3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kulit
2.1.1 Pengertian
Kulit adalah lapisan jaringan yang terdapat pada bagian luar yang
menutupi dan melindungi permukaan tubuh. Pada permukaan kulit bermuara
kelenjar keringat dan kelenjar mukosa (Syaifuddin, 2006).
2.1.2 Fungsi Kulit
Kulit pada manusia mempunyai fungsi yang sangat penting selain menjalin
kelangsungan hidup secara umum yaitu:
a. Fungsi proteksi
Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau
mekanis, misalnya terhadap gesekan, tarikan, gangguan kimiawi yang
dapat menimbulkan iritasi (lisol, karbol, dan asam kuat). Gangguan panas
misalnya radiasi, sinar ultraviolet, gangguan infeksi dari luar misalnya
bakteri dan jamur. Karena adanya bantalan lemak, tebalnya lapisan kulit
dan serabut-serabut jaringan penunjang berperan sebagai pelindung
terhadap gangguan fisis (Syaifuddin, 2006).
b. Fungsi absorbsi
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat,
tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitu juga yang
larut dalam lemak. Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2 dan uap air
memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi.
Kemampuan absorbsi kulit dipengaruhi tebal tipisnya kulit, hidrasi,
kelembaban dan metabolisme. Penyerapan dapat berlangsung melalui
celah di antara sel, menembus sel-sel epidermis, atau melalui saluran
kelenjar yang lebih banyak melalui sel-sel epidermis (Syaifuddin, 2006).
4
c. Fungsi kulit sebagai pengatur panas
Suhu tubuh tetap stabil meskipun terjadi perubahan suhu lingkungan.
Hal ini karena adanya penyesuaian antara panas yang dihasilkan oleh pusat
pengatur panas, medula oblongata. Suhu normal dalam tubuh yaitu suhu
viseral 36-37,5 derajat untuk suhu kulit lebih rendah. Pengendalian
persarafan dan vasomotorik dari arterial kutan ada dua cara yaitu
vasodilatasi (kapiler melebar, kulit menjadi panas dan kelebihan panas
dipancarkan ke kelenjar keringat sehingga terjadi penguapan cairan pada
permukaan tubuh) dan vasokonstriksi (pembuluh darah mengerut, kulit
menjadi pucat dan dingin, hilangnya keringat dibatasi, dan panas suhu
tubuh tidak dikeluarkan) (Syaifuddin, 2006).
Kulit melakukan peran ini dengan cara mengeluarkan keringat,
kontraksi otot dan pembuluh darah kulit. Kulit kaya akan pembuluh darah
sehingga memungkinkan kulit mendapat nutrisi yang cukup baik
(Syaifuddin, 2006).
d. Fungsi ekskresi
Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi
atau zat sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan
amonia. Sebum yang diproduksi oleh kulit berguna untuk melindungi kulit
karena lapisan sebum (bahan berminyak yang melindungi kulit) ini
menahan air yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering. Produksi
kelenjar lemak dan keringat menyebabkan keasaman pada kulit
(Syaifuddin, 2006).
e. Fungsi persepsi
Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan
subkutis. Respon terhadap rangsangan panas diperankan oleh dermis dan
subkutis, terhadap dingin diperankan oleh dermis, perabaan diperankan
oleh papila dermis dan markel renvier, sedangkan tekanan diperankan oleh
epidermis (Syaifuddin, 2006).
5
f. Fungsi pembentukan pigmen
Sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak pada lapisan basal dan sel ini
berasal dari rigi saraf. Melanosit membentuk warna kulit. Enzim
melanosum dibentuk oleh alat golgi dengan bantuan tirosinase, ion Cu,
dan O2 terhadap sinar matahari mempengaruhi melanosum. Pigmen disebar
ke epidermis melalui tangan-tangan dendrit sedangkan lapisan di
bawahnya dibawa oleh melanofag. Warna kulit tidak selamanya
dipengaruhi oleh pigmen kulit melainkan juga oleh tebal tipisnya kulit,
reduksi Hb dan karoten (Syaifuddin, 2006).
g. Fungsi keratinisasi
Keratinosit dimulai dari sel basal yang mengadakan pembelahan. Sel
basal yang lain akan berpindah ke atas dan berubah bentuk menjadi sel
spinosum. Makin ke atas sel ini semakin gepeng dan bergranula menjadi
sel granulosum. Semakin lama intinya menghilang dan keratinosit ini
menjadi menjadi sel tanduk yang amorf (Syaifuddin, 2006).
h. Fungsi pembentukan vitamin D
Dengan mengubah dehidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar
matahari. Tetapi kebutuhan vitamin D tidak cukup dengan hanya dari
proses tersebut. Pemberian vitamin D sistemik masih tetap diperlukan
(Syaifuddin, 2006).
2.1.3 Lapisan Kulit
1. Epidermis
Lapisan epidermis merupakan lapisan terluar dari kulit dan terdiri
dari jaringan epitel berlapis pipih. Epidermis terdiri dari lima lapisan, yaitu
a) Stratum korneum
Selnya tipis, datar, seperti sisik dan terus-menerus dilepaskan
(Pearce, 2002). Pada lapisan ini selnya sudah mati, tidak mempunyai
inti sel (inti selnya sudah mati) dan mengandung zat keratin
(Syaifuddin, 2006).
6
b) Stratum lusidum
Selnya pipih, bedanya dengan stratum granulosum ialah sel-selnya
sudah banyak yang kehilangan inti dan butir-butir sel telah menjadi
jernih sekali dan tembus sinar. Lapisan ini hanya terdapat pada telapak
tangan dan telapak kaki. Dalam lapisan ini terlihat seperti suatu pita
yang bening, batas-batas sel sudah tidak begitu terlihat (Syaifuddin,
2006).
c) Stratum granulosum
Stratum ini terdiri dari sel-sel pipih seperti kumparan. Sel-sel
tersebut hanya terdapat hanya 2-4 lapis yang sejajar dengan permukaan
kulit. Dalam sitoplasma terdapat butir-butir yang disebut keratohialin
yang merupakan fase dalam pembentukan keratin oleh karena
banyaknya butir-butir stratum granulosum (Syaifuddin, 2006).
d) Stratum spinosum / Stratum akantosum
Lapisan ini merupakan lapisan yang paling tebal dan dapat
mencapai 0,2 mm terdiri dari 5-8 lapisan. Sel-selnya disebut spinosum
karena jika dilihat di bawah mikroskop sel-selnya terdiri dari sel yang
bentuknya poligonal (banyak sudut) dan mempunyai tanduk (spina).
Disebut akantosum karena sel-selnya berduri. Ternyata spina atau
tanduk tersebut adalah hubungan antara sel yang lain yang disebut
interceluler bridges atau jembatan interseluler (Syaifuddin, 2006).
e) Stratum basal / germinativum
Disebut stratum basal karena sel-selnya terletak di bagian basal.
Stratum germinativum menggantikan sel-sel yang di atasnya dan
merupakan sel-sel induk. Bentuknya silindris (tabung) dengan inti yang
lonjong. Di dalamnya terdapat butir-butir yang halus disebut butir
melanin warna (Syaifuddin, 2006).
7
Sel tersebut disusun seperti pagar (palisade) di bagian bawah sel
tersebut terdapat suatu membran yang disebut membran basalis. Sel-sel
basalis dengan membran basalis merupakan batas terbawah dari
epidermis dengan dermis. Ternyata batas ini tidak datar tetapi
bergelombang. Pada waktu kerium menonjol pada epidermis tonjolan
ini disebut papila kori (papila kulit), dan epidermis menonjol ke arah
korium. Tonjolan ini disebut rete ridges atau rete pegg (prosessus
interpapilaris) (Syaifuddin, 2006).
2. Dermis atau Korium
Dermis merupakan lapisan kedua dari kulit (Syaifuddin, 2006).
Lapisan ini tersusun atas jaringan fibrus dan jaringan ikat yang elastik.
Batas dengan epidermis dilapisi oleh membran basalis dan di sebelah
bawah berbatasan dengan subkutis tetapi batas ini tidak jelas hanya
sebagai patokan ialah mulainya terdapat sel lemak. Dermis terdiri dari dua
lapisan, yaitu
a) Pars papilaris (stratum papilar)
Letaknya bagian atas, yang tersusun atas jaringan ikat kendor,
membentuk papil yang menonjol ke epidermis. Lapisan ini kaya akan
pembuluh darah kapiler (Syaifuddin, 2006).
b) Stratum retikularis
Letaknya bagian bawah, yang tersusun atas jaringan ikat padat tidak
teratur (Syaifuddin, 2006).
2.1.4 Bagian-bagian kulit
a. Rambut
Rambut adalah sel epidermis yang berubah, rambut tumbuh dari
folikel rambut di dalam epidermis. Folikel rambut dibatasi oleh epidermis
sebelah atas, dasarnya terdapat papil tempat rambut tumbuh. Akar berada
dalam folikel pada ujung paling dalam dan bagian sebelah luar disebut
8
batang rambut. Pada folikel rambut terdapat otot polos kecil sebagai
penegak rambut. Rambut terdiri dari:
Rambut panjang di kepala,pubis dan jenggot.
Rambut pendek di lubang hidung, liang telinga dan alis.
Rambut bulu lanugo di seluruh tubuh.
Rambut seksual di pubis dan aksila (ketiak) (Syaifuddin, 2006)
b. Kuku
Kuku adalah sel epidermis kulit-kulit yang telah berubah, tertanam
dalam palung kuku menurut garis lekukan pada kulit. Palung kuku
mendapat persarafan dan pembuluh darah yang banyak. Bagian proksimal
terletak dalam lipatan kulit merupakan awal kuku tumbuh, badan kuku,
bagian yang tidak ditutupi kulit dengan kuat terikat dalam palung kulit dan
bagian atas merupakan bagian yang bebas. Bagian dari kuku terdiri dari
ujung kuku atas ujun batas, badan kuku Yng merupakan bagian yang
besar, dan akar kuku (radiks) (Syaifuddin, 2006).
c. Kelenjar kulit
Kelenjar kulit mempunyai tubulus yang bergulung-gulung dengan
saluran keluar lurus merupakan jalan keluar untuk mengeluarkan berbagai
zat dari badan (kelenjar keringat). Kulit mempunyai daya regenerasi yang
besar. Setelah kulit terluka, sel-sel dalam dermis melawan infeksi lokal
kapiler dan jaringan ikat akan mengalami regenerasi epitel yang tumbuh
dari tepi luka menutupi jaringan ikat yang bergenerasi sehingga terbentuk
jaringan parut. Pada mulanya berwarna kemerahan karena meningkatnya
jumlah kapiler akhirnya berubah menjadi sabut kolagen keputihan yang
terlihat melalui epitel (Syaifuddin, 2006).
Manifestasi ketuaan kulit meliputi kulit tampak lebih tipis karena
perubahan dalam komposisi kimia zat dasar jaringan ikat. Karena
kekurangan cairan dan hilangnya elastisitas pada serat-serat elastis dermis
dan subkutis akibat lipatan kulit yang ditimbulkan dengan menarik
9
jaringan di bawahnya, lambat laun menghilang dan akan timbul bintik
pigmentasi yang tidak beraturan (Syaifuddin, 2006).
Kelenjar sebasea berasal dari rambut yang bermuara pada saluran
folikel rambut untuk melumasi rambut dan kulit yang berdekatan. Kelenjar
kantongnya dalam kulit, bentuknya seperti botoldan bermuara dalam
folikel rambut. Paling banyak terdapat pada kepala dan wajah sekitar
hidung, mulut dan telinga, tidak terdapat pada telapak kaki dan telapak
tangan. Ada dua kelenjar yang terdapat pada kulit yaitu kelenjar keringat
yang menghasilkan kelenjar sudorivera dan kelenjar yang menghasilkan
kelenjar sebasea. Kelenjar terdiri dari badan kelenjar, saluran kelenjar, dan
muara kelenjar (Syaifuddin, 2006).
2.1.5 Jenis-jenis Kulit
Pada umumnya jenis kulit manusia dapat dikelompokkan menjadi :
a. Kulit Normal
Ciri-ciri kulit normal adalah kulit lembut, lembab berembun, segar
dan bercahaya, halus dan mulus, tanpa jerawat, elastis, serta tidak terlihat
minyak yang berlebihan juga tidak terlihat kering.
b. Kulit Berminyak
Kulit berminyak banyak dialami oleh wanita di daerah tropis.
Karena pengaruh hormonal, kulit berminyak biasa dijumpai pada remaja
puteri usia sekitar 20 tahunan, meski ada juga pada wanita usia 30-40
tahun yang mengalaminya. Penyebab kulit berminyak adalah karena
kelenjar minyak (sebaceous gland) sangat produktif, hingga tidak mampu
mengontrol jumlah minyak (sebum) yang harus dikeluarkan. Sebaceaous
gland pada kulit berminyak yang biasanya terletak di lapisan dermis,
mudah terpicu untuk bekerja lebih aktif.
10
c. Kulit Kering
Kulit kering memiliki kadar minyak atau sebum yang sangat
rendah dan cenderung sensitif, sehingga terlihat parched karena kulit tidak
mampu mempertahankan kelembabannya. Garis atau kerutan sekitar pipi,
mata dan sekitar bibir dapat muncul dengan mudah pada wajah yang
berkulit kering. Kulit kering merupakan bentuk lain dari tanda tidak
aktifnya kelenjar thyroid dan komplikasi pada penderita diabetes. Kulit
kering terjadi jika keseimbangan kadar minyak terganggu.
Pada kulit berminyak terjadi kelebihan minyak dan pada kulit
kering justru kekurangan minyak. Kandungan lemak pada kulit kering
sangat sedikit, sehingga mudah terjadi penuaan dini yang ditandai keriput
dan kulit terlihat lelah serta terlihat kasar.
d. Kulit Sensitif
Diagnosis kulit sensitif didasarkan atas gejala-gejala penambahan
warna, dan reaksi cepat terhadap rangsangan. Kulit sensitif biasanya lebih
tipis dari jenis kulit lain sehingga sangat peka terhadap hal-hal yang bisa
menimbulkan alergi (allergen). Pembuluh darah kapiler dan ujung saraf
pada kulit sensitif terletak sangat dekat dengan permukaan kulit. Jika
terkena allergen, reaksinya pun sangat cepat.
Bentuk-bentuk reaksi pada kulit sensitif biasanya berupa bercak
merah, gatal, iritasi hingga luka yang jika tidak dirawat secara baik dan
benar akan berdampak serius. Warna kemerahan pada kulit sensitif
disebabkan allergen memacu pembuluh darah dan memperbanyak aliran
darah ke permukaan kulit.
e. Kulit Kombinasi atau Kulit Campuran
Faktor genetis menyebabkan kulit kombinasi banyak ditemukan di
Asia. Banyak wanita timur terutama di daerah tropis yang memiliki kulit
kombinasi kering-berminyak atau normal-berminyak. Pada kondisi
tertentu kadang dijumpai kulit sensitif-berminyak. Kulit kombinasi terjadi
11
jika kadar minyak di wajah tidak merata. Pada bagian tertentu kelenjar
keringat sangat aktif sedangkan daerah lain tidak.
2.2 Luka
2.2.1 Definisi
Luka atau cedera adalah kerusakan pada struktur atau fungsi tubuh yang
disebabkan suatu paksaan atau tekanan fisik dan kimiawi ( Kuraesin, 2007).
Berdasarkan jenis penyebab yang menimbulkannya,luka dapat dikelompokkan
menjadi 4 bagian,yaitu:
a. Luka bersih
Luka bersih adalah luka yang disebabkan oleh suatu tindakan operasi
yang dilakukan oleh seorang yang ahli di bidangnya sehingga resiko yang
dihadapi pasien akan sangat kecil karena aspek kontaminasi dan kebersihan
luka sangat diperhatikan( Kuraesin, 2007).
b. Luka bersih terkontaminasi
Luka bersih terkontaminasi adalah luka yang disebabkan oleh suatu
tindakan operasi yang dilakukan oleh seorang yang ahli di bidangnya, tetapi
terkontaminasi pada saat dilakukannya pembedahan.Luka jenis biasanya
terjadi di dalam kamar operasi atau pada saat pasien dirawat diruang
perawatan pasca pemulihan operasi( Kuraesin, 2007).
c. Luka kotor
Luka kotor adalah luka yang disebabkan suatu kejadian yang tidak
disengaja seperti kecelakaan sehingga mengakibatkan patah tulang terbuka
dan luka sobekan, terbuka,atau memar. Sehubungan dengan penyebabnya
yang di luar dugaan,kita tidak dapat mempersiapkan segala sesuatunya
sehingga memungkinkan adanya mikroorganisme atau kotoran yang masuk
dan menempel pada luka tersebut.
12
Pada akhirnya akan menyebabkan infeksi pada luka tersebut sehingga
waktu penyembuhannya pun bermacam-macam tergantung dari berapa besar
infeksi yang ditimbulkan luka tersebut ( Kuraesin, 2007).
d. Luka kotor terkontaminasi
Luka kotor terkontaminasi adalah luka kotor yang sudah
terkontaminasi atau luka operasi yang sudah terkontaminasi pada saat
melakukan operasi.
Luka tersebut sudah bernanah dan sudah membentuk lubang yang
kotor sehingga membutuhkan perawatan khusus untuk mencegah terjadinya
pembusukan pada jaringan tubuh lainnya( Kuraesin, 2007).
Jika hal ini terjadi,jaringan tubuh akan mengeluarkan reaksi yang
bermacam-macam terhadap luka yang ditimbulkannya. Ada tiga fase reaksi
jaringan tubuh terhadap luka yaitu:
a. Fase 1
Selama beberapa hari pada minggu pertama akan memasuki fase inflamasi
atau fase pembengkakan.pembengkakan jaringan yang tersayat disebabkan
massa cairan tubuh yang terkumpul dan terdapatnya sel fibroblast yang
dapat meningkatkan suplai darah ke daerah luka (Kuraesin, 2007).
b. Fase 2
Selama berlangsungnya proses pada fase 1,fibrioblast akan berubah
menjadi jaringan kolagen.Kolagen adalah sel protein yang berfungsi
membantu penyembuhan luka dengan mempertahankan jaringan agar tetap
terjaga kelenturannya (Kuraesin, 2007).
c. Fase 3
Proses pada fase ini adalah pembentukan jaringan kolagen yang
cukup,selanjutnya jaringan kolagen itu secara bertahap akan
mengembalikan kelenturan jaringan kulit sehingga kembali pada keadaan
normal (Kuraesin, 2007).
13
2.2.2 Berbagai jenis luka
a. Luka tertutup
Luka tertutup adalah luka dimana jaringan yang ada permukaan tidak
rusak, seperti kseleo, terkilir, patah tulang dan sebagainya (Tarigan, 2007).
b. Luka terbuka
Luka terbuka adalah luka dimana kulit atau jaringan selaput lendir
rusak. Kerusakan ini dapat terjadi karena suatu kesengajaan seperti pada
tindakan operasi. Di sini orang ingin membuat suatu luka yang sedemikian
rupa agar luka ini dengan secepatnya dapat sembuh. Luka terbuka yang di
buat dengan tidak sengaja, merupakan penyebab dari kecelakaan, kita sebut
sebagai luka traumatis. Bentuk luka yang paling sering menonjol adalah luka
laserasi yang terjadi pada permukaan kulit. Suatu luka terpotong adalah suatu
luka yanng lebbih dalam dari luka laserasi/ lecet dan mempunyai dinding-
dinding luka yang licin, ini membuat efek yang positif terhadap
penyembuhannya (Tarigan, 2007).
Luka robek juga dapat dalam akan tetapi mempunyai dinding-dinding
luka yang tidak rata. Ini mempunyai efek negatif terhadap penyembuhannya.
Luka tusuk biasanya sangat dalam yang bmenyebabkan jaringan-jaringan
yang ada di dalamnya rusak.Luka-luka tusuk empunyai permukaan yang rata.
Luka penetrasi terjadi jika suatu benda (misalnya peluru) yang masuk dalam
tubuh. Di sini jaringan-jaringan yang ada di dalamnya rusak, dan dinding-
dinding luka tidak rata (Tarigan, 2007).
Pada suattu luka bakar terdapat keadaan yang sama halnya seperti
pada luka amputasi dan luka dekubitis.Pada suatu amputasi, sering mengenai
bidang luas yang menyebabkan penyembuhannya tidak begitu cepat.
14
2.2.3 Pertolongan pertama pada luka
Pertolongan pertama terhadap luka bertujuan untuk menghentikan
perdarahan, mencegah terjadinya infeksi, serta mencegah parahnya kerusakan
jaringan.
a. Pertolongan pertama pada Luka tergores (lecet).
b. Cuci luka di bawah kran air yang mengalir atau bersihkan dengan lap
bersih dan air dingin, segala kotoran terlepas dari permukaan kulit.
c. Bila luka tidak parah, berikan obat merah atau sejenisnya, lalu biarkan
sebentar agar kering.
d. Pertolongan pertama pada luka teriris pertolongan pertama bertujuan
menghentikan perdarahan dan mencegah terjadinya infeksi. Caranya:
Tekan luka dengan kapas dilapis kain kassa atau saputangan yang
bersih. Sebaiknya jangan pakai bahan yang berbulu. Tekan terus
sampai darah berhenti dan biarkan kassa atau saputangan di tempat
luka hingga beberapa saat setelah darah berhenti.
Bila kapas atau saputangan telah basah, jangan ganti dengan yang
barum tambahkan kapas di atasnya.
Bila perdarahan terjadi di daerah lengan atau tungkai, angat bagian
yang luka ke aras hingga posisinya lebih tinggi untuk membantu
menghentikan perdarahan. Akan tetapi, jangan tinggikan lengan atau
tungkai bila Anda mencurigai ada tulang yang patah.
Bila luka terlihat cukup dalam, pergilah segera ke dokter, karena
mungkin harus segera dijahit. Bila tidak, segeralah obati dan
bungkus dengan perban.
e. Pertolongan pertama pada luka tersobek yang dapat dilakukan sama
seperti luka teriris.
f. Pertolongan pertama pada luka tertusuk yang dapat dilakukan adalah:
Bersihkan luka dengan air hangat. Bila tidak ada air hangat bisa
dibersihkan di bawah kran air.
15
Untuk mencegah infeksi, berilah alkohol di sekitar daerah yang
kena luka dan tutuplah dengan pembalut.
Bila luka cukup dalam, bawalah segera ke dokter
g. Pertolongan pertama pada Luka bakar yang dapat dilakukan adalah:
Bila penyebabnya karena api yang masih menyala, bungkuslah
tubuh anak dengan selimut atau bahan lain yang tidak dapat
terbakar. Janganlah Anda menyiram air jika di sekitarnya terdapat
benda-benda yang mengandung aliran lsitrik, karena ia bisa
tersengat listrik.
Segera setelah api padam, dinginkan daerah yang terbakar dengan
air yang mengalir lebih kurang 10-15 menit. Hal yang sama juga
dilakukan pada luka bakar dengan sebab lain. Jika bagian badannya
yang terbakar, janganlah Anda mencoba membuka pakaiannya.
Segera bawa penderita ke dokter.
Pemberian kecap, mentega atau odol sebaiknya tidak dilakukan,
karena sebagian ahli percaya bahwa zat-zat semacam itu dapat
menjadi tempat persembunyian kuman. Lebih baik mengolesi luka
bakar dengan salep antibiotika yang dianjurkan oleh dokter.
h. Pertolongan pertama pada luka memar yang dapat dilakukan adalah:
agar memar tidak bertambah luas, kompreslah dengan es di
sekeliling daerah yang kena benturan. Tindakan ini membantu
mengerutkan pembuluh darah dan mengurangi perdarahan di
bawah kulit, serta mengurangi pembengkakan.
Bila timbul pembengkakan yang besar dan setelah terjadi kejadian
si anak muntah-muntah, segera bawa ke dokter.
Pada anak yang jatuh, seringkali tidak diketahui apakah ia
mengalami patah tulang atau tidak, karena hal ini tidak segera
nyata terlihat. Oleh karena itu, bila anak baru mengalami jatuh
yang keras atau aneh posisinya, atau mengalami pukulan yang
16
keras, bertindaklah hati-hati. Daerah yang terkena sedapat mungkin
jangan digerakkan.
Bila Anda mencurigai adanya tungkai yang patah, bungkuslah
tungkai yang patah ke tungkai sebelahnya dengan sehelai kain dan
berikan bantalan di antaranya. Kemudian bawalah segera ke dokter.
Bila terjadi kecelakaan akibat pukulan pada daerah kepala,
perhatikan tanda-tanda yang menyertainya. Misalnya pusing,
mengantuk, sakit kepala, napas pendek atau berbunyi, keluar cairan
atau darah dari hidung, mulut atau telinga, segera bawa ke dokter.
Ada baiknya Anda berkonsultasi ke dokter bila anak jatuh atau
kena pukul bagian kepalanya, karena anak sulit menjelaskan tanda-
tanda yang timbul sesudahnya (Tarigan, 2007).
2.2.4 Penyembuhan Luka
Melihat bahwa pada luka terjadi kerusakan pada jaringan maka tubuh akan
bereaksi sama seperti yang terjadi pada peradangan. Pembuluh-pembuluh darah di
daerah yang terluka akan melebar dan mengangkut sel-sel yang mati dan rusak. Di
daerah luka akan terbentuk jaringan dari serat-serat protein (fibrin). Jaringan ini
nanti akan membentuk suatu lapisan yang keras yang melindungi luka tersebut
(Stevens P.J.M., dkk. 1999).
Pada saat yang bersamaan akan tumbuh pada tepi-tepi luka suatu jaringan
granulasi. Jika luka itu bersih dan karena adanya jaringan-jaringan mati (nekrois)
yang lebih sedikit pada luka tersebut, maka pertumbuhan dari jaringan granulasi
itu - yang terdiri dari pembuluh-pembuluh darah dan jaringan-jaringan ikat – akan
berjalan dengan lebih baik. Jika pada seluruh permukaan luka sudah terbentuk
jaringan granulasi maka keropeng luka akan terlepas. Kemudian akan terbentuk
bekas luka tertutup oleh lapisan kulit yang tipis (bekas luka yang tertutup lapisan
kulit itu adalah lapisan granulasi). Tanda-tanda bekas ini akan memudar dan
berkerut (Stevens P.J.M., dkk. 1999).
17
Di samping faktor-faktor yang disebut tadi, ada masalah lain, yaitu tentang
terinfeksinya luka oleh mikroorganisme yang ada pada luka tersebut, yang nanti
akan sangat menentukan penyembuhan lukanya. Luka steril seperti luka operasi
akan lebih cepat sembuuh daripada luka meradang (Stevens P.J.M., dkk. 1999).
Jadi kita dapat menyimpulkan bahwa faktor-faktor berikut akan
berpengaruh pada proses penyembuhan luka :
Pengaliran darah lokal. Ini harus seoptimal mungkin dalam proses
penyembuhan yang baik;
Ada/tidak adanya edema. Adanya edema dapat menghalangi
penyembuhan luka karena dengan demikian pengaliran darah akan
terganggu;
Zat-zat pembakar dan pembangun. Zat-zat ini harus ada dalam kadar
yang cukup dalam makanan yang dikomsumsi;
Kebersihan luka. Luka yang bersih akan lebih cepat sembuh
daripada luka yang banyak terdapat nekrosisnya;
Besarnya luka. Luka yang besar akan lebih lama sembuhnya dari
pada luka yang kecil, dimana tepi luka itu lebih berdekatan.
Kering atu tidaknya luka. Luka yang kering akan lebih cepat sembuh
daripada luka yuang basah, karena luka kering akan lebih cepat
tumbuh lapisan granulasi di bawah keropeng luka (Stevens P.J.M.,
dkk. 1999).
Masalah-masalah berikut ini adalah hambatan yang paling utama dalam
proses penyembuhan luka:
Timbulnya pendarahan. Sebagai akibat dari satu kerusakan, dapat
timbul di tempat-tempat berlemak yang kiurasng aliran darah.
Pembuluh darah itu dapat rusak pada tempat yang berlemak tadi,
akibat ari tegangan pada luka atau oleh gerakan yang dipaksakan.
Pendarahan itu dapat terjadi di luar maupun di dalam tubuh.
Adanya infeksi pada luka. Luka menjadi lahan yang subur bagi
pertumuhan mikroorganisme. Oleh karena itu cara perawatan luka
18
harus tertuju pada usaha untuk menghindari terjadinya pencemaran
luka atau sedapat mungkin membatasinya. Meskipun demikian
higiene luka merupakan satu-satunya faktor pada perawatan luka
yang menyebabkan timbulnya infeksi karena kondisi umum pasien
dan tempat terjadinya luka juga sangat menentukan dalam hal ini
(Stevens P.J.M., dkk. 1999).
2.3 Jaringan Parut
2.3.1 Pengertian
Setiap luka pada kulit dapat meninggalkan jaringan parut. Pada beberapa
pasien, jaringan parut tersebut tumbuh secara abnormal berupa jaringan parut
hipertrofik ataupun keloid yang selain dapat mengganggu secara estetika, secara
fungsional juga dapat menimbulkan rasa tidak nyaman, seperti gatal dan nyeri.
Terdapat beberapa pilihan terapi, meliputi pembedahan, terapi radiasi, injeksi
steroid, pressure therapy, krioterapi, dan terapi laser. Saat ini terdapat
kecenderungan untuk memilih terapi yang bersifat tidak invasif namun efektif
untuk mencegah dan menatalaksana jaringan parut abnormal. Penggunaan silicone
gel sheet merupakan kemajuan baru dalam penatalaksanaan keloid dan jaringan
parut hipertrofik. Selain penggunaannya yang bersifat non-invasif dan sederhana,
silicone gel sheet juga memiliki efektivitas yang tinggi (Ismail, 2011).
Keloid dan jaringan parut hipertrofik adalah jaringan parut abnormal yang
umum dijumpai dalam proses penyembuhan kulit yang disebabkan oleh sintesis
dan deposisi yang tidak terkontrol dari jaringan kolagen pada dermis (Ismail,
2011).
Luka pada kulit seperti luka bakar, insisi pembedahan, ulkus dan lain-lain
diperbaiki melalui deposisi dari komponen yang akan membentuk kulit baru.
Komponen tersebut meliputi pembuluh darah, saraf, serat elastin (memberi
elastisitas kulit), serat kolagen (memberi ketegangan kulit), dan gliko-
saminoglikan yang membentuk matriks di mana serat-serat struktural, saraf dan
pembuluh darah berada (Ismail, 2011).
19
Pada beberapa orang, jaringan parut yang terbentuk akibat proses
penyembuhan luka tumbuh secara abnormal menghasilkan jaringan parut
hipertrofik atau keloid. Jaringan parut abnormal tersebut dapat menyebabkan
gangguan psikis dan fungsional pada pasien dan penatalaksanaannya relatif sulit
(Ismail, 2011).
2.3.2 Tipe Jaringan Parut
Jaringan parut dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bentuk, seperti
keloid, jaringan parut hipertrofik, jaringan parut atrofik, widened (stretched) dan
kontraktur.3 Jaringan parut hipertrofik adalah lesi yang menimbul. Hal itu muncul
akibat produksi berlebihan kolagen pada luka yang menyembuh. Jaringan parut
hipertrofik berwarna merah, menimbul, nodular dan kadang-kadang terasa gatal
atau nyeri. Jaringan parut tetap terlokalisir pada daerah luka dan tidak meluas ke
kulit sekitarnya. Selain itu, jaringan parut hipertrofik dapat membaik secara
spontan (Ismail, 2011).
Keloid juga merupakan lesi yang menimbul, terjadi akibat produksi
berlebihan dari kolagen, tetapi memiliki karakteristik yang berbeda dari jaringan
parut hipertrofik. Keloid dapat meluas melewati batas luka yang sebenarnya dan
menginvasi kulit di sekitarnya. Keloid lebih sering terjadi pada kulit gelap dan
terjadi pada pasien berumur 10-30 tahun. Pasien juga biasanya memiliki riwayat
terjadiya keloid dalam keluarga. Keloid dapat terjadi setelah pembedahan atau
trauma, pada tempat suntikan vaksinasi dan setelah pembuatan lubang di telinga
untuk anting-anting (Ismail, 2011).
Jaringan parut atrofik muncul sebagai indentasi pada kulit di sekitarnya.
Salah satu contoh jaringan parut atrofik adalah tanda bekas vaksinasi cacar dan
beberapa jaringan parut akibat jerawat (Ismail, 2011).
Widened scars muncul ketika luka mengalami peregangan akibat tegangan
kulit (yang dapat disebabkan oleh pergerakan) selama proses penyembuhan. Pada
awalnya jaringan parut nampak normal, tetapi selanjutnya melebar dalam waktu
20
2-3 minggu setelah pembedahan. Widened scars umumnya pucat, datar, lunak,
dan tidak bergejala, namun secara estetik dapat mengganggu. Striae jaringan ikat
pada ibu hamil merupakan salah satu contoh widened scars yang terjadi akibat
luka pada dermis dan jaringan subkutan. Pada awalnya jaringan parut tersebut
berwarna merah, namun akan semakin memudar (Ismail, 2011).
Kontraktur adalah pemendekkan permanen dari jaringan parut yang dapat
mengganggu pergerakan normal. Kontraktur cenderung terjadi pada luka di
daerah persendian atau ketika terdapat kehilangan kulit yang luas seperti pada
luka bakar (Ismail, 2011).
2.3.3 Keloid dan Jaringan Parut Hipertrofik
Walaupun istilah keloid dan jaringan parut hipertrofik sering digunakan
dalam arti yang sama, kedua hal tersebut sebenarnya berbeda. Perbedaan keloid
dan jaringan parut hipertrofik penting diketahui sebab berkaitan dengan hasil
terapi dimana jaringan parut hipertrofik perlahan-lahan dapat regresi spontan,
sedangkan keloid tetap menimbul dan tebal selama bertahun-tahun. Kedua tipe
jaringan parut tersebut dapat menyebabkan gangguan fungsional serta psikologi
pada pasien, dan penatalaksanaannya juga relatif sulit (Ismail, 2011).
Gambaran klinis utama yang membedakannya adalah keloid merupakan
jaringan parut yang meluas secara progresif meliputi daerah kulit normal di
sekitarnya, mengakibatkan (Ismail, 2011).
jaringan parut yang tampak tidak teratur dan menggantung. Keloid lebih
sering dijumpai pada kulit gelap dan sering terjadisetelah trauma kecil seperti luka
akibat lubang anting-anting, gigitan serangga, dan vaksinasi. Sebaliknya, jaringan
parut hipertrofik hanya terbatas pada jaringan yang rusak akibat trauma
sebelumnya. Jaringan parut hipertrofik cenderung terjadi setelah pembedahan dan
trauma termal seperti luka bakar berat. Jaringan parut tersebut lebih sering pada
kulit berwarna. Jaringan parut hipertrofik tidak menginvasi kulit di sekitarnya dan
21
biasanya berhenti tumbuh setelah 6 bulan mengalami regresi sejalan dengan
waktu (Ismail, 2011).
Para klinisi umumnya mendiagnosis keloid berdasarkan pertumbuhan
jaringan parut yang meluas ke jaringan sekitarnya dan onset yang lambat dari
timbulnya jaringan parut tersebut (Ismail, 2011).
2.3.4 Penatalaksanaan
Beberapa jaringan parut dapat berkembang secara abnormal yang timbul
dari proliferasi berlebihan jaringan dermis setelah terjadinya luka pada kulit.
Proliferasi jaringan dermis tersebut karena produksi jaringan ikat dan akumulasi
serat kolagen baru yang tidak teratur dalam jumlah berlebihan (Ismail, 2011).
Jaringan parut di daerah tertentu pada tubuh, meliputi sisi bawah wajah,
daerah presternum, pektoralis, punggung sebelah atas, telinga, leher, sisi luar
lengan atas lebih mungkin menyebabkan terjadinya abnormalitas. Pasien dengan
jaringan parut di daerah tubuh yang berisiko tinggi ini, atau memiliki riwayat
terbentuknya keloid perlu berhati-hati kemungkinan pembentukan jaringan parut
lebih lanjut dengan memperhatikan beberapa hal penting, seperti menghindari
tindakan bedah kosmetik yang tidak perlu, menutup seluruh luka dengan tension
minimal, dan menggunakan pressure garment selama 4-6 bulan setelah terjadinya
luka atau pembedahan (Ismail, 2011).
Penatalaksanaan terhadap keloid dan parut hipertrofik masih bersifat
empiris sebab penyebabnya masih sedikit dimengerti. Terapi terhadap jaringan
parut tersebut diindikasikan jika terdapat gejala, seperti nyeri, parestesia, dan
pruritus. Selain itu juga diindikasikan untuk alasan kosmetik (Ismail, 2011).
Penggunaan silicone gel sheet merupakan suatu kemajuan baru dalam
penatalaksanaan keloid dan jaringan parut hipertrofik. Silicone gel sheet tersebut
berupa gellike transparent, flexible, inert sheet dengan ketebalan kurang lebih 3,5
mm yang digunakan untuk terapi dan pencegahan keloid ataupun jaringan parut
22
hipertrofik. Lapisan tersebut terbuat dari medical-grade silicone (polimer
polydimethylsiloxane) dan diperkuat dengan silicon membrane backing. Lapisan
tersebut dapat melekat dengan mudah pada jaringan parut atau direkatkan dengan
plester. Lapisan dapat dicuci setiap hari dan dipakai kembali (Ismail, 2011).
Silicone gel sheet didesain untuk digunakan pada kulit yang intak. Lapisan
membran tersebut sebaiknya tidak digunakan pada luka terbuka ataupun pada
kulit dengan kelainan dermatologi yang mengintervensi kontinuitas kulit.
Idealnya, silicone sheet diaplikasikan pada stadium awal ketika jaringan parut
mulai menunjukkan tanda-tanda ke arah berkembangnya jaringan parut hipertrofik
(kemerahan, membesar). Pasien berisiko tinggi untuk menderita jaringan parut
abnormal, seperti pasien berumur di bawah 40 tahun, riwayat parut hipertrofik
atau keloid sebelumnya, atau kulit gelap dapat dianjurkan untuk menggunakan
silicone sheet segera setelah luka telah menyembuh (setelah pengangkatan jahitan
pada luka) (Ismail, 2011).
Hasil perbaikan silicone gel sheet tersebut terlihat ketika direkatkan pada
keloid atau jaringan parut hipertrofik selama 12 jam setiap hari, di mana
ditemukan perbaikan pada 80% pasien pada pengamatan setelah 6 bulan. Selain
itu, terapi dengan silicone gel sheet juga tidak invasif dan sederhana sehingga
dapat meningkatkan kepatuhan pasien (Ismail, 2011).
Mekanisme pasti mengenai cara kerja silicone gel sheet belum banyak
diketahui. Efek yang ditimbulkan bukan akibat efek penekanan, aktivitas kimiawi
dari silicone, temperature ataupun perubahan oksigenasi pada jaringan parut,
tetapi mungkin akibat efek peningkatan hidrasi pada jaringan parut, karena
silicone gel sheet memiliki tingkat transmisi uap air yang cukup baik. Efek hidrasi
pada jaringan parut tersebut menjaga homeostasis dari fibroblas pada keloid dan
jaringan parut hipertrofik yang sedang diterapi (Ismail, 2011).