PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL JENIS
MATHIEU-HILL DENGAN MASALAH NILAI BATAS
I. LATAR BELAKANG
Matematika adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang konsep
dasarnya digunakan untuk pengembangan ilmu-ilmu yang lain. Matematika
senantiasa dikaji dan dikembangkan agar dapat dimanfaatkan di dalam aspek
penerapannya. Masalah-masalah dalam dunia nyata dapat lebih mudah dimengerti
dengan menggunakan pendekatan matematik. Pada umumnya untuk menentukan
solusi dari masalah-masalah tersebut diperlukan suatu pemodelan matematika. Salah
satu kajian matematika yang konsep-konsepnya banyak digunakan dalam bidang lain
adalah persamaan diferensial. Persamaan diferensial merupakan persamaan yang
memuat satu (atau beberapa) turunan fungsi yang tak diketahui.Suatu persamaan
diferensial yang memiliki satu variabel bebas disebut persamaan diferensial biasa,
sedangkan persamaan diferensial yang memiliki lebih dari satu variabel bebas
disebut persamaan diferensial parsial (Rengreng, 1990).
Persamaan Diferensial merupakan salah satu ilmu matematika yang banyak
digunakan untuk menjelaskan berbagai masalah fisis. Dalam berbagai masalah fisik
dan geometri yang melibatkan dua fungsi atau lebih peubah bebas sangat berkaitan
dengan persamaan diferensial. Untuk masalah fisik yang paling sederhana dapat
dimodelkan dengan persamaan diferensial biasa, sedangkan masalah fisik yang lain
seperti mekanika fluida, mekanika padat, teori elekromagnetik, teori potensial, difusi
dan sebagainya merupakan masalah-masalah fisik yang harus dimodelkan dengan
persamaan diferensial parsial.
Masalah-masalah fisis tersebut dapat dimodelkan ke dalam bentuk persamaan
diferensial. Salah satu analisis fisis tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk
persamaan diferensial, yaitu ∂2 y∂ t2 + F(t)y = 0 dengan F(t) suatu fungsi periodik
bernilai tunggal dengan periode pokok T yang dapat disajikan dengan deret fourier,
jika F(t) suatu fungsi periodic maka persamaan tersebut dikenal sebagai persamaan
diferensial Hill.(Pipes,1991)
Persamaan diferensial Hill yang terikat oleh syarat-syarat awal apabila
penyelesaiannya tidak harus periodik dapat menggunakan metode matriks, , maka
yang menjadi permasalahan adalah bagaimana menentukan solusi atau penyelesaian
Persamaan Diferensial Hill ∂2 y∂ t2 + F(t)y = 0 yang terikat oleh syarat-syarat batas
yang ditentukan apabila penyelesaianya harus periodik, selain itu dengan
menggunakan matriks apakah dapat diperoleh solusi persamaan diferensial Mathieu-
Hill yang terikat syarat-syarat batas yang membangun system persamaan diferensial
secara bersamaan.
Salah satu dari permasalahan di atas, membuat penulis tertarik untuk meneliti
bagaimana menentukan bentuk solusi dari Persamaan Diferensial Mathieu-Hill
dengan syarat batasnya, sehingga penelitian ini diberi judul “Penyelesaian
Persamaan Diferensial Mathieu-Hill dengan Masalah Nilai Batas”.
II. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas muncul permasalahan, yaitu bagaimana
mendapatkan solusi persamaan diferensial Mathieu-Hill dengan masalah nilai batas.
III. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan peneliti ini adalah mendapatkan solusi persamaan diferensial
persamaan diferensial Mathieu-Hill dengan masalah nilai batas.
IV. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Bagi Penulis, menambah pengetahuan dan wawasan tentang
penggunaan/penerapan Persamaan Diferensial Jenis Mathieu-Hill.
2. Bagi Pembaca, diharapkan dapat menambah khasanah pengembangan dan
membantu untuk memudahkan dalam mencari bentuk solusi pada Persamaan
Diferensial.
V. BATASAN MASALAH
Dalam penelitian ini, masalah yang dibahas terbatas pada menentukan
penyelesaian persamaan diferensial jenis Mathieu-Hill dengan masalah nilai batas.
VI. TINJAUAN PUSTAKA
6.1 Persamaan Diferensial
Persamaan diferensial diperoleh berdasarkan pemodelan matematika dari
permasalahan yang ada di dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh penerapan
matematika pada ilmu fisika, persamaan diferensial dari hukum Newton II yang
timbul karena gejala alam, bahwa massa kali percepatan dari suatu benda sama
dengan gaya luar yang bekerja pada benda itu. Misalkan benda bermassa m bergerak
sepanjang sumbu y pada sistem koordinat kartesius maka hukum Newton II dapat
dituliskan sebagai m∂2 y∂t 2 =F, dengan F melambangkan gaya luar yang bekerja pada
benda itu. Persamaan m∂2 y∂t 2 =F merupakan persamaan diferensial karena
memuat turunan dari fungsi yang tidak diketahui y(t) dengan y sebagai variabel
terikat yang tergantung pada variabel bebas t. Jadi persamaan diferensial adalah
persamaan yang memuat turunan-turunan dari satu atau lebih variabel terikat yang
tergantung pada satu atau lebih variabel bebas. Suatu persamaan diferensial yang
memuat turunan biasa dari satu atau lebih varibel terikat yang tergantung pada
varabel bebas tunggal disebut persamaan diferensial biasa, sedangkan persamaan
diferensial yang memuat turunan parsial dari satu atau lebih variabel terikat yang
tergantung pada variabel bebas yang tidak tunggal disebut persamaan diferensial
parsial
6.2 Persamaan Diferensial Biasa
Persamaan diferensial adalah persamaan yang mengandung turunan-turunan
dari suatu fungsi yang tidak diketahui, yang dinamakan dan yang akan ditentukan
persamaan tersebut (Hutahean, 1993).
Persamaan diferensial biasa diartikan sebagai suatu persamaan yang
melibatkan turunan pertama atau lebih dari fungsi sembarang y terhadap peubah x;
persamaan ini dapat pula melibatkan y itu sendiri, fungsi x yang diberikan dan
konstanta.
Contoh :
1. y '=cos x
2. y ' '+4 y=0
Persamaan diferensial dibagi menjadi dua bagian, yaitu persamaan diferensial
linier orde satu dan persamaan diferensila liner orde dua
6.2.1 Persamaan Diferensial Linier Orde Satu
Persamaan diferensial linier orde satu memiliki variabel tak bebas y dan
variabel bebas x. Bentuk umum persamaan diferensial linier orde satu adalah
dydx
+P ( x ) y=Q ( x )(6.2.1)
Persamaan (2.1.2) memiliki faktor integrasi e∫P ( x ) dx, dengan mengalikan setiap ruas
dengan faktor integrasi, diperoleh
y e∫P ( x )dx=∫Q ( x ) e∫ P ( x ) dx
dx+C (6.2 .2 )
sehingga diperoleh solusi persamaan (2.1.2) yaitu :
y=e−∫P ( x )dx [∫Q ( x ) e∫ P ( x ) dx dx+C ](6.2 .3)
(Ross, 1984)
6.2.2 Persamaan Diferensial Linier Orde Dua
Bentuk umum persamaan diferensial linier orde dua adalah
d2 ydx2 +P (x ) dy
dx+Q ( x ) y=R ( x )(6.2.4 )
Jika koefisien-koefisien P ( x ) dan Q ( x ) adalah konstan, maka solusi persamaan (2.1.5)
dapat diperoleh dengan melihat akar-akar karakteristik dari persamaan
karakteristiknya yang memiliki 3 (tiga) kemungkinan nilai m1 dan m2, yaitu:
(1) Kasus m1≠ m2 (real dan berbeda)
Solusi umum persamaan (2.1.5) adalah :
y=A1em1 x+ A2 em2 x , dengan A1 dan A2konstan(6.2.5)
(2) Kasus m1=m2 (real dan kembar)
Solusi umum dari persamaan (2.1.5) adalah :
y=( A1+ A2 x)emx , dengan A1 dan A2 konstan(6.2 .6)
(3) Kasus m1=a+ ib , m2=a−ib (kompleks sekawan)
Solusi umum dari persamaan (2.1.5) adalah :
y=eax [ A1sin bx+ A2cosbx ]❑ , dengan A1 dan A2 konstan(6.2.7)
(Ross, 1984).
6.3 Persamaan Diferensial Parsial
6.3.1 Definisi Persamaan Diferensial Parsial
Persamaan diferensial parsial adalah suatu persamaan yang memuat satu atau
lebih turunan parsial suatu fungsi (yang tidak diketahui) dengan dua atau lebih
peubah bebas.
Orde persamaan diferensial parsial adalah pangkat tertinggi dari turunan
yang termuat dalam persamaan diferensial parsial, dan derajat persamaan diferensial
parsial adalah pangkat tertinggi dari turunan tingkat tertinggi yang termuat dalam
persamaan diferensial parsial.
Persamaan diferensial parsial linier adalah suatu bentuk persamaan
diferensial parsial yang berderajat satu dalam peubah tak bebasnya dan turunan
parsialnya (Hutahean, 1993).
6.3.1.1 Persamaan Diferensial Parsial Linier Orde Satu
Suatu persamaan diferensial parsial disebut linier orde satu jika turunan
tertingginya adalah tingkat satu dengan derajat satu. Secara umum persamaan
diferensial parsial linier orde satu yang memiliki variabel tak bebas z=f (x , y ) dan
variabel bebas x dan y berbentuk :
P ( x , y ) ∂ z∂ x
+Q ( x , y ) ∂ z∂ y
=R (x , y )(6.3 .1.1)
6.3.1.2 Persamaan Diferensial Parsial Linier Orde Dua
Bentuk umum persamaan diferensial parsial linier orde dua dengan dua peubah
bebas adalah
A∂2 u∂ x2 +B
∂2u∂ x∂ y
+C∂2u∂ y2 +D
∂u∂ x
+E∂ u∂ y
+Fu=G(6.3 .1.2)
dengan A , B ,C , D , E ,F dan G adalah fungsi dari x dan y. Jika G ( x , y )=0 untuk
semua ( x , y ), maka persamaan (2.2.2) menjadi
A∂2 u∂ x2 +B
∂2u∂ x∂ y
+C∂2u∂ y2 +D
∂u∂ x
+E∂ u∂ y
+Fu=0(6.3 .1 .3)
Jika persamaan G=0 untuk semua ( x , y ), persamaan (6.3.1.3) disebut persamaan
diferensial parsial homogen, sedangkan jika G ≠ 0 disebut persamaan diferensial
parsial tak homogen (Ross, 1984).
6.3 Persamaan Diferensial Hill
Analisis matematis berbagai macam masalah fisis menghasilkan suatu perumusan
menyangkut persamaan diferensial yang dapat disederhanakan ke dalam bentuk
∂2 y∂ t2 + F(t)y = 0 ( 6.3.1 )
dengan F(t) suatu fungsi periodik bernilai tunggal dengan periode pokok T yang
dapat disajikan dengan deret Fourier umum yang berbentuk
F ( t )=A0+∑1
y
An coswt+∑1
y
Bnsin n wt ( 6.3.2 )
dengan w=2 πT
Jika ekspansi deret Fourier untuk F(t) berubah menjadi bentuk sederhana
F (t )=A0+ A1cos wt ( 6.3.3 )
maka persamaan (6.3.1) dikenal sebagai persamaan diferensial Mathieu. Jika fungsi
F(t) suatu fungsi periodik dengan bentuk umum (6.3.2), persamaan (6.3.1) dikenal
sebagai persamaan diferensial Hill.
Pada dasarnya bentuk umum dari persamaan diferensial Hill adalah sebagai
berikut.
∂2 y∂ t2 + F ( t ) y=0 ( 6.3.4 )
Dengan F (t )=F (t +T ) ,∀ t
( Grimshaw , 1990)
Berikut diberikan beberapa contoh dari persamaan Hill :
1. Penerapan persamaan Hill dalam sistem fisika, misalkan pendulum sederhana
yang
bergerak sepanjang garis vertikal dengan periode T dan q sebagai sudut antara garis
vertikal dengan gerakan pendulum, seperti pada Gb 1
Gb 1. Pendulum Sederhana
Dari Gb. 1. persamaan gerak pendulum kearah garis vertikal, ketika |θ|≤ 1 ,dapat
ditulis dalam suatu persamaan dengan bentuk
θ11+ (w2+δ11) θ=0 ( 6.3.5 )
dengan w2=g
l , l adalah panjang bandul , gadalah gaya percepatan gravitasi , dan
δ (t) adalah merupakan persamaan titik puncak dari pendulum yang digerakkan
menuju garis vertical ( Grimshaw , 1990).
2. Persamaan Hill-Meissner
Persamaan Hill (6.3.1) dalam keadaan khusus dengan F(t) berbentuk riak persegi
panjang pada Gb. 2. digunakan oleh Meissner dalam analisisnya tentang getaran
batang penggerak lokomotif.
Gb.2. Fungsi F(t) yang berbentuk riak persegi panjang
Dimisalkan T adalah periode pokok riak persegi panjang, dan h adalah tinggi riak,
sehingga persamaan Hill (6.3.1 ) berubah menjadi
∂2 y∂ t2 + hy=0 , 0 ≤ t ≤ T ( 6.3.6)
(Pipes , 1991)
6.4 Syarat Batas
Syarat batas adalah syarat-syarat tertentu atau kondisi-kondisi tertentu yang
terlibat dalam persamaan diferensial untuk membantu mencari solusi persamaan
diferensila tersebut. Ada tiga kemungkinan , yaitu interval terbatas , interval setengah
terbatas, dan interval tak terbatas
1. Interval terbatas , besar interval I adalah 0<x<L , sehingga mempunyai dua
syarat batas x=0dan x=L
2. Interval setengah terbatas , besar interval I adalah −∞<x<∞ , sehingga tidak
punya syarat batas
3. Interval tak terbatas, besar interval I adalah 0<x<∞ , biasa ditulis x>0,
syarat batasnya hanya pada x=0
Bentuk persamaan syarat batas diberikan dengan
αu+β∂ u∂ n
= f (x), ( 6.4.1)
Dimana ∝ , β adalah konstan , dan ∂ u∂ n
didefenisikan sebagai
gradu .n=[ ∂u∂ x1
,… ,∂u∂ xn ]n . Terdapat tiga jenis syarat batas, yaitu :
a. Persamaan αu+β∂ u∂ n
= f (x), disebut dengan kondisi Dirichlet jika ∝≠ 0 dan
β=0.
b. Persamaan αu+β∂ u∂ n
= f (x), disebut dengan kondisi Neumann jika ∝=0 dan
β ≠ 0.
c. Persamaan αu+β∂ u∂ n
= f (x), disebut dengan kondisi campuran jika ∝≠ 0 dan
β ≠ 0.
( Pinsky , 1998)
6.5 Aljabar Matriks
Matriks adalah kumpulan bilangan-bilangan yang disusun menurut baris dan
kolom, sehingga berbentuk persegi panjang. Bilangan-bilangan yang terdapat dalam
susunan tersebut dinamakan entri dalam matriks (Anton, 1987).
Sebuah matriks (a ij ) i= 1,2,…,m dan j= 1,2,…,n dengan banyaknya baris = m
serta banyaknya kolom = n dinotasikan sebagai
A=[ a11 a12 ...❑a1 n
…❑ …❑ …❑ …❑
am1 am2 …❑ amn] ( 6.5.1 )
dapat pula ditulis sebagai matriks Am× nn dimana mxn disebut ukuran (ordo) dari
matriks A. Apabila matriks tersebut mempunyai baris = kolom = n yang berukuran n
(berordo n) maka matriks tersebut dikatakan matriks persegi atau matriks kuadrat.
Misalkan A sebuah matriks mxn dan B sebuah matris n×p (banyak kolom A sama
dengan banyak baris B) maka hasil kali AB adalah matriks m×p yang didefinisikan
sebagai berikut.
AB (i , k )=∑1
n
A (i , j ) B ( j , k ) ( 6.5.2 )
dengan i= 1,2,3,…,m dan k= 1,2,3,…,p. Entri-entri dalam AB ditentukan dengan cara
menjumlahkan hasil kali entri-entri yang bersesuaian dari baris i dalam A dengan
kolom j dalam B. Jika banyak kolom di A tidak sama dengan banyak baris di B maka
hasil kali AB tidak dapat didefinisikan.
Suatu determinan ordo n adalah skalar yang dihubungkan dengan matriks
persegi ⌊aij ⌋(n×n) dinotasikan sebagai
det A=[ a11 a12 ...❑a1 n
…❑ …❑ …❑…❑
an 1 an 2 …❑ann] ( 6.5.3 )
Juga dapat ditulis dalam bentuk
|A|=[ a11 a12 ...❑a1n
…❑ …❑ …❑…❑
am1 am2 …❑amn] ( 6.5.4 )
Invers suatu matriks A = ⌊aij ⌋ yang berordo nxn dinyatakan oleh A−1yang
merupakan matriks berordo nxn sehingga A . A−1=A−1 A=I .Invers suatu matriks
dapat ditentukan dengan menggunakan rumus berikut.
A−1= 1det (A )
Adj ( A) ( 6.5.5 )
Transpos dari matriks A yang berordo mxn adalah suatu matriks yang berordo
n×m dengan kolomnya adalah baris pertama dari A, kolom keduanya adalah baris
kedua dari A, demikian juga dengan kolom ketiga yang merupakan baris ketiga dari
A, dan seterusnya sesuai dengan ordo dari matriks A. Transpos matriks A dinyatakan
denganAt .Contoh :
A=[ a11 a12 a13
a21a22a23
a31a32a33
a41a42a43] , At=[a11 a21a31 a41
a12 a22a32a42
a13 a23a33a43]
Defenisi 6.5.1 ( Anton , 1987)
Sebuah vektor W dikatakan kombinasi linier dari vektor-vektor v1 , v2 , v3 , …vn jika
vektor W dapat dinyatakan dalam bentuk
W =K1 v1+ K2 v2+K 3 v3+…K n vn
untuk suatu scalar K1 , K 2, K 3 , … Kn
Defenisi 6.5.2 ( Anton,1987)
Jika ¿ {u1 , u2 ,u3 ,…un }≠ 0 , mka persamaan vektor
K1 u1+ K2u2+K3 u3+… Kn un = 0
Mempunyai paling sedikit satu pemecahan, yakni
K1=K2=K3=Kn=0
Jika persamaan K1 u1+ K2u2+K3 u3+… Kn un = 0 hanya mempunyai pemecahan
trivial yaitu K1=K2=K3=Kn=0 , maka V dikatakan himpunan bebas linier. Jika
persamaan K1 u1+ K2u2+K3 u3+… Kn un = 0 , mempunyai pemecahan non trivial
mala V dikatakan himpunan bergantung linier.
VII. METODE PENELITIAN
7.1 Buku / Materi Penelitian
Buku atau materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku-buku dan
jurnal-jurnal yang berkaitan dengan persamaan diferensial, persamaan diferensial
jenis Mathieu-Hill dan tentang masalah nilai batas.
7.2 Cara Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan referensi pendukung
yang berkaitan dengan persamaan diferensial, persamaan diferensial jenis Mathieu-
Hill dan tentang masalah nilai batas. Referensi tersebut dipelajari, dibahas dan
dijabarkan sehingga diperoleh penyelesaian persamaan deferensial jenis Mathieu-Hill
dengan masalah nilai batas.
7.3 Prosedur Penelitian
Adapun prosedur-prosedur yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah
sebagai berikut :
1. Mempelajari tentang Persamaan Diferensial.
2. Mempelajari tentang Persamaan Diferensial jenis Mathieu-Hill.
3. Mempelajari tentang Masalah Nilai Batas.
4. Mempelajari tentang Aljabar Matriks.
5. Memecahkan masalah melalui pengkajian secara teoritis yang selanjutnya disusun
secara rinci dalam bentuk pembahasan.
VII. JADWAL PENELITIAN
KegiatanBulan ke
1 2 3 4 5 6
Persiapan X
Pelaksanaan X X
Penelitian X X
Penyusunan skripsi X X X
XI. DAFTAR PUSTAKA
Grimshaw, R. 1990. Nonlinear Ordinary Differential Equations.Blackwell Scientific Publications. London.
Hutahean, E. 1993. Matematika Teknik Lanjutan. Erlangga. Jakarta.
Pipes, Louis A. 1991. Matematika Terapan: untuk Para Insinyur dan Fisikawan. Gajah Mada University Press.Yogyakarta.
Renreng, Abdullah. 1990. Asas-asas Metode Matematika dalam Fisika. Angkasa Bandung. Bandung.
Ross, Shepley L. 1984. Diferensial Equation. John Wiley & Sons, Inc. Canada.
PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL JENIS
MATHIEU-HILL DENGAN MASALAH NILAI BATAS
Usulan Penelitian
Untuk memenuhi persyaratanDalam menyelesaikan program sarjana strata-1 Matematika