11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kematangan Karir
1. Pengertian Kematangan Karir
Super (dalam Winkel & Hastuti, 2007) menyatakan bahwa kematangan
karir adalah keberhasilan individu menyelesaikan tugas perkembangan karir
yang khas pada tahap perkembangan karir. Kematangan karir juga merupakan
kesiapan afektif dan kognitif dari individu untuk mengatasi tugas-tugas
perkembangan yang dihadapkan kepadanya, karena perkembangan biologis,
sosial dan harapan dari masyarakat yang telah mencapai tahap perkembangan
tersebut.
Crities (dalam Wijaya, 2010) mendefinisikan kematangan karir sebagai
tingkat dimana individu telah menguasai tugas perkembangan karirnya, baik
komponen pengetahuan maupun sikap, yang sesuai dengan tahap
perkembangan karir. Menurut Savickas (dalam Pratama dan Suharnan, 2014)
kematangan karir adalah kesiapan individu dalam memilih karir dan membuat
keputusan karir yang sesuai dengan kehendak hati serta kecenderungan
kepribadian dan tahap perkembangan karirnya.
Dillard (dalam Syamsiah, 2012) menyatakan bahwa kematangan karir
merupakan sikap individu dalam membuat keputusan karir yang ditampakan
oleh tingkat konsistensi pilihan karir dalam suatu periode tertentu. Sedangkan
Gribbons dan Lohnes (dalam Susanti, 2008) menjelaskan bahwa kematangan
12
karir lebih luas dari sekedar pemilihan pekerjaan karena akan melibatkan
kemampuan individu dalam membuat keputusan maupun aktivitas
perencanaan.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kematangan karir
merupakan keberhasilan individu dalam menyelesaikan dan mengatasi tugas-
tugas perkembangan karir yang khas pada tiap tahapan perkembangan karir
meliputi komponen kesiapan afektif dan kognitif dari individu untuk mengatasi
tugas-tugas perkembangan yang dihadapkan kepadanya, karena perkembangan
biologis, sosial dan harapan dari masyarakat yang telah mencapai tahap
perkembangan, sertakesiapan individu dalam memilih karir, membuat
keputusan karir yang sesuai dengan kehendak hati pengetahuan maupun sikap
dan konsisten dalam mengambil keputusan maupun aktivitas perencanaan
karir.
2. Aspek-aspek Kematangan Karir
Menurut Super (dalam Watkins dan Campbell, 2000) aspek kematangan
karir terdiri dari:
a. Perencanaan Karir (Planfulness)
Aspek ini mengukur tingkat perencanaan melalui sikap
terhadap masa depan. Individu memiliki kepercayaan diri,
kemampuan untuk dapat belajar dari pengalaman, menyadari bahwa
dirinya harus membuat pilihan pendidikan dan pekerjaan, serta
mempersiapkan diri untuk membuat pilihan tersebut. Nilai rendah
13
pada dimensi career planning menunjukkan bahwa individu tidak
merencanakan masa depan di dunia kerja dan merasa tidak perlu
untuk memperkenalkan diri atau berhubungan dengan pekerjaan.
Nilai tinggi pada dimensi career planning menunjukkan bahwa
individu ikut berpartisipasi dalam aktivitas perencanaan karir yaitu
belajar tentang informasi karir, berbicara dengan orang dewasa
tentang rencana karir, mengikuti kursus dan pelatihan yang akan
membantu dalam menentukan karir, berpartisipasi dalam kegiatan
ekstrakulikuler dan bekerja paruh waktu.
b. Eksplorasi Karir (Exploration)
Aspek ini mengukur sikap terhadap sumber informasi. Individu
berusaha untuk memperoleh informasi mengenai dunia kerja serta
menggunakan kesempatan dan sumber informasi yang berpotensial
seperti orangtua, teman, guru, dan konselor. Nilai rendah pada
dimensi career exploration menunjukkan bahwa individu tidak
perduli dengan informasi tentang bidang dan tingkat pekerjaan.
c. Pengambilan Keputusan (Decision making)
Aspek ini mengukur pengetahuan tentang prinsip dan cara
pengambilan keputusan. Individu memiliki kemandirian, membuat
pilihan pekerjaan yang sesuai dengan minat dan kemampuan,
kemampuan untuk menggunakan metode dan prinsip pengambilan
keputusan untuk menyelesaikan masalah termasuk memilih
pendidikan dan pekerjaan. Nilai rendah pada dimensi ini
14
menunjukkan bahwa individu tidak tahu apa yang harus
dipertimbangkan dalam membuat pilihan. Hal ini berarti individu
tidak siap untuk menggunakan informasi pekerjaan yang telah
diperoleh untuk merencanakan karir. Nilai tinggi pada dimensi ini
menunjukkan bahwa individu siap mengambil keputusan.
d. Pengumpulan Informasi (Information Gathering)
Aspek ini mengukur pengetahuan tentang jenis-jenis
pekerjaan, cara untuk memperoleh dan sukses dalam pekerjaan serta
peran-peran dalam dunia pekerjaan. Nilai rendah pada dimensi ini
menunjukkan bahwa individu perlu untuk belajar tentang jenis-jenis
pekerjaan dan tugas perkembangan karir. Individu kurang
mengetahui tentang pekerjaan yang sesuai dengannya. Nilai tinggi
pada dimensi ini menunjukkan bahwa individu dengan wawasan yang
luas dapat menggunakan informasi pekerjaan untuk diri sendiri dan
mulai menetapkan bidang serta tingkat pekerjaan.
Menurut Supriatna (2009) ada dua aspek kematangan karir, yaitu aspek
kognitif dan non kognitif:
a. Aspek kognitif kematangan karir siswa terdiri dari:
Pengetahuan tentang informasi dunia kerja (world of work
information) pengetahuan tentang kelompok pekerjaan yang lebih
disukai (knowledge of preferred occupational group), pengetahuan
tentang membuat keputusan (decision making).
15
b. Aspek non kognitif kematangan karir siswa terdiri dari:
Perencanaan karir (career planning), eksplorasi karir (career
eksploration), realisme keputusan karir (realism).
Menurut aspek-aspek kematangan karir yang dikemukakan dua ahli
dapat disimpulkan bahwa aspek kematangankarir adalah perencanaan karir,
pengambilan keputusan, eksplorasi karir, pengumpulan informasi, aspek
kognitif dan aspek non kognitif. Dalam hal ini, peneliti menggunakan aspek
kematangan karir menurut Super yaitu, perencanaan karir, pengambilan
keputusan, eksplorasi karir, dan pengumpulan informasi. Peneliti memilih
aspek menurut Super karena aspek menurut super lebih lengkap dan jelas
sehingga memudahkan peneliti dalam membuat skala psikologis.
3. Tahap-tahap Perkembangan Karir
Menurut Ginzberg (Winkel & Hastuti, 2013) dalam teori perkembangan
pilihan karir (developmental career choice) yang menyatakan bahwa anak-anak
dan remaja melalui tiga tahap pilihan karir yaitu :
a. Fantasi (sebelum umur 11 tahun)
Pada periode fantasi ini pilihan anak masih bersifat khayalan.
Serta disini anak banyak mengadakan identifikasi dengan orang
dewasa. Misalnya anak kecil yang ingin menjadi jenderal, pilot,
dokter, dan sebagainya.
16
b. Tentatif (11–16 tahun)
Pada tahap tentatif merupakan suatu masa transisi dari tahap
fantasi masa kanak-kanak menuju tahap pengambilan keputusan
yang realistis. Remaja pada masa ini mendasarkan pilihannya pada
minatnya, kemudian ia lebih memusatkan perhatiannya pada
kemampuannya.
c. Realistis (17–18 tahun)
Pada tahap ini remaja mulai beralih dari pilihan karir yang
bersifat subjektif ke pilihan karir yang lebih bersifat realistis. Selama
masa ini, secara ekstensif individu mengeksplorasi karir-karir
tersedia, kemudian mereka memfokuskan pada sebuah karir tertentu,
dan akhirnya memilih pekerjaan spesifik dalam karir tersebut.
Super (dalam Winkel & Hastuti, 2013) membagi tahap-tahap
perkembangan karir menjadi lima tahap, yaitu:
a. Pembangunan (growth),
Tahap pembangunan ini meliputi masa kecil sampai usia 15
tahun. Dalam fase ini, anak mengembangkan bakat-bakat, minat,
kebutuhan, dan potensi, yang akhirnya dipadukan dalam struktur
konsep diri.
b. Eksplorasi (exploration)
Tahap eksplorasi berada antara umur 16-24 tahun, yaitu
remaja mulai mulai memikirkan beberapa alternatif pekerjaan, tetapi
belum mengambil keputusan yang mengikat.
17
c. Pemantapan (estabilishment)
Tahap pemantapan berada antara umur 25-44 tahun. Pada
fase ini, remaja sudah memilih karir tertentu dan mendapatkan
berbagai pengalaman positif dan negatif dari pekerjaannya. Dengan
pengalaman yang diperoleh, ia bisa menentukan apakah ia akan terus
dengan karir yang telah dijalaninya atau berubah haluan.
d. Pembinaan (maintenence)
Tahap pembinaan berada antara umur 44-65 tahun, saat
seseorang telah mantap dengan pekerjaannya dan memeliharanya
agar dia tekun sampai akhir.
Berdasarkan dua pendapat para ahli di atas, tahap-tahap perkembangan
karir adalah fantasi (sebelum umur 11 tahun), tentatif (11–16 tahun), realistis
(17–18 tahun), pembangunan (growth) umur,eksplorasi (exploration)
pemantapan (estabilishment), dan pembinaan (maintenence). Berdasarkan
pendapat dua ahli, peneliti lebih condong pada tahapan perkembangan karir
menurut Ginzberg (dalam Santrock, 2007) karena lebih sesuai dengan tahapan
perkembangan remaja yang dalam hal ini menjadi subjek penelitian.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kematangan Karir
Menurut Naidoo (1998) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
kematangan karir individu, yaitu:
18
1) Tingkat Pendidikan (Educational Level)
Tingkat atau jenjang pendidikan adalah tahap pendidikan
yang berkelanjutan, yang ditetapkan berdasarkan tingkat
perkembangan peserta didik, tingkat kerumitan bahan pengajaran
dan cara menyajikan bahan pengajaran (Ihsan, 2006). Tingkat
kematangan karir individu ditentukan dari tingkat pendidikannya.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh McCaffrey, Miller,
dan Winstoa (dalam Naidoo, 1998) pada siswa junior, senior, dan
alumni terdapat perbedaan dalam hal kematangan karir. Semakin
tinggi tingkat pendidikan semakin tinggi pula kematangan karir yang
dimiliki. Hal ini mengindikasikan kematangan karir meningkat
seiring tingkat pendidikan.
2) Ras (Race Ethnicity)
Phinney & Ong (2007) mendefinisikan ras/etnik adalah rasa
diri (rasa memiliki) sebagai anggota di suatu kelompok yang
berkembang dari waktu ke waktu melalui proses aktif
penyidikan,belajar, dan komitmen. Mambahas tentang ras, kelompok
minoritas sering dikaitkan dengan kematangan karir yang rendah
yang berhubungan dengan orang tua. Jika orang tua mendukung
anaknya walaupun mereka berasal dari kelompok minoritas, anak
tersebut tetap akan memiliki kematangan yang baik.
19
3) Locus of Control
Locus of control terbagi menjadi dua dimensi yaitu locus of
control internal dan locus of control eksternal. Locus of control
Internal. Menurut Lefcourt (dalam Pratama & Suharnan, 2014) locus
of control internal adalah keyakinan individu mengenai peristiwa-
peristiwa yang berpengaruh dalam kehidupannya akibat tingkah
lakunya sehingga dapat dikontrol.
Hasil penelitian Dhillon dan Kaur (2005) menunjukkan
bahwa individu dengan tingkat kematangan karir yang baik
cenderung memiliki orientasi locus of control internal. Taganing
(2007) juga menambahkan bahwa individu dengan locus of control
internal, ketika dihadapkan pada pemilihan karir, maka akan
melakukan usaha untuk mengenal diri, mencari tahu tentang
pekerjaan dan langkah-langkah pendidikan, serta berusaha mengatasi
masalah yang dihadapi. Hal tersebut akan membuat kematangan
karir individu menjadi tinggi.
4) Status Ekonomi Sosial (Social economi status)
Status sosial ekonomi menurut Mayer (Soekanto, 2007)
berarti kedudukan suatu individu dan keluarga berdasarkan unsur-
unsur ekonomi. Individu yang berasal dari latar belakang sosial
ekonomi menengah ke bawah menunjukkan nilai rendah pada
kematangan karir. Hal ini ditandai dengan kurangnya akses terhadap
20
informasi tentang pekerjaan, figur teladan dan anggapan akan
rendahnya kesempatan kerja.
5) Makna Bekerja (Work salience)
Menurut Renita (2006) kerja dipandang dari sudut sosial
merupakan kegiatan yang dilakukan dalam upaya untuk
mewujudkankesejahteraan umum, terutama bagi orang- orang
terdekat (keluarga) dan masyarakat, untuk mempertahankan dan
mengembangkan kehidupan, sedangkan dari sudut rohani atau
religius, kerja adalah suatu upaya untuk mengatur dunia sesuai
dengan kehendak Sang Pencipta. Dalam hal ini, bekerja merupakan
suatu komitmen hidup yang haru dipertangung jawabkan kepada
Tuhan. Pentingnya pekerjaan mempengaruhi individu dalam
membuat pilihan, kepuasan kerja yang merujuk pada komitmen
kerja, serta kematangan karir pada individu.
6) Jenis Kelamin
Menurut Hungu (2007) jenis kelamin (seks) adalah perbedaan
antara perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang
lahir. Seks berkaitan dengan tubuh laki-laki dan perempuan, dimana
laki-laki memproduksikan sperma, sementara perempuan
menghasilkan sel telur dan secara biologis mampu untuk menstruasi,
hamil dan menyusui.
Sehubungan dengan kematangan karir, wanita dinilai
memiliki kematangan karir yang lebih rendah dibandingkan dengan
21
laki-laki. Hal ini disebabkan karena wanita lebih rentan dalam
memandang konflik peran sebagai hambatan dalam proses
perkembangan karir, dan kurang mampu untuk membuat keputusan
karir yang tepat dibandingkan dengan laki-laki. Menurut pandangan
Ginzberg (dalam Winkel dan Hastuti, 2004) mangatakan bahwa
akan sangat sulit bagi kaum wanita untuk memilih orientasi yang
baru karena adanya rasa takut akan kehilangan peranan sosial
tradisional seperti menjadi ibu rumah tangga, mengurus keluarga
yang diharapkan di masyarakat.
Pendapat lain dikemukakan oleh Winkel dan Hastuti (2006),
perkembangan karir dipengaruhi oleh :
a. Faktor internal Faktor-faktor internal yang mempengaruhi
kematangan karir, antara lain:
1) Nilai-nilai kehidupan, yaitu nilai-nilai ideal yang dikejar oleh
seseorang di mana-mana dan kapanpun juga. Nilai- nilai ini
menjadi pedoman dan pegangan dalam hidup sampai tua dan
sangat menentukan gaya hidup seseorang.
2) Taraf inteligensi, yaitu taraf kemampuan untuk mencapai
prestasiprestasi, yang didalamnya terdapat unsur kognitif.
Pengambilan suatu keputusan mengenai pilihan karir,
dipengaruhi oleh tinggi rendahnya taraf inteligensi seseorang.
3) Bakat khusus, yaitu kemampuan yang menonjol di suatu
bidang usaha kognitif, bidang ketrampilan, atau bidang
22
kesenian. Sekali terbentuk, suatu bakat khusus menjadi bekal
yang memungkinkan untuk memasuki berbagai bidang
pekerjaan tertentu dan mencapai tingkatan yang lebih tinggi
dalam suatu jabatan.
4) Minat, yaitu kecenderungan yang agak menetap pada
seseorang untuk merasa tertarik pada suatu bidang tertentu dan
merasa senang berkecimpung dalam berbagai kegiatan yang
berkaitan dengan minatnya tersebut.
5) Sifat-sifat, yaitu ciri-ciri kepribadian yang bersama-sama
memberikan corak khas pada seseorang, seperti riang gembira,
ramah, halus, teliti, terbuka, fleksibel, tertutup, lekas gugup,
pesimis, dan ceroboh. Sifatsifat tersebut akan mempengaruhi
kinerja seseorang dalam bekerja, apakah sifat-sifat tersebut
akan mendukung atau menghambat seseorang dalam
pekerjaannya.
6) Pengetahuan, yaitu informasi yang dimiliki tentang bidang-
bidang pekerjaan dan tentang diri sendiri. Informasi tentang
dunia kerja yang dimiliki oleh remaja dapat akurat dan sesuai
dengan kenyataan atau tidak akurat dan bercirikan idealisasi.
7) Keadaan jasmani, yaitu ciri-ciri fisik yang dimiliki seseorang
seperti badan tampan dan tidak tampan, ketajaman penglihatan
dan pendengaran baik atau kurang baik, memiliki kekuatan
otot tinggi atau rendah, dan jenis kelamin. Untuk pekerjaan
23
tertentu berlaku berbagai persyaratan yang menyangkut cirri-
ciri fisik.
b. Faktor Eksternal Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi
kematangan karir antara lain:
1) Masyarakat, yaitu lingkungan sosial budaya di masa remaja
dibesarkan. Lingkungan ini luas sekali dan berpengaruh besar
terhadap pandangan dalam banyak hal yang dipegang teguh
oleh setiap keluarga, yang pada gilirannya menanamkannya
pada anak-anak. Pandangan ini mencakup gambaran luhur
rendahnya aneka jenis pekerjaan, perasaan pria dan wanita
dalam kehidupan masyarakat, dan cocok tidaknya jabatan
tertentu untuk pria dan wanita.
2) Keadaan sosial ekonomi negara atau daerah, yaitu laju
pertumbuhan ekonomi yang lambat atau cepat, stratifikasi
masyarakat dalam golongan sosial ekonomi tinggi, tengah dan
rendah, serta diversifikasi masyarakat atas kelompok-kelompok
yang terbuka atau tertutup, bagi anggota dari kelompok lain.
3) Status sosial ekonomi keluarga, yaitu tingkat pendidikan
orangtua, tinggi rendahnya pendapatan orangtua, jabatan ayah
atau ayah dan ibu, daerah tempat tinggal, suku bangsa.
4) Pengaruh dari seluruh anggota keluarga besar dan inti, yaitu
berkaitan dengan pandangan seluruh anggota keluarga terhadap
pendidikan dan pekerjaan.
24
5) Pendidikan sekolah, yaitu pandangan dan sikap yang akan
dikomunikasikan kepada anak didik oleh guru maupun staf
petugas bimbingan mengenai nilai-nilai yang terkandung dalam
suatu pekerjaan, tinggi rendahnya status sosial jabatan dan
kecocokan jabatan tertentu untuk anak laki-laki dan
perempuan.
6) Pergaulan dengan teman-teman sebaya, yaitu beraneka
pandangan dan variasi harapan tentang masa depan yang
terungkap dalam pergaulan sehari-hari.
7) Tuntutan yang melekat pada masing-masing jabatan, yang
mempersiapkan seseorang untuk diterima pada suatu jabatan
dan berhasil didalamnya.
Kesimpulan dari pendapat para ahli diatas menyatakan bahwa faktor
yang mempengaruhi kematangan karir individu dapat berasal dari faktor
internal (faktor yang muncul dari dalam diri) seperti locus of control internal,
tingkat pendidikan (Educational level), jenis kelamin, makna bekerja (work
salience), jasmani, pengetahuan, bakat dan eksternal (faktor yang muncul dari
pengaruh lingkungan) individu seperti Ras (Race ethnicity), status ekonomi
sosial (Social economi status), faktor lingkungan, kepribadian, pengaruh
teman sebaya, masyarakat, keluarga inti, dan tingkat pendidikan.
Peneliti memilih Locus Of Control Internal sebagai variabel bebas,
karena menurut Coertse & Schepers (dalam Suryanti dkk, 2011) mengatakan
bahwa siswa yang dengan locus of control internal yang baik mempunyai
25
gambaran yang lebih realistik dengan bakat serta kemampuan berinteraksi
dengan lingkungan. Pemahaman mengenai bakat yang dimiliki serta
kemampuan yang baik dalam berinteraksi dengan lingkungan memungkinkan
seorang siswa dalam mencapai kematangan karir
B. Locus Of Control Internal
1. Pengertian Locus Of Control Internal
Locus of control merupakan salah satu variabel kepribadian
(personility), yang didefinisikan sebagai keyakinan individu terhadap mampu
tidaknya mengontrol nasib (destiny) sendiri (Schultz, 2011). Locus of control
adalah tingkat di mana individu yakin bahwa mereka adalah penentu nasib
mereka sendiri (Robbin, dkk 2007).
Berdasarkan hasil riset Rotter (dalam Nugroho dkk, 2010) Locus of
control terbagi menjadi dua dimensi yaitu locus of control internaldan locus of
control eksternal. Locus of control Internal menurut Lefcourt (dalam Pratama
& Suharnan, 2014) locus of control internal adalah keyakinan individu
mengenai peristiwa-peristiwa yang berpengaruh dalam kehidupannya akibat
tingkah lakunya sehingga dapat dikontrol. Levinson (dalam Sutra dkk, 2012)
mengatakan bahwa locus of control internal adalah tingkat kepercayaan
seseorang untuk mengontrol keseluruhan kehidupannya sendiri.
Menurut Rotter (dalam Nugroho dkk, 2010) mendefinisikan bahwa
locus of control internal adalah sejauh mana individu mengharapkan sebuah
penguatan atau hasil perilaku mereka bergantung pada perilaku mereka
26
sendiri. Sedangkan menurut Robbins ( dalam Kumala Dewi dan Raharja,
2016) locus of control internal adalah individu-individu yang yakin bahwa
mereka merupakan pemegang kendali atas apa yang terjadi pada diri mereka.
Berdasarkan definisi-definisi dari para ahli, maka dapat disimpulkan
bahwa locus of control internal adalah keyakinan yang dimiliki individu
mengenai hasil yang akan diperolehnya bergantung pada perilaku atau usaha
yang dilakukan oleh individu itu sendiri dan kepercayaan seseorang akan
kemampuan dirinya untuk mengontrol kehidupannya sendiri sehingga
individu tersebut yakin bahwa dirinya adalah kendali atas apa yang terjadi.
2. Aspek Locus Of Control Internal
Menurut Sarafino (1998) aspek locus of control internal sebagai
berikut :
a. Kontrol
Kontrol adalah keyakinan bahwa individu memiliki
kemampuan untuk mengendalikan (mengontrol) peristiwa yang terjadi
berkaitan dengan hasil yang diinginkan dalam kehidupan, bukan
dikontrol oleh nasib atau keberuntungan.
b. Mandiri
Mandiri yaitu mengenai bagaimana individu dalam usahanya
untuk mencapai suatu tujuan atau hasil, percaya dengan
kemampuan dan ketrampilannya sendiri. Sehingga individu memiliki
keyakinan bahwa hidup terasa lebih mudah (memandang kehidupan
27
itu tidak sulit). Contoh ; individu dapat menentukan hasil yang akan
diperolehnya berdasarkan kemampuan yang dimilikinya.
c. Tanggung jawab
Tanggung jawab artinya, individu memiliki kesedian untuk
menerima segala sesuatu sebagai akibat dari sikap atau tingkah
lakunya sendiri, serta berusaha memperbaiki sikap atau tingkah
lakunya agar mencapai hasil yang lebih baik lagi.
d. Ekspektansi
Ekspektansi dalam hal ini, artinya individu mempunyai
penilaian subyektif atau keyakinan bahwa konsekuensi positif
(reward) akan diperoleh pada situasi tertentu sebagai imbalan
tingkah lakunya. sehingga individu memilkikeyakinan bahwa dunia
itu adil.
Sedangkan Wood dkk (dalam Sulistio, 2007) mengungkapkan ada 6
aspek dari locus of control internal adalah sebagai berikut:
a. Pemrosesan informasi
Pemrosesan informasi yaitu usaha dalam memperoleh
informasi dan melakukan sesuatu yang lebih baik dalam
memanfaatkan informasi tersebut sehingga diperoleh kepuasan
dalam diri seseorang tersebut.
b. Kepuasan dalam bekerja
Kepuasan yang dirasakan dalam melakukan tugas
pekerjaannya, tidak mengasingkan diri dalam lingkungan kerja,
28
memiliki pengalaman yang lebih menyenangkan dalam bekerja atau
berinteraksi dengan orang lain.
c. Prestasi
Prestasi artinya melakukan sesuatu hal yang lebih baik dalam
proses belajar dan menyelesaikan yang diberikan.
d. Kontrol diri
Menunjukkan sifat lebih berhati-hati dalam beraktifitas dan
berperilaki, memiliki resiko lebih kecil dan memiliki kecemasan
yang rendah.
c. Motivasi harapan dan hasil
Menunjukan motivasi harapan dan hasil, yaitu menunjukan
motivasi yang baik, keinginan untuk mengembangkan diri, memiliki
harapan bahwa dengan bekerja keras/berusaha semaksimal mungkin
dapat meraih hasil yang terbaik, dan merasa lebih bisa mengontrol
waktu.
d. Tanggapan terhadap hal-hal lain yaitu perasaan
Tanggapan terhadap hal-hal lain yaitu perasaan artinya, tidak
bergantung pada orang lain, percaya dan konsisten pada pendapat
sendiri dan tidak rentan terhadap pengaruh dari orang lain, lebih
menerima informasi sebagai manfaat.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa aspek dari
locus of control internal adalah mampu mengontol dirinya sendiri, mandiri,
bertanggung jawab, ekspentasi, pemrosesan informasi, kepuasan, kontrol diri,
29
motivasi harapan dan hasil, tanggapan terhadap hal-hal lain. Peneliti
menggunakan aspek locus of control internal menurut Rotter, yaitu mampu
mengontrol dirinya sendiri, mandiri, bertanggung jawab, dan ekspentasi,
karena aspek menurut Routter lebih dapat mengungkap locus of control
internal yang berhubungan dengan kematangan karir.
C. Hubungan Antara Locus Of Control Internal dengan Kematangan
Karir pada Siswa SMK Kelas XII
Menurut Lefcourt (dalam Pratama & Suharnan, 2014) locus of control
internal adalah keyakinan individu mengenai peristiwa-peristiwa yang
berpengaruh dalam kehidupannya akibat tingkah lakunya sehingga dapat
dikontrol. Sedangkam Levinson (dalam Sutra dkk, 2012) mengatakan bahwa
locus of control internal adalah tingkat kepercayaan seseorang untuk mengontrol
keseluruhan kehidupannya sendiri. Aspek individu yang mempunyai locus of
control internal menurut Sarafino (1998) antara lain: kontrol, mandiri, tanggung
jawab, dan ekspektansi.
Aspek dari locus of control internal yang pertama adalah kontrol, individu
yang memiliki kontrol terhadap dirinya sendiri akan memandang bahwa peristiwa
yang di alaminya semata-mata adalah karena perilakunya. Rotter (dalam Suryanti
dkk, 2011) mengatakan bahwa individu yang mempunyai kontrol yang baik dalam
setiap peristiwa yang terjadi dalam hidupnya akan cepat belajar mengenali
30
berbagai aspek dalam lingkungannya sehingga dapat membantu dirinya dimasa
depan.
Individu yang kecenderungan dengan LOC internal memiliki keyakinan
bahwa kejadian yang dialami merupakan akibat dari perilaku dan tindakannya
sendiri. Hal ini mebuatnya mampu memiliki kendali (kontrol) yang baik terhadap
perilakunya sendiri, cenderung dapat mempengaruhi orang lain, yakin bahwa
usahanya dapat berhasil. Individu dengan kecenderungan LOC internal akan aktif
mencari informasi dan pengetahuan terkait situasi yang sedang dijalani, Rotter
(Friedman dan Schustack, 2006). Kaitannya dengan kematangan karir, individu
dengan kontrol yang baik akan menunjukkan kemauan untuk bekerja keras
mengumpulkan informasi-informasi tentang karir secara mandiri seperti bidang
pekerjaan, persyatan yang harus dipenuhi pada pekerjaan tertentu dimasa
mendatang yang berkaitan dengan aspek pengumpulan informasi/ information
gathering. Sehingga, dalam hal ini informasi tersebut akan meningkatkan
pengetahuan yang akan digunakan dalam merencanakan karirnya.
Aspek lainnya adalah mandiri. Menurut Steinberg (2002) kemandirian
merupakan kemampuan individu untuk berperilaku sesuai dengan caranya sendiri.
Munandar (1994) mengemukakan bahwa kemandirian berkaitan dengan
bagaimana seseorang mempersiapkan diri untuk menekuni suatu bidang
pekerjaan. Sehingga, individu yang memiliki sifat mandiri/ kemandirian akan
mempersiapkan dirinya dan merencanakan dengan baik. Lebih lanjut, penelitian
yang dilakukan oleh Metia (2004) menemukan bahwa kemandirian siswa
berkaitan dengan orientasi kerja dan memberi kontribusi yang besar pada kesiapan
31
kerja. Siswa yang mempunyai kemandirian yang tinggi lebih mampu dalam
menentukan pilihan karirnya (dalam hal ini mengambil keputusan) dibandingkan
dengan siswa yang memiliki kemandirian rendah mereka cenderung kurang
mampu dalam menentukan pilihan karirnya.
Hill dan Holmbeck (dalam Steinberg, 2002) menyatakan bahwa remaja
yang mandiri secara perilaku dapat meminta pendapat orang lain pada waktu yang
tepat, mempertimbangkan pilihan-pilihan alternatif berdasarkan penilaiannya
sendiri ataupun saran dari orang lain, lalu membuat keputusan yang tepat. Pada
masa remaja, kemampuan untuk membuat keputusan akan meningkat. Menurut
Mu’tadin (2002) dengan kemandirian yang dimiliki, maka banyak hal positif yang
didapatkan oleh remaja, yaitu rasa percaya diri, tidak tergantung orang lain, tidak
mudah dipengaruhi dan dapat berfikir secara lebih objektif. Remaja yang mandiri
kemungkinan besar akan mampu membuat suatu keputusan dengan
mempertimbangkan pilihan-pilihan yang ada dengan baik. Semakin mandiri maka
remaja akan semakin mampu untuk tidak bergantung secara emosional dengan
orang tua, mampu meminta pendapat orang lain dan mempertimbangkan pilihan-
pilihan dengan berdasarkan penilaian diri sendiri, dan pemikiran objektif lalu
membuat keputusan yang tepat. Hal ini menyebabkan remaja yang memiliki
kemandirian yang tinggi akan merasa mampu untuk mengambil sebuah keputusan
sendiri dengan pemikirannya yang objektif dan tanpa tergantung pada orang lain.
Memiliki inisiatif tinggi merupakan karakteristik lain dari individu dengan
kecenderungan LOC internal. Inisiatif yang tinggi akan mempengaruhi individu
dalam belajar dari pengalaman sehingga mampu mengantisipasi masa depannya
32
(perencanaan karir/career planning). Inisiatif tinggi tidak luput dari kemampuan
individu dalam mengajukan pertanyaan dan mengumpulkan informasi guna
berinteraksi dengan berbagai elemen masyarakat, sekolah dan keluarga (career
exploration). Menurut Rogers (Syah, 2015) individu akan berhasil ketika belajar
dari inisiatifnya sendiri kemudian akan mengumpulkan informasi tentang dunia
kerja secara mandiri, dengan inisiatif dari dalam diri dengan melibatkan perasaan
dirinya maka individu akan memiliki kesadaran untuk terus mengembangakan
wawasannya. Sehingga, dalam kaitannya dengan kematangan karir, individu yang
belajar dari inisiatifnya sendiri akan berusaha memperoleh informasi mengenai
dunia kerja serta menggunakan kesempatan dan sumber informasi yang
berpotensial seperti orangtua, teman, guru, dan konselor dan mengembangkan
wawasannya tentang pengetahuan tentang jenis-jenis pekerjaan, cara untuk
memperoleh dan sukses dalam pekerjaan serta peran-peran dalam dunia
pekerjaan.
Aspek tanggung jawab berhubungan dengan aspek perencanan karir dan
aspek pengambilan keputusan. Tanggung jawab yaitu individu yang memiliki
kesediaan untuk menerima segala sesuatu sebagai akibat dari sikap atau tingkah
lakunya sendiri, serta berusaha memperbaiki sikap atau tingkah lakunya agar
mencapai hasil yang lebih baik lagi. Menurut Abdullah (2010), individu yang
memiliki tanggung jawab akan menjalankan kewajiban karena dorongan yang ada
pada dirinya. Menurut Agus (2012), orang yang bertanggung jawab akan
melakukan kontrol internal pada dirinya dan memiliki keyakinan bahwa
kesuksesan dicapai adalah hasil dari usahanya.
33
Mustari (2011) ciri-ciri orang yang bertanggung jawab salah satunya
adalah selalu mengembangkan diri, memilih jalan yang lurus, selalu waspada,
mengakui semua perbuatannya, menjalankan tugas dengan baik dan memiliki
komitmen. Melalui sikap memilih jalan yang lurus dan selalu waspada yang
dimiliki ini memungkinkan individu dapat mengambil keputusan yang terbaik
untuk dirinya.
Aspek lainnya dari LOC internal adalah ekspektansi, yaitu individu
mempunyai penilaian subyektif atau keyakinan bahwa konsekuensi positif
(reward) akan diperoleh pada situasi tertentu sebagai imbalan tingkah
lakunya. Ekspektansi ini dipengaruhi oleh pengalaman keberhasilan atau
kegagalan di masa lalu. Robbins dalam Meliala (dalam Sersiana dkk, 2013)
mengemukakan bahwa individu yang mempersepsi pengembangan karirnya
secara positif cenderung mempunyai sikap yang lebih baik dan positif sehingga
akan menghindari berbagai sikap dan perilaku yang menghambat pencapaian
tujuannya. Hal ini berhubungan dengan aspek dari locus of control internal yaitu
perencanaan karir, jika individu dapat menilai secara positif dan yakin bahwa
konsekuensi positif akan diperolehnya maka individu akan memberdayakan
potensi dirinya agar memperoleh hasil terbaik dalam proses kematangan karir
seseorang. Namun, jika individu menilai bahwa dirinya tidak mempunyai
kemampuan yang ia miliki, padahal segala keberhasilan banyak bergantung
kepada cara individu memandang kualitas kemampuan yang dimiliki.
Taganing (2007) mengatakan bahwa individu dengan LOC internal ketika
dihadapkan pada pemilihan karir maka akan melakukan usaha untuk mengenal
34
diri, mencari tahu tentang pekerjaan dan langkah-langkah pendidikan, serta
berusaha mengatasi masalah yang dihadapi dan membuat kematangan karir
semakin tinggi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Widyowati dan Wisyastuti
(2016) menunjukkan bahwa didapatkan koefisien korelasi (r) sebesar 0,161
(p<0,05), maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifian
antara LOC Internal dengan Kematangan Karir.
Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Budiwati (2012) juga
menunjukkan, bahwa Ada hubungan positif yang signifikan antara locus of
control internal dengan kematangan karir pada mahasiswa prodi Psikologi UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta angkatan 2008 dan 2011, yang artinya semakin tinggi
tingkat locus of control internal maka semakin tinggi pula tingkat kematangan
karir, demikian pula sebaliknya semakin rendah tingkat locus of control internal
maka semakin rendah pula tingkat kematangan karir.
Phares (1983) mengatakan banwa individu dengan locus of control
internal tinggi memiliki keterampilan dan kemandirian yang tinggu dalam
memperoleh pengetahuan dan usaha mengenali sesuatu melalui pengalaman
sendiri, sehingga individu ketika akan merencanakan atau menetapkan karir akan
berusaha mendapatkan informasi terkait dengan karir/pekerjaan secara
komprehensif dengan berbagai macamcara (seperti mengikuti kursus yang sesuai
dengan minatnya, berkonsultasi dengan guru BK, dll) yang dilakukan secara
mandiri tanpa bergantung pada pihak lain. Informasi yang didapatkan akan
mempermudah individu dalam merencanakan dan mengambil keputusan karirnya.
35
D. Hipotesis
Ada hubungan positif antara locus of control internal dengan kematangan
karir pada siswa SMK Kelas XII. Semakin tinggi locus of control internal pada
siswa SMK kelas XII maka semakin tinggi kematangan karirnya dan semakin
rendah locus of control internal pada siswa SMK kelas XII maka semakin rendah
pula kematangan karirnya
Top Related