Stroke. Klpk i

70
MAKALAH KEPERAWATAN KLINIK IX (KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH) ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN STROKE Disusun Oleh Kelompok 1 Program A 2010 ANDI NURCHAIRIAH DEDE RENOVALDI FITRIA INDAH SARI Dosen Pembimbing : Wasisto Utomo, M.Kep, Sp. KMB PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU 2013 1

Transcript of Stroke. Klpk i

Page 1: Stroke. Klpk i

MAKALAH KEPERAWATAN KLINIK IX

(KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH)

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN STROKE

Disusun Oleh Kelompok 1 Program A 2010

ANDI NURCHAIRIAH

DEDE RENOVALDI

FITRIA INDAH SARI

Dosen Pembimbing : Wasisto Utomo, M.Kep, Sp. KMB

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU

2013

1

Page 2: Stroke. Klpk i

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan

hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat dengan waktunya.

Kami mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Bapak Wasisto Utomo,

M.Kep, Sp. KMB selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dalam menyelesaikan

makalah ini. Serta kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah

ini.

Dalam pembuatan makalah ini, penulis menyadari masih banyak ada kekurangan baik

dari isi materi maupun penyusunan kalimat. Namun demikian, perbaikan merupakan hal yang

berlanjut sehingga kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini sangat penulis

harapkan.

Akhirnya penulis menyampaikan terimakasih kepada pembaca dan teman-teman

sekalian yang telah membaca dan mempelajari makalah ini.

Pekanbaru, Februari 2013

Penulis

2

Page 3: Stroke. Klpk i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................. i

DAFTAR ISI........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang....................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah.................................................................................. 2

C. Tujuan.................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi................................................................................................... 3

B. Etiologi................................................................................................... 3

C. Klasifikasi…………………………………………………………….. 5

D. Manifestasi Klinik................................................................................... 6

E. Evaluasi Diagnostik................................................................................ 7

F. Pengkajian Keperawatan........................................................................ 8

G. Patofisiologi........................................................................................... 10

H. Web Of Caution....................................................................................... 12

H. Intervensi Keperawatan........................................................................... 13

I. Penatalaksanaan....................................................................................... 24

J. Terminologi............................................................................................. 29

BAB III KASUS

A. Uraian Kasus........................................................................................... 30

B. Pengkajian ............................................................................................. 31

C. Analisa Data........................................................................................... 27

D. Web Of Caution Kasus............................................................................ 34

E. Intervensi Keperawatan.......................................................................... 35

F. . Penatalaksanaan Farmakologi Dan Non Farmakologi.......................... 41

G. Health Education.................................................................................... 42

H. Tujuan Pembelajaran.............................................................................. 42

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………. 43

Lampiran Jurnal………………………………………………………………….

3

Page 4: Stroke. Klpk i

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Otak merupakan organ tubuh yang memiliki fungsi sebagai pusat persyarafan/

neurologis. System persyarafan merupakan system pengaturan koordinasi dan perintah

untuk memberi tanggapan terhadap rangsangan. System persyarafan juga mengambil

peran penting dalam pengaturan system tubuh lainnya seperti system pernapasan, system

kardiovaskuler dan lain-lain sehingga jika terjadi gangguan pada system ini akan secara

otomatis mengakibatkan gangguan pada system tubuh lainnya.

Stroke merupakan penyakit sistem persyarafan yang paling sering

dijumpai. Kira-kira 200 ribu kematian dan 200 ribu orang dengan gejala

sisa akibat stroke pada setiap tingkat umur (Muttaqin, 2011). Menurut

Takrouri (2004), Stroke termasuk penyakit serebrovaskuler (pembuluh

darah otak) yang ditandai dengan kematian jaringan otak (infark

serebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan oksigen

ke otak. Berkurangnya aliran darah dan oksigen ini bisa dikarenakan

adanya sumbatan, penyempitan atau pecahnya pembuluh darah.

Setiap tahunnya, 200 dari tiap 100.000 orang di Eropa menderita

stroke, dan menyebabkan kematian 275.000 – 300.000 orang amerika.

Di pusat-pusat pelayanan neurologi Indonesia jumlah penderita

gangguan peredaran darah otak (GPDO) selalu menempati urutan

pertama dari seluruh penderita rawat inap (Harsono.2007). Angka

kejadian stroke terus meningkat dengan tajam, jika tidak ada upaya

penanggulangan stroke yang lebih baik maka jumlah penderita stroke

pada tahun 2020 diprediksikan akan meningkat 2 kali lipat, bahkan

saat ini Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah

penderita stroke terbesar di Asia dan keempat didunia, setelah India,

Cina, dan Amerika (Feigin, 2006).

Berdasarkan hasil survei awal dari bagian rekam medik RSUD Arifin

achmad Pekanbaru, 15 penyakit syaraf terbesar di Instalasi Rawat Inap

tahun 2011 stroke berada pada urutan pertama. Jumlah kasus stroke

4

Page 5: Stroke. Klpk i

rawat inap adalah 194 kasus diantara nya stroke hemorogik 47 kasus

(24,23%) yang dirawat inap.

Peran perawat sangat penting dalam perawatan klien dengan

stroke. Klien stroke pada umumnya mengalami deifisit neurologis yang

menyebabkan tubuhnya tidak berdaya. Perawat memiliki tugas penting

untuk tetap menjaga kondisi kesehatan klien seoptimal mungkin dan

mengurangi komplikasi yang dapat muncul. Beberapa hal yang telah

disebutkan diatas merupakan pencetus dilatar belakanginya makalah

yang penulis buat mengenai asuhan keperawatan klien dengan stroke

sehingga dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana asuhan keperawatan klien dengan stroke?

C. Tujuan

1. Mengetahui informasi mengenai stroke dimulai dari definisi

hingga penatalaksanaan.

2. Mengetahui informasi mengenai penyelesaian kasus klien

dengan stroke dimulai dari pengkajian hingga intervensi.

5

Page 6: Stroke. Klpk i

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi

Stroke didefinisikan sebagai suatu manifestasi klinis gangguan peredaran darah

otak yang menyebabkan defisit

neurologis. Stroke adalah suatu

kondisi yang terjadi ketika pasokan

darah ke suatu bagian otak tiba–tiba

terganggu. Dalam jaringan otak,

kurangnya aliran darah menyebabkan

serangkaian reaksi biokimia, yang

dapat merusakkan atau mematikan

sel – sel saraf di otak. Kematian jaringan otak dapat menyebabkan hilangnya fungsi

yang dikendalikan oleh jaringan itu. Stroke adalah penyebab kematian yang ketiga di

Amerika serikat dan banyak negara industri di Eropa (Muttaqin, 2011)

Menurut WHO, stroke merupakan adanya tanda-tanda klinik yang berkembang

cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala yang berlangsung

selama 24 jam atau lebih menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang

jelas selain vaskuler. Stroke

merupakan penyakit paling sering

menyebabkan cacat berupa

kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir dan daya ingat, dan

bentuk kecacatan lain sebagai akibat gangguan otak. (Brunner & Suddart, 2010)

B. Etiologi

Stroke biasanya disebabkan karena salah satu dari 4 kejadian berikut (Muttaqin,

2011):

6

Gambar 1 : Stroke Hemoragik dan Iskemik

Sumber: google.com

Page 7: Stroke. Klpk i

1. Thrombosis.

Thrombosis atau bekuan darah

terjadi pada pembuluh darah yang

mengalami oklusi sehingga

menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan kongesti

di sekitarnya. Tanda dan gejala neurologis sering kali memburuk dalam 48 jam

setelah terjadinya thrombosis. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan

thrombosis otak:

a. Aterosklerosis, merupakan akumulasi kolesterol didalam dinding

pembuluh darah arteri yang jika cukup parah dapat menghambat aliran

dara ke berbagai organ.

b. Hiperkoagulasi. Darah bertambah kental, peningkatan

viskositas/hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah serebri.

c. Arteritis (radang pada arteri)

2. Emboli

Emboli serebri merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan

darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung

yang terlepas dan menyumbat system arteri serebri. Beberapa keadaan yang dapat

menyebabkan emboli adalah:

a. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel

sehingga darah membentuk gumpalan-gumpalan kecil.

b. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri menyebabkan terbentuknya

gumpalan-gumpalan pada endokardium.

3. Hemoragik

Perdarahan intracranial atau intra serebri meliputi perdarahan didalam ruang

sub arakhnoid atau didalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi

karena aterosklerosis dan hipertensi. Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan

rembesan darah didalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,

pergeseran, dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan

membengkak, jaringan otak tertekan sehingga terjadi infark otak, edema, dan

mungkin herniasi otak.

4. Hipoksia umum

Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:

a. Hipertensi yang parah. (stadium berat ≥ 190 sistole mmHg, ≥130 mmHg)

7

Page 8: Stroke. Klpk i

b. Henti jantung paru menyebabkan alirah darah berhenti.

c. Curah jantung turun akibat aritmia menyebabkan pasokan darah berkurang

ke otak.

5. Hipoksia local

Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia local adalah:

a. Spasme arteri serebri yang disertai perdarahan sub arakhnoid

b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migraine.

Adapun factor resiko yang juga sering teridentifikasi, yaitu (Junaidi, 2011):

1. Hipertensi, dapat disebabkan oleh aterosklerosis ataupun primer. Proses ini

dapat menimbulkan pecahnya pembuluh darah atau timbulnya thrombus

sehingga dapat mengganggu aliran darah cerebral.

2. Aneurisma, kelainan pembuluh darah yakni berupa penebalan pada satu tempat

diikuti oleh penipisan ditempat lain. Pada tempat yang terdapat penipisan dapat

menimbulkan perdarahan.

3. Kelainan jantung/penyakit jantung, paling banyak dijumpai pada pasien post

MCI, artial fibrilasi dan endokarditis. Kerusakan kerja jantung dapat

menurunkan kardiak output dan menurunkan aliran darah ke otak. Disamping

itu dapat terjadi embolisasi yang bersumber pada kelainan jantung dan

pembuluh darah.

4. Diabetes mellitus (DM), penderita DM berpotensi mengalami stroke karena

terjadinya peningkatan viskositas darah sehingga memperlambat aliran darah

khususnya serebral.

5. Usia lanjut, pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah,

termasuk pembuluh darah otak.

6. Peningkatan kolesterol (lipid total), kolesterol tubuh yang tinggi dapat

menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya embolus dari lemak.

7. Obesitas, pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar

kolesterol sehingga mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah

satunya otak.

8. Perokok, timbulnya plak pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga terjadi

aterosklerosis.

9. Kurang aktivitas fisik, kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan

fisik termasuk kelenturan pembuluh darah.

8

Page 9: Stroke. Klpk i

C. Klasifikasi

Menurut Muttaqin (2011) stroke dibedakan menurut patologi dari serangan stroke

meliputi:

1. Stroke hemoragik

Stroke hemoragik merupakan peradarahan serebri dan mungkin perdarahan

sub arakhnoid yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah

otak tertentu. Stroke biasanya terjadi saat melakukan aktivitas atau saat aktif

namun bisa juga saat sedang istirahat. Kesadaran klien umumnya menurun.

Stroke hemoragik adalah disfungsi neurolagis fokal yang akut dan disebabkan

oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh

karena trauma kavitis, disebabkan juga oleh karena pecahnya pembuluh arteri,

vena, dan kapiler.

Stroke hemoragik dibagi dua yaitu:

a. Perdarahan intraserebri atau PIS.

Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi

mengakibatkan darah masuk kedalam jaringan otak, membentuk massa yang

menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang

terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak.

b. Perdarahan sub-arakhnoid atau PSA.

Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry. Aneurisma yang

pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabang

yang terdapat diluar parenkim otak, pecahnya arteri dan keluar keruang sub-

arakhnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur

peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebri yang berakibat disfungsi

otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparesa,

gangguan hemisensorik, afasia dll).

2. Stroke non-hemoragik

Stroke non hemoragik dapat berupa iskemia atau emboli/thrombosis serebri,

biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur, atau dipagi hari.

Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan

selanjutnya dapat menimbulkan infark jaringan otak. Kesadaran umumnya baik.

Sekitar 80-85% stroke adalah stroke iskemik. Penyumbatan pada satu arteri

menyebabkan gangguan diarea otak yang terbatas. Mekanisme dasar kerusakan ini

adalah selalu defisiensi energy yang disebabkan oleh iskemia. Stroke trombotik

9

Page 10: Stroke. Klpk i

sebagian besar terjadi saat tidur, saat pasien relative mengalami dehidrasi dan

sirkulasi menurun. (Prince & Wilson, 2006)

D. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala stroke menurut Lippincott Williams & Wilkins (2011) adalah:

1. Stroke hemisfer kiri: gejala di sisi tubuh sebelah kanan.

2. Stroke hemisfer kanan: gejala di sisi tubuh sebelah kiri.

3. Gejala berdasarkan arteri yang diserang:

a. Arteri serebral tengah: afasia, disfasia dan hemiparesis disisi yang

diserang(lebih parah di wajah dan lengan daripada kaki)

b. Arteri karotis: lemah, paralisis, mati rasa, perubahan sensoris dan

gangguan visual disisi yang diserang, perubahan tingkat kesadaran, sakit

kepala.

c. Arteri vertebrobasilar: lemah disisi yang diserang, mati rasa disekitar bibir

dan mulut,diplopia, kordinasi buruk, disfagia, bicara mencerca, pusing,

amnesia dan ataksia.

d. Arteri serebral anterior: konfusi, lemah dan mati rasa (terutama di kaki)

disisi yang diserang, inkontinensia, hilang kordinasi, gangguan fungsi

motorik, disleksia, koma dan kebutaan kortikal.

E. Evaluasi Diagnostik

Evaluasi diagnosis yang dilakukan pada klien lansia dengan stroke adalah:

(Muttaqin, 2011)

1. CT-Scan. Pemeriksaan ct-scan harus segera dilakukan pada semua penderita

dengan dugaan stroke. Ct-scan tanpa kontras dapat membedakan stroke

perdarahan dan stroke non perdarahan. Pada stroke perdarahan, gambaran lesi

berupa hiperdens, sedangkan pada stroke non perdarahan gambaran lesi

berupa hipodens/normal. Perlu diperhatikan bahwa sekitar 5% stroke

perdarahan sub-arakhoid gambaran ct-scannya dapat normal, sehingga perlu

dilakukan pemeriksaan pungsi lumbal.

2. MRI lebih sensitif dalam mengidentifikasi kerusakan otak dari pada CT scan,

tetapi MRI lebih lambat dari pada CT scan. Jadi dalam keadaan darurat lebih

di pilih memakai CT scan. Akan tetapi, setelah penggunaan awal memakai

CT scan, MRI direkomendasikan untuk menentukan lokasi kerusakaan yang

tepat dan memantau lesi.

10

Page 11: Stroke. Klpk i

3. Angiografi serebri. Membantu menentukan penyebab dari stroke secara

spesifik seperti perdarahan artyerio vena atau adanya rupture dan untuk

mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler.

4. Lumbal pungsi. Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada

cairan lumbal menunjukkan adanya hemoragik subarachnoid atau perdarahan

pada intracranial.

5. MRI. Dengan menggunakan gelombang magnetic untuk menentukan posisi

serta besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya

didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.

6. USG Doppler untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah

pada arteri karotis)

7. EEG. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan

dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam

jaringan otak.

F. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian keperawatan stroke meliputi anamnesis, riwayat penyakit,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostic dan pengkajian psikososial untuk melihat

pencetus penyakit. Berikutnya pemeriksaan fisik dapat dilakukan yang mengarah pada

keluhan-keluhan klien. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan per system (B1-B6)

dengan fokus pemeriksaan pada B3 (Brain) (Muttaqin, 2011).

1. Keadaan umum. Umumnya mengalami penurunan kesadaran. Suara bicara

kadang mengalami gangguan, tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat,

denyut nadi bervariasi.

2. B1 (Breathing). Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi

sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas dan peningkatan RR.

Auskultasi didapat bunyi tambahan seperti ronkhi pada klien dengan

peningkatan produksi secret dan kemampuan batuk menurun yang sering

didapatkan pada klien yang koma

3. B2 (Blood). Pengkajian pada system kardiovaskuler didapatkan syok

hipovolemik yang sering terjadi pada klien stroke. TD biasanya terjadi

peningkatan.

4. B3 (Brain). Stroke menyebabkan berbagai gangguan neurologisbergantung

pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat).

11

Page 12: Stroke. Klpk i

a. Tingkat kesadaran. Apabila klien sudah mengalami koma maka penilaian

GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan sebagai

bahan evaluasi.

b. Fungsi serebri:

1) Status mental: observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai

gaya bicara klien, observasi ekspresi klien dan aktivitas motorik.

2) Fungsi intelektual: didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori.

Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi.

3) Kemampuan bahasa: penurunan kemampuan bahasa tergantung dari

daerah lesi yang mempengaruhi fungsi dari serebri. Lesi pada daerah

hemisfer yang dominan pada bagian posterior dan girus temporalis

superior (area wernicke) didapatkan disfasia reseptif ( klien tidak

memahami bahasa lisan atau tertulis). Sedangkan lesi pada bagia

posterior dari girus frontalis inferior (area Broca) didapatkan disfasia

ekspresif (klien dapat mengerti tetapi tidak dapat menjawab dengan

tepat dan bicaranya tidak lancer), disartria ( kesulitan berbicara),

apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari

sebelumnya).

4) Lobus frontal: kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis.

5) Pemeriksaan saraf cranial:

1) Saraf I. Biasanya klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi

penciuman.

2) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan sensorik

primer diantara mata dan korteks visual.

3) Saraf III, IV, dan VI. Apabila akibat stroke mengakibatkan

paralisis seisi otot okularis didapatkan penurunan kemampuan

gerakan konjugat unilateral disisi yang sakit.

4) Saraf V: menyebabkan paralisis syaraf trigeminus, didapatkan

penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah.

5) Saraf VII. persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah

asimetris, otot wajah tertarik kebagian sisi yang sehat.

6) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli

persepsi.

12

Page 13: Stroke. Klpk i

7) Saraf IX dan X. kemampuan menelan kurang baik, kesukaran

membuka mulut.

8) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan

trapezius.

9) Saraf XII. Lidah asimetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan

fasikulasi. Indra pengecapan normal.

6) System motorik: inspeksi umum didapatkan hemiplegia (paralisis pada

salah satu sisi) karena lesi otak. Kekuatan otot pada bagian yang sakit

biasa didapatkan 0. Terjadi gangguan keseimbangan dan kordinasi.

5. B4 (Bladder). Klien mungkin mengalami inkontinensia urine karena konfusi,

ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan karena kerusakan control

motorik (sfingter urinarius).

6. B5 (Bowel). Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan

menurun, mual dan muntah pada fase akut. Mual dan muntah dihubungkan

dengan peningkatan produksi lambung. Pola defekasi biasanya terjadi

konstipasi akibat penurunan peristaltic usus. Sedangkan jika adanya

inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis yang

luas.

7. B6 (Bone). Terjadi gangguan control volunteer terhadap gerakan motorik.

Keadaan yang paling umum adalah Hemiplegia (paralisis pada satu sisi)

karena lesi pada otak yang berlawanan. Perlu dikaji adanya dekubitus,

terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah

mobilitas fisik.

G. Patofisiologi

Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energy

yang dihasilkan sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak

memiliki cadangan O2 sehingga jika ada kerusakan atau kekurangan aliran darah ke

otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan

kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolism sel otak, tidak boleh kurang dari

20mg% karena akan mengakibatkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari

seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun dapat

mengakibatkan disfungsi serebri. (Muttaqin, 2011)

Aliran darah otak orang dewasa pada kondisi normal adalah 50-60 ml/100 gram

otak/menit. Berat otak normal rata-rata dewasa adalah 1300-1400 gram. Sehingga

13

Page 14: Stroke. Klpk i

dapat disimpulkan aliran darah otak dewasa adalah kurang lebih 800 ml/menit atau

20% dari seluruh curah jantung harus beredar ke otak setiap menit. Bila aliran darah

otak turun menjadi 20-25 ml/100 gr otak akan terjadi kompensasi berupa peningkatan

ekstraksi oksigen ke jaringan otak sehingga fungsi sel saraf dapat dipertahankan.

Berkurangnya aliran darah otak sebesar 10-15 cc/100gr otak/menit akan

mengakibatkan kekurangan glukosa dan oksigen sehingga proses metabolism

oksidatif terganggu. Keadaan ini menyebabkan penimbunan asam laktat sebagai hasil

metabolism anaerob, sehingga akan mempercepat proses kerusakan otak.

Menurut Prince & Wilson (2006), stage pertama pada stroke

iskemia, aliran darah berhenti pada suatu bagian otak (iskemia).

Pada kondisi ini terjadi kekurangan oksigen (anoxia) dan nutrient di

sel-sel pada area yang dikenai. Ketika kekurangan oksigen menjadi

ekstrim, mitokondria sebagai unit dari sel yang memproduksi energi

tidak dapat memproduksi energi yang cukup untuk menjaga fungsi

sel. Mitokondria gagal berfungsi, sehingga melepaskan toxic

chemicals yang disebut ‘oxygen-free radicals ke sitoplasma di sel.

Toksik ini dapat menyebabkan kerusakan pada struktur lain dari sel

termasuk nukleus.

Kekurangan energi di sel menyebabkan perubahan membran

sel (tempat masuk dan keluar ion-ion serta elektrolit) yang

normalnya mempertahankan homeostasis. Di saat yang sama, injuri

pada sel yang iskemik merelease asam amino seperti glutamate, ke

area diantara neuron-neuron, yang menyebabkan injuri pada sel-sel

yang berdekatan.

Ketika kehilangan fungsi homeostasis, air masuk ke dalam sel

sehingga membuatnya lebih besar (disebut toxic edema). 3 jam

permulaan iskemik akan terjadi kenaikan kadar air dan natrium,

setelah 12-24 jam akan terjadi peningkatan yang progresif sehingga

memperberat edema otak dan meningkatkan TIK. Pada saat ini

terjadi injuri permanen dan terjadi kematian sel secara keseluruhan

(nekrosis dan infark). Setelah serangan stroke, pertama sel-sel akan

mengalami proses menuju kematian sel dalam 4-5 menit. Respon

untuk treatment dalam memperbaiki aliran darah adalah 2 jam

14

Page 15: Stroke. Klpk i

setelah serangan stroke, pada banyak kasus, prosesnya tidak lebih

dari 2 sampai 3 jam. Setelah itu, kecuali beberapa pada kasus yang

jarang ditemui, pada banyak injuri yang terjadi adalah kerusakan

permanen.

Pada stroke hemoragik, pembuluh darah otak yang pecah

menyebabkan darah mengalir ke substansi atau ruangan

subarachnoid yang menimbulkan perubahan komponen intracranial

yang seharusnya konstan. Adanya perubahan komponen

intracranial yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan

menimbulkan peningkatan TIK yang bila berlanjut akan

menyebabkan herniasi otak sehingga timbul kematian. Di samping

itu, darah yang mengalir ke substansi otak atau ruang subarachnoid

dapat menyebabkan edema, spasme pembuluh darah otak dan

penekanan pada daerah tersebut menimbulkan aliran darah

berkurang atau tidak ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak.

(Brunner & Suddart, 2010)

H. Web Of Caution Teoritis

15

komaDepresi saraf kardiovas dan

Kerusakan Mobilitas fisik

Herniasi falks serebri kompresi batang otak

Hemiplegia dan hemiparesis

Penurunan perfusi jaringan serebral

Risiko peningkatan TIKKehilangan control volunteer

Perembesan darah diparenkim otak,

kemudian penekanan jaringan otak

Emboli serebralPembuluh darah oklusi kemudian

iskemik jaringan otak

Perdarahan intraserebralPenyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah,lemak dan udara

Thrombosis serebral

Aneurisma, arterivenousKatup jantung rusak, miokard infark, endokarditis

Aterosklerosis, arteritis, hiperkoagulasi

Factor risiko stroke

Infark serebral

Deficit neurologis

Stroke

Page 16: Stroke. Klpk i

I. Intervensi keperawatan

Menurut Muttaqin (2011), intervensi keperawatan pada stroke adalah

Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intraserebri,

oklusi otak, vasospasme, dan edema otak.

Tujuan: dalam waktu 2 x 24 jamperfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.

Kriteria hasil: klien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang. GCS 4,5,6,

pupil isokor, refleks cahaya (+), TTV normal ( nadi: 60-100 x/menit, suhu:36-36,7 C, RR:⁰

16-20 x/menit)

Intervensi Rasionalisasi

Mandiri:

Berikan penjelasan kepada keluarga klien

tentang sebab-sebab peningkatan TIK

dan akibatnya.

Baringkan klien (tirah baring) total

dengan posisi tidur telentang tanpa

bantal.

Monitor tanda-tanda status neurologis

Keluarga lebih berpartisipasi dalam

proses penyembuhan.

Perubahan pada tekanan intrakaranial

akan dapat menyebabkan risiko

terjadinya herniasi otak.

Dapat mengetahui kerusakan otak lebih

16

komaDepresi saraf kardiovas dan

Page 17: Stroke. Klpk i

dengan CGS.

Monitor TTV, seperti tekanan darah,

nadi, suhu, dan frekuensi pernafasan,

serta hati-hati pada hipertensi sistolik.

Monitor asupan dan keluaran.

Bantu klien untuk membatasi muntah,

batuk, anjurkan klien untuk

mengeluarkan nafas apabila bergerak

atau berbalik ditempat tidur.

Anjurkan klien untuk menghindari batuk

dan mengejan berlebihan.

Ciptakan lingkungan yang tenang dan

batasi pengunjung.

Kolaborasi:

Berikan cairan perinfus dengan perhatian

ketat.

lanjut.

Pada keadaan normal, otoregulasi

mempertahan kan keadaan tekanan darah

sistemik berubah secara fluktuasi.

Kegagalan otoreguler akan menyebabkan

kerusakan vaskuler serebri yang dapat

dimanifestasikan dengan peningkatan

sistolik dan diikutioleh penurunen

tekanan diastolik, sedangkan peningkatan

suhu dapat menggambarkan perjalanan

infeksi.

Hipertermi dapat menyebabkan

peningkatan IWL dan meniingkatkan

resiko dehidrasi terutama pada klien

yang tidak sadar, mual yang menurunkan

asupan peroral.

Aktivitas ini dapat menyebabkan

peningkatan tekanan intracranial dan

intraabdonmen. Mengeluarkan nafas

sewaktu bergerak atau mengubah posisi

dapat melindungi diri dari efek valsava.

Batuk dan mengejan dapat

meningkatkaan tekanan intrakranialdan

potensial terjadi perdarahan ulang.

Rangsangan aktivitas yang meningkat

dapat meningkatkan kenaikan TIK.

Istirahat total dan ketenangan mungkin

diperlukan untuk pencegahan terhadap

perdarahan dalam kasus stroke

hemoragik lainnya.

Meminimalkan fluaktuasi pada beban

vascular dan tekanan intracranial, retriksi

cairan, dan cairan dapat menurunkan

17

Page 18: Stroke. Klpk i

Monitor AGD bila diperlukan pemberian

oksigen.

Berikan terapi sesuai instruksi dokter

seperti:

Steroid

Aminofel

Antibiotik.

edema serebri.

Adanya kemungkinan asidosis disertai

dengan pelapasan oksigen pada tingkat

sel dapat menyebabkan terjadinya edema

serebri.

Tujuan terapi:

Menurunkan permeabilitas kapiler.

Menurunkan edema serebri.

Menurunkan metabolic/konsumsi sel dan

kejang

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi secret,

kemampuan batuk menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder, perubahan tingkat

kesadaran.

Tujuan: dalam waktu 2 x 24 jam klien mampu meningkatkan dan mempertahankan

keefektifan jalan nafas agar tetap bersih dan mencegah aspirasi.

Kriteria hasil: bunyi nafas terdengar bersih, ronkhi tidak terdengar, selang trakea bebas

sumbatan, menunjukkan batuk yang efektif, kemampuan batuk menurun, penurunan

miobilitas fisik sekunder, perubahan tingkat kesadaran.

intervensi rasionalisasi

Kaji keadan jalan nafas.

Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi

suara nafas pada kedua paru (bilateral).

Obstruksi mungkin dapat disebabkan oleh

akumulasi secret, sisa cairan muskus,

perdarahan, brokospasme, dan/ atau posisi

dari trakioestomi yang berubah.

Pergerakkan dada yang simetris dengan

suara nafas yang keluar dari paru-paru

menandakan jalan nafas tidak terganggu.

Saluran nafas bagian bawah tersumbat

dapat terjadi pada pneumonia/ atelektasis

akan menimbulkan perubahan suara nafas

18

Page 19: Stroke. Klpk i

Anjurkan klien mengenai teknik batuk

selama pengisapan, seperti waktu bernafas

panjang, batuk kuat, bersin jika ada

indikasi.

Atur/ubah posisi secara teratur (tiap 2

jam).

Berikan minum hangat jika keaadaan

memungkinkan.

Jelaskan kepada klien tentang kegunaan

batuk yang efektif dan mengapa terdapat

penumpukkan secret disaluran penafasan.

Ajarkan klien tentang metode yang tepat

untuk mengontrol batuk.

Latih nafas dalam dan perlahan saat duduk

setegak mungkin.

Lakukan penafasan diafragma

Tahan nafas lama 3-5 detik kemudian

secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak

mungkin melalui mulut.

Lakukan nafas kedua, tahan dan batukkan

dari dada dengan melakukan dua batuk

pendek dan kuat.

Auskultasi paru sebelum dan sesudah

klien batuk

Ajarkan klien tindakkan untuk menurun

viskositas sekresi: mempertahankan

hidrasi yang adekuat; meningkatkan

seperti ronkhi atau mengi.

Batuk yang efektif dapat mengeluarkan

secret dari saluran nafas.

Mengatur pengeluaran secret dan ventilasi

segmen paru-paru, mengurangi resiko

atelektasis.

Membantu pengenceran secret,

mempermudah pengeluaran secret.

Pengetahuan yang diharapkan akan

membantu mengembangkan kepatuhan

klien terhadap rencana terapeutik

Batuk yang tidak terkontrol adalah

melelahkan dan tidak efektif, dan

menyababkan frustasi.

Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.

Pernafasan diafragma menurunkan

frekuensi nafas dan meningkatkan

ventilasi alveolar.

Meningkatkan volume udara dalam paru

mempermudah pengeluaran sekresi

secret.

Pengkajian ini membantu mengevaluasi

keefektifan upaya batuk klien.

Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan

dapat menyebabkan sumbatan mucus,

yang mengarah pada atelektasis.

Untuk menghindari pengentalan dari

secret atau mosa pada saluran nafas

bagian atas

19

Page 20: Stroke. Klpk i

masukkan cairan 1000-1500 cc/ hari bila

tidak kontraindikasi.

Dorong atau berikan perawatan mulut

yang baik setelah batuk.

Lakukan fisioterapi dada sesuai indikasi

seperti postural drainase, perkusi.

Kolaborasi pemberian obat-obatan

bronkodilator sesuai indikasi seperti

Aminofilin, meta-proterenol sulfat

(Alupen), adoetarin hidroclorida

(Bronkosol).

Higiene mulut yang baik meningkatkan

rasa kesejahteraan dan mencegah bau

mulut.

Mengatur ventilasi segmen paru-paru dan

pengeluaran sekret.

Mengatur ventilasi dan melepaskan sekret

karena relaksasi otot/bronkospasme.

Risiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan tirah baring yang lama.

Tujuan : dalam waktu 3x24 jam klien mampu mempertahankan keutuhan kulit.

Kriteria Hasil : klien mampu berpartisipasi terhadap pencegahan luka, mengetahui penyebab

dan cara pencegahan luka, tidak tanda-tanda kemerahan atau luka.

Intervensi Rasional

Anjurkan untuk melakukan latihan ROM

( range of motion ) dan mobilisasi jika

mungkin.

Meningkatkan aliran darah ke semua daerah.

Ubah posisi tiap 2 jam. Menghindari tekanan dan meningkatkan

aliran darah.

Gunakan bantal air atau pengganjal yng

lunak di bawah daerah-daerah yang

menonjol.

Menghindari tekanan yang berlebih pada

daerah yang menonjol.

Lakukan mesase pada daerah yang menonjol

yang baru mengalami tekanan pada waktu

berubah posisi.

Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-

kapiler.

Observasi terhadap eritema dan kepucatan

dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan

dan pelunakan jaringan tiap mengubah posisi.

Hangat dan pelunakan adalah tanda

kerusakan jaringan.

Jaga kebersihan kulit dan seminimal Mempertahankan keutuhan kulit.

20

Page 21: Stroke. Klpk i

mungkin hindari trauma, panas terhadap

kulit.

Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan hemiparese/ hemiplagia,

kelemahan neuromuscular pada ekstremitas

Tujuan: Dalam 2 x 24 jam klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan

kemampuannya.

Kriteria hasil : Klien dapat ikut serta dalam program latihan, tidak terjadi kontraktur sendi,

meningkatnya kekuatan otot, klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas

Intervensi Rasionalisasi

Kaji mobilitas yang ada dan observasi

terhadap peningkatan kerusakan. Kaji secara

teratur fungsi motorik.

Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam

melakukan aktivitas.

Ubah posisi klien tiap 2 jam. Menurunkan risiko terjadinya iskemia

jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek

pada daerah yang tertekan

Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak

aktif pada ekstremitas yang tidak sakit.

Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan

kekuatan otot, serta memperbaiki fungsi

jantung dan pernapasan.

Lakukan gerakan pasif pada ekstremitas

yang sakit.

Otot volunteer akan kehilangan tonus dan

kekuatannya bila tidak dilatih untuk

digerakkan.

Pertahankan sendi 90o terhadap papan kaki. Telapak kaki dalam posisi 90o dapat

mencegah footdrop.

Inspeksi kulit bagian distal setiap hari.

Pantau kulit dan membrane mukosa terhadap

iritasi, kemerahan, atau lecet- lecet.

Deteksi dini aanya gangguan sirkulasi dan

hilangnya sensasi risiko tinggi kerusakan

integritas kulit kemungkinan komplikasi

imobilisasi.

Bantu klien melakukan latihan ROM,

perawatan diri sesuai toleransi.

Untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai

kemampuan.

21

Page 22: Stroke. Klpk i

Memelihara bentuk tulang belakangdengan

cara :

- Matras

- Bed board

Mempertahankan posisi tulang belakang

tetap rata.

Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk

latihan fisik klien.

Peningkatan kemampuan dalam mobilisasi

ekstremitas dapat ditingkatkan dengan

latihan fisik dari tim fisioterapis.

Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuscular, menurunnya

kekuatan dan kesadaran kehilangan control/koordinasi otot.

Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam terjadi peningkatan perilaku dalam perawatan diri.

Kriteria Hasil : Klien dapat menunjukkan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat

diri, klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan,

mengidentifikasi personal/masyarakat yang dapat membantu.

Intervensi Rasionalisasi

Mandiri

Kaji kemampuan dan tingkat penurunan

dalam skala 0-4 untuk melakukan ADL

(Activity Daily Living).

Membantu dalam mengantisipasi dan

merencanakan pertemuan kebutuhan

individual.

Hindari apa yang tidak dapat dilakukan klien

dan bantu bila perlu.

Bagi klien dalam keadaan cemas dan

tergantung hal ini dilakukan untuk mencegah

frustasi dan harga diri klien.

Menyadarkan tingkah laku/sugesti tindakan

pada perlindungan kelemahan. Pertahankan

dukungan pola piker, izinkan klien

melakukan tugas, beri umpan balik positif

untuk usahanya.

Klien memerlukan empati, tetapi perlu

mengetahui perawatan yang konsisten dalam

menangani klien, sekaligus meningkatkan

harga diri, memandirikan klien, dan

menganjurkan klien untuk terus mencoba.

Rencanakan tindakan untuk defisit

penglihatan seperti tempatkan makanan dan

peralatan dalam suatu tempat, dekatkan

Klien akan mampu melihat dan memakan

makanan, akan mampu melihat keluar

masuknya orang keruangan.

22

Page 23: Stroke. Klpk i

tempat tidur ke dinding.

Tempatkan perabotan ke dinding, jauhkan

dari jalan.

Menjaga keamanan klien bergerak di sekitar

tempat tidur dan menurunkan risiko tertimpa

perabotan.

Beri kesempatan untuk menolong diri seperti

menggunakan kombinasi pisau garpu, sikat

dengan pegangan panjang, ekstensi untuk

berpijak pada lantai atau ke toilet, kursi

untuk mandi.

Mengurangi ketergantungan klien.

Kaji kemampuan komunikasi untuk BAK.

Kemampuan menggunakan urinal, pispot.

Antarkan ke kamar mandi bila kondisi

memungkinkan.

Ketidakmampuan berkomunikasi dengan

perawat dapat menimbulkan masalah

pengosongan kandung kemih oleh karena

masalah neurogenic.

Identifikasi kebiasaan BAB. Anjurkan

minum dan meningkatkan aktivitas.

Meningkatkan latihan dan menolong

mencegah konstipasi.

Kolaboratif

Pemberian supositoria dan pelumas

feses/pencahar.

Pertolongan utama terhadap fungsi usus atau

defekasi.

Konsultasikan ke dokter terapi okupasi. Untuk mengembangkan terapi dan

melengkapi kebutuhan khusus.

Risiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan

kelemahan otot dalam mengunyah dan menelan.

Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.

Kriteria Hasil : Turgor baik, asupan dapat masuk sesuai kebutuhan, terdapat kemampuan

menelan, sonde dilepas, BB meningkat 1 kg, Hb dan albumin dalam batas normal.

Intervensi Rasionalisasi

Observasi tekstur, turgor kulit Mengetahui status nutrisi klien.

Lakukan oral hygiene.. Kebersihan mulut merangsang nafsu makan.

Observasi intake dan output nutrisi. Mengetahui keseimbangan nutrisi klien

Observasi posisi dan keberhasilan sonde. Untuk menghindari risiko infeksi/iritasi.

Tentukan kemampuan klien dalam

mengunyah, menelan, dan refleks batuk.

Untuk menetapkan jenis makanan yang akan

diberikan pada klien.

23

Page 24: Stroke. Klpk i

Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada

waktu, selama, dan sesudah makan.

Untuk klien lebih mudah untuk menelan

karena gaya gravitasi.

Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka

mulut secara manual dengan menekan ringan

di atas bibir/dibawah dagu jika dibutuhkan.

Membantu dalam melatih kembali sensorik

dan meningkatkan control muskular.

Letakkan makanan pada daerah mulut yang

tidak terganggu.

Memberikan stimulasi sensorik (termasuk

rasa kecap) yang dapat mencetuskan usaha

untuk menelan dan meningkatkan intake

nutrisi.

Berikan makanan dengan perlahan pada

lingkungan yang tenang.

Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme

makan tanpa adanya distraksi/gangguan dari

luar.

Mulailah untuk memberikan makan per oral

setengah cair, makan lunak ketika klien dapat

menelan air.

Makan lunak/cairan kental mudah untuk

mengendalikannya di dalam mulut,

menurunkan terjadinya aspirasi.

Anjurkan klien menggunakan sedotan

meminum cairan.

Menguatkan otot fasial dan otot menelan dan

menurunkan risiko terjadinya tersedak.

Anjurkan klien untuk berpartisipasi dalam

program latihan/kegiatan.

Dapat meningkatkan pelepasan endorphin

dalam otak yang meningkatkan nafsu makan.

Kolaborasi dengan tim dokter untuk

memberikan cairan melalui IV atau makanan

melalui selang.

Mungkin diperlukan untuk memberikan

cairan pengganti dan juga makanan jika

klien tidak mampu untuk memasukkan

segala sesuatu melalui mulut.

Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubungan dengan Imobilisasi, asupan cairan

yang tidak adekuat.

Tujuan: Dalam waktu 2x24 jam pemenuhan eliminasi alvi terpenuhi.

Kriteria hasil: klien dapat defekasi secara spontan dan lancer tanpa menggunakan obat,

konsistensi feses lembek berbentuk, tidak teraba massa pada kolon (scibala), bising usus

normal (15-30 x/menit).

Intervensi Rasionalisasi

Berikan penjelasan pada klien dan keluarga Klien dan keluarga akan mengerti tentang

24

Page 25: Stroke. Klpk i

tentang penyebab konstipasi. penyebab konstipasi.

Auskultasi bising usus. Bising usus menandakan sifat aktivitas

peristaltic.

Anjurkan pada klien untuk makan makanan

yang mengandung serat.

Diet seimbang tinggi kandungan serat

merangsang peristaltic dan eliminasi regular.

Bila klien mampu minum, berikan asupan

cairan yang cukup (2 liter/hari) jika tidak ada

kontraindikasi.

Masukkan cairan adekuat membantu

mempertahankan konsistensi feses yang

sesuai pada usus dan membantu eliminasi

regular.

Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan

klien.

Aktivitas fisik regular membantu eliminasi

dengan memperbaiki tonus otot abdomen

dan merangsang nafsu makan dan peristaltik.

Kolaborasi dengan tim dokter dalam

pemberian pelunak feses (laksatif, supositoria,

enema).

Pelunak feses meningkatkan efisiensi

pembasahan air usus, yang melukkan massa

feses dan membantu eliminasi.

Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan efek dari kerusakan pada

area bicara pada hemisfer otak, kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral, dan

kelemahan secara umum

Tujuan: Dalam waktu 2 x 24 jam klien dapat menunjukkan pengertian terhadap masalah

komunikasi, mampu meengekspresikan perasaannya, mampu menggunakan bahasa isyarat.

Kriteria hasil: Terciptanya suatu komunikasi di mana kebutuhan klien dapat dipenuhi, klien

mampu merespons setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat.

Intervensi Rasionalisasi

Kaji tipe disfungsi misalnya klien tidak

mengerti tentang kata-kata atau masalah

berbicara atau tidak mengerti bahasa sendiri

Membantu menentukan kerusakan area pada

otak dan menentukan kesulitan klien dengan

sebagian atau seluruh proses komunikasi,

klien mungkin mempunyai masalah dalam

mengartikan kata-kata (afasia, are Wernicke,

dan kerusakan pada area Broca)

Bedakan afasia dengan disatria Dapat menentukan pilihan intervensi sesuai

dengan tipe gangguan.

Lakukan metode percakapan yang baik dan

lengkap, beri kesempatan klien untuk

Klien dapat kehilangan kemampuan untuk

memantau ucapannya, komunikasinya secara

25

Page 26: Stroke. Klpk i

mengklarifikasi tidak sadar, dengan melengkapi dapat

merealisasikan pengertian klien dan dapat

mengklasifikasi percakapan.

Katakan untuk mengikuti perintah secara

sederhana seperti tutup matamu dan lihat ke

pintu

Untuk menguji afasia reseptif.

Perintahkan klien untuk menyebutkan nama

suatu benda yang diperlihatkan.

Menguji afasia eekspresif misalnya klien

mengenal benda tersebut tetapi tidak mampu

menyebutkan namanya

Perdengarkan bunyi yang sederhana seperti

“sh...cat”.

Mengidentifikasi disatria komponen berbicara

(lidah, gerakan bibirr, kontrol pernapasan

dapat memengaruhi artikulasi, dan mungkin

tidak terjadinya afasia ekspresif).

Suruh klien untuk menulis nama atau

kalimat pendek, bila tidak mampu untuk

menulis pada papan tulis, menggambar, dan

mendemonstrasikan secara visual gerakan

tangan.

Menguji ketidakmampuan menulis (agrafia)

dan defisit membaca (aleksia) yang juga

merupakan bagian dari afasia reseptif dan

ekspresif).

Beri peringatan bahwa klien di ruang ini

mengalami gangguan bicara, sediakan bel

khusus bila perlu.

Untuk kenyamanan berhubungan dengan

ketidakmampuan berkomunikasi.

Pilih metode komunikasi alternatif misalnya

menulis pada papan tulis, menggambar, dan

mendemonstrasikan secara visual gerakan

tangan.

Memberikan komunikasi dasar sesuai dengan

situasi individu.

Antisipasi dan bantu kebutuhan klien Membantu menurunkan frustasi oleh karena

ketergantungan atau ketidkmampuan

berkomunikasi.

Ucapkan langsung kepada klieen berbicara

pelan dan tenang, gunakan pertanyaan

dengan jawaban “ya” atau “tidak” dan

perhatikan respons klien

Mengurangi kebingungan atau kecemasan

terhadap banyaknya informasi. Memajukan

stimulasi komunikasi ingatan dan kata-kata.

Berbicara dengan nada normal dan hindari

ucapan yang terlalu cepat. Berikan waktu

Klien tidak dipaksa untuk mendengar, tidak

menyebabkan klieen marah dan tidak

26

Page 27: Stroke. Klpk i

klien untuk berespons. menyeebabkan rasa frustasi.

Anjurkan pengunjung untuk berkomunikasi

dengan klien misalnya membaca surat,

membicarakan keluarga.

Menurunkan isolasi sosial dan mengefektifkan

komunikasi.

Bicarakan topik-topik tentang keluarga,

pekerjaan, dan hobi.

Meningkatkan pengertian percakapan dan

kesempatan untuk mempraktikkan

keterampilan praktis dalam berkomunikasi.

Perhatikan percakapan klien dan hindari

berbicara sepihak.

Memungkinkan klien dihargai karena

kemampuan intelektualnya masih baik.

Kolaborasi: konsultasikan ke ahli terapi

bicara.

Mengkaji kemampuan verbal individual dan

sensorik motorik dan fungsi kognitif untuk

mengidentifikasi defisit dan kebutuhan terapi.

J. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan medis

Penatalaksanaan medis pada stroke dibedakan sesuai jenis stroke klien, antara

lain: (Ikawati, 2011)

a. Terapi stroke iskemia

1) Pembedahan (surgical intervention)

Pembedahan dilakukan meliputi carotid endarterectomy,

dan pembedahan lain. Tujuannya adalah mencegah

kekambuhan TIA dan menghilangkan sumber oklusi.

Diindikasikan untuk pasien dengan stenosis lebih dari

70%.

2) Intervensi Endovaskular

Terdiri dari angioplasty and stenting, mechanical clot

disruption dan clot extraction. Tujuan menghilangkan

trombus dari arteri intrakranial.

3) Medikasi berupa:

a) Terapi trombolitik

Terapi trombolitik dapat dilakukan melalui intravena dan

intraarterial.

i. Trombolitik intravena

27

Page 28: Stroke. Klpk i

Terapi trombolitik intravena terdiri dari pemberian Recombinant

Tissue Plasminogen Activator (rtPA), pemberian agen trombolitik

yang lain, dan enzim defibrogenating. Pemberian rtPA dapat

meningkatkan perkembangan perbaikan neurologi pasien secara

lengkap dalam 24 jam dan dapat meningkatkan perbaikan outcome

dalam 3 bulan setelah serangan stroke apabila diberikan pada golden

period yaitu dalam waktu 3 jam. RtPA memiliki mekanisme aksi

mengaktifkan plasmin sehingga melisiskan tromboemboli.

Penggunaan rtPA harus dilakukan hati-hati karena dapat

menimbulkan resiko perdarahan.

Pemberian anti trombolitik yang lain seperti streptokinase,

tenecteplase, reteplase, urokinase, anistreplase dan staphylokinase

masih perlu dikaji secara luas. Enzim defibrogenating dapat

diberikan untuk meningkatkan outcome pasien setelah stroke.

ii. Trombolitik Intraarteri

Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan outcome terapi stroke

dengan perbaikan kanal Middle Cerebral Artery (MCA), contohnya

prourikinase.

b) Terapi Antiplatelet

Terapi antiplatelet bertujuan untuk meningkatkan kecepatan

rekanalisasi spontan dan perbaikan mikrovaskuler. Agen antiplatelet dapat

diberikan melalui oral maupun intravena. Pemberian antiplatelet oral dapat

diberikan berupa agen tunggal maupun kombinasi. Contoh agen antiplatelet

oral aspirin, klopidogrel, dipiridamol-aspirin (ASA), tiklopidin.

Pemberian antiplatelet melalui intravena harus secara hati-hati

digunakan untuk mendapatkan hasil yang tepat, contohnya platelet

glikopotein IIb/IIIa inhibitor,abvicimab intravena.

c) Terapi Antikoagulan

Terapi antikoagulan bertujuan untuk mencegah kekambuhan stroke

secara dini dan meningkatkan outcome secara neurologis. Contoh agen

antikoagulan adalah heparin, unfractionated heparin,lowomolecular-weight

heparins (LMWH), heparinoids warfarin. Penggunaannya masih

kontroversial karena beresiko perdarahan intracranial sehingga

pemberiannya perlu mendapat perhatian khusus. Pada dosis berlebih dapat

28

Page 29: Stroke. Klpk i

menyebabkan perdarahan sedangkan dosis rendah efektivitasnya akan

kurang. Penggunaan antikoagulan dikontraindikasikan pada 24 jam pertama

saat pemberian terapi rtPA melalui intravena secara bersamaan.

b. Terapi stroke hemoragik

1) Pembedahan (surgical intervention)

Contoh pembedahan adalah carotid endarterectomy dan carotid stenting.

Pembedahan hanya efektif jika lokasi perdarahan dekat permukaan otak.

AIIRA (angiotensin II receptor antagonis) contohnya candesartan atau

golongan ACE inhibitor. Namun demikian harus selalu disesuaikan dengan

kondisi pasien dan respon pasien terhadap pengobatan.

2) Medikasi berupa:

a) Terapi suportif dengan infuse manitol

Bertujuan untuk mengurangi edema disekitar perdarahan.

b) Pemberian Vit K dan fresh frozen flasma

Jika perdarahannya karena komplikasi pemberian warfarin

c) Pemberian Protamin

Jika perdarahannya akibat pemberian heparin

d) Pemberian Asam Traneksamat

Jika perdarahannya akibat komplikasi pemberian

trombolitik

2. Penatalaksanaan keperawatan

Terapi yang dapat dilakukan oleh perawat pada stroke adalah :

a. Pernapasan, ventilatory support dan suplementasi oksigen.

Tujuan terapi ini adalah untuk mencegah hipoksia dan potensi dan dapat

memperburruk kerusakan otak. Terapi ini dapat dilakukan dengan

menggunakan elective intubation dan endotracheal intubation.

b. Pemantauan temperatur

Apabila temperatur tubuh pasien tinggi, diperlukan terapi yang dapat

menurunkan secara akurat yang diperkirakan dapat meningkatkan prognosis

pasien. Obat yang berperan antara lain, aspirin, ibuprofen dan parasetamol.

c. Terapi dan pemantauan fungsi jantung

29

Page 30: Stroke. Klpk i

Pemantauan fungsi jantung diperlukan untuk mendeteksi ada tidaknya atrial

fibrilasi yang paling tidak diperiksa pada 24 jam pertama. Apabila

ditemukan adanya aritmia yang serius, perlu dilakukan terapi.

d. Pemantauan tekanan darah arteri ( hipertensi atau hipotensi )

Tekanan darah merupakan faktor risiko, sehingga penting dilakukan

pemantauan tekanan darah pasien terlalu rendah (<100/<70 mmHg ),

diperlukan pemberian pemberian cairan normal saline. Pemberian

vasopresor (seperti dopamin) dapat dilakukan apabila normal saline kurang

adekuat. Tekanan darah pasien yang tinggi perlu diterapi dengan obat

antihipertensi yang sesuai dengan ketentuan.

e. Manajemen pengkajian keperawatan terkait peningkatan TIK. Pengkajian

keperawatan yang perlu dilakukan terkait dengan peningkatan TIK yaitu

(Black&Hawks, 2005) :

1) Pemeriksaan GCS.

GCS adalah pengkajian neurologi yang paling umum dan terdapat tiga

komponen pemeriksaan yaitu membuka mata, respon verbal dan respon

motorik. Nilai tertinggi 15 dan nilai terendah 3. pemeriksaan GCS tidak

dapat dilakukan jika klien diintubasi sehingga tidak bisa berbicara, mata

bengkak dan tertutup, tidak bisa berkomunikasi buta, afasia, kehilangan

pendengaran, dan mengalami paraplegi/paralysis. Pemeriksaan GCS pertama

kali menjadi nilai dasar yang akan dibandingkan dengan nilai hasil

pemeriksaan selanjutnya untuk melihat indikasi keparahan. Penurunan nilai

2 poin dengan GCS 9 atau kurang menunjukkan injuri yang serius.

3) Tingkat kesadaran.

Perubahan pertama pada klien dengan gangguan perfusi serebral adalah

perubahan tingkat kesadaran. Pengkajian tingkat kesadaran berlanjut dan

rinci perlu dilakukan sampai klien mencapai kesembuhan maksimal

4) Respon pupil.

Pupil diperiksa tampilan dan respon fisiologisnya.pupil yang terpengaruh

biasanya pada sisi yang sama (ipsilateral) dengan lesi otak yang terjadi, dan

defisit motorik dan sensorik biasanya pada sisi yang berlawanan

(kontralateral). Pemeriksaan pupil meliputi : kesamaan ukuran pupil, ukuran

pupil, posisi pupil (ditengah atau miring), rekasi terhadap cahaya, bentuk

30

Page 31: Stroke. Klpk i

pupil (pupil oval bukti awal peningkatan TIK), akomodasi pupil

(Black&Hawks, 2005).

5) Gerakan mata.

Gerakan mata normalnya bersamaan. Jika bergerak tidak bersamaan

(diskonjugasi), catat dan segera laporkan.

6) Tanda – tanda vital.

Tanda-tanda vital diperiksa setiap 15 menit sampai keadaan klien stabil.

Suhu tubuh diukur setiap 2 jam.pola nafas klien dikaji dengan cermat. Jika

TIK meningkat dan herniasi terjadi di medulla, maka Chusing response

dapat terjadi, sehingga respon ini perlu juga diperiksa.

7) Pemeriksaan saraf kranial.

Pemeriksaan ini misalnya berupa memeriksa gerakan ekstraokular,

gangguan refleks, pemeriksaan otot wajah, dan lain sebagainya.

Selain pemeriksaan diatas, pengkajian menyeluruh terhadap semua data-data

lain dari klien tetap diperlukan untuk mendapatkan data yang lebih lengkap,

sehingga dapat disusun rencana keperawatan dengan akurat dan tepat.

Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan

intracranial yaitu:

1) Defekasi

2) Batuk

3) obstruksi pernafasan

4) muntah

5) positive end expiratory pressure (PEEP)

6) Peubahan posisi

f. Manajemen mobilitas untuk klien stroke:

1) Menaikkan kepala 20-30 derajat untuk mengurangi peningkatan TIK.

2) Bagi klien yang tirah baring lama harus diganti posisi tiap 2 jam sekali

untuk menghindari tekanan pada bagian tubuh yang menonjol dan

menghindari risiko kerusakan integritas kulit.

3) Bagi klien yang mengalami distress pernapasan diberikan posisi

semifowler untuk meningkatkan ekspansi dada.

g. Manajemen nutrisi pada klien stroke antara lain:

31

Page 32: Stroke. Klpk i

1) Memperbaiki keadaan hiperlipidemi, dengan cara memperbaiki pola

makanan dan meningkatkan aktifitas fisik (olahraga teratur), dapat pula

dibantu dengan obat – obatan seperti golongan statin simvastatin,

atorvastatin, dlsb) , atau kombinasi statin& antiplatelet (Pravastatin &

Acetylsalisilic Acid (Novosta®) , dan lain sebagainya.

2) Menghentikan konsumsi rokok

3) Menghentikan konsumsi alcohol

4) Mengurangi obesitas dengan menurunkan berat badan sesuai berat badan

ideal dan olahraga teratur

5) Jika mempunyai penyakit diabetes, harus mengkonsumsi obat – obat

diabetes teratur dan menjaga pola makan serta olahraga teratur

6) Jika mempunyai penyakit hipertensi, harus mengkonsumsi obat – obatan

hipertensi teratur sehingga dapat menjaga tekanan darah stabil

7) Teratur berolahraga dan mengkonsumsi makanan sehat dan kaya nutrisi

8) Rutin memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan

9) Cegah kondisi stress

Terminology (Kata-kata sulit) :

- Afasia: ketidakmampuan berbahasa

- Aneurisma: pelebaran/penipisan pembuluh darah

- Aterosklerosis, merupakan akumulasi kolesterol didalam dinding pembuluh darah

- Aritmia: keadaan denyut jantung yang tidak berirama

- Arteritis: radang pada arteri

- Diplopia: penglihatan kembar

- Disartia : kesulitan berartikulasi

- Endokarditis: peradangan pada endokardium jantung.

- Emboli: penyumbatan pembuluh darah oleh bekuan darah, lemak dan udara yang

telah didistribusi sebelumnya.

- Hemiplegia: kelumpuhan sebelah badan

- Hemiparesis: kelumpuhan otot

- Hemisfer: belahan otak

- Hemostasis: perhentian perdarahan

- Hemoragik: perdarahan

32

Page 33: Stroke. Klpk i

- Herniasi: pembukaan atau pelemahan struktur jaringan.

- Hiperkoagulasi: Darah bertambah kental, peningkatan viskositas

- Infark: kematian sel

- Oklusi: keadaan tertutup, tersumbat.

- Thrombosis: pembentukan pembekuan darah dalam pembuluh darah.

- Viskositas: kekentalan

BAB III

KASUS

A. Uraian Kasus

Tn. A (55 tahun ) datang ke UGD RS AC dengan keluhan merasa pusing, merasa lemas

pada tangan dan kaki kanannya, saat ditanya tidak bisa menjawab secara koheren terhadap

apa yang ditanyakan , bicara pelo. Tn. A memiliki riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang lalu,

dan juga kadar kolestrol yang tinggi. Saat ditanya pasien dan keluarga tidak tahu makanan

seperti apa yag seharusnya dikonsumsi oleh Tn. A. Setelah dilakukan pemeriksaan diagnostik

DC Scan dan MRI didapatkan ada gambaran infark pada lobus parietal-temporal kiri. Selain

itu pemeriksaan darah perifer lengkap, Gula darah sewaktu, gula darah puasa dan gula darah

2 jam post prandial, profil lipid, hemostasis menunjukkan hasil yang tidak normal.

B. Pengkajian

1. Identitas Klien

Nama : Tn. A

Jenis Kelamin : Laki- Laki

Umur : 55 th

2. Keluhan Utama

Pusing, merasa lemas pada tangan dan kaki kanannya

3. Riwayat penyakit dahulu

Menderita hipertensi sejak 5 tahun yang lalu dan kadar kolesterol tinggi

33

Page 34: Stroke. Klpk i

4. Riwayat penyakit sekarang

Klien didiagnosa stroke hemoragik

5. Pemeriksaan diagnostik

CT-Scan dan MRI menunjukkan gambaran infark pada lobus parietal-temporal kiri,

pemeriksaan darah perifer lengkap, gula darah sewaktu, gula darah puasa dan gula

darah 2 jam post prandial, profil lipid, dan hemostasis menunjukkan hasil yang tidak

normal.

C. Analisa Data

Data Etiologi Masalah Keperawatan

DS :

Klien mengatakan

pusing

Klien mengatakan ada

riwayat hipertensi sejak

5 tahun yang lalu

Klien mengatakan ada

riwayat kolesterol

tinggi

DO :

Pemeriksaan CT-Scan

dan MRI didapatkan

ada gambaran infark

pada lobus parietal-

temporal kiri.

Hemostasis

menunjukkan hasil

yang tidak normal.

Factor resiko (hipertensi ,

hiperkolesterol)

Aterosklerosis

Thrombosis

Oklusi

Mikroaneurisma

Perdarahan intraserebral

Perembesan dan penekanan

jaringan otak oleh darah

Stroke

Infark jaringan serebral

Penurunan perfusi

jaringan serebral

34

Page 35: Stroke. Klpk i

Gula darah sewaktu,

gula darah puasa, dan

gula darah 2 jam post

prandial tidak normal.

Profil lipid tidak

normal.

Penurunan perfusi jaringan

cerebral

DS :

-

DO :

Saat ditanya klien tidak

dapat menjawab secara

koheren.

Bicara pelo

Pemeriksaan CT-Scan

dan MRI didapatkan

ada gambaran infark

pada lobus parietal-

temporal kiri.

Factor resiko (hipertensi ,

hiperkolesterol)

Aterosklerosis

Thrombosis

Oklusi

Mikroaneurisma

Perdarahan intraserebral

Perembesan dan penekanan

jaringan otak oleh darah

Stroke

Deficit neurologis

Disfungsi bahasa dan

komunikasi

Disfagia ekspresif

Kerusakan komunikasi verbal

Kerusakan komunikasi

verbal

35

Page 36: Stroke. Klpk i

DS :

Klien mengeluhkan

lemas pada tangan dan

kaki kanannya.

DO :

Klien tampak tidak bisa

menggerakkan tangan

dan kaki kanannya.

Kekuatan otot tungkai

dan lengan sebelah

kanan 0.

Factor resiko (hipertensi ,

hiperkolesterol)

Aterosklerosis

Thrombosis

Oklusi

Mikroaneurisma

Perdarahan intraserebral

Perembesan dan penekanan

jaringan otak oleh darah

Stroke

Deficit neurologis

Kehilangan control volunteer

Kerusakan mobilitas fisik

Kerusakan mobilitas

fisik

DS :

Pasien dan keluarga

mengatakan tidak tahu

makanan seperti apa

yang seharusnya

dikonsumsi oleh Tn. A

DO :

Klien dan juga keluarga

terlihat bingung saat

ditanya mengenai

Factor resiko (hipertensi ,

hiperkolesterol)

Aterosklerosis

Thrombosis

Oklusi

Mikroaneurisma

Kurangnya pengetahuan

dan informasi

36

Page 37: Stroke. Klpk i

kondisi klien.

Perdarahan intraserebral

Perembesan dan penekanan

jaringan otak oleh darah

Stroke

Awam terhadap jenis penyakit

Kurang pengetahuan/informasi

D. Web Of Caution Kasus

37

Kurangnya pengetahuan

Perembesan darah ke parenkim otak

trombosisPenimbunan plak / Aterosklerosis

Factor resiko stroke (Hipertensi dan

Hiperkolesterol)

Penekanan jaringan otak Infark otak

Perdarahan intraserebral (parietal-temporalis)

Pembuluh darah cerebral pecah

(mikroaneurisma)

Desakan tekanan darah

Deficit neurologisInfark serebral

Awam terhadap jenis penyakit dqan prosedur

perawatanstroke

Kerusakan Mobilitas Fisik

Hemiplegia/ hemiparese

Disfungsi bahasa dan komunikasi

Kehilangan control volunteerPenurunan perfusi

jaringan serebral

Disfasia ekspresif

Page 38: Stroke. Klpk i

E. Intervensi Keperawatan1. Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan

intraserebri, oklusi otak, vasospasme, dan edema otak.

Tujuan: dalam waktu 2 x 24 jamperfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.

Kriteria hasil: klien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang. GCS

4,5,6, pupil isokor, refleks cahaya (+), TTV normal ( nadi: 60-100 x/menit, suhu:36-

36,7 C, RR: 16-20 x/menit)⁰

Intervensi Rasionalisasi

Mandiri:

Berikan penjelasan kepada

keluarga klien tentang sebab-

sebab peningkatan TIK dan

akibatnya.

Baringkan klien (tirah baring)

total dengan posisi tidur

telentang tanpa bantal.

Monitor tanda-tanda status

neurologis dengan CGS.

Monitor TTV, seperti tekanan

darah, nadi, suhu, dan frekuensi

pernafasan, serta hati-hati pada

Keluarga lebih berpartisipasi dalam

proses penyembuhan.

Perubahan pada tekanan intrakaranial

akan dapat menyebabkan risiko

terjadinya herniasi otak.

Dapat mengetahui kerusakan otak lebih

lanjut.

Pada keadaan normal, otoregulasi

mempertahan kan keadaan tekanan darah

sistemik berubah secara fluktuasi.

38

Kerusakan Komunikasi Verbal

Page 39: Stroke. Klpk i

hipertensi sistolik.

Monitor asupan dan keluaran.

Bantu klien untuk membatasi

muntah, batuk, anjurkan klien

untuk mengeluarkan nafas

apabila bergerak atau berbalik

ditempat tidur.

Anjurkan klien untuk

menghindari batuk dan

mengejan berlebihan.

Ciptakan lingkungan yang

tenang dan batasi pengunjung.

Kolaborasi:

Berikan cairan perinfus dengan

perhatian ketat.

Monitor AGD bila diperlukan

pemberian oksigen.

Kegagalan otoreguler akan menyebabkan

kerusakan vaskuler serebri yang dapat

dimanifestasikan dengan peningkatan

sistolik dan diikutioleh penurunen

tekanan diastolik, sedangkan peningkatan

suhu dapat menggambarkan perjalanan

infeksi.

Hipertermi dapat menyebabkan

peningkatan IWL dan meniingkatkan

resiko dehidrasi terutama pada klien

yang tidak sadar, mual yang menurunkan

asupan peroral.

Aktivitas ini dapat menyebabkan

peningkatan tekanan intracranial dan

intraabdonmen. Mengeluarkan nafas

sewaktu bergerak atau mengubah posisi

dapat melindungi diri dari efek valsava.

Batuk dan mengejan dapat

meningkatkaan tekanan intrakranialdan

potensial terjadi perdarahan ulang.

Rangsangan aktivitas yang meningkat

dapat meningkatkan kenaikan TIK.

Istirahat total dan ketenangan mungkin

diperlukan untuk pencegahan terhadap

perdarahan dalam kasus stroke

hemoragik lainnya.

Meminimalkan fluaktuasi pada beban

vascular dan tekanan intracranial, retriksi

cairan, dan cairan dapat menurunkan

edema serebri.

Adanya kemungkinan asidosis disertai

dengan pelapasan oksigen pada tingkat

sel dapat menyebabkan terjadinya edema

39

Page 40: Stroke. Klpk i

Berikan terapi sesuai instruksi

dokter seperti:

Steroid

Aminofel

Antibiotik.

serebri.

Tujuan terapi:

Menurunkan permeabilitas kapiler.

Menurunkan edema serebri.

Menurunkan metabolic/konsumsi sel dan

kejang

2. Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area bicara pada hemisfer otak, kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral, dan kelemahan secara umum

Tujuan: Dalam waktu 2 x 24 jam klien dapat menunjukkan pengertian terhadap

masalah komunikasi, mampu meengekspresikan perasaannya, mampu menggunakan

bahasa isyarat.

Kriteria hasil: Terciptanya suatu komunikasi di mana kebutuhan klien dapat

dipenuhi, klien mampu merespons setiap berkomunikasi secara verbal maupun

isyarat.

Intervensi Rasionalisasi

Kaji tipe disfungsi misalnya klien

tidak mengerti tentang kata-kata

atau masalah berbicara atau tidak

mengerti bahasa sendiri

Membantu menentukan kerusakan area pada

otak dan menentukan kesulitan klien dengan

sebagian atau seluruh proses komunikasi,

klien mungkin mempunyai masalah dalam

mengartikan kata-kata (afasia, are Wernicke,

dan kerusakan pada area Broca)

Bedakan afasia dengan disatria Dapat menentukan pilihan intervensi sesuai

dengan tipe gangguan.

Lakukan metode percakapan yang

baik dan lengkap, beri kesempatan

klien untuk mengklarifikasi

Klien dapat kehilangan kemampuan untuk

memantau ucapannya, komunikasinya secara

tidak sadar, dengan melengkapi dapat

merealisasikan pengertian klien dan dapat

mengklasifikasi percakapan.

Katakan untuk mengikuti perintah Untuk menguji afasia reseptif.

40

Page 41: Stroke. Klpk i

secara sederhana seperti tutup

matamu dan lihat ke pintu

Perintahkan klien untuk

menyebutkan nama suatu benda

yang diperlihatkan.

Menguji afasia eekspresif misalnya klien

mengenal benda tersebut tetapi tidak mampu

menyebutkan namanya

Perdengarkan bunyi yang sederhana

seperti “sh...cat”.

Mengidentifikasi disatria komponen berbicara

(lidah, gerakan bibirr, kontrol pernapasan

dapat memengaruhi artikulasi, dan mungkin

tidak terjadinya afasia ekspresif).

Suruh klien untuk menulis nama

atau kalimat pendek, bila tidak

mampu untuk menulis pada papan

tulis, menggambar, dan

mendemonstrasikan secara visual

gerakan tangan.

Menguji ketidakmampuan menulis (agrafia)

dan defisit membaca (aleksia) yang juga

merupakan bagian dari afasia reseptif dan

ekspresif).

Beri peringatan bahwa klien di

ruang ini mengalami gangguan

bicara, sediakan bel khusus bila

perlu.

Untuk kenyamanan berhubungan dengan

ketidakmampuan berkomunikasi.

Pilih metode komunikasi alternatif

misalnya menulis pada papan tulis,

menggambar, dan

mendemonstrasikan secara visual

gerakan tangan.

Memberikan komunikasi dasar sesuai dengan

situasi individu.

Antisipasi dan bantu kebutuhan

klien

Membantu menurunkan frustasi oleh karena

ketergantungan atau ketidkmampuan

berkomunikasi.

Ucapkan langsung kepada klieen

berbicara pelan dan tenang,

gunakan pertanyaan dengan

jawaban “ya” atau “tidak” dan

perhatikan respons klien

Mengurangi kebingungan atau kecemasan

terhadap banyaknya informasi. Memajukan

stimulasi komunikasi ingatan dan kata-kata.

Berbicara dengan nada normal dan

hindari ucapan yang terlalu cepat.

Klien tidak dipaksa untuk mendengar, tidak

menyebabkan klieen marah dan tidak

41

Page 42: Stroke. Klpk i

Berikan waktu klien untuk

berespons.

menyeebabkan rasa frustasi.

Anjurkan pengunjung untuk

berkomunikasi dengan klien

misalnya membaca surat,

membicarakan keluarga.

Menurunkan isolasi sosial dan mengefektifkan

komunikasi.

Bicarakan topik-topik tentang

keluarga, pekerjaan, dan hobi.

Meningkatkan pengertian percakapan dan

kesempatan untuk mempraktikkan

keterampilan praktis dalam berkomunikasi.

Perhatikan percakapan klien dan

hindari berbicara sepihak.

Memungkinkan klien dihargai karena

kemampuan intelektualnya masih baik.

Kolaborasi: konsultasikan ke ahli

terapi bicara.

Mengkaji kemampuan verbal individual dan

sensorik motorik dan fungsi kognitif untuk

mengidentifikasi defisit dan kebutuhan terapi.

3. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan hemiparese/ hemiplagia, kelemahan neuromuscular pada ekstremitas

Tujuan: Dalam 2 x 24 jam klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan

kemampuannya.

Kriteria hasil : Klien dapat ikut serta dalam program latihan, tidak terjadi kontraktur

sendi, meningkatnya kekuatan otot, klien menunjukkan tindakan untuk

meningkatkan mobilitas

Intervensi Rasionalisasi

Kaji mobilitas yang ada dan

observasi terhadap peningkatan

kerusakan. Kaji secara teratur fungsi

motorik.

Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam

melakukan aktivitas.

Ubah posisi klien tiap 2 jam. Menurunkan risiko terjadinya iskemia

jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek

pada daerah yang tertekan

Ajarkan klien untuk melakukan

latihan gerak aktif pada ekstremitas

yang tidak sakit.

Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan

kekuatan otot, serta memperbaiki fungsi

jantung dan pernapasan.

42

Page 43: Stroke. Klpk i

Lakukan gerakan pasif pada

ekstremitas yang sakit.

Otot volunteer akan kehilangan tonus dan

kekuatannya bila tidak dilatih untuk

digerakkan.

Pertahankan sendi 90o terhadap

papan kaki.

Telapak kaki dalam posisi 90o dapat

mencegah footdrop.

Inspeksi kulit bagian distal setiap

hari. Pantau kulit dan membrane

mukosa terhadap iritasi, kemerahan,

atau lecet- lecet.

Deteksi dini aanya gangguan sirkulasi dan

hilangnya sensasi risiko tinggi kerusakan

integritas kulit kemungkinan komplikasi

imobilisasi.

Bantu klien melakukan latihan ROM,

perawatan diri sesuai toleransi.

Untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai

kemampuan.

Memelihara bentuk tulang

belakangdengan cara :

- Matras

- Bed board

Mempertahankan posisi tulang belakang

tetap rata.

Kolaborasi dengan ahli fisioterapi

untuk latihan fisik klien.

Peningkatan kemampuan dalam mobilisasi

ekstremitas dapat ditingkatkan dengan

latihan fisik dari tim fisioterapis.

4. Kurang pengetahuan/informasi berhubungan dengan sumber informasi prosedur

perawatan rumah yang tidak adekuat.

Tujuan: Dalam 1 x 24 jam, informasi dapat diterima klien.

Kriteria hasil : klien dan keluarga mampu mengulang informasi tentang prosedur

perawatan klien.

Intervensi Rasionalisasi

Kaji pengetahuan klien dan keluarga

tentang perawatan klien dengan

stroke.

Mengetahui tingkat pengetahuan dan tingkat

pendidikan akan memudahkan perawat

dalam memberikan informasi yang sesuai

dengan kondisi klien.

Jelaskan pentingnya perawatan Kebutuhan informasi tentang penyakit stroke

43

Page 44: Stroke. Klpk i

kesehatan dirumah pada klien dan

keluarga.

ditujukan agar klien mampu beradaptasi dan

mempunyai kemampuan menghadapi

penyakit. Setiap upaya yang dibuat untuk

menjelaskan keadaan nyata, penyakit dan

pengelolaan kecemasan dan ketakutan yang

muncul dan mungkin merupakan

ketidakmampuan akibat penyakit itu sendiri.

Beri dukungan kepada keluarga

dalam merawat klien.

Keluarga mengalami stress akibat hidup dan

merawat orang yang mengalami

ketidakmampuan.

Fasilitasi anggota keluarga untuk

mengekspresikan perasaannya

terhadap frustasi, marah, dan

perasaan bersalah karena hal ini

sangat membantu mereka.

Akan memudahkan dalam menentukan

intervensi berikutnya.

Berikan mereka informasi tentang

pengobatan dan perawatan yang

mencegah masalah lain muncul.

Pemberi pelayanan kesehatan diikutsertakan

dalam perencanaan dan mungkin sebagai

konsultan dalam mengajarkan klien dan

keluarga tentang tekhnik menurunkan stress,

bekerja sama dalam proses memberikan

perawatan.

F. Penatalaksanaan Farmakologis dan Non-farmakologis.

1. Farmakologis

Penatalaksanaan farmakologis pada klien dengan stroke dibedakan berdasarkan

jenis stroke yang diderita klien. Klien dengan stroke iskemik lebih ditekankan pada

mengatasi penyumbatan yang terjadi pada pembuluh darah. Sedangkan klien dengan

stroke hemoragik lebih ditekankan pada mengatasi perdarahan yang terjadi pada

intraserebral ataupun sub-arachnoid.

2. Non-Farmakologis

Berdasarkan Junaidi (2006) dalam bukunya “Stroke A-Z” banyak pasien stroke

yang berpaling ke terapi alternative non medikasi seperti pijat refleksi untuk

membantu mereka dalam pemulihan. Pijat refleksi dapat memberikan tekanan

44

Page 45: Stroke. Klpk i

kedaerah-daerah tertentu dengan menggunakan jari dan alat. Menurut Asosiasi

Refleksi Kanada, tekanan pada titik-titik tertentu saat terapi pijat refleksi dapat

meredekan ketegangan, meningkatkan sirkulasi, dan membantu meningkatkan fungsi

tubuh.

Para ahli refleksi percaya bahwa pasien stroke bisa mendapatkan manfaat dari

pengobatan jenis ini karena pijatan dengan tekanan dapat mengirimkan sinyal-sinyal

keseimbangan ke system saraf atau melepaskan bahan kimia yang dapat mengurangi

stress dan rasa sakit. Refleksi dilakukan dengan memberikan tekanan dengan maksud

untuk meningkatkan aliran energy ke berbagai bagian tubuh. Selain itu, pijat refleksi

juga dapat merangsang pusat saraf yang dapat meredakan gejala-gejala pada pasien

stroke.

Berdasakan penelitian tahun 2002 yang diterbitkan dalam Biomedical Central

Complementary and Alternative Medicine Journal, dilakukan analisis terhadap

penggunaan terapi alternative pada populasi pasien yan mengikuti rehabilitasi stroke

di Saskatchewan. Dari 117 pasien rehabilitasi yang mengikuti tes ini, 16,1% pasien

mengakui bahwa terapi alternative termasuk pijat refleksi membuat perasaan dan

kesehatan mereka membaik. Sedangkan 83,9% lainnya tidak ada melaporkan

mengalami efek buruk dari perawatan tersebut.

G. Health Education (HE)

Pendidikan kesehatan yang diberikan pada klien untuk mengatasi masalah medisnya,

yaitu:

1. Penjelasan mengenai penyakitnya dan penanganannnya

2. Factor-faktor resiko yang mencetus penyakit.

3. Perbaiki pola makanan dan gaya hidup klien

4. Ajarkan keluarga dan klien untuk melakukan perawatan klien dengan stroke dan

macam penatalaksanaannya.

H. Tujuan Pembelajaran

Setelah membaca makalah ini diharapkan mahasiswa mengetahui informasi

mengenai:

1. Faktor-faktor prediposisi terjadinya Stroke.

2. Proses patofisiologi Stroke.

45

Page 46: Stroke. Klpk i

3. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan, baik secara farmakologi maupun non

farmakologi.

4. Asuhan keperawatan pada pasien Stroke.

DAFTAR PUSTAKA

Black & Hawk. 2005. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Brunner & Suddarth. 2010. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Ikawati, Z. 2011. Farmakoterapi Sistem Saraf Pusat. Yogyakarta: Bursa Ilmu.

Junaidi, I. 2011. Stroke: Waspadai Ancamannya. Yogyakarta: Andi Offset.

Junaidi, I. 2006. Stroke A-Z. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer.

Laksman, H.T. 2005. Kamus Kedokteran. Jakarta: PT Penerbit Djambatan

Muttaqin, A. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem

Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Price SA, Wilson LM. 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis dan Proses-

proses Penyakit, Edisi ke 6. Jakarta : EGC

Takrouri. 2004. The Internet Journal of Health: Intensive Care Unit.

Volume 3 Number 2.Department of Anesthesia College Of Medicine King

Saud University

Williams, L & Wilkins. 2011 Nursing Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta:

Indeks

46

Page 47: Stroke. Klpk i

47