BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab utama kematian secara global.
Pada tahun 2008, diperkirakan 17,3 juta penduduk dunia meninggal akibat
penyakit kardiovaskular. Lebih dari 80% kematian akibat penyakit
kardiovaskular terjadi di negara pendapatan rendah dan menengah
(WHO,2013). Menurut Centre for Disease Control (CDC) sekitar 5,7 juta
penduduk di Amerika Serikat memiliki penyakit gagal jantung. Penyakit
gagal jantung merupakan penyebab utama dari 55.000 kematian setiap
tahunnya di Amerika Serikat (CDC, 2012).
Di Indonesia, penyakit Sistem Sirkulasi Darah (SSD) menurut International
Classification of Disease (ICD-10) yaitu penyakit jantung dan pembuluh
darah telah menduduki peringkat pertama sebagai penyebab utama kematian
umum pada tahun 2000 dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
2001sebesar 26,3% kematian (Delima et al, 2009).
Pada kasus-kasus sistem kardiovaskular, perawat dituntut agar dapat berpikir
kritis dalam memberikan asuhan keperawatan. Hal ini dimaksudkan agar
perawat terampil dalam membedakan informasi esensial dan relevan dari data
yang tidak relevan, memvalidasi data penting, dan mengkategorikan serta
mengorganisasikan informasi dengan cara yang bermakna, mampu membuat
intervensi, melaksanakan tindakan dan melakukan evaluasi.
Salah satu metode aplikasi yang digunakan dalam memecahkan masalah dan
melakukan penerapan nursing care plan adalah dengan menggunakan model
konseptual Virginia Handerson dalam memenuhi 14 kebutuhan dasar
manusia. Mengingat begitu pentingnya rancangan aplikasi model konseptual
untuk mendekati masalah keperawatan dalam asuhan keperawatan, maka
kami tertarik untuk menyusun makalah dengan topik penerapan teori Virginia
Handerson dalam Nursing Care Process.
1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
Menganalisa kasus dan mengimplementasikan rancangan aplikasi Model
Konseptual Keperawatan menggunakan Pendekatan Model Virginia
Henderson.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu memahami model konseptual keperawatan Virginia
Henderson.
b. Mampu memahami dan menganalisa contoh kasus kardiovaskular
c. Mampu mengimplementasikan rancangan aplikasi model konseptual
keperawatan Virginia Henderson.
1.3 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini adalah:
BAB I : Pendahuluan meliputi latar belakang, tujuan, dan sistematika
penulisan
BAB II : Tinjauan Konsep meliputi konsep teori Virginia HAnderson
dan konsep Gagal jantung
BAB III : Aplikasi dan pembahasan kasus sistem kardiovaskular dengan
penerapan Virginia Handerson dan penyusunan NCP
berdasarkan NOC dan NIC
BAB IV : Penutup meliputi kesimpulan dan saran
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Tinjauan tentang Model Teori Virginia Henderson
Model keperawatan yang dijelaskan oleh Virginia Henderson merupakan
model konsep aktifitas sehari-hari. Pemahaman model ini didasari oleh
keyakinan dan nilai yang dimilikinya diantaranya (1) manusia akan
mengalami perkembangan mulai dari pertumbuhan dan perkembangan dalam
rentang kehidupan, (2) dalam melaksanakan aktifitas sehari-hari individu
akan mengalami ketergantungan sejak lahir menjadi mandiri pada dewasa
yang dapat dipengaruhi oleh pola asuh, lingkungan dan kesehatan, (3) Dalam
melaksanakan aktifitas sehari-hari individu dapat dikelompokkan menjadi
tiga kelompok diantaranya terhambat dalam melakukan aktifitas, belum dapat
melaksanakan aktifitas dan tidak dapat melakukan aktifitas (Nursing Library,
2013). Berdasarkan pada pandangan-pandangan dan keyakinan tersebut
diatas, sehingga Virginia Henderson mendefinisikan empat metaparadigma
keperawatan yaitu manusia, keperawatan, kesehatan dan lingkungan.
Asumsi teori keperawatan yang dikemukan oleh Virginia Henderson terbagi
menjadi empat asumsi besar antara lain :
a. Perawat merawat pasien sampai pasien dapat merawat dirinya sendiri
b. Pasien berhasrat untuk kembali sehat
c. Perawat bersedia untuk melayani dan perawat akan mencurahkan dirinya
untuk pasien siang maupun malam
d. Perawat harus berpendidikan di tingkat universitas dalam ilmu dan seni
(Current Nursing, 2013).
Teori Henderson dan 4 (empat) konsep utamanya adalah:
1. Individual.
a. Mempunyai kebutuhan dasar komponen kesehatan.
b. Membutuhkan bantuan untuk mencapai kesehatan dan independen
atau kematian yang damai.
c. Meyakini komponen biologis, psikologis, sosiologis dan spiritual.
d. Teori Henderson memperlihatkan pasien sebagai penjumlahan dari
berbagai bagian dengan kebutuhan biopsikososial, klien ataupun
consumer
2. Lingkungan.
a. Tatanan tempat individu belajar pola unik dari kehidupan
b. Semua kondisi eksternal dan factor yang mempengaruhi kehidupan
dan perkembangannya.
c. Sangat individual dalam kaitannya dengan keluarga
d. Sangat minimal mendiskusikan dampaknya di komunitas kepada
individu dan keluarga
e. Mendukung tugas-tugas pribadi dan perkumpulan masyarakat
menginginkan serta mengharapkan perawat untuk melakukan
tindakan untuk individu yang tidak mampu berfungsi secara
independen, pada gilirannya perawat juga mengharapkan
masyarakat dapat berkontribusi kepada pendidikan keperawatan.
f. Asuhan keperawatan dasar mempersiapkan kondisi dimana klien
dapat melakukan 14 kegiatan pemenuhan kebutuhan dasar manusia
tanpa dibantu.
3. Kesehatan.
a. Definisi kesehataan berdasarkan kemampuan individu untuk
berfungsi independen sebagai yang diuraikan dalam 14
komponen kebutuhan dasar manusia.
b. Perawat menekankan pad promosi kesehatan dan pencegahan serta
pengobatan penyakit.
c. Kesehatan yang baik adalah tantangan. Dipengaruhi oleh usia, latar
belakang budaya dan kapasitas intelektual, keseimbangan emosi.
4. Keperawatan
a. Membantu individu yang kurang mampu, kurang mau dan kurang
tahu, sampai dan mengetahui untuk mampu dan puas dengan
terpenuhinya satu atau lebih dari 14 kebutuhan dasarnya.
b. Membantu dan mendukung individu dalam kegiatan sehari-harinya
dan mencapai tingkat independen.
c. Perawat melayani untuk membuat pasien “ lengkap” (complete),
“menyeluruh” (whole) atau “independen” (independent).
d. Perawat diharapkan untuk melaksanakan rencana pengobatan dari
medis adalah hasil dari kreativitas perawat dalam merencanakan
asuhan keperawatan.
e. Perawat seharusnya berpraktik secara legal, independen dan mampu
membuat keputusan yang mandiri sejauh tidak membuat diagnosis,
meresepkan obat untuk mengobati penyakit atau membuat prognosis,
karena ini adalah fungsi dokter.
f. Perawat seharusnya memiliki pengetahuan untuk praktik secara
individu dan harus mampu menjadi penyelesai masalah secara
ilmiah.
g. Peran perawat adalah berada dalam diri pasien dan memberikan
suplemen untuk meningkatkan kekuatan atau pengetahuan sesuai
dengan kebutuhannya.
h. Perawat mempunyai tanggung jawab untuk mengkaji kebutuhan
individu setiap pasien, membantu individu memenuhi kebutuhan
kesehatannya dan menyiapkan lingkungan bagi individu utuk
melaksanakan kegiatannya tanpa dibantu.
2.1.1 Komponen Keperawatan menurut Henderson
Virginia Henderson mengidentifikasi 14 kebutuhan dasar pasien yang
menjadi komponen dalam keperawatan yaitu:
1. Bernafas secara normal
2. Tercukupinya kebutuhan makan dan minum
3. Mengurangi zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh
4. Bergerak dan olahraga untuk menjaga postur tubuh
5. Tercukupinya kebutuhan tidur dan istirahat
6. Memilih pakaian yang tepat/sesuai
7. Mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal dengan
menyesuaikan pakaian dan memodifikasi kondisi lingkungan
8. Menjaga kebersihan tubuh dan kerapian
9. Mencegah bahaya dari lingkungan dan menghindari cidera lainnya
10. Berkomunikasi dengan orang lain untuk mengungkapkan emosi,
kebutuhan, rasa takut, dan pendapat.
11. Beribadah sesuai dengan keyakinan masing-masing
12. Bekerja dengan semangat untuk mencapai keberhasilan
13. Berperan atau berpartisipasi dalam berbagai bentuk rekreasi
14. Belajar menemukan hal baru dan dapat menggunakan fasilitas
kesehatan yang tersedia untuk membantu meningkatkan kondisi
kesehatan (Current Nursing, 2013).
2.1.2 Model Substitusi , Suplementasi dan Komplementasi Henderson
1. Hubungan Perawat dengan Pasien
Virginia Henderson mengidentifikasi tingkat hubungan perawat
dengan pasien yang meliputi :
a. Perawat sebagai pengganti pasien (substitute)
Pada saat sakit perawat menggantikan kebutuhan pasien yang
diakibatkan oleh karena kehilangan kekuatan fisik, ketidakmauan
dan kurangnya pengetahuan. Henderson mengungkapkan bahwa
perawat adalah kesadaran bagi ketidaksadaran, kehidupan dari
kematian, tangan dari orang yang teramputasi, mata bagi orang
buta, pemberi kehangatan bagi bayi, juru bicara bagi orang bisu,
dan sebagainya.
b. Perawat sebagai pembantu pasien (supplementary)
Selama kondisi tidak sadar, perawat membantu pasien
menemukan kemandiriannya. Henderson mengatakan
"Kemandirian adalah suatu hal yang relatif, tidak satupun kita
tidak bergantung pada orang lain, tetapi kita mencoba memberi
kemandirian dalam kesehatan, bukan ketergantungan dalam
kesakitan".
c. Perawat sebagai teman pasien/bekerja bersama
pasien (complementary)
Sebagai partner, pasien dan perawat bersama-sama
memformulasikan rencana keperawatan kebutuhan dasar yang
didiagnosis. Juga dimodifikasi sesuai kondisi, usia, temperamen,
emosi, status sosial, kebudayaan, dan kapasitas intelektual pasien.
Perawat juga harus dapat mengatur lingkungan sekitar bila
diperlukan. Henderson percaya "Perawat yang tahu reaksi
fisiologis dan patologis dari perubahan temperature, pencahayaan,
tekanan gas, bau, kebisingan, bau zat kimia, dan organisme akan
mengorganisasikan lingkungan dan memaksimalkan fungsi
fasilitas yang ada.
Perawat dan pasien harus selalu bekerja sama untuk mencapai
tujuan, baik dalam mencapai kemandirian atau kematian yang
tenang. Salah satu tujuan perawat adalah menjaga aktifitas sehari-
hari pasien senormal mungkin. Peningkatan status kesehatan
adalah tujuan penting dari perawatan. Menurut Henderson, lebih
penting membantu seseorang bagaimana menjadi sehat daripada
mengobati ketika sakit.
2. Hubungan perawat dengan dokter
Henderson menyatakan bahwa perawat mempunyai fungsi yang
unik, berbeda dengan dokter. Keperawatan diatur oleh perawat dan
pasien bersama-sama saling mendukung dengan rencana atau
program terapi dokter.
3. Perawat sebagai anggota Tim Kesehatan
Perawat bekerja saling bergantung pada tenaga kesehatan yang lain.
Perawat dan tenaga kesehatan lain membantu menjalankan seluruh
program perawatan pasien. Henderson mengingatkan bahwa
diantara team kesehatan mempunyai sumbangsih yang sama dalam
perawatan pasien. Tak ada yang lebih besar, masing-masing
mempunyai fungsi unik sendiri- sendiri.
2.1.3 Proses Keperawatan Teori Virginia Henderson
Langkah – langkah Proses Keperawatan dan konsep yang terkandung
setiap langkah proses keperawatan menurut Virginia Henderson
Proses keperawatan
Konsep
Pengkajian
keperawatan
Mengetahui kebutuhan dasar manusia berdasar 14 unsur dasar
keperawatan:
Analisa :
Membandingkan data dengan pengetahuan tentang kesehatan dan
penyakit
Diagnosa
keperawatan
Mengidentifikasi kemampuan individu untuk memenuhi
kebutuhannya tanpa bantuan dengan mempertimbangkan
kekuatan, kemauan dan pengetahuan yang dimiliki
Rencana
keperawatan
Mendokumentasikan cara perawat melayani individu baik sehat
maupun sakit
Implementasi
keperawatan
Melayani individu sakit maupun sehat dalam beraktifitas dalam
menjaga kesehatan, penyembuhan dari sakit, maupun
mengantarkan kematian yang tenang.
Implementasi berdasarkan prinsip psikologi, umur, latar belakang
budaya dan kemampuan fisik dan mental. Melaksanakan
pengobatan sesuai petunjuk dokter.
Evaluasi
keperawatan
Menggunakan defenisi keperawatan yang dapat diterima dan
aturan hukum yang berhubungan dengan keperawatan. Mutu
keperawatan lebih dipengaruhi oleh persiapan dan kemampuan
dasar perawat daripada lama waktu perawatan. Hasil yang baik
didasarkan pada kecepatan maupun tingkat kemampuan pasien
beraktifitas kembali secara mandiri dalam kehidupan sehari-hari.
2.2 Tinjauan Konsep Congestive Heart Failure (CHF)
2.2.1 Definisi
Gagal jantung kongstif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa
darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan
nutrisi (Brunner, 2002). Gagal jantung adalah keadaan patologik dimana
jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk
metabolisme jaringan.
2.2.2 Etiologi
Gangguan mekanis Kelainan miokardialGangguan irama
jantunga. Peningkatan beban tekanan
1) Central (stenosis aorta)2) Peripheral (hipertensi
sistemik)b. Peningkatan beban volum
1) Regurgitasi katup2) Pirau3) Meningkatnya preload
c. Hambatan pengisian ventrikel(stenosis mitral atau tricuspid)
d. Kontriksi pericard, tamponadee. Restriksi endokardial atau
miokardialf. Aneurisma ventrikel
a. Primer1) Kardiomiopati2) Gangguan
neuromuskuler3) Miokarditis4) Metabolik (DM)5) Keracunan
b. Sekunder 1) Iskemia2) Gangguan metabolik3) Inflamasi infiltrate4) Penyakit sistemik5) Penyakit paru
obstruksi kronis6) Obat-obatan
a. Ventricular standstill
b. Ventricular fibrilasic. Takikardi atau
bradikardi yang ekstrim
d. Gangguan konduksi
Pencetus : hipertensi, infark miokard, aritmia, anemia, febris, emboli paru,
stres, dan infeksi.
Beberapa penyebab CHF yaitu, (Daphne T. Hsu, 2009) antar lain :
1. Beban volume (volume overload), terutama shunt dari kiri ke kanan yang
dapat mengakibatkan hipertrophy pada ventrikel kanan karena untuk
mengkompensasi peningkatan volume darah. Tekanan overload,
terutama akibat dari luka obstruktif, seperti stenosis katup atau
penyempitan aorta.
2. Penurunan kontraktilitas terutama penurunan kontraktilitas miokardium,
yang diakibatkan oleh beberapa faktor seperti cardiomyopathy atau
myocardial ischemia.
3. Tingginya kebutuhan Cardiac Output, suatu kondisi saat kebutuhan tubuh
akan darah untuk oksigenasi melebihi cardiac output jantung (meskipun
volume darahnya mungkin saja normal), seperti pada saat sepsis,
hyperthyroidism, dan anemia berat. CHF pada anak bisa disebabkan
karena suatu hal yang bersifat kardiak maupun non kardiak.
2.2.3 Klasifikasi
Menurut New York Association (NYHA), gagal jantung dibagi dalam
beberapa Grade yaitu :
Grade I :
Tidak ada keluhan pada waktu istirahat. Timbul dyspnoea pada aktifitas
fisik berat.
Grade II :
Tidak ada keluhan pada waktu istirahat. Timbul dyspnoea pada aktifitas
fisik sedang.
Grade III :
Ada keluhan ringan pada waktu istirahat. Timbul dyspnoea ringan pada
aktifitas fisik ringan, dyspnoea berat pada aktifitas sedang.
Grade IV :
Dyspnoea pada waktu istirahat, dyspnoea berat pada aktifitas fisik sangat
ringan. Pasien harus tirah baring.
2.2.4 Patofisiologi
Tubuh memiliki beberapa mekanisme kompensasi untuk mengatasi gagal
jantung, antara lain yaitu mekanisme respon darurat yang pertama berlaku
untuk jangka pendek (beberapa menit sampai beberapa jam), yaitu
reaksi fight-or-flight. Reaksi ini terjadi sebagai akibat dari pelepasan
adrenalin (epinefrin) dan noradrenalin (norepinefrin) dari kelenjar adrenal
ke dalam aliran darah; noradrenalin dilepaskan dari saraf. Adrenalin dan
noradrenalin adalah sistem pertahanan tubuh yang pertama muncul setiap
kali terjadi stres mendadak. Pada gagal jantung, adrenalin dan noradrenalin
menyebabkan jantung bekerja lebih keras, untuk membantu meningkatkan
curah jantung dan mengatasi gangguan pompa jantung sampai derajat
tertentu.
Mekanisme perbaikan lainnya adalah penahanan garam (natrium) oleh
ginjal. Untuk mempertahankan konsentrasi natrium yang tetap, tubuh
secara bersamaan menahan air. Penambahan air menyebabkan
bertambahnya volume darah dalam sirkulasi dan pada awalnya
memperbaiki kerja jantung. Salah satu akibat dari penimbunan cairan ini
adalah peregangan otot jantung karena bertambahnya volume darah. Otot
yang teregang berkontraksi lebih kuat. Hal ini merupakan mekanisme
jantung yang utama untuk meningkatkan kinerjanya dalam gagal jantung.
Akan tetapi dengan memburuknya gagal jantung, kelebihan cairan akan
dilepaskan dari sirkulasi dan berkumpul di berbagai bagian tubuh,
menyebabkan edema. Lokasi penimbunan cairan ini tergantung kepada
banyaknya cairan di dalam tubuh dan pengaruh gaya gravitasi. Jika
penderita berdiri, cairan akan terkumpul di tungkai dan kaki. Jika
penderita berbaring, cairan akan terkumpul di punggung atau perut. Sering
terjadi penambahan berat badan sebagai akibat dari penimbunan air dan
garam.
Mekanisme utama lainnya adalah pembesaran otot jantung
(hipertrofi). Otot jantung yang membesar akan memiliki kekuatan yang
lebih besar, tetapi pada akhirnya bisa terjadi kelainan fungsi dan
menyebabkan semakin memburuknya gagal jantung.
Gagal jantung terjadi sewaktu jantung tidak mampu memompa darah yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrient tubuh. Gagal jantung
disebabkan akibat disfungsi diastolic atau sistolik. Gagal jantung diastolic dapat
terjadi dengan atau tanpa gagal jantung sistolik. Gagal jantung diastolic sering
terjadi akibat hipertensi yang lama (kronis). Ketika ventrikel harus memompa
darah secara berkelanjutan melawan kelebihan beban yang sangat tinggi
(peningkatan resistensi), sel otot hipertrofi dan menjadi kaku. Kekakuan sel otot
menyebabkan penurunan daya regang ventrikel, sehingga menurunkan pengisian
ventrikel, kelainan relaksasi diastolic, dan penurunan volume sekuncup. Volume
dan tekanan diastolic akhir pada ventrikel kiri mengalami peningkatan dan
memantul kembali ke sirkulasi paru, menyebabkan hipertensi paru. Adanya
volume sekuncup, tekanan darah turun, refleks baroreseptor teraktivasi.
2.2.5 Tanda dan Gejala
Menurut Hudak dan Gallo (1997) tanda dan gejala yang terjadi pada gagal
jantung kiri antara lain :
1) Kongesti vaskuler pulmonal
2) Dyspnea
3) Ortopnea
4) Dispnea nokturnal paroksismal
5) Batuk
6) Edema pulmonal akut
7) Penurunan curah jantung
8) Gallop atrial (S3)
9) Gallop ventrikel (S4)
10) Crackles paru, disritmia
11) Bunyi nafas mengi
12) Pulsus alternans
13) Pernafasan cheyne-stokes
14) Bukti-bukti radiologi tentang kongesti vaskuler pulmonal.
Gagal jantung kanan antara lain :
1) Curah jantung rendah
2) Peningkatan JVP
3) Edema
4) Disritmia S3 dan S4 ventrikel kanan
5) Hiperresonan pada perkusi.
Menurut Framingham, tanda dan gejala gagal jantung dibagi menjadi
kriteria mayor dan kriteria minor.
Kriteria Mayor :
1. Dispnea Nocturnal Paroksimal atau Ortopnea
2. Peningkatan Tekanan Vena Jugularis
3. Ronchi Basah tidak nyaring
4. Kardiomegali
5. Edema Paru Akut
6. Irama Derap S3
7. Peningkatan Tekanan Vena > 16 cm H2O
8. Refluks Hepatojugular
Kriteria Minor :
1. Edema Pergelangan Kaki
2. Batuk Malam Hari
3. Dyspneu d’ efford
4. Hepatomegali
5. Efusi Pleura
6. Kapasitas Vital Berkurang menjadi 1/3 Maksimum
7. Takikardi (> 120 x/menit)
2.2.6 Pemeriksaan Laboratorium untuk Gagal Jantung
Pemeriksaan darah perlu dilakukan pada klien gagal jantung untuk
menyingkirkan anemia sebagai penyebab susah bernafas, untuk mengetahui
adanya penyakit dasar serta komplikasi. Pada gagal jantung yang berat
akibat berkurangnya kemampuan mengeluarkan air sehingga dapat timbul
hiponatremia dilusional, karena itu adanya hiponatremia menunjukkan
adanya gagal jantung yang berat.
Pemeriksaan serum kreatinin perlu dilakukan selain untuk mengetahui
adanya gangguan ginjal, juga mengetahui adanya stenosis arteri renalis
apabila terjadi peningkatan serum kreatinin setelah pemberian angiotensin
converting enzyme inhibitor dan diuretik dosis tinggi. Pada gagal jantung
berat dapat terjadi proteinuria.
Hipokalemia dapat terjadi pada pemberian diuretik tanpa suplementasi
kalium dan obat potassium sparring. Hiperkalemia timbul pada gagal
jantung berat dengan penurunan fungsi ginjal, penggunaan ACE-inhibitor
serta obat potassium sparring. Pada gagal jantung kongestif tes fungsi hati
(bilirubin, AST dan LDH) gambarannya abnormal karena terjadi kongesti
hati.
Pemeriksaan profil lipid, albumin serum fungsi tiroid dianjurkan sesuai
kebutuhan. Pemeriksaaan penanda BNP sebagai penanda biologis gagal
jantung dengan kadar BNP plasma 100pg/ml dan plasma NT-proBNP
adalah 300 pg/ml.
Pemeriksaan radionuklide atau multigated ventriculography dapat
mengetahui fraksi ejeksi, laju pengisian sistolik, laju pengosongan
diastolik, dan abnormalitas dari pergerakan dinding.
Angiografi dikerjakan pada nyeri dada berulang akibat gagal jantung.
Angiografi ventrikel kiri dapat mengetahui gangguan fungsi yang global
maupun segmental serta mengetahui tekanan diastolik, sedangkan
kateterisasi jantung kanan untuk mengetahui tekanan sebelah kanan (atrium
kanan, ventrikel kanan dan arteri pulmonalis) serta pulmonary artery
capillary wedge pressure. (Sudoyo, 2007)
2.2.7 Pengobatan Gagal Jantung
Beberapa pengobatan untuk gagal jantung diantaranya:
1. Vasodilator
Vasodilator digunakan untuk relaksasi pembuluh darah. Efeknya dapat
terjadi langsung pada otot polos vaskuler atau secara tidak langsung
melalui gangguan proses neurogenik. Contoh obat yang bekerja
sebagai vasodilator: captopril, nifedipin, ISDN.
Efek samping pemberian vasodilator antara lain pusing, palpitasi, mual
& muntah, reaksi hipersensitivitas, bisa timbul rasa terbakar di bawah
lidah pada pemberian sub lingual.
2. Diuretik
Diuretik diberikan untuk mengurangi beban kerja jantung dan
mengurangi edema. Jenis diuretik yang digunakan: furosemid,
spironolacton, HCT.
3. β Blocker
Jantung dan pembuluh darah memiliki reseptor β yang berspon
terhadap hormon, blocker reseptor β bertujuan untuk mengurangi
beban jantung dan dilatasi pembuluh darah. Contoh β blocker:
propanolol.
4. Agen Inotropik
Agen inotropik berfungsi menstimulasi kontraksi jantung,
meningkatkan curah jantung dan memperlambat frekuensi jantung.
Salah satu jenis agen inotropik adalah propanolol.
5. Antikoagulan
Bila dibutuhkan, antikoagulan oral dapat diberikan pada pasien dengan
gagal jantung. Pemberian dilakukan seiring dengan pemantauan
dengan pemeriksaan INR. Jenis antikoagulan yang digunakan antara
lain warfarin, heparin (Gray, 2005).
2.3 Penerapan Model Teori Virginia Handerson dalam Pengkajian Sistem
Cardiovaskuler
Pengkajian menurut Carpenito (2007) merupakan tahap pengumpulan data
tentang individu, keluarga kelompok yang sistematis yang bertujuan untuk
mengetahui status kesehatan, ketidak mampuan fungsional, kekuatan,
keterbatasan dan harapan. Pengkajian dilakukan denga penilaian kepada
kemampuan individu dalam pemenuhan empat belas kebutuhan dasar
manusia. Berdasarkan hal tersebut, maka foskus pengkajian adalah sebagai
berikut :
a. Bernafas Normal
Dalam proses pernapasan, manusia membutuhkan oksigen yang merupakan
salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme, untuk
mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh. Kekurangan oksigen
ditandai dengan keadaan hipoksia yang dalam proses lanjut dapat
menyebabkan kematian jaringan bahkan dapat mengancam kehidupan
(Brunner & Suddarth, 2008).
Pengkajian untuk bernafas normal antara lain : adanya dispneu atau tidak,
frekuensi nafas, pucat atau sianosis, bunyi nafas vesikuler, ronchi atau
wheezing, riwayat merokok. Status hemodinamik pada pasien termasuk di
dalam pengkajian bernfas normal yang terdiri dari tekanan darah, denyut nadi,
curah jantung (CO) dan tahanan pembuluh darah sistemik (SVR). Nafas yang
pendek atau adanya dypnea sering ditemukan pada ACS, syok cardiogenic,
HF, dan penyakit jantung bawaan (Brunner & Suddarth, 2008).
Tanda-tanda pada sistem respirasi yang sering ditemui pada kelainan
cardiovaskuler adalah :
1) Takipneu : pernafasan cepat dan dangkal sering terjadi pada pasien dengan
dekompensasi cordis.
2) Orthopnea :
3) Noctural Dispnea :
4) Batuk : kering, batuk yang terhenti-henti dari iritasi jalan nafas bagian
bawah sering pada pasien dengan congesti paru pada CHF (Brunner &
Suddarth, 2008).
b. Makan dan Minum
Menurut Doenges (2002) pengkajian yang dilakukan pada makan dan minum
antara lain : mual, kehilangan nafsu makan, bersendawa, nyeri ulu
hati/terbakar, penurunan turgor kulit, kulit kering/bersisik, dan perubahan
berat badan.
Pengkajian makan dan minum lainnya meliputi pola makan pasien
sebelumnya, berat badan dan tinggi badan, pola makan, alergi makanan,
kondisi kavitas oral, nyeri berkaitan dengan ingesti makanan atau minuman,
gangguan menelan, kepekaan terhadap bau dan rasa, kebiasaan makan,
kayakinan, budaya, terapi yang mempengaruhi makan atau proses pencernaan,
jumlah kalori yang dibutuhkan, jumlah minuman yang dibatasi, kaji pola
makan pasien sebelumnya apakah tnggi garam dan lemak.
Pengkajian yang dapat ditemukan pada pasien cardiovaskuler misalnya
dekompensasi cordis adalah penurunan berat badan yang disebabkan oleh
adanya hepatomegali.
c. Aktifitas
Pengkajian untuk aktifitas dapat dilakukan dengan melihat perubahan tanda-
tanda vital ketika pasien melakukan aktifitas baik ringan, sedang dan berat.
Hal-hal lainnya yang perlu dikaji adalah pola hidup dan aktifitas olahraga
sebelum sakit (Brunner & Sudarth, 2008).
Perawat perlu menentukan apakah sudah terjadi perubahan pola aktifitas pada
pasien selama 6 sampai 12 bulan. Respon subjektif pasien penting sebagai
parameter pengkajian. Keletihan, biasanya dipengaruhi oleh fraksi ejeksi
vnetirkel (kurang dari 40 %) dan beberapa obat (seperti beta bloker
adrenergik) bisa menyebabkan intoleransi aktifitas. Disamping itu perawat
juga perlu mengkaji apa latihan yang sering pasien lakukan di rumah dan kaji
juga lama dan intensitasnya. Keletihan merupakan tanda awal dari ACS, HF
dan penyakit katup jantung (Brunner & Sudarth, 2008).
Pengkajian yang ditemukan saat sakit adalah terdapat perubahan tanda-tanda
vital saat melakukan aktifitas, tampak kelelahan yang ditandai dengan dispneu
ketika berkatifitas. Kelelahan pada pasien dekompensasi cordis disebabkan
oleh ketidak seimbangan suplai oksigen terhadap kebutuhan tubuh.
d. Tidur & Intirahat
Pengkajian untuk tidur dan istirahat dapat dilakuakn dengan melihat
kecukupan instirahat tidur meliputi jumlah dan kualitas tidur, adanya keluhan
mengantuk, observasi adanya kelelahan atau kelemahan umum akibat efek
dari katabolisme. Amati adanya faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tidur
seperti kecemasan, sesak saat berbaring, adanya kantong mata atau lingkaran
hitam di bawah mata, dan tidak fokus ketika diajak bicara.
Mengkaji dimana pasien tidur atau istirahat juga perlu dilakukan. Perubahan
kebiasaan seperti sering tidur di kursi dibandingkan di tempat tidur,
peningkatan tingginya bantal, dan nafas yng pendek dimalam hari atau adanya
angina sering ditemukan pada pasien dengan HF. Disamping itu adanya nyeri
dada atau ktidaknyamanan biasanya diakibatkan oleh angina pectoris, ACS,
disritmia dan penyakit katup jantung (Brunner & Sudarth, 2008).
Pengkajian tidur dan istirahat yang ditemukan saat sakit misalnya pada
dekompensasi cordis dapat ditemukan adanya kesulitan untuk tidur yang
disebabkan oleh nyeri dada yang dirasakan atau sesak nafas dan perasaan tidak
nyaman pada tubuh bagian atas sehingga mengganggu waktu istirahat.
e. Pakaian
Pengkajian untuk pakaian dapat dalkukan jenis pakain yang disuakai untuk
digunakan, bahan pakaian yang disesuaikana degan kondisi pasien,
kemampuan pasien untuk memilih pakaian sendiri yang akan digunakan.
Pengkajian yang ditemukan sebelum sakit adalah pasien dapat menggunakan
pakaian dengan semua jenis bahan baik berupa kaus, kemeja yang menurut
individu tersebut nyaman digunakan dan sesuai dengan kondisi dan situasi
yang sedang dihadapinya. Pada pasien dengan gangguan sistem
cardiovaskuler tidak ada larangan untuk menggunakan jenis dan bahan
pakaian yang digunakan kecauli pasien yang ditempatkan diruang intensif
maka harus menggunakan pakaian yang telah ditentukan. Pasien memilih
pakaian yang menggunakan pakaian dengan kancing didepan untuk
memudahkan dalam membuka pakaian ketika dilakukan pemeriksaan atau
mengganti pakaian. Bahan pakaian yang digunakan terbuat dari bahan katun
yang mudah menyerap keringat sehingga terasa nyaman dikenakkan.
f. Spiritual
Pengkajian dalam spiritual antara lain agama pasien, sumber harapan dan
kekuatan, kemampuan pasien dalam melaksanakan ibadah saat sakit,
hubungan antara keyakinan dan koondisi kesehatan, motivasi pasien dalam
melaksanakan ibadah ketika sakit, kebutuhan pasien terhadap pembimbing
rohani ketika sakit.
Pengkajian spiritual yang ditemui sebelum sakit adalah tidak ada masalah
dalam melaksanakan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
Sedangkan saat sakit misalnya pada infak miocard dapat ditemukan adanya
kesulitan dalam melaksanakan ibadah sesuai dnegan agama dan kepercayaan
akibat suplai osigen dan kebutuhan tubuh tidak seimbang, sehingga
menyebabkan pasien cepat lelah dna merasa sesak dan menyebabkan
intoleransi aktifitas.
g. Pekerjaan
Pengkajian pekerjaan adalah riwayat pekerjaan pasien, peran pasien dalam
pekerjaannya, dan harapan pasien terhadap pekerjaannya. Pengkajian
pekerjaan yang ditemui sebelum sakit adalah peranan dalam pekerjaan tidak
ada masalah dan dapat aktif dalam pekerjaan. Sedangkan saat sakit misalnya
pada dekompensasi cordis dapat ditemukan adanya ketidakmampuan pasien
dalam menjalankan peranannya dalam pekerjaan. Pasien infark miocard
percaya bahwa penyakit mereka memiliki keonsekuensi yang lama dalam
penyembuhan, sehingga memiliki tingkat ketidakmampuan untuk kembali
dalam menjalani pekerjaan seperti sebelum sakit (Petrie et al, 2002).
BAB III
APLIKASI MODEL KEPERAWATAN HENDERSON
DALAM MENGATASI MASALAH KARDIOVASKULAR
3.1 Nursing Care Process Berdasarkan Model Keperawatan Handerson
3.1.1 Pengkajian
Data Demografi
A. Biodata
1. Nama : Tn. A
2. Jenis kelamin : Laki-laki
3. Diagnosa medis : Decompensatio Cordis NYHA Stage II
Komponen kebutuhan dasar manusia menurut Virginia Handerson :
No Komponen Pengkajian Nursing History Physical Examination & Diagnostics1 Bernafas normal - Klien mengeluh
sesak sejak 3 hari sebelum masuk Rumah Sakit
- Klien mengatakan sesak dirasakan setelah pasien melakukan aktivitas berat, saat posisi tidur dan saat malam hari
- Klien mengatakan menggunakan 2 buah bantal saat tidur
- Klien mengatakan merasa cepat lelah
- Klien mengatakan pernah memiliki riwayat sakit jantung sejak usia 12 tahun
- Klien mengeluh ada batuk berdahak yang dirasakan sejak 3 hari yang lalu
- Paru : Inspeksi : bentuk & ukuran dada normal.
Pergerakan nafas dalam keadaan statis dan dinamis simetris kanan dan kiri.
Palpasi : Fremitus taktil dan vokal simetris kanan dan kiri.
Perkusi : sonor pada seluruh lapang paru Auskultasi : vesukuler +/+, Ronki basah
halus 2/3 bawah lapang paru belakang (+/+), Wheezing (-/-)
- Jantung : Inspeksi : Iktus cordis terlihat Palpasi : iktus cordis teraba Perkusi : batas jantung normal Auskultasi : Bunyi Jantung I ↑ – II , mur-
mur mid-diastolic didaerah apex , Gallop (-)
- Leher : JVP 5 + 4cmH2O- TTV: TD: 128/42 mmHg, MAP : 85 mmHg Nadi : 60 x/menit Suhu : 36,5°C, Pernapasan : 24 x/menit
- EKGIrama: irregular, sinus aritmia dengan atrial fibrilasi
. HR: 70x/menitT inverted di lead I dan avLT inverted di V5-V6, LVHrSr’ di V1-V2Axis: LADKesan: RBBB incomplete
2 Tercukupinya kebutuhan makan dan minum
- Abdomen : Supel - Gerak peristaltik usus positif 5 – 16 x/mn- Tidak tampak sikatrik.- Timpani di seluruh kuadran abdomen- Palpasi : Nyeri tekan (-),- Hepatomegali : Hepar teraba 6 cm dariarkus
costae dextra dan 4 cm dibawahprocessus xypoideus
- Lien tidak teraba- BB = 40 kg, TB = 155 cm,IMT = 17,7.
3 Eliminasi / mengurangi zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh
4 Bergerak dan olah raga untuk menjaga postur tubuh
Klien mengatakan sesak nafas saat melakukan aktivitas beratKlien mengaku merasa cepat lelah
Klien tampak sakit sedang
5 Tidur dan istirahat Klien mengatakan sesak saat posisi tidur dan menggunakan 2 bantal saat tidur.Klien mengatakan sesak berkurang saat istirahat
6 Memilih pakaian yang cocok
7 Menjaga suhu tubuh tetap normal
Suhu: 36,5 °C
8 Menjaga tubuh bersih dan rapi
9 Menghindari bahaya dan hal yang dapat menyakiti orang lain
10 Berkomunikasi dengan orang lain dalam mengekspresikan
emosi, kebutuhan, ketakutan, dan opini
11 Beribadah sesuai dengan kepercayaannya
12 Bekerja dengan baik sehingga dapat melakukan pencapaian tertentu
13 Bermain dan berpartisipasi dalam berbagai bentuk rekreasi
14 Belajar menemukan hal baru.
3.2 Pembahasan
Pengkajian bernafas normal yang ditemukan secara tidak normal adalah
pasien mengeluh ada sesak nafas pada saat beraktivitas berat dan malam hari,
tidak ada keluhan sesak nafas seperti tercekik, terdapat ronchi basah halus
pada 2/3 bawah lapang paru belakang. Pengkajian yang dapat ditemukan pada
pasien cardiovaskuler misalnya dekompensasi cordis adalah penurunan berat
badan yang disebabkan oleh adanya hepatomegali.
Gagal jantung terjadi sewaktu jantung tidak mampu memompa darah yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrien tubuh. Gagal jantung
disebabkan akibat disfungsi diastolik atau sistolik.
Gagal jantung diastolik dapat terjadi dengan atau tanpa gagal jantung sistolik.
Gagal jantung diastolik sering terjadi akibat hipertensi yang lama (kronis).
Ketika ventrikel harus memompa darah secara berkelanjutan melawan
kelebihan beban yang sangat tinggi (peningkatan resistensi), sel otot
hipertrofi dan menjadi kaku. Kekakuan sel otot menyebabkan penurunan daya
regang ventrikel, sehingga menurunkan pengisian ventrikel, kelainan
relaksasi diastolik, dan penurunan volume sekuncup. Volume dan tekanan
diastolik akhir pada ventrikel kiri mengalami peningkatan dan memantul
kembali ke sirkulasi paru, menyebabkan hipertensi paru. Adanya volume
sekuncup, tekanan darah turun, refleks baroreseptor teraktivasi.
Makna dari M.A.P adalah penilaian Perfusi Ginjal. Ginjal perlu minimal
M.A.P 70 mmHg untuk mencapai fungsi ginjal yang memadai. Kurang dari
ini fungsi ekskresi berbagai zat akan menurun sampai anuria dan potensial
akan memperburuk keadaan pasien.
Pada CHF suplai oksigen berkurang dan susah untuk melakukan pekerjaan
yang berat. Pada CHF ini sistem saraf adrenergik (yang merupakan komple
santori) naik akibat melemah kontraksi jantung dan TD tinggi, RAA; Renin
Angiotensin Aldosteron hingga jantung cepat dan TD tinggi.
Gejala gagal jantung kanan menyebabkan badan lemah, pembengkakan kaki,
nafsu makan berkurang dan perut kembung. Pada pemeriksaan fisik didapat
pembengkakan jantung sebelah kanan.
(Wholey & Wong, 2007) menjelaskan Gagal jantung sisi kanan (right-sided
failure), jantung kanan yang telah lemah, tidak kuat lagi memindahkan darah
yang cukup banyak dari susunan pembuluh darah venosa (vena kava, atrium,
dan ventrikel kanan) ke susunan pembuluh darah arteriosa (arteri pulmonalis).
Oleh karena itu, darah akan tertimbun di dalam ventrikel kanan, atrium
kanan, dan di dalam vena kava sehingga desakan darah dalam atrium kanan
dan vena tersebut meninggi. Makin tinggi desakan darah dalam vena, vena
makin mengembang (dilatasi). Penimbunan darah venosa sistemik akan
menyebabkan pembengkakan hepar atau hepatomegali. Hepatomegali
merupakan suatu gejala yang penting sekali pada gagal jantung kanan.
Tekanan vena jugularis merefleksikan tekanan atrium kanan, yang
memberikan indikator klinis yang penting untuk fungsi jantung dan
hemodinamik jantung kanan. JVP biasanya diukur vertikal jarak di atas
angulus sternum: pertemuan ujung klavikula denan Kosta kedua dan
manubrium sterni. Tinggi normal JVP adalah 5 -2 cm H2O sampai 5 +2 cm
H2O.Vena jugularis tidak terlihat pada orang normal dengan posisi tegak. Ia
baru terlihat pada posisi berbaring di sepanjang permukaan musculus
sternocleidomastoideus. JVP yang meningkat adalah tanda klasik hipertensi
vena (seperti gagal jantung kanan). Peningkatan JVP dapat dilihat sebagai
distensi vena jugularis, yaitu JVP tampak hingga setinggi leher, jauh lebih
tinggi daripada normal. Penyebab peningkatan tekanan JVP adalah payah
jantung kongestif, dimana peningkatan tekanan vena menunjukkan kegagalan
ventrikel kanan. Peningkatan JVP yang tidak pulsatif, menunjukkan
kemungkinan adanya obstruksi vena kava superior. (Waskito, 2008)
Kelemahan jantung kanan mula-mula dikompensasi dengan dilatasi dinding
jantung kanan, terutama dinding ventrikel kanan. Dilatasi dinding ventrikel
akan menambah keregangan miokardium sehingga akan memperkuat sistole
yang berakibat penambahan curah jantung. Adanya dilatasi dan juga sedikit
hipertrofi jantung akan menyebabkan pembesaran jantung atau disebut
kardiomegali. Upaya penambahan curah jantung karena kelemahan juga
dilakukan dengan menaikkan frekuensi jantung (takikardi). Pada akhirnya
kelemahan jantung kanan ini tidak dapat dikompensasi lagi, sehingga darah
yang masuk ke dalam paru akan berkurang dan ini tentunya akan merangsang
paru untuk bernapas lebih cepat guna mengimbangi kebutuhan oksigen,
akibatnya terjadi takipnea.
Kegagalan ventrikel kanan dalam memompakan darah akan
mengakibatkan oedema pada ekstrimitas. Pembengkakan juga
menyebabkan berbagai gejala. Selain dipengaruhi oleh gaya gravitasi, lokasi
dan efek pembengkakan juga dipengaruhi oleh sisi jantung yang mengalami
gangguan. Gagal jantung kanan cenderung mengakibatkan pengumpulan
darah yang mengalir ke bagian kanan jantung. Hal ini menyebabkan
pembengkakan di kaki, pergelangan kaki, tungkai, hati dan perut.
Orthopnea diakibatkan oleh peningkatan aliran darah dari ekstrimitas ke
jantung dan paru-paru. pada waktu pasien berbaring, terjadi redistribusi
cairan dari jaringan perifer ke paru-paru sehingga terjadi peningkatan tekanan
kapiler pulmonary. Hal ini kemudian menstimulasi ujung saraf pada paru-
paru sehingga terjadilah orthopnoea. Kadang-kadang pasien mendadak
terbangun dari tidurnya, megap-megap, sesak napas. Jadi pasien lebih baik
tidur dalam posisi setengah duduk atau dengan beberapa bantal. Gejala ini
biasanya disertai dengan batuk yang berdahak putih berbusa (paroxysmal
nocturnal dyspnoea).
Batuk karena bengkak dan iritasi mukosa mengakibatkan batuk persisten dan
kering. Wheezing diakibatkan karena terjadinya edema pada mucosa
bronchial akibat penyumbatan aliran nafas.
Intrepretasi EKG :
Gagal Jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam
jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen
dan nutrisi dikarenakan adanya kelainan fungsi jantung yang berakibat
jantung gagal memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian
tekanan pengisian ventrikel kiri (Smeltzer, 2001). Dalam menentukan
diagnosis gagal jantung, disamping anamnesis, gejala dan tanda klinis yang
ditemukan juga ditunjang oleh beberapa pemeriksaan antara lain:
pemeriksaan laboratorium, radiologi, EKG dan echokardiography.
EKG atau elektrokardiografi adalah pencatatan grafik variasi-variasi potensial
listrik yang disebabkan oleh aktivitas listrik otot jantung dan terdeteksi pada
permukaan tubuh. Kegagalan mekanisme kompensasi dapat dipercepat oleh
adanya volume darah sirkulasi yang dipompakan untuk melawan peningkatan
resistensi vaskuler oleh pengencangan jantung. Kecepatan jantung
memperpendek waktu pengisian ventrikel dari arteri coronaria. Menurunnya
cardiac output dan menyebabkan oksigenasi yang tidak adekuat ke
miokardium. Hal ini mengakibatkan jantung berupaya untuk menjalankan
fungsinya dengan memompa darah untuk mensuplai kebutuhan di dalam
tubuh, sehingga ada ketidakstabilan jantung dalam berkontraksi dan
berelaksasi sehingga irama jantung menjadi tidak stabil (ireguler).
Pada kasus, hasil gambaran EKG dapat diinterpretsikan bahwa iramanya
tidak teratur dengan heart rate ±70 x/menit. Hasil interpretasi lainnya adalah
sinus aritmia dengan atrial fibrilasi (muncul gel. P tanpa komplek QRS).
Atrial fibrilasi adalah kondisi di mana ruang atas jantung (atrium) berdenyut
terlalu cepat dan kacau. Hal ini disebabkan darah tidak sepenuhnya dipompa
ke ventrikel, ruang jantung atas dan bawah tidak bekerja sama dengan baik,
mengakibatkan detak jantung secara keseluruhan menjadi tidak teratur. Atrial
fibrilasi dapat tanpa gejala. Sering kali, orang-orang yang memiliki AF
mungkin tidak bahkan merasa gejala. Pada atrial fibrilasi sinyal listrik
jantung dimulai di bagian yang berbeda dari atrium atau pembuluh paru-paru
di dekatnya dan dilakukan normal. Sinyal tidak melalui jalur normal, tetapi
dapat menyebar ke seluruh atrium dalam cara yang cepat dan tidak
terorganisir. Sinyal kelistrikan jantung berasal dari AV node. Sebagai
akibatnya, ventrikel juga mulai untuk berkontraksi dengan cepat namun tidak
memberikan sinyal untuk ventrikel berkontraksi dengan cepat, sehingga
menciptakan irama jantung yang cepat dan tidak teratur.
Jantung terus berupaya untuk memompa darah. Peningkatan dinding akibat
dilatasi menyebabkan peningkatan tuntutan oksigen dan pembesaran jantung
(hipertrofi) terutama pada jantung iskemik atau kerusakan yang menyebabkan
kegagalan mekanisme pemompaan. Hasil interpretasi EKG ditemukan LVH
(left ventrikel hipertrofi), dapat dijumpai di heart failure maupun infark
miokard, manifestasinya adalah penebalan dinding ventrikel kiri. LVH dapat
disebabkan karena adanya kardiomiopati, stenosis aorta atau insufisiensi aorta
atau hipertensi sistemik. Selain itu, LVH dapat disebabkan karena
peningkatan tekanan atrium kiri, pulmonary vascular congestion dan
hipertensi arterial pulmonal. LVH akan menurunkan perfusi arteri koronaria,
yang disebabkan karena riwayat infark miokard. Hal ini dapat menyebabkan
perubahan otot papilaris dan menyebabkan insufisiensi mitral. Adanya LAD
pada hasil interpretasi menunjukkan bahwa aksis/ arah proyeksi jantungnya
bergeser ke kiri, atau di atas – 30°. Hal ini juga disebabkan karena adanya
LVH.
Hasil EKG juga menunjukkan adanya Right Bundle Branch Block (RBBB).
Blok dapat terjadi di berbagai tempat pada sistem konduksi sehingga dapat
dibagi menjadi blok SA, blok AV (jika hambatan konduksi terjadi di jalur
antara nodus SA sampai berkas His); blok cabang berkas (bundle branch
block=BBB) yang dapat terjadi di right bundle branch block atau left bundle
branch block. RBBB merupakan gangguan sistem aliran/ konduksi listrik
jantung yang ke bagian/ sebelah kanan. RBBB merupakan salah satu defek
sistem konduksi jantung.
Interpretasi data laboratorium:
Pada klien dengan gagal jantung perlu dilakukan pemeriksaan darah lengkap,
analisa gas darah, elektrolit (Na, K, Mg, Ca), kolesterol darah (trigliserida,
LDL, HDL), BNP, INR dan pemeriksaan enzim jantung (CK,CKMB).
Pada kasus 3, klien dengan gagal jantung ini diperoleh hasil laboratorium
seperti nilai haemoglobin 11,1 g/dl, sedikit di bawah nilai normal (12-14g/dl).
Nilai Hb perlu selalu diperiksa terkait dengan adanya anemia, keluhan susah
bernafas dan adanya penyakit lain atau komplikasi. Nilai hematokrit 35%
(normal pada pria 40-47%), menurunnya nilai Ht dapat mengindikasikan
kondisi tubuh seperti: anemia, fungsi ginjal, leukemia dan malnutrisi.
Hematokrit dapat mengindikasikan hemokonsentrasi, akibat penurunan
volume cairan dan peningkatan eritrosit.
Hasil pemeriksaan leukosit klien menunjukkan angka 3860 Ul (Nilai normal :
4.000-10.000 Ul),
Nilai trombosit klien 168.000, masih dalam batas normal (150.000-400.000)
(Sadikin, 2002).
Pemeriksaan SGPT: 13 duplo (Normal: 5-41), SGOT: 31 duplo (Normal: 5-
40), masih dalam batas normal. Pada kasus gagal jantung dapat terjadi
abnormalitas nilai SGOT dan SGPT karena adanya kongesti hati.
Peningkatan SGOT 3-5X normal dapat terjadi karena sumbatan saluran
empedu, gagal jantung kongestif, tumor hati, dan Iain-lain .
Pemeriksaan ureum kreatinin dilakukan untuk menilai fungsi ginjal, karena
kegagalan fungsi pompa jantung juga akan mempengaruhi kerja ginjal.
Hasil laboratorium klien, ureum: 28,3 mg/dl masih dalam batas normal: 10-
50 mg/dl, kreatinin: 0,9 mg/dl dalam batas normal: 0,5-1,5 mg/dl.
Pemeriksaan INR (International Normalized Ratio) dilakukan untuk
pemantauan pemakaian antikoagulan oral. Nilai normal INR: 1,5-2,5. Pada
kasus 3 diketahui nilai INR: 20,1(INR1,73) detik. Peningkatan nilai INR
mengarah pada kecenderungan darah untuk cepat membeku berkurang.
(Gray et.al, 2004)
DAFTAR PUSTAKA
Aru, S.2006.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jilid II.Edisi ketiga. Balai Penerbit
FKUI: Jakarta.
Black, & Hawk. (2005) Medical Surgical Nursing : Clinical Management for
Positive Outcomes. St. Louis: Elsevier
Dochterman, J.M., & Bulechek. (2013). Nursing Intervention Classification. Sixth
Edition. Philadelphia: Mosby
Ellis J.R. & Nowlis E.A. (1994). Nursing : A Human Needs Aproach (5th ed).
Philadelphia : Lippincott Comapany
Gandasoebrata R. Penuntun laboratorium klinik. Jakarta: Dian Rakyat; 2009.
Hudak, Carolyn M. Gallo Barbara M.(2007).Critical Care Nursing: A Holistic
Approach.Philadelphia
Kozier, B., Erb, G., & Oliveri, R. (1995). Fundamental of nursing: Concept process and
practice. 4th Edition. Massachusetts: Addison Wesley Publising Company, Inc.
Lewis, Sharon, M., Heitkemper, Margaret, M., & Direksen, Shannon. (2000).
Medical surgical Nursing; assessment and management of clinical
problem. Fifth edition. St. Louis : Cv. Mosby.
Price,S, & Wilson, L.M. ( 2002). Pathophysiology : Clinical concepts of disease process.
St.Louis : Mosby year book inc
Ronald AS, Richard AMcP, alih bahasa : Brahm U. Pendit dan Dewi Wulandari, editor : Huriawati Hartanto, Tinjauan klinis hasil pemeriksaan laboratorium, edisi 11. Jakarta: EGC; 2004.
Samekto, Widiastuti M.(2001) .Belajar Bertolak dari Masalah Infark Miokard
Akut. Badan Penerbit Universitas Diponegoro: Semarang.
Sherwood, L. (2001). Fisiologi manusia: Dari sel ke sistem. Jakarta: Penerbit buka
kedokteran EGC.
Smeltzer.(2000). Text Book of Medical Surgical Nursing Brunner and
Suddarht.Philadelphia
Sudoyo,Aru.W, dkk.2009.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Edisi kelima. Balai
Penerbit FKUI: Jakarta.
Tomey AM Alligood.MR (2010) Nursing theories and their work,7th ed. Mosby, Philadelphia