7/25/2019 Budnus Aceh Fix
1/23
Disusun oleh:
Jagad Nur Triharto (13)
M. Rizqi Akbar (19)
Rifqi Yulan Husnia (27)
Rizanda Aprilia (28)
Yulia Fadilah (40)
7/25/2019 Budnus Aceh Fix
2/23
PENDAHULUAN
A. Keadaan Geografis
Nanggroe Aceh Darussalam terletak pada koordinat 2-6LU dan 95-98BT dan
memiliki luas wilayah 55.390 km2 yang meliputi wilayah daratan: 119 pulau, 35
gunung, dan 73 sungai,
a. Daerah Tingkat II: 18 kabupaten dan 5 kota
b. 264 kecamatan
c. 642 mukim
d. 6.656 kelurahan dangampong
Sejak tahun 1959 hingga tahun 2001, Nanggroe Aceh Darussalam disebut Daerah
Istimewa Aceh karena pada masa permulaan kemerdekaan Republik Indonesia, para
wanita Aceh mengumpulkan perhiasan emasnya untuk membeli sebuah kapal terbng
yang diserahkan untuk Republik Indonesia. NAD berbatasan dengan Teluk Benggala di
sebelah utara, Samudra Hindia di sebelah barat, Selat Malaka di sebelah Timur, dan
Sumatra Utara di sebelah tenggara dan selatan.
B. Keadaan Demografis
Pada tahun 2014, jumlah penduduk Aceh yang tercatat pada Badan Pusat
Statistik adalah 4.906.835 jiwa dengan kepadatan penduduk 86 jiwa/km2.
Penduduk Aceh merupakan keturunan berbagai kaum, suku, dan bangsa.
Leluhur orang Aceh berasal dari Semenanjung Malaysia, Cham, Cochin Cina, dan
Kamboja. Penduduk Aceh terdiri dari berbagai macam suku bangsa, yang sampai saat
ini dapat diidentifikasi dari ciri-ciri fisik masyarakat di Aceh. Hal ini berkaitan dengan
sejarah masa lalu Aceh yang merupakan pusat perdagangan di Selat Malaka di mana
banyak pedagang-pedagang dari Eropa, Turki, Arab, Cina, India, Persia, dan wilayah-
wilayah lainnya di Nusantara melakukan aktivitas perdagangan. Banyak di antara
mereka yang menetap dan berbaur satu sama lain dan menyeut diri mereka sendiri
orang Aceh.
Bangsa Arab dan India dikenal erat hubungannya pasca penyebaran agama Islam
di tanah Aceh. Bangsa Arab yang datang ke Aceh banyak yang berasal dari provinsi
Hadramaut (Yaman), dibuktikan dengan marga-marga seperti Al Aydrus, Al Habsyi, Al
Attas, dan lain-lain. Mereka datang sebagai ulama dan berdagang. Saat ini, banyak di
antara mereka yang menikah dengan penduduk asli Aceh dan menghilangkan nama
marganya. Sedangkan bangsa India kebanyakan berasal dari Gujarat dan Tamil. Dapat
dibuktikan dengan penampilan wajah bangsa Aceh, serta variasi makanan (misalnya
kari), dan juga warisan kebudayaan Hindu Tua. Karena letak geografisnya berdekatan
maka keturunan India cukup dominan di Aceh.
Pedagang-pedagang Cina juga pernah memiliki hubungan yang erat denganbangsa Aceh yang dibuktikan dengan kedatangan Laksamana Cheng Ho, yang pernah
7/25/2019 Budnus Aceh Fix
3/23
menghadiahi Aceh dengan sebuah lonceng besar, yang sekarang dikenal dengan nama
Lonceng Cakra Donyadan tersimpan di Banda Aceh.
Keturunan bangsa Persia, Afghanistan, Turki yang banyak mendiami Aceh
kebanyakan tersebar di Aceh Besar, dahulu mereka datang atas undangan Kerajaan
Aceh untuk dijadikan ulama, pedagang senjata, pelatih prajurit dan serdadu perangkerajaan Aceh. Sebutan Banda, dalam nama kota Banda Aceh pun adalah salah satu
pengaruh kebudayaan Persia yang artinya pelabuhan.
Ada pula keturunan bangsa Portugis, di wilayah Kuala Daya, Lam No. Mereka
keturunan pelaut-pelaut Portugis di bawah pimpinan nahkoda Kapten Pinto, yang
hendak berlayar menuju Malaka, dan singgah untuk berdagang; sebagian besar dari
mereka tetap tinggal dan menetap di Lam No.
Sampai saat ini, ada beberapa suku yang mendiami provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam, yaitu: Suku Aceh, Suku Gayo, Suku Alas, Suku Aneuk Jamee, Suku Melayu
Tamiang, Suku Kluet, Suku Devayan, Suku Sigulai, Suku Haloban dan Suku Julu.
7/25/2019 Budnus Aceh Fix
4/23
PEMBAHASAN
Unsur-unsur Kebudayaan (Cultural Universal)
A. Bahasa
Menurut Asyik, bahasa Aceh berasal dari turunan rumpun bahasa Austronesia
(Asyik dalam Ismuha, 1988: 142). Bahasa Aceh asli yang mirip dengan bahasa Campa
atau Indo Cina diperkirakan ada sebelum berkembangnya bahasa Melayu. Saat ini
Bahasa Aceh menjadi bahasa ibu di sebagian besar pedesaan wilayah Aceh dan terdiri
atas beberapa dialek, diantaranya dialek Peusangan, Banda, Bueng, Daya, Pase, Pidie,
Tnong, Seunangan, Matang, dan Melaboh. Yang masih terdapat di wilayah Nanggroe
Aceh Darussalam adalah:
a.
Bahasa Aceh
b. Bahasa Jamee
c. Bahasa Kluet
d. Bahasa Simeulue
e. Bahasa Haloban
f. Bahasa Gayo
g. Bahasa Tamiang
h. Bahasa Alas
Tradisi bahasa tulisan ditulis dalam huruf Arab-Melayu yang disebut bahasa Jawi
atau Jawoe. Bahasa Jawi ditulis dengan huruf Arab ejaan Melayu. Pada masa KerajaanAceh banyak kitab ilmu pengetahuan agama, pendidikan, dan kesusastraan ditulis
dalam bahasa Jawi.
B. Sistem Pengetahuan
Salah satu sistem pengetahuan yang masih digunakan adalah tradisi menangkap
ikan di laut (meupayang) yang terdapat di kabupaten Aceh Besar. Keunikan tradisi ini
adalah cara menangkap ikan yang menggunakan Pukat Aceh adalah sejenis pukat pantai
(beach seine), berbentuk jaring panjang, bersayap, dan memiliki sebuah kantong pada
bagian ujungnya. Alat ini khusus digunakan untuk menangkap ikan pada lokasi yang
berpantai landai dan berpasir. Pukat ini dioperasikan oleh sekurang-kurangnya lima
belas orang dengan cara dilingkarkan pada lokasi tertentu dan kemudian ditarik
menelusuri dasar perairan menuju ke pantai dengan menggunakan perahu dayung.
Pukat pantai ini termasuk alat penangkapan ikan yang ramah lingkungan karena tidak
mengganggu biota laut lainnya, sehingga ia merupakan peralatan penangkap ikan yang
ideal menurut hukum adat nelayan setempat (Hukm Adat Lat).
7/25/2019 Budnus Aceh Fix
5/23
C. Sistem Teknologi
Sistem teknologinya sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai kebudayaan Islam,
sehingga seni kerajinan perhiasan yang motif, ornamen dan desain perhiasan
tradisional Aceh merupakan terjemahan dari peradaban Islam. Ornamen diciptakan
dari abstraksi tumbuh-tumbuhan, benda alam seperti awan, bulan, bintang, bentukgeometris (Bieng meuih, reunek leuek, gigoe daruet, dan boh eungkot) dipakai untuk
melengkapi pakaian adat seperti Keureusang, Patam dhoe, Peuniti, Subang Aceh,
Simplah, dan Taloe jeuem.
Aceh memiliki senjata tradisional yaitu Rencong/reuncong yang bentuknya
menyerupai huruf L, merupakan kaligrafi tulisan Bismillah, yang termasuk dalam
kategori dagger/belati. Rencong memiliki tingkatan; untuk Raja atau Sultan biasanya
terbuat dari gading (sarungnya) dan emas murni (bagian belatinya). Sedangkan
rencong lainnya terbuat dari tanduk kerbau atau pun kayu sebagai sarungnya, dan
kuningan atau besi putih sebagai belatinya. Ada 4 macam rencong, yaitu:
a. Reuncong Meucugek;
b. Reuncong Meupucok;
c. Reuncong Pudoi;
d. Reuncong Meukure.
Ada juga jenis senjata lainnya seperti siwaih, peudeung (pedang), dan tombak.
Dalam Rumoh Aceh (Rumah Adat Aceh) (Krong Badee), pengaruh agama Islam dan alam
sekitar tampak menyatu mewarnai bentuk dan ornamen ragam hiasnya. Bertiang selalu
genap, beratap rumbia dan berdinding kayu atau papan.
7/25/2019 Budnus Aceh Fix
6/23
D. Sistem Organisasi Sosial
1. Sistem Kekerabatan
Sistem kekerabatan masyarakat Aceh merupakan kombinasi antara budaya
Minangkabau dan Aceh, di mana bentuk kekerabatan yang terpenting adalah keluarga
inti dengan prinsip keturunan bilateral. Adat menetap sesudah menikah pada umumnyabersifat matrilokal. Selama masih tinggal dalam rumah mertua, suami belum
mempunyai tanggung jawab terhadap rumah tangga dan yang bertanggung jawab
adalah ayah pihak wanita. Dalam kekerabatan di Aceh, peranan ibu dalam mendidik
anak sangat jelas sehingga si ibu dapat membentuk mental anak sesuai dengan harapan
ibu dan seringkali seorang ayah hampir tidak mengetahui pola pendidikan si ibu,
karena ayah lebih berperan dalam menentukan ekonomi keluarga.
Masyarakat Aceh mengenal keluarga luas yang terdiri dari beberapa keluarga
namun mempunyai hubungan kekerabatan yang sangat dekat. Hubungan keluarga ini
terdiri dari Wali, karong dan kaom. Wali adalah orang laki-laki yang ditentukan oleh
keturunan bapak, yang dapat menjadi wali nikah sekaligus dapat menerima warisan
sesuai ketentuan agama. Karong adalah saudara yang dihitung dari keluarga ibu, fungsi
karong hampir sama dengan wali. Sedangkan kaom adalah semua saudara dari pihak
ayah/laki-laki dan saudara pihak perempuan/ibu.
Sistem kemasyarakatan di Aceh, dari tingkatan yang paling tinggi ke tingkatan
yang paling rendah terdiri dari:
1) Keurajeun (Kesultanan), dipimpin oleh Sultan
2) Sago (setingkat propinsi), dipimpin oleh Panglima Sago
3)
Nanggro (setingkat Kabupaten), dipimpin oleh Ulee Balang4) Mukim (setingkat kecamatan), dipimpin oleh Imeum Mukim
5) Gampng (setingkat desa), dipimpin oleh Keuchiek
Keuchiek dan Imeum Meunasah adalah lembaga eksekutif yang melaksanakan
kebijakan yang telah ditetapkan oleh tuha peut gampong atas dasar masukan yang
disampaikan oleh tuha lapan gampong dan bertanggung jawab langsung kepada
masyarakatnya. Tuha Peut dan Tuha Lapan merupakan legislatifnya gampong yang
berwenang menentukan arah kebijakan berdasarkan masukan yang disampaikan oleh
tuha lapan gampong dan berwenang untuk meminta pertanggungjawaban atas kinerja
eksekutif gampong sesuai perkembangan yang terjadi di dalam masyarakat. Gampong
mempunyai otorita yang luas untuk mengurus dirinya sendiri baik soal internal
kependudukangampong, adat istiadat, sosial, keagamaan dan pengelolaan sumber daya
alam atas kekayaan dan asetgampong, dan melakukan hubungan ke luar.
Berikut ini adalah bagan yang menggambarkan susunan tingkatan pemerintahan
lokal yang berlaku di Aceh pada saat ini.
7/25/2019 Budnus Aceh Fix
7/23
2. Lembaga Adat
Lembaga adat adalah suatu organisasi kemasyarakatan yang dibentuk oleh
masyarakat, mempunyai wilayah tertentu dan mempunyai harta kekayaan tersendiri,
serta berhak dan berwenang mengatur dan mengurus serta menyelesaikan hal-hal yang
berkaitan dengan adat. Lembaga adat yang berkembang sejak dahulu hingga sekarang
mempunyai fungsi dan berperan dalam membina nilai-nilai budaya, norma-norma adat
dan aturan untuk mewujudkan keamanan, keharmonisasian, ketertiban, ketentraman,kerukunan dan kesejahteraan sebagai manifestasi untuk mewujudkan tujuan bersama
sesuai dengan keinginan dan kepentingan masyarakat setempat.
Lembaga adat bersifat otonom dan independen sebagai mitra Pemerintah Aceh
dan Pemerintah Kabupaten/kota sesuai dengan tingkatannya. Saat ini, kedudukan
lembaga adat sudah formal dan dasar hukumnya pun sudah diatur dalam Qanun
(Peraturan Daerah), yaitu
1) Majelis Adat Aceh adalah organisasi tertinggi dalam hirarki Lembaga Adat di
Nanggroe Aceh Darussalam. Majelis Adat Aceh bertugas membantu Wali
Nanggroe dalam membina, mengkoordinir lembaga-lembaga adat lainnya:a) Imeum Mukim, Imuem Mukim adalah pemimpin Mukim yang dipilih oleh
musyawarah mukim. Imeum Mukim diangkat dan diberhentikan oleh
Bupati/Walikota atas usulan Camat dari hasil musyawarah mukim
b) Imeum Chik, Imuem Chiek adalah sebuah jabatan dalam Mukim yang
bertugas mengkoordinasikan pelaksanaan keagamaan dan peningkatan
peribadatan serta pelaksanaan Syariat Islam dalam kehidupanmasyarakat. mengurus, menyelenggarakan dan memimpin seluruh
kegiatan yang berkenaan dengan pemeliharaan dan pemakmuran masjid,
dan menjaga dan memelihara nilai-nilai adat agar tidak bertentangan
dengan Syariat Islam. Imeum Chik diangkat dan diberhentikan oleh
Pemerintah Pusat NKRI
Provinsi Naggroe Aceh Darussalam
Kabupaten/Kota
Kecamatan
Mukim
Gampong
7/25/2019 Budnus Aceh Fix
8/23
Bupati atas usul Imeum Mukim melalui Camat berdasarkan hasil
kesepakatan musyawarah mukim.
c) Keuchik, Keuchik adalah pemimpin gampong yang dipilih langsung oleh
penduduk gampong melalui pemilihan yang demokratis, bebas, umum,
rahasia, jujur dan adil. Dalam melaksanakan tugasnya, keuchik dibantu
oleh Imeum Meunasah dan Tuha Peut Gampong.d) Tuha Peut, Tuha Peut adalah legislatif gampong yang dipimpin oleh
seorang ketua dan sekretaris yang merangkap sebagai anggota.
e) Tuha Lapan, Pada tingkat gampong dan mukim dapat dibentuk Tuha
Lapan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat. Tuha
Lapan dipilih melalui musyawarah. Tuha Lapan beranggotakan unsur
Tuha Peut dan beberapa orang mewakili bidang keahlian sesuai dengan
kebutuhan gampong atau mukim. Pengangkatan dan pemberhentian Tuha
Lapan serta tugas dan fungsinya ditetapkan dalam musyawarah.
f) Imeum Meunasah, Imeum Meunasah dipilih dalam musyawarah gampong.
Pengangkatan dan pemberhentian Imeum Meunasah dilakukan oleh
Camat atas nama Bupati/Walikota. Tata cara dan pemilihan, serta masa
jabatan Imeum Meunasah ditetapkan dalam musyawarah gampong setiap
enam tahun sekali.
g) Keujruen Blang, Keujruen Blang terdiri dari Keujruen Muda dan Keujruen
Chik. Pengaturan tugas, fungsi, wewenang dan persyaratan Keujruen
Blang ditetapkan dalam musyawarah Keujruen Blang setempat. Dalam
melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang sebagaimana dimaksud
berkoordinasi dengan pihak terkait lainnya.
h) Panglima Laot, Panglima Laot atau nama lain terdiri dari :
i. Panglima Laot Lhok
ii.
Panglima Laot Kabupaten/Kota, daniii. Panglima Laot Aceh
Panglima Laot Aceh dipilih dalam musyawarah panglima laot
kabupaten atau kota setiap enam tahun sekali.
i) Pawang Glee, Pawang Glee dipilih oleh masyarakat kawasan hutan.
Tatacara pemilihan dan persyaratan Pawang Glee ditetapkan melalui
musyawarah masyarakat kawasan hutan setiap enam tahun sekali.
Pawang Glee bertugas mengelola lingkungan hutan dan melaksanakan
upacara adat yang berkaitan dengan hutan.
j)
Peutua Seuneubok, Peutua Seuneubok dipilih oleh masyarakat Seuneubok
(perkebunan), dan bertugas mengelola kawasan Perkebunan dan
Kehutanan.
k) Haria Peukan, Haria Peukan dibentuk untuk pasar-pasar tradisional yang
belum ada petugas pemerintah. Haria Peukan ditetapkan melalui
musyawarah tokoh-tokoh pedagang dan keuchik setempat setiap 6
(enam) tahun sekali.
l) Syahbanda, Syahbanda adalah pemimpin pelabuhan yang bertugas
bekerja sama dengan pejabat pemerintah untuk mengelola pelabuhan.
Berdasarkan pendekatan historis, lapisan masyarakat Aceh yang menonjol dapatdikelompokkan dalam dua golongan, yaitu golongan Umara (Teuku) dan golongan
7/25/2019 Budnus Aceh Fix
9/23
Ulama (Tengku). Umara dapat diartikan sebagai pejabat pelaksana pemerintah dalam
satu unit wilayah kekuasaan. Seperti jabatan Sultan yang merupakan pejabat tertinggi
dalam unit pemerintahan kerajaan, Uleebalang sebagai pimpinan unit Pemerintah
Nanggroe (negeri), Panglima Sagoe yang memimpin unit pemerintahan Sagoe, Imeum
Mukim yang menjadi pimpinan unit pemerintahan Mukim dan Keuchiek atau Geuchiek
yang menjadi pimpinan pada unit pemerintahan Gampong (kampung).
Pejabat di atas, dalam struktur pemerintahan di Aceh pada masa dahulu dikenal
sebagai lapisan pemimpin adat, pemimpin keduniawian, atau kelompok elite sekuler.
Beberapa gelar yang ada dalam masyarakat umara adalah: Tuanku, Pocut, Teuku,
Laksamana, Uleebalang, Cut, Panglima Sagoe, Meurah.
Sementara golongan Ulama yang menjadi pimpinan yang mengurusi masalah-
masalah keagamaan (hukum atau syariat Islam) dikenal sebagai pemimpin keagamaan
atau masuk kelompok elite religius. Oleh karena para ulama ini mengurusi hal-hal yang
menyangkut keagamaan, maka mereka haruslah seorang yang berilmu, yang dalam
istilah Aceh disebut Ureung Nyang Malem dan biasannya mendapatkan gelar Tengku.
Penggolongan masyarakat adalah sebagai berikut:
a) Golongan rakyat biasa, yang dalam istilah Aceh disebut Ureung Le (orang
kebanyakan).
b) Golongan hartawan, golongan ini cukup berperan dalam soal kemasyarakatan
sebagai penyumbang dana.
c) Golongan ulama/cendikiawan, mereka memiliki ilmu pengetahuan sehingga
mereka disebut orang alim dengan gelar Teungku. Mereka berperan dalam
masalah agama dan kemasyarakatan.
d)
Golongan kaum bangsawan, termasuk didalamnya keturunan Sultan Aceh yangbergelar "Tuanku" keturunan "Uleebalang" yang bergelar "Teuku" (bagi laki-
laki) dan "Cut" (bagi perempuan).
Meskipun ada penggolongan masyarakat yang demikian, tetapi tidak seperti
sistem kasta. Setiap anggota masyarakat tidak dibedakan kedudukannya dalam hukum
dan agama.
E. Sistem Ekonomi
Aceh memiliki potensi alam yang sangat cocok untuk pertanian, maka mata
pencaharian utama masyarakat adalah sebagai petani padi atau sebagai petani kedelai,
yang merupakan primadona komoditas pertanian, terutama di daerah Aceh Utara dan
Aceh Timur. Mata pencaharian kedua setelah pertanian adalah bekerja pada sector
perkebunan, terutama perkebunan kelapa sawit maupun kakao.
Akan tetapi semenjak terjadinya pemberontakan oleh GAM, perkebunan yang
dikuasai GAM sebagian perusahaan perkebunan ditutup. Mata pencaharian ketiga
adalah bekerja di sektor perikanan baik perikanan laut maupun perikanan darat
sebagai nelayan atau petambak. Mata pencaharian keempat adalah sebagai pedagang,
7/25/2019 Budnus Aceh Fix
10/23
maupun sektor informal lainnya. Mata pencaharian terakhir adalah bekerja di sektor
pertambangan terutama bekerja sebagai karyawan swasta perusahaan migas asing.
Di dalam sistem ekonomi masyarakat Aceh, terutama di pedesaan, lembaga
ekonomi merupakan salah satu aspek pengendalian sosial. Pola tradisional tentang
pengendalian sosial yang berhubungan dengan lembaga ekonomi adalah sistem mawah(bagi hasil), merupakan sistem ekonomi yang sesuai dengan ajaran Islam dan sudah
diwariskan sejak ratusan tahun yang lalu. Mawah dapat dilakukan dalam berbagai
bentuk barang seperti lembu, tanah sawah atau pun tanah perkebunan.
F. Sistem Religi
Aceh dikenal dengan sebutan Serambi Mekah, maka unsur-unsur
kebudayaannya sangat dipengaruhi oleh kebudayaan Islam. Pesantren merupakan
lembaga agama yang berperan sangat strategis dalam membentuk pribadi masyarakat.
Selain berfungsi sebagai pembinaan umat, pesantren pun menjadi media dalam
membawa pembaharuan dan pemikiran Islam sekaligus mencetak cendikiawan muslim
atau ulama.
G. Kesenian
Pada awalnya kesenian Aceh sangat dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu,
terlihat misalnya dalam gerakan Tari Seudati. Dalam perkembangannya unsur seniIslamlah yang lebih menonjol, baik dalam syair-syairnya maupun pakaian yang
dikenakan oleh para penari. Sebagai contoh Hikayat Perang Sabil dan Hikayat Malem
Dewa.
Kesenian Aceh secara umum terbagi dalam seni tari, seni sastra dan cerita
rakyat. Adapun ciri-ciri tari tradisional Aceh adalah sebagai berikut:
a. bernafaskan Islam
b. ditarikan oleh banyak orang (massal)
c. pengulangan gerak serupa yang relatif banyak
d.
memakan waktu penyajian yang relatif panjang
e. kombinasi tari, musik dan sastra
f. pola lantai yang terbatas
g. disajikan dalam kegiatan khusus
h. gerak tubuh terbatas.
Beberapa bentuk kesenian di Aceh:
a) Drama Tari Didong; Didong merupakan salah satu kesenian tradisional yang
terdapat pada masyarakat Gayo, yang dimainkan dengan perpaduan seni sastra,
seni suara dan seni tari. Dalam Didong, terdapat seorang ceh (vokalis), apit(pendamping ceh) dan penunung (pengikut saat refrain terjadi). Didong
7/25/2019 Budnus Aceh Fix
11/23
dipertunjukkan oleh masyarakat Gayo yang mendiami kabupaten Aceh Tengah
dan kabupaten Bener Meriah. Didong merupakan sastra lisan yang masih
bertahan sampai sekarang.
b) Tari Saman; Tari Saman adalah tarian suku Gayo yang syairnya mempergunakan
bahasa Arab dan bahasa Gayo. Saman diperoleh dari salah satu ulama yaitu
Syech Saman. Tari Saman dimainkan oleh belasan laki-laki, tetapi jumlahnyaharus ganjil. Untuk mengatur berbagai gerakannya ditunjuklah seorang
pemimpin yang disebut syeikh. Syeikh juga bertugas menyanyikan syair lagu
Saman.
c) Tradisi Puetron Anak; Pada upacara ini, anak yang telah berumur empat puluh
empat hari diturunkan ke halaman dengan dipayungi dan kaki anak tersebut
diinjakkan ke tanah (peugiho tanoh). Di atas kepala si anak dibelah buah kelapa
dengan alas kain putih yang dipegang oleh empat orang. Kelapa yang telah
dibelah tersebut, sebelah diberikan kepada pihak orang tua suami dan sebelah
lagi diberikan kepada pihak orang tua si istri, dengan tujuan supaya kedua belah
pihak tetap kekal dalam persaudaraan. Selanjutnya diadakan pembakaran
petasan dan disuruh orang-orang yang tangkas dan ahli bermain pedang
mempertunjukkan ketangkasan mereka dengan mencincang batang pisang,
supaya anak tersebut nanti berani dalam membela negara, dan dapat menjadi
panglima perang yang tangkas dan arif bijaksana. Selanjutnya anak tersebut
ditempatkan ke dalam sebuah balai di halaman, dengan tujuan supaya anak
tersebut nanti dapat menyesuaikan dirinya dengan masyarakat dan dapat
menjadi orang terkemuka dalam masyarakat.
Etos Budaya Aceh
EtosKebudayaan adalah sifat, nilai, dan adat-istiadat khas yang memberi watak
kepada kebudayaan suatu golongan sosail dalam masyarakat. (Eko Sujatmiko, Kamus
IPS , Surakarta: Aksara Sinergi Media Cetakan I, 2014 halaman 65)
A. Rumah Adat
Rumah tradisonal suku Aceh dinamakan Rumoh Aceh. Rumah adat ini bertipe
rumah panggung dengan 3 bagian utama dan 1 bagian tambahan. Tiga bagian utama
dari rumah Aceh yaitu seuramo keu (serambi depan), seuramo teungoh (serambi
tengah) dan seuramo likt(serambi belakang). Sedangkan 1 bagian tambahannya yaitu
rumoh dapu(rumah dapur).
https://id.wikipedia.org/wiki/Rumoh_Acehhttps://id.wikipedia.org/wiki/Rumoh_Acehhttps://id.wikipedia.org/wiki/Rumoh_Aceh7/25/2019 Budnus Aceh Fix
12/23
B. Bahasa Daerah
Bahasa Aceh termasuk dalam kelompok bahasa Aceh-Chamik, cabang darirumpun bahasaMelayu-Polinesia,cabang dari rumpun bahasaAustronesia
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam memiliki beberapa bahasa daerah :
1. Bahasa Aceh pemakainya 70%
2. Bahasa Gayo
3. Bahasa Alas
4. Bahasa Tamiang
5. Bahasa Aneuk Jamee
6. Bahasa Kluet
7. Bahasa Singkil
8. Bahasa Haloban
9. Bahasa Simeulue
C. Senjata Adat
Rencong adalah senjata tradisional suku Aceh,bentuknya menyerupai huruf L,
dan bila dilihat lebih dekat bentuknya merupakan kaligrafi tulisan bismillah.Rencong
termasuk dalam kategoribelati.
https://id.wikipedia.org/wiki/Rumpun_bahasa_Chamikhttps://id.wikipedia.org/wiki/Rumpun_bahasa_Melayu-Polinesiahttps://id.wikipedia.org/wiki/Austronesiahttps://id.wikipedia.org/wiki/Renconghttps://id.wikipedia.org/wiki/Senjatahttps://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Acehhttps://id.wikipedia.org/wiki/Bismillahhttps://id.wikipedia.org/wiki/Belatihttps://id.wikipedia.org/wiki/Belatihttps://id.wikipedia.org/wiki/Bismillahhttps://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Acehhttps://id.wikipedia.org/wiki/Senjatahttps://id.wikipedia.org/wiki/Renconghttps://id.wikipedia.org/wiki/Austronesiahttps://id.wikipedia.org/wiki/Rumpun_bahasa_Melayu-Polinesiahttps://id.wikipedia.org/wiki/Rumpun_bahasa_Chamik7/25/2019 Budnus Aceh Fix
13/23
D. Tarian Tradisional
Tarian tradisional Aceh menggambarkan warisan adat, agama, dan cerita rakyat
setempat. Tari-tarian Aceh umumnya dibawakan secara berkelompok, di mana
sekelompok penari berasal dari jenis kelamin yang sama, dan posisi menarikannya ada
yang berdiri maupun duduk. Bila dilihat dari musik pengiringnya, tari-tarian tersebutdapat dikelompokkan menjadi dua macam; yaitu yang diiringi dengan vokal dan perkusi
tubuh penarinya sendiri, serta yang diiringi dengan ensambel alat musik.
1. Tarian Suku Aceh
Tari Laweut
Tari Likok Pulo
Tari Pho
Tari Ranup lam Puan
Tari Rapa'i Geleng
Tari Rateb Meuseukat Tari Ratoh Duek
Tari Seudati
Tari Tarek Pukat
2. Tarian Suku Gayo
Tari Saman
Tari Bines
Tari Didong
Tari Guel
Tari Munalu
Tari Turun Ku Aih Aunen3. Tarian Suku Alas
Tari Mesekat
4. Tarian Suku Melayu Tamiang
Tari Ula-ula Lembing
7/25/2019 Budnus Aceh Fix
14/23
E. Pakaian Adat Aceh
Baju Adat Tradisional Pria Aceh:
Pria memakai Baje Meukasah atau baju
jas leher tertutup. Ada sulaman keemasan
menghiasi krah baju.
Jas ini dilengkapi celana panjang yang
disebut Cekak Musang.
Kain sarung (Ija Lamgugap) dilipat di
pinggang berkesan gagah. Kain sarung ini
terbuat dari sutra yang disongket.
Sebilah rencong atau Siwah berkepala
emas/perak dan berhiaskan permata diselipkan
di ikat pinggang.
7/25/2019 Budnus Aceh Fix
15/23
Bagian kepala ditutupi kopiah yang populer disebut Makutup.
Tutup kepala ini dililit oleh Tangkulok atau Tompok dari emas. Tangkulok ini
terbuat dari kain tenunan. Tompok ialah hiasan bintang persegi 8, bertingkat,
dan terbuat dari logam mulia.
Baju Adat Tradisional Wanita Aceh:
Wanita mengenakan baju kurung berlengan panjang hingga sepinggul. Krah
bajunya sangat unik menyerupai krah baju khas china.
Celana cekak musang dan sarung (Ija Pinggang) bercorak yang dilipat sampai
lutut. Corak pada sarung ini bersulam emas.
Perhiasan yang dipakai : kalung disebut Kula. Ada pula hiasan lain seperti :
Gelang tangan, Gelang kaki, Anting, dan ikat pinggang (Pending) berwarna emas.
Bagian rembut ditarik ke atas membentuk sanggul kecil dengan hiasan kecil
bercorak bunga.
F. Permainan Tradisional
1. Geulayang Tunang
Geulayang Tunang terdiri atas dua
kata, yaitu geulayang yang berarti layang-
layang dan tunang berarti pertandingan.
Dari namanya jelas mempertegas bahwa
geulayang tunang merupakan
pertandingan layang-layang atau adulayang yang diselenggarakan pada waktu
tertentu.
2. Geudeue-geudeue
Geudeue-geudeue atau ada yang
menyebutnya due-due adalah permainan
ketangkasan yang terdapat di daerah Pidie.
Di samping ketangkasan, kegesitan,
keberanian, dan ketabahan, pemain
geudeue-geudeue harus bertubuh tegap dan
kuat serta memiliki otot yang meyakinkan.
Permainan ini kadang-kadang berbahaya,
karena merupakan permainan adu kekuatan.
7/25/2019 Budnus Aceh Fix
16/23
3. Peupok Leumo
Peupok Leumo adalah sejenis permainan yang khas
terdapat di Aceh Besar. Permainan ini merupakan suatupermainan mengadu sapi.
4. Pacu Kude
Pacu Kude dapat diartikan duduk di atas kuda yang lari
atau dapat diartikan sebagai pacuan kuda.
5. Bola Keranjang
Bola keranjang atau bahasa Gayo disebut dengan tipak rege merupakan sejenis
permainan bola yang dibuat dari rotan belah yang dipergunakan pada permainan sepak
raga (sepak takraw).
6. Lenggang Rotan
Lenggang rotan merupakan jenis permainan yang terbuat dari
rotan kecil yang dibuat melingkar seperti gelang besar.
Kemudian dimainkan seperti hulahoop.
7/25/2019 Budnus Aceh Fix
17/23
G. Alat Musik Tradisional Aceh
1. Arbab
2. Bangsi Alas
3. Canang
7/25/2019 Budnus Aceh Fix
18/23
4. Geundrang
5.
Serune Kalee
6. Taktok Trieng
7/25/2019 Budnus Aceh Fix
19/23
7.
Rapai
KONFLIK BUDAYA
Akar masalah di Aceh ada dua yaitu alasan ekonomi dan alasan soisal-budaya. Di
aceh terjadi ketidakterimaan masyarakat atas hasil sumber daya alam. Aceh yang kaya
akan sumber daya alam, hasilnya lebih banyak diambil ke Jakart, dalam pengelolaan pun
asset-aset yangmenghasilkan keuntungan masyarakat Aceh tidak diberi banyak
kesempatan. Masyaraat Aceh secara umumkurang memiliki keshteraan, kemisikinan dan
banyaknya pengangguran. Alasan ekonoi inilah yang menjadi alasan utama prostesmasyarakat Aceh terhadap pemerintah pusat karena merasa tidak adil.
Selain itu alasan sosial budaya, masyarakat Aceh ingin budaya mereka yang kental
degan nilai nilai islam lebih diterapkan dalam kehidupan. Secara turun temurun
masyarakat Aceh dikenal melaksanakan syariat syariat islam secara ketat sejak masa
kerajaan. Termasuk ketika mengalami puncak kejayaan pada masa kerajan Aceh. Adanya
kekhasan budaya masyarakat Aceh ini membentk identitas khusus yang secara umum
berbeda dengan identitas, dan dinilai masyarakat orde baru bertubrukan dengan identitas
nasional. aspirasi orang aceh tidak diperhatikan oleh pemerintah orde baru , sehingga
segala macam bentuk protes ditanggapi secara kekerasan yaitu dengan cara militer. Sampai
akhirnya dijadikan aceh sebagai daerah operasi militer. Hal inilah yang semakin
meningkatkan protes yang berwujud kebencian masyarakat Aceh terhadap pemerintah
pusat. Masyarakat aceh juga dikenal memiliki semangat melawan yang tinggi, hal ini
terlihat sejak jaman Belanda, dimana Aceh sangat sulit ditaklukan , semangat mereka
didasari keyakinan berlandaskan islam yaitu bila mereka mati dalam peperangan akanmati syahid.
7/25/2019 Budnus Aceh Fix
20/23
Gerakan Aceh Merdeka
Jika kita membahas tentang konflik Aceh tidak lepas dari Gerakan Aceh merdeka.
Gerakan Aceh Merdeka dimulai lima hari setelah RI diproklamirkan, Aceh menyatakan
dukungan sepenuhnya terhadap pemerintahan yang berpusat di Jakarta. Di bawah residen
Aceh, yang juga terkemuka, Tengku Nyak Arief, Aceh menyatakan janji kesetiaan,mendukung kemerdekaan RI dan Aceh bagian tak terpisahkan. Demi Allah, saya akansetia untuk membela kemerdekaan Republik Indonesia sampai titik darah saya yang
terakhir.
Kecuali Mohammad Daud Beureueh, seluruh tokoh dan ulama Aceh mengucapkan
janji itu. Pukul 10.00, Husein Naim dan M Amin Bugeh mengibarkan bendera di gedung Shu
Chokan (kini, kantor gubernur). Teuku Nyak Arief Gubernur di bumi Serambi Mekkah.
Tetapi, ternyata tak semua tokoh Aceh mengucapkan janji setia. Mereka para
hulubalang, prajurit di medan laga. Prajurit yang berjuang melawan Belanda dan Jepang.
Mereka yakin, tanpa RI, mereka bisa mengelola sendiri negara Aceh. Inilah kisah awalsebuah gerakan kemerdekaan. Motornya adalah Daud Cumbok. Markasnya di daerah
Bireuen. Tokoh-tokoh ulama menentang Daud Cumbok. Melalui tokoh dan pejuang Aceh, M.
Nur El Ibrahimy, Daud Cumbok digempur dan kalah. Dalam sejarah, perang ini dinamakan
perang saudara atau Perang Cumbok yang menewaskan tak kurang 1.500 orang selama
setahun hingga 1946. Tahun 1948, ketika pemerintahan RI berpindah ke Yogyakarta dan
Syafrudin Prawiranegara ditunjuk sebagai Presiden Pemerintahan Darurat RI (PDRI), Aceh
minta menjadi propinsi sendiri. Saat itulah, M. Daud Beureueh ditunjuk sebagai GubernurMiliter Aceh.
Oleh karena kondisi negara terus labil dan Belanda merajalela kembali, muncul
gagasan melepaskan diri dari RI. Ide datang dari dr. Mansur. Wilayahnya tak cuma Aceh.Tetapi, meliputi Aceh, Nias, Tapanuli, Sumatera Selatan, Lampung, Bengkalis, Indragiri,
Riau, Bengkulu, Jambi, dan Minangkabau. Daud Beureueh menentang ide ini. Dia pun
berkampanye kepada seluruh rakyat, bahwa Aceh adalah bagian RI. Sebagai tanda bukti,
Beureueh memobilisasi dana rakyat. Setahun kemudian, 1949, Beureueh berhasil
mengumpulkan dana rakyat 500.000 dolar AS. Uang itu disumbangkan utuh buat bangsa
Indonesia. Uang itu diberikan ABRI 250 ribu dolar, 50 ribu dolar untuk perkantoran
pemerintahan negara RI, 100 ribu dolar untuk pengembalian pemerintahan RI dari
Yogyakarta ke Jakarta, dan 100 ribu dolar diberikan kepada pemerintah pusat melalui AA
Maramis. Aceh juga menyumbang emas lantakan untuk membeli obligasi pemerintah,
membiayai berdirinya perwakilan RI di India, Singapura dan pembelian dua pesawat
terbang untuk keperluan para pemimpin RI. Saat itu Soekarno menyebut Aceh adalahmodal utama kemerdekaan RI.
Setahun berlangsung, kekecewaan tumbuh. Propinsi Aceh dilebur ke Propinsi
Sumatera Utara. Rakyat Aceh marah. Apalagi, janji Soekarno pada 16 Juni 1948 bahwa Aceh
akan diberi hak mengurus rumah tangganya sendiri sesuai syariat Islam tak juga dipenuhi.
Intinya, Daud Beureueh ingin pengakuan hak menjalankan agama di Aceh. Bukan dilarang.
Beureueh tak minta merdeka, cuma minta kebebasan menjalankan agamanya sesuai
7/25/2019 Budnus Aceh Fix
21/23
syariat Islam. Daud Beureueh pun menggulirkan ide pembentukan Negara Islam Indonesia
pada April 1953. Ide ini di Jawa Barat telah diusung Kartosuwiryo pada 1949 melalui Darul
Islam. Lima bulan kemudian, Beureueh menyatakan bergabung dan mengakui NII
Kartosuwiryo. Dari sinilah lantas Beureueh melakukan gerilya. Rakyat Aceh, yang notabene
Islam, mendukung sepenuhnya ide NII itu. Tentara NII pun dibentuk, bernama Tentara
Islam Indonesia (TII). Lantas, terkenallah pemberontakan DI/TII di sejumlah daerah.Beureueh lari ke hutan. Cuma, ada tragedi di sini. Pada 1955 telah terjadi pembunuhan
masal oleh TNI. Sekitar 64 warga Aceh tak berdosa dibariskan di lapangan lalu ditembaki.
Aksi ini mengecewakan tokoh Aceh yang pro-Soekarno. Melalui berbagai gejolak danperundingan, pada 1959, Aceh memperoleh status propinsi daerah istimewa.
Beureueh merasa dikhianati Soekarno. Bung Karno tidak mengindahkan struktur
kepemimpinan adat dan tak menghargai peranan ulama dalam kehidupan bernegara.
Padahal, rakyat Aceh itu sangat besar kepercayaannya kepada ulama. Gerilya dilakukan.
Tetapi, Bung Karno mengerahkan tentaranya ke Aceh. Tahun 1962, Beureueh dibujuk
menantunya El Ibrahimy agar menuruti Menhankam AH Nasution untuk menyerah.
Beureueh menurut karena ada janji akan dibuatkan UU Syariat Islam NKita tahu dan ingatsejak dari dulu Aceh adalah salah satu daerah yg sangat ditakuti penjajah. Belandapun tak
bisa menaklukkan Aceh dengan perang, dan Aceh ditaklukkan dikarenakan pengkhianatan.
Cut Nyak Dien, Teuku Umar dan Cut Meutia adalah beberapa tokoh perjuangan
rakyat Aceh yg sangat terkenal dengan kegigihannya berjuang melawan penjajah.
Dan ada sebuah cerita yg menjadi salah satu alasan penting mengapa Acehmendapatkan gelar Daerah Istimewa selain Yogyakarta.
Jasa rakyat Aceh terhadap negeri ini sungguh amat besar. Ketika pemerintah pusat
di Yogya ditangkap Belanda dalam perang mempertahankan kemerdekaan, dibentuklahPDRI (Pemerintahan Darurat RI) yang berpusat di Bukittingi, Sumatera Barat. Yang tidak
diketahui khalayak banyak, semua pengeluaran dan dana operasionil PDRI ini dibiayai olehrakyat Aceh.
Dari dana operasional Staf Angkatan Laut, dan Staf Angkatan Udara, misi diplomasi
Dr. Soedarsono ke India dan L. N. Palar di markas besar PBB di New York, AS, dana
operasional perwakilan RI di Penang dan Singapura, ongkos pengeluaran duta keliling RI
Haji Agus Salim dan biaya konferensi Asia di New Delhi, India, seluruhnya juga ditanggung
oleh rakyat Aceh. Semua itu dilakukan rakyat Aceh dengan ikhlas.
Belum cukup dengan segala pengorbanan itu semua, rakyat Aceh juga dengan ikhlasmembeli dua buah pesawat terbang untuk dihibahkan kepada pemerintah pusat.
Pembelian pesawat ini memakai mata uang dollar yang diperoleh dari hasil sumbanganrakyat Aceh.
Para perempuan Aceh melepas cincin, kalung, anting, dan segala perhiasan emas
peraknya yang kemudian dikumpulkan untuk ditukar dengan uang. Uang itulah yang
digunakan untuk membeli pesawat yang diberi nama Seulawah yang berarti Gunung Emas
7/25/2019 Budnus Aceh Fix
22/23
Latar belakang pembelian dua pesawat ini sungguh-sungguh mengharukan: Bulan
Juni 1948, Soekarno berkunjung ke Aceh. Dalam suatu pertemuan di Hotel Aceh, 16 Juni
1948, Bung Karno berkata, Alangkah baiknya jika Indonesia mempunyai kapal udara
untuk memperkuat pertahanan negara dan mempererat hubungan antara pulau dan
pulau. Hanya dalam hitungan jam setelah Bung Karno menyatakan hal itu, pengusaha -
pengusaha Aceh yang tergabung dalam Gabungan Saudagar Indonesia Daerah Aceh(Gasida) menggelar pertemuan khusus. Mereka sepakat rakyat Aceh akan bersatu
mengumpulkan uang dan segala perhiasan emas perak untuk membeli pesawat.
Dalam waktu dua hari terkumpul dana sekitar 130.000 Straits Dollar (Dollar
Singapura). Ketua Gasida, Muhammad Juned Yusuf, beserta beberapa anggota Panitia Dana
Dakota pada tanggal 1 Agustus 1948 segera berangkat ke Singapura dengan membawa
dana tersebut dan emas seberat dua kilogram.
Semua itu diserahkan kepada Ketua Komisi Pembelian Pesawat Opsir Udara II
Wiweko. Setelah memakan waktu sekitar tiga bulan, sebuah pesawat Dakota tiba ke tanah
air pada Oktober 1948. Pesawat tersebut diberi nomor registrasi RI-001 sebagai nomorpesawat khusus VIP. Inilah yang kemudian diberi nama Seulawah alias Gunung Emas.
Sedang pesawat yang satunya tidak diketahui apa dan bagaimana keberadaannya hingga
kini.
Bulan November 1948, Bung Hatta berkeliling Sumatera setelah melalui Magelang,
Yogyakarta, Jambi, Payakumbuh, dan Banda Aceh, lalu pulang kembali ke Yogya. Setelah
melakukan penerbangan selama 50 jam terbang, maka pada 6 Desember 1948 Seulawahditerbangkan ke Calcuta, India, untuk menjalani pemeriksaan dan perawatan.
Tanggal 20 Januari 1949, Seulawah selesai dirawat. Namun karena situasi di tanah
air tidak memungkinkan, maka atas seizin pemerintah Burma, Seulawah diizinkanmendarat di Rangoon dan di negeri ini Seulawah melayani penerbangan sipil lebih kurang
satu setengah tahun lamanya untuk menghimpun dana perjuangan bagi Republik
Indonesia. Pada 2 Agustus 1950 Seulawah tiba kembali ke tanah air melewati rute
Rangoon, Bangkok, Medan, dan mendarat di Bandung sehari setelahnya. Seulawah inilah
cikal bakal perusahaan penerbangan niaga Indonesia pertama yang kemudian menjelma
menjadi Garuda Indonesian Airways.
Saat Yogyakarta dikembalikan kepada republik, pemerintah RI sama sekali tidak
punya uang untuk menggerakkan roda pemerintahannya. Dari Aceh, lagi-lagi, rakyatnya
menggalang dana yang segera dialirkan ke Yogyakarta. Berbagai sumbangan berupa uang,
alat tulis, alat-alat kantor seperti mesin tik dan sebagainya, serta obat-obatan, mengalirdari Aceh ke Yogya.
Bahkan rakyat Aceh kala itu menyumbangkan emas batangan seberat 5 kilogram
kepada pemerintah pusat. Yang terakhir ini pun menguap entah kemana. Rakyat Aceh juga
sangat prihatin dengan kondisi kesehatan Panglima Besar Jenderal Sudirman yang dikenal
sebagai panglima yang sholih dan taat agama, sebab itu dari Aceh dikirimkan 40 botol obat
suntik streptomisin guna mengobati penyakit paru-paru beliau.
7/25/2019 Budnus Aceh Fix
23/23
Inilah wujud nasionalisme rakyat Aceh yang sangat tinggi dalam mempertahankan
keberadaan Republik Indonesia yang kala itu masih berusia sangat muda dan sangat lemah.
Tidak berlebihan kiranya, tanpa solidaritas Muslim Aceh, pemerintah Republik Indonesia
akan sangat sulit mempertahankan dirinya, bahkan tidak mungkin akan lenyap ditelankeganasan Belanda.
Bung Karno pun saat itu menjuluki Aceh sebagai daerah modal bagi perjuangan
Republik Indonesia. Bahkan dalam kunjungan pertamanya ke Aceh tahun 1948, kepada
tokoh Aceh Teungku Muhammad Daud Beureueh, Bung Karno berjanji akan mendukung
penerapan syariat Islam di seluruh wilayah Aceh. Sesuatu yang tidak lama kemudian
dikhianati Bung Karno sendiri.
Pengorbanan seluruh rakyat Aceh kepada Republik Indonesia sangatlah besar dan
vital. Aceh sungguh-sungguh menjadi daerah modal, menjadi semacam gudang uang bagi
pemerintahan pusat dalam menjalankan roda pemerintahannya dan mempertahankan diridari gempuran Belanda.ama)bagi rakyat Aceh (baru terwujud tahun 2001).