BAB 8 PENAKSIRAN RISIKO DAN DESAIN PENGUJIAN
PENAKSIRAN RISIKO PENGENDALIAN
Proses audit atas laporan keuangan oleh auditor melalui empat tahap utama yaitu:
perencanaan audit, pemahaman dan pengujian pengendalian intern, pelaksanaan pengujian
substantif dan penerbitan laporan keuangan. Penaksiran risiko pengendalian dilakukan oleh
auditor pada tahap pemahaman dan pengujian pengendalian intern klien.
Penaksiran risiko pengendalian adalah proses evaluasi efektivitas desain dan operasi
pengendalian intern entitas dalam rangka pencegahan atau pendeteksian salah saji material di
dalam laporan keuangan. Tahap-tahap penaksiran risiko pengendalian adalah sebagai berikut:
Gambar 1 Penaksiran risiko pengendalian pada tahap proses pemahaman dan pengujian
struktur pengendalian intern
Pertimbangan pengetahuan yang diperoleh dari pemahaman atas struktur pengendalian
intern. Berbagai cara dapat digunakan auditor dalam mendokumentasikan pemahaman atas
struktur pengendalian intern kliennya: kuesioner pengendalian intern, bagan alir, uraian
tertulis. Dalam menaksir risiko pengendalian, auditor dapat memulai dengan menganalisis
dokumentasi pemahaman atas struktur pengendalian intern tersebut. Pemahaman auditor atas
struktur pengendalian intern digunakan untuk: (1) mengindentifikasi salah saji potensial dan
(2) mempertimbangkan faktor-faktor yang berdampak terhadap risiko pengendalian.
Lakukan identifikasi salah saji potensial yang dapat terjadi dalam asersi entitas.
Berdasarkan pemahaman auditor melakukan identifikasi salah saji potensial yang dapat
terjadi dalam asersi yang berkaitan dengan setiap saldo akun signifikan.
Lakukan identifikasi pengendalian yang diperlukan untuk mencegah atau mendeteksi
salah saji. Setelah mengidentifikasi salah saji yang dapat terjadi dalam asersi yang berkaitan
1
Perencanaan Audit
Penaksiran Risiko Bawaan
Pemahaman dan pengujian struktur
pengendalian intern
Penaksiran resiko pengendalian
Pelaksanaan Pengujian substantif
Penetapan risiko deteksi
Penerbitan Laporan audit
Penilaian risiko audit
dengan setiap saldo akun signifikan, auditor kemudian mengidentifikasi pengendalian yang
diperlukan untuk mencegah atau mendeteksi salah saji tersebut. Dalam hal ini auditor harus
mempertimbangkan semua unsur struktur pengendalian intern yang digolongkan ke dalam
lima golongan: lingkungan pengendalian, penaksiran risiko, informasi dan komunikasi,
aktivitas pengendalian, dan pemantauan.
Lakukan pengujian pengendalian terhadap pengendalian yang diperlukan, untuk
menentukan efektivitas desain dan operasi struktur pengendalian intern. Untuk
mengevaluasi desain dan operasi struktur pengendalian intern klien, auditor kemudian
mengembangkan pengujian pengendalian terhadap setiap pengendalian yang diperlukan
untuk setiap asersi. Tujuan pengujian pengendalian ini adalah untuk menentukan efektivitas
desain dan operasi struktur pengendalian intern.
Lakukan evaluasi terhadap bukti dan buat taksiran risiko pengendalian. Penaksiran risiko
pengendalian untuk asersi laporan keuangan didasarkan atas hasil evaluasi terhadap bukti
yang diperoleh dari (1) prosedur yang digunakan untuk memperoleh pemahaman atas
kebijakan dan prosedur struktur pengendalian intern yang relevan dengan pelaporan
keuangan dan (2) pengujian pengendalian yang bersangkutan. Bukti yang dikumpulkan bisa
berupa bukti dokumenter, elektronik, matematik, lisan, atau bukti fisik. Bukti tersebut sangat
mempengaruhi keyakinan auditor.
Dalam mengevaluasi bukti auditor melakukan pertimbangan kuantitatif maupun
kualitatif. Dalam merumuskan kesimpulan tentang efektivitas kebijakan dan prosedur
pengendalian, auditor seringkali mempertimbangkan frekuensi penyimpangan yang dapat
diterima dari pelaksanaan pengendalian semestinya. Penyimpangan yang diakibatkan karena
kekeliruan yang tidak sengaja akan berbeda dampaknya dengan yang disebabkan oleh
kekeliruan yang disengaja dan kecurangan.
Penaksiran risiko pengendalian dapat dilakukan oleh auditor dalam bentuk kuantitatif
atau kualitatif. Dalam bentuk kuantitatif, auditor misalnya dapat menyatakan bahwa terdapat
40% risiko pengendalian yang bersangkutan tidak dapat dicegah atau mendeteksi salah saji
tertentu. Dalam bentuk kualitatif, auditor dapat menyatakan bahwa terdapat resiko rendah,
menengah, atau tinggi pengendalian yang bersangkutan tidak akan dapat mencegah atau
mendeteksi salah saji tertentu.
Penaksiran risiko pengendalian untuk suatu asersi merupakan faktor penentu tingkat
risiko deteksi yang dapat diterima untuk suatu asersi, yang akan berdampak terhadap tingkat
2
pengujian substantif yang direncanakan yang harus dilakukan untuk menyelesaikan audit.
Jika risiko pengendalian ditaksir rendah, risiko deteksi dapat terlalu tinggi ditetapkan dan
auditor dapat melaksanakan pengujian substantif yang tidak memadai sehingga auditnya tidak
efektif. Jika risiko pengendalian ditaksir terlallu tinggi, auditor dapat melakukan pengujian
substantif melebihi dari jumlah yang diperlukan, sehingga auditor melakukan audit yang
tidak efisien.
PENGUJIAN PENGENDALIAN
Pengujian pengendalian adalah prosedur audit yang dilaksanakan untuk menentukan
efektivitas desain dan/atau operasi pengendalian intern. Dalam hubungannya dengan desain
pengandalian intern, pengujian pengendalian yang dilakukan oleh auditor berkaitan dengan
apakah kebijakan dan prosedur telah didesain memadai untuk mencegah atau mendeteksi
salah saji material dalam asersi tertentu laporan keuangan.
Dalam hubungannya dengan operasi pengendalian intern, pengujian pengendalian
yang dilakukan oleh auditor berkaitan dengan apakah kebijakan dan prosedur sesungguhnya
berjalan dengan baik.
Karena kebijakan dan prosedur akan efektif bila diterapkan semestinya secara konsis-
ten oleh orang yang berwenang, pengujian pengendalian yang berkaitan dengan efektivitas
operasi difokuskan ke tiga pertanyaan:
1. Bagaimana pengendalian tersebut diterapkan?
2. Apakah pengendalian tersebut diterapkan secara konsisten?
3. Oleh siapa pengendalian tersebut diterapkan?
Pengujian pengendalian dapat diterapkan terhadap pengendalian golongan besar
transaksi dan/atau suatu saldo akun. Karena tujuan pengendalian intern mencakup (1)
keandalan pelaporan keuangan, (2) kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku,
dan (3) efektivitas dan efisiensi operasi, pengujian pengendalian yang dilakukan oleh auditor
hanya diterapkan terhadap pengendalian yang dipandang relevan dengan pencegahan atau
pendeteksian salah saji material dalam laporan keuangan.
Pengujian pengendalian dilaksanakan oleh auditor selama perencanaan audit dan
dalam pekerjaan interim. Pengujian pengendalian diterapkan dalam kedua strategi audit: (1)
pendekatan terutama substantif dan (2) pendekatan risiko pengendalian rendah.
3
Pengujian Pengendalian Bersamaan (Concurrent Tests of Controls)
Pengujian ini dilaksanakan oleh auditor bersamaan waktunya dengan usaha
pemerolehan pemahaman atas pengendalian intern. Pengujian ini dilakukan oleh auditor, baik
dalam strategi pendekatan terutama substantif maupun dalam pendekatan risiko pengendalian
rendah. Pengujian ini terdiri dari prosedur untuk memperoleh pemahaman dan sekaligus
untuk mendapatkan bukti efektivitas pengendalian intern.
Bukti yang diperoleh dari pengujian ini umumnya hanya menghasilkan taksiran
tingkat risiko pengendalian sedikit di bawah maksimum sampai ke tingkat tinggi. Hal ini
disebabkan pengujian ini dilaksanakan oeh auditor pada tahap perencanaan auditnya,
sehingga auditor tidak dapat menguji konsistensi penerapan kebijakan dan prosedur
pengendalian dalam keseluruhan tahun yang diaudit.
Pengujian Pengendalian Tambahan atau Pengujian Pengendalian yang Direncanakan
Pengujian ini dilaksanakan oleh auditor dalam pekerjaan lapangan. Pengujian ini
dapat memberikan bukti tentang penerapan semestinya kebijakan dan prosedur pengendalian
secara konsisten sepanjang tahun yang diaudit. Pengujian ini biasanya tidak dilaksanakan
oleh auditor dalam pendekatan terutama substantif. Pengujian ini biasanya dilaksanakan oleh
auditor jika, berdasarkan hasil pengujian pengendalian bersamaan yang memperlihatkan
pengendalian intern yang efektif, auditor akan mengubah strategi auditnya dari pendekatan
terutama substantif ke pendekatan risiko pengendalian rendah. Pengujian ini sering disebut
“pengujian pengendalian tambahan (additional test of controls)”. Pengujian pengendalian
tambahan ini hanya dilaksanakan bilamana dengan tambahan bukti tentang efektivitas
pengendalian intern, auditor akan mendapatkan taksiran awal tingkat risiko pengendalian
yang rendah dan biaya untuk mendapat bukti tersebut efisien.
Jika pengujian ini dilaksanakan dalam strategi untuk mendapatkan taksiran awal
tingkat risiko pengendalian rendah, pengujian ini disebut dengan “pengujian pengendalian
yang direncanakan (planned test of control).” Pengujian ini dilaksanakan untuk menentukan
taksiran awal risiko pengendalian moderat atau rendah sesuai dengan tingkat pengujian
substantif yang direncanakan.
4
PERANCANGAN PENGUJIAN PENGENDALIAN
Jenis Pengujian Pengendalian
Jenis pengujian pengendalian yang dapat dipilih auditor dalam pelaksanaan pengujian
pengendalian adalah:
1. Permintaan keterangan. Pengujian pengendalian dapat dilakukan oleh auditor dengan
meminta keterangan dari personel yang berwenang tentang pelaksanaan pekerjaan mereka,
yang berkaitan dengan pelaporan keuangan. Permintaan keterangan didesain untuk
menentukan: (1) pemahaman personel terhadap tugas-tugasnya, (2) pelaksanaan pekerjaan
mereka secara individual, (3) frekuensi, penyebab, dan penyelesaian penyimpangan yang
terjadi.
2. Pengamatan. Dilaksanakan oleh auditor terhadap pelaksanaan pekerjaan personel,
yang dapat menghasilkan bukti yang serupa dengan permintaan keterangan. Secara ideal,
prosedur dilaksanakan tanpa sepengetahuan personel yang diamati dan bersifat mendadak.
3. Inspeksi. Dilaksanakan terhadap dokumen dan laporan yang menunjukkan kinerja
pengendalian. Pelaksanaan kembali (reperforming) dilakukan oleh auditor dengan
melaksanakan kembali prosedur tertentu. Prosedur ini cocok digunakan bila terdapat jejak
transaksi (transaction trail) yang berupa tanda tangan diatas dokumen (baik dokumen sumber
maupun pendukung) dan cap pengesahan.
4. Pelaksanaan kembali (reperforming). Prosedur ini tidak digunakan auditor dalam
pemerolehan pemahaman atas pengendalian intern, namun digunakan untuk menilai
efektivitas pengendalian intern.
Waktu Pelaksanaan Pengujian Pengendalian
Waktu pelaksanaan pengujian pengendalian berkaitan dengan kapan prosedur tersebut
dilaksanakan dan bagian periode akuntansi mana prosedur tersebut berhubungan. Pengujian
pengendalian tambahan dilaksanakan dalam perkerjaan interim, yang dapat dalam jangka
waku beberapa bulan sebelum akhir tahun yang diaudit. Pengujian pengendalian ini hanya
memberikan bukti efektivitas pengendalian intern dalam periode sejak tanggal awal tahun
yang diaudit sampai tanggal pengujian. Menurut standar auditing yang ditetapkan IAI,
auditor seharusnya mengumpulkan bukti efektivitas pengendalian intern sepanjang tahun
yang dicakup oleh laporan keuangan yang diaudit. Karena itu pengujian ini harus
dilaksanakan sedekat mungkin dengan akhir tahun yang diaudit.
5
Lingkup Pengujian Pengendalian
Semakin luas lingkup pengujian pengendalian yang dilakukan oleh auditor, akan
dapat dikumpulkan bukti lebih banyak mengenai efektivitas pengendalian intern. Semakin
banyak orang yang dimintai keterangan tentang pengendalian intern atas asersi tertentu,
semakin banyak bukti yang dapat dikumpulkan untuk menilai efektivitas pengendalian intern
atas asersi tersebut.
Lingkup pengujian pengendalian dipengaruhi oleh taksiran tingkat risiko
pengendalian yang di rencanakan. Diperlukan pengujian dengan lingkup yang lebih luas
untuk taksiran tingkat risiko pengendalian moderat atau rendah.
PROGRAM AUDIT UNTUK PENGUJIAN PENGENDALIAN
Keputusan yang diambil oleh auditor berkaitan dengan jenis, lingkup, dan saat
pengujian pengendalian harus didokumentasikan dalam suatu program audit dan kertas kerja
yang bersangkutan. Program audit adalah daftar prosedur audit untuk seluruh audit unsur
tertentu, sedangkan prosedur audit adalah instruksi rinci untuk mengumpulkan tipe bukti
audit tertentu yang harus diperoleh pada saat tertentu dalam audit.
6
Gambar 2 Contoh Program Audit untuk Pengujian Pengendalian
KERJASAMA DENGAN AUDITOR INTERN DALAM PENGUJIAN
PENGENDALIAN
Bilamana auditor independen melakukan audit atas laporan keuangan entitas yang
memiliki fungsi audit intern, auditor independen dapat (1) melakukan koordinasi pekerjaan
auditnya dengan auditor intern, dan/atau (2) menggunakan auditor intern untuk menyediakan
bantuan langsung dalam audit.
7
Koordinasi Audit dengan Auditor Intern
Auditor intern bertanggung jawab untuk memantau pengendalian intern entitas
sebagai bagian dari tugas rutinnya. Pemantauan ini meliputi review periodik terhadap unsur-
unsur pengendalian intern. Dalam mengkoordinasikan pekerjaannya dengan auditor intern,
auditor independen melakukan (1) rapat periodik dengan auditor intern, (2) melakukan
review jadwal kerja auditor intern, (3) meminta izin untuk akses ke kertas kerja auditor
intern, (4) melakukan review terhadap laporan audit.
Bilamana auditor independen melaksanakan koordinasi pekerjaan dengan auditor
intern, auditor independen harus mengevaluasi kualitas dan efektivitas pekerjaan auditor
intern. Auditor independen harus menguji pekerjaan auditor intern dan menentukan apakah:
1. Lingkup pekerjaan auditor intern memadai untuk memenuhi tujuan pekerjaannya
2. Program audit memadai untuk mencapai tujuan auditnya
3. Kertas kerja yang dibuat memadai untuk mendokumentasikan pekerjaan yang telah
dilaksanakan, termasuk mencerminkan adanya supervisi dan review atas pekerjaan yang telah
dilaksanakan.
4. Kesimpulan dibuat sesuai dengan keadaan
5. Laporan sesuai dengan pekerjaan yang telah dilaksanakan
Bantuan Langsung
Menurut SA seksi 322 Pertimbangan Auditor atas Fungsi Audit Intern dalam Audit
atas laporan Keuangan, auditor independen dapat meminta auditor intern untuk memberikan
bantuan langsung yang berkaitan dengan pekerjaan yang secara spesifik diminta auditor
independen dari auditor intern untuk menyelesaikan beberapa aspek pekerjaan auditor
independen. Sebagai contoh, auditor intern dapat membantu auditor independen dalam
memahami pengendalian intern atau dalam melaksanakan pengujian pengendalian atau
pengujian substantif. Bila bantuan langsung disediakan, auditor harus :
1. Menentukan kompetensi dan objektivitas auditor intern dan melakukan supervisi, re-
view,evaluasi, serta pengujian pekerjaan yang dilaksanakan oleh auditor intern yang luasnya
disesuaikan dengan keadaan.
2. Memberitahukan auditor intern mengenai tanggung jawab auditor intern tersebut, tu-
juan prosedur yang dilaksanakan oleh auditor intern, serta hal-hal yang mungkin berdampak
terhadap sifat, saat, dan lingkup prosedur audit, seperti masalah akuntansi dan auditing.
3. Memberitahukan auditor intern bahwa semua masalah akuntansi dan auditing yang
signifikan yang ditemukan selama audit harus diberitahukan kepada auditor independen.
8
PENGUJIAN DENGAN TUJUAN GANDA (DUAL-PURPOSE TESTS)
Di hampir semua audit, pengujian pengendalian tambahan dilaksanakan oleh auditor
terutama dalam pekerjaan interim, sedangkan pengujian substantif dilaksanakan terutama
pada akhir tahun untuk diaudit. Namun standar auditing yang ditetapkan IAI mengizinkan
auditor untuk melakukan pengujian substantif terhadap transaksi rinci dalam periode interim,
untuk mendeteksi kemungkinan kekeliruan moneter dalam akun. Bila keadaan ini terjadi,
auditor secara serentak melakukan pengujian pengendalian atas transaksi yang sama.
Jenis pengujian semacam ini disebut dengan istilah “pengujian dengan tujuan
ganda.” Bilamana jenis pengujian ini dilaksanakan, auditor harus mendesain pengujiannya
sedemikian rupa sehingga dapat mengumpulkan bukti tentang efektivitas pengendalian intern
sekaligus mendapatkan bukti tentang kekeliruan moneter dalam akun. Selain hal tersebut,
auditor harus secara cermat mengevaluasi bukti yang di peroleh. Pengujian ini digunakan
untuk menekan biaya dalam pelaksanaan pengujian.
PENENTUAN RISIKO TERDETEKSI
Dalam tahap-tahap audit atas laporan keuangan, penentuan risiko terletak pada tahap
auditor mendesain pengujian substantif. Gambar 3 menggambarkan letak penentuan risiko
deteksi dalam proses audit. Risiko deteksi adalah risiko auditor tidak akan mendeteksi salah
saji material yang ada dalam suatu asersi. Risiko deteksi dihitung dengan rumus:
RA
RD = RB X RP
RD = risiko deteksi
RA = risiko audit
RB = risiko bawaan
RP = risiko pengendalian
Rumus perhitungan risiko deteksi dapat diuraikan sebagai berikut:
Untuk tingkat risiko audit tertentu (RA) yang ditetapkan oleh auditor, risiko deteksi
berbanding terbalik dengan taksiran tingkat risiko bawaan (RB) dan risiko pengendalian
(RP).
9
Gambar 3 Penetapan Risiko Deteksi dalam Proses Audit
Risiko deteksi yang direncanakan merupakan dasar untuk menentukan tingkat
pengujian substantif yang direncanakan. Hubungan antara strategi audit awal, risiko deteksi
yang direncanakan, dan tingkat pengujian substantif yang direncakan dapat diringkas dalam
Gambar 4.
Evaluasi terhadap Tingkat Pengujian Substantif yang Direncanakan
Setelah memperoleh pemahaman atas pengendalian intern yang relevan dengan
pelaporan keuangan dan setelah menaksirkan risiko pengendalian untuk suatu asersi laporan
keuangan, auditor harus membandingkan tingkat risiko pengendalian sesungguhnya atau final
dengan tingkat risiko pengendalian yang direncanakan untuk asersi tersebut. Jika tingkat
risiko pengendalian final sama dengan yang direncanakan, auditor dapat melanjutkan untuk
mendesain pengujian substantif khusus berdasarkan tingkat pengujian substantif yang
direncanakan. Jika tingkat risiko pengendalian final tidak sama dengan yang direncanakan,
auditor harus mengubah tingkat pengujian substantif sebelum auditor mendesain pengujian
substantif khusus untuk menampung tingkat risiko deteksi yang dapat diterima.
Stategi Audit Awal Risiko Deteksi yang
Direncanakan
Tingkat Pengujian
Substantif
Yang Direncanakan
Pendekatan terutama
substantive
Rendah atau sangat rendah Tingkat tinggi
Pendekatan teksiran risiko
pengendalian rendah
Moderat atau tinggi Tingkat rendah
Gambar 4 Strategi Audit Awal, Risiko Deteksi yang Direncanakan, dan Tingkat Pengujian
Substantif yang Direncanakan
10
Pemahaman dan Pengujian Pengendalian
Internal
Penaksiran RisikoPengendalian
Pelaksanaan Pengujian Substantif
Penetapan RisikoDeteksi
PenerbitanLaporan Audit
Penilaian RisikoAudit
PerencanaanAudit
Penaksiran Risiko Bawaan
DESAIN PENGUJIAN SUBSTANTIF
Pengujian substantif menghasilkan bukti audit tentang kewajaran setiap asersi
laporan keuangan signifikan. Di lain pihak, pengujian ini dapat mengungkapkan kekeliruan
atau salah saji moneter dalam pencatatan dan pelaporan transaksi dan saldo akun. Desain
pengujian substantif mencakup penentuan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang diperlukan
untuk memenuhi tingkat risiko deteksi setiap asersi.
Sifat pengujian substantif
Sifat pengujian ini meliputi jenis dan efektivitas prosedur audit yang dilakukan oleh
auditor. Jika tingkat risiko deteksi yang dapat diterima rendah, auditor harus menggunakan
prosedur audit yang lebih efektif, dan biasanya memerlukan biaya tinggi. Jika tingkat risiko
deteksi tinggi, maka auditor harus menggunakan prosedur yang kurang efektif, dan biasanya
memerlukan biaya rendah. Auditor dapat menggunakan jenis pengujian substantif berikut ini:
Prosedur analitik. Prosedur analitik dapat digunakan oleh auditor pada:
1. Tahap perencanaan audit untuk mengidentifikasi bidang audit yang memiliki risiko
salah saji yang tinggi
2. Tahap pengujian dalam proses audit sebagai suatu pengujian substantif untuk
memperoleh bukti audit tentang asersi tertentu
3. Tahap pengujian rinci sebagai prosedur audit tambahan
4. Tahap pengujian dalam pendekatan terutama substantif (primarily substantive
approach)
SA Seksi 329 Prosedur analitik menunjukkan bahwa efektivitas dan efisiensi yang
diharapkan dari suatu prosedur analitik dalam mengidentifikasi kemungkinan salah saji
tergantung atas, antara lain:
1. Sifat asersi
2. Kelayakan dan kemampuan untuk memprediksi suatu hubungan
3. Tersedianya dan keandalan data yang digunakan untuk mengembangkan harapan
4. Ketepatan harapan.
Prosedur analitik umumnya memerlukan biaya yang rendah. Oleh karena itu auditor
harus mempertimbangkan seberapa jauh prosedur analitik membantu untuk mencapai tingkat
risiko deteksi yang dapat diterima sebelum auditor memutuskan untuk memilih pengujian
terhadap transaksi atau saldo akun rinci.
11
Pengujian terhadap transaksi rinci. Pengujian ini berupa pengusutan (tracing) dan
pemeriksaan bukti pendukung (vouching). Dalam pengujian ini fokus perhatian auditor
adalah menemukan kemungkinan kekeliruan atau salah saji moneter, bukan penyimpangan
dari pengendalian intern. Pengusutan merupakan prosedur audit yang bermanfaat menemukan
kurang saji (understatement), sedangkan pemeriksaan bukti pendukung merupakan prosedur
audit yang bermanfaat untu menemukan lebih saji (overstatement).
Pengujian ini memerlukan waktu yang banyak dan biaya yang tinggi. Namun
pengujian terhadap transaksi rinci lebih rendah biaya daripada pengujian terhadap saldo akun
rinci.
Pengujian terhadap saldo akun rinci. Pengujian ini difokuskan untuk memperoleh
bukti secara langsung tentang suatu saldo akun, bukan pendebitan dan penkreditan
secara individual ke dalam akun tersebut. Semakin tinggi risiko deteksi semakin
terbatas prosedur audit yang dilaksanakan oleh auditor terhadap asersi yang
bersangkutan dan semakin rendah tingkat keandalan bukti auditor yang diperlukan
auditor, begitupula sebaliknya.
Risiko deteksi Pengujian terhadap saldo rinci
Tinggi Periksa secara selintas rekonsiliasi bank yang dibuat
oleh klien mengenai keakuratan matematis yang
terdapat didalamnya.
Moderat Lakukan review terhadap rekonsiliasi bank yang dibuat
oleh klien dan lakukan verifikasi terhadap pos-pos yang
di rekonsiliasi serta keakuratan matematis
Rendah Buat rekonsiliasi bank dengan mengunakan rekening
koran yang diperoleh dari klien dan lakukan verifikasi
terhadap pos-pos yang direkonsiliasi serta keakuratan
matematis
Sangat rendah Mintalah rekening koran secara langsung dari bank,
buatlah rekonsliasi bank lakukan verifikasi terhadap
pos-pos yang di rekonsiliasi serta keakuratan matematis.
Gambar 5 Dampak Risiko Deteksi terhadap Pengujian terhadap Saldo Rinci
12
Saat Pengujian
Tingkat risiko deteksi yang dapat diterima berdampak terhadap saat pelaksanaan
pengujian substantif. Jika risiko deteksi adalah tinggi, penguji substantif dapat dilaksanakan
beberapa bulan sebelum akhir tahun yang diaudit. Sebaliknya, jika risiko deteksi untuk asersi
tertentu adalah rendah, pengujian substantif biasanya dilakukan oleh auditor pada atau
mendekati tanggal neraca.
Pengujian Substantif Sebelum Tanggal Neraca
SA Seksi 313 pengujian Substantif sebelum tanggal neraca memberikan panduan
bagi auditor tentang :
a. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan oleh auditor sebelum menerapkan pengu-
jian substantif terhadap akun rinci sebelum tanggal neraca.
b. Prosedur yang dapat memberikan dasar memandai untuk perluasan dari tanggal audit
interim ke tanggal neraca (sisa periode kesimpulan audit dari pengujian substantif utama.
c. Pengkoordinasian saat (timing) pelaksanaan berbagai prosedur audit.
Auditor dapat menerapkan pengujian substantif terhadap saldo suatu akun secara rinci
dalam periode interim. Keputusan untuk melaksanakan pengujian sebelum tanggal neraca
harus didasarkan pada apakah auditor dapat :
1. Mengendalikan risiko audit tambahan bahwa salah saji material yang terdapat dalam
akun pada tanggal neraca tidak akan terdekteksi oleh auditor. Risiko ini menjadi lebih besar
jika periode waktu antara tanggal pengujian interim dengan tanggal neraca diperpanjang.
2. Mengurangi sedemikian besar biaya pengujian substantif yang diperlukan ada tanggal
neraca untuk memenuhi tujuan audit yang telah direncanakan, sehingga pengujian sebelum
tanggal neraca akan menjadi lebih efisien.
Pengujian substantif yang dilakukan sebelum tanggal neraca tidak meniadakan
perlunya pengujian substantif pada tanggal neraca. Pengujian substantif untuk periode sisa
biasanya harus mencakup :
1. Perbandingan saldo akun pada dua tanggal untuk mengindentifikasikan jumlah yang
tampak luar biasa dan penyelidikan jumlah perbedaan tersebut.
13
2. Prosedur analitik lain atau pengujian substantif lain terhadap rincian untuk menyedi-
akan bukti yang dapat dipakai sebagai dasar memadai untu memperluas kesimpulan dari audit
interim ke tanggal neraca.
Bila direncanakan dan dilaksanakan semestinya, kominasi pengujian substantif
sebelum tanggal neraca dan pengujian substantif untuk periode sisanya dapat menghasilkan
bukti kompeten bagi auditor sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan
keuangan klien.
Lingkup Pengujian
Bukti audit diperlukan lebih banyak untuk mencapai tingkat risiko deteksi rendah bila
dibandingkan dengan tingkat risiko deteksi tinggi. Auditor dapat mengubah jumlah bukti
audit yang dikumpulkan dengan mengubah lingkup pengujian substantif yang dilaksanakan.
Lingkup pengujian substantif menunjukkan jumlah pos atau besarnya sampel yang diuji.
Besarnya sampel merupakan masalah pertimbangan profesional. Auditor dapat menggunakan
pendekatan statistik untuk mengkuantifikasikan pertimbangan profesionalnya dalam
menentukan besarnya sampel untuk mencapai tingkat risiko deteksi tertentu.
PENGEMBANGAN PROGRAM AUDIT UNTUK PENGUJIAN SUBSTANTIF
Laporan keuangan berisi lima golongan asersi: keberadaan dan keterjadian,
kelengkapan, hak dan kewajiban, penilaian atau alokasi, penyajian dan pengungkapan.
Tujuan audit atas laporan keuangan adalah untuk menyatakan pendapat apakah laporan
keuangan klien disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip
akuntansi berterima umum. Laporan keuangan dinyatakan wajar bila kelima golongan asersi
yang terdapat dalam laporan keuangan tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi berterima
umum.
Rerangka Umum Pengembangan Program Audit untuk Pengujian Substantif
Dalam pengembangan program audit untuk pengujian substantif, kerangka umum
yang dipakai sebagai acuan disajikan sebagai berikut :
1. Tentukan prosedur audit awal. Prosedur audit awal ditujukan oleh auditor untuk
memperoleh keyakinan bahwa asersi dalam laporan keuangan didukung oleh catatan
akuntansi yang handal. Prosedur awal ini terdiri dari lima langkah berikut ini :
14
a. Usut saldo pos yang tercantum di dalam neraca ke saldo akun yang bersangkutan di
dalam buku besar.
b. Hitung kembali saldo akun yang bersangkutan di dalam buku besar.
c. Lakukan review terhadap mutasi luar biasa dalam jumlah dan sumber posting dalam
akun yang bersangkutan
d. Usut saldo awal akun yang bersangkutan ke kertas kerja tahun lalu
e. Usut posting pendebetan dan/atau penkreditan akun tersebut ke dalam jurnal yang
bersangkutan
f. Lakukan rekonsiliasi akun kontrol tersebut dalam buku besar ke buku pembantu yang
bersangkutan
Langkah kelima hanya dilaksanakan oleh auditor jika klien menyelenggarakan buku
pembantu untuk merinci akun yang bersangkutan dalam buku besar.
2. Tentukan prosedur analitik yang perlu dilaksanakan. Pada tahap awal pengujian
substantif terhadap pos tertentu dalam laporan keuangan, pengujian analitik dimaksudkan
untuk membantu auditor dalam memahami bisnis klien dan dalam menemukan bidang yang
memerlukan audit lebih intensif. Dalam prosedur analitik, auditor menghitung dengan ratio.
Ratio yang telah dihitung tersebut kemudian dibandingkan dengan harapan auditor, misalkan
ratio tahun lalu, rerata ratio industri atau ratio yang dianggarkan. Pembandingan ini
membantu auditor untuk mengungkapkan: (1) peristiwa atau transaksi yang tidak biasa, (2)
perubahan akuntansi, (3) perubahan usaha, (4) fluktuasi acak, atau (5) salah saji.
3. Tentukan pengujian terhadap transaksi rinci. Pengujian terhadap transaksi rinci
terutama terdiri dari prosedur pengusutan (tracing) dan pemeriksaan bukti pendukung
(vouching) untuk membuktikan asersi keberadaan dan keterjadian, kelengkapan, hak dan
kewajiban, penilaian atau alokasi, penyejian dan pengungkapan transaksi atau golongan
transaksi.
4. Tentukan pengujian terhadap akun rinci. Auditor menentukan berbagai prosedur
audit untuk membuktikan asersi keberadaan dan keterjadian, kelengkapan, hak dan
kewajiban, penilaian atau alokasi, penyajian dan pengungkapan akun tertentu.
Program Audit dalam Perikatan Pertama
Dalam perikatan pertama, penentuan pengujian substantif rinci dalam program audit
umumnya belum dapat diselesaikan oleh auditor sampai dengan saat auditor menyelesaikan
studi dan evaluasi terhadap pengendalian intern dan setelah tingkat risiko deteksi yang dapat
diterima telah diitetapkan untuk setiap asersi signifikan. Menurut SA seksi 323 Perikatan
15
Audit Tahun Pertama-Saldo Awal, terdapat dua hal yang memerlukan perhatian khusus dari
auditor dalam mendesain program audit dalam perikatan pertama:
1. Auditor harus memastikan bahwa saldo awal mencerminkan penerapan kebijakan
akuntansi yang semestinya, dan
2. Bahwa kebijakan tesebut diterapkan secara konsisten dalam laporan keuangan tahun
berjalan. Bila terdapat perubahan dalam kebijakan akntansi atau penerapannya, auditor harus
memperoleh kepastian bahwa perubahan tersebut memang semestinya dilakukan dan diper-
tanggung jawabakan serta diungkapkan.
Program Audit dalam Perikatan Berulang
Dalam perikatan audit berulang, auditor dapat melakukan akses ke program audit
yang digunakan dalam audit tahun yang lalu dan ketas kerja yang dihasilkan dari program
audit tersebut. Dalam keadaan ini, strategi audit awal yang dipilih auditor biasanya
didasarkan pada asumsi tingkat risiko pengendalian yang dipakai dalam audit tahun yang
lalu. Begitu pula, program audit untuk pengujian substantif biasanya dipakai untuk audit
tahun berjalan. Oleh karena itu, dalam perikatan audit berulang, program audit seringkali
disiapkan sebelum auditor menyelesaikan studi dan evaluasi terhadap pengendalian intern.
Jika informasi yang diperoleh dari audit tahun berjalan menunjukkan tingkat risiko
pengendalian tidak lagi memadai, program audit perlu disesuaikan.
PERBANDINGAN ANTARA PENGUJIAN PENGENDALIAN DENGAN
PENGUJIAN SUBSTANTIF
Salah satu tahap dalam proses audit adalah pelaksanaan pengujian, yang terdiri dari
dua pengujian utama: pengujian pengendalian dan pengujian substantif. Dua jenis pengujian
ini berbeda dalam hal: jenis, tujuan, sifat pengukuran pengujian yang digunakan, prosedur
audit yang dapat diterapkan dalam masing-masing pengujian, saat penerapan unsur risiko
audit yang terdapat di dalamnya, standar pekerjaan lapangan yang melandasinya, dan sifat
kewajiban yang ditentukan oleh standar auditing.
Keterangan Pengujian pengendalian Pengujian substantif
Jenis Bersamaan ( concurrent )
Tambahan
Prosedur analitik
Pengujian terhadap transaksi rinci
Pengujian terhadap akun rinci
16
Tujuan Penentuan efektivitas desain
dan operasi pengendalian
intern
Penentuan kewajaran asersi laporan
keuangan signifikan
Sifat pengukuran
pengujian
Frekuensi penyimpangan dari
pengendalian intern
Kekeliruan rupiah dalam transaksi dan
saldo akun
Prosedur audit yang dapat
diterapkan
Permintaan keterangan,
inspeksi, pelaksanaan kembali,
dan teknik audit berbantuan
komputer
Sama dengan pengujian pengendalian
ditambah dengan prosedur analitik,
perhitungan, konfirmasi, pengusutan,
dan pemeriksaan bukti
Saat pelaksanaan Terutama pada pekerjaan
interim
Terutama pada atau mendekati tanggal
neraca
Komponen risiko audit Risiko pengendalian Risiko deteksi
Standar pekerjaan
lapangan
Kedua Ketiga
Diharuskan oleh standar
auditing
Tidak Ya
Gambar 7 Perbandingan antara Pengujian Pengendalian dengan Pengujian Substantif
RANGKUMAN
Penaksiran risiko pengendalian untuk suatu asersi merupakan faktor penentu tingkat
risiko deteksi yang dapat diterima untuk suatu asersi, yang akan berdampak terhadap
terhadap tingkat pengujian substantif yang direncanakan yang harus dilakukan untuk
menyelesaikan audit.
Pengujian pengendalian adalah prosedur audit yang dilaksanakan untuk menentukan
ekfektivitas desain dan/atau operasi kebijakan dan prosedur pengendalian intern. Berbagai
pengujian pengendalian dapat dipilih oleh auditor dalam pelaksanaan auditnya:
1. Pengujian pengendalian bersamaan (concurrent tests of controls)
2. Pengujian pengendalian tambahan
3. Pengujian pengendalian yang direncanakan
4. Pengujian dengan tujuan ganda (dual-purpose-tests)
Desain pengujian substantif sangat ditentukan oleh risiko deteksi yang ditetapkan oleh
auditor. Desain pengujian substantif mencakup penentuan sifat, saat, dan lingkup pengujian
yang diperlukan untuk memenuhi tingkat risiko deteksi setiap asersi. Auditor dapat
17
menggunakan jenis pengujian substantif berikut ini: prosedur analitik, pengujian terhadap
transaksi rinci, dan pengujian terhadap saldo rinci.
Rerangka umum pengembangan program audit untuk pengujian substantif adalah
sebagai berikut: (1) tentukan prosedur awal audit, (2) tentukan prosedur analitik yang perlu
dilaksanakan, (3) tentukan pengujian terhadap transaksi rinci, (4) tentukan pengujian terhadap
akun rinci.
18