Stroke. Klpk i
-
Upload
payzar-wahyudi-gc -
Category
Documents
-
view
73 -
download
4
Transcript of Stroke. Klpk i
MAKALAH KEPERAWATAN KLINIK IX
(KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH)
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN STROKE
Disusun Oleh Kelompok 1 Program A 2010
ANDI NURCHAIRIAH
DEDE RENOVALDI
FITRIA INDAH SARI
Dosen Pembimbing : Wasisto Utomo, M.Kep, Sp. KMB
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2013
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat dengan waktunya.
Kami mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Bapak Wasisto Utomo,
M.Kep, Sp. KMB selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dalam menyelesaikan
makalah ini. Serta kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah
ini.
Dalam pembuatan makalah ini, penulis menyadari masih banyak ada kekurangan baik
dari isi materi maupun penyusunan kalimat. Namun demikian, perbaikan merupakan hal yang
berlanjut sehingga kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini sangat penulis
harapkan.
Akhirnya penulis menyampaikan terimakasih kepada pembaca dan teman-teman
sekalian yang telah membaca dan mempelajari makalah ini.
Pekanbaru, Februari 2013
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................. i
DAFTAR ISI........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................. 2
C. Tujuan.................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi................................................................................................... 3
B. Etiologi................................................................................................... 3
C. Klasifikasi…………………………………………………………….. 5
D. Manifestasi Klinik................................................................................... 6
E. Evaluasi Diagnostik................................................................................ 7
F. Pengkajian Keperawatan........................................................................ 8
G. Patofisiologi........................................................................................... 10
H. Web Of Caution....................................................................................... 12
H. Intervensi Keperawatan........................................................................... 13
I. Penatalaksanaan....................................................................................... 24
J. Terminologi............................................................................................. 29
BAB III KASUS
A. Uraian Kasus........................................................................................... 30
B. Pengkajian ............................................................................................. 31
C. Analisa Data........................................................................................... 27
D. Web Of Caution Kasus............................................................................ 34
E. Intervensi Keperawatan.......................................................................... 35
F. . Penatalaksanaan Farmakologi Dan Non Farmakologi.......................... 41
G. Health Education.................................................................................... 42
H. Tujuan Pembelajaran.............................................................................. 42
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………. 43
Lampiran Jurnal………………………………………………………………….
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Otak merupakan organ tubuh yang memiliki fungsi sebagai pusat persyarafan/
neurologis. System persyarafan merupakan system pengaturan koordinasi dan perintah
untuk memberi tanggapan terhadap rangsangan. System persyarafan juga mengambil
peran penting dalam pengaturan system tubuh lainnya seperti system pernapasan, system
kardiovaskuler dan lain-lain sehingga jika terjadi gangguan pada system ini akan secara
otomatis mengakibatkan gangguan pada system tubuh lainnya.
Stroke merupakan penyakit sistem persyarafan yang paling sering
dijumpai. Kira-kira 200 ribu kematian dan 200 ribu orang dengan gejala
sisa akibat stroke pada setiap tingkat umur (Muttaqin, 2011). Menurut
Takrouri (2004), Stroke termasuk penyakit serebrovaskuler (pembuluh
darah otak) yang ditandai dengan kematian jaringan otak (infark
serebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan oksigen
ke otak. Berkurangnya aliran darah dan oksigen ini bisa dikarenakan
adanya sumbatan, penyempitan atau pecahnya pembuluh darah.
Setiap tahunnya, 200 dari tiap 100.000 orang di Eropa menderita
stroke, dan menyebabkan kematian 275.000 – 300.000 orang amerika.
Di pusat-pusat pelayanan neurologi Indonesia jumlah penderita
gangguan peredaran darah otak (GPDO) selalu menempati urutan
pertama dari seluruh penderita rawat inap (Harsono.2007). Angka
kejadian stroke terus meningkat dengan tajam, jika tidak ada upaya
penanggulangan stroke yang lebih baik maka jumlah penderita stroke
pada tahun 2020 diprediksikan akan meningkat 2 kali lipat, bahkan
saat ini Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah
penderita stroke terbesar di Asia dan keempat didunia, setelah India,
Cina, dan Amerika (Feigin, 2006).
Berdasarkan hasil survei awal dari bagian rekam medik RSUD Arifin
achmad Pekanbaru, 15 penyakit syaraf terbesar di Instalasi Rawat Inap
tahun 2011 stroke berada pada urutan pertama. Jumlah kasus stroke
4
rawat inap adalah 194 kasus diantara nya stroke hemorogik 47 kasus
(24,23%) yang dirawat inap.
Peran perawat sangat penting dalam perawatan klien dengan
stroke. Klien stroke pada umumnya mengalami deifisit neurologis yang
menyebabkan tubuhnya tidak berdaya. Perawat memiliki tugas penting
untuk tetap menjaga kondisi kesehatan klien seoptimal mungkin dan
mengurangi komplikasi yang dapat muncul. Beberapa hal yang telah
disebutkan diatas merupakan pencetus dilatar belakanginya makalah
yang penulis buat mengenai asuhan keperawatan klien dengan stroke
sehingga dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan klien dengan stroke?
C. Tujuan
1. Mengetahui informasi mengenai stroke dimulai dari definisi
hingga penatalaksanaan.
2. Mengetahui informasi mengenai penyelesaian kasus klien
dengan stroke dimulai dari pengkajian hingga intervensi.
5
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi
Stroke didefinisikan sebagai suatu manifestasi klinis gangguan peredaran darah
otak yang menyebabkan defisit
neurologis. Stroke adalah suatu
kondisi yang terjadi ketika pasokan
darah ke suatu bagian otak tiba–tiba
terganggu. Dalam jaringan otak,
kurangnya aliran darah menyebabkan
serangkaian reaksi biokimia, yang
dapat merusakkan atau mematikan
sel – sel saraf di otak. Kematian jaringan otak dapat menyebabkan hilangnya fungsi
yang dikendalikan oleh jaringan itu. Stroke adalah penyebab kematian yang ketiga di
Amerika serikat dan banyak negara industri di Eropa (Muttaqin, 2011)
Menurut WHO, stroke merupakan adanya tanda-tanda klinik yang berkembang
cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang
jelas selain vaskuler. Stroke
merupakan penyakit paling sering
menyebabkan cacat berupa
kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir dan daya ingat, dan
bentuk kecacatan lain sebagai akibat gangguan otak. (Brunner & Suddart, 2010)
B. Etiologi
Stroke biasanya disebabkan karena salah satu dari 4 kejadian berikut (Muttaqin,
2011):
6
Gambar 1 : Stroke Hemoragik dan Iskemik
Sumber: google.com
1. Thrombosis.
Thrombosis atau bekuan darah
terjadi pada pembuluh darah yang
mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan kongesti
di sekitarnya. Tanda dan gejala neurologis sering kali memburuk dalam 48 jam
setelah terjadinya thrombosis. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan
thrombosis otak:
a. Aterosklerosis, merupakan akumulasi kolesterol didalam dinding
pembuluh darah arteri yang jika cukup parah dapat menghambat aliran
dara ke berbagai organ.
b. Hiperkoagulasi. Darah bertambah kental, peningkatan
viskositas/hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah serebri.
c. Arteritis (radang pada arteri)
2. Emboli
Emboli serebri merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan
darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung
yang terlepas dan menyumbat system arteri serebri. Beberapa keadaan yang dapat
menyebabkan emboli adalah:
a. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel
sehingga darah membentuk gumpalan-gumpalan kecil.
b. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri menyebabkan terbentuknya
gumpalan-gumpalan pada endokardium.
3. Hemoragik
Perdarahan intracranial atau intra serebri meliputi perdarahan didalam ruang
sub arakhnoid atau didalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi
karena aterosklerosis dan hipertensi. Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan
rembesan darah didalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,
pergeseran, dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan
membengkak, jaringan otak tertekan sehingga terjadi infark otak, edema, dan
mungkin herniasi otak.
4. Hipoksia umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
a. Hipertensi yang parah. (stadium berat ≥ 190 sistole mmHg, ≥130 mmHg)
7
b. Henti jantung paru menyebabkan alirah darah berhenti.
c. Curah jantung turun akibat aritmia menyebabkan pasokan darah berkurang
ke otak.
5. Hipoksia local
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia local adalah:
a. Spasme arteri serebri yang disertai perdarahan sub arakhnoid
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migraine.
Adapun factor resiko yang juga sering teridentifikasi, yaitu (Junaidi, 2011):
1. Hipertensi, dapat disebabkan oleh aterosklerosis ataupun primer. Proses ini
dapat menimbulkan pecahnya pembuluh darah atau timbulnya thrombus
sehingga dapat mengganggu aliran darah cerebral.
2. Aneurisma, kelainan pembuluh darah yakni berupa penebalan pada satu tempat
diikuti oleh penipisan ditempat lain. Pada tempat yang terdapat penipisan dapat
menimbulkan perdarahan.
3. Kelainan jantung/penyakit jantung, paling banyak dijumpai pada pasien post
MCI, artial fibrilasi dan endokarditis. Kerusakan kerja jantung dapat
menurunkan kardiak output dan menurunkan aliran darah ke otak. Disamping
itu dapat terjadi embolisasi yang bersumber pada kelainan jantung dan
pembuluh darah.
4. Diabetes mellitus (DM), penderita DM berpotensi mengalami stroke karena
terjadinya peningkatan viskositas darah sehingga memperlambat aliran darah
khususnya serebral.
5. Usia lanjut, pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah,
termasuk pembuluh darah otak.
6. Peningkatan kolesterol (lipid total), kolesterol tubuh yang tinggi dapat
menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya embolus dari lemak.
7. Obesitas, pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar
kolesterol sehingga mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah
satunya otak.
8. Perokok, timbulnya plak pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga terjadi
aterosklerosis.
9. Kurang aktivitas fisik, kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan
fisik termasuk kelenturan pembuluh darah.
8
C. Klasifikasi
Menurut Muttaqin (2011) stroke dibedakan menurut patologi dari serangan stroke
meliputi:
1. Stroke hemoragik
Stroke hemoragik merupakan peradarahan serebri dan mungkin perdarahan
sub arakhnoid yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah
otak tertentu. Stroke biasanya terjadi saat melakukan aktivitas atau saat aktif
namun bisa juga saat sedang istirahat. Kesadaran klien umumnya menurun.
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurolagis fokal yang akut dan disebabkan
oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh
karena trauma kavitis, disebabkan juga oleh karena pecahnya pembuluh arteri,
vena, dan kapiler.
Stroke hemoragik dibagi dua yaitu:
a. Perdarahan intraserebri atau PIS.
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk kedalam jaringan otak, membentuk massa yang
menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang
terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak.
b. Perdarahan sub-arakhnoid atau PSA.
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry. Aneurisma yang
pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabang
yang terdapat diluar parenkim otak, pecahnya arteri dan keluar keruang sub-
arakhnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur
peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebri yang berakibat disfungsi
otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparesa,
gangguan hemisensorik, afasia dll).
2. Stroke non-hemoragik
Stroke non hemoragik dapat berupa iskemia atau emboli/thrombosis serebri,
biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur, atau dipagi hari.
Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan
selanjutnya dapat menimbulkan infark jaringan otak. Kesadaran umumnya baik.
Sekitar 80-85% stroke adalah stroke iskemik. Penyumbatan pada satu arteri
menyebabkan gangguan diarea otak yang terbatas. Mekanisme dasar kerusakan ini
adalah selalu defisiensi energy yang disebabkan oleh iskemia. Stroke trombotik
9
sebagian besar terjadi saat tidur, saat pasien relative mengalami dehidrasi dan
sirkulasi menurun. (Prince & Wilson, 2006)
D. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala stroke menurut Lippincott Williams & Wilkins (2011) adalah:
1. Stroke hemisfer kiri: gejala di sisi tubuh sebelah kanan.
2. Stroke hemisfer kanan: gejala di sisi tubuh sebelah kiri.
3. Gejala berdasarkan arteri yang diserang:
a. Arteri serebral tengah: afasia, disfasia dan hemiparesis disisi yang
diserang(lebih parah di wajah dan lengan daripada kaki)
b. Arteri karotis: lemah, paralisis, mati rasa, perubahan sensoris dan
gangguan visual disisi yang diserang, perubahan tingkat kesadaran, sakit
kepala.
c. Arteri vertebrobasilar: lemah disisi yang diserang, mati rasa disekitar bibir
dan mulut,diplopia, kordinasi buruk, disfagia, bicara mencerca, pusing,
amnesia dan ataksia.
d. Arteri serebral anterior: konfusi, lemah dan mati rasa (terutama di kaki)
disisi yang diserang, inkontinensia, hilang kordinasi, gangguan fungsi
motorik, disleksia, koma dan kebutaan kortikal.
E. Evaluasi Diagnostik
Evaluasi diagnosis yang dilakukan pada klien lansia dengan stroke adalah:
(Muttaqin, 2011)
1. CT-Scan. Pemeriksaan ct-scan harus segera dilakukan pada semua penderita
dengan dugaan stroke. Ct-scan tanpa kontras dapat membedakan stroke
perdarahan dan stroke non perdarahan. Pada stroke perdarahan, gambaran lesi
berupa hiperdens, sedangkan pada stroke non perdarahan gambaran lesi
berupa hipodens/normal. Perlu diperhatikan bahwa sekitar 5% stroke
perdarahan sub-arakhoid gambaran ct-scannya dapat normal, sehingga perlu
dilakukan pemeriksaan pungsi lumbal.
2. MRI lebih sensitif dalam mengidentifikasi kerusakan otak dari pada CT scan,
tetapi MRI lebih lambat dari pada CT scan. Jadi dalam keadaan darurat lebih
di pilih memakai CT scan. Akan tetapi, setelah penggunaan awal memakai
CT scan, MRI direkomendasikan untuk menentukan lokasi kerusakaan yang
tepat dan memantau lesi.
10
3. Angiografi serebri. Membantu menentukan penyebab dari stroke secara
spesifik seperti perdarahan artyerio vena atau adanya rupture dan untuk
mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler.
4. Lumbal pungsi. Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada
cairan lumbal menunjukkan adanya hemoragik subarachnoid atau perdarahan
pada intracranial.
5. MRI. Dengan menggunakan gelombang magnetic untuk menentukan posisi
serta besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
6. USG Doppler untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah
pada arteri karotis)
7. EEG. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam
jaringan otak.
F. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan stroke meliputi anamnesis, riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostic dan pengkajian psikososial untuk melihat
pencetus penyakit. Berikutnya pemeriksaan fisik dapat dilakukan yang mengarah pada
keluhan-keluhan klien. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan per system (B1-B6)
dengan fokus pemeriksaan pada B3 (Brain) (Muttaqin, 2011).
1. Keadaan umum. Umumnya mengalami penurunan kesadaran. Suara bicara
kadang mengalami gangguan, tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat,
denyut nadi bervariasi.
2. B1 (Breathing). Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas dan peningkatan RR.
Auskultasi didapat bunyi tambahan seperti ronkhi pada klien dengan
peningkatan produksi secret dan kemampuan batuk menurun yang sering
didapatkan pada klien yang koma
3. B2 (Blood). Pengkajian pada system kardiovaskuler didapatkan syok
hipovolemik yang sering terjadi pada klien stroke. TD biasanya terjadi
peningkatan.
4. B3 (Brain). Stroke menyebabkan berbagai gangguan neurologisbergantung
pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat).
11
a. Tingkat kesadaran. Apabila klien sudah mengalami koma maka penilaian
GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan sebagai
bahan evaluasi.
b. Fungsi serebri:
1) Status mental: observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai
gaya bicara klien, observasi ekspresi klien dan aktivitas motorik.
2) Fungsi intelektual: didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori.
Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi.
3) Kemampuan bahasa: penurunan kemampuan bahasa tergantung dari
daerah lesi yang mempengaruhi fungsi dari serebri. Lesi pada daerah
hemisfer yang dominan pada bagian posterior dan girus temporalis
superior (area wernicke) didapatkan disfasia reseptif ( klien tidak
memahami bahasa lisan atau tertulis). Sedangkan lesi pada bagia
posterior dari girus frontalis inferior (area Broca) didapatkan disfasia
ekspresif (klien dapat mengerti tetapi tidak dapat menjawab dengan
tepat dan bicaranya tidak lancer), disartria ( kesulitan berbicara),
apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya).
4) Lobus frontal: kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis.
5) Pemeriksaan saraf cranial:
1) Saraf I. Biasanya klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
2) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan sensorik
primer diantara mata dan korteks visual.
3) Saraf III, IV, dan VI. Apabila akibat stroke mengakibatkan
paralisis seisi otot okularis didapatkan penurunan kemampuan
gerakan konjugat unilateral disisi yang sakit.
4) Saraf V: menyebabkan paralisis syaraf trigeminus, didapatkan
penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah.
5) Saraf VII. persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, otot wajah tertarik kebagian sisi yang sehat.
6) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
12
7) Saraf IX dan X. kemampuan menelan kurang baik, kesukaran
membuka mulut.
8) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
9) Saraf XII. Lidah asimetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi. Indra pengecapan normal.
6) System motorik: inspeksi umum didapatkan hemiplegia (paralisis pada
salah satu sisi) karena lesi otak. Kekuatan otot pada bagian yang sakit
biasa didapatkan 0. Terjadi gangguan keseimbangan dan kordinasi.
5. B4 (Bladder). Klien mungkin mengalami inkontinensia urine karena konfusi,
ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan karena kerusakan control
motorik (sfingter urinarius).
6. B5 (Bowel). Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual dan muntah pada fase akut. Mual dan muntah dihubungkan
dengan peningkatan produksi lambung. Pola defekasi biasanya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltic usus. Sedangkan jika adanya
inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis yang
luas.
7. B6 (Bone). Terjadi gangguan control volunteer terhadap gerakan motorik.
Keadaan yang paling umum adalah Hemiplegia (paralisis pada satu sisi)
karena lesi pada otak yang berlawanan. Perlu dikaji adanya dekubitus,
terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah
mobilitas fisik.
G. Patofisiologi
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energy
yang dihasilkan sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak
memiliki cadangan O2 sehingga jika ada kerusakan atau kekurangan aliran darah ke
otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan
kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolism sel otak, tidak boleh kurang dari
20mg% karena akan mengakibatkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari
seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun dapat
mengakibatkan disfungsi serebri. (Muttaqin, 2011)
Aliran darah otak orang dewasa pada kondisi normal adalah 50-60 ml/100 gram
otak/menit. Berat otak normal rata-rata dewasa adalah 1300-1400 gram. Sehingga
13
dapat disimpulkan aliran darah otak dewasa adalah kurang lebih 800 ml/menit atau
20% dari seluruh curah jantung harus beredar ke otak setiap menit. Bila aliran darah
otak turun menjadi 20-25 ml/100 gr otak akan terjadi kompensasi berupa peningkatan
ekstraksi oksigen ke jaringan otak sehingga fungsi sel saraf dapat dipertahankan.
Berkurangnya aliran darah otak sebesar 10-15 cc/100gr otak/menit akan
mengakibatkan kekurangan glukosa dan oksigen sehingga proses metabolism
oksidatif terganggu. Keadaan ini menyebabkan penimbunan asam laktat sebagai hasil
metabolism anaerob, sehingga akan mempercepat proses kerusakan otak.
Menurut Prince & Wilson (2006), stage pertama pada stroke
iskemia, aliran darah berhenti pada suatu bagian otak (iskemia).
Pada kondisi ini terjadi kekurangan oksigen (anoxia) dan nutrient di
sel-sel pada area yang dikenai. Ketika kekurangan oksigen menjadi
ekstrim, mitokondria sebagai unit dari sel yang memproduksi energi
tidak dapat memproduksi energi yang cukup untuk menjaga fungsi
sel. Mitokondria gagal berfungsi, sehingga melepaskan toxic
chemicals yang disebut ‘oxygen-free radicals ke sitoplasma di sel.
Toksik ini dapat menyebabkan kerusakan pada struktur lain dari sel
termasuk nukleus.
Kekurangan energi di sel menyebabkan perubahan membran
sel (tempat masuk dan keluar ion-ion serta elektrolit) yang
normalnya mempertahankan homeostasis. Di saat yang sama, injuri
pada sel yang iskemik merelease asam amino seperti glutamate, ke
area diantara neuron-neuron, yang menyebabkan injuri pada sel-sel
yang berdekatan.
Ketika kehilangan fungsi homeostasis, air masuk ke dalam sel
sehingga membuatnya lebih besar (disebut toxic edema). 3 jam
permulaan iskemik akan terjadi kenaikan kadar air dan natrium,
setelah 12-24 jam akan terjadi peningkatan yang progresif sehingga
memperberat edema otak dan meningkatkan TIK. Pada saat ini
terjadi injuri permanen dan terjadi kematian sel secara keseluruhan
(nekrosis dan infark). Setelah serangan stroke, pertama sel-sel akan
mengalami proses menuju kematian sel dalam 4-5 menit. Respon
untuk treatment dalam memperbaiki aliran darah adalah 2 jam
14
setelah serangan stroke, pada banyak kasus, prosesnya tidak lebih
dari 2 sampai 3 jam. Setelah itu, kecuali beberapa pada kasus yang
jarang ditemui, pada banyak injuri yang terjadi adalah kerusakan
permanen.
Pada stroke hemoragik, pembuluh darah otak yang pecah
menyebabkan darah mengalir ke substansi atau ruangan
subarachnoid yang menimbulkan perubahan komponen intracranial
yang seharusnya konstan. Adanya perubahan komponen
intracranial yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan
menimbulkan peningkatan TIK yang bila berlanjut akan
menyebabkan herniasi otak sehingga timbul kematian. Di samping
itu, darah yang mengalir ke substansi otak atau ruang subarachnoid
dapat menyebabkan edema, spasme pembuluh darah otak dan
penekanan pada daerah tersebut menimbulkan aliran darah
berkurang atau tidak ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak.
(Brunner & Suddart, 2010)
H. Web Of Caution Teoritis
15
komaDepresi saraf kardiovas dan
Kerusakan Mobilitas fisik
Herniasi falks serebri kompresi batang otak
Hemiplegia dan hemiparesis
Penurunan perfusi jaringan serebral
Risiko peningkatan TIKKehilangan control volunteer
Perembesan darah diparenkim otak,
kemudian penekanan jaringan otak
Emboli serebralPembuluh darah oklusi kemudian
iskemik jaringan otak
Perdarahan intraserebralPenyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah,lemak dan udara
Thrombosis serebral
Aneurisma, arterivenousKatup jantung rusak, miokard infark, endokarditis
Aterosklerosis, arteritis, hiperkoagulasi
Factor risiko stroke
Infark serebral
Deficit neurologis
Stroke
I. Intervensi keperawatan
Menurut Muttaqin (2011), intervensi keperawatan pada stroke adalah
Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intraserebri,
oklusi otak, vasospasme, dan edema otak.
Tujuan: dalam waktu 2 x 24 jamperfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.
Kriteria hasil: klien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang. GCS 4,5,6,
pupil isokor, refleks cahaya (+), TTV normal ( nadi: 60-100 x/menit, suhu:36-36,7 C, RR:⁰
16-20 x/menit)
Intervensi Rasionalisasi
Mandiri:
Berikan penjelasan kepada keluarga klien
tentang sebab-sebab peningkatan TIK
dan akibatnya.
Baringkan klien (tirah baring) total
dengan posisi tidur telentang tanpa
bantal.
Monitor tanda-tanda status neurologis
Keluarga lebih berpartisipasi dalam
proses penyembuhan.
Perubahan pada tekanan intrakaranial
akan dapat menyebabkan risiko
terjadinya herniasi otak.
Dapat mengetahui kerusakan otak lebih
16
komaDepresi saraf kardiovas dan
dengan CGS.
Monitor TTV, seperti tekanan darah,
nadi, suhu, dan frekuensi pernafasan,
serta hati-hati pada hipertensi sistolik.
Monitor asupan dan keluaran.
Bantu klien untuk membatasi muntah,
batuk, anjurkan klien untuk
mengeluarkan nafas apabila bergerak
atau berbalik ditempat tidur.
Anjurkan klien untuk menghindari batuk
dan mengejan berlebihan.
Ciptakan lingkungan yang tenang dan
batasi pengunjung.
Kolaborasi:
Berikan cairan perinfus dengan perhatian
ketat.
lanjut.
Pada keadaan normal, otoregulasi
mempertahan kan keadaan tekanan darah
sistemik berubah secara fluktuasi.
Kegagalan otoreguler akan menyebabkan
kerusakan vaskuler serebri yang dapat
dimanifestasikan dengan peningkatan
sistolik dan diikutioleh penurunen
tekanan diastolik, sedangkan peningkatan
suhu dapat menggambarkan perjalanan
infeksi.
Hipertermi dapat menyebabkan
peningkatan IWL dan meniingkatkan
resiko dehidrasi terutama pada klien
yang tidak sadar, mual yang menurunkan
asupan peroral.
Aktivitas ini dapat menyebabkan
peningkatan tekanan intracranial dan
intraabdonmen. Mengeluarkan nafas
sewaktu bergerak atau mengubah posisi
dapat melindungi diri dari efek valsava.
Batuk dan mengejan dapat
meningkatkaan tekanan intrakranialdan
potensial terjadi perdarahan ulang.
Rangsangan aktivitas yang meningkat
dapat meningkatkan kenaikan TIK.
Istirahat total dan ketenangan mungkin
diperlukan untuk pencegahan terhadap
perdarahan dalam kasus stroke
hemoragik lainnya.
Meminimalkan fluaktuasi pada beban
vascular dan tekanan intracranial, retriksi
cairan, dan cairan dapat menurunkan
17
Monitor AGD bila diperlukan pemberian
oksigen.
Berikan terapi sesuai instruksi dokter
seperti:
Steroid
Aminofel
Antibiotik.
edema serebri.
Adanya kemungkinan asidosis disertai
dengan pelapasan oksigen pada tingkat
sel dapat menyebabkan terjadinya edema
serebri.
Tujuan terapi:
Menurunkan permeabilitas kapiler.
Menurunkan edema serebri.
Menurunkan metabolic/konsumsi sel dan
kejang
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi secret,
kemampuan batuk menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder, perubahan tingkat
kesadaran.
Tujuan: dalam waktu 2 x 24 jam klien mampu meningkatkan dan mempertahankan
keefektifan jalan nafas agar tetap bersih dan mencegah aspirasi.
Kriteria hasil: bunyi nafas terdengar bersih, ronkhi tidak terdengar, selang trakea bebas
sumbatan, menunjukkan batuk yang efektif, kemampuan batuk menurun, penurunan
miobilitas fisik sekunder, perubahan tingkat kesadaran.
intervensi rasionalisasi
Kaji keadan jalan nafas.
Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi
suara nafas pada kedua paru (bilateral).
Obstruksi mungkin dapat disebabkan oleh
akumulasi secret, sisa cairan muskus,
perdarahan, brokospasme, dan/ atau posisi
dari trakioestomi yang berubah.
Pergerakkan dada yang simetris dengan
suara nafas yang keluar dari paru-paru
menandakan jalan nafas tidak terganggu.
Saluran nafas bagian bawah tersumbat
dapat terjadi pada pneumonia/ atelektasis
akan menimbulkan perubahan suara nafas
18
Anjurkan klien mengenai teknik batuk
selama pengisapan, seperti waktu bernafas
panjang, batuk kuat, bersin jika ada
indikasi.
Atur/ubah posisi secara teratur (tiap 2
jam).
Berikan minum hangat jika keaadaan
memungkinkan.
Jelaskan kepada klien tentang kegunaan
batuk yang efektif dan mengapa terdapat
penumpukkan secret disaluran penafasan.
Ajarkan klien tentang metode yang tepat
untuk mengontrol batuk.
Latih nafas dalam dan perlahan saat duduk
setegak mungkin.
Lakukan penafasan diafragma
Tahan nafas lama 3-5 detik kemudian
secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak
mungkin melalui mulut.
Lakukan nafas kedua, tahan dan batukkan
dari dada dengan melakukan dua batuk
pendek dan kuat.
Auskultasi paru sebelum dan sesudah
klien batuk
Ajarkan klien tindakkan untuk menurun
viskositas sekresi: mempertahankan
hidrasi yang adekuat; meningkatkan
seperti ronkhi atau mengi.
Batuk yang efektif dapat mengeluarkan
secret dari saluran nafas.
Mengatur pengeluaran secret dan ventilasi
segmen paru-paru, mengurangi resiko
atelektasis.
Membantu pengenceran secret,
mempermudah pengeluaran secret.
Pengetahuan yang diharapkan akan
membantu mengembangkan kepatuhan
klien terhadap rencana terapeutik
Batuk yang tidak terkontrol adalah
melelahkan dan tidak efektif, dan
menyababkan frustasi.
Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
Pernafasan diafragma menurunkan
frekuensi nafas dan meningkatkan
ventilasi alveolar.
Meningkatkan volume udara dalam paru
mempermudah pengeluaran sekresi
secret.
Pengkajian ini membantu mengevaluasi
keefektifan upaya batuk klien.
Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan
dapat menyebabkan sumbatan mucus,
yang mengarah pada atelektasis.
Untuk menghindari pengentalan dari
secret atau mosa pada saluran nafas
bagian atas
19
masukkan cairan 1000-1500 cc/ hari bila
tidak kontraindikasi.
Dorong atau berikan perawatan mulut
yang baik setelah batuk.
Lakukan fisioterapi dada sesuai indikasi
seperti postural drainase, perkusi.
Kolaborasi pemberian obat-obatan
bronkodilator sesuai indikasi seperti
Aminofilin, meta-proterenol sulfat
(Alupen), adoetarin hidroclorida
(Bronkosol).
Higiene mulut yang baik meningkatkan
rasa kesejahteraan dan mencegah bau
mulut.
Mengatur ventilasi segmen paru-paru dan
pengeluaran sekret.
Mengatur ventilasi dan melepaskan sekret
karena relaksasi otot/bronkospasme.
Risiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan tirah baring yang lama.
Tujuan : dalam waktu 3x24 jam klien mampu mempertahankan keutuhan kulit.
Kriteria Hasil : klien mampu berpartisipasi terhadap pencegahan luka, mengetahui penyebab
dan cara pencegahan luka, tidak tanda-tanda kemerahan atau luka.
Intervensi Rasional
Anjurkan untuk melakukan latihan ROM
( range of motion ) dan mobilisasi jika
mungkin.
Meningkatkan aliran darah ke semua daerah.
Ubah posisi tiap 2 jam. Menghindari tekanan dan meningkatkan
aliran darah.
Gunakan bantal air atau pengganjal yng
lunak di bawah daerah-daerah yang
menonjol.
Menghindari tekanan yang berlebih pada
daerah yang menonjol.
Lakukan mesase pada daerah yang menonjol
yang baru mengalami tekanan pada waktu
berubah posisi.
Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-
kapiler.
Observasi terhadap eritema dan kepucatan
dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan
dan pelunakan jaringan tiap mengubah posisi.
Hangat dan pelunakan adalah tanda
kerusakan jaringan.
Jaga kebersihan kulit dan seminimal Mempertahankan keutuhan kulit.
20
mungkin hindari trauma, panas terhadap
kulit.
Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan hemiparese/ hemiplagia,
kelemahan neuromuscular pada ekstremitas
Tujuan: Dalam 2 x 24 jam klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan
kemampuannya.
Kriteria hasil : Klien dapat ikut serta dalam program latihan, tidak terjadi kontraktur sendi,
meningkatnya kekuatan otot, klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
Intervensi Rasionalisasi
Kaji mobilitas yang ada dan observasi
terhadap peningkatan kerusakan. Kaji secara
teratur fungsi motorik.
Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam
melakukan aktivitas.
Ubah posisi klien tiap 2 jam. Menurunkan risiko terjadinya iskemia
jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek
pada daerah yang tertekan
Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak
aktif pada ekstremitas yang tidak sakit.
Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan
kekuatan otot, serta memperbaiki fungsi
jantung dan pernapasan.
Lakukan gerakan pasif pada ekstremitas
yang sakit.
Otot volunteer akan kehilangan tonus dan
kekuatannya bila tidak dilatih untuk
digerakkan.
Pertahankan sendi 90o terhadap papan kaki. Telapak kaki dalam posisi 90o dapat
mencegah footdrop.
Inspeksi kulit bagian distal setiap hari.
Pantau kulit dan membrane mukosa terhadap
iritasi, kemerahan, atau lecet- lecet.
Deteksi dini aanya gangguan sirkulasi dan
hilangnya sensasi risiko tinggi kerusakan
integritas kulit kemungkinan komplikasi
imobilisasi.
Bantu klien melakukan latihan ROM,
perawatan diri sesuai toleransi.
Untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai
kemampuan.
21
Memelihara bentuk tulang belakangdengan
cara :
- Matras
- Bed board
Mempertahankan posisi tulang belakang
tetap rata.
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk
latihan fisik klien.
Peningkatan kemampuan dalam mobilisasi
ekstremitas dapat ditingkatkan dengan
latihan fisik dari tim fisioterapis.
Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuscular, menurunnya
kekuatan dan kesadaran kehilangan control/koordinasi otot.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam terjadi peningkatan perilaku dalam perawatan diri.
Kriteria Hasil : Klien dapat menunjukkan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat
diri, klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan,
mengidentifikasi personal/masyarakat yang dapat membantu.
Intervensi Rasionalisasi
Mandiri
Kaji kemampuan dan tingkat penurunan
dalam skala 0-4 untuk melakukan ADL
(Activity Daily Living).
Membantu dalam mengantisipasi dan
merencanakan pertemuan kebutuhan
individual.
Hindari apa yang tidak dapat dilakukan klien
dan bantu bila perlu.
Bagi klien dalam keadaan cemas dan
tergantung hal ini dilakukan untuk mencegah
frustasi dan harga diri klien.
Menyadarkan tingkah laku/sugesti tindakan
pada perlindungan kelemahan. Pertahankan
dukungan pola piker, izinkan klien
melakukan tugas, beri umpan balik positif
untuk usahanya.
Klien memerlukan empati, tetapi perlu
mengetahui perawatan yang konsisten dalam
menangani klien, sekaligus meningkatkan
harga diri, memandirikan klien, dan
menganjurkan klien untuk terus mencoba.
Rencanakan tindakan untuk defisit
penglihatan seperti tempatkan makanan dan
peralatan dalam suatu tempat, dekatkan
Klien akan mampu melihat dan memakan
makanan, akan mampu melihat keluar
masuknya orang keruangan.
22
tempat tidur ke dinding.
Tempatkan perabotan ke dinding, jauhkan
dari jalan.
Menjaga keamanan klien bergerak di sekitar
tempat tidur dan menurunkan risiko tertimpa
perabotan.
Beri kesempatan untuk menolong diri seperti
menggunakan kombinasi pisau garpu, sikat
dengan pegangan panjang, ekstensi untuk
berpijak pada lantai atau ke toilet, kursi
untuk mandi.
Mengurangi ketergantungan klien.
Kaji kemampuan komunikasi untuk BAK.
Kemampuan menggunakan urinal, pispot.
Antarkan ke kamar mandi bila kondisi
memungkinkan.
Ketidakmampuan berkomunikasi dengan
perawat dapat menimbulkan masalah
pengosongan kandung kemih oleh karena
masalah neurogenic.
Identifikasi kebiasaan BAB. Anjurkan
minum dan meningkatkan aktivitas.
Meningkatkan latihan dan menolong
mencegah konstipasi.
Kolaboratif
Pemberian supositoria dan pelumas
feses/pencahar.
Pertolongan utama terhadap fungsi usus atau
defekasi.
Konsultasikan ke dokter terapi okupasi. Untuk mengembangkan terapi dan
melengkapi kebutuhan khusus.
Risiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan
kelemahan otot dalam mengunyah dan menelan.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
Kriteria Hasil : Turgor baik, asupan dapat masuk sesuai kebutuhan, terdapat kemampuan
menelan, sonde dilepas, BB meningkat 1 kg, Hb dan albumin dalam batas normal.
Intervensi Rasionalisasi
Observasi tekstur, turgor kulit Mengetahui status nutrisi klien.
Lakukan oral hygiene.. Kebersihan mulut merangsang nafsu makan.
Observasi intake dan output nutrisi. Mengetahui keseimbangan nutrisi klien
Observasi posisi dan keberhasilan sonde. Untuk menghindari risiko infeksi/iritasi.
Tentukan kemampuan klien dalam
mengunyah, menelan, dan refleks batuk.
Untuk menetapkan jenis makanan yang akan
diberikan pada klien.
23
Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada
waktu, selama, dan sesudah makan.
Untuk klien lebih mudah untuk menelan
karena gaya gravitasi.
Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka
mulut secara manual dengan menekan ringan
di atas bibir/dibawah dagu jika dibutuhkan.
Membantu dalam melatih kembali sensorik
dan meningkatkan control muskular.
Letakkan makanan pada daerah mulut yang
tidak terganggu.
Memberikan stimulasi sensorik (termasuk
rasa kecap) yang dapat mencetuskan usaha
untuk menelan dan meningkatkan intake
nutrisi.
Berikan makanan dengan perlahan pada
lingkungan yang tenang.
Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme
makan tanpa adanya distraksi/gangguan dari
luar.
Mulailah untuk memberikan makan per oral
setengah cair, makan lunak ketika klien dapat
menelan air.
Makan lunak/cairan kental mudah untuk
mengendalikannya di dalam mulut,
menurunkan terjadinya aspirasi.
Anjurkan klien menggunakan sedotan
meminum cairan.
Menguatkan otot fasial dan otot menelan dan
menurunkan risiko terjadinya tersedak.
Anjurkan klien untuk berpartisipasi dalam
program latihan/kegiatan.
Dapat meningkatkan pelepasan endorphin
dalam otak yang meningkatkan nafsu makan.
Kolaborasi dengan tim dokter untuk
memberikan cairan melalui IV atau makanan
melalui selang.
Mungkin diperlukan untuk memberikan
cairan pengganti dan juga makanan jika
klien tidak mampu untuk memasukkan
segala sesuatu melalui mulut.
Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubungan dengan Imobilisasi, asupan cairan
yang tidak adekuat.
Tujuan: Dalam waktu 2x24 jam pemenuhan eliminasi alvi terpenuhi.
Kriteria hasil: klien dapat defekasi secara spontan dan lancer tanpa menggunakan obat,
konsistensi feses lembek berbentuk, tidak teraba massa pada kolon (scibala), bising usus
normal (15-30 x/menit).
Intervensi Rasionalisasi
Berikan penjelasan pada klien dan keluarga Klien dan keluarga akan mengerti tentang
24
tentang penyebab konstipasi. penyebab konstipasi.
Auskultasi bising usus. Bising usus menandakan sifat aktivitas
peristaltic.
Anjurkan pada klien untuk makan makanan
yang mengandung serat.
Diet seimbang tinggi kandungan serat
merangsang peristaltic dan eliminasi regular.
Bila klien mampu minum, berikan asupan
cairan yang cukup (2 liter/hari) jika tidak ada
kontraindikasi.
Masukkan cairan adekuat membantu
mempertahankan konsistensi feses yang
sesuai pada usus dan membantu eliminasi
regular.
Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan
klien.
Aktivitas fisik regular membantu eliminasi
dengan memperbaiki tonus otot abdomen
dan merangsang nafsu makan dan peristaltik.
Kolaborasi dengan tim dokter dalam
pemberian pelunak feses (laksatif, supositoria,
enema).
Pelunak feses meningkatkan efisiensi
pembasahan air usus, yang melukkan massa
feses dan membantu eliminasi.
Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan efek dari kerusakan pada
area bicara pada hemisfer otak, kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral, dan
kelemahan secara umum
Tujuan: Dalam waktu 2 x 24 jam klien dapat menunjukkan pengertian terhadap masalah
komunikasi, mampu meengekspresikan perasaannya, mampu menggunakan bahasa isyarat.
Kriteria hasil: Terciptanya suatu komunikasi di mana kebutuhan klien dapat dipenuhi, klien
mampu merespons setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat.
Intervensi Rasionalisasi
Kaji tipe disfungsi misalnya klien tidak
mengerti tentang kata-kata atau masalah
berbicara atau tidak mengerti bahasa sendiri
Membantu menentukan kerusakan area pada
otak dan menentukan kesulitan klien dengan
sebagian atau seluruh proses komunikasi,
klien mungkin mempunyai masalah dalam
mengartikan kata-kata (afasia, are Wernicke,
dan kerusakan pada area Broca)
Bedakan afasia dengan disatria Dapat menentukan pilihan intervensi sesuai
dengan tipe gangguan.
Lakukan metode percakapan yang baik dan
lengkap, beri kesempatan klien untuk
Klien dapat kehilangan kemampuan untuk
memantau ucapannya, komunikasinya secara
25
mengklarifikasi tidak sadar, dengan melengkapi dapat
merealisasikan pengertian klien dan dapat
mengklasifikasi percakapan.
Katakan untuk mengikuti perintah secara
sederhana seperti tutup matamu dan lihat ke
pintu
Untuk menguji afasia reseptif.
Perintahkan klien untuk menyebutkan nama
suatu benda yang diperlihatkan.
Menguji afasia eekspresif misalnya klien
mengenal benda tersebut tetapi tidak mampu
menyebutkan namanya
Perdengarkan bunyi yang sederhana seperti
“sh...cat”.
Mengidentifikasi disatria komponen berbicara
(lidah, gerakan bibirr, kontrol pernapasan
dapat memengaruhi artikulasi, dan mungkin
tidak terjadinya afasia ekspresif).
Suruh klien untuk menulis nama atau
kalimat pendek, bila tidak mampu untuk
menulis pada papan tulis, menggambar, dan
mendemonstrasikan secara visual gerakan
tangan.
Menguji ketidakmampuan menulis (agrafia)
dan defisit membaca (aleksia) yang juga
merupakan bagian dari afasia reseptif dan
ekspresif).
Beri peringatan bahwa klien di ruang ini
mengalami gangguan bicara, sediakan bel
khusus bila perlu.
Untuk kenyamanan berhubungan dengan
ketidakmampuan berkomunikasi.
Pilih metode komunikasi alternatif misalnya
menulis pada papan tulis, menggambar, dan
mendemonstrasikan secara visual gerakan
tangan.
Memberikan komunikasi dasar sesuai dengan
situasi individu.
Antisipasi dan bantu kebutuhan klien Membantu menurunkan frustasi oleh karena
ketergantungan atau ketidkmampuan
berkomunikasi.
Ucapkan langsung kepada klieen berbicara
pelan dan tenang, gunakan pertanyaan
dengan jawaban “ya” atau “tidak” dan
perhatikan respons klien
Mengurangi kebingungan atau kecemasan
terhadap banyaknya informasi. Memajukan
stimulasi komunikasi ingatan dan kata-kata.
Berbicara dengan nada normal dan hindari
ucapan yang terlalu cepat. Berikan waktu
Klien tidak dipaksa untuk mendengar, tidak
menyebabkan klieen marah dan tidak
26
klien untuk berespons. menyeebabkan rasa frustasi.
Anjurkan pengunjung untuk berkomunikasi
dengan klien misalnya membaca surat,
membicarakan keluarga.
Menurunkan isolasi sosial dan mengefektifkan
komunikasi.
Bicarakan topik-topik tentang keluarga,
pekerjaan, dan hobi.
Meningkatkan pengertian percakapan dan
kesempatan untuk mempraktikkan
keterampilan praktis dalam berkomunikasi.
Perhatikan percakapan klien dan hindari
berbicara sepihak.
Memungkinkan klien dihargai karena
kemampuan intelektualnya masih baik.
Kolaborasi: konsultasikan ke ahli terapi
bicara.
Mengkaji kemampuan verbal individual dan
sensorik motorik dan fungsi kognitif untuk
mengidentifikasi defisit dan kebutuhan terapi.
J. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis pada stroke dibedakan sesuai jenis stroke klien, antara
lain: (Ikawati, 2011)
a. Terapi stroke iskemia
1) Pembedahan (surgical intervention)
Pembedahan dilakukan meliputi carotid endarterectomy,
dan pembedahan lain. Tujuannya adalah mencegah
kekambuhan TIA dan menghilangkan sumber oklusi.
Diindikasikan untuk pasien dengan stenosis lebih dari
70%.
2) Intervensi Endovaskular
Terdiri dari angioplasty and stenting, mechanical clot
disruption dan clot extraction. Tujuan menghilangkan
trombus dari arteri intrakranial.
3) Medikasi berupa:
a) Terapi trombolitik
Terapi trombolitik dapat dilakukan melalui intravena dan
intraarterial.
i. Trombolitik intravena
27
Terapi trombolitik intravena terdiri dari pemberian Recombinant
Tissue Plasminogen Activator (rtPA), pemberian agen trombolitik
yang lain, dan enzim defibrogenating. Pemberian rtPA dapat
meningkatkan perkembangan perbaikan neurologi pasien secara
lengkap dalam 24 jam dan dapat meningkatkan perbaikan outcome
dalam 3 bulan setelah serangan stroke apabila diberikan pada golden
period yaitu dalam waktu 3 jam. RtPA memiliki mekanisme aksi
mengaktifkan plasmin sehingga melisiskan tromboemboli.
Penggunaan rtPA harus dilakukan hati-hati karena dapat
menimbulkan resiko perdarahan.
Pemberian anti trombolitik yang lain seperti streptokinase,
tenecteplase, reteplase, urokinase, anistreplase dan staphylokinase
masih perlu dikaji secara luas. Enzim defibrogenating dapat
diberikan untuk meningkatkan outcome pasien setelah stroke.
ii. Trombolitik Intraarteri
Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan outcome terapi stroke
dengan perbaikan kanal Middle Cerebral Artery (MCA), contohnya
prourikinase.
b) Terapi Antiplatelet
Terapi antiplatelet bertujuan untuk meningkatkan kecepatan
rekanalisasi spontan dan perbaikan mikrovaskuler. Agen antiplatelet dapat
diberikan melalui oral maupun intravena. Pemberian antiplatelet oral dapat
diberikan berupa agen tunggal maupun kombinasi. Contoh agen antiplatelet
oral aspirin, klopidogrel, dipiridamol-aspirin (ASA), tiklopidin.
Pemberian antiplatelet melalui intravena harus secara hati-hati
digunakan untuk mendapatkan hasil yang tepat, contohnya platelet
glikopotein IIb/IIIa inhibitor,abvicimab intravena.
c) Terapi Antikoagulan
Terapi antikoagulan bertujuan untuk mencegah kekambuhan stroke
secara dini dan meningkatkan outcome secara neurologis. Contoh agen
antikoagulan adalah heparin, unfractionated heparin,lowomolecular-weight
heparins (LMWH), heparinoids warfarin. Penggunaannya masih
kontroversial karena beresiko perdarahan intracranial sehingga
pemberiannya perlu mendapat perhatian khusus. Pada dosis berlebih dapat
28
menyebabkan perdarahan sedangkan dosis rendah efektivitasnya akan
kurang. Penggunaan antikoagulan dikontraindikasikan pada 24 jam pertama
saat pemberian terapi rtPA melalui intravena secara bersamaan.
b. Terapi stroke hemoragik
1) Pembedahan (surgical intervention)
Contoh pembedahan adalah carotid endarterectomy dan carotid stenting.
Pembedahan hanya efektif jika lokasi perdarahan dekat permukaan otak.
AIIRA (angiotensin II receptor antagonis) contohnya candesartan atau
golongan ACE inhibitor. Namun demikian harus selalu disesuaikan dengan
kondisi pasien dan respon pasien terhadap pengobatan.
2) Medikasi berupa:
a) Terapi suportif dengan infuse manitol
Bertujuan untuk mengurangi edema disekitar perdarahan.
b) Pemberian Vit K dan fresh frozen flasma
Jika perdarahannya karena komplikasi pemberian warfarin
c) Pemberian Protamin
Jika perdarahannya akibat pemberian heparin
d) Pemberian Asam Traneksamat
Jika perdarahannya akibat komplikasi pemberian
trombolitik
2. Penatalaksanaan keperawatan
Terapi yang dapat dilakukan oleh perawat pada stroke adalah :
a. Pernapasan, ventilatory support dan suplementasi oksigen.
Tujuan terapi ini adalah untuk mencegah hipoksia dan potensi dan dapat
memperburruk kerusakan otak. Terapi ini dapat dilakukan dengan
menggunakan elective intubation dan endotracheal intubation.
b. Pemantauan temperatur
Apabila temperatur tubuh pasien tinggi, diperlukan terapi yang dapat
menurunkan secara akurat yang diperkirakan dapat meningkatkan prognosis
pasien. Obat yang berperan antara lain, aspirin, ibuprofen dan parasetamol.
c. Terapi dan pemantauan fungsi jantung
29
Pemantauan fungsi jantung diperlukan untuk mendeteksi ada tidaknya atrial
fibrilasi yang paling tidak diperiksa pada 24 jam pertama. Apabila
ditemukan adanya aritmia yang serius, perlu dilakukan terapi.
d. Pemantauan tekanan darah arteri ( hipertensi atau hipotensi )
Tekanan darah merupakan faktor risiko, sehingga penting dilakukan
pemantauan tekanan darah pasien terlalu rendah (<100/<70 mmHg ),
diperlukan pemberian pemberian cairan normal saline. Pemberian
vasopresor (seperti dopamin) dapat dilakukan apabila normal saline kurang
adekuat. Tekanan darah pasien yang tinggi perlu diterapi dengan obat
antihipertensi yang sesuai dengan ketentuan.
e. Manajemen pengkajian keperawatan terkait peningkatan TIK. Pengkajian
keperawatan yang perlu dilakukan terkait dengan peningkatan TIK yaitu
(Black&Hawks, 2005) :
1) Pemeriksaan GCS.
GCS adalah pengkajian neurologi yang paling umum dan terdapat tiga
komponen pemeriksaan yaitu membuka mata, respon verbal dan respon
motorik. Nilai tertinggi 15 dan nilai terendah 3. pemeriksaan GCS tidak
dapat dilakukan jika klien diintubasi sehingga tidak bisa berbicara, mata
bengkak dan tertutup, tidak bisa berkomunikasi buta, afasia, kehilangan
pendengaran, dan mengalami paraplegi/paralysis. Pemeriksaan GCS pertama
kali menjadi nilai dasar yang akan dibandingkan dengan nilai hasil
pemeriksaan selanjutnya untuk melihat indikasi keparahan. Penurunan nilai
2 poin dengan GCS 9 atau kurang menunjukkan injuri yang serius.
3) Tingkat kesadaran.
Perubahan pertama pada klien dengan gangguan perfusi serebral adalah
perubahan tingkat kesadaran. Pengkajian tingkat kesadaran berlanjut dan
rinci perlu dilakukan sampai klien mencapai kesembuhan maksimal
4) Respon pupil.
Pupil diperiksa tampilan dan respon fisiologisnya.pupil yang terpengaruh
biasanya pada sisi yang sama (ipsilateral) dengan lesi otak yang terjadi, dan
defisit motorik dan sensorik biasanya pada sisi yang berlawanan
(kontralateral). Pemeriksaan pupil meliputi : kesamaan ukuran pupil, ukuran
pupil, posisi pupil (ditengah atau miring), rekasi terhadap cahaya, bentuk
30
pupil (pupil oval bukti awal peningkatan TIK), akomodasi pupil
(Black&Hawks, 2005).
5) Gerakan mata.
Gerakan mata normalnya bersamaan. Jika bergerak tidak bersamaan
(diskonjugasi), catat dan segera laporkan.
6) Tanda – tanda vital.
Tanda-tanda vital diperiksa setiap 15 menit sampai keadaan klien stabil.
Suhu tubuh diukur setiap 2 jam.pola nafas klien dikaji dengan cermat. Jika
TIK meningkat dan herniasi terjadi di medulla, maka Chusing response
dapat terjadi, sehingga respon ini perlu juga diperiksa.
7) Pemeriksaan saraf kranial.
Pemeriksaan ini misalnya berupa memeriksa gerakan ekstraokular,
gangguan refleks, pemeriksaan otot wajah, dan lain sebagainya.
Selain pemeriksaan diatas, pengkajian menyeluruh terhadap semua data-data
lain dari klien tetap diperlukan untuk mendapatkan data yang lebih lengkap,
sehingga dapat disusun rencana keperawatan dengan akurat dan tepat.
Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan
intracranial yaitu:
1) Defekasi
2) Batuk
3) obstruksi pernafasan
4) muntah
5) positive end expiratory pressure (PEEP)
6) Peubahan posisi
f. Manajemen mobilitas untuk klien stroke:
1) Menaikkan kepala 20-30 derajat untuk mengurangi peningkatan TIK.
2) Bagi klien yang tirah baring lama harus diganti posisi tiap 2 jam sekali
untuk menghindari tekanan pada bagian tubuh yang menonjol dan
menghindari risiko kerusakan integritas kulit.
3) Bagi klien yang mengalami distress pernapasan diberikan posisi
semifowler untuk meningkatkan ekspansi dada.
g. Manajemen nutrisi pada klien stroke antara lain:
31
1) Memperbaiki keadaan hiperlipidemi, dengan cara memperbaiki pola
makanan dan meningkatkan aktifitas fisik (olahraga teratur), dapat pula
dibantu dengan obat – obatan seperti golongan statin simvastatin,
atorvastatin, dlsb) , atau kombinasi statin& antiplatelet (Pravastatin &
Acetylsalisilic Acid (Novosta®) , dan lain sebagainya.
2) Menghentikan konsumsi rokok
3) Menghentikan konsumsi alcohol
4) Mengurangi obesitas dengan menurunkan berat badan sesuai berat badan
ideal dan olahraga teratur
5) Jika mempunyai penyakit diabetes, harus mengkonsumsi obat – obat
diabetes teratur dan menjaga pola makan serta olahraga teratur
6) Jika mempunyai penyakit hipertensi, harus mengkonsumsi obat – obatan
hipertensi teratur sehingga dapat menjaga tekanan darah stabil
7) Teratur berolahraga dan mengkonsumsi makanan sehat dan kaya nutrisi
8) Rutin memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan
9) Cegah kondisi stress
Terminology (Kata-kata sulit) :
- Afasia: ketidakmampuan berbahasa
- Aneurisma: pelebaran/penipisan pembuluh darah
- Aterosklerosis, merupakan akumulasi kolesterol didalam dinding pembuluh darah
- Aritmia: keadaan denyut jantung yang tidak berirama
- Arteritis: radang pada arteri
- Diplopia: penglihatan kembar
- Disartia : kesulitan berartikulasi
- Endokarditis: peradangan pada endokardium jantung.
- Emboli: penyumbatan pembuluh darah oleh bekuan darah, lemak dan udara yang
telah didistribusi sebelumnya.
- Hemiplegia: kelumpuhan sebelah badan
- Hemiparesis: kelumpuhan otot
- Hemisfer: belahan otak
- Hemostasis: perhentian perdarahan
- Hemoragik: perdarahan
32
- Herniasi: pembukaan atau pelemahan struktur jaringan.
- Hiperkoagulasi: Darah bertambah kental, peningkatan viskositas
- Infark: kematian sel
- Oklusi: keadaan tertutup, tersumbat.
- Thrombosis: pembentukan pembekuan darah dalam pembuluh darah.
- Viskositas: kekentalan
BAB III
KASUS
A. Uraian Kasus
Tn. A (55 tahun ) datang ke UGD RS AC dengan keluhan merasa pusing, merasa lemas
pada tangan dan kaki kanannya, saat ditanya tidak bisa menjawab secara koheren terhadap
apa yang ditanyakan , bicara pelo. Tn. A memiliki riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang lalu,
dan juga kadar kolestrol yang tinggi. Saat ditanya pasien dan keluarga tidak tahu makanan
seperti apa yag seharusnya dikonsumsi oleh Tn. A. Setelah dilakukan pemeriksaan diagnostik
DC Scan dan MRI didapatkan ada gambaran infark pada lobus parietal-temporal kiri. Selain
itu pemeriksaan darah perifer lengkap, Gula darah sewaktu, gula darah puasa dan gula darah
2 jam post prandial, profil lipid, hemostasis menunjukkan hasil yang tidak normal.
B. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Tn. A
Jenis Kelamin : Laki- Laki
Umur : 55 th
2. Keluhan Utama
Pusing, merasa lemas pada tangan dan kaki kanannya
3. Riwayat penyakit dahulu
Menderita hipertensi sejak 5 tahun yang lalu dan kadar kolesterol tinggi
33
4. Riwayat penyakit sekarang
Klien didiagnosa stroke hemoragik
5. Pemeriksaan diagnostik
CT-Scan dan MRI menunjukkan gambaran infark pada lobus parietal-temporal kiri,
pemeriksaan darah perifer lengkap, gula darah sewaktu, gula darah puasa dan gula
darah 2 jam post prandial, profil lipid, dan hemostasis menunjukkan hasil yang tidak
normal.
C. Analisa Data
Data Etiologi Masalah Keperawatan
DS :
Klien mengatakan
pusing
Klien mengatakan ada
riwayat hipertensi sejak
5 tahun yang lalu
Klien mengatakan ada
riwayat kolesterol
tinggi
DO :
Pemeriksaan CT-Scan
dan MRI didapatkan
ada gambaran infark
pada lobus parietal-
temporal kiri.
Hemostasis
menunjukkan hasil
yang tidak normal.
Factor resiko (hipertensi ,
hiperkolesterol)
Aterosklerosis
Thrombosis
Oklusi
Mikroaneurisma
Perdarahan intraserebral
Perembesan dan penekanan
jaringan otak oleh darah
Stroke
Infark jaringan serebral
Penurunan perfusi
jaringan serebral
34
Gula darah sewaktu,
gula darah puasa, dan
gula darah 2 jam post
prandial tidak normal.
Profil lipid tidak
normal.
Penurunan perfusi jaringan
cerebral
DS :
-
DO :
Saat ditanya klien tidak
dapat menjawab secara
koheren.
Bicara pelo
Pemeriksaan CT-Scan
dan MRI didapatkan
ada gambaran infark
pada lobus parietal-
temporal kiri.
Factor resiko (hipertensi ,
hiperkolesterol)
Aterosklerosis
Thrombosis
Oklusi
Mikroaneurisma
Perdarahan intraserebral
Perembesan dan penekanan
jaringan otak oleh darah
Stroke
Deficit neurologis
Disfungsi bahasa dan
komunikasi
Disfagia ekspresif
Kerusakan komunikasi verbal
Kerusakan komunikasi
verbal
35
DS :
Klien mengeluhkan
lemas pada tangan dan
kaki kanannya.
DO :
Klien tampak tidak bisa
menggerakkan tangan
dan kaki kanannya.
Kekuatan otot tungkai
dan lengan sebelah
kanan 0.
Factor resiko (hipertensi ,
hiperkolesterol)
Aterosklerosis
Thrombosis
Oklusi
Mikroaneurisma
Perdarahan intraserebral
Perembesan dan penekanan
jaringan otak oleh darah
Stroke
Deficit neurologis
Kehilangan control volunteer
Kerusakan mobilitas fisik
Kerusakan mobilitas
fisik
DS :
Pasien dan keluarga
mengatakan tidak tahu
makanan seperti apa
yang seharusnya
dikonsumsi oleh Tn. A
DO :
Klien dan juga keluarga
terlihat bingung saat
ditanya mengenai
Factor resiko (hipertensi ,
hiperkolesterol)
Aterosklerosis
Thrombosis
Oklusi
Mikroaneurisma
Kurangnya pengetahuan
dan informasi
36
kondisi klien.
Perdarahan intraserebral
Perembesan dan penekanan
jaringan otak oleh darah
Stroke
Awam terhadap jenis penyakit
Kurang pengetahuan/informasi
D. Web Of Caution Kasus
37
Kurangnya pengetahuan
Perembesan darah ke parenkim otak
trombosisPenimbunan plak / Aterosklerosis
Factor resiko stroke (Hipertensi dan
Hiperkolesterol)
Penekanan jaringan otak Infark otak
Perdarahan intraserebral (parietal-temporalis)
Pembuluh darah cerebral pecah
(mikroaneurisma)
Desakan tekanan darah
Deficit neurologisInfark serebral
Awam terhadap jenis penyakit dqan prosedur
perawatanstroke
Kerusakan Mobilitas Fisik
Hemiplegia/ hemiparese
Disfungsi bahasa dan komunikasi
Kehilangan control volunteerPenurunan perfusi
jaringan serebral
Disfasia ekspresif
E. Intervensi Keperawatan1. Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan
intraserebri, oklusi otak, vasospasme, dan edema otak.
Tujuan: dalam waktu 2 x 24 jamperfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.
Kriteria hasil: klien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang. GCS
4,5,6, pupil isokor, refleks cahaya (+), TTV normal ( nadi: 60-100 x/menit, suhu:36-
36,7 C, RR: 16-20 x/menit)⁰
Intervensi Rasionalisasi
Mandiri:
Berikan penjelasan kepada
keluarga klien tentang sebab-
sebab peningkatan TIK dan
akibatnya.
Baringkan klien (tirah baring)
total dengan posisi tidur
telentang tanpa bantal.
Monitor tanda-tanda status
neurologis dengan CGS.
Monitor TTV, seperti tekanan
darah, nadi, suhu, dan frekuensi
pernafasan, serta hati-hati pada
Keluarga lebih berpartisipasi dalam
proses penyembuhan.
Perubahan pada tekanan intrakaranial
akan dapat menyebabkan risiko
terjadinya herniasi otak.
Dapat mengetahui kerusakan otak lebih
lanjut.
Pada keadaan normal, otoregulasi
mempertahan kan keadaan tekanan darah
sistemik berubah secara fluktuasi.
38
Kerusakan Komunikasi Verbal
hipertensi sistolik.
Monitor asupan dan keluaran.
Bantu klien untuk membatasi
muntah, batuk, anjurkan klien
untuk mengeluarkan nafas
apabila bergerak atau berbalik
ditempat tidur.
Anjurkan klien untuk
menghindari batuk dan
mengejan berlebihan.
Ciptakan lingkungan yang
tenang dan batasi pengunjung.
Kolaborasi:
Berikan cairan perinfus dengan
perhatian ketat.
Monitor AGD bila diperlukan
pemberian oksigen.
Kegagalan otoreguler akan menyebabkan
kerusakan vaskuler serebri yang dapat
dimanifestasikan dengan peningkatan
sistolik dan diikutioleh penurunen
tekanan diastolik, sedangkan peningkatan
suhu dapat menggambarkan perjalanan
infeksi.
Hipertermi dapat menyebabkan
peningkatan IWL dan meniingkatkan
resiko dehidrasi terutama pada klien
yang tidak sadar, mual yang menurunkan
asupan peroral.
Aktivitas ini dapat menyebabkan
peningkatan tekanan intracranial dan
intraabdonmen. Mengeluarkan nafas
sewaktu bergerak atau mengubah posisi
dapat melindungi diri dari efek valsava.
Batuk dan mengejan dapat
meningkatkaan tekanan intrakranialdan
potensial terjadi perdarahan ulang.
Rangsangan aktivitas yang meningkat
dapat meningkatkan kenaikan TIK.
Istirahat total dan ketenangan mungkin
diperlukan untuk pencegahan terhadap
perdarahan dalam kasus stroke
hemoragik lainnya.
Meminimalkan fluaktuasi pada beban
vascular dan tekanan intracranial, retriksi
cairan, dan cairan dapat menurunkan
edema serebri.
Adanya kemungkinan asidosis disertai
dengan pelapasan oksigen pada tingkat
sel dapat menyebabkan terjadinya edema
39
Berikan terapi sesuai instruksi
dokter seperti:
Steroid
Aminofel
Antibiotik.
serebri.
Tujuan terapi:
Menurunkan permeabilitas kapiler.
Menurunkan edema serebri.
Menurunkan metabolic/konsumsi sel dan
kejang
2. Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area bicara pada hemisfer otak, kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral, dan kelemahan secara umum
Tujuan: Dalam waktu 2 x 24 jam klien dapat menunjukkan pengertian terhadap
masalah komunikasi, mampu meengekspresikan perasaannya, mampu menggunakan
bahasa isyarat.
Kriteria hasil: Terciptanya suatu komunikasi di mana kebutuhan klien dapat
dipenuhi, klien mampu merespons setiap berkomunikasi secara verbal maupun
isyarat.
Intervensi Rasionalisasi
Kaji tipe disfungsi misalnya klien
tidak mengerti tentang kata-kata
atau masalah berbicara atau tidak
mengerti bahasa sendiri
Membantu menentukan kerusakan area pada
otak dan menentukan kesulitan klien dengan
sebagian atau seluruh proses komunikasi,
klien mungkin mempunyai masalah dalam
mengartikan kata-kata (afasia, are Wernicke,
dan kerusakan pada area Broca)
Bedakan afasia dengan disatria Dapat menentukan pilihan intervensi sesuai
dengan tipe gangguan.
Lakukan metode percakapan yang
baik dan lengkap, beri kesempatan
klien untuk mengklarifikasi
Klien dapat kehilangan kemampuan untuk
memantau ucapannya, komunikasinya secara
tidak sadar, dengan melengkapi dapat
merealisasikan pengertian klien dan dapat
mengklasifikasi percakapan.
Katakan untuk mengikuti perintah Untuk menguji afasia reseptif.
40
secara sederhana seperti tutup
matamu dan lihat ke pintu
Perintahkan klien untuk
menyebutkan nama suatu benda
yang diperlihatkan.
Menguji afasia eekspresif misalnya klien
mengenal benda tersebut tetapi tidak mampu
menyebutkan namanya
Perdengarkan bunyi yang sederhana
seperti “sh...cat”.
Mengidentifikasi disatria komponen berbicara
(lidah, gerakan bibirr, kontrol pernapasan
dapat memengaruhi artikulasi, dan mungkin
tidak terjadinya afasia ekspresif).
Suruh klien untuk menulis nama
atau kalimat pendek, bila tidak
mampu untuk menulis pada papan
tulis, menggambar, dan
mendemonstrasikan secara visual
gerakan tangan.
Menguji ketidakmampuan menulis (agrafia)
dan defisit membaca (aleksia) yang juga
merupakan bagian dari afasia reseptif dan
ekspresif).
Beri peringatan bahwa klien di
ruang ini mengalami gangguan
bicara, sediakan bel khusus bila
perlu.
Untuk kenyamanan berhubungan dengan
ketidakmampuan berkomunikasi.
Pilih metode komunikasi alternatif
misalnya menulis pada papan tulis,
menggambar, dan
mendemonstrasikan secara visual
gerakan tangan.
Memberikan komunikasi dasar sesuai dengan
situasi individu.
Antisipasi dan bantu kebutuhan
klien
Membantu menurunkan frustasi oleh karena
ketergantungan atau ketidkmampuan
berkomunikasi.
Ucapkan langsung kepada klieen
berbicara pelan dan tenang,
gunakan pertanyaan dengan
jawaban “ya” atau “tidak” dan
perhatikan respons klien
Mengurangi kebingungan atau kecemasan
terhadap banyaknya informasi. Memajukan
stimulasi komunikasi ingatan dan kata-kata.
Berbicara dengan nada normal dan
hindari ucapan yang terlalu cepat.
Klien tidak dipaksa untuk mendengar, tidak
menyebabkan klieen marah dan tidak
41
Berikan waktu klien untuk
berespons.
menyeebabkan rasa frustasi.
Anjurkan pengunjung untuk
berkomunikasi dengan klien
misalnya membaca surat,
membicarakan keluarga.
Menurunkan isolasi sosial dan mengefektifkan
komunikasi.
Bicarakan topik-topik tentang
keluarga, pekerjaan, dan hobi.
Meningkatkan pengertian percakapan dan
kesempatan untuk mempraktikkan
keterampilan praktis dalam berkomunikasi.
Perhatikan percakapan klien dan
hindari berbicara sepihak.
Memungkinkan klien dihargai karena
kemampuan intelektualnya masih baik.
Kolaborasi: konsultasikan ke ahli
terapi bicara.
Mengkaji kemampuan verbal individual dan
sensorik motorik dan fungsi kognitif untuk
mengidentifikasi defisit dan kebutuhan terapi.
3. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan hemiparese/ hemiplagia, kelemahan neuromuscular pada ekstremitas
Tujuan: Dalam 2 x 24 jam klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan
kemampuannya.
Kriteria hasil : Klien dapat ikut serta dalam program latihan, tidak terjadi kontraktur
sendi, meningkatnya kekuatan otot, klien menunjukkan tindakan untuk
meningkatkan mobilitas
Intervensi Rasionalisasi
Kaji mobilitas yang ada dan
observasi terhadap peningkatan
kerusakan. Kaji secara teratur fungsi
motorik.
Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam
melakukan aktivitas.
Ubah posisi klien tiap 2 jam. Menurunkan risiko terjadinya iskemia
jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek
pada daerah yang tertekan
Ajarkan klien untuk melakukan
latihan gerak aktif pada ekstremitas
yang tidak sakit.
Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan
kekuatan otot, serta memperbaiki fungsi
jantung dan pernapasan.
42
Lakukan gerakan pasif pada
ekstremitas yang sakit.
Otot volunteer akan kehilangan tonus dan
kekuatannya bila tidak dilatih untuk
digerakkan.
Pertahankan sendi 90o terhadap
papan kaki.
Telapak kaki dalam posisi 90o dapat
mencegah footdrop.
Inspeksi kulit bagian distal setiap
hari. Pantau kulit dan membrane
mukosa terhadap iritasi, kemerahan,
atau lecet- lecet.
Deteksi dini aanya gangguan sirkulasi dan
hilangnya sensasi risiko tinggi kerusakan
integritas kulit kemungkinan komplikasi
imobilisasi.
Bantu klien melakukan latihan ROM,
perawatan diri sesuai toleransi.
Untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai
kemampuan.
Memelihara bentuk tulang
belakangdengan cara :
- Matras
- Bed board
Mempertahankan posisi tulang belakang
tetap rata.
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi
untuk latihan fisik klien.
Peningkatan kemampuan dalam mobilisasi
ekstremitas dapat ditingkatkan dengan
latihan fisik dari tim fisioterapis.
4. Kurang pengetahuan/informasi berhubungan dengan sumber informasi prosedur
perawatan rumah yang tidak adekuat.
Tujuan: Dalam 1 x 24 jam, informasi dapat diterima klien.
Kriteria hasil : klien dan keluarga mampu mengulang informasi tentang prosedur
perawatan klien.
Intervensi Rasionalisasi
Kaji pengetahuan klien dan keluarga
tentang perawatan klien dengan
stroke.
Mengetahui tingkat pengetahuan dan tingkat
pendidikan akan memudahkan perawat
dalam memberikan informasi yang sesuai
dengan kondisi klien.
Jelaskan pentingnya perawatan Kebutuhan informasi tentang penyakit stroke
43
kesehatan dirumah pada klien dan
keluarga.
ditujukan agar klien mampu beradaptasi dan
mempunyai kemampuan menghadapi
penyakit. Setiap upaya yang dibuat untuk
menjelaskan keadaan nyata, penyakit dan
pengelolaan kecemasan dan ketakutan yang
muncul dan mungkin merupakan
ketidakmampuan akibat penyakit itu sendiri.
Beri dukungan kepada keluarga
dalam merawat klien.
Keluarga mengalami stress akibat hidup dan
merawat orang yang mengalami
ketidakmampuan.
Fasilitasi anggota keluarga untuk
mengekspresikan perasaannya
terhadap frustasi, marah, dan
perasaan bersalah karena hal ini
sangat membantu mereka.
Akan memudahkan dalam menentukan
intervensi berikutnya.
Berikan mereka informasi tentang
pengobatan dan perawatan yang
mencegah masalah lain muncul.
Pemberi pelayanan kesehatan diikutsertakan
dalam perencanaan dan mungkin sebagai
konsultan dalam mengajarkan klien dan
keluarga tentang tekhnik menurunkan stress,
bekerja sama dalam proses memberikan
perawatan.
F. Penatalaksanaan Farmakologis dan Non-farmakologis.
1. Farmakologis
Penatalaksanaan farmakologis pada klien dengan stroke dibedakan berdasarkan
jenis stroke yang diderita klien. Klien dengan stroke iskemik lebih ditekankan pada
mengatasi penyumbatan yang terjadi pada pembuluh darah. Sedangkan klien dengan
stroke hemoragik lebih ditekankan pada mengatasi perdarahan yang terjadi pada
intraserebral ataupun sub-arachnoid.
2. Non-Farmakologis
Berdasarkan Junaidi (2006) dalam bukunya “Stroke A-Z” banyak pasien stroke
yang berpaling ke terapi alternative non medikasi seperti pijat refleksi untuk
membantu mereka dalam pemulihan. Pijat refleksi dapat memberikan tekanan
44
kedaerah-daerah tertentu dengan menggunakan jari dan alat. Menurut Asosiasi
Refleksi Kanada, tekanan pada titik-titik tertentu saat terapi pijat refleksi dapat
meredekan ketegangan, meningkatkan sirkulasi, dan membantu meningkatkan fungsi
tubuh.
Para ahli refleksi percaya bahwa pasien stroke bisa mendapatkan manfaat dari
pengobatan jenis ini karena pijatan dengan tekanan dapat mengirimkan sinyal-sinyal
keseimbangan ke system saraf atau melepaskan bahan kimia yang dapat mengurangi
stress dan rasa sakit. Refleksi dilakukan dengan memberikan tekanan dengan maksud
untuk meningkatkan aliran energy ke berbagai bagian tubuh. Selain itu, pijat refleksi
juga dapat merangsang pusat saraf yang dapat meredakan gejala-gejala pada pasien
stroke.
Berdasakan penelitian tahun 2002 yang diterbitkan dalam Biomedical Central
Complementary and Alternative Medicine Journal, dilakukan analisis terhadap
penggunaan terapi alternative pada populasi pasien yan mengikuti rehabilitasi stroke
di Saskatchewan. Dari 117 pasien rehabilitasi yang mengikuti tes ini, 16,1% pasien
mengakui bahwa terapi alternative termasuk pijat refleksi membuat perasaan dan
kesehatan mereka membaik. Sedangkan 83,9% lainnya tidak ada melaporkan
mengalami efek buruk dari perawatan tersebut.
G. Health Education (HE)
Pendidikan kesehatan yang diberikan pada klien untuk mengatasi masalah medisnya,
yaitu:
1. Penjelasan mengenai penyakitnya dan penanganannnya
2. Factor-faktor resiko yang mencetus penyakit.
3. Perbaiki pola makanan dan gaya hidup klien
4. Ajarkan keluarga dan klien untuk melakukan perawatan klien dengan stroke dan
macam penatalaksanaannya.
H. Tujuan Pembelajaran
Setelah membaca makalah ini diharapkan mahasiswa mengetahui informasi
mengenai:
1. Faktor-faktor prediposisi terjadinya Stroke.
2. Proses patofisiologi Stroke.
45
3. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan, baik secara farmakologi maupun non
farmakologi.
4. Asuhan keperawatan pada pasien Stroke.
DAFTAR PUSTAKA
Black & Hawk. 2005. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Brunner & Suddarth. 2010. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Ikawati, Z. 2011. Farmakoterapi Sistem Saraf Pusat. Yogyakarta: Bursa Ilmu.
Junaidi, I. 2011. Stroke: Waspadai Ancamannya. Yogyakarta: Andi Offset.
Junaidi, I. 2006. Stroke A-Z. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer.
Laksman, H.T. 2005. Kamus Kedokteran. Jakarta: PT Penerbit Djambatan
Muttaqin, A. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Price SA, Wilson LM. 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis dan Proses-
proses Penyakit, Edisi ke 6. Jakarta : EGC
Takrouri. 2004. The Internet Journal of Health: Intensive Care Unit.
Volume 3 Number 2.Department of Anesthesia College Of Medicine King
Saud University
Williams, L & Wilkins. 2011 Nursing Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta:
Indeks
46
47