BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Kristalografi merupakan cabang ilmu yang mempelajari tentang kristal dan
mineral-mineral penyusun pembentuknya, serta dasar disiplin ilmu kristalografi.
Bidang ini terkait dalam ilmu geologi tentang kimia dan fisika. Secara mendalam
pokok bahasan yang dikaji meliputi sifat-sifat geometri Kristal serta fisis kristal.
Secara tersendiri kristalografi diartikan satu cabang ilmu yang mempelajari
tentang sifat-sifat di dalam geometri kristal terutama berkaitan dengan
permasalahan perkembangan, pertumbuhan, kenampakan luar suatu struktur
dalam sifat fisis lainnya. Sedangkan mineralogi merupakan ilmu yang secara
dalam mempelajari tentang sifat-sifat mineral pembentuk batuan yang terdapat di
bumi dan manfaat bagi manusia serta dampaknya terhadap sifat tanah.
Mempelajari kristalografi berarti akan membahas tentang bagaimana serta
dimana kristal diartikan bidang homogen yang memiliki bidang polyhedral
tertentu. Bidang muka yang licin dalam suatu kristal di dalam kristalografi dan
mineralogi biasanya bersifat anisotrop dan tembus air.
Proses terbentuknya kristal dan mineral alam merupakan akibat dari proses
geologi, yaitu:
a. Endogenik, merupakan proses kristal yang dibentuk pengkristalan
magma.Satrio RamadhanH1C109070
b. Eksogenik, merupakan proses pengkristalan yang dipengaruhi oleh gaya-gaya
dari luar.
c. Tektonik lempeng, dimana proses ini adalah dasar dari penyatuan
jalur magnetik dengan sumbu zona pelapukan. Berdasarkan perbandingan
panjang yang berada pada sumbu-sumbu kristalografi, letak maupun maupun
posisi sumbu, jumlah dan nilai sumbuvertikal atau nilai di sumbu c, maka kristal
digolongkan menjadi 7 sistemkristal, yaitu :
a) Sistem Isometric
b) Sistem Tetragonal
c) Sistem Hexagonal
d)Sistem Trigonal
e)Sistem Orthorombic
f)Sistem Triclinic
g)Sistem Monoclin
Kristal berasal dari bahasa Yunani yaitu crustallos yang berarti es atau
sesuatu yang menyerupai es. Kristal merupakan bangun yang homogen terdiri atas
atom-atom yang tersusun teratur dan berulang (dalam pola tiga dimensi).
Zat padat terbentuk dari Kristal yang mempunyai jarak antara atom satu dan
antara lainnya tertentu sehingga akan membentuk bangun geometri tertentu pula.
Bentuk-bentuk geometri inilah yang merupakan dasar bentuk Kristal suatu zat.
Bentuk geometri terkecil dari krsital disebut sel satuan.
1. 2 Maksud dan Tujuan
1. 2. 1 Maksud
Dalam studi kristalografi, setelah mempelajari ilmu-ilmu tentang kristal,
tahap selanjutnya adalah mempalajari ilmu tentang mineral atau Mineralogi.
Kristalografi sendiri terkait dalam satu rangkaian dengan berbagai macam contoh
dalam pembelajarannya. Terkait dengan kristal adalah komponen dasar dalam
Geologi karena kristal adalah adalah suatu padatan yang atom, molekul, atau ion
penyusunnya terkemas secara teratur dan polanya berulang melebar secara tiga
dimensi. Dan dengan menjalani studi Kristalogrfi, dimaksudkan agar kita dapat
mengenal, mengetahui dan juga menguasai Kristalografi yang menjadi salah satu
dasar terpenting dalam Geologi.
Dengan bekal ilmu tentang kristal yang akan diperoleh, Kristalografi adalah
salah satu aplikasi dari ilmu tersebut. Dan pada akhirnya, dengan menguasai
kristalografi dan Mineralogi nantinya, akan dapat lebih mudah dalam mempelajari
ilmu Geologi pada tahap selanjutnya.
1. 2. 2 Tujuan
Dalam kegiatan mempelajari dan melakukan praktikum Kristalografi, kita di
tuntut untuk dapat :
1. Mengenal dan menguasai bentuk bentuk Kristal.
2. Mengaplikasikan ilmu tentang Kristal yang telah di dapat sebelumnya.
1. 3 Landasan Teori
1. 3. 1 Sejarah Terbentuknya Kristal
Kistalografi terbentuk pada zaman pra-sejarah. Lama sebelum ke sasteraan
berkembang, manusia telah mengenal zat warna alam seperti hematite (merah)
dan manganese oxide (hitam), dan dapat di gunakan untuk lukisan lukisan dalam
gua. Manusia zaman batu telah menyadari akan kekerasan dan keuletan “fibrous
sitinolite”(nephrite yada) dan menggunakannya sebagai belian yang istimewa,
distribusi dari peralatan nephrite ini membuktikan bahwa material ini pernah di
gunakan dalam kehidupan, karena alat alat ini di jumpai jauh dari tempat bahan
mentahnya. Penambangan dan peleburan mineral mineral dari kristalografi salah
satu tulisan yang pertama tentang ini telah di tuangkan di buku”one stone”yang di
terbitkan oleh filosof Yunani Theopharatus pada tahun 372-358 S. M. Dalam
abad ke 1 masehi mencatat, bahwa banyak sekali pengetahuan alam yang sudah di
kenal oleh orang Romawi.
Dan dia menerangkan tentang beberapa macam Kristal yang di ambil untuk
sebagai batu penghiasan, zat warna dan biji logam. Dan ia mencatat keadaan
geologi, mineralogi dan Kristalografi pada saat itu. Tulisan ini telah di
terjemahkan ke dalam bahasa inggris dan tersedia banyak perpustakaan setelah
perkembangan selanjutnya tentang, Kristalografi, mineralogi dan geologi. Setelah
abad ke 18 tercatat bahwa kemajuan dalam kristalografi lambat akan tetapi setabil.
Para ahli mencatat akan usaha ini adalah swedia dari jerman, guru besar pada saat
itu adalah A. G. Warner pada tahun 1750-1817.
Seorang maha guru pada mining academy freieropah. Dalam tahun-tahun
pertama abad ke 19 terlibat kemajuan yang pesat.Dari mineralogi mengumumkan
tentang teori-teori atom dan pernyataan bahwa nineral adalah senyawa kimia
dengan komposisi tertentu. Juga penemuan reflecting geniometer melengkapi
cara pengukuran Kristal dengan lebih teliti dan klasifikasi bentuk serta sistem
memenuhi syarat.Ahli kimia swedia Berzelium pada tahun 1779-1884 serta
murid-murid nya, terutama Mitscherlich pada tahun 1794-1863, mempelajari
kimia Kristal dan kemudian mengumumkan klasifikasi mineral secara kimia.
Selama abad ke 19 banyak di temukan beberapa macam bentuk Kristal dan di
deskripsikan oleh para pakar Kristal dan mineral-mineral. Dan tidak jarang hasil
pembukaan distrik pembangunan baru yang semula merupakan daerah yang
belum di selidiki.
Untuk keseragaman pendapat tersebut dibuat suatu kesimpulan yang disebut
defenisi kompilasi, yaitu: ‘Kristal adalah bahan padat homogeny, biasanya
anisortop dan tembus cahaya serta mengikuti hukum-hukum ilmu pasti sehingga
susunan bidang bidangnya memenuhi hukum geometri, jumlah dan kedudukan
selalu tertentu dan teratur”.
1. 3. 2 Pengertian Kristal Menurut beberapa Ahli
Kata “Kristal” berasal dari bahasa Yunani crystallon yang berarti tetesan
dingin dan beku. Menurut pengertian kompilasi yang diambil untuk
menyeragamkan pendapat para ahli,maka Kristal adalah bahan padat homogeny,
biasanya anisortop dan tembus cahaya serta mengikuti hukum hukum ilmu pasti
sehingga susunan bidang bidang nya memenuhi hukum geometri; jumlah dan
kedudukan bidang kristalnya selalu tertentu dan teratur. Kristal Kristal tersebut
selalu dibatasi oleh beberapa bidang datar yang jumlah dan kedudukan nya
tertentu. Keteraturannya tercermin dalam permukaan Kristal yang berupa bidang
bidang datar dan rata yang mengikuti pola-pola tertentu. Bidang-bidang ini
disebut sebagai bidang muka Kristal. Sudut antara bidang bidang muka Kristal
yang saling berpotongan besarnya selalu tetap pada suatu Kristal. Bidang muka itu
baik letak maupun arahnya di tentukan oleh perpotongan dengan sumbu sumbu
Kristal. Dalam sebuah Kristal,sumbu Kristal berupa garis bayangan yang lurus
yang menembus Kristal melalui pusat Kristal. Sumbu Kristal tersebut mempunyai
satuan panjang yang disebut sebagai parameter.
Selain dari definisi ini terdapat pula berbagai definisi Kristal dari berbagai
ahli:
1. Wikipedia
Kristal adalah suatu padatan yang atom,molekul, atau ion penyusunnya
terkemas secara teratur dan polanya berulang menyebar secara tiga dimensi.
2. Snechal
Kristal merupakan padatan yang secara essensial mempunyai pola difraksi
tertentu.
3. Djauhari Noor
Kristal di defenisikan sebagai mineral yang memiliki sifat dan bentuk tertentu
dalam keadaan padatnya sebagai perwujudan dari susunan yang teratur di
dalamnya.
4. L. G. Berry, Brian Mason, dan R. V Dietrich, 1959.
Mengatakan Kristal adalah A solid body bounded by natural planar
surfaces, generally called crystal faces, that are the external expression of a
regular internal arrangement of constituen atoms or ions. “kumpulan benda
padat yang di kelilingi oleh permukaan planar yang biasanya disebut permukaan
Kristal. Itu adalah tanda luar dari susunan tetap bagian dalamnya dari unsure atom
ion”
Istilah kristalin yang di pakai pada material yang mempunyai susunan tetap
bagian dalamnya dari unsur atom atau ion. Bahan yang terdiri dari Kristal
mungkin bias ataupun tidak bias menjadi permukaan Kristal.
5. B. G. Escher, 1949
Mengatakan bahwa Kristal merupakan bahan padat homogen dan bentuknya
di batasi oleh bidang bidang ter tentu yang merupakan bidang banyak, bentuk
tersebut ter tentu untuk tiap tiap mineral zat.
Defenisi diatas kalau ditelaah mengandung pengertian’’Bahan padat
homogen’’ mengandung yang penjabaranya:
Tidak termasuk bahan cair dan gas
Tidak dapat diuraikan menjadi unsur lain oleh proses fisika bentuknya dibatasi
oleh bidang tertentu’’mengandung pengertian
Bentuk Kristal dibatasi oleh bentuk bidang yang tetap dan membentuk sudut
pinggir yang tetap pula merupakan bidang banyak’’mengandung pengertian;
Setiap Kristal terdiri dari beberapa bidang(polieder)“Bentuk Kristal tertentu
untuk tiap tiap mineral”mengandung pengertian;
Setiap mineral mempunyai bentuk Kristal yang tetap.
6. E. S. Dana dan W. E. Ford, 1960.
Mengatakan bahwa Kristal adalah suatu bentuk bidang banyak yang dibatasi
oleh bidang datar teratur, tersusun dari komposisi kimia tertentu akibat kekuatan
antar atom yang melewati kondisi yang cocok dari keadaan cair atau gas kebentuk
padat.
Devenisi diatas jika di tinjau mengandung pengertian :
“Suatu bidang banyak di batasi oleh bidang banyak” mengandung pengertian
Bentuk Kristal terdiri dari beberapa bidang datar.
Setiap bidang terletak dan teratur trhadap bidang lainnya. “Tersusun dari
komposisi kimia tertentu akibat kekuatan antara atom yang melewati kondisi
yang cocok dari keadaan cair atau gas ke bentuk padat” mengandung pengertian
Setiap Kristal mempunyai komposisi kimia tetap
Kristal selalu berupa benda padat
1. 3. 3 Proses Pembentukan Kristal
Pada Kristal ada beberapa proses ataupun tahapan dalam pembentukan
Kristal. Proses yang di alami oleh suatu Kristal akan mempengaruhi sifat-sifat
Kristal tersebut. Proses ini juga bergantung pada bahan dasar serta kondisi
lingkungan tempat dimana Kristal tersebut terbentuk.
Berikut ini adalah fase-fase pembentukan Kristal yang umumnya terjadi pada
pembentukan Kristal:
Fase cair ke padat : kristalisasi suatu lelehan atau cairan sering terjadi pada
skala luas dibawah kondisi alam maupun industry. Pada fase ini cairan atau
lelehan dasar pembentuk Kristal akan membeku atau memadat dan membentuk
Kristal. Biasanya di pengaruhi oleh perubahan suhu lingkungan.
Fase gas ke padat (sublimasi) : Kristal langsung di bentuk dari uap tanpa
melalui fase cair. Bentuk Kristal biasanya berbentuk kecil dan kadang kadang
ber bentuk rangka (skeletal). Pada fase ini Kristal yang terbentuk adalah hasil
sublimasi gas-gas yang memadat karena perubahan lingkungan. Umumnya gas-
gas tersebut adalah hasil dari aktivitas vulkanis atau dari gunung api yang
membeku karena petrubahan tempertur.
Fase padat ke padat : Proses ini dapat terjadi pada agregat Kristal di bawah
pengaruh tekanan dan temperatur(deformasi). Yang berubah adalah struktur
kristalnya, sedangkan susunan unsur kimia tetap (rekristalisasi). Fase ini hanya
mengubah Kristal yang sudah terbentuk sebelumnya karena tekanan dan
temperatur yang berubah secara signifikan. Namun, komposisi dan
unsurekimianya kimianya tidak berubah karena tidak adanya factor lain yang
terlibat kecuali tekanan dan temperature.
1. 3. 4 Sistem Kristalografi
Seperti sudah diketahuai bahwa Kristal ialah suatu zat padat yang terjadi
karena alamiah tersusun atas zat anorganik dan dibatasi bidang datar tertentu.
Kristal memiliki struktur internal yang sudah tentu dapat digambarkan secara
geometris. Bidang-bidang batas dari Kristal tersebut oleh satu garis atau arah
dapat di tentukan posisinya. Garis atau arah tersebut dinamakan sumbu Kristal.
Kristal mineral dibagi menjadi 7 sistem Kristal, pembagian tersebut
didasarkan atas:
1. Jumlah sumbu Kristal
2. Letak sumbu Kristal terhadap sumbu yang lain
3. Besarnya parameter masing-masing sumbu
Gambar 1. 1 Sudut dan penjuru kristalografi
1. Sistem Isometrik
Gambar 1. 2 Sistem Isometrik
Sistim ini juga disebut ancer legular, atau bahkan sering dikenal sebagai
ancer kubus atau kubik. Jumlah sumbu kristalnya ada 3 dan saling tegak lurus
satu dengan yang lainnya. Denagn perbandingan panjang yang sama untuk
masing-masing sumbunya.
Pada kondisi sebenarnya, sistem Isometrik memiliki axial ratio(perbandingan
sumbu a=b=c, yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama
dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kistalografi α = β = γ = 90°. Hal ini
berarti, pada sistem ini semua sudut kristalografinya(α , β , dan γ) tegak lurus satu
sama lain(90°).
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, ancer
ismoetrik memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 3. Artinya pada sumbu
a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan
sumbu c juga ditarik dengan nilai 3(nilai bukan patokan, hanya perbandingan).
Dan sudut antar sumbunya a+ menuju b F =30°. Hal ini menjelaskan bahwa antara
sumbu a+ memiliki nilai 30° terhadap sumbu b F .
Sistem isometric dibagi menjadi 5 kelas :
Tetaoidal
Gyroida
Diploida
Hextetrahedral
Hexoctahedral
Beberapa contoh mineral dengan sistim kristal isometric adalah: Gold, Pyrite,
Galena, Halite, Flourite(pellant,chris : 1992)
2. Sistem Tetragonal
Gambar 1. 3 Sistem Tetragonal
Sama dengan sistim isometric, ancer ini mempunyai 3 sumbu Kristal yang
masing masing saling tegak lurus. Sumbu a dan b mempunyai satuan panjang
sama. Sedangkan sumbu c berlainan, dapat lebih panjang atau lebih pendek. Tapi
pada umumnya lebih panjang
Pada kondisi sebenarnya, ancer Tetragonal memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu) a = b ≠ c, yang artinya panjang sumbu a sama dengan
sumbu b tetapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi
α = β = γ = 90°.
Hal ini berarti, pada ancer ini semua sudut kristalografi ( α, β dan γ) tegak
lurus stu sama lain ( 90° ).
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, ancer
Tetragonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya pada sumbu
a, di tarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b di tarik garis dengan nilai 3, dan
sumbu c di tarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan).
Dan sudut antara sumbunya a+^b F = 30°. Hal ini menjelaskan bahwa antara
sumbu a+ memiliki nilai 30° terhadap sumbu b F .
Sistim tetragonal dibagi menjadi 7 kelas :
Beberapa contoh mineral pyramid
Bipiramid
Bispenoid
Trapezohedral
Ditetragonal Piramid
Skalenohedral
Ditetragonal Bipiramid
Dengan sistim Kristal tetragonal ini adalah rutil, autunite, pyrolusite ,leusite,
scapolite , (Pellan, Chris : 1992 )
3. Sistem Hexagonal
Gambar 1. 4 Sistem Hexagonal
Sistem ini mempunyai 4 sumbu Kristal, dimana sumbu c tegak lurus terhadap
ketiga sumbu lain nya. Sumbu a, b, dan d masing masing membentuk sudut 120°
terhadap satu sama lain. Sumbu a, b, dan d memiliki panjang sama. Sedangkan
panjang c berbeda, dapat lebih panjang atau lebih pendek (umumnya lebih
panjang).
Pada kondisi sebenarnya ancer hexagonal memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu) a = b = d ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan
panjang sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu c, dan
juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90° ; γ = 120°. Hal ini berarti,pada ancer
ini , sudut α dan β Saling tegak lurus dan membentuk sudut 120° terhadap sumbu
γ.
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal ancer
Hexagonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada
sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3,
dan sumbu c di tarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan,hanya
perbandingan) Dan sudut antar sumbunya a+ ^ b F = 20° ; d F ^ b+ = 40°. Hal ini
menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 20° terhadap sumbu b F dan
sumbu d F membentuk sudut 40° terhadap sumbu b +
Sistem ini dibagi menjadi 7 :
Hexagonal Piramid
Hexagonal Bipiramid
Dihexagonal Piramid
Dihexagonal Bipiramid
Trigonal Bipiramid
Ditrigonal Bipiramid
Hexagonal Trapezohedral
Beberapa contoh mineral dengan sistem Kristal Hexagonal adalah quartz,
corundum, hematite, calcite, dolomite, apatite. ( Mondadori, Arlondo. 1977).
4. Sistem Trigonal
Gambar 1. 5 Sistem Trigonal
Beberapa ahli memasukkan ancer ini kedalam sitem Hexagonal. Demikian
pula cara penggambaran nya juga sama. Perbedaan nya, bila pada ancer trigonal
setelah terbentuk bidang dasar,yang terbentuk segi enam,kemudian dibentuk
segitiga dengan menghubungkan dua titik sudut yang melewati satu titik
sudutnya.
Pada kondisi sebenarnya, ancer Trigonal memiliki axial ratio( perbandingan
sumbu) a = b = d ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan panjang sumbu
b dan sama dengan sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki
sudut Kristalografi α = β = 90° ; γ = 120°. Hal ini berarti pada ancer ini, sudut α
dan β saling tegak lurus dan membentuk sudut 120° terhadap γ
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, ancer
Trigonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu
a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b di tarik garis dengan nilai 3, dan
sumbu c ditarik garis dengan nilai 6, ( nilai bukan patokan, hanya perbandingan)
dan sudut antara sumbunya a+^ b F = 20°; d F ^ b+ = 40°. Hal ini menjelaskan
bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 20° terhadap sumbu b F dan sumbu d F
membentuk sudut 40° terhadap sumbu b+.sistim ini dibagi menjadi 5 kelas:
Trigonal Piramid
Trigonal Trapezohedral
Ditrigonal Piramid
Ditrigonal Skalenohedral
Rombohedral
Beberapa contoh mineral dengan sistem Kristal Trigonal ini adalah
Tourmaline, dan Cinabar (Mondadori, Arlondo. 1977).
5. Sistem Kristal Orthorhombik
Gambar 1. 6 Sistem Orthorombik
Sistim ini disebut juga ancer rhombis dan mempunyai 3 sumbu simetri
Kristal yang saling tegak lurus dengan yang lain nya. Ketiga sumbu tersebut
mempunyai panjang yang ber beda.
Pada kondisi sebenarnya ancer orthorhombic memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu) a ≠ b≠ c, yang artinya panjang sumbu sumbunya tidak ada
yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut
kristalografi = β = γ = 90°. Hal ini berarti pula, pada ancer ini ketiga sudutnya
saling tegak lurus (90°).
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, ancer
Orthorhombik memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang Artinya,
tidak ada patokan yang menjadi ukuran panjang pada sumbu sumbu pada ancer
ini, dan sudut antara sumbunya a+^ b F = 30°;. Hal ini menjelaskan bahwa antara
sumbu a+ memiliki nilai 30° terhadap sumbu b F .
Sistem ini dibagi menjadi 3 kelas :
Bisfenoid
Pyramid
Bipiramid
Beberapa contoh mineral dengan sistem Kristal Orthorhombik ini adalah stibnite,
chrysoberyl, dan witherita (Pellant, Chris, 1992).
6. Sistem Monoklin
Gambar 1. 7 Sistem Monoklin
Monoklim artinya hanya mempunyai sumbu yang miring dari tiga sumbu
yang dimiliki nya. Sumbu a tegak lurus terhadap sumbu n; n tegak lurus terhadap
sumbu c, tetapi sumbu c tidak tegak lurus terhadap sumbu a. Ketiga sumbu
tersebut mempunyai panjang yang tidak sama, umumnya sumbu c yang paling
panjang dab sumbu b yang paling pendek.
Pada kondisi sebenarnya ancer Monoklin memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu) a ≠ b≠ c, yang artinya panjang sumbu sumbunya tidak ada
yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut
kristalografi = β = γ = 90° ≠ γ . Hal ini berarti pula , pada ancer ini, sudut α dan
β saling tegak lurus (90°) sedangkan γ tidak tegak lurus(miring).
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, ancer
Monoklin memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang Artinya, tidak ada
patokan yang menjadi ukuran panjang pada sumbu sumbu pada ancer ini, dan
sudut antara sumbunya a+^ b F = 45°;. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu
a+ memiliki nilai 45° terhadap sumbu b F
Sistem Monoklin dibagi menjadi tiga kelas :
Sfenoid
Doma
Prisma
Beberapa contoh mineral dengan ancer Kristal monoklin ini adalah azurite,
kernite, malachite , colemanite, gypsum ferberite, dan epidot (Pellant, Chris.
1992).
7. Sistim Triklin
Gambar 1. 8 Sistem Triklin
Sistem ini mempunyai tiga sumbu simetri, yang satu dengan yang lainnya
tidak saling tegak lurus. Demikian juga panjang masing masing sumbu tidak sama
Pada kondisi sebenarnya ancer Triklin memiliki axial ratio (perbandingan
sumbu) a ≠ b≠ c, yang artinya panjang sumbu sumbunya tidak ada yang sama
panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi = β =
γ = 90° ≠ γ. Hal ini berarti pula, pada ancer ini, sudut α, β, dan γ tidak saling
tegak lurus satu dengan yang lainnya.
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, ancer Triklin
memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang Artinya, tidak ada patokan
yang menjadi ukuran panjang pada sumbu sumbu pada ancer ini, dan sudut antara
sumbunya a+^ b F = 45°;dan b F ^ c+ = 80°. Hal ini menjelaskan bahwa antara
sumbu a+ memiliki nilai 45° terhadap sumbu b F membentuk sudut 80° terhadap
c+.
Sistem ini dibagi menjadi 2 kelas :
Pedial
Pinakoidal
Beberapa contoh mineral dengan ancer Kristal Ttriklin adalah albite,
anorthite, labradorite, kaolinite, microcline dan anortaclase (Pellant, Chris.
1992).
1. 3. 5 Sumbu Dan Sudut Kristalografi
Sumbu bentuk Kristal terdiri dari dua unsur utama susunan susunan sumbu
yaitu terdiri dari sumbu sumbu dan sudut kristalografi.
Sumbu Kristal
Sumbu kristalografi ialah suatu garis lurus yang di buat melalui pusat
Kristal.kristal mempunyai bentuk tiga dimensional sehingga mempunyai panjang,
lebar, dan tebal atau tinggi. Tetapi di dalam penggambaran bentuk bentuk Kristal
dalam bentuk dan bidang kertsa yang merupakan 2 bentuk dimensional sehingga
digunakan suatu proyeksi orthogonal
Sumbu a ialah sumbu yang tegak lurus pada bidang kertas gambar kita.
Sumbu b ialah sumbu yang horizontal terhadap bidang kertas gambar kita
Sumbu c ialah sumbu yang vertical tegak pada bidang kertas gambar kita
Sumbu kristalografi dan saling berpotong pada titik potong tertentu yang
disebut sebagai pusat Kristal.
Sudut Kristal
Sudut Kristal adalah sudut yang terbentuk oleh perpotongan sumbu sumbu
Kristal dan saling berpotongan pada titik potong yang disebut sebagai pusat
Kristal.
Berikut skema dari sumbu a, b, dan c beseta sudutnya
Gambar 1. 9 Sumbu dan Sudut Kristal
Sudut α (Alpha)
Adalah sudut yang di bentuk oleh sumbu b dengan sumbu c.
Sudut β (Betha)
Adalah sudut yang di bentuk oleh sumbu a dengan sumbu c
Sudut γ (Gamma)
Adalah sudut yang di bentuk oleh sumbu a dengan sumbu b
Dalam mempelajari dan mengenal bentuk Kristal secara mendetail, perlu
diadakan pengelompokan secara sistematis. Pengelompokan tersebut di dasarkan
kepada perbandingan panjang, letak (posisi) dan jumlah sumbu kristalografi serta
nilai sumbu tegaknya. Masing masing sumbu a, b, dan c memiliki nilai positif dan
negative seperti halnya dalam hukum tangan kiri Darcy.
1. 3. 6 Proyeksi
Adalah gambar tiga dimensi suatu bentuk Kristal yang dibuat di ayas bidang
kertas agar dapat di pahami.
1. 3. 6. 1 Proyeksi Orthogonal
Digunakan untuk mendapatkan gambar tiga dimensional dari suatu bentuk
Kristal diatas bidang kertas. Pelukissan (penggambaran) tersebut dapat dilakukan
dengan cara berikut:
Table 1. 1 penggambaran salib sumbu sistem kristal
No Sistem Kristal Perbandingan Sumbu Sudut Antar Sumbu
1 Isometrik a : b : c = 1 : 3 : 6 a+^b F = 30°.
2 Tetragonal a : b : c = 1 : 3 : 6 a+^b F = 30°.
3 Hexagonal a : b : c = 1 : 3 : 6 a+^ b F = 20°; d F ^ b+ = 40°.
4 Trigonal a : b : c = 1 : 3 : 6 a+^ b F = 20°; d F ^ b+ = 40°.
5 Orthorombik a : b : c = Sembarang a+^b F = 30°.
6 Monoklin a : b : c = Sembarang a+^ b F = 45°
7 Triklin a : b : c = Sembarang a+^ b F = 45° b F ^ c+ = 80°.
1. Penggambaran bentuk Kristal
Cari semua simbol bentuk Kristal (indsches Miller) yang ada pada octanc I,
yaitu semua bidang yang memoton sumbu a+ , b+, c+
Untuk simbol tersebut ke Indische Weisz.
Plotkan seluruh parameter kesusunan salib sumbu, dan hubungkan semua titik
yang bersesuaian sehingga membentuk garis-garis. Upayakan penarikan garis
dari semua garis dapat terkombinasikan sehingga titik potongnya menghasikan
bidang bidang semu dari bentuk yang di inginkan.
Bidang yang terbentuk di proyeksikan dengan cara simetri ke berbagai octan
Perjelas garis garis rusuk Kristal dan hilangkan garis bantu yang dibuat
sebelumnya.
Lengkapi gambar tersebut dengan indihces dan unsur-unsur simetrinya.
1. 3. 6. 2 Proyeksi Streografis
Untuk mendapatkan cirri-ciri simetri yang lengkap pada suatu Kristal maka
bentuk prespektif harus di kombinasikan dengan proyeksi pada basal plane.
Pembentukan proyeksi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara ; salah satunya
adalah dengan proyeksi streografis
Proyeksi streografis di anggap sebagai proyeksi yang paling baik karena ini
mencakup proyeksi dari separuh bola, bidang proyeksinya merupakan lingkaran
equatorial yang mempunyai jari jari sama panjang dengan jari-jari bola. Setelah
bidang datar proyeksi di ambil seperti bidang datar equatorial bola, garis khayal
di gambarkan pada ujung ujung proyeksi bola ke selatan ujung bola. Selanjutnya
titik-titikyang dihasilkan oleh pertemuan garis proyeksi bidang Kristal dengan
bidang equatorial disebut sebagai proyeksi stereografis
Pengkonstruksian proyeksi stereografis dalam bentuk tersendiri (keluar dari
proyeksi bola) dapat di lakukan dengan menggunakan wulf net, paku
payung,kalkil, dan jangka yaitu dengan cara sebagai berikut:
Letakkan kalkil di atas wulf net dan ikuti(lukis) lingkaran diatas kalkil
Setelah pusat kedua lingkaran di himpitkan dengan paku payung, letakkan posisi
sumbu b (bidang 010 dan 010 ) pada diameter horizontal (kutub E W Wulf Net).
Hitung sudut antar pedion plane atau basal panacoid, kemudian plotkan
kedalam lingkaran kalkil sesuai dengan busur Wulf Net.
Hitung sudut antar bidang terhadap seluruh pedion plane, selanjutnya plotkan
dengan cara yang sama seperti poin 3
Bidang lainnya akan dapat diketemukan berdasarkan “hukum kompilasi” yang
merupakan perpotongan masing masing garis busur lingkaran vertikal dan
horizontal.
Sempurnakan proyeksi tersebut dengan melengkapi nilai nilai simetri kristanya.
1. 3. 7 Aplikasi Kristal Dibidang Pertambangan
Sesuai dengan namanya, program studi Teknik Pertambangan akan
mempelajari berbagai macam hal yang brhubungan dengan proses penambangan
terutama mineral berharga dan batubara. Untuk melakukan proses penambangan
ada beberapa hal yang harus di persiapkan seperti ilmu tentang mineralogi dan
kristalografi, misalnya sifat Kristal mineral yang akan di tambang. Kemudian
kegunaan nya mineral. Bagai mana cara mengolahnya agar bias di manfaatkan
oleh manusia dan lain sebagainya.
Ketika kita akan menambang emas maka selin mengetahu hal-hal penting
yang telah disebutkan diatas, perlu di ketahui pula apakah proses penambangan
yang di lakukan itu menguntungkan atau tidak. Maksudnya sifat mineral,
kegunaannya, cara menambangnya, juga cara mengolahnya agar bisa di
pergunakan oleh manusi harus di perhitungkan sisi ekonominya. Oleh sebab itu,
pada Teknik Pertambangan, kita juga akan mempelajari ilmu ekonomi yang
berkaitan dengan proses penambngan mineral.
Dalam proses penambngan, ada 3 hal utama yang di lakukan yaitu:
Eksplorasi, Eksploitasi, dan Pemrosesan. Eksplorasi merupakan proses pencairan
mineral berharga. Eksploitasi adalah proses penambangan mineral tersebut.
Sedangkan pemrosesan adalah kegiatan memisahkan mineral berharga dari
partikel-partikel lain yang menyatu dengan mineral tersebut.
Pada intinya Teknik Pertambangan akan mempelajari kristalografi agar
mengetahui bagai mana cara mengambil atau mengektrak mineral berharga se
ekonomis mungkin.
Top Related