Artikel pm pmp 2012

13
PENERAPAN LESSON STUDY BERBASIS PADA RENDAHNYA HASIL BIDANG STUDI YANG DI UJIAN NASIONAL-KAN DI SMA KOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT Oleh: Sugiatno, Husna Amalia Melati, Layli Fitri Yeni, Haratua TS, Izhar Salim, Okianna, Endang Susilowati, Eni Rosnija Abstrak Dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan berjenjang, yaitu kalangan perguruan tinggi merasa bekal lulusan SMA belum cukup untuk mengikuti perkuliahan. Sedangkan kalangan SMA merasa bahwa bekal lulusan SMP kurang siap mengikuti pembelajaran di lingkungannya. Demikian juga kalangan SMP merasa bahwa bekal lulusan SD kurang baik untuk memasuki belajar di lingkungannya. Program- program peningkatan mutu pendidikan yang dilakukan selama ini, terkesan hanya diapresiasi oleh perancangnya tetapi kurang menyentuh guru di lapangan. Oleh karena itu, solusi yang ditawarkan adalah berupa penerapan Lesson Study berbasis mata pelajaran yang di-UN-kan . Lesson study (LS) dipilih dan diimplementasikan, karena merupakan suatu cara efektif untuk meningkatkan kualitas belajar dan mengajar di kelas. Di dalam LS ini terlibat 9 guru mata pelajaran UN yang berasal dari SMA Negeri 4, SMA Negeri 5, dan SMA Negeri 7. Mereka di- scaffolding untuk plan dan do sesuai dengan potensinya masing-masing. Hasil proses do didiskusikan bersama melalui proses see untuk bahan perencanaan pembelajaran berikutnya. Melalui kegiatan berkelanjutan seperti ini diperoleh hasil, siswa cenderung merespons secara positif terhadap pembelajaran yang dilaksanakan guru. Sebagai akhir dari program pengabdian PM-PMP ini, diadakan diseminasi hasil lesson study melalui seminar. Key word: Lesson study, scaffolding

Transcript of Artikel pm pmp 2012

Page 1: Artikel pm pmp 2012

PENERAPAN LESSON STUDY BERBASIS PADA RENDAHNYA HASIL

BIDANG STUDI YANG DI UJIAN NASIONAL-KAN DI SMA

KOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT

Oleh:

Sugiatno, Husna Amalia Melati, Layli Fitri Yeni, Haratua TS,

Izhar Salim, Okianna, Endang Susilowati, Eni Rosnija

Abstrak

Dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan berjenjang, yaitu kalangan perguruan tinggi

merasa bekal lulusan SMA belum cukup untuk mengikuti perkuliahan. Sedangkan kalangan SMA merasa bahwa bekal lulusan SMP kurang siap mengikuti pembelajaran di lingkungannya. Demikian juga kalangan SMP merasa bahwa bekal

lulusan SD kurang baik untuk memasuki belajar di lingkungannya. Program-program peningkatan mutu pendidikan yang dilakukan selama ini, terkesan hanya

diapresiasi oleh perancangnya tetapi kurang menyentuh guru di lapangan. Oleh karena itu, solusi yang ditawarkan adalah berupa penerapan Lesson Study berbasis mata pelajaran yang di-UN-kan. Lesson study (LS) dipilih dan diimplementasikan,

karena merupakan suatu cara efektif untuk meningkatkan kualitas belajar dan mengajar di kelas. Di dalam LS ini terlibat 9 guru mata pelajaran UN yang berasal

dari SMA Negeri 4, SMA Negeri 5, dan SMA Negeri 7. Mereka di-scaffolding untuk plan dan do sesuai dengan potensinya masing-masing. Hasil proses do didiskusikan bersama melalui proses see untuk bahan perencanaan pembelajaran

berikutnya. Melalui kegiatan berkelanjutan seperti ini diperoleh hasil, siswa cenderung merespons secara positif terhadap pembelajaran yang dilaksanakan guru.

Sebagai akhir dari program pengabdian PM-PMP ini, diadakan diseminasi hasil lesson study melalui seminar.

Key word: Lesson study, scaffolding

Page 2: Artikel pm pmp 2012

Pendahuluan

Dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan berjenjang, yaitu kalangan perguruan

tinggi merasa bekal lulusan SMA belum cukup untuk mengikuti perkuliahan.

Sedangkan kalangan SMA merasa bahwa bekal lulusan SMP kurang siap mengikuti

pembelajaran di lingkungannya. Demikian juga kalangan SMP merasa bahwa bekal

lulusan SD kurang baik untuk memasuki belajar di lingkungannya. Ketidakpuasan

tersebut terungkap dari penelitian Sugiatno dkk (2011) mengenai kompetensi siswa

yang kurang dari 60 dalam mata pelajaran yang di-UN-kan tahun 2007/2008, tahun

2008/2009, dan tahun 2009/2010 di Kota Pontianak. Secara deskriptif dapat

dipaparkan melalui Gambar 1 dan Gambar 2.

Gambar 1 Rerata Penguasaan Kompetensi Siswa SMA Program IPA di Kota Pontianak

Yang skornya kurang dari 60

Gambar 2 Rerata Penguasaan Kompetensi Siswa SMA Program IPS di Kota Pontianak

Yang skornya kurang dari 60

Dari hasil penelitian Sugiatno dkk. (2011) terungkap bahwa standar proses

pembelajaran menjadi penyebab utama rendahnya penguasaan kompetensi siswa

dalam mata pelajaran yang di-UN-kan. Standar proses pembelajaran kurang berjalan

sesuai dengan Permen Diknas nomor 41 tahun 2007, khususnya pada proses

eksplorasi dan proses elaborasi belum berjalan disebabkan karena buku teks yang

dipakai guru tidak diolah menjadi bahan ajar yang sesuai dengan kedua proses

0

10

20

30

40

50

60

BIND BING MAT FIS KIM BIO

2007/2008

2008/2009

2009/2010

0

20

40

60

BIN BING MAT EKO SOSIO GEO

2008/2009

2009/2010

2010/2011

Page 3: Artikel pm pmp 2012

tersebut. Oleh karena buku teks dipakai tanpa diolah kembali sebagai bahan ajar,

maka proses pembelajaran lebih didominasi oleh proses menjelaskan (tanpa

didahului oleh proses eksplorasi dan elaborasi). Akibat dari proses pembelajaran

yang seperti itu, maka materi pelajaran diberikan terlalu instan dan hanya

berorientasi pada penyelesaian soal-soal UN.

Agar cara mengajar yang seperti itu disadari kekuatannya dan diapresiasi

kelemahannya oleh berbagai pihak (terutama guru) secara berkelanjutan, maka di

dalam PM-PMP ini dipilih LS. Pemilihannya didasarkan pada pertimbangan: (1)

pembelajaran yang terjadi selama ini terjadi kurang berbasis pada permasalahan

nyata di kelas, (2) permasalahan pembelajaran yang terjadi belum ditangani secara

kolaboratif dan berkelanjutan (Sadia, 2008).

Pertimbangan lainnya, yaitu LS merupakan salah strategi yang dipandang

efektif untuk meningkatkan mutu guru (Hart, Murata, dan Alston, 2011). Lesson

study merupakan model atau strategi in-service training yang lebih berfokus pada

upaya pemberdayaan guru sesuai dengan kapasitas serta permasalahan yang dihadapi

oleh masing-masing guru (Sadia, 2008). Hal ini diperkuat oleh beberapa hasil

penelitian LS.

Hasil studi Ibrohim (2009) di Pasuruan menunjukkan bahwa penerapan

model implementasi LS berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja guru SMP

dalam MGMP sains. Demikian juga hasil studi Perry and Lewis (2011) yang

melibatkan 213 guru dan 1,059 siswa di Amerika Serikat menunjukkan bahwa

implementasi LS dapat memperbaiki cara mengajar guru matematika dan ternyata

mengkontribusi hasil belajar matematika siswa sebesar 19,15% (effect size = 0,5).

Berangkat dari beberapa hasil LS terdahulu, Tim menduga bahwa jika LS

diimple-mentasikan melalui Plan (merencanakan), Do (melaksanakan), dan See

(merefleksi) yang dilakukan secara berkelanjutan maka permasalahan pembelajaran

di kelas dapat teratasi. Ketiga tahapan ini dilakukan melalui beberapa siklus. Siklus 1

dianggap tercapai jika minimal silabus dan RPP mata pelajaran yang di-UN-kan,

implementasinya di kelas mencapai 75% (Depdiknas, 2008). Jika pelaksanaan siklus

1 belum mencapai persentase tersebut, akan dilanjutkan pada siklus 2 sedemikian

sehingga implementasi model LS mencapai kriteria yang ditetapkan.

Page 4: Artikel pm pmp 2012

Seminar

Do

SeePlan

Pelaksanaan Lesson Study di Kota Pontianak

Pelaksanan kegiatan LS di Kota Pontianak, dilakukan melalui workshop

selama 9 hari. Ada 3 sekolah lanjutan atas yang berpartisipasi, yaitu SMA Negeri 4,

SMA Negeri 5, dan SMA Negeri 7. Masing-masing sekolah diikuti oleh 9 guru mata

pelajaran yang diujiannasionalkan (Matematika, Fisika, Kimia, Biologi, Bahasa

Indonesia, Bahasa Inggris, Ekonomi, Geografi, dan Sosiologi), 3 orang Kepala

Sekolah, dan 8 orang Tim PM-PMP.

Pelaksanaan LS dilaksanakan selama 9 hari, dari tanggal 16-17 Nopember

2012, tanggal 19-25 Nopember 2012, dan tanggal 28 Nopember 2012. Pola yang

dianut di dalam pelaksanaan LS ini diberikan melalui Gambar 3 berikut.

Gambar 3 Pola Pelaksanaan Lesson Study

Pada tanggal 16-17 Nopember 2012, sesuai dengan keahliannya setiap

anggota Tim melakukan pendampingan terhadap masing-masing guru mata pelajaran

untuk melakukan tahap plan. Di dalam tahap ini setiap guru mata pelajaran membuat

perencanaan pembelajaran berupa silabus dan RPP. Pembuatan perencanaan ini

terfokus pada pokok materi yang nilainya cenderung kurang dari 60 saat UN tahun

sebelumnya.

Oleh karena hasil kajian Sugiatno dkk. (2011) menunjukkan bahwa penyebab

utama rendahnya beberapa kompetensi hasil belajar siswa untuk mata pelajaran yang

di-UN-kan disebabkan oleh standar proses perencanaan dan pelaksanaan

Page 5: Artikel pm pmp 2012

pembelajaran (khususnya yang terkait dengan proses eksplorasi, elaborasi, dan

konfirmasi), di dalam tahap plan, kedua standar proses tersebut diutamakan. Bahan

ajar yang dipakai untuk melakukan eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi

menggunakan pendekatan problem posing. Meskipun pendekatan ini lebih sering

digunakan di dalam pembelajaran matematika, tetapi Tim merujuk kepada

pandangan Piaget (dalam Manktelow, 1999) bahwa berpikir dan bernalar akan

terjadi hanya jika siswa mengalami proses disequilibrium (ketidakseimbangan).

Proses ini akan memicu siswa untuk mencapai equilibrium setelah dirinya melalui

proses asimilasi dan akomodasi (Sugiatno, 2009). Bahkan National Council of

Teachers of Mathematics (1989) menyatakan bahwa problem posing merupakan inti

dari kegiatan belajar.

Proses eksplorasi yang perencanaannya berbasis problem posing, dilakukan

dengan soal-soal yang tingkat kesukaran sama dengan soal-soal yang digunakan

dalam UN. Soal-soal pilihan ganda umumnya menggunakan 5 opsi dengan satu

jawaban benar. Sedangkan 4 opsi lainnya dijadikan sebagai pengecoh dan sebagai

jawaban yang salah. Keempat jawaban ini dijadikan sebagai bahan untuk

mengelaborasi dan mengkonfirmasi kesesuaian antara soal yang ditulis (problem

posing) oleh siswa dan ketika dipasangkan keduanya menjadi soal dan jawaban yang

benar. Di dalam pendekatan problem posing ini siswa akan belajar mendapat

tantangan untuk membuat paling tidak ada empat soal baru yang jawabannya

tersedia dan setara dengan soal yang semula.

Setelah Silabus dan RPP (hasil tahap plan) selesai dirancang, selanjutnya

disepakati siapa di antara 3 guru suatu mata pelajaran yang akan menjadi guru model

saat penerapannya di kelas (tahap do siklus 1). Mereka yang tidak menjadi guru

model bertindak sebagai guru pengamat. Di dalam pengamatan ini anggota tim yang

keilmuannya relevan dengan mata pelajaran yang diamati bersama 2 guru lainnya

yang semata pelajaran. Di dalam pengamatan ini, masing-masing pengamat

menggunakan lembar pengamatan untuk mencatat semua kejadian belajar dan

mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru model. Selain menggunakan lembar

pengamatan semua kejadian belajar dan mengajar juga divideokan.

Page 6: Artikel pm pmp 2012

Segera setelah tahap do dilakukan tahap see untuk merefleksikan semua

kejadian belajar dan mengajar. Di dalam merefleksikannya, antar sesama Tim

menyepakati bahwa untuk mengomentari tahap do, respons ataupun reaksi siswa dari

mulai pembelajaran itu yang menjadi fokus. Dengan cara ini diharapkan hambatan

psikologis dalam berkomunikasi antara guru model dan pengamat dapat diperkecil

sehingga di dalam diskusi antar teman sejawat suasananya akrab dan dalam nuansa

saling asih dan asuh. Kondisi refleksi seperti ini dipandang urgen, sebab mengubah

keyakinan mengajar yang sudah “menaun” bukan merupakan perkara yang mudah.

Ketika nuansa saling asih dan asuh di dalam tahap refleksi dapat dilakukan,

kejujuran dan keluguan saat menghadapi hambatan di dalam mengajar secara

bertahap diakui oleh masing-masing guru model. Kondisi seperti ini juga ternyata

memicu kejujuran dan keluguan guru pengamat. Selain itu, secara bertahap antar

mereka saling terbuka untuk mengakui kelebihan dan kekurangan mereka masing-

masing saat mengajar.

Di saat seperti ini di mana suasana pedagogis sudah terbentuk antara Tim dan

guru model maupun guru pengamat, maka secara bertahap Tim mulai menggagas

dan meminta mereka untuk memperbaiki kekurangan mendasar yang terdapat dalam

silabus maupun RPP dan saat perencanaan tersebut diimplementasikan di kelas.

Suasana-suasana seperti inilah yang dijadikan sebagai basis pelaksanaan PM-PMP

ini. Ujung dari kegiatan PM-PMP dilakukan seminar, di mana sebagai presenternya

adalah 9 guru model. Di dalam seminar, masing-masing dari mereka berbagi

pengalaman mengenai apa yang telah mereka dapatkan selama proses plan, proses

do, dan proses see.

Hasil dan Pembahasan

Dalam tahap plan ada dua luaran yang dihasilkan, yaitu Silabus dan Rencana

Proses Pembelajaran (RPP). Silabus dan RPP dihasilkan oleh sembilan guru mata

pelajaran kelas XII yang di-ujian nasionalkan. Di dalam menyusun perencanan

pembelajaran (silabus dan RPP) terfokus pada materi yang hasil ujian nasionalnya

kurang dari 6 dan strategi yang ditempuh sehingga memenuhi standar proses

pembelajaran dilakukan dengan problem posing. Kedua hasil tahap plan ini

dipaparkan melalui Gambar 1.

Page 7: Artikel pm pmp 2012

Gambar 1. Rerata Skor Perencanaan Pembelajaran Siklus 1 dan Siklus 2

Setelah silabus dan RPP siklus 1 diimplementasikan di kelas (tahap do)

diperoleh luaran berupa hasil belajar dalam bentuk respons siswa saat mengikuti

mata pelajaran. Respons siswa tersebut diberikan melalui Gambar 2.

Gambar 2 Respons Siswa Terhadap Pembelajaran

Dari Gambar 1 dan Gambar 2 tampak bahwa meningkatnya rerata skor

rencana pembelajaran dari siklus 1 ke siklus 2 cenderung diikuti oleh meningkatnya

rerata skor respons siswa terhadap pembelajaran. Rerata peningkatan skor silabus

dan RPP siklus 1 dan siklus 2, masing-masing sebesar 5,05% (78,89% menjadi

83,94%) dan 9,82% (69,96% menjadi 79,78%). Sedangkan rerata peningkatan skor

respons siswa selama siklus 1 dan siklus 2 mengenai menariknya pembelajaran dan

manfaat pembelajaran yang terjadi selama siklus 2 untuk menghadapi UN, masing-

masing sebesar 2,22% (95,56% menjadi 97,78%) dan 9,45% (72,22 menjadi

81,67%). Kecenderungan peningkatan skor respons siswa diberikan melalui

Gambar 3.

0.00%

20.00%

40.00%

60.00%

80.00%

100.00%

Silabus RPP

78.89%

69.86%

83.94% 78.78%

Siklus 1

siklus 2

0.00%

50.00%

100.00%

Menarik Manfaat

95.56%

72.22%

97.78%81.67%

Siklus 1

Siklus 2

Page 8: Artikel pm pmp 2012

Gambar 3 Kecenderungan Respons Siswa terhadap Pembelajaran

Kecenderungan-kecenderungan tersebut menyiratkan bahwa perencanaan

pembel-ajaran yang memenuhi standar kurikulum, yaitu mencapai minimal 75%

(Depdiknas, 2008) akan cenderung diikuti oleh hasil belajar yang juga minimal

mencapai persentasi tersebut. Tetapi belum terjadi pada rerata skor RPP siklus 1,

karena hanya mencapai 69,96%. Kecenderungan ini dapat dipahami karena Tim

belum terlalu mengintervensi guru saat penyusunan rencana pembelajaran.

Pertimbangannya, yaitu untuk meyakinkan guru bahwa workshop LS bukan untuk

menghakimi kekurangan mereka.

Dengan pertimbangan seperti itu, ternyata secara psikologis berdampak pada

keantosian guru saat terjadi diskusi kelompok dalam menyusun silabus maupun RPP.

Kondisi ini terdeskripsi dari Gambar 4.

Gambar 4 Situasi Diskusi Penyusunan Rencana Pembelajaran

Keantosiasan mereka dapat terukur dari 68% dan 32% yang menyatakan sangat

setuju dan setuju bahwa “kegiatan diskusi pada tahap plan bermanfaat dalam

menunjang pelaksanaan eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi”.

Keantosiasan guru juga dapat diketahui dari tahap do, dan tahap see

(merefleksi) pada setiap kegiatan di dalam kelompok mata pelajaran. Sebagai salah

0.00%

50.00%

100.00%

Menarik Manfaat

95.56%

72.22%

97.78%

81.67%

Siklus 1

Siklus 2

Page 9: Artikel pm pmp 2012

satu contoh, misalnya dalam tahap do dan tahap see masing-masing dapat diberikan

melalui Gambar 5 dan Gambar 6.

Gambar 5 Suasana Tahap do

Gambar 6 Suasana Tahap See

Tafsir bahwa tahap do maupun tahap see itu membuat guru bersemangat dan

termotivasi mengikuti kegiatan LS didukung oleh respons mereka yang cenderung

“sangat setuju” dan “setuju” terhadap semua pernyataan positif yang terdapat dalam

angket, antara lain: (1) saya senang mengikuti LS, (2) LS membuka pikiran saya

tentang cara mengelola pembelajaran; (3) LS bermanfaat untuk meningkatkan

kualitas kinerja saya sebagai guru. Ketiga, respons guru terhadap pernyataan negatif

cenderung memilih “tidak setuju” dan “sangat tidak setuju”, antara lain untuk

pernyataan “LS tidak ada bedanya dengan pelatihan yang lain”. Hal ini terdeskripsi

dari Gambar 6.

Page 10: Artikel pm pmp 2012

Gambar 6 Respons Guru terhadap Angket

Meskipun pengabdian PM-PMP ini hanya terjadi dalam 2 siklus, tetapi Tim

memiliki alasan yang kuat untuk berpandangan bahwa jika LS yang dilakukan

melalui proses plan, proses do, dan proses see dilakukan secara konsisten hasilnya

akan berkontribusi terhadap peningkatan hasil UN. Bukan hanya ketiga proses

tersebut, tetapi di dalam pengabdian PM-PMP ini, juga dilakukan seminar hasil LS.

Seminar ini, dapat dipandang sebagai proses penguat yang membelajarkan semua

pihak yang berkepentingan untuk mengatasi permasalahan pembelajaran—

khususnya untuk menghadapi UN. Bahkan saat seminar, ada guru yang berpendapat

“...LS seperti ini sebaiknya juga dilakukan untuk guru kelas X dan kelas XI”.

Suasana seminar ini dapat diberikan melalui Gambar 7 dan Gambar 8 berikut.

Gambar 7 Suasana Seminar Hasil LS

0.00%

20.00%

40.00%

60.00%

80.00%

100.00%

SS/TS S/STS

40.16%

59.84%

92%

8%

Pernyataan Postif

Pernyataan Negatif

Page 11: Artikel pm pmp 2012

Gambar 8 Suasana Persentasi Hasil LS

Pandangan Tim tersebut juga sejalan dengan pandangan Lewis (2006) bahwa

saat ini LS sudah menjadi salah satu model pembinaan guru di Jepang dan

berdampak positif terhadap peningkatan kualitas proses dan hasil

pembelajaran. Hal ini mengkonfirmasi hipotesis Lewis dan sejalan dengan

hasil penelitian Perry dan Lewis (2011) serta hasil penelitian Ibrohim (2011).

Dengan demikian, model pemecahan yang diajukan melalui penelitian Sugiatno dkk

(2011) berupa model LS berbasis prodi yang di-UN-kan telah teruji secara empiris

dapat meningkatkan kemampuan guru yang mata pelajarannya di-UN-kan.

Simpulan dan Saran

Simpulan

1. Silabus dan RPP yang memenuhi standar proses sesuai dengan Permen Diknas

nomor 41 tahun 2007 dapat dihasilkan melalui proses plan, proses do, dan

proses see selama siklus 1 dan siklus 2 program pengabdian PM-PMP ini. Rerata

skor silabus dan RPP siklus 1 dan siklus 2, masing-masing 78,89% menjadi

83,94% dan 69,86% menjadi 81,67%.

2. Kecenderungan peningkatan rerata skor silabus dan skor RPP selama siklus 1

dan siklus 2 diikuti oleh kecenderungan peningkatan respons siswa terhadap: (a)

proses pembelajaran siklus 1 untuk 9 mata pelajaran yang di-UN-kan

berlangsung menarik sebanyak 95,56% berubah menjadi 97,78% selama siklus

2; (b) proses pembelajaran siklus 1 untuk 9 mata pelajaran yang di-UN-kan

bermanfaat untuk menghadapi UN sebanyak 72,22% berubah menjadi 81,678%

selama siklus 2.

Page 12: Artikel pm pmp 2012

3. Lesson Study sebagai salah satu model pemecahan masalah yang diajukan

melalui program pengabdian PM-PMP ini, secara empiris cenderung dapat

meningkatkan kualitas perencanaan pembelajaran (silabus dan RPP), dan setelah

diimplementasi dapat meningkatkan kesiapan siswa untuk menghadapi UN tahun

2012.

Rekomendasi

1. Pengabdian PM-PMP, khususnya Lesson study seyogyanya menjadi program

andalan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi untuk meningkatkan mutu

pendidikan di sekolah, karena peningkatan mutu pendidikan di jenjang ini

merupakan mata rantai peningkatan mutu di perguruan tinggi.

2. Lesson study seyogyanya juga dilakukan di daerah-daerah pedalaman, karena di

kota Pontianak belum semua guru di sekolah mengenal Lesson Study.

Page 13: Artikel pm pmp 2012

DAFTAR PUSTAKA

Hart, Lynn C., Murata, A., dan Alston, Alice, S. (2011). Study Research and Practice

in Mathematics Education (Learning Together). Springer Dordrecht Heidelberg London New York

Depdiknas (2008). Juknis Analisis Standar Proses di SMA. [Online] Tersedia:

http://teguhsas-mitosdp1.files. wordpress.com/ 2010/06/04-juknis-analisis-

standar-proses__isi-revisi__ 0104.pdf [17 Juli 2012]

Cerbin, W. dan Kopp, B. (2006). Lesson Study as a Model for Building Pedagogical Knowledge and Improving Teaching. [Online] Tersedia: http://scotens.org/wp-content/ uploads/exploring-japanese-research.pdf [7

Juli 2012]

Ibrohim (2009). Pengaruh Model Implementasi Lesson Study dalam Kegiatan MGMP terhadap Peningkatan Kompetensi Guru dan Hasil Belajar Biologi

Siswa.

Manktelow, K. (1999). Reasoning and Thinking. [Online] Tersedia: http://depositfiles.

com/files/jg08d6gz2/27351_0863777090reason.pdf [15 Desember

2012].

National Council of Teachers of Mathematics. (1989). Curriculum and evaluation standards for school mathematics. Reston, VA: National Council of Teachers

of Mathematics. Perry, R. dan Lewis, R. (2011). Improving the Mathematical Content Base of

Lesson Study Summary of Results. [Online] Tersedia: http://lessonresearch.net/ IES%20 Abstract_ 01.03.11.pdf [18 Juli 2012]

Lewis, C. dan Perry, R. (2006). Professional Development Through Lesson Study:

Progress And Challenges In The U.S. [Online] Tersedia: http://www.human.tsukuba.ac.jp/ ~mathedu/2510.pdf [10 Desember 2012]

Sugiatno, dkk. (2011). Pemetaan Dan Pengembangan Mutu Pendidikan Sekolah

Menengah Atas (SMA) di Provinsi Kalimantan Barat (Kasus Pada Kota

Pontianak, Kabupaten Kubu Raya, Dan Kabupaten Pontianak). Pontianak: Universitas Tanjungpura.