PENYELIDIKAN BATUBARA BERSISTIM DALAM CEKUNGAN SUMATERA SELATAN DI DAERAH BENAKAT MINYAK DAN SEKIRANYA, KABUPATEN MUARA ENIM PROPINSI
SUMATERA SELATAN
Oleh : Tarsis A. D.
Sub Direktorat Batubara, DIM
SARI
Batubara sebagai salah satu pilihan energi pengganti minyak bumi tedapat hampir di seluruh kawasan
Indonesia, guna memenuhi kebutuhan energi secara berkesinanbungan perlu diadakan eksplorasi terhadap daerah-
daerah yang secara geologi diketahui mengandung formasi pembawa batubara. Sehubungan dengan hal ini pada
tahun anggaran 2001 satu tim dari Subdit Eksplorasi Batubara melakukan penyelidikan endapan batubara di
daerah Benakat Minyak, Kabupaten Muara Enim, Propinsi Sumatera Selatan. Secara administratif daerah
Benakat Minyak termasuk kedalam wilayah Kecamatan Talang Ubi, Kabupaten Muara Enim. Secara geologi
formasi pembawa batubara di daerah penyelidikan adalah Formasi Muara Enim. Ditemukan 3 lapisan batubara
dengan tebal rata-rata 3,00m, 5,00m dan 10,30m. Dari hasil perhitungan sumberdaya didapatkan sumberdaya
yang terdapat di daerah penyelidikan 25.083.690 ton.
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Semenjak tiga Dasawarsa terahir pemerintah
sedang meningkatkan pembangunan di segala bidang,
khususnya industri. Energi sebagai penggerak
pembangunan tersebut terutama minyak dan gas
bumi cadangannya terbatas dan di prioritaskan untuk
komoditi ekspor. Hal ini mendorong untuk
melakukan kebijaksanaan efisiensi dan diversifikasi
energi dengan mencari energi lain sebagai pengganti
minyak bumi. Batubara sebagai salah satu pilihan
energi pengganti minyak bumi terdapat hampir di
seluruh kawasan Indonesia. Salah satu daerah dimana
terdapat endapan Batubara adalah Kab. Muara Enim
Provinsi Sumatera Selatan.
Guna memenuhi kebutuhan energi secara
berkesinambungan perlu diadakan eksplorasi ter-
hadap daerah-daerah yang secara geologi diketahui
mengandung formasi pembawa batubara, tetapi
belum diketahui besar sumberdaya serta kualitas
Batubara yang dikandungnya.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas maka
pada tahun anggaran 2001 satu tim dari Sub
Direktorat Batubara direncanakan akan melakukan
penyelidikan endapan batubara di Daerah Benakat
Minyak dan sekitarnnya, Kabupaten Muara Enim
Propinsi Sumatera Selatan
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud penyelidikan ini adalah dalam
rangka menginventarisasikan sumberdaya Batubaa
sesuai dengan tugas dan fungsi Sub Direktorat
Batubara, Direktorat Sumberdaya Mineral, Direktorat
Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral,
Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral.
Adapun tujuannya adalah untuk mengetahui
potensi sumberdaya serpih bitumen di daerah tersebut
yang meliputi jenis, sumberdaya, prospek
pemanfaatannya dan kemungkinannya untuk
pengembangan daerah.
1.3 Lokasi daerah Penyelidikan
Daerah penyelidikan secara administratif
termasuk kedalam wilayah hukum Kecamatan Talang
ubi dan Muara Lakitan, Kabupaten Muara Enim dan
Kabupaten Musi Rawas, Propinsi Sumatera Selatan
(Gambar 1). Sedangkan secara geografis dibatasi oleh
koordinat (Tabel 1) dengan luas daerah 105.000 Ha
Tabel 1. Koordinat daerah penyelidikan.
No Lintang Selatan Bujur Timur 1 03007’30” 103022’45” 2 03007’30” 103038’15” 3 03015’00” 103022’45” 4 03015’00” 103038’15” 5 03015’00” 103030’00” 6 030 15’00” 103045’00” 7 03030’00” 103030’45” 8 03030’30” 103045’45”
2 KEADAAN GEOLOGI
2.1 Geologi Regional
Secara regional daerah penyelidikan
termasuk dalam Cekungan Sumatera Selatan pada
Antiklinorium Pendopo, stratigrafi cekungan tersebut
disusun oleh batuan sedimen yang terdiri Dari
Formasi Lahat, Talang Akar, Baturaja, Gumai, Air
Benakat, Muara Enim, Kasai dan Aluvial. Batuan
sedimen tersebut telah mengalami gangguan tektonik
sehingga terangkat membentuk lipatan dan
pensesaran. Proses erosi menyebabkan batuan
terkikis kemudian membentuk morfologi yang
tampak sekarang.
2.1.1 Penyelidik Terdahulu
Cekungan Sumatera Selatan adalah bagian
dari cekungan besar Sumatttera Tengah dan Selatan
(De Coster, 1974; Harsa, 1975) yang dipisahkan dari
Cekungan Sumatera Tengah oleh Tinggian Bukit
Tigapuluh.
Geologi daerah ini telah diketahui dengan
baik dan telah dipublikasikan oleh PERTAMINA,
geologis PT. CALTEX dan PT. STANVAC
(Pulunggono, 1969; Mertoyoso dan Nayoan, 1975;
Adiwidjaja dan De Coster, 1973; De Coster 1975;
Harsa, 1978).
Pola strukturnya telah dibahas oleh Soedarmono,
1974. Penyelidikan terakhir dilakukaan oleh tim
Direktorat Inventarisasi Sumberdaya Mineral pada
tahun 1998 dan 1999 menginventarisasi batubara di
daerah Rimba Ukur dan Talang Tambak.
2.1.2 Stratigrafi dan Struktur geologi
Kerangka stratigrafi daerah cekungan
Sumatera Selatan pada umumnya dikenal satu daur
besar (megacycle) terdiri dari fase transgresi yang
diikuti oleh fase regresi. Formasi Lahat yang
terbentuk sebelum trangresi utama pada umumnya
merupakan sedimen non marin. Formasi Yang
terbentuk pada Farse Transgresi adalah : Formasi
Talang Akar, Baturaja, dan Gumai, Sedangkan yang
terbentuk pada fase regresi adalah Formasi Air
Benakat, Muara Enim dan Kasai.
Formasi Talang Akar merupakan transgresi
yang sebenarnya dan dipisahkan dari Formasi Lahat
oleh suatu ketidakselarasan yang mewakili
pengangkatan regional dalam Oligosen Bawah dan
Oligosen Tengah. Sebagian dari formasi ini adalah
fluviatil sampai delta dan marin dangkal. Formasi
Baturaja terdiri dari gamping yang sering merupakan
terumbu yang tersebar disana sini. Formasi Gumai
yang terletak diatasnya mempunyai penyebaran yang
luas, pada umunya terdiri dari serpih marin dalam.
Formasi Air Benakat merupakan permulaan
endapan regresi dan terdiri dari lapisan pasir pantai.
Formasi Muara enim merupakan endapan rawa
sebagai fase ahir regresi, dan terjadi endapan
batubara yang penting. Formasi Kasai diendapkan
pada fase akhir regresi terdiri dari batulempung
tufaan, batupasir tufaan, kadangkala konglomerat dan
beberapa lapisan batubara yang tidak menerus.
Kerangka tektonik Cekungan Sumatera
Selatan terdiri dari Paparan Sunda di sebelah timur
dan jalur tektonik bukit barisan di sebelah barat.
Daerah Cekungan ini dibatasi dari cekungan Jawa
Barat oleh Tinggian Lampung (Koesoemadinata
1980).
Di dalam daerah cekungan terdapat daerah
peninggian batuan dasar para tersier dan berbagai
depresi. Perbedaan relief dalam batuan dasar ini
diperkirakan karena pematahan dasar dalam
bongkah-bongkah. Hal ini sangat ditentukan oleh
adanya Depresi Lematang di Cekungan Palembang,
yang jelas dibatasi oleh jalur patahan dari Pendopo-
Antiklinorium dan Patahan Lahat di sebelah barat
laut dari Paparan Kikim.
Cekungan Sumatera Selatan dan Cekungan
Sumatera Tengah merupakan satu cekungan besar
yang dipisahkan oleh Pegunungan Tigapuluh.
Cekungan ini terbentuk akibat adanya pergerakan
ulang sesar bongkah pada batuan pra tersier serta
diikuti oleh kegiatan vulkanik.
Daerah cekungan Sumatera Selatan dibagi
menjadi depresi Jambi di utara, Sub Cekungan
Palembang Tengah dan Sub Cekungan Pelembang
Selatan atau Depresi Lematang, masing-masing
dipisahkan oleh tinggian batuan dasar (“basement”).
Di daerah Sumatera Selatan terdapat 3 (tiga)
antiklinurium utama, dari selatan ke utara:
Antiklinorium Muara Enim, Antiklinorium Pendopo
Benakat dan Antiklinorium Palembang.
Pensesaaran batuan dasar mengontrol
sedimen selama paleogen. Stratigrafi normal
memperlihatkan bahwa pembentukan batubara
hampir bersamaan dengan pembentukan sedimen
tersier. Endapan batubara portensial sedemikian jauh
hanya terdapai pada pertengahan siklus regresi
mulaai dari akhir Formasi Benakat dan diakhiri oleh
pengendaapan Formasi Kasai.Lapisan batubara
terdapat pada horizon anggota Formasi Muara Enim
dari bawah keatas
Struktur geologi yang berkembang akibat
gaya tegasan yang bekerja dengan arah barat-daya –
timur laut membentuk lipatan dan sesar. Struktur
lipatan membentuk antiklinorium Pendopo-Benakat.
Jurus umum masing-masing antiklin dan sinklin
berarah baratlaut – tenggara yang sesuai dengan arah
memanjang pulau Sumatera.
2.2 Geologi Daerah Penyelidikan
2.2.1 Morfologi
Morfologi umum daerah penyelidikan
merupakan perbukitan bergelombang rendah dengan
kemiringan lereng 100-200 dengan elevasi 25 m
sampai dengan 125m dpl dan sering membentuk
pematang yang berah umun baratlaut – tenggara
disusun olehsatuan batuan Tersier klastika halus yang
memebentuk Formasi Air Benakat, Formasi Muara
Enim dan Formasi Kasai
Terdapat dua pola lairan sungai utama di
daerah penyelidikan yaitu sebelah timur laut daerah
penyelidikan umunya membentuk pola aliran
dendritik, pola aliran ini umumnya menempati
batuan yang dibentuk oleh Formasi Air Benakat,
sungai-sungai pada satuan ini umumnya telah
nenunjukan tahapan dewasa dengan tingkat
pengendapan yang cukup tinggi.
Sebelah barat daya daerah penyelidikan pola
umum alirang sungainya menunjukan pola aliran
trellis. Aapola ini pada umumnya menempati satuan
batuan Formasi Muara-Enim dan Formasi Kasai.
Sungai utama di daerah penyelidikan terdiiri atas
sungai Semanggus di daerah barat dan Sungai
Benakat serta Sungai Baung di daerah sebelah timur
daerah penyelidikan. Pemisah aliran berarah hampir
utara-selatan dimana pada bagian barat daerah
penyelidikan sungai-sungai mengalir kearah sungai
Semanggus, sedangkan pada bagian timur daerah
penyelidikan sungai sungai mengalir ke arah timur
dengan Sungai Baung dan Sungai Benakat sebagai
sungai Utama.
Sungai-sungai di sebelah timur daerah
penyelidikan umumnya merupakan sungai sungai
“Resekwen” dan “Obsekwen”, sedangkan disebelah
barat daerah penyelidikan sungai-sungainya
merupakan sungai “Konsekwen” dan “obsekwen”
Secara umum morfologi daerah
penyelidikan dikontrol oleh struktur lapisan dan
litologi pembentuk dimana daerah penyelidikan satu
sayap homoklin dari suatu antiklin dengan perbedaan
litologi pembentuk antara Formasi Air benakat,
Muara Enim dan Kasai menghasilkan pola aliran
sungai mengahsilkan pola aliran sungai yang
berbeda. Adapun tahapan daerah penyelidikan sudah
pada tahapan dewasa.
2.2.2 Stratigrafi dan Struktur Geologi
Stratigrafi daerah penyelidikan mencakup
3(tiga) formasi yaitu: Formasi Air Benakat, Formasi
Muara Enim, Formasi Kasai dan endapan aluvial
Formasi Air Benakat
Merupakan satuan batuan tertua yang
tersingkap di daerah penyelidikan berumur Miosen
Tengah sampai awal Miosen atas. Satuan ini
tersingkap di sebelah timur dan timur laut daerah
penyelidikan, pelamparannya meliputi daerah Sungai
Baung, Benakat Minyak dan Talang Mandung. Arah
umum jurus pada formasi ini barat laut tenggara
dengan kemiringan berkisaar antara 200 – 400.
Formasi Air benakat meliputi 40% daerah
penyelidikan. Ciri litologi dari formasi ini adalah ;
Bagian bawah di dominasi oleh batulempung abu-abu
gelap kebiruan sampai abu-abu gelap kecoklatan,
setempat tufaan, lunak dan getas; bagian tangah
disusun oleh batupasir halus–sedang, glaukonit, hijau
muda - abu-abu kecoklatan mengandung kuarsa,
feldfar dan fragmen batuan lain; bagian aatas disusun
oleh perselingan batupasir, batulempung, batulanau
dan serpih dengan sisipan tipis pasir kuarsa. Satuan
batuan ini terjadi paeda fasa regresi, bersifat endapan
laut dangkal. Di daerah penyelidikan pada formasi
ini tidak dijumpai batubara.
Formasi Muara Enim
Formasi Muara enim diendapkan secara
selaras diatas Formasi Air Benakat. Formasi Muara
Enim merupakan formasi pembawa batubara yang
berumur Miosen Atas – Pliosen Bawah. Shell, 1978
telah membagi formasi ini berdasarkan kelompok
kandungan lapisan batubara menjadi 4 (empat)
anggota yaitu M1, M2, M3 dan M4. Pada daerah
penyelidikan berdasarkan hasil pemboran dangkal,
tidak seluruh satuan anggota tersebut ditembus oleh
bor.
Formasi ini diendapkan sebagai kelanjutan
dari fasa regresi dengan satuan anggota terdiri atas :
Anggota M1
Terdiri dari perulangan batupasir, batulanau,
abtulempung dan batubara. Umumnya berwarna
hhhijau muda – abu-abu kecoklatan, struktur
lenticular umum dijumpai pada batulempung.
Batubara di anggota M1 daerah penyelidikan tidak
berkembang hanya dijumpai sebagai sisipan dengan
ketebalan 0,10 m – 0,20 m
Anggota M2
Terdiri dari batulempung, batulempung
karbonan, batulanau, batupasir dan batubara.
Batulempung karbonan berwarna abu-abu tua,
umumnya masif sebagian paralel laminasi dan “flaser
bedding”, banyak dajumpai jejak tumbuhan dan
fragmen batubara. Satuan ini biasanya dijumpai
sebagai batuan pengapit batubara, Batubara pada
Anggota M1 dijumpai 1 lapisan dengan ketebalan
berkisar antara 10,00m sampai 7,20m,
Anggota M3
Terdiri atas batupassir, batulanau,
batulempung dan batubara. Batupasir abu-abu
terang, berbutir sangat halus – halus terpilah baik,
dominan kuarsa, tersemen buruk. Batulanau abu-abu
terang kehijauan-kecoklatan, kompak paralel
laminasi, mengandung jejak tumbuhan.
Batulempung bertindak sebagai pengapit batubara.
Batubara pada Anggota ini ditemukan 2 lapisan
dengan ketebalan 7,00m dan5,00m.
Anggota M4
Anggota M4 tidak diketemukan di daerah
penyelidikan. Penyebaran Formasi Muara Enim
Meliputi 15% daerah penyelidikan.
Formasi Kasai
Diendapkan diatas Formasi Muara Enim
berumur Pliosen, tersusun dari batulempung tufaan
biru kehijauan dan biru, batupasir tufaan hijau,
batuapung. Di daerah penyelidikan tidak dijumpai
adanya batubara di formasi ini. Penyebaran Formasi
Kasai terletak disebelah barat daerah penyelidikan
Endapan Alivial
Endapan Aluvial yang terdiri atas kerakal,
kerikil, batupasir halus-kasar, lepas-lepas. Endapan
aluvial ini umumnya merupakan produk dari endapan
Sungai Semanggus.
Kenampakan struktur di daerah
penyelidikan merupakan hasil dari gaya tegasan
utama yaitu gaya kompresif berarah baratlaut –
timurlaut, yang menghasilkan pola struktur lipatan
regional antiklinorium dan sinklinorium yang
bersumbu baratlaut-tenggara. Di beberapa tempat
tempat akibat tegasan tersebut mengakibatkan
terjadinya pensesaran baik sesar geser maupun sesar
normal.
3 HASIL PENYELIDIKAN
3.1 Endapan Batubara
Untuk mendapatkan dimensi dan
pelamparan batubara di daerah penyelidikan, perlu
dilakukan pengelompokan lapisan batubara
berdasarkan hasil pemetaan geologi permukaan
berikut data bawah permukaan dari pemboran inti.
Dasar pengelompokan lapisan batubara
adalah sebagai berikut :
1. Dimensi ketebalan masing-masing lapisan
2. Variasi, asosiasi dan tingkat kerapatan hasil
temuan batubara, baik dari singkapan atau
pemboran dilihat pada posisi stratigrafi.
3. Kesinambungan secara lateral tiap-tiap lapisan.
4. Kualitas lapisan batubara.
5. Posisi stratigrafi dan kedudukan batubara dalam
pandangan geologi.
3.1.1 Singkapan batubara
Daerah yang diselidiki sebagian besar
merupakan hutan tanaman industri sehingga banyak
endapan lumpur dan kotoran hasil erosi yang
menutupi alur-alur sungai akibat pembukaan hutan
sebelum penanaman. Oleh sebab itu agak sukar
untuk mencari singkapan batubara karena tertutup
lumpur dan kotoran. Sebagian dari singkapan yang
didapatkan terendam oleh air sungai, sehingga
ketebalan batubara dan batuan pengapitnya tidak
dapat di deskripsi dengan baik.
Dari lintasan pemetaan batuan khususnya
batubara dijumpai sebanyak 35 lokasi singkapan,
terutama banyak dijumpai pada anggota M2 dan M3
Formasi Muara Enim. Pada Anggota M1 sangat
sedikit dijumpai adanya singkapan batubara.
Hasil dari pemetaan geologi disarikan pada
Tabel.2.
3.1.2 Hasil Pemboran inti
Sejalan dengan pemetaan geologi, pada
daerah indikasi lapisan batubara yang telah dipetakan
dilakukan pemboran inti dengan tujuan untuk
mengetahui stratigrafi, tebal, serta berapa lapisan
batubara yang ada sehingga hubungan antar lubang
bor dapat dikorelasi untuk mengetahui geometri
daerah penyelidikan
Di daerah penyelidikan telah dilaksanakan
pemboran batubara sebanyak 15 titik pemboran
dengan kedalaman maksimal 75 m, total kedalaman
seluruhnya 759m. Penempatan lokasi lubang bor
ditentukan berdasarkan keadaan geologi dan kondisi
daerah setempat.
3.1.3 Korelasi Batubara
Dari data singkapan dan deskripsi inti bor,
pada masing-masing lubang bor, berdasarkan
kesamaan strata, kedudukan lapisan batubara dalam
pandangan geologi serta kualitas batubara, Korelasi
batubara pada daerah penyelidikan.
Berdasarkan korelasi batubara. Di daerah
penyelidikan dadat dikorelasikan ada tiga lapisan
batubara masing-masing satu lapisan pada anggota
M2 serta dua lapisan pada anggota M3. Diantara
lapisan lapisan utama tersebut terdapat beberapa
lapisan gantung yang merupakan sisipan.
Pembahasan masing lapisan batubara dari
masing-masing anggota Formasi Muara Enim adalah
sebagai berikut :
Lapisan 1 (Manggus)
Lapisan ini dicirikan oleh adanya sisipan
batubara yang mengandung sedikit lapisan tufa
“tonstein”. Lapisan ini ditemukan melampar secara
lateral mulai dari singkapan di Sungai Pangkul, hulu
Sungai Baung (GS 24), Bor ME-14, daerah sungai
Kasai kecil ((GS9, GS3), Simpang Solar (GS10,
GS11) sampai di daerah Suban Ulu pada bor ME-03.
Lapisan Manggus ini umumnya diapit oleh
batulempung-karbonan pada bagian atasnya dan
batulempung kelabu tua yang berselingan dengan
batupasir halus pada bagian bawahnya. Ketebalan
dari Lapisan Manggus ini sekitar 10,00m pada bagian
selatan (ME 14, ME4R1). Pada bagian utara ME-03,
lapisan ini menipis secara mendadak dengan
ketebalan hanya sekitar 1 m. Pada bagian ini pengapit
atas dari Lapisan Manggus adalah batupasir. Di
sebelah utara daerah Suban Ulu Lapisan Manggus
tidak diketemukan, baru dijumpai lagi di daerah
Sungai Menang di bagian utara daerah penyelidikan.
Lapisan 2(Burung)
Lapisan ini secara stratigrafi berada diatas
Lapisan Manggus pada anggota M3, dicirikan oleh
batubara yang berwarna coklat-kehitaman masif,
dengan pengapit atas batupasir halus sampai
batulempung, pengapit bawah batulempung
karbonan. Pelamparam secara lateral ditemukan
mulai daerah Kasai (GS1, GS9) ME-08 (Tebing
Maut), Simpang Solar (GS5), Sungai Bujang (SB1),
Suban Ulu ME-01, Sungai Lambanbatu (SB2,
SB3,SB08), ME05 Sungai Deras. Lapisan ini
mempunyai ketebalan berkisar sekitar 5,00m. Di
selatan daerah Kasai Lapisan Burung tidak
ditemukan baik dari singkapan maupun dari data
pemboran, juga disebelah utara sungai deras lapisan
ini tidak tersingkap. Lapisan Burung ditemukan
indikasinya berupa singkapan yang kurang jelas di
daerah Sungai Bemban. Di daerah Kasai sekitar
Lokasi Bor ME08 lapisan ini menunjukan
kecenderungan bercabang (“Spliting”)
Lapisan 3(Benuang)
Lapisan Benuang Mempunyai penciri yang
hampir sama dengan Lapisan Burung hanya secara
stratigrafi lapisan ini terletak diatas Lapisan Burung
masih pada Anggota M3 Formasi Muara Enim,
Lapisan Ini ditemukan melampar kerarah selatan
mulai daeri daerah Kasai(GS18), Tebing Maut
(ME07), ME 11, ME13, GS0, GS22 danGS 26.
Kearah selatan dari GS26 (Rimba Suban Sundo)
lapisan ini tidak ditemukan, ketebalan lapisan ini
berkisar antara 2m – 4m. sama dengan Lapisan
Burung yang berada diatasnya lapisan ini juga
menunjukan adanya Spliting di daerah Kasai.
3.2 Sumberdaya batubara
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan
dan sesuai dengan hasil korelasi seperti telah
diauraikan diatas, endapan Batubara di daerah
penyelidikan yang dapat dihitung jumlah
sumberdayanya terdapat 3 lapisan. Perhitungan
sumberdaya batubara ditentukan atas dasar :
1) Penyebaran Batubara kearah jurus ditentukan
berdasarkan pada singkapan yang dapat
dikorelasikan dan dibatasi sejauh 1000 m dari
singkapan terakhir.
2) Penyebaran Batubara kearah kemiringan
lebarnya dibatasi sampai kedalaman 50 m
dihitung tegak lurus dari permukaan singkapan
sehingga lebar kearah kemiringan dapat dihitung
dengan menggunakan rumus : L = 50 sin α,
dimana α adalah sudut kemiringan lapisan
batubara.
3) Tebal lapisan batubara yang dihitung pada
masing-masing lapisan merupakan tebal rata-rata
dari seluruh batubara yang termasuk kedalam
lapisan tersebut, dengan ketentuan ketebalan
kurang dari 1,00 m tidak diperhitungkan.
Berdasarkan kriteria tersebut sumberdaya
batubara dihitung berdasarkan rumus :
Sumberdaya = [ Panjang (m) x Lebar (m) x Tebal rata-rata (m) x Berat Jenis (ton) ]
*) dimana BJ adalah berat jenis rata-rata
Dari hasil perhitungan didapat total sumberdaya batubara 25.083.690 ton.
4 KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil penyelidikan di lapangan,
maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut :
1. Formasi pembawa Batubara di daerah
penyelidikan adalah Formasi Muara Enim.
2. Berdasarkan analisa Batubara di daerah
penyelidikan baik di lapangan maupun hasil
rekonstruksi, ditemukan ada 3 lapisan
Batubara
3. Jumlah Sumberdaya batubara yang terdapat di
daerah penyelidikan adalah 25.083.690 Ton
Untuk penyelidikan selanjutnya sebaiknya
dipusatkan pada daerah antara Suban Ulu sampai
dengan Ribo Sekampung dimana pada derah
tersebut sebaran batubara cukup banyak
DAFTAR PUSTAKA
De. Coster G. L.,1974, The Geologi of Central Sumaatera nad South Sumatera Basins, Proceeding
Indonesian petroleun Assoc, 4th Annual Convention.
Gafoer.S, Burhan. G, Dan Purnomo.J, 1986, Laporan Geologi Lembar Palembang, Sumatera., Skala 1 :
250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.
Koesoemadinata, R.P., dan Harjono.,1977, Kerangka Sedimenter Endapan Batubara Tersier Indonesia, PIT
IAGI ke VI.
Shell Mijnbouw, 1978, Geological Map The South Sumatera Coal Province Scale 1 : 250.000.
Syufra Ilyas, 2000, Laporan Pengkajian Batubara Bersistem Dalam Cekungan Sumatera Selatan di Daerah
Talang Ubi Kabupaten Muara Enim Propinsi Sumatera Selatan, DIT SDM, Tidak Diterbitkan.
Gambar 1. Lokasi Daerah Penyelidikan
Top Related