BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kematangan Karir 1. Pengertian...

25
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kematangan Karir 1. Pengertian Kematangan Karir Super (dalam Winkel & Hastuti, 2007) menyatakan bahwa kematangan karir adalah keberhasilan individu menyelesaikan tugas perkembangan karir yang khas pada tahap perkembangan karir. Kematangan karir juga merupakan kesiapan afektif dan kognitif dari individu untuk mengatasi tugas-tugas perkembangan yang dihadapkan kepadanya, karena perkembangan biologis, sosial dan harapan dari masyarakat yang telah mencapai tahap perkembangan tersebut. Crities (dalam Wijaya, 2010) mendefinisikan kematangan karir sebagai tingkat dimana individu telah menguasai tugas perkembangan karirnya, baik komponen pengetahuan maupun sikap, yang sesuai dengan tahap perkembangan karir. Menurut Savickas (dalam Pratama dan Suharnan, 2014) kematangan karir adalah kesiapan individu dalam memilih karir dan membuat keputusan karir yang sesuai dengan kehendak hati serta kecenderungan kepribadian dan tahap perkembangan karirnya. Dillard (dalam Syamsiah, 2012) menyatakan bahwa kematangan karir merupakan sikap individu dalam membuat keputusan karir yang ditampakan oleh tingkat konsistensi pilihan karir dalam suatu periode tertentu. Sedangkan Gribbons dan Lohnes (dalam Susanti, 2008) menjelaskan bahwa kematangan

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kematangan Karir 1. Pengertian...

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kematangan Karir

1. Pengertian Kematangan Karir

Super (dalam Winkel & Hastuti, 2007) menyatakan bahwa kematangan

karir adalah keberhasilan individu menyelesaikan tugas perkembangan karir

yang khas pada tahap perkembangan karir. Kematangan karir juga merupakan

kesiapan afektif dan kognitif dari individu untuk mengatasi tugas-tugas

perkembangan yang dihadapkan kepadanya, karena perkembangan biologis,

sosial dan harapan dari masyarakat yang telah mencapai tahap perkembangan

tersebut.

Crities (dalam Wijaya, 2010) mendefinisikan kematangan karir sebagai

tingkat dimana individu telah menguasai tugas perkembangan karirnya, baik

komponen pengetahuan maupun sikap, yang sesuai dengan tahap

perkembangan karir. Menurut Savickas (dalam Pratama dan Suharnan, 2014)

kematangan karir adalah kesiapan individu dalam memilih karir dan membuat

keputusan karir yang sesuai dengan kehendak hati serta kecenderungan

kepribadian dan tahap perkembangan karirnya.

Dillard (dalam Syamsiah, 2012) menyatakan bahwa kematangan karir

merupakan sikap individu dalam membuat keputusan karir yang ditampakan

oleh tingkat konsistensi pilihan karir dalam suatu periode tertentu. Sedangkan

Gribbons dan Lohnes (dalam Susanti, 2008) menjelaskan bahwa kematangan

12

karir lebih luas dari sekedar pemilihan pekerjaan karena akan melibatkan

kemampuan individu dalam membuat keputusan maupun aktivitas

perencanaan.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kematangan karir

merupakan keberhasilan individu dalam menyelesaikan dan mengatasi tugas-

tugas perkembangan karir yang khas pada tiap tahapan perkembangan karir

meliputi komponen kesiapan afektif dan kognitif dari individu untuk mengatasi

tugas-tugas perkembangan yang dihadapkan kepadanya, karena perkembangan

biologis, sosial dan harapan dari masyarakat yang telah mencapai tahap

perkembangan, sertakesiapan individu dalam memilih karir, membuat

keputusan karir yang sesuai dengan kehendak hati pengetahuan maupun sikap

dan konsisten dalam mengambil keputusan maupun aktivitas perencanaan

karir.

2. Aspek-aspek Kematangan Karir

Menurut Super (dalam Watkins dan Campbell, 2000) aspek kematangan

karir terdiri dari:

a. Perencanaan Karir (Planfulness)

Aspek ini mengukur tingkat perencanaan melalui sikap

terhadap masa depan. Individu memiliki kepercayaan diri,

kemampuan untuk dapat belajar dari pengalaman, menyadari bahwa

dirinya harus membuat pilihan pendidikan dan pekerjaan, serta

mempersiapkan diri untuk membuat pilihan tersebut. Nilai rendah

13

pada dimensi career planning menunjukkan bahwa individu tidak

merencanakan masa depan di dunia kerja dan merasa tidak perlu

untuk memperkenalkan diri atau berhubungan dengan pekerjaan.

Nilai tinggi pada dimensi career planning menunjukkan bahwa

individu ikut berpartisipasi dalam aktivitas perencanaan karir yaitu

belajar tentang informasi karir, berbicara dengan orang dewasa

tentang rencana karir, mengikuti kursus dan pelatihan yang akan

membantu dalam menentukan karir, berpartisipasi dalam kegiatan

ekstrakulikuler dan bekerja paruh waktu.

b. Eksplorasi Karir (Exploration)

Aspek ini mengukur sikap terhadap sumber informasi. Individu

berusaha untuk memperoleh informasi mengenai dunia kerja serta

menggunakan kesempatan dan sumber informasi yang berpotensial

seperti orangtua, teman, guru, dan konselor. Nilai rendah pada

dimensi career exploration menunjukkan bahwa individu tidak

perduli dengan informasi tentang bidang dan tingkat pekerjaan.

c. Pengambilan Keputusan (Decision making)

Aspek ini mengukur pengetahuan tentang prinsip dan cara

pengambilan keputusan. Individu memiliki kemandirian, membuat

pilihan pekerjaan yang sesuai dengan minat dan kemampuan,

kemampuan untuk menggunakan metode dan prinsip pengambilan

keputusan untuk menyelesaikan masalah termasuk memilih

pendidikan dan pekerjaan. Nilai rendah pada dimensi ini

14

menunjukkan bahwa individu tidak tahu apa yang harus

dipertimbangkan dalam membuat pilihan. Hal ini berarti individu

tidak siap untuk menggunakan informasi pekerjaan yang telah

diperoleh untuk merencanakan karir. Nilai tinggi pada dimensi ini

menunjukkan bahwa individu siap mengambil keputusan.

d. Pengumpulan Informasi (Information Gathering)

Aspek ini mengukur pengetahuan tentang jenis-jenis

pekerjaan, cara untuk memperoleh dan sukses dalam pekerjaan serta

peran-peran dalam dunia pekerjaan. Nilai rendah pada dimensi ini

menunjukkan bahwa individu perlu untuk belajar tentang jenis-jenis

pekerjaan dan tugas perkembangan karir. Individu kurang

mengetahui tentang pekerjaan yang sesuai dengannya. Nilai tinggi

pada dimensi ini menunjukkan bahwa individu dengan wawasan yang

luas dapat menggunakan informasi pekerjaan untuk diri sendiri dan

mulai menetapkan bidang serta tingkat pekerjaan.

Menurut Supriatna (2009) ada dua aspek kematangan karir, yaitu aspek

kognitif dan non kognitif:

a. Aspek kognitif kematangan karir siswa terdiri dari:

Pengetahuan tentang informasi dunia kerja (world of work

information) pengetahuan tentang kelompok pekerjaan yang lebih

disukai (knowledge of preferred occupational group), pengetahuan

tentang membuat keputusan (decision making).

15

b. Aspek non kognitif kematangan karir siswa terdiri dari:

Perencanaan karir (career planning), eksplorasi karir (career

eksploration), realisme keputusan karir (realism).

Menurut aspek-aspek kematangan karir yang dikemukakan dua ahli

dapat disimpulkan bahwa aspek kematangankarir adalah perencanaan karir,

pengambilan keputusan, eksplorasi karir, pengumpulan informasi, aspek

kognitif dan aspek non kognitif. Dalam hal ini, peneliti menggunakan aspek

kematangan karir menurut Super yaitu, perencanaan karir, pengambilan

keputusan, eksplorasi karir, dan pengumpulan informasi. Peneliti memilih

aspek menurut Super karena aspek menurut super lebih lengkap dan jelas

sehingga memudahkan peneliti dalam membuat skala psikologis.

3. Tahap-tahap Perkembangan Karir

Menurut Ginzberg (Winkel & Hastuti, 2013) dalam teori perkembangan

pilihan karir (developmental career choice) yang menyatakan bahwa anak-anak

dan remaja melalui tiga tahap pilihan karir yaitu :

a. Fantasi (sebelum umur 11 tahun)

Pada periode fantasi ini pilihan anak masih bersifat khayalan.

Serta disini anak banyak mengadakan identifikasi dengan orang

dewasa. Misalnya anak kecil yang ingin menjadi jenderal, pilot,

dokter, dan sebagainya.

16

b. Tentatif (11–16 tahun)

Pada tahap tentatif merupakan suatu masa transisi dari tahap

fantasi masa kanak-kanak menuju tahap pengambilan keputusan

yang realistis. Remaja pada masa ini mendasarkan pilihannya pada

minatnya, kemudian ia lebih memusatkan perhatiannya pada

kemampuannya.

c. Realistis (17–18 tahun)

Pada tahap ini remaja mulai beralih dari pilihan karir yang

bersifat subjektif ke pilihan karir yang lebih bersifat realistis. Selama

masa ini, secara ekstensif individu mengeksplorasi karir-karir

tersedia, kemudian mereka memfokuskan pada sebuah karir tertentu,

dan akhirnya memilih pekerjaan spesifik dalam karir tersebut.

Super (dalam Winkel & Hastuti, 2013) membagi tahap-tahap

perkembangan karir menjadi lima tahap, yaitu:

a. Pembangunan (growth),

Tahap pembangunan ini meliputi masa kecil sampai usia 15

tahun. Dalam fase ini, anak mengembangkan bakat-bakat, minat,

kebutuhan, dan potensi, yang akhirnya dipadukan dalam struktur

konsep diri.

b. Eksplorasi (exploration)

Tahap eksplorasi berada antara umur 16-24 tahun, yaitu

remaja mulai mulai memikirkan beberapa alternatif pekerjaan, tetapi

belum mengambil keputusan yang mengikat.

17

c. Pemantapan (estabilishment)

Tahap pemantapan berada antara umur 25-44 tahun. Pada

fase ini, remaja sudah memilih karir tertentu dan mendapatkan

berbagai pengalaman positif dan negatif dari pekerjaannya. Dengan

pengalaman yang diperoleh, ia bisa menentukan apakah ia akan terus

dengan karir yang telah dijalaninya atau berubah haluan.

d. Pembinaan (maintenence)

Tahap pembinaan berada antara umur 44-65 tahun, saat

seseorang telah mantap dengan pekerjaannya dan memeliharanya

agar dia tekun sampai akhir.

Berdasarkan dua pendapat para ahli di atas, tahap-tahap perkembangan

karir adalah fantasi (sebelum umur 11 tahun), tentatif (11–16 tahun), realistis

(17–18 tahun), pembangunan (growth) umur,eksplorasi (exploration)

pemantapan (estabilishment), dan pembinaan (maintenence). Berdasarkan

pendapat dua ahli, peneliti lebih condong pada tahapan perkembangan karir

menurut Ginzberg (dalam Santrock, 2007) karena lebih sesuai dengan tahapan

perkembangan remaja yang dalam hal ini menjadi subjek penelitian.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kematangan Karir

Menurut Naidoo (1998) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi

kematangan karir individu, yaitu:

18

1) Tingkat Pendidikan (Educational Level)

Tingkat atau jenjang pendidikan adalah tahap pendidikan

yang berkelanjutan, yang ditetapkan berdasarkan tingkat

perkembangan peserta didik, tingkat kerumitan bahan pengajaran

dan cara menyajikan bahan pengajaran (Ihsan, 2006). Tingkat

kematangan karir individu ditentukan dari tingkat pendidikannya.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh McCaffrey, Miller,

dan Winstoa (dalam Naidoo, 1998) pada siswa junior, senior, dan

alumni terdapat perbedaan dalam hal kematangan karir. Semakin

tinggi tingkat pendidikan semakin tinggi pula kematangan karir yang

dimiliki. Hal ini mengindikasikan kematangan karir meningkat

seiring tingkat pendidikan.

2) Ras (Race Ethnicity)

Phinney & Ong (2007) mendefinisikan ras/etnik adalah rasa

diri (rasa memiliki) sebagai anggota di suatu kelompok yang

berkembang dari waktu ke waktu melalui proses aktif

penyidikan,belajar, dan komitmen. Mambahas tentang ras, kelompok

minoritas sering dikaitkan dengan kematangan karir yang rendah

yang berhubungan dengan orang tua. Jika orang tua mendukung

anaknya walaupun mereka berasal dari kelompok minoritas, anak

tersebut tetap akan memiliki kematangan yang baik.

19

3) Locus of Control

Locus of control terbagi menjadi dua dimensi yaitu locus of

control internal dan locus of control eksternal. Locus of control

Internal. Menurut Lefcourt (dalam Pratama & Suharnan, 2014) locus

of control internal adalah keyakinan individu mengenai peristiwa-

peristiwa yang berpengaruh dalam kehidupannya akibat tingkah

lakunya sehingga dapat dikontrol.

Hasil penelitian Dhillon dan Kaur (2005) menunjukkan

bahwa individu dengan tingkat kematangan karir yang baik

cenderung memiliki orientasi locus of control internal. Taganing

(2007) juga menambahkan bahwa individu dengan locus of control

internal, ketika dihadapkan pada pemilihan karir, maka akan

melakukan usaha untuk mengenal diri, mencari tahu tentang

pekerjaan dan langkah-langkah pendidikan, serta berusaha mengatasi

masalah yang dihadapi. Hal tersebut akan membuat kematangan

karir individu menjadi tinggi.

4) Status Ekonomi Sosial (Social economi status)

Status sosial ekonomi menurut Mayer (Soekanto, 2007)

berarti kedudukan suatu individu dan keluarga berdasarkan unsur-

unsur ekonomi. Individu yang berasal dari latar belakang sosial

ekonomi menengah ke bawah menunjukkan nilai rendah pada

kematangan karir. Hal ini ditandai dengan kurangnya akses terhadap

20

informasi tentang pekerjaan, figur teladan dan anggapan akan

rendahnya kesempatan kerja.

5) Makna Bekerja (Work salience)

Menurut Renita (2006) kerja dipandang dari sudut sosial

merupakan kegiatan yang dilakukan dalam upaya untuk

mewujudkankesejahteraan umum, terutama bagi orang- orang

terdekat (keluarga) dan masyarakat, untuk mempertahankan dan

mengembangkan kehidupan, sedangkan dari sudut rohani atau

religius, kerja adalah suatu upaya untuk mengatur dunia sesuai

dengan kehendak Sang Pencipta. Dalam hal ini, bekerja merupakan

suatu komitmen hidup yang haru dipertangung jawabkan kepada

Tuhan. Pentingnya pekerjaan mempengaruhi individu dalam

membuat pilihan, kepuasan kerja yang merujuk pada komitmen

kerja, serta kematangan karir pada individu.

6) Jenis Kelamin

Menurut Hungu (2007) jenis kelamin (seks) adalah perbedaan

antara perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang

lahir. Seks berkaitan dengan tubuh laki-laki dan perempuan, dimana

laki-laki memproduksikan sperma, sementara perempuan

menghasilkan sel telur dan secara biologis mampu untuk menstruasi,

hamil dan menyusui.

Sehubungan dengan kematangan karir, wanita dinilai

memiliki kematangan karir yang lebih rendah dibandingkan dengan

21

laki-laki. Hal ini disebabkan karena wanita lebih rentan dalam

memandang konflik peran sebagai hambatan dalam proses

perkembangan karir, dan kurang mampu untuk membuat keputusan

karir yang tepat dibandingkan dengan laki-laki. Menurut pandangan

Ginzberg (dalam Winkel dan Hastuti, 2004) mangatakan bahwa

akan sangat sulit bagi kaum wanita untuk memilih orientasi yang

baru karena adanya rasa takut akan kehilangan peranan sosial

tradisional seperti menjadi ibu rumah tangga, mengurus keluarga

yang diharapkan di masyarakat.

Pendapat lain dikemukakan oleh Winkel dan Hastuti (2006),

perkembangan karir dipengaruhi oleh :

a. Faktor internal Faktor-faktor internal yang mempengaruhi

kematangan karir, antara lain:

1) Nilai-nilai kehidupan, yaitu nilai-nilai ideal yang dikejar oleh

seseorang di mana-mana dan kapanpun juga. Nilai- nilai ini

menjadi pedoman dan pegangan dalam hidup sampai tua dan

sangat menentukan gaya hidup seseorang.

2) Taraf inteligensi, yaitu taraf kemampuan untuk mencapai

prestasiprestasi, yang didalamnya terdapat unsur kognitif.

Pengambilan suatu keputusan mengenai pilihan karir,

dipengaruhi oleh tinggi rendahnya taraf inteligensi seseorang.

3) Bakat khusus, yaitu kemampuan yang menonjol di suatu

bidang usaha kognitif, bidang ketrampilan, atau bidang

22

kesenian. Sekali terbentuk, suatu bakat khusus menjadi bekal

yang memungkinkan untuk memasuki berbagai bidang

pekerjaan tertentu dan mencapai tingkatan yang lebih tinggi

dalam suatu jabatan.

4) Minat, yaitu kecenderungan yang agak menetap pada

seseorang untuk merasa tertarik pada suatu bidang tertentu dan

merasa senang berkecimpung dalam berbagai kegiatan yang

berkaitan dengan minatnya tersebut.

5) Sifat-sifat, yaitu ciri-ciri kepribadian yang bersama-sama

memberikan corak khas pada seseorang, seperti riang gembira,

ramah, halus, teliti, terbuka, fleksibel, tertutup, lekas gugup,

pesimis, dan ceroboh. Sifatsifat tersebut akan mempengaruhi

kinerja seseorang dalam bekerja, apakah sifat-sifat tersebut

akan mendukung atau menghambat seseorang dalam

pekerjaannya.

6) Pengetahuan, yaitu informasi yang dimiliki tentang bidang-

bidang pekerjaan dan tentang diri sendiri. Informasi tentang

dunia kerja yang dimiliki oleh remaja dapat akurat dan sesuai

dengan kenyataan atau tidak akurat dan bercirikan idealisasi.

7) Keadaan jasmani, yaitu ciri-ciri fisik yang dimiliki seseorang

seperti badan tampan dan tidak tampan, ketajaman penglihatan

dan pendengaran baik atau kurang baik, memiliki kekuatan

otot tinggi atau rendah, dan jenis kelamin. Untuk pekerjaan

23

tertentu berlaku berbagai persyaratan yang menyangkut cirri-

ciri fisik.

b. Faktor Eksternal Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi

kematangan karir antara lain:

1) Masyarakat, yaitu lingkungan sosial budaya di masa remaja

dibesarkan. Lingkungan ini luas sekali dan berpengaruh besar

terhadap pandangan dalam banyak hal yang dipegang teguh

oleh setiap keluarga, yang pada gilirannya menanamkannya

pada anak-anak. Pandangan ini mencakup gambaran luhur

rendahnya aneka jenis pekerjaan, perasaan pria dan wanita

dalam kehidupan masyarakat, dan cocok tidaknya jabatan

tertentu untuk pria dan wanita.

2) Keadaan sosial ekonomi negara atau daerah, yaitu laju

pertumbuhan ekonomi yang lambat atau cepat, stratifikasi

masyarakat dalam golongan sosial ekonomi tinggi, tengah dan

rendah, serta diversifikasi masyarakat atas kelompok-kelompok

yang terbuka atau tertutup, bagi anggota dari kelompok lain.

3) Status sosial ekonomi keluarga, yaitu tingkat pendidikan

orangtua, tinggi rendahnya pendapatan orangtua, jabatan ayah

atau ayah dan ibu, daerah tempat tinggal, suku bangsa.

4) Pengaruh dari seluruh anggota keluarga besar dan inti, yaitu

berkaitan dengan pandangan seluruh anggota keluarga terhadap

pendidikan dan pekerjaan.

24

5) Pendidikan sekolah, yaitu pandangan dan sikap yang akan

dikomunikasikan kepada anak didik oleh guru maupun staf

petugas bimbingan mengenai nilai-nilai yang terkandung dalam

suatu pekerjaan, tinggi rendahnya status sosial jabatan dan

kecocokan jabatan tertentu untuk anak laki-laki dan

perempuan.

6) Pergaulan dengan teman-teman sebaya, yaitu beraneka

pandangan dan variasi harapan tentang masa depan yang

terungkap dalam pergaulan sehari-hari.

7) Tuntutan yang melekat pada masing-masing jabatan, yang

mempersiapkan seseorang untuk diterima pada suatu jabatan

dan berhasil didalamnya.

Kesimpulan dari pendapat para ahli diatas menyatakan bahwa faktor

yang mempengaruhi kematangan karir individu dapat berasal dari faktor

internal (faktor yang muncul dari dalam diri) seperti locus of control internal,

tingkat pendidikan (Educational level), jenis kelamin, makna bekerja (work

salience), jasmani, pengetahuan, bakat dan eksternal (faktor yang muncul dari

pengaruh lingkungan) individu seperti Ras (Race ethnicity), status ekonomi

sosial (Social economi status), faktor lingkungan, kepribadian, pengaruh

teman sebaya, masyarakat, keluarga inti, dan tingkat pendidikan.

Peneliti memilih Locus Of Control Internal sebagai variabel bebas,

karena menurut Coertse & Schepers (dalam Suryanti dkk, 2011) mengatakan

bahwa siswa yang dengan locus of control internal yang baik mempunyai

25

gambaran yang lebih realistik dengan bakat serta kemampuan berinteraksi

dengan lingkungan. Pemahaman mengenai bakat yang dimiliki serta

kemampuan yang baik dalam berinteraksi dengan lingkungan memungkinkan

seorang siswa dalam mencapai kematangan karir

B. Locus Of Control Internal

1. Pengertian Locus Of Control Internal

Locus of control merupakan salah satu variabel kepribadian

(personility), yang didefinisikan sebagai keyakinan individu terhadap mampu

tidaknya mengontrol nasib (destiny) sendiri (Schultz, 2011). Locus of control

adalah tingkat di mana individu yakin bahwa mereka adalah penentu nasib

mereka sendiri (Robbin, dkk 2007).

Berdasarkan hasil riset Rotter (dalam Nugroho dkk, 2010) Locus of

control terbagi menjadi dua dimensi yaitu locus of control internaldan locus of

control eksternal. Locus of control Internal menurut Lefcourt (dalam Pratama

& Suharnan, 2014) locus of control internal adalah keyakinan individu

mengenai peristiwa-peristiwa yang berpengaruh dalam kehidupannya akibat

tingkah lakunya sehingga dapat dikontrol. Levinson (dalam Sutra dkk, 2012)

mengatakan bahwa locus of control internal adalah tingkat kepercayaan

seseorang untuk mengontrol keseluruhan kehidupannya sendiri.

Menurut Rotter (dalam Nugroho dkk, 2010) mendefinisikan bahwa

locus of control internal adalah sejauh mana individu mengharapkan sebuah

penguatan atau hasil perilaku mereka bergantung pada perilaku mereka

26

sendiri. Sedangkan menurut Robbins ( dalam Kumala Dewi dan Raharja,

2016) locus of control internal adalah individu-individu yang yakin bahwa

mereka merupakan pemegang kendali atas apa yang terjadi pada diri mereka.

Berdasarkan definisi-definisi dari para ahli, maka dapat disimpulkan

bahwa locus of control internal adalah keyakinan yang dimiliki individu

mengenai hasil yang akan diperolehnya bergantung pada perilaku atau usaha

yang dilakukan oleh individu itu sendiri dan kepercayaan seseorang akan

kemampuan dirinya untuk mengontrol kehidupannya sendiri sehingga

individu tersebut yakin bahwa dirinya adalah kendali atas apa yang terjadi.

2. Aspek Locus Of Control Internal

Menurut Sarafino (1998) aspek locus of control internal sebagai

berikut :

a. Kontrol

Kontrol adalah keyakinan bahwa individu memiliki

kemampuan untuk mengendalikan (mengontrol) peristiwa yang terjadi

berkaitan dengan hasil yang diinginkan dalam kehidupan, bukan

dikontrol oleh nasib atau keberuntungan.

b. Mandiri

Mandiri yaitu mengenai bagaimana individu dalam usahanya

untuk mencapai suatu tujuan atau hasil, percaya dengan

kemampuan dan ketrampilannya sendiri. Sehingga individu memiliki

keyakinan bahwa hidup terasa lebih mudah (memandang kehidupan

27

itu tidak sulit). Contoh ; individu dapat menentukan hasil yang akan

diperolehnya berdasarkan kemampuan yang dimilikinya.

c. Tanggung jawab

Tanggung jawab artinya, individu memiliki kesedian untuk

menerima segala sesuatu sebagai akibat dari sikap atau tingkah

lakunya sendiri, serta berusaha memperbaiki sikap atau tingkah

lakunya agar mencapai hasil yang lebih baik lagi.

d. Ekspektansi

Ekspektansi dalam hal ini, artinya individu mempunyai

penilaian subyektif atau keyakinan bahwa konsekuensi positif

(reward) akan diperoleh pada situasi tertentu sebagai imbalan

tingkah lakunya. sehingga individu memilkikeyakinan bahwa dunia

itu adil.

Sedangkan Wood dkk (dalam Sulistio, 2007) mengungkapkan ada 6

aspek dari locus of control internal adalah sebagai berikut:

a. Pemrosesan informasi

Pemrosesan informasi yaitu usaha dalam memperoleh

informasi dan melakukan sesuatu yang lebih baik dalam

memanfaatkan informasi tersebut sehingga diperoleh kepuasan

dalam diri seseorang tersebut.

b. Kepuasan dalam bekerja

Kepuasan yang dirasakan dalam melakukan tugas

pekerjaannya, tidak mengasingkan diri dalam lingkungan kerja,

28

memiliki pengalaman yang lebih menyenangkan dalam bekerja atau

berinteraksi dengan orang lain.

c. Prestasi

Prestasi artinya melakukan sesuatu hal yang lebih baik dalam

proses belajar dan menyelesaikan yang diberikan.

d. Kontrol diri

Menunjukkan sifat lebih berhati-hati dalam beraktifitas dan

berperilaki, memiliki resiko lebih kecil dan memiliki kecemasan

yang rendah.

c. Motivasi harapan dan hasil

Menunjukan motivasi harapan dan hasil, yaitu menunjukan

motivasi yang baik, keinginan untuk mengembangkan diri, memiliki

harapan bahwa dengan bekerja keras/berusaha semaksimal mungkin

dapat meraih hasil yang terbaik, dan merasa lebih bisa mengontrol

waktu.

d. Tanggapan terhadap hal-hal lain yaitu perasaan

Tanggapan terhadap hal-hal lain yaitu perasaan artinya, tidak

bergantung pada orang lain, percaya dan konsisten pada pendapat

sendiri dan tidak rentan terhadap pengaruh dari orang lain, lebih

menerima informasi sebagai manfaat.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa aspek dari

locus of control internal adalah mampu mengontol dirinya sendiri, mandiri,

bertanggung jawab, ekspentasi, pemrosesan informasi, kepuasan, kontrol diri,

29

motivasi harapan dan hasil, tanggapan terhadap hal-hal lain. Peneliti

menggunakan aspek locus of control internal menurut Rotter, yaitu mampu

mengontrol dirinya sendiri, mandiri, bertanggung jawab, dan ekspentasi,

karena aspek menurut Routter lebih dapat mengungkap locus of control

internal yang berhubungan dengan kematangan karir.

C. Hubungan Antara Locus Of Control Internal dengan Kematangan

Karir pada Siswa SMK Kelas XII

Menurut Lefcourt (dalam Pratama & Suharnan, 2014) locus of control

internal adalah keyakinan individu mengenai peristiwa-peristiwa yang

berpengaruh dalam kehidupannya akibat tingkah lakunya sehingga dapat

dikontrol. Sedangkam Levinson (dalam Sutra dkk, 2012) mengatakan bahwa

locus of control internal adalah tingkat kepercayaan seseorang untuk mengontrol

keseluruhan kehidupannya sendiri. Aspek individu yang mempunyai locus of

control internal menurut Sarafino (1998) antara lain: kontrol, mandiri, tanggung

jawab, dan ekspektansi.

Aspek dari locus of control internal yang pertama adalah kontrol, individu

yang memiliki kontrol terhadap dirinya sendiri akan memandang bahwa peristiwa

yang di alaminya semata-mata adalah karena perilakunya. Rotter (dalam Suryanti

dkk, 2011) mengatakan bahwa individu yang mempunyai kontrol yang baik dalam

setiap peristiwa yang terjadi dalam hidupnya akan cepat belajar mengenali

30

berbagai aspek dalam lingkungannya sehingga dapat membantu dirinya dimasa

depan.

Individu yang kecenderungan dengan LOC internal memiliki keyakinan

bahwa kejadian yang dialami merupakan akibat dari perilaku dan tindakannya

sendiri. Hal ini mebuatnya mampu memiliki kendali (kontrol) yang baik terhadap

perilakunya sendiri, cenderung dapat mempengaruhi orang lain, yakin bahwa

usahanya dapat berhasil. Individu dengan kecenderungan LOC internal akan aktif

mencari informasi dan pengetahuan terkait situasi yang sedang dijalani, Rotter

(Friedman dan Schustack, 2006). Kaitannya dengan kematangan karir, individu

dengan kontrol yang baik akan menunjukkan kemauan untuk bekerja keras

mengumpulkan informasi-informasi tentang karir secara mandiri seperti bidang

pekerjaan, persyatan yang harus dipenuhi pada pekerjaan tertentu dimasa

mendatang yang berkaitan dengan aspek pengumpulan informasi/ information

gathering. Sehingga, dalam hal ini informasi tersebut akan meningkatkan

pengetahuan yang akan digunakan dalam merencanakan karirnya.

Aspek lainnya adalah mandiri. Menurut Steinberg (2002) kemandirian

merupakan kemampuan individu untuk berperilaku sesuai dengan caranya sendiri.

Munandar (1994) mengemukakan bahwa kemandirian berkaitan dengan

bagaimana seseorang mempersiapkan diri untuk menekuni suatu bidang

pekerjaan. Sehingga, individu yang memiliki sifat mandiri/ kemandirian akan

mempersiapkan dirinya dan merencanakan dengan baik. Lebih lanjut, penelitian

yang dilakukan oleh Metia (2004) menemukan bahwa kemandirian siswa

berkaitan dengan orientasi kerja dan memberi kontribusi yang besar pada kesiapan

31

kerja. Siswa yang mempunyai kemandirian yang tinggi lebih mampu dalam

menentukan pilihan karirnya (dalam hal ini mengambil keputusan) dibandingkan

dengan siswa yang memiliki kemandirian rendah mereka cenderung kurang

mampu dalam menentukan pilihan karirnya.

Hill dan Holmbeck (dalam Steinberg, 2002) menyatakan bahwa remaja

yang mandiri secara perilaku dapat meminta pendapat orang lain pada waktu yang

tepat, mempertimbangkan pilihan-pilihan alternatif berdasarkan penilaiannya

sendiri ataupun saran dari orang lain, lalu membuat keputusan yang tepat. Pada

masa remaja, kemampuan untuk membuat keputusan akan meningkat. Menurut

Mu’tadin (2002) dengan kemandirian yang dimiliki, maka banyak hal positif yang

didapatkan oleh remaja, yaitu rasa percaya diri, tidak tergantung orang lain, tidak

mudah dipengaruhi dan dapat berfikir secara lebih objektif. Remaja yang mandiri

kemungkinan besar akan mampu membuat suatu keputusan dengan

mempertimbangkan pilihan-pilihan yang ada dengan baik. Semakin mandiri maka

remaja akan semakin mampu untuk tidak bergantung secara emosional dengan

orang tua, mampu meminta pendapat orang lain dan mempertimbangkan pilihan-

pilihan dengan berdasarkan penilaian diri sendiri, dan pemikiran objektif lalu

membuat keputusan yang tepat. Hal ini menyebabkan remaja yang memiliki

kemandirian yang tinggi akan merasa mampu untuk mengambil sebuah keputusan

sendiri dengan pemikirannya yang objektif dan tanpa tergantung pada orang lain.

Memiliki inisiatif tinggi merupakan karakteristik lain dari individu dengan

kecenderungan LOC internal. Inisiatif yang tinggi akan mempengaruhi individu

dalam belajar dari pengalaman sehingga mampu mengantisipasi masa depannya

32

(perencanaan karir/career planning). Inisiatif tinggi tidak luput dari kemampuan

individu dalam mengajukan pertanyaan dan mengumpulkan informasi guna

berinteraksi dengan berbagai elemen masyarakat, sekolah dan keluarga (career

exploration). Menurut Rogers (Syah, 2015) individu akan berhasil ketika belajar

dari inisiatifnya sendiri kemudian akan mengumpulkan informasi tentang dunia

kerja secara mandiri, dengan inisiatif dari dalam diri dengan melibatkan perasaan

dirinya maka individu akan memiliki kesadaran untuk terus mengembangakan

wawasannya. Sehingga, dalam kaitannya dengan kematangan karir, individu yang

belajar dari inisiatifnya sendiri akan berusaha memperoleh informasi mengenai

dunia kerja serta menggunakan kesempatan dan sumber informasi yang

berpotensial seperti orangtua, teman, guru, dan konselor dan mengembangkan

wawasannya tentang pengetahuan tentang jenis-jenis pekerjaan, cara untuk

memperoleh dan sukses dalam pekerjaan serta peran-peran dalam dunia

pekerjaan.

Aspek tanggung jawab berhubungan dengan aspek perencanan karir dan

aspek pengambilan keputusan. Tanggung jawab yaitu individu yang memiliki

kesediaan untuk menerima segala sesuatu sebagai akibat dari sikap atau tingkah

lakunya sendiri, serta berusaha memperbaiki sikap atau tingkah lakunya agar

mencapai hasil yang lebih baik lagi. Menurut Abdullah (2010), individu yang

memiliki tanggung jawab akan menjalankan kewajiban karena dorongan yang ada

pada dirinya. Menurut Agus (2012), orang yang bertanggung jawab akan

melakukan kontrol internal pada dirinya dan memiliki keyakinan bahwa

kesuksesan dicapai adalah hasil dari usahanya.

33

Mustari (2011) ciri-ciri orang yang bertanggung jawab salah satunya

adalah selalu mengembangkan diri, memilih jalan yang lurus, selalu waspada,

mengakui semua perbuatannya, menjalankan tugas dengan baik dan memiliki

komitmen. Melalui sikap memilih jalan yang lurus dan selalu waspada yang

dimiliki ini memungkinkan individu dapat mengambil keputusan yang terbaik

untuk dirinya.

Aspek lainnya dari LOC internal adalah ekspektansi, yaitu individu

mempunyai penilaian subyektif atau keyakinan bahwa konsekuensi positif

(reward) akan diperoleh pada situasi tertentu sebagai imbalan tingkah

lakunya. Ekspektansi ini dipengaruhi oleh pengalaman keberhasilan atau

kegagalan di masa lalu. Robbins dalam Meliala (dalam Sersiana dkk, 2013)

mengemukakan bahwa individu yang mempersepsi pengembangan karirnya

secara positif cenderung mempunyai sikap yang lebih baik dan positif sehingga

akan menghindari berbagai sikap dan perilaku yang menghambat pencapaian

tujuannya. Hal ini berhubungan dengan aspek dari locus of control internal yaitu

perencanaan karir, jika individu dapat menilai secara positif dan yakin bahwa

konsekuensi positif akan diperolehnya maka individu akan memberdayakan

potensi dirinya agar memperoleh hasil terbaik dalam proses kematangan karir

seseorang. Namun, jika individu menilai bahwa dirinya tidak mempunyai

kemampuan yang ia miliki, padahal segala keberhasilan banyak bergantung

kepada cara individu memandang kualitas kemampuan yang dimiliki.

Taganing (2007) mengatakan bahwa individu dengan LOC internal ketika

dihadapkan pada pemilihan karir maka akan melakukan usaha untuk mengenal

34

diri, mencari tahu tentang pekerjaan dan langkah-langkah pendidikan, serta

berusaha mengatasi masalah yang dihadapi dan membuat kematangan karir

semakin tinggi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Widyowati dan Wisyastuti

(2016) menunjukkan bahwa didapatkan koefisien korelasi (r) sebesar 0,161

(p<0,05), maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifian

antara LOC Internal dengan Kematangan Karir.

Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Budiwati (2012) juga

menunjukkan, bahwa Ada hubungan positif yang signifikan antara locus of

control internal dengan kematangan karir pada mahasiswa prodi Psikologi UIN

Sunan Kalijaga Yogyakarta angkatan 2008 dan 2011, yang artinya semakin tinggi

tingkat locus of control internal maka semakin tinggi pula tingkat kematangan

karir, demikian pula sebaliknya semakin rendah tingkat locus of control internal

maka semakin rendah pula tingkat kematangan karir.

Phares (1983) mengatakan banwa individu dengan locus of control

internal tinggi memiliki keterampilan dan kemandirian yang tinggu dalam

memperoleh pengetahuan dan usaha mengenali sesuatu melalui pengalaman

sendiri, sehingga individu ketika akan merencanakan atau menetapkan karir akan

berusaha mendapatkan informasi terkait dengan karir/pekerjaan secara

komprehensif dengan berbagai macamcara (seperti mengikuti kursus yang sesuai

dengan minatnya, berkonsultasi dengan guru BK, dll) yang dilakukan secara

mandiri tanpa bergantung pada pihak lain. Informasi yang didapatkan akan

mempermudah individu dalam merencanakan dan mengambil keputusan karirnya.

35

D. Hipotesis

Ada hubungan positif antara locus of control internal dengan kematangan

karir pada siswa SMK Kelas XII. Semakin tinggi locus of control internal pada

siswa SMK kelas XII maka semakin tinggi kematangan karirnya dan semakin

rendah locus of control internal pada siswa SMK kelas XII maka semakin rendah

pula kematangan karirnya