6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Paru
Sistem pernapasan mencakup paru dan sistem saluran yang bercabang
menghubungkan tempat bettukarnya gas dengan lingkungan luar. Udara di
dalam paru digerakkan melalui proses ventilasi, yang terdiri atas rongga
toraks, otot interkostal, diafragma, dan komponen elastis jaringan paru.
Sistem pernapasan secara umum dibagi menjadi saluran napas atas dan
bawah. Secara fungsional, dibedakan menjadi bagian konduksi dan bagian
respiratorik (Junquiera A, Mescher L, 2011).
(Junquiera A, Mescher L, 2011) Gambar 2.1
Anatomi Percabangan Bronkus
7
Sistem pernapasan terdiri atas hidung, pharynx (Tenggorokan), larynx
(kotak suara), tenggorokan (saluran pernafasan), bronkus, dan paru-paru.
Menurut struktural, sistem pernafasan dapat dibagi menjadi 2 bagian.Pertama
bagian atas sistem pernafasan didalamnya termasuk hidung, pharynx, dan
struktur terkait. Kedua sistem pernafasan bawah terdiri atas larynx,
tenggorokan, bronkus, dan paru-paru. Apabila dilihat dari fungsinya dapat
dibagi atas 2 bagian. Pertama disebut conducting zone terdiri dari rangkaian
interkoneksi ruangan yang berongga di luar dan dalam paru-paru. Hal ini
termasuk hidung, pharynx, larynx, tenggorokan, bronkus, bronchioles, dan
terminal bronchioles, fungsinya untuk menyaring, menghangatkan, dan
melembabkan udara sebelum masuk ke paru-paru. Kedua disebut Respiratory
zone yang terdiri dari jaringan di dalam paru-paru di mana didalamnya terjadi
pertukaran gas . Hal ini termasuk bronchioles, alveolar duct, alveolar sacs,
dan alveolus dimana semuanya memiliki peranan utama dalam pertukaran gas
antara udara dan darah. Tujuan melakukan pernapasan untuk menyediakan
pasokan oksigen untuk jaringan dan membuang karbon dioksida. (Tortora GJ,
Derrickson B, 2009).
2.1.1 Pengaturan Pernafasan
Terdapat beberapa mekanisme dalam pertukaran gas di dalam
paru. Pompa pernafasan memiliki peranan yang penting dalam proses
pernafasan, pompa ini memiliki dua komponen elastis yang pertama
dari paru itu sendiri dan dinding yang mengelilingi paru, dindingnya
terdiri dari kerangka dan jaringan kerangka toraks, diafragma, serta
dinding abdomen beserta isinya. Otot pernafasan merupakan bagian
8
utama dalam kekuatan untuk memompa, diafragma dengan dibantu otot
yang mengangkat sternum dan tulang iga berperan dalam proses
peningkatan volume paru dan proses ekspirasi adalah proses dimana
semua yang berperan ketika proses inspirasi menjadi relaksasi. Otot
pernafasan diatur oleh pusat pernafasan dengan reseptor di pons dan
medulla oblongata yang berisi neuron-neuron dimana hasil keluaran
motoric akhir akan diteruskan ke medulla spinalis dan saraf frenikus
yang mempersarafi diafragma. Saraf utama yang juga ikut berperan
yaitu saraf aksesorius dan interkostalis torasika yang mempersarafi otot
bantu pernafasan. Faktor utama dalam pengaturan pernafasan atau
rangsangan pernafasan adalah adanya respon dari kemoreseptor
terhadap peningkatan tekanan parsial karbon dioksida (PaCO2) atau
penurunan pH darah arteri. Perununan tekanan parsial O2 di arteri juga
dapat merangsan terjadinya ventilasi, kemoreseptor di badan carotis
dan arcus aorta peka terhadap penurunan PaO2 dan pH serta
peningkatan PaCO2,akan tetapi penurunannya harus turun dari nilai
normal antara 90 sampai 100 mmHg hingga mencapai 60 mmHg.
Mekanisme lain dalam pengaturan pernafasan yakni ketika udara
masuk paru dan paru akan mengembang, reseptor akan mengirimkan
sinyal pada pusat pernafasan agar menghentikan pengembangan agar
tidak berlanjut hasilnya sinyal dari reseptor regang akan berhenti pada
akhir ekspirasi ketika paru mengempis dan akan terjadi proses inspirasi
ulang. (Price SA, Wilson LM, 2006)
9
2.1.2 Ventilasi Paru
Ventilasi paru adalah proses masuk dan keluar udara dari
atmosfer dengan udara di alveolus paru. Paru-paru dapat kembang
kempis dengan 2 cara, pertama dengan gerakan naik turun diafragma
dengan tujuan memperbesar atau memperkecil rongga dada, untuk
mencapai pernafasan yang sempurna dapat menggunakan metode ini,
ketika inspirasi kontraksi diafgragma menarik bagian bawah paru
menuju ke bawah sehingga memperbesar ruang dada, selama ekspirasi
diafragma berelaksasi dan struktur abdomen akan menekan paru-paru
untuk proses pengeluaran udara kedua dengan cara mengangkat dan
menekan tulang iga untuk memperbesar atau memperkecil rongga dada.
(Guyton C, Hall JE, 2011).
Alveolus berbentuk kantong mirip anggur yang mempunyai
dinding tipis dan mempunyai daya mengembang di ujung cabang
saluran nafas. Dinding alveolus terdiri atas satu lapisan tipis sel alveolus
tipe I, pada setiap alveolus dikelilingi anyaman kapiler pulmonal.
Ruang intertisium diantara alveolus dan anyaman kapiler membentuk
suatu sawar yang tipis, karena ketipisan inilah yang memudahkan
pertukaran gas. Selain berisi sel alveolus tipe I sebagai pembentuk
dinding yang tipis pada epitel permukaan alveolus juga terdapat sel
alveolus tipe II, sel alveolus tipe II memproduksi surfaktan paru yakni
suatu fosfolipoprotein yang mempermudah paru untuk mengembang
dan menurunkan tegangan permukaan serta berperan dalam stabilitas
paru . Apabila surfaktan tidak terdapat di dalam cairan alveolus, akan
10
tejadi perubahan daya elastis tegangan permukaan paru secara total.
Selain itu terdapat sel makrofag alveolus yang berfungsi sebagai
mekanisme pertahanan di dalam lumen alveolus. Apabila surfaktan
tidak terdapat di dalam cairan alveolus, akan tejadiperubahan daya
elastis tegangan permukaan paru secara total. (Sherwood L, 2013)
2.1.3 Pertahanan Saluran Pernafasan
Beberapa partikel yang memiliki ukuran lebih kecil dari 1
mikrometer berdifusi melewati dinding alveolus dan melekat pada
cairan alveolus. Akan tetapi, pada partikel yang ukuran diameternya
lebih kecil dari 0,5 mikrometer tetap tersuspensi di dalam udara
alveolus dan nantinya akan keluar melalui ekspirasi. Partikel asap rokok
yang memiliki ukuran sekitar 0,3 mikrometer. Partikel ini hampir tidak
ada yang mengendap dalam saluran pernafasan sebelum masuk ke
alveolus, akan tetapi sepertiganya mengendap dalam alveolus melalui
proses difusi, lalu terbentuk suspensi yang nantinya akan dikeluarkan
melalui udara ekspirasi. Partikel-partikel yang terjerat dalam alveolus
dikeluarkan oleh makrofag alveolus, dan beberapa partikel lainnya akan
dibawa keluar melalui aliran limfatik paru. Jumlah partikel yang
berlebihan akan menyebabkan tumbuhnya jaringan fibrosa dalam
septum alveolus, yang menyebabkan cacat permanen (Guyton C, Hall
JE, 2011).
Permukaan paru yang luas terpisahkan oleh membran yang tipis
dari system sirkulasi hal ini tentu menyebabkan seseorang rentan
terhadap masuknya benda asing ke saluran nafas akan tetapi
11
kenyataannya tidak, saluran nafas tetap dalam kondisi steril karena ada
beberapa mekanisme pertahanan oleh saluran pernafasan. Lapisan
mucus dalam saluran nafas mengandung faktor imunoglobun (Ig)
terutama IgA, PMN, dan interferon. Makrofag alveolar merupakan
pertahanan terakhir dan terpenting dalam hal melawan invasi bakteri
yang masuk ke dalam paru, makrofag alveolus adalah sel fagositik yang
memiliki system enzimatik dan dapat bermigrasi, sel ini dapat bergerak
pada permukaan alveolus yang berfungsi menelan bakteri atau benda
asing, ketika benda asing tadi sudah tertelan makrofag maka metabolit
O2 akan kembali berfungsi. Hydrogen peroksida di dalam makrofag
akan menelan benda asing tanpa menyebabkan reaksi peradangan yang
berarti, sisa partikel yang telah ditelan akan masuk melalui pembuluh
limfe atau ke bronkiolus dan dibuang oleh escalator mukosiliaris.
Makrofag membersihkan permukaan paru ketika inspirasi dengan
kecepatan yang sangat menakjubkan. Pengaruh yang muncul karena
adanya paparan etil alcohol, merokok dan penggunaan obat
kortikosteroid akan mengganggu mekanisme pertahanan ini (Price SA,
Wilson LM, 2006).
2.1.4 Transport Oksigen dan Karbon Dioksida
Oksigen diangkut dari paru-paru menuju ke jaringan tubuh
melalui bebrapa jalan, pertama secara fisik melalui larut dalam plasma
yang nantinya berikatan dengan Hb menjadi HbO2, ikatan antara Hb dan
O2 bersifat reversible dengan jumlah yang diangkut sesungguhnya
mempunyai hubungan non linear terhadap tekanan parsial O2 arteri
12
(PaO2) yang ditentukan melalui jumlah O2 fisik yang larut dalam
plasma darah akan tetapi O2 yang secara fisik larut dalam plasma
mempunyai hubungan dengan tekanan parsial O2 dalam alveolus PAO2.
Sebagian besar O2 diangkut oleh Hb dalam sel darah merah, akan tetapi
pada keadaan tertentu missal keracunan karbon monoksida atau terjadi
hemolysis massif dengan infufisiensi Hb, O2 yang tersisan dugunakan
untuk mempertahankan hidup diangkut secara fisik dengan cara
memberikan pasien O2 dengan tekanan lebih tinggi daripada tekanan
atmosfer (Price SA, Wilson LM, 2006).
Sebanyak 98 persen darah dari paru masuk atrium kiri, mengalir
melalui pembuluh kapiler alveolus dan akan terjadi teroksigenasi
sampai PO2 kira-kira 104 mm Hg. Sekitar 2 persennya sisanya melewati
aorta melalui sirkulasi bronkial, terutama menyuplai jaringan pada paru
dan tidak terpapar dengan udara paru, aliran darah ini disebut "aliran
pintas", yang berarti darah mengambil jalan pintas melaui daerah
pertukaran gas. Ketika meninggalkan paru, PO2 darah pintas hampir
sama seperti darah vena pada sistemik normal, kira-kira 40 mm Hg.
Ketika darah ini bercampur darah vena paru dengan darah yang
teroksigenasi yang berasal dari kapiler alveolus; campuran darah ini
disebut campuran darah vena yang menyebabkan PO2 darah yang
masuk ke dalam jantung kiri dan darah yang dipompa ke dalam aorta,
menjadi turun sampai sekitar 95 mm Hg (Guyton C, Hall JE, 2011).
Sebagian kecil CO2 ditranspor dalam bentuk terlarut ke paru.
PCO2 darah vena 45 mm Hg dan darah arteri 40 mm Hg. Jumlah CO2
13
terlarut pada cairan darah dengan tekanan 45 mm Hg kira-kira 2,7 ml/dl
(2,7 volume persen). Jumlah yang terlarut dengan tekanan 40 mm Hg
kira-kira 2,4 ml, atau berbeda 0,3 ml. Oleh karenanya hanya 0,3 ml CO2
yang diangkut dalam bentuk terlarut oleh setiap 100 ml aliran darah.
Jumlah ini berkisar 7 persen dari semua CO2 yang diangkut secara
normal. Selain bereaksi dengan air, CO2 juga bereaksi langsung dengan
beberapa radikal amino molekul hemoglobin lalu membentuk senyawa
karbaminohemoglobin (CO2Hgb). Gabungan CO2 dengan hemoglobin
ini adalah reaksi reversibel, sehingga CO2 mudah dilepaskan ke dalam
alveoli yang memiliki PCO2 yang lebih rendah dari pada kapiler paru.
Jumlah CO2 yang dapat dibawa dari jaringan menuju paru dalam bentuk
gabungan karbamino dengan hemoglobin dan protein plasma sekitar 30
persen dari jumlah total keseluruhan yang diangkut, dengan nilai
normal kira-kira 1,5 ml karbon dioksida dalam setiap 100 ml darah.
Reaksi lebih lambat dari pada reaksi CO2 dengan air di dalam sel darah
merah. (Guyton C, Hall JE, 2011). Terjadinya hipoventilasi pada
banyak keadaan dapat mempengaruhi pompa pernafasan adanya
retensi CO2 juga dikaitkan dengan emfisema dan bronchitis kronik
karena udara terperangkap dalam paru (Price SA, Wilson LM, 2006).
2.2 Histologi Paru
2.2.1 Alveolus
Alveolus merupakan bentukan evaginasi mirip kantong dengan
diameter sekitar 200 µm, dari bronchiolus respiratorius, duktus
14
alveolaris, dan saccus alveolaris. Alveoli bertanggung jawab atas
terbentuknya struktur menyerupai spons dalam paru. Secara struktural,
alveolus mirip kantong kecil yang terbuka pada salah satu sisinya, yang
mirip dengan sarang lebah. Di dalam struktur mirip mangkuk
merupakan tempat berlangsungnya pertukaran gas O2 dan CO2 antara
udara dan darah. Struktur dinding alveolus ditujukan untuk
memudahkan dan memperlancar difusi antar lingkungan luar dengan
dalam (Junquiera A, Mescher L, 2011).
Septum interalveolus adalah bagian yang pada umunya setiap
dinding terletak di antara dua alveolus yang bersebelahan . Satu septum
interalveolar mempunyai sel dan matriks ekstrasel fibrosa, terutama
serat elastin dan kolagen yang divaskularisasi oleh sejumlah besar
jalinan kapiler tubuh. Septum interalveolus dibedakan menjadi 3 jenis
sel utama yakni sel endotel,sel alveolus tipe I dan sel alveolus tipe II.
Tebal keseluruhan dari ketiga lapisan bervariasi dari 0,1 sampai 1,5 µm.
Di dalam septum interalveolus, anastomosis kapiler paru ditunjang oleh
jalinan serat retikular dan elastin, yang merupakan struktur penyangga
utama alveolus. Makrofag dan leukosit lain juga dapat ditemukan di
dalam interstisium septum. Sel endotel kapiler yang sangat tipis dan
sering disalahartikan dengan sel epitel alveolus tipe I. Lapisan endotel
kapiler bersifat terus-menerus dan tidak bertingkat. Inti dan organel
lainnya berkumpul menjadi satu sehingga bagian sel selebihnya sangat
tipis menjadikan efisiensi pertukaran gas meningkat. Ciri utama
15
sitoplasma di bagian sel yang gepeng adalah banyaknya vesikel
pinositotik (Junquiera A, Mescher L, 2011).
(Difiore, Eroschenko PV, 2010)
Gambar 2.2 Histologi Paru (Pandangan Menyeluruh)
Perbesaran 100x dengan Pewarnaan Hematoksilin-Eosin
(Difiore, Eroschenko PV, 2010) Gambar 2.3
Histologi Alveolus Perbesaran 100x dengan Pewarnaan Hematoksilin-Eosin
16
Sel alveolus tipe I disebut juga sebagai pneumosit tipe I atau sel
alveolar skuamosa adalah se1 yang sangat tipis yang melapisi
permukaan alveolus. Sel tipe I menempati 97% dari permukaan
alveolus. Sel-sel ini begitu tipisnya yakni setebal 25 µm sehingga perlu
pembuktian dengan mikroskop electron untuk mengetahui bahwa
semua alveolus tertutupi oleh epitel pelapis. Organel-organel seperti
retikulum endoplasma, apparatus Golgi, dan mitokondria berkumpul di
sekitar inti sehingga daerah di sekitar sitoplasma hampir bebas dari
organel dan dapat mengurangi ketebalan sawar darah dengan udara.
Sitoplasma yang tipis mengandung vesikel pinositotik yang cukup
banyak, dimana dapat berperan pada pergantian surfaktan dan
pembuangan partikel asing yang berasal dari permukaan luar. Selain
desmosom, semua sel epitel tipe I juga memiliki taut kedap yang
berfungsi untuk mencegah perembesan cairan jaringan masuk ke ruang
udara alveolus. Fungsi utama sel ini adalah membeniuk sawar dengan
ketebalan yang tipis sehingga dapat dengan mudah dilalui gas
(Junquiera A, Mescher L, 2011).
Sel alveolus tipe II atau disebut pneumosit tipe II menyebar di
antar sel-sel alveolus tipe I dengan taut kedap dan desmosom yang
menghubungkannya dengan sel tersebut. Sel tipe II berbentuk sedikit
kubus yang berkelompok menjadi dua atau 3 di sepanjang permukaan
alveolus pada pertemuan dinding alveolus. Sel ini berada di membrane
basal dan bagian dari epitel, sel ini memiliki asal yang sama dengan sel
tipe I yang melapisi dinding alveolus.Pada sediaan histologi, sel-sel tipe
17
II menampilkan ciri sitoplasma bervesikel khas atau bentukan spons.
Vesikel ini disebabkan adanya badan lamela yang tetap disimpan dan
terdapat dalam jaringan yang disiapkan untuk studi mikroskop elektron.
Badan berlamel menghasilkan materi yang tersebar rata di atas
permukaan alveolus yang membentuk lapisan ekstrasel yakni berupa
surfaktan paru yang berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan
dari sel alveolus, apabila surfaktan tidak ada maka paru akan kolaps
ketika proses ekspirasi, surfaktan akan terus diganti secara terus
menerus (Junquiera A, Mescher L, 2011).
(Difiore, Eroschenko PV, 2010)
Gambar 2.4 Histologi Dinding Alveolus dan Sel Alveolus
Perbesaran 1000x dengan Pewarnaan Hematoksilin-Eosin
2.2.2 Duktus Alveolus
Semakin ke distal pada bronkiolus respiratorius, jumlah muara
alveolus menuju dinding bronkiolus makin banyak. Bronkiolus
respiratorius bercabang menjadi suatu saluran yang disebut duktus
alveolaris. Duktus alveolaris dan alveolus keduanya dilapisi sel
18
alveolus yang gepeng yang sangat halus. Di lamina propria yang
mengelilingi tepi alveolus terdapat anyaman sel otot polos, dimana pada
ujung distal duktus alveolus sudah tidak ada. Sejumlah matriks besar
berserat elastin dan kolagen memberikan penompang pada duktus dan
alveolusnya. Duktus alveolus bermuara ke dalam atrium yang
berhubungan dengan saccus alveolaris. Banyak serat-serat elastin dan
serat retikulin membentuk jalinan rumit di sekitar muara atrium, sakus
alveolaris, dan alveoli. Serat-serat elastin yang menjadikan alveolus
mengembang ketika inspirasi dan berkontraksi secara pasif ketika
ekspirasi. Serat-serat retikular berfungsi untuk penunjang yang
mencegah terjadinya pengembangan berlebih dan kerusakan kapiler-
kapiler halus dan septa alveolar yang sangat tipis (Junquiera A, Mescher
L, 2011).
(Difiore, Eroschenko PV, 2010) Gambar 2.5
Histologi Paru Perbesaran 400x dengan Pewarnaan Hematoksilin-Eosin
19
(Novera H, Endah BPP, 2018) Gambar 2.6
Histologi Paru Tikus Perbesaran 400x dengan Pewarnaan Hematoksilin-Eosin
a. Alveolus b. Pembuluh darah. c. Sel makrofag alveolar
2.3 Rokok
Rokok adalah produk dari tanaman tembakau yang bertujuan dibakar
dan dihisap dan/atau dihirup asapnya,termasuk rokok kretek,cerutu,rokok
putih atau dalam bentuk lainnya yang dihasilkan oleh tanaman nicotina
tabacum,nicotina rustica dan spesies lainnya yang apabila dibakar asapnya
mengandung tar,nikotin baik menggunakan bahan tambahan atau tidak.
Rokok biasanya berbentuk silindris dengan bahan berisi daun tembakau
yang telah dicacah lalu dibungkus kertas, rokok umumnya memiliki ukuran
panjang 70 hingga 120mm dengan diameter sekitar 10mm. Produk
tembakau yang dimaksud mengandung zat adiktif berbahaya bagi kesehatan
secara langsung maupun secara tidak langsung (Infodatin, 2015).
20
2.3.1 E-Cigarette
Semakin meningkatnya konsumsi dan angka kematian akibat
rokok, WHO membentuk WHO Framework Convention on Tobacco
Control (WHOFCTC) untuk memberikan solusi atas epidemi tersebut.
WHO-FCTC membentuk suatu program yang ditujukan untuk
mengurangi konsumsi rokok, yang dikenal dengan Terapi Pengganti
Nikotin/Nicotine Replacement Therapy (NRT). Seiring dengan
perkembangan teknologi modern, beberapa industri memprakarsai
berbagai metode NRT, salah satunya rokok elektrik atau e-cigarette
(electronic cigarette) (WHO, 2009).
Rokok elektronik adalah rokok yang menggunakan listrik dengan
sumber tenaga baterai, yang mengevaporasi nikotin dalam sediaan
cairan, yang kemudian hasil evaporasinya di inhalasi seperti rokok
konvensional, tanpa pembakaran langsung. Secara umum sebuah rokok
elektronik terdiri dari 3 bagian yaitu : baterai, ruang evaporasi/atomizer
bagian yang memanaskan dan menguapkan larutan nikotin), dan tangki
e-liquid (Gambar 2.7) (William M, Trtchounian A, Talbot P, 2010).
21
(Thomas et al., 2015).
Gambar 2.7 Mekanisme Dasar E-cigarette
Rokok elektrik dibagi lagi sesuai generasinya yaitu generasi
pertama - dapat diisi ulang dan dibuang, dan generasi ke-2 dan ke-3
yang menggunakan sistem tangki dan personal vaporizer (Gambar 2.8)
(Zhu SH, Sun JY, Bonnevie E, 2014). Walaupun memiliki banyak
variasi bentuk dan kapasitas, rokok elektrik menggunakan prinsip kerja
evaporasi yang sama. Prinsip kerja ini dikenal sebagai electronic
nicotine delivery system/ENDS (William M, Trtchounian A, Talbot P,
2010)
22
(Thomas et al., 2015).
Gambar 2.8 Variasi Generasi ke-2 dan ke-3 E-cigarette
E-cigarette merupakan perangkat untuk merokok yang berisi
bahan-bahan kimia seperti nikotin, senyawa carbonyl, dan bahan
organik volatile yang dikenal telah membahayakan kesehatan dan
perasa dalam liquidnya serta bahan additive yang dihirup pengguna
dengan sebutan aerosol atau biasa dikenal dengan sebutan asap. Cara
penggunaan e-cigarette dengan cara meneteskan liquid yang
memngandung rasa ke alat e-cigarette (U.S Departement of health and
human services, 2016).
Tabel 2.1 Tinjauan Umum tentang Konstituen dalam E-Cigarette
(Hahn J, Hengen YBM, Kohl-Himmelseher M, et al, 2014)
Agent Sampel positiv Nicotine 65 % Glycerol 94 % 1,2 propanediol 94 % Ethylene glycol 91 % 1,3 propanediol 13 % Thujone 4 % Ethyl vanilin 26 %
23
Dalam studi menunjukkan bahwa setelah pengaturan keluar
aerosol/asap dari e-cigarette menyebabkan tingkat stress sel paru lebih
ringan tingkatannya daripada konvensional akan tetapi lebih berbahaya
daripada udara bersih, dalam liquid e-cigarette mengandung turunan
propylene glycol setelah dipanaskan akan memproduksi formaldehyde
yang merupakan zat karsinogenik yang ditemukan juga di rokok
konvensional (Kansas Health institute, 2016). Semua produk dari
senyawa perasa tembakau menginduksi terjadinya kematian sel karena
zat didalmnya menstimulasi keluarnya senyawa oxidative stress, dan
dalam beberapa studi kasus menunjukkan bahwa setelah penggunaan e-
cigarette tembakau secara akut menimbulkan gangguan fungsi endotel
paru (Jessica L, Fetterman RMW, Bihua FRB, 2018).
24
Tabel 2.2 Bahan Kimia pada E-Cigarette dan Efek terhadap Tubuh Chemical Detected
Concentration Range
Biological System Affected
Nicotine not detected to 36.6 mg/mL
Addiction Gastrointestinal carcinogen Raises blood pressure and heart rate
Aldehydes Acetaldehyde 0.11 to 2.94 lg/15 puffs
Carcinogen Aggravation of alcohol-induced liver damage
Acrolein 0.044 to 6.74 lg/15 puffs
Ocular irritation Respiratory irritation
Formaldehyde 0.2 to 27.1 lg/15 puffs
Carcinogen Bronchitis, pneumonia, and increase asthma risk in children Ocular, nasal, and throat irritant
Volatile organic compounds
Propylene glycol
0 to 82.875 mg/15 puffs
Throat and airways irritation. Carcinogen Increase asthma risk in children
Glycerin 75 to 225 lg/15 puffs
Lipoid pneumonia Ocular, dermal, and pulmonary irritant
Toluene
25
Dalam berbagai penelitian serial yang dilakukan berhasil
didapatkan beberapa senyawa yang paling umum terdapat pada aerosol
asap rokok elektrik, antara lain; tobacco-specific nitrosamin (TSNA),
akrolein, formaldehid, nikotin, nikotirin, glisidol asetaldehid, asetol,
diasetil glikol (DAG) dan dietilen glikol (DEG). DAG adalah zat perisa
makanan yang menimbulkan rasa dan aroma khas seperti mentega;
formaldehid, TSNA, DEG, dan glisidol adalah zat karsinogen; glisidol
asetaldehid, asetol, dan akrolein adalah zat iritan kuat; sedangkan
nikotin dan nikotirin (hasil dari pembakaran nikotin) adalah zat
psikoaktif dengan sifat adiktif yang tinggi (Hua et al., 2016)
2.3.2 Rokok Konvensional
Rokok konvensional adalah produk olahan tembakau yang
dikonsumsi secara inhalasi asap hasil pembakarannya, baik dengan atau
tanpa menggunakan bahan tambahan. Merokok dewasa ini bukan lagi
merupakan suatu tren, melainkan gaya hidup yang terkait dengan
modernisasi dan dapat ditemukan pada berbagai lapisan masyarakat
terlepas dari status demografinya (Triana N, Ilyas S, Hutahaean S,
2013).
Rata-rata sebatang rokok mengandung 6 sampai 11 mg nikotin
dan menyalurkan 1 sampai 3 mg nikotin secara sistemik pada perokok.
Pada individu yang menghisap rokok dalam jumlah yang cukup kecil
(< 5 batang rokok/hari) untuk menghindari ketergantungan, karena
dalam rokok terdapat zat nikotin zat inilah yang menyebabkan
26
ketergantungan pada individu dan ketergantungannya dapat bertahan
sangat lama. Nikotin mudah diabsorpsi melalui kulit, membran
mukosa, dan paru-paru. Rute paru-paru menghasilkan efek SSP yang
nyata dalam waktu tuiuh detik akan tetapi dalam setiap hisapan
menghasilkan penguatan yang beda-beda atau penguatan tersendiri.
Dengan 10 isapan per batang rokok, perokok yang merokok satu
bungkus per hari dapat memperkuat kebiasaannya 200 kali sehari
(Goodman, Gilman, 2008).
Asam nikotinat adalah senyawa agonis asetilkolin larut lemak
yang dapat menimbulkan kecanduan pada perokok. Nikotin yang
dihisap dari asap rokok berikatan dengan reseptor asetilkolin nikotinik
yang berada di sepanjang pembuluh darah, muskuloskeletal, dan jaras
saraf pada akson terminal neuron. Perlekatan nikotin dengan
reseptornya memicu pelepasan dopamin, glutamat, danasetilkolin.
Reaksi yang disebabkan bervariasi sesuai dengan tempat melekatnya
nikotin pada reseptornya di tubuh. Adapun reaksi-reaksi tersebut antara
lain (Putra, 2015).
1. Pada sistem mesolimbik yang terdiri atas tegmentum ventral dan
nucleus akumbens, nikotin menyebabkan pelepasan glutamat
pada tegmentum ventral yang kemudian merangsang nukleus
akumbens untuk memproduksi dopamin, yang menimbulkan
reaksi psikoaktif antara lain rasa senang, peningkatan proses
kognitif, atensi, dan daya ingat.
27
2. Pada sistem otot skeletal, nikotin menyebabkan relaksasi otot.
Relaksasi otot ini merupakan efek tidak langsung dari kerja
nikotin terhadap sistem saraf.
3. Pada sistem mesolimbik nikotin juga menurunkan aktivitas
inhibisi oleh asam gamma-aminobutirat/gamma-aminobutirat
acid (GABA) pada tegmentum ventral, GABA merupakan
inhibitor dopamin yang berperan dalam mengurangi sekresi
dopamin otak.
4. Pada jaras saraf perifer, ikatan nikotin memicu peningkatan
tekanan darah, detak jantung, kontraktilitas otot jantung, dan
kontraksi sistem gastrointestinal.
28
Tabel 2.3 Senyawa dalam Asap Rokok Senyawa Efek
Fase Partikel
Tar Karsinogen Hidrokarbon
aromatik polinuklear Karsinogen
Nikotin
Stimulator, depressor ganglion,
kokarsinogen
Fenol Kokarsinogen dan
iritan
Kresol Kokarsinogen dan
iritan β-Naftilamin Karsinogen
N-Nitrosonomikotin Karsinogen Benzo(a)piren Karsinogen Logam renik Karsinogen
Indol Akselerator tumor Karbazol Akselerator tumor Katekol Kokarsinogen
Fase Gas
Karbonmonoksida Pengurangan transfer
dan pemakaian O2
Asam Hidrosianat Sitotoksik dan iritan Asetaldehid Sitotoksik dan iritan
Akrolein Sitotoksik dan iritan Amonia Sitotoksik dan iritan
Formaldehid Sitotoksik dan iritan Oksida dari nitrogen Sitotoksik dan iritan
Nitrosamin Karsinogen Hidrozin Karsinogen
Vinil Klorida Karsinogen (Purnamasari Y, 2006)
Lebih dari 4000 jenis bahan kimia terkandung dalam rokok,
dimana 400 dari bahan tersebut meracuni tubuh ,dan 40 dari bahan
tersebut bisa menyebabkan kanker, beberapa zat dalam rokok yang
perlu dipahami adalah sebagai berikut : (Aula E, 2010)
1. Nikotin
Nikotin merupakan zat yang menyebabkan ketergantungan
apabila penggunaan jangka lama dapat menyebabkan
29
kelumpuhan otak dan rasa serta akan terjadi peningkatan
adrenalin yang menyebabkan jantung akan berdebar lebih cepat
dan bekerja keras, artinya jantung memerlukan pasokan oksigen
yang lebih banyak aga dapat memompa secara normal. Nikotin
menyebabkan terjadinya pembekuan darah dan resiko terjadinya
serangan jantung. Kadar nikotin yang dihisap dengan kadar lebih
dari 30 mg akan menyebabkan kematian, dalam satu batang rokok
rata-rata mengandung nikotin 0,1-1,2 mg.
2. Karbon monoksida
Seperti halnya ditemukan pada asap kendaraan bermotor, karbon
monoksida menggantikan setidaknya 15% jumah oksigen yang
biasanya di bawa oleh sel darah merah hasilnya oksigen pada
perokok menjadi berkurang pada jantung tentu hal ini menjadi
faktor resiko terjadinya serangan jantung dan penyakit pada paru.
Karbon monoksida juga dapat merusak lapisan pembuluh darah
dan dapat meningkatkan kadar lemak dinding pembuluh darah
yang berakibat pada penyumbatan.
3. Tar
Tar digunakan untuk melapisi aspal atau jalan raya, pada rokok
tar menrupakan zat pemicu terjadinya kanker dan merusak sel
paru, sebagian lainnya berupa penumpukan zat-zat
kapur,nitrosamine,cadmium,nikel dan B-naphthylamine. Tar
bukanlah zat tunggal akan tetapi terdiri dari ratusan bahan kimia
gelap dan lengket dan tergolong sebagai racun penyebab kanker.
30
4. Arsenic
Arsenic merupakan zat yang biasanya digunakan untuk
membunuh serangga yang berasa dari unsur nitrogen oksida dan
ammonium karbonat.
5. Amonia
Ammonia adalah gas tidak berwarna yang terdiri dari nitrogen
dan hydrogen memiliki bau tajam dan mudah memasuki tubuh
dan apabila zat ini disuntikkan ke manusia bisa langsung pingsan.
6. Formid acid
Formid acid tidak berwarna dan bisa bergerak bebas cepat yang
dapat menyebabkan lepuh, bertambahnya zat ini dalam sirkulasi
darah menyebabkan pernafasan menjadi lebih cepat.
7. Acrolein
Acrolein adalah zat yang tidak berwarna dan mengandung sedikit
banyak alcohol dan cairan ini juga mengganggu kesehatan.
8. Hydrogen cyanide
Hydrogen cyanide merupakan zat yang paling ringan mudah
terbakar dan efisien untuk menghalangi saluran pernafasan, dan
sedikit saja cyanide masuk ke dalam utbuh bisa mengakibatkan
kematian.
9. Nitrous oksida
Adalah sejenis gas tidak berwarna, jika gas ini terhirup maka akan
menimbulkan efek rasa sakit.
31
10. Formaldehyde
Zat ini banyak digunakan untuk pengawet dalam laboratorium
(formalin).
11. Phenol
Phenol adalah campuran yang Kristal dari destilasi beberapa zat-
zat organic seperti halnya kayu dan arang. Phenol terikat pada
protein dan menghalangi aktivitas kerja enzim.
12. Acetol
Hasil dari pemanasan aldehyde (zat yang jenisnya bebas bergerak
dan tidak berwarna) dan mudah menguap apabila dengan alcohol.
13. Hydrogen sulfide
Hydrogen sulfide adalah gas beracun yang mudah terbakar dan
baunya menyengat, zat ini menghalangi oksidasi enzim.
14. Pyridine
Merupakan cairan yang tidak berwarna dengan bau yang tajam.
Zat ini digunakan untuk mengubah sifat alcohol sebagai pelarut
dan digunakan untuk pembunuh hama.
15. Methyl chloride
Methyl chloride merupakan campuran dari zat bervalensi satu
dengan unsur berupa hydrogen dan karbon serta memiliki sifat
beracun.
32
16. Methanol
Methanol ialah sejenis cairan ringan yang mudah menguap dan
terbakar, apabila mengkonsumsi methanol dapat menyebabkan
kebutaan hingga kematian.
2.3.3 Bahaya Merokok Terhadap Kesehatan
Zat kimia dari beberapa jenis produk tertentu memiliki
kecenderungan kuat untuk menjadikan adanya mutasi. Zat kimia yang
dapat menjadikan mutasi disebut karsinogen. Karsinogen yang saat ini
menjadi penyebab jumlah kematian terbanyak yaitu asap rokok. Asap
rokok menyebabkan seperempat dari semua kasus kematian akibat
kanker. Infeksi kronis yang disebabkan karena rokok dapat mengiritasi
bronkus dan bronkiolus. Infeksi kronis menyebabkan melemahnya
mekanisme pertahanan normal pada saluran nafas, termasuk
kelumpuhan sebagian silia pada epitel pernapasan karena efek nikotin
(Guyton C, Hall JE, 2011).
33
(Agnieszka S, Aleksandra R, Aleksander A, et al, 2018) Gambar 2.9
Efek Paparan Rokok terhadap Sistem Tubuh
Keracunan nikotin yang berat dan akut terjadi secara cepat
dengan gejalanya meliputi mual, hyper salivasi, nyeli abdomen,
muntah, diare, gangguan mental, rasa lemah ,sakit kepala, pusing,
berkeringat dingin,, gangguan pendengaran dan penglihatan.
Selanjutnya, terjadi pingsan dan lemah yang hebat serta dengan tekanan
darah turun, dyspneu , denyut nadi yang melemah dengan irama cepat
dan tidak teratur, terjadinya kolaps paru mungkin diikuti dengan
34
konvulsi pada akhir. Kematian dapat terjadi dalam beberapa menit
setelah mengalami gagal pernapasan (Goodman, Gilman, 2008).
Merokok dapat menyebabkan penyakit paru obstruktif (emfisema
dan bronkitis kronik), akan tetapi merokok juga berkaitan dengan
penyakit restriktif atau interstisialis. Pneumonia insterstisialis
deskuamatif (desquamative interstitial pneumonia DIP) dan
bronkiolitis respiratorik merupakan dua contoh penyakit paru
intestisialis yang berkaitan dengan merokok (Kumar VK, Abbas A,
Aster J, 2013).
(U.S Departement of health and human services, 2016)
Gambar 2.10 Bahaya Merokok bagi Tubuh
pada Perokok Aktif dan Perokok Pasif
35
(Agnieszka S, Aleksandra R, Aleksander A, et al, 2018)
Gambar 2.11 Respon Imun Lokal akibat Paparan Rokok
2.3.4 Hubungan Asap Rokok dengan Gambaran Histologis Paru
Asap rokok pada saluran napas akan secara langsung mendorong
pergerakan makrofag, limfosit, dan neutrofil. Partikel dan asap rokok
yang masuk akan mengaktifkan mediator inflamasi dan faktor
kemotatik, yaitu tumor necrosis factor-a (TNF-a), interleukin IL-6,
interleukin IL-8, monocyte chemotactic peptide (MCP)-1, leukotriene
LTB4 dan reactive oxygen species, and sekresi enzim proteolytic
(khususnya MMP-9 dan MMP-12). Faktor kemotatik terutama
interleukin IL-8 dan leukotriene LTB4 akan mempengaruhi pergerakan
neutrofil menuju ke saluran pernapasan, sehingga mempengaruhi
pengeluaran produksi dari kelenjar lendir submukosa dan
perkembangan sel goblet yang berlebihan (Angelis N, Porpodis K,
Zarogoulidis P, et al., 2014). Neutrofil akan mensekresi protease serin,
36
termasuk NE (neutrofil elastase), cathepsin G dan proteinase-3, serta
MMP-8 dan MMP-9, yang berkontribusi terhadap kerusakan paru-paru.
Neutrofil bermigrasi ke saluran pernapasan bawah akibat rangsangan
dari faktor kemotaktik neutrofil, yang meliputi IL-8. Kelangsungan
hidup neutrofil pada saluran pernapasan dipengaruhi oleh sitokin,
seperti GM-CSF (granulocyte/makrofag colony-stimulating factor) dan
G-CSF (granulocyte colonystimulating factor). Selain itu, peningkatan
jumlah sel T juga terlihat pada perokok. Sel T meningkatkan kadar CD4
+ dan CD8 + di dinding saluran napas. CD 8 yang disekresikan oleh sel
T yang penting untuk resolusi infeksi virus, namun bila berlebihan
dapat menimbulkan kerusakan akibat inflamasi paru-paru dan
penurunan fungsi paru-paru. Persentase jumlah mediator inflamasi
yang terdiri dari neutrofil, makrofag, sel CD4, CD8 + sel, sel-B dan
limfosit juga menentukan banyaknya peradangan yang terbentuk pada
saluran nafas (Vlahos R. Bozinovski S, 2014).
Asap dari sebatang rokok dapat menjadikan silia lumpuh dalam
beberapa jam, dengan pemaparan yang berulang akhirnya
menimbulkan kerusakan silia. Ketidakmampuan silia dalam menyapu
keluar mukus yang berisi partikel asing yang terus-menerus datang
menyebabkan zat karsinogen yang terhirup tetap berada di saluran nafas
dalam waktu lama. Selain itu, asap rokok melumpuhkan makrofag
alveolus. Partikel di asap rokok tidak saja melumpuhkan makrofag
tetapi juga zat tertentu dari asap rokok memiliki efek toksik yang secara
langsung pada makrofag, yakni mengurangi kemampuan makrofag
37
untuk menelan benda asing. Selain itu, zat-zat beracun dalam asap
rokok juga menimbulkan iritasi lapisan mukosa saluran napas, sehingga
menyebabkan produksi mucus yang berlebihan, dan secara tidak
langsung akan menyumbat secara parsial saluran nafas (Sherwood L,
2013). Rokok merupakan salah satu polutan berupa gas yang
mengandung berbagai bahan kimia antara lain nikotin, karbon
monoksida, tar dan eugenol (dalam rokok kretek). Asap rokok yang
merupakan sumber radikal bebas dapat mempengaruhi metabolisme
makrofag (Dietrich M, Gladys B, Edward PN, et al, 2009). Makrofag
alveolar yang terstimulasi oleh paparan asap rokok akan terjadi
inaktivasi dari α1-AT sebagai proteinase inhibitor dan mensekresi
sitokin proinflamasi (TNF α, IL-1, IL-2, IL-8, LTB4) dalam paru-paru
melalui dua jalur yaitu dengan cara produksi elastase sebagai
metalloenzim yang mempunyai peranan dalam menghidrolisis α1-AT
dan memproduksi reactive oxygen species (ROS) yang akan
menghambat α1-AT. Elastase dapat merusak beberapa struktur dari
protein paru, salah satunya adalah adanya destruksi septum alveolar
(Kumar VK, Abbas A, Aster J, 2013). Kerusakan paru yang terjadi
akibat asap rokok berupa terjadinya pelebaran lumen alveolus,
penebalan dinding alveolus, dan peradangan alveoulus yang ditandai
dengan meningkatnya jumlah leukosit pada alveolus (Dietrich M,
Gladys B, Edward PN, et al, 2009).
Paparan terhadap toksin yang dihirup ketika merokok
mengakibatkan kematian sel epitel,radang dan proteolysis dari sel
38
matrik ekstrasel. Pada beberapa orang yang rentang dalam artian
ketahanan hidup sel mesenkim dan fungsi perbaikan dalam tubuhnya
terganggu oleh efek langsung dari paparan substansi toksin yang
dihirup dan mediator inflamasi. Akibatnya akan terjadi hilangnya sel-
sel structural pada dinding alveolus dan komponen matriks yang ada
didalamnya (Kumar VK, Abbas A, Aster J, 2013).
Secara biokimiawi, asap rokok meningkatkan sintesa elastase dan
menurunkan produksi antiprotease yang merugikan pertahanan tubuh.
Elastase merusak struktur paru-paru, salah satunya adalah destruksi
septum alveolar. Asap rokok dapat menyebabkan terjadinya oedema
paru karena asap rokok meningkatkan tahanan jalan nafas dan
menaikkan permeabilitas endotel kapiler sehingga protein plasma
keluar bersama cairan dan tertimbun di jaringan. Oedema yang terjadi
mula-mula hanya terdapat pada jaringan interstitiel pada septum alveoli
yang selanjutnya menjadi oedema alveolar dimana cairan bergerak
yang bergerak dalam alveoli ini jika berlebihan akan mendesak septum
alveoli sehingga septum menipis kemudian atrofi (Bittar EE, 2007).
39
(Siwa PA, 2015) Gambar 2.12
Histologi Oedema Paru Tikus Perbesaran 400x dengan Pewarnaan Hematoksilin-Eosin
(Siwa PA, 2015)
Gambar 2.13 Histologi Destruksi Septum Alveolar pada Paru Tikus
Perbesaran 400x dengan Pewarnaan Hematoksilin-Eosin
40
(Siwa PA, 2015) Gambar 2.14
Histologi Infiltrasi Sel Radang pada Paru Tikus Perbesaran 400x dengan Pewarnaan Hematoksilin-Eosin
Radikal bebas adalah spesies kimia mengandungi sebuah elektron
tanpa pasangan pada orbit luar. Situasi kimia yang demikian tidak
stabil, dan radikal bebas akan bergabung dengan zat kimia anorganik
atau organic, apabila timbul dalam sel radikal bebas tersebut akan
menyerang asam nukleat dan berbagai protein sel dan juga lipid. Di
samping itu, radikal bebas menyebabkan molekul yang bereaksi
dengannya akan berubah menjadi sebuah radikal bebas lain, sehingga
akan terjadi suatu rangkaian kerusakan. Spesies oksigen reaktif (ROS)
adalah radikal bebas yang berasal dari oksigen yang berperan jelas pada
jejas sel. Jejas sel terjadi karena kerusakan oleh radikal bebas, keadaan
ini termasuk dalam reperfusi iskemia ,jejas kimia dan radiasi, toksin
dari oksigen serta gas lain, penuaan sel, kematian mikroba sel fagosit,
dan kerusakan jaringan akibat sel radang. Selain peranan ROS sebagai
penyebab jejas sel serta kematian mikroba, kadar ROS yang cukup
41
rendah juga dijumpai pada berbagai mekanisme sinyal sel serta pada
reaksi fisiologis. Dengan demikian, molekul ini akan diproduksi pada
keadaan normal, akan tetapi untuk menghindari efek yang cukup
merugikan, kadar intrasel pada sel sehat akan diatur ketat. (Kumar VK,
Abbas A, Aster J, 2013). Merokok menyebabkan meningkatnya jumlah
sirkulasi fagosit dan fagosit yang muncul dapat menstimulasi timbulnya
sistem Reactive Oxygen Species (ROS). Peningkatan jumlah fagosit
yang teraktivasi dapat menambah stress oksidatif lebih besar daripada
stress oksidatif akibat merokok itu sendiri. Kejadian yang penting
adalah jejas pada jaringan merupakan peningkatan adhesi perlekatan
fagosit pada dinding kapiler, yang sebelumnya didahului oleh
perlekatan fagosit ke dalam jaringan dan merupakan pusat proses imun
dan inflamasi terutama jejas pada jaringan yang berhubungan dengan
ROS (Purnamasari Y, 2006).
Top Related