PENCEMARAN MAKANAN DAN OBAT-OBATAN
A. Pengertian Pencemaran
Pencemar adala
B. Makanan yang Murni
Makanan pokok manusia adalah karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral
dan air. Zat tambahan ada yang bersifat alami ada yang buatan (sintesis), yakni
antioksidan, pemberi warna, asam, basa, penyedap dan bahan lainya.1
C. Zat Tambahan pada Makanan
Bahan makanan yang diperlukan manusia ialah karbohidrat, protein, lemak,
vitamin, mineral dan air. Disamping itu ada zat tambahan dan obat-obatan yang
dengan sengaja atau tidak sengaja ditambahkan kepada makanan. Kualitas makanan,
kemurnian air dan udara merupakan bagian lingkungan kita. Untuk kesegaran kita
diperlukan jumlah yang cukup, yang murni, dan bebas dari bahan penyakit. Di
samping itu cukup mengandung bahan nutrisi. Menyenangkan dari segi estetika, dan
bebas dari bahan pencemar.
Organisasi Kesehatan Sedunia mensyaratkan zat tambahan itu seharusnya memenuhi
kriteria sebagai berikut :
1. Aman digunakan
2. Jumlahnya sekedar memenuhi pengaruh yang diharapkan
3. Sangkil secara teknologi
4. Tidak boleh digunakan untuk menipu pemakai.2
D. Obat-obatan
Kehidupan modern menambahkan penyedap kepada bahan makanan dan
dengan demikian halnya dengan obat-obatan. Gaya hidup menyuburkan obat sakit
kepala, obat penenang, obat kelelahan. Demikianlah dapat dibaca dalam iklan dan
anjuran petugas kesehatan
Obat-obatan banyak macamnya, misalnya ada yang mengurangi rasa nyeri,
menenangkan, menidurkan, mengikat asam perut, merangsang pusat saraf,
mengurangi demam, hormon kesuburan, antibiotika, dan seribu macam lainya.
Salah satu contoh misalnya amfetamin, jenis obat ini digunakan untuk mencegah
kelelahan, menekan selera makan, dan sebagai obat keresahan. Juga digunakan untuk 1 Tresna Sastrawijaya, M.Sc, Pencemaran Lingkungan (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000), hlm 229.2 Ibid, hlm 222.
1
menyembuhkan narkolepsi, yakni kecendrungan tidak dapat mengendalikan tidur
bukan pada waktunya. Amfetamin dapat meningkatkan keresahan, cerewet,
rangsangan, dan paling hebat psikosis. Pengguna secara gelap ialah untung
merangsang kecepatan, menambah semangat, dan sebagainya. Dapat juga untuk
menenangkan anak-anak yang diperkenetik.3
E. Pengaruh Makanan Terhadap Kesehatan
Hasil suatu penelitian sosial ekonomi yang diselenggarakan pada tahun 1977
menunjukkan bahwa 46,84% dari anggaran belanja dikeluarkan untuk makanan. Hasil
peneliatian proyek Moh. Husni Thamrin, tahun 1975-1976, menunjukkan bahwa
63,74% anggaran belanja dialokasikan untuk makanan. Dari sudut kesehatan
lingkungan, pengaruh makanan terhadap kesehatan sangat besar karena makanan atau
minuman dapat berperan sebagai vektor agens penyakit.
Penyakit-penyakit yang dapat ditularkan melalui makanan dan minuman disebut
sebagai food-and milk-borne disease (penyakit bawaan makanan dan susu). Penyakit-
penyakit tersebut dapat disebabkan oleh:
1. Parasit, misalnya T.saginata, T.solium, D.latum, dan sebagainya. Parasit
tersebut masuk ke dalam tubuh melalui daging sapi, daging babi, atau ikan
yang terinfeksi yang dikonsumsi manusia.
2. Mikroorganisme, misalnya S. typhii, Sh. dysentry, richettsia, dan virus
hepatitis yang menggunakan makanan sebagai media perantaranya.
3. Toksin, misalnya bakteri stafilokokus memproduksi enterotoksin, Clostridium
memproduksi eksotoksin. Di sini, makanan berfungsi sebagai media
pembiakan.
4. Zat-zat yang membahayakan kesehatan yang secara sengaja (karena
ketidaktahuan) dimasukkan ke dalam makanan, misalnya zat pengawet dan zat
pewarna, atau yang secara tidak sengaja, misalnya insektisida (suatu bhan
yang beracun yang sering dikira gula/tepung.
5. Penggunaan makanan yang sudah beracun,misalnya jamur, singkong, tempe,
bongkrek, dan jengkol.
3 Ibid, hlm 236.
2
Beberapa faktor yang memengaruhi makanan baik secara langsung maupun
tidak langsung, antara lain:
1) Air
Air sangat erat hubungannya mulai dari sumber pengelolaan.
2) Air Kotor
Air kotor dapat menjadi sumber kuman patogen terutama dari saluran
pencernaan.
3) Tanah
Tanah yang terkontamiinasi mikroorganisme patogen
4) Udara
Mikroorganisme patogen yang berbentuk partikel bercampur debu dapat
mengontaminasi makanan, demikian juga percikan ludah akibat bersin.
Kontaminasi yang terjadi biasanya bergantung pada musim, lokasi, dan
pergerakan udara.
5) Manusia
Manusia merupakan sumber paten bakteri S. aures, salomonela, C.
perfringens, dan enterokokus.
6) Hewan atau ternak peliharaan
Mikroorganisme semacam C. perfringers atau dari golongan salmonela dapat
terbawa dalam hewan atau ternak
7) Binatang pengerat
Binatang pengerat berisiko mengontaminasi nasi, sayur, dan buah-buahan,
selain menjadi media pembawa salmonela dan enterokokus.4
F. Faktor Penyebab Makanan menjadi Berbahaya
Terdapat 2 faktor yang menyebabkan suatu makanan menjadi berbahaya bagi
manusia, antara lain:
1. Kontaminasi
Kontaminasi pada makanan dapat disebabkan oleh:
a. Parasit, misalnya cacing dan amuba
b. Golongan mikroorganisme, misalnya salmonela dan shingela
c. Zat kimia, misalnya bahan pengawetdan pewarna
d. Bahan-bahan radioaktif, misalnya kobalt dan uranium
4 Dr. Budiman Chandra, Buku Kedokteran EGC (Jakarta: Pengantar Kesehatan Lingkungan, 2005), hlm 92-93.
3
e. Toksin atau racun yang dihasilkan oleh mikroorganisme, seperti
stafilokokus dan Clostridium botulinum
2. Makanan yang dasarnya mengandung zat berbahaya, tetapi tetap dikonsumsi
manusia karena ketidaktahuan mereka dapat dibagi menjadi 3 golongan:
a. Secara alami makanan itu memang telah mengandung zat kimia
beracun, misalnya singkong yang mengandung HCN dan ikan dan
kerang yang mengandung unsur toksik tertentu (logam berat, misalnya
Hg dan Cd) yang dapat melumpuhkan sistem saraf dan napas.
b. Makanan dijadikan sebagai media perkembangbiakan sehingga dapat
menghasilkan toksin yang berbahaya bagi manusia, misalnya dalam
kasus keracunan makanan akibat bakteri (bacterial food poisoning)
c. Makanan sebagai perantara. Jika suatu makanan yang terkontaminasi
dikonsumsi manusia, di dalam tubuh manusia agens penyakit pada
makanan itu memerlukan masa inkubasi untuk berkembang biak dan
setelah beberapa hari dapat mengakibatkan munculnya gejala penyakit.
Contoh penyakitnya antara lain Thyphoid abdominalis dan disentri
basiler.5
G. KONTAMINASI MAKANAN
Kontaminasi makanan dapat terjadi akibat agens penyakit yang menyebabkan
infeksi atau akibat proses pembusukan. Pembusukan dapat terjadi secara alami akibat
enzim-enzim yang ada dalam makanan itu sendiri, misalnya pembusukan pada durian
dan sayuran. Makanan yang busuk adalah makanan yang sudah mengalami proses
sedemikian rupa sehingga tidak dapat dimakan manusia. Untuk dapat menyatakan
bahwa suatu makanan memang telah busuk, criteria makanan busuk berikut harus
terpenuhi.
1. Makanan yang telah mengandung toksin atau bakteri.
2. Makanan yang rusak dan jika dikonsumsi dapat menyebabkan keracunan.
Untuk menentukan apakah suatu makanan masih dapat dimakan atau tidak,
makanan tersebut harus memenuhi kriteria berikut :
1. Makanan berada dalam tahap kematangan yang dikendalikan.
2. Makanan bebas dari pencemaran sejak tahap produksi sampai tahap
penyajian atau tahap penyimpanan makanan yang sudah diolah.
5 Ibid
4
3. Bebas dari perubahan perubahan fisik, kimia yang tidak diketahui atau
karena kuman pengerat, serangga, parasit, atau karena pengawetan.
4. Bebas dari mikroorganisme dan parasit yang dibawa oleh makanan, tetapi
menampakan keadaan-keadaan kegiatan pembusukan yang dikehendaki,
seperti keju, tempe, dan susu.6
H. Penyebab Penyakit Bawaan Makanan
Penyakit bawaan makanan yang menyerang manusia dapat terjadi akibat
makanan yang dikonsumsi mengandung:
1) Parasit
a. T. saginata (cacing pita sapi)
Cacing ini ditemukan dalam daging sapi dan bila daging sapi itu tidak
diolah dengan benar, konsumsinya pada manusia dapat mengakibatkan
anemia dan gangguan pada susunan saraf pusat. Pencegahannya adalah
dengan memasak daging sapi sampai matang sehingga larva cacing itu
mati.
b. T. soleum (cacing pita babi)
Cacing ini biasa ditemukan dalam daging babi dan larvanya dapat tetap
hidup pada daging babi yang pengolahannya tidak benar. Larva yang
terbawa dalam makanan manusia akan menetap di jaringan otot manusia
yang selanjutnyadapat bermigrasi ke mata dan otak sehingga terjadi
gangguan-gangguan pada organ tersebut.
c. D. Latum (cacing pita ikan)
Cacing ini ditemukan pada daging ikan. Konsumsi daging ikan yang
pengolahannya tidak benar akan menyebabkan manusia menderita
anemia. Pencegahannya adalah dengan memasak daging ikan dengan
sempurna. Penyimpanandaging ikan dapat dilakukan dengan proses
pembekuan pada suhu di bawah (-10) 0 C
d. T. spiralis
Larva organisme ini menyebabkan penyakit trichinosis dan bahkan
kematian (jika jumlah larvanya sangat banyak). Upaya pencegahannya
antara lain dengan mmasak sisa makanan atau sampai gangren sebelum
6 Ibid, hlm 93.
5
diberikan pada ternak (babi), memasak daging secara sempurna,
membekukan daging dengan suhu (-15) 0C selama 20 hari, mengasinkan
atau mengasap daging, menambahkan bahan pengawet, dan melakukan
pengawasan terhadap rumah-rumah potong hewan.
2) Mikroorganisme
Mikroorganisme dapat menyebabkan foodborne infection. Makanan berperan
sebagai vektor dan mikroorganisme yang berhasil masuk akan berkembang
biak di dalam usus manusia. Penyakit yang disebabkan oleh infeksi pada
makanan ini, antara lain, typhus abdominalis, disentri amuba dan disentri
basiler. Pencegahannya adalah dengan memasak semua bahan makanan
sampai matang, melindungi makanan dari kontaminasi binatang pengerat,
menyimpan makanan pada suhu kurang dari (-15 ) 0C dan memanaskan
makanan pada suhu lebih dari 600C.
3) Food Poisoning
Bakterial food poisoning terjadi akibat konsumsi makanan yang
terkontaminasi bakteri hidup atau terkontaminasi toksin yang dihasilkan
bakteri tersebut. Bakterial food poisoning dapat dibedakan menjadi empat
tipe, yaitu :
a. Salmonella food poisoning (infektion type)
b. Staphylococcal food poisoning (toxin type)
c. Botulism
d. Cl.Perfringens food poisoning7
I. Bahaya Limbah Obat-obatan
7 Ibid, hlm 94-95.
6
Banyak zat kimia dan bahan farmasi berbahaya digunakan dalam layanan
kesehatan (misalnya, zat yang bersifat toksik, genotoksik, korosif, mudah terbakar,
reaktif, mudah meledak, atau yang sensitif terhadap guncangan). Kuantitas zat
tersebut umumnya rendah di dalam limbah layanan kesehatan; kuantitas yang lebih
besar dalam limbah umumnya ditemukan jika instansi membuang zat kimia atau
bahan farmasi yang sudah tidak terpakai lagi atau sudah kadaluarsa. Kandungan zat
itu di dalam limbah dapat menyebabkan intoksikasi atau keracunan baik akibat
pajanan secara akut maupun kronis dan cedera, termasuk luka bakar. Intoksikasi dapat
terjadi akibat diabsorbsinya zat kimia atau bahan farmasi melalui kulit atau membrane
mukosa, atau melaui membran pencernaan atau pernapasan. Zat kimia yang mudah
terbakar, korosif atau reaktif (misalnya, formaldehid atau zat volatil/mudah menguap
lainnya) jika mengenai kulit, mata, atau membran mukosa saluran pernapasan dapat
menyebabkan cedera. Cedera yang umum terjadi adalah luka bakar.8
Limbah cair, seperti limbah farmasi, yang dihasilkan umumnya banyak
mengandung bakteri, virus, senyawa kimia, dan obat-obatan yang dapat membahayakan
bagi kesehatan masyarakat sekitar. Limbah medis kebanyakan sudah terkontaminasi
oleh bakteri, virus, racun dan bahan radioaktif yang berbahaya bagi manusia dan
makhluk lain di sekitar lingkungannya dan dapat mengandung berbagai jasad renik
penyebab penyakit pada manusia termasuk demam typoid, kolera, disentri dan
hepatitis.9
J. Konsekuensi Pembuangan Limbah (Obat-obatan yang telah Tercemar) yang
tidak Memadai atau Tanpa Pembuangan
8 Pruss A, Giroult E, Rushbrook P, Pengelolaan Aman Limbah Layanan Kesehatan (Translator: Munaya
Fauziah, dkk) (Geneva: World Health Organization,1999), hlm 23.
9 Salmiyatun, Panduan pembuangan limbah perbekalan farmasi, (EGC: Jakarta, 2003).
7
Secara umum, obat-obatan kadaluarsa bukan merupakan ancaman serius bagi
kesehatan masyarakat ataupun lingkungan. Pembuangan yang tidak layak dapat
berbahaya jika kemudian menimbulkan kontaminasi pada sumber air setempat. Obat-
obatan kadaluarsa dapat mencapai pemulung atau anak-anak jika tempat pembuangan
tidak diamankan. Pencurian dari timbunan obat-obatan tak terpakai atau saat pemilahan
dapat berakibat dijualnya atau disalahgunakannya obat-obatan kadaluarsa. Sebagian
besar obat-obatan yang telah melampaui batas waktu penggunaannya akan berkurang
efektivitasnya dan sebagian kecil menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan. Terdapat
beberapa kelompok obat-obatan kadaluarsa atau tindakan penghancuran obat-obatan
yang tidak baik yang dapat menimbulkan risiko bagi kesehatan masyarakat. Risiko
kesehatan yang terutama adalah sebagai berikut :
a) Kontaminasi air minum harus dihindari. Area penimbunan sampah harus
ditempatkan secara khusus dan dibangun sehingga dapat meminimalisir
kemungkinan terjadinya perembesan yang dapat memasuki lapisan air tanah, air
permukaan ataupun sistem air minum.
b) Antibiotik, anti keganasan dan disinfektan yang tidak dapat mengalami bio-
degradasi tidak boleh dibuang ke saluran pembuangan air karena dapat membunuh
bakteri yang diperlukan untuk memproses limbah. Anti keganasan tidak boleh
dibuang ke dalam air karena akan merusak kehidupan air atau mengkontaminasi air
minum. Demikian juga dinsinfektan dalam jumlah banyak tidak boleh dibuang ke
saluran pembuangan air atau sumber air tanpa pengenceran.
c) Pembakaran obat-obatan dengan suhu rendah atau di wadah terbuka dapat menjadi
penyebab terlepasnya bahan-bahan pencemar beracun ke udara. Idealnya tindakan
tersebut harus dihindari.
d) Pemilahan dan pembuangan secara tidak tepat dan tidak aman dapat
mengakibatkan obat-obatan yang telah kadaluarsa dijual kembali ke masyarakat.
Pemulungan di tempat penimbunan sampah yang tidak terlindungi merupakan
ancaman di beberapa negara.
e) Bila lokasi pembuangan yang baik dan tenaga terlatih untuk mengawasi
pembuangan tidak dimiliki, obat-obatan tak terpakai tidak akan menimbulkan
bahaya bila disimpan secara aman dalam keadaaan kering. Jika disimpan dalam
kemasan aslinya risiko kehilangan dapat terjadi dan untuk menghindari hal tersebut
8
sebaiknya disimpan dalam tong dan obat-obatan tersebut diimobilisasi melalui
enkapsulasi.
K. Pengelolaan Limbah Farmasi
Limbah farmasi merupakan salah satu jenis limbah medis atau merupakan limbah
berbahaya yang pengelolaannya harus diperhatikan. Beberapa contoh limbah farmasi
adalah obat – obatan,vaksin,serum,yang tidak digunakan lagi,botol obat yang beresidu,
dll. Pengelolaan limbah dapat dilakukan dengan berbagai cara. Pemilihan teknologi
pengelolaan limbah farmasi dapat didasarkan pada:
Karakteristik limbah
Misalnya, kandungan senyawa organik (BOD dan COD), bahan padat tersuspensi,
derajat degradabilitas, dan jumlah limbah yang dibuang per harinya.
Mutu baku lingkungan
Misalnya dari tempat pembuangan limbahnya dan mutu baku limbah yang berlaku.
Biaya operasional pengolahan
Lahan yang harus disediakan
L. Metode Pembuangan
Terdapat beberapa metode dalam pembuangan obat-obatan, yaitu:
Pengembalian pada penyumbang atau produsen
Kemungkinan pengembalian obat-obatan yang tidak terpakai pada produsen
dalam rangka pembuangan yang aman harus diusahakan terutama yang telah
melampaui atau dekat batas waktu kadaluarsanya dapat dikembalikan ke
penyumbang. obat-obatan yang rusak atau kadaluarsa dianggap sebagai limbah yang
berbahaya sehingga jika dipindahkan melintasi perbatasan harus mengikuti Konvensi
Basel mengenai Pengiriman Lintas Batas Bahan-bahan Berbahaya. Hal tersebut
meliputi prosedur tertulis untuk mendapatkan ijin melintasi perbatasan internasional
sepanjang rute transit sebelum pelaksanaan. Prosedur tersebut memerlukan waktu
hingga beberapa bulan untuk menyelesaikannya.
9
Penimbunan
Penimbunan pada sejumlah kecil limbah obat-obatan dapat mencegah
pemulungan. Namun, obat-obatan sitotoksin dan narkotika tidak boleh di pendam
biarpun jumlahnya hanya sedikit.10
Pemedaman limbah obat-obatan dalam jumlah besar tidak dianjurkan kecuali
limbah tersebut menjalani Encapsulation terlebih dahulu dan dibuang di lokasi
Sanitary landfill tempat yang kontaminasi air tanahnya sudah diminimalkan.11
Encapsulation
Enkapsulasi berarti peng-imobilisasian obat-obatan dengan memadatkannya
dalam tong plastik atau besi. Sebelum dipergunakan, tong harus dibersihkan dan
kandungan sebelumnya harus bukan berupa bahan yang mudah meledak atau
berbahaya. Tong tersebut diisi hingga 75% kapasitasnya dengan obat-obatan padat
atau setengah padat kemudian sisa ruang dipenuhi dengan menuangkan bahan-bahan
seperti semen atau campuran semen dengan kapur, busa plastik atau pasir batu bara.12
Imobilisasi limbah : Inersiasi
Inersiasi merupakan varian enkapsulasi yang meliputi pelepasan bahan-bahan
pembungkus, kertas, karton dan plastik dari obat-obatan. Obat-obatan tersebut lalu
ditanam kemudian ditambahkan campuran air, semen dan kapur hingga terbentuk
pasta yang homogen. Pekerja perlu dilindungi dengan penggunaan pakaian pelindung
dan masker terhadap risiko timbulnya debu. Pasta tersebut kemudian dipindahkan
dalam keadaan cair dengan mempergunakan truk pengaduk konstruksi ke tempat
pembuangan dan dituang ke dalam tempat pembuangan sampah biasa. Pasta akan
berubah menjadi massa padat yang bercampur dengan limbah rumah tangga. Proses
ini relatif murah dan dapat dilaksanakan tanpa peralatan canggih.
Perbandingan berat yang digunakan adalah sebagai berikut:
Obat-obatan: 65%
Kapur: 15%
Semen: 15%
10 Pruss A, Giroult E, Rushbrook P, Op. Cit, hlm 124.11 Ibid, hlm 125.12 E.C.F. Gray, Pedoman Pembuangan secara Aman Obat, 1999, hlm15.
10
Air: 5% atau lebih untuk mendapatkan konsistensi cairan yang sesuai.13
Pembuangan melalui saluran pembuangan air
Limbah cair atau limbah farmasi berbentuk cair yang relatif ringan dalam
jumlah sedang, misalnya cairan yang mengandung vitamin , obat batuk sirup, cairan
infus, tetes mata dan sebagainya, (tetapi bukan obat-obatan antibiotik atau sitotoksik)
dapat diencerkan dalam air yang alirannya deras dan dibuang ke saluran pembuangan
kota. Namun, limbah sediaan farmasi yang sedikit sekalipun tidak boleh dibuang ke
badan-badan air yang tidak mengalir atau yang aliranya lambat.
Insinerasi
Insinerasi merupakan teknologi pengolahan limbah dengan cara pembakaran.
insenerasi adalah cara terbaik untuk membuang limbah sediian farmasi). Sejumlah
kecil limbah farmasi dapat diinsinerasi bersama dengan limbah infeksius atau limbah
umum, asalkan limbah tersebut proporsinya tidak mencapai 1% dari volume imbah
keselurahan (untuk membatasi kemungkinan emisi zat toksik ke udara). Idealnya,
limbah farmasi dalam jumlah besar harus diolah dalam insinerator yang didesain
untuk limbah industri (termasuk rotary klin) yang dapat beroperasi pada suhu tinggi
>1200.
Beberapa karakteristik pembakaran menjadikannya cocok untuk pembuangan
obat-obatan. Selama proses pembakaran, bahan baku semen mencapai suhu 1450oC
sementara gas pembakaran mencapai suhu 2000oC. Pada suhu setinggi ini waktu
tinggal gas hanya beberapa detik. Pada keadaan ini semua komponen organik limbah
akan hancur secara efektif. Beberapa hasil pembakaran yang beracun atau berbahaya
terserap oleh produk kerak semen atau dikeluarkan oleh pertukaran panas.
Terdapat aturan sederhana bahwa bahan bakar yang dimasukkan dalam tungku
untuk setiap pembakaran bahan farmasi tidak melebihi 5%. Pembakaran semen
biasanya menghasilkan 1,500 hingga 8,000 ton semen per hari, karena itu sangat
banyak obat-obatan yang dapat disingkirkan dalam waktu singkat.
DAFTAR PUSTAKA
13 Ibid, hlm 15.
11
Chandra, Budiman. 2005. Buku Kedokteran EGC. Jakarta: Pengantar Kesehatan Lingkungan.
Giroult E Pruss A, dan Rushbrook. 1999. Pengelolaan Aman Limbah Layanan Kesehatan
(Translator: Munayah Fauziah, dkk). Geneva: World Health Organization.
Gray C.F 1999. Pedoman Pembuangan secara Aman Obat.
Sastrawijaya, Tresna. 2000. Pencemaran Lingkungan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Salmiyatun. 2003. Panduan pembuangan limbah perbekalan farmasi. EGC: Jakarta
12
Top Related