7/31/2019 BLOK 17 Ikterus
1/16
1
BERADONA
10-2009-011
Kelompok C2
IKTERUS FISIOLOGIS
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
FAKULTAS KEDOKTERANJln. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510
PENDAHULUAN
Ikterus neonatorum (Ikterus: kuning , Neonatorum: bayi baru lahir)adalah kondisi munculnya
warna kuning di kulit dan selaput mata pada bayi baru lahir karena adanya bilirubin (pigmenempedu) pada kulit dan selaputmata sebagai akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah
(disebut jugahiperbilirubinemia). Warna kekuningan pada bayi baru lahir
umumnyamerupakan kejadian alamiah (fisologis), namun adakalanya menggambarkansuatu
penyakit (patologis). Bayi berwarna kekuningan yang alamiah(fisiologis) atau bukan karena
penyakit tertentu dapat terjadi pada 25% hingga50% bayi baru lahir cukup bulan (masa
kehamilan yang cukup), dan persentasenya lebih tinggi pada bayi prematur.Ikterus adalah gambaran
klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit danmukosa karena adanya deposisi produk akhir
katabolisme hem yaitu bilirubin.Secara klinis, ikterus pada neonatus akan tampak bila
konsentrasi bilirubinserum lebih 5 mg/dL. Hiperbilirubinemia adalah keadaan kadar
bilirubindalam darah >13 mg/dL.
7/31/2019 BLOK 17 Ikterus
2/16
2
ISI
A. ANAMNESISAnamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara.Anamnesis dapat
dilakukan langsung kepada pasien, yang disebutautoanamnesis, atau dilakukan terhadap orang
tua, wali, orang yang dekatdengan pasien, atau sumber lain, disebut sebagai
aloanamnesis. Termasuk didalam aloanamnesis adalah semua keterangan dokter yang
merujuk, catatanrekam medik, dan semua keterangan yang diperoleh selain dari
pasiennyasendiri. Oleh karena bayi dan sebagian besar anak belum dapat memberikanketerangan,
maka dalam bidang kesehatan anak aloanamnesis mendudukitempat yang jauh lebih penting dari pada
autanamnesis.1Yang perlu dilakukan pada anamnesis pada anak adalah sebagai berikut:
1. Identitas : Nama (+ nama keluarga) Umur/ usia Jenis kelamin Nama orang tua Alamat Umur/ pendidikan/ pekerjaan orang tua Agama dan suku bangsa
2. Riwayat penyakit :Keluhan utama Keluhan/ gejala yang menyebabkan pasien dibawa berobat Tidak harus sejalan dengan diagnosis utama
3. Riwayat perjalanan penyakit : Cerita kronologis, rinci, jelas tentang keadaan pasien sebelum ada keluhan sampai dibawa
berobat
Pengobatan sebelumnya dan hasilnya (macam obat dll) Tindakan sebelumnya (suntikan, penyinaran) Reaksi alergi Perkembangan penyakit gejala sisa/ cacat Riwayat penyakit pada anggota keluarga, tetangga
7/31/2019 BLOK 17 Ikterus
3/16
3
Riwayat penyakit lain yg pernah diderita sebelumnya4. Hal - hal yang perlu ditanyakan tentang keluhan / gejala :
Lama keluhan Mendadak, terus-menerus, perlahan-lahan, hilang timbul, sesaat Keluhan lokal: lokasi, menetap, pindah-pindah, menyebar Bertambah berat/ berkurang Yang mendahului keluhan Pertama kali dirasakan/ pernah sebelumnya Keluhan yang sama adalah pada anggota keluarga, orang serumah,sekelilingnya Upaya yang dilakukan dan hasilnya
Anamnesis ikterus pada riwayat onstetri sebelumnya sangat membantu dalam
menegakan diagnosis hiperbilirubnemia pada bayi. Termasuk anamnesis mengenai
riwayat inkompabilitas darah, riwayat transfusi tukar atau terapisinar pada bayi
sebelumnya. Disamping itu faktor risiko kehamilan dan persalinan juga berperan dalam
diagnosis dini ikterus/hiperbilirubinemia pada bayi. Faktor risiko itu antara lain adalah
kehamilan dengan komplikasi, obatyang diberikan pada ibu selama hamil/persalinan,
kehamilan dengan diabetesmellitus, gawat janin, malnutrisi intrauterine, infeksi
intranatal, dan lain-lain
B. PEMERIKSAAN FISIKSecara klinis ikterus pada neonarus dapat dilihat segera setelah lahir atau
beberapa hari kemudian, dengan mengamati ikterus ini pada siang hari dengan lampu
sinar yang cukup. Ikterus akna terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak
terlihat dengan penerangan yang kurang terutama pada neonatus yang kulitnya gelap.
Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi apabila penderita sedang mendapatkan terapi sinar.
Salah satunya cara pemeriksaan derajat kuning pada neonatus secara klinis sederhana
dan mudah yaitu dengan penilaian menurut kramer. Caranya dengan jari telunjuk
ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung, dada,
lutut dan lain-lain. Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau kuning. Waktu
timbulnya ikterus mempunyai arti penting pula dalam diagnosis dan penatalaksanaan
7/31/2019 BLOK 17 Ikterus
4/16
4
penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan erat dengan kemungkinan
penyebab ikterus tersebut.2
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG1. Pemeriksaan Coombs Direk
Anak : Negatif Pemeriksaan
Coombs direk (antiglobulin) mendeteksi antibodi-anyibodiyang lain dari grup ABO, yang
bersatu dengan sel darah merah.
Sel darah merah dapat diperiksa dan jika sensitive terjadi reaksi aglutinasi.Pemeriksaan
Coombs positif menunjukan adanya antibodi pada sel-seldarah merah, tetapi pemeriksaan ini
tidak mendeteksi antibodi yang ada.
Masalah-masalah klinisPositif (+1 sampai +4) : Eritroblastosis fetalis, anemia hemolitik
(autoimunatau obat-obatan), reaksi hemolitik transfusi (darah inkompatibel), leukemia
7/31/2019 BLOK 17 Ikterus
5/16
5
Masalah-masalah klinis
Positif (+1 sampai +4) : darah pencocokan silang inkompatibel, antibodyyang spesifik
(transfuse sebelumnya), antibody anti-Rh, anemia hemolitik didapat.
Obat-obat yang dapat meningkatkan Coombs indirek
Sama seperti Coomb direk.
Prosedur
Ambil 7ml darah vena dan masukan dalam tabung tertutup merah Tidak perlu pembatasan makan atau cairan.
3. Pemeriksaan bilirubinDalam uji laboratorium, bilirubin diperiksa sebagai bilirubin total dan bilirubin direk.
Sedangkan bilirubin indirek diperhitungkan dari selisihantara bilirubin total dan bilirubin direk.
Metode pengukuran yangdigunakan adalah fotometri atau spektrofotometri yang
mengukur intensitas warna azobilirubin.
Hati bayi yang baru lahir belum berkembang sempurna sehingga jika kadar bilirubin
yang ditemukan sangat tinggi, bayi akan mengalamikerusakan neurologis permanen
yang lazim disebut kenikterus. Kadar bilirubin (total) pada bayi baru lahir bisa
mencapai 12 mg/dl; kadar yangmenimbulkan kepanikan adalah > 15 mg/dl. Ikterik kerap
nampak jikakadar bilirubin mencapai > 3 mg/dl. Kenikterus timbul karena bilirubinyang
berkelebihan larut dalam lipid ganglia basalis.Nilai Rujukan
Dewasa : total : 0.1 1.2 mg/dl, direk: 0.1 0.3 mg/dl, indirek: 0.1 1.0mg/dl
Anak : total : 0.2 0.8 mg/dl, indirek: sama dengan dewasa.
Bayi baru lahir : total : 1 12 mg/dl, indirek: sama dengan dewasa.
Masalah Klinis
Bilirubin Total, Direk
Peningkatan kadarIkterik obstruktif karena batu atau neoplasma, hepatitis, sirosis hati,mononucleosis
infeksiosa, metastasis (kanker) hati, penyakit Wilson.Pengaruh obat : antibiotic
(amfoterisin B, klindamisin, eritromisin, gentamisin, linkomisin, oksasilin,
tetrasiklin), sulfonamide, obatantituberkulosis ( asam para-aminosalisilat, isoniazid),
alopurinol, diuretic(asetazolamid, asam etakrinat), mitramisin, dekstran, diazepam
7/31/2019 BLOK 17 Ikterus
6/16
6
(valium), barbiturate, narkotik (kodein, morfin, meperidin), flurazepam,indometasin,
metotreksat, metildopa, papaverin, prokainamid, steroid,kontrasepsi oral, tolbutamid,
vitamin A, C, K.
Penurunan kadarAnemia defisiensi besi. Pengaruh obat : barbiturate, salisilat (aspirin), penisilin,
kafein dalam dosis tinggi.
Bilirubin Total, indirek
Peningkatan kadarEritroblastosis fetalis, anemia sel sabit, reaksi transfuse, malaria, anemia pernisiosa,
septicemia, anemia hemolitik, talasemia, CHF, sirosisterdekompensasi, hepatitis.
Pengaruh obat : aspirin, rifampin, fenotiazin(lihat biliribin total, direk).
Penurunan kadarPengaruh obat (lihat bilirubin total, direk).
D. DIAGNOSIS1. Working Diagnosis
Ikterus FisiologisIkterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa
karena adanya deposisi produk akhir katabolisme hem yaitu bilirubin. Secara
klinis, ikterus pada neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum lebih 5
mg/dL. Ikterus sebagai akibat penimbunan bilirubin tidak langsung dalam kulit
mempunyai kecenderungan menimbulkan warna kuning muda atau jingga.
2. Diagnosis Defferential Sepsis
Gejala infeksi sepsis pada neonatus ditandai dengan bayi tampak lesu, tidak kuat
menghisap, denyut jantung lambat dan suhu tubuhnya naik-turun, gangguan
pernafasan, kejang, jaundice (sakit kuning) dan muntah.
Mekanisme terjadinya sepsis meliputi:
- Antenatal : paparan terhadap mikroorganisme dari ibu (infeksi ascendingmelalui cairan amnion, adanya paparan terhadap mikroorganisme dari traktur
urogenitalis ibu atau melalui penularan transplasental).
7/31/2019 BLOK 17 Ikterus
7/16
7
- Selama persalinan : trauma kulit dan pembuluh darah selama persalinan atautindakan obstetric yang invasive.
- Postnatal : adanya paparan yang meningkat postnatal (mikroorganisme darisatu bayi ke bayi yang lain, ruangan yang terlalu penuh dan jumlah perawat
yang kurang), adanya portal kolonisasi dan invasi kuman melalui umbilicus,
permukaan mukosa, mata dan kulit.
PolisitemiaPolisitemia adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan jumlah sel darah
merah akibat pembentukan sel darah merah yang berlebihan oleh sumsum tulang.
Polisitemia menyebabkan darah menjadi kental dan menyebabkan berkurangnya
kecepatan aliran darah kerika darah melalui pembuluh yang kecil. Jika
penyakitnya berat, bisa menyebabkan pembentukan bekuan darah di dalam
pembuluh darah. Kulit bayi tampak kemerahan atau kebiruan, bayi tampak
lemas, pernafasannya cepat, reflex menghisapnya lemah dan denyut jantungnya
cepat.
E. ETIOLOGIPeningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir karena
hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak dan berumur lebih
pendek, fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah dan fungsi enzim glukuronil
transferase, UDPG/T dan ligand dalam protein belum adekuat) -> penurunan ambilan
bilirubin oleh hepatosit dan konjugasi. Sirkulus enterohepatikus meningkat karena masih
berfungsinya enzim glukuronidase di usus dan belum ada nutrien.
7/31/2019 BLOK 17 Ikterus
8/16
8
F. EPIDEMIOLOGIDi Amerika Serikat, dari 4 juta bayi yang lahir setiap tahunnya, sekitar 65%
mengalami ikterus. Sensus yang dilakukan pemerintah Malaysia pada tahun 1998
menemukan sekitar 75% bayi baru lahir mengalami ikterus pada minggu pertama.
Di Indonesia, didapatkan data ikterus neonatorum dari beberapa rumah sakit pendidikan.
Sebuah studi cross-sectional yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Rujukan
Nasional Cipto Mangunkusumo selama tahun 2003, menemukan prevalensi ikterus pada
bayi baru lahir sebesar 58% untuk kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 29,3% dengan
kadar bilirubin di atas 12 mg/dL pada minggu pertama kehidupan. RS Dr. Sardjito
melaporkan sebanyak 85% bayi cukup bulan sehat mempunyai kadar bilirubin di atas 5
mg/dL dan 23,8% memiliki kadar bilirubin di atas 13 mg/dL. Pemeriksaan dilakukan
pada hari 0, 3 dan 5. Dengan pemeriksaan kadar bilirubin setiap hari, didapatkan ikterus
dan hiperbilirubinemia terjadi pada 82% dan 18,6% bayi cukup bulan. Sedangkan pada
bayi kurang bulan, dilaporkan ikterus dan hiperbilirubinemia ditemukan pada 95% dan
56% bayi. Tahun 2003 terdapat sebanyak 128 kematian neonatal (8,5%) dari 1509
neonatus yang dirawat dengan 24% kematian terkait hiperbilirubinemia.3
Data yang agak berbeda didapatkan dari RS Dr. Kariadi Semarang, di mana insidens
ikterus pada tahun 2003 hanya sebesar 13,7%, 78% di antaranya merupakan ikterus
fisiologis dan sisanya ikterus patologis. Angka kematian terkait hiperbilirubinemia
sebesar 13,1%. Didapatkan juga data insidens ikterus pada bayi cukup bulan sebesar
12,0% dan bayi kurang bulan 22,8%.
Insidens ikterus neonatorum di RS Dr. Soetomo Surabaya sebesar 30% pada tahun 2000
dan 13% pada tahun 2002. Perbedaan angka yang cukup besar ini mungkin disebabkan
oleh cara pengukuran yang berbeda. Di RS Dr. Cipto Mangunkusumo ikterus dinilai
berdasarkan kadar bilirubin serum total > 5 mg/dL; RS Dr. Sardjito menggunakan
metode spektrofotometrik pada hari ke-0, 3 dan 5 ;dan RS Dr. Kariadi menilai ikterus
berdasarkan metode visual.
7/31/2019 BLOK 17 Ikterus
9/16
9
G. FAKTOR RESIKOFaktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum:
1. Faktor Maternal
Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani) Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh) Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik. ASI
2. Faktor Perinatal
Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis) Infeksi (bakteri, virus, protozoa)
3. Faktor Neonatus
Prematuritas Faktor genetik Polisitemia Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol) Rendahnya asupan ASI Hipoglikemia Hipoalbuminemia
H. PATOFISIOLOGISPada ikterus fisiologis masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau
Rh atau golongan lain. Hal ini dapat diduga kalau peningkatan kadar bilirubin cepat,
misalnya melebihi 5mg%/24 jam. Defisiensi enzim G6PD juga mungkin polisitemia
(hemolisis, perdarahan tertutup seperti perdarahan subaponeurosis, perdarahan hepar
subkapsuler dan lain-lain), hipoksia seperti sferositosis, eliptositosis, dan lain-lain.
Dehidrasi asidosis, defisiensi enzim eritrosit lainnya.
Secara umum, setiap neonatus mengalami peningkatan konsentrasi bilirubin serum,
namun kurang 12 mg/dL pada hari ketiga hidupnya dipertimbangkan sebagai ikterus
fisiologis. Pola ikterus fisiologis pada bayi baru lahir sebagai berikut: kadar bilirubin
serum total biasanya mencapai puncak pada hari ke 3-5 kehidupan dengan kadar 5-6
7/31/2019 BLOK 17 Ikterus
10/16
10
mg/dL, kemudian menurun kembali dalam minggu pertama setelah lahir. Kadang dapat
muncul peningkatan kadar bilirubin sampai 12 mg/dL dengan bilirubin terkonyugasi < 2
mg/dL.4
Bilirubin adalah pigmen kristal berbentuk jingga ikterus yang merupakan bentuk
akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi.
Bilirubin berasal dari katabolisme protein heme, dimana 75% berasal dari penghancuran
eritrosit dan 25% berasal dari penghancuran eritrosit yang imatur dan protein heme
lainnya seperti mioglobin, sitokrom, katalase dan peroksidase. Metabolisme bilirubin
meliputi pembentukan bilirubin, transportasi bilirubin, asupan bilirubin, konjugasi
bilirubin, dan ekskresi bilirubin.
Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan
bantuan enzim heme oksigenase yaitu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati,
dan organ lain. Biliverdin yang larut dalam air kemudian akan direduksi menjadi
bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase. Bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan
hidrogen serta pada pH normal bersifat tidak larut. Pembentukan bilirubin yang terjadi di
sistem retikuloendotelial, selanjutnya dilepaskan ke sirkulasi yang akan berikatan
dengan albumin. Bilirubin yang terikat dengan albumin serum ini tidak larut dalam air
dan kemudian akan ditransportasikan ke sel hepar. Bilirubin yang terikat pada albumin
bersifat nontoksik.
Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran plasma hepatosit,
albumin akan terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin, ditransfer melalui
sel membran yang berikatan dengan ligandin (protein Y), mungkin juga dengan protein
ikatan sitotoksik lainnya. Berkurangnya kapasitas pengambilan hepatik bilirubin yang
tak terkonjugasi akan berpengaruh terhadap pembentukan ikterus fisiologis.3,4
7/31/2019 BLOK 17 Ikterus
11/16
11
Gambar berikut menunjukan metabolisme pemecahan hemoglobin dan pembentukan
bilirubin.
Bilirubin yang tak terkonjugasi dikonversikan ke bentuk bilirubin konjugasi yang
larut dalam air di retikulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphosphate
glucoronosyl transferase (UDPG-T). Bilirubin ini kemudian diekskresikan ke dalam
kanalikulus empedu. Sedangkan satu molekul bilirubin yang tak terkonjugasi akan
kembali ke retikulum endoplasmik untuk rekonjugasi berikutnya.
Setelah mengalami proses konjugasi, bilirubin akan diekskresikan ke dalam
kandung empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan diekskresikan melalui feces.
Setelah berada dalam usus halus, bilirubin yang terkonjugasi tidak langsung dapat
diresorbsi, kecuali dikonversikan kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi oleh enzim
beta-glukoronidase yang terdapat dalam usus. Resorbsi kembali bilirubin dari saluran
cerna dan kembali ke hati untuk dikonjugasi disebut sirkulasi enterohepatik.
7/31/2019 BLOK 17 Ikterus
12/16
12
Metabolisme bilirubin pada neonatus
I. GEJALA KLINIKIkterus dapat ditemukan pada saat lahir atau dapat timbul setiap saat
selama periode neonatal, tergantung pada keadaan yang bertanggung jawab. Intesitas
ikterus tidak mempunyai hubungan klinis, dengan derajat hiperbilirubinemia, terutama
pada bayi yang sedang mendapatkan fototerapi. Oleh karena itu penentuan bilirubin harus
dilakukan pada semua bayi yang ikterus. Ikterus sebagai akibat penimbunan bilirubin tidak
langsung dalam kulit mempunyai kecenderungan menimbulkan warna kuning muda atau
jingga; sedangkan ikterus obstruksi (bilirubin langsung) memperlihatkan warna kuning
kehijau-hijauan atau kuning kotor. Perbedaan ini hanya dapat ditemukan pada ikterus
yang berat.5
7/31/2019 BLOK 17 Ikterus
13/16
13
Ciri-ciri bayi kuning yang patut diwaspadai:
- Terlihat kuning pada bagian putih bola mata si bayi.- bila kulitnya ditekan beberapa detik akan terlihat warna kekuning-kuningan.- Tidak aktif, cenderung lebih banyak tidur, suhu tubuh tidak stabil(naik-turun), dan malas
menyusu.
- Urin berwarna gelap (coklat tua seperti air teh)- Tubuh menguning berkepanjangan lebih dari satu minggu- Fesesnya tidak kuning, melainkan pucat (putih kecoklatan sepertidempul).
J. PENATALAKSANAANBayi sehat, tanpa faktor risiko, tidak diterapi. Perlu diingat bahwa pada bayi sehat,
aktif, minum kuat, cukup bulan, pada kadar bilirubin tinggi, kemungkinan terjadinya
kernikterus sangat kecil. Untuk mengatasi ikterus pada bayi yang sehat, dapat dilakukan
beberapa cara berikut:
Minum ASI dini dan sering Terapi sinar, sesuai dengan panduan WHO Pada bayi yang pulang sebelum 48 jam, diperlukan pemeriksaan ulang dan kontrol
lebih cepat (terutama bila tampak kuning).
Terapi sinar (foto terapi)Terapi lainnya adalah dengan obat-obatan.
Misalnya, obat phenobarbitalatau luminal untuk meningkatkan pengikatan bilirubin di sel-
sel hati sehingga bilirubin yang sifatnya indirect berubah menjadi direct. Ada juga obat-
obatan yang mengandung plasma atau albumin yang berguna untuk mengurangi timbunan
bilirubin dan mengangkut bilirubin bebas ke organ hati. Biasanya terapi ini dilakukan bersamaan
dengan terapi lain, sepertifototerapi.Jika sudah tampak perbaikan maka terapi obat-obatan ini dikurangi bahkan dihentikan. Efek
sampingnya adalah mengantuk.. Akibatnya, bayi jadi banyak tidur dan kurang minum ASI
sehingga dikhawatirkan terjadikekurangan kadar gula dalam darah yang justru memicu peningkatan
bilirubin. Disamping itu manfaat atau efek dari pemberian obat biasanya terjadi setelah3 hari
pemberian obat. Sehingga, terapi obat-obatan bukan menjadi pilihanutama untuk menangani
hiperbilirubin karena biasanya dengan fototerapi sikecil sudah bisa ditangani.6
7/31/2019 BLOK 17 Ikterus
14/16
14
K. PENCEGAHAN1. ibu harus menyusukan bayinya sedikitnya 8-12 kali sehari selama beberapa hari
pertama.
2. Pemeriksaan golongan darahSemua wanita hamil harus menjalani pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus
serta menjalani skrining antibodi isoimun. Bila ibu belum pernah menjalani
pemeriksaan golongan darah selama kehamilannya, sangat dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan golongan darah dan Rhesus. Apabila golongan darah ibu
adalah O dengan Rh-positif, perlu dilakukan pemeriksaan darah tali pusat. Jika darah
bayi bukan O, dapat dilakukan tes Coombs.
L. PROGNOSISBaik
7/31/2019 BLOK 17 Ikterus
15/16
15
KESIMPULAN
Penanganan ikterus neonatorum sangat tergantung pada saat terjadinya ikterus, intensitas
ikterus (kadar bilirubin serum), jenis bilirubin, dan sebabterjadinya ikterus. Untuk mendapat
pegangan yang baik, pengobatan dan pemeriksaan-pemeriksaan yang perlu dilakukan didasarkan
pada haritimbulnya ikterus dan naiknya kadar bilirubin serum.
7/31/2019 BLOK 17 Ikterus
16/16
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Rudolph AM. 2006. Buku ajar pediatrik rudolph. 20nd ed. Jakarta: EGC.2. Manuaba IBG, Chandranita IA. 2007. Pengantar kuliah obstetri. Jakarta: EGC.3. Berhan R, Kliegman R. 2010. Nelson esensi pediatri. 4nded. Jakarta: EGC.4. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2007. Buku kuliah ilmu kesehatan anak. 4nd ed. Jakarta:
Infomedika Jakarta.
5. Hull D, Johnston D. 2008. Dasar-dasar pediatri. 3nd ed. Jakarta: EGC.6. Hoffbrand A.V, Pettit J.E, Moss P.A.H. 2005. Kapita selekta hematologi. 4nd ed. Jakarta:
EGC.