Gangren Diabetikum Et Causa Diabetes Melitus Tipe II, Hipertensi Grade I Primer, dan
Dislipidemia
Vindi Nazhifa*
102010121
Alamat Korespondensi: Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Terusan Arjuna no. 6 Jakarta 11510
Email : [email protected]
SKENARIO-5Seorang wanita usia 38 tahun datang ke Poli Penyakit Dalam Ukrida karena punggung kaki kanannya terdapat luka kehitaman, bagian tengah mengelupas (2x2cm) disertai keluarnya cairan kental seperti susu kental kemerahan dan berbau busuk. Lebar area kemerahan 3x5 cm, kaki dan badan terasa demam, 7 hari yang lalu pasien ke RS lain dan mendapat suntikan insulin 3x10 Unit dan obat minum Ciprofloxacin 2x500 mg, kompres Rivanol dan menolak dirawat di RS tersebut. Pemeriksaan fisik : TB=168 cm, BB=51 kg, TD=145/90 mmHg, Cor dan Pulmo tidak ada kelainan, Hepar dan Lien tidak teraba, kaki kanan edema pretibial (+), kaki kiri edema (-). Pemeriksaan lab : Gula darah puasa 2 hari lalu=270mg%, Gula darah 2 jam PP=344mg%, Hb=10,5gr/dl, Leukosit=12.300/µl,Trombosit=275.000/µl,LED=55ml/jam, Trigliserida 525mg%, Cholesterol total=288mg%, Cholesterol LDL=180mg%.
Pendahuluan
Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindroma klinis kelainan metabolik, ditandai oleh
adanya hiperglikemik yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja insulin atau
keduanya. Seiring dengan peningkatan jumlah penderita DM, maka komplikasi yang terjadi
juga semakin meningkat, satu diantaranya adalah ulserasi yang mengenai tungkai bawah,
dengan atau tanpa infeksi dan menyebabkan kerusakan jaringan di bawahnya yang
selanjutnya disebut dengan kaki diabetes (KD).
1
*Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
2
Anamnesis
Kaki diabetes merupakan neuropati perifer yang bisa timbul dengan keluhan gejala
motorik atau sensoris yang biasanya mula-mula mengenai tangan dan kaki. Terdapat
sejumlah besar penyebab potensial dan penyebab yang paling sering ditemukan adalah
diabetes mellitus. Diabetes mellitus ditandai oleh kenaikan kadar gula darah dan disebabkan
oleh berkurangnya sekresi atau efektivitas kerja insulin.1
Beberapa pertanyaan untuk mendapatkan data riwayat kesehatan dari proses
penyakit:1
Identitas
Keluhan utama, dimana, sejak kapan
Riwayat penyakit sekarang :
Apa gejalanya : baal, lemah, kaki diseret, kerusakan karena ceroboh (misal luka bakar
karena deficit sensoris), pengecilan otot?
Kapan gejalanya dimulai? Apakah progresif?
Apa akibat fungsionalnya misalnya sulit berjalan, memegang pisau dsb?
Adakah gejala kondisi terkait (misal diabetes mellitus)
- Pasien diketahui mengidap diabetes? Jika ya bagaimana pemantauan untuk
kontrol: frekuensi pemeriksaan urin, tes darah, HbA1C, buku catatan?
- Gejala khas diabetes : poliuria, polidipsia, nokturia?
- Gejala ketoasidosis: sesak napas, nyeri abdomen, mengantuk, bingung bahkan
koma? Adakah dehidrasi, pernapasan cepat?
- Gejala hipoglikemia: rasa lapar, gelisah, ingin pingsan, takikardia, berkeringat,
nyeri kepala, hingga koma.
- Tanyakan mengenai komplikasi sebelumnya
- Penyakit vaskular: iskemia jantung, penyakit vaskular perifer (klaudikasio, nyeri
saat istirahat, ulkus, perawatan kaki, impotensi), muntah, kembung, diare
- Ketajaman penglihatan
- Proteinuria, mikroalbuminuria
- Hipertensi dan terapinya
- Diet, berat badan olahraga
- Apakah sedang menjalani terapi diabetes?
- Tanyakan siapa yang memberikan suntikan insulin, tes gula darah (pasien,
perawat, keluarga)
3
Riwayat penyakit dahulu : tanyakan kondisi medis yang signifikan, khususnya diabetes
mellitus, keganasan, vaskulitis atau kondisi neurologis lain.
Obat-obatan
Riwayat keluarga : adakah riwayat penyakit neuropati dalam keluarga? Riwayat diabetes
melittus dalam keluarga?
Riwayat sosial: adakah adaptasi di rumah atau menggunakan alat bantu untuk berjalan
dan sebagainya?
Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
Pemeriksaan Fisik1
Pemeriksaan fisik pasien meliputi pemeriksaan tentang keadaan umum pasien secara
menyeluruh yaitu Suhu, denyut nadi, frekuensi pernapasan, tekanan darah.
Inspeksi
Keadaan umum pasien
Lakukan pemeriksaan umum dan neurologis lengkap untuk mencari tanda-tanda diabetes
mellitus, keganansan dsb.
Periksa cara berjalan, melangkah tinggi, dan menjenjak
Inspeksi kesimetrisan ektremitas: dalam ukuran, warna, suhu, dan ola vena.
Inspeksi ekremitas bawah : melihat apadanya kelainan pigmentasi ulkus, edema, dan pola
vena. Apakah ada sianosis? Jika ada edama, apakah cekung kalau ditekan?
Memeriksan suhu kulit dengan menggunakan punggung tangan
Adakah pengecilan otot, postur abnormal, perubahan kulit trofik, fasikulasi, atau parut?
Apakah terdapat gangguan koordinasi?
Palpasi
Penemuan terpenting sewaktu kita memeriksa percabangan arteri perifer adalah denyut
yang berkurang atau tidak ada. Denyut arteri perifer yang secara rutin diperiksa adalah
radial, braial, femoral, poplotea, dorsalis pedis, dan tibialis anterior.
Perkusi
Periksa tonus: normal atau berkurang?
4
Adakah penurunan kekuatan? Jika ya pada kelompok otot mana? Apakah terbatas pada
distribusi saraf perifer tertentu atau terdapat kelemahan perifer umum pada tangan dan
kaki?
Periksa reflex: normal atau menurun?
Periksa sensasi. Adakah gangguan
Rasa halus
Tusuk jarum
Rasa getar
Rasa posisi sendi
Nyeri dalam
Panas/dingin
Benang halus
Pemeriksaan Penunjang2
Uji diagnostik DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala/tanda DM,
sedangkan pemeriksaan penyaring berujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak
bergejala, yang mempunyai risiko DM.2
Uji diagnostik DM (pemeriksaan gula darah)
PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) membagi alur diagnosis DM menjadi dua
bagian besar berdasarkan ada tidaknya gejala khas DM. Gejala khas DM terdiri dari poliuria,
polidipsia, polifagia dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas, sedangkan gejala tidak
khas DM diantaranya lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi
ereksi dan pruritus vulva. Apabila ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan glukosa darah
abnormal satu kali saja sudah cukup untuk menegakkan diagnosis, namun apabila tidak
ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa darah abnormal.
Diagnosis DM juga dapat ditegakkan melalui cara berikut. Kriteria diagnosis DM:2
Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa
memperhatikan waktu makan terakhir
Atau gejala klasik DM + glukosa plasma puasa ≥ 126 mgdl (7 mmol/L)
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dl (11,1 mmol/L)
5
TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan
75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.
Cara pelaksanaan TTGO:2
Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan dan melakukan aktivitas seperti biasa
Berpuasa paling sedikit 8 jam sebelum pemeriksaan, minum air putih diperbolehkan
Diperiksa konsentrasi glukosa darah puasa
Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak), dilarutkan
dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit
Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah
minum larutan glukosa selesai
Diperiksa glukosa darah dua jam sesudah beban glukosa
Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok
Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca pembebanan dibagi menjadi 3 yaitu:2
< 140 mg/dL : normal
140-<200 mg/dL : toleransi glukosa terganggu
≥200 mg/dL : diabetes
HbA1C (Glycosylated hemoglobin)
Hingga 2008, HbA1C hanya dipakai sebagai pemantau pengendalian diabetes dan bukan
untuk penegakan diagnosis. Namun dalam masa dekat, HbA1C dapat dianjurkan untuk
dipakai menegakkan diagnosis diabetes dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan
kemudian. Keuntungannya adalah untuk pemeriksaan ini tidak harus ada persiapan puasa
maupun makan atau minum glukosa. HbA1C adalah protein yang terbentuk atas reaksi antara
glukosa dan hemoglobin dalam sel darah merah. Semakin tinggi HbA1C berarti semakin
tinggi kadar glukosa darah, yang berlangsung selama usia sel darah merah, yaitu sekitar 3
bulan. Jadi HbA1C adalah gambaran tentang gula darah selama 2-3 bulan terakhir. Beberapa
hari menjelang pemeriksaan kadar gula darah, banyak orang melakukan diet ketat dan
olahraga secara teratur sehingga hasil glukosa darah pada saat puasa dan pada 2 jam sesudah
makan baik. Namun bila HbA1C tinggi berarti kadar glukosa darah tetap tidak terkontrol
dengan baik.2
6
Sementara untuk kaki diabetes, dapat dilakukan pemeriksaan Rontgen kaki mungkin
menunjukkan osteomielitis dan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui apakah ulkus
kaki diabetes menjadi infeksi dan menentukan kuman penyebabnya.2,3
Differential diagnosis
1. Penyakit arteri perifer (PAD)
Penyakit arteri perifer adalah semua penyakit yang terjadi pada pembuluh darah ke
luar jantung dan aortailiaka. Penyakit arteri perifer dapat mengenai arteri besar, sedang
maupun kecil. Penyakit sistem arteri perifer menyebabkan iskemia pada ektremitas. Lesi
segmental yang menyebabkan menyebabkan stenosis atau oklusi biasanya terjadi pada
pembuluh darah besar dan sedang. Selama melakukan aktifitas fisik, ketika kebutuhan
oksigen meningkat, sirkulasi ini mungkin tidak cukup bagi otot-otot yang sedang aktif
berkontraksi, sehingga menyebabkan iskemia. Pada lesi tersebut terjadi olak arteroskeloris
denganpenumpukan kalsium, penipisan tunika media, detruksi otot dan serat elastic di sana
sini dan terjadi thrombus yang terdiri dari tombosit dan fibrin.2
Gejala dengan penyakit arteri perifer mulai dari cara berjalan yang lambat atau berat,
bahkan seringkali tidak terdiagnosis karena gejala tidak khas. Gejala klinis tersering adalah
klaudikasio intermitten pada tungkai yang ditandai dengan rasa pegal nyeri, kram otot, atau
rasa lelah otot. keluhan lebih sering pada tungkai bawah yang menjadi berat timbul iskemia
hingga emboli dengan gejala 5 P : pain (nyeri), paleness (kepucatan), parestesia (kesemutan),
pulselessness (denyut nadi hilang), kadang di tambah menjadi P keenam yaitu prostration
(kelesuan).4
Terapi farmakologis dapat diberikan hipertensi, pentoksifilin, cilostazol dan tiklopidin. Obat-
obat tersebut dapat memperbaiki jarak berjalan dan mengurangi penyempitan.2
2. Diabetes mellitus tipe 1
Bentuk diabetes mellitus ini terjadi karena kekurangan insulin yang berat akibat
destruksi autoimun sel-sel β dalam pulau-pulau Langerhans pankreas (islet β cells). Diabetes
tipe 1 paling sering terjadi pada usia kanak-kanak, bermanifestasi pada usia pubertas dan
berjalan pprogresif mengikuti pertambahan usia.5
7
Gambaran klinis: saat datang pasien umumnya kurus dan memiliki gejala-gejala
poliuria, polidipsia, penurunan berat badan, cepat lelah, dan terdapat infeksi (abses, infeksi
jamur, misalnya kandidiasis). Ketoasidosis dapat terjadi, disertai mual, muntah, mengantuk,
dan takipneu. Pasien membutuhkan insulin.6
Diabetes tipe 1 memerlukan insulin untuk mengendalikan glukosa darah.
Pengendalian yang baik bisa menurunkan insidensi koma, infeksi penyerta,
retinopati,neuropati dan nefropati. Hipoglikemoa adalah komplikasi tersering dari terapi
insulin. Regimen insulin harus disesuaikan dengan gaya hidup, motivasi, dan pemahaman
menyeluruh dari pasien. Pengetahuna mengenai preparat insulin dan lama kerjanya sangat
penting.6
3. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain. Penyebab sekunder
adalah :6
1. Penyakit parenkim ginjal : seringkali menyebabkan hipertensi dependen renin atau
natrium.
2. Penyakit renovaskular : kurangnya perfusi ginjal karena aterosklerosis atau fibrosis yang
membuat arteri renalis menyempit, menyebabkan tahanan vaskular perifer meningkat
3. Sindrom cushing : meningkatnya volume darah
4. Aldosteronisme promer : aldosteron menyebabkan retensi natrium dan air yang membuat
volume darah meningkat
5. Fenokromositoma : sekresi berlebihan dari ketekolamin (noreepineprin membuat tahan
vaskular perifer meningkat)
6. Koartasi aorta : menyebabkan tekanan darah meningkat pada ektremitas atas dan
berkurangnya perfusi pada ekstremitas bawah
7. Trauma kepala : meningkatknya tekanan intracranial akan mengakibatkan perfusi serebral
berkurang.
8. Hipertensi akibat kehamilan : penyebab belum diketahui. Vasospasme umum bisa
menjadi faktor penyebab.
Terapi tidak terdapat beda dengan terapi pada hipertensi primer. Hanya perlu diselidiki faktor
penyebabnya dan di terapi berdasarkan penyebabnya untuk mencegah komplikasi lebih
lanjut.
8
4. Sindrom metabolik
Sindrom metabolik adalah sekumpulan keadaan yang meningkatkan risiko penyakit
jantung, stroke dan diabetes. Untuk mendiagnosis sindrom ini, dokter akan mengambil
sampel darah anda untuk pemeriksaan kadar lemak dan gula darah. Dokter juga akan
mngukur tekanan dan lingkar pinggang anda. Jika anda memiliki tiga dari lima faktor di
bawah ini, maka anda akan didiagnosis mengalami sindrom metabolik.
Tabel 1. Kriteria Sindrom metabolik2
Kriteria klinis WHO (1998) IDF (2005)Resistensi insulin TGT, GDPT, DMT2, atau
sesnsitivitas insulin menurunTidak ada
Berat badan Pria: rasio pinggang panggul > 0,90, Wanita: rasio pinggang panggung > 0,85 dan/atau > 30 kg/m2
LP meingkat (spesifik tergantung populasi) ditambah dua dari kriteria berikut
Lipid TG≥ 150 mg/dL dan/atau HDL-C <35 mg/dL pada pria atau< 39 mg/dL pada wanita
TG≥ 150 atau dalam pengobata TG HDL-C <40 mg/dL pada pria atau < 50 mg/dL pada wanita atau dalam pengobatan HDL-C
Tekanan darah ≥140/90 mm Hg ≥130 mm Hg sistolik atau ≥85 mmHg diastolik atau dalam pengobatan hipertensi
Glukosa TGT, GDPT atau DMT2 ≥ 100mg/dL (termasuk diabetes)Lainnya Mikroalbuminuria
WHO merupakan organisasi pertama yang mengusulkan kriteria sindroma metabolik
dapat dipakai pada penyandang DM mengingat penyandang DM dapat memenuhi kriteria
tersebut dan menunjukkan besarnya risiko kardiovaskular. International Diabetes Federation
(IDF) menganggap obesitas sentral sangat berkorelasi dengan resistensi insulin, sehingga
memakai obesitas sentral sebagai kriteria utama.2
Resistensi insulin mendasari kelompok kelainan pada sindrom metabolik. Sejauh ini
belum disepakati pengukuran yang ideal dan praktis untuk resistensi insulin.
Terapi untuk mencegah komplikasi kardiovaskular pada individu yang telah memiliki
sindrom metabolik, diperlukan pemantauan yang terus menerus dengan modifikasi komponen
sindrom metabolik yang ada. Penatalaksanaan dari masing-masing komponen.
Penatalaksanaan sindrom metabolik terutama bertujuan untuk menurunkan risiko penyakit
kardiovaskular arteroskelosis dan risiko diabetes mellitus tipe 2 pada pasien yang belum
diabetes. Penatalaksanaan sindrom metebolik ada 2 pilar, yaitu tatalaksana penyebab (berat
badan lebih/obesitas, dan inaktivasi fisik serta tatalaksana faktor risiko lipid dan non lipid.2
9
Working diagnosis
Diagnosis kerja pada kasus ini adalah gangren diabetikum et causa diabetes melitus
tipe II, hipertensi grade I primer, dan dislipidemia. Istilah kaki diabetic digunakan untuk
kelainan kaki mulai dari ulkus sampai gangren yang terjadi pada orang dengan diabetes
akibat neuropati atau iskemia perifer atau keduanya.3
1. Diabetes mellitus tipe 2
Pada pasien diabetes mellitus tipe 2, penyakit mempunyai pola familial yang kuat.
Risiko berkembang DM tipe 2 pada saudara kandung mendekati 40% dan 33% untuk anak
cucunya. Pada DM tipe 2 terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Dapat
disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor pada mebran sel yang sel-selnya
responsive terhadap insulin. Sekitar 80% pasien DM tipe 2 mengalami obesitas. Obesitas
meningkatkan resistensi insulin.5
Patofisiologi DM tipe 2 : Apapun penyebabnya, semua tipe diabetes terjadi akibat
defisiensi relative kerja insulin. Selain itu pada diabetes tipe 1 dan 2, kadar glukagon
tampaknya meningkat abnormal. Rasio glukagon glukagon-insulin yang tinggi menciptakan
keadaan yang dijumpai saat puasa dan menyebabkan terjadinya lingkungan “super-puasa”.7
Gangguan metabolik yang terjadi bergantung pada derajat penurunan insulin. Kadar
insulin yang lebih tinggi diperlukan untuk melawan efek glukagon di hati dan menghambat
pengeluaran glukosa oleh hati. Penurunan ringan kerja insulin mula-mula bermanifestasi
sebagai ketidakmampuan jaringan peka-insulin untuk mengurangi beban glukosa. Hal ini
menimbulkan hiperglikemia pasca-makan (postprandial hyperglycemia). Individu ini,
yaitu umumnya pengidap diabetes tipe 2 yang masih menghasilkan insulin tetapi mengalami
peningkatan resistensi insulin, akan memperlihatkan gangguan uji toleransi glukosa. Namun
kadar glukosa puasa tetap normal karena aktivitas insulin masi cukup untuk mengimbangi
pengeluaran glukosa. Jika efek insulin semakin menurun, efek glukagon terhadap hati tidak
mendapat perlawanan yang berati sehingga terjadi hiperglikemia pasca makan dan
hiperglikemia puasa. Selain hiperglikemia puasa dan pasca makan, mereka juga mengalami
ketosis karena pengurangan nyata insulin menyebabkan lipolisis simpanan lemak menjadi
maksimal untuk menghasilkan substrat bagi ketogenesis di hati yang dipicu oleh glukagon.7
Asam-asam lemak yang dibebaskan dari lipolisis, selain dimetabolisme oleh hati
menjadi bahan-bahan keton, juga mengalami re-esterifikasi dan dikemas menjadi VLDL.
10
Selain itu, defisiensi insulin menyebabkan penurunan lipoprotein lipase, yaitu enzim yng
berperan dalam hidrolisis trigliserida VLDL sebagai persiapan untuk penyimpanan asam
lemak di jaringan adipose sehingga pembersihan VLDL melambat. 7
Obesitas memiliki korelasi yang paling kuat. Korelasi obesitas dengan diabetes tipe 2
dan resistensi insulin menjadi kelainan yang mendasarinya. Risiko terjadinya diabetes
meningkat sering indeks massa tubuh meningkat, dan keadaan ini menunjukkan korelasi
dosis respon antara lemak tubuh dan resisten insulin. Kadar asam lemak bebas yang tinggi di
dalam darah dan sel ini dapat mempengaruhi fungsi insulin (lipotoksisitas) dan sejumlah
sitokin yang dilepaskan oleh jaringan adipose (adipokim). PPAR-γ (peroxisome proliferator-
activated receptor gamma) yaitu suatu reseptor nucleus adiposity yang diaktifkan oleh kelas
preparat antidiuretik baru dapat memodulasi ekspresi gen dalam adiposity dan hal ini
akhirnya akan mengurangi resistensi insulin.5
Disfungsi sel-β bermanifestasi sebagai sekresi insulin yang tidak adekuat dalam
menghadapi resistensi insulin dan hiperglikemia. Disfungsi sel-β bersifat kualitatif (hilangnya
pola sekresi insulin normal) maupun kuantitatif (berkurangnya massa sel-β, degenarasi pulau
Lnagerhans, dan pengendapan amiloid dalam pulau Langerhans). 5
Gejala dari DM tipe 2 : Pasien-pasien diabetes mellitus tipe 2 biasanya berusia lebih dari 40
tahun dengan keluhan polidipsia serta poliuria dan kadang-kadang obesitas. Pada
hiperglikemia berat pasien menderita polidipsia, poliuria, lemah dan somnolen. Kelainan
metabolisme biasanya ringan dan diagnosis diabetes tipe ini pada orang-orang yang
asimptomatik paling sering ditegakkan sesudah pemeriksaan darah, pemeriksaan tes toleransi
glukosa atau urin rutin.5
Seiring dengan waktu, diabetes menyebabkan kerusakan dan disfungsi di berbagai
sistem organ. Penyakit vaskular adalah kausa utama sejumlah besar penyakit ini. Penyakit
mikrovaskular (retinopati, neftopati) yang spesifik untuk diabetes dan penyakit
makrovaskular (penyakit arteri koroner, penyakit vaskular perifer) berperan menyebabkan
tingginya angka morbiditas dan mortalitas yang berkaitan dengan penyakit ini. Neuropati
juga meningkatkan morbiditas, terutama melalui perannya dalam patogenesis ulkus kaki.7
Penatalaksanaan6
Edukasi pasien: penting untuk mempunyai perawat pribadi, edukasi mandiri dll.
11
Penilaian klinis: setelah diagnosis DM lakukan terapi komplikasi metabolik akut, terapi
hipoglikemik, sistem kardiovaskular, sistem saraf, kaki dan fungsi ginjal.
Terapi harus meminimalkan gejala dan menghindari komplikasi, dan memungkinkan
pasien menjalani hidup normal. Kontrol kadar glukosa, tekanan darah (<130/80mmHg),
menyingkirkan merokok, dan hiperlipidemia.
Terapi spesifik
Pola makan : usahakan mencapai berat badan ideal. Batasi asupan karbihidrat olahan dan
perbanyak asupan karbohidrat kompleks. Kurangi asupan lemak jenuh. Hindari alcohol
yang berlebihan.
Obat hipoglikemik oral
Sulfonylurea: glikazid, glibenklamid, tolbutamid. Dapat meningkatkan pelepasan insulin
dari sel β pankreas.
Biguanid: metformin. Mekanisme mengutangi resistensi insulin dan glukoneogenesis.
Inhibitor α-glukosidase: akarbose menghambat pencernaan KH, mengurangi absorpsi
glukosa di usus.
Regulator glukosa setelah makan: repaglinid berguna menstimulasi pelepasan insulin oleh
sel β pankreas.
Tiazolidinedison : rosglitazon, pioglitazon, meningkatkan sesitivitas insulin, mengatifkan
PPAR-γ.
Insulin diberikan subkutan pada sebagian pasien DM tipe 2. Obat hipoglikemik oral
(metformin) terkadang diberikan bersama dengan insulin untuk penderita DM tipe 2
untuk memperbaiki sensitivitas terhadap insulin.
2. Hipertensi primer
Hipertensi umumnya didefinisikan sebagai tekanan arteri yang lebih besar daripada
140/90 mmHg pada tiga kali kunjungan berurutan ke dokter. Hipertensi bukanlah penyakit
tunggal tetapi suatu sindrom dengan beragam penyebab. Umumnya kausanya tidak diketahui
dan kasus-kasus ini disatukan di bawah istilah hipertensi esensial. Banyak faktor yang
mempengaruhinya seperti genetic, lingkungan, hiperaktifitas sistem saraf simpatis, sistem
renin angiotensin, defek dalam ekresi Na.7
Etiologi hipertensi dapat terjadi dengan meningkatnya usia, pria kebih tinggi terkena
daripada wanita, hipertensi yang berkulit hitam paling sedikit dua kalinya pada yang berkulit
12
putih, obesitas dianggap sebagai faktor risiko utama. Kausa tersering hipertensi adalah
meningkatnya resistensi vaskular perifer. Hipertensi sering pula tidak menyebabkan gejala.
Nyeri kepala, rasa lelah, dan pusing bergoyang kadang-kadang dianggap disebabkan oleh
hipertensi.1
Frekuensi hipertensi meningkat pada diabetes tipe 1 dan tipe 2 dan berkaitan dengan
peningkatan kandungan Na ekstrasel total tubuh, yang menyebabkan ekspansi volume dan
supresi renin. Pada DM tipe 1 hipertensi biasanya terjadi setelah munculnya nefropati, saat
insufisiensi ginjal menggangu kemampuan tubuh mengekspresikan air dan zat terlarut. Pada
DM tipe 2, hipertensi sering sudah terjadi saat diagnosis ditegakkan pada orang-orang dengan
obesitas, resistensi-insulin, dan berusia lebih tua ini. Diperkirakan bahwa resistensi insulin
dan hiperinsulinemia mungkin berperan sentral dalam diabetes dan hipertensi. Resistensi
insulin dan hiperinsulinemia pernah dilaporkan pada penderita hipertensi esensial tanpa
diabetes. 7
Penatalaksanaan6
Terapi untuk mengurangi risiko stroke dan mengurangi separuh risiko koroner. Terapi
menyeluruh. Faktor risiko kardiovaskular lain juga harus ditangani, misalnya merokok,
kontrol diabetes, kolesterol.
Terapi non farmako. Risiko menurun sejalan dengan menurunnya TD. Pemilihan obat
disesuaikan dengan pasien secara individual.
Bloker β. Menurunkan denyut jantung dan TD dengan bekerja antagonis terhadap sinyal
adregenik.
Diuretic dan diuretic tiazid.
Antagonis kana kalsium. Suatu vasodilator yang menurunkan TD.
Inhibitor enzim pengubah angiotensin seperti kaptopril, enalapril, lisinopril memberikan
efek antihipertensi dengan menghambat pembentukan angiotensin II.
Antagonis reseptor angiostensi II seperti losartan dan valsartan. Efeknya sebanding
dengan ACE inhibitor.
Antagonis α seperti doksazosin. Vasodilator menurunkan TD dengan bekerja antagonis
terhadap reseptor α-adrenergik pada pembuluh darah perifer.
Terapi awal biasanya menggunakan bloker β dan/atau diuretic. Pedoman terbaru
menyarankan penggunaan inhibitor ACE sebagai obat lini kedua.6
13
3. Dislipidemia
Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan
maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Beberapa kelainan fraksi lipid yang utama
adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, trigliserida (TG), serta penurunan
kolesterol HDL.6 Dislipidemia merupakan salah satu faktor risiko utama aterosklerosis dan
penyakit jantung koroner. Dislipidemia adalah salah satu komponen dalam trias sindrom
metabolik selain diabetes dan hipertensi.
Tabel 2. Perubahan Fraksi Lipid pada Dislipidemia2
Diharapkan Risiko
Batas
Risiko
Tinggi
Kolesterol Total (mg/dl)
LDL (mg/dl)
HDL (mg/dl)
Rasio LDL/HDL
Trigliserida (mg/dl)
< 200
< 130
>= 50
>250 (puasa) dianggap sebagai risiko
kemungkinan
200-239
130-159
35-49
>= 240
>= 160
35
>1,3
Diabetes mellitus mempunyai kelainan terhadap adanya resistensi insulin. Dalam
keadaan normal tubuh menggunakan glukosa sebagai sumber energi. Pada keadaan resistensi
insulin, hormone sensitive lipase di jaringan adipose akan menjadi aktif sehinga lipolisis
trigliserida di jarigan adiposa semakin meningkat. Keadaan ini akan menghasilkan asam
lemak bebas yang berlebihan. Sebagian akan dibawa ke hati sebagai bahan baku
pembentukan trigliserid. Di hati asam lemak bebas akan menjadi trigliderid kembali dan
menjadi bagian dari VLDL. Oleh karena itu terdapat banyak VLDL yang kaya akan
trigliserid. Dalam sirkulasi trigliserid yang banyak VLDL akan bertukar dengan kolesterol-
LDL sehingga menghasilkan trigliserid yang kaya akan LDL. Trigliserid yang dikandung
oleh LDL akan dihidrolisis oleh enzim hepatic lipase (meningkatkan resistensi insulin).
Trigliserid VLDL besar dipertukarkan dengan kolesterol ester dari HDL sehingga HDL
miskin kolesterol ester tapi kaya akan trigliserid. Kolesterol HDL yang demikian lebih mudah
di katabolisme oleh ginjal sehingga jumlah HDL dalam serum menurun.2
14
Penyebab dislipidemia meliputi: hiperkolesterolemia biasa (poligenik),
hiperkolesterolemia familial, diet tinggi lemak jenuh dan / atau kolesterol, diabetes, gagal
ginjal, obat (tiazid, steroid), merokok, hipotiroidisme. Gejala untuk dislipidemia : Nyeri dada,
napas pendek, deficit neurologis sementara atau permanen, klaudikasio intermitten (nyeri
tungkai saat berjalan, hilang dengan istirahat), kerontokan rambut dan ulkus kulit pada
ektremitas, sakit kepala yang memberat, pusing atau mimisan.6
Penatalaksanaan non-farmaologis dikenal juga dengan nama perubahan gaya hidup,
meliputi terapi nutrisi medis, aktivitas fisikm serta beberapa upaya lain seperti hentikan
merokok, menurunkan berat badan bagi mereka yang gemuk dan mengurangi asupan
alcohol.2
Terapi nutrisi medis merupakan tahap awal penatalaksanaan seseorang dengan
dislipidemia. Pada dasarnya pembatasan jumlah kalori dan lemak. Pasien dengan kolesterol
LDL atau kolesterol total tinggi dianjurkan untuk mengurangi asupan lemak jenuh, dan
meningkatkan asupan lemak tidak jenuh rantai tunggal dan ganda (MUFA dan PUFA). Pada
pasien dengan kadar trigliserid yang tinggi perlu dikurangi asupan karbohidrat, alcohol, dan
lemak. Pasien dianjurkan meningkatkan aktivitas fisik sesuai dengan kondisi dan
kemampuannya seperti jalan kaki, naik sepeda, berenang, dll.2
Obat untuk dislipidemia. Pada saat ini dikenal sedikitnya 6 jenis obat yang dapat
memperbaiki profil lipid serum yaitu bile acid sequestran, HMG-CoA reduktase inhibitor
(statin), derivat asam fibrat, asam nikotinik, ezetimibe, dan asam lemak omega-3. Selain obat
tersebut, pada saat ini telah dipasarkan obat kombinasi dua jenis penurun lipid dalam satu
tablet seperti Advicor (lofastatin dan niaspan), Vytorin (simvastatin dan ezetimibe). 2
4. Kaki diabetes
Istilah kaki diabetic digunakan untuk kelainan kaki mulai dari ulkus sampai gangren yang
terjadi pada orang dengan diabetes akibat neuropati atau iskemia perifer atau keduanya.3
Etiologi
15
Kaki diabetes atau ulkus kaki diabetic adalah salah satu bentuk komplikasi kronik
Diabetes mellitus berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya
kematian jaringan setempat. Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada
permukaan kulit karena adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler
insusifiensi dan neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak
dirasakan, dan dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun
anaerob. Pasien diabetes sangat beresiko terhadap kejadian luka dikaki (Litzelman, 1993) dan
merupakan jenis luka kronis yang sangat sulit penyembuhannya. Perawatan luka diabetes
khususnya dikaki relatif mahal, namun menjadi lebih berkualitas dibanding pasien harus
kehilangan salah satu anggota tubuhnya.8
Ada banyak alasan mengapa klien diabetes beresiko tinggi terhadap kejadian luka
dikaki diantaranya diakibatkan karena kaki yang sulit bergerak terutama jika klien dengan
obesitas, neoropati sensorik, iskhemia sehingga proses penyembuhan menjadi lambat akibat
konstriksi pembuluh darah. Adanya gangguan sistem imunitas, pada klien diabetes
menyebabkan luka mudah terinfeksi dan jika terkontaminasi bakteri akan menjadi gangren
sehingga makin sulit pada perawatannya serta beresiko terhadap amputasi.8
Penyebab infeksi pada kaki DM biasanya multibakterial yaitu gram negative, gram
positif dan bakteri anaerob.2
Epidemiologi
Di negara maju kaki diabetes memang juga masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang besar, dengan adanya pengelolaan dan klinik kaki diabetes yang aktif
mengelola sejak pencegahan primer angka kematian dan amputasi dapat ditekan sampai
sangat rendah, menurun sebanyak 49-85% dari sebelumnya.2 Sampai saat ini, di Indonesia
kaki diabetes masih merupakan masalah yang rumit dan tidak terkelola dengan maksimal. Di
RSUPN dr Cipto Mangunkusumo, Masalah kaki diabetes masih merupakan masalah yang
besar. Angka kematian dan angka amputasi masih tinggi, masing-masing sebesar 16% dan
25% (tahun 2003) sebanyak 14,3% akan meninggal dalam setahun pasca amputasi dan
sebanyak 37% akan meninggal 3 tahun pasca amputasi.3
Klasifikasi
16
Klasifikasi Ulkus diabetika pada penderita Diabetes mellitus menurut Wagner, terdiri dari 6
tingkatan :2,4,8
0 = Tidak ada luka terbuka, kulit utuh.
1 = Ulkus Superfisialis, terbatas pada kulit.
2 = Ulkus lebih dalam sering dikaitkan dengan inflamasi jaringan.
3 = Ulkus dalam yang melibatkan tulang, sendi dan formasi abses.
4 = Ulkus dengan kematian jaringan tubuh terlokalisir seperti pada ibu jari kaki, bagian
depan kaki atau tumit.
5 = Ulkus dengan kematian jaringan tubuh pada seluruh kaki.
Patofisiologi
Terjadinya masalah kaki diabetes diawali adanya hiperglikemia pada penyandang DM
yang menyebabkan kelainan pada pembuluh darah.
Ulkus diabetika disebabkan adanya tiga faktor yang sering disebut Trias yaitu:
Iskemik, Neuropati, dan Infeksi. Pada penderita DM apabila kadar glukosa darah tidak
terkendali akan terjadi komplikasi kronik yaitu neuropati, menimbulkan perubahan jaringan
syaraf karena adanya penimbunan sorbitol dan fruktosa sehingga mengakibatkan akson
menghilang, penurunan kecepatan induksi, parastesia, menurunnya reflek otot, atrofi otot,
keringat berlebihan, kulit kering dan hilang rasa, apabila diabetisi tidak hati-hati dapat terjadi
trauma yang akan menjadi ulkus diabetika.8
Iskemik merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh karena kekurangan darah
dalam jaringan, sehingga jaringan kekurangan oksigen. Hal ini disebabkan adanya proses
makroangiopati pada pembuluh darah sehingga sirkulasi jaringan menurun yang ditandai oleh
hilang atau berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki
menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan
sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai.9
Neuropati diabetic ini berupa gangguan motorik, sensorik dan otonom yang masing-
masing memegang peranan pada terjadinya luka kaki. Paralisis otot kaki menyebabkan
perubahan keseimbangan di sendi kaki, perubahan cara berjalan, dan akan menimbulkan titik
tekan di tempat itu. Gangguan sensorik menyebabkan mati rasa setempat dan hilangnya
perlindungan terhadap trauma sehingga penderita mengalami cedera tanpa disadari.
17
Akibatnya kalus dapat berubah menjadi ulkus yang disertai infeksi berkembang menjadi
selulitits dan berakhir dengan gangrene.4
Pada penderita DM apabila kadar glukosa darah tidak terkendali menyebabkan pula
fungsi fagositosis dan bakterisid menurun sehingga bila ada infeksi mikroorganisme sukar
untuk dimusnahkan oleh sistem phlagositosis-bakterisid intra selluler. Pada penderita ulkus
diabetik, 50 % akan mengalami infeksi akibat adanya glukosa darah yang tinggi, yang
merupakan media pertumbuhan bakteri yang subur. Bakteri penyebab infeksi pada ulkus
diabetika yaitu kuman aerobik Staphylokokus atau Streptokokus serta kuman anaerob yaitu
Clostridium spp. 8
Gejala klinik
Tanda dan gejala ulkus diabetika yaitu :8
1. Sering kesemutan.
2. Nyeri kaki saat istirahat.
3. Sensasi rasa berkurang.
4. Kerusakan Jaringan (nekrosis).
5. Penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea.
6. Kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal.
7. Kulit kering.
Penatalaksanaan
Pengobatan kelainan kaki diabeteik terdiri atas pengendalian diabetes mellitus dan
penanganan kelainan kaki. Pengendalian diabetes mellitus harus disertai upaya memperbaiki
keadaan umum penderita dengan nutrisi yang memadai dan pemberian antiagregasi trombosit
serta kalau perlu hipolidemik, dan antihipertensi. Antibiotic pun diberikan bila ada infeksi.
Pilihan antibiotic dapat berupa penisilin spectrum luas, golongan kloksasilin/dikloksasilin
untuk terapi vaskulitis, dan golongan yang aktif terhadap kuman anaerob seperti klindamisin
atau metronidazol. Obat lokal, seperti solution, salep, atau kerim, diberikan setelah luka
dicuci dengan antiseptik.4
Rekontruksi pembuluh arteri fapat dipertimbangkan, bila masih cukup arteri yang
terbuka distal dari sumbatan. Angioplasty dengan balon intraluminal (PTA) dapat dicoba
18
untuk dilatasi artei yang menyempit. Hasil terbaik adalah penyempitan segmen pendek.9
Secara umum dianjurkan tindakan sebagai berikut :
1. Bila lesinya terbatas pada jari kaki saja, maka belum ada indikasi operasi. bila ada abses
dilakukan insisi, diperlukan beberapa sayatan dan drainase yang dapat menjamin
keluarnya cairan dan jaringan nekrotik. Bila nekrosis pada satu jari saja dan peradangan
dapat ditekan, bentuk amputasi (nekrotomi) kaki dapat direncanakan dengan seksama.
Tetapi bila rasa sakit tidak dilatasi dan bila nekrosis menyebar terus tanpa dapat ditekan
dan penyembuhan tidak bisa diharapkan, maka amputasi dibawah lutut harus
dipertimbangkan apabila pada usia muda.
2. Hasil arteriografi akan menetukan tingginya amputasi, terkadang harus setinggi paha. Bila
peradangan yang tidak dapat diatasi, dan tanda-tanda penyebaran yang sangat cepat, maka
amputasi harus dipertimbangkan dengan segera dan jangan ditunggu sampai terlambat.
Dalam hal ini insulin tidak ada efeknya lagi. biasanya dalam waktu 24-48 jam sudah
terlihat jelas penyakit tersebut. Pertahanan tubuh di daerah sendi tumit sangat
berpengaruh dan akan terlihat penyebaran yang cepat dan mengakibatkan septicemia.
Seringkali amputasi setinggi paha untuk menghentikan peradangan selanjutnya yang
kadang-kadang bersifat live-saving.
3. Terapi ozon dapat dianjurkan dengan harapan dapat mempercepat penyembuhan luka atau
koreng, di samping kegunaan yang lain.
4. Simpatektomi lumbalis biasanya tidak memberikan hasil yang memuaskan, tetapi kadang-
kadang dapat mengurangi rest-pain.
Komplikasi
Kaki diabetes merupakan salah satu komplikasi kronik DM yang paling ditakuti.
Ulkus kaki diabetic sering menyebabkan amputasi akibat iskemia akibat penyakit
makrosvaskular dan mikrovaskular infeksi akibat perubahan fungsi neutrofil dan insufisiensi
vaskular, serta gangguan penyembuhan luka akibat faktor yang belum diketahui.7
Hampir 2/3 pasien dengan ulkus kaki Diabetik memberikan komplikasi osteomielitis.
Osteomielitis yang tidak terdeteksi akan mempersulit penyembuhan ulkus. Oleh sebab itu
setiap terjadi ulkus perlu dipikirkan kemungkinan adanya osteomielitis. Diagnosis
osteomielitis tidak mudah ditegakkan. Secara klinis bila ulkus sudah berlangsung >2 minggu,
ulkus luas dan dalam serta lokasi ulkus pada tulang yang menonjol harus dicurigai adanya
19
osteomielitis. Spesifisitas dan sensitivitas pemeriksaan rontgen tulang hanya 66% dan 60%,
terlebih bila pemeriksaan dilakukan sebelum 10–21 hari gambaran kelainan tulang belum
jelas. Pemeriksaan radiologi perlu dilakukan karena di samping dapat mendeteksi adanya
osteomielitis juga dapat memberikan informasi adanya osteolisis, fraktur dan dislokasi, gas
gangren, deformitas kaki. Untuk lebih memastikan osteomielitis pemeriksaan MRI sangat
membantu karena memiliki sensitivitas dan spesifisitas lebih dari 90%.Namun diagnosis pasti
osteomielitis tetap didasarkan pada pemeriksaan kultur tulang.9
Prognosis
Prognosis pada penderita diabetes dengan kelainan vaskuler dapat diperbaiki dengan kontrol
diabetesnya, menjaga kebersihan kaki dan terapi vaskuler yang teratur.9 Angka kematian 3
tahun untuk pengidap diabetes yang telah menjalani amputasi adalah 50%. 7
Pencegahan
Petunjuk dan nasihat untuk penderita diabetes mellitus4
Hentikan kebiasaan merokok
Periksa jari kaki dan celahnya setiap hari, apakah terdapat kalus, luka, lecet; gunakan
cermin untuk melihat telapak kaki dan celah jari jari kaki
Bersihkan dan cuci kaki setiap hari, lalu keringkan dengan baik, terutama di celah jari
Pakailah krim khusus kulit yang kering, tetapi jangan dipakai dicelah jari
Jangan menggunakan bahan kimia untuk menghilangkan kalus
Hindari penggunaan air panas atau bantal pemanas
Potonglah kuku secara hati-hati dan jangan terlalu dalam
Pakailah kaos kaki yang pas bila kaki terasa dingin; ganti kaos kaki setiap hari
Jangan berjalan tanpa alas kaki
Pakailah sepatu dari kulit yang cocok untuk kaki
Periksa bagian dalam sepatu setiap hari sebelum memakainya; periksa adanya benda
asing
Hindari trauma yang berulang
Periksakan diri rutin ke dokter dan periksakan kaki anda setiap kali kontrol walaupun
ulkus/gangrene telah sembuh.
Kesimpulan
20
Kaki diabetes merupakan salah satu komplikasi kronik DM yang paling ditakuti.
Bermanifestasi secara klinis sebagai penurunan sensasi tekanan kulit dan getaran serta
ketiadaan reflex lutut. Kaki diabetes atau ulkus kaki diabetic terjadi pada 75-90% pengidap
diabetes. Kaki diabetes sering menyebabkan amputasi akibat iskemia pembuluh darah.
Dengan kepekaan pasien terhadap keadaan tubuh sendiri yang dapat ditangani dengan cepat
dapat menekan hal yang buruk yang dapat terjadi seperti infeksi atau amputasi. Penderita
diabetes dengan kelainan vaskuler dapat diperbaiki dengan kontrol diabetesnya, menjaga
kebersihan kaki dan terapi vaskuler yang teratur.
Pasien yang terdapat di skenario menderita kaki diabetes et kausa diabetes tipe 2,
hipertensi primer, dan dislipidemia berdasarkan gejala saat pasien datang, dan hasil
pemeriksaan-pemeriksaan yang ada.
Daftar Pustaka
1. Gleadle J. At a glance: anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2003.h.138-
9,182-3.
2. Sudoyono, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, editor. Ilmu penyakit dalam.
Edisi ke-5 (3). Jakarta: InternalPublishing; 2009.h.1831-965.
3. Safitri A, penyunting. At a glance ilmu bedah. Edisi ke-3. Jakarta: Erlangga, 2011.h.151.
4. Sjamsuhidajat R. Buku ajar ilmu bedah Sjamsuhidajat-deJong. Jakarta: EGC; 2010.h.579-
81.
5. Mitchell RN. Buku saku dasar patologis penyakit Robbin & Cotran. Edisi ke-
7.Jakarta:EGC;2008.h.669-78.
6. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga; 2005.h.138-9,266-70.
7. McPhee SJ, Ganong WF. Patofisiologi penyakit: pengantar menuju kedokteran klinis.
Edisi ke-5. Jakarta: EGC; 2010.h.566-84.
8. Diabetic foot ulcer; 1 Juli 2012. Diunduh http://healthyenthusiast.com/diabetik-foot-
ulcer.html. 10 November 2012.
9. Reksoprodjo S, editor. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Jakarta: Bagian Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010.h.294-8.
21
Top Related