PENERAPAN LESSON STUDY BERBASIS PADA RENDAHNYA HASIL
BIDANG STUDI YANG DI UJIAN NASIONAL-KAN DI SMA
KOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT
Oleh:
Sugiatno, Husna Amalia Melati, Layli Fitri Yeni, Haratua TS,
Izhar Salim, Okianna, Endang Susilowati, Eni Rosnija
Abstrak
Dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan berjenjang, yaitu kalangan perguruan tinggi
merasa bekal lulusan SMA belum cukup untuk mengikuti perkuliahan. Sedangkan kalangan SMA merasa bahwa bekal lulusan SMP kurang siap mengikuti pembelajaran di lingkungannya. Demikian juga kalangan SMP merasa bahwa bekal
lulusan SD kurang baik untuk memasuki belajar di lingkungannya. Program-program peningkatan mutu pendidikan yang dilakukan selama ini, terkesan hanya
diapresiasi oleh perancangnya tetapi kurang menyentuh guru di lapangan. Oleh karena itu, solusi yang ditawarkan adalah berupa penerapan Lesson Study berbasis mata pelajaran yang di-UN-kan. Lesson study (LS) dipilih dan diimplementasikan,
karena merupakan suatu cara efektif untuk meningkatkan kualitas belajar dan mengajar di kelas. Di dalam LS ini terlibat 9 guru mata pelajaran UN yang berasal
dari SMA Negeri 4, SMA Negeri 5, dan SMA Negeri 7. Mereka di-scaffolding untuk plan dan do sesuai dengan potensinya masing-masing. Hasil proses do didiskusikan bersama melalui proses see untuk bahan perencanaan pembelajaran
berikutnya. Melalui kegiatan berkelanjutan seperti ini diperoleh hasil, siswa cenderung merespons secara positif terhadap pembelajaran yang dilaksanakan guru.
Sebagai akhir dari program pengabdian PM-PMP ini, diadakan diseminasi hasil lesson study melalui seminar.
Key word: Lesson study, scaffolding
Pendahuluan
Dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan berjenjang, yaitu kalangan perguruan
tinggi merasa bekal lulusan SMA belum cukup untuk mengikuti perkuliahan.
Sedangkan kalangan SMA merasa bahwa bekal lulusan SMP kurang siap mengikuti
pembelajaran di lingkungannya. Demikian juga kalangan SMP merasa bahwa bekal
lulusan SD kurang baik untuk memasuki belajar di lingkungannya. Ketidakpuasan
tersebut terungkap dari penelitian Sugiatno dkk (2011) mengenai kompetensi siswa
yang kurang dari 60 dalam mata pelajaran yang di-UN-kan tahun 2007/2008, tahun
2008/2009, dan tahun 2009/2010 di Kota Pontianak. Secara deskriptif dapat
dipaparkan melalui Gambar 1 dan Gambar 2.
Gambar 1 Rerata Penguasaan Kompetensi Siswa SMA Program IPA di Kota Pontianak
Yang skornya kurang dari 60
Gambar 2 Rerata Penguasaan Kompetensi Siswa SMA Program IPS di Kota Pontianak
Yang skornya kurang dari 60
Dari hasil penelitian Sugiatno dkk. (2011) terungkap bahwa standar proses
pembelajaran menjadi penyebab utama rendahnya penguasaan kompetensi siswa
dalam mata pelajaran yang di-UN-kan. Standar proses pembelajaran kurang berjalan
sesuai dengan Permen Diknas nomor 41 tahun 2007, khususnya pada proses
eksplorasi dan proses elaborasi belum berjalan disebabkan karena buku teks yang
dipakai guru tidak diolah menjadi bahan ajar yang sesuai dengan kedua proses
0
10
20
30
40
50
60
BIND BING MAT FIS KIM BIO
2007/2008
2008/2009
2009/2010
0
20
40
60
BIN BING MAT EKO SOSIO GEO
2008/2009
2009/2010
2010/2011
tersebut. Oleh karena buku teks dipakai tanpa diolah kembali sebagai bahan ajar,
maka proses pembelajaran lebih didominasi oleh proses menjelaskan (tanpa
didahului oleh proses eksplorasi dan elaborasi). Akibat dari proses pembelajaran
yang seperti itu, maka materi pelajaran diberikan terlalu instan dan hanya
berorientasi pada penyelesaian soal-soal UN.
Agar cara mengajar yang seperti itu disadari kekuatannya dan diapresiasi
kelemahannya oleh berbagai pihak (terutama guru) secara berkelanjutan, maka di
dalam PM-PMP ini dipilih LS. Pemilihannya didasarkan pada pertimbangan: (1)
pembelajaran yang terjadi selama ini terjadi kurang berbasis pada permasalahan
nyata di kelas, (2) permasalahan pembelajaran yang terjadi belum ditangani secara
kolaboratif dan berkelanjutan (Sadia, 2008).
Pertimbangan lainnya, yaitu LS merupakan salah strategi yang dipandang
efektif untuk meningkatkan mutu guru (Hart, Murata, dan Alston, 2011). Lesson
study merupakan model atau strategi in-service training yang lebih berfokus pada
upaya pemberdayaan guru sesuai dengan kapasitas serta permasalahan yang dihadapi
oleh masing-masing guru (Sadia, 2008). Hal ini diperkuat oleh beberapa hasil
penelitian LS.
Hasil studi Ibrohim (2009) di Pasuruan menunjukkan bahwa penerapan
model implementasi LS berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja guru SMP
dalam MGMP sains. Demikian juga hasil studi Perry and Lewis (2011) yang
melibatkan 213 guru dan 1,059 siswa di Amerika Serikat menunjukkan bahwa
implementasi LS dapat memperbaiki cara mengajar guru matematika dan ternyata
mengkontribusi hasil belajar matematika siswa sebesar 19,15% (effect size = 0,5).
Berangkat dari beberapa hasil LS terdahulu, Tim menduga bahwa jika LS
diimple-mentasikan melalui Plan (merencanakan), Do (melaksanakan), dan See
(merefleksi) yang dilakukan secara berkelanjutan maka permasalahan pembelajaran
di kelas dapat teratasi. Ketiga tahapan ini dilakukan melalui beberapa siklus. Siklus 1
dianggap tercapai jika minimal silabus dan RPP mata pelajaran yang di-UN-kan,
implementasinya di kelas mencapai 75% (Depdiknas, 2008). Jika pelaksanaan siklus
1 belum mencapai persentase tersebut, akan dilanjutkan pada siklus 2 sedemikian
sehingga implementasi model LS mencapai kriteria yang ditetapkan.
Seminar
Do
SeePlan
Pelaksanaan Lesson Study di Kota Pontianak
Pelaksanan kegiatan LS di Kota Pontianak, dilakukan melalui workshop
selama 9 hari. Ada 3 sekolah lanjutan atas yang berpartisipasi, yaitu SMA Negeri 4,
SMA Negeri 5, dan SMA Negeri 7. Masing-masing sekolah diikuti oleh 9 guru mata
pelajaran yang diujiannasionalkan (Matematika, Fisika, Kimia, Biologi, Bahasa
Indonesia, Bahasa Inggris, Ekonomi, Geografi, dan Sosiologi), 3 orang Kepala
Sekolah, dan 8 orang Tim PM-PMP.
Pelaksanaan LS dilaksanakan selama 9 hari, dari tanggal 16-17 Nopember
2012, tanggal 19-25 Nopember 2012, dan tanggal 28 Nopember 2012. Pola yang
dianut di dalam pelaksanaan LS ini diberikan melalui Gambar 3 berikut.
Gambar 3 Pola Pelaksanaan Lesson Study
Pada tanggal 16-17 Nopember 2012, sesuai dengan keahliannya setiap
anggota Tim melakukan pendampingan terhadap masing-masing guru mata pelajaran
untuk melakukan tahap plan. Di dalam tahap ini setiap guru mata pelajaran membuat
perencanaan pembelajaran berupa silabus dan RPP. Pembuatan perencanaan ini
terfokus pada pokok materi yang nilainya cenderung kurang dari 60 saat UN tahun
sebelumnya.
Oleh karena hasil kajian Sugiatno dkk. (2011) menunjukkan bahwa penyebab
utama rendahnya beberapa kompetensi hasil belajar siswa untuk mata pelajaran yang
di-UN-kan disebabkan oleh standar proses perencanaan dan pelaksanaan
pembelajaran (khususnya yang terkait dengan proses eksplorasi, elaborasi, dan
konfirmasi), di dalam tahap plan, kedua standar proses tersebut diutamakan. Bahan
ajar yang dipakai untuk melakukan eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi
menggunakan pendekatan problem posing. Meskipun pendekatan ini lebih sering
digunakan di dalam pembelajaran matematika, tetapi Tim merujuk kepada
pandangan Piaget (dalam Manktelow, 1999) bahwa berpikir dan bernalar akan
terjadi hanya jika siswa mengalami proses disequilibrium (ketidakseimbangan).
Proses ini akan memicu siswa untuk mencapai equilibrium setelah dirinya melalui
proses asimilasi dan akomodasi (Sugiatno, 2009). Bahkan National Council of
Teachers of Mathematics (1989) menyatakan bahwa problem posing merupakan inti
dari kegiatan belajar.
Proses eksplorasi yang perencanaannya berbasis problem posing, dilakukan
dengan soal-soal yang tingkat kesukaran sama dengan soal-soal yang digunakan
dalam UN. Soal-soal pilihan ganda umumnya menggunakan 5 opsi dengan satu
jawaban benar. Sedangkan 4 opsi lainnya dijadikan sebagai pengecoh dan sebagai
jawaban yang salah. Keempat jawaban ini dijadikan sebagai bahan untuk
mengelaborasi dan mengkonfirmasi kesesuaian antara soal yang ditulis (problem
posing) oleh siswa dan ketika dipasangkan keduanya menjadi soal dan jawaban yang
benar. Di dalam pendekatan problem posing ini siswa akan belajar mendapat
tantangan untuk membuat paling tidak ada empat soal baru yang jawabannya
tersedia dan setara dengan soal yang semula.
Setelah Silabus dan RPP (hasil tahap plan) selesai dirancang, selanjutnya
disepakati siapa di antara 3 guru suatu mata pelajaran yang akan menjadi guru model
saat penerapannya di kelas (tahap do siklus 1). Mereka yang tidak menjadi guru
model bertindak sebagai guru pengamat. Di dalam pengamatan ini anggota tim yang
keilmuannya relevan dengan mata pelajaran yang diamati bersama 2 guru lainnya
yang semata pelajaran. Di dalam pengamatan ini, masing-masing pengamat
menggunakan lembar pengamatan untuk mencatat semua kejadian belajar dan
mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru model. Selain menggunakan lembar
pengamatan semua kejadian belajar dan mengajar juga divideokan.
Segera setelah tahap do dilakukan tahap see untuk merefleksikan semua
kejadian belajar dan mengajar. Di dalam merefleksikannya, antar sesama Tim
menyepakati bahwa untuk mengomentari tahap do, respons ataupun reaksi siswa dari
mulai pembelajaran itu yang menjadi fokus. Dengan cara ini diharapkan hambatan
psikologis dalam berkomunikasi antara guru model dan pengamat dapat diperkecil
sehingga di dalam diskusi antar teman sejawat suasananya akrab dan dalam nuansa
saling asih dan asuh. Kondisi refleksi seperti ini dipandang urgen, sebab mengubah
keyakinan mengajar yang sudah “menaun” bukan merupakan perkara yang mudah.
Ketika nuansa saling asih dan asuh di dalam tahap refleksi dapat dilakukan,
kejujuran dan keluguan saat menghadapi hambatan di dalam mengajar secara
bertahap diakui oleh masing-masing guru model. Kondisi seperti ini juga ternyata
memicu kejujuran dan keluguan guru pengamat. Selain itu, secara bertahap antar
mereka saling terbuka untuk mengakui kelebihan dan kekurangan mereka masing-
masing saat mengajar.
Di saat seperti ini di mana suasana pedagogis sudah terbentuk antara Tim dan
guru model maupun guru pengamat, maka secara bertahap Tim mulai menggagas
dan meminta mereka untuk memperbaiki kekurangan mendasar yang terdapat dalam
silabus maupun RPP dan saat perencanaan tersebut diimplementasikan di kelas.
Suasana-suasana seperti inilah yang dijadikan sebagai basis pelaksanaan PM-PMP
ini. Ujung dari kegiatan PM-PMP dilakukan seminar, di mana sebagai presenternya
adalah 9 guru model. Di dalam seminar, masing-masing dari mereka berbagi
pengalaman mengenai apa yang telah mereka dapatkan selama proses plan, proses
do, dan proses see.
Hasil dan Pembahasan
Dalam tahap plan ada dua luaran yang dihasilkan, yaitu Silabus dan Rencana
Proses Pembelajaran (RPP). Silabus dan RPP dihasilkan oleh sembilan guru mata
pelajaran kelas XII yang di-ujian nasionalkan. Di dalam menyusun perencanan
pembelajaran (silabus dan RPP) terfokus pada materi yang hasil ujian nasionalnya
kurang dari 6 dan strategi yang ditempuh sehingga memenuhi standar proses
pembelajaran dilakukan dengan problem posing. Kedua hasil tahap plan ini
dipaparkan melalui Gambar 1.
Gambar 1. Rerata Skor Perencanaan Pembelajaran Siklus 1 dan Siklus 2
Setelah silabus dan RPP siklus 1 diimplementasikan di kelas (tahap do)
diperoleh luaran berupa hasil belajar dalam bentuk respons siswa saat mengikuti
mata pelajaran. Respons siswa tersebut diberikan melalui Gambar 2.
Gambar 2 Respons Siswa Terhadap Pembelajaran
Dari Gambar 1 dan Gambar 2 tampak bahwa meningkatnya rerata skor
rencana pembelajaran dari siklus 1 ke siklus 2 cenderung diikuti oleh meningkatnya
rerata skor respons siswa terhadap pembelajaran. Rerata peningkatan skor silabus
dan RPP siklus 1 dan siklus 2, masing-masing sebesar 5,05% (78,89% menjadi
83,94%) dan 9,82% (69,96% menjadi 79,78%). Sedangkan rerata peningkatan skor
respons siswa selama siklus 1 dan siklus 2 mengenai menariknya pembelajaran dan
manfaat pembelajaran yang terjadi selama siklus 2 untuk menghadapi UN, masing-
masing sebesar 2,22% (95,56% menjadi 97,78%) dan 9,45% (72,22 menjadi
81,67%). Kecenderungan peningkatan skor respons siswa diberikan melalui
Gambar 3.
0.00%
20.00%
40.00%
60.00%
80.00%
100.00%
Silabus RPP
78.89%
69.86%
83.94% 78.78%
Siklus 1
siklus 2
0.00%
50.00%
100.00%
Menarik Manfaat
95.56%
72.22%
97.78%81.67%
Siklus 1
Siklus 2
Gambar 3 Kecenderungan Respons Siswa terhadap Pembelajaran
Kecenderungan-kecenderungan tersebut menyiratkan bahwa perencanaan
pembel-ajaran yang memenuhi standar kurikulum, yaitu mencapai minimal 75%
(Depdiknas, 2008) akan cenderung diikuti oleh hasil belajar yang juga minimal
mencapai persentasi tersebut. Tetapi belum terjadi pada rerata skor RPP siklus 1,
karena hanya mencapai 69,96%. Kecenderungan ini dapat dipahami karena Tim
belum terlalu mengintervensi guru saat penyusunan rencana pembelajaran.
Pertimbangannya, yaitu untuk meyakinkan guru bahwa workshop LS bukan untuk
menghakimi kekurangan mereka.
Dengan pertimbangan seperti itu, ternyata secara psikologis berdampak pada
keantosian guru saat terjadi diskusi kelompok dalam menyusun silabus maupun RPP.
Kondisi ini terdeskripsi dari Gambar 4.
Gambar 4 Situasi Diskusi Penyusunan Rencana Pembelajaran
Keantosiasan mereka dapat terukur dari 68% dan 32% yang menyatakan sangat
setuju dan setuju bahwa “kegiatan diskusi pada tahap plan bermanfaat dalam
menunjang pelaksanaan eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi”.
Keantosiasan guru juga dapat diketahui dari tahap do, dan tahap see
(merefleksi) pada setiap kegiatan di dalam kelompok mata pelajaran. Sebagai salah
0.00%
50.00%
100.00%
Menarik Manfaat
95.56%
72.22%
97.78%
81.67%
Siklus 1
Siklus 2
satu contoh, misalnya dalam tahap do dan tahap see masing-masing dapat diberikan
melalui Gambar 5 dan Gambar 6.
Gambar 5 Suasana Tahap do
Gambar 6 Suasana Tahap See
Tafsir bahwa tahap do maupun tahap see itu membuat guru bersemangat dan
termotivasi mengikuti kegiatan LS didukung oleh respons mereka yang cenderung
“sangat setuju” dan “setuju” terhadap semua pernyataan positif yang terdapat dalam
angket, antara lain: (1) saya senang mengikuti LS, (2) LS membuka pikiran saya
tentang cara mengelola pembelajaran; (3) LS bermanfaat untuk meningkatkan
kualitas kinerja saya sebagai guru. Ketiga, respons guru terhadap pernyataan negatif
cenderung memilih “tidak setuju” dan “sangat tidak setuju”, antara lain untuk
pernyataan “LS tidak ada bedanya dengan pelatihan yang lain”. Hal ini terdeskripsi
dari Gambar 6.
Gambar 6 Respons Guru terhadap Angket
Meskipun pengabdian PM-PMP ini hanya terjadi dalam 2 siklus, tetapi Tim
memiliki alasan yang kuat untuk berpandangan bahwa jika LS yang dilakukan
melalui proses plan, proses do, dan proses see dilakukan secara konsisten hasilnya
akan berkontribusi terhadap peningkatan hasil UN. Bukan hanya ketiga proses
tersebut, tetapi di dalam pengabdian PM-PMP ini, juga dilakukan seminar hasil LS.
Seminar ini, dapat dipandang sebagai proses penguat yang membelajarkan semua
pihak yang berkepentingan untuk mengatasi permasalahan pembelajaran—
khususnya untuk menghadapi UN. Bahkan saat seminar, ada guru yang berpendapat
“...LS seperti ini sebaiknya juga dilakukan untuk guru kelas X dan kelas XI”.
Suasana seminar ini dapat diberikan melalui Gambar 7 dan Gambar 8 berikut.
Gambar 7 Suasana Seminar Hasil LS
0.00%
20.00%
40.00%
60.00%
80.00%
100.00%
SS/TS S/STS
40.16%
59.84%
92%
8%
Pernyataan Postif
Pernyataan Negatif
Gambar 8 Suasana Persentasi Hasil LS
Pandangan Tim tersebut juga sejalan dengan pandangan Lewis (2006) bahwa
saat ini LS sudah menjadi salah satu model pembinaan guru di Jepang dan
berdampak positif terhadap peningkatan kualitas proses dan hasil
pembelajaran. Hal ini mengkonfirmasi hipotesis Lewis dan sejalan dengan
hasil penelitian Perry dan Lewis (2011) serta hasil penelitian Ibrohim (2011).
Dengan demikian, model pemecahan yang diajukan melalui penelitian Sugiatno dkk
(2011) berupa model LS berbasis prodi yang di-UN-kan telah teruji secara empiris
dapat meningkatkan kemampuan guru yang mata pelajarannya di-UN-kan.
Simpulan dan Saran
Simpulan
1. Silabus dan RPP yang memenuhi standar proses sesuai dengan Permen Diknas
nomor 41 tahun 2007 dapat dihasilkan melalui proses plan, proses do, dan
proses see selama siklus 1 dan siklus 2 program pengabdian PM-PMP ini. Rerata
skor silabus dan RPP siklus 1 dan siklus 2, masing-masing 78,89% menjadi
83,94% dan 69,86% menjadi 81,67%.
2. Kecenderungan peningkatan rerata skor silabus dan skor RPP selama siklus 1
dan siklus 2 diikuti oleh kecenderungan peningkatan respons siswa terhadap: (a)
proses pembelajaran siklus 1 untuk 9 mata pelajaran yang di-UN-kan
berlangsung menarik sebanyak 95,56% berubah menjadi 97,78% selama siklus
2; (b) proses pembelajaran siklus 1 untuk 9 mata pelajaran yang di-UN-kan
bermanfaat untuk menghadapi UN sebanyak 72,22% berubah menjadi 81,678%
selama siklus 2.
3. Lesson Study sebagai salah satu model pemecahan masalah yang diajukan
melalui program pengabdian PM-PMP ini, secara empiris cenderung dapat
meningkatkan kualitas perencanaan pembelajaran (silabus dan RPP), dan setelah
diimplementasi dapat meningkatkan kesiapan siswa untuk menghadapi UN tahun
2012.
Rekomendasi
1. Pengabdian PM-PMP, khususnya Lesson study seyogyanya menjadi program
andalan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi untuk meningkatkan mutu
pendidikan di sekolah, karena peningkatan mutu pendidikan di jenjang ini
merupakan mata rantai peningkatan mutu di perguruan tinggi.
2. Lesson study seyogyanya juga dilakukan di daerah-daerah pedalaman, karena di
kota Pontianak belum semua guru di sekolah mengenal Lesson Study.
DAFTAR PUSTAKA
Hart, Lynn C., Murata, A., dan Alston, Alice, S. (2011). Study Research and Practice
in Mathematics Education (Learning Together). Springer Dordrecht Heidelberg London New York
Depdiknas (2008). Juknis Analisis Standar Proses di SMA. [Online] Tersedia:
http://teguhsas-mitosdp1.files. wordpress.com/ 2010/06/04-juknis-analisis-
standar-proses__isi-revisi__ 0104.pdf [17 Juli 2012]
Cerbin, W. dan Kopp, B. (2006). Lesson Study as a Model for Building Pedagogical Knowledge and Improving Teaching. [Online] Tersedia: http://scotens.org/wp-content/ uploads/exploring-japanese-research.pdf [7
Juli 2012]
Ibrohim (2009). Pengaruh Model Implementasi Lesson Study dalam Kegiatan MGMP terhadap Peningkatan Kompetensi Guru dan Hasil Belajar Biologi
Siswa.
Manktelow, K. (1999). Reasoning and Thinking. [Online] Tersedia: http://depositfiles.
com/files/jg08d6gz2/27351_0863777090reason.pdf [15 Desember
2012].
National Council of Teachers of Mathematics. (1989). Curriculum and evaluation standards for school mathematics. Reston, VA: National Council of Teachers
of Mathematics. Perry, R. dan Lewis, R. (2011). Improving the Mathematical Content Base of
Lesson Study Summary of Results. [Online] Tersedia: http://lessonresearch.net/ IES%20 Abstract_ 01.03.11.pdf [18 Juli 2012]
Lewis, C. dan Perry, R. (2006). Professional Development Through Lesson Study:
Progress And Challenges In The U.S. [Online] Tersedia: http://www.human.tsukuba.ac.jp/ ~mathedu/2510.pdf [10 Desember 2012]
Sugiatno, dkk. (2011). Pemetaan Dan Pengembangan Mutu Pendidikan Sekolah
Menengah Atas (SMA) di Provinsi Kalimantan Barat (Kasus Pada Kota
Pontianak, Kabupaten Kubu Raya, Dan Kabupaten Pontianak). Pontianak: Universitas Tanjungpura.
Top Related