3.1.4 Care Plan
Apoteker merupakan salah satu profesi kesehatan yang bertanggung jawab
pada keberhasilan terapi obat pasien. Adanya care plan diharapkan dapat
membantu dalam pelayanan kefarmasian di apotek “AL-AKBAR” sehingga dapat
meningkatkan keberhasilan terapi dalam sebuah pengobatan.
Contoh pelayanan obat dengan resep di apotek “AL-AKBAR”. Semua
data tentang resep didapatkan penulis selama PKP komunitas di Apotek Anggun
Sidoarjo.
A. Input Terapi
B. Tujuan Terapi
Tujuan terapi yang ingin dicapai dalam pengobatan adalah mengobati
pilek dan panas pada pasien (anak).
Dr. U.S.ASIP : xxx
Praktk : JL. xyz, SidoarjoNo.Telp. xxx
Sidoarjo, 25 Oktober 2011
R/ Disudrin Drop No.I
S3dd 0,2CC (pilek)
R/ Sanmol Drop No.I
S3dd 0,5 CC (panas)
Nama : An. AUmur : 5 bulanAlamat : -
C. Data Penderita
Nama : An. A
Umur : 5 bulan
Alamat : -
Data penderita diperoleh dari hasil skrining resep sebagai berikut, dilakukan
pemeriksaan keabsahan dan kelengkapan resep yang meliputi:
1. Dokter penulis resep
Nama dokter : dr. U.S.A.
Alamat praktek : Jl. XYZ Sidoarjo
SIP : ada
2. Pasien penerima resep
Nama pasien : An. A
Alamat : tidak ada
3. Kelengkapan resep
Tempat dan tanggal penulisan resep : Surabaya, 25 Oktober 2011
Tanda tangan/paraf dokter : ada
Umur : 5 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Berat badan pasien : tidak dicantumkan
Tanda resep : ada
Nama obat dan jumlah yang diinginkan : ada
Bentuk sediaan yang diinginkan : ada
Aturan pakai : ada
Keputusan Resep dapat dilayani
Dari hasil assesment diperoleh data bahwa :
Ibu datang datang dengan membawa resep dari dokter untuk mengobati
anaknya yang berusia 5 bulan yang sedang mengalami pilek dan panas.
Keluhan terjadi lebih dari 3 hari sebelum berobat ke dokter.
D. Tinjauan tentang NSAID
NSAID merupakan obat yang memiliki efek analgesik, antipiretik dan
pada dosis yang lebih tinggi bersifat antiinflamasi. Pasien sering memperoleh
resep NSAID yang banyak menggunakan obat aspirin, paracetamol dan
ibuprofen serta jenis NSAID juga dapat dibeli bebas (Neal, 2005). Secara
umum, NSAID diindikasikan untuk merawat gejala penyakit berikut:
rheumatoid arthritis, osteoarthritis, encok akut, nyeri haid, migrain dan sakit
kepala, nyeri setelah operasi, nyeri ringan hingga sedang pada luka jaringan,
demam, ileus, dan renal colic (Rossi, 2006)
Mekanisme kerja
a. Efek analgesik
Efek analgesik NSAID digunakan baik di perifer maupun sentral, tetapi
umunya di perifer. Analgesik sangat dihubungkan dengan efek
antiinflamasi yang diakibatkan oleh inhibisi dari sintesis prostaglandin
dalam jaringan yang meradang. Prostaglandin menghasilkan rasa nyeri,
namun mempotensiasi nyeri merupakan mediator inflamsi lain (misal :
histamin, brandikinin) (Neal, 2005).
b. Efek antiinflamasi
Pada inflamsi prostaglandin berperan dalam menyebabkan vasodilatasi
dan meningkatkan permeabilitas vaskular. Akan tetapi, inhibisi sintesis PG
oleh NSAID mengurangi sedikit inflamsi karena obat tidak menghambat
mediator inflamasi lainnya. Efek antiinflamasi NSAID relatif ringan
mengurangi nyeri kekakuan dan pembengkakan, namun NSAID tidak
mengubah perjalanan penyakit (Neal, 2005).
c. Efek antipiretik
NSAID tidak mengurangi suhu tubuh normal atau suhu yang meningkat
pada heat stoke yang disebabkan oleh malfungsi hipotalamus. Selama
demam, pirogen endogen (interleukin-1) dilepaskan dari leukosit dan
bekerja langsung pusat termoregulator dalam hipotalamus untuk
menaikkan suhu tubuh. Efek ini berhubungan dengan peningkatan PG
(yang bersifat pirogenik). Aspirin mencegah efek peningkatan suhu tubuh
dari interleukin-1 dengan mencegah peningkatan kadar PG otak (Neal,
2005).
Gambar 3.1 Skema berbagai mediator yang berasal dari Arachidonic acid
(LTB4, LTC4, leukotrienes B4, C4.)(Katzung, 2007).
Farmakokinetik
Sebagian besar NSAID adalah asam lemah, dengan pKa 3-5 yang diserap
dengan baik di lambung dan usus serta adanya makanan tidak mengubah
bioavailabilitas NSAID. Sebagian besar NSAID dimetabolisme melalui
beberapa fase I yang diikuti oleh mekanisme fase II namun ada yang langsung
melalui glucuronidation (fase II) saja. Hasil metabolisme NSAID, sebagian
besar melalui CYP3A atau CYP2C enzim P450 di hati. Sementara ekskresi
ginjal adalah rute yang paling penting untuk eliminasi akhir, hampir semua
mengalami berbagai tingkat ekskresi empedu dan reabsorpsi (sirkulasi
enterohepatik). Bahkan, tingkat iritasi saluran pencernaan yang lebih rendah
berkorelasi dengan jumlah sirkulasi enterohepatik. Sebagian besar NSAID
sangat terikat protein (~ 98%), biasanya dengan albumin. Beberapa NSAID
(misalnya, ibuprofen) adalah campuran rasemat, sementara satu, naproxen,
disediakan sebagai enansiomer tunggal dan beberapa tidak memiliki pusat
kiral (misalnya, diklofenak) (Katzung, 2007).
Farmakodinamik
Aktivitas anti-inflamasi dari NSAID yang dimediasi terutama melalui
penghambatan biosintesis prostaglandin. NSAID memiliki mekanisme aksi
tambahan, termasuk penghambatan kemotaksis, down-regulasi dari produksi
interleukin-1, penurunan produksi radikal bebas dan superoksida, dan
interferensi dengan kalsium-dimediasi peristiwa intraseluler. Selektivitas
untuk COX-1 dan COX-2 adalah bervariasi, inhibitor COX-2 yang sangat
selektif adalah celecoxib, saat ini sedang dikembangkan. COX-2 yang sangat
selektif inhibitor tidak mempengaruhi fungsi trombosit. Dalam pengujian
aspirin, indometasin, piroksikam, dan sulindac lebih efektif dalam
menghambat COX-1; ibuprofen dan meclofenamate menghambat dua
isozymes yang sama. Kemanjuran COX-2 selektif untuk mengurangi efek
samping saluran pencernaan namun disisi lain, selektif COX-2 inhibitor dapat
meningkatkan kejadian edema dan hipertensi. Pada Agustus 2006, celecoxib
adalah COX-2 inhibitor hanya dipasarkan di Amerika Serikat. Rofecoxib dan
valdecoxib, dua yang sebelumnya dipasarkan, sangat selektif COX-2 inhibitor,
telah ditarik dari pasar karena terjadi peningkatan kejadian trombotik
kardiovaskular (Katzung, 2007).
Efek samping
Efek samping dari NSAID sering terjadi, karena pemberian dois tinggi
dalam waktu yang panjang dan sebagian pengguna yang luas pada pasien
lanjut usia yang rentan terhadap efek samping obat. Macam efek samping
NSAID :
a. Dalam lambung, COX-1 menghasilkan PG1 dan PG2 yang menstimulasi
mukus dan sekresi bikarbonat dan menyebabkan vasodilatas, suatu aksi
yang menjaga mukosa lambung. NSAID non selektif menghambat COX-1
menyebabkan berkurang efek sitoprotektif PG dan sering menyebabkan
efek samping yang serius pada GIT termasuk pendarahan dan ulserasi.
Misoprostol perupakan derivat PG yagn serign digunakan untuk
mengurangi efek samping pada GIT (Neal, 2005).
b. NSAID yang selektif seperti celecoxib memiliki insiden yang lebih rendah
pada toksisitas GIT namun insiden infark miokard dan stroke yang lebih
tinggi, yang lebih sering terjadi pada inhibitor COX-2 yang tidak
menghambat terjadinya agregasi platelet (COX-1) sehingga COX-2 tidak
boleh digunakan untuk pasien dengan komplikasi kardiovaskuler (Neal,
2005).
c. Nefrotoksisitas. PGE-2 dan PGI-2 merupakan vasodilator kuat yang
disintesis di medula ginjal dan glomerolus dan terlibat dalam pengaturan
aliran darah ke ginjal serta ekskresi garam dan air. Inhibisi akan
mengakibatkan retensi natrium, penurunan darah ginjal dan gagal ginjal.
d. Obat ini tidak disarankan untuk digunakan oleh wanita hamil, terutama
pada trimester ketiga. Namun parasetamol dianggap aman digunakan oleh
wanita hamil (Graham et. al., 2005), namun harus diminum sesuai aturan
karena dosis tinggi dapat menyebabkan keracunan hati (Wilkes et. al.,
2005).
Jenis dan macam NSAID
Gambar 3.2 Struktur kimia beberapa NSAID (Katzung, 2007)
a. Aspirin
Mekanisme aksi
1. Anagesik
2. Antiinflamasi
3. Antipiretik
4. Antiplatelet
Dosis
Para analgesik antipiretik yang optimal atau dosis aspirin kurang dari
dosis oral yang 0,6-0,65 g umum digunakan. Dosis anti-inflamasi
untuk anak-anak 50-75 mg / kg dalam dosis terbagi dan dosis anti-
inflamasi untuk orang dewasa adalah 45 mg / kg dalam dosis terbagi
b. COX-2 selektif inhibitor
COX-2 inhibitor selektif, atau coxib, dikembangkan dalam
upaya untuk menghambat sintesis prostaglandin oleh isoenzim COX-
2 diinduksi di tempat peradangan tanpa mempengaruhi aktif
isoenzim COX-1 ditemukan pada saluran pencernaan, ginjal, dan
platelet. Coxib selektif mengikat dan memblokir situs aktif dari
enzim COX-2 jauh lebih efektif daripada COX-1. COX-2 inhibitor
memilik fungsi sebagai analgesik, antipiretik, dan anti-inflamasi
serupa dengan NSAID nonselektif, tetapi dengan mengurangi efek
samping gastrointestinal. Demikian juga, COX-2 inhibitor pada dosis
biasa telah terbukti tidak memiliki dampak pada agregasi platelet,
yang dimediasi oleh COX-1 isoenzim. Akibatnya, COX-2 inhibitor
tidak memberikan efek kardioprotektif dari NSAID nonselektif, yang
telah mengakibatkan beberapa pasien yang memakai aspirin dosis
rendah di samping rejimen coxib untuk mempertahankan efek ini,
namun karena COX-2 menyebabkan toksisitas ginjal mirip dengan
yang berhubungan dengan NSAID. Data klinis telah menyarankan
insiden yang lebih tinggi kejadian trombotik kardiovaskular terkait
dengan COX-2 inhibitor seperti rofecoxib dan valdecoxib,
mengakibatkan penarikan mereka dari pasar (Katzung, 2007)
Macam :
1. Celecoxib
2. Etoricoxib
3. Meloxicam
4. Valdecoxib
c. Non selektif COX inhibitor
1. Diklofenak
Diklofenak merupakan turunan asam fenilasetat yang relatif
nonselektif sebagai inhibitor COX. Efek samping terjadi pada
sekitar 20% dari pasien dan termasuk gangguan pencernaan,
perdarahan gastrointestinal okultisme, dan ulserasi lambung,
ulserasi dapat terjadi meskipun lebih jarang dibandingkan dengan
beberapa NSAID lainnya. Diklofenak dengan dosis 150 mg
tampaknya mengganggu aliran darah ginjal dan laju filtrasi
glomerulus. Peningkatan aminotransferase serum dapat terjadi
lebih sering dengan obat ini dibandingkan dengan NSAID lainnya.
2. Diflunisal
Meskipun diflunisal berasal dari asam salisilat, tidak
dimetabolisme menjadi asam salisilat atau salisilat. Ini mengalami
siklus enterohepatik dengan reabsorpsi metabolit glukuronida yang
diikuti oleh pembelahan glukuronida untuk kembali melepaskan
bagian aktif. Dalam rheumatoid arthritis dosis yang dianjurkan
adalah 500-1000 mg sehari dalam dua dosis terbagi. Karena
ekskresi tergantung pada fungsi ginjal serta metabolisme hati, dosis
diflunisal itu harus dibatasi pada pasien dengan gangguan ginjal
yang signifikan (Katzung, 2007).
3. Etodolac
Etodolac adalah asam asetat rasemat derivatif. Obat ini
sedikit lebih COX-2-selektif daripada kebanyakan NSAID lainnya,
dengan COX-2: COX-1 aktivitas rasio sekitar 1:10. Tidak seperti
banyak NSAID rasemat lainnya, etodolac tidak mengalami inversi
kiral dalam tubuh. Dosis 200-400 mg etodolac adalah 3-4 kali
sehari. Meskipun telah diklaim sebagai penyebab toksisitas kurang
lambung dalam hal penyakit ulkus dibandingkan OAINS
nonselektif lainnya (Katzung, 2007).
4. Fenoprofen
Fenoprofen, turunan asam propionat, adalah NSAID paling
erat terkait dengan nefritis interstitial dan jarang digunakan
(Katzung, 2007).
5. Flurbiprofen
Flurbiprofen merupakan turunan asam propionat dengan
mekanisme mungkin lebih kompleks dari daripada NSAID lainnya.
(S) nya (-) menghambat COX nonselektif enansiomer. Kemanjuran
flurbiprofen pada dosis 200-400 mg sebanding dengan aspirin dan
NSAID lainnya dalam uji klinis untuk pasien dengan rheumatoid
arthritis, ankylosing spondylitis, gout, dan osteoarthritis. dalam
cara yang paling, flurbiprofen juga berhubungan jarang dengan
kekakuan cogwheel, ataksia, tremor, dan mioklonus (Katzung,
2007).
6. Ibuprofen
Ibuprofen merupakan turunan asam phenylpropionic
sederhana. Dalam dosis sekitar 2400 mg sehari, ibuprofen adalah
setara dengan 4 g aspirin pada efek anti-inflamasi. Ibuprofen oral
sering diresepkan dalam dosis rendah (<2400 mg), memiliki
analgesik tapi tidak anti-inflamasi kemanjuran. Iritasi
gastrointestinal dan perdarahan terjadi, meskipun lebih jarang
dibandingkan dengan aspirin (Katzung, 2007).
7. Indomethacin
Indometasin adalah turunan indol, Ini adalah inhibitor COX
nonselektif ampuh dan juga dapat menghambat fosfolipase A dan
C, mengurangi migrasi neutrofil, dan mengurangi proliferasi sel T
dan sel B. Probenesid memperpanjang itu indometasin setengah-
hidup dengan pembersihan ginjal dan empedu baik menghambat.
Ini agak berbeda dari NSAIDs lain dalam indikasi dan toksisitas.
Indometasin diindikasikan untuk digunakan dalam kondisi rematik
dan sangat populer untuk gout (Katzung, 2007).
8. Ketoprofen
Ketoprofen merupakan turunan asam propionat yang
menghambat COX baik (nonselektif) dan lipoxygenase.
Administrasi bersamaan probenesid mengangkat tingkat
ketoprofen dan memperpanjang plasma paruh. Efektivitas
ketoprofen pada dosis 100-300 mg setara dengan NSAID lainnya
dalam pengobatan rheumatoid arthritis, osteoarthritis, encok dan
dismenore (Katzung, 2007).
9. Ketorolac
Ketorolac adalah NSAID sistemik dipromosikan untuk
digunakan terutama sebagai analgesik, bukan sebagai obat anti-
inflamasi (meskipun AINS memiliki sifat khas). Obat ini efektif
analgesik dan telah berhasil digunakan untuk menggantikan
morfin dalam beberapa situasi yang melibatkan nyeri ringan
sampai sedang pascaoperasi (Katzung, 2007).
10. Asam Mefenamat Meclofenamate &
Meclofenamate dan asam mefenamat menghambat COX
baik dan fosfolipase A2 (Katzung, 2007).
11. Nabumetone
Nabumetone adalah NSAID nonacid yang digunakan saat
ini, waktunya akan diubah ke turunan asam asetat aktif dalam
tubuh. Hal ini diberikan sebagai prodrug keton yang menyerupai
naproxen (Katzung, 2007).
12. Naproxen
Naproxen adalah turunan asam naphthylpropionic. Ini
adalah satu-satunya NSAID saat ini dipasarkan sebagai
enansiomer tunggal, dan merupakan inhibitor COX nonselektif
(Katzung, 2007).
13. Oxaprozi
Oxaprozin lain NSAID turunan asam propionat, perbedaan
utama dari anggota lain dari subkelompok ini adalah sangat
panjang paruh (50-60 jam), meskipun oxaprozin tidak mengalami
sirkulasi enterohepatik (Katzung, 2007).
14. Fenilbutazon
Fenilbutazon, turunan pyrazolone yang jarang digunakan
saat ini karena toksisitas (Katzung, 2007).
15. Piroksikam
Piroksikam, kelompok oxicam, yang merupakan inhibitor
COX nonselektif dalam konsentrasi tinggi juga menghambat
migrasi leukosit polimorfonuklear, penurunan produksi oksigen
radikal, dan menghambat fungsi limfosit. Piroksikam dapat
digunakan untuk indikasi rematik ringan (Katzung, 2007).
16. Sulindac
Sulindac adalah prodrug sulfoxide, yang diekskresikan
dalam empedu dan kemudian diserap dari usus. Siklus
enterohepatik memperpanjang durasi tindakan untuk 12-16 jam.
Di antara efek samping yang lebih parah, Stevens-Johnson
epidermal nekrolisis sindrom, trombositopenia, agranulositosis,
dan sindrom nefrotik (Katzung, 2007).
17. Tenoxicam
Tenoxicam adalah oxicam mirip dengan piroksikam
sebagai penghambatan COX nonselektif, panjang paruh (72 jam),
efikasi, dan profil toksisitas (Katzung, 2007).
18. Tiaprofen
Tiaprofen merupakan turunan asam propionat rasemat tetapi
bukan stereoconversion. Obat ini menghambat reabsorpsi asam
urat ginjal dengan demikian sedikit menurunkan serum asam urat
(Katzung, 2007).
19. Tolmetin
Tolmetin adalah inhibitor COX nonselektif dengan waktu
paruh pendek (1-2 jam) dan tidak sering digunakan (Katzung,
2007).
20. Azapropazone & Carprofen
Azapropazone (apazone), turunan pyrazolone, secara
struktural terkait dengan fenilbutazon tetapi tampaknya kurang
cenderung menyebabkan agranulositosis. Carprofen merupakan
turunan asam propionat dengan paruh 10-16 jam. Indikasi dan
efek samping dari azapropazone dan carprofen yang mirip dengan
NSAID lainnya (Katzung, 2007).
d. Paracetamol
Paracetamol tidak memiliki efek sebagai antiinflamsi yang
bermakna, tetapi bnyak digunakan sebagai analgesik ringan bila
indikasi nyeri tanpa inflamsi. Paracetamol diabsorbsi baik secara oral
dan tidak menyebabkan iritasi lambung yang bemakna. Paracetamol
memiliki kekurangan berupa hepatotoksik yang mungkin terjadi
pada overdosis (Neal, 2005).
Tabel 3.1 Data half time, jumlah ekskresi di urin dan regimen dosis
beberapa obat NSAID (Katzung, 2007)
NSAID cenderung dibedakan berdasarkan toksisitas dan efektivitas.
Beberapa survei menunjukkan bahwa indometasin, tolmetin, dan
meclofenamate adalah NSAID berhubungan dengan toksisitas terbesar,
sementara salsalate, aspirin, dan ibuprofen paling tidak berbahaya. Untuk
pasien dengan insufisiensi ginjal, salisilat nonacetylated mungkin yang
terbaik. Fenoprofen kurang sering digunakan karena nefritis interstisial.
Diklofenak dan sulindac berhubungan dengan terjadinya kelainan fungsi hati
uji dari NSAID lainnya. Selektif COX-2 inhibitor relatif lebih mahal dan
mungkin paling aman untuk pasien berisiko tinggi untuk perdarahan
gastrointestinal tetapi mungkin memiliki risiko lebih tinggi toksisitas
kardiovaskular. Celecoxib atau NSAID nonselektif atau misoprostol ditambah
omeprazol mungkin tepat pada pasien risiko tertinggi untuk perdarahan
gastrointestinal. Pemilihan NSAID sehingga membutuhkan suatu
keseimbangan efikasi, efektivitas biaya, keamanan, dan berbagai faktor
(misalnya, obat lain juga digunakan, komplikasi, kepatuhan, ekonomi),
sehingga menggunakan NSAID dengan tepat harus disesuaikan dengan
kondisi pasien (Katzung, 2007).
E. Drug Faktor
Pada resep tersebut tertulis nama obat paten Disudrin Drop dan Sanmol Drop,
di apotek Anggun tersedia obat tersebut.
1. Disudrin Drop
Komposisi :
Setiap 0,8 ml mengandung Pseudoefedrin HCl 7,5 mg (ISO, 2008).
Indikasi :
Untuk meringankan bersin-bersin dan hidung tersumbat karena pilek (ISO,
2008)
Farmakologi
Pseudoefedrin Hidroklorida bekerja pada reseptor alfa-adrenergik dalam
mukosa saluran pernapasan sehingga terjadi vasokonstriksi.
Vasokonstriksi menyebabkan berkurangnya pembengkakan pada jaringan
mukosa sinus serta jalan napas pada hidung (Tatro, 2003).
Farmakokinetik
Pseudoefedrin diserap baik disepanjang GIT. Diekskresikan sebagian
besar tidak berubah diurin dengan sedikit dalam bentuk metabolit.
Memiliki waktu paruh sekitar 5 sampai 8 jam, sejumlah kecil yang
didistribusikan ke dalam ASI (Sweetman, 2007).
Dosis
Anak usia 3 – 12 bulan dosis per oral 0,6 ml/kg berat badan setiap 4-6 jam
(Tatro, 2003).
Efek samping
Gangguan pencernaan, sakit kepala, insomnia, eksitasi, tremor, takikardia,
aritmia, mulut kering, palpitasi, sulit berkemih (BNF, 2009 dan Tatro,
2003).
Kontra Indikasi dan Interaksi
Tidak boleh diberikan pada penderita yang peka terhadap simpatomimetik
lain (misal: efedrin, fenilpropanolamin, fenitefrin), penderita tekanan
darah tinggi berat, dan yang mendapat terapi obat antidepresan tipe
penghambat Monoamin Oksidase (MAO) (Tatro, 2003).
Perhatian
1. Hati-hati penggunaan pada penderita dengan gangguan fungsi hati dan
ginjal, glaukoma, hipertrofi prostat, gangguan jantung dan diabetes
mellitus.
2. Tidak dianjurkan penggunaan pada anak usia di bawah 2 tahun, wanita
hamil dan menyusui, kecuali atas petunjuk dokter.
3. Tidak boleh melebihi dosis yang dianjurkan.
4. Hati-hati penggunaan pada penderita tekanan darah tinggi atau yang
mempunyai potensi tekanan darah tinggi atau stroke, seperti pada
penderita dengan berat badan berlebih (over weight) atau penderita
usia lanjut.
5. Bila dalam 3 hari gejala-gejala tidak berkurang, segera hubungi dokter
atau unit pelayanan kesehatan.
6. Hentikan penggunaan obat ini jika terjadi susah tidur, jantung
berdebar dan pusing.
(PIO, 2007)
Kemasan
Disudrin Oral Drops
Botol berisi 10 ml - No. Reg. DTL0214708236A1 (ISO, 2008)
Penyimpanan
Simpan pada suhu kamar (25 - 30 derajat C), terlindung dari cahaya (PIO,
2007).
Dibuat oleh:
PT Medifarma Laboratories, Inc.
PEDIATRICA
Bogor, Indonesia (ISO, 2008)
2. Sanmol Drop
Komposisi
Tiap 0.6 ml mengandung Paracetamol 60 mg (100 mg/ml) (ISO, 2008).
Indikasi
Meringankan rasa sakit pada keadaan sakit kepala, sakit gigi, menurunkan
demam yang menyertai influenza dan demam setelah imunisasi (PIO, 2007)
Kontra Indikasi
1. Hipersensitivitas pada Paracetamol.
2. Penderita dengan gangguan fungsi hati yang berat
(PIO, 2007)
Farmakologi
Mengandung paracetamol yang bekerja sebagai analgesik, bekerja dengan
meningkatkan ambang rangsang rasa sakit dan sebagai antipiretik, yang
bekerja langsung pada pusat penghantar panas di hipotalamus.
Dosis
Digunakan setiap 4-6 jam (maksimum 5 dosis per 24 jam)
< 4 bulan (2,7-5 kg) : 40 mg
4-11 bulan (5-8 kg) : 80 mg
12-23 bulan (8-11 kg) : 120 mg
2-3 tahun (11-16 kg) : 160 mg
(PIO, 2007)
1-3 bulan : 30-60 mg setiap 8 jam
3-12 bulan : 60-125 mg setiap 4-6 jam
(Sweetman, 2007)
Efek Samping
1. Penggunaan jangka lama dan dosis besar dapat menyebabkan kerusakan
hati.
2. Efek samping dalam dosis terapi jarang; kecuali ruam kulit, kelainan
darah, pankreatitis akut pernah dilaporkan setelah penggunaan jangka
panjang.
(PIO, 2007)
Perhatian
1. Hati-hati penggunaan obat ini pada penderita penyakit ginjal.
2. Bila setelah 2 hari demam tidak menurun atau setelah 5 hari nyeri tidak
menghilang, segera hubungi unit pelayanan kesehatan.
3. Penggunaan obat ini pada penderita yang mengkonsumsi alkohol, dapat
mengakibatkan risiko kerusakan fungsi hati.
(PIO, 2007)
Interaksi
1. Alkohol, antikonvulsan, isoniazid : Meningkatkan resiko hepatotoksis.
2. Antikoagulan oral : Dapat meningkatkan efek warfarin.
3. Fenotiazin : Kemungkinan terjadi hipotermia parah.
(PIO, 2007)
Penyimpanan
Simpan pada suhu kamar (25 - 30 derajat C), terlindung dari cahaya (PIO,
2007).
Kemasan
Sanmol Oral Drops
Botol berisi 15 ml (ISO, 2008)
Produsen
PT Sanbe Farma (ISO, 2008)
F. DRP (Drug Releated Problem)
DRP (Drug Related Program) adalah kejadian yang tidak diinginkan
oleh pasien yang terkena atau yang diduga terkena dalam terapi obatnya, yang
dapat mengganggu tercapainya tujuan terapi yang diinginkan, terdiri dari :
1. Tidak tepat indikasi (ineffective drug) obat yang diberikan tidak terlalu
efektif untuk indikasi, kondisi medis yang ada sukar disembuhkan dengan
terapi obat terpilih, bentuk sediaan yang diberikan tidak tepat
2. Need for additional drug therapy kondisi medis pasien membutuhkan
terapi obat awal, terapi obat preventif digunakan mengurangi timbulnya
gejala baru, pasien mempunyai gangguan kesehatan yang memerlukan obat
tetapi pasien tidak mendapatkan obat untuk indikasi tersebut, kondisi medis
pasien membutuhkan terapi tambahan untuk meningkatkan sinergisme efek
terapi
3. Pemilihan obat tidak tepat (unnecessary drug therapy) tidak ada
indikasi yang tepat dengan terapi obat yang diberikan, polifarmasi yang
seharusnya hanya butuh single therapy, kondisi medis pasien yang cukup
diberikan dengan terapi non farmakologi saja, obat yang diberikan untuk
mengurangi efek samping obat lain, penyalahgunaan obat, alkohol, dan
merokok
4. Dosis terlalu rendah (dosage too low) dosis obat terlalu rendah untuk
memberikan respon terapi, interval dosis pemberian yang terlalu jarang
untuk menimbulkan respon terapi, terjadinya interaksi dengan obat lain
sehingga menurunkan absorbsi obat, durasi terapi obat dengan jangka
waktu terlalu pendek untuk menimbulkan respon terapi
5. Dosis terlalu tinggi (dosage too high) interval dosis pemberian yang
terlalu sering, durasi terapi obat dengan jangka waktu terlalu lama,
terjadinya interaksi dengan obat lain sehingga menimbulkan toksisitas
6. Efek samping obat (adverse drug reaction) obat yang menimbulkan
reaksi yang tidak diinginkan yang seharusnya tidak ada dalam indikasi
obat, obat yang aman dibutuhkan untuk mengatasi faktor resiko,
regimentasi dosis yang diberikan atau diubah terlalu cepat, obat
menimbulkan reaksi alergi, obat berkontraindikasi dengan faktor resiko
7. Ketidakpatuhan (noncompliance) pasien tidak memahami aturan pakai
obat, pasien tidak suka minun obat, pasien lupa minum obat, obat terlalu
mahal untuk pasien (psikososial, ekonomi, human error), pasien tidak bisa
menelan atau menggunakan obat, obat tidak tersedia
8. Interaksi antara obat-obat atau obat-makanan. (Cipolle, 2007).
G. Develop Care Plan
Untuk menjamin bahwa pasien dapat menggunakan obat dengan benar
sehingga kualitas hidupnya dapat meningkat, farmasis menyusun suatu care
plan. Dari pengobatan yang diterima pasien, ditemukan adanya DRP. Berikut
adalah tabel yang menunjukkan adanya DRP pada pengobatan pasien.
Tabel 3.3 DRP Pengobatan Pasien serta Penyelesaian Terkait DRP tersebutNama Obat
DRP Kategori DRP Penyelesaian
Disudrin Drop dan Sanmol Drop
Sediaan berbentuk drop sirup, pasien terkadang belum memahami cara menggunakan pipet drop yang benar, sehingga dapat terjadi ketidaksesuaian dosis yang digunakan.
Over Doses dan under doses
Pasien diberi informasi cara menggunakan pipet drop yang benar meliputi pembacaan skala pipet drop yang tepat.
Sanmol Drop
Pasien adalah balita yang masih belum pernah mengkonsumsi obat paracetamol. Tidak diketahui riwayat alergi pasien.
Efek samping Obat
Bila terjadi alergi (kulit ruam dan kemerahan) segera menghubungi dokter untuk segera mendapat terapi pengobatan yang baru.
Tabel 3.4 Drug TherapyProblem (DTP)Drug Therapy
Problem(DTP)
Monitoring Penggunaan Obat (Mx)
RencanaTindakan Profesi (Ax)
Tidak memahami aturan minum obat
Memberikan informasi tentang cara minum obat yang benar saat penyerahan obat (waktu minum obat sebelum atau sesudah makan, cara mengunakan pipet drop yang benar)
Menghubungi pasien via telepon untuk menanyakan obat-obat yang sudah diminum pada saat jam makan dan dapat mendapat kesulitan dalam menggunakan pipet drop.
Efek yang tidak diinginkan
Memberikan informasi tentang efek samping yang paling sering muncul pada obat-obat tertentu dan tindakan yang harus dilakukan jika efek samping terjadi
Menghubungi pasien via telepon untuk menanyakan keadaannya setelah minum obat dalam 3 hari terakhir
Penyerahan obat kepada pasien disertai pemberian informasi mengenai nama
dan jumlah obat, indikasi obat, bentuk sediaan, dosis dan aturan pakai obat, cara
penyimpanan, efek samping yang mungkin timbul dan cara mengatasinya,
makanan atau minuman yang harus dihindari, pemberian nomor telepon apotek
agar bisa dihubungi kembali oleh pasien. Namun tidak semua hal di atas
disampaikan. Hanya seperlunya saja bila pasien meminta lebih detail akan
dijelaskan.
Konseling yang diberikan pada pasien antara lain:
1. Resep terdiri dari 2 macam obat, yaitu Disudrin Drop yang digunakan
untuk pilek dan Sanmol Drop yang digunakan untuk panas pasien.
2. Disudrin Drop digunakan sehari tiga kali 0,2 CC dan Sanmol digunakan
sehari 3 kali 0,5 CC dapat digunakan bersamaan setelah makan.
3. Keduanya merupakan bentuk sediaan tetes drop. Sebagian orang masih
belum paham menggunakan pipet drop yang benar maka perlu memberikan
informasi seperti pembacaan skala pipet drop yang tepat untuk mencegah
kesalahan penggunaan.
4. Bila terjadi efek samping (ruam dan kemerahan di kulit) segera hubungi
dokter.
5. Obat disimpan di tempat sejuk, kering dan terhindar dari sinar matahari.
H. Implement The Care Plan
Tujuan dari pharmaceutical care adalah meningkatkan kualitas hidup pasien
melalui pencapaian outcome terapi yang diinginkan secara optimal. Outcome
terapi yang diinginkan dapat berupa :
Sembuh dari penyakit
Hilangnya gejala penyakit
Diperlambatnya proses penyakit
Pencegahan terhadap suatu penyakit
Untuk menjaminnya hal tersebut, maka dapat dilakukan penyerahan obat
pada pasien disertai dengan pemberian etiket dan informasi pada pasien.
1. Label Disudrin Drop
2. Label Sanmol Drop
Apotek “ANGGUN”Jl. Raya Suko no 7-B Sidoarjo telp. (031)-71175554
Apoteker : Ratna Dewi., S.Si, Apt.SIK: KP 01. 01. 13. 7518
Tgl.25 Oktober 2011 No. 2508An. A
3 x sehari 0,2 CC/ bungkus (PILEK)Sebelum makan/sesudah makan
ɠ
Apotek “ANGGUN”Jl. Raya Suko no 7-B Sidoarjo telp. (031)-71175554
Apoteker : Ratna Dewi., S.Si, Apt.SIK: KP 01. 01. 13. 7518
Tgl.25 Oktober 2011 No. 2508An. A
3 x sehari 0,5 CC/ bungkus (PANAS)Sebelum makan/sesudah makan
ɠ
I. Information sheet
Apotek “ANGGUN”
Jl. Raya Suko no 7-B Sidoarjo telp. (031)-71175554
Apoteker : Ratna Dewi., S.Si, Apt.
SIK: KP 01. 01. 13. 7518
Lembar Informasi
Nama : An. A
Usia : 5 bulan
Tgl : 25 Oktober 2011
Dokter : dr. U.S.A
No. Resep : 2508
1. Resep terdiri dari 2 macam obat, yaitu Disudrin Drop yang
digunakan untuk pilek dan Sanmol Drop yang digunakan untuk
panas pasien.
2. Disudrin Drop digunakan sehari tiga kali 0,2 CC dan Sanmol
digunakan sehari 3 kali 0,5 CC, dapat digunakan bersamaan setelah
makan dan diminum secara teratur.
3. Keduanya merupakan bentuk sediaan tetes drop. Sebagian orang
masih belum paham menggunakan pipet drop yang benar maka perlu
memberikan informasi seperti pembacaan skala pipet drop yang tepat
untuk mencegah kesalahan penggunaan.
4. Bila terjadi efek samping (ruam dan kemerahan di kulit) segera
hubungi dokter.
5. Obat disimpan di tempat sejuk, kering dan terhindar dari sinar
matahari.
Gambar 3.3 Information Sheet
K. Monitor & review the Care Plan
Monitoring dan review adalah bagian dari pharmaceutical care untuk
mencapai tujuan akhir dalam meningkatkan taraf hidup pasien. Salah satu bentuk
monitoring yang bisa dilakukan oleh apoteker adalah dengan melakukan
percakapan via telepon dengan pasien untuk menanyakan kondisi pasien dengan
mengacu pada PMR (Patient Medication Record) atau catatan pengobatan Pasien
untuk review kesehatan pasien.
CATATAN PENGOBATAN PASIENApotek “ANGGUN”
Jl. Raya Suko no 7-B Sidoarjo telp. (031)-71175554Apoteker : Ratna Dewi., S.Si, Apt.
SIK: KP 01. 01. 13. 7518
Identitas PasienNama : An. AAlamat : -Telp. : -Jenis Kelamin : Laki-laki PerempuanTanggal Lahir : Usia 5 bulanPekerjaan : -Suku : JawaGolongan darah : - Berat badan : -Tinggi badan : -
Riwayat Alergi Ada Tidak adaa. Makanan : -b. Obat : -c. Lainnya : -
Riwayat Penyakit :
Riwayat Efek Samping Obat Ada Tidak adaNama obat, dosis, frekuensi Efek Samping
Riwayat PengobatanI. Dengan Resep
No Tgl. &No R/
Data Dokter
Nama / Kekuatan
ObatJmlh Aturan
Pakai DRP Penyelesaian
1.
25/10/112508
dr. U.S.A
Disudrin Drop (7,5
mg/0.8 ml)
1 botol
3 dd 0,2 cc
Over Doses dan under doses
Informasi Penggunaan pipet drop
Sanmol Drop
(100mg/1ml)
1 botol
3 dd 0,5 cc
1.Over Doses dan under doses2.ESO
1.Informasi Penggunaan pipet drop.2.Bila terjadi segera hubungi dokter
Continous Professionalism Development
A. Individual Learning Plan
Panduan pelaksanaan yang jelas dan mendalam dibutuhkan mahasiswa
tingkat profesi karena mahasiswa belum memiliki gambaran yang utuh sebelum
melaksanakan praktek kefarmasian. Dengan adanya rencana belajar, maka
kesempatan emas selama BPP dapat dimanfaatkan dengan sebaik mungkin,
dengan mengoptimalkan segala kesempatan dan kemampuan yang ada untuk
mencapai hasil belajar yang maksimal.
B. Writing Individual Learning Portofolio
Portofolio merupakan suatu pencatatan rekaman harian yang diperlukan
dalam proses belajar selama melaksanakan PKP Farmasi Komunitas. Dengan
menuliskan pengalaman pada saat PKP di portofolio, penulis dapat mengetahui
dan mengelompokkan beberapa kejadian yang penulis alami dan penulis amati
dalam bidang learning outcomes yang sangat penting dalam penentuan praktek
profesi kefarmasian. Terkadang fakta di lapangan tidak sesuai dengan teori dan ini
menuntut seorang apoteker mengambil keputusan profesi dalam menyelesaikan
fakta atau masalah yang timbul di lapangan.
Dari proses learning portofolio, pembelajaran penting yang dapat diambil
adalah sebagai berikut :
1. Seorang Apoteker yang ingin membuka praktek kefarmasian di apotek harus
memahami aturan yang ditetapkan, baik oleh pemerintah pusat maupun
daerah.
2. Pengadaan perbekalan farmasi dan alat kesehatan untuk pelayanan
kefarmasian pada dasarnya ditentukan oleh frekuensi (untuk menghindari
barang yang awalnya bersifat fast moving bisa menjadi dead moving) dan
kecepatan sirkulasi (moving), bukan berorientasi pada jumlah. Dengan kata
lain, pengadaan lebih berorientasi pada pola konsumtif.
3. Seorang Apoteker harus memiliki dedikasi yang tinggi, berdisiplin, dan life
long learner.
4. Professional judgement dalam memberikan pelayanan kepada pasien sangat
diutamakan.
C. Writing Outcomes Presentation
Berikut ini ringkasan capaian hasil belajar yang diperoleh selama PKP
Farmasi Komunitas di Apotek sesuai dengan 7 bidang learning outcomes dan
dipandu dengan learning checklist dimana arti dari angka-angka sebagai berikut :
0 = zero position = mengetahui secara teoritis
1= understanding = memahami berdasarkan penjelasan atau petunjuk
2 = looking = mengamati secara langsung
3 = doing = melakukan sendiri dengan pengawasan
4 = experience = dipercaya melakukan sendiri
Antara lain 7 bidang learning outcomes, yang dilaksanakan selama PKP adalah:
1. Professional Judgement
Kompetensi Deskripsi BelajarLearning checklist
0 1 2 3 4
Pengadaan
Melakukan pemesanan perbekalan
kefarmasian√ √ √
Melakukan penerimaan
perbekalan kefarmasian√ √ √ √
Melakukan penyimpanan dan
pencatatan perbekalan
kefarmasian
√ √ √ √ √
Melakukan pelaporan penggunaan
obat narkotika dan psikotropika√ √ √
Pelayanan resep
Melakukan penyiapan obat-obatan
baik bukan racikan dan racikan
sesuai dengan resep
√ √ √ √ √
Melakukan penerimaan resep dan
assessment pasien√ √ √ √ √
Melakukan penandaan etiket dan
copy resep√ √ √ √ √
Melakukan penyerahan obat
kepada pasien disertai KIE√ √ √ √ √
Pelayanan Melayani kebutuhan obat sesuai √ √ √ √ √
kebutuhan
pasien
permintaan pasien
Melayani kebutuhan obat sesuai
keluhan pasien√ √ √ √ √
Memenuhi kebutuhan informasi √ √ √ √
2. Pharmaceutical Care
Deskripsi belajarLearning checklist
0 1 2 3 4
Menyerahkan obat
kepada
penderita/customer
disertai informasi
Membuat “patient information
sheet (Ix)” untuk diberikan
kepada customer sebagai
bentuk uraian lebih lanjut dan
luas dari label/etiket
√ √ √
Berdialog, belajar percaya diri
untuk berperan sebagai
konsultan memberikan
informasi (Ix) dan konseling
dengan customer.
√ √ √ √
Menyusun care
plan
Menulis (atau melengkapi dan
melanjutkan) data penderita
(patient medication record =Nx)
sehubungan dengan kasus terapi
obat yang terakhir diserahkan
(Tx).
√ √ √ √
Menulis rencana asuhan (care
plan) , yaitu catatan rencana
aktivitas monitoring (Mx) dan
solusi/tindakan
lanjut/actualisasi (Ax), setelah
obat yang terakhir diserahkan.
√ √ √ √
Monitoring terapi,
melalui
komunikasi
Berkomunikasi melalui telepon
(interpersonal oral
communication)
√ √
telepon dan
kunjungan kepada
penderita
Melakukan kunjungan kerumah
(monitoring for assurance drug
usage and safety)
√ √
Berkomunikasi dengan dokter (
confirmation goal of therapy
and medicines)
√ √
patient
medication record Mencatat terapi dan care plan √ √
3. System Management
Kompetensi Deskripsi belajarLearning checklist
0 1 2 3 4
Be a manager
1. Pharmaceuticals (FIFO) √ √ √ √ √
2. Facilities (Eficiency) √ √ √
3. Finance (Accountable) √ √ √ √
4. Human resource
(Productivity)√ √
5. Customer services
(Satisfaction)√ √ √ √ √
4. Practice Business Plan
Kompetensi Deskripsi belajarLearning checklist
0 1 2 3 4
Rencana strategis Mampu menyusun rencana
strategis berdasarkan analisis
SWOT, menentukan visi, misi,
tujuan, dan manfaat pendirian
apotek
√ √ √ √ √
Sistem manajemen Menyusun dokumen rencana
manajemen kefarmasian di
apotek untuk berbagai bidang
√ √ √ √ √
kewajiban sebagai sistem
layanan barang dan jasa
(modal, ketenagaan,
perbekalan kefarmasian,
administrasi keuangan dan
pelaporan, pengembangan)
Rencana
menjalankan
praktek profesi
Menyusun naskah kerangka
konseptual dan operasioanal
praktek profesi farmasi
komunitas langsung kepada
klient. (Pelayanan obat dengan
resep, non resep)
√ √ √ √ √
Membuka praktek
profesi di Apotek
Menyusun kumpulan
dokumen dan borang yang
diperlukan untuk membuka
praktek profesi di apotek
√ √ √ √ √
5. Public Health
Kompetensi Deskripsi belajarLearning checklist
0 1 2 3 4
Prepare public
health
information
Membuat leaflet yang berisi
tentang informasi kesehatan √ √ √ √ √
Implement
Pharmaceutical
Public Health
Profession Action
(public health
initiative activity)
Perencanaan aksi kepedulian
terhadap lingkungan kesehatan
masyarakat sekitar.
√
Penyuluhan penggunaan obat
yang benar dan baik kepada
masyarakat bekerjsama dengan
RT/RW-Lurah
√
Practice experince in primary
health care services.
√
Bakti sosial ke kelompok
masyarakat yang membutuhkan√
6. Research and Development
Kompetensi Deskripsi belajarLearning checklist
0 1 2 3 4
Prepare document-
based Research’s
Plan
Pharmacoeconomy: Cost –
(benefit, effectiveness,
minimazation, utility) Analysis
√ √
Pharmacoepidemiology (the use of
and effect of drugs in large
number of people), in area of
acute/infectious and/or chronic
disease.
√ √ √ √ √
Pharmacogenomic (
personalized / individual
prescription/medication )
√ √
Prepare people-
based Research’s
Plan
Customer (client / patient)
Satisfaction√ √
Pharmacovigilance ( side
effect, safety monitoring/report)√ √
Public health locally “initiative
policy”√ √
7. Continous Profesionalism Development
Kompetensi Deskripsi belajarLearning checklist
0 1 2 3 4
Learning
Portfolio
Development
Individual learning plan
(learning objective and road
map)
√ √ √ √ √
Writing individual learning
portfolio (daily learning
√ √ √ √ √
record)
Writing learning outcomes
presentation (reflection and
report)
√ √ √ √ √
Learning
Reflection and
Improvement
Sharing the learning
achievement in the forum (to
collegeous)
√ √ √ √ √
Access new information
(advance, deep and relevance)√ √ √ √ √
Writing new learning plan issue
for continuing self development√ √ √ √ √
Kesimpulan :
1. Berdasar dari hasil learning checklist di atas maka dapat disimpulkan
bahwa sebagian besar outcomes belajar dapat dicapai selama BPP
2. Outcomes yang dicapai selama BPP adalah melalui kegiatan mengetahui,
memahami, mengamati atau merekam proses, melakukan sendiri di bawah
bimbingan preceptor maupun dipercaya untuk melaksanakan suatu proses
praktik kefarmasian di apotek.
3. Dengan membuat learning checklist maka mahasiswa akan mengetahui
tahapan capaian belajar yang telah dilaksanakan selama BPP
Saran :
Penyatuan ide dan standar yang jelas antar dosen pembimbing dan pengelola
program profesi akan mempermudah mahasiswa dalam pengerjaan tugas dan
menjalani program profesi.
D. Sharing The Learning Achievement In The Forum
Dari proses learning share, pembelajaran penting yang dapat diambil
adalah sebagai berikut :
a. Sistem pengadaan di setiap apotek sangat bervariasi disesuaikan dengan
kebutuhan dan kondisi apotik (ex : sistem tender dan sistem lelang)
b. Apotik Rumah Sakit memiliki SOP yang jelas dalam melakukan semua
kegiatan di manajerial di apotik, hal ini sangat berbeda dengan Apotik Swasta
yang belum memilik SOP yang jelas (ex : perencaaan dan pengandaan obat
dan alat kesehatan).
E. Access New Information
Dengan adanya hubungan kerjasama antara distributor dan pihak apotek
Anggun, maka apotek Anggun dapat segera menyesuaikan terhadap adanya
perubahan harga beberapa produk obat yang berasal dari salah satu produsen
sediaan obat, sehingga produk-produk dari produsen tersebut yang sudah ada di
apotek Aggun dapat segera disesuaikan harganya mengikuti perubahan harga yang
telah diumumkan oleh distributor dari produsen tersebut.
F. Writing New Learning Plan Issue for Continuing Self Development
Untuk dapat melayani masyarakat, penulis perlu mengembangkan soft skill
yaitu kemampuan berkomunikasi dengan ramah dan sabar dalam menjelaskan
sesuatu kepada pasien. Juga bagaimana dapat memahami kondisi pasien sehingga
tidak mudah emosi apabila menemui pasien yang cerewet atau sedang emosi.
Selain itu, penulis juga akan belajar berkomunikasi yang baik dengan
tenaga kesehatan yang lain, khususnya dokter dalam memberikan informasi
terkait obat
Top Related