38
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
kuntitatif, yaitu suatu metode dalam meneliti status suatu objek pada masa
sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi atau
gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat
serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Natsir, 2003). Desain Penelitian
yang digunakan adalah Quasi Eksperimental Research yang bertujuan untuk
menjelaskan hubungan-hubungan, mengklarifikasi penyebab terjadinya suatu
peristiwa, atau keduanya.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Januari sampai Maret 2017 di Hutan
Mangrove Pantai Cengkrong Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek.
Penelitian dilakukan pada saat terjadinya pasang surut maksimal yaitu pada Fase
Bulan Gelap (Bulan Baru). Analisis sampel penelitian dilakukan di laboratorium
Perikanan Universitas Muhammadiyah Malang.
39
Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian
Gambar 3.2 Peta Lokasi Penelitian dilihat dari atas
(Sumber : Google Earth, 2017)
Lokasi Pantai Cengkrong
Trenggalek
(Sumber : dkp.trenggalekkab.go.id, 2017)
40
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2005).
Populasi dalam penelitian ini adalah Hutan Mangrove Pantai Cengkrong dan
Seluruh Kepiting bakau yang ada di hutan mangrove.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah sebagian untuk diambil dari keseluruhan obyek yang diteliti
dan dianggap mewakili seluruh populasi (Soekidjo, 2005). Sampel adalah sebagian
dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut, ataupun bagian
kecil dari anggota populasi yang diambil menurut prosedur tertentu sehingga dapat
mewakili populasinya. Jika populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari
seluruh yang ada di populasi, hal seperti ini dikarenakan adanya keterbatasan dana
atau biaya, tenaga dan waktu, maka oleh sebab itu peneliti dapat memakai sampel
yang diambil dari populasi. Sampel dalam penelitian ini adalah Mangrove yang
tedapat dalam plot penelitian dan Kepiting bakau yang terjebak di dalam bubu.
Sampel yang akan diambil dari populasi tersebut harus betul-betul
representatif atau dapat mewakili. Perhitungan jumlah sampel menggunakan rumus
besar sampel eksperimental dari Freeder dimana (t-1) (r-1) ≥ 15, t adalah jumlah
kelompok perlakuan dan r adalah jumlah setiap kelompok perlakuan. Penelitian ini
menggunakan 3 stasiun sehingga t=3, (3-1) (r-1 ≥ 15, r ≥ 9. (Montogomery, 2001).
41
3.4 Prosedur Penelitian
3.4.1 Tahap Persiapan
Tahap yang perlu dilakukan adalah persiapan alat dan bahan. Adapun alat dan
bahan yang perlu dipersiapkan adalah sebagai berikut :
Tabel 3.1 Alat yang digunakan dalam Pengambilan sampel mangrove :
No. Nama Alat Kegunaan
1 Tali Rafia Membuat belt transek
2 Meteran Mengukur panjang transek
3 Buku Identifikasi oleh
Noor et al., (1999)
Mengetahui jenis mangrove
4 Alat tulis Sebagai pencatatan
5 Kamera Dokumentasi kegiatan
6 GPS Mengetahui titik koordinat
Tabel 3.2 Alat yang digunakan dalam mengukur parameter abiotik :
No. Nama Alat Kegunaan
1 Termometer Batang Mengukur Suhu air
2 Secchi disk Mengukur Kedalaman air
3 Salinometer Mengukur salinitas air
4 Secchi disk Mengukur Kecerahan air
5 pH tester Mengukur pH air
.
42
Tabel 3.3 Alat yang digunakan dalam Pengambilan Sampel Kepiting Bakau :
No. Nama Alat Kegunaan
1 Bubu Menangkap sampel kepiting bakau
2 Buku Identifikasi FAO
(2011)
Mengetahui jenis kepiting bakau
3 Ember Wadah sampel kepiting bakau
4 Alat tulis Sebagai pencatatan
5 Kamera Dokumentasi kegiatan
6 Formalin Mengawetkan kepiting bakau
3.4.2 Tahap Pelaksanaan
3.4.2.1 Pengumpulan Data Mangrove
Pengumpulan data mangrove dimulai dengan melakukan penyamplingan
dengan menggunakan Metode Belt Transek, metode ini biasa digunakan untuk
mempelajari suatu kelompok hutan yang luas dan belum diketahui keadaan
sebelumnya. Cara ini juga paling efektif untuk mempelajari perubahan keadaan
vegetasi menurut keadaan tanah, topograpi, dan elevasi.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
adalah simple random sampling, yaitu cara pengambilan sampel dari anggota
populasi dengan menggunakan rancangan acak lengkap tanpa memperhatikan
tingkatan dalam anggota populasi tersebut. Belt transek atau transek sabuk
merupakan jalur vegetasi yang lebarnya sama dan sangat panjang. Lebar jalur
ditentukan oleh sifat-sifat vegetasinya untuk menunjukkan bagan yang sebenarnya.
Lebar jalur untuk hutan antara 1-10 m. Transek 1 m digunakan jika semak dan tunas
di bawah diikutkan, tetapi bila hanya pohon pohonnya yang dewasa yang dipetakan
43
maka transek 10 m yang baik. Panjang transek tergantung tujuan penelitian yang
dipelajari (Rani, 2011).
Pengamatan kerapatan mangrove menggunakan 3 stasiun pengamatan dengan
panjang tiap stasiun tergantung dari pasang surut maksimal di pantai tersebut.
Tabel 3.4 Koordinat Pengambilan Sampel
Stasiun Lintang Selatan Bujur Timur
I 08o17’50.8” 111o42’23.8”
II 08o17’52.3” 111o42’23.6”
III 08o17’54.1” 111o42’19.3”
Pasang surut maksimal pada saat dilakukan penelitian adalah 50 m. Jadi luas
area tiap stasiun pengamatan adalah 50x10 m2 yang kemudian dibagi menjadi 25
plot pengamatan dengan luas masing-masing plot adalah 2x5 m2 dan jarak antar plot
yaitu 3 meter. Selanjutnya, 25 plot yang terdapat di stasiun I,II dan III diacak
menggunakan simple random sampling untuk menentukan 9 plot pengamatan di
masing-masing stasiun, sehingga didapatkan 27 plot pada 3 stasiun pengamatan.
Berikut merupakan Denah stasiun pengamatan :
44
Gambar 3.2 Denah stasiun I
A B C D E
1 1B 1C 1D
2 2A
3 3B
4 4A 4C
5 5B 5E
Gambar 3.3 Denah stasiun II
A B C D E
1 1A 1B
2 2B 2D 2E
3
4 4D 4E
5 5C 5E
50 m
10 m
2 m
50 m
10 m
2 m
45
Gambar 3.4 Denah stasiun III
A B C D E
1 1B 1E
2 2D
3 3A 3E
4 4B 4E
5 5B 5C
50 m
10 m
2 m
46
3.4.2.2 Pengumpulan Data Kepiting Bakau.
Kepiting Bakau yang diambil sebagai sampel dilakukan dengan menggunakan
Purposive Sampling di setiap stasiun area dan memakai perangkap kepiting bakau
yang disebut bubu dan umpannya berupa daging ikan pari. Pada masing – masing
stasiun pengamatan dipasang bubu sebanyak jumlah plot (27 plot). Peletakan
perangkap dan pengambilan kepiting bakau dilakukan pada saat surut. Bubu
merupakan alat tangkap statis yang pengoperasiaanya diletakkan di semak dan
lumpur pada area mangrove
Pengambilan sampel kepiting dilakukan dengan 3 kali pengulangan dengan
jarak waktu pengulangan adalah 1 Bulan. Kepiting bakau yang tertangkap diberi
label kemudian diawetkan menggunakan formalin 4% untuk selanjutnya di
identifikasi di Laboratorium Perikanan Universitas Muhammadiyah Malang.
Gambar 3.5 Alat tangkap Kepiting Bakau (Bubu) (Sumber : Hasil Penelitian, 2017) 3.4.2.3 Pengukuran Parameter Abiotik
Pengambilan parameter abiotik dilakukan pada setiap stasiun saat air
pasang. Pengambilan sampel dilakukan pada setiap stasiun penelitian dan dilakukan
ulangan sebanyak 3 kali mengikuti pengambilan data sampel kepiting bakau.
Pengukurann parameter abiotik dilakukan dengan menggunakan peralatan yang
47
telah dipersiapkan kemudian hasil pengukuran tersebut dibandingkan dengan
kualitas lingkungan berdasarkan Kepmen LH No. 51 Tahun 2004.
1. Suhu air
Pengambilan data suhu air dilakukan dengan menggunakan
termometer batang. Pengukuran suhu dilakukan langsung pada setiap
stasiun pengamatan dan dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan.
2. pH air
Pengambilan data pH air dilakukan dengan menggunakan pH meter.
Teknik pengambilannya adalah dengan terlebih dahulu mengambil sebagian
air di area penelitian menggunakan botol sampel, kemudian pH meter
dicelupkan hingga memperoleh angka yang konstan. Pengambilan sampel
air di tiap stasiun pengamatan, dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan.
3. Salinitas air
Pengukuran salinitas atau kadar garam pada air dilakukan
dengan menggunakan salinometer. Air pada lokasi penelitian terlebih
dahulu diambil dan dimasukkan pada botol sampel. Selanjutnya
digunakan salinometer, yaitu dengan cara menaruh satu atau dua tetes
sampel pada salinometer, kemudian ditunggu hingga menunjukkan angka
yang konstan. Satuan yang digunakan pada salinometer adalah ppm.
4. Kedalaman air
Kedalaman sungai diukur dengan cara memasukkan Secchi disc
secara vertikal ke dalam air sampai dasar sungai atau muara (permukaan
substrat), kemudian dicatat batas yang terukur pada tali.
48
5. Kecerahan air
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode
visual. Metode visual dilakukan dengan cara melakukan pengukuran
kemampuan penetrasi cahaya matahari di dalam air. Kemampuan
penetrasi cahaya ini dinilai dengan cara mengukur jarak terjauh cahaya
mampu menembus air. Jarak diukur dari permukaan air hingga
kedalaman tertentu sesuai kemampuan cahaya. Alat yang digunakan
adalah Secchi disk.
Secchi disk merupakan sebuah alat berbentuk cakram lingkaran
dengan diameter 8 inch yang diberi warna hitam dan putih pada
permukaan atasnya. Permukaan atasnya juga dibuat mengkilap agar
dapat memantulkan cahaya. Tali diikatkan pada bagian pusat
permukaan atas sebagai pegangan saat alat diturunkan ke dalam air
sekaligus sebagai penanda kedalaman. Pada bagian permukaan
ditambahkan pemberat agar cakram stabil dan lebih mudah tenggelam.
Cara kerja Secchi disk adalah dengan menurunkan cakram ke
dalam air secara perlahan. Secchi disk semakin lama akan semakin
dalam dan semakin tidak terlihat. Penurunan cakram dihentikan saat
Gambar 3.6 Secchi disk (Effendi, 2000).
49
cakram pertama kali tidak terlihat. Tanda diberikan pada tali yang
berada di batas permukaan air. Cakram diangkat kembali, kemudian
dilakukan pengukuran panjang tali (pengukuran dari permukaan atas
cakram hingga tanda yang telah dibuat pada tali sebelumnya. Nilai
panjang tali yang diukur ini menjadi nilai tingkat visibilitas air (Effendi,
2000).
3.5 Teknik Analisis data
3.5.1 Vegetasi Mangrove
Menurut Bengen (1999), Adapun perhitungan besarnya nilai kuantitif
parameter vegetasi dilakukan dengan formula berikut ini :
Kerapatan Jenis : Jumlah Individu Jenis i
Luasan Total Petak
Kerapata Relatif (KR) : Kerapatan Jenis i
Kerapatan Total Semua Jenis 𝑥 100%
Frekuensi Jenis : Jumlah Petak Ditempati Individu Jenis i
Luasan Total Petak
Frekuensi Relatif (FR) : Frekuensi Jenis i
Frekuensi Total Semua Jenis 𝑥 100%
INP : KR + FR
3.5.2 Kelimpahan Kepiting Bakau
Penghitungan kelimpahan kepiting bakau dilakukan dengan terlebih
dahulu melakukan perhitungan total terhadap semua individu kepiting
bakau yang tertangkap. Setelah diketahui jumlah totalnya, kemudian
dilakukan perhitungan kelimpahannya dengan rumus berikut :
50
Rumus Perhitungan Kelimpahan Jenis Kepiting menurut Kusmana (1997) :
Keterangan :
N = Kelimpahan kepiting bakau (ind/ha)
∑n = Jumlah individu
A = Luas daerah pengambilan contoh
Rumus Perhitungan Kelimpahan Relatif Jenis Kepiting
Kelimpahan Relatif (KR) : Kelimpahan Jenis i
Kelimpahan Total semua Jenis 𝑥 100%
3.5.3 Hubungan Kerapatan Mangrove dengan Kepadatan Kepiting Bakau
Dari data kerapatan mangrove dan kepadatan kepiting bakau dapat
diketahui korelasi antara vegetasi mangrove dengan kepiting bakau
menggunakan model regresi sederhana. Rumus yang digunakan adalah :
Y = a + b X
Keterangan :
Y : Kepadatan Kepiting Bakau (ind/ha)
X : Kerapatan Mangrove (ind/ha)
a : konstanta
b : slop
Keeratan hubungan antara kerapatan mangrove dengan kepadatan kepiting
bakau dapat dilihat dari besarnya koefisien korelasi (r) dan koefisien determinasi
(R2). Koefisien determinasi menggambarkan besarnya variasi indeks tetap (Y)
51
dapat diterangkan oleh indeks bebas (X). Sedangkan Koefisien korelasi
menggambarkan besarnya hubungan antara indeks bebas dengan indeks tetap.
Top Related