1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan tempat dimana kegiatan pembelajaran berlangsung.
Keberhasilan pendidikan ditentukan oleh banyak aspek yang saling berkaitan.
Seperti yang dikemukakan oleh Sabri (2007) bahwa belajar mengajar sebagai
suatu sistem instruksional yang mengacu pada pengertian sebagai seperangkat
komponen yang saling bergantung antara yang satu dengan yang lainnya untuk
mencapai tujuan. Sebagai suatu sistem belajar mengajar meliputi komponen
antara lain: tujuan, bahan, siswa, guru, metode, situasi, dan evaluasi. Agar tujuan
itu tercapai semua komponen itu terjadi kerjasama.
Untuk mencapai tujuan pembelajaran sekaligus mengelola kelas agar dapat
menjadi sebuah tim yang solid, komunikatif, dan kondusif selama proses
pembelajaran diperlukan figur seorang guru yang bijaksana. Dari segi efektifitas,
seorang guru diharapkan mampu mengelola pembelajaran dengan baik.
Pembelajaran yang monoton tentunya akan berpengaruh terhadap semangat
belajar siswa dan prestasi belajar siswa. Pemilihan strategi juga model
pembelajaran yang relevan dengan standar kompetensi juga dapat memacu
kemampuan serta minat belajar siswa demi tercapainya optimalisasi kualitas
pembelajaran dan pembelajaran yang bermakna. Hal ini sejalan dengan pendapat
Djamarah (2006) bahwa dalam mengajar, guru harus pandai menggunakan
pendekatan secara arif dan bijaksana, bukan sembarangan yang bisa merugikan
peserta didik.
Ilmu kimia merupakan salah satu mata pelajaran IPA yang kurang
diminati, bahkan banyak siswa yang menganggap pelajaran kimia menakutkan,
karena banyak siswa yang terlebih dahulu merasa kurang mampu dalam
mempelajari kimia dan merasa bahwa kimia adalah pelajaran yang sulit dan
membosankan. Akibatnya, hasil belajar kimia siswa relatif rendah. Maka sangat
2
diperlukan keterampilan- keterampilan yang dapat digunakan siswa untuk
memahami konsep tersebut.
Menurut pengamatan peneliti pada saat PPL (Program Pengalaman
Lapangan) siswa cenderung kurang bersemangat ketika guru memberikan
pelajaran. Semua itu terlihat dengan adanya sikap beberapa siswa yang kurang
antusias dalam mengerjakan soal-soal kimia. Siswa kurang bersemangat untuk
mengerjakan karena proses belajar mengajar terasa monoton. Hal ini disebabkan
guru lebih cenderung menggunakan pembelajaran konvensional. Pembelajaran
konvensional ini kurang memberikan hasil belajar yang maksimal, sebab peserta
didik merasa jenuh, motivasi peserta didik menjadi rendah dan nilai yang
diperoleh kurang maksimal. Hasil belajar adalah hasil dari suatu proses belajar
yaitu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar (Dimyati, 2006)
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan motivasi dan
hasil belajar siswa adalah dengan menggunakan pendekatan atau metode yang
dapat mendorong siswa untuk bergairah dalam mengikuti kegiatan belajar
mengajar. Salah satunya yaitu dengan menggunakan pendekatan Project Based
Learning (PBL). Pendekatan PBL merupakan salah satu inovasi dalam
pembelajaran yang dapat digunakan karena PBL bertujuan melatih siswa dalam
berpikir kritis, kreatif, rasional dan meningkatkan pemahaman terhadap materi
yang diajarkan serta memberi pengalaman nyata terhadap siswa.
Tujuan utama dari Pendekatan PBL adalah pengembangan kemampuan
berpikir. Pendekatan PBL merupakan model pembelajaran yang berfokus pada
konsep-konsep dan prinsip-prinsip utama (central) dari suatu disiplin, melibatkan
siswa dalam kegiatan pemecahan masalah dan tugas-tugas bermakna lainya,
memberi peluang siswa bekerja secara otonom mengkonstruk belajar mereka
sendiri, dan puncaknya menghasilkan produk karya siswa bernilai, dan realistic
(Buck Institute for Education, dalam Khamdi, 2007)
Untuk lebih mengoptimalkan hasil belajar siswa dapat dilakukan
penggunaan media. Media dapat mewakili apa yang kurang mampu guru ucapkan
melalui kata – kata atau kalimat tertentu (Djamarah, 2006). Selain itu penggunaan
3
media juga dapat meningkatkan ketertarikan siswa dalam mempelajari materi
yang akan diajarkan. Ada banyak media yang dapat digunakan oleh guru. Salah
satunya adalah media grafis powerpoint yang dapat digunakan untuk menyalurkan
pesan dari sumber ke penerima pesan yang berkaitan dengan indera penglihatan.
Faktor lain yang sangat menentukan hasil belajar siswa adalah motivasi.
Berdasarkan penelitian Setyowati (2007), besarnya motivasi belajar yang
mempengaruhi hasil belajar siswa kelas VII SMPN 13 Semarang ini sebesar 29,
766% sedangkan 71,344% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Model
pembelajaran yang monoton dapat mengurangi motivasi siswa untuk belajar
karena siswa merasa jenuh. Siswa dengan motivasi belajar tinggi, prestasinya
akan lebih baik dibandingkan dengan siswa dengan motivasi rendah. Sering
dijumpai siswa yang memiliki intelegensi yang tinggi tetapi prestasi belajar yang
dicapainya rendah, akibat kemampuan intelektual yang dimilikinya kurang
berfungsi secara optimal. Salah satu faktor pendukung agar kemampuan
intelektual yang dimiliki siswa dapat berfungsi optimal adalah adanya motivasi
untuk berprestasi tinggi dalam dirinya (Pulungan,2008).
Memperhatikan akan pentingnya mengembangkan disiplin intelektual dan
kemampuan berpikir siswa terhadap materi pelajaran kimia maka peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian dengan judul ” Pengaruh Pendekatan Project Based
Learning dengan Menggunakan Media Powerpoint terhadap Motivasi dan
Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajaran Kimia pada Pokok Bahasan Sistem
Koloid”.
1.2. Identifikasi Masalah
Dengan latar belakang di atas diidentifikasi beberapa masalah yaitu:
1. Apakah proses pembelajaran melalui pendekatan PBL dengan
menggunakan media powerpoint dapat dikategorikan sebagai suatu inovasi
dalam proses pembelajaran kimia?
4
2. Apakah proses pembelajaran melalui pendekatan PBL dengan
menggunakan media powerpoint lebih berkualitas daripada pembelajaran
konvensional?
3. Bagaimana keberhasilan siswa SMA belajar kimia melalui pendekatan
PBL dengan menggunakan media powerpoint?
1.3. Batasan Masalah
Masalah dalam penelitian ini dibatasi sebagai berikut:
1. Siswa SMA dimaksud adalah kelas XI semester dua T.A 2020/2011.
2. Pokok bahasan dalam pembelajaran kimia tersebut adalah Sistem Koloid
menurut Kurukulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SMA.
3. Semua pembelajaran tersebut dilakukan oleh guru yang sama.
4. Keberhasilan siswa SMA belajar kimia tersebut diukur berdasarkan
pencapaian kompetensi/tujuan pembelajaran yang dilaksanakan.
1.4. Rumusan Masalah
Rumusan masalah didasarkan pada batasan masalah dari masalah yang
diidentifikasi. Dengan demikian, masalah yang diteliti dirumuskan sebagai
berikut:
1. Apakah hasil belajar melalui pendekatan PBL dengan menggunakan
media powerpoint lebih tinggi daripada pembelajaran konvensional ?
Dalam hal ini, apakah pembelajaran melalui pendekatan PBL dengan
menggunakan media powerpoint berpengaruh terhadap motivasi belajar
siswa.
2. Apakah motivasi belajar siswa melalui pendekatan PBL dengan
menggunakan media powerpoint lebih tinggi dari pembelajaran
konvensional ? Dalam hal ini, apakah pembelajaran melalui pendekatan
PBL dengan menggunakan media powerpoint berpengaruh terhadap hasil
belajar siswa.
5
3. Apakah motivasi belajar siswa melalui pendekatan PBL dengan
menggunakan media powerpoint berpengaruh terhadap hasil belajar siswa?
1.5. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan masalah nomor 1 sampai
nomor 3 berdasarkan data penelitian.
1.6. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk :
1. Para guru kimia sebagai masukan dalam mengupayakan proses
pembelajaran kimia yang inovatif seiring dengan perkembangan dewasa
ini dan selanjutnya.
2. Para peneliti sebagai masukan penelitian yang akan dilakukan lebih lanjut
dalam hal- hal yang relevan dengan penelitian ini.
3. Menambah informasi ilmiah bagi semua pihak yang terkait dalam bidang
pendidikan dalam rangka menumbuhkembangkan budaya ilmiah.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kerangka Teoritis
2.1.1. Hakekat Belajar
Sabri (2007) menyatakan bahwa belajar dan mengajar merupakan dua
konsep yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Belajar menunjukkan apa yang
harus dilakukan seseorang sebagai subjek yang menerima pelajaran (sasaran
didik), sedangkan mengajar menunjukkan apa yang harus dilakukan oleh guru
sebagai pengajar.
Dua konsep tersebut menjadi terpadu dalam satu kegiatan manakala
terjadinya interaksi guru-siswa, pada saat pengajaran itu berlangsung. Inilah
makna belajar sebagai suatu proses. Interaksi guru dan siswa dalam proses
pembelajaran memegang peranan penting untuk mencapai tujuan pembelajaran
yang efektif. Berikut ini pengertian belajar menurut beberapa orang ahli, antara
lain:
(1) Menurut Suprayekti, (dalam Rasman, 2010), bahwa belajar secara umum
dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku akibat interaksi
individu dengan lingkungan;
(2) Menurut Gage & Berliner (dalam Sudrajat, 2008) belajar adalah suatu
proses perubahan perilaku yang yang muncul karena pengalaman;
(3) Menurut Skinner (dalam Dimyati, 2006) belajar adalah suatu perilaku.
Pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik;
(4) Menurut Gagne (dalam Dimyati, 2006) belajar merupakan kegiatan yang
kompleks yang terdiri dari tiga komponen penting, yaitu kondisi internal,
kondisi eksternal, dan hasil belajar; dan
(5) Menurut Piaget (dalam Dimyati, 2006) pengetahuan dibentuk oleh
individu. Sebab individu melakukan interaksi terus-menerus dengan
lingkungan yang terus mengalami perubahan. Sehingga dengan adanya
interaksi tersebut maka fungsi intelek semakin berkembang.
7
Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang merupakan perubahan dalam
arti belajar. Ciri- ciri perubahan tersebut yakni: (a) perubahan terjadi secara sadar,
(b) perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional, (c) perubahan dalam
belajar bersifat positif dan aktif, (d) perubahan dalam belajar bukan bersifat
sementara, (e) perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah, dan (f) perubahan
mencakup seluruh aspek tingkah laku (Slameto, 2010).
2.1.2. Hasil Belajar
Dimyati (2006) menyatakan hasil belajar adalah hasil dari suatu proses
belajar yaitu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak
mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil
balajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar. Pelaku aktif
dalam belajar adalah siswa. Pelaku aktif pembelajaran adalah guru. Menurut
Gagne (dalam Sudrajat, 2008), perubahan perilaku yang merupakan hasil belajar
dapat berbentuk :
(a) Informasi verbal, yaitu penguasaan informasi dalam bentuk verbal, baik
secara tertulis maupun tulisan, misalnya pemberian nama-nama terhadap
suatu benda, definisi;
(b) Kecakapan intelektual, yaitu keterampilan individu dalam melakukan
interaksi dengan lingkungannya dengan menggunakan simbol-simbol,
misalnya: penggunaan simbol matematika. Termasuk dalam keterampilan
intelektual adalah kecakapan dalam membedakan (discrimination),
memahami konsep konkrit, konsep abstrak, aturan dan hukum.
Ketrampilan ini sangat dibutuhkan dalam menghadapi pemecahan
masalah;
(c) Strategi kognitif, kecakapan individu untuk melakukan pengendalian dan
pengelolaan keseluruhan aktivitasnya. Dalam konteks proses
pembelajaran, strategi kognitif yaitu kemampuan mengendalikan ingatan
8
dan cara – cara berfikir agar terjadi aktivitas yang efektif. Kecakapan
intelektual menitikberatkan pada hasil pembelajaran, sedangkan strategi
kognitif lebih menekankan pada proses pemikiran;
(d) Sikap, yaitu hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk
memilih jenis tindakan yang akan dilakukan. Dengan kata lain, sikap
adalah keadaan dalam diri individu yang akan memberikan kecenderungan
bertindak dalam menghadapi suatu obyek atau peristiwa, didalamnya
terdapat unsur pemikiran, perasaan yang menyertai pemikiran dan
kesiapan untuk bertindak; dan
(e) Kecakapan motorik, ialah hasil belajar yang berupa kecakapan pergerakan
yang dikontrol oleh otot dan fisik.
Sedangkan Bloom (dalam Indra, 2009) menyatakan bahwa perubahan
perilaku yang terjadi sebagai hasil belajar meliputi perubahan dalam ranah
kognitif, afektif dan psikomotor, beserta aspek-aspeknya. Ketiga ranah tersebut
adalah sebagai berikut:
(1) Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari
6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan
penilaian;
(2) Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai, yang meliputi lima
jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai,
organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai;dan
(3) Ranah psikomotor meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-
benda, koordinasi neuromuscular (menghubungkan, mengamati).
2.2. Hakekat Pembelajaran Kimia
Kimia merupakan ilmu yang termasuk rumpun IPA, oleh karenanya kimia
mempunyai karakteristik sama dengan IPA. Karakteristik tersebut adalah objek
ilmu kimia, cara memperoleh, serta kegunaannya. Kimia merupakan ilmu yang
pada awalnya diperoleh dan dikembangkan berdasarkan percobaan (induktif)
9
namun pada perkembangan selanjutnya kimia juga diperoleh dan dikembangkan
berdasarkan teori (deduktif). Kimia adalah ilmu yang mencari jawaban atas
pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam yang berkaitan
dengan komposisi, struktur dan sifat, perubahan, dinamika, dan energetika zat.
Oleh sebab itu, mata pelajaran kimia di SMA/MA mempelajari segala sesuatu
tentang zat yang meliputi komposisi, struktur dan sifat, perubahan, dinamika, dan
energetika zat yang melibatkan keterampilan dan penalaran. Ada dua hal yang
berkaitan dengan kimia yang tidak terpisahkan, yaitu kimia sebagai produk
(pengetahuan kimia yang berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori) temuan
ilmuwan dan kimia sebagai proses (kerja ilmiah). Oleh sebab itu, pembelajaran
kimia dan penilaian hasil belajar kimia harus memperhatikan karakteristik ilmu
kimia sebagai proses dan produk.
Mata pelajaran Kimia perlu diajarkan untuk tujuan yang lebih khusus yaitu
membekali peserta didik pengetahuan, pemahaman dan sejumlah kemampuan
yang dipersyaratkan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta
mengembangkan ilmu dan teknologi. Tujuan mata pelajaran Kimia dicapai oleh
peserta didik melalui berbagai pendekatan, antara lain pendekatan induktif dalam
bentuk proses inkuiri ilmiah pada tataran inkuiri terbuka. Proses inkuiri ilmiah
bertujuan menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta
berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu
pembelajaran kimia menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara
langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap
ilmiah (Depdiknas, 2003).
2.3. Motivasi Belajar
Melakukan perbuatan mengajar secara relatif tidak semudah melakukan
kebiasaan yang rutin dilakukan. Oleh karena itu diperlukan adanya sesuatu yang
mendorong kegiatan belajar agar semua tujuan yang diinginkan dapat tercapai.
Hal tersebut adalah adanya motivasi. Menurut Hamalik (2009) motivasi adalah
perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya
perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan.
10
Dalam psikologi motivasi diartikan sebagai suatu kekuatan yang terdapat
dalam diri manusia yang dapat mempengaruhi tingkah lakunya untuk melakukan
kegiatan. Sedangkan menurut Mc. Donald yang dikutip oleh Sardiman (2008)
motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan
munculnya feeling dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Jadi
dalam penelitian ini motivasi belajar diartikan sebagai dorongan yang ada dan
timbul dalam diri siswa untuk belajar atau meningkatkan pengetahuan serta
pemahaman kimianya.
Sesuai dengan pengertian motivasi yang dijelaskan di atas, bahwa tidak
perlu dipertanyakan lagi pentingnya motivasi bagi siswa dalam belajar. Menurut
Sardiman (2008) ada tiga fungsi motivasi, yakni :
(1) Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak;
(2) Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai;
dan
(3) Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang
harus dikerjakan guna mencapai tujuan.
Jadi, motivasi mempunyai peranan sebagai pendorong usaha dan
pencapaian prestasi. Adanya motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan
hasil yang baik. Dengan kata lain, dengan adanya usaha yang tekun dan terutama
didasari adanya motivasi, maka seseorang yang belajar itu akan dapat melahirkan
prestasi yang baik.
2.3.1. Ciri-ciri Motivasi Belajar
Menurut Sardiman (2008) bahwa motivasi yang ada dalam diri seseorang
memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
(1) Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus menerus dalam waktu yang
lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai);
(2) Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa);
(3) Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah (minat untuk
sukses);
11
(4) Mempunyai orientasi ke masa depan;
(5) Lebih senang bekerja mandiri;
(6) Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin (hal-hal yang bersifat mekanis,
berulang-ulang begitu saja, sehingga kurang kreatif);
(7) Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan sesuatu);
(8) Tidak pernah mudah melepaskan hal yang sudah diyakini;dan
(9) Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.
Apabila seseorang telah memiliki ciri-ciri motivasi di atas maka orang
tersebut selalu memiliki motivasi yang cukup kuat. Dalam kegiatan belajar
mengajar akan berhasil baik, kalau siswa tekun mengerjakan tugas, ulet dalam
memecahkan berbagai masalah dan hambatan secara mandiri.
2.3.2. Bentuk-bentuk Motivasi
Menurut Sardiman (2008) ada beberapa bentuk dan cara untuk
menumbuhkan motivasi dalam belajar di sekolah:
1. Memberi angka
Angka dalam hal ini sebagai simbol dari nilai kegiatan belajarnya. Bagi
siswa angka-angka itu merupakan motivasi yang kuat. Sehingga yang
biasa dikejar siswa adalah nilai ulangan atau nilai-nilai pada raport
angkanya baik-baik;
2. Hadiah
Hadiah dapat dikatakan sebagai motivasi tetapi tidak selalu karena hadiah
untuk suatu pekerjaan mungkin tidak akan menarik perhatian bagi
seseorang yang tidak senang dan tidak berbakat dalam pekerjaan tersebut;
3. Saingan atau kompetisi
Saingan atau kompetisi dapat dijadikan sebagai alat motivasi untuk
mendorong belajar siswa. Persaingan, baik persaingan individual maupun
persaingan kelompok dapat meningkatkan prestasi belajar;
4. Ego-involvement
Menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan pentingnya tugas
dan menerima sebagai tantangan sehingga bekerja keras dengan
12
mempertaruhkan harga diri adalah sebagai salah satu bentuk motivasi yang
cukup penting. Seseorang akan berusaha dengan segenap tenaga untuk
mencapai prestasi yang baik dengan menjaga harga dirinya;
5. Memberi ulangan
Para siswa akan giat belajar kalau mengetahui akan ada ulangan. Memberi
ulangan seperti juga merupakan sarana motivasi;
6. Mengetahui hasil
Dengan mengetahui hasil pekerjaan apalagi kalau terjadi kemajuan akan
mendorong siswa untuk lebih giat belajar. Semakin mengetahui grafik
hasil belajar semakin meningkat maka ada motivasi dalam diri siswa untuk
terus belajar, dengan suatu harapan hasilnya terus meningkat;
7. Pujian
Pujian ini merupakan suatu bentuk reinforcement yang positif dan
sekaligus merupakan motivasi yang baik. Dengan pujian yang tepat yang
menyenangkan dan mempertinggi gairah belajar serta sekaligus akan
membangkitkan harga diri;
8. Hukuman
Hukuman sebagai reinforcement yang negatif tetapi kalau diberikan secara
tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi;
9. Hasrat untuk belajar
Hasrat untuk belajar berarti ada unsur kesengajaan, ada maksud untuk
belajar. Hasrat untuk belajar berarti pada diri anak didik memang ada
motivasi untuk belajar sehingga hasilnya akan baik;
10. Minat
Motivasi sangat erat hubungannya dengan minat. Motivasi muncul karena
ada kebutuhan, begitu juga minat sehingga tepat kalau minat merupakan
alat motivasi yang pokok; dan
11. Tujuan yang diakui
Rumusan tujuan yang diakui dan diterima baik olah siswa, merupakan alat
motivasi yang sangat penting. Sebab dengan memahami tujuan yang
13
hendak dicapai, karena dirasa berguna dan menguntungkan maka akan
timbul gairah untuk terus belajar.
2.4. Pendekatan PBL
2.4.1. Pengertian PBL
PBL adalah sebuah model atau pendekatan pembelajaran yang inovatif,
yang menekankan belajar kontekstual melalui kegiatan-kegiatan yang kompleks
(Thomas dalam Khamdi, 2007). PBL merupakan model pembelajaran yang
memberikan kesempatan kepada pendidik untuk mengelola pembelajaran di kelas
dengan melibatkan kerja proyek (Thomas,dkk, dalam Wena, 2011).
Kerja proyek memuat tugas-tugas yang kompleks berdasarkan kepada
pertanyaan dan permasalahan (problem) yang sangat menantang, dan menuntut
peserta didik untuk merancang, memecahkan masalah, membuat keputusan,
melakukan kegiatan investigasi, serta memberikan kesempatan kepada siswa
untuk bekerja secara mandiri. Tujuannya adalah agar peserta didik mempunyai
kemandirian dalam menyelesaikan tugas yang dihadapinya (Thomas, dkk, dalam
Wena 2011). Berikut pengertian PBL menurut beberapa ahli.yang dikutip oleh
Purnawan (2007) adalah sebagai berikut:
(1) PBL adalah metode pengajaran sistematik yang mengikutsertakan peserta
didik ke dalam pembelajaran pengetahuan dan keahlian yang kompleks,
pertanyaan authentic dan perancangan produk dan tugas (University of
Nottingham, 2003);
(2) PBL adalah pendekatan cara pembelajaran secara konstruktif untuk
pendalaman pembelajaran dengan pendekatan berbasis riset terhadap
permasalahan dan pertanyaan yang berbobot, nyata dan relevan bagi
kehidupannya (Barron, B. 1998, Wikipedia);
(3) PBL adalah pendekatan komprehensif untuk pengajaran dan pembelajaran
yang dirancang agar peserta didik melakukan riset terhadap permasalahan
nyata (Blumenfeld et Al. 1991); dan
14
(4) PBL adalah cara yang konstruktif dalam pembelajaran menggunakan
permasalahan sebagai stimulus dan berfokus kepada aktifitas peserta didik
(Boud & Felleti, 1991).
Selain itu menurut Buck Institute for Education (dalam Khamdi, 2007)
PBL adalah model pembelajaran yang berfokus pada konsep-konsep dan prinsip-
prinsip utama (central) dari suatu disiplin, melibatkan siswa dalam kegiatan
pemecahan masalah dan tugas-tugas bermakna lainya, memberi peluang siswa
bekerja secara otonom mengkonstruk belajar mereka sendiri, dan puncaknya
menghasilkan produk karya siswa bernilai, dan realistik. Berbeda dengan model-
model pembelajaran tradisional yang umumnya bercirikan praktik kelas yang
berdurasi pendek, dan aktivitas pembelajaran berpusat pada guru, pendekatan PBL
menekankan kegiatan belajar yang relatif berdurasi panjang, holistik-
interdisipliner, perpusat pada siswa, dan terintegrasi dengan praktik dan isu-isu
dunia nyata.
2.4.2. Karakteristik PBL
Seperti didefinisikan oleh Buck Institute for Education (dalam Wena,
2011), bahwa belajar berbasis proyek memiliki karakteristik berikut: (a) Siswa
membuat keputusan dan membuat kerangka kerja, (b) Terdapat masalah yang
pemecahannya tidak ditentukan sebelumnya, (c) Siswa merancang proses untuk
mencapai hasil, (d) Siswa bertanggungjawab untuk mendapatkan dan mengelola
informasi yang dikumpulkan, (e) Siswa melakukan evaluasi secara kontinu,
(f)Siswa secara teratur melihat kembali apa yang mereka kerjakan, (g) Hasil akhir
berupa produk dan dievaluasi kualitasnya, dan (h) Kelas memiliki atmosfer yang
memberi toleransi kesalahan dan perubahan.
2.4.3. Prinsip-prinsip PBL
Menurut Thomas (dalam Wena, 2011) PBL mempunyai beberapa prinsip,
yaitu:
15
(1) Prinsip sentralistis (centrality), yaitu kerja proyek bukan merupakan
praktek tambahan dan aplikasi praktis dari konsep yang sedang dipelajari,
melainkan menjadi sentral kegiatan pembelajaran dikelas. Dalam PBL,
proyek adalah strategi pembelajaran, peserta didik mengalami dan belajar
konsep-konsep inti suatu disiplin ilmu melalui proyek;
(2) Prinsip pernyataan pendorong/penuntun (driving question), berarti bahwa
kerja proyek berfokus pada “pertanyaan dan permasalahan” yang dapat
mendorong peserta didik untuk berjuang memperoleh konsep atau prinsip
utama suatu bidang tertentu. Jadi, dalam hal ini kerja sebagai external
motivation yang mampu menggugah peserta didik (internal motivation)
untuk menumbuhkan kemandiriannya dalam mengerjakan tugas-tugas
pembelajaran (Clegg, 2001);
(3) Prinsip investigasi konstruktif (constructive investigation), dimana
penentuan jenis proyek haruslah dapat mendorong peserta didik untuk
mengonstruksi pengetahuan sendiri untuk memecahkan persoalan yang
dihadapinya. Dalam hal ini pendidik harus mampu merancang suatu kerja
proyek yang mampu menumbuhkan rasa ingin meneliti, rasa untuk
berusaha memecahkan masalah, dan rasa ingin tahu yang tinggi;
(4) Prinsip otonomi (autonomy), dalam PBL dapat diartikan sebagai
kemandirian peserta didik dalam melaksankan proses pembelajaran, yaitu
bebas menentukan pilihannya sendiri, bekerja dengan minimal supervisi,
dan bertanggung jawab; dan
(5) Prinsip realistis (realism), berarti bahwa proyek merupakan sesuatu yang
nyata, bukan seperti di sekolah (Suhartadi, 2001). Untuk itu, pendidik
harus merancang proses pembelajaran yang nyata, dan hal ini bisa
dilakukan dengan mengajak peserta didik belajar pada dunia kerja yang
sesungguhnya (Dryden & Vos, 2001). Jadi, pendidik harus mampu
menggunakan dunia nyata sebagai sumber belajar bagi siwa. Kegiatan ini
akan dapat meningkatkan motivasi, kreativitas, sekaligus kemandirian
peserta didik dalam pembelajaran.
16
2.4.4. Langkah-langkah PBL
Berikut ini adalah langkah – langkah dalam PBL (Wena, 2011) :
(1) Menentukan proyek yang akan dilakukan
Pada tahap ini guru memberikan proyek kepada siswa, mengidentifikasi isi
masalah yang akan dikerjakan, menetukan batasan – batasan proyek dan
menetukan tujuan utama proyek;
(2) Menentukan kerangka waktu proyek
Tahap ini merupakan tahap menetukan berapa lama proyek akan
dikerjakan, memriksa tujuan proyek yang akan diteliti dan menyediakan
tempat yang sesuai untuk proyek;
(3) Menerapkan kegiatan apa yang akan dilakukan
Pada tahap ini guru memilih beberapa kegiatan yang sesuai
menggambarkan kegiatan yang akan dilakukan oleh siswa, meninjau dan
menyesuaikan gagasan dengan guru;
(4) Memulai proyek dengan siswa
Tahap ini adalah tahap pengerjaan proyek dengan mendiskusikan tujuan
dikelas, melaksanakan, meelihat dan mendengarkan pekerjaan apa yang
dilakukan, mengingatkan siswa untuk tidak membuang-buang waktu
pengerjaan proyek, menambah atau mengurangi kegiatan untuk
memperkuat kecakapan dalam kelompok dan kecakapan dalam mengelola
dan mendiskusikan bebrapa perbaikan; dan
(5) Gambaran akhir proyek
Tahap ini memberikan hasil akhir dalam suatu forum khusus, yaitu
mendiskusikan atau menuliskan hal-hal yang penting dari proyek,
menganjurkan perbaikan untuk proyek selanjutnya.
17
2.4.5. Kelebihan PBL
Menurut Moursund (dalam wena, 2011) beberapa keuntungan dari PBL
antara lain adalah sebagai berikut:
(a) Meningkatkan motivasi, PBL dapat meningkatkan motivasi siswa
terbukti dari beberapa laporan penelitian tentang PBL yang menyatakan
bahwa siswa sangat tekun dan berusaha keras untuk menyelesaikan
proyek, siswa merasa lebih bergairah dalam pembelajaran, dan
berkurangnya keterlambatan dalam kehadiran;
(b) Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, banyak sumber yang
mendiskripsikan bahwa lingkungan belajar berbasis proyek dapat
meningkatkan kemampuan memecahkan masalah, membuat siswa menjadi
lebih aktif dan berhasil memecahkan masalah- masalah yang kompleks;
(c) Meningkatkan kolaborasi, pentingnya kerja kelompok dalam proyek
melatih siswa untuk dapat mengembangkan dan mempraktikkan
keterampilan komunikasi. Teori-teori kognitif yang baru dan
konstruktivistik menegaskan bahwa belajar adalah fenomena sosial, dan
siswa akan belajar lebih di dalam lingkungan kolaboratif; dan
(d) Meningkatkan keterampilan mengelola sumber, PBL yang
diimplementasikan secara baik memberikan kepada siswa pembelajaran
dan praktik dalam mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi waktu
dan sumber-sumber lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas.
2.4.6. Kekurangan PBL
Djamarah (2006) menyebutkan beberapa kekurangan dari PBL di
antaranya sebagai berikut:
(a) Kurikulum yang berlaku di Indonesia saat ini, baik secara vertikal maupun
horizontal, belum menunjang pelaksanaan metode ini;
(b) Pemilihan topik unit yang tepat sesuai dengan kebutuhan siswa, cukup
fasilitas dan sumber-sumber belajar yang diperlukan, bukanlah merupakan
pekerjaan yang mudah;
18
(c) Bahan pelajaran sering menjadi luas sehingga dapat mengaburkan pokok
unit yang dibahas;
(d) Pemecahan masalah kehidupan dalam banyak hal masih memerlukan
sumbangan dari spesialisasi atau disiplin ilmu dari setiap bidang studi
sekalipun diajarkan di sekolah terpisahkan dari masalah kehidupan nyata;
(e) Organisasi bahan pelajaran, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran
proyek sukar dan memerlukan keahlian khusus dari guru;
(f) Diskusi dan penyelidikan membutuhkan waktu yang lama dalam menggali
ide-ide dan konsep-konsep; dan
(g) Penggunaan teknologi, sebagai alat kognitif sulit dimasukkan kelas.
2.4.7. Dukungan teoritis PBL
Menurut Hung dan Wong (dalam Wena, 2011) secara konseptual PBL
juga didukung oleh teori aktivitas, yang menyatkan bahwa struktur dasar suatu
kegiatan terdiri atas: (a) tujuan yang ingin dicapai, (b) subjek yang berada dalam
konteks, (c) suatu masyarakat dimana pekerjaan itu dilakukan dengan perantaraan,
(d) alat-alat, dan (e) peraturan kerja dan pembagian tugas. Dalam penerapannya di
kelas bertumpu pada kegiatan belajar aktif dalam bentuk melakukan sesuatu
daripada kegiatan pasif menerima transfer pengetahuan dari guru.
Menurut Murphy (dalam Wena, 2011) PBL juga didukung oleh teori
belajar konstruktivistik, yang bersandar pada ide bahwa siswa membangun
pengetahunnya sendiri di dalam konteks pengalamannya sendiri. PBL dipandang
sebagai salah satu pendekatan penciptaan lingkungan belajar yang dapat
mendorong siswa mengkonstruk pengetahuan dan keterampilan secara personal.
Ketika PBL dilakukan dalam model belajar kolaboratif dalam kelompok kecil
siswa, PBL juga mendapat dukungan teoritis yang bersumber dari
konstruktivisme social Vygotsky yang memberikan landasan pengembangan
kognitif melalui peningkatan intensitas interaksi antarpersonal, Vygotsky dan
Moore (dalam Wena, 2011). Adanya peluang untuk menyampaikan ide,
mendengarkan ide orang lain, dan merefleksikan ide sendiri pada orang lain,
adalah suatu bentuk pembelajaran individu. Proses interaktif dengan kawan
19
sejawat membantu proses konstruksi pengetahuan. Dari perspektif teori ini PBL
dapat membantu siswa meningkatkan keterampilan dan memecahkan masalah
secara kolaboratif.
2.5. Media Pembelajaran
2.5.1. Arti Media
Media secara harfiah memiliki arti “perantara” atau pengantar. Menurut
Association for Education and Communication Technology (AECH), media ialah
segala bentuk yang diprogramkan untuk suatu proses penyaluran informasi.
Sedangkan menurut Education Association, media merupakan benda yang
dimanipulasikan, dilihat, didengar, dibaca atau dibicarakan beserta instrumen
yang dipergunakan dengan baik dalam kegiatan belajar mengajar, dapat
mempengaruhi efektifitas program instruksional. Media merupakan alat yang
digunakan sebagai perantara untuk menyampaikan pesan dan dapat merangsang
pikiran, perasaan dan kemajuan audiens (siswa) sehingga dapat mendorong
terjadinya proses belajar mengajar (Sabri, 2007).
Beberapa definisi di atas mengandung pengertian bahwa media adalah
segala suatu benda atau alat yang dapat digunakan dalam proses instruksional
(belajar-mengajar) yang berfungsi sebagai perantara untuk mempermudah
pencapaian tujuan instruksional yang lebih efektif dan memiliki sifat yang
mendidik.
2.5.2. Fungsi dan Nilai Media
Sabri (2007) mengemukakan ada enam fungsi pokok penggunaan media
dalam proses belajar mengajar yaitu:
(a) Sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang
efektif,
(b) Penggunaan media merupakan bagian yang integral dari keseluruhan
situasi mengajar,
20
(c) Media dalam penggunaannya integral dengan tujuan dan fungsi ini
mengandung makna bahwa media harus melihat tujuan dan bahan
pelajaran,
(d) Penggunaan media dalam pembelajaran bukan semata-mata alat hiburan,
dalam arti digunakan hanya sekedar melengkapi proses belajar supaya
lebih menarik perhatian siswa,
(e) Untuk mempercepat proses belajar mengajar dan membantu siswa dalam
menangkap pengertian dan pemahaman dari proses pembelajaran yang
diberikan guru, dan
(f) Untuk meningkatkan dan mempertinggi mutu belajar.
Di samping enam fungsi di atas penggunaan media dalam proses belajar
mengajar mempunyai nilai-nilai sebagai berikut (Sabri, 2007):
(a) Dengan media dapat meletakkan dasar-dasar yang nyata untuk berfikir,
oleh karena itu dapat mengurangi terjadinya verbalisme;
(b) Dengan media dapat memperbesar minat dan perhatian siswa untuk
belajar;
(c) Dengan media dapat meletakkan dasar untuk perkembangan belajar
sehingga hasil belajar lebih mantap;
(d) Memberikan pengalamn yang nyata dan dapat menumbuhkan kegiatan
berusaha sendiri pada setiap siswa;
(e) Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan berkesinambungan;
(f) Membantu tumbuhnya pemikiran dan membantu berkembangnya
kemampuan berbahasa; dan
(g) Memberikan pengalaman yang tak mudah diperoleh dengan cara lain serta
membantu berkembangnya efesien dan pengalaman belajar yang lebih
sempurna.
2.5.3. Media Powerpoint
Microsoft Powerpoint merupakan sebuah software yang dibuat dan
dikembangkan oleh perusahaan Microsoft, dan merupakan salah satu program
21
berbasis multimedia. Didalam komputer, biasanya program ini sudah
dikelompokkan dalam program Microsoft Office. Program ini dirancang khusus
untuk menyampaikan presentasi, baik yang diselenggarakan oleh perusahaan,
pemerintahan, pendidikan, maupun perorangan, dengan berbagai fitur menu yang
mampu menjadikannya sebagai media komunikasi yang menarik.
Beberapa hal yang menjadikan media ini menarik untuk digunakan sebagai
alat presentasi adalah berbagai kemampuan pengolahan teks, wana, dan gambar,
serta animasi-animasi yang bisa diolah sendiri sesuai kreatifitas penggunanya.
Pada prinsipnya program ini terdiri dari beberapa unsur rupa, dan
pengontrolan operasionalnya. Unsur rupa yang dimaksud, terdiri dari slide, teks,
gambar dan bidang-bidang warna yang dapat dikombinasikan dengan latar
belakang yang telah tersedia. Unsur rupa tersebut dapat kita buat tanpa gerak, atau
dibuat dengan gerakan tertentu sesuai keinginan kita. Seluruh tampilan dari
program ini dapat kita atur sesuai keperluan, apakah akan berjalan sendiri sesuai
waktu yang kita inginkan, atau berjalan secara manual, yaitu dengan mengklik
tombol mouse. Biasanya jika digunakan untuk penyampaian bahan ajar yang
mementingkan terjadinya interaksi antara peserta didik dengan tenaga pendidik,
maka kontrol operasinya menggunakan cara manual. Penggunaan program ini pun
memiliki kelebihan sebagai berikut:
(1) Penyajiannya menarik karena ada permainan warna, huruf dan animasi,
baik animasi teks maupun animasi gambar atau foto;
(2) Lebih merangsang anak untuk mengetahui lebih jauh informasi tentang
bahan ajar yang tersaji;
(3) Pesan informasi secara visual mudah dipahami peserta didik;
(4) Tenaga pendidik tidak perlu banyak menerangkan bahan ajar yang sedang
disajikan;
(5) Dapat diperbanyak sesuai kebutuhan, dan dapat dipakai secara berulang-
ulang; dan
22
(6) Dapat disimpan dalam bentuk data optik atau magnetik. (CD / Disket /
Flashdisk), sehingga paraktis untuk di bawa ke mana-mana (anonimous,
2009).
(http://pamongsakaba.wordpress.com/2009/09/29/pemanfaatan-microsoft-power-
point-untuk-media-pembelajaran/)
2.6. Materi Pembelajaran Sistem Koloid
Materi pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah sistem
koloid yang sesuai dengan KTSP 2006. Untuk materi selengkapnya terlampir.
2.7. Kerangka Konseptual
Ilmu kimia merupakan bagian dari sains yang mempelajari tentang
susunan dan struktur benda. Di dalam pelajaran kimia sebagian besar konsep-
konsepnya sulit dipahami, maka diperlukan keterampilan-keterampilan yang dapat
digunakan oleh siswa untuk memahami konsep tersebut. Dengan adanya
pendekatan PBL diharapkan dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam
memecahkan masalah dalam belajar maupun kehidupan nyata siswa.
Pendekatan PBL merupakan pendekatan yang mengarahkan siswa untuk
aktif dalam pembelajaran, melatih siswa dalam berpikir kritis, kreatif dan rasional,
meningkatkan pemahaman terhadap materi yang diajarkan serta memberi
pengalaman nyata terhadap siswa. Keterampilan generik yang diperoleh dari
proses pembelajaran yang menggunakan PBL adalah memberikan siswa
pengalaman belajar dalam membangun pengetahuannya sendiri dilakukan dengan
tanggung jawab untuk mencari penyelesaian masalah, mengadakan penelitian,
mengumpulkan data, memilih informasi dan menggabungkan informasi baru yang
didapat dengan informasi sebelumnya. Hal ini diperkuat dari penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya bahwa dengan pendekatan PBL dapat meningkatkan hasil
belajar siswa.
Materi koloid sangat sarat dengan konsep teoritik dan konsep-konsepnya
berhubungan erat dengan kehidupan, oleh sebab itu dengan penggunaan
pendekatan PBL akan dapat memberi suatu pengelaman belajar berpikir cepat,
23
langsung berhubungan dengan kehidupan nyata siswa, mengembangkan berbagai
keahlian sosial dihubungkan dengan pekerjaan kelompok, meningkatkan
internalisasi konsep, nilai dan cara-cara berpikir dalam menyelesaikan masalah,
memberi dukungan siswa, memberi siswa tanggung jawab sepenuhnya untuk
belajar sehingga dapat meningkatkan hasil belajarnya.
2.8. Hipotesis
Berdasarkan kajian teoritis dan kerangka konseptual di atas, maka rumusan
hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut :
(1) Hasil belajar siswa diajarkan melalui pendekatan PBL dengan
menggunakan media powerpoint lebih tinggi daripada hasil belajar siswa
yang diajarkan melalui pembelajaran konvensional.
(2) Pembelajaran melalui pendekatan PBL dengan menggunakan media
powerpoint berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa.
(3) Motivasi belajar siswa yang diajarkan melalui pendekatan PBL dengan
menggunakan media powerpoint lebih tinggi daripada hasil belajar siswa
yang diajarkan melalui pembelajaran konvensional (dalam hal ini, apakah
pembelajaran melalui pendekatan PBL dengan menggunakan media
powerpoint berpengaruh terhadap hasil belajar siswa).
(4) Pembelajaran melalui pendekatan PBL dengan menggunakan media
powerpoint berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.
(5) Motivasi belajar melalui pendekatan PBL dengan menggunakan media
powerpoint berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa.
24
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksankan di SMA Swasta Aeknabara, kelas XI semester
dua Tahun Ajaran 2010/2011. Pelaksanaan penelitian ini direncanakan selama
empat bulan.
Mulai akhir Maret 2011 sampai akhir April 2011 diharapkan telah selesai
penyusunan dan seminar proposal penelitian. Pelaksanaan penelitian dan
penyusunan laporannya dalam tulisan sebagai skripsi diharapkan selesai pada
awal Agustus 2011.
3.2. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas XI SMA pada Tahun
Ajaran 2010/2011. Karena keterbatasan waktu, dana, tenaga, dan fasilitas untuk
mendukung penelitian ini maka penelitian yang dilakukan hanyalah pada siswa
SMA kelas XI semester dua pada Tahun Ajaran 2010/2011 di SMA Swasta
Aeknabara.
Jumlah seluruh siswa SMA kelas XI semester dua pada Tahun Ajaran
2010/2011 di SMA Swasta Aeknabara adalah 87 orang. Sampel penelitian
25
ditentukan berdasarkan hasil pre test seluruh siswa tersebut. Sampel
dikelompokkan dalam dua kelompok dimana masing- masing kelompok terdiri
dari jumlah siswa yang sama (40 orang) dan diupayakan homogen berdasarkan
hasil pre test tersebut.
3.3. Rancangan Penelitian dan Teknik Statistik Uji Hipotesis
Penelitian yang dilakukan ditunjukkan pada Gambar 3.1
Sebelum
Pembelajaran
Pembelajaran Sesudah
Pembelajaran
Kelompok Kontrol
Kelompok
Eksperimen
Pre Test Post Test
26
Gambar 3.1 Pelaksanaan Pre test, Pembelajaran, dan Post Test
Kelompok Kontrol adalah kelompok siswa yang diajar melalui
pembelajaran konvensional. Kelompok Eksperimen adalah kelompok siswa yang
diajar melalui pendekatan PBL dengan menggunakan media powerpoint.
Keberhasilan siswa belajar melalui masing- masing kelompok dinyatakan
berdasarkan perbedaan hasil belajar post test dan pre test yang diperoleh siswa
tersebut.
Untuk mengungkapkan masalah nomor 1 ( sebagaimana tercantum dalam
BAB I ) dilakukan uji hipotesis 1 dan 2 berdasarkan data yang diperoleh dari
pelaksanaan penelitian menurut Gambar 3.1. Teknik statistik yang digunakan
untuk uji hipotesis 1 adalah uji beda nyata dan statistik yang digunakan untuk uji
hipotesis 2 adalah analisis statistik berdasarkan rancangan penelitian semu
factorial 2 x 2.
Data
Analisis Data
27
Untuk menguji hipotesis 1 :
Rumusan hipotesis statisitik 1 adalah sebagai berikut :
H0 : µ1 = µ2
Ha : µ1 > µ2
µ1 = rata- rata hitung peningkatan / perbedaan hasil post test dari pre test
Kelompok Eksperimen
µ2 = rata- rata hitung peningkatan / perbedaan hasil post test dari pre test
Kelompok Kontrol
Dengan rumusan statistik yang demikian maka statistik uji beda nyata
yang digunakan adalah statistik z ( dengan tingkat signifikasi 5% ).
Untuk menguji hipotesis 2 :
Dengan rancangan penelitian semu faktorial 2 x 2 tersebut maka :
28
(1) Untuk menunjukkan pengaruh pembelajaran melalui pendekatan PBL
dengan menggunakan media powerpoint; seluruh siswa Kelompok Kontrol
digabungkan dengan Kelompok Eksperimen; ditentukan urutan masing-
masing siswa dalam kedua kelompok yang telah digabungkan berdasarkan
keberhasilan belajarnya (dimulai dari urutan yang paling tinggi, yaitu yang
keberhasilan belajarnya paling baik, sampai ke urutan yang paling rendah,
yaitu yang keberhasilan belajar nya paling buruk) ; dihitung rata- rata
hitung keberhasilan gabungan; ditentukan banyak siswa yang berada di
atas rata- rata hitung tersebut dinyatakan A1 untuk yang berasal dari
Kelompok Kontrol dan A2 untuk yang berasal dari Kelompok
Eksperimen) ; ditentukan banyak siswa yang berada di bawah rata-rata
hitung tersebut (dinyatakan B1 untuk yang berasal dari Kelompok Kontrol
dan B2 untuk yang berasal dari Kelompok Eksperimen) ; dengan demikian
rancangan penelitian semu faktorial 2 x 2 tersebut adalah :
Kelompok Kontrol Kelompok Eksperimen
29
Di atas rata- rata
hitung
A1 A2
Di bawah rata-
rata hitung
B1 B2
Dengan uji chi kuadrat (X2) berdasarkan rancangan penelitian semu
faktorial 2 x 2 tersebut, kalau X2hitung ≥ X2(1-α)(k-1) berarti penggunaan media
powerpoint melalui pendekatan PBL berpengaruh positif terhadap keberhasilan
siswa belajar kimia pada pokok bahasan Sistem Koloid.
Untuk mengungkapkan masalah nomor 2 dilakukan dengan cara yang
sama dalam mengungkapkan masalah nomor 1 tersebut. Untuk mengungkapkan
masalah nomor 3 dilakukan analisis regresi linear, dimana motivasi belajar
sebagai variabel bebas dan hasil belajar sebagai variabel terikat. Semua uji
hipotesis ini dilakukan pada ttingkat signifikasi 5%.
3.4. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
30
Masing– masing kelompok tersebut diajar oleh guru yang sama / peneliti.
Tahapan- tahapannya adalah a) menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) untuk materi pelajaran kimia kelas XI semester dua dengan poko bahasan
Sistem Koloid untuk masing- masing kelompok pada Gambar 3.1, b) melaksana
kan pre test dengan materi test dari bahan ajar Sistem Koloid, c) melaksanakan
pembelajaran sebanyak 6 x 45 menit, d) melaksanakan post test, e) menabulasi
dan mendeskripsikan data hasil penelitian, f) menguji hipotesis, dan g) menyusun
laporan penelitian sebagai skripsi.
3.5. Instrumen Penelitian
a. Tes Objektif
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes objektif yang
dapat mengukur keberhasilan siswa belajar melalui proses pembelajaran yang
diwujudkan oleh guru. Tes objektif digunakan dua kali yaitu untuk pre test dan
post test. Hasil pre test digunakan juga sebagai dasar untuk mengupayakan
kesamaan pengetahuan awal siswa dalam masing- masing kelompok tersebut.
Post test dilaksanakan setelah selesai proses pembelajaran tersebut dan hasilnya
digunakan untuk menunjukkan keberhasilan siswa belajar melalui proses
pembelajaran tersebut.
Tes objektif disusun peneliti dalam bentuk pilihan berganda dengan lima
item. Penyusunannya berdasarkan pada teori keberhasilan belajar yang meliputi
semua sub pembelajaran pada pokok bahasan Sistem Koloid sesuai KTSP SMA
pada mata pelajaran kimia SMA kelas XI Tahun Ajaran 2010/2011.
Teknik pemberian skor masing- masing item test tersebut dilakukan secara
dikotomi yaitu jawaban salah diberi skor 0 dan jawaban benar diberi skor 1.
Untuk menganalisisnya dilakukan pemberian skor dalam rentang 10-100.
Analisisnya meliputi validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya
pembedanya.
b. Kuesioner motivasi belajar kimia
Untuk memperoleh data motivasi peneliti menggunakan angket yang
disebarkan kepada siswa sebagai responden. Jenis angket ini tertutup karena
31
alternatif jawaban sudah ditentukan oleh penulis. Pengembangan intrumen
penelitian ini disusun dengan kisi-kisi angket yang terdiri dari 25 butir dimana
setiap angket berisi empat option (pilihan) yang merupakan jawaban responden.
Sedangkan skor setiap option berbeda yaitu mulai skor paling tinggi
sampai skor paling rendah, ialah sebagai berikut :
Pilihan jawaban A diberi skor 4
Pilihan jawaban B diberi skor 3
Pilihan jawaban C diberi skor 2
Pilihan jawaban D diberi skor 1
Dari perolehan skor hasil motivasi belajar tersebut kemudian diurutkan
mulai dari perolehan skor yang tertinggi sampai ke perolehan skor terendah.
Berdasarkan urutan tersebut, siswa dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori,
yakni kelompok siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dan kelompok siswa
yang memiliki motivasi belajar rendah.
3.5.1. Validitas Tes Dan Angket
Untuk menganalisis validitas masing- masing item tes dan angket tersebut
digunakan rumus sebagai berikut :
r xy=N∑ XY−(∑ X ) (∑ Y )
√¿¿¿ ¿¿(Arikunto, 2009)
Keterangan :
N = Jumlah sampel
X = Skor butir soal
Y = Skor total butir soal
rxy = Koefisien validitas tes
32
Untuk menafsirkan validitas masing- masing item test tersebut didasarkan
pada harga kritik r, produk momen dengan α = 0,05 yaitu bila rhitung > rtabel maka
item tersebut dikatakan valid atau signifikan dan sebaliknya bila rhitung < rtabel maka
item tersebut dinyatakan invalid sehingga harus diganti atau dibuang.
3.5.2. Reliabilitas Tes dan Angket
Untuk menganalisis reliabilitas masing- masing item yang valid digunakan
rumus Kuder Richardson- 20 (KR-20) (Arkunto, 2009), yaitu :
r11
=( KK−1 )(V t−∑ pq
V t)
Dimana :
r11 = Reliabilitas tes secara keseluruhan
p = Proporsi subjek yang menjawab item dengan benar
q = Proporsi subjek yang menjawab item dengan salah (q = 1 – p)
pq = Jumlah hasil perkalian antara p dan q
K = Banyaknya item/soal
Vt = Varian total
Penentuan reliabilitas angket dilakukan dengan menggunakan rumus
Alpha sebagai berikut :
r11=( n
n−1 )(1−∑ σ2i
σ2t )
(Arikunto,2009)
Keterangan :
n = jumlah item
α2t = varians skor total
α2(i) = jumlah varians skor tiap item
r11 = reliabilitas yang dicari
33
3.5.3. Taraf Kesukaran Tes
Untuk menghitung taraf kesukaran tes pada tiap butir soal dapat dihitung
dengan rumus :
P= BJS (Arikunto,2009)
Keterangan :
P = Taraf kesukaran
B = Banyaknya siswa menjawab yang benar
JS = Jumlah siswa peserta tes
Menurut Arikunto (2009), ketentuan yang sering diikuti, indeks kesukaran
sering diklasifikasikan sebagai berikut :
Soal dengan P = 0,00 – 0,30 adalah sukar
Soal dengan P = 0,31 – 0,70 adalah sedang
Soal dengan P = 0,70-1,00 adalah mudah
3.5.4. Daya Pembeda Tes
Daya pembeda tes dapat dihitung dengan rumus :
D= BAJA
−BBJB
=PA−PB(Arikunto, 2009)
Keterangan :
D = Daya pembeda tes
JA = Banyaknya peserta kelas atas
JB = Banyaknya peserta kelas bawah
BA = Banyaknya peserta kelas atas yang menjawab benar
BB = Banyaknya peserta kelas bawah yang menjawab benar
PA = Proporsi peserta kelas atas yang menjawab benar
PB = Proporsi peserta kelas bawah yang menjawab benar
Klasifikasi daya pembeda tes :
34
D = negatif semuanya tidak baik (sebaiknya soal dibuang saja)
D = 0 – 0,20 : Kurang baik
D = 0,20 – 0,40 : Cukup
D = 0,40 – 0,70 : Baik
D ≥ 0,70 : Baik sekali
3.6. Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpul maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
3.6.1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui normalitas data. Pengujian ini
dilakukan dengan menggunakan Uji Kuadrat (Silitonga, 2011). Langkah-langkah
yang dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Mencari panjang kelas dengan rumus :
Panjang kelas=Data terbesar−Data terkecil6
b. Membuat table penolong
Interva
l
Fo Fh fo – fh (fo – fh)2 (fo - fh)2/fh
35
Fo = frekuensi / jumlah data hasil observasi
Fh = frekuensi / jumlah data yang diharapkan
c. Menetapkan taraf signifikasi, dalam penelitian ini digunakan α = 0,05
d. Menentukan kriteria pengujian (X2) hitung yaitu : (X2)hitung < (X2)tabel
maka data berdistribusi normal dengan derajat kebebasan adalah 5
diperoleh dari (db = 6-1 = 5).
3.6.2. Uji Homogenitas
Apabila uji normalitas memberikan indikasi bahwa data hasil penelitian
berdistribusi normal, maka selanjutnya dilakukan uji homogenitas bertujuan untuk
mengetahui apakah data sampel yang digunakan homogen. Dalam hal ini karena
data yang digunakan adalah dari dua kelompok sampel maka pengujian
homogenitas dilakukan melalui Uji F dengan persamaan sebagai berikut :
F=Varians terbesarVarians terkecil
(Silitonga, 2011)
Dengan kriteria jika Fhitung < Ftabel dengan α = 0,05 (db = n1 – 1; n2 - 1) maka data
dinyatakan homogen.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, (2009), Pemanfaatan Microsoft Powerpoint untuk Media Pembelajaranhttp://pamongsakaba.wordpress.com/2009/09/29/pemanfaatan-microsoft-power-point-untuk-media-pembelajaran/ (diakses pada 9 Maret 2011)
Arikunto, S., (2009), Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta.
36
Depdiknas, (2003), Kurikulum Mata Pelajaran Kimia, Depdiknas, Jakarta.
Dimyati dan Mudjiono, (2006), Belajar dan Pembelajaran, PT.Rineka Cipta, Jakarta.
Djamarah, Syaiful Bahri, (2006), Strategi Belajar Mengajar, PT.Rineka Cipta, Jakarta.
Hamalik, O., (2009), Proses Belajar Mengajar, Penerbit PT Bumi Aksara, Jakarta.
Khamdi, W., (2007), Pembelajaran Berbasis Proyek Model Potensial untuk Peningkatan Mutu Pembelajaran, http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/23/pembelajaran-berbasis-proyek-model-potensial-untuk-peningkatan-mutu-pembelajaran/ (diakses pada18 Februari 2011)
Munawar, I., (2009), Hasil Belajar, http://indramunawar.blogspot.com/2009/06/hasil-belajar-pengertian-dan-definisi.html (diakses pada 2 maret 2011)
Pulungan, I., (2008), Pengaruh Metode Pembelajaran dan Motivasi Belajar Siswa Terhadap Hasil Belajar, http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/51084752.pdf (diakses pada 10 Maret 2011)
Purnawan, Y., (2007), Pengenalan PBL (Pembelajaran Berbasis Proyek), http://yudipurnawan.wordpress.com/2007/12/18/deskripsi-model-pbl-pembelajaran-berbasis-proyek/ (diakses pada 19 Februari 2001)
Rasman, (2010), Hakekat Belajar, http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/2064013-hakekat-belajar/ (diakses pada 2 Maret 2011)
Sabri, A., (2007), Strategi Belajar Mengajar, Quantum Teaching, Ciputat.
Sardiman, AM., (2008), Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Penerbit PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Setyowati., ( 2007), Pengaruh Motivasi Belajar Terhadap Hasil Belajar Siswa KelasVII SMPN 13 Semarang, Skripsi, FE, Universitas Negeri Semarang, Semarang (diakses pada 10 Maret 2011)
Silitonga, PM., (2011), Statistik Teori dan Aplikasi dalam Penelitian, FMIPA, UNIMED, Medan.
37
Slameto, (2010), Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi, Rineka Cipta, Jakarta.
Sudjana, (2002), Metoda Statistika, Tarsito, Bandung.
Sudrajat, A., (2008), Hakikat dan Pengertian Belajar.http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/31/hakikat-belajar/ (diakses pada 2 Maret 2011)
Wena, M., (2011), Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, Bumi Aksara, Jakarta.