7/27/2019 ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN ANAK BALITA.doc
1/42
Asuhan Neonatus, Bayi Dan Anak Balita
Laman
Beranda 1.word BBLR
2. artikel asfiksia neonatorum
3. pdf neonatus resiko tinggi
4. PPT pendarahan tali pusat
5. gambar image kejang
6. hypotermi
7.hypertermi
8. hypoglikemi
9. bank soal dan tetanus neonatorum
vidio neonatus
NEONATUS RESIKO TINGGI DAN PENATALAKSANAAN-NYA
Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0 28 hari. Kehidupan pada masa
neonatus ini sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar bayi di luar
kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kesakitan
dan angka kematian neonatus. Diperkirakan 2/3 kematian bayi di bawah umur satu tahun
terjadi pada masa neonatus. Peralihan dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterinmemerlukan berbagai perubahan biokimia dan faali. Dengan terpisahnya bayi dari ibu, maka
terjadilah awal proses fisiologik.
Banyak masalah pada bayi baru lahir yang berhubungan dengan gangguan atau
kegagalan penyesuaian biokimia dan faali yang disebabkan oleh prematuritas, kelainan
anatomik, dan lingkungan yang kurang baik dalam kandungan, pada persalinan maupun
sesudah lahir.
Masalah pada neonatus biasanya timbul sebagai akibat yang spesifik terjadi padamasa perinatal. Tidak hanya merupakan penyebab kematian tetapi juga kecacatan. Masalah
http://ayukazuka.blogspot.com/http://ayukazuka.blogspot.com/http://ayukazuka.blogspot.com/p/bblr.htmlhttp://ayukazuka.blogspot.com/p/artikel-asfiksia-neonatorum.htmlhttp://ayukazuka.blogspot.com/p/sindrom-gangguan-pernafasan.htmlhttp://ayukazuka.blogspot.com/p/pendarahan-tali-pusat.htmlhttp://ayukazuka.blogspot.com/p/neonatus-resiko-tinggi-kejang.htmlhttp://ayukazuka.blogspot.com/p/hypotermi.htmlhttp://ayukazuka.blogspot.com/p/neonatus-resiko-tinggi-hypertermi.htmlhttp://ayukazuka.blogspot.com/p/neonatus-resiko-tinggi-hypoglikemi.htmlhttp://ayukazuka.blogspot.com/p/neonatus-resiko-tinggi-tetanus.htmlhttp://ayukazuka.blogspot.com/p/gambar-image.htmlhttp://ayukazuka.blogspot.com/http://ayukazuka.blogspot.com/p/bblr.htmlhttp://ayukazuka.blogspot.com/p/artikel-asfiksia-neonatorum.htmlhttp://ayukazuka.blogspot.com/p/sindrom-gangguan-pernafasan.htmlhttp://ayukazuka.blogspot.com/p/pendarahan-tali-pusat.htmlhttp://ayukazuka.blogspot.com/p/neonatus-resiko-tinggi-kejang.htmlhttp://ayukazuka.blogspot.com/p/hypotermi.htmlhttp://ayukazuka.blogspot.com/p/neonatus-resiko-tinggi-hypertermi.htmlhttp://ayukazuka.blogspot.com/p/neonatus-resiko-tinggi-hypoglikemi.htmlhttp://ayukazuka.blogspot.com/p/neonatus-resiko-tinggi-tetanus.htmlhttp://ayukazuka.blogspot.com/p/gambar-image.htmlhttp://ayukazuka.blogspot.com/7/27/2019 ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN ANAK BALITA.doc
2/42
ini timbul sebagai akibat buruknya kesehatan ibu, perawatan kehamilan yang kurang
memadai, manajemen persalinan yang tidak tepat dan tidak bersih, kurangnya perawatan
bayi baru lahir. Kalau ibu meninggal pada waktu melahirkan, si bayi akan mempunyai
kesempatan hidup yang kecil.
Yang termasuk neonatus resiko tinggi yaitu diantaranya sebagai berikut:
1. BBLR
2. asfiksia neonatorum
3. sindrom, gangguan pernafasan
4. ikterus
5. perdarahan tali pusat
6. kejang
7. hypotermi
8. hypertermi
9. hypoglikemi
10 tetanus neonatorum
BBLR
Definisi
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram
tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu)
jam setelah lahir(3).
Epidemiologi
Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di
dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi di negara-negara berkembang atau
sosio-ekonomi rendah. Secara statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan di
negara berkembang dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan
berat lahir lebih dari 2500 gram (4). BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan
mortalitas, morbiditas dan disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak
jangka panjang terhadap kehidupannya dimasa depan (1,2). Angka kejadian di Indonesia
sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain, yaitu berkisar antara 9%-30%, hasil
studi di 7 daerah multicenter diperoleh angka BBLR dengan rentang 2.1%-17,2 %. Secara
nasional berdasarkan analisa lanjut SDKI, angka BBLR sekitar 7,5 %. Angka ini lebih besar
7/27/2019 ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN ANAK BALITA.doc
3/42
dari target BBLR yang ditetapkan pada sasaran program perbaikan gizi menuju Indonesia
Sehat 2010 yakni maksimal 7% (2,3).
Etiologi
Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur. Faktor ibu yang lain
adalah umur, paritas, dan lain-lain. Faktor plasenta seperti penyakit vaskuler, kehamilan
kembar/ganda, serta faktor janin juga merupakan penyebab terjadinya BBLR(3).
(1) Faktor ibu
a. Penyakit
Seperti malaria, anaemia, sipilis, infeksi TORCH, dan lain-lain
b. Komplikasi pada kehamilan.
Komplikasi yang tejadi pada kehamilan ibu seperti perdarahan antepartum, pre-eklamsia
berat, eklamsia, dan kelahiran preterm.
c. Usia Ibu dan paritas
Angka kejadian BBLR tertinggi ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu dengan
usia
d. Faktor kebiasaan ibu
Faktor kebiasaan ibu juga berpengaruh seperti ibu perokok, ibu pecandu alkohol dan ibu
pengguna narkotika.
(2) Faktor Janin
Prematur, hidramion, kehamilan kembar/ganda (gemeli), kelainan kromosom.
(3) Faktor Lingkungan
Yang dapat berpengaruh antara lain; tempat tinggal di daratan tinggi, radiasi, sosio-
ekonomi dan paparan zat-zat racun (4,7).
Komplikasi
Komplikasi langsung yang dapat terjadi pada bayi berat lahir rendah antara lain (8):
Hipotermia
Hipoglikemia
Gangguan cairan dan elektrolit
Hiperbilirubinemia
Sindroma gawat nafas
Paten duktus arteriosus
7/27/2019 ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN ANAK BALITA.doc
4/42
Infeksi
Perdarahan intraventrikuler
Apnea of Prematurity
AnemiaMasalah jangka panjang yang mungkin timbul pada bayi-bayi dengan berat lahir rendah
(BBLR) antara lain (3,8):
Gangguan perkembangan
Gangguan pertumbuhan
Gangguan penglihatan (Retinopati)
Gangguan pendengaran
Penyakit paru kronis
Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit
Kenaikan frekuensi kelainan bawaan
Diagnosis
Menegakkan diagnosis BBLR adalah dengan mengukur berat lahir bayi dalam jangka waktu
dapat diketahui dengan dilakukan anamesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang (8).
Anamnesis
Riwayat yang perlu ditanyakan pada ibu dalam anamesis untuk menegakkan mencari
etiologi dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya BBLR(3):
Umur ibu
Riwayat hari pertama haid terakir
Riwayat persalinan sebelumnya
Paritas, jarak kelahiran sebelumnya
Kenaikan berat badan selama hamil
Aktivitas
Penyakit yang diderita selama hamil
Obat-obatan yang diminum selama hamil
Pemeriksaan Fisik
Yang dapat dijumpai saat pemeriksaan fisik pada bayi BBLR antara lain (3):
Berat badan
Tanda-tanda prematuritas (pada bayi kurang bulan)
7/27/2019 ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN ANAK BALITA.doc
5/42
Tanda bayi cukup bulan atau lebih bulan (bila bayi kecil untuk masa kehamilan).
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain (3):
Pemeriksaan skor ballard Tes kocok (shake test), dianjur untuk bayi kurang bulan
Darah rutin, glukosa darah, kalau perlu dan tersedia fasilitas diperiksa kadar
elektrolit dan analisa gas darah.
Foto dada ataupun babygram diperlukan pada bayi baru lahir dengan umur
kehamilan kurang bulan dimulai pada umur 8 jam atau didapat/diperkirakan akan
terjadi sindrom gawat nafas.
USG kepala terutama pada bayi dengan umur kehamilan
Penatalaksanaan/ terapi
Medikamentosa
Pemberian vitamin K1(3):
Injeksi 1 mg IM sekali pemberian, atau
Per oral 2 mg sekali pemberian atau 1 mg 3 kali pemberian (saat lahir, umur 3-10
hari, dan umur 4-6 minggu)Diatetik
Bayi prematur atau BBLR mempunyai masalah menyusui karena refleks menghisapnya
masih lemah. Untuk bayi demikian sebaiknya ASI dikeluarkan dengan pompa atau diperas
dan diberikan pada bayi dengan pipa lambung atau pipet. Dengan memegang kepala dan
menahan bawah dagu, bayi dapat dilatih untuk menghisap sementara ASI yang telah
dikeluarkan yang diberikan dengan pipet atau selang kecil yang menempel pada puting. ASI
merupakan pilihan utama(6)
: Apabila bayi mendapat ASI, pastikan bayi menerima jumlah yang cukup dengan
cara apapun, perhatikan cara pemberian ASI dan nilai kemampuan bayi menghisap
paling kurang sehari sekali.
Apabila bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan beratnya naik 20 g/hari selama
3 hari berturut-turut, timbang bayi 2 kali seminggu.Pemberian minum bayi berat
lahir rendah (BBLR) menurut berat badan lahir dan keadaan bayi adalah sebagai
berikut
(3)
:a. Berat lahir 1750 2500 gram
7/27/2019 ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN ANAK BALITA.doc
6/42
- Bayi Sehat
Biarkan bayi menyusu pada ibu semau bayi. Ingat bahwa bayi kecil lebih mudah
merasa letih dan malas minum, anjurkan bayi menyusu lebih sering (contoh; setiap 2 jam)
bila perlu.Pantau pemberian minum dan kenaikan berat badan untuk menilai efektifitas
menyusui.
Apabila bayi kurang dapat menghisap, tambahkan ASI peras dengan menggunakan
salah satu alternatif cara pemberian minum.
- Bayi Sakit
Apabila bayi dapat minum per oral dan tidak memerlukan cairan IV, berikan minum
seperti pada bayi sehat.
Apabila bayi memerlukan cairan intravena:
Berikan cairan intravena hanya selama 24 jam pertama
Mulai berikan minum per oral pada hari ke-2 atau segera setelah bayi stabil. Anjurkan
pemberian ASI apabila ibu ada dan bayi menunjukkan tanda-tanda siap untuk menyusu.
Apabila masalah sakitnya menghalangi proses menyusui (contoh; gangguan nafas,
kejang), berikan ASI peras melalui pipa lambung :
o Berikan cairan IV dan ASI menurut umur
o Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; 3 jam sekali). Apabila bayi telah mendapat
minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar berikan tambahan ASI setiap kali
minum. Biarkan bayi menyusu apabila keadaan bayi sudah stabil dan bayi menunjukkan
keinginan untuk menyusu dan dapat menyusu tanpa terbatuk atau tersedak.
b. Berat lahir 1500-1749 gram
- Bayi Sehat
Berikan ASI peras dengan cangkir/sendok. Bila jumlah yang dibutuhkan tidak dapat
diberikan menggunakan cangkir/sendok atau ada resiko terjadi aspirasi ke dalam paru (batuk
atau tersedak), berikan minum dengan pipa lambung. Lanjutkan dengan pemberian
menggunakan cangkir/ sendok apabila bayi dapat menelan tanpa batuk atau tersedak (ini
dapat berlangsung setela 1-2 hari namun ada kalanya memakan waktu lebih dari 1 minggu)
Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (misal setiap 3 jam). Apabila bayi telah mendapatkan
minum 160/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum.
Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk
menyusui langsung.
- Bayi Sakit
7/27/2019 ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN ANAK BALITA.doc
7/42
Berikan cairan intravena hanya selama 24 jam pertama
Beri ASI peras dengan pipa lambung mulai hari ke-2 dan kurangi jumlah cairan IV secara
perlahan.
Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; tiap 3 jam). Apabila bayi telah mendapatkan
minum 160/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum.
Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok apabila kondisi bayi sudah stabil
dan bayi dapat menelan tanpa batuk atau tersedak
Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk
menyusui langsung.
c. Berat lahir 1250-1499 gram
- Bayi Sehat
Beri ASI peras melalui pipa lambung
Beri minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; setiap 3 jam). Apabila bayi telah mendapatkan
minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali
minum
Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok.
Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk
menyusui langsung.
- Bayi Sakit
Beri cairan intravena hanya selama 24 jam pertama.
Beri ASI peras melalui pipa lambung mulai hari ke-2 dan kurangi jumlah cairan intravena
secara perlahan.
Beri minum 8 kali dalam 24 jam (setiap 3 jam). Apabila bayi telah mendapatkan minum 160
ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum
Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok.
Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untukmenyusui langsung.
d. Berat lahir tidak tergantung kondisi)
Berikan cairan intravena hanya selama 48 jam pertama
Berikan ASI melalui pipa lambung mulai pada hari ke-3 dan kurangi pemberian cairan
intravena secara perlahan.
Berikan minum 12 kali dalam 24 jam (setiap 2 jam). Apabila bayi telah mendapatkan minum
160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minumLanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok.
7/27/2019 ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN ANAK BALITA.doc
8/42
Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk
menyusui langsung.
Suportif
Hal utama yang perlu dilakukan adalah mempertahankan suhu tubuh normal (3):
Gunakan salah satu cara menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi,
seperti kontak kulit ke kulit, kangaroo mother care, pemancar panas, inkubator atau
ruangan hangat yang tersedia di tempat fasilitas kesehatan setempat sesuai petunjuk.
Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin,Ukur suhu tubuh
dengan berkala
Yang juga harus diperhatikan untuk penatalaksanaan suportif ini adalah :
Jaga dan pantau patensi jalan nafas
Pantau kecukupan nutrisi, cairan dan elektrolit
Bila terjadi penyulit, harus dikoreksi dengan segera (contoh; hipotermia, kejang,
gangguan nafas, hiperbilirubinemia)
Berikan dukungan emosional pada ibu dan anggota keluarga lainnya
Anjurkan ibu untuk tetap bersama bayi. Bila tidak memungkinkan, biarkan ibu
berkunjung setiap saat dan siapkan kamar untuk menyusui.
Pemantauan (Monitoring)
Pemantauan saat dirawat
a. Terapi
Bila diperlukan terapi untuk penyulit tetap diberikan
Preparat besi sebagai suplemen mulai diberikan pada usia 2 minggu
b. Tumbuh kembang
Pantau berat badan bayi secara periodik
Bayi akan kehilangan berat badan selama 7-10 hari pertama (sampai 10% untuk bayi dengan
berat lair 1500 gram dan 15% untuk bayi dengan berat lahir
Bila bayi sudah mendapatkan ASI secara penuh (pada semua kategori berat lahir) dan telah
berusia lebih dari 7 hari :
- Tingkatkan jumlah ASI denga 20 ml/kg/hari sampai tercapai jumlah 180 ml/kg/hari
7/27/2019 ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN ANAK BALITA.doc
9/42
- Tingkatkan jumlah ASI sesuai dengan peningkatan berat badan bayi agar jumlah pemberian
ASI tetap 180 ml/kg/hari
- Apabila kenaikan berat badan tidak adekuat, tingkatkan jumlah pemberian ASI hingga 200
ml/kg/hari
- Ukur berat badan setiap hari, panjang badan dan lingkar kepala setiap minggu.
Pemantauan setelah pulang
Diperlukan pemantauan setelah pulang untuk mengetahui perkembangan bayi dan
mencegah/ mengurangi kemungkinan untuk terjadinya komplikasi setelah pulang sebagai
berikut (3,4):
Sesudah pulang hari ke-2, ke-10, ke-20, ke-30, dilanjutkan setiap bulan.
Hitung umur koreksi
Pertumbuhan; berat badan, panjang badan dan lingkar kepala.
Tes perkembangan, Denver development screening test (DDST)
Awasi adanya kelainan bawaan
Pencegahan
Pada kasus bayi berat lahir rendah (BBLR) pencegahan/ preventif adalah langkah yang
penting. Hal-hal yang dapat dilakukan (3):
1. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali selama kurun kehamilan
dan dimulai sejak umur kehamilan muda. Ibu hamil yang diduga berisiko, terutama faktor
risiko yang mengarah melahirkan bayi BBLR harus cepat dilaporkan, dipantau dan dirujuk
pada institusi pelayanan kesehatan yang lebih mampu
2. Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim, tanda
tanda bahaya selama kehamilan dan perawatan diri selama kehamilan agar mereka dapatmenjaga kesehatannya dan janin yang dikandung dengan baik
3. Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinannya pada kurun umur reproduksi sehat (20-34
tahun)
4. Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut berperan dalam meningkatkan pendidikan
ibu dan status ekonomi keluarga agar mereka dapat meningkatkan akses terhadap
pemanfaatan pelayanan antenatal dan status gizi ibu selama hamil
2. asfiksia neonatorum
7/27/2019 ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN ANAK BALITA.doc
10/42
BATASAN
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau
beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan keadaan PaO2 di dalam darah rendah
(hipoksemia), hiperkarbia (Pa CO2 meningkat) dan asidosis.
PATOFISIOLOGI
Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya hipoksia dan
iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional dan biokimia pada janin. Faktor ini
yang berperan pada kejadian asfiksia.
GEJALA KLINIK
Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100 x/menit, kulit
sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap refleks rangsangan.
DIAGNOSIS
Anamnesis : Gangguan/kesulitan waktu lahir, lahir tidak bernafas/menangis.
Pemeriksaan fisik :
Nilai Apgar
Klinis 0 1 2
Detak jantung Tidak ada < 100 x/menit >100x/menit
Pernafasan Tidak ada Tak teratur Tangis kuat
Refleks saat jalan nafasdibersihkan
Tidak ada Menyeringai Batuk/bersin
Tonus otot Lunglai Fleksi ekstrimitas(lemah)
Fleksi kuat gerakaktif
Warna kulit Biru pucat Tubuh merahekstrimitas biru
Merah seluruhtubuh
Nilai 0-3 : Asfiksia berat
Nilai 4-6 : Asfiksia sedang
Nilai 7-10 : Normal
Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5 menit
masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7.Nilai Apgar
berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan menentukan prognosis,
7/27/2019 ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN ANAK BALITA.doc
11/42
bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi
tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor Apgar)
Pemeriksaan penunjang :
- Foto polos dada
- USG kepala
- Laboratorium : darah rutin, analisa gas darah, serum elektrolit
Penyulit
Meliputi berbagai organ yaitu :
- Otak : hipoksik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis
- Jantung dan paru : hipertensi pulmonal persisten pada neonatus, perdarahan paru, edema
paru
- Gastrointestinal : enterokolitis nekrotikans
- Ginjal : tubular nekrosis akut, SIADH
- Hematologi : DIC
PENATALAKSANAAN
Resusitasi Tahapan resusitasi tidak melihat nilai apgar (lihat bagan)
Terapi medikamentosa :Epinefrin :
Indikasi :
- Denyut jantung bayi < 60 x/m setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi adekuat dan
pemijatan dada.
- Asistolik.
Dosis :
- 0,1-0,3 ml/kg BB dalam larutan 1 : 10.000 (0,01 mg-0,03 mg/kg BB) Cara : i.v atau
endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu.
Volume ekspander :
Indikasi :
- Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada respon
dengan resusitasi.
- Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai adanya
pucat, perfusi buruk, nadi kecil/lemah, dan pada resusitasi tidak memberikan respon yangadekuat.
7/27/2019 ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN ANAK BALITA.doc
12/42
Jenis cairan :
- Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat)
- Transfusi darah golongan O negatif jika diduga kehilangan darah banyak.
Dosis :
- Dosis awal 10 ml/kg BB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan
respon klinis.
Bikarbonat :
Indikasi :
- Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahir yang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila
ventilasi dan sirkulasi sudah baik.
- Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia harus disertai
dengan pemeriksaan analisa gas darah dan kimiawi.
Dosis : 1-2 mEq/kg BB atau 2 ml/Kg BB (4,2%) atau 1 ml/kg bb (8,4%)
Cara :
- Diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak diberikan secara intravena
dengan kecepatan minimal 2 menit.
Efek samping :
- Pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari bikarbonat merusak fungsi
miokardium dan otak.
Nalokson :
- Nalokson hidrochlorida adalah antagonis narkotik yang tidak menyebabkan depresipernafasan. Sebelum diberikan nalakson ventilasi harus adekuat dan stabil.
Indikasi :
- Depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan narkotik 4 jam sebelum
persalinan.
- Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya baru dicurigai sebagai pemakai obat
narkotika sebab akan menyebabkan tanda with drawltiba-tiba pada sebagian bayi.
Dosis : 0,1 mg/kg BB (0,4 mg/ml atau 1 mg/ml)Cara : Intravena, endotrakeal atau bila perpusi baik diberikan i.m atau s.c
7/27/2019 ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN ANAK BALITA.doc
13/42
Suportif
Jaga kehangatan.
Jaga saluran napas agar tetap bersih dan terbuka.
Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah dan elektrolit)
7/27/2019 ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN ANAK BALITA.doc
14/42
Bagan Resusistasi neonatus
7/27/2019 ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN ANAK BALITA.doc
15/42
Uji kembali efektifitas :Ventilasi Kompresi dadaIntubasi Endotrakeal
- Pemberian epinefrinPertimbangkan kemungkinan :
HipovolemiaAsidosis metabolik berat
Resusitasi dinilai tidak berhasil jika :
apnea dan denyut jantung 0 setelah
dilakukan resusitasi secara efektif
selama 15 menit.
7/27/2019 ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN ANAK BALITA.doc
16/42
3. sindrom gangguan pernafasan
. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. DEFENISI
Sindrom gawat nafas neonatus merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau
hiperapnea dengan frekuensi pernafasan lebih dari 60 kali per menit, sianosis, merintih,
waktu ekspirasi dan retraksi di daerah epigastrium, interkostal pada saat inspirasi
(Perawatan Anak Sakit, Ngastiah. Hal 3). Penyakit Membran Hialin (PMH)
Penyebab kelainan ini adalah kekurangan suatu zat aktif pada alveoli yang mencegah kolaps
paru. PMH sering kali mengenai bayi prematur, karena produksi surfaktan yang di mulai
sejak kehamilan minggu ke 22, baru mencapai jumlah cukup menjelang cukup bulan.
2. PATOFISIOLOGI
Penyebab PMH adalah surfaktan paru. Surfaktan paru adalah zat yang memegang
peranan dalam pengembangan paru dan merupakan suatu kompleks yang terdiri dari protein,
karbohidrat, dan lemak. Senyawa utama zat tersebut adalah lesitin. Zat ini mulai di bentuk
pada kehamilan 22-24 minggu dan mencapai maksimum pada minggu ke 35. Fungsi
surfaktan adalah untuk merendahkan tegangan permukaan alveolus akan kembali kolaps
setiap akhir ekspirasi, sehingga untuk bernafas berikutnya di butuhkan tekanan negatif
intrathoraks yang lebih besar dan di sertai usaha inspiarsi yang lebih kuat. Kolaps paru ini
menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2. dan oksidosis.
3. PROGNOSIS
Prognosis bayi dengan PMH terutama ditentukan oleh prematuritas serta beratnya
penyakit. Bayi yang sembuh mempunyai kesempatan tumbuh dan kembang sama dengan
bayi prematur lain yang tidak menderita PMH.
4. GAMBARAN KLINIS
PMH umumnya terjadi pada bayi prematur dengan berat badan 1000-2000 gram.
Atau masa generasi 30-36 minggu. Gangguan pernafasan mulai tampak dalam 6-8 jam
pertama setelah lahir dan gejala yang karakteritis mulai terlihat pada umur 24-72 jam
7/27/2019 ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN ANAK BALITA.doc
17/42
5. PEMERIKSAAN DIAKNOSTIK
Foto thorak Atas dasar adanya gangguan pernafasan yang dapat di sebabkan oleh
berbagai penyebab dan untuk melihat keadaan paru, maka bayi perlu dilakukan
pemeriksaan foto thoraks. Pemeriksaan darah : perlu pemeriksaan darah lengkap,
analisis gas darah dan elektrolit.
6. PENATALAKSANAAN
Tindakan yang perlu dilakukan :
1. Memberikan lingkungan yang optimal, suhu tubuh bayi harus dalam batas normal (36.5-
37oc) dan meletakkan bayi dalam inkubator.
2. Pemberian oksigen dilakukan dengan hati-hati karena terpengaruh kompleks terhadap
bayi prematur, pemberian oksigen terlalu banyak menimbulkan komplikasi fibrosis
paru, kerusakan retina dan lain-lain.
3. Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlu untuk mempertahankan hemeostasis dan
menghindarkan dehidrasi. Permulaan diberikan glukosa 5-10 % dengan jumlah 60-125
ML/ Kg BB/ hari.
4. Pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder. Penisilin dengan dosis 50.000-
10.000 untuk / kg BB / hari / ampisilin 100 mg / kg BB/ hari dengan atau tanpa
gentasimin 3-5 mg / kg BB / hari.
5. Kemajuan terakhir dalam pengobatan pasien PMH adalah pemberian surfaktan
ekstrogen ( surfaktan dari luar).
6. Keperawatan Pada umumnya dengan BB lahir 1000-2000 gr dan masa kehamilan
kurang dari 36 minggu.
1. Bahaya kedinginan Bayi PMH adalah bayi prematur sehingga kulitnya sangat tipis,
jaringan lemak belum berbentuk dan pusat pengatur suhu belum sempurna. Akibatnya
bayi dapat jatuh dalam keadaan cold injury, sianosis, dispnea, kemudian apnea. Untuk
mencegah harus dirawat dalam inkubator yang dapat mempertahankan suhu bayi
36.537oc.
7/27/2019 ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN ANAK BALITA.doc
18/42
2. Resiko terjadi gangguan pernafasanGejala pertama biasanya timbul dalam 4 jam setelah
lahir. Tata laksana perawatan bayi prematur adalah Dirawat dalam inkubator dengan
suhu optimum
3. Bila bayi mulai terlihat sianosis, dispnea / hiperapsnea segera berikan oksigen.
4. kesukaran dalam pemberian makanan Untuk memenuhi kebutuhan kalori maka
dipasang infus dengan cairan glukosa 5-10 %. Makanan bayi yang terbaik adalah asi.
Karena itu selama bayi belum diberi asi harus tetap pertahankan dengan memompa
payudara ibu setiap 3 jam.
5. Resiko mendapat infeksiUntuk mencegah infeksi, perawat harus bekerja secara aseptik
dan inkubator harus aseptik pula. Ruangan tempat merawat bayi terpisah, bersih, dan
tidak di benarkan banyak orang memasuki ruangan tersebut kecuali petugas, semua alat
yang diperlukan harus steril.
6. Kebutuhan rasa nyama Gangguan rasa nyaman dapat terjadi akibat tindakan medis,
misalnya penghisapan lendir, pemasangan infus dll. Untuk memenuhi kebutuhan
psikologisnya selain sikap yang lembut setiap menolong bayi dalam memberi pasi harus
di pangku.
4. ikterus
A. Definisi
Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa
karena adanya deposisi produk akhir katabolisme hem yaitu bilirubin. Secara klinis, ikterus
pada neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum lebih 5 mg/dL.
Hiperbilirubinemia adalah keadaan kadar bilirubin dalam darah >13 mg/dL.Pada bayi baru lahir, ikterus yang terjadi pada umumnya adalah fisiologis, kecuali:
Timbul dalam 24 jam pertama kehidupan.
Bilirubin total/indirek untuk bayi cukup bulan > 13 mg/dL atau bayi kurang bulan >10
mg/dL.
Peningkatan bilirubin > 5 mg/dL/24 jam.
Kadar bilirubin direk > 2 mg/dL.
7/27/2019 ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN ANAK BALITA.doc
19/42
Ikterus menetap pada usia >2 minggu.
Terdapat faktor risiko.
Efek toksik bilirubin ialah neurotoksik dan kerusakan sel secara umum. Bilirubin
dapat masuk ke jaringan otak. Ensefalopati bilirubin adalah terdapatnya tanda-tanda klinis
akibat deposit bilirubin dalam sel otak. Kelainan ini dapat terjadi dalam bentuk akut atau
kronik. Bentuk akut terdiri atas 3 tahap; tahap 1 (1-2 hari pertama): refleks isap lemah,
hipotonia, kejang; tahap 2 (pertengahan minggu pertama): tangis melengking, hipertonia,
epistotonus; tahap 3 (setelah minggu pertama): hipertoni. Bentuk kronik: pada tahun
pertama: hipotoni, motorik terlambat. Sedang setelah tahun pertama didapati gangguan
gerakan, kehilangan pendengaran sensorial.
B. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, dari 4 juta bayi yang lahir setiap tahunnya, sekitar 65%
mengalami ikterus. Sensus yang dilakukan pemerintah Malaysia pada tahun 1998
menemukan sekitar 75% bayi baru lahir mengalami ikterus pada minggu pertama.
Di Indonesia, didapatkan data ikterus neonatorum dari beberapa rumah sakit
pendidikan. Sebuah studi cross-sectional yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat
Rujukan Nasional Cipto Mangunkusumo selama tahun 2003, menemukan prevalensi
ikterus pada bayi baru lahir sebesar 58% untuk kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 29,3%
dengan kadar bilirubin di atas 12 mg/dL pada minggu pertama kehidupan. RS Dr. Sardjito
melaporkan sebanyak 85% bayi cukup bulan sehat mempunyai kadar bilirubin di atas 5
mg/dL dan 23,8% memiliki kadar bilirubin di atas 13 mg/dL. Pemeriksaan dilakukan pada
hari 0, 3 dan 5. Dengan pemeriksaan kadar bilirubin setiap hari, didapatkan ikterus dan
hiperbilirubinemia terjadi pada 82% dan 18,6% bayi cukup bulan. Sedangkan pada bayi
kurang bulan, dilaporkan ikterus dan hiperbilirubinemia ditemukan pada 95% dan 56%
bayi. Tahun 2003 terdapat sebanyak 128 kematian neonatal (8,5%) dari 1509 neonatus yang
dirawat dengan 24% kematian terkait hiperbilirubinemia.
Data yang agak berbeda didapatkan dari RS Dr. Kariadi Semarang, di mana insidens
ikterus pada tahun 2003 hanya sebesar 13,7%, 78% di antaranya merupakan ikterus
fisiologis dan sisanya ikterus patologis. Angka kematian terkait hiperbilirubinemia sebesar
7/27/2019 ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN ANAK BALITA.doc
20/42
13,1%. Didapatkan juga data insidens ikterus pada bayi cukup bulan sebesar 12,0% dan
bayi kurang bulan 22,8%.
Insidens ikterus neonatorum di RS Dr. Soetomo Surabaya sebesar 30% pada tahun
2000 dan 13% pada tahun 2002. Perbedaan angka yang cukup besar ini mungkin
disebabkan oleh cara pengukuran yang berbeda. Di RS Dr. Cipto Mangunkusumo ikterus
dinilai berdasarkan kadar bilirubin serum total > 5 mg/dL; RS Dr. Sardjito menggunakan
metode spektrofotometrik pada hari ke-0, 3 dan 5 ;dan RS Dr. Kariadi menilai ikterus
berdasarkan metode visual.
C. Etiologi dan Faktor Risiko
1. Etiologi
Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir, karena:
Hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak dan berumur lebih
pendek.
Fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah dan fungsi enzim glukuronil transferase,
UDPG/T dan ligand dalam protein belum adekuat) -> penurunan ambilan bilirubin oleh
hepatosit dan konjugasi.
Sirkulus enterohepatikus meningkat karena masih berfungsinya enzim -> glukuronidasedi usus dan belum ada nutrien.
Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan (ikterus nonfisiologis) dapat disebabkan
oleh faktor/keadaan:
Hemolisis akibat inkompatibilitas ABO atau isoimunisasi Rhesus, defisiensi G6PD,
sferositosis herediter dan pengaruh obat.
Infeksi, septikemia, sepsis, meningitis, infeksi saluran kemih, infeksi intra uterin.
Polisitemia.
Ekstravasasi sel darah merah, sefalhematom, kontusio, trauma lahir.
Ibu diabetes.
Asidosis.
Hipoksia/asfiksia.
7/27/2019 ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN ANAK BALITA.doc
21/42
Sumbatan traktus digestif yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi enterohepatik.
2. Faktor Risiko
Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum:
a. Faktor Maternal
Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani)
Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)
Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik.
ASI
b. Faktor Perinatal
Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)
Infeksi (bakteri, virus, protozoa)
c. Faktor Neonatus
Prematuritas
Faktor genetik
Polisitemia
Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)
Rendahnya asupan ASI
Hipoglikemia
Hipoalbuminemia
D. Patofisiologi
Bilirubin pada neonatus meningkat akibat terjadinya pemecahan eritrosit. Bilirubin
mulai meningkat secara normal setelah 24 jam, dan puncaknya pada hari ke 3-5. Setelah itu
7/27/2019 ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN ANAK BALITA.doc
22/42
perlahan-lahan akan menurun mendekati nilai normal dalam beberapa minggu.
1. Ikterus fisiologis
Secara umum, setiap neonatus mengalami peningkatan konsentrasi bilirubin serum,
namun kurang 12 mg/dL pada hari ketiga hidupnya dipertimbangkan sebagai ikterus
fisiologis. Pola ikterus fisiologis pada bayi baru lahir sebagai berikut: kadar bilirubin serum
total biasanya mencapai puncak pada hari ke 3-5 kehidupan dengan kadar 5-6 mg/dL,
kemudian menurun kembali dalam minggu pertama setelah lahir. Kadang dapat muncul
peningkatan kadar bilirubin sampai 12 mg/dL dengan bilirubin terkonyugasi < 2 mg/dL.
Pola ikterus fisiologis ini bervariasi sesuai prematuritas, ras, dan faktor-faktor lain.
Sebagai contoh, bayi prematur akan memiliki puncak bilirubin maksimum yang lebih tinggi
pada hari ke-6 kehidupan dan berlangsung lebih lama, kadang sampai beberapa minggu.
Bayi ras Cina cenderung untuk memiliki kadar puncak bilirubin maksimum pada hari ke-4
dan 5 setelah lahir. Faktor yang berperan pada munculnya ikterus fisiologis pada bayi baru
lahir meliputi peningkatan bilirubin karena polisitemia relatif, pemendekan masa hidup
eritrosit (pada bayi 80 hari dibandingkan dewasa 120 hari), proses ambilan dan konyugasi di
hepar yang belum matur dan peningkatan sirkulasi enterohepatik.
Gambar berikut menunjukan metabolisme pemecahan hemoglobin dan pembentukan
bilirubin.
7/27/2019 ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN ANAK BALITA.doc
23/42
2. Ikterus pada bayi mendapat ASI (Breast milk jaundice)
Pada sebagian bayi yang mendapat ASI eksklusif, dapat terjadi ikterus yang yang
berkepanjangan. Hal ini dapat terjadi karena adanya faktor tertentu dalam ASI yang diduga
meningkatkan absorbsi bilirubin di usus halus. Bila tidak ditemukan faktor risiko lain, ibu
tidak perlu khawatir, ASI tidak perlu dihentikan dan frekuensi ditambah.
Apabila keadaan umum bayi baik, aktif, minum kuat, tidak ada tata laksana khususmeskipun ada peningkatan kadar bilirubin.
E. Penegakan Diagnosis
1. Visual Metode visual memiliki angka kesalahan yang tinggi, namun masih dapat
digunakan apabila tidak ada alat. Pemeriksaan ini sulit diterapkan pada neonatus kulit
berwarna, karena besarnya bias penilaian. Secara evidence pemeriksaan metode visual tidak
direkomendasikan, namun apabila terdapat keterbatasan alat masih boleh digunakan untuk
tujuan skrining dan bayi dengan skrining positif segera dirujuk untuk diagnostik dan tatalaksana lebih lanjut.
WHO dalam panduannya menerangkan cara menentukan ikterus secara visual,
sebagai berikut:
Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari dengan cahaya
matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan
buatan dan bisa tidak terlihat pada pencahayaan yang kurang.
Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna di bawah kulit dan
jaringan subkutan.
7/27/2019 ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN ANAK BALITA.doc
24/42
Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang tampak
kuning. (tabel 1)
3. Bilirubin Serum Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan
diagnosis ikterus neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut.
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pemeriksaan serum
bilirubin adalah tindakan ini merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat
meningkatkan morbiditas neonatus. Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin total.
Sampel serum harus dilindungi dari cahaya (dengan aluminium foil) Beberapa senter
menyarankan pemeriksaan bilirubin direk, bila kadar bilirubin total > 20 mg/dL atau
usia bayi > 2 minggu.
4. Bilirubinometer Transkutan Bilirubinometer adalah instrumen spektrofotometrik yangbekerja dengan prinsip memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya dengan panjang
gelombang 450 nm. Cahaya yang dipantulkan merupakan representasi warna kulit
neonatus yang sedang diperiksa.
Pemeriksaan bilirubin transkutan (TcB) dahulu menggunakan alat yang amat
dipengaruhi pigmen kulit. Saat ini, alat yang dipakai menggunakan multiwavelength
spectral reflectance yang tidak terpengaruh pigmen. Pemeriksaan bilirubin transkutan
dilakukan untuk tujuan skrining, bukan untuk diagnosis.Briscoe dkk. (2002) melakukan sebuah studi observasional prospektif untuk
mengetahui akurasi pemeriksaan bilirubin transkutan (JM 102) dibandingkan dengan
pemeriksaan bilirubin serum (metode standar diazo). Penelitian ini dilakukan di Inggris,
melibatkan 303 bayi baru lahir dengan usia gestasi >34 minggu. Pada penelitian ini
hiperbilirubinemia dibatasi pada konsentrasi bilirubin serum >14.4 mg/dL (249 umol/l).
Dari penelitian ini didapatkan bahwa pemeriksaan TcB dan Total Serum Bilirubin
(TSB) memiliki korelasi yang bermakna (n=303, r=0.76, p
7/27/2019 ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN ANAK BALITA.doc
25/42
5. Pemeriksaan bilirubin bebas dan CO Bilirubin bebas secara difusi dapat melewati sawar
darah otak. Hal ini menerangkan mengapa ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada
konsentrasi bilirubin serum yang rendah.
Beberapa metode digunakan untuk mencoba mengukur kadar bilirubin bebas. Salah
satunya dengan metode oksidase-peroksidase. Prinsip cara ini berdasarkan kecepatan
reaksi oksidasi peroksidasi terhadap bilirubin. Bilirubin menjadi substansi tidak
berwarna. Dengan pendekatan bilirubin bebas, tata laksana ikterus neonatorum akan
lebih terarah.
Seperti telah diketahui bahwa pada pemecahan heme dihasilkan bilirubin dan gas CO
dalam jumlah yang ekuivalen. Berdasarkan hal ini, maka pengukuran konsentrasi CO
yang dikeluarkan melalui pernapasan dapat digunakan sebagai indeks produksi
bilirubin.
Tabel 1. Perkiraan Klinis Tingkat Keparahan Ikterus
Usia Kuning terlihat pada Tingkat keparahan ikterusHari 1Hari 2Hari 3
Bagian tubuh manapunTengan dan tungkaiTangan dan kaki
Berat
Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada hari pertama dan terlihat pada
lengan, tungkai, tangan dan kaki pada hari kedua, maka digolongkan sebagai ikterus sangat
berat dan memerlukan terapi sinar secepatnya. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan
kadar bilirubin serum untuk memulai terapi sinar.
F. Tata laksana
1. Ikterus Fisiologis
Bayi sehat, tanpa faktor risiko, tidak diterapi. Perlu diingat bahwa pada bayi sehat, aktif,
minum kuat, cukup bulan, pada kadar bilirubin tinggi, kemungkinan terjadinya kernikterussangat kecil. Untuk mengatasi ikterus pada bayi yang sehat, dapat dilakukan beberapa cara
berikut:
Minum ASI dini dan sering
Terapi sinar, sesuai dengan panduan WHO
Pada bayi yang pulang sebelum 48 jam, diperlukan pemeriksaan ulang dan kontrol lebih
cepat (terutama bila tampak kuning).
7/27/2019 ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN ANAK BALITA.doc
26/42
Bilirubin serum total 24 jam pertama > 4,5 mg/dL dapat digunakan sebagai faktor prediksi
hiperbilirubinemia pada bayi cukup bulan sehat pada minggu pertama kehidupannya. Hal ini
kurang dapat diterapkan di Indonesia karena tidak praktis dan membutuhkan biaya yang
cukup besar.
Tata laksana Awal Ikterus Neonatorum (WHO)
Mulai terapi sinar bila ikterus diklasifikasikan sebagai ikterus berat.
Tentukan apakah bayi memiliki faktor risiko berikut: berat lahir < 2,5 kg, lahir sebelum
usia kehamilan 37 minggu, hemolisis atau sepsis
Ambil contoh darah dan periksa kadar bilirubin serum dan hemoglobin, tentukan
golongan darah bayi dan lakukan tes Coombs:
Bila kadar bilirubin serum di bawah nilai dibutuhkannya terapi sinar, hentikan terapi
sinar.
Bila kadar bilirubin serum berada pada atau di atas nilai dibutuhkannya terapi sinar,
lakukan terapi sinar
Bila faktor Rhesus dan golongan darah ABO bukan merupakan penyebab hemolisis atau
bila ada riwayat defisiensi G6PD di keluarga, lakukan uji saring G6PD bila
memungkinkan.
Tentukan diagnosis banding
2. Tata laksana Hiperbilirubinemia Hemolitik
Paling sering disebabkan oleh inkompatibilitas faktor Rhesus atau golongan darah
ABO antara bayi dan ibu atau adanya defisiensi G6PD pada bayi. Tata laksana untuk
keadaan ini berlaku untuk semua ikterus hemolitik, apapun penyebabnya.
Bila nilai bilirubin serum memenuhi kriteria untuk dilakukannya terapi sinar, lakukan
terapi sinar.
Bila rujukan untuk dilakukan transfusi tukar memungkinkan:
Bila bilirubin serum mendekati nilai dibutuhkannya transfusi tukar, kadar hemoglobin 410 C anak bisa mengalami kejang, sedangkan suhu > 420 C dapat
menyebabkan denaturasi dan kerusakan sel secara langsung.
Akibat yang bisa terjadi pada hiperpirexia :
1. Renjatan / Hipovolemi
2. Gangguan fungsi jantung
3. Gangguan fungsi koagulasi
7/27/2019 ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN ANAK BALITA.doc
37/42
4. Gangguan fungsi ginjal
5. Nekrosis hepatosellular
6. Hiperventilasi, yang dapat menyebabkan hipokapnea, alkalosis dan tetani.
PENGOBATAN
Antipiretik tidak diberikan secara otomatis pada setiap penderita panas karena panas
merupakan usaha pertahanan tubuh, pemberian antipiretik juga dapat menutupi
kemungkinan komplikasi. Pengobatan terutama ditujukan terhadap penyakit penyebab
panas.
Antipiretika.
Parasetamol : 10 -15 mg/kg BB/ kali (dapat diberikan secara oral atau rektal).
Metamizole(novalgin) : 10 mg/kg BB/kali per oral atau intravenous.Ibuprofen
: 5-10 mg/kg BB/ kali, per oral atau rektal.
Pendinginan Secara fisik
Merupakan terapi pilihan utama. Kecepatan penurunan suhu > 0,10 C/menit sampai
tercapai suhu 38,50 C. Cara-cara physical cooling/compres :
Evaporasi : penderita dikompres dingin seluruh tubuh, disertai kipas angin untuk
mempercepat penguapan. Cara ini paling mudah, tidak invasif dan efektif. Cara lain
yang bisa digunakan : kumbah lambung dengan air dingin, infus cairan dingin, enema
dengan air dingin atau humidified oksigen dingin, tetapi cara ini kurang efektif.
Penurunan suhu tubuh yang cepat dapat terjadi refleks vasokonstriksi dan shivering
yang akan meningkatkan kebutuhan oksigen dan produksi panas yang merugikan tubuh.
Untuk mengurangi dampak ini dapat diberi :
- Diazepam : merupakan pilihan utama dan lebih menguntungkan karena mempunyaiefek antikonvulsi dan tidak punya efek hipotensi.
- Chlorpromazine
9. hypoglikemi
BATASAN
Hipoglikemi adalah keadaan hasil pengukuran kadar glukose darah kurang dari 45 mg/dL (2.6
mmol/L).
7/27/2019 ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN ANAK BALITA.doc
38/42
PATOFISIOLOGI
Hipoglikemi sering terjadi pada BBLR, karena cadangan glukosa rendah.
Pada ibu DM terjadi transfer glukosa yang berlebihan pada janin sehingga respon insulin
juga meningkat pada janin. Saat lahir di mana jalur plasenta terputus maka transfer glukosa
berhenti sedangkan respon insulin masih tinggi (transient hiperinsulinism) sehingga terjadi
hipoglikemi.
Hipoglikemi adalah masalah serius pada bayi baru lahir, karena dapat menimbulkan
kejang yang berakibat terjadinya hipoksi otak. Bila tidak dikelola dengan baik akan
menimbulkan kerusakan pada susunan saraf pusat bahkan sampai kematian.
Kejadian hipoglikemi lebih sering didapat pada bayi dari ibu dengan diabetes melitus.
Glukosa merupakan sumber kalori yang penting untuk ketahanan hidup selama proses
persalinan dan hari-hari pertama pasca lahir.
Setiap stress yang terjadi mengurangi cadangan glukosa yang ada karena meningkatkan
penggunaan cadangan glukosa, misalnya pada asfiksia, hipotermi, hipertermi, gangguan
pernapasan.
DIAGNOSIS
Anamnesis
Riwayat bayi menderita asfiksia, hipotermi, hipertermi, gangguan pernapasan
Riwayat bayi prematur
Riwayat bayi Besar untuk Masa Kehamilan (BMK)
Riwayat bayi Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK)
Riwayat bayi dengan ibu Diabetes Mellitus
Riwayat bayi dengan Penyakit Jantung Bawaan
Bayi yang beresiko terkena hipoglikemia- Bayi dari ibu diabetes (IDM)
- Bayi yang besar untuk masa kehamilan (LGA)
- Bayi yang kecil untuk masa kehamilan (SGA)
- Bayi prematur dan lewat bulan
- Bayi sakit atau stress (RDS, hipotermia)
- Bayi puasa
- Bayi dengan polisitemia- Bayi dengan eritroblastosis
7/27/2019 ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN ANAK BALITA.doc
39/42
- Obat-obat yang dikonsumsi ibu, misalnya sterorid, beta-simpatomimetik dan beta blocker
GEJALA KLINIS/Pemeriksaan fisik
Gejala Hipoglikemi : tremor, jittery, keringat dingin, letargi, kejang, distress nafas
Jitteriness
Sianosis
Kejang atau tremor
Letargi dan menyusui yang buruk
Apnea
Tangisan yang lemah atau bernada tinggi
Hipotermia
RDS
DIAGNOSIS BANDINGinsufisiensi adrenal, kelainan jantung, gagal ginjal, penyakit SSP, sepsis, asfiksia, abnormalitas
metabolik (hipokalsemia, hiponatremia, hipernatremia, hipomagnesemia, defisiensi
piridoksin).
Penyulit- Hipoksia otak
- Kerusakan sistem saraf pusat
TATALAKSANA
a. Monitor
Pada bayi yang beresiko (BBLR, BMK, bayi dengan ibu DM) perlu dimonitor dalam 3 hari
pertama :
o Periksa kadar glukosa saat bayi datang/umur 3 jam
o Ulangi tiap 6 jam selama 24 jam atau sampai pemeriksaan glukosa normal dalam 2 kali
pemeriksaan
Kadar glukosa 45 mg/dl atau gejala positif tangani hipoglikemia
o
o Pemeriksaan kadar glukosa baik, pulangkan setelah 3 hari penanganan hipoglikemia selesai
7/27/2019 ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN ANAK BALITA.doc
40/42
b. Penanganan hipoglikemia dengan gejala :
Bolus glukosa 10% 2 ml/kg pelan-pelan dengan kecepatan 1 ml/menit
Pasang jalur iv D10 sesuai kebutuhan (kebutuhan infus glukosa 6-8 mg/kg/menit).
Contoh : BB 3 kg, kebutuhan glukosa 3 kg x 6 mg/kg/mnt = 18 mg/mnt = 25920 mg/hari. Bila
dipakai D 10% artinya 10 g/100cc, bila perlu 25920 mg/hari atau 25,9 g/hari berarti perlu
25,9 g/ 10 g x 100 cc= 259 cc D 10% /hari.
Atau cara lain dengan GIR
Konsentrasi glukosa tertinggi untuk infus perifer adalah 12,5%, bila lebih dari 12,5%
digunakan vena sentral.
Untuk mencari kecepatan Infus glukosa pada neonatus dinyatakan dengan GIR.
Kecepatan Infus (GIR) = glucosa Infusion Rate
GIR (mg/kg/min) = Kecepatan cairan (cc/jam) x konsentrasi Dextrose (%)
6 x berat (Kg)
Contoh : Berat bayi 3 kg umur 1 hari
Kebutuhan 80 cc/jam/hari = 80 x 3 = 240 cc/hari = 10 cc/jam
GIR = 10 x 10 (Dextrose 10%) = 100 = 6 mg/kg/min
6 x 3 18
Periksa glukosa darah pada : 1 jam setelah bolus dan tiap 3 jam
Bila kadar glukosa masih < 25 mg/dl, dengan atau tanpa gejala, ulangi seperti diatas
Bila kadar 25-45 mg/dl, tanpa gejala klinis :
- Infus D10 diteruskan
- Periksa kadar glukosa tiap 3 jam
- ASI diberikan bila bayi dapat minum
Bila kadar glukosa 45 mg/dl dalam 2 kali pemeriksaan
Ikuti petunjuk bila kadar glukosa sudah normal (lihat ad d)
ASI diberikan bila bayi dapat minum dan jumlah infus diturunkan pelan-pelan
Jangan menghentikan infus secara tiba-tiba
c. Kadar glukosa darah < 45 mg/dl tanpa GEJALA :
ASI teruskan
Pantau, bila adagejala manajemen seperti diatas
Periksa kadar glukosa tiap 3 jam atau sebelum minum, bila :
- Kadar < 25 mg/dl, dengan atau tanpa gejala tangani hipoglikemi (lihat ad b)
7/27/2019 ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN ANAK BALITA.doc
41/42
- Kadar 25-45 mg/dl naikkan frekwensi minum
- Kadar 45 mg/dl manajemen sebagai kadar glukosa normal
d. Kadar glukosa normal IV teruskan
IV teruskan
Periksa kadar glukosa tiap 12 jam
Bila kadar glukosa turun, atasi seperti diatas
Bila bayi sudah tidak mendapat IV, periksa kadar glukosa tiap 12 jam, bila 2 kali
pemeriksaan dalam batas normal, pengukuran dihentikan.
e. Persisten hipoglikemia (hipoglikemia lebih dari 7 hari)
konsultasi endokrin
terapi : kortikosteroid hidrokortison 5 mg/kg/hari 2 x/hari iv atau prednison 2 mg/kg/hari
per oral, mencari kausa hipoglikemia lebih dalam.
bila masih hipoglikemia dapat ditambahkan obat lain : somatostatin, glukagon, diazoxide,
human growth hormon, pembedahan. (jarang dilakukan)
10. TETANUS NEONATORUM
Tetanus Noenatorum merupakan penyakit tetanus yang terjadi pada neonatus (bayi