Download - Bahan Trauma Servikal

Transcript
Page 1: Bahan Trauma Servikal

2.2 KONSEP PENYAKIT TRAUMA SERVIKAL

2.2.1 Definisi Trauma Servikal

Menurut FKUI (2000), fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas tulang,

sedangkan menurut Boenges, ME., Moorhouse, MF dan Geissler, AC (2000) fraktur

adalah pemisahan atau patahnya tulang.

Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan

lumbalis akibat trauma ; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan

olah raga dsb (Sjamsuhidayat, 1997). Cedera tulang belakang servikal atas adalah

fraktura atau dislokasi yang mengenai basis oksiput hingga C2.

2.2.2 Klasifikasi Trauma Servikal

Tingkat cedera didefinisikan oleh ASIA menurut Penurunan Skala (dimodifikasi dari

klasifikasi Frankel), dengan menggunakan kategori berikut:

● A – Lengkap

Tidak ada fungsi motorik dan sensorik yang dipertahankan dalam segmen sacral

S4-S5.

● B – lengkap

Fungsi sensori dipertahankan di bawah tingkat neurologis dan meluas melalui

segmen sakral S4-S5.

● C – lengkap

Fungsi motorik dipertahankan di bawah tingkat neurologis, dan sebagian besar otot

kunci di bawah tingkat otot neurologis memiliki nilai kurang dari 3.

● D – lengkap

Fungsi motorik dipertahankan di bawah tingkat neurologis, dan sebagian besar otot

kunci di bawah level neurologis telah kelas otot lebih besar dari atau sama dengan

3.

● E – Normal

Fungsi sensorik dan motorik yang normal.

Cedera servikal dapat digolongkan menjadi :

Cedera fleksi

o Fraktur kompresi : disebabkan karena fleksi yang tiba-tiba.

o Fraktur fleksi – teardrop : melibatkan seluruh columna ruang interspinosus

melebar dan dapat menyebabkan cedera medulla spinalis.

o Subluksasi anterior : kompleks ligamentum superior mengalami ruptur

sedangkan ligamentum anterior tetap utuh.

Page 2: Bahan Trauma Servikal

o Dislokasi faset bilateral : disebabkan fleksi yang berlebihan

o Fraktur karena dorongan : terjadi karena fleksi leher yang tiba-tiba selain itu

bisa juga terjadi karena fraktur langsung di prosesus spinosus, trauma oksipital,

tarikan yang sangat kuat di ligamentum supraspinosus.

Cedera Fleksi-rotasi

o Dislokasi faset unilateral : terjadi saat fleksi bersamaan dengan rotasi sehingga

ligamentum dan kapsul teregang maksimal. Dislokasi kedepan pada vertebra di

atas dengan atau tanpa di sertai kerusakan tulang.

o Dislokasi antlantoaxial : terjadi karena hiperekstensi, terjadi pergeseran sendi

antara C1 dan C2 dan biasanya fatal. Cedera ini dapat menyebabkan

rheumatoid arthritis.

Cedera ekstensi

o Fraktur menggantung : terjadi pada C2 yang disebabkan karena hiperekstensi

dan kompresi yang tiba-tiba.

o Ekstensi ‘teardrop’ : hiperekstensi mendadak dan terjadi akibat tarikan oleh

ligamentum longitudinal.

Cedera compresi axial

o Fraktur jefferson : terjadi pada C1 dan disebabkan karena kompresi yang

sangat hebat. Kerusakan terjadi di arkus anterior dan posterior.

o Fraktur remuk vertebra : penekanan corpus vertebra secara langsung dan

tulang menjadi hancur. Fragmen tulang masuk ke kanalis spinalis kemudian

menekan medulla spinalis sehingga terjadi gangguan saraf parsial

o Fraktur atlas :

Tipe I dan II : fraktur stabil karena terjadi pada arkus anterior dan posterior.

Tipe III : terjadi pada lateral C1

Tipe IV : sering disebut sebagai fraktur jefferson

2.2.3 Etiologi Trauma Servikal

Penyebab trauma tulang belakang adalah kecelakaan lalu lintas (44%), kecelakaan

olah raga(22%),terjatuh dari ketinggian(24%), kecelakaan kerja. Lewis (2000)

berpendapat bahwa tulang bersifat relatif rapuh namun mempunyai cukup kekuatan

dan gaya pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal

yaitu:

o Fraktur akibat peristiwa trauma

Sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang

dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran ataupenarikan.

Page 3: Bahan Trauma Servikal

Bila tekanan kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena dan

jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan

fraktur lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur

melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya. Penghancuran kemungkinan akan

menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas.

o Fraktur akibat kelelahan atau tekanan

Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain

akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering dikemukakan pada tibia,

fibula atau matatarsal terutama pada atlet, penari atau calon tentara yang berjalan

baris-berbaris dalam jarak jauh.

o Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang

Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang tersebut lunak

(misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang tersebut sangat rapuh.

2.2.6 Manifestasi Klinis Trauma Servikal

Lewis (2006) menyampaikan manifestasi klinik adalah sebagai berikut:

Nyeri

Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya

spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.

Bengkak/edama

Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah

fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya.

Memar/ekimosis

Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di jaringan

sekitarnya.

Spasme otot

Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitar fraktur.

Penurunan sensasi

Terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema.

Gangguan fungsi

Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme otot.

paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf.

Mobilitas abnormal

Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi normalnya

tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.

Krepitasi

Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang digerakkan.

Deformitas

Page 4: Bahan Trauma Servikal

Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan

pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan

menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.

Shock hipovolemik

Shock terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat.

2.2.7 Pemeriksaan Diagnostik Trauma Servikal

X ray servikal 3 posisi : AP, lateral, dan odontoid (open mouth view)

Dilakukan pada pasien dengan riwayat nyeri atau trauma di leher. Menentukan lokasi

dan jenis cedera tulang (fraktur, dislokasi), untuk kesejajaran, reduksi setelah

dilakukan traksi atau operasi

CT scan dari basis crania sampai torakal atas (T1-2), potongan axial 1 mm

Pemeriksaan ini dapat mendeteksi fraktur servikal pada pasien yang berisiko tinggi

dan menentukan tempat luka/jejas, mengevaluasi gangguan struktural

MRI

Mengevaluasi medulla spinalis, mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal,

edema, dan kompresi.

Mielografi

Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika faktor patologisnya

tidak jelas atau dicurigai adanya oklusi pada ruang subarakhnoid medulla spinalis

(biasanya tidak akan dilakukan setelah mengalami luka penetrasi)

Foto rontgen toraks

Memperlihatkan keadaan paru

Pemeriksaan fungsi paru (kapasitas vital, volume tidal)

Mengukur volume inspirasi maksimal atau ekspansi maksimal khususnya pada

pasien dengan trauma servikal bagian bawah atau pada trauma torakal dengan

gangguan pada saraf frenikus atau otot interkostal

GDA

Menunjukkan keefektifan pertukaran gas atau upaya ventilasi

10% pasien dengan fraktur basis kranii, wajah, atau torakal bagian atas mengalami

fraktur servIkal.

2.2.8 Penatalaksanaan Trauma Servikal

a. Pertolongan pertama untuk cedera servikal

Setiap trauma kepala atau leher harus dievaluasi adanya fraktur servikalis.

Sebuah fraktur servikalis merupakan suatu keadaan darurat medis yang

membutuhkan perawatan segera. Spine taruma mungkin terkait cedera saraf tulang

Page 5: Bahan Trauma Servikal

belakang dan dapat mengakibatkan kelumpuhan, sehingga sangat penting untuk

menjaga leher.

Jika ada kemungkinan patah tulang leher, leher pasien tidak boleh digerakkan

sampai tindakan medis diberikan dan X-ray dapat diambil. Ini jalan terbaik untuk

mengasumsikan adanya cedera leher bagi siap saja yang terkena benturan, jatuh

atau tabrakan.

b. Penanganan operasi

Tujuan dari penanganan operasi adalah untuk mereduksi mal aligment,

dekompresi elemen neural dan restorasi stability. Indikasi operasi anterior dan

posterior adalah:

1) Anterior approach

Ventral kompresi

Kerusakan anterior collum

2) Posterior approach

Dorsal kompresi pada struktur neural

Kerusakan posterior collum

c. Pembatasan aktivitas

Pada tahap akut sebaiknya hindari pekerjaan yang mengharuskan gerak leher

berlebihan. Pemberian edukasi mengenai posisi leher yang benar sangatlah

membantu untuk menghindar iritasi radiks saraf lebih jauh. Seperti penggunaan

telepon dengan posisi leher menekuk dapat dikurangi dengan menggunakan

headset, menghindari penggunaan kacamata bifokal dengan ekstensi leher yang

berlebih, posisi tidur yang salah.

d. Penggunaan Collar Brace

Ada banyak jenis kolar untuk membatasi gerak leher. Kolar kaku atau keras

memberikan pembatasan gerak yang lebih banyak dibandingkan kolar lunak (soft

collars), kecual pada gerak fleksi dan ekstensi. Kelebihan kolar lunak adalah dapat

memberikan kenyamanan yang lebih pada pasien. Penggunaan kolar sebaiknya

digunakan sepanjang hari. Setelah gejala membaik, kolar dapat digunakan hanya

pada keadaan khusus, seperti saat menyetir kendaraan dan dapat tidak digunakan

lagi bila gejala sudah menghilang. Kollar dapat dilepas atau tidak digunakan apabila

rasa nyeri hilang, tanda spruling hilang dan adanya perbaikan defisit motorik.

e. Modalitas terapi lain

Termoterapi dapat digunakan untuk menghilangkan nyeri. Modalitas terapi ini

dapat digunakan sebeum ataupada saat traksi servikal untuk relaksasi otot. Kompres

dingin dapat diberikan selama 15-30 menit, 1-4 kali sehari, atau kompres panas

selama 30 menit, 2-3 kali sehari.

Page 6: Bahan Trauma Servikal

Penggunaan terapi fermakologi dapat membentu mengurangi rasa nyeri dan

mungkin mengurangi inflamasi di sekitar radiks saraf. Jika gejala membaik dengan

berbagai modalitas terapi diatas, aktivitas dapat secara progresif ditingkatkan dan

terapi dihentikan atau kualitas diturunkan. Jika tidak ada perbaikan atau justru

mengalami perburukan sebaiknya dilakukan eksplorasi yang lebih jauh termasuk

pemeriksaan MRI dan pertimbangan dilakukan intervensi seperti pemberian steroid

epidural maupun terapi operatif (Soertidewi, 2012).

2.2.9 KOMPLIKASI TRAUMA SERVIKAL

Syok neurogenik. Merupakan hasil dari kerusakan jalur simpatik yang desending

pada medulla spinalis. Kondisi ini mengakibatkan kehilangan tonus vasomotor dan

kehilangan persarafan simpatis pada jantung sehingga menyebabkan vasodilatasi

pembuluh darah visceral serta ekstremitas bawah maka terjadi penumpukan darah

dan konsekuensinya terjadi hipotensi.

Syok spinal. Merupakan keadaan flasid dan hilangnya refleks, terlihat setelah

terjadinya cedera medulla spinalis. Pada syok spinal mungkin akan tampak seperti

lesi komplit walaupun tidak seluruh bagian rusak.

Hipoventilasi. Hal ini disebabkan karena paralisis otot interkostal yang merupakan

hasil dari cedera yang mengenai medulla spinalis bagian di daerah servikal bawah

atau torakal atas.

Hiperfleksia autonomic. Dikarakteristikkan oleh sakit kepala berdenyut , keringat

banyak, kongesti nasal, bradikardi dan hipertensi.

1.2 ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA SERVIKAL

A. PENGKAJIAN

Pengumpulan data pasien baik subyektif atau obyektif pada klien dengan kasus

trauma servikal adalah sebagai berikut :

a. Identitas pasien dan keluarga (penanggung jawab)

Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat,

golongan darah, pendidikan, pekerjaan, hubungan pasien dengan penanggung

jawab, dll.

b. Status Kesehatan Saat Ini

Pasien dengan trauma leher biasanya datang ke rumah sakit dengan keluhan utama,

yaitu kehilangan kekuatan, gerakan, dan sensasi dari ektremitas di bawah tingkat

cedera. Selain itu, perlu ditanyakan pada pasien/keluarga kapan mulai terjadinya

Page 7: Bahan Trauma Servikal

kelainan, faktor apa yang memperberat penyakitnya, seberapa parah tingkat

penyakit yang dirasakan/skala sakitnya.

c. Riwayat Kesehatan Saat Ini

Klien mengalami kehilangan kekuatan, gerakan, dan sensasi dari ektremitas di

bawah tingkat cedera, terdapat perubahan bentuk tulang servikal akibat cedera.

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Haruslah diketahui penyakit atau masalah kesehatan yang pernah dialami pasien

sebelumnya baik yang berhubungan dengan sistem persarafan maupun penyakit

sistem sistemik lainnya (keadaan jantung dan pernafasan, serta penyakit kronis). Hal

ini sebagai data dasar dalam memberikan terapi pada pasien dan dapat

mempengaruhi prognosa pasien.

e. Riwayat Penyakit Keluarga

Adakah anggota keluarga/generasi sebelumnya yang mengalami penyakit seperti

yang dialami pasien dan/atau penyakit menular. Riwayat kesehatan tersebut dapat

dikaji dari pasien atau keluarga sebagai data subyektif. Data-data ini sangat berarti

karena dapat mempengaruhi prognosa pasien.

f. Pola aktivitas/istirahat

- Pada pasien ini terjadi kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok spinal)

pada/di bawah lesi

- Kelemahan umum/kelemahan otot (trauma dan adanya kompresi saraf) (Doenges

E. Marilyn, 2000)

g. Pola eliminasi

Biasanya pada pasien ini terjadi inkontinensia defekasi dan berkemih. Retensi urine,

distensi abdomen, peristaltik usus hilang, melena, emesis berwarna seperti kopi-

tanah/hematemesis

h. Personal hygiene

Pasien sangat tergantung kepada orang lain dalam melakukan aktivitas sehari-hari

(bervariasi)

i. Pola seksualitas

Gejala: keinginan untuk kembali seperti fungsi normal

Tanda: ereksi tidak terkendali (priapisme), menstruasi tidak teratur

j. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan umum

- Kesadaran: sadar sampai penurunan kesadaran

- Tanda vital: perubahan nilai tanda-tanda vital, poikilotermi (ketidakmampuan

mengatur suhu tubuh, yang mana suhu tubuh bergantung pada suhu

lingkungan) (ENA, 2000)

Page 8: Bahan Trauma Servikal

2) Kepala dan leher

Sebagai akibat dari trauma leher menyebabkan trauma saluran pernafasan

yang mengakibatkan pemisahan parsial krikotrakea, robekan mukosa saluran

pernafasan setinggi ini akan memberi gejala berupa; batuk, hemoptisis, dan

emfisema subkutis pada leher. Bila trakea robek terlepas dari krokoidea, maka

sokongan kaku ke saluran pernafasan oleh cincin trakea akan berkurang

ditempat avulsi.

Pada trauma yang sedikit lebih tinggi, kartilago krokoidea remuk pada

columna vertebralis dan lamina cartilago tiroidea terpecah menjadi dua yang

memberikan gejala perdarahan. Cedera yang terjadi dikomisura anterior

menyebabkan perdarahan ke dalam jaringan lunak laring dan timbul sesak, nyeri

timbul sewaktu menelan. Pada trauma tajam di leher dapat menyebabkan

perdarahan yang kemungkinan akan memberikan gejala sesak.

Menurut Doenges E. Marilyn (2000), menyebutkan bahwa temuan fisik akan

bervariasi , tergantung pada tingkat cedera, derajat syok spinal, dan letak cedera

cervical, yaitu:

C1-3 : Quadreplegia dengan kehilangan fungsi pernapasan/sistem muskular

total

C4-5 : Quadreplegia dengan kerusakan, menurunnya kapasitas paru,

ketergantungan total terhadap aktivitas sehari-hari

C6-7: Quadreplegia dengan beberapa gerakan lengan/tangan yang

memungkinkan untuk melakukan sebagian aktivitas sehari-hari

C7-8 : Quadreplegia dengan keterbatasan menggunakan jari tangan

3) Thoraks dan Dada

- Jantung

Gejala: berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi atau

bergerak

Tanda: Hipotensi (biasanya sistole kurang dari 90 mmHg), hipotensi postural,

bradikardia, ekstremitas dingin dan pucat. Hilangnya keringat pada

daerah yang terkena

- Paru

Gejala: napas pendek, sulit bernafas

Tanda: pernafasan dangkal/labored, periode apnea, penurunan bunyi napas,

ronki, pucat, sianosis, penggunaan otot-otot pernapasan, adanya

desakan otot diafragma dan interkosta akibat cedera spinal

4) Abdomen

Mengalami distensi abdomen, peristaltik usus hilang (ileus aralitik)

Page 9: Bahan Trauma Servikal

5) Sistem neurosensori

Gejala: kebas, kesemutan, rasa terbakar pada lengan/kaki. Paralisis

flaksid/spastisitas dapat terjadi saat syok spinal teratasi, tergantung pada

area spinal yang sakit

Tanda: kelumpuhan, kelemahan (kejang dapat berkembang saat terjadi

perubahan pada stok spinal). Kehilangan sensasi (derajat bervariasi

dapat kembali normal setelah syok spinal sembuh), kehilangan tonus

otot/vasomotor, kehilangan refleks/refleks asimetris termasuk tendon

dalam. Perubahan reaksi pupil, ptosis, hilangnya keringat dari bagian

tubuh yang terkena karena pengaruh trauma spinal.

6) Ekstremitas

- Kehilangan sebagian atau keseluruhan kemampuan bergerak

- Terjadi paralisis, paraparesis, paraplegia atau quadriparesis/quadriplegia

- Adanya spasme otot, kekakuan

7) Kulit dan Kuku

Kulit teraba hangat dan kering

k. Pengkajian Psikologis

Dimana pasien dengan tingkat kesadarannya menurun, maka untuk data

psikologisnya tidak dapat dinilai, sedangkan pada pasien yang tingkat kesadarannya

agak normal akan terlihat adanya gangguan emosi, perubahan tingkah laku, emosi

yang labil, iritabel, apatis, delirium, dan kebingungan keluarga pasien karena

mengalami kecemasan sehubungan dengan penyakitnya.

l. Data sosial

Data sosial yang diperlukan adalah bagaimana pasien berhubungan dengan orang-

orang terdekat dan yang lainnya, kemampuan berkomunikasi dan peranannya dalam

keluarga. Serta pandangan pasien terhadap dirinya setelah mengalami trauma

kepala dan rasa aman.

m. Data spiritual

Data spiritual yang diperlukan adalah ketaatan terhadap agamanya, semangat dan

falsafah hidup pasien serta ke-Tuhanan yang diyakininya. Tentu saja data yang

dikumpulkan bila tidak ada penurunan kesadaran.

n. Pemeriksaan Penunjang

1) Sinar x spinal

2) CT Scan

3) MRI

4) Mielografi

Page 10: Bahan Trauma Servikal

5) Foto ronsen torak

6) Pemeriksaan fungsi paru (kapasitas vital, volume tidal)

7) GDA

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan trauma

leher/cervical adalah:

a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi

b. Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan penyumbatan aliran darah

atau hipotensi

c. Nyeri akut b/d adanya perlukaan/trauma pada leher

C. INTERVENSI

               

DIAGNOSA KEPERAWATAN INTERVENSI

Ketidakefektifan pola napas

berhubungan dengan hiperventilasi

Tujuan: Setelah diberikan tindakan

keperawatan selama 1 x 24 jam,

diharapkan pola napas pasien efektif

Kriteria hasil:

- RR 16-20 x/mnt

- Pernapasan teratur

- Tidak ada dispnea atau takipnea

- Tidak terdapat otot bantu napas

- Pengembangan dada simetris antara

kanan dan kiri

Mandiri

Pantau ketat tanda-tanda vital dan

pertahankan ABC

Monitor usaha pernapasan

pengembangan dada, keteraturan

pernapasan, adanya pernafasan bibir

dan penggunaan otot bantu

pernapasan.

Auskultasi suara nafas

Berikan posisi semifowler jika tidak

ada kontraindiksi

Gunakan servikal collar, imobilisasi

lateral kepala, meletakkan papan di

bawah tulang belakang.

Kolaborasi :

Berikan oksigen sesuai indikasi

Rujuk/konsultasikan pada ahli terapi

pernapasan dan fisik

Bantu dengan fisioterapi dada dan

gunakan alat-alat bantu nafas sesuai

indikasi

Perfusi jaringan perifer tidak efektif Mandiri

Page 11: Bahan Trauma Servikal

berhubungan dengan penyumbatan

aliran darah atau hipotensi

Tujuan: Setelah diberikan tindakan

keperawatan selama 1 x 24 jam,

diharapkan perfusi jaringan adekuat

Kriteria hasil:

- Tingkat kesadaran composmentis

(GCS 13-15)

- Tanda vital dalam batas normal (nadi

60-100x/menit, RR 16-20 x/menit,

tekanan darah 110-140/60-90 mmHg,

suhu 36,5-37,5 oC)

- Nadi teraba kuat

- Tidak terdapat sianosis

- Akral teraba hangat

- CRT < 2 detik

- AGD normal     

Atur posisi kepala dan leher untuk

mendukung airway (jaw thrust).

Jangan memutar atau menarik leher

ke belakang (hiperekstensi),

mempertimbangkan pemasangan

intubasi nasofaring.

Atur suhu ruangan

Tinggikan ekstremitas bawah

Gunakan servikal collar, imobilisasi

lateral kepala, meletakkan papan di

bawah tulang belakang.

Sediakan oksigen dengan nasal 

canul untuk mengatasi hipoksia

Ukur tanda-tanda vital

Pantau adanya ketidakadekuatan

perfusi  :

Peningkatan rasa nyeri

Kapilari refill > 2 detik

Kulit : dingin dan pucat

Penurunanan output urine

Pantau GCS   

Kolaborasi

Awasi pemeriksaan GDA

Nyeri akut b/d adanya trauma pada leher

Tujuan: setelah diberikan tindakan

keperawatan selama 1 x 24 jam, nyeri

berkurang

Kriteria hasil:

- Klien melaporkan penurunan rasa nyeri

- Skala nyeri turun

- Klien tampak rileks

- Ekspresi wajah tampak tenang

- TTV dalam batas normal (nadi 60-

100x/menit, RR 16-20 x/menit, tekanan

darah 110-140/60-90 mmHg, suhu 36,5-

37,5 oC)

Mandiri

Kaji adanya keluhan nyeri, catat

lokasi, karakteristik, lama serangan,

frekuensi, kualitas, intensitas nyeri,

dan faktor presipitasi. Minta klien

untuk mendapatkan skala nyeri 1 –

10.

Bantu pasien dalam mengidentifikasi

faktor pencetus atau yang

memperberat

Berikan tindakan kenyamanan, misal

perubahan posisi, masase, kompres

Page 12: Bahan Trauma Servikal

hangat/dingin, sesuai indikasi

Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi

Instruksikan atau anjurkan klien untuk

melakukan mekanisme tubuh atau

gerakan yang tepat.

Kolaborasi

Berikan obat sesuai indikasi: relaksan

otot seperti dantren (dantrium);

analgesik; antiansietas, misal

Diazepam (Valium)

Pendidikan Kesehatan

Memberikan informasi yang akurat

untuk meningkatkan pengetahuan

keluarga/klien dan respon terhadap

pengalaman nyeri

Arifin, zafrullah. 2012. Analisis Nilai Functional Independence Measure Penderita Cedera

Servikal Dengan Perawatan Konservatif. Universitas padjajaran Bandung.

Doctherman Joanne McCloskey, Gloria N. B. 2008. NURSING INTERVENTIONS

CLASSIFICATION (NIC) 5th Edition. Philadelphia: Mosby Elsevier

ENA. 2000. Emergency Nursing Core Curriculum. 5thED. USA: WB.Saunders Company

Lusiyawati. 2009. Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan Pada Nn. S Dengan Cedera

Kepala Ringan di Bangsal Flamboyan RSUD Pandan Arang Boyolali. Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius.

Marilynn E. Doenges/ Mary Frances Moorhouse/ Alice C. Geisler. 2000. Rencana Asuhan

Keperawatan (Pedoman untuk perencanaan dan pe ndokumentasian perawatan pasien)

Edisi 3. Jakarta: EGC

Milby AH, Halpern CH, Guo W, Stein SC. 2008. Prevalence of cervical spinal injury in

trauma. Neurosurg Focus.

Moorhead Sue, et al. 2008. NURSING OUTCOMES CLASSIFICATION (NOC) 5th Edition.

Philadelphia: Mosby Elsevier

Oman, Kathleen. 2008. Panduan Belajar Keperawatan Emergency. Jakarta : EGC

Soertidewi, Lyna. 2012. Penatalaksanaan Kedaruratan Cedera Kranioserebral. Jakarta:

Bagian Ilmu Penyakit Saraf, FKUI RS Cipto Mangunkusumo