LAPORAN KASUS
BRONKOPNEUMONIA DISERTAI TONSILOFARINGITIS
VIRAL, INFEKSI SALURAN KEMIH, GIZI BURUK, ANEMIA
DAN SINDROMA DOWN
Disusun oleh:
Aldy Sethiono
406147026
Pembimbing :
dr. Sri Sulastri, Sp.A
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
PeriodE 5 Oktober 2015 – 12 Desember 2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat dan kuasa-
Nya yang dilimpahkan kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas laporan
kasus yang berjudul “Bronkopneumonia disertai Tonsilofaringitis Viral, Infeksi
Saluran Kemih, Gizi Buruk, Anemia dan Sindroma Down”. Tugas laporan kasus ini
disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 5 Oktober 2015 – 12
Desember 2015 di RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso serta agar dapat menambah
kemampuan dan ilmu pengetahuan bagi para pembacanya.
Saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
- dr. Sri Sulastri, Sp.A, sebagai pembimbing
- dr. Rismali Agus, Sp.A,
- dr. Dyani Kusumowardhani, Sp.A
- dr. Dedet Hidayat, Sp.A
- dr. Dewi Murniati, Sp.A
- dr. Ernie Setyawati, Sp.A
- dr. Desrinawati, Sp.A
Saya menyadari bahwa tugas laporan kasus ini jauh dari sempurna dan untuk itu
saya mengharapkan saran dan kritik yang membangun sehingga tugas case ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Akhir kata, atas segala perhatian dan dukungannya, saya ucapkan terima kasih.
Jakarta, Oktober 2015
Penyusun
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 2
LAPORAN KASUS
KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
RSPI PROF DR SULIANTI SAROSO
IDENTITAS MAHASISWA Nama Lengkap : Aldy Sethiono
NIM :406147026
Periode : 5 Oktober 2015 – 12 Desember 2015
Pembimbing :dr. Sri Sulastri, Sp.A
Topik : Bronkopneumonia disertai Tonsilofaringitis Viral, Infeksi
Saluran Kemih, Gizi Buruk, Anemia dan Sindroma Down
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 3
IDENTITAS PASIENNama : An. Fa Rahmadina Deanno
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 1 tahun 5 bulan
Agama : Islam
Alamat : Jl. Budi Mulia RT 12/21 No.7 Jakarta Utara 14420
Pendidikan : Belum bersekolah
Anak ke : 4
IDENTITAS ORANG TUANama Ayah : Tn. Darsono
Umur : 36 tahun
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Pendidikan terakhir : SMA
Alamat : Jl. Budi Mulia RT 12/21 No.7 Jakarta Utara 14420
Agama : Islam
Bangsa/ Suku : Jawa
Nama Ibu : Ny. Sarti
Umur : 34 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan terakhir : SMA
Alamat : Jl. Budi Mulia RT 12/21 No.7 Jakarta Utara 14420
Agama : Islam
Bangsa/ Suku : Jawa
Hubungan dengan pasien : orangtua kandung.
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 4
ANAMNESATanggal masuk rumah sakit : Jumat, 9 Oktober 2015
Tanggal pemeriksaan : Senin, 12 Oktober 2015 pkl.17.00
Diambil dari : Alloanamnesa (Ibu os)
Keluhan Utama : Demam
Keluhan Tambahan : Batuk berdahak, pilek, sesak nafas, sulit menelan
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANGPasien datang diantar oleh orang tuanya ke IGD RSPI Sulianti Saroso pukul
01.00 dengan keluhan demam tinggi hari ke 7, terutama pada malam hari, pola
demam naik turun, demam sempat turun dengan obat penurun panas namun tidak
lama kemudian naik lagi, suhu tidak pernah diukur.
Pasien juga mengalami batuk yang berdahak, nafas tampak sesak, pilek
dengan cairan bening, nafas sering berbunyi “grok-grok”, sudah berlangsung 3
hari.Keluhan mual muntah disangkal. Pasien juga gelisah, sulit tidur,
Ibu pasien juga mengeluh berat badan pasien sulit naik.Pasien sulit menelan
makanan.Saat ini pasien mengonsumsi ASI dan PASI.Nafsu makan dan minum pasien
menurun, dari 3x Makanan utama (2sach sereal) dan 2x Snack, semenjak sakit 3x
1/2sach sereal dan tidak mau makan snack. BAK tidak ada keluhan, BAB lunak, 4-5x
per hari sejak 2 hari ini, jumlah sedikit-sedikit, lendir (-), darah (-).
Pasien tidak pernah keluar kota 1 bulan terakhir, tidak ada kontak dengan
unggas. Riwayat kontak dengan orang di sekitar pasien (baik keluarga, tetangga
maupun teman pasien) yang mengalami keluhan serupa disangkal.
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGATidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa.Tidak ada
riwayat asma, flek paru, kejang, alergi obat & makanan dalam keluarga.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULUPasien pernah dirawat 4 bulan lalu dengan Bronkopneumonia dan sudah
dinyatakan sembuh. Ibu pasien mengeluh anaknya rentan demam, batuk, dan diare
berulang. Pernah kuning saat usia 4 bln. Riwayat penyakit jantung, alergi obat dan
makanan, asma, TBC, kejang disangkal.
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 5
RIWAYAT KEHAMILAN DAN PERSALINANKehamilan
Ibu, G4P3A0, memeriksakan kehamilan di puskesmas secara teratur setiap
bulannya selama masa kehamilan.Riwayat penyakit, riwayat perdarahan, riwayat
trauma dan riwayat konsumsi rokok, minuman keras, obat-obatan serta jamu
disangkalnya.Ibu mengaku hanya mengkonsumsi vitamin yang dianjurkan bidan
selama kehamilan.
Kesan : riwayat pemeliharaan prenatal baik.
Kelahiran
Tempat kelahiran : Puskesmas
Penolong persalinan : Bidan
Cara persalinan : Spontan
Masa gestasi : 40 Minggu
Keadaan bayi
Berat badan lahir : 3000 gram
Panjang badan lahir : 50 cm
Lingkar kepala : Ibu pasien tidak tahu
Langsung menangis : Langsung menangis
Pucat/Biru/Kuning/Kejang : Disangkal
Nilai APGAR : Ibu pasien tidak tahu
Kelainan bawaan : Sindroma Down
Kesan : Neonatus cukup bulan, sesuai masa kehamilan.
RIWAYAT IMUNISASIRIWAYAT IMUNISASI DASAR
Ibu pasien mengatakan bahwa pasien telah menjalani imunisasi yang lengkap
sesuai dengan jadwal.
Imunisasi dasar Umur
Hepatitis B 0 0 bulan
BCG, Polio 1 1 bulan
DPT/HB 1, Polio 2 2 bulan
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 6
DPT/HB 2, Polio 3 3 bulan
DPT/HB 3, Polio 4 4 bulan
Campak 9 bulan
RIWAYAT PERKEMBANGAN
Pertumbuhan gigi pertama : 16 bulan
Gangguan perkembangan mental dan emosi : Sindroma Down
Psikomotor :
Tengkurap : 8 bulan
Merangkak : 12 bulan
Duduk : 14 bulan
Berdiri sendiri : 16 bulan
Berjalan : belum bisa
Berbicara : ibu bapak saat 16 bulan
RIWAYAT MAKAN DAN MINUM
ASI diberikan hingga saat ini serta diberikan tambahan berupa susu formula
sejak usia 2 bulan, bubur susu nestle carelac sejak usia 4 bulan hingga saat ini, buah
potong sejak usia 9 bulan hingga saat ini.
Umur
(bulan)
ASI P.A.S.I
(Susu Formula
SGM)
Bubur
susu
Buah Makanan
keluarga
0-4 √ -
2-4 √ √
4-9 √ √ √
9-17 √ √ √ √
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 7
Jenis makanan Frekuensi
Bubur susu Nestle Cerelac 3x/hari @2sachet
Buah potong (pisang, mangga) Kadang-kadang
Susu Setiap hari
Kesan : kuantitas dan kualitas makanan saat ini kurang.
RIWAYAT KEBIASAAN Memasukkanjari ke mulut : iya
Memasukkan mainan ke mulut : iya
Mencuci tangan secara rutin : tidak
Bermain di tanah : iya
RIWAYAT PERTUMBUHANIbu pasien sering memeriksakan pasien ke posyandu setiap akan vaksinasi,
namun berat badan susah meningkat.
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 8
DATA PERUMAHAN DAN KELUARGA Pasien tinggal di Pademangan bersama kedua orang tua di rumah tingkat satu yang
berukuran 8 m x 6 m, dengan 1 kamar mandi dan 2 kamar tidur.Rumah cukup
ventilasi dan pencahayaan baik. Keadaan lingkungan rumah padat
Kepemilikan rumah : kontrakan
Keadaan rumah :
Padat, ukuran 8 x 6 m2.
Bertingkat satu
2 buah kamar tidur dan 1 buah kamar mandi
Ventilasi (jendela) 1 buah
Pencahayaan : 2 buah lampu, hanya di nyalakan saat malam hari
Berisi 6 orang anggota keluarga (ayah, ibu, 4 orang anak)
Keadaan lingkungan :
Cukup padat antar rumah.
Ayah pasien merokok.
Ibu bekerja sebagai ibu rumah tangga dan ayah bekerja sebagai karyawan swasta
dengan penghasilan 2,5 juta perbulan.
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 9
P EMERIKSAAN FISIK Senin, 12 November2015, jam 17.00
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang,lemas
Kesadaran : Compos mentis
Suhu : 37,1 °C
Nadi : 152 x/mnt
Pernafasan : 51 x/mnt
Tinggi badan : 74 cm
Berat badan : 6,5 kg
IMT : 11,87 kg/m2
Plotting Status Gizi menggunakan Z score
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 10
Kesan : Gizi Buruk (<-3SD)
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 11
Kesan : Perawakan Pendek (-2SD)
Kesan : Sangat kurus (<-3SD)
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 12
Kesan : Sangat kurus (<-3SD)
Pemeriksaan Fisik
Kepala
Bentuk normal, ukuran normal, tidak teraba benjolan, rambut coklat
keemasan, distribusi jarang, mudah dicabut, kulit kepala tidak ada kelainan, wajah
khas mongoloid.
Mata
Kelopak mata cekung -/-, konjungtiva anemis +/+, konjungtiva bulbi tidak
hiperemis, epifora -/-, sklera tidak ikterik, pupil bulat, isokor diameter 3 mm, Reflek
cahaya +/+
Telinga
Bentuk normal, liang telinga lapang, tidak terlihat sekret, tidak terlihat
serumen, tidak terlihat luka pasca trauma, tidak ada nyeri tekan tragus, tidak ada nyeri
tarik aurikuler, kelenjar getah bening pre dan retroaurikular tidak teraba membesar.
Hidung
Bentuk normal, sekret (+) serosa, septum deviasi (-), pernapasan cuping
hidung (-).
Mulut
Mukosa bibir kering (-), tampak perioral sianosis (-), lidah kotor (-). Bercak
Koplik (-)
Tenggorokan
Tonsil T3-T2hiperemis, kripta tidak melebar, detritus (-). Faring
posteriorhiperemis. Bercak eritema di palatum molle (-).
Leher
Trachea di tengah, kelenjar thyroid tidak teraba membesar,kelenjar getah
bening submental, submandibular dextra et sinistra, cervical, supra clavicular tidak
teraba membesar.
Dada
Bentuk normal, retraksi otot-otot intercostalis, supraclavicula, subcostal (-).
Paru - paru
Inspeksi : simetris dalam diam dan pergerakan nafas
Palpasi : stem fremitus kanan kiri, depan belakang sama kuat
Perkusi : Sonor, batas paru – hepar ICS VI midclavicular line dextra
Auskultasi : Vesikuler +/+, Ronkhi +/+, wheezing -/-
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 13
Jantung
Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis
Palpasi : Pulsasi iktus kordis teraba di ICS IV midclavicula line sinistra
PerkusiRedup ,batas jantung atas ICS III midclavicula line sinistra.
Batas jantung kanan midsternum ICS IV
Batas jantung kiri ICS IV midclavicula line sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni, murmur (-), gallop (-).
Perut
I : cembung, scar (-), striae (-), dilatasi vena (-)
P : hati dan lien tidak teraba membesar, nyeri CVA (-)
P : Timpani , tanda cairan bebas (-)
A : Bising usus (+) normal
Genitalia : Vulva vagina tidak ada kelainan
Ekstremitas : Akral hangat, tidak ada edema, sianosis, CRT < 2 detik
Tulang belakang : bentuk normal, tidak skoliosis, tidak lordosis, tidak kifosis
Kulit : Turgor kembali cepat , kedua telapak tangan pucat
Pemeriksaan Neurologis
• Rangsang meningeal
Kaku kuduk (-)
Brudzinski I dan II (-)
Kerniq (-)
Laseque (-)
• Refleks fisiologis
Biceps : +/+ normal
Triceps : +/+ normal
Lutut : +/+ normal
Tumit : +/+ normal
• Refleks patologis
Babinski : -/-
Chaddock : -/-
Klonus Paha & Kaki : -/-
Parese : (-)
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 14
RIWAYAT RAWAT INAP
Sabtu, 10Oktober 2015 pkl.07.00 (perawatan hari ke-1)
S : Demam (+) naik turun terutama pada malam hari. BAB (+) frekuensi 4x sejak
dalam sehari, agak lunak, jumlah sedikit-sedikit, ampas (+), warna kuning
kecoklatan. Mual (-), muntah (-), batuk (+) berdahak, pilek (-), nafsu makan menurun,
sulit menelan. Rewel (+)
O :
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tinggi badan : 74 cm
Berat badan : 6,5 kg
Suhu : 38,1 °C
Nadi : 150 x/mnt, reguler, isi cukup
Pernafasan : 48 x/mnt
Pemeriksaan Fisik
Kepala
Bentuk normal, ukuran normal, tidak teraba benjolan, rambut coklat
keemasan, distribusi jarang, mudah dicabut, kulit kepala tidak ada kelainan, wajah
khas mongoloid.
Mata
Kelopak mata cekung (-), konjungtiva anemis +/+, konjungtiva bulbi tidak
hiperemis, epifora -/-, sklera tidak ikterik, pupil bulat, isokor diameter 3 mm, Reflek
cahaya +/+, air mata (+) jika menangis.
Telinga
Bentuk normal, liang telinga lapang, tidak terlihat sekret, tidak terlihat
serumen, tidak terlihat luka pasca trauma, tidak ada nyeri tekan tragus, tidak ada nyeri
tarik aurikuler, kelenjar getah bening pre dan retroaurikular tidak teraba membesar.
Hidung
Bentuk normal, sekret (-), septum deviasi (-), pernapasan cuping hidung (-).
Mulut
Mukosa bibir kering (-), tampak perioral sianosis (-), lidah kotor (-). Bercak
Koplik (-)
Tenggorokan
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 15
Tonsil T2-T2 hiperemis, kripta tidak melebar, detritus (-). Faring
posteriorhiperemis. Bercak eritema di palatum molle (-).
Leher
Trakea di tengah, kelenjar thyroid tidak teraba membesar, kelenjar getah
bening submental, submandibular dextra et sinistra, cervical, supra clavicular tidak
teraba membesar.
Dada
Bentuk normal, retraksi otot-otot intercostalis, supraclavicula, subcostal (-).
Paru - paru
Inspeksi : simetris dalam diam dan pergerakan nafas
Palpasi : stem fremitus kanan kiri, depan belakang sama kuat
Perkusi : Sonor, batas paru – hepar ICS VI midclavicular line dextra
Auskultasi : Vesikuler +/+, Ronkhi +/+, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis
Palpasi : Pulsasi iktus kordis teraba di ICS IV midclavicula line sinistra
Perkusi :
– Redup , batas jantung atas ICS III midclavicula line sinistra.
– Batas jantung kanan midsternum ICS IV
– Batas jantung kiri ICS IV midclavicula line sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni, murmur (-), gallop (-).
Perut
I : datar, scar (-), striae (-), dilatasi vena (-)
P : hati dan lien tidak teraba membesar, nyeri CVA (-)
P : Timpani, tanda cairan bebas (-)
A : Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, tidak ada edem, sianosis, CRT < 2 detik
Tulang belakang : bentuk normal, tidak skoliosis, tidak lordosis, tidak kifosis
Kulit : Turgor kembali cepat , kedua telapak tangan pucat
Pemeriksaan Lab tgl 9/10/2015
Kimia Lain Hasil Nilai normal
Natrium darah 137 135 – 147 mmol/L
Kalium darah 4,99 3,5 – 5 mmol/L
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 16
Chlorida 96 95 – 105 mmol/L
Hematologi Hasil Nilai normal
Leukosit 5,6 6,0 – 18 ribu/µL
Eritrosit 2,94 3,50 – 5,20 juta2µL
Hb 8,3 10,1 – 12,9 g/dL
Ht 25 32 – 44 %
Trombosit 121 229 – 553 ribu/µL
MCV 84 73 – 109 fL
MCH 28 21 –33 pq
MCHC 34 26 – 34 g/dL
Imunoserologi Hasil Nilai normal
Salmonella Thypi IgM - Negatif
Salmonella Thypi IgG - Negatif
A : Tonsilofaringitis Akut; Susp. Demam Dengue; Gizi Buruk ;Anemia
Normositik Normokrom ; Down Syndrome.
P : - RL 500cc/8jam (10tpm)
- Pamol supp 62,5mg p.r.n demam
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 17
Minggu, 11 Oktober 2015 pkl.07.00 (perawatan hari ke-2)
S : Demam (+) pada malam hari. BAB (+) frekuensi 2x dalam sehari, lunak, ampas
(+), warna kuning kecoklatan, darah (-) Mual (-), muntah (-), batuk (+) berdahak,
pilek (-), nafsu makan menurun, sulit menelan. Rewel (+)
O :
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tinggi badan : 74 cm
Berat badan : 6,3 kg
Suhu : 37,8 °C
Nadi : 144 x/mnt, reguler, isi cukup
Pernafasan : 44 x/mnt
Pemeriksaan Fisik
Kepala
Bentuk normal, ukuran normal, tidak teraba benjolan, rambut coklat
keemasan, distribusi jarang, mudah dicabut, kulit kepala tidak ada kelainan, wajah
khas mongoloid.
Mata
Kelopak mata cekung (-), konjungtiva anemis +/+, konjungtiva bulbi tidak
hiperemis, epifora -/-, sklera tidak ikterik, pupil bulat, isokor diameter 3 mm, Reflek
cahaya +/+, air mata (+) jika menangis.
Telinga
Bentuk normal, liang telinga lapang, tidak terlihat sekret, tidak terlihat
serumen, tidak terlihat luka pasca trauma, tidak ada nyeri tekan tragus, tidak ada nyeri
tarik aurikuler, kelenjar getah bening pre dan retroaurikular tidak teraba membesar.
Hidung
Bentuk normal, sekret (-), septum deviasi (-), pernapasan cuping hidung (-).
Mulut
Mukosa bibir kering (-), tampak perioral sianosis (-), lidah kotor (-). Bercak
Koplik (-)
Tenggorokan
Tonsil T2-T2 hiperemis, kripta tidak melebar, detritus (-). Faring
posteriorhiperemis. Bercak eritema di palatum molle (-). Dahak (+)
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 18
Leher
Trakea di tengah, kelenjar thyroid tidak teraba membesar, kelenjar getah
bening submental, submandibular dextra et sinistra, cervical, supra clavicular tidak
teraba membesar.
Dada
Bentuk normal, retraksi otot-otot intercostalis, supraclavicula, subcostal (-).
Paru - paru
Inspeksi : simetris dalam diam dan pergerakan nafas
Palpasi : stem fremitus kanan kiri, depan belakang sama kuat
Perkusi : Sonor, batas paru – hepar ICS VI midclavicular line dextra
Auskultasi : Vesikuler +/+, Ronkhi +/+, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis
Palpasi : Pulsasi iktus kordis teraba di ICS IV midclavicula line sinistra
Perkusi :
– Redup , batas jantung atas ICS III midclavicula line sinistra.
– Batas jantung kanan midsternum ICS IV
– Batas jantung kiri ICS IV midclavicula line sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni, murmur (-), gallop (-).
Perut
I : datar, scar (-), striae (-), dilatasi vena (-)
P : hati dan lien tidak teraba membesar, nyeri CVA (-)
P : Timpani, tanda cairan bebas (-)
A : Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, tidak ada edem, sianosis, CRT < 2 detik
Tulang belakang : bentuk normal, tidak skoliosis, tidak lordosis, tidak kifosis
Kulit : Turgor kembali cepat , kedua telapak tangan pucat
Pemeriksaan Lab tgl 10/10/2015 pkl 08.14
Hematologi Hasil Nilai normal
Leukosit 5,6 6,0 – 18 ribu/µL
Eritrosit 2,87 3,50 – 5,20 juta2µL
Hb 8,0 10,1 – 12,9 g/dL
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 19
Ht 25 32 – 44 %
Trombosit 117 229 – 553 ribu/µL
MCV 84 73 – 109 fL
MCH 28 21 –33 pq
MCHC 34 26 – 34 g/dL
Imunoserologi Hasil Nilai normal
Anti Chikungunya IgM - Negatif
Dengue IgM - Negatif
Dengue IgG - Negatif
A : Tonsilofaringitis Akut; Gizi Buruk ;Anemia Normositik Normokrom ;
Down Syndrome.
P : - RL 500cc/8jam (10tpm)
- Pamol supp 62,5mg p.r.n demam
- Nebulizer (Ventolin 1/2amp + Flixodite 1/2amp + NaCl 1cc)
Senin, 12 Oktober 2015 pkl.07.00 (perawatan hari ke-3)
S : Demam (-) BAB (+) frekuensi 1x dalam sehari, lunak, ampas (+), warna kuning
kecoklatan, darah (-) Mual (-), muntah (-), batuk (+) berdahak, bunyi nafas grok-grok
pilek (-), nafsu makan menurun, sulit menelan. Rewel (+)
O :
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tinggi badan : 74 cm
Berat badan : 6,5 kg
Suhu : 37,1 °C
Nadi : 148 x/mnt, reguler, isi cukup
Pernafasan : 53 x/mnt
Pemeriksaan Fisik
Kepala
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 20
Bentuk normal, ukuran normal, tidak teraba benjolan, rambut coklat
keemasan, distribusi jarang, mudah dicabut, kulit kepala tidak ada kelainan, wajah
khas mongoloid.
Mata
Kelopak mata cekung (-), konjungtiva anemis +/+, konjungtiva bulbi tidak
hiperemis, epifora -/-, sklera tidak ikterik, pupil bulat, isokor diameter 3 mm, Reflek
cahaya +/+, air mata (+) jika menangis.
Telinga
Bentuk normal, liang telinga lapang, tidak terlihat sekret, tidak terlihat
serumen, tidak terlihat luka pasca trauma, tidak ada nyeri tekan tragus, tidak ada nyeri
tarik aurikuler, kelenjar getah bening pre dan retroaurikular tidak teraba membesar.
Hidung
Bentuk normal, sekret (-), septum deviasi (-), pernapasan cuping hidung (-).
Mulut
Mukosa bibir kering (-), tampak perioral sianosis (-), lidah kotor (-). Bercak
Koplik (-)
Tenggorokan
Tonsil T3-T3 hiperemis, kripta tidak melebar, detritus (-). Faring
posteriorhiperemis. Bercak eritema di palatum molle (-). Dahak (+)
Leher
Trakea di tengah, kelenjar thyroid tidak teraba membesar, kelenjar getah
bening submental, submandibular dextra et sinistra, cervical, supra clavicular tidak
teraba membesar.
Dada
Bentuk normal, retraksi otot-otot intercostalis, supraclavicula, subcostal (-).
Paru - paru
Inspeksi : simetris dalam diam dan pergerakan nafas
Palpasi : stem fremitus kanan kiri, depan belakang sama kuat
Perkusi : Sonor, batas paru – hepar ICS VI midclavicular line dextra
Auskultasi : Vesikuler +/+, Ronkhi +/+, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis
Palpasi : Pulsasi iktus kordis teraba di ICS IV midclavicula line sinistra
Perkusi :
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 21
– Redup , batas jantung atas ICS III midclavicula line sinistra.
– Batas jantung kanan midsternum ICS IV
– Batas jantung kiri ICS IV midclavicula line sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni, murmur (-), gallop (-).
Perut
I : datar, scar (-), striae (-), dilatasi vena (-)
P : hati dan lien tidak teraba membesar, nyeri CVA (-)
P : Timpani, tanda cairan bebas (-)
A : Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, tidak ada edem, sianosis, CRT < 2 detik
Tulang belakang : bentuk normal, tidak skoliosis, tidak lordosis, tidak kifosis
Kulit : Turgor kembali cepat , kedua telapak tangan pucat
Pemeriksaan Lab tgl 11/10/2015 pkl 07.13
Hematologi Hasil Nilai normal
Leukosit 6,8 6,0 – 18 ribu/µL
Eritrosit 3,15 3,50 – 5,20 juta2µL
Hb 8,8 10,1 – 12,9 g/dL
Ht 26 32 – 44 %
Trombosit 122 229 – 553 ribu/µL
MCV 84 73 – 109 fL
MCH 28 21 –33 pq
MCHC 33 26 – 34 g/dL
A : Tonsilofaringitis Akut; Gizi Buruk (KEP) ;Anemia Normositik
Normokrom ; Down Syndrome.
P : - RL 500cc/8jam (10tpm)
- PCT syr 4x 3/4cth p.r.n demam
- Zinc 1x1 cth
- Nebulizer (Ventolin 1/2amp + Flixodite 1/2amp + NaCl 1cc)
- Pulv Batuk (Ambroxol 1/3tab + CTM 0,65 + BComp 1/3tab)
- Periksa Feses Lengkap dan CRP
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 22
Selasa, 13 Oktober 2015 pkl.07.00 (perawatan hari ke-4)
S : Demam (-) BAB (-) dalam sehari, mual (-), muntah (-), batuk (+) berdahak,
bunyi nafas grok-grok, tampak sesak, pilek (-), nafsu makan menurun, sulit menelan
makan ataupun minuman. Rewel (+)
O :
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tinggi badan : 74 cm
Berat badan : 6,3 kg
Suhu : 37,0 °C
Nadi : 158 x/mnt, reguler, isi cukup
Pernafasan : 54 x/mnt
Pemeriksaan Fisik
Kepala
Bentuk normal, ukuran normal, tidak teraba benjolan, rambut coklat
keemasan, distribusi jarang, mudah dicabut, kulit kepala tidak ada kelainan, wajah
khas mongoloid.
Mata
Kelopak mata cekung (+), konjungtiva anemis +/+, konjungtiva bulbi tidak
hiperemis, epifora -/-, sklera tidak ikterik, pupil bulat, isokor diameter 3 mm, Reflek
cahaya +/+, air mata (+) jika menangis.
Telinga
Bentuk normal, liang telinga lapang, tidak terlihat sekret, tidak terlihat
serumen, tidak terlihat luka pasca trauma, tidak ada nyeri tekan tragus, tidak ada nyeri
tarik aurikuler, kelenjar getah bening pre dan retroaurikular tidak teraba membesar.
Hidung
Bentuk normal, sekret (-), septum deviasi (-), pernapasan cuping hidung (-).
Mulut
Mukosa bibir kering (-), tampak perioral sianosis (-), lidah kotor (-). Bercak
Koplik (-)
Tenggorokan
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 23
Tonsil T3-T3 hiperemis, kripta tidak melebar, detritus (-). Faring
posteriorhiperemis. Bercak eritema di palatum molle (-). Dahak (+)
Leher
Trakea di tengah, kelenjar thyroid tidak teraba membesar, kelenjar getah
bening submental, submandibular dextra et sinistra, cervical, supra clavicular tidak
teraba membesar.
Dada
Bentuk normal, retraksi otot-otot intercostalis, supraclavicula, subcostal (-).
Paru - paru
Inspeksi : simetris dalam diam dan pergerakan nafas
Palpasi : stem fremitus kanan kiri, depan belakang sama kuat
Perkusi : Sonor, batas paru – hepar ICS VI midclavicular line dextra
Auskultasi : Vesikuler +/+, Ronkhi +/+, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis
Palpasi : Pulsasi iktus kordis teraba di ICS IV midclavicula line sinistra
Perkusi :
– Redup , batas jantung atas ICS III midclavicula line sinistra.
– Batas jantung kanan midsternum ICS IV
– Batas jantung kiri ICS IV midclavicula line sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni, murmur (-), gallop (-).
Perut
I : datar, scar (-), striae (-), dilatasi vena (-)
P : hati dan lien tidak teraba membesar, nyeri CVA (-)
P : Timpani, tanda cairan bebas (-)
A : Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, tidak ada edem, sianosis, CRT < 2 detik
Tulang belakang : bentuk normal, tidak skoliosis, tidak lordosis, tidak kifosis
Kulit : Turgor kembali cepat , kedua telapak tangan pucat
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 24
Pemeriksaan Lab tgl 12/10/2015 pkl 07.13
Urinalisa Hasil Nilai normal
Berat Jenis 1.010 1.015 – 1.025
pH 8.5 4.8 – 7.4
Leukosit Esterase 8.5 Negatif / uL
Nitrit - Negatif
Albumin - Negatif / mg/dL
Glukosa - Negatif / mg/dL
Keton - Negatif / mg/dL
Urobilinogen + <=1 mg/dL
Bilirubin - Negatif / mg/dL
Urinalisa Hasil Nilai normal
Darah - Negatif / mg/dL
Sedimen Mikroskopis
Eritrosit - <3 / uL
Leukosit 2 Negatif / uL
Silinder - 0 – 1 / LPK
Epitel + Negatif
Bakteri - Negatif
Kristal - Negatif
Makroskopis
Warna Kuning -
Kejernihan Jernih -
Lain – lain - -
Feses Lengkap :
Parasitologi Hasil Nilai normal
Makroskopis
Warna Hitam -
Konsistensi Padat -
Lendir - -
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 25
Darah - -
Mikroskopis
Sisa pencernaan - -
Lemak + -
Karbohidrat - -
Serat-serat - -
Leukosit - 0-2/LPB
Eritrosit - 0-2/LPB
Parasit - Negatif
Telur cacing - Negatif
Jamur - Negatif
A : IRA bawah susp.BP; Tonsilofaringitis Akut e.c. Viral; Infeksi Saluran
kemih; Gizi Buruk (KEP) ; Anemia Normositik Normokrom ; Down Syndrome.
P : - RL 500cc/8jam (10tpm)
- PCT drops 3x0,7mL p.r.n demam
- Cefrtriaxon IV 1x300mg
- Zinc 1x1 cth
- Nebulizer (Ventolin 1/2amp + Flixodite 1/2amp + NaCl 1cc)
- Pulv Batuk (Ambroxol 1/3tab + CTM 0,65 + BComp 1/3tab)
- Cek Rontgen
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 26
RESUMETelah diperiksa seorang anak perempuan berusia 1 tahun 5 bulan, datang
diantar oleh orang tuanya ke IGD RSPI Sulianti Saroso dengan keluhan demam tinggi
hari ke 7, terutama pada malam hari, pola demam naik turun, demam sempat turun
dengan obat penurun panas namun tidak lama kemudian naik lagi, suhu tidak pernah
diukur.
Pasien juga mengalami batuk yang berdahak, nafas tampak sesak, pilek
dengan cairan bening, nafas sering berbunyi “grok-grok”, sudah berlangsung 3
hari.Keluhan mual muntah disangkal. Pasien juga gelisah, sulit tidur,
Berat badan pasien sulit naik.Pasien sulit menelan makanan dan minuman.Saat
ini pasien mengonsumsi ASI dan PASI.Nafsu makan dan minum pasien menurun,
dari 3x Makanan utama (2sach sereal) dan 2x Snack, semenjak sakit 3x 1/2sach sereal
dan tidak mau makan snack.BAK tidak ada keluhan, BAB lunak, 4-5x per hari sejak 2
hari ini, jumlah sedikit-sedikit, lendir (-), darah (-).
Pasien tidak pernah keluar kota 1 bulan terakhir, kontak dengan unggas (-).
Riwayat kontak dengan orang di sekitar pasien yang mengalami keluhan serupa
disangkal.
Pasien pernah dirawat 4 bulan lalu dengan Bronkopneumonia dan sudah
dinyatakan sembuh. Ibu pasien mengeluh anaknya rentan demam, batuk, dan diare
berulang. Pernah kuning saat usia 4 bln. Riwayat penyakit jantung, alergi obat dan
makanan, asma, TBC, kejang disangkal.
Pemeriksaan Fisik Umum (Tanggal Pemeriksaan 12 November 2015)
Keadaan umum : Tampak sakit sedang, lemas
Kesadaran : Compos mentis
Suhu : 37,1 °C
Nadi : 152 x/mnt
Pernafasan : 51 x/mnt
Tinggi badan : 74 cm
Berat badan : 6,5 kg
IMT : 11,87 kg/m2
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 27
Pemeriksaan Fisik Sistematis (Tanggal Pemeriksaan 12 November 2015)
Kepala
Bentuk normal, ukuran normal, tidak teraba benjolan, rambut coklat
keemasan, distribusi jarang, mudah dicabut, kulit kepala tidak ada kelainan,
wajah khas mongoloid.
Mata
Kelopak mata cekung -/-, konjungtiva anemis +/+,konjungtiva bulbi tidak
hiperemis, epifora -/-, sklera tidak ikterik, pupil bulat, isokor diameter 3 mm, Reflek
cahaya +/+
Telinga
Bentuk normal, liang telinga lapang, tidak terlihat sekret, tidak terlihat
serumen, tidak terlihat luka pasca trauma, tidak ada nyeri tekan tragus, tidak ada nyeri
tarik aurikuler, kelenjar getah bening pre dan retroaurikular tidak teraba membesar.
Hidung
Bentuk normal, sekret (+) serosa, septum deviasi (-), pernapasan cuping
hidung (-).
Mulut
Mukosa bibir kering (-), tampak perioral sianosis (-), lidah kotor (-). Bercak
Koplik (-)
Tenggorokan
Tonsil T3-T2 hiperemis, kripta tidak melebar, detritus (-). Faring
posteriorhiperemis. Bercak eritema di palatum molle (-).
Leher
Trachea di tengah, kelenjar thyroid tidak teraba membesar,kelenjar getah
bening submental, submandibular dextra et sinistra, cervical, supra clavicular tidak
teraba membesar.
Dada
Bentuk normal, retraksi otot-otot intercostalis, supraclavicula, subcostal (-).
Paru - paru
Inspeksi : simetris dalam diam dan pergerakan nafas
Palpasi : stem fremitus kanan kiri, depan belakang sama kuat
Perkusi : Sonor, batas paru – hepar ICS VI midclavicular line dextra
Auskultasi : Vesikuler +/+, Ronkhi +/+, wheezing -/-
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 28
Jantung
Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis
Palpasi : Pulsasi iktus kordis teraba di ICS IV midclavicula line sinistra
PerkusiRedup ,batas jantung atas ICS III midclavicula line sinistra.
Batas jantung kanan midsternum ICS IV
Batas jantung kiri ICS IV midclavicula line sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni, murmur (-), gallop (-).
Perut
I : cembung, scar (-), striae (-), dilatasi vena (-)
P : hati dan lien tidak teraba membesar, nyeri CVA (-)
P : Timpani , tanda cairan bebas (-)
A : Bising usus (+) normal
Genitalia : Vulva vagina tidak ada kelainan
Ekstremitas : Akral hangat, tidak ada edema, sianosis, CRT < 2 detik
Tulang belakang : bentuk normal, tidak skoliosis, tidak lordosis, tidak kifosis
Kulit : Turgor kembali cepat , kedua telapak tangan pucat
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 29
Pemeriksaan Penunjang
Darah lengkap (13/10/2015)
Leukosit : 5,4
Trombosit : 97 (6/8/2015)
Hb : 7,8
Ht : 24
Segmen : 62
LED : 60
Pemeriksaan Feses : dalam batas normal (12/10/2015)
Urinalisa : (6/8/2015)
pH : 8,5
Leukosit Est. : 8,5 (tinggi)
Epitel : +
Sedimen Leukosit : 2
Pemeriksaan foto thorax AP dan lateral (13/10/2015)
Cor besar normal
Infiltrat perihilar, paracardial kanan, kiri
Hilus normal
Corakan bronkovaskular kasar
Sinus, diafragfma baik
Kesan pemeriksaan : Bronkopneumonia
DIAGNOSADiagnosa : Bronkopneumonia
Diagnosa tambahan :
Tonsilofaringitis akut e.c. viral
Infeksi Saluran kemih
Anemia Normositik Normokrom
Gizi buruk
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 30
Down Syndrome
Diagnosa banding :
Tonsilofaringitis e.c. Bakterial (SBHGA)
TBC Paru
PENGOBATANNon Medikamentosa :
Tirah baring
Asupan makanan dan minuman yang adekuat
Dikonsulkan ke dokter spesialis gizi dengan jawaban konsul:
DietMakananpadat(cincanghalus),Biskuit6x1keping,SusuSGM23x90cc
Medikamentosa :
RL500cc/8jam(10tpm)
PCTdrops3x0,7mLp.r.ndemam
CefrtriaxonIV1x300mg
Zinc1x1cth
Nebulizer(Ventolin1/2amp+Flixodite1/2amp+NaCl1cc)
PulvBatuk(Ambroxol1/3tab+CTM0,65+BComp1/3tab)
PROGNOSA Ad vitam : ad bonam
Ad functionam : ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 31
ANALISIS KASUSBRONKOPNEUMONIA
Teori Kasus
Faktor Resiko (Buku ajar respi IDAI)
Terdapat berbagai faktor risiko yang
menyebabkan tingginya angka mortalitas
pneumonia pada anak balita di negara
berkembang :
- pneumonia yang terjadi pada masa bayi,
- berat badan lahir rendah (BBLR),
- tidak mendapat imunisasi,
- tidak mendapat ASI yang adekuat,
- malnutrisi, defisiensi vitamin A,
- tingginya prevalens kolonisasi bakteri
patogen di nasofaring,
- tingginya pajanan terhadap polusi udara
(polusi industri atau asap rokok).
Pada pasien ini, terdapat faktor resiko berupa
adanya riwayat bronkopneumonia 4 bulan
SMRS (pada usia 1 tahun), adanya malnutrisi
(kurva WHO = Gizi buruk), serta Sindroma
Down (terkait imunitas yang rendah)
Manifestasi Klinis (Buku ajar respi IDAI dan Buku saku WHO)
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan
anak bergantung pada berat-ringannya
infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai
berikut:
Gejala infeksi umum, yaitu demam yang
memanjang >7hari, sakit kepala, gelisah,
malaise, penurunan napsu makan, keluhan
gastrointestinal seperti mual, muntah atau
diare; kadang-kadang ditemukan gejala
infeksi ekstrapulmoner.
Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk,
sesak napas, retraksi dada, takipnea, napas
cuping hidung, air hunger, merintih, dan
sianosis.
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan
tanda klinis seperti pekak perkusi, suara
Gejala klinis pasien berupa :
- Demam berkisar 37,6-38,1 C, menetap
>7hari
- RR 44-52x/menit
- penurunan nafsu makan, sulit makan dan
minum
- lemas, gelisah
- keluhan GIT seperti diare pada hari pertama
- Batuk berdahak
- Takipneu
Pada pemeriksaan fisik ditemukan :
- Ronki basah kasar
Adanya tanda bahaya berupa status gizi
buruk.
Pasien termasuk Pneumonia tidak berat,
karena meskipun ada takipneu dan kesulitan
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 32
napas melemah, dan ronki. Akan tetapi
pada neonatus dan bayi kecil, gejala dan
tanda pneumonia lebih beragam dan tidak
selalu jelas terlihat. Pada perkusi dan
auskultasi paru umumnya tidak ditemukan
kelainan.
Gambaran klinis Bayi dan anak usia 2
bulan–5 tahun :
Pneumonia berat
- Batuk dan atau kesulitan bernapas
ditambah minimal salah satu hal
berikut ini:
- Kepala terangguk-angguk
- Pernapasan cuping hidung
- Tarikan dinding dada bagian bawah
ke dalam
- Foto dada menunjukkan gambaran
pneumonia (infiltrat luas,
konsolidasi, dll)
- Selain itu bisa didapatkan pula
tanda berikut ini:
- Napas cepat:
--Anak umur < 2 bulan : ≥ 60
kali/menit
--Anak umur 2 – 11 bulan : ≥ 50
kali/menit
--Anak umur 1 – 5 tahun : ≥ 40
kali/menit
--Anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30
kali/menit
- Suara merintih (grunting) pada bayi
muda
- Pada auskultasi terdengar:
-- Crackles (ronki)
-- Suara pernapasan menurun
-- Suara pernapasan bronchial
makan atau minum, KU pasien masih baik,
tidak ada tanda distress pernafasan seperti
nafas cuping hidung, retraksi dada, hingga
tanda gangguan perfusi seperti sianosis
penurunan kesadaran, sehingga dapat
ditatalaksana seperti pasien Pneumonia tidak
berat
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 33
- Dalam keadaan yang sangat berat
dapat dijumpai:
- Tidak dapat menyusu atau
minum/makan, atau memuntahkan
semuanya
- Kejang, letargis atau tidak sadar
- Sianosis
- Distres pernapasan berat.
Pneumonia
bila tidak ada sesak napas
ada napas cepat dengan laju
napas:
>50 x/menit untuk anak
usia 2 bulan–1 tahun
>40 x/menit untuk anak
>1–5 tahun
tidak perlu dirawat, diberikan
antibiotik oral.
Bukan pneumonia
bila tidak ada napas cepat dan
sesak napas
tidak perlu dirawat dan tidak
perlu antibiotik, hanya
diberikan pengobatan
simptomatis seperti penurun
panas.
Tanda bahaya pada anak berusia 2 bulan–5
tahun adalah tidak dapat minum, kejang,
kesadaran menurun, stridor, dan gizi
buruk; tanda bahaya untuk bayi berusia di
bawah 2 bulan adalah malas minum,
kejang, kesadaran menurun, stridor,
mengi, dan demam/badan terasa dingin.
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 34
(buku respi idai dan who)
Etiologi (Buku ajar respi IDAI)
Secara klinis pada anak sulit membedakan
pneumonia bakterial dengan pneumonia
viral. Demikian pula pemeriksaan
radiologis dan laboratorium tidak
menunjukkan perbedaan nyata
Namun sebagai pedoman dapat disebutkan
bahwa pneumonia bakterial awitannya
cepat, batuk produktif, pasien tampak
toksik, leukositosis, dan perubahan nyata
pada pemeriksaan radiologis.
Pola bakteri penyebab pneumonia
biasanya berubah sesuai dengan distribusi
umur pasien.
Di negara berkembang, pneumonia pada
anak terutama disebabkan oleh bakteri.
(buku respi idai)
Pada pasien ini, pasien berada di negara
berkembang (Indonesia) dimana penyebab
penumonia pada anak terutama oleh bakteri.
Gejala klinis seperti sesak nafas, batuk
produktif, dan gambaran radiologis
mendukung karakteristik pneumonia
bakterial, sehingga pada pasien dapat
dikategorikan sebagai pneumonia bakterial;
penyebab lain seperti viral belum dapat
disingkirkan sepenuhnya, bisa sebagai infeksi
primer yang memicu komplikasi bakterial
Pemeriksaan Penunjang (Buku ajar respi IDAI)
1. Darah perifer lengkap
- Leukosit : pneumonia virus dan
mikoplasma normal atau sedikit
meningkat ; pneumonia bakteri didapatkan
leukositosis antara 15.000–40.000/mm3
dengan predominan PMN. Leukopenia
(<5.000/mm3) menunjukkan prognosis
yang buruk. Pada infeksi Chlamydia
pneumoniae kadang ditemukan eosinofilia.
Efusi pleura merupakan cairan eksudat
dengan sel PMN berkisar antara 300–
100.000/mm3, protein >2,5 g/dl, dan
glukosa relatif lebih rendah daripada
glukosa darah.
- Kadang-kadang terdapat anemia ringan
dan laju endap darah (LED) yang
meningkat.
Pada pasien, dilakukan pemeriksaan darah
perifer lengkap dengan hasil:
- Leukosit berkisar 3.100-6.800/mm3 tidak
menunjukkan adanya leukositosis sebagai
tanda infeksi bakterial. Namun hal ini dapat
terjadi pada pneumonia akibat Stafilokus
aureus yang mengalami perburukan cepat,
terutama ditambah kondisi imunodefisiensi
akibat malnutrisi dan sindroma down. Sulit
menentukan etiologi pneumonia pada pasien
ini.
- Terdapat peningkatan LED (60 mm) sebagai
tanda adanya inflamasi kronis
Pemeriksaan CRP, Uji serologis, dan uji
biakan spesimen tidak dilakukan karena tidak
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 35
2. C-Reactive Protein (CRP)
- C-reactive protein suatu protein fase
akut yang disintesis oleh hepatosit. Kadar
CRP biasanya lebih rendah pada infeksi
virus dan infeksi bakteri superfisialis
daripada infeksi bakteri profunda. C-
reactive protein biasa digunakan untuk
evaluasi respons terapi antibiotik.
3. Uji serologis
- Diagnosis infeksi Streptokokus grup A =
peningkatan titer antibodi seperti
antistreptolisin O, streptozim, atau
antiDnase B. Peningkatan titer dapat juga
berarti adanya infeksi terdahulu.
- uji serologis tidak terlalu bermanfaat
dalam mendiagnosis infeksi bakteri tipik.
Akan tetapi, untuk deteksi infeksi bakteri
atipik seperti Mikoplasma dan Klamidia,
serta beberapa virus seperti RSV,
Sitomegalo, campak, Parainfluenza 1,2,3,
Influenza A dan B, dan Adeno,
peningkatan antibodi IGM dan IgG dapat
mengkonfirmasi diagnosis.
4. Pemeriksaan mikrobiologis
- Pemeriksaan mikrobiologik untuk
diagnosis pneumonia anak tidak rutin
dilakukan kecuali pada pneumonia berat
yang dirawat di RS.
- Spesimen dapat berasal dari usap
tenggorok, sekret nasofaring, bilasan
bronkus, darah, pungsi pleura, atau
aspirasi paru. Kecuali pada masa neonatus,
kejadian bakteremia sangat rendah
sehingga kultur darah jarang yang positif
(10–30% positif).
5. Pemeriksaan Rontgen toraks
- Foto rontgen toraks (AP dan lateral)
terlalu efektif dalam diagnosis dan terapi.
Pemeriksaan Foto Thorax AP :
- Cor besar normal
- Infiltrat perihilar, paracardial kanan, kiri
- Hilus normal
- Corakan bronkovaskular kasar
- Sinus, diafragfma baik
Sesuai dengan gambaran Bronkopneumonia
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 36
direkomendasikan pada pneumonia berat
yang dirawat, dengan tanda dan gejala
klinik distres pernapasan seperti takipnea,
batuk, dan ronki, dengan atau tanpa suara
napas yang melemah. Kelainan foto
rontgen toraks pada pneumonia tidak
selalu berhubungan dengan gambaran
klinis, kadang infiltrate timbul sebelum
gejala.
- Resolusi infiltrat sering memerlukan
waktu yang lebih lama setelah gejala klinis
menghilang. Ulangan foto rontgen toraks
diperlukan bila gejala klinis menetap,
penyakit memburuk, atau untuk tindak
lanjut.
- Secara umum gambaran foto toraks
terdiri dari:
-- Infiltrat interstisial : peningkatan
corakan bronkovaskular, peribronchial
cuffing, dan hiperaerasi.
-- Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi
paru dengan air bronchogram (dapat satu
lobus disebut dengan pneumonia lobaris,
atau terlihat sebagai lesi tunggal cukup
besar, bentuk sferis, berbatas tidak terlalu
tegas, menyerupai lesi tumor paru, dikenal
sebagai round pneumonia)
-- Bronkopneumonia, ditandai dengan
gambaran difus merata pada kedua paru,
berupa bercak-bercak infiltrate, meluas
hingga daerah perifer paru, disertai dengan
peningkatan corakan peribronkial.
(buku RESPI IDAI)
Tatalaksana(Buku ajar respi IDAI dan buku WHO)
- Indikasi perawatan terutama berdasarkan
berat-ringannya penyakit, misalnya toksis,
Pemberian terapi antibiotik baru
dimulai pada hari ke-4, yaitu
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 37
distres pernapasan, tidak mau
makan/minum, atau ada penyakit dasar
yang lain, komplikasi, dan terutama
mempertimbangkan usia pasien. Neonatus
dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis
pneumonia harus dirawat inap.
- Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap
adalah pengobatan kausal dengan
antibiotik yang sesuai, serta tindakan
suportif.
- Walaupun pneumonia viral dapat
ditatalaksana tanpa antibiotik, tapi
umumnya sebagian besar pasien diberi
antibiotik karena infeksi bakteri sekunder
tidak dapat disingkirkan.
- Terapi antibiotik harus segera diberikan
pada anak dengan pneumonia yang diduga
disebabkan oleh bakteri
- Pilihan antibiotik lini pertama dapat
menggunakan antibiotik golongan beta-
laktam atau kloramfenikol. Pada
pneumonia yang tidak responsif terhadap
beta-laktam dan kloramfenikol, dapat
diberikan antibiotik lain seperti
gentamisin, amikasin, atau sefalosporin,
sesuai dengan petunjuk etiologi yang
ditemukan. Terapi antibiotik diteruskan
selama 7−10 hari pada pasien 322
dengan pneumonia tanpa komplikasi,
meskipun tidak ada studi kontrol
mengenai lama terapi antibiotik yang
optimal.
- Terapi suportif :
1. Pastikan anak memperoleh
kebutuhan cairan rumatan sesuai
umur anak tetapi hati-hati
CefrtriaxonIV1x300mg, meskipun
pasien sudah dapat dikategorikan
sebagai pneumonia bacterial (bisa
disertai pneumonia viral). Seharusnya
pemberian antibiotik dapat dimulai
sejak hari pertama
Diberikan terapi suportif :
- RL500cc/8jam(10tpm)
- PCTdrops3x0,7mLp.r.ndemam
- Zinc1x1cth
- Nebulizer(Ventolin1/2amp+Flixodit
e1/2amp+NaCl1cc)
- PulvBatuk(Ambroxol1/3tab+CTM0,
65+BComp1/3tab)
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 38
terhadap kelebihan
cairan/overhidrasi.
2. Terapi Oksigen pada semua anak
dengan pneumonia berat. Bila
tersedia pulse oximetry, gunakan
sebagai panduan untuk terapi.
Lakukan periode uji coba tanpa
oksigen setiap harinyapada anak
yang stabil. Hentikan pemberian
oksigen bila saturasi tetap stabil >
90%. Lanjutkan pemberian
oksigen sampai tanda hipoksia
(seperti tarikan dinding dada
bagian bawah ke dalam yang berat
atau napas > 70/menit) tidak
ditemukan lagi.
3. Bila anak disertai demam (> 390
C) yang tampaknya menyebabkan
distres, beri parasetamol.
4. Bila ditemukan adanya wheeze,
beri bronkhodilator kerja cepat
5. Bila terdapat sekret kental di
tenggorokan yang tidak dapat
dikeluarkan oleh anak, hilangkan
dengan alat pengisap secara
perlahan.
6. Anjurkan pemberian ASI dan
cairan oral. Jika anak tidak bisa
minum, pasang pipa nasogastrik
dan berikan cairan rumatan dalam
jumlah sedikit tetapi sering. Bisa
asupan baik, hindari penggunaan
NGT karena beresiko pneumonia
aspirasi. Bujuk anak untuk makan,
segera setelah anak bisa menelan
makanan, sesuai kemampuan anak
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 39
dalam menerimanya.
7. Evaluasi 3 jam sekali atau
minimal 1x/hari pemeriksaan oleh
dokter
8. Waspada terhadap gangguan asam
basa, elektrolit dan gula darah dan
Lakukan screening jika ada tanda
gejala gangguan tersebut
(IDAI RESPI DAN WHO)
Diagnosis Banding dengan TB (Buku saku pelayanan kesehatan WHO)
Salah satu diagnosis banding
bronkopneumonia yaitu TBC paru.
Sistem skoring gejala dan pemeriksaan
penunjang TB :
Kontak dengan pasien TB BTA positif
diberi skor 3
Penentuan status gizi:
Berat badan dan panjang/ tinggi
badan dinilai saat pasien datang
(moment opname).
Dilakukan dengan parameter
BB/TB atau BB/U. Penentuan status
gizi untuk anak usia<5 tahun
merujuk pada buku KIA Kemenkes,
sedangkan untuk anak usia >5 tahun
merujuk pada kurva CDC.
Demam (≥2 minggu) dan batuk (≥3
minggu) yang tidak membaik setelah
diberikan pengobatan sesuai baku
terapi di puskesmas.
Ada pembesaran KGB dan sendi/tulang
Gambaran foto toraks menunjukkan
gambaran mendukung TB berupa:
pembesaran kelenjar hilus atau
paratrakeal dengan/tanpa infiltrat,
atelektasis, konsolidasi
Untuk menyingkirkan kemungkinan TBC,
dilakukan skoring TB
Ibu pasien menyangkal adanya kontak
dengan pasien TB baik yang BTA (+)
maupun (-)
BB/TB dan BB/U menurut kurva WHO
berada di <-3 SD yaitu status gizi buruk.
Sering mengalami demam namun suhu
tidak terlalu tinggi (demam <2 minggu)
Batuk baru dialami 3 hari SMRS. Tidak
ada batuk dalam 1 bulan terakhir.
Tidak ada pembesaran KGB dan
sendi/tulang
Uji PPD/Mantoux tidak dilakukan
Gambaran foto thorax menunjukkan kesan
Bronkopneumonia dengan DD TB paru
berupa:
Infiltrat perihilar, paracardial kanan,
kiri
Hilus normal
Corakan bronkovaskular kasar
Skoring pada pasien : 2+1 = 3
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 40
segmental/lobar, milier, kalsifikasi
dengan infiltrat, tuberkuloma.
Uji PPD/Mantoux
Anak didiagnosis TB jika jumlah skor
≥ 6 (skor maksimal 13)
WHO
TONSILOFARINGITIS AKUT VIRALTeori Kasus
Epidemiologi dan Definisi(Buku Respirologi IDAI).
Faringitis biasa terjadi pada anak, jarang
terjadi pada anak dibawah 1 tahun, insidens
meningkat seiring bertambahnya umur,
puncaknya di usia 4-7 tahun
Pasien termasuk anak-anak, berusia
diatas 1 tahun 5 bulandimana pada
usia tersebut insidensnya mulai
meningkat.
Istilah Faringitis akut digunakan untuk
menunjukkan semua infeksi akut pada faring
termasuk tonsilitis (tonsilofaringitis) yang
berlangsung hingga 14 hari, merupakan
peradangan akut membran mukosa faring
dan struktur lain disekitarnya.
Pasien mengalami peradangan akut
pada mukosa faring dan tonsil dimana
kelainan ini dialami dibawah 14 hari
(7 hari) sehingga termasuk
tonsilofaringitis akut
Etiologi dan Manifestasi Klinis(Buku Respirologi IDAI)
Etiologi faringitis akut dapat berupa bakteri,
virus, mikolasma, klamidia.
Virus merupakan etiologi terbanyak
faringitis akut, terutama pada anak usia ≤
3tahun (prasekolah)
Manifestasi klinis dari fariingitis
(streptokokus) antara lain :
- Awitan akut, disertai mual dan muntah
- Demam
- Faring Hiperemis
- Nyeri tenggorokan
- Tonsil bengkak dengan eksudasi
- KGB leher anterior bengkak dan nyeri
Pada pasien ini terdapat tanda dan
gejala sebagai berikut:
- Terjadi diusia dibawah 3 tahun
- Demam
- Faring hiperemis
- Tonsil membesar (T3-T3)
- Kelainan melibatkan mukosa faring,
tonsil, dan mulut
- Disertai diare, batuk dan pilek
- Stridor inspirasi
- Terdapat ronki pada paru (meski
penyebab ronki belum pasti oleh
Tonsilofaringitis)
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 41
- Uvula bengkak dan merah
- ekskoriasi hidung disertai lesi impetigo
sekunder
- Ruam skarlatina
- Petekie palatum molle
Akan tetapi, tanda tersebut bukan tanda pasti
faringitis bakterial karena dapat ditemukan
pada etiologi lain.
Sedangkan bila dijumpai gejala dan tanda
berikut ini, maka kemungkinan besar bukan
faringitis bakterial, melainkan viral :
- Usia dibawah 3 tahun
- Awitan bertahap
- Kelainan melibatkan beberapa mukosa
- Disertai konjungtivitis, diare batuk,
rinnorhea, suara serak
- mengi, ronki di paru
- eksantem ulseratif
- Sulit menelan (kemungkinan akibat
nyeri tenggorokan)
Dari tanda dan gejala klinisnya,
pasien diduga mengalami
Tonsilofaringitis yang disebabkan
oleh Virus (untuk demam yang
menetap lebih dari 7 hari, dapat
dicurigai adanya infeksi lain sebagai
penyebab utamanya)
Pemeriksaan Penunjang (medscape)
Pemeriksaan penunjang :
- pada faringitis viral biasanya disertai
leukosit yang kurang dri 5000/uL,
limfositosis, swab tenggorok dan rapid test
antigen streptokokus dapat positif pada 30%
kasus EBV
- pada bakteri biasanya disertai peningkatan
CRP, darah lengkap yang mengarah ke
infeksi akut bakterial (leukosit cenderung
meningkat, netrofil meningkat)
Pada pasien ini, ditemukan adanya
leukopenia (3.100) dan
trombositopenia (98.000). Untuk
memastika etiologinya, seharusnya
dilakukan swab tenggorok sehingga
memperoleh diagnosis kerja dan
tatalaksana yang lebih efisien
Tatalaksana (Buku Respi IDAI)
Pemberian antibiotik tidak diperlukan Pada pasien ini tatalaksana yang
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 42
pada faringitis virus, karena tidak akan
mempercepat waktu penyembuhan atau
mengurangi derajat keparahan. Istirahat
cukup dan pemberian cairan yang sesuai
merupakan terapi suportif yang dapat
diberikan. Selain itu, pemberian gargles
(obat kumur) dan lozenges (obat hisap),
pada anak yang cukup besar dapat
meringankan keluhan nyeri tenggorok.
Apabila terdapat nyeri yang berlebih atau
demam, dapat diberikan parasetamol atau
ibuprofen. Pemberian aspirin tidak
dianjurkan, terutama pada infeksi Influenza,
karena insidens sindrom Reye kerap terjadi
diberikan antara lain berupa
simptomatik dan suportif (cairan):
-Non Medikamentosa:
--Tirah baring
--Asupan makanan dan minuman yang
adekuat
-- Dikonsulkan ke dokter spesialis gizi
dengan jawaban konsul:
Diet Makanan padat(cincanghalus),
Biskuit 6x1keping, Susu SGM2 3x90cc
Medikamentosa:
- RL500cc/8jam(10tpm)
-PCTdrops3x0,7mLp.r.ndemam
-Nebulizer
(Ventolin1/2amp+Flixodite1/2amp+N
aCl1cc)
-PulvBatuk
(Ambroxol1/3tab+CTM0,65+BComp
1/3tab)
Pemberian antibiotik pada pasien ini
diberikan karena diagnosis tambahan
lain yang diderita pasien
INFEKSI SALURAN KEMIHTeori Kasus
Epidemiologi (Pedoman Pelayanan Medis IDAI)
Infeksi saluran kemih merupakan infeksi
kedua tersering setelah ISPA pada anak
usia kurang dari 2 tahun, dengan angka
mencapai 5%.
Pasien anak usia 1 tahun 5 bulan, dimana
angka kejadian ISK cukup tinggi pada anak
seusianya dan pada anak seusianya demam
menetap yang belum diketahui penyebabnya
dapat dicurigai adanya kemungkinan ISK
Kriteria (Konsesus ISK pada Anak)
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 43
American Academy of Pediatrics (AAP)
membuat rekomendasi bahwa
pada bayi umur di bawah 2 bulan, setiap
demam harus dipikirkan kemungkinan
ISK dan perlu dilakukan biakan urin. Pada
anak umur 2 bulan sampai 2 tahun
dengan demam yang tidak diketahui
penyebabnya, kemungkinan ISK harus
dipikirkan dan perlu dilakukan biakan
urin, dan anak ditata laksana sebagai
pielonefritis.
AAPmembuat patokan sederhana
berdasarkan 5 gejala klinik yaitu:
1. suhu tubuh 390C atau lebih,
2. demam berlangsung dua hari atau lebih,
3. ras kulit putih,
4. umur di bawah satu tahun,
5. tidak ditemukan kemungkinan
penyebab demam lainnya.
Bila ditemukan 2 atau lebih faktor risiko
tersebut maka sensitivitas untuk
kemungkinan ISK mencapai 95% dengan
spesifisitas 31%. (consensus ISK)
Pada pasien, demam yang dialami menetap >
7 hari, dimana hal ini mendukung patokan
sederhana AAP mengenai gejala ISK yakni
demam yang berlangsung >7 hari, sehingga
penyebab demam menetap bukan dari
tonsilofaringitis viral, melainkan adanya
infeksi bakterial salah satunya infeksi saluran
kemih.
Manifestasi Klinis (Konsesus ISK pada Anak)
Gejala klinik ISK pada anak sangat
bervariasi, ditentukan oleh intensitas
reaksi peradangan, letak infeksi (ISK atas
dan ISK bawah), dan umur pasien.
Sebagian
ISK pada anak merupakan ISK
asimtomatik, umumnya ditemukan pada
anak umur sekolah, terutama anak
perempuan dan biasanya ditemukan pada
uji tapis (screening programs). ISK
asimtomatik umumnya memiliki prognosis
jangka panjang baik.
Pada pasien ini, gejala yang dialami tidak
spesifik; gejala berupa gejala sistemik seperti
demam yang tidak terlalu tinggi, penurunan
berat badan, diare, nafsu makan menurun.
Gejala klinik lokal tidak ditemukan.
Untuk lokasi infeksi berdasarkan tanda klinis
tidak terlalu khas; terdapat gejala ISK atas
berupa gejala saluran pencernaan seperti diare
dan gejala ISK bawah seperti demam yang
jarang melebihi 38 C
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 44
Tanda Gejala anak yang mengalami ISK :
- Bayi sampai satu tahun :
-- demam tinggi, dapat disertai kejang
-- penurunan berat badan,
-- gagal tumbuh,
-- nafsu makan berkurang,
-- cengeng,
-- kolik, muntah, diare,
-- ikterus, dan
-- distensi abdomen.
-- Nyeri palpasi ginjal anak
- Pada umur lebih tinggi s.d 4 tahun :
-- demam tinggi hingga menyebabkan
kejang,
-- muntah dan diare hingga dehidrasi.
-- gejala klinik lokal saluran kemih berupa
polakisuria, disuria, urgency, frequency,
ngompol,
-- keluhan sakit perut dan pinggang jarang
ditemukan.
Berdasarkan letak infeksi :
- ISK atas (pielonefritis)
-- demam tinggi disertai menggigil,
-- gejala saluran cerna seperti mual,
muntah, diare.
-- nyeri pinggang.
-- Gejala neurologis dapat berupa
iritabel dan kejang.
- ISK bawah (sistitis) demam jarang
melebihi 380C, biasanya ditandai dengan
nyeri pada perut bagian bawah, serta
gangguan berkemih berupa frequensi,
nyeri waktu berkemih, rasa diskomfort
suprapubik, urgensi, kesulitan berkemih,
retensio urin, dan enuresis
Pemeriksaan Penunjang (Konsesus ISK pada Anak)
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 45
Pemeriksaan penunjang ISK pada anak
berupa :
1. Pemeriksaan urinalisis
- meliputi leukosituria
(>5/LBP), nitrit, leukosit
esterase, protein, dan
hematuria (eritrosit >5/LPB).
Leukosituria merupakan
petunjuk kemungkinan adanya
bakteriuria, tetapi tidak
dipakai sebagai patokan ada
tidaknya ISK. Bakteriuria
dapat juga terjadi tanpa
leukosituria. Leukosituria
biasanya ditemukan pada anak
dengan ISK (80-90%)
- Pemeriksaan dengan stik urin
dapat mendeteksi adanya
leukosit esterase, enzim yang
terdapat di dalam lekosit
neutrofil, yang
menggambarkan banyaknya
leukosit dalam urin
- Sebagian besar kuman Gram
negatif dan beberapa kuman
Gram positif dapat mengubah
nitrat menjadi nitrit, sehingga
jika uji nitrit positif berarti
terdapat kuman dalam urin
- Bila penyebabnya Proteus,
perlu dicurigai kemungkinan
batu struvit
(magnesiumammonium-
fosfat) karena kuman Proteus
menghasilkan enzim urease
yang memecah ureum menjadi
Pada pasien ini, pemeriksaan yang dilakukan
sebagai penunjang adalah Urinalisis dan
Hematologi, dimana pada pemeriksaan
ditemukan :
- Hematologi hanya dilakukan
pemeriksaan Darah Lengkap,
data yang bermakna adalah
peningkatan nilai hitung jenis
Netrofil Segmen (62%) dan
peningkatan LED (60mm);
pemeriksaan CRP, prokalsitonin
tidak dilakukan adanya proses
inflamasi kronis, mendukung ISK
- Urinalisis ditemukan peningkatan
pH (8,5) dan peningkatan leukosit
esterase (8,5 / tinggi) dan
ditemukannya sedimen leukosit
urin (2/lpb) mendukung adanya
leukosituria terkait bakteriuria /
ISK (pada 80-90% kasus)
- Pemeriksaan biakan urin tidak
dilakukan Untuk menentukan
diagnosis pasti adanya ISK,
seharusnya dilakukan biakan
urin, dengan metode pengambilan
melalui urin pancar tengah (lebih
non-invasif).
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 46
amonium, sehingga pH urin
meningkat menjadi 8-8,5.
- Protein dan darah mempunyai
sensitivitas dan spesifitas yang
rendah dalam diagnosis ISK.
- Pada urin segar tanpa dipusing
(uncentrifuged urine), kuman
per lapangan pandangan besar
(LPB) kira-kira setara dengan
hasil biakan 107 cfu/mL urin,
sedangkan pada urin yang
dipusing, kuman per LPB
pemeriksaan mikroskopis
sama dengan jumlah kuman
lebih dari 105 cfu/mL urin.
Jika dengan mikroskop fase
kontras tidak terlihat kuman,
umumnya urin steril
2. Pemeriksaan hematologi
- Leukositosis, peningkatan
nilai absolut neutrofil,
peningkatan LED, C-reactive
protein (CRP) positif,
merupakan indikator non-
spesifk ISK atas
- Prokalsitonin, dan sitokin
proinflamatori (TNF-α; IL-6;
IL-1β) meningkat pada fase
akut infeksi, termasuk pada
pielonefritis akut
3. Biakan Urin
- Diagnosis pasti dengan
ditemukannya bakteriuria
bermakna pada biakan urin.
- Untuk teknik pengambilan
sampel urin dengan cara
aspirasi supra pubik, semua
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 47
literatur sepakat bahwa
bakteriuria bermakna adalah
jika ditemukan kuman dengan
jumlah berapapun.
- Berdasarkan kriteria Kass,
dengan kateter urin dan urin
pancar tengah dipakai jumlah
kuman ≥ 105 cfu per mL urin
sebagai bakteriuria bermakna
- Baerton dkk., menggunakan
batasan kuman > 104 cfu/mL
jika sampel urin diambil
dengan urine bag
- Urin umumnya dibiak dalam
media agar darah dan media
McConkey.
Tatalaksana (Konsesus ISK pada Anak dan Buku saku WHO)
Medikamentosa
Sebelum ada hasil biakan urin dan uji
kepekaan, antibiotik diberikan secara
empirik selama 7-10 hari untuk eradikasi
infeksi akut.
Bayi ≥ 3 bulan dengan pielonefritis
akut/ISK atas:
• Pertimbangkan untuk dirujuk ke spesialis
anak .
• Terapi dengan antibiotik oral 7-10 hari,
dengan antibiotik yang resistensinya masih
rendah berdasarkan pola resistensi kuman,
seperti sefalosporin atau ko-amoksiklav.
• Jika antibiotik per oral tidak dapat
digunakan, terapi dengan antibiotic
parenteral, seperti sefotaksim atau
seftriakson selama 2-4 hari dilanjutkan
dengan antibiotik per oral hingga total
lama pemberian 10 hari.
Pada pasien ini, diberikan antibiotik berupa
sefalosporin generasi ke 3 ceftriaxon
1x300mg (20-50mg/BB/hari) segera setelah
hasil urin menunjukkan adanya leukositoria
yang mendukung diagnosis ISK . Karena
pasien bermasalah dalam intake peroral
dimana ada keluhan sulit menelan sehingga
pemberian Antibiotik melalui jalur parenteral.
Pasien juga diberikan terapi demam berupa
PCT (3x0,7mL drops) dan terapi cairan
adekuat (RL 500cc/8jam) serta menjaga
higiene perineum tetap baik
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 48
3. Bayi ≥ 3 bulan dengan sistitis/ ISK
bawah:
• Berikan antibiotik oral selama 3 hari
berdasarkan pola resistensi kuman
setempat. Bila tidak ada hasil pola
resistensi kuman, dapat diberikan
trimetroprim, sefalosporin, atau
amoksisilin. (kotrimoksazol oral (24
mg/kgBB setiap 12 jam) selama 5 hari;
gentamisin (7.5 mg/kg IV sekali sehari)
ditambah ampisilin (50 mg/kg IVsetiap 6
jam))
• Bila dalam 24-48 jam belum ada
perbaikan klinis harus dinilai
kembali,dilakukan pemeriksaan kultur urin
untuk melihat pertumbuhanbakteri dan
kepekaan terhadap obat.
Nonmedikamentosa
pengobatan suportif dan simtomatik
- terhadap demam dan muntah.
- Terapicairan adekuat untuk menjamin
diuresis yang lancar.
- Higieneperineum perlu ditekankan
terutama pada anak perempuan.
- Untuk mengatasidisuria dapat
diberikan fenazopiridin HCl
(Pyridium) dengan dosis 7 – 10
mg/kgbb/hari.
- Perawatan di rumah sakit diperlukan
bagi pasien sakit berat sepertidemam
tinggi, muntah, sakit perut maupun
sakit pinggang
GIZI BURUK
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 49
Teori Kasus
Epidemiologi (PPM, Gizi Buruk WHO, Pedoman Gizi Buruk Kemenkes)
United Nations Children’s Fund
(UNICEF) melaporkan Indonesia
berada di peringkat kelima dunia untuk
negara dengan jumlah anak yang
terhambat pertumbuhannya paling
besar dengan perkiraan sebanyak 7,7
juta balita.
Pasien tinggal di indonesia.
Masalah status gizi terutama diderita
oleh anak-anak yang sedang tumbuh
dengan pesat yaitu kelompok balita
(bawah lima tahun) dimana
prevalensinya pada anak balita masing
tinggi + 30-40%.
Pasien berusia 1 tahun 5 bulan termasuk
dalam pertumbuhan yang sedang pesat.
Diagnosis(PPM, Gizi Buruk WHO, Pedoman Gizi Buruk Kemenkes)
BB/TB: < -3 SD dan atau;
Terlihat sangat kurus dan atau;
Adanya Edema dan atau;
LILA < 11,5 cm untuk anak 6-59
bulan
BB/TB <-3 SD
Terlihat kurus
Tidak terdapat edema
LILA <11,5
Anamnesis (PPM, Gizi Buruk WHO, Pedoman Gizi Buruk Kemenkes)
Anamnesis awal (untuk kedaruratan):
Kejadian mata cekung yang baru
saja muncul
Lama dan frekuensi diare dan
muntah serta tampilan dari bahan
muntah dan diare
(encer/darah/lendir)
Kapan terakhir berkemih
Sejak kapan tangan dan kaki teraba
dingin
Hasil anamnesis awal (untuk
kedaruratan)
Tidak terdapat mata cekung
Diare 5 hari. Konsistensi encer. Tidak
terdapat darah dna lendir. Frekuensi >
3x/hari.
BAK dalam batas normal
Akral hangat
Hasil anamnesis lanjutan (untuk mencari
penyebab dan rencana tatalaksana
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 50
Bila didapatkan hal tersebut di atas,
sangat mungkin anak mengalami
dehidrasi dan/atau syok, serta harus
diatasi segera.
Anamnesis lanjutan (untuk mencari
penyebab dan rencana tatalaksana
selanjutnya, dilakukan setelah
kedaruratan ditangani):
Diet (pola makan)/kebiasaan makan
sebelum sakit
Riwayat pemberian ASI
Asupan makanan dan minuman
yang dikonsumsi beberapa hari
terakhir
Hilangnya nafsu makan
Kontak dengan pasien campak atau
tuberkulosis paru
Pernah sakit campak dalam 3 bulan
terakhir
Batuk kronik
Kejadian dan penyebab kematian
saudara kandung
Berat badan lahir
Riwayat tumbuh kembang: duduk,
berdiri, bicara dan lain-lain
Riwayat imunisasi
Apakah ditimbang setiap bulan
Lingkungan keluarga (untuk
memahami latar belakang sosial
anak)
Diketahui atau tersangka infeksi
HIV
selanjutnya, dilakukan setelah
kedaruratan ditangani):
Pola makan ASI, PASI (susu formula),
bubur susu dan MP-ASI (buah buahan
seperti pisang, manggadll)
ASI hingga saat ini. Menyusu sekitar
10x/hari
Makanan dan minuman yang
dikonsumsi beberapa hari terakhir
berupa: ASI, susu formula, bubur susu,
buah.
Nafsu makan menurun, nafsu menyusu
sedikit meningkat semenjak diare.
Kontak dengan pasien campak atau
tuberkulosis paru disangkal.
Pernah sakit campak dalam 3 bulan
terakhir (-).
Batuk kronik (-) dalam 1 bulan
terakhir.
Kematian saudara kandung (-).
BBL : 3000 gram
Riwayat tumbuh kembang :
- Tengkurap : 8 bulan
- Merangkak : 12 bulan
- Duduk : 14 bulan
- Berdiri sendiri : 16 bulan
Riwayat imunisasi : lengkap
Penimbangan setiap bulan dilakukan di
pusksemas
Sosioekonomi menengah ke bawah.
Perumahan padat. Ventilasi kurang.
Diketahui atau tersangka HIV (-)
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 51
Pemeriksaan fisik (PPM, Gizi Buruk WHO, Pedoman Gizi Buruk Kemenkes)
Apakah anak tampak sangat kurus,
adakah edema pada kedua
punggung kaki. Tentukan status gizi
dengan menggunakan BB/TB-PB
Tanda dehidrasi: tampak haus, mata
cekung, turgor buruk (hati-hati
menentukan status dehidrasi pada
gizi buruk).
Adakah tanda syok (tangan dingin,
capillary refill time yang lambat,
nadi lemah dan cepat), kesadaran
menurun.
Demam (suhu aksilar≥ 37.5° C)
atau hipotermi (suhu aksilar < 35.5°
C).
Frekuensi dan tipe pernapasan:
pneumonia atau gagal jantung
Sangat pucat
Pembesaran hati dan ikterus
Adakah perut kembung,bising usus
melemah/meninggi, tanda asites,
atau adanyasuara seperti pukulan
pada permukaan air (abdominal
splash)
Anak terlihat kurus
Edem pada kedua punggung kaki (-).
BB/PB menurut kurva WHO <-3SD
Dehidrasi (-)
Tanda syok (-)
Demam (+), hipotermi (-)
Frekuensi pernafasan cepat.
Pernafasan reguler.
Pucat (+)
Pembesaran hati dan ikterus (-)
Perut kembung (+), BU (+) normal,
asites (-), abdominal splash (-).
Pemeriksaan penunjang (PPM, Gizi Buruk WHO, Pedoman Gizi Buruk Kemenkes)
Kadar gula darah, darah tepi
lengkap, urin lengkap, feses
lengkap, elektrolit serum, protein
serum (albumin, globulin), feritin.
Tes mantoux
Radiologi (dada, AP dan Lateral)
EKG
Darah tepi lengkap
Urin lengkap
Feses lengkap
Elektrolit serum
Radiologi thorax AP dan lateral
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 52
Tatalaksana Kasus (PPM, Gizi Buruk WHO, Pedoman Gizi Buruk Kemenkes)
Pengobatan gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit
Rehidrasi secara oral dengan
Resomal, secara parenteral
hanya pada dehidrasi berat atau
syok
Atasi/ cegah hipoglikemi
Atasi gangguan elektrolit
Atasi/ cegah hipotermi
Antibiotika:
Bila tidak jelas ada infeksi, berikan
kotrimoksasol selama 5 hari
Bila infeksi nyata: ampisilin IV
selama 2 hari, dilanjutkan dengan
oral sampai 7 hari ditambah dengan
gentamisin IM selama 7 hari
Atasi penyakit penyerta yang ada
sesuai pedoman
Vitamin A (dosis sesuai usia, yaitu
<6 bulan : 50.000 SI, 6-12 bulan :
100.000 SI, >1 tahun : 200.000 SI)
pada perawatan dan hari ke-15 atau
sebelum pulang.
Multivitamin-mineral, khusus asam
folat hari pertama 5 mg, selanjutnya
1 mg per hari.
Pemberian cairan rumatan sesuai
kebutuhan pasien
Antibiotik diberikan:
Ceftriaxon 1 x 300 mg IV
Asupan diberikan 500 kkal/hari
Protein 8 g/hari
Nutrisi/dietetik:
Fase Stabilisasi :
Energi : 80 – 100 kkal/kgBB/hari
Protein : 1 – 1,5 /kgBB/hari
Cairan : 100-130 ml/kgBB/hari.
Bila ada edema berat : 100
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 53
kkal/kgBB/hari
Fase Transisi :
Energi : 100 – 150
kkal/kgBB/hari
Protein : 2 – 3 g/kgBB/hari
Cairan : bebas sesuai kebutuhan
energi
Fase Rehabilitasi:
Energi : 150 – 220
kkal/kgBB/hari
Protein : 4 – 6 g/kgBB/hari
Dehidrasi berat (kehilangan cairan >
10% berat badan)
Apabila didapatkan 2 tanda utama
ditambah 2 atau lebih tanda
tambahan
Keadaan umum lemah, letargi atau
koma
Ubun-ubun besar sangat cekung,
mata sangat cekung, air mata tidak
ada, mukosa dan bibir sangat kering
Turgor sangat kurang, akral dingin
Pasien harus rawat inap
ANEMIATeori Kasus
Etiologi dan pemeriksaan
Anemia dapat disebabkan oleh 3
proses patogenik :
- Penurunan produksi eritrosit
- Peningkatan destruksi eritrosit
(hemolisis)
- Kehilangan darah
Dari hasil pemeriksaan Laboratorium,
pasien menderita Anemia normositik
normokrom, dengan etiologi adanya
inflamasi akut akibat infeksi virus dan
bacterial serta gizi buruknya.
Namun selain kondisi anemia, ditemukan
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 54
Berdasarkan morfologinya, etiologi
anemia dibagi atas :
1.Anemia mikrositik (MCV rendah)
- Defisiensi besi, Thalasemia, Penyakit
kronis, Kelainan Hb, Anemia
sideroblastik
2.Anemia normositik (MCV normal)
- Penyakit kronis, Perdarahan akut,
keganasan, inflamasi akut, hemolisis
imun, defek enzim/membran eritrosit
(G6PD, HS), hemolitik mikroangiopati
(TTP,DIC,HUS), anemia sickle cell
3. Anemia makrositik (MCV tinggi)
- Defisiensi folat, B12, Kegagalan
sumsumtulang (anemia aplastik,
fanconi), hipotiroid, drug induced
(antikonvulsan), kemoterapi,
Transient erythroblastopenia of
childhood
Pemeriksaan :
- Serum Besi, Feritin, TIBC, dll
- Hb Elektroforesis
- Skrining penyakit infeksi, ginjal, hati,
metabolic, tiroid
- Coombs test, pemeriksaan enzim
(G6PD, PK), fragilitas osmotik
- Aspirasi sumsum tulang
- Evaluasi hemolisis
juga kondisi leucopenia dan
trombositopenia pansitopenia
Sehingga dicurigai anemia yang terjadi
dapat berupa anemia aplastik, akibat
adanya depresi sumsum tulang, dicurigai
akibat infeksi bacterial, kondisi malnutrisi
dan sindroma Down yang diderita pasien
sebelumnya
Manifestasi Klinis (medscape no 11 dan 12)
Gejala klinis anemia :
- pucat pada konjungtiva, bantalan
Pada pasien, gejala klinis yang mengarah
ke anemia berupa :
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 55
kuku, telapak tangan, gusi
- sclera ikterik (gangguan fungsi hati,
anemia hemolitik),
- tanda perdarahan (feses hitam,
epistaxis, petekie)
- Takikardi, Takipneu
- Edema, kardiomegali, murmur ejeksi
sistolik, gallop, penignkatan JVP
tanda CHF
- Splenomegali pada hemolitik
- Konjungtiva anemis/pucat, telapak
tangan tampak pucat
- Takikardi, takipneu, lemas
Terapi sesuai penyakit yang mendasari
anemia
Perlu melakukan pemeriksaan lebih lanjut
untuk memastikan penyebab anemia.
SINDROMA DOWN(13, 14)
Teori Kasus
Diagonsis sindroma down dapat dinilai
dari lahir melalui pemeriksaan fisik.
Diagnosis klinis yang lebih pasti dapat
diperoleh melalui konfirmasi analisis
kromosom
Tanda berikut dapat ditemukan pada
pemeriksaan fisik :
Hipotonus, Reflex moro memburuk,
Sendi yang hiperfleksibel, Penebalan
kulit di punggung dan leher, Wajah
datar khas mongoloid, bentuk telinga
yang berbeda, dysplasia pelvis, garis
tangan melintang single, batang hidung
datar, mulut kecil bentuk kepala
brachicephalic
Pertumbuhannya cenderung lambat,
tinggi badan yang lambat
Pasien memiliki wajah khas mongoloid,
dengan jembatan hidung yang agak datar,
mulut kecil, sendi yang fleksibel.
Pasien juga mengalami keterlamabatan
dalam pertumbuhan dan perkembangan
Pertumbuhan gigi pertama : 16 bulan
Gangguan perkembangan mental dan
emosi : Sindroma Down
Psikomotor :
Tengkurap : 8 bulan
Merangkak : 12 bulan
Duduk : 14 bulan
Berdiri sendiri : 16 bulan
Berjalan : belum bisa
Berbicara : ibu bapak saat 16 bulan
Pasien juga rentan mengalami infeksi
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 56
bertambahnya, biasa disertai obesitas.
Hipotonia dan kelenturan sendi secara
signifikan dapat menghambat
kemampuan motorik kasar dan
meningkatkan resiko dislokasi sendi.
Koordinasi pun memburuk sehingga
mengganggu fungsional.
Perkembangannya juga terhambat.
Gangguan kognitif bersifat variatif.
Namun kebanyakan mengalami IQ
yang rendah, kesulitan dalam
percakapan dan berbahasa sehingga
berpengaruh kepada kemampuan
intelektualnya. Kemampuan auditorik
juga melemah sehingga peran visual
sangat penting. Proses penuaan sel
semakin cepat
Pengaruh imunitas pada penderita
sindroma down masih terus
berkemang. Kejadian infeksi rekuren
sering terjadi pada pasien DS (rhinitis
kronik, konjungtivitis, masalah
periodontal, otitis media serosa.
Terdapat defisiensi imun non spesifik,
kelainan level antibody dan gangguan
imunitas seluler. Hal ini dapat menjadi
predisposisi bukan hanya infeksi, tapi
juga penyakit autoimun dan keganasan.
Berikut defek imun yang terjadi pada
Sindroma Down :
- Rendahnya jumlah hitung T-
cell (ringan-sedang)
- Rendahnya jumlah hitung B-
dimana pada 4 bulan lalu pasien sempat
dirawat dengan bronkopneumonia, infeksi
virus dan anemia. Selain itu sehari-hari
sejak kecil, ibu pasien mengeluh pasien
sering demam tapi tidak tinggi, diare dan
pilek yang hilang timbul, juga sulit
menelan dan mendengkur saat bernafas
atau tertidur.
Faktor imunitas yang rendah juga
mungkin menjadi predisposisi infeksi
yang dialami pasien ini, yakni
Tonsilofaringitis, ISK, Bronkopneumonia.
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 57
cell (ringan-sedang)
- Kelenjar Timus lebih kecil
dibanding seusianya
- Respon suboptimal antibody
terhadap imunisasi
- Berkurangnya IgA total dan
spesifik pada saliva
- Berkurangnya kemotaksis
netrofil
Faktor non-imun yang berpengaruh
kepada besarnya resiko infeksi
- Anatomi saluran nafas : Resiko
kejadian laringomalacia,
trakeomalacia, hipoplasia
pulmoner lebih besar (50% dari
grup DS)
- Sleep apnea obstruktif :
insidensinya antara 63%-80%.
Faktor predisposisinya antara
lain hipoplasia daerah wajah
tengah, pembesaran lidah,
hipoplasia mandibular. Jalur
nafas yang kecil disertai
hipertrofi adenoid dan tonsil
juga ditemukan pada beberapa
subjek. Gejala seperti
mendengkur sering ditemukan.
- GER dapat menimbulkan
aspirasi isi lambung ke saluran
nafas sehingga menyebabkan
peradangan paru atau
mekanisme reflex esophagus
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 58
bawah yang memicu
bronkospasme. Ini menjelaskan
mengapa penyakit paru sering
rekuren pada anak. Resiko
Infeksi respiratorik bawah
meningkat.
- Abnormalitas congenital
telinga : Stenosis kanalis
austikus eksterna, tuba
eustasius dengan diameter kecil
menyebabkan penumpukan
cairan di telinga tengah dan
otitis media kronik. Hal ini
mungkin dapat menjelaskan
tingginya angka tuli dan
gangguan perkembangan dalam
berbahasa pada DS
DAFTAR PUSTAKA
1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Faringitis Akut.Buku Ajar Respirologi. Jakarta:
IDAI; 2012.
2. Ikatan Dokter Anak Indonesia UKK Nefrologi. Konsensus Infeksi Saluran
Kemih pada Anak. Jakarta: IDAI; 2011.
3. World Health Organization. Pneumonia. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah
Sakit. Jakarta: WHO; 2009.
4. Laporan Riset Kesehatan Dasar tahun 2010.
5. http://emedicine.medscape.com/article/225362-workup Viral Pharingitis
6. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pelayanan Anak Gizi
Buruk. Jakarta: Kemenkes RI; 2011.
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 59
7. World Health Organization. Gizi buruk. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah
Sakit. Jakarta: WHO; 2005. p193-214.
8. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Malnutrisi Energi Protein. Pedoman Pelayanan
Medis Jilid I. Jakarta: IDAI; 2009. p183-88
9. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pneumonia. Buku Ajar Respirologi. Jakarta:
IDAI; 2012.
10. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pneumonia. Pedoman Pelayanan Medis Jilid I.
Jakarta: IDAI; 2009. p323-28
11. http://emedicine.medscape.com/article/954506-workup#c1 Pediatric Acute
Anemia
12. http://emedicine.medscape.com/article/954598-clinical#b3 Pediatric Chronic
Anemia
13. Ram G, Chinen J. Clinical and Experimental Immunology vol 164. British
Society for Immunology: London, 2011. page9–16
14. MOH.The Clinical Assessmentand Management ofChildren, Young Peopleand Adults
withDown SyndromeRecommended Clinical Practice. Wellington : New Zealand
Ministry of health .October 2001
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. dr. Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 5 Oktober – 12 Desember 2015 60
Top Related