SURABAYA
2008
Umumnya klien dengan perilaku kekerasan dibawa dengan paksa ke
rumah
sakit jiwa. Sering tampak klien diikat secara tidak manusiawi
disertai bentakan dan
“pengawalan” oleh sejumlah anggota keluarga bahkan polisi.
Perilaku kekerasan seperti memukul anggota keluarga/ orang lain,
merusak
alat rumah tangga dan marah-marah merupakan alasan utama yang
paling banyak
dikemukakan oleh keluarga. Penanganan yang dilakukan oleh keluarga
belum
memadai sehingga selama perawatan klien seyogyanya sekeluarga
mendapat
pemdidikan kesehatan tentang cara merawat klien (manajemen
perilaku kekerasan).
Asuhan keperawatan yang diberikan di rumah sakit jiwa terhadap
perilaku
kekerasan perlu ditingkatkan serta dengan perawatan intensif di
rumah sakit umum.
Asuhan keperawatan perilaku kekerasan (MPK) yaitu asuhan
keperawatan yang
bertujuan melatih klien mengontrol perilaku kekerasannya dan
pendidikan kesehatan
tentang MPK pada keluarga. Seluruh asuhan keperawatan ini dapat
dituangkan
menjadi pendekatan proses keperawatan.
kecemasan/ kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai
ancaman (Stuart
dan Sundeen, 1996). Perasaan marah normal bagi tiap individu, namun
perilaku yang
dimanifestasikan oleh perasaan marah dapat berfluktuasi sepanjang
rentang adaptif
dan maladaptif (Gambar 1).
Respons Respons Adaptif Maladap
Kegagalan yang menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon pasif
dan
menampakkan mulai dari yang rendah sampai yang tinggi, yaitu:
Asertif : mampu menyatakan rasa marah tanpa menyakiti orang lain
dan merasa lega.
Frustasi : Merasa gagal mencapai tujuan disebabkan karena tujuan
yang tidak
realistis.
Pasif : Diam saja karena merasa tidak mampu mengungkapkan perasaan
yang sedang
dialami.
dengan ancaman, memberi kata-kata ancaman tanpa niat melukai.
Umumnya klien
masih dapat mengontrol perilaku untuk tidak melukai orang
lain.
Kekerasan: sering juga disebut gaduh-gaduh atau amuk. Perilaku
kekerasan ditandai
dengan menyentuh orang lain secara menakutkan, memberi kata-kata
ancaman-
ancaman, melukai disertai melukai pada tingkat ringan, dan yang
paling berat adalah
melukai/ merusak secara serius. Klien tidak mampu mengendalikan
diri.
FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan factor
predisposisi,
artinya mungkin terjadi/ mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan
jika faktor berikut
dialami oleh individu:
1. Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan
frustasi yang kemudian
dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak
menyenangkan
yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau sanksi
penganiayaan.
2. Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan
kekerasan, sering
mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek
ini
menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
3. Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam
(pasif agresif) dan
kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan
menciptakan
seolah-olah perilaku kekerasan yang diterima (permissive).
4. Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus
frontal, lobus
temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan
dalam terjadinya
perilaku kekerasan.
FAKTOR PRESPITASI
Faktor prespitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau
interaksi dengan orang
lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik),
keputusan,
ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab
perilaku
kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut,
padat, kritikan yang
mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/ pekerjaan
dan kekerasan
merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang
provokatif dan
konflikdapat pula memicu perilaku kekerasan.
TANDA DAN GEJALA
Pada pengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien ke rumah
sakit adalah
perilaku kekerasan di rumah. Kemudian perawat dapat melakukan
pengkajian dengan
cara:
Observasi: Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara
tinggi, berdebat.
Sering pula tampak klien memaksakan kehendak: merampas makanan,
memukul jika
tidak senang.
yang dirasakan klien.
POHON MASALAH
Resiko mencederai
DIAGNOSA
1. Rencana tindakan keperawatan pada keluarga klien:
a. Pertemuan ke 1
b. Pertemuan ke 2 dan 3
Penerapan cara merawat klien selama dirawat di rumah
sakit
c. Pertemuan ke 4
Cara mengevaluasi perilaku kekerasan di rumah
Cara mengevaluasi jadwal kegiatan di rumah
KEKERASAN
1. Tim Krisis Perilaku Kekerasan
Tim krisis perilaku kekerasan terdiri dari ketua tim krisis yang
berperan sebagai
pemimpin (“leader”) dan anggota tim minimal 2 (dua)orang.
Ketua tim adalah
perawat yang berperan sebagai kepala ruangan, penanggung
jawab “shif ” ,
perawat primer, ketua tim atau staf perawat, yang penting
ditetapkan sebelum
melakukan tindakan. Anggota tim krisis dapat staf perawat, dokter
atau konselor
yang telah terlatih menangani krisis.
Aktifitas yang dilakukan oleh tim krisis adalah sebagai berikut
(Stuart & Laraia,
1998):
o Beritahu petugas keamanan jika perlu
o Pindahkan klien lain dari area penanganan
o Ambil alat pengikat (jika pengekangan akan dilakukan)
o Uraikan perencanaan penanganan pada tim
o Tunjukkan anggota tim untuk mengamankan anggota gerak
klien
o Jelaskan tindakan pada klien dan berusaha membuat klien
kooperatif
o Ikat klien dengan petunjuk ketua tim
o Berikan obat sesuai program terapi dokter
o Pertahankan sikap yang tenang dan konsisten terhadap
klien
o Evaluasi tindakan yang telah dilakukan bersama anggota
tim
o Jelaskan kejadian pada klien dan staf jika diperlukan
o Integrasikan klien kembali pada lingkungan secara
bertahap
2. Pembatasan Gerak
Pembatasan gerak adalah memisahkan klien di tempat yang aman dengan
tujuan
melindungi klien, klien lain dan staf dari kemungkinan bahaya.
Istilah yang biasa
digunakan dirumah sakit jiwa untuk tempat pembatasan gerak adalah
kamar
isolasi. Klien dibatasi pergerakannya karena dapat mencederai orang
lain atau
dicederai orang lain, membutuhkan interaksi dengan orang lain dan
memerlukan
pengurangan stimulus dari lingkungan (Stuart dan Laraia,
1998).
Langkah-langkah pelaksanaan pembatasan gerak adalah sebagai
berikut:
o Tunjuk ketua tim krisis
o Jelaskan tujuan, prosedur dan lama tindakan pada klien dan
staf lain.
o Jelaskan kepada klien dan staf lain tentang perilaku yang
diperlukan untuk
mengakhiri tindakan.
o Bantu klien memenuhi kebutuhan nutrisi, eliminasi, hidrasi,
kebersihan diri,
dan kebersihan kamar.
o Lakukan supervisi secara periodik untuk membantu dan
memberikan tindakan
keperawatan yang diperlukan.
klien dan alasan penghentian pembatasan gerak.
3. Pengekangan/ pengikatan fisik
Pengekangan dilakukanjika perilaku klien berbahaya, melukai diri
sendiri atau
orang lain (Rawhins, dkk, 1993) atau strategi tindakan yang lain
tidak bermanfaat.
Pengekangan adalah pembatasan gerak klien dengan mengikat tungkai
klien
(Stuart dan Laraia, 1998). Tindakan pengekangan masih umum
digunakan
perawat disertai dengan penggunaan obat psikotropik (Duxbury,
1999).
Langkah-langkah pelaksanaan pengekangan (Start dan Laraia,
1998):
o Beri suasana yang menghargai dengan supervisi yang adekuat,
karena harga
diri klien yang berkurang karena pengekangan.
o Siapkan junlah staf yang cukup dengan alat pengekang yang
aman dan
nyaman.
o Tunjuk satu orang perawat sebagai ketua tim.
o Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya pada klien dan staf
agar dimengerti
dan bukan hukuman.
o Jelaskan perilaku yang mengindikasikan pengelepasan pada
klien dan staf.
o Jangan mengikat pada pinggir tempat tidur. Ikat dengan
posisi anatomis.
Ikatan tidak terjangkau klien.
o Lakukan supervisi yang adekuat dengan tindakan terapeutik
dan pemberian
rasa nyaman.
o Beri aktivitas seperti televisi, bacakan buku pada klien
untuk memfasilitasi
kerjasama klien pada tindakan.
pantau kondisi kulit yang diikat: warna, temperatur,
sensasi.
lakukukan latihan gerak pada tungkai yang diikat secara
bergantian setiap
2 (dua) jam.
o Bantu pemenuhan kebutuhan nutrisi, eliminasi, hidrasi, dan
kebersihan diri.
o Libatkan dan latih klien untuk mengontrol perilaku sebelum
ikatan dibuka
secara bertahap.
o Kurangi pengekangan secara bertahap, misalnya setelah
ikatan dibuka satu
persatu secara bertahap, kemudian dilanjutkan dengan
pembatasan gerak
kemudian kembali ke lingkungan semula.
o Dokumentasikan seluruh tindakan yang dilakukan beserta
respon klien.
RESIKO MENCEDERAI DIRI SENDIRI DAN ORANG LAIN BERHUBUNGAN DENGAN
PERILAKU KEKERASAN
Nama Klien: RENCANA KEPERAWATAN Dx. Medis :
Ruang: No. CM. :
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
berhubungan dengan perilaku kekerasan.
TUM: Klien tidak mencederai dengan melakukan manajemen perilaku
kekerasan. TUK 1: Klien dapat membina hubungan saling
percaya.
1.1
perawat.
1.1.1
Beri rasa aman dan sikap empati 1.1.6 Lakukan kontak singkat
tapi sering
TUK 2: Klien dapat mengidentifikasikan penyebab perilaku
kekerasan.
Klien mengungkapkan perasaannya Klien dapat mengungkapkan
penyebab perasaan jengkel/ kesal (dari diri sendiri, dari
lingkungan/ orang lain).
Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya
2.2.1 Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab perasaan
jengkel/ kesal
TUK 3: Klien dapat mengindentifikasikan tanda- tanda perilaku
kekerasan
3.1 Klien dapat mengungkapkan perasaan saat marah/
jengkel
3.2 Klien dapat menyimpulkan tanda-tanda jengkel/ kesal yang
dialami
3.1.1 Anjurkan klien untuk mengungkapkan yang dialami dan rasakan
saat jengkel/ kesal
3.1.2 Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien
Klien dapat mengungkapkan
dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
Klien dapat dilakukan cara yang biasa dapat menyelesaikan masalah
atau
tidak.
perilsku kekerasan yang biasa dilakukan
klein
4.2.1 Bantu klien bermain peran sesu ai dengan perilaku
kekerasan yang biasa dilakukan
4.3.1 Bicarakan dengan klien , apakah dengan cara yang klien
lakukan masalahnya selesai
TUK 5:
5.1 Klien dapat menjelaskan akibat
dari cara yang digunakan klien
5.1.1 Bicarakan akibat/ kerug ian dari cara yang
dilakukan klien 5.1.2 Bersama klien menyimpu lkan akibat dari
cara yang digunakan oleh klien
5.1.3 Tanyaka n pada klien “apakah ia ingin
mempelajari cara baru yang sehat?”
TUK 6:
terhadap kemarahan
6.1.1 Tanyakan pada klien “apakah ia ingin
mempelajari cara baru yang sehat?” 6.1.2 Berikan pujian jika klien
mengetahui cara lain
yang sehat 6.1.3 Diskusikan dengn klien cara lain yang sehat:
a. Secara fisik: tarik napas dala m, jika
sedang kesal/ memukul bantal/ kasur atau olah raga atau pekerjaan
yang
memerlukan tenaga b. Secara verbal: katakan bahwa a
nda
sedang kesal/ tersinggung/ jengkel (saya kesal anda berkata seperti
itu , saya
marah karena mama tidak memenu hi keinginan saya)
kesabaran, mengadu pada Tuhan
kekerasan
menyakiti
7.1.3. Bantu klien menstimulasikan tersebut (role
play)
7.1.4. Beri reinforcement positif atas keberhasilan
klien menstimulasi cara tersebut 7.1.5. Anjurkan klien untuk
menggunak an cara
yang telah dipelajari saat jengkel atau marah 7.1.6. Susun
jadual melakukan cara ya ng telah
dipelajari
dengan benar (sesuai program pengobatan)
8.1 Klien dapat menyebutkan obat- obat yang diminum dan
kegunaannya (jenis, waktu, dosis, dan efek)
8.2 Klien dapat minum obat sesuai
dengan program pengelolaan
8.1.1 Jelaskan jenis-jenis obat yang diminum klien 8.1.2 Diskusikan
manfaat minum obat dan kerugian
berhenti minum obat tanpa seizing dokter 8.1.3 Jelaskan
prinsip benar minum obat (baca
nama yang tertera pada botol o bat, dosis obat, waktu dan cara
minum)
8.1.4 Jelaskan manfaat minum obat dan efek obta
yang perlu diperhatikan 8.2.1 Anjurkan klien minta ob at dan minum
obat
tepat waktu 8.2.2 Anjurkan klien melapork an pada
perawat/dokter jika merasakan efek yang tidak
menyenangkan
8.2.3 Beri pujian jika klien minum obatdengan benar
merawat klien dari sikap apa y ang telah
dilakukan keluarga terhadap klien selama ini 9.1.2 Jelaskan peran
serta keluarga dalam merawat
klien 9.1.3 Jelaskan cara-cara merawat klien:
Terkait dengan cara mengontrol perilaku
marah secara konstuktif
Membantu klien mengenal penyeb ab
marah 9.1.4 Bantu keluarga mendemo nstrasikan cara
merawat klien
mengontrol perilaku kekerasan
10.1 Bicara tenang, gerakan t idak terburu-buru, nada suara rendah,
tunjukkan kepedulian
10.2 Lindungi agar klien tida k mencederai orang
lain dan lingkungan 10.3 Jika tidak dapat diatasi, lakukan:
Pembatasan gerak atau pengekan gan
(lihat prosedur)
Masalah: Perilaku kekerasan
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi : Klien datang ke rumah sakit diantar keluarga
karena di rumah marah-
marah dan memecahkan piring dan gelas.
2. Diagnosa : Resiko merusak lingkungan berhubungan dengan
perilaku kekerasan.
3. TUK : 1. Membina hubungan saling percaya
2. Mengidentifikasi penyebab marah
1. Orientasi
a. Salam terapeutik
Selamat pagi, nama saya Budi Anna. Panggil saya suster Budi.
Namanya
siapa, senang dipanggil apa? Saya akan merawat Ali.
b. Evaluasi/ validasi
c. Kontrak
menyebabkan Ali marah
perawat?
2. Kerja
Apakah ada yang membuat Ali kesal?
Apakah sebelumnya Ali pernah marah?
Apa penyebabnya? Sama dengan yang sekarang?
Baiklah, jadi ada ……. (misalnya 3) penyebab Ali
marah-marah.
3. Terminasi
b. Evaluasi Obyektif
c. Rencana Tindak Lanjut
Baiklah, waktu kita sudah habis. Nanti coba Ali ingat lagi,
penyebab Ali
marah yang belum kita bicarakan.
d. Kontrak
Topik: Nanti akan kita bicarakan perasaan Ali pada saat marah dan
cara
marah yang biasa Ali lakukan.
Tempat: Mau dimana kita bicara? Bagaimana kalau kita
disini?
Waktu: Kira-kira 30 menit lagi ya. Sampai nanti.
Masalah: Perilaku kekerasan
2. Diagnosa : Resiko merusak lingkungan berhubungan dengan
perilaku kekerasan.
3. TUK : 3. Mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku
kekerasan
4. Mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
5. Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan klien
B. Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan (SP)
1. Orientasi
Apakah masih ada penyebab kemarahan Ali yang lain?
c. Kontrak
Topik : Baiklah kita akan membicarakan perasaan Ali saat
sedang marah
Tempat : Mau di mana? Bagaimana kalau dikamar perawat?
Waktu : Mau berapa lama? Bagaimana kalau 15 menit
saja?
2. Kerja
Ali pada saat dimarahi Ibu (salah satu penyebab marah), apa
yang Ali
rasakan?
Lalu apa biasanya yang Ali lakukan?
Apakah sampai memukul? Atau marah-marah?
Ali, coba dipraktekkan cara marah Ali pada suster Budi.
Anggap suster budi
adalah Ibu yang membuat Ali jengkel. Wah bagus sekali.
Nah, bagaimana perasaan Ali setelah memukul
meja?
Apakah masalahnya selesai?
Apa akibat perilaku Ali?
Betul, tangan jadi sakit, meja bisa rusak, masalah tidak
selesai dan akhirnya
dibawa ke rumah sakit
Bagaimana Ali, maukah belajar cara mengungkapkan marah yang
benar dan
sehat?
3. Terminasi
b. Evaluasi Obyektif
Apa saja yang kita bicarakan?
Benar, perasaan marah. Apa saja tadi? Ya betul, lagi, lagi,
oke.
Lalu cara marh yang lama, apa saja tadi? Ya betul, lagi,
oke.
Dan akibat marah apa saja? Ya betul, sampai dibawa ke rumah
sakit.
c. Rencana Tindak Lanjut
Baiklah, sudah banyak yang kita bicarakan. Nanti coba diingat-ingat
lagi
perasaan Ali sewaktu marah, dan cara Ali marah serta akibat
yang terjadi.
Kalau di runah sakit ada yang membuat Ali marah, langsung beritahu
suster.
d. Kontrak
Tempat: Bagaimana kalau disini lagi?
Topik: Besok kita mulai latihan cara marah yang baik dan
sehat. Sampai
besok.
Masalah: Perilaku kekerasan
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi : Klien dapat menyebutkan tanda dan gejala marah,
cara marah yang
biasa dilakukan serta akibat yang terjadi.
2. Diagnosa : Resiko merusak lingkungan berhubungan dengan
perilaku kekerasan.
3. TUK : 6. Memilih satu cara marah yang konstruktif
7. Mendemonstrasikan satu cara marah yang konstruktif
B. Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan (SP)
1. Orientasi
Salam terapeutik
Apakah ada yang membuat Ali marah sore dan malam
kemarin?
Bagaimana dengan perasaan, cara marah, dan akibat marahnya
Ali, masih
ada tambahan (jika perlu ulang satu-satu).
2. Kontrak
Topik : Ali masih ingat apa yang akan kita latih sekarang?
Betul kita akan
latihan cara marah yang sehat.
Tempat : Mau dimana kita bercakap-cakap? Baik disini saja
seperti biasa
Waktu : Mau berapa lama? 15 menit ya Ali.
3. Kerja
Ali ada beberapa cara marah yang sehat, hari ini kita
pelajari 1 cara
Nah, Ali boleh pilih mau latihan nafas dalam atau
pukul kasur dan bantal?
Baiklah, kita latihan nafas dalam
Jadi, kalau Ali kesal dan perasaan sudah mulai tidak enak
segera nafas dalam
agar cara marah yang lama tidak terjadi.
Caranya seperti ini, kita bisa berdiri atau duduk tegak.
Lalu tarik napas dari
hidung dan keluarkan dari mulut.
Coba ikuti suster, tarik dari hidung. Ya bagus, tahan
sebentar, dan tiup dari
mulut. Oke, ulang sampai 5 kali.
4. Terminasi
Bagaimana perasaan Ali setelah latihan, ada perasaan plong atau
lega?
b. Evaluasi Obyektif
Ya benar, 5 kali.
c. Rencana Tindak Lanjut
Nah, berapa kali sehari Ali mau latihan? Bagaimana
kalau 3 kali?
Mau kapan saja? Bagaimana kalau pagi bangun tidur, lalu
siang sebelum
makan dan malam sebelum tidur
Juga lakukan kalau ada yang membuat kesal
Bagimana kalau kita buat jadwal kegiatannya? Baik, nanti
kalau sudah
dijalankan di cek list. Nah, ini caranya.
d. Kontrak
Topik: Nah, waktu kita sudah habis, nanti siang kita belajar
cara lain.
Waktu: Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11.00
Tempat: Mau dimana? Disini lagi? Baik, sampai nanti.
DAFTAR BACAAN
Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J. (1995). Principles and practice of
psychiatric nursing.
(5 th ed). St louis: Mosby Year Book.
Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J. (1995). Principles and practice of
psychiatric nursing.
(6 th ed). St louis: Mosby Year Book.
Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J. (1995). Principles and practice of
psychiatric nursing.
(7 th ed). St louis: Mosby Year Book.
Townsend, M.C. (1998). Diagnosa keperawatan pada keperawatan
psikiatri : pedoman
untuk pembuatan rencana keperawatan . Jakarta : EGC
(terjemahan).