kesehatan AnakRSU dr. Pirngadi medan
neoplastik, penyakit sistem saraf pusat atau paru, dan penyakit lain yang
ditemukan dalam pemeriksaan fisik yang telah dibuktikan melalui pemeriksaan
cardiorespiratori atau hemodinamik, atau gagal fungsi hati. Pasien dengan
perdarahan aktif saat ditemukan pada waktu endoskopi, transfusi darah diperlukan
cukup banyak dan lebih dari 5 kantong darah, dan kebutuhan terhadap
pembedahan juga dapat meningkatkan kejadian mortalitas. Sebagai tambahan,
pasien yang membutuhkan pembedahan darurat memiliki tingkat kejadian
mortalitas yang cukup tinggi dibandingkan dengan pasien yang membutuhkan
pembedahan elektif. Pasien jenis lain yang memiliki tingkat kejadian mortalitas
yang tinggi termasuk di dalamnya pasien dengan perdarahan berulang setelah
rawat inap dan pasien dengan perdarahan saluran cerna bagian atas yang semakin
parah setelah rawat inap karena alasan – alasan yang lain.(1,2)
Dari 1673 kasus perdarahan saluran cerna bagian atas di SMF Penyakit Dalam
RSU dr.Sutomo Surabaya, 76.9% disebabkan oleh pecahnya varises esofagus,
19.2% oleh gastritis erosif, 1.0% oleh tukak peptik dan 0.6% oleh kanker
lambung, dan 2.6% oleh karena sebab – sebab yang lain. Laporan dari RS
pemerintah di Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta urutan 3 penyebab terbanyak
perdarahan saluran cerna bagian atas sama dengan di RSU dr.Sutomo Surabaya.
Sedangkan laporan dari RS pemerintah di Ujung Pandang menyebutkan tukak
peptik menempati urutan pertama penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas.
Laporan kasus di rumah sakit swasta, yakni RS Darmo Surabaya, perdarahan
karena tukak peptik sebanyak 51.2%, gastritis erosif sebanyak 11.7%, varises
esofagus sebanyak 10.9%, keganasan sebanyak 9.8%, esofagitis 5.3%, sindrom
Mallory-Weiss sebanyak 1.4%, idiopatik sebanyak 7% dan penyebab – penyebab
lainnya sebanyak 2.7%. Di negara barat, tukak peptik berada di urutan pertama
sebagai penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas dengan frekuensi sekitar
50%. Walaupun pengelolaan perdarahan saluran cerna bagian atas telah banyak
berkembang namun mortalitasnya relatif tidak berubah, masih berkisar 8 – 10%.
Hal ini dikarenakan bertambahnya kasus perdarahan dengan usia lanjut, dan
akibat komorbiditas yang menyertai. (1)
2.3 ETIOPATOLOGI
Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah 2012 Page 13
KKS Ilmu Kesehatan AnakRSU dr. Pirngadi medan
Etiopatologi terjadinya perdarahan saluran cerna bagian atas, biasanya ada
6 yaitu: 1,2,3,4,5
1. Varises esophagus
2. Gastritis erosif
3. Tukak peptic
4. Gastroskopi kongestif
5. Symdroma Mallory Weiss
6. Keganassan
2.3.1 Varises Esofagus
Dalam ilmu gastroenterologi, varises esofagus adalah dilatasi
berlebihan pada vena – vena di lapisan submukosa pada bagian bawah
esofagus. Terjadinya varises esofagus dikarenakan sebagai konsekuensi dari
hipertensi porta akibat sirosis hepatis sehingga pasien dengan varises
esofagus sering sekali mengalami perdarahan. Penegakan diagnosis varises
esofagus dilakukan dengan endoskopi.1,2,3,4,5
Varises esofagus merupakan penyebab perdarahan yang paling sering
dan paling berbahaya pada sirosis hepatis yang merupakan penyebab dari
sepertiga angka kematian keseluruhan. Penderita datang dengan melena atau
hematemesis. Tanda perdarahan kadang – kadang adalah ensefalopati
hepatik. Hipovolemia dan hipotensi dapat terjadi bergantung pada jumlah
dan kecepatan kehilangan darah.1
Gambar 7. Varises pada esofagus dan gaster.
Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah 2012 Page 14
KKS Ilmu Kesehatan AnakRSU dr. Pirngadi medan
Gambar 8. Hasil gambaran gastroscopy pada varises esofagus yang disertai dengan cherry-red spot
2.3.2 Gastritis Erosif
Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosal
lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal. Pada gastritis akan
didapatkan mukosa memerah, edema, dan ditutupi oleh mukus yang melekat
serta sering terjadi erosi kecil dan perdarahan. 1,2
Terjadinya gastritis erosif dapat disebabkan oleh berbagai hal, misalnya:
Penggunaan obat anti – inflamasi non – steroid (OAINS) yang
memiliki efek perusakan mukosa yang bersifat lokal dan sistemik
Kejadian iskemia, misalnya vaskulitis atau saat melakukan lari
maraton.
Stres, yakni kegagalan multi-organ, luka bakar, pembedahan, trauma
sistem saraf pusat.
Penyalahgunaan konsumsi alkohol dan zat kimia korosif.
Trauma akibat gastroskopi, tertelannya benda asing, rasa enek, muntah
dan mual berlebihan.
Trauma radiasi.
Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah 2012 Page 15
KKS Ilmu Kesehatan AnakRSU dr. Pirngadi medan
Gambar 9. Gastritis erosif, tampak inflamasi pada lapisan mukosa gaster
2.3.3 Tukak Peptik (Ulkus Peptikum)
Penyakit tukak peptik yaitu tukak lambung dan tukak duodenum
merupakan penyakit yang masih banyak ditemukan dalam klinik terutama dalam
kelompok umur di atas umur 45 tahun.
Gambar 10. Ulkus dan perforasi disertai perdarahan pada gaster
Gejala yang berkaitan dengan perdarahan ulkus bergantung pada
kecepatan kehilangan darah. Hematemesis atau melena dengan tanda syok
apabila perdarahan masif dan perdarahan tersembunyi yang kronik sehingga
dapat menyebabkan terjadinya anemia defisiensi besi. 1,2
Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah 2012 Page 16
KKS Ilmu Kesehatan AnakRSU dr. Pirngadi medan
Gambar 11. Ulkus peptikum pada gaster dan duodenum
Insiden perdarahan akibat tukak sebesar 15 – 25% dan cenderung
meningkat pada usia lanjut, yakni di atas usia 60 tahun akibat adanya penyakit
degeneratif dan meningkatnya pemakaian OAINS (20% tanpa simptom dan
tanda penyakit sebelumnya).
2.3.4 Syndrome Mallory-Weiss
Syndrome Mallory-Weiss adalah suatu keadaan hematemesis atau melena
yang secara khas mengikuti muntah – muntah berat yang berlangsung beberapa
jam atau hari, dapat ditemukan satu atau beberapa laserasi mukosa lambung
mirip celah, terletak memanjang di atau sedikit di bawah persambungan
esofagogastrikum. Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh G. Kenneth
Mallory dan Soma Weiss di tahun 1929 pada 15 pasien alkoholik.
Gambar 14. Robekan mukosa pada pertautan gastroesofageal pada Sindrome Mallory-Weiss
Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah 2012 Page 17
KKS Ilmu Kesehatan AnakRSU dr. Pirngadi medan
Riwayat umum terjadinya Sindrome Mallory-Weiss dikarenakan oleh
muntah, mual, atau batuk yang disertai hematemesis, terutama pada pasien
alkoholik. Perdarahan akibat kejadian ini menyebabkan robekan lapisan mukosa
pada area gastrik pada pertautan gastroesofageal, berhenti secara spontan pada
80% hingga 90% pasien dan kambuh hanya pada 0% hingga 5%. Pengobatan
dengan endoskopi diindikasikan pada perdarahan aktif akibat robekan Mallory-
Weiss. Pengobatan dengan angiografi dengan infusi vasopressin intraarterial
atau embolisasi dan operasi dengan penjahitan pada area robekan jarang
diperlukan.1,2,3,4,5
A. B.
Gambar 15. Endoskopi pada robekan di mukosa pertautan gastroesofageal pada Sindrome Mallory-Weiss
Gambar 13. Endoskopi pada gastropati kongestif
Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah 2012 Page 18
KKS Ilmu Kesehatan AnakRSU dr. Pirngadi medan
2.3.5 Keganasan
Keganasan atau karsinoma yang dapat memicu timbulnya perdarahan
saluran cerna bagian atas berupa keganasan pada esofagus dan gaster.1
2.3.6.1 Keganasan Pada Esofagus
Perdarahan saluran cerna bagian atas akibat dari keganasan pada
esofagus menjadi keluhan yang cukup sering ditemukan pada pasien dimana
hematemesis bisa terjadi dengan atau tanpa disertai melena. Akibat dari
perdarahan ini dapat menimbulkan anemia defisiensi besi pada pasien.1
Gambar 16. Salah satu bentuk nidasi keganasan pada esofagus.)
2.3.6.2 Keganasan Pada Gaster
Salah satu keluhan yang diutamakan oleh pasien dengan keganasan pada
gaster adalah hematemesis (7%) sehingga menjadi faktor terjadinya
perdarahan saluran cerna bagian atas. Hal ini tidak lepas dari bentuk patologi
dari keganasan gaster serta lokasi tumbuhnya keganasan tersebut dalam lumen
gaster.
Keganasan atau karsinoma gaster yang paling sering ditemukan adalah
adenokarsinoma (90 – 99%), sedangkan jenis yang lain berupa limfoma,
Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah 2012 Page 19
KKS Ilmu Kesehatan AnakRSU dr. Pirngadi medan
leiomiosarkoma, adenoxanthoma, dan lainnya cukup jarang ditemukan.
Kebanyakan lokasi karsinoma terletak pada daerah antropilorik dengan
kurvatura minor lebih sering daripada kurvatura mayor.1
Gambar 17. Adenokarsinoma ulseratif pada mukosa gaster.
2.4 GEJALA KLINIS1,2,3,4,5
Gejala dan tanda klinis perdarahan saluran cerna bagian atas yang sering
ditemukan pada pasien adalah:
1. Anemia defisiensi besi akibat perdarahan tersembunyi yang telah berlangsung
lama.1
2. Hematemesis dan atau melena yang disertai atau tanpa anemia, dengan atau
tanpa gangguan hemodinamik, derajat hipovolemi menentukan tingkat
kegawatan pasien.1
Adapun manifestasi klinis yang ditemukan sebagai ciri khas dari
perdarahan saluran cerna bagian atas terutama dapat dibedakan dari perdarahan
saluran cerna bagian bawah, antara lain: hematemesis, melena, emesis yang
berwarna seperti kopi, nyeri pada epigastrium, dan reaksi vasovagal seperti mual,
muntah dan rasa enek.
2.6 PENATALAKSANAAN (1,2,3,4,5)
A. Tindakan Umum
1. Proritas tindakan adalah penilaian, pemantauan dan menjaga kestabilan
status hemodinamik.
Tanpa syok
Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah 2012 Page 20
KKS Ilmu Kesehatan AnakRSU dr. Pirngadi medan
- Perdarahan 500 cc : observasi tekanan darah, nadi, suhu,
kesadaran. Periksa hb/Ht secara berkala untuk evaluasi .
- Perdarahan 500-100 cc : evaluasi kemungkinan tranfusi, pasang
infus larutan kristaloid (Ringer – Lactat).
- Perdarahan masif (>1000cc, Hb<8 g%) : infus larutan kristaloid
dipercepat sambil menunggu darah untuk segera tranfusi.
Sebaiknya juga dilakukan pemantauan tekanan vena central.
Keadaan syok
- Letakkan penderita pada posisi terlentang tanpa bantal, kepala
miring ke samping. Berikan o2 nasal kanul dan pasang kateter
untuk kontrol produksi urin.
- Infus 10-20cckkg.bb dalam 1 jam . bila syok teratasi tetesan
diturrunkan. Bila masi syok, diteruskan dengan plasma
ekspander sambil menunggu darah untuk segera di tranfusikan.
Jumlah tranfusi tergantung hemodinamik : CVP stabil, tanda
vital baik, diuresis ukup, pertahankan Ht 35-40%.
- Darah segar ( fresh whole blood) 10-15 cc/kg.bb diberikan pada
perdaraha masif untuk mempertahan volume intravaskular dan
untuk mengganti sel darah merah. Dapat dilanjutkan dengan
PRC seperlunya.
- Vitamin K 1mg/th , im . dengan masksimum 10mg diberikan
bila ada koagulopati.1,2,3,4
2. Tindakan menghentikan perdarahan
Pembilasan lanbumg dilakukan dengan pipa nasogastrik (NGT)
dengan NaCl 0.9% dingin, 50-100ml berulang kali tiap 15 menit
selama satu jam dan selanjutnya setiap 3 jam selama 12-24jam
tergantung perdarahannya sampai cairan lambung sebersih
mungkin.(1,3,4)
Vasopressin dikatan efektif dalam menurunkan aliran darah dan
tekanan melalui sirkulasi portal. Dimulai dengan 0,1u/menit dan
Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah 2012 Page 21
KKS Ilmu Kesehatan AnakRSU dr. Pirngadi medan
dinaikkan 0,05u./menit setiap jam dampai mencapai 0,2u/menit
pada anak usia kurang dari 12 tahun dan pada remaja berturut-turut
adalah 0,3u/menit dan 0,4u/menit. Vasopresin hendaknya diberikan
dalam cairan dextrose 5% 2ml/kg.bb.(1,3,4)
Somatostatin dan analognya(octreotide) diketahui dapat
menurunkan aliran darah splanknik, khasiatnya lebih selektif
dibanding vasopresin. Somatostatin dapat menghentikan
perdarahan akut varises esofagus pada 70-80% kasus, dan dapat
pula digunakan pada perdarahan non varises dengan dosis bolus
250mcg/iv, dilanjutkan perinfus 250mcg/jam selama 24 jam.
Obat-obatan golongan anti sekresi asam lambung dilaporkan dapat
bermamfaat untuk perdarahan akibat tukak peptik. Antagonis
reseptor H-2 seperti simetidin (20-40 mg/hari) dan ranitidin (2-
4mg/kgbb/kali, maksimum 150 mg/kali 2x sehari). Inhibitor pompa
proton seperti omeprazole (0,7-1,4 mg/kg.bb/kali, maksimum 40
mg/kali, 1x sehari) dan lansoprazol (0,3-1,5 mg/kg.bb/hari).
Antasida seperti aluiminium hidroksida dan magnesium hidroksida
dapat juga diberikan dengan dosis 0,5 mg/kg.bb/kali, maksimum
20ml perkali setiap 4 jam.(1,3,4)
B. Tindakan khusus
1. Arteriografi mesentrika selektif dedngan memakai radio-farmaka Tc99.
2. Endoskopi
Dilakukan dalam waktu 24 setelah perawatan, setelah hemodinamika
stabil dan cairan dari NGT berwara jernih. Dengan endoskopi dapat
dilihat sumber perdarahan baik dari varises esofagus maupun non
varises esofagus.(1,2,3,4,5)
3. Pemasangan Sengstaken – Blackmore tube (Sb tube)
Pemasangan tube ini diindikasikan untuk perdarahan masif/tidak
berhenti. Maksimal dipasang 48 jam dengan memperhatikan untuk
penilaian terapi dan untuk menentukan pengalihan terapi ke cara lain.(1,2,3,4)
4. Pembedahan
Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah 2012 Page 22
KKS Ilmu Kesehatan AnakRSU dr. Pirngadi medan
Bila tindakan konservatif dengan Sb tube tetap tidak dapat mengatasi
perdarahan maka dilakukan tindakan pembedahan. Sebagai penanganan
dapat dipakai apabila darah tranfusi telah dimasukkan 60% dari
perhittungan volume darah penderita, namun perdarahan masi aktif
( ditandai dengan Hb tetap turun) maka sudah ada indikasi pembedahan.(1,4)
DAFTAR RUJUKAN
1. Adi, Pangestu. “Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas”. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. 2007.
2. Cappel, Mitchell S. “Initial Managgement of Acute Upper Gastrointestinal
Bleeding : From Initial Evaluation up to Gastrointestinal Endoscopy”. Medical
Clinics of North America, New York. 2008.
3. Juffrie M, Soenarto S, Osward H, Arief S, Rosalina I, Mulyani N. “Buku Ajar
Gastro Enterologi – Hepatologi. Jilid I. UKK – Gastroenterologi – Hepatologi
IDAI, Jakarta. 2011.
4. Suraatmaja, Sudaryat. “Kapita Selekta Gastroenterologi”. Cetakan ke II. CV.
Sagung Seto, Jakarta. 2007.
5. Cleveland K, Ahmad N, Bishop P, Nowicki M. “ Upper Gastrointestinal
Bleeding in Children: an 11-Year Retrospective Endoscopic Investigation” ,
USA. 2012
6. Moore K, agur A. “Anatomi Klinis Dasar”. Editor. Sadikin V,saputra V.
Cetakan I. Penerbit Hipocrates, Jakarta.2002.
Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah 2012 Page 23
KKS Ilmu Kesehatan AnakRSU dr. Pirngadi medan
Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah 2012 Page 24