BAB I
PENDAHULUAN
Skabies (night itch, gudik, budukan, gatal agogo) adalah penyakit kulit yang
disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var. hominis dan
produknya. Gejala utama adalah gatal pada malam hari, lesi kulit berupa terowongan,
papula, vesikula, terutama pada tempat dengan stratum korneum yang tipis seperti sela-sela
jari tangan, pergelangan tangan, siku bagian luar (sikut), lipat ketiak, umbilikus, genetalia
eksterna pria, areola mammae, telapak kaki dan telapak tangan. Skabies ditemukan hampir
disemua negara dengan prevalensi yang berbeda-beda. Di beberapa negara yang sedang
berkembang prevalensi skabies pada populasi umum dan cenderung tinggi pada anak-anak
serta remaja.
Skabies disebabkan antara lain oleh rendahnya faktor sosial ekonomi, higiene yang
buruk seperti mandi, mengganti pakaian, pemakaian handuk dan melakukan hubungan
seksual. Penyakit ini biasanya banyak ditemukan di tempat seperti asrama, panti asuhan,
rumah penjara atau di daerah perkampungan yang kurang terjaga kebersihannya.
Di Indonesia masih banyak ditemukan masyarakat sosial ekonomi menengah ke
bawah, yang dikarenakan perilaku hidup bersih yang kurang serta kurang memadai
ketersediaan sanitasi. Pada anak-anak masalah ini lebih banyak dialami, karena individu
tersebut belum mampu secara mandiri melakukan kebersihan diri dan kebersihan
lingkungan. Anak senang bermain dengan teman-temannya tanpa memperhatikan
kebersihan diri, sehingga memungkinkan terjadinya penularan penyakit melalui kontak
langsung seperti berjabat tangan, bersenggolan atau bermain bersama. Kondisi anak yang
kurang memperhatikan perilaku kesehatan membuat mereka lebih rentan untuk tertular
penyakit. Gejala penyakit skabies adalah gatal-gatal di darerah genitalia, ketiak, dan pantat
yang sering mereka rasakan pada malam hari.
Menurut Departemen Kesehatan RI, prevalensi skabies di Puskesmas seluruh
Indonesia pada tahun 1986 adalah 4,6%-12,9% dan skabies menduduki urutan ketiga dari
12 penyakit kulit tersering. Di Bagian Kulit dan Kelamin FKUI/RSCM pada tahun 1988,
dijumpai 734 kasus skabies yang merupakan 5,77% dari seluruh kasus baru. Pada tahun
1
1989 dan 1990 prevalensi skabies adalah 6% dan 3,9%. Prevalensi skabies sangat tinggi
pada lingkungan dengan tingkat kepadatan penghuni yang tinggi dan kebersihan yang
kurang memadai.
2
BAB II
KASUS
STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. Nur Fadilah
Umur : 5 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl. Bantilan
Tanggal Pemeriksaan : 15 Desember 2014
ANAMNESIS
Keluhan Utama : Gatal dan bintil kemerahan di sela jari tangan, kaki dan sekitar perut.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Keluhan ini dirasakan sejak 1 minggu yang lalu. Pasien merasakan gatal-gatal di sela
jari tangan, kaki dan sekitar perut. Gatal awalnya dirasakan pasien di sela jari tangan.
Kemudian keluhan gatal berlanjut dirasakan pada daerah sekitar perut dan kaki. Gatal
terutama dirasakan pada malam hari, sehingga mengganggu tidur pasien karena harus terus
menggaruk-garuk. Pada daerah yang gatal tersebut terdapat bintil-bintil kemerahan sebesar
kepala jarum pentul. Pasien mengaku sering menggaruknya sehingga timbul luka. Pasien
belum pernah berobat ke dokter ataupun minum obat untuk mengatasi keluhannya tersebut.
Pasien hanya diberi bedak yang terbuat dari jagung oleh neneknya, tetapi keluhan gatal
tidak menghilang. Keluhan gatal seperti ini juga dirasakan oleh neneknya dan beberapa
anak tetangga teman pasien main bersama.
Riwayat Penyakit Dahulu :
o Pasien belum pernah menderita penyakit kulit seperti ini sebelumnya.
o Riwayat alergi makanan disangkal
o Riwayat bersin-bersin dipagi hari dan asma disangkal
3
Riwayat Penyakit Keluarga :
Ada anggota keluarga pasien yang menderita keluhan yang sama, yaitu nenek
pasien. Nenek pasien mengeluhkan keluhan yang sama sejak 3 hari terakhir.
Data Psikososial :
Pasien tinggal di jalan Bantilan kecamatan Palu Barat. Pasien merupakan anak
tunggal. Pasien tinggal di rumah berbahan baku kayu dihuni oleh 2 orang yaitu pasien dan
neneknya. Berikut ini merupakan genogram keluarga pasien :
Keterangan : Pasien dan neneknya yang menderita keluhan gatal
Pasien hanya tinggal berdua bersama neneknya. Sehari-hari pasien tidur bersama
neneknya di tempat tidur yang sama. Ayah pasien sudah lama pergi meninggalkan pasien
dan ibunya. Ibu pasien bekerja di luar kota sebagai buruh pabrik. Nenek pasien memiliki
usaha kios untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Penghasilan nenek pasien tidak
menetap, rata-rata dalam satu bulan kira-kira mencapai Rp 700.000.-
Pasien mengeluhkan gatal terutama pada malam hari. Keluhan tersebut menggangu
tidur pasien sehingga membuat pasien sering terbangun saat tidur. Sebelumnya, ada
beberapa anak tetangga teman pasien bermain bersama yang memiliki keluhan gatal seperti
pasien. Namun teman bermainnya tidak pernah berobat ke dokter karena lebih memilih
berobat tradisional ke “orang pintar”. Sekitar 3 hari terakhir nenek pasien juga
mengeluhkan hal yang serupa.
4
Pasien tinggal di rumah berbahan baku papan dengan jumlah ventilasi dan
pencahayaan (jendela) yang kurang. Keluarga pasien juga menggunakan handuk secara
bersama. Pakaian keluarga yang dicuci tidak dipisah dan jarang menjemur kasur dan bantal
dibawah sinar matahari langsung. Pasien belum dibawa ke Puskesmas. Jarak rumah pasien
dengan Puskesmas adalah ± 2 km, dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda
dua maupun roda empat. Nenek pasien mengaku tidak punya waktu banyak untuk pergi
berobat bersama cucunya karena tidak ada orang lain yang menjaga kios nya.
Riwayat Kebiasaan dan Lingkungan:
o Pasien makan 3 kali sehari dengan lauk seadanya, namun terkadang pasien makan
tidak teratur dan menjadi malas makan. Pasien lebih suka mengkonsumsi snack dan
es krim.
o Pasien tinggal bersama neneknya di rumah yang berada di pinggir jalan. Rumah
pasien berukuran luas ± 5x12 m2. Rumah terdiri dari kios, 1 kamar tidur, 1 kamar
penyimpanan barang dan pakaian, ruang tengah, dapur dan tempat cuci piring, serta
MCK (Mandi Cuci Kakus). Untuk keperluan BAB hanya tersedia 1 WC. Lantai
rumah terbuat dari semen, dinding rumah dari papan, dan atap rumah terbuat dari
seng tanpa plafon. Jumlah ventilasi dan pencahayaan (jendela) rumah kurang. Rumah
pasien berhimpitan dengan rumah tetangga di belakang.
o Sumber air yang dipakai sehari-hari untuk mandi, cuci, kakus adalah dari PAM.
Sedangkan untuk minum, pasien menggunakan air PAM tersebut yang telah dimasak.
o Sumber listrik dari PLN, sampah dibuang pada tempat sampah di halaman samping
rumah dan dibuang ke tempat pembuangan sampah umum di lingkungan tersebut
saat tempat sampah telah terisi penuh.
5
PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis
Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Tanda vital:
Tekanan darah: mmHg
Nadi : 100 kali/menit
Pernapasan : 23 kali/menit
Suhu : Afebris
Kepala : Normocephali, rambut hitam, distribusi merata
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, alis mata
hitam, tidak ada madarosis
Telinga : Normotia, tidak ada kelainan kulit
Hidung : Normal, deviasi (-), sekret (-), tidak ada kelainan kulit
Mulut : bibir tidak kering, caries dentis (-), faring hiperemis (-), tonsil T1-T1
Thoraks : bentuk normal, pergerakan simetris, tidak terdapat kelainan kulit
Paru : Suara nafas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung : Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba membesar, terdapat
kelainan kulit (lihat status dermatologikus)
Ekstremitas atas : akral hangat, tidak ada edema, tidak sianosis, terdapat
kelainan kulit (lihat status dermatologikus)
Ekstremitas bawah : akral hangat, tidak ada edema, tidak sianosis, terdapat
kelainan kulit (lihat status dermatologikus)
Genitalia : tidak terdapat kelainan kulit
STATUS DERMATOLOGIS
Lokasi : Abdomen, interdigitalis manus bilateral, cruris dan dorsum pedis
bilateral.
Efloresensi : Papul eritema (+), pustul (+), krusta (-), skuama halus (-), erosi (+),
ekskoriasi (-), likenifikasi (-).
Penyebaran : Regional
10
DIAGNOSIS KERJA
Skabies
PENATALAKSANAAN
Umum
o Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit dan cara penularannya
o Menjelaskan bahwa scabies adalah penyakit menular
o Menerangkan pentingnya menjaga kebersihan perseorangan dan lingkungan
tempat tinggal
o Mencuci sprei, selimut, sarung banta, handuk, dan pakaian dengan bilasan terakhir
dengan menggunakan air panas
o Menjemur kasur, bantal, dan guling secara rutin dibawah sinar matahari langsung
o Bila gatal sebaiknya jangan menggaruk terlalu keras karena dapat menyebabkan
luka dan resiko infeksi, potong kuku 1 kali seminggu dan jaga kebersihan kuku.
o Kurangi berkontak (bersalaman, bergandengan, tidur bersama, dll) dengan orang
lain (baik keluarga ataupun teman) selama penyakit pasien belum sembuh
sempurna untuk mencegah penularan ke orang lain.
o Menjelaskan pentingnya mengobati anggota keluarga yang menderita keluhan
yang sama
o Memberi penjelasan pengobatan dan cara penggunaan obat terutama penggunaan
krim.
Khusus
a. Rencana Terapi Topikal
Krim Permetrin 5% dioleskan ke seluruh tubuh (kecuali wajah dan kepala)
pada malam hari dan didiamkan selama ±10 jam, digunakan satu kali dalam
seminggu
Salep 2-4 dioleskan ke bagian yang terasa gatal, digunakan 3 kali sehari.
b. Rencana Terapi Sistemik
Anti histamin : Chlorpheniramine maleate 3 x 2 mg
11
PROGNOSIS
Quo Ad vitam : ad bonam
Quo Ad functionam : ad bonam
Quo Ad cosmeticam : ad bonam
Quo Ad sanationam : ad bonam
12
BAB III
PEMBAHASAN
Aspek Klinis
Skabies merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
pada lapisan epidermis superficial terhadap Sarcoptes scabiei var. hominis dan produknya.
Penyakit kulit yang sangat mudah menular baik secara langsung maupun tidak langsung.
Secara langsung misalnya ibu yang menggendong anaknya yang menderita scabies atau
penderita yang bergandengan tangan dengan teman-temannya. Secara tidak langsung
misalnya melalui tempat tidur, handuk, pakaian dan lain-lain.
Diagnosis ditegakkan jika ditemukan 2 dari 4 tanda kardinal yakni :
1. Pruritus nokturna (gatal pada malam hari) karena akitivitas tungau lebih tinggi
pada malam hari
2. Ditemukan pada sekelompok manusia, misalnya mengenai seluruh keluarga,
sebagian tetangga yang berdekatan
3. Ditemukannya kanalikulus pada tempat predileksi yang berwarna putih atau
keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata–rata panjang 1 cm, pada
ujung terowongan ditemukan papul dan vesikel.
4. Menemukan tungau. Merupakan hal yang paling diagnostik.
Predileksi dari skabies ialah biasanya pada daerah tubuh yang memiliki lapisan
stratum korneum yang tipis, seperti misalnya: axilla, areola mammae, sekitar umbilikus,
genital, bokong, pergelangan tangan bagian volar, sela-sela jari tangan, siku flexor, jarang
terjadi pada telapak tangan dan telapak kaki.
Pada kasus ini, pasien anak perempuan berusia 5 tahun datang dengan keluhan
berupa gatal dan bintil kemerahan di sela jari tangan, kaki dan sekitar perut. Gatal yang
terjadi terutama dirasakan pada malam hari, sehingga mengganggu tidur pasien. Pada
daerah yang gatal tersebut terdapat bintil-bintil kemerahan sebesar kepala jarum pentul.
Pasien mengaku sering menggaruknya sehingga timbul luka. Pada anamnesis juga
13
ditemukan juga anggota keluarga (nenek pasien) yang mengalami keluhan yang sama
dengan pasien saat ini.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya papul eritema, pustul, dan erosi pada
regio interdigitalis manus bilateral, abdomen, serta cruris dan dorsum pedis bilateral
dengan penyebaran regional.
Data yang didapat dari anamnesis dan pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa
terpenuhinya 3 dari 4 tanda kardinal skabies, yakni pruritus nokturna, menyerang secara
berkelompok dan terdapat pada tempat predileksi, sehingga pasien ini didiagnosis dengan
Skabies.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien didiagnosa dengan Skabies
sehingga untuk rencana terapi awalnya dapat diberikan terapi berupa krim Permetrin 5%
sebagai anti skabies untuk dipakai selama 8-14 jam, salep 2-4 sebagai anti skabies dan
antipruritus, dan pemberian chlorpeniramine maleat sebagai antipruritus. Terapi awal dapat
dievaluasi 1 minggu kemudian untuk menentukan langkah selanjutnya yang perlu diambil.
Krim Permetrin (Scabimite) bekerja dengan cara mengganggu polarisasi dinding sel
melalui ikatan dengan natrium sehingga menghambat repolarisasi dinding sel dan akhirnya
terjadi paralisis parasite. Obat ini ditoleransi dengan baik, diserap minimal oleh kulit, tidak
diabsorbsi sistemik, dimetabolisasi dengan cepat, serta dikeluarkan kembali melalui
keringat dan sebum. Oleh karena itu, obat ini merupakan terapi pilihan lini pertama
rekomendasi CDC untuk terapi tungau tubuh. Penggunaan obat ini biasanya pada sediaan
krim dengan kadar 1% untuk terapi tungau pada kepala dan kadar 5% untuk terapi tungau
tubuh. Cara pemakaiannya dengan dioleskan pada seluruh area tubuh dari leher ke bawah
dan dibilas setelah 8-14 jam. Bila diperlukan, pengobatan dapat diulang setelah 5-7 hari
kemudian. Permetrin sebaiknya tidak digunakan pada bayi berumur kurang dari 2 bulan
atau pada wanita hamil dan menyusui namun studi lain mengatakan bahwa obat ini
merupakan drug of choice untuk wanita hamil dengan penggunaan yang tidak lebih dari 2
jam. Permetrin memiliki angka kesembuhan hingga 97,8%.
Salep 2-4 merupakan kombinasi dari asam salisilat 2% dan sulfur 4%. Obat ini
bekerja sebagai anti skabies berdasarkan kemampuan sulfur untuk membunuh telur dan
14
tungau, dan asam salisilat sebagai anti pruritus disamping untuk mempermudah penetrasi
sulfur.
Chlorpheniramine Maleat merupakan golongan antihistamin penghambat reseptor
H1 (AH1). Obat ini biasa digunakan untuk meredakan bersin, gatal, mata berair, hidung
atau tenggerokan gatal dan pilek yang disebabkan oleh reaksi alergi. Antihistamin dapat
menyebabkan relaksasi otot polos saluran napas dan menurunkan produksi mukus. Efek
samping yang paling sering ditimbulkan adalah efek sedasi, yang justru menguntungkan
bagi pasien yang dirawat di RS atau pasien yang memerlukan banyak istirahat.
Aspek Ilmu Kesehatan Masyarakat
Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies. Karena sifatnya
yang sangat menular, maka skabies ini populer dikalangan masyarakat padat. Banyak
faktor yang menunjang perkembangan dari penyakit ini, antara lain yaitu sosial ekonomi
yang rendah, higiene yang buruk, hubungan seksual, kesalahan diagnosis, dan
perkembangan dermografik serta ekologik. Penyakit ini juga dapat digolongkan ke dalam
penyakit akibat hubungan seksual (PHS).
Penyebab dan proses terjadinya penyakit skabies berkembang dari rantai sebab
akibat ke suatu proses kejadian penyakit, yakni proses interaksi antara manusia (pejamu)
dengan berbagai sifatnya dengan penyebab (agent) serta dengan lingkungan (environment).
Dalam teori keseimbangan, interaksi antara ketiga unsur tersebut harus dipertahankan
keseimbangannya. Bila terjadi gangguan keseimbangan antara ketiganya, akan
menyebabkan timbulnya penyakit tertentu, termasuk penyakit kulit skabies.
Adapun faktor- faktor yang berhubungan dengan Skabies antara lain :
1. Sanitasi
Penyakit skabies adalah penyakit kulit yang berhubungan dengan sanitasi
dan hygiene yang buruk, saat kekurangan air dan tidak adanya sarana pembersih
tubuh, kekurangan makan dan hidup berdesak-desakan, terutama di daerah kumuh
dengan sanitasi yang sangat jelek. Skabies juga dapat disebabkan karena sanitasi
15
yang buruk. Saat dilakukan home visit pada pasien ini diketahui bahwa keadaan
sanitasinya kurang baik.
2. Pengetahuan
Skabies masih merupakan penyakit yang sulit diberantas, pada manusia
terutama dalam lingkungan masyarakat pada hunian padat tertutup dengan pola
kehidupan sederhana, serta tingkat pendidikan dan pengetahuan yang masih rendah,
pengobatan dan pengendalian sangat sulit. Pasien ini tidak memiliki tingkat
pendidikan maupun pengetahuan yang tinggi.
3. Perilaku
Berdasarkan penelitian ada hubungan antara kepadatan penghuni, kebiasaan
mandi, kebiasaan ganti baju, kebiasaan menggunakan alat-alat bersama dengan
penderita penyakit skabies. Pasien pada kasus ini sering tidur berdua dengan
neneknya pada tempat tidur yang sama.
4. Pemakaian alat mandi, pakaian dan alat sholat secara bergantian
Penularan melalui kontak tidak langsung seperti kebiasaan pemakaian sabun
mandi, kebiasaan pemakaian handuk, kebiasaan berganti pakaian, kebiasaan
pemakaian selimut tidur dan kebiasaan mencuci pakaian bersama dengan penderita
skabies, sangat memegang peranan penting terhadap kejadian skabies. Pasein pada
kasus ini memiliki kebiasaan menggunakan handuk bersama dan memiliki
kebiasaan menggabungkan pakaian saat dicuci maupun setelah pakaian kering.
5. Air
Air merupakan hal yang paling esensial bagi kesehatan, tidak hanya dalam
upaya produksi tetapi juga untuk konsumsi domestik dan pemanfatannya (minum,
masak, mandi, dan lain-lain). Promosi yang meningkat dari penyakit-penyakit
infeksi yang bisa mematikan maupun merugikan kesehatan ditularkan melalui air
yang tercemar. Sedikitnya 200 juta orang terinfeksi melalui kontak dengan air yang
terinvestasi oleh parasit. Sebagian penyakit yang berkaitan dengan air bersifat
menular, penyakit-penyakit tersebut umumnya diklasifikasikan menurut berbagai
16
aspek lingkungan yang dapat diintervensi oleh manusia. Saat home visit pada pasien
ini, tampak kualitas air yang kurang memadai kebersihannya.
6. Perekonomian yang rendah
Di berbagai belahan dunia, laporan kasus skabies masih sering ditemukan
pada keadaan lingkungan yang padat penduduk, status ekonomi rendah, tingkat
pendidikan yang rendah dan kualitas higienis pribadi yang kurang baik atau
cenderung jelek. Rasa gatal yang ditimbulkannya terutama waktu malam hari,
secara tidak langsung juga ikut mengganggu kelangsungan hidup masyarakat
terutama tersitanya waktu untuk istirahat tidur, sehingga kegiatan yang akan
dilakukannya disiang hari juga ikut terganggu. Jika hal ini dibiarkan berlangsung
lama, maka efisiensi dan efektifitas kerja menjadi menurun yang akhirnya
mengakibatkan menurunnya kualitas hidup masyarakat. Pasien pada kasus ini
tergolong ekonomi lemah.
7. Hygiene perorangan
Manusia dapat terinfeksi oleh tungau skabies tanpa memandang umur, ras
atau jenis kelamin dan tidak mengenal status sosial dan ekonomi, melainkan
hygiene yang buruk. Kebersihan adalah keadaan bebas dari kotoran, termasuk
diantaranya, debu, sampah, dan bau. Di Indonesia, masalah kebersihan selalu
menjadi polemik yang berkembang. Kasus-kasus yang menyangkut masalah
kebersihan setiap tahunnya selalu meningkat. Kebersihan adalah lambang
kepribadian seseorang, jika tempat tinggalnya, pakaian dan keadaan tubuhnya,
terlihat bersih maka dipastikan orang tersebut adalah manusia yang bersih serta
sehat. Pasien pada kasus ini memiliki higienitas perseorangan yang kurang baik.
Kebiasaan tidak menjemur pakaian dan peralatan tidur dibawah sinar matahari
langsung, menggabungkan pakaian menjadi satu dengan anggota keluarga lain,
tidak menempatkan pakaian kering dengan baik agar terhindar dari kotoran.
17
Top Related