Download - Artikel Jurnal Aksata 1

Transcript
Page 1: Artikel Jurnal Aksata 1

Oleh : Tim Perakitan Mobil ListrikSMKN6 Malang

Latar Belakang

Kesadaran akan semakin berkurangnya ketersediaan minyak bumi sebagai bahan bakar utama dunia selama ini, maka perubahan besar dalam penggunaan bahan bakar pada era abad ke-20 ini, yaitu berupa Pengembangan Bahan Bakar Alternatif (AF) yang dicanangkan sebagai berikut :

Jangka Pendek (2014 – 2019)

- Mulai mengembangkan bahan bakar biomassa menjadi minyak solar dengan komposisi campuran sampai 2,5 – 5 %

- Mulai memproduksi bahan bakar biomassa dalam jumlah yang sangat besar.

- Mulai mengembangkan mesin kendaraan yang menggunakan bahan bakar fleksibel (FFV), sehingga melakukan lebih banyak percobaan bahan bakar biomassa.

- Melakukan studi kebutuhan bahan bakar gas, baik keuntungan maupun kerugian untuk penerapannya pada transportasi masal.

- Tuntutan untuk mengembangkan jaringan bahan bakar gas dengan diuji cobakan pada kota-kota besar di Indonesia.

- Memulai program pengembangan bahan bakar gas untuk transportasi masal BRT

- Memulai riset sel-sel bahan bakar dan Teknologi Hibrid

- Memulai riset energi surya dan thermal laut.

Jangka Menengah (2020 – 2025)

- Telah mengalihkan 20% bahan bakar menjadi bahan bakar biomasa, baik untuk penggunaan biasanya maupun

- untuk mesin kendaraan berbahan bakar Fleksibel (FFV)

- Telah mengalihkan 80% transportasi masal, terutama angkutan bus cepat (BRT) menuju bahan bakar gas atau gas alam terkompresikan (CNG)

- Mempromosikan teknologi hibrid ke pasar Indonesia

- Melakukan pengujian teknologi sel bahan bakar dan mulai mempromosikannya.

- Melakukan pengujian energi surya dan energi thermal laut.

Jangka Panjang (2026 – 2030)

- Mengalihkan teknologi listrik menjadi energi surya dan energi thermal laut, sampai dengan minimum 25% dari konsumsi energi.

- Mempromosikan teknologi sel bahan bakar ke pasar Indonesia.

- Mengganti sebagian besar pergerakan kendaraan pribadi menjadi transportasi umum masal yang menggunakan tenaga listrik. Listriknya dibangkitkan dari energi surya atau energi thermal laut.

1

PERAKITAN MOBIL LISTRIK AKSATA

Di SMK NEGERI 6 KOTA MALANGKendaraan Ringan dengan

Teknologi

Page 2: Artikel Jurnal Aksata 1

Mobil Listrik Aksata

Nama Aksata, diambil dari bahasa Sansekerta yang berarti Maju Berkelanjutan, disamping sebagai motto SMKN 6 Malang juga dipilih sebagai merk mobil listrik yang dirakit di SMKN6 Malang. Inovasi untuk menerapkan teknologi ramah lingkungan adalah tuntutan masa kini terlebih di masa yang akan datang.

Mobil listrik, adalah salah satu alternatif yang sangat potensial untuk dikembangkan dalam mengatasi ketergantungan pada bahan bakar minyak bumi yang semakin menipis ketersediaannya di dunia. Dapat disajikan perbandingan beaya operasional kendaraan mobil listrik dengan kendaraan berbahan bakar bensin.

Dari tabel di atas, menunjukkan mobil listrik Aksata 6x lebih efisien dibanding mobil berbahan bakar premium dan 10x lebih efisien dibanding pertamax.

Di samping itu, mobil listrik Aksata memiliki keunggulan :

» Rendah kebisingan (tidak menggunakan motor bakar)

» Rendah emisi (0% emisi karbon)

» Rendah beaya perawatan (tidak memerlukan ganti oli)

DATA SPESIFIKASI MOBIL LISTRIK AKSATA

PENGGERAK MOBIL LISTRIK

• Mobil secara umum memerlukan beberapa komponen vital untuk digunakan sebagai penggerak

• Pada mobil LISTRIK:

2

Tipe Spesifikasi Standar

Spesifikasi Nyaman

Penumpang 2 2

Pintu 2 2

Bodi Tipe bantalan logam

Tipe bantalan logam

Panjang x Lebar x Tinggi

3590 x 1450 x 1715 mm

3590 x 1450 x 1715 mm

Jarak roda 2000 mm 2000 mm

Celah ruang landasan

150 mm 150 mm

Motor listrik Motor DC 4 kW

Motor AC 10 kW

Transmisi Otomatis Otomatis

Waktu pengisian

batere

8 jam 6 jam

Jarak tempuh 120 km 200 km

Kecepatan 50 km/jam 100 km/jam

Batere Batere asam arang

Batere LiFePo4

Usia Batere 500 siklus 2000 siklus

Untuk 120 km

Mobil Listrik Aksata

Premium Pertamax

Konsumsi Beaya Operasional

Rp. 10.000,-

Rp. 65.000,-

Rp. 100.000,-

Page 3: Artikel Jurnal Aksata 1

Mengenal komponen listrik mobil

1. Charger /Pengisi simpanan daya

Jenis charger ada beberapa macam :

- Cepat → charger eksternal

- Pelan → charger onboard

Charger harus sesuai dengan

sistem power supply yang terpasang pada suatu mobil listrik

2. Battery

Batere yang digunakan mobil listrik secara umum ada 2:

a. Batere Lithium

Kelebihannya :

- Ringan- Dapat diisi dengan cepat- Umur batere lebih panjang

Kekurangannya : Mahal

b. Batere Asam Timah/Lead Acid

Kelebihannya : Murah

Kekurangannya :

- Hanya bisa diisi dengan charger lambat

- Umur lebih pendek- Berat

3. Throttle

Pedal gas untuk mengatur kecepatan gerak mobil

4. Pengendali Kecepatan

Pengendali kecepatan/controller diperlukan agar mobil dapat beroperasi dengan baik dan aman. Pengendali kecepatan diatur oleh throttle (pedal gas).

5. Tuas Pemindah Maju-Mundur

Digunakan untuk menentukan arah putar motor listrik. Arah putar ini mempengaruhi arah gerak mobil.

6. Motor Listrik

Berfungsi sebagai penggerak utama

7. DC Converter

Berfungsi untuk merubah tegangan batere menjadi 12 Volt DC. Untuk menghidupkan asesoris.

Motor dalam Roda (In-Wheel Motor)

Usaha untuk meningkatkan torsi motor listrik telah memperlihatkan hasil yang cukup baik, sehingga akhirnya dapat dibuat rancangan motor listrik yang bisa langsung dipasang dalam wheel rim (velg) roda (In-Wheel Motor).

3

Page 4: Artikel Jurnal Aksata 1

Perkembangan terbaru, telah selesai dirancang In-Wheel Motor dengan spesifikasi sebagai berikut :

Dimensi masuk di dalam rim roda 19 – 20 inchi.

Torsi maksimum 800 Nm.

Putaran maksimum 1200 rpm.

Dilengkapi rem cakram di luar konstruksi motor.

Apabila digunakan 4 motor pada seluruh roda (4 WD), maka akan diperoleh :

4 x 800 = 3200 Nm.

Dengan diameter roda 70 cm, akan diperoleh :

Total torsi dengan daya dorong 910 kf

Kecepatan maksimum 160 km/jam.

Dokumentasi Perakitan Mobil Listrik AKSATA di Bengkel Perakitan Mobil SMK Negeri 6 Kota Malang

Bekerja sama dengan PT Great Asia Link, Kedung Anyar Factory, Gresik, Jawa Timur, mobil listrik AKSATA dapat dirakit oleh siswa SMKN 6 Malang, dibawah bimbingan guru praktik/instruktur, tanggal 2 sd 7 April 2014. Pengujian/tes jalan tanggal 8 sd 9 April 20014. Dilaksanakan In House Training di SMKN 6 Malang tanggal 10 April 2014.

Suatu kebanggaan untuk memamer karya SMKN 6 Malang pada peringatan Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2014, di depan Kantor Balai Kota Malang. Wali Kota Malang, Abah Anton begitu antusias dengan mencoba mengendarai mobil listrik Aksata. Kepala SMKN6 Malang, Dra. Aksihari, M.Pd. beserta Ketua dan perwakilan guru Kompetensi Keahlian TKR, OTO, juga tiga perwakilan siswa yang terlibat dalam proses perakitan mobil listrik turut hadir dalam jumpa pers seusai acara tersebut. Dilaporkan dan ditulis Oleh Tim Perakitan Mobil Listrik SMKN6 Malang :Ketua : Drs. H. Moh. Guntur Sayekti, M.Pd. (K3TKR)Anggota : K3OTO, K3AB, K3 TPTL

4

Page 5: Artikel Jurnal Aksata 1

Oleh : Jeannette Giegerich

Pada bulan November 2013 Jeannette Giegerich (Janet) bekerja sebagai penasehat pendidikan lingkungan di GIZ. Dia bekerja di dalam project kerja sama Indonesia-German yang disebut “PAKLIM“- Program Advis Kebijakan Lingkungan dan Perubahan Iklim. Pada tanggal 6 Maret 2014 Janet tinggal di Malang untuk mendiskusikan kurikulum tentang isu-isu perubahan iklim bersama bapak-ibu guru di SMKN6 Malang dan sekolah lain. Menurut dia perubahan iklim adalah salah satu tantangan terbesar di dunia yang harus kita atasi bersama. Karena itu dia mau bersama bapak-ibu guru di SMKN6 Malang, memasukkan isu-isu tersebut ke dalam kegiatan pembelajaran, baik di dalam maupun di luar kelas. The natural greenhouse effect makes life on earth possible.

On earth, we are receiving our energy from the sun. Short-wave infrared radiation from sun rays falls on earth and is gradually being reflected as long-wave and thermic infrared radiation. Greenhouse gases (GHG) can absorb this long-wave and thermic infrared radiation and emit it back to earth. Classified by number, the appearance of Greenhouse gases in the atmosphere of the earth are Water vapor (H2O), Carbon dioxide (CO2), Methane (CH4), and Nitrous oxide (N2O). Without greenhouse gases, to live on earth would be impossible. The global average temperature would be about -18 degrees Celsius. With this natural heating system consisting of greenhouse gases, we have a global average temperature of about +15 degrees Celsius.

Natural greenhouse effectSource: http://www.cotf.edu/ete/modules/carbon/efcarbon.html

Caused by human influence, more and more GHG like CO2 are released in the atmosphere.

There is a natural cycling process of Carbon dioxide on earth. Plants absorb CO2 from the atmosphere during photosynthesis and animals release CO2

back into the atmosphere during respiration.

Since we use fossil resources by industry and automobiles, we diminish big CO2 stores: fossil fuel such as coal, oil, and natural gas. The emission of CO2 coming from this use of fossil fuel are much bigger than the natural potential to absorb CO2. Because there are more and more greenhouse gases in the atmosphere, the global temperature is rising. The United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) in Copenhagen in 2009 determined that the temperature on earth can rise by only 2°C without dramatically and unchangeable climate change effects.

Carbon dioxide cycleSource: http://www.cotf.edu/ete/modules/carbon/efcarbon.html

The main impacts are the use of fossil fuel and the deforestation.

Forests and the climate are inextricably linked. Worldwide, the

5

Climate change education and awareness

Page 6: Artikel Jurnal Aksata 1

degradation and destruction of tropical rainforests are responsible for around 15 percent of annual greenhouse emissions. Rainforests store large amounts of carbon dioxide out of the atmosphere The loss of rainforests equals the loss of one of the world’s greatest buffers against climate change. Slash and burn increase the problem, because all stored carbon will immediately be released into the atmosphere. Additionally, if the rainforest is growing on peatland, it makes deforestation even worse. Peatland is an other big carbon dioxide store and changes in land use on peatland will release a lot of carbon dioxide,too.

Indonesia houses the largest rainforest in all of Asia. As recently from the 1960s, a little over 80 percent of Indonesia was forested. The destruction of Indonesia’s rainforests is one of the leading causes of climate change worldwide. The carbon emissions resulting from Indonesia’s rapid deforestation account for around six to eight percent of global emissions which is more than the emissions from all the cars, planes, trucks, buses and trains in the U.S. combined. This huge carbon footprint from forest destruction has made Indonesia the third-largest global greenhouse gas emitter, behind only the U.S. and China.

Motorists inch their way in heavy traffic in Palembang, Sumatra, in Indonesia.Foto: Ted Aljibe/AFP/Getty Images

More than 100 fires were set in Tripa swamp forest, Aceh. source: http://www.regenwald.org/erfolge/5639/indonesien-hohe-strafe-fuer-palmoelfirma-wegen-brandrodung

The impacts of these emissions are dramatic.Today, nearly half of Indonesia’s original forest remains for palm oil or eucalyptus plantations. Effects of this forest destruction are growing environmental and social problems. Burning clear rainforests is widespread, laying down a thick haze of smoke that shuts down regional air traffic and provokes public health alerts in urban areas hundreds of miles away. Pesticides and factories are polluting the waterways and local soils. And, increasingly, corporate control of land triggers human rights abuses and persistent conflicts between companies and local communities.The global temperature rise in the atmosphere decline rainfall in southern and increase rainfall in northern regions of Indonesia which both lead to threatening the food production. The rise of temperature in the oceans project more tropical storms and increase the risk of catastrophic flooding. The seawater gets more acid and this destroys the living conditions of many coral species. 30 percent of all coral reefs of the world lives in the coral triangle between Indonesia, Malaysia and the Philippines as well as 76 percent of coral species and 35 percent of fish species depending on corals. Many fish use coral reefs as kindergarden, and coral reefs are very powerful protectors against flooding. Indonesia is on the way to lose its beautiful nature as well as important tourist attractions as well as the livelihood of millions of people living by the sea and on the coasts.

6

Page 7: Artikel Jurnal Aksata 1

Women and children wade through their flooded Jakarta neighborhood in January, 2013. (AFP Photo) Source: JakartaGlobe, http://www.thejakartaglobe.com/news/indonesia-in-2028-permanent-and-irreversible-climate-change ;

Education is an essential element in the global response to climate change. Climate change is one of the major challenges of our time. Indonesia is no exception: the frequency of severe flooding in Papua and of critically low yields of crops in Nusa Tenggara Timur (NTT) are warnings of the climate change threat in this country. Beside climate change mitigation and adaptation, the Indonesian government has also been responding to climate change through education within the framework of the UN Decade of Education for Sustainable Development (DESD). PAKLIM’s Climate Change Education and Awareness work area aims to raise awareness and enrich the knowledge of Indonesian Youth ranking 12-24 years. It helps young people to understand the impact of climate change, and it encourages changes in their attitudes and behavior. Every school can work on two topics: “Reduce greenhouse gases and energy use” as well as “Create awareness for Climate Change” including developing a new curriculum. SMKN6 already started this process and is on the way to go green. Each teacher should be part of the movement and include climate change issues in all lesson plans. Climate change is not waiting. Let’s act now!

7

Page 8: Artikel Jurnal Aksata 1

Oleh : Nur Kholis MajidNIP. 19900930 201402 1 001SMKN 3 Banjarbaru, Kalimantan Selatan

API UNTUK APLIKASI GUI1. AWT (Abstract Window Toolkit)

Library dan komponen GUI (java.awt) yang pertama kali diperkenalkan oleh Java, Sun tidak merekomendasikan lagi penggunaan komponen GUI dari AWT.

2. Swing atau JFC (Java Foundation Class)Library dan komponen GUI (javax.swing) terbaru dari Java dan yang direkomendasikan Sun untuk pemrograman GUI. Komponen Swing sebagian besar adalah turunan AWT dan lebih lengkap daripada AWT.

APLIKASI JAVA SWING1. GUI Swing

Swing merupakan koleksi komponen GUI yang berjalan secara seragam di setiap platform murni yang mendukung JVM (Java Virtual Machine). Keseluruhan komponen Swing ditulis menggunakan Java sehingga mampu menyediakan fungsionalitas maksimal di platform yang ekuivalen. Hal ini juga membuktikan bahwa portabilitas aplikasi Swing sangat tinggi.

2. Komponen dan ContainerDalam ranah antarmuka pengguna, komponen merupakan bagian fundamental di Java. Pada prinsipnya, segala sesuatu yang kita lihat di tampilan aplikasi Java adalah suatu komponen—misalnya window, menu, dan button. Di sisi lain, container adalah jenis komponen yang “menampung” dan mengelola komponen-komponen lainnya. Idealnya, suatu komponen harus diletakkan di sebuah container agar ia dapat digunakan. Komponen-komponen Swing dapat diklasifikasikan ke dalam tiga bagian, yaitu top-level container, intermediate container, dan komponen atomic (tunggal). Container tingkat atas (top-level)

berfungsi untuk menyediakan ruang bagi komponen-komponen lainnya.

Container jenis ini terdiri dari JFrame, JWindow, JDialog, dan JApplet.

Container menengah adalah komponen (non top-level) yang keberadaannya untuk menampung komponen lainnya, misalnya panel, tabbed, dan tool bar.

Komponen atomic berfungsi untuk menampilkan dan/atau menerima informasi. Contoh komponen atomic adalah text field, button, dan label.

INSTALASI NETBEANSJava SDK dan NetBeans diperlukan jika anda hendak mulai bermain-main dengan bahasa pemrograman Java. Java SDK adalah platform dasar Java yang diperlukan agar PC anda bisa mengeksekusi kode-kode program anda yang menggunakan bahasa Java, sedangkan NetBeans adalah aplikasi editor terpadu (IDE atau Integrated Develepment Environment) yang akan banyak mempermudah dalam membuat aplikasi karena menyediakan kontrol-kontrol visual yang penting dalam pemrograman desktop (atau lebih dikenal sebagai pemrograman visual).MEMULAI NETBEANSYang pasti kalau menggunakan Sistem Operasi dari keluarga Microsoft, ada shortcutnya di desktop, selanjutnya tinggal di double klik saja.MEMBUAT PROJECT BARUBerikut adalah langkah-langkahnya:1. Pilih File2. New Project 3. Pada Category: pilih Java 4. Pada Projects: pilih Java Application

8

JAVA GRAPHICAL USER INTERFACE

Page 9: Artikel Jurnal Aksata 1

5. Kemudian Klik tombol Next

6. Pada Project Name: ketik nama project misalnya TampilanForm

7. Pada Project Location: klik Browse untuk memilih folder diaman Anda akan menyimpan project

8. Checklist pada Set as Main Project 9. Checklist juga pada Create Main Class 10. Kemudian klik Finish, maka hasilnya akan

tampak seperti di bawah ini :

MEMBUAT FORM1. Klik kanan pada nama project di sebelah

kiri yang ada pada Project Explorer

2. Pilih JFrame Form 3. Kemudian pada Class Name : ketik nama

form misal frmButton4. Pada Location : pilih Sources Packages (ini

pilihan default)5. Pada Package : pilih tampilanform (sesuai

nama project)

6. Setelah itu klik Finish

MENAMBAHKAN CODE PROGRAM PADA MAIN.JAVAKarena pada saat membuat project pertama sekali di-checklist pada Creat Main Class dan Set as Main Project, maka yang selalu dijalankan pertama sekali ketika program di run adalah Main.java, dari program inilah dipanggil form frmButton (nama form / class name), bagaimana caranya? 1. Buka code Main.java dengan mengklik

pada tab Main.java yang ada di bawah toolbar

2. Kemudian tambahkan code pada class utama (class main)

public static void main (String[] args) {

//TODO code application logic here new frmButton().setVisible(true); }

3. Setelah itu coba jalankan program Anda

dengan menekan tombol F6 Atau klik tombol yang terdapat pada toolbar.

4. Lalu akan tampil form yang masih kosong, klik pada sudut form (x) untuk menutup form yang sedang running dan kembalilah edit form Anda dan tambahkan beberapa palette (bacanya bukan pelet tetapi pælet) (di visual basic disebut toolbox) sesuai dengan kebutuhan Anda.

5. Sekarang lanjutkan mengedit form Anda.

MENAMBAH PALETTE PADA FORMAda banyak palette yang dapat ditambahkan pada form sesuai kebutuhan program, pada project biasanya jendela palette terletak di sebelah kanan layar, lihat gambar dibawah ini perhatikan garis merahnya.

9

Page 10: Artikel Jurnal Aksata 1

DAFTAR PALETTE Swing Control: Label Button Toggle Button Check Box Radio Button Button Group Combo Box List Text Field Text Area Scroll Bar, banyak lagi (lihat saja gambar di

atas) Sekarang bagaimana cara menambahkan palette tersebut ke form? Pada dasarnya sama dengan ketika Anda menggunakan bahasa pemrograman visual lainnya, tinggal klik pada palette yang kamu butuhkan dan drag, kemudian letakkan pada form. Atau boleh juga dengan mengklik sekali pada palette dan bawa mouse ke area form maka palette yang diklik tadi akan tampil, sekarang tinggal klik sekali pada area form dimana akan diletakkan objek palette tersebut.

Sebagai contoh lihat gambar di bawah ini:1. Arahkan mouse pada palette Label, Klik

sekali (jangan ditahan, klik biasa aja) kemudian Arahkan mouse pada area form (lihat posisinya disesuaikan) lalu klik sekali, pallete Label akan tampak pada form.

2. Kemudian ubah teks jLabel1 menjadi Nilai Tugas, caranya:a. Klik kanan pada objek label b. Pilih Edit Text

3. Lalu ketik judul yang baru (Nilai Tugas) dan klik OK

4. Dapat juga mengubah ukuran objek dengan mengklik pada titik-titik yang ada di setiap sisi dan sudut objek yang sedang diedit (objek yang aktif) kemudian ubah nama objek, biasanya disesuaikan dengan jenis palette yang digunakan. Misalnya kalau label, maka nama objek biasanya diawali dengan lbl misal lblNilaiTugas, kalau button penamaannya biasanya diawali dengan btn, misalnya btnClose, dll.

5. Untuk mengubah nama palette klik kanan pada palette yang akan diubah namanya

6. Pilih Change Variable Name 7. Kemudian ketik nama Variable Namenya,

misal lblNilaiTugas, lihat gambar:

8. Klik OK9. Dapat dilakukan perubahan Variable

Name atau yang lainnya (properties) melalui jendela Properties

10. Selanjutnya kalau ingin menambahkan palette yang sama tinggal copy paste lalu ubah Text, Variable Name dan lain-lain sesuai kebutuhan.

KASUS Buatlah form seperti dibawah ini:

Catatan: Jika project dijalankan, maka form yang

tampil adalah seperti yang lihat di atas. Pertama kali textfield tidak dapat di

isi/diklik dan tombol New, Save, Show, hanya tombol Close dan Release Array saja yang dapat di Klik.

Fungsi tombol: Release Array?Apabila di klik berarti mengalokasikan variabel Array dengan jumlah row data yang baru,

10

Page 11: Artikel Jurnal Aksata 1

dengan mengklik tombol ini, maka tombol New dan Show akan aktif sementara tombol Save belum aktif.Setelah Anda ketik jumlah data lalu klik OK, maka tombol New akan aktif New? Apabila di klik maka semua textfield menjadi aktif dan bernilai kosong, kemudian cursor akan aktif pada txtNT (text nilai tugas), kemudian tombol Save akan aktif dan tombol New dan tombol Show malah tidak aktif. Dan akan tampil nomor data yang akan di isi pada label Data Ke: Save? Hanya dapat di klik setelah tombol New di klik, tombol ini akan menyimpan data yang ada pada textfield ke Array yang sudah didefenisikan sebelumnya sesuai urutan row, apabila salahsatu textfield masih kosong maka penyimpanan tidak dikerjakan dan cursor akan kembali ke textfield (jadi ada validasi textfield).Show?Untuk menampilkan data sesuai dengan permintaan data keberapa yang akan di tampilkan kembali ke textfield, ketika Anda klik tombol ini akan tampil inputbox:Ketiklah nomor record yang akan Anda tampilkan ke textfield form Setelah Anda klik OK, maka akan tampil data dari Array yang sudah tersimpan, jika Anda masukkan angka 1 maka data yang akan tampil adalah yang ada pada Index Array 0, jika Anda input dengan jumlah yang melebihi Array, maka akan ditampilkan data 1 (array 0) Close?menutup Form atau keluar dari aplikasi.

11

Page 12: Artikel Jurnal Aksata 1

Oleh :Trianto AtmojoSMKN 1 Sanana, Maluku Utara

Mail merge adalah fasilitas yang disediakan oleh Microsoft Word untuk memudahkan pencetakan dokumen secara cepat (biasanya surat) yang ditujukan kepada banyak pihak. Misalnya, sekolah ingin membuat sertifikat pelatihan dan akan dibagikan kepada semua peserta. Untuk mempercepat pembuatan sertifikat tersebut kita bisa memanfaatkan fasilitas mail merge, lakukan proses berikut ini.Buatlah dua jenis dokumen dalam berkas (file) berbeda :1) Dokumen master sertifikat pelatihan,

dibuat menggunaman Ms.Word (sertifikat.doc)

Gambar 1 : Sertifikat2) Dokumen daftar nama yang mengikuti

pelatihan, dibuat menggunakan Ms.Excel (daftar nama.xls)

Buka dokumen sertifikat tersebut. Pilih menu Mailings. Pilih Select Recipients, kemudianpilih Use existing list. Selanjutnya pilih data source yaitu file daftar yang telah dibuat dalam bentuk Excel tadi dengan nama daftar nama.xls

Gambar 3 : Proses persiapan Mail Merge

Gambar 4 : Select Data SourceSekarang, lakukan proses berikut. Aktifkan kursor pada dokumen yang dibuat. Pilih Insert Merge Field. Akan Anda lihat rentetan daftar judul seperti berikut.

Gambar 5 : Insert Merge FieldLetakkan kursor pada tempat yang sesuai, lalu klik rentetan judul dengan nama yang sama. Maka akan keluar bentuk seperti di bawah ini.

12

Membuat dan Mencetak Dokumen Secara Cepat Menggunakan Fasilitas

Mail Merge

Page 13: Artikel Jurnal Aksata 1

Untuk mengakhiri proses mail merge, pilih tombol Finish & Merge. Akan keluar 3 pilihan seperti tertera pada halaman berikut.

Gambar 7 : Mengakhiri Mail Merge

Selanjutnya Anda memilih print Document

dan pilih All untuk mencetak semua

sertifikat peserta.

Gambar 8 : Merge to Printer

Sampai tahap ini semua sertifikat akan

tercetak sejumlah peserta yang terdaftar

pada daftar nama.xls

13

Page 14: Artikel Jurnal Aksata 1

Oleh :

Agung PriyadiNIP. 19781116 200604 1 014K3TIPTL SMKN 6 Malang

Bingung dengan cucian yang menumpuk ? Atau mesin cuci Anda rusak ? Ada baiknya jika Anda menyimak sajian berikut ini.

Pada prinsipnya proses pencucian pakaian pada mesin cuci terdiri atas dua bagian pekerjaan utama, yaitu :

1. Mencuci, melepaskan kotoran yang menempel pada pakaian yang telah diluluhkan dalam rendaman air sabun.

2. Membilas, bahan sabun yang tersisa, memeras air, dan mengeringkan pakaian (drying).

Disinilah praktisnya mesin cuci karena dinilai mampu mencuci berbagai bahan kain, mulai dari baju, celana jeans, sarung bantal, hingga bed cover. Selain dicuci, seluruh cucian juga langsung diperas hingga tinggal dijemur atau langsung dikeringkan, tergantung jenis mesin cuci yang dimiliki. Hemat tenaga sekaligus hemat waktu. Sehingga tak heran jika sekarang mesin cuci sudah menjadi salah satu peralatan rumah tangga yang wajib dimiliki.

Untuk memilih mesin cuci, ada baiknya kita memperhatikan hal-hal berikut ini : 1. Kita terlebih dulu menentukan

kebutuhan. Ini akan terkait dengan kapasitas mesin cuci yang ada di pasaran, tipe dua tabung di pasaran tersedia pilihan mesin cuci dengan kapasitas dari 5 – 13 Kg, sedang tipe satu tabung, dari 6.2 – 12 Kg.

2. Yang kedua, kita bisa melihat material yang dipakai. Pastinya harus tahan karat dan anti serangan

tikus. Ini penting karena biasanya dua kelemahan tadi yang sering jadi keluhan konsumen menengah ke bawah itu.

3. Penting juga untuk melihat fungsi dan spefikasi yang ditawarkan. makin canggih tentu makin mahal.

4. Layanan servis dan purna jual tak kalah penting. Jaringan service yang tersebar di mana-mana tentu akan memudahkan Anda bila terjadi gangguan pada mesin cuci. Selain itu jaminan kemudahan suku cadang juga jadi poin tersendiri.

Tips merawat mesin cuci :1. Hindari memasukkan tangan ke

dalam mesin cuci ataupun mesin pengering pada saat mesin beroperasi.

2. Letakkan mesin cuci jauh dari jangkauan anak atau tempat bermain anak.

3. Jangan Menyemprotkan air ke kontrol panel.

4. Hindari mesin cuci dari sinar matahari langsung.

5. Hindari tempat yang lembab. Mesin cuci harus dibersihkan dari debu.

6. Gunakan detergen dan air sesuai dengan petunjuk pemakaian.

7. Setelah digunakan, matikan mesin dan cabut stop kontaknya.

8. Pakaian yang hendak dicuci hendaknya sesuai dengan kapasitas mesin cuci agar tidak merusak motor penggerak.

Tabel Troubleshooting Mesin Cuci

14

MEMILIH dan MERAWAT MESIN CUCI

Page 15: Artikel Jurnal Aksata 1

15

Bak cuci terisi pada sikles yang salah

Katup solenoid airmasuk rusakSakelar level air rusakKatup motor lengket

1. Bersihkan katup air masuk, ketokkan solenoid secara ringan dengan gagang obeng, jika tidak berhasil, gantilah katup air masuk

2. Keluarkan sakelar dan bawa ke servis profesional untuk pengetesan, jika rusak gantilah

3. Keluarkan pompa dan bersihkan

Bak cuci tidak terisi

1. Selang pencatu berkerut/bengkok atau tersumbat2. Sakelar level air rusak3. Katup selenoid air masuk rusak

1. Luruskan selang; bersihkan penyaring katup air masuk

2. Keluarkan sakelar dan bawa keservis profesional untuk pengetesan, jika rusak gantilah

3. Bersihkan katup air masuk, ketokkan selenoid secara ringan dengan gagang obeng, jika tidak ada hasilnya, gantilah katup air masuk.

Air tidak berhenti

1. Selang ke sakelar level air terputus atau rusak

2. Katup air masuk rusak

1. Sambungkan kembali atau gantilah selang

2. Bersihkan katup masuk, jika tetap problem, gantilah katup

Bak cuci tidak bisa kosong

1. Selang saluran berkerut/bengkok

2. Pompa tersumbat

3. Sabuk motor lepas (kendor) / hancur

4. Pulei pompa kendor atau aus Pompa pendorong rusak

1. Luruskan selang saluran

2. Keluarkan dan bersihkan pompa, jika perlu gantilah

3. Atur atau gantilah sabuk

4. Kencangkan set sekrup pemegang pulei; jika perlu gantilah pulei.Gantilah pompa

Air terlalu panas atau

terlalu dingin

1. Sakelar pengatur suhu salah set

2. Suhu pemanas air salah set

3. Selang suply terbalik

4. Katup pencampur rusak

5. Sakelar pengatur suhu rusak

6. Timer rusak

1. Yakinkan bahwa sakelar pengontrol suhu air pada panel kontrol diset dengan baik

2. Cek termostat suhu air pada pemanas air, jika perlu set ulang

3. Pindahkan selang air pada keran

4. Cek selenoid pada katup, jika rusak, gantilah

5. Tes sakelar, jika rusak, hantilah

6. Tes timer, jika rusak gantilah

Tekanan air tinggi atau melampaui batas

1. Katup pengalir mesin rusak atau salah ukuran

2. Tekanan air terlalu tinggi

3. Sakelar kontrol level air rusak

1. Ganti katup aliran pencuci

2. Panggil PAM, kurangi aliran dengan menutup keran air secara perlahan

3. Cek dan perbaiki sambungan selang ke sakelar. Keluarkan sakelar dan bawa ke servis profesional untuk pengetesan, jika rusak, gantilah

Bak cuci berputar dalam sikles mencuci

1. Kontak timer jelek (kotor)

2. Sambungan timer tidak benar

Tes timer, jika rusak gantilahPanggil servis profesional.

Kebocoran minyak di lantai

1. Steker saluran rusak

2. Penyangga gasket rusak

3. Gasket antara rumah pencuci dan base rusak

4. Pompa minyak rusak

5. Kebocoran pada ventilasi bak cuci

Ganti gasket pada steker saluranPanggil servis profesionalPanggil servis profesionalPanggil servis profesionalPaterilah tutup bak cuci, atau panggil servis profesional

Pencucian kacau

1. Tidak cukup air2. Pembebanan tidak

baik3. Waktu pencucian

molorTempo pemulsa penggerak tidak diset dengan baik

1. Lihat äliran level air rendah

2. Ikuti petunjuk pembebanan dari pabrik

3. Ikuti petunjuk seting kontrol dari pabrik

4. Panggil servis profesional

Page 16: Artikel Jurnal Aksata 1

16

Page 17: Artikel Jurnal Aksata 1

Oleh : KariyatiNIP. 19760126 200604 2 023Guru Kimia SMKN 6 Malang

(Sudahkah Kita Peduli?)Aktifitas manusia merupakan penyumbang terbesar bagi kerusakan di bumi kita ini. Tak dapat dipungkiri berapa banyak yang telah kita buang ke lingkungan yang tanpa sadar menyebabkan bumi menjadi “sakit”. Salah satu penyakit yang disandang “sang ibu” ini adalah pemanasan global.

Pemanasan global sudah menjadi isu lingkungan sejak revolusi industri yang ditandai dengan meningkatnya suhu permukaan bumi, kenaikan permukaan air laut, dan terjadinya perubahan iklim. Pemanasan global disebabkanoleh peningkatan gas-gas rumah kaca di atmosfer. Gas-gas ini bersifat menyerap radiasi sinar infra merah yang bersifat panas. Pada hakikatnya bumi membutuhkan keberadaan gas-gas ini, sebab tanpa adanya efek rumah kaca bumi akan beku sehingga kehidupan di atasnya tidak dapat berlangsung.

Lalu apa sajakah yang tergolong sebagai gas-gas rumah kaca? United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) menetapkan enam jenis gas rumah kaca yang timbul akibat tindakan manusia: Karbondioksida (CO2), Metana (CH4), Nitro Oksida (N2O), Hidrofluorokarbons (HFCs), Perfluorokarbons (PFCs) and Sulfur hexafluorida (SF6). Berdasarkan rumus kimia gas-gas tersebut kita dapat mengetahui bahwa unsur karbon menjadi penyumbang terbesar penyebab pemanasan global.

SMK Negeri 6 sebagai sekolah yang menyandang predikat Sekolah Adiwiyata Mandiri, selayaknya seluruh penghuni sekolah mulai dari Kepala Sekolah, guru, siswa, pegawai hingga

tukang kebun dan satpam seyogyanya memiliki kesadaran dan tanggung jawab

dalam masalah pemanasan global sebagai wujud kepedulian terhadap lingkungan.

17

JEJAK KARBONGetaran mesin cuci berlebihan

1. Mesin bukan pada tingkatnya (tidak rata)

2. Bak cuci tidak seimbang

3. Terlalu banyak busa

4. Bak cuci rusak5. Plat ‘snubber’

pada pompa air kotor

6. Baut bak cuci lepas

7. Penjepit silang (cross- brace) rusak

8. Penyangga lepas

1. Atur kaki penyamarataan (leveling), cek untuk kerataan depan-belakang,samping-samping

2. Ikuti petunjuk pembebanan dari pabrik

3. Kurangi jumlah detergen

4. Ganti bak cuci, atau ganti mesin cuci

5. Bersihkan plat.6. Kencangkan mur

yang memegang bak cuci, ganti bak cuci atau ganti mesin cuci

7. Panggil servis profesional

8. Panggil servis profesional

Mesin cuci merobek cucian

1. Mesin berbeban lebih

2. Pemutar kasar atau pecah

3. Kekasaran penyangga dalam bak cuci

Ikuti instruksi pembebanan dari pabrikPeriksalah pemutar untuk penyangga yang kasar dan rusak; jika perlu gantilahHaluskan, gantilah bak cuci, atau gantilah mesin cuci

Kebocoran air

1. Busa berlebih2. Ujung pipa

pengisi keluar dari tempatnya

3. Aliran pipa berlebih dan di luar pengaturan

4. Pengisi bak cuci rusak

5. Segel pembatas rusak

6. Sambungan selang lepas atau rusak

7. Baut pada pompa penekan lepas

8. Lubang di dalam bak cuci

9. Gasket pompa rusak

1. Kurangi jumlah detergen

2. Atur ujung pipa sehingga semprotnya masuk ke bak cuci

3. Atur kelebihan aliran sehingga semprotannya masuk ke saluran

4. Ganti pengisi bak cuci5. Gantilah segel

pembatas6. Kencangkan

sambungan selang, jika selang rusak, gantilah

7. Kencangkan baut8. Gantilah bak cuci,

atau gantilah mesin cuci

9. Gantilah gasket jika mungkin, sebaliknya, gantilah pompa.

Page 18: Artikel Jurnal Aksata 1

Tujuan diadakannya sekolah adiwiyata tidak semata-mata menciptakan sekolah yang bersih dan berwawasan lingkungan, tetapi lebih jauh dapat menghasilkan manusia manusia yang memiliki kesadaran akan kelestarian lingkungan. Ditambah lagi dengan berlakunya kurikulum 2013 yang mengamandatkan agar dapat menghasilkan peserta didik yang berbudaya lingkungan. Dengan demikian bumi ini tidak semakin sakit. Bagaimanakah caranya?

Pada masa kini, dengan semakin majunya tehnologi, manusia memiliki kecenderungan bergaya hidup senyaman mungkin yang tanpa disadari berdampak terhadap lingkungan. Kebiasaan menggunakan kendaraan pribadi dibandingkan dengan menggunakan angkutan umum, perjalanan dengan pesawat udara, penggunaan mesin pendingin, komputer pribadi, termasuk memanjakan diri di salon kecantikan adalah bentuk kebiasaan yang berkonstribusi terhadap pemercepatan pemanasan global. Faktanya hampir seluruh kegiatan kita sepanjang hari telah berkontribusi terhadap kenaikan emisi gas rumah kaca di atmosfer. Hal ini terjadi karena sebagian besar aktivitas manusia membutuhkan sumber energi yang saat ini, sebagian besar masih berasal dari bahan bakar fossil seperti: minyak bumi, gas alam dan batubara; dan ekstraksi sumber daya alam lainnya. Lalu bagaimana menguranginya?

Kebanyakan dari kita (termasuk saya sendiri) terkadang terlalu jauh mengawang dalam membentuk sikap peduli lingkungan. Jika hanya mengikuti pelatihan, seminar, atau kegiatan-kegiatan sejenisnya yang mengatasnamakan pembela lingkungan, sepertinya tidak memberikan konstribusi yang berarti. Padahal banyak hal-hal kecil dan sederhana yang dapat kita lakukan untuk mengurangi penderitaan bumi ini. Salah satu contohnya adalah dengan menghitung jejak karbon diri sendiri.

Apa itu jejak karbon? Seperti yang telah disinggung sebelumnya, gas-gas rumah

kaca sebagian besar terbentuk dari persenyawaan unsur karbon dengan unsur lainnya. Banyaknya emisi karbon yang dihasilkan oleh suatu kegiatan yang dilakukan oleh organisasi, peristiwa, proses produksi, dan individu disebut dengan Jejak Karbon, yang dinyatakan dalam ton karbon atau ton karbon dioksida ekivalen. Masih bingung?Gambarannya seperti ini:1. Apabila kita mengendarai mobil yang

berbahan bakar bensin atau solar (yang merupakan energi yang tidak terbarukan) dari satu tempat ke tempat lain, maka aktivitas ini akan menghasilkan emisi CO2  dalam jumlah tertentu.  Berdasarkan perhitungan karbon yang dilakukan oleh Stena, perjalanan sejauh 1 km dengan menggunakan mobil akan menghasilkan 200 g CO2 (Asumsi: menggunakan perhitungan untuk jaringan listrik Jawa-Madura-Bali).

2. Penggunaan energi listrik untuk keperluaan sehari-hari misalnya penerangan dan untuk menggerakkan atau menyalakan perangkat personal (notebook, HP, PDA, dsb) juga memproduksi sejumlah CO2 yang berasal dari pembangkit listrik yang memasok energi listrik yang dipakai. Untuk setiap lampu berdaya 10 Watt yang dinyalakan selama 1 jam, CO2

yang dihasilkan adalah 9,51 g CO2.3. Apabila kita mulai mengurangi

penggunaan kertas untuk kebutuhan printing, maka, kita bisa mengurangi sekitar 226,8 g CO2 per lembarnya. Oleh karena itu, memilah bahan yang akan kita print, dan melakukannya secara bolak-balik, akan sangat membantu bumi.Jejak karbon tiap individu berbeda-

beda, sebab kebutuhan setiap individu juga berbeda. Menghitung Jejak Karbon akan menolong baik individu maupun kelompok, untuk mengetahui berapa besar sumbangan emisi karbon yang telah diberikan kepada bumi pada satu waktu periode tertentu. Untuk melakukannya, alat bantu seperti karbon kalkulator diperlukan.

18

Page 19: Artikel Jurnal Aksata 1

Beberapa kalkulator karbon sudah banyak dikembangkan oleh banyak organisasi dengan basis internet. Hanya saja, kalkulator karbon yang selama ini bertebaran di dunia maya cenderung didasarkan pada pola hidup, teknologi dan kebiasaan yang ada di negara-negara maju, khususnya negara Eropa dan Amerika Utara. Faktor emisi yang dipakai juga lebih relevan dengan perkembangan teknologi yang ada di negara-negara tersebut. Oleh karenanya, banyak fitur atau aktivitas yang tidak relevan atau sesuai dengan kondisi sehari-hari di negara-negara berkembang. Tabel berikut ini memperlihatkan perbedaan yang diberikan pada dua kalkulator karbon yang berbeda.

Tabel Perbandingan Jumlah Emisi Karbon yang Dihasilkan

Untuk mengatasi kendala tersebut, Institute for Essential Services Reform sedang mengembangkan kalkulator karbon ( www.iesr-indonesia.org/carboncalculator) yang sesuai dengan kondisi dan situasi pola konsumsi energi dan gaya hidup masyarakat Indonesia, dengan faktor emisi yang sesuai dengan profil pasokan energi di Indonesia.

Karbon Kalkulator yang dikembangkan oleh IESR, merupakan bagian dari kampanye organisasi ini untuk membangun kesadaran individu dan kelompok untuk mengerti dan memahami konsekuensi aktivitas dan gaya hidup terhadap pengerusan daya dukung bumi, dampak lingkungan dan perubahan iklim. Peningkatan kesadaran diharapkan dapat mendorong setiap individu untuk lebih bertanggung jawab serta mampu merancang serangkaian tindakan untuk mengurangi jumlah emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari aktivitasnya. Apabila tindakan ini dilakukan secara kolektif dan berkelanjutan, aksi individu ini dapat

menjadi dasar untuk terwujudnya low carbon society.

19

1.1 Situs-Situs Kalkulator Karbon

Apabila Anda ingin mengetahui seberapa

Kegiatan yang dilakukan

Jumlah emisi

karbon yang

dihasilkan

Referensi

Penggunaan listrik di rumah sebesar 10 kWh per bulan

4 kg CO2 http://www.safeclimate.net/calculator/

Penggunaan listrik di rumah sebesar 10 kWh per bulan

10 kg CO2 http://www.carbonfootprint.com/calculator.aspx

Berkendara dengan menggunakan mobil (efisiensi 10 liter/100 km) sejauh 12000 mil per tahun

2780 kg CO2

http://www.jpmorganclimatecare.com/

Page 20: Artikel Jurnal Aksata 1

Oleh :Endang Tri Lestari

NIP. 19770720 200604 2 023Guru PAI SMKN 6 Malang

A. MUQODDIMQH:

Pernahkah kita berpikir mengapa Allah menciptakan kita?Apakah suatu kebetulan saja kita berada di dunia ini?Ataukah suatu keharusan bagi Allah untuk menciptakan manusia?Ternyata tidak! bukanlah suatu kebetulan ataupun suatu keharusan bagi Allah SWT. untuk menciptakan makhluknya di dunia. Allah boleh menciptakan ataupun tidak menciptakan makhluknya sebagaimana sifat Jaiz yang dimiliki-Nya. Namun dalam setiap penciptaanNya, Allah. SWT pasti mempunyai tujuan. Sekecil apapun penciptaan Allah, pasti memiliki hikmah. Demikian pula, ketika Allah.SWT. menciptakan manusia. Sebagaimana dalam firman Allah.SWT (Qs. Adz. Dzariyaat: 56), bahwa menciptakan manusia adalah semata-mata untuk beribadah kepada Allah-Nya.

Perlu kita ketahui! Ternyata beribadah kepada Allah, SWT. tidak hanya sebatas ibadah-ibadah yang berhubungan dengan Allah secara langsung (ibadah mahdzoh) saja, tetapi termasuk di dalamnya adalah bentuk ibadah-ibadah yang menyangkut hubungan sesama manusia, maupun manusia dengan lingkungan sekitarnya (ibadah ghoiru mahdzoh).Manusia diciptakan Allah sebagai makhluk yang paling sempurna dengan sebagus-bagus penciptaan. Maka manusia memiliki tugas yang amat mulia, sebagai amanah yag dipikulkan oleh Allah untuk dilaksanakan, yaitu

20

1.1 Situs-Situs Kalkulator Karbon

Apabila Anda ingin mengetahui seberapa

KETERKAITAN PERINTAH IBADAH dan TUGAS MANUSIA SEBAGAI KHOLIFAH

Page 21: Artikel Jurnal Aksata 1

sebagai kholifah di bumi. (Qs. Al-Baqarah:30)Sehubungan dengan tujuan penciptaan dan tugas manusia sebagai kholifah di bumi, yang perlu kita garis bawahi adalah:Bagaimanakah keterkaitan perintah beribadah dengan tugas manusia sebagai kholifah di bumi?Hal inilah yang perlu kita ulas, agar kita memahami tentang tugas kita sebagai manusia, serta tujuan utama kita hidup di dunia, sehingga kita tidak terjerumus dalam perangkap-perangkap syetan yang berusaha untuk selalu menyesatkan manusia. Semoga Allah selalu memberikan petunjuk-Nya. Amiin.B. PEMBAHASAN:

1. TUJUAN PENCIPTAAN MANUSIA:

Segala sesuatu yang diciptakan Allah pasti memiliki hikmah, sebagaimana Allah menciptakan manusia juga memiliki tujuan. Tujuan tersebut tercantum dalam Qs. Adz-Dzariyaat: 56 Artinya: “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk menyembah kepadaKu.” (QS Adz-dzariyat : 56)

Ayat di atas mengandung pengertian bahwa:1. Jin dan manusia diciptakan

hanya untuk menyembah kepada Allah SWT.

2. Dalam hal tugas beribadah Allah, setara antara jin dan manusia. Maka keduanya memiliki tanggung jawab di akhirat yang sama.

3. Secara garis besar ibadah kepada Allah SWT dibagi menjadi dua bagian yaitu ibadah mahdhoh ( khusus ) dan ibadah ghoiru mahdhoh ( umum )

4. Manusia dilarang keras menghormati, meminta tolong dan menyembah jin karena posisinya

Pada dasarnya ibadah adalah wujud pengabdian dan ketaatan dalam melaksanakan seluruh perintah-Nya dan meninggalkan semua larangan-Nya (taqwa), juga sebagai bentuk rasa syukur kita kepada Allah, karena diciptakan sebagai makhluk yang paling sempurna. Ibadah juga termasuk segala aktifitas yang kita lakukan yang mengandung unsur kabaikan disertai niat tulus hanya karena Allah.Sebenarnya, ibadah itu merupakan kebutuhan kita sebagai hamba Allah. Di dalam ibadah, terkandung banyak hikmah untuk menjaga eksistensi kita sebagai manusia.

2. TUGAS MANUSIA SEBAGAI KHOLIFAH:

Allah mencipatakan manusia dimuka bumi ini mempunyai kedudukan dan tugas mulia, yakni sebagai khalifah (pemimpin/wakil), yang diberi kewenangan Allah untuk menjaga, memakmurkan, melestarikan dan memanfaatkan segala yang ada di alam ini sesuai dengan ketentuan-Nya.

Selama manusia berpegang pada agama dan akal sehat yang telah Allah berikan, tentu manusia mampu melaksanakan tugas kekhalifahannya yang sarat dengan segala permasalahan seiring dengan perkembangan zaman. Tugas manusia sebagai kholifah tercermin dalam firman Allah SWT. Qs. Al-Baqarah: 30

Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.”

21

Page 22: Artikel Jurnal Aksata 1

Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”.” (QS Al Baqarah : 30)

Ayat di atas mengandung pengertian bahwa:

1. Allah berfirman pada para malaikat yang dulu pernah tinggal dibumi, bahwa Allah hendak menciptakan menciptakan khalifah atau pemimpin di bumi.

2. Malaikat bertanya, apakah Allah hendak menciptakan orang-orang yang akan berbuat kerusakan serta menumpahkan darah di bumi.

3. Sementara itu malaikat merasa dirinya lebih pantas menjadi khalifah, karena mereka selalu bertasbih dan memuji asma Allah.

4. Allah berfirman bahwa Allah lebih mengetahui apa yang tidak diketahui malaikat.

Dalam kekholifaan tersebut manusia ada yang berhasil dan ada yang tidak, bagi manusia yang berhasil inilah yang disebut dengan kelompok orang-orang muttaqiin atau orang-orang yang bertaqwa. Bagi orang-orang yang lalai dengan amanah Allah, mereka inilah yang disebut kelompok munfashid (orang-orang yang berbuat kerusakan).Sebenarnya apa yang menjadi firasat

malaikat tentang manusia adalah benar, terbukti dengan banyaknya kerusakan alam yang disebabkan oleh tangan-tangan manusia. Semuanya itu tidak terlepas dari nafsu yang ada dalam diri manusia. Namun bagi manusia yang bertaqwa, mereka mampu mengekang hawa nafsunya sehingga tidak akan terjerumus dalam perangkap syetan yang selalu mengajak manusia untuk berbuat kerusakan. Ini yang disebut dengan manusia yang berhasil menjadi kholifah, sebaliknya bagi manusia yang tidak mampu mengekang hawa

nafsunya, maka dia mudah terjerumus dengan rayuan syetan sehingga mereka lebih banyak berbuat dholim. Tentunya Allah akan memberikan ganjaran terhadap setiap amalan yang kita kerjakan. Allah menjanjikan segala kenikmatan surga bagi orang-orang yang berhasil menjadi kholifah, serta adzab yang amat pedih bagi mereka yang berbuat dholim.

C. PENUTUP:

Setelah kita perhatikan kandungan dari kedua surat tersebut di atas, bahwasanya Qs. Adz-Dzariyat: 56 dan Qs. Al-Baqarah: 30 memiliki keterkaitan yang erat.Dalam Qs. Adz-Dzariyat: 56 berisi tentang tujuan Allah SWT. menciptakan manusia yaitu semata-mata untuk beribadah kepada-Nya, ayat ini sekaligus menjadi dasar tujuan manusia hidup di dunia dalam rangka beribadah kepada Allah.

Ibadah dibagi menjadi dua kelompok, yaitu ibadah mahdhoh dan ghoiru mahdhoh. Maka Segala aktifitas yang dilakukan manusia mulai dari bangun tidur sampai kita tidur kembali bisa bernilai ibadah kalau semua itu didasari rasa ikhlas kepada Allah.

Tugas kekholifahan yang menjadi tanggung jawab manusia, yaitu memakmurkan bumi dalam rangka memanfaatkan, mengelolah dan menjaga kelestariannya adalah termasuk bagian dari ibadah. Sehingga telah jelas bagi kita bahwa tugas kekholifahan manusia sebenarnya tidak terlepas dari tujuan hidup manusia yang sesungguhnya, yaitu untuk beribadah kepada Allah SWT. Wallahu a’lam bishowab.

22

Page 23: Artikel Jurnal Aksata 1

Oleh :Kurnia Gangga

NIP. 19850119 200903 1 003

Teknologi yang berkembang saat

ini merupakan hasil kebudayaan untuk

memenuhi kebutuhan manusia.

Peningkatan berbagai macam kebutuhan

telah mendorong manusia menciptakan

karya yang mempermudah kehidupannya.

Perubahan keadaan masyarakat telah

banyak mempengaruhi dunia ilmu

pengetahuan dengan menciptakan sejumlah

peluang lahirnya inovasi baru. Lahirnya

peluang tersebut sangat berarti bagi

terbentuknya lapangan kerja. Lapangan

pekerjaan yang ada, membutuhkan tenaga

kerja sebagai pelaksana. Tenaga kerja yang

terserap sudah dapat dipastikan

mempunyai persyaratan kualitas tertentu.

Masalah ketenagakerjaan menjadi

fenomena yang sangat penting bagi

perkembangan suatu bangsa, karena

pekerjaan merupakan langkah dasar dalam

menyusun suatu kesejahteraan bangsa.

Bangsa dengan tingkat pekerjaan yang

rendah akan menghasilkan kesejahteraan

rendah dan tingkat kriminalitas

(kecurangan, korupsi, manipulasi,

malpraktik dan lain sebagainya) yang

tinggi. Tinggi rendah kesejahteraan bangsa

yang dipengaruhi oleh pekerjaan ini dapat

dilihat melalui indikator seven E’s yakni

kemampukerjaan (employability), kreasi

23

Dialektika Antara Kebutuhan dan Ketersediaan Tenaga Kerja Profesional

Page 24: Artikel Jurnal Aksata 1

kerja (employment creation), hak keadilan

(equity), kewirausahaan

(enterpreneurship), berwawasan

lingkungan (environmental sustainable),

kedayagunaan (empowerment) dan sangat

dipengaruhi oleh faktor ke tujuh

pendidikan (education) (UNESCO, 2004).

Kualitas tenaga kerja bergantung

pada kualitas sistem yang dimiliki

seseorang dengan keterampilan yang

pantas, kebiasaan (habits), dan sikap dalam

setiap langkah kehidupannya sebelum

memasuki dunia kerja, selama dalam

pekerjaan, dan diantara pekerjaan dan karir

(Stern, 2003). Selama proses persiapan

karir pertama-tama sangat perlu

memperhatikan keterampilan pokok

(fundamental skills) yang terdiri dari

keterampilan dasar (basic skills),

keterampilan berpikir (thinking skills) dan

kualitas personal (personal qualities).

Keterampilan dasar meliputi

mendengarkan, membaca, berbicara dan

matematika. (listening, reading, writing,

speaking, math), thinking skills (how to

learn, create, solve problem, make

decition,ect), dan personal qualities

(Responsibility, integrity, self-confidence,

moral, character,loyality, etc).

Fundamental skills sangat penting dan

pokok dalam perkembangan karier

seseorang dalam pekerjaan. Di atas

tahapan fundamental skills ada tahapan

genericworkskills, industry-specific

skills,dan company/ employer specific

skills.

Untuk mencapai sukses di abad 21

diperlukan kemampukerjaan

(employability skills). Para komite sekolah

(stakeholder) harus menyadari betul akan

pentingnya kemampukerjaan pada jenjang

pendidikan kejuruan. Sikap

kemampukerjaan merupakan sekumpulan

keterampilan-keterampilan non-teknis

bersifat dapat ditransfer yang relevan untuk

memasuki dunia kerja, untuk tetap

bertahan dan mengembangkan karir di

tempat kerja, ataupun untuk

pengembangan karir di tempat kerja baru.

Keterampilan-keterampilan tersebut

termasuk diantaranya: keterampilan

personal, keterampilan interpersonal,

sikap, kebiasaan, perilaku, keterampilan

akademik dasar, dan keterampilan berfikir

tingkat tinggi.

Salah satu indikator era globalisasi

adalah ditandai dengan munculnya

perdagangan bebas. Menurut Marzuki

Usman (2005), pada tahun 2020 yang akan

datang merupakan waktu akan dimulainya

globalisasi secara total. Perdagangan

internasional akan sebebas-bebasnya, baik

perdagangan barang maupun jasa, dan

investasi internasional. Dengan demikian,

barang-barang bebas keluar masuk tidak

mengenal batas negara (borderless),

Indikasi ini menunjukkan bahwa

tenagakerja dengan kualifikasi profesional

24

Page 25: Artikel Jurnal Aksata 1

sangat dituntut dalam pasar bebas. Seiring

dengan era globalisasi tersebut terjadi pula

perubahan yang sangat cepat dalam ilmu

pengetahuan dan teknologi. Menurut M.

Hatta Rajasa (2008), pada awal abad 21

telah tumbuh dengan cepat era informasi

(information age) atau era digital (digital

age) yang kemudian secara bertahap akan

bergeser menjadi era pengetahuan

(knowledge age).

Melalui sambutan Dr. H. Susilo

Bambang Yudhoyono sebagai Presiden

Republik Indonesia, pada Masterplan

Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Ekonomi Indonesia (MP3EI) ditegaskan

bahwa arah pembangunan meliputi tiga

pekerjaan utama. Tiga pekerjaan utama

tersebut yakni “debottlenecking”,

percepatan dan perluasan. Dengan

mengarah pada tujuan peningkatan

ekonomi, peningkatan angkatan kerja dan

pengentasan kemiskinan. Inti dari

pekerjaan tersebut adalah sistem

pendidikan Indonesia harus mampu

menghasilkan tenaga kerja dan akademisi

yang profesional.

Kebutuhan pasar tenaga kerja akan

keprofesionalan Sumberdaya Manusia

(SDM), merupakan pintu yang harus

dilewati oleh setiap warganegara yang

menginginkan peningkatan peran dan

kesejahteraan dalam bidang perekonomian.

Tenaga kerja profesional merupakan aset

pribadi dan sosial. Nilai profesional secara

pribadi merupakan titik tolak peningkatan

kualitas unit individu. Sedangkan secara

sosial, tenaga kerja profesional dapat

melejitkan daya saing lokal. Dengan

memandang kedua alasan tersebut, maka

Dunia Usaha atau Industri (DU/DI) sebagai

pasar tenaga kerja menginginkan

kelayakan SDM demi keberlangsungan

produksi.

Dunia Indutri merupakan area kerja

yang serius dalam mengejar target-target

produktifitas. Target tersebut harus diikuti

oleh segenap komponen produksi dan

manajemen, termasuk di dalamnya adalah

tenaga kerja. Tenaga kerja baru diharapkan

dapat beradaptasi dengan lingkungan

kerjanya, demi tercapainya peningkatan

produktifitas. Adaptasi yang dimaksudkan

meliputi aspek kualitas dan kuantitas.

Dimensi kualitas dan kuantitas merupakan

gambaran medan yang harus dipenuhi oleh

penghasil calon tenaga kerja. Tanpa

terpenuhinya persyaratan memasuki dunia

kerja, maka keterserapan tenaga kerja di

industri akan tampak mustahil atau

setidaknya akan menghasilkan bidang

kerja yang tidak cocok dengan

keprofesionalannya.

Pendidikan kejuruan

mempersiapkan sebaik mungkin untuk

kriteria calon tenaga kerja. Pelaksanaan

link and match dengan pihak industri

dipersiapkan dengan baik. Persiapan akan

tenaga kerja secara serius harus tercermin

25

Page 26: Artikel Jurnal Aksata 1

pada program-program pendidikan

kejuruan. Terutama pada program

pendamping yang meliputi magang,

bimbingan karir dan pembinaan K3.

Diharapkan pendidikan kejuruan

menghasilkan lulusan sebagai pencari kerja

(Job Seeker), pencipta kerja (Job Creator)

dan Entrepreneur. Tanpa adanya target

tersebut, maka dapat dipastikan bahwa

pelaksanaan pendidikan kejuruan telah

gagal.

Merangkum seluruh fenomena

dialektik antara kebutuhan dan

ketersediaan tenaga kerja profesional dapat

disimpulkan bahwa posisi pendidikan

kejuruan (konteks pendidikan vokasi dan

teknologi) merupakan bentuk pendidikan

yang mampu membentuk dasar

pengetahuan yang dapat dikembangkan

oleh lulusan dalam menghadapi tantangan

perubahan lingkungan kerjanya kelak.

Tuntutan akan hasil lulusan yang mampu

menyesuaikan dan mempunyai

kemampuan untuk berkembang ini, maka

dalam pembelajaran siswa harus mencakup

aspek kematangan ilmu dasar, alat,

pengetahuan teknis dan bagaimana

menggunakannya. Ilmu dasar merupakan

langkah awal dalam membangun

pengintegrasian pengetahuan dan

keterampilan. Selanjutnya untuk

memperoleh pengetahuan yang utuh

(Holistic), ilmu dasar tersebut dirangkai

oleh sebuah kemampuan matematis dan

sistematis. Pengetahuan akan

mengakibatkan timbulnya manfaat

terhadap kehidupan manusia, dalam hal ini

pengetahuan dimanfaatkan untuk

menciptakan sebuah peluang akan

pemecahan kebutuhan. Rangkaian

pemenuhan kebutuhan akan kemanfaatan

pengetahuan akan menghasilkan teknologi.

Sehigga perkembangan teknologi

mempunyai alur pokok yang sesuai dengan

sistem pendidikan kejuruan yang terdapat

pada pendidikan teknologi terkini. Dalam

pelaksanaan pendidikan, hal ini akan

berdampak terhadap hasil lembaga

pendidikan yang lebih bertahan dalam

dinamika perubahan lingkungan dan

mampu beradaptasi terhadap kesenjangan

nilai prestasi (Achievement Gap).

DAFTAR RUJUKAN

Deseco. 2005. Defining and Selecting Key Competencies. Diambil dari: Www.Oecd.Org/Edu/ Statistics /Deseco

M. Hatta Rajasa. 2008. Menggagas Sumber Daya Manusia Kreatif Dalam Membangun Bangsa di Masa Depan. Diambil pada tanggal 9 Januari 2009, dari www.setneg.go.id.

Marzuki Usman. 2005. Kualifikasi Profesional dan Globalisasi. Diambil pada tanggal 30 Juni 2008, dari http://www.sinarharapan.co.id/berita/ 0504/04/eko02.html

26

Page 27: Artikel Jurnal Aksata 1

Wagner, T. 2008. The global achievement gap. New York: Basic Books.

Wardiman Djojonegoro. 1998. Pengembangan Sumberdaya Manusia melalui SMK. Jakarta : PT. Jayakarta Agung Offset.

Oleh :Moh. Guntur Sayekti

NIP. 19671003 199103 1 016

Abstrak :Berdasarkan pengamatan proses

pembelajaran di kelas XII TKR-1 pada mata pelajaran Casis terdapat beberapa masalah yang diduga menjadi penyebab rendahnya hasil belajar siswa,antara lain: 1) model pembelajaran yang selama ini digunakan masih menggunakan model klasikal yang cenderung berpusat pada guru, 2) keterbatasan peralatan yang tersedia, 3) rasio guru,siswa, dan peralatan praktikum tidak sebanding dengan jumlah (35) siswa dalam satu kelas., 4) pada saat praktikum digunakan buku manual saja, tidak berpedoman pada job shet yang khusus disusun sehingga membuat siswa kesulitan karena tidak semua yang ada di buku manual bisa dipraktekkan, dan 5) kurangnya bimbingan belajar secara intensif dalam pelaksanaan pembelajaran praktek.

Untuk mengatasi permasalah tersebur, maka dilakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yaitu penerapan metode demonstrasi dengan penggunaan job sheet terbimbing yang dilakukan dalam dua siklus. Siklus I merupakan pembelajaran teori dan siklus II pembelajaran praktek. Pada pembelajaran ini guru berperan sebagai fasilitatior dan pembimbing yang melakukan bimbingan dengan menggunakan job sheet secara intensif kepada siswa dan demonstrasi, sehingga siswa dapat belajar mandiri atau kelompok setelah mendapatkan bimbingan. Hasil penelitian tindakan kelas (PTK) pada siklus I dan siklus terdapat peningkatan hasil belajar siswa berdasarkan hasil pre-test dan post-tes pada siklus I yang termasuk kategori sedang dengan N-Gain

0,66 dan persentase peningkatannya sebesar 35%. Sedangkan peningkatan hasil

27

Penerapan Metode Demonstrasi dengan Penggunaan Job Sheet Terbimbing untuk

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Chasis Kelas XII TKR-1

SMKNegeri 6 Malang Tahun Pelajaran 2013/2014

Page 28: Artikel Jurnal Aksata 1

belajar siswa pada siklus II termasuk kategori sedang dengan N-Gain 0,59 dan persentase peningkatannya sebesar 30%. Suasana kelas juga terlihat menjadi lebih tertib,hal ini karena setiap siswa dalam kelompok lebih menguasai praktek dan mengerjakan jobsheet dengan memperoleh bimbingan lebih intensif dari guru.

Rumusan Masalah1. Bagaimanakah cara menerapkan

metode demonstrasi dengan penggunaan job sheet terbimbing agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Casis di kelas XII TKR-1 SMKN 6 Malang?

2. Apakah melalui penerapan metode demonstrasi dengan peggunaan job sheet terbimbing dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Casis di kelas XII TKR-1 SMKN 6 Malang?

3. Seberapa besar peningkatan hasil belajar siswa setelah menerapkan metode demonstrasi dengan penggunaan job sheet terbimbing pada mata pelajaran Casis di kelas XII TKR-1 SMKN 6 Malang?

Landasan TeoriMetode demonstrasi adalah metode

mengajar dengan cara memperagakan barang, kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara langsung maupun melalui penggunaan media pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan (Muhibbin Syah, 2000:22). Tujuan pengajaran menggunakan metode demonstrasi adalah untuk memperlihatkan proses terjadinya suatu peristiwa sesuai materi ajar, cara pencapaiannya dan kemudian untuk dipahami oleh siswa dalam pengajaran kelas.

Job sheet merupakan lembaran-lembaran yang berisi petunjuk, langkah kerja atau langkah-langkah untuk menyelesaikan masalah, maupun tugas-tugas yang harus dikerjakan siswa. Hal ini sejalan dengan Depdikbud (dalam Risma,2011:35) yang mengemukakan

beberapa definisi media pembelajaran job sheet sebagai berikut: 1) Job sheet adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh siswa, 2) Job sheet adalah lembaran-lembarajn berisi petunjuk, langkah-langkah untuk menyelesaikan tugas, 3) Job sheet adalah lembaran kegiatan yang dapat digunakan untuk semua mata diklat, dan 4) Job sheet adalah tugas-tugas yang diberikan kepada siswa dapat berupa kertas dan tugas-tugas praktis.

Purwanto (2011: 45) menyatakan bahwa hasil belajar adalah perolehan dari proses pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran. Hasil belajar ditandai dengan nilai yang diberikan kepada siswa. Nilai tersebut dapat berupa huruf, angka (simbol), atau kata-kata.

Metode PenelitianPenelitian ini merupakan penelitian

tindakan kelas (PTK). Menurut Mulyasa (2011 dalam Sutrisno,2012:3) yaitu penelitian yang dilakukan upaya untuk

mencermati kegiatan belajar sekelompok siswa dengan memberikan sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan . Pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini terdiri dari dua siklus. Proses pembelajaran pada siklus satu digunakan sebagai teori pengantar praktikum, sedangkan pada siklus dua proses pembelajaran praktikum.Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian ini akan dilaksanakan di SMKN 6 Malang, Jl. Ki

28

Nilai Jumlah

Siswa

Persentase (%)

Keterangan

87<Nilai ≤ 95

28 80,0 % Sangat Baik

82< Nilai ≤87

6 17,1 % Baik

Nilai ≤76 nilai ≤82

1 2,9 % cukup

Nilai <76 0 0 % Tidak Kompeten/Kurang

Total 35 100

Page 29: Artikel Jurnal Aksata 1

Ageng Gribig No. 28 Kota Malang, Provinsi Jawa Timur. Sedangkan waktu pelaksanaannya yaitu pada tahun pelajaran 2013/2014, semester ganjil selama 3 bulan yaitu dari bulan Juli sampai September 2013.Populasi dan Sampel/Sumber Data

Populasi yang akan menjadi sumber data penelitian ini adalah siswa kelas XII Teknik Kendaraan Ringan SMKN 6 Malang pada tahun pelajaran 2013/2014. Sedangkan sampel yang akan diambil sebagai sumber data penelitian tindakan ini adalah siswa kelas XII TKR-1 sebanyak 35 siswa, dengan pertimbangan waktu dan teknis pelaksanaan penelitian tindakan kelas bersama tim peneliti agar dapat terlaksana dengan baik.Teknik Analisis Data

Data yang didapatkan selanjutnya dianalisis baik secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk menemukan penerapan metode demonstrasi dan penggunaan job sheet terbimbing mata pelajaran chasis yang efektif, sedangkan analisis kuantitatif dilakukan untuk menemukan hasil dari penerapan strategi pembelajaran tersebut, yang meliputi aktivitas dan hasil belajar siswa. Analisis data secara kuantitatif meliputi: menghitung nilai responden dari berbagai aspek, merekap nilai siswa, menghitung nilai rata-rata siswa dan menghitung prosentase nilai.Hasil dan PembahasanPelaksanaan Siklus I

Tabel 1. Hasil Belajar Siswa

pada Siklus I

Tabel 1. menunjukkan bahwa prosentase hasil belajar siswa untuk mata pelajaran Casis pada siklus pertama yaitu 100% siswa mendapatkan nilai kompeten. Berdasarkan Hasil belajar yang didapat siswa pada siklus 1 dengan nilai terendah yaitu 82,00, nilai tertinggi 93 nilai rata-

rata 89, dan rentang nilai terendah dan tertinggi adalah 11.Pelaksanaan Siklus II

Tabel 2 Hasil Belajar Siswa pada

Siklus II

Nilai Jumlah Siswa

Persentase Keterangan

87< Nilai ≤ 95

21 60,0 % Sangat Baik

82< Nilai ≤ 87

11 31,4 % Baik

76< Nilai ≤ 82

3 8,6 % Cukup

Nilai <76 0 0 % Tidak Kompeten/Kurang

Total 35 100%

Tabel 2 menunjukkan bahwa persentase hasil belajar siswa untuk mata pelajaran Casis pada siklus kedua 60 % mendapatkan nilai sangat baik, 31,4 %

mendapatkan nilai baik, dan 8,6 % mendapatkan nilai cukup. Hasil belajar yang didapat siswa pada siklus II dengan nilai terndah 76, nilai tertinggi 87, nilai rata-rata 86, dan rentang nilai antara terendah dan tertinggi adalah 11.Peningkatan Hasil BelajarTabel 3 Aktivitas Siswa pada Siklus I dan II

No Aktivitas Siswa

Siklus I Siklus II

Jumah Siswa

Persentase

Jumlah siswa

Persentase

1 Aktif Bertany

a

23 65,7 % 31 88,6 %

2 Konsentrasi

Tugas

29 82,9 % 32 91,4 %

3 Interaksi Kelomp

ok

26 74,3 % 29 82,9 %

29

No Keterangan Nilai Pre tes Post Tes1 Nilai Terendah (Min) 56 822 Nilai Tertinggi (Max) 76 933 Nilai Rata-Rata 66 894 Rentang Nilai 20 11

Page 30: Artikel Jurnal Aksata 1

Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa aktivitas siswa aktif bertanya pada siklus I sebanyak 23 siswa atau 65,7 %, aktivitas tersebut terjadi peningkatan menjadi 31 siswa atau 88,6 %. Aktivitas konsentrasi mengerjakan tugas pada siklus I sebanyak 29 orang atau 82,9 %, meningkat pada siklus II sebanyak 32 orang atau 91,4 %. Selanjutnya aktivitas interaksi kelompok berupa diskusi atau tanya jawab dengan sesama siswa pada siklus I sebanyak 26 siswa atau 74,3 %, meningkat pada siklus II sebanyak 29 orang atau 82,9 %. Peningkatan aktivitas belajar pada siklus I dan II terjadi karena perbedaan strategi pembelajaran yang dilaksanakan. Pembelajaran pada siklus I masih pada tahapan teori, sedangkan pembelajaran pada siklus II sudah mulai melakukan praktek. Hal ini diduga masih berkurangnya aktifitas belajar siswa pada siklus I, dibandingkan dengan aktifitas belajar siswa pada siklus II. Peningkatan hasil belajar siswa pada siklus I dapat dilihat berdasarkan hasil pre test dan post tes yang telah dilakukan. Adapun hasil belajar siswa pre test dan post tes dapat dilihat pada siklus I sebagai berikut: Tabel 4. Hasil Belajar Pre Test dan Post Tes pada Siklus I

Hasil perhitungan peningkatan hasil belajar siswa pada siklus I termasuk kategori sedang, yaitu dengan N-Gain 0,66. Adapun persentase peningkatnya adalah sebesar 35%. Peningkatan hasil belajar siswa pada siklus II dapat dilihat berdasarkan hasil belajar siswa pada siklus I dibandingkan dengan hasil belajar siswa pada siklus II. Peningkatan hasil belajar siswa pada siklus II, berdasarkan nilai yang didapat pada saat pre tes yaitu termasuk kategori sedang dengan nilai N-Gain sebesar 0,59. Adapun persentase peningkatannya sebesar 30%.Kesimpulan1 Strategi pembelajaran dengan

menggunakan job sheet terbimbing dan lembar kerja siswa ini dilaksanakan oleh dua orang guru atau team teaching. Pada proses pembelajaran guru memberikan

bimbingan kepada kelompok siswa melalui demonstrasi berdasarkan job sheet, dengan harapan setelah mendapatkan bimbingan, siswa dapat belajar secara mandiri atau kelompok.

2 Setelah menerapkan model pembelajaran dengan menggunakan job sheet terbimbing dan lembar kerja siswa pada mata pelajaran casis terdapat peningkatan hasil belajar siswa pada siklus I dan siklus II

3 Peningkatan hasil belajar siswa pada siklus II termasuk kategori rendah dengan N-Gain sebesar 0,15. Adapun persentase peningkatannya sebesar 3,26%.

Saran1 Guru hendaknya dapat

mengembangkan penerapan model pembelajaran dengan menggunakan job sheet terbimbing dan lembar kerja siswa pada setiap mata pelajaran produktif, khususnya mata pelajaran casis. Hal ini disebabkan karakter mata pelajaran yang membutuhkan ketelitian dan kehati-hatian, sehingga peran guru dalam membimbing siswa sangat diperlukan. Disisi lain, keterbatasan peralatan bisa diminimalisir dengan memberikan tugas kepada siswa, sehingga aktivitas siswa tetap terkontrol dibawah bimbingan guru. Penerapan model pembelajaran tersebut akan lebih optimal, jika dilakukan oleh team teaching , terdiri dari dua orang guru atau lebih yang saling bekerja sama dalam melakukan pembelajaran.

2 Bagi peneliti selanjutnya, dalam penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan ini, masih terdapat beberapa kelemahan baik ketika persiapan atau dalam pelaksanaan. Kelemahan tersebut akan dijadikan saran-saran bagi peneliti selanjutnya

DAFTAR RUJUKANAgus Supriono.2010.Cooperative Learning Theori dan Aplikasi Pakem.

30

Page 31: Artikel Jurnal Aksata 1

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.Dhari,HM. dan Daryono,AP.1998.Perangkat Pembelajaran.Malang:Depdikbud.Hake-Richard,R.1998. Interactive-Engagement Methods In Introducy

Mechanics Courses. Journal of Physics Education Research. 66,1-2.Purwanto.2011.Evaluasi Hasil Belajar.Yogyakarta:Pustaka Belajar.Risma S Kharisma.2009.”Pengaruh Media Pembelajaran Job Sheet Terhadap

Motivasi Belajar dan Implikasinya Terhadap Prestasi belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Akuntansi”:Skripsi.Bandung.

Sutrisno.2012.Penelitian Tindakan Kelas.Malang:FT Universitas Negeri

Malang.

Oleh :CellyaniNIP. 19640503 198903 2 008Guru Kewirausahaan SMKN 6 Malang

Latar belakangRendahnya prestasi belajar siswa (di bawah KKM) dalam mata pelajaran kewirausahaan pada kelas XII TKJ-1 SMK Negeri 6 MalangMenurut peneliti metode pembelajaran Problem Base Instruction (PBI) (Pembelajaran Berdasarkan Masalah) adalah metode yang cocok untuk pembelajaran kewirausahaan khususnya agar memberikan motivasi dan meningkatkan prestasi belajar siswa

Rumusan Masalah1) Apakah model pembelajaran Problem

Based Learning (PBL) dapat meningkatkan motivasi aktivitas belajar siswa kelas XII TKJ-1 SMK Negeri 6 Malang ?

2) Apakah model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas XII TKJ-1 SMK Negeri 6 Malang ?

Tujuan Penelitian1. Untuk mengetahui apakah model

pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan motivasi aktivitas belajar siswa kelas XII TKJ-1 SMK Negeri 6 Malang.

2. Untuk mengetahui seberapa tinggi peningkatan prestasi belajar siswa setelah diterapkan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dalam pembelajaran

31

PENINGKATAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR KEWIRAUSAHAAN SISWA KELAS XII TKJ-1 DI SMK

NEGERI 6 MALANG MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) PADA KONSEP MATERI MENGEVALUASI HASIL USAHA TAHUN

PELAJARAN 2013/2014

Page 32: Artikel Jurnal Aksata 1

Hipotesis1. Diduga penerapana model pembelajaran

Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan motivasi aktivitas belajar siswa kelas XII TKJ-1 SMK Negeri 6 Malang.

2. Diduga penerapan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas XII TKJ-1 SMK Negeri 6 Malang dengan baik.

Landasan teori/kajian pustaka Motivasi belajar adalah dorongan

yang timbul pada diri siswa secara sadar atau tidak sadar untuk belajar dengan tujuan tertentu

Pengertian Prestasi Belajar menurut Sardiman (1988: 25) menyatakan prestasi belajar sangat vital dalam dunia pendidikan, mengingat prestasi belajar itu dapat berperan sebagai hasil penilaian dan sebagai alat motivasi.

prestasi belajar adalah hasil penilaian pendidikan tentang kemajuan prestasi siswa setelah melakukan aktivitas belajar. Ini berarti prestasi belajar tidak akan bisa diketahui tanpa dilakukan penilaian atas hasil aktivitas belajar siswa.

Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasi pengalaman belajar untuk mencapai tingkat belajar tertentu (Udin S. W., 1997).

Empat penerapan esensial dari problem based learning adalah seperti diurutkan dalam Gallagher et.al (1995) adalah:- Orientasi siswa pada masalah - Mengorganisasikan siswa untuk

belajar

- Membantu penyelidikan siswa - Mengembangkan dan

menyajikan hasil karya - Menganalisis dan mengevaluasi

proses pemecahan masalah Wina Sanjaya (2006: 218) menyatakan keunggulan problem based learning adalah:- Pemecahan masalah merupakan

teknik yang cukup bagus - Pemecahan masalah dapat

menantang kemampuan siswa - Pemecahan masalah dapat

meningkatkan aktivitas siswa.- Pemecahan masalah dapat

membantu siswa ntuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.

- Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung .

Keunggulan problem based learning Pemecahan masalah dipandang

lebih mengasikkan dan disukai siswa.

Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis

Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang telah mereka miliki dalam dunia nyata.

Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus-menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.

Kelemahan problem based learning Manakala siswa tidak memiliki

minat atau tidak memiliki kepercayaan sehingga masalah yang dipelajari sulit dipecahkan maka siswa akan merasa enggan untuk mencoba.

Keberhasilan pembelajaran ini membutuhkan cukup banyak waktu.

32

Page 33: Artikel Jurnal Aksata 1

Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka siswa tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.

Prosedur pelaksanaan penelitian tindakan kelas

SIKLUS 1 dan 2 Perencanaan Pelaksanaan Tindakan Observasi Refleksi

Analisis dataAnalisis data dalam penelitian tindakan kelas ini menggunakan analisis kuantitatif dan kualitatif Semua data dianalisis mulai dari siklus satu dan siklus dua untuk dibandingkan dengan teknik deskriptif persentase

Hasil belajar siklus I Hasil pretes I ternyata diperoleh

skor nilai rata-rata 44,20 dan prosentase ketuntasan belajar sebesar 28 % yaitu hanya 7 orang siswa yang sudah tuntas dari 25 siswa. %. Hasil belajar siklus II

ketuntasan belajar sebesar 84 % dan nilai rata – rata sebesar 72,00. Kenaikan dari pretese ke postes sebesar 36 % dan kenaikan nilai rata – ratanya sebesar 21,40.

Hasil penelitian Proses pembelajaran dengan

menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Peningkatan motivasi belajar siswa dapat dilihat dari aktivitas belajar siswa dan angket siswa. Di siklus I dari 36 % menjadi 68%. Di siklus II dari 72% menjadi 88%. Dan dari hasil angket siswa rata-rata 85% setuju.

 Proses pembelajaran dengan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat

meningkatkan prestasi belajar Peningkatan prestasi belajar dapat dilihat dari ketuntasan belajar siswa. Ternyata pada siklus I terjadi peningkatan ketuntasan belajar sebesar 48 % , yaitu dari 28 % menjadi

Kesimpulan Bahwa Model pembelajaran

Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan motivasi aktivitas belajar siswa kelas XII TKJ-1 SMK Negeri 6 Malang.

Bahwa Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) peningkatan prestasi belajar

33

Page 34: Artikel Jurnal Aksata 1

Oleh :Nanik SusiloriniNIP. 19601125 198202 2 004Guru Matematika SMKN 6 Malang

ABSTRAK Kesulitan peserta didik dalam mempelajari materi pokok bahasan matriks kemungkinan disebabkan oleh karakteristik materinya. Materi pokok bahasan operasi matriks merupakan materi matematika yang bersifat deskriptif, penuh dengan penggunaan rumus-rumus yang membingungkan. Dengan karakteristik tersebut, maka pembelajaran seringkali membosankan dan kurang menarik, sehingga peserta didik kurang termotivasi untuk mempelajarinya. Hal tersebut berdampak pada hasil belajar peserta didik menjadi rendahKata Kunci : Motivasi, hasil belajar, Pembelajaran dan Problem Based Learning

Rumusan Masalah (1) Apakah penerapan model pembelajaran Problem-based Learning (PBL) dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik kelas X RPL-2 di SMK Negeri 6 Malang pada materi pokok bahasan operasi matriks ? (2) Apakah penerapan model pembelajaran Problem-based Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik kelas X RPL-2 di SMK Negeri 6 Malang pada materi pokok bahasan operasi matriks ?

Tujuan Penelitian (1) Untuk meningkatkan motivasi belajar peserta didik kelas X RPL-2 di SMK Negeri 6 Malang melalui penerapan model pembelajaran Problem-based Learning (PBL) pada materi pokok bahasan operasi matriks. (2) Untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik kelas X RPL-2 di SMK Negeri 6 Malang melalui penerapan model

34

PENINGKATAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS X RPL 2 PADA MATERI POKOK

BAHASAN OPERASI MATRIK MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DI

SMK NEGERI 6 MALANG TAHUN AJARAN 2013/2014

Page 35: Artikel Jurnal Aksata 1

pembelajaran Problem-based Learning (PBL) pada materi pokok bahasan operasi matriks.

Hipotesis (1) Diduga penerapan model pembelajaran Problem-based Learning (PBL) dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik kelas X RPL-2 SMK Negeri 6 Malang pada materi pokok bahasan operasi matriks. (2) Diduga penerapan model pembelajaran Problem-based Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik kelas X RPL-2 SMK Negeri 6 Malang pada materi pokok bahasan operasi matriks.

Ruang Lingkup Penelitian1. Ruang lingkup materi pada penelitian

ini adalah operasi matriks penjumlahan dan pengurangan yang meliputi penjumlahan 2 matriks dan pengurangan 2 matriks.

2. Aspek yang diukur dalam penelitian ini meliputi motivasi belajar; dan hasil belajarnya, yaitu hasil belajar kognitif dan afektif.

Manfaat Penelitian1. Bagi sekolah, penelitian ini diharapkan

dapat meningkatkan prestasi sekolah melalui peningkatan hasil belajar peserta didik dan kinerja guru.

2. Bagi guru, penelitian ini sebagai masukan untuk memilih model pembelajaran yang sesuai dalam proses belajar mengajar dan sesuai dengan materi pokok bahasan operasi matriks sehingga diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar matematika peserta didik.

3. Bagi peserta didik, penelitian ini dapat meningkatkan hasil belajar dan motivasi peserta didik, rasa kebersamaan, saling menghormati, serta membantu teman dalam memahami materi pelajaran.

4. Bagi peneliti lain, penelitian ini sebagai bahan informasi untuk mengadakan penelitian yang sejenis dan pengembangannya.

Metode PenelitianPenelitian ini menggunakan

penelitian tindakan (action research) sebanyak dua siklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahap yaitu : rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi dan refisi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan mendeskripsikan kegiatan peserta didik dan guru selama proses pembelajaran. Sedangkan pendekatan kuantitaif dilakukan dengan mengadakan uji awal dan uji akhir untuk memperoleh data skor tes peserta didik sebelum dan sesudah pembelajaran.Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

Pembelajaran Berbasis Masalah dalam bahasa inggrisnya diistilahkan Problem-based Learning (PBL) adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada pebelajar dengan masalah-masalah praktis, berbentuk ill-structured, atau openended melalui stimulus dalam belajar. PBL memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut: (1) belajar dimulai dengan suatu permasalahan, (2) memastikan bahwa permasalahan yang diberikan berhubungan dengan dunia nyata pebelajar, (3) mengorganisasikan pelajaran di seputar permasalahan, bukan di seputar disiplin ilmu, (4) memberikan tanggung jawab sepenuhnya kepada pebelajar dalam mengalami secara langsung proses belajar mereka sendiri, (5) menggunakan kelompok kecil, dan (6) menuntut pebelajar untuk mendemonstrasikan apa yang telah mereka pelajari dalam bentuk produk atau kinerja (performance).

Subjek dan Lokasi PenelitianSubjek penelitian adalah peserta

didik kelas X RPL-2 SMK Negeri 6 Malang yang terdiri dari 23 orang. Sekolah tersebut berlokasi di Jalan Ki Ageng Gribig Nomor 28 Kelurahan Madyopuro Kota Malang

Waktu dan Lama Penelitian

35

Page 36: Artikel Jurnal Aksata 1

Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan, mulai Agustus sampai November 2013. Persiapan Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2013 minggu ke 1-3 dan pelaksanaan tindakan dilakukan pada bulan Agustus minggu ke tiga – September 2013. Penyusunan laporan dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2013.

Data dan Sumber Data:Data yang dikumpulkan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:1. Hasil belajar

Kognitif: berupa nilai yang diperoleh dari hasil evaluasi dan ulangan harianAfektif: berupa hasil observasi afektif peserta didik (karakter dan keterampilan sosial)

2. Motivasi belajarPengumpulan data melalui angket

motivasi belajar peserta didik. 3. Keterlaksanaan RPP

Diperoleh dari hasil observasi selama kegiatan pembelajaran sesuai dengan lembar observasi (keterlaksanaan RPP)

4. Catatan lapangan yang berkaitan dengan aktivitas peserta didik dan guru dalam proses pembelajaran

Sumber data dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas X RPL-2 SMK Negeri 6 Malang yang berjumlah 23 peserta didik.

Hasil PenelitianDari hasil penelitian diperoleh 48% peserta didik yang memiliki kriteria termotivasi dan 52% sangat ermotivasi sehingga sesuai target yang diinginkan pada siklus I, yaitu 75% peserta didik termotivasi untuk belajar. terjadi kenaikan jumlah peserta didik yang memiliki kriteria sangat termotivasi yaitu dari 52% menjadi 65%. Hal tersebut dikarenakan ada peserta didik yang pada siklus I memiliki kriteria termotivasi tetapi pada siklus II nilai motivasinya naik menjadi kriteria sangat termotivasi. Dan terjadi peningkatan hasil belajar peserta didik dari siklus I ke siklus II. Pada siklus I hanya 96% peserta didik yang tuntas belajar dengan rata- rata 89,

sedangkan siklus II 100% peserta didik tuntas belajar dengan rata- rata 96.

KesimpulanHasil penelitian yang telah

dilakukan, menunjukkan bahwa:1. Penerapan model pembelajaran

Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik kelas X RPL-2 di SMK Negeri 6 Malang pada materi pokok bahasan operasi matriks dimana pada akhir siklus II 35% peserta didik memiliki kriteria termotivasi dan 65% peserta didik sangat termotivasi.

2. Penerapan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik kelas X RPL-2 di SMK Negeri 6 Malang pada materi pokok bahasan operasi matriks dimana pada akhir siklus II 100% peserta didik tuntas belajar dengan nilai rata- rata 96.

SaranBerdasarkan hasil-hasil

penelitian ini, maka dapat disarankan kepada para guru bidang studi matematika bahwa model pembelajaran Problem Based Learning (PBL)dapat digunakan secara efektif untuk memecahkan masalah rendahnya motivasi dan hasil belajar matematika khususnya dalam mempelajari materi pokok bahasan operasi matriks. Metode yang diterapkan pada penelitian ini juga dapat dicobakan untuk memecahkan masalah pembelajaran matematika pada materi pokok bahasan yang lain yang mempunyai karakter yang sama. Lebih lanjut disarankan agar dilakukan penelitian tentang bagaimana dampak penerapan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) terhadap kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam mempelajari materi matematika.

DAFTAR RUJUKAN

36

Page 37: Artikel Jurnal Aksata 1

1.Afifah, Nur Hidayati. 2011. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Problem Posing dan Model Pembelajaran Think Pair Square (TPS-PP) Terhadap Hasil Belajar dan Motivasi Belajar Peserta didik Kelas XI IPA SMA Negeri 1 Purwosari Pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Jurusan Kimia FMIPA UM.

2.Anonim. 2012. Alur Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas. (Online), http://www.google.com/search?q=bagan+siklus+ptk&tbm=isch&tbo=u&source=univ&sa=X&ei=jaMKUstKKqXiQeu7oC4BA&ved=0CCwQsAQ&biw=1024&bih=497) diakses 28 Agustus 2013.

3.Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.

4.Fajaroh, F. & Dasna, I. W. 2007. Pembelajaran dengan Model Siklus Belajar (Learning Cycle), (Online), (http://lubisgrafura.wordpress.com), diakses 28 Agustus 2013.

5.Hamalik, O. 2008. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara.

6.Ridwan. 2008. Ketercapaian Prestasi Belajar, (Online), (http://ridwan202.wordpress. com/2008/05/03/ketercapaian-prestasi-belajar/, diakses 28Agustus 2010).

Sardiman. 2012. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.Suciati & Irawan, P. 2001. Teori Belajar

dan Motivasi. Jakarta: Pusat antar Universitas untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional Dirjen Dikti Depdikbud.

7.Supriadi. (2009). Pengembangan Perangkat Pembelajaran

Pemecahan Masalah Matematika dengan Menggunakan Komputer pada Kelas IX SMP Negeri 2 Baranti Kabupaten Sidrap. Skripsi. Makassar: FMIPA UNM.

8.Upu, Hamzah. 2003. Problem Posing dan Problem Solving dalam Pembelajaran Matematika. (Pegangan Untuk Guru, Siswa PPS, Calon Guru, & Guru Matematika). Bandung: Pustaka Ramadhan.

37

Page 38: Artikel Jurnal Aksata 1

Oleh :Etik FariatiNIP. 19720223 199903 2 002Guru BP/BK SMKN 6 Malang

ABSTRAK :Rendahnya tingkat kepercayaan diri

peserta didik SMKN 6 Malang lebih khusus anggota Konselor Sebaya (peer counselor), tentunya akan menghambat proses perkembangan peserta didik, serta proses sosialisasi diri mereka, sehingga jika ini terjadi mereka akan mengalami hambatan-hambatan yang lainnya yang dapat melahirkan persoalan baru dan berimbas pada motivasi belajar yang menurun, menarik diri dari pergaulan, tertutup bahkan sampai pada keputus asaan yang tinggi. Maka persoalan rendahnya tingkat kepercayaan diri siswa perlu dicari solusi pengentasannya. Karena dengan terselesainya permasalahan ini, maka persoalan-persoalan lain yang dihadapi peserta didik akan sangat mudah diselesaikan.

Sehingga simulasi saya gunakan untuk membantu peserta didik dalam rangka meningkatkan kepercayaan diri mereka. Metode simulasi ini tentunya saya pilih dengan alasan utamannya adalah berpatokan pada prinsip belajar, di mana seseorang untuk belajar sesuatu tentunya melalui tahapan, serta usaha untuk dapat mencapai apa yang menjadi tujuan yang dipelajarinya. Adapun cara untuk menguasi tujuan yang dipelajarinya adalah salah satunya melalui metode simulasi, simulasi bertujuan membiasakan peserta didik untuk mencoba/mencontoh gambaran nyata dari kehidupan sehari-hari.

Tujuan penelitian ini adalah melihat bagaimana pelaksanaan model simulasi dapat meningkatkan kepercayaan diri konselor sebaya (peer counselor) kelas XI SMKN 6 Malang. Penelitian tindakan ini dilaksanakan di SMKN 6 Malang pada Tahun Ajaran 2012/2013. Fokus penelitian ini adalah anggota konselor sebaya (peer counselor) yang berjumlah 30 orang siswa dan yang terlibat secara penuh dalam penelitian ini adalah 12 anggota konselor sebaya. Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini adalah mengunakan daftar cek perilaku, skala psikologi dan refleksi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada peningkatan kepercayaan diri subjek penelitian dilihat dari 6 aspek yaitu optimis,

38

Meningkatkan Kepercayaan Diri (Anggota Konselor Sebaya/Peer Counselor) SMKN 6 Malang Melalui Metode Simulasi Tahun

Pelajaran 2012/2013

Page 39: Artikel Jurnal Aksata 1

mandiri, ambisi, berani berpendapat, mencoba hal baru dan memiliki perasaan yang dapat diterima, serta kecenderungan perilakunya.Kata Kunci: kepercayaan diri, metode

simulasi

Rumusan Masalah 1. Apakah pelaksanaan model

simulasi dapat meningkatkan kepercayaan diri peserta didik anggota Konselor Sebaya (Peer Counselor) SMKN 6 Malang pada Tahun Ajaran 2012/2013?

2. Apakah tingkat kepercayaan diri anggota Konselor Sebaya (Peer Counselor) SMKN 6 Malang akan meningkat ketika mengunakan teknik simulasi?

Landasan Teori1. Percaya Diri

Percaya Diri (Self Confidence) adalah meyakinkan pada kemampuan dan penilaian (judgement) diri sendiri dalam melakukan tugas dan memilih pendekatan yang efektif. Hal ini termasuk kepercayaan atas kemampuannya menghadapi lingkungan yang semakin menantang dan kepercayaan atas keputusan atau pendapatnya. Orang yang tidak percaya diri akan merasa terus menerus jatuh, takut untuk mencoba, merasa ada yang salah dan khawatir (Elly Risman, 2003: 151).2. Teknik Simulasi

Simulasi ialah suatu metodologi untuk melaksanakan percobaan dengan menggunakan model dari satu sistem nyata (Siagian, 1987) Menurut Hasan (2002), simulasi merupakan suatu model

pengambilan keputusan dengan mencontoh atau mempergunakan gambaran sebenarnya dari suatu sistem kehidupan dunia nyata tanpa harus mengalaminya pada keadaan yang sesungguhnya.

PEMBAHASAN1. Setting Penelitian

a. Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan

selama 2 bulan yaitu dari bulan Oktober 2012 sampai dengan bulan November tahun 2012.

Table 1. Rincian waktu penelitian

b. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMK N 6

Malang. Jumlah siswa SMK N 6 Malang adalah 3105 orang siswa, terdiri atas kelas X = 1161 orang siswa, kelas XI = 1025 orang siswa dan kelas XII = 919 orang siswa.

c. Subjek Penelitian Subyek dalam penelitian ini adalah

siswa SMK N 6 Malang pada anggota konselor sebaya (Peer Counselor) yang berjumlah 30 orang siswa yang semuanya terdiri dari siswa kelas XI, dimana setiap kelas terwakili oleh 2 orang siswa.

2. HasilPembahasan hasil PTK BK dapat

dipaparkan berdasarkan tabel

berikut ini.

Ti

Da

HaK

eSi

PeK

eSi

Ke Tabel 2. Hasil Akhir PTK BK

Dari tabel diatas menunjukan bahwa peningkatan kepercayaan diri siswa dapat ditingkatkan melalui penerapan metode simulasi. Karena seperti pada konsepnya sendiri simulasi merupakan cara yang paling gampang untuk dilakukan Pandangan lain mengatakan simulasi

39

No KegiatanBulan Kegiatan

Oktober November1 2 3 4 1 2 3 4

1. Kegiatan awal persiapan

2. Persiapan √3. Pelaksanaan Siklus I √ √4. Pelaksanaan Siklus II √ √5. Penyusunan laporan √6. Pelaporan hasil

penelitian√

Page 40: Artikel Jurnal Aksata 1

adalah suatu teknik yang dapat digunakan untuk memformulasikan dan memecahkan model – model dari golongan yang luas. Golongan atau kelas ini sangat luasnya sehingga dapat dikatakan “ Jika semua cara yang lain gagal, cobalah simulasi” (Schroeder, 1997). Melihat pernyataan ini secara tersirat bahwa pendekatan atau metode simulasi merupakan suatu metode yang mudah dipelajari oleh siapa saja termasuk peserta didik, serta selain mudah metode ini juga akan memberikan pengalaman langsung bagi peserta didik, dengan demikian merekapun bisa mengetahui atau mengukur kemampuan mereka sendiri melalui hasil simulasi yang mereka lakukan.

KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan

Sesuai dengan tujuan penelitian yang didasarkan pada analisis data terhadap hasil pengamatan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : a. Penggunaan simulasi dapat

dipergunakan untuk memberdayakan kemampuan masing-masing peserta untuk saling belajar dari kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh temannya.

b. Penggunaan simulasi dapat meningkatkan kepercayaan diri siswa lebih khusus dalam menyampaikan pendapat atau mempertahankan pendapat yang tentunya sangat identik dengan aktifitasnya sebagai pelajar.

c. Konselor sekolah dapat meningkatkan kualitas proses layanan bimbingan sebagai bentuk pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pendidik professional.

2. Saran Berdasarkan simpulan dari hasil

PT BK ini kepada pihak-pihak terkait disarankan kepada: a. Konselor peneliti lainnya untuk

melakukan PT BK dengan layanan atau pun strategi serta metode yang

lainnya agar dapat diperoleh “kosa kata” yang lebih banyak untuk menghadapi hambatan yang muncul dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab sebagai konselor yang professional.

b. Orang tua siswa, hendaknya memantau anaknya serta memotivasinya agar menjadi anak yang percaya diri dan bisa meningkatkan kemampuan dirinya.

DAFTAR RUJUKAN

Anthony.1992. Rahasia Membangun Kepercayaan Diri. (terjemahan Rita Wiryadi). Jakarta Binarupa Aksara.

Peter Lauster . 1999. Test Kepribadian . Yogyakarta. Kanisius. Rahardjo Susilo . 2004 . Bimbingan Kelompok . Kudus : FKIP BK UMK Ranchman Natawijaya .2003. Bimbingan Kelompok : Jakarta : PT.Bumi Aksara. Sukardi, dewa ketut. 2004 . Pengantar Teori Konseling ( suatu uraian ringkas).

Jakarta : Ghalia Indonesia T ursan Hakim.2002. Mengatasi Rasa Tidak Percaya Diri, Jakarta : Purwa Suara.Setiawan, Sandi. 1991. Simulasi. ANDI OFFSET. Yogyakarta.Siagian, P. 1987. Penelitian Operasional : Teori dan Praktek. Universitas

Indonesia Press. Jakarta.

40

Page 41: Artikel Jurnal Aksata 1

Oleh :Salmah UnaizatinNIP. 19690326 199601 2 001Guru Matematika SMKN 6 Malang

ABSTRAK :Rendahnya kemampuan penalaran

siswa dalam mata pelajaran matematika khususnya materi Logika Matematika di kelas XI OTO2 SMK Negeri 6 Malang inilah yang menjadi alasan diadakannya penelitian ini . Sebenarnya hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah model pembelajaran yang diterapkan guru masih bersifat konvensional sehingga siswa kurang aktif dalam pembelajaran. Dalam penelitian ini, masalah yang diupayakan untuk diatasi adalah kamampuan penalaran siswa. Berdasarkan kajian teori yang dikaji peneliti, kemampuan penalaran siswa dapat ditingkatkan melalui model CTL berbasis kejuruan dengan media engine components.

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan penalaran siswa dengan penerapan model CTL berbasis kejuruan dengan media engine component pada materi logika matematika di kelas XI OTO2 SMK Negeri 6 Malang Tahun Pelajaran 2012/2013.

Metodologi dari penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari 2 siklus, dengan tiap siklus terdiri dari 2 pertemuan dengan alokasi tiap siklus 4x45 menit.

Hasil yang dicapai pada penelitian ini ternyata mengalami peningkatan dari siklus 1

ke siklus 2 dengan nilai rata-rata ulangan 59,51 menjadi 74,15 dan ketuntasan klasikal 41,46% menjadi 65,85%. Kemudian dari hasil observasi aktivitas siswa, dihasilkan bahwa terjadi peningkatan dari siklus 1 ke siklus 2 dari nilai rata-rata aktivitas siswa 2,2 dengan kategori cukup baik menjadi nilai rata-rata 3,1 dengan kategori baik. Simpulan dari Penelitian ini adalah metode pembelajaran model CTL berbasis Kejuruan dengan media engine component dapat

berpengaruh positif terhadap penalaran siswa kelas XI OTO2 SMK Negeri 6 Malang Tahun Pelajaran 2012/2013, khususnya pada materi logika Matematika serta model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai alternative pembelajaran matematika.

Kata kunci: Model CTL berbasis kejuruan, media engine components, kemampuan penalaran siswa

Perumusan MasalahApakah model CTL berbasis kejuruan dengan media engine components dapat meningkatkan kemampuan penalaran siswa pada materi logika matematika di kelas XI OTO2 SMK Negeri 6 Malang Tahun Pelajaran 2012/2013.

Tujuan PenelitianTujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan penalaran siswa pada materi logika matematika di kelas XI OTO2 SMK Negeri 6 Malang Tahun Pelajaran 2012/2013.dengan model CTL berbasis kejuruan dengan media engine components.

LANDASAN TEORIModel Pembelajaran Contekstual

Teaching and Learning (CTL) : Pembelajaran kontekstual adalah terjemahan dari istilah Contextual Teaching and Learning (CTL). Kata contextual yang berarti “hubungan, konteks, suasana, atau keadaan”.

41

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Siswa pada materi Logika matematika melalui Penerapan Model CTL Berbasis Kejuruan dengan Media Engine Components pada Kelas XI OTO2 SMK

Negeri 6 Malang, tahun pelajaran 2012/2013

Page 42: Artikel Jurnal Aksata 1

Sehingga Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat diartikan sebagai suatu pembelajaran yang berhubungan dengan suasana tertentu.

Menurut Depdiknas (2003) untuk penerapannya, pendekatan Kontektual memiliki tujuh komponen utama, yaitu: konstruktivisme (constructivism), menemukan (inquiry), bertanya(questioning), masyarakat-belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian yang sebenarnya (authentic assesment).

Media Pembelajaran Engine Components,Media merupakan faktor pendukung dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Segala sesuatu yang dapat menyampaikan pesan pembelajaran sekaligus mampu merangsang perhatian, pikiran, dan perasaan siswa sehingga terjadi proses pembelajaran disebut juga media pembelajaran (Santoso, 2004).

Menurut Sanjaya (2008) media dapat diklasifikasikan menjadi beberapa klasifikasi tergantung dari sudut mana melihatnya. Dilihat dari sifatnya, media dapat dibagi ke dalam media auditif, media visual, dan audio visual.

Media yang diterapkan pada pembelajaran ini adalah media komponen-komponen pada mesin sepeda motor atau engine components. Dalam dunia otomotif, terdapat 2 jenis mesin pada sepeda motor yaitu mesin 2 tak dan mesin 4 tak. Pada mesin 2 tak, komponenya meliputi silinder, blok silinder, piston, crank shaft, kompling karburator, gear box, pompa oli, dan knalpot. Sedangkan pada mesin 4 tak, komponennya meliputi kepala silinder, blok silinder, piston, ring piston, crank shaft, valve, kompling, karburator, serta sistem baru yang menggunakan fuel injection, gear box, pompa oli, dan knalpot (Anne Ahira, 2011)

Kemampuan Penalaran Matematika Siswa SMK, ada dua macam penalaran, yaitu penalaran induktif dan deduktif. Berkait dengan penalaran induktif dan deduktif ini, pernyataan George Polya (1973) berikut sudah seharusnya

mendapatkan perhatian para pembaca, para guru matematika. Polya menyatakan bahwa: “ Yes, mathematics has two faces; it is the rigorous science of Euclid but it is also something else. Mathematics presented in the Euclidean way appears as a systematic, deductive science; but mathematics in the making appears as an experimental, inductive science.” Pendapat Polya ini telah menunjukkan pengakuan beliau tentang pentingnya penalaran induktif dalam pengembangan matematika.

METODE PENELITIANSetting Penelitian

Waktu penelitian dilakukan selama 3 bulan (Maret s.d. Mei 2013) mulai dari pembuatan proposal, penyusunan instrumen, pengumpulan data, analisis data, pembahasan hasil penelitian, dan penyusunan laporan penelitian. Penelitian dilakukan pada waktu tersebut karena materi yang diteliti yaitu logika matematika terdapat pada bab 2 semester genap.

Tempat penelitian di SMK Negeri 6 yang bermalang alamat di jalan Ki Ageng Gribig no 28 Kedungkandang kota Malang di kelas XI pada kompetensi keahlian teknik ototronik.Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI OTO2 yang berjumlah 31 siswa yang berjenis kelamian laki-laki semua.

Sumber DataJenis data yang dikumpulkan dalam

penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Sumber data primer adalah daftar nilai ulangan harian matematika dari peneliti selaku guru matematika di kelas XI OTO2. Sedangkan data sekunder didapat dari hasil pengamatan yang berasal dari observer/teman sejawat.Prosedur Penelitian

Dalam penelitian ini, prosedur penelitianya berbentuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari 2 siklus, untuk tiap siklus terdiri dari 2 kali pertemuan untuk tiap pertemuan 2x45 menit. Langkah-langkah yang akan

42

Page 43: Artikel Jurnal Aksata 1

dilakukan pada penelitian ini untuk tiap siklus adalah perencanaan, tindakan, observasi/pengamatan, dan refleksi.

HASIL PENELITIANBerdasarkan kajian toeritis,

kerangka berpikir, dan hipotesis tendakan yang telah dituangkan pada Bab II, maka hasil penelitian dapat dikatakan berhasil karena telah terbukti dari kebenaran secara empirik dari Bab II.

Sesuai dengan permasalahan yang ada bahwa kemampuan penalaran siswa dinilai masih rendah, kemudian dilakukan penelitian untuk mengatasi permasalahn tersebut dengan model CTL berbasis kejuruan dengan media engine components. Dalam penelitian yang telah dilakukan, hasil yang dicapai ternyata mengalami peningkatan dari siklus 1 ke siklus 2 dengan nilai rata-rata ulangan 60,65 menjadi 78,06 dan ketuntasan klasikal 54,84% menjadi 80,6%. Kemudian dari hasil observasi aktivitas siswa, dihasilkan bahwa terjadi peningkatan dari siklus 1 ke siklus 2 dari nilai rata-rata aktivitas siswa 2,2 dengan kategori cukup baik menjadi nilai rata-rata 3,1 dengan kategori baik. Untuk itu, hasil penelitian dapat dikatakan berhasil karena telah menjawab menjawab dari indikator kinerja dengan ketuntasan minimal 60% dan kategori aktivitas siswa minimal baik.

Dari penelitian yang telah dilaksanakan sejak 26 April s.d. 4 Mei 2013 hasil penelitian dapat disajikan sebagai berikut.

Tabel 1Daftar Hasil Evaluasi

Pembelajaran dan Pengamatan Siswa Siklus 1 dan Siklus 2

Instrumen Penilaian Siklus 1 Siklus 2Kategori pengamatan siswa Cukup baik BaikKetuntasan klasikal kelas 54,84% 80,6%

SimpulanBerdasarkan hasil penelitian

dan pembahasan yang telah dijabarkan

pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa:

Model CTL berbasis kejuruan dengan media engine components dapat meningkatkan kemampuan penalaran siswa pada materi logika matematika di kelas XI OTO2 SMK Negeri 6 Malang Tahun Pelajaran 2012/2013.

. Hal tersebut dibuktikan bahwa nilai rata-rata ulangan pada siklus 1 adalah 60,65 dengan ketuntasan klasikal 54,84%. Sedangkan pada siklus 2 terjadi peningkatan nilai rata-rata menjadi 78,06 dengan ketuntasan klasikal 80,6%.

Saran1. Perlu diadakannya penelitian lebih

lanjut dengan pengembangan model dan media pembelajaran yang telah diterapkan terutama pada kejuruan yang lain.

2. Agar dapat diterapkan oleh peneliti yang lain terutama pada mata pelajaran yang lain dengan adanya inovasi pembelajaran. Sebaiknya penelitian ini dapat diterapkan pada siswa kelas XII karena kelas tersebut dinilai sudah menguasai materi kejuruan.

43

Page 44: Artikel Jurnal Aksata 1

Oleh :SamiartiNIP. 19610119 198603 2 010Guru Kewirausahaan SMKN 6 Malang

Latar belakangPada proses pembelajaran kewirausahaan di semester 1, prestasi siswa kelas XI TKJ 3 kurang menggembirakan, hal ini terlihat dari hasil nilai kewirausahaan siswa yang masih banyak di bawah standar kriteria ketuntasan minimal (KKM). Siswa kebanyakan masih sulit untuk memecahkan persoalan kewirausahaan yang ada kaitannya dengan kehidupan mereka secara nyata.Dengan banyaknya nilai siswa yang masih di bawah standar kriteria ketuntasan minimal (KKM). Maka perlu upaya peningkatan nilai tersebut Menurut peneliti metode pembelajaran Problem Base Instruction (PBI) (Pembelajaran Berdasarkan Masalah) adalah metode yang cocok untuk pembelajaran kewirausahaan khususnya agar siswa lebih terampil menghadapi persoalan kontekstual di dalam kehidupan mereka dan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa

Rumusan MasalahApakah Model Pembelajaran Problem Base Instruction (PBI) dapat meningkatkan prestasi belajar Kewirausahaan pada materi pokok

perencanaan usaha siswa kelas XI TKJ 3 di SMK Negeri 6 Malang ?

Tujuan PenelitianUntuk meningkatkan prestasi belajar kewirausahaan siswa kelas XI TKJ 3 di SMK Negeri 6 Malang pada materi pokok

perencanaan usaha Problem Base Instruction (PBI).

HipotesisJika metode pembelajaran problem base instruction (PBI) diterapkan pada materi pokok perencanaan usaha di kelas XI TKJ 3, maka prestasi belajar kewirausahaan siswa SMK Negeri 6 Malang akan meningkat.

Landasan teori/kajian pustaka1. Pengertian Problem Based

Instruction adalah model pembelajaran yang berlandaskan paham konstruktivistik yang mengakomodasi keterlibatan siswa dalam belajar dan pemecahan masalah autententik (Arends et al. 2001).

2. Pengertian prestasi ialah hasil usaha bekerja ayang menunjukan ukuran kecakapan yang dicapai dalam

3. Pengertian prestasi belajar hasil usaha belajar yang berupa nilai-nilai sebagai ukuran kecakapan dari usaha belajar yang telah dicapai seseorang,

4. Model pembelajaran Problem Based Instruction (pembelajaran berbasis masalah) adalah model pembelajaran yang berlandaskan paham konstruktivistik yang mengakomodasi keterlibatan siswa dalam belajar dan pemecahan

44

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR KEWIRAUSAHAAN PADA MATERI POKOK PERENCANAAN USAHA SISWA KELAS XI TKJ 3 DI

SMK NEGERI 6 MALANG MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTION (PBI)

TAHUN PELAJARAN 2013/2014

Page 45: Artikel Jurnal Aksata 1

masalah autententik (Arends et al. 2001).

SistaksisTahap I : Orientasi siswa pada

masalah Siswa tidak hanya memperoleh informasi baru dari guru, tetapi siswa dituntut melakukan penyelitikan terhadap suatu masalah agar siswa tahu bagaimana cara menyajikan masalah suatu materi.Tahap II : Mengorganisasi siswa

untuk belajar guru membimbing siswa untuk memecahkan suatu permasalahan dengan cara bekerja sama satu dengan yang lainnya Tahap III : Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok Guru membimbing siswa pada saat melak sanakan eksperimen terdapat suatu perma salahanTahap IV: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.Guru membimbing siswa untuk mengembangkan hasil karyanya dari apa yang dikerjakannya ke dalam bentuk laporan

Pelaksanaan PenelitianDilakukan sebanyak 2 siklus, setiap siklus terdiri atas tahap-tahap berikut : a. Perencanaan, yaitu merencanakan

dan mempersiapkan kegiatan pembelajaran berdasarkan masalah dalam pembelajaran kewirausahaan beserta instrumen yang dibutuhkan.

b. Pelaksanaan Tindakan Kelas, yaitu kegiatan proses belajar mengajar siswa kelas XI TKJ 3, Model Pembelajaran Problem Base Instruction (PBI)

c. Pengamatan, yaitu pengamatan secara langsung dari peneliti terhadap aktivitas para siswa dengan mengguna kan lembar pengamatan

d. Refleksi, yaitu kegiatan dalam usaha perbaikan untuk pertemuan

kegiatan selanjutnya, dari evaluasi kekurangan pertemuan sebelumnya

Pengumpulan dataa, Pengamatan (Observasi), observasi

dilakukan pada saat proses pembelajaran berlangsung. Observasi dilakukan untuk memperoleh data aktivitas siswa dan mengevaluasi kekurangan-kekurangan yang ditemukan dalam kegiatan belajar mengajar.

b. Evaluasi, dilakukan terhadap hasil kerja siswa dalam proses pembelajaran secara keseluruhan , aspek yang dievaluasi merupakan seluruh aspek yang dilakukan oleh siswa dalam PBI.

c. Dokumentasi, merupakan data yang berupa visual foto yang diambil ketika kegiatan berlangsung.

Analisis dataAnalisis data dalam penelitian tindakan kelas ini menggunakan analisis kuantitatif dan kualitatif Semua data dianalisis mulai dari siklus satu dan siklus dua untuk dibandingkan dengan teknik deskriptif persentase

Hasil belajar siklus Ia. Tingkat prestasi siswa untuk mata

pelajaran kewirausahaan di SMK Negeri 6 Malang pada pelaksanaan penelitian tindakan kelas siklus I masih kurang (47,4%), hal tersebut disebabkan oleh masih kurangnya siswa berperan secara mandiri,

b. Hasil observasi proses pembelajaran siklus 1, juga masih kurang (37,2%). pembelajaran masih dibatasi oleh garis tanya-jawab yang bersumber dari guru

RefleksiDari hasil temuan observasi dan evaluasi yang dilakukan peneliti pada pelaksanaan tindakan siklus 1 terlihat masih ada kekurangan-kekurangan yang

45

Page 46: Artikel Jurnal Aksata 1

perlu diperbaiki untuk pelaksanaan tindakan pada siklus kedua.

Hasil belajar siklus IITingkat prestasi siswa untuk mata pelajaran kewirausahaan di SMK Negeri 6 Malang pada pelaksanaan penelitian tindakan kelas siklus II mengalami peningkatan (71,9%).Berdasarkab hasil observasi proses pembelajaran siklus 2, mengalami peningkatan (82,2%).

Hasil penelitian1. ADANYA PENINGKATAN PRESTASI

BELAJAR SISWA dalam mempersiapkan dan pelaksanaan pembelajaran kewira- usahaan yang lengkap dan sistematis melalui metode PBI dari siklus I (47,4%) ke (71,9%) pada siklus II. (meningkat 30.5 %)

2. Hipotesis Jika metode pembelajaran problem base instruction (PBI) diterapkan pada materi pokok perencanaan usaha di kelas XI TKJ 3, maka prestasi belajar kewirausahaan siswa SMK Negeri 6 Malang akan meningkat TERBUKTI

3. Tujuan Penelitian Tindakan Kelas untuk meningkatkan prestasi belajar kewirausaha an siswa kelas XI TKJ 3 di SMK Negeri 6 Malang pada materi pokok perencanaan usaha Problem Base Instruction (PBI) TERCAPAI

46

Page 47: Artikel Jurnal Aksata 1

Oleh :SutonoNIP. 19590717 198603 1 028Guru TKR SMKN 6 Malang

ABSTRAK: Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 mengenai Standar Nasional Pendidikan pada pasal 19 mengamanatkan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan 2 perkembangan fisik serta psikologis siswa. Dalam kegiatan belajar mengajar maupun dalam penugasan siswa cenderung pasif dan menunggu temannya untuk mengerjakan tugas. Beberapa siswa bahkan sama sekali tidak mengerjakan tugas dengan alasan tidak bisa atau tidak membawa buku dan lebih memilih bercakap-cakap atau bermain-main dengan teman daripada mengerjakan tugas. Dalam diskusi kelompok siswa cenderung diam, tidak aktif dan individualis. Hal ini menunjukkan aktivitas belajar siswa masih rendah. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: (1) Apakah penggunaan model pembelajaran Learning Cycle dapat meningkatkan hasil belajar mata diklat BRKT siswa kelas X TKR-5 pada kompetensi dasar ban di SMK Negeri 6 Malang ? (2) Bagaimanakah respon atau minat siswa terhadap penggunaan model pembelajaran Learning Cycle di kelas X TKR-5 SMK Negeri 6 Malang ? Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Untuk

mengetahui peningkatan hasil belajar mata diklat BRKT siswa kelas X TKR-5 di SMK Negeri 6 Malang dengan menggunakan model pembelajaran Learning Cycle pada kompetensi dasar ban. (2) Untuk mengetahui respon atau minat siswa terhadap penggunaan model pembelajaran Learning Cycle di kelas X TKR-5 SMK Negeri 6 Malang.

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: (1) Diduga penggunaan model pembelajaran Learning Cycle dapat meningkatkan hasil belajar mata diklat BRKT siswa kelas X TKR-5 pada kompetensi dasar ban di SMK Negeri 6 Malang. (2) Diduga respon atau minat siswa terhadap penggunaan model pembelajaran Learning Cycle di kelas X TKR-5 SMK Negeri 6 Malang sangat baik. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research) sebanyak tiga putaran. Setiap putaran terdiri dari empat tahap yaitu: rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan refisi. Sasaran penelitian ini adalah siswa kelas X TKR-5. Data yang diperoleh berupa hasil ulangan harian, lembar observasi proses kegiatan belajar mengajar.

Dari hasil analis didapatkan bahwa hasil belajar siswa meningkat pada siklus I hasil ulangan harian (kognitif) yang dilaksanakan, diperoleh: 62,50% (25 siswa) memperoleh nilai di bawah 60; 22,50% (9 siswa) memperoleh nilai di atas 60 sampai 74 dan sisanya hanya 15,00% (6 siswa) memperoleh nilai di atas 75. Dan bila ditinjau dari keaktifan pada diskusi kelas diperoleh hasil 2 siswa sangat aktif (5,00%), 15 siswa aktif (37,50%), dan 23 siswa cukup aktif (57,50%). Dan pada siklus hasil ulangan harian (kognitif) yang dilaksanakan, diperoleh: 12,50% (5 siswa) memperoleh nilai di bawah 60; 10,00% (9 siswa) memperoleh nilai di atas 60 sampai 74 dan sisanya 77,50% (31 siswa) memperoleh nilai di atas 75. Dan bila ditinjau dari keaktifan pada diskusi kelas diperoleh hasil 27 siswa sangat aktif (67,50%), 11 siswa aktif (27,50%), 2 siswa cukup aktif (5,00%).

Kesimpulan dari penelitian ini adalah model pembelajaran Learning Cycle dapat berpengaruh positif terhadap respon atau minat

47

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATA DIKLAT BRKT PADA KOMPETENSI DASAR BAN SISWA KELAS X

TKR 5 DI SMK NEGERI 6 MALANG SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2011/2012

Page 48: Artikel Jurnal Aksata 1

belajar siswa kelas X TKR-5 serta model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pembelajaran pada mata diklat atau kompetensi dasar yang lain.

Kata kunci: meningkatkan, hasil belajar, Learning Cycle

A. PENDAHULUAN1. Latar Belakang Masalah

Salah satu model pembelajaran yang berorientasi pada teori konstruktivistik adalah Learning Cycle. Dengan model pembelajaran ini diharapkan siswa dapat menguasai dan trampil membangun struktur pengetahuan secara pribadi dan bermakna, dengan demikian dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Konsep kompetensi dasar tentang ban di mata diklat BRKT (Ban, Roda, Kopling dan Transmisi) merupakan salah satu materi yang disajikan di kelas X program Teknik Kendaraan Ringan (TKR) semester genap. Konsep ini sengaja dipilih karena keaktifan siswa dalam proses pembelajaran khususnya kemandirian dalam pemahaman materi pembelajaran terasa sangat kurang. Hasil evaluasi harian (kognitif) yang dilaksanakan juga tidak menggembirakan. Dari data yang bersumber dari daftar nilai, hampir 82,5% (33 siswa dari 40 anak) memperoleh nilai di bawah 60, 5% ( hanya 2 siswa) yang memperoleh nilai diatas 60 sampai 74 dan sisanya 12,5% (5 siswa) memperoleh nilai diatas 75. Ditinjau dari keaktifan, saat sesi tanya jawab, kurang lebih hanya sekitar 6 siswa dari 40 ( kurang dari 15,5 %) siswa yang bertanya.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tindakan kelas dengan judul “Penggunaan Model Pembelajaran Learning Cycle Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Mata Diklat BRKT Pada Kompetensi Dasar Ban Siswa Kelas X TKR-5 di SMK Negeri 6 Malang Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012”.2. Rumusan Masalah

Dari uraian singkat sebagaimana tertulis pada latar belakang masalah, dapat

diketahui beberapa faktor yang mencakup permasalahan pada proses pembelajaran. Beberapa perumusan masalah berupa pertanyaan yang relevan sebagai berikut: 2.1. Apakah penggunaan model

pembelajaran Learning Cycle dapat meningkatkan hasil belajar mata diklat BRKT siswa kelas X TKR-5 pada kompetensi dasar ban di SMK Negeri 6 Malang?

2.2. Bagaimanakah respon atau minat siswa terhadap penggunaan model pembelajaran Learning Cycle di kelas X TKR-5 SMK Negeri 6 Malang ?

B. KAJIAN PUSTAKA Dalam model pembelajaran

Learning Cycle, setiap materi pelajaran yang baru harus dikaitkan dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah ada sebelumnya. Materi pelajaran yang baru disesuaikan secara aktif dengan pengetahuan yang sudah ada. Kegiatan pembelajaran harus dimulai dengan hal yang sudah dikenal dan dipahami oleh siswa. Barulah setelah itu, guru menambahkan unsure-unsur pelajaran yang baru yang disesuaikan dengan pengetahuan awal siswa secara aktif, hal ini sesuai dengan tori konstruktivistik. Fase-fase siklus belajar sains (the science learning cycle) dengan penjelasan fase-fasenya sebagai berikut :a. Fase1. Exploration(Penyelidikan)b. Fase 2. Explanation (Pengenalan)c. Fase 3. Expansion (Perluasan)d. Fase 4. Evaluation (Evaluasi)

Perbedaan antara model pembelajaran Learning Cycle dengan pembelajaran yang lain adalah guru banyak bertanya daripada menjelaskan materi yang dipelajari. C. METODE PENELITIAN1. Setting Penelitian

Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan dengan setting kelas X TKR-5 SMK Negeri 6 Malang dimulai pada bulan Pebruari sampai April 2012.2. Analisis dan Refleksi

Data yang dicatat dalam setiap langkah meliputi: 1). data aktivitas siswa dalam proses pembelajaran, 2) data hasil

48

Page 49: Artikel Jurnal Aksata 1

pemahaman siswa terhadap materi pelajaran yang diperoleh dari hasil ulangan harian dan 3) data persepsi siswa terhadap penggunaan model pembelajaran Learning Cycle yang diperoleh dari hasil angket siswa2.1. Analisis Tes Hasil Belajar Siswa

Hasil belajar siswa ditentukan berdasarkan Penilaian Acuan Patokan (PAP) dengan menggunakan dua acuan ketuntasan pencapaian tujuan pembelajaran berdasarkan petunjuk pelaksanaan belajar mengajar kurikulum SMU/SMK 1994 (Depdikbud, 1994 : 39) yaitu seorang siswa telah tuntas belajar bila ia telah mencapai skor 65% atau nilai 65 dan suatu kelas disebut telah tuntas belajar bila di kelas tersebut telah terdapat 85% yang telah mencapai daya serap 65%. 2.2. Analisis Observasi Pengelolaan Pembelajaran

Untuk menganalisis hasil penilaian yang diberikan oleh pengamat terhadap kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran koopertif digunakan ketentuan sebagai berikut:

0,00 – 1,00 Tidak Baik 1,10 – 2,00 Kurang Baik 2,10 – 3,00 Cukup Baik 3,10 – 4,00 Baik

a. Analisis Observasi Aktivitas Guru dan Siswa

Data pengamatan aktivitas guru dan siswa selama kegiatan belajar mengajar berlangsung, analisis dengan menggunakan presentase (%) yaitu banyaknya frekuensi aktivitas guru siswa dengan frekuensi aktivitas guru dan siswa keseluruhan di kali 100%.

b. Analisis Kuesioner Respon atau Minat Siswa

Kuesioner disusun berdasarkan skala Likert yang dinyatakan dalam bentuk pernyataan, baik pernyataan positif maupun pernyataan negatif tentang persepsi siswa mengenai penerapan model pembelajaran Learning Cycle Kuesioner tersebut dinilai oleh siswa dengan skala sebagai berikut :

Untuk penilaian : Sangat Setuju (SS) diberi skor = 5

Setuju (S) diberi skor = 4

Ragu-ragu (R) diberi skor = 3

Tidak Setuju (TS) diberi skor = 2

Sangat Tidak Setuju (STS) diberi skor = 1

Untuk mengetahui persepsi siswa terhadap model pembelajaran Learning Cycle yang digunakan dalam penelitian ini digunakan rumus :

c. Pencapaian Keefektivan Pembelajaran Beberapa indikator yang digunakan

untuk mengetahui tingkat efektivitas model pembelajaran Learning Cycle yang sedang dikembangkan, dalam penelitian ini antara lain : a. Kemampuan guru dalam mengelola

KBM cukup baik b. Terdapat peningkatan antara skor uji

awal dan skor uji akhir yang cukup berarti.

c. Respon siswa terhadap KBM cukup positif

d. Kadar aktivitas guru dan siswa selama KBM cukup tinggi

e. Kondisi belajar tuntas telah terwujud

D. HASIL PENELITIAN1. Siklus Pertama

Perencanaan pada tanggal 4 Pebruari 2012 meliputi:

a. Pertemuan team MGMD b. Penyatuan pemahaman tujuan penelitianc. Penyelarasan rencana penelitiand. Pembuatan proposal

1.1. Pelaksanaan

a. Penelaahan proposal tanggal 10 Pebruari 2012, hasilnya: ada perbaikan pada Perangkat Pembelajaran, Silabus, RPP, Kisi-kisi dan kartu soal serta kunci jawaban, angket sesuai dengan masukan yang diberikan.

b. Revisi dan penyempurnaan proposal tanggal 15 Pebruari 2012

49

% = X skorskormaks

x 100 %

Page 50: Artikel Jurnal Aksata 1

c. Penyerahan dan pengesahan proposal tanggal 18 Pebruari 2012 Oleh kepala sekolah.

Pelaksanaan Penelitian Siklus I pada hari Senin tanggal 20 Pebruari 2012 di kelas X TKR-5 jam ke 3 – 4 (08.00 – 09.30) dengan perincian kegiatan sesuai RPP 1.

1.2. Refleksi

a. Hasil ulangan harian (kognitif) yang dilaksanakan, diperoleh: 62,50% (25 siswa) memperoleh nilai di bawah 60; 22,50% (9 siswa) memperoleh nilai di atas 60 sampai 74 dan sisanya hanya 15,00% (6 siswa) memperoleh nilai di atas 75.

b. Ditinjau dari keaktifan pada diskusi kelas diperoleh hasil 2 siswa sangat aktif (5,00%), 15 siswa aktif (37,50%), dan 23 siswa cukup aktif (57,50%).

c. Hasil pemahaman siswa terhadap materi pada siklus pertama dengan model Learning Cycle terdapat peningkatan dibanding dengan hasil ulangan harian kompetensi dasar yang sama dengan metode konvensional (ceramah) pada tahun sebelumnya.

d. Kesan terhadap pelaksanaan model pembelajaran ini, siswa tertarik dan termotivasi dalam belajar.

2. Siklus KeduaKarena hasil siklus pertama nilai

siswa belum sesuai dengan yang diinginkan (75% mendapatkan nilai di atas 60), maka diadakan siklus kedua dengan perincian kegiatan berikut:

2.1. Perencanaana. Menentukan bahan ajar, b. Membuat silabus, RPP dan alat evaluasic. Membuat blanko lembar pengamatand. Pelaksanaan Penelitian Siklus II pada

hari Senin tanggal 5 Maret 2012 di kelas X TKR-5 jam ke 3 – 4 (08.00 – 09.30) dengan teknik melakukan perbaikan ban dalam atau ban luar.

2.2. Refleksi

a. Hasil ulangan harian (kognitif) yang dilaksanakan, diperoleh: 12,50% (5

siswa) memperoleh nilai di bawah 60; 10,00% (9 siswa) memperoleh nilai di atas 60 sampai 74 dan sisanya 77,50% (31 siswa) memperoleh nilai di atas 75.

b. Ditinjau dari keaktifan pada diskusi kelas diperoleh hasil 27 siswa sangat aktif (67,50%), 11 siswa aktif (27,50%), 2 siswa cukup aktif (5,00%).

c. Hasil pemahaman siswa terhadap materi pada siklus kedua dibanding dengan hasil siklus pertama pada kompetensi dasar yang sama terdapat peningkatan, hal ini dapat dilihat dari siswa yang mendapatkan nilai ulangan hariian diatas 75 pada siklus I hanya 6 siswa (15 %), dan pada siklus II mengalami peningkatan menjadi 31 siswa (77,5 %).

E. PENUTUP1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari pelaksanaan model pembelajaran “Learning Cycle” dapat meningkatkan hasil belajar dan keaktifan siswa pada mata diklat BRKT (Ban, Roda, Kopling dan Transmisi). Hal ini dapat dibuktikan dari :1. Hasil ulangan siswa kelas X TKT-5

pada siklus pertama dibanding siklus kedua mengalami peningkatan dari 15% siswa yang tuntas belajarnya menjadi 77,50% siswa yang tuntas belajarnya pada tindakan di siklus kedua.

2. Keaktifan siswa sudah baik, terbukti dari hasil pengamatan peneliti.

3. Siswa senang belajar dengan menggunakan model pembelajaran “Learning Cycle”, karena siswa merasa lebih tertarik untuk mengikuti pelajaran mata diklat BRKT dan lebih mudah memahami materi yang diajarkan.

2. SaranAgar model pembelajaran

“Learning Cycle” dapat dilaksanakan secara optimal,sekolah dan siswa harus aktif untuk mendapatkan sumber belajar dengan maksimal yang dapat membantu dalam menyelesaikan tahap-tahap pada model pembelajaran “Learning Cycle”.

50

Page 51: Artikel Jurnal Aksata 1

1 DAFTAR RUJUKANIskandar, Srini. 2004. Learning Cycle and

Problem Possing. Makalah disajikan dalam Workshop kegiatan Piloting JICA-IMSTEP FMIPA UM dengan tema Peningkatan Kualitas Pembelajaran MIPA Konstruktivistik.

Lorsbach, Anthony W. 1986. The Learning Cycle as a Tool for Planning Science Instruction, (online), (http://www.interconection.co.uk, www. Reviewing.co.uk, diakses 5 Nopember 2004)

Martin, Ralph.E. 1994. Teaching Science For All Children. Boston :Allyn and Bacon.

Nurhadi dan Agus GS. 2003. Pembelajaran Kontekstual. Malang: UM .

51

Page 52: Artikel Jurnal Aksata 1

Oleh :Lilik SuhartiNIP. 19610307 198603 2 006Guru Bahasa Indonesia SMKN 6 Malang

Abstrak : Kemampuan siswa kelas XII Tkj6

terhadap materi pokok menganalisis unsur intrinsik puisi masih di bawah nilai KKM bahasa Indonesia,yakni 75. Bahkan dari hasil tes awal diketahui bahawa kemampuan awal menganalisis puisi kelas XII Tkj6 hanya mencapai rata-rata kelas 63,51.

Dengan memperhatikan hasil tes tersebut dengan nilai rata-rata 63,51 maka hal ini menunjukkan bahwa kemampuan menganalisis unsur intrinsik puisi siswa kelas XII TKJ6 SMK Negeri 6 Malang masih di bawah standar. Maka peneliti perlu mengadakan perbaikan nilai menganalisis unsur intrinsik puisi. Penelitian tindakan kelas dengan menggunakan model permainan yang menggunakan media TTS merupakan solusi yang tepat dalam upaya meyelesaikan masalah peningkatan kemampuan menganalisis unsur intrinsik puisi. Oleh karena itu penulis membuat rencana yang lebih efektif dan efisien.

Pelaksanaan pembelajaran menganalisis unsur intrinsik puisi dengan menggunakan media TTS dilaksanakan pada tiga siklus. Setiap siklus terdiri atas empat tahap, yaitu : perencanaan, pelaksanaan dan pengamatan, refleksi. Sasaran penelitian ini adalah siswa kelas XII Tkj6 Malang tahun pelajaran 2011/2012. Data yang diperoleh berupa hasil tes formatif, lembar observasi kegiatan belajar mengaja1

Pada siklus I dapat dilaksanakan dengan lancar. Dengan perolehan nilai rata-rata

menganalisis unsur intrinsik puisi pada siklus I sebesar 76,75. Pada siklus selanjutnya, yaitu siklus II juga dapat berjalan dengan lancar, dan mengalami peningkatan dari siklus sebelumnya yaitu siklus I dengan perolehan rata-rata kelas 82,00. Yang terakhir yaitu pada siklus III dapat berjalan dengan lancar, dengan perolehan rata-rata kelas 85,00. Dengan demikian,

pelaksanaan tindakan menunjukkan adanya peningkatan.

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: (1) penerapan metode pembelajaran menggunakan media media TTS dapat meningkatkan pembelajaran menganalisis unsur intrinsik puisi. Hal ini ditandai dengan persentase keaktifan, perhatian, konsentrasi, minat dan motivasi siswa dalam pembelajaran menganalisis unsur intrinsik puisi yang mengalami peningkatan pada setiap siklusnya. (2) penerapan metode pembelajaran menggunakan media TTS dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menganalisis unsur intrinsik puisi.

Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana perencanaan pembelajaran menganalisis unsur intrinsik puisi pada siswa kelas XII TKJ 6 SMK Negeri 6 Malang?

2. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran menganalisis unsur intrinsik puisi pada siswa kelas XII TKJ 6 SMK Negeri 6 Malang?

3. Bagaimana hasil pembelajara menganalisis unsur intrinsik puisi pada siswa kelas XII TKJ 6 SMK Negeri 6 Malang?

Landasan Teori

Purwanto (2011: 45) menyatakan bahwa hasil belajar adalah perolehan dari proses pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran. Hasil belajar ditandai

52

Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Siswa Kelas XII Tkj6 pada Materi Pokok Menganalisis Unsur Intrinsik Puisi dengan

Menggunakan Permainan TTS

Page 53: Artikel Jurnal Aksata 1

dengan nilai yang diberikan kepada siswa. Nilai tersebut dapat berupa huruf, angka (simbol), atau kata-kata. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian tindakan kelas (PTK) yaitu penelitian tindakan yang dilaksanakan dalam kelas dengan tujuan memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran (Kasbolah 1998:15)

Dengan menggunakan PTK diharapkan penelitian ini dapat membantu dan memperkaya cara pandang siswa dalam menganalisis puisi. Siswa dikondisikan menjadi lebih aktif dan menyenangkan. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK). Menurut Mulyasa (2011 dalam Sutrisno,2012:3) yaitu penelitian yang dilakukan upaya untuk mencermati kegiatan belajar sekelompok siswa dengan memberikan sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan .

Tempat dan Waktu PenelitianTempat penelitian ini dilaksanakan

di SMKN 6 Malang, Jl. Ki Ageng Gribig no. 28 Kota Malang, Provinsi Jawa Timur. Sedangkan waktu pelaksanaannya yaitu pada tahun pelajaran 2011/2012,semester ganjil selama tiga bulan yaitu dari bulan Juli sampai September 2012.

Populasi dan Sampel/Sumber DataPopulasi yang menjadi sumber data

penelitian ini adalah siswa kelas XII Tkj SMKN 6 Malang pada tahun pelajaran 2011/2012. Sedangkan sampel yang akan diambil sebagai sumber data penelitian tindakan ini adalah siswa kelas XII Tkj6 sebanyak 37 siswa.

Teknik Analisis DataUntuk mengetahui keefektifan

suatu metode dalam kegiatan pembelajaran perlu diadakan analisis data. Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan

kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui prestasi belajar yang dicapai siswa juga untuk memperoleh respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran serta aktivitas siswa selama proses pembelajaran.

Hasil dan Pembahasan Hasil Kemampuan Awal

Menganalisis Unsur Intrinsik Puisi Pada Tes Awal

Tabel 4.2. Hasil Belajar Kemampuan awalNo Nilai Jumlah Siswa1.2.3.4.5.

81-10071-8061-7051-600-50

155233

Jumlah 37Dengan memperhatikan hasil tes tersebut dengan nilai rata-rata 63,51 menunjukkan bahwa kemampuan menganalisis unsur intrinsik puisi siswa kelas XII TKJ 6 SMK Negeri 6 Malang masih dibawah standar.

Tabel 1. Hasil Belajar Siswa pada Siklus I

Tabel 1. menunjukkan bahwa persentase hasil belajar siswa untuk mata pelajaran menganalisis unsur intrinsik puisi pada siklus pertama yaitu 62,10% siswa

53

Nilai Jumlah Siswa

Persentase (%)

Keterangan

90<Nilai ≤ 95

- 0 % Sangat Baik

85< Nilai ≤90

2 Baik

Nilai ≤78 nilai ≤84

21 Cukup

Nilai <78

14 Tidak Kompeten/Ku

rangTotal 35 100

Page 54: Artikel Jurnal Aksata 1

mendapatkan nilai kompeten, nilai terendah yaitu 70,00, nilai tertinggi 90 nilai rata-rata 76,75.. Dari hasil belajar yang diperoleh siswa pada siklus I terdapat 2 anak yang mendapatkan nilai memuaskan, 25 anak mendapatkan nilai cukup, dan 10 anak mendapatkan masih kurang dalam mencapai KKM.Pelaksanaan Siklus II

Tabel 2 Hasil Belajar Siswa pada

Siklus II

Nilai Jumlah Siswa

Persentase

Keterangan

90< Nilai ≤ 95

7 0 % Sangat Baik

85< Nilai ≤ 90

8 % Baik

78< Nilai ≤ 80

20 % Cukup

Nilai <78 2 0 % Tidak Kompeten/Ku

rangTotal 37 100%

. Tabel 2. Menunjukkan bahwa persentase hasil belajar siswa untuk mata pelajaran menganalisis unsur intrinsik puisi pada siklus kedua mengalami peningkatan, siswa yang mendapatkan nilai kompeten mencapai 94,59 %. nilai terendah yaitu 70,00, nilai tertinggi 90 nilai rata-rata 82,00.. Dari hasil belajar yang diperoleh siswa pada siklus II terdapat 7 anak yang mendapatkan nilai memuaskan, 8 anak mendapatkan nilai cukup, 20 anak mendapatkan nilai cukup dan 2 anak masih kurang dalam mencapai KKM.

Peningkatan Hasil BelajarTabel 2 Hasil Belajar Siswa pada Siklus III

Nilai Jumlah Siswa

Persentase Keterangan

90< Nilai ≤

95

11 0 % Sangat Baik

85< Nilai ≤

90

15 % Baik

78< Nilai ≤

11 % Cukup

80Nilai <78

0 0 % Tidak Kompeten/Ku

rangTotal 37 100%

Berdasarkan tabel 3 dari hasil tugas yang diberikan terdapat 3 anak yang mendapatkan nilai sangat memuaskan, 3 anak mendapatkan nilai memuaskan, 15 anak mendapatkan nilai baik dan 11 anak mendapatkan nilai cukup.Pada siklus III ini semua siswa telah mencapai KKM.Kesimpulan

Berdasarkan rumusan masalah dan hasil penelitian serta pembahasan yang telah diuraikan di atas, maka peneliti dapat membuat simpulan sebagai berikut:

1) Perencanaan TindakanPerencanaan tindakan pada setiap

siklus mengacu pada rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan media TTS yang telah disusun sebelumnya. Masing-masing digunakan pada siklus yang berbeda. RPP tersebut tetap mengacu pada materi pembelajaran yang sama yaitu menganalisis unsur intrinsik puisi, tetapi dengan materi puisi yang tidak sama yakni disetiap siklusnya memiliki tingkat yang lebih sulit.

2) Pelaksanaan TindakanPelaksanaan pembelajaran

menganalisis unsur intrinsik puisi dengan menggunakan media TTS dilaksanakan pada tiga siklus. Pada siklus I dapat dilaksanakan dengan lancar dengan nilai rata-rata 76,75. Pada II juga dapat berjalan dengan lancar, dan mengalami peningkatan dari siklus sebelumnya dengan nilai rata-rata kelas 82,00.Terakhir pada siklus III dapat berjalan dengan lancar pula, dengan nilai rata-rata kelas 85,00. Dengan demikian, pelaksanaan tindakan menunjukkan adanya peningkatan. Kendala-kendala dan kekurangan pada siklus sebelumnya berkaitan dengan proses pelaksanaan, media yang digunakan dan aktivitas guru dan siswa tidak terlalu menganggu proses pembelajaran. Hal ini terbukti dari hasil pembelajaran pada siklus yang terus mengalami peningkatan.

54

Page 55: Artikel Jurnal Aksata 1

3) Hasil TindakanHasil pelaksanaan tindakan setiap

siklus sudah baik. Pelaksanaan setiap siklus dapat dikatakan baik karena nilai rata-rata setiap siklus cukup besar dan mengalami peningkatan. Dengan demikian media TTS dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan menganalisis unsur intrinsik puisi. hal tersebut dapat dilihat dengan adanya peningkatan keterampilan menganalisis unsur intrinsik puisi.5.2 Saran

1) Saran untuk Perencanaan Pelaksanaan

Bagi guru bidang studi yang akan menggunakan media TTS pada pembelajaran menganalisis unsur intrinsik puisi harus mempersiapkan terlebih dahulu. Bentuk persiapan itu diantaranya menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan memilih puisi yang menarik agar siswa dapat tertarik untuk membacanya dan dengan gembira dalam menganalisis puisinya.

2) Saran untuk PelaksanaanBagi guru bidang studi yang akan

menggunakan media TTS pada pembelajaran menganalisis unsur intrinsik puisi harus melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik. Kegiatan tersebut berkaitan dengan aktivitas guru mulai dari membuka sapai menutup pelajaran.

55

Page 56: Artikel Jurnal Aksata 1

Oleh :SudiyantoNIP. 19611028 198603 1 018Guru PKN SMKN 6 Malang

PENDAHULUANA. Latar Belakang Masalah

Dalam hasil pretes dan postes maupun ulangan akhir semester menunjukan bahwa kemampuan minat baca Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan siswa kelas 12 AB semester ganjil tahun pelajaran 2012-2013 di SMK Negeri 6 Malang masih rendah. Hal ini terbukti bahwa siswa belum dapat mengerjakan tugas yang diberikan guru dengan baik, karena kurangnya siswa membaca buku sumber yang ada padahal di perpustakaan banyak buku-buku bacaan yang tersedia untuk bacaan siswa.

Berdasarkan pengamatan proses pembelajaran di kelas 12 AB pada mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan terdapat beberapa masalah yang diduga menjadi penyebab rendahnya minat siswa dalam menyanyi lagu-lagu nasional antara lain : 1) Model Pembelajaran yang selama ini digunakan adalah masih berpusat pada Guru saja, kurang adanya interaksi antara guru dan

siswa dalam kegiatan belajar - mengajar 2) Kurangnya media Belajar digunakan untuk memotivasi belajar baca dan nulis dalam proses belajar mengajar 3) Dalam kegiatan belajar mengajar masih tergantung pada buku manual saja, dan metode pembelajaran masih monoton saja 4) Kurangnya vareasi model pembelajaran sehingga siswa kurang aktif dan kreatif dalam membaca dan menulis.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut , maka dilakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yaitu penerapan metode Demonstrasi presentasi hasil praktek di depan kelas dengan menampilkan drama tradisional secara terbimbing yang dilakukan dalam dua siklus. Siklus pertama merupakan pembelajaran dengan teori dan siklus kedua dengan pembelajaran praktek. Pada Pembelajaran ini guru berperan sebagai fasilitator dalam menerapkan metode demonstrasi praktek menampilkan drama tradisional, sehingga kegiatan yang dilakukan oleh siswa lebih terarah walaupun kegiatan ini dilakukan secara kelompok dan bergilir.

B. Identifikasi MasalahKondisi yang ada pada saat ini

adalah :1. Siswa kurang berminat terhadap

pembelajaran membaca utamanya mata pelajaran yang bersifat umum.

2. Siswa kurang tertarik dalam membaca karena menganggap mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dianggap kurang menarik untuk dibaca karena isinya tidak menumbuhkan motivasi pada siswa.

3. Metode pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan masih menitik

56

UPAYA MENINGKATKAN MINAT BACA DALAM PEMBELAJARANPENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DENGAN MENGEMBANGKAN

PERMAINAN DRAMA TRADISIONAL PADA SISWA KELAS XII ABSMK NEGERI 6 MALANG SEMESTER GANJIL TAHUN

PELAJARAN 2012/2013

Page 57: Artikel Jurnal Aksata 1

beratkan pada aspek ketrampilan membaca dan ceramah dan mengabaikan aspek permainan atau drama dalam kehidupan sehari-hari

4. Masih ada beberapa pihak kurang memperhatikan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan , karena tidak termasuk dalam penentuan dalam ujian nasional dan penentuan pelulusan.

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah Yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Pembelajaran membaca untuk mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan belum diminati oleh siswa

2. Pembelajaran membaca dan menulis untuk mata pelajaran pendidikan Kewarganegaraan kurang menyenangkan dan dianggap kurang penting setelah terjun kemasyarakat nanti.

3. Perlunya metode pembelajaran yang efektik, menarik, dan menyenangkan.

D. Pemecahan MasalahDalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, sebenarnya siswa berupaya mengikutinya dengan baik. Hanya saja minat dan kreatif siswa nampak dalam penulisannya saja bukan dalam kegiatan membaca dan memahami isi materi yang diberikan oleh guru karena melihat kenyataan dalam masyarakat sangat berbeda dengan situasi negara yang sekarang ini tidak menunjukan yang baik pada masyarakat.

E. Tujuan PenelitianTujuan Penelitian dirumuskan

sebagai berikut :1. Meningkatkan minat baca siswa

pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan menampilkan drama tradisional dalam konsteknya pembelajaran yang menarik dan menyenangkan.

2. Meningkatkan ketrampilan siswa membaca dan menulis naskah Drama tradisional yang sesuai dengan kemampuan siswa yang berhubungan dengan sejarah lahirnya Pancasila sebagai dasar negara.

F. Manfaat PenelitianPelaksanaan penelitian diharapkan

akan memberikan manfaat1. Bagi guru dapat membantu para

guru khususnya mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk dapat mengatasi permasalahan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan membaca dan menulis naskah drama tradisional dan diskusi kelompok yang ditampilkan di depan kelas agar pembelajaran dapat menarik dan memotivasi siswa lebih bersemangat dalam kegiatan belajar mengajar.

2. Bagi SiswaSiswa mendapatkan pembelajaran yang menarik dengan permainan drama tradisional sehingga berminat untuk menulis dan membaca mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan mengembangkan nilai budi pekerti luhur sebagai warga negara, serta menumbuhkan rasa cinta tanah air dan bangsa juga rasa Patriotisme dan Nasionalisme yang

KAJIAN PUSTAKAA. Landasan Teori

Minat baca siswa di Indonesia rata-rata masih tergolong rendah. Hal ini dibuktikan dalam skala Internasional, Laporan Bank Dunia No. 16369-IND (Sumarma Surapranata dalam Pusat Perbulanan, 2004:4). Sedangkan menurut Fuad Hasan, pemicu bagi bangkitnya minat baca ialah kemampuan membaca dan pemacu bagi berseminya budaya baca (Pusat Perbukuan, 2002:5).B. Hipotesis Tindakan

57

Page 58: Artikel Jurnal Aksata 1

Berdasarkan kerangka teoritis tersebut, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini dapat dirumuskan “Pembelajaran membaca dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan mengembangkan permainan drama dikatakan efektif, bilamana sekurang-kurangnya 75 % siswa Kelas 12.AB memiliki minat baca dan 78 % siswa mampu mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dengan baik, dan 70 % siswa mampu berinteraksi dengan anggota masyarakat dengan akhlak yang mulia dan berbudi luhur dalam pergaulan sehari-hari.

METODOLOGI PENELITIANA. Seting Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMK Negeri 6 Malang pada kelas 12, AB semester ganjil tahun pelajaran 2012 – 2013. Pada semester ganjil kondisi pembagian siswa terbagi secara merata dalam arti perbandingan dan kemampuan siswanya relatif sama dalam kemampuan penguasaan dalam pemahaman mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan namun masih.

B. Subyek Penelitian1. Siswa

Yaitu mengamati aktifitas semua siswa dalam kelas saat proses belajar mengajar terutama kelas 12.AB pada semester ganjil tahun pelajaran 2012-2013, adapun aktivitas semua siswa dalam proses pembelajaran tersebut merupakan indikasi dari keberhasilan tindakan kelas ini.

2. Guru Kemampuan guru dalam

mengembangkan permainan daram tradisional ceritera rakyat atau ceritera daerah terutama ditujukan untuk memberikan semangat para siswa dan guru untuk lebih kreatif dan menarik serta secara langsung siswa dan guru menggunakan dialog yang baik yang sesuai dan berbudi pekerti luhur.

3. Proses Pembelajaran

Yaitu proses yang terjadi dalam kegiatan pembelajaran membaca dan menulis tulisan dalam mata pelejaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan membuat naskah drama tradisional sesuai kondisi daerah siswa masing-masing yang diharapkan siswa.

KESIMPULANPada awalnya siswa kelas XII.AB semester ganjil tahun pelajaran 2012-2013 di SMK Negeri 6 Malang tidak berminat terhadap pembelajaran Kewarganegaraan. Penyebab utamanya dalah siswa mengalami kesulitan dalam mencari buku sumber untuk pengayakan materi, disamping itu memang karena banyaknya tugas dari mata pelajaran yang lain juga tuntutan kurikulum.

58

Page 59: Artikel Jurnal Aksata 1

Oleh :Trimin HastutiNIP. 19610804 198903 2 001Guru PKN dan IPS SMKN 6 Malang

Latar belakangRendahnya minat belajar siswa

membuat prestasi hasil belajar siswa(di bawah KKM) dalam mata pelajaran sejarah pada kelas X TKJ-1 SMK Negeri 6 MalangMenurut peneliti metode pembelajaran Problem Based Learning (PBL) (Pembelajaran Berdasarkan Masalah) adalah metode yang cocok untuk pembelajaran sejarah khususnya agar memberikan motivasi dan meningkatkan prestasi belajar siswa

Rumusan Masalah3) Apakah penerapan model pembelajaran

Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan motivasi aktivitas belajar mata pelajaran sejarah siswa kelas X TKJ-1 SMK Negeri 6 Malang ?

4) Apakah model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan hasill belajar mata pelajaran sejarah siswa kelas X TKJ-1 SMK Negeri 6 Malang ?

Tujuan Penelitian3. Untuk mengetahui apakah model

pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan motivasi

belajar mata pelajaran sejarah siswa kelas X TKJ-1 SMK Negeri 6 Malang.

4. Untuk mengetahui seberapa tinggi peningkatan prestasi belajar mata pelajaran sejarah dari siswa kelas X TKJ-1 setelah diterapkan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dalam pembelajaran

Hipotesis3. Diduga penerapana model pembelajaran

Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan motivasi belajar mata pelajaran sejarah dari siswa kelas X TKJ-1 SMK Negeri 6 Malang.

4. Diduga penerapan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar mata pelajaran sejarah dari siswa kelas XTKJ-1 SMK Negeri 6 Malang dengan baik.

Landasan teori/kajian pustaka Motivasi belajar adalah dorongan

yang timbul pada diri siswa secara sadar atau tidak sadar untuk belajar dengan tujuan tertentu

Pengertian Prestasi Belajar menurut Sardiman (1988: 25) menyatakan prestasi belajar sangat vital dalam dunia pendidikan, mengingat prestasi belajar itu dapat berperan sebagai hasil penilaian dan sebagai alat motivasi.

prestasi belajar adalah hasil penilaian pendidikan tentang kemajuan prestasi siswa setelah melakukan aktivitas belajar. Ini berarti prestasi belajar tidak akan bisa diketahui tanpa dilakukan penilaian atas hasil aktivitas belajar siswa.

Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang

59

UPAYA PENINGKATAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SEJARAH SISWA X TKJ 1 PADA MATERI POKOK BAHASAN KERAJAAN MASA

HINDU-BUDHA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DI SMK NEGERI 6 MALANG TAHUN

PELAJARAN 2013/2014

Page 60: Artikel Jurnal Aksata 1

sistematis dalam mengorganisasi pengalaman belajar untuk mencapai tingkat belajar tertentu (Udin S. W., 1997).

Empat penerapan esensial dari problem based learning adalah seperti diurutkan dalam Gallagher et.al (1995) adalah:- Orientasi siswa pada masalah - Mengorganisasikan siswa untuk

belajar - Membantu penyelidikan siswa - Mengembangkan dan

menyajikan hasil karya - Menganalisis dan mengevaluasi

proses pemecahan masalah Wina Sanjaya (2006: 218) menyatakan keunggulan problem based learning adalah:- Pemecahan masalah merupakan

teknik yang cukup bagus - Pemecahan masalah dapat

menantang kemampuan siswa - Pemecahan masalah dapat

meningkatkan aktivitas siswa.- Pemecahan masalah dapat

membantu siswa ntuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.

- Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung .

Keunggulan problem based learning Pemecahan masalah dipandang

lebih mengasikkan dan disukai siswa.

Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis

Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang telah mereka miliki dalam dunia nyata.

Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus-menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.

Kelemahan problem based learning Manakala siswa tidak memiliki

minat atau tidak memiliki kepercayaan sehingga masalah yang dipelajari sulit dipecahkan maka siswa akan merasa enggan untuk mencoba.

Keberhasilan pembelajaran ini membutuhkan cukup banyak waktu.

Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka siswa tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.

Prosedur pelaksanaan penelitian tindakan kelas

SIKLUS 1 dan 2 Perencanaan Pelaksanaan Tindakan Observasi Refleksi

Analisis dataAnalisis data dalam penelitian tindakan kelas ini menggunakan analisis kuantitatif dan kualitatif Semua data dianalisis mulai dari siklus satu dan siklus dua untuk dibandingkan dengan teknik deskriptif persentase

Hasil belajar siklus I Hasil pretes I ternyata diperoleh

skor nilai rata-rata 44,20 dan prosentase ketuntasan belajar sebesar 28 % yaitu hanya 7 orang siswa yang sudah tuntas dari 25 siswa. %. Hasil belajar siklus II

ketuntasan belajar sebesar 84 % dan nilai rata – rata sebesar 72,00. Kenaikan dari pretese ke postes sebesar 36 % dan kenaikan nilai rata – ratanya sebesar 21,40.

Hasil penelitian Proses pembelajaran dengan

menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan motivasi

60

Page 61: Artikel Jurnal Aksata 1

belajar siswa. Peningkatan motivasi belajar siswa dapat dilihat dari aktivitas belajar siswa dan diskusi antar siswa. Di siklus I dari 1,39% menjadi 9,25%. Di siklus II dari 20,29% menjadi 33.33%. Dan dari hasil diskusi siswa rata-rata 85,90% .

 Proses pembelajaran dengan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan prestasi belajar Peningkatan prestasi belajar dapat dilihat dari ketuntasan belajar siswa.

Kesimpulan Bahwa Model pembelajaran

Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan motivasi aktivitas belajar siswa kelas X TKJ-1 SMK Negeri 6 Malang.

Bahwa Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) peningkatan prestasi belajar mata pelajaran sejarah siswa kelas X TKJ-1 SMK Negeri 6 malang.

61

Page 62: Artikel Jurnal Aksata 1

Oleh :Syaiful IslamNIP. 19561215 198603 1 010Guru TKR SMKN 6 Malang

ABSTRAKSebagai upaya memperbaiki

pelaksanaan pembelajaran maka komponen-komponen pada proses belajar menjadi perhatian dalam penelitian tindakan kelas ini. Keterbatasan sarana belajar yang berdampak terhadap pelaksanaan pembelajaran menuntut adanya upaya perbaikan sebagai pengganti ketersedian sarana. Upaya yang dilakukan adalah dengan menggunakan modul interaktif yang diharapkan mampu meningkatkan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran alat ukur.

Tujuan penelitian ini mendiskripsikan (1) bagaimana membuat modul interaktif yang mampu meningkatkan kualitas belajar kompetensi alat ukur siswa X TKR 1 SMK Negeri 6 Malang. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas.Penelitian dilakukan di SMK Negeri 6Malang. Sebagai subjek penelitian, dipilih kelas X TKR 1dengan jumlah 39 siswa. Penelitian ini menggunakan instrumen preetes dan postes untuk pengumpulan data.

Dari hasil penelitian mengungkap fakta bahwa: (1) modul interaktif yang mampu meningkatkan kualitas belajar kompetensi alat ukur siswa X TKR 1 SMK Negeri 6 Malang adalah modul yang banyak gambar dan ada animasi pembelajarannya Berdasarkan hasil penelitian menyarankan: (1) Guru perlu upaya perbaikan proses belajar termasuk penggunaan modul

sebagai inovasi pembelajaran untuk mengatasi masalah ketersedian alat praktek.(2) Peneliti lain melakukan penelitian lanjutan penggunaan animasi dan simulasi sebagai alternatif dalam mengatasi gangguan komunikasi dalam pengampaian materi pelajaran. (3) siswa harus mampu memilih dan menggunakan modul interaktif dengan baik sesuai dengan kebutuhan sesuai dengan karakter modul yang

memberi kebebasan dalam memilih materi dan mengoperasikannya.

Kata Kunci: kualitas pembelajaran, modulalat ukur

Latar belakang 1. Sarana dan prasarana kurang memadai 2. Sumber belajar/bahan ajar kurang memadai 3. Input siswa yang beragam 4. Sekolah tidak mempunyai modul Alat Ukur yang memadai 5. Nilai Mata Diklat Alat ukur yang rendahRumusan Masalah 1. Bagaimana membuat Modul Alat Ukur yang sesuai dengan kebutuhan siswa SMKN 6 Malang untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di SMKN 6 Malang?Tujuan Penelitian 1. Membuat Modul Alat Ukur yang sesuai dengan kebutuhan siswa SMKN 6 Malang untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di SMKN 6 Malang.Landasan Teori

1. Kualitas pembelajaran adalah suatu gambaran yang menjelaskan mengenai baik buruk hasil yang dicapai para siswa dalam proses pendidikan yang dilaksanakan

2. Modul pembelajaran adalah kegiatan program belajar-mengajar

62

MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN ALAT UKUR MENGGUNAKAN MODUL ALAT UKUR SISWA

KELAS X TKR 1SMKN 6 MALANG TAHUNPELAJARAN 2012/2013

Page 63: Artikel Jurnal Aksata 1

yg dapat dipelajari oleh murid dengan bantuan dari guru pembimbing, meliputi perencanaan tujuan yang akan dicapai secara jelas, penyediaan materi pelajaran, alat yang dibutuhkan, serta alat untuk penilai, mengukur keberhasilan murid dan penyelesaian pelajaran.

Metode Penelitian Penelitian yang akan dilakukan ini

termasuk jenis penelitian tindakan kelas (Classroom Action Reaserch), karena problem yang diangkat untuk dipecahkan melalui PTK berangkat dari persoalan proses pembelajaran sehari-hari yang dihadapi oleh guru, tentunya dengan tujuan untuk memperbaiki proses belajar mengajar di kelas dengan cara menngunakan yang metode berbeda. Perlakuan tindakan alternatif yang dicobakan adalah dengan menggunakan modul interaktif sebagai media pembelajaranya. Penggunaan modul ini diharapkan dapat meningkatkan layanan profesionalisme guru sekalius meningkatkan kompetensi dengan menggunakan 3 siklus.

Pembahasan1. Tempat dan Lama Penelitian a. Tempat : SMKN 6 Malang kelas X TKR 1 (39 Siswa) b. Lama Penelitian : 6 bulan (Juli 2012 – Desember 2012)2. Hasil a. Siklus 1 (Juli - Agustus 2012) : 15 anak dari 39 sudah mencapai KKM (7,6) b. Siklus 2 (Juli – Oktober 2012) : 25 anak dari 39 sudah mencapai KKM (7,6) c. Siklus 3 (Nopember – Desember 2012) : 39 anak mencapai KKM (7,6)

KesimpulanModul Alat Ukur yang dibuat sesuai

dengan kebutuhan SMKN 6 Malang terbukti bisa meningkatkan kualitas

pembelajaran Alat Ukur di SMKN 6 Malang terutama di kelas X TKR.

Saran 1. Guru Produktif

Membuat media interaktif (flash player) pembelajaran Alat ukur 2. Dinas Pendidikan Memfasilitasi guru yang bisa membuat media pembelajaran yang inovatif dan interaktif

63

Page 64: Artikel Jurnal Aksata 1

Oleh :SujitnoNIP. 19620106 198412 1 005Guru SMAN 2 Malang

Abstrak: Motivasi memiliki peranan penting dalam pembelajaran. Penelitian ini meneliti penerapan Model Group Investigation (GI). Untuk meningkatkan motivasi belajar siswa. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan motivasi belajar Biologi siswa kelas X Lintas minat di SMA Negeri 2 tahun pelajaran 2013/2014 Malang dengan penerapan model belajar Group Investigation (GI).

Penelitian ini merupakan kualitatif dengan jenis penelitian, Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian dilakukan di SMAN 2 Malang, yang terletak di Jalan R.E Martadinata 84 Malang. Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2013-2014, pada materi ketidak seimbangan antar komponen dalam ekosistem dan polusi udara selama 4 kali pertemuan yang dilaksanakan dalam 2 siklus. Subjek penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X Tahun pelajaran 2013/2014 – Lintas minat Biologi SMAN 2 Malang, semester genap tahun pelajaran 2013/2014 yang berjumlah siswa 25 orang. Prosedur penelitian dimulai dari perencanaan penelitian, pelaksanaan tindakan dan observasi, dan refleksi.

Hasil penelitian menunjukkan Motivasi belajar siklus II mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan siklus I. Pada siklus I motivasi belajar siswa sebesar 45.5 %. Siklus II hasil motivasi belajar sebesar 89%. Peningkatan ini terjadi karena beberapa faktor. Siswa selama pembelajaran melakukan

proses pembelajaran dengan teman-temannya dengan berdiskusi bersama dengan model Group Investigation (GI).

Kata Kunci: MotivasiBelajar, Group Investigation (GI).

PendahuluanBerdasarkan pengamatan pada

semester ganjil tahun 2013/2014 yang dilakukan di SMAN 2 Malang, diketahui bahwa siswa kelas X lintas minat Biologi memperlihatkan motivasi belajar yang sangat rendah untuk mengikuti pembelajaran Biologi dari pada kelas lain. Siswa hanya mendengarkan penjelasan guru tanpa ada motivasi untuk mencari lebih banyak pengetahuan lain yang berhubungan dengan materi.

Salah satu usaha yang dapat meningkatkan motivasi belajar Biologi adalah dengan menggunakan model pembelajaran Group Investigation (GI).Group Investigation (GI) adalah suatu strategi diskusi kooperatif yang dikembangkan oleh Frank Lyman dan kawan-kawannya di Universitas Maryland padatahun 1981. Group Investigation (GI) memperkenalkan ide ”waktu berpikir atau waktu tunggu” yang banyak menjadi factor kuat dalam meningkatkan kemampuan siswa merespon pertanyaan. Nama Group Investigation berasal dari tiga tahap kegiatan siswa yang menekankan pada apa yang dikerjakan siswa pada setiap tahap (Jones, 2002 dalam Susilo, 2005).

Berdasarkan latar belakang tersebut, dan pentingnya penelitian ini dilakukan untuk memperbaiki motivasi belajar siswa, maka dilakukan penelitian dengan judul “

64

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR BIOLOGI KELAS X LINTAS MINAT DI SMA NEGERI 2 MALANG TAHUN PELAJARAN 2013/2014 MELALUI PENERAPAN MODEL

PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION (GI)

Page 65: Artikel Jurnal Aksata 1

Peningkatan Motivasi Belajar Biologi SiswaKelas X Lintas Minat di Biologi di SMA Negeri 2 Malang pada materi Polusi udara melalui Penerapan Model Group Investigation (GI) Tahun Pelajaran 2013/2014

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah cara meningkatkan motivasi belajar Biologi siswa kelas X lintas minat SMA Negeri 2 Tahun Pelajaran 2013/2014

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan motivasi belajar Biologisiswa kelas X lintas minat SMA Negeri 2 Malang dengan penerapan model Group Investigation (GI) Tahun Pelajaran 2013/2014.

Hipotesis penelitian ini adalah diduga penerapan Group Investigation (GI) dapat meningkatkan motivasi belajar Biologi siswa kelas X lintas minat SMA Negeri 2 Malang Tahun Pelajaran 2013/2014.

Lintas Minat Kurikulum 2013Menurut Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peratuan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 77 K sebagai berikut :Struktur Kurikulum Pendidikan Menengah Pasal 77K (1) Kurikulum pendidikan menengah terdiri atas: a. muatan umum untuk SMA/MA,

SMALB dan SMK/MAK;

b. muatan peminatan akademik SMA/MA dan SMK/MAK;

c. muatan pilihan lintas minat atau pendalaman minat untuk SMA/MA, SMALB;

d. muatan peminatan kejuruan untuk SMK/MAK; dan

e. muatan pilihan lintas minat atau pendalaman minat untuk SMK/MAK.

SMA Negeri 2 Malang sebagai sekolah yang melaksanakan kurikulum 2013 telah menyikapi dengan cara

memberikan kesempatan pada peserta didik untuk memilih salah satu mata pelajaran lintas minat. Peserta didik dari program peminatan Ilmu Ilmu Sosial ( IIS ) dan Ilmu Ilmu Bahasa ( IIB ) dapat mengambil mata pelajaran lintas minat Ilmu Pengetahuan Alam sesuai dengan minatnya. Pada tahun pelajaran 2013/2014 terdapat peserta didik IIS dan IIB yang mengambil lintas minat mata pelajaran biologi.1. Pengertian Motivasi Belajar

Motivasi belajar adalah dorongan yang timbul pada diri siswa secara sadar atau tidak sadar untuk belajar dengan tujuan tertentu. Indikator motivasi dapat dilihat melalui attention, relevance, confident, dan satisfaction siswa terhadap pembelajaran. Deskriptor attention dapat berupa menunjukkan rasa senang terhadap pelajaran, menunjukkan rasa ingin tahu, bertanggung jawab terhadap tugas, dan keaktifan dalam kegiatan pembelajaran. Deskriptor relevance berupa memahami apa yang dipelajari dalam pembelajaran. Deskriptor confident berupa percayadiri menyampaikan pendapat, percaya diri mengajukan pertanyaan, dan percaya diri menjawab pertanyaan sedangkan descriptors atisfaction berupa puas atas jawaban yang diberikan oleh teman atau guru dan kehadiran di kelas. Instrumen yang digunakan untuk mengukur motivasi siswaa dalah lembar observasi motivasi siswa.

2. Jenis-Jenis Motivasi BelajarMenurut Sardiman (2003) dalam

pembelajaran dikenal dua jenis motivasi dilihat dari sumber datangnya motivasi tersebut yaitu.

a. Motivasi Intrinsikb. Motivasi Ekstrinsik

3. Peranan Motivasi BelajarPentingnya peranan motivasi dalam

proses pembelajaran perlu dipahami oleh guru agar dapat melakukan berbagai bentuk tindakan atau bantuan kepada siswa. Motivasi dirumuskan

65

Page 66: Artikel Jurnal Aksata 1

sebagai dorongan untuk mencapai tujuan tertentu guna memenuhi atau memuaskan suatu kebutuhan untuk belajar. Teori behaviorisme menjelaskan motivasi sebagai fungsi rangsangan (stimulus) dan respon, sedangkan apabila dikaji menurut teori kognitif, motivasi merupakan fungsi dinamika psikologis yang lebih rumit, melibatkan kerangka berpikir siswa terhadap berbagai aspek perilaku. Dalam proses pembelajaran, motivasi dapat Dianalogikan sebagai bahan bakar untuk menggerakkan mesin.

4. Pembelajaran Kooperatif Group Investigation

Santyasa mengungkapkan pembelajaran kooperatif tipe GI didasari oleh gagasan John dewey tentang pendidikan, bahwa kelas merupakan cermin masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk

belajar tentang kehidupan di dunia nyata yang bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial dan antar pribadi. Model GI atau investigasi kelompok telah digunakan dalam berbagai situasi dan dalam berbagai

bidang studi dan berbagai tingkat usia. Pada dasarnya model ini dirancang untuk membimbing para siswa mendefinisikan masalah, mengeksplorasi berbagai cakrawala mengenai masalah itu, mengumpulkan data yang relevan, mengembangkan dan mengetes hipotesis (Susanto, 2012).

METODEPenelitian ini menggunakan

rancangan penelitian tindakan. Penelitian ini dilaksanakan sebanyak dua siklus. Setiap siklus dilaksanakan selama tiga kali pertemuan. Materi yang disampaikan dalam penelitian ini adalah materi Pelestarian Sumber Daya Alam. Setiap siklus melalui beberapa tahapan yang harus dilakukan. Berikut tahapan pada penelitian ini.1. Siklus Ia. Perencanaan 1) Mengadakan pertemuan dengan guru

mata pelajaran Biologi untuk melaksanakan persiapan dan menentukan waktu pelaksanaan.

2) Menyusun perangkat pembelajaran berupa Silabus, RPP siklus I.

3) Menyiapkan media berupa power point.

4) Menyusun Lembar Kerja Siswa (LKS) siklus I.

5) Menyusun instrumen penelitian yang berupa pedoman pengamatan, catatan lapangan, lembar observasi motivasi belajar siswa, tes hasil belajar siklus I dan lembar pengamatan kinerja lab.

b. Pelaksanaan Pelaksanaan merupakan penerapan

dari perencanaan. Pelaksanaan siklus pertama dilaksanakan Selasa, 6 Mei 2014 sebagai pertemuan pertama 2 X 45 menit, sedangkan pertemuan kedua dilaksanakan 2 X 45 menit pada Rabu, 7 Mei 2014. Indikator dalam siklus ini adalah:

66

1. Menjelaskan ketidak seimbangan antar komponen dalam ekosistem

2. Menjelaskan faktor-faktor penyebab kerusakan lingkungan

Siklus kedua akan dilaksanakan pada Selasa, 20 Mei 2014 dan Rabu, 21 Mei 2014. Pertemuan pertama selama 2 X 45 menit pada hari Selasa, 20 Mei 2014 dan pertemuan kedua selama 2 X 45 menit pada hari Rabu, 21 Mei 2014 dengan indikator pembelajaran sebagai berikut :

1. Menjelaskan polusi udara2. Menjelaskan cara mengatasi

polusi udara. (Hasil kerjakeras mencari literature)

3. Menyebutkan zat yang dapa menyebabkan polusi udara (menunjukkan peduli lingkungan sehat)

Page 67: Artikel Jurnal Aksata 1

c. PengamatanPengamatan dilaksanakan selama

pemebelajaran berlangsung. Pengamat adalah partner guru yang sudah diberikan pedomen untuk pengamatan. Instrumen pengamatan berupa catatan lapangan, lembar observasi keterlaksanaan guru, lembar observasi keterlaksanaan siswa, lembar observasi motivasi belajar siswa dan lembar observasi praktikum. Instrumen tersebut digunakan oleh pengamat untuk mengamati siswa dan jalannya pembelajaran.d. Refleksi

Refleksi merupakan tahap analisis data yang telah diperoleh pada saat observasi guna mengetahui apakah penelitian telah berhasil atau belum. Hasil refleksi digunakan sebagai evaluasi untuk keberhasilan tindakan pada siklus II. Indikator keberhasilan penelitian digunakan pedoman penilaian motivasi belajar dan hasil belajar siswa

Penelitian ini dilaksanakan di SMA negeri 2 Malang, Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X lintas minat yang berjumlah 25 siswa. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi, LKS, pretes dan postes. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi dan tes. Teknik observasi digunakan untuk merekam kualitas motivasi pembelajaran siswa. Sedangkan tes digunakan untuk mengetahui kualitas hasil belajar siswa.

HASIL DAN PEMBAHASANBerdasarkan hasil observasi yang

dilaksanakan ada perbedaan data penelitian antara siklus I dan siklus II. Perbedaan tersebut antara lain:Siklus I

a. Siswa masih kurang percaya diri dalam menyampaikan pendapat

b. Siswa masih ragu-ragu dan belum paham prosedur melaksanakan praktikum

c. Hasil motivasi klasikal keseluruhan siklus I sebesar 45.5%

Siklus IIa. Siswa lebih percaya diri dalam

mengemukakan pertanyaan maupun pendapat

b. Dalam melaksanakan praktikum siswa sudah paham dan mengerti apa yang harus dilakukan

d. Hasil motivasi klasikal keseluruhan siklus II sebesar 89 %Berdasarkan paparan tersebut,

terdapat peningkatan motivasi dan hasil belajar pada siklus II. Peningkatan motivasi belajar meningkat sebesar 43,5% pada siklus II Gambar 1. memperlihatkan perbandingan motivasi belajar siswa siklus I dan siklus II.

Gambar 1. Perbandingan Motivasi Siklus I dan II

67

ATENTIO

N

RELEVANLC

E

CONVIDENT

SATIS

FACTIO

N0

20406080

100

Menjelaskan ketidak seimbangan antar komponen dalam ekosistem

Menjelaskan faktor-faktor penyebab kerusakan lingkunganSiklus kedua akan dilaksanakan

pada Selasa, 20 Mei 2014 dan Rabu, 21 Mei 2014. Pertemuan pertama selama 2 X 45 menit pada hari Selasa, 20 Mei 2014 dan pertemuan kedua selama 2 X 45 menit pada hari Rabu, 21 Mei 2014 dengan indikator pembelajaran sebagai berikut :

Menjelaskan polusi udara Menjelaskan cara mengatasi polusi

udara. (Hasil kerjakeras mencari literature)

Menyebutkan zat yang dapa menyebabkan polusi udara (menunjukkan peduli lingkungan sehat)

Page 68: Artikel Jurnal Aksata 1

Pada siklus II siswa melaksanakan praktikum polutan jalan raya, pembelajaran ini melibatkan kompetensi kognitif, afektif dan psikomotor. Keterlibatan siswa secara aktif dapat diamati dalam empat indikator motivasi yaitu attention, relevance, confident, dan satisfaction atau yang lebih dikenal sebagai model ARCS. Motivasi model ARCS adalah model untuk menciptakan motivasi suatu materi pembelajaran (Setjo, 2004).

Peningkatan juga terjadi pada indikator relevance, yaitu pada siklus I hanya 0 % menjadi 84 % pada siklus II. Indikator relevance meningkat karena siswa selama siklus II lebih banyak yang dapat memahami apa yang mereka pelajari selama kegiatan pembelajaran. Siswa difasilitasi untuk mencari informasi dan berdiskusi agar memahami materi pembelajaran polutan jalan raya dan peranannya. Siswa dapat menjawab pertanyaan berdasarkan pengalamannya pada praktikum di lingkungan sekolah. Siswa dapat menerapkan pengetahuan yang diperoleh selama kegiatan pembelajaran di kehidupan sehari-hari mereka. Adanya relevance yang tinggi dapat meningkatkan motivasi tersebut sesuai dengan pernyataan Qadriyah (2002) yaitu motivasi siswa akan terpelihara apabila mereka mengganggap bahwa apa yang dipelajari memenuhi kebutuhan pribadi atau bermanfaat dan sesuai dengan nilai yang dipegang.

KESIMPULAN

Kesimpulan dari penelitian ini adalah penerapan Model Group Investigation dapat meningkatkan belajar Biologi siswa kelas X lintas minat tahun pelajaran 2013/2014 SMA Negeri 2 Malang. Pembelajaran kooperatif Model Group Investigation telah membantu siswa mengatasi masalah keraguan menghubungkan materi pelajran biologi tentang pencemaran udara dalam kehidupan sehari-hari dan mempertahankan rasa percaya diri siswa

mempelajari biologi. Saran Guru hendaknya mempertimbangkan penerapan model pembelajaran Group Investigation untuk meningkatkan motivasi belajar siswa. Sekolah hendaknya memberikan dukungan terhadap Group Investigation yang dilaksanakan oleh guru untuk memperbaiki mutu pendidikan di sekolah. Bagi penelitian selanjutnya hendaknya menerapkan Group Investigation dipadu dengan model pembelajaran lainnya. Penerapan Group Investigation dalam pembelajaran hendaknya memperhatikan partisipasi siswa secara merata

DAFTAR RUJUKANDasna dan Sutrisno. 2006. Model-model

Pembelajaran Konstruktivistik dalam Pengajaran Sains/Kimia. Malang: Universitas Negeri Malang

Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Hasibuan dan Sultoni. 2000. Kemampuan Dasar Mengajar. Malang: FIP Universitas Negeri Malang

Ibrahim, dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya

Keller, J.M. 1987. IMMS: Instructional materials motivation survey. Florida: Florida State University

------------, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 71, tentang struktur kurikulum 2013

Setjo, S. 2004. Motivasi dan Pengajaran Kontekstual. Makalah. Disampaikan pada Workshop Piloting IMSTEP—JICA tanggal 23-24 Juli 2004 di FMIPA Universitas Negeri Malang.

Slavin, R.E.1995. Cooperatif Learning : Theory Research, and Practice.

68

Page 69: Artikel Jurnal Aksata 1

Second Edition.Boston: Allyn and Bacon Publisher

Susanto, P. 2002. Strategi Pembelajaran Biologi di Sekolah Menengah. Malang: Universitas Negeri Malang.

Wlodkowski, R.J. 1985. Enhancing Adult Motivation to Learn: A Guide to Improving Instruc and Increasing Learner Achievement, Edisi 1. Jossey Bass. California.

69

Page 70: Artikel Jurnal Aksata 1

Oleh :Catur KurniajiNIP. 19680219 199803 1 006Guru Bahasa Inggris SMKN 6 Malang

Pemerintah Indonesia telah memutuskan untuk menjadikan bahasa Inggris sebagai bahasa asing pertama yang diajarkan dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Hal ini dimaksudkan untuk membekali para lulusan SMK untuk bisa beradaptasi dengan lingkungan kerja, yang tentu akan semakin luas bidang layanannya sehingga mereka akan bisa mengabdikan dirinya secara lebih baik terhadap bidang yang digelutinya kelak. Sehingga Bahasa Inggris di SMK dijadikan mata pelajaran adaptif, yang ditujukan membekali siswa kemampuan berkomunikasi menggunakan bahasa Inggris di bidangnya dalam kehidupan sehari-hari mereka agar bisa memenuhi tantangan global (BSNP, 2006).

Akan tetapi, karena bahasa Inggris di Indonesia merupakan bahasa asing, yang artinya bahasa yang tidak dituturkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, maka bahasa Inggris oleh sebagian besar orang masih dianggap sebagai mata pelajaran yang perlu mendapatkan perhatian, terutama dalam proses pembelajarannya.

Maka dari itu kiranya wajar jika proses belajar-mengajar bahasa Inggris di SMK masih menghadapi beberapa kendala. Dari pengalaman dan juga dari pengamatan sehari-hari, fakta menunjukkan bahwa kebanyakan siswa memperlihatkan penguasaan bertutur, tatabahasa, dan kosakata yang rendah, bahkan juga motivasi yang rendah dalam

meningkatkan kemampuan bahasa Inggris mereka secara umum. Untuk membantu

para siswa tersebut dalam meningkatkan kemampuan bertutur dalam bahasa Inggris tersebut, dalam kajian ini digunakan strategi mind mapping.

Secara teoritis mind mapping merupakan teknik untuk merepresentasi secara visual struktur informasi (bagaimana konsep dalam suatu domain itu dihubungkan satu sama lain). Konsep-konsep direpresnetasikan secara visual, sering dengan menggunakan bentuk-bentuk grafis. Hubungan antara konsep-konsp tersebut dihubungkan oleh hubungan-hubungan, yang sering digambarkan dengan garis atau tanda panah. Teori ini dikembangkan oleh Joseph Novak, dari Stanford University pada tahun 190an.

Dalam kajian ini digunakan ancangan Penelitian Tindakan Kelas (PTK)dengan jenis kolaboratif menggunakan skenario dari Kemmis dan Taggart (1982), karena jenis penelitian ini dianggap cocok digunakan untuk mengembangkan sebuah strategi baru dalam memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi guru di kelas. Dan selain itu, tujuan utama penelitian tindakan kelas semacam ini adalah memperbaiki praktik bukannya menghasilkan pengetahuan.

Kajian ini dilaksanakan dari bulan April sampai dengan Juli 2012 di SMKN 6 Malang, Jawa Timur. Dan Kajian ini melibatkan kelas X jurusan Teknik Gambar Bangunan sebagai subyek kajian dan menggunakan dua siklus yang masing-masing siklusnya terdiri atas 4 pertemuan dan setiap pertemuan berlangsung 90 menit, selain dilakukan uji kompetensi sebanyak satu kali untuk masing-masing siklus di luar pertemuan tersebut. Dan setiap pertemuan berlangsung 90 menit

70

Memperbaiki Kemampuan Bertutur Siswa SMK Jurusan Teknik Gambar Bangunan Dengan

Menggunakan Strategi Mind Mapping

Page 71: Artikel Jurnal Aksata 1

dengan skenario belajar-mengajar yang dibagi menjadi tiga tahap yakni pre-activity, main activity dan post activity. Pre-acivity meliputi dua kegiatan yakni Pemanasan (BKOF + Modelling) misalnya menyapa, mengabsen, dan sebagainya dan Whilst Speaking (JCOT) misalnya dalam penelitian ini membuat kelompok-kelompok yang terdiri atas 4 orang siswa. Sementara main-activity merupakan kegiatan utama dalam proses belajar mengajar dan post-activity disebut juga Post Speaking (ICOT) yang terdiri atas kegiatan menanyai siswa apakah strategi ini membantu dalam meningkatkan kemampuan bertutur bahasa Inggris mereka, dan juga kegiatan penutup pelajaran lain.

Dalam siklus pertama telah digunakan strategi Mind Mapping. Dalam pertemuan-pertemuan dalam siklus pertama ini ada beberapa peningkatan yang diperlihatkan siswa. Pertama, sebagian siswa tampak aktif dan antusias dalam proses pembelajaran di kelas. Dan mereka sudah memiliki gagasan tentang apa yang dikemukakan dari teks yang diberikan dan atmosfir kelas secara umum lebih baik, siswa tidak malu bertutur dalam bahasa Inggris dan tidak lagi bingung apa yang akan dituturkan. Selain itu mereka bisa menuturkan kembali informasi yang ada dari teks yang disediakan guru berdasarkan strategi mind mapping tersebut.

Dan kemudian peneliti melakukan uji kompetensi terhadap mereka. Hasilnya ternyata adalah bahwa rata-rata skor kemampuan bertutur masih sebesar 73,2, dengan 11 siswa (31, 42%) yang tidak bisa mencapai skor minimal yang dipersyaratkan (dan skor tersebut sudah menunjukkan sedikit kemajuan dibandingkan skor yang diperlihatkan oleh siswa yakni sebesar 67,60 dan sebanyak 26 siswa (74,28%) siswa dari 35 siswa yang tidak bisa mencapai skor minimal yang ditetapkan.

Karena hasil pencapaian siswa masih mengecewakan, peneliti memutuskan untuk melanjutkan ke siklus berikutnya. Peneliti menyimpulkan bahwa kebanyakan siswa masih merasa tidak nyaman dalam bertutur bahasa Inggris, terutama siswa perempuan dengan siswa laki-laki atau sebaliknya. Hal ini ternyata disebabkan oleh pembagian kelompok yang dilakukan peneliti. Untuk itu, dilakukan pembagian ulang terhadap kelompok-kelompok di kelas.

Perlu diketahui bahwa data kulitatif juga diperoleh dari hasil tanggapan siswa terhadap implementasi strategi mind mapping. Instrumen tes pengumpulan datanya digunakan untuk mendapatkan skor prestasi siswa dalam keterampilan bertutur mereka. Untuk itu peneliti juga menyediakan jurnal untuk mencatat seluruh aktifitas selama penelitian tindakan berlangsung. Kamera juga digunakan untuk mengambil gambar tindakan siswa selama tes. Adapun sumber data dari penelitian ini adalah siswa, kolaborator,kelas, dan atmosfor kelas. Teknik pengumpulan data terkait prestasi kemampuan bertutur siswa adalah tes. Selain itu dalam penelitian ini juga digunakan observasi dan kuesioner.

Dalam siklus ke dua, bisa dinyatakan bahwa implementasi strategi mind mapping menghasilkan efek positif. Dalam siklus ini, guru dan kolaborator terlubat secara langsung di kelas. Ketika siswa menemui beberapa persoalan terkait dengan tata bahasa, kosakatan,pelafalan dan sebagainya, mereka bisa langsung memberi bantuan. Dalam siklus ini anak-anak yang skornya tinggi dan rendah sudah digabungkan dan satu kelompok, sehingga anak-anak yang bertuturnya lancar bisa membantu yang bertuturnya masih belum lancar. Hasilnya adalah bahwa kebanyakan dari mereka bisa merespon anak-anak yang melakukan presentasi di depan kelas dengan cara yang jauh lebih baik.

71

Page 72: Artikel Jurnal Aksata 1

Kebanyakan siswa aktif berpartisipasi. Mereka bisa bertutur dalam bahasa Inggris tanpa beban, tanpa mereka nervous atau khawatir. Mereka sanggup mereskan tuturan yang disampaikan siswa lain dengan lancar. Aktivitas kelas berjalan mulus, dan dengan demikian mereka memiliki kesempatan lebih banyak dalam bertutur bahasa Inggris dan mempunyai kebiasaan bertutur bahasa Inggris di kelas.

Dari uji kompetensi yang dilakukan di akhir siklus ke 2 ini, sebanyak 31 siswa (dari 35 siswa), mendapatkan nilai di atas kriteria minimal yang ditetapkan dan skor rata-rata yang mampu diraih oleh para siswa tersebut adalah 80, 43 yang berarti melampaui kriteria minimal sebesar 75.. Hal ini berarti ada peningkatan yang bagus terkait kecapakan siswa dalam bertutur bahasa Inggris bila dibandingkan antara siklus 1 dan siklus 2 ini. Karena kriteria keberhasilan sebagaimana yang ditetapkan telah terpenuhi, siklu berikutnya tidak perlu dilakukan, yang berarti adalah bahwa penelitian tindakan kelas ini dihentikan.

Dari uraian di atas bisa dinyatakan bahwa strategi mind mapping bisa memperbaiki kemampuan siswa dalam bertutur bahasa Inggris, ditilik dari hasil kajian awal dan dua siklus di atas. Untuk itu menurut hemat peneliti ada beberapa hal terkait dengan keberhasilan pelaksanaan strategi mind mapping dalam pembelajaran bertutur yang memang ditujukan untuk meningkatkan kemampuan bertutur siswa dalam hal tatabahasa, kosakata, kefasihan dan pelafalan.

Dari uraian di atas bisa disimpulkan bahwa penerapan strategi mind mapping ini memberikan beberapa keuntungan dalam kemampuan berutur siswa. Strategi ini membuat siswa bisa bertutur dan berpartisipasi dalam bahasa Inggris dengan mudah di dalam kelas selama proses belajar mengajar

berlangsung. Hal ini diharapkan siswa bisa senantiasa bercakap-cakap dalam bahasa Inggris terkait dengan bidang yang digelutinya dan juga diharapkan bisa dilanjutkan dalam dunia kerja yang sesungguhnya kelak, sehingga memungkinkan mereka bisa mengembangkan diri dalam menapakkan karirnya di bidang yang mereka geluti kelak. Hal ini sesuai dengan tuntutan keadaan saat ini dan juga nanti bahwa agar bisa go internasional, bahasa Inggris merupakan salah satu bahasa yang wajib dikuasai. Selain itu, dilihat dari interaksi siswa di kelas selama proses penelitian ini berlangsung, para siswa menjadi suka membantu satu sama lain dan merasa berbahagia dalam belajar di kelas, yakni dalam bertutur bahasa Inggris. Apabila keadaan ini dipertahankan, bisa dipastikan kemampuan bertutur bahasa Inggris mereka akan meningkat dengan pesat.

Dilihat dari hasil yang diperoleh dari penelitian ini, hendaknya strategi mind mapping ini hendaknya diterapkan di jurusan-jurusan lain. Selain itu, terkait dengan penelitian di masa mendatang,hendaknya dilakukan penelitian lain dengan menggunakan strategi yang sama namun dengan variasi-variasi yang berbeda, misalnya dengan meminta siswa agar membuat strategi mind mapping dengan model-model yang lain. Kalau perlu tidak dengan cara berkelompok, namun secara individu. BIBLIOGRAFI Buehl, D. 2001.Classroom Strategies for Interactive Learning: International Reading Association. Newark, Delaware, USA.Bloomer, A. Patrick, G. Andre,J. 2005. Introducing Language In Use, (A Coursebook). Routledge. London and New YorkBrown, H.D. 2004. Language Assessment; Principles and Classroom Practices

72

Page 73: Artikel Jurnal Aksata 1

USA;Pearson Education, inc.Burns, A., & Joyce, H. 1999. Focus on Speaking. Sydney: NCLLTR Publications.Departemen Pendidikan Nasional,2006. Panduan Penyusunan KTSP Jenjang

Pendidikan Dasar dan Menengah, JakartaDepartemen Pendidikan Nasional,2006. Bahan Pendampingan Program Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Bersama Lembaga Donor, JakartaDepartement Pendidikan Nasional, 2007. Model silabus KTSP DepartemenPendidikan dan Kebudayaan, JakartaDepartemen Pendidikan Nasional, 2008.English For SMK, Sahabat JakartaGebhard, Jerry G. 1999. Language Teaching Awareness. USA: Cambridge University Press. Latief, H.M.A. 2003. Penelitian Tindakan Kelas Pembelajar Bahasa Inggris (Classroom Action Research in English Teaching). Jurnal Ilmu Pendidikan, 10(2): 99-114.McNiff, J. 1992. Action Research: Principle and Practice. New York: RoutledgeRichards, Jack C. Methodology in Language Teaching, Cambridge University Press Thomas, D.,2003. Improving Your Memory. United States; 375 Hudson Street New York.W. Kreidler, C. 1997. Describing Spoken English. Routledge. London and New York.

73

Page 74: Artikel Jurnal Aksata 1

Oleh :Lilik Djuma’atiNIP. 19640910 198703 2 013Guru SDN Madyopuro 1

A. PendahuluanPembaharuan pendidikan

merupakan upaya sadar dan sengaja yang dilakukan untuk memperbaiki praktek pendidikan secara sungguh-sungguh. Pembaharuan ini dilakukan pada berbagai aspek pendidikan, tetapi pembaharuan pendidikan yang terpenting adalah pembaharuan dalam proses pendidikan.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah penerapan model pembelajaran Cooperative Script dalam meningkatkan kemampuan membaca pemahaman tingkat literal siswa di kelas 5 SDN Kesatrian 1 Malang?

2. Apakah penerapan model pembelajaran Cooperative Script dapat meningkatkan kemampuan membaca pemahaman tingkat literal siswa di kelas 5 SDN Kesatrian 1 Malang?

Berkaitan dengan judul di atas, maka hipotesis yang diajukan adalah:

Jika siswa kelas 5 SDN Kesatrian 1 Malang diberikan pembelajaran Bahasa Indonesia dengan menerapkan model pembelajaran Cooperative Script maka kemampuan membaca pemahaman tingkat literal siswa meningkat.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang bersifat teoritis dan praktis. Manfaat yang

bersifat teoritis yaitu memperkaya khasanah pendidikan yang berhubungan dengan proses kegiatan belajar-mengajar Bahasa Indonesia. Manfaat yang bersifat praktis antara lain yaitu: (1) bagi siswa nantinya diharapkan lebih mudah memahami teks bacaan dengan pencapaian nilai yang semakin meningkat; (2) bagi guru diharapkan semakin meningkatkan wawasan baru mengenai model pembelajaran yang inovatif; (3) bagi para kepala sekolah diharapakan dapat mensosialisasikan hasil penelitian ini pada guru-guru kelas 5 SD dan hasil penelitian ini juga dapat menjadi inspirasi bagi para peneliti lain yang ingin mendalami persoalan pembelajaran bahasa Indonesia khususnya membaca pemahaman.B. Kajian Pustaka

1. Tinjauan Bahasa Indonesia SDManusia merupakan makhluk

sosial, yang memiliki arti bahwa kehidupan manusia senantiasa berinteraksi dengan manusia yang lainnya. Kegiatan berinteraksi ini membutuhkan alat, sarana, serta media agar dapat saling memahami satu sama lain. Pada kehidupan bermasyarakat warga negara Indonesia yang beragam suku, budaya, agama, dan bahasa daerah maka bahasa Indonesia memiliki peranan penting dalam mempersatukan keanekaragaman tersebut.

Pendidikan Bahasa Indonesia diarahkan untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang peranan penting Bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu bangsa. Dalam pembelajaran tersebut siswa difasilitasi untuk mengembangkan sejumlah keterampilan yang meliputi keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis.

2. Hakekat Membaca Tingkat LiteralHakikat membaca menurut Rahim

(2007: 2) adalah suatu kegiatan yang rumit

74

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARANCOOPERATIVE SCRIPT UNTUK MENINGKATKAN

KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN TINGKAT LITERAL PADA SISWA KELAS 5

SDN KESATRIAN 1 MALANG

Page 75: Artikel Jurnal Aksata 1

yang melibatkan banyak hal, tidak hanya sekedar melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual, berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif.

Berdasar pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa membaca adalah kegiatan untuk memperhatikan kata-kata tertulis yang melibatkan penglihatan, gerakan mata, pembicaraan, ingatan pengetahuan mengenai kata-kata yang dapat dipahami dan pengalaman membacanya yang dilakukan secara intensif.

3. Model Pembelajaran Cooperative Script

Model pembelajaran disusun untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Model pembelajaran juga dapat dijadikan pola pilihan yang artinya guru boleh memilih model pengajaran yang sesuai untuk mencapai tujuan pendidikannya.

Dari paparan tersebut dapat disimpulkan model pembelajaran merupakan kerangka perencanaan pembelajaran yang menggambarkan bagaimana suatu prosedur sistematis, yang dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan pembelajaran dikelas untuk mencapai tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.

Model pembelajaran Cooperative Script merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal (Suyatno, 2009:117). Model pembelajaran Cooperative Script merupakan bagian dari model pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 2 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi secara bergantian.

4. Mapping Theory (Kerangka Teori)

Membaca pemahaman ialah proses yang kompleks dalam membaca teks bacaan untuk memahami isi bacaan melalui

penguasaan makna serta konsep verbal. Kemampuan membaca pemahaman menurut taksonomi Bovet meliputi pemahaman literal, reorganisasi, pemahaman inferensial, apresiasi, serta evaluasi.

Siswa akan dibimbing guru dalam memahami isi teks bacaan melalui penggunaan model pembelajaran Cooperative Script. Adapun langkah-langkah model pembelajaran Cooperative Script ialah: (1) guru membagi siswa untuk berpasangan secara heterogen; (2) guru membagikan wacana/materi pada siswa untuk dibaca dan siswa membuat ringkasan; (3) guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar; (4) siswa yang berperan sebagai pembicara membacakan hasil ringkasannya selengkap mungkin dan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya; (5) siswa yang berperan sebagai pendengar bertugas menyimak, mengoreksi, dan menunjukkan ide-ide pokok yang belum lengkap dari siswa yang berperan sebagai pembicara; (6) bertukar peran; (7) membuat kesimpulan siswa bersama-sama dengan guru; (8) guru melakukan pemantapan. Dengan penggunaan model pembelajaran Cooperative Script ini diharapkan siswa dapat berinteraksi dengan siswa lainnya saat pembelajaran sedang berlangsung. Siswa juga dapat saling bertukar informasi dengan siswa lainnya, serta membiasakan siswa untuk terampil berdiskusi akademik.

C. Metode Penelitian1. Tempat, Waktu, dan Subjek Penelitian

Penelitian ini bertempat di SDN Kesatrian 1 Malang yang beralamat di Jl. Untung Suropati Selatan No. 16 Malang. Penelitian ini dilaksanakan pada semester 2, tepatnya pada bulan Februari hingga April 2011. Subjek yang akan diteliti adalah siswa kelas 5 SDN Kesatrian 1 Malang dengan jumlah siswa kelas 5 sebanyak 40 siswa yang terdiri dari 27 siswa perempuan dan 13 siswa laki-laki.

75

Page 76: Artikel Jurnal Aksata 1

2. Pendekatan dan Jenis PenelitianPenelitian ini menggunakan

pendekatan deskriptif kualitatif, karena data yang diperoleh dan dilaporkan dalam bentuk tulisan, bukan dalam bentuk angka-angka semata. Akan tetapi, sebagian data dilaporkan dalam bentuk skor nilai dalam tabel pada setiap siklus. Namun skor nilai dari satu siklus adalah untuk mendeskripsikan makna dari tindakan siklus tersebut, bukan tindakan pada siklus berikutnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Sa`dun Akbar (2008:15), bahwa hasil penelitian kualitatif lebih menekankan pada makna dari pada generalisasi. Sehingga dapat dinyatakan bahwa skor nilai dalam bentuk angka yang diperoleh pada siklus I belum tentu menggambarkan secara keseluruhan hasil penelitian ini.

3. Rancangan PenelitianModel pelaksanaan PTK ini

menggunakan model guru sebagai peneliti dengan acuan model siklus PTK yang dikembangkan oleh Kemmis dan Taggart (1990.Pada model siklus di atas tampak bahwa setiap siklus terdiri atas: planning (perencanaan), acting & observing (tindakan dan pengamatan), reflecting (perefleksian), dan revise plan (perbaikan rencana).

4. Data dan Sumber Data a. Data Penelitian

Data proses pembelajaran diperoleh melalui pengamatan, wawancara, dan dokumentasi. Data tersebut adalah data pelaksanaan proses pembelajaran membaca pemahaman dengan menggunakan model pembelajaran Cooperative Script. Data hasil belajar membaca pemahaman diperoleh melalui tes.

b. Sumber DataSumber data utama dalam

penelitian ini adalah siswa, lebih tepatnya yaitu siswa kelas 5 SDN Kesatrian 1 Malang. Sumber data lain selain mengobservasi aktivitas siswa juga mengobservasi aktivitas peneliti sendiri ketika menerapkan model pembelajaran Cooperative Script.

5. Teknik Pengumpulan DataData penelitian ini diperoleh dari

teknik nontes dan tes. Berikut ini akan diuraikan tentang teknik pengumpulan data tersebut.

1. Teknik Nontes : a.Observasi, b. Wawancara, c.Dokumentasi2. Teknik Tes

Teknik tes adalah sejumlah pertanyaan yang disampaikan pada seseorang atau kelompok untuk mengungkapkan keadaan atau tingkat perkembangan salah satu atau beberapa aspek psikologis di dalam dirinya (Kunandar, 2008: 186). Aspek psikologis tersebut antara lain berupa prestasi atau hasil belajar, minat, bakat, sikap, reaksi motorik, dan berbagai aspek kepribadian lainnya.

6. Kriteria keberhasilan tindakanUntuk mengetahui keberhasilan

tindakan yang telah dilakukan di kelas 5 SDN Kesatrian 1 Malang yang berdasarkan rencana tindakan yang telah ditetapkan, maka kriteria yang digunakan adalah bersumber dari tujuan dilakukannya tindakan. Kriteria yang digunakan sebagai tolak ukur keberhasilan dalam tindakan yang dimaksud adalah pencapaian taraf hasil belajar siswa minimal 70% dari KKM yang dipersyaratkan.

D. Paparan Data dan Temuan Penelitian1. Siklus Ia. Deskripsi Penerapan Model Cooperative Script Pada Pembelajaran Bahasa Indonesia

Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa pelaksanaan siklus I per-temuan 1, aktivitas siswa telah berjalan sesuai dengan langkah-langkah dalam RPP, meskipun ada beberapa aktivitas siswa yang pelaksanaannya kurang maksimal. Pada siklus I pertemuan 1 ini, aktivitas siswa mencapai prosentase aktivitas 65,47% dengan kategori C (Cukup). Begitu juga pada siklus I pertemuan 2, aktivitas siswa telah berjalan sesuai dengan RPP yang telah disusun, prosentase aktivitas keberhasilan siswa dalam pelaksanaan pembelajaranpun telah

76

Page 77: Artikel Jurnal Aksata 1

meningkat walaupun hanya 8,33%. Pada pertemuan 2, aktivitas siswa mencapai prosentase 73,80% dengan kategori B (Baik).

b. Deskripsi Hasil Belajar Membaca Pemahaman

Soal evaluasi yang diberikan oleh guru mencakup soal pemahaman literal yang terdapat dalam teks bacaan “Awan Kelinci”. Tes hasil belajar siklus I ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kemampuan membaca pemahaman siswa terhadap pembelajaran ini. Tes hasil belajar pada penelitian ini dilakukan tiap akhir siklus.

Diketahui bahwa ada 16 siswa (40%) yang memperoleh nilai di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal yaitu 70,00 sedangkan sebanyak 24 siswa (60%) telah memperoleh nilai di atas KKM. Data di atas menunjukkan bahwa perlunya perbaikan pada siklus selanjutnya. Mengingat ketuntasan belajar klasikal yang ditentukan adalah 70% dari jumlah siswa.

Berdasarkan analisis data hasil belajar bahasa Indonesia siswa kelas 5 SDN Kesatrian 1 Malang, pada siklus I pertemuan 2 dapat diketahui bahwa rata-rata hasil belajar siswa sebesar 68,5 dengan ketuntasan belajar siswa sebesar 60%, hal ini dapat dikatakan bahwa rata-rata hasil belajar siswa masih dibawah KKM yang telah ditentukan. Oleh karena itu perlu adanya perbaikan proses pembelajaran dan hasil belajar siswa yang akan dilaksanakan pada siklus II.

A. Siklus II1. Deskripsi Penerapan Model

Cooperative Script Pada Pembelajaran Bahasa Indonesia

Dalam pelaksanaan pembelajaran pada siklus II hampir seluruh siswa menikmati pembelajara bahasa Indonesia melalui model Cooperative Script. Hal ini terlihat dari wawancara yang dilakukan oleh guru dengan siswa. Mayoritas siswa menyatakan senang dengan pembelajaran bahasa Indonesia yang diterapkan oleh guru.

Begitu juga aktivitas guru dalam pembelajaran, dari hasil observasi kemam-puan guru dalam melaksanakan pembelajaran dengan model Cooperative Script pada siklus II pertemuan 2 dapat diketahui bahwa guru memperoleh skor 90 (92,85%) dengan kategori A.

Sedangkan perolehan hasil belajar pada siklus II ini telah meningkat. Pada siklus I hasil belajar rata-rata siswa mencapai 68,5 sedangkan prosentase ketuntasan belajar yang diperoleh sebesar 60% dari 40 siswa. Pada siklus II rata-rata hasil belajar siswa 74,12 dengan prosentase ketuntasan belajar yang diperoleh 75 % dari 40 siswa.

Meskipun kriteria ketuntasan minimal sebesar 70% telah dicapai, namun masih ada 10 orang siswa yang mendapat skor di bawah KKM yaitu 70,00 hal ini sebagian besar disebabkan oleh kurang fokusnya siswa dalam memahami materi, sehingga memiliki prestasi rendah, tetapi tentu saja siswa yang demikian harus ditangani secara khusus agar prestasi belajar mereka meningkat.

Berdasarkan hasil di atas, maka dapat diketahui bahwa penerapan model Cooperative Script dapat meningkatkan kemampuan membaca pemahaman siswa.2. Deskripsi Hasil Belajar Membaca

PemahamanSoal evaluasi yang diberikan oleh

guru mencakup soal pemahaman literal yang terdapat dalam teks bacaan “Malin Kundang” siklus II ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kemampuan membaca pemahaman siswa terhadap teks bacaan, selain itu tes belajar siswa pada siklus II pertemuan 2 ini juga untuk mengetahui apakah terjadi peningkatan dari siklus I.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ketuntasan belajar pada siklus I sebesar 60% dan ketuntasan belajar siswa pada siklus II sebesar 75%, sehingga ketuntasan belajar siswa pada siklus II mengalami peningkatan sebesar 15%. Karena hasil yang diperoleh seperti yang terpapar diatas, maka dapat dikatakan bahwa pada siklus II hasil belajar serta ketuntasan belajar siswa telah tercapai,

77

Page 78: Artikel Jurnal Aksata 1

sesuai dengan Kriterian Ketuntasan Minimal yang ditetapkan yaitu 70,00 dengan ketuntasan klasikal sebesar 70%. Untuk itu siklus berikutnya (Siklus III) tidak perlu ditindaklanjuti.

E. Kesimpulan dan Saran1. Kesimpulan

Berdasarkan pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas dengan menerapkan model pembelajaran Cooperative Script pada pembelajaran bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan membaca pemahaman siswa kelas 5 SDN Kesatrian 1 Malang dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.a. Aktivitas siswa dalam menerapkan

model Cooperative Script pada awal pertemuan mengalami sedikit gangguan berupa kekacauan ketika dibagi kelompok serta ketika menerima teks bacaan yang diberikan oleh guru.

1.1.1.1 Adapun langkah-langkah model pembelajaran Cooperative Script adalah: (1) guru membagi siswa untuk berpasangan, (2) guru membagikan wacana/materi pada siswa untuk dibaca dan siswa membuat ringkasan, (3) guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar, (4) siswa yang berperan sebagai pembicara membacakan hasil ringkasannya selengkap mungkin dan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya, (5) siswa yang berperan sebagai pendengar bertugas menyimak, mengoreksi, dan menunjukkan ide-ide pokok yang belum lengkap dari siswa yang berperan sebagai pembicara, (6) bertukar peran, (7) membuat kesimpulan siswa bersama-sama dengan guru, dan (8) guru melakukan pemantapan.

1.1.1.2 b. Pembelajaran bahasa Indonesia dengan model Cooperative Script pada siswa kelas 5 SDN Kesatrian 1 Malang mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini terbukti sebelum tindakan rata-rata hasil belajar siswa 65,35 dengan prosentase ketuntasan belajar siswa 37,5%, kemudian menjadi 68,5 dengan prosentase ketuntasan belajar 60% pada siklus I, dan pada siklus II mengalami peningkatan menjadi 74,12 untuk rata-rata hasil belajar dengan prosentase ketuntasan belajar 75%. Selain itu rata-rata hasil belajar yang diperolehpun sudah mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal sebesar 70,00.

2. SaranBerdasarkan hasil penelitian yang

telah dilakukan, peneliti mengemukakan saran yang diharapkan dapat menjadi rekomendasi dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan di SD khususnya pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Untuk saran-saran yang peneliti berikan antara

78

Page 79: Artikel Jurnal Aksata 1

lain ialah: (1) bagi siswa diharapkan untuk bersungguh-sungguh dalam memahami teks bacaan serta menjalankan perannya dalam kelompok dengan sebaik-baiknya; (2) bagi guru seharusnya menerapkan model pembelajaran yang dapat membantu siswa untuk memahami teks bacaan; (3) bagi peneliti, penelitian ini dapat dijadikan sebagai sarana rujukan penelitian lebih lanjut dengan memperhatikan dan melakukan persiapan yang matang dalam pembagian peran anggota kelompok. Hal ini bertujuan agar terjadi kerjasama dan diskusi yang efektif pada siswa serta; (4) bagi kepala sekolah diharapkan kerjasamanya dalam menumbuhkan minat baca siswa dengan menyediakan fasilitas berupa buku bacaan anak dan tempat yang nyaman untuk membaca.

Oleh :Insyah SukestiNIP. 19590927 197803 2 003Guru SDN Madyopuro 1 Malang

1. Latar BelakangUrgensinya pengajaran Bahasa

Indonesia di SD Negeri Madyopuro 1, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang adalah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan khususnya untuk memacu penguasaan berbahasa Indonesia bagi siswa di lingkungan sekolah maupun di lingkungan lain. Kemampuan anak untuk terampil berpikir kreatif dan inovatif

melalui Bahasa Indonesia merupakan latihan awal bagi anak untuk berfikir kritis dalam mengembangkan daya cipta dan minat siswa secara dini kepada lingkungan sekitarnya.

Berdasarkan hal di atas, maka pengajaran Bahasa Indonesia mendapat perhatian besar untuk semua jenjang pendidikan, khususnya pada tingkat Sekolah Dasar yang menjadi landasan bagi pendidikan selanjutnya. Keberhasilan pengajaran Bahasa Indonesia ditentukan oleh berbagai hal antara lain, kemampuan siswa dan kemampuan guru itu sendiri di dalam melaksanakan proses belajar mengajar yang bermakna sesuai dengan tujuan pengajaran Bahasa Indonesia yang terdapat dalam kurikulum.

2. Rumusan masalahAdapun perumusan masalahnya

adalah “Adakah pengaruh metode demonstrasi terhadap prestasi belajar Bahasa Indonesia materi menulis naskah pidato dan surat resmi pada siswa kelas VI Semester Genap di SDN Madyopuro 1, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang tahun pelajaran 2012/2013?

A. Kajian Teori1. Kualitas Pengajaran Bahasa

Metode ini sangat tepat digunakan bila kita ingin mengikutsertakan murid secara aktif dalam pembelajaran, ingin menuntun pengamatan dan pemikiran murid. Metode ini merangsang murid untuk bertanya, mencatat hal-hal yang perlu, dan dapat menggunakan waktu sebaik-baiknya. Metode demonstrasi dapat menghasilkan keterampilan dalam suatu kegiatan pembelajaran di kelas atau di laboratorium. Mengadakan demonstrasi berbahasa Indonesia di laboratorium bahasa atau dalam suatu acara lain.

79

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN DEMONSTRASI UNTUK EFEKTIFITAS BELAJAR

BAHASA INDONESIA MATERI MENULIS NASKAH PIDATO DAN SURAT RESMI PADA SISWA KELAS VI

SDN MADYOPURO 1

Page 80: Artikel Jurnal Aksata 1

2. Upaya menumbuhkan minat murid agar senang melakukan demonstrasi

Hal ini merupakan usaha guru agar murid-murid mendapatkan kemampuan-kemampuan tertentu dalam belajar Bahasa Indonesia yang dapat digunakan siswa ketika belajar sesuatu. Kemampuan ini meliputi kemampuan bernalar, kemampuan yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari misalnya, menggunakan sarana yang berhubungan dengan keterampilan berbahasa Indonesia.

C. Metode Penelitian1. Lokasi Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilakukan di kelas VI Semester Genap SDN Madyopuro 1, Kecamatan Kedungkandng, Kota Malang.

2. Rencana KegiatanRancangan penelitian ini menggunakan model keterampilan proses :a. Proses penelitian putaran I atau siklus I

dilaksanakan tanggal 3 s/d tanggal 7 Mei 2013.

b. Proses penelitian putaran II atau siklus II dilaksanakan tanggal 9 s/d 14 Mei 2013.

c. Proses penelitian putaran III atau siklus III dilaksanakan tanggal 16 s/d 21 Mei 2013.

d. Proses penelitian putaran IV atau siklus IV dilaksanakan tanggal 23 s/d 28 Mei 2013.

D. Pelaksanaan Penelitian1. Planing Penelitian

Penelitian ini melalui siklus yang mendesak dan berkelanjutan, direncanakan dengan melaksanakan 4 siklus.

2. Implementasi TindakanSiklus ITindakan I

Guru menanamkan pentingnya melakukan demonstrasi dengan memberikan rangsangan (stimulus) dengan menunjukkan laboratorium bahasa. Pada kesempatan tersebut guru menanyakan mengapa mereka mendapat nilai kurang

dan menanamkan pentingnya mau bertanya, sering menanyakan, sering melatih dan mencobe menyelesaikan soal-soal, sebagai stimulus guru memberikan suatu cerita.Tindakan 2

Menyusun rencana pembelajaran dan melaksanakan dengan memberikan kesempatan pada murid untuk bertanya jawab tentang demonstrasi yang ada hubungannya dengan laboratorium bahasa.Tindakan 3Memotivasi dengan cara memberikan acungan jempol atau pujian.

Siklus IITindakan I

Menemukan pentingnya melakukan demonstrasi berbahasa Indonesia. Yang intinya bahwa siapa yang mau mencoba demonstrasi akan berguna bagi diri sendiri dan orang lain. Menugaskan anak untuk mempelajari dan mempersiapkan alat-alat yang akan digunakan sebelum melakukan suatu demonstrasi berikutnya.Tindakan 2

Merencanakan pembelajaran dan melaksanakan dengan menerapkan metode demonstrasi dalam pelajaran bahasa Indonesia berikutnya.Tindakan 3

Pemberian motivasi atau dorongan dengan memberikan nilai kepada anak-anak yang mau melakukan demonstrasi berbahasa Indonesia.

Siklus IIITindakan 1

Mengingatkan kepada siswa pentingnya melakukan demonstrasi dalam pembelajaran Bahasa Indonesia agar murid-murid mendapatkan kesan-kesan dalam pikiran, keterampilan dalam menggunakan laboratorium bahasa sehingga akan tercapai sasaran pembelajaran sebagi berikut :

1. Pengetahuan, gagasan, dan konsep terhadap berbahasa

2. Kemampuan yang dapat dialihgunakan:

a. Keterampilan berbahasa;

80

Page 81: Artikel Jurnal Aksata 1

b. Keterampilan yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari

c. Keterampilan proses3. Kemampuan mengenai dasar-

dasar teknologi (pengaturan teknologi)

4. Wawasan lingkunganTindakan 2

Merancang dan melaksanakan pembelajaran bahasa Indonesia dengan lebih mengoptimalkan metode demonstrasi serta metode pemecahan masalah sehingga lebih memberikan permasalahan yang lebih menantang, merangsang dan untuk lebih mendorong murid-murid mau melakukan demonstrasi berbahasa Indonesia dimuka kelas dan dapat diaplikasikan dengan model pengajaran aktif dan kreatif.Tindakan 3

Pemberian motivasi, pujian, dan nilai. Nilai diberikan pada anak yang berpartisipasi baik atau aktif melakukan demonstrasi berbahasa Indonesia. Murid diminta untuk berani menceritakan pengalaman dalam melakukan demonstrasi, baik pengalaman yang menyenangkan maupun pengalaman yang tidak menyenangkan kepada teman-temannya.

Siklus IVTindakan 1

Mengingatkan pentingnya melakukan demonstrasi berbahasa Indonesia dan menceritakan pengalamannya kepada teman-temannya baik pengalaman yang menyenangkan atau tidak menyenangkan.Tindakan 2

Untuk mengembangkan keberanian anak untuk melakukan demonstrasi, guru merancang dan malaksanakan pembelajaran dengan curah gagasan untuk mengandai-andai seolah-olah dirinya sebagai ahli bahasa.Tindakan 3

Memberikan motivasi berupa pujian dan rangsangan agar berani melakukan demonstrasi berbahasa

Indonesia. Murid diminta untuk menceritakan pengalaman baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan.

3. Monitoring PenelitianTindakan pada setiap siklus selalu

dipantau oleh anggota peneliti yang lain. Pemantauan juga mencatat peristiwa-peristiwa atau reaksi yang muncul, yang mendukung atau yang menghambat. Disamping itu penulis selaku actor utama dalam penelitian ini juga mencatat reaksi murid terhadap tindakan yang diberikan.

4. Refleksi Hasil Penelitian ( Analisis dan Evaluasi )

Setelah melakukan dan menyelesaikan tindakan pada setiap siklus,m penulis bersama guru ( Mitra Peneliti ) melakukan diskusi dan mengadakan refleksi. Masing-masing dapat memberikan laporan hasil pemantauannya dan guru sendiri dengan bantuan penelitian lain merefleksi pembelajaran yang telah dilakukannya.

Pada siklus I, tindakan I : dari 40 murid ada 11 orang yang mau melaksanakan demonstrasi walaupun masih belum sempurna melakukannya. Tindakan 2 : dari 40 murid yang melakukan demonstrasi 20 orang dengan demikian anak menjadi berani. tindakan 3 : jumlah yang ingin melakukan demonstrasi 21 orang. Rata-rata keberhasilan melakukan demonstrasi dan menunjukkan hasil demonstrasinya pada siklus I adalah 16 ( 40%). Ini berarti 40% murid kelas VI telah berani melakukan demonstrasi meski belum sempurna. Setelah siklus I berakhir dilaksanakan diskusi dan refleksi untuk menyusun tindakan pada siklus II berdasar pada apa yang telah dilakukan dan dicapai pada siklus I.

Dari table 2 dapat kita lihat untuk siklus II tindakan 1, yang melakukan demonstrasi 12 orang. Pada tindakan 2 yang melakukan demonstrasi 20 orang serta pada tindakan 3 ada 25 orang. Sedangkan rata-rata keberanian untuk melakukan demonstrasi pada siklus II ada

81

Page 82: Artikel Jurnal Aksata 1

19 orang (48%). Pencapaian hasil penumbuhan ini berdasarkan refleksi penulis selaku pelaku utama dalam penelitian.

Untuk itu setelah diadakan diskusi dan refleksi direncanakan dan akan dilaksanakan siklus III. Hasil dan analisis siklus III adalah sebagai berikut : Pada tindakan I murid yang berani melakukan demonstrasi dan yang berani menunjukkan hasil demonstrasinya adalah 20 orang. Pada tindakan 2 yang berani melakukan demonstrasi adalah 30 orang. Pada tindakan 3 yang berani melakukan demonstrasi 35 orang. Sedangkan rata-rata siklus III keberanian melakukan demonstrasi adalah 28 orang ( 71%).

Dibandingkan dengan siklus II, siklus III ini mengalami kenaikan keberanian murid untuk melakukan demonstrasi dan menunjukkan hasil demonstrasinya bertambah. Guru lebih member kesempatan kepada murid untuk melakukan demonstrasi dengan mempersiapkan tindakannya dan dengan lebih mengoptimalkan penggunaan metode demonstrasi serta metode pemecahan masalah.

Jadi pada siklus III ini ada peningkatan prosentase anak yang berani melakukan demonstrasi. Maka pada siklus IV direncanakan untuk terus menindaklanjuti tindakan siklus III dan mempertajam pada pengembangan kreatifitas murid untuk lebih membantu murid melakukan demonstrasi.

Pada siklus IV diperoleh hasil sebagai berikut :1. Tindakan 1 jumlah murid 40

orang yang berani melakukan demonstrasi 28 orang.

2. Tindakan 2 yang berani melakukan demonstrasi 30 orang ;

3. Tindakan 3 yang berani melakukan demonstrasi 38 orang.

Jadi rata-rata yang melakukan demonstrasi 32 orang ( 80% ). Dengan demikian murid telah tumbuh keberaniannya untuk melakukan demonstrasi 80%.

Adapun table rata-rata prosentase pada setiap siklus sebagai berikut :

Siklus % Melakukan Demonstrasi

I 40 %II 48 %III 71 %IV 80 %Dari keseluruhan siklus yang telah

dilakukan dapat disimpulkan bahwa guru telah berupaya menumbuhkan keberanian murid-muridnya untuk gemar, senang dan timbul kemauannya untuk melakukan demonstrasi di dalam kelasnya. Hal ini nampak jelas dalam table 3 setiap siklus nampak ada dampak yang positif kearah pertumbuhan keberanian untuk melakukan demonstrasi.

E. Rekomendasi1. Kriteria Penetapan Model dan Prosedur

Model yang digunakan dalam penelitian dengan model keterampilan proses, dalam satu model ditetapkan dengan empat proses penelitian putaran atau siklus. Masing-masing siklus terdiri dari tiga tindakan :a. Tindakan pertama adalah penanaman tentang melakukan demonstrasi.b. Tindakan kedua adalah belajar kreatif dan pengoptimalan penggunaan metode.c. Tindakan ketiga adalah pemberian motivasi agar murid-murid berani melakukan demonstrasi.

Dalam setiap siklus terdapat empat tahapan yaitu : perencanaan kegiatan dan pengamatan, pemakaian dan pengembangan dan revisi rancangan. Semua ini dilakukan terus menerus berdaur ulang. Sebelum melangkah atau melaksanakan ke siklus berikutnya, perlu memperhatikan dan mengacu pada keberhasilan pada siklus selanjutnya. Setiap tindakan dalam setiap siklus dapat dikatakan dapat menumbuhkan hasil demonstrasi apabila ada peningkatan atau penambahan kekerapan ( frekuensi ) dibandingkan dengan siklus berikutnya.

2. Kelayakan Penerapan Model82

Page 83: Artikel Jurnal Aksata 1

Model ini pada hakekatnya layak digunakan dan dikembangkan oleh guru yang mengalami permasalahan yang sejenis, terutama untuk mengatasi masalah penumbuhan keberanian murid untuk melakukan demonstrasi, mungkin ada sedikit hambatan untuk menetapkan tindakan yang betul-betul dapat menarik minat murid untuk melakukan demonstrasi. Dengan semakin seringnya menerapan metode demonstrasi untuk pelajaran Bahasa Indonesia maka anak akan sedikit demi sedikit berani untuk tampil di muka umum mendemonstrasikan hasil pengamatan dan pembelajarannya. Kreativitas guru dalam mengembangkan kemauan dan kreativitas muridnya, sangat diperlukan.

Oleh :Sri RahayuNIP. 19591123 198303 2 013SDN Lesanpuro 4 Malang

A. PENDAHULUANMenurut Soekamto (2001),

Sumber Daya Manusia ( SDM) menjadi unsur penentu dalam kelangsungan hidup manusia. Untuk menghadapi tantangan pada masa mendatang, pendidikan nasional dilaksanakan dengan tujuan meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya.

Upaya meningkatkan kualitas manusia seutuhnya tidak hanya menjadi tugas dan tanggung jawab para pakar, birokrat dan politisi saja, melain juga menjadi tugas dan tanggung jawab dan orang yang berkiprah dibidang pendidikan dan pengajaran. Oleh karena itu, sebagai praktisi dan pemerhati didang pendidikan dan pengajaran, perlu memikirkan dan mengambil langkah guna ikut berkiprah dalam meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya, yaitu dengan meningkatkan mutu pendidikan.

Berdasarkan pada latar belakang masalah tersebut dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah Strategi Pembelajaran Inquiry dapat meningkatkan motivasi belajar siswa Kelas VI semester II Sekolah Dasar Negeri Madyopuro 2?

2. Bagaimanakah prestasi belajar mata pelajaran IPS untuk siswa Kelas VI B Sekolah Dasar Negeri Madyopuro 2 semester II dengan menggunakan Strategi Pembelajaran Inquiry (menemukan)?

Lebih khusus tujuan penelitian tindakan ini dimaksudkan untuk:

1. Mengetahui dan mendeskripsikan bahwa Strategi Pembelajaran Inquiry dapat meningkatkan motivasi belajar siswa Kelas VI semester II Sekolah Dasar Negeri Madyopuro 2

2. Mengetahui dan mendeskripsikan bahwa prestasi belajar mata pelajaran IPS untuk siswa Kelas VI Sekolah Dasar Negeri Madyopuro 2 dengan menggunakan Strategi Pembelajaran Inquiry (menemukan).

83

STRATEGI PEMBELAJARAN DENGAN MENGGUNAKAN PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR SISWA

KELAS VI SEMESTER II SEKOLAH DASAR NEGERI MADYOPURO 2 PADA MATA PELAJARAN IPS MATERI MEMAHAMI GEJALA ALAM

YANG TERJADI DI INDONESIA DAN NEGARA TETANGGA

Page 84: Artikel Jurnal Aksata 1

Hipotesis tindakan dalam penelitian tindakan kelas sebagai berikut:

Strategi pembelajaran dengan menggunakan pengembangan desain pembelajaran inquiry dimungkinkan dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa Kelas VI Semester II Sekolah Dasar Negeri Madyopuro 2 pada mata pelajaran IPS Materi Memahami Gejala Alam Yang Terjadi di Indonesia dan Negara Tetangga.

B. KAJIAN PUSTAKA1. Motivasi Belajar

Motivasi merupakan salah satu unsur pokok dalam proses belajar mengajar. Killer (1993) membedakan motivasi belajar menjadi 2 kelompok, yaitu motivasi yang ada dalam diri siswa dan motivasi yang ada dalam pembelajaran. Untuk meningkatkan motivasi perlu dikembangkan desain pembelajaran yang sesuai. Strategi pembelajaran inquiry adalah salah satunya. Menurut Hamalik (2002) memotivasi belajar penting artinya dalam proses belajar siswa, karena fungsinya yang mendorong, menggerakkan, dan mengarahkan kegiatan belajar. Karena itu, prinsip-prinsip penggerakan motivasi belajar sangat erat hubungannya dengan prinsip-prinsip belajar itu sendiri.

Ada beberapa prinsip belajar dan motivasi yang disampaikan oleh Hamalik (2002), agar mendapatkan perhatian dari pihak perencana pengajaran khususnya dalam merencanakan kegiatan belajar mengajar. Prinsip tersebut dapat digunakan oleh pendidik dalam mengupayakan peningkatan motivasi peserta didik dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar, sehingga didapatkan prestasi belajar yang optimal. Diantaranya: kebermaknaan, modelling, komunikasi terbuka, prasyarat, novelty, latihan/praktek yang aktif dan bermanfaat, latihan terbagi, kurangi secara sistematik paksaan belajar, kondisi yang menyenangkan.

2. Prestasi BelajarDalam Ensiklopedia (1971),

prestasi merupakan kata yang berdiri

sendiri yang berarti produksi yang dicapai oleh tenaga atau daya kerja seseorang dalam kurun waktu tertentu. Pendapat lain disampaikan oleh Woodworth (1951) mengatakan bahwa prestasi (achievement) adalah actual ability and can be measured derectly by use of test. Artinya prestasi menunjukkan suatu kemampuan actual yang dapat diukur secara langsung dengan menggunakan tes.

Menurut Gagne yang dikutip oleh Badawi (1987) mengatakan bahwa hasil belajar dapat diukur dengan menggunakan tes karena hasil belajar berupa keterampilam intelektual, strategi kognitif, informasi verbal, keterampilan, dan nilai dan sikap.3. Strategi Pembelajaran

Berdasarkan pada konteks penelitian ini strategi pembelajaran diarahkan pada strategi yang berasosiasi dengan pembelajaran kontekstual. Diantaranya: (1) pengajaran berbasis masalah, (2) pengajaran kooperatif, (3) pengajaran berbasis inquiry, (4) pengajaran berbasis tugas/proyek, (5) pengajaran berbasis kerja, dan (6) pengajaran berbasis jasa layanan. ( Nuhadi & Senduk, 2003).

4. InquiryInquiry merupakan salah satu komponen dan penerapan pendekatan CTL (Contextual Teaching And Learning), yang berarti menemukan. Menurut Nurhadi (2002) menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL (Contextual Teaching And Learning). Pengetahuan dan keterampilan yang diperolah siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Inquiry merupakan salah satu dari tujuh komponen penerapan pendekatan kontekstual di kelas. Siklus inquiry sebagai berikut: (1) Observasi ( Observation), (2) Bertanya (Questioning), (3) Mengajukan Dugaan (Hipothesis), (4) Pengumpulan Data ( Data Gathering), (5) Penyimpulan (Conclusion).5. Mata Pelajaran IPSMata pelajaran IPS yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dibatasi pada Materi

84

Page 85: Artikel Jurnal Aksata 1

Memahami Gejala Alam Yang Terjadi di Indonesia dan Negara Tetangga.

C. METODE PENELITIAN1. Rancangan Penelitian

Rancangan dalam penelitian ini direncanakan melalui beberapa tahap perencanaan, diantaranya: (1) refleksi awal, (2) peneliti merumuskan permasalahan secara operasional, (3) peneliti merumuskan hipotesis tindakan, dan (4) menetapkan dan merumuskan rancangan tindakan2. Subyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Pertimbangan tersebut adalah factor perbedaan kemampuan belajar antara siswa. Subjek penelitian ini adalah siswa Kelas VI semester II Sekolah Dasar Negeri Madyopuro 2 Kecamatan Kedungkandang, tahun pelajaran 2010/2011 sejumlah 35 siswa.3. Instrumen Penelitian

Menurut Zuriah (2003), ada 5 jenis instrument yang digunakan dalam penelitian tindakan. Diantaranya observasi, wawancara, catatan lapangan, angket, dan dokumentasi. Dalam penelitian ini instrument yang digunakan meliputi: (1) observasi, (2) wawancara, dan (3) dokumentasi

D. HASIL PENELITIAN1. Paparan Data Siklus I

Pada siklus ini rencana tindakan dilakukan selama 2 jam pertemuan dengan alokasi waktu 2 x 35 menit setiap pertemuan. Pada kegiatan inti pelajaran, guru membagikan lembar kerja siswa sesuai dengan materi mata pelajaran IPS. Yaitu materi gejala alam yang terjadi di Indonesia dan Negara tetangga. Sedangkan kegiatan penutup guru menyimpulkan hasil pembahasan dari kegiatan siswa sebagai pemantapan.

Pertemuan I

a. Apersepsi dan apresiasi selama 10 menit selanjutnya pembagian lembar kerja siswa dengan penjelasannya,

b. Kegiatan pokok selama 50 menit dengan materi memahami gejala alam yang terjadi di Indonesia dan Negara tetangga. Dilanjutkan diskusi kelas dan menyampaikan hasil penyelesaian lembar kerja siswa.

c. Kegiatan penutup selama 10 menit. Kegiatan ini merupakan penyimpulan hasil belajar dengan diskusi dan selanjutnya kegiatan ditutup oleh guru.

Pertemuan IIa. Apersepsi dan apresiasi selama 10

menit selanjutnya pembagian lembar kerja siswa dengan penjelasannya.

b. Kegiatan pokok selama 50 menit dengan memahami gejala alam yang terjadi di Indonesia dan Negara tetangga. Dilanjutkan diskusi kelas dan menyampaikan hasil penyelesaian lembar kerja siswa.

c. Kegiatan penutup selama 10 menit. Kegiatan ini merupakan penyimpulan hasil belajar dengan diskusi dan selanjutnya kegiatan ditutup oleh guru. Setelah kegiatan belajar mengajar dilaksanakan pada pertemuan 1 dan pertemuan 2, selanjutnya berikut ini dipaparkan hasil belajar secara prosentase dari siswa kelas VI semester II SD Negeri Madyopuro 2 dalam siklus ini.

Dari frekuensi data tersebut diketahui nilai terendah 5 frekuensi 4 dengan prosentase 11.76%, dan nilai tertinggi 9 frekuensi 5 dengan prosentase 14.71%. Dari data tersebut menunjukkan bahwa nilai di atas rata-rata (tergolong nilai tertinggi) adalah nilai 8 dengan frekuensi 8 dengan prosentase 22.85%, nilai 9 frekuensi 5 dengan prosentase 14.71%. Sedangkan kategori sedang nilai 7 frekuensi 9 dengan prosentase 26.47%, nilai 6 dengan frekuensi 9 dengan prosentase 26.47%. Dan tergolong nilai rendah (kurang) adalah nilai 5 dengan jumlah frekuensi 4, dengan prosentase 11.76%.

85

Page 86: Artikel Jurnal Aksata 1

Hal ini menunjukkan bahwa motivasi belajar siswa Kelas VI semester II Sekolah Dasar Negeri Madyopuro 2 Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang, dalam siklus pertama didapatkan kelompok nilai tinggi, cukup dan kurang. Untuk kategori tinggi sejumlah 35.29% dengan rincian 14.71% untuk nilai 9, 22.85% untuk nilai 8. Sedangkan kategori nilai cukup sejumlah 52.94% dengan rincian 26.47% untuk nilai 7, dan 26.47% untuk nilai 6. Sedangkan nilai kurang sejumlah 11.76% pada nilai 5.

Peningkatan motivasi belajar siswa ini akan ditindaklanjuti pada kegiatan belajar di siklus II. Kegiatan siklus II ini membahas kelanjutan materi yang belum dilakukan penjelasan, yaitu Materi memahami gejala alam yang terjadi di Indonesia dan Negara tetangga. Adapun rincian penjabaran dari kegiatan pada siklus II ini adalah sebagai berikut

2. Paparan Data Siklus 2Pada siklus ini rencana tindakan

dilakukan selama 2 jam pertemuan dengan alokasi waktu 2 x 35 menit setiap pertemuan. Dalam melaksanakan strategi pembelajaran, guru mengemukakan orientasi dan prosedur kerja siswa sebagai kegiatan pembuka. Pada kegiatan inti pelajaran, guru membagikan lembar kerja siswa dengan melanjutkan materi memahami gejala alam yang terjadi di Indonesia dan Negara tetangga. Sedangkan kegiatan penutup guru menyimpulkan hasil pembahasan dari kegiatan siswa sebagai pemantapan.

Siklus II membahas materi memahami gejala alam yang terjadi di Indonesia dan Negara tetangga. Materinya sama dengan kegiatan pada siklus I, sehingga proses kegiatannyapun juga tidak terlalu berbeda dengan siklus I. Perbedaan yang mencolok adalah materi ulangan untuk siklus II. Adapun proses kegiatannya adalah:

Pertemuan I

a. Apersepsi dan apresiasi selama 10 menit selanjutnya pembagian lembar kerja siswa dengan penjelasannya.

b. Kegiatan pokok selama 50 menit materi memahami gejala alam yang terjadi di Indonesia dan Negara tetangga. Dilanjutkan diskusi kelas dan menyampaikan hasil penyelesaian lembar kerja siswa.

c. Kegiatan penutup selama 10 menit. Kegiatan ini merupakan penyimpulan hasil belajar dengan diskusi dan selanjutnya kegiatan ditutup oleh guru.

Pertemuan IIa. Apersepsi dan apresiasi selama 10

menit selanjutnya pembagian lembar kerja siswa dengan penjelasannya.

b. Kegiatan pokok selama 50 menit dengan materi memahami gejala alam yang terjadi di Indonesia dan Negara tetangga. Dilanjutkan diskusi kelas dan menyampaikan hasil penyelesaian lembar kerja siswa.

c. Kegiatan penutup selama 10 menit. Kegiatan ini merupakan penyimpulan hasil belajar dengan diskusi dan selanjutnya kegiatan ditutup oleh guru.

Berikut ini dipaparkan hasil belajar secara prosentase dari siswa kelas VI semester II Sekolah Dasar Negara Madyopuro 2 dalam siklus II ini. Adapun hasilnya dapat didistribusikan dalam bentuk table hasil belajar sebagai berikut:

Dari data hasil belajar tersebut dapat didistribusikan frekuensi hasil belajar siswa Kelas VI semester II Sekolah Dasar Negeri Madyopuro 2, berkaitan dengan motivasi belajarnya. Kenaikan prosentase hasil belajar ini didasarkan pada hasil belajar yang dilakukan pada kegiatan siklus I. Adapun penjabarannya hasil kegiatan belajar pada siklus 2 adalah sebagai berikut:

Dari frekuensi data tersebut diketahui nilai terendah didapatkan nilai 6 frekuensi 3 dengan prosentase 8.8%, dan nilau tertinggi 10 frekuensi 3 dengan prosentase 8.82%. Dari data tersebut menunjukkan bahwa rata-rata (tergolong nilai tinggi) adalah nilai 9 frekuensi 11 dengan prosentase 32.35%, nilain8

86

Page 87: Artikel Jurnal Aksata 1

frekuensi 9 dengan prosentase 26.47%, sedangkan kategori cukup nilai 7 frekuensi 9 dengan prosentase 26.47%, nilai 6 dengan frekuensi 3 dengan prosentase 8.82%. Dan tergolong nilai kurang dalam kegiatan belajar mengajar pada siklus II ini tidak didapatkan oleh peserta didik. Hal ini menunjukkan semakin berpengaruhnya strategi belajar mengajar yang digunakan oleh guru. Sehingga peningkatan hasil belajar tersebut, membuktikan bahwa strategi pembelajaran dengan inquiry dapat meningkatkan motivasi siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar, dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap prestasi belajar peserta didik.

Hal ini menunjukkan bahwa motivasi belajar siswa Kelas VI semester II Sekolah Dasar Negeri Madyopuro 2, dalam siklus kedua didapatkan kelompok nilai tinggi dan nilai cukup saja. Untuk kategori tinggi sejumlah 67.65% dengan rincian 8.82% untuk nilai 10, 32.35% untuk nilai 9 dan 26.43% untuk nilai 8. Sedangkan kategori nilai cukup 35.29% dengan rincian 26.47% untuk nilai 7 dan 8.82% untuk nilai 6. Sedangkan nilai kurang tidak didapatkan dalam kegiatan belajar pada siklus ini.

Dan data tersebut menunjukkan bahwa antara siklus I dan siklus II motivasi belajar siswa dengan strategi pembelajaran inquiry menunjukkan peningkatan. Pada siklus I nilai tertinggi 35.29%, tetapi pada pelaksanaan siklus II peningkatan drastic dengan nilai tertinggi sejumlah 64.71%, dengan jumlah responden yang sama yaitu 34 responden.

Peningkatan motivasi belajar siswa ini menunjukkan bahwa prestasi belajar dipengaruhi oleh strategi belajar yang diberikan guru. Prestasi belajar dapat baik bila motivasi belajarnya juga baik.

E. PENUTUP1. Kesimpulan

Berdasarkan pada hasil penelitian ini, dapat peneliti rumuskan beberapa kesimpulan, diantaranya:

1. Pengembangan Strategi pembelajaran dengan inquiry dapat

meningkatkan motivasi Siswa Kelas VI semester II Sekolah Dasar Negeri Madyopuro 2. Sebagai buktinya bahwa pengajaran yang dilakukan mengalami peningkatan yang signifikan dari hasil belajar yang diperoleh. Prestasi belajar dapat baik bila motivasi belajarnya juga baik.

2. Inquiry salah satu komponen Contextual Teaching and Learning (CTL). Strategi ini dapat dilakukan pada semua mata pelajaran.

3. Strategi pembelajaran dengan menggunakan strategi pembelajaran inquiry dimungkinkan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa Kelas VI semester II Sekolah Dasar Negeri Madyopuro 2 Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang pada mata pelajaran IPS.

2. SaranBerdasarkan kesimpulan yang

tersebut, maka dapat dirumuskan saran-saran sebagai berikut:

1. Kepada guru Sekolah Dasar agar mempertimbangkan pemberian materi pembelajaran dengan mengenalkan kepada siswa dengan menggunakan berbagai macam strategi.

2. Kepada guru yang mengajarkan mata pelajaran IPS, hendaknya selalu mempunyai kreativitas dalam menggunakan strategi belajar yang diberikan kapada siswa.

3. Hendaknya guru dapat meningkatkan kualitas berdasarkan pada pengembangan kurikulum

4. Strategi pembelajaran perlu dilakukan dengan banyak variasi

87

Page 88: Artikel Jurnal Aksata 1

sesuai dengan keinginan peserta didik yang dilakukan oleh guru agar didapatkan hasil belajar yang optimal.

Oleh :WalistyonoNIP. 19651207 199601 1 003Guru TPTL SMKN 6 Malang

ABSTRAKSebagai upaya memperbaiki

pelaksanaan pembelajaran Mata Pelajaran Instalasi Tenaga Listrik dimana siswa yang cenderung pasif ketika mendengarkan penjelasan dari guru maka diperlukan beberapa metode agar pembelajaran berlangsung dengan baik dan berkualitas. Salah satunya dengan Metode Kooperatif tipe Think Pair and Share

dimana merupakan jenis pembelajaran cooperative yang dirancang untuk mempegaruhi pola interaksi siswa, juga suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelasdapat memberikan siswa lebih banyak waktu untuk berfikir, untuk merespon dan saling membatu.

Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahuipenerapan metode kooperatif tipe think pair and share yang dapat meningkatkan aktivitas belajar matapelajaranInstalasi Tenaga Listrik siswa kelas XIL2 SMK Negeri 6 Kota Malang. (2) Untuk mengetahui penerapan metode kooperatif tipe think pair and share yang dapat meningkatkan hasil belajar matapelajaranInstalasi Tenaga Listrik siswa kelas XIL2 di SMK Negeri 6 Malang.

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelasd engan 2 siklus. Penelitian dilakukan di SMK Negeri 6 Malang. Sebagai subjek penelitian, dipilih kelas XI L2 dengan jumlah 38 siswadengan rincian 8 siswa perempuan dan 30 siswa laki-laki. Penelitian ini menggunakan instrumen preetes dan postes untuk pengumpulan data.

Berdasar hasil penelitian yang telah dilakukan terbukti bahwa: (1) Penerapan metode kooperatif tipe think pair and share mampu meningkatkan aktivitas belajar matapelajaranInstalasi Tenaga Listrik siswa kelas XIL2 SMK Negeri 6 Malang. (2) Penerapan metode kooperatif tipe think pair

and share mampu meningkatkan hasil belajar matapelajaran Instalasi Tenaga Listrik siswa kelas XI L2 di SMK Negeri 6 Malang.

Berdasarkan hasil penelitian menyarankan: (1) Guru perlu menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi dan tidak monoton agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dan hasilnya maksimal. (2) Peneliti lain melakukan penelitian lanjutan penggunaan metode-metode yang baru dalam penyampaian materi pelajaran. (3) siswa harus aktif belajar dan bekerjasama dengan teman lain agar pembelajaran berjalan dengan maksimal.Kata Kunci: metode kooperatif tipe Think Pair

and Share, aktivitas belajar

88

PENERAPAN METODE KOOPERATIF TIPE THINK PAIR AND SHARE PADA MATA PELAJARAN

INSTALASI TENAGA LISTRIK UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR

SISWA KELAS XI L 2 SMK NEGERI 6 MALANG

Page 89: Artikel Jurnal Aksata 1

Latar Belakang1. Banyaknya siswa yang pasif ketika

mendengarkan penjelasan yang disampaikan oleh guru dan ketika kegiatan diskusi berlangsung banyak siswa yang tidak mau bekerja kelompok misalnya diam saja dan lebih asik untuk mengajak bicara dan mengobrol masalah yang lain jugabanyak dari siswa tidak mau memberikan pendapat, maupun tanggapan, tidak mau bekerjaama dengan anggota kelompoknya,

2. Hanya mengandalkan temannya yang lebih pintar untuk mengerjakan tugas dalam diskusi dan ketika pelaksanaan presentasia banyakecenderungan siswa yang pandai lebih nyaman untuk mengerjakan tugas kelompoknya sendirian tanpa melibatkan anggota kelompok.

RumusanMasalah1. Bagaimanapenerapan metode

kooperatif tipe think pair and share dapat meningkatkan aktivitas belajar matapelajaranInstalasi Tenaga Listrik siswa kelas XIL2 SMK Negeri 6 Malang?

2. Bagaimana penerapan metode kooperatif tipe think pair and share dapat meningkatkan hasil belajar mata pelajaran Instalasi Tenaga Listrik siswa kelas XIL2 di SMK Negeri 6 Malang?

TujuanPenelitian1. Untuk mengetahui penerapan

metode kooperatif tipe think pair and share yang dapat meningkatkan aktivitas belajar matapelajaran Instalasi Tenaga Listrik siswa kelas XIL2SMK Negeri 6 Malang.

2. Untuk mengetahui penerapan metode kooperatif tipe think pair and share yang dapat meningkatkan hasil belajar mata pelajaranInstalasi Tenaga Listrik

siswa kelas XIL2 di SMK Negeri 6 Malang.

LandasanTeori3. Metode think pair and share (TPS)

atau berfikir berpasangan berbagi adalah merupakan jenis pembelajaran cooperative yang dirancang untuk mempegaruhi pola interaksi siswa juga merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas dan dapat memberikan siswa lebih banyak waktu untuk berfikir, untuk merespon dan saling membatu.

4. Aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik ataupun mental dalam proses pembelajaran dan keduanya harus selalu terkait (Hendrawijaya, 1999:24). Aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun mental. Dalam kegiatan belajaar kedua aktivitas harus selalu berkaitan.

MetodePenelitianPenelitian yang akan dilakukan ini

termasuk jenis penelitian tindakan kelas (Classroom Action Reaserch), karena problem yang diangkat untuk dipecahkan melalui PTK berangkat dari persoalan proses pembelajaran sehari-hari yang dihadapi oleh guru, tentunya dengan tujuan untuk memperbaiki proses belajar mengajar di kelas dengan cara menngunakan yang metode berbeda. Perlakuan tindakan alternatif yang dicobakan adalah dengan menggunakan metode kooperatif tipe think pair and shar. Penggunaan metode ini diharapkan dapat meningkatkan layanan profesionalisme guru sekaligus meningkatkan kompetensisiswa denganmenggunakan2siklus.

Pembahasan1. Tempatdan Lama Penelitian a. Tempat : SMKN 6

Malang kelas XIL2 (38Siswa)

89

Page 90: Artikel Jurnal Aksata 1

b. Lama Penelitian : 4bulan (Juli 2013 –Oktober 2013)

2. Hasil a. Siklus 1 (Juli - Agustus 2012) :25

anakdari 38 sudah mencapai KKM (7,6) b. Siklus 2 (September – Oktober

2012) : semua siswasudah mencapaiKKM (7,6)

KesimpulanBerdasar hasil penelitian yang telah

dilakukan terbukti bahwa: (1) Penerapan metode kooperatif tipe think pair and share mampu meningkatkan aktivitas belajar matapelajaranInstalasi Tenaga Listrik siswa kelas XIL2 SMK Negeri 6 Kota Malang Tahun Pelajaran 2013-2014. (2) Penerapan metode kooperatif tipe think pair and share mampu meningkatkan hasil belajar mata pelajaran Instalasi Tenaga Listrik siswa kelas XIL2 di SMK Negeri 6 Kota Malang Tahun Pelajaran 2013-2014

Saran 1. Guru Lain

Menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi dan tidak monoton agar

tujuan pembelajaran dapat tercapai dan hasilnya maksimal 2. Peneliti lain

Hendaknyamelakukan penelitian lanjutan penggunaanmetode-metode yang baru dalam penyampaian materi pelajaran

5. Siswa Harus aktif belajar dan bekerjasama dengan teman lain agar pembelajaran berjalan dengan maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Fahrul, Zanu. 2011. Penerapan Metode Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Aktivitas Siswa Pada Mata Pelajaran Akuntansi Pokok Bahasan Jurnal Penyesuaian di SMK Negeri 1 Kudus Tahun

Ajaran 2009/2010. Under Graduates thesis, Universitas Negeri Semarang.

2. Hendrawijaya, A.T. 1999. Motivasi dan Aktivitas dalam Belajar (Diktat Kuliah). Jember: FKIP Univeritas Jember.

3. Sardiman. 2004. Interaksi dan Motivasi Belajar dan Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo.

90

Page 91: Artikel Jurnal Aksata 1

Oleh :Dandung SutomoNIP. 19680728 199601 1 001Guru TPTL SMKN 6 Malang

Abstrak :Sebagaimana tercantum pada RPP bahwa pengajaran Motor Listrik di SMK Negeri 6 Malang bertujuan agar siswa mampu menerapkan berbagai konsep-konsep Motor Listrik untuk meningkatkan kesadaran akan kemajuan Iptek dan kelestarian lingkungan

serta kebanggaan nasional. (Depdikbud: 1995: 2).

Dari tujuan mata pelajaran Motor Listrik tersebut tampak bahwa siswa diarahkan untuk menguasai konsep-konsep Motor Listrik dan saling keterkaitannya, serta mampu menggunakan metode ilmiah yang dilandasi sikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.

Permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah: (a) Bagaimanakah peningkatan prestasi belajar siswa dengan diterapkannya metode pemecahan masalah (problem solving)? (b) Bagaimanakah pengaruh metode pemecahan masalah (problem solving) terhadap motivasi belajar siswa?

Tujuan penelitian tindakan ini adalah: (a) Ingin mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah diterapkannya pembelajaran metode pemecahan masalah (problem solving), (b) ingin mengetahui pengaruh motivasi belajar siswa setelah diterapkannya pembelajaran metode pemecahan masalah (problem solving).

Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research) sebanyak tiga putaran. Setiap putaran terdiri dari empat tahap yaitu: rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan

refisi. Sasaran penelitian ini adalah siswa kelas XI L2 tahun pelajaran 2012/2013. Data yang diperoleh berupa hasil tes, lembar observasi kegiatan belajar mengajar.

Dari hasil analis didapatkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I sampai siklus III yaitu, siklus I (65,52%), siklus II (75,86%), siklus III (86,21%).

91

UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MOTOR LISTRIK DENGAN

METODE PEMECAHAN MASALAH PADA SISWA KELAS XI L2 SMK NEGERI 6

MALANG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Page 92: Artikel Jurnal Aksata 1

Rumusan Masalah Berdasarkan latar

belakang di atas, maka dapat dirumuskan suatu masalah sebagai berikut:1. Bagaimanakah peningkatan

prestasi belajar siswa dengan diterapkannya metode pemecahan masalah (problem solving)?

2. Bagaimanakah pengaruh metode pemecahan masalah (problem solving) terhadap motivasi belajar siswa?

METODE PENELITIANPenelitian ini merupakan

penelitian tindakan (action research), karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai.

Menurut Oja dan Sumarjan (dalam Titik Sugiarti, 1997; 8) mengelompokkan penelitian tindakan menjadi empat macam yaitu (a) guru bertindak sebagai peneliti, (b) penelitian tindakan kolaboratif, (c) Simultan terintegratif, dan (d) administrasi social ekperimental.

Dalam penelitian tindakan ini menggunakan bentuk guru sebagai peneliti, penanggung jawab penuh penelitian tindakan adalah guru. Tujuan utama dari penelitian tindakan ini adalah meningkatkan hasil pembelajaran di kelas dimana guru secara penuh terlibat dalam penelitian mulai dari perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi.

Dalam penelitian ini peneliti tidak bekerja sama dengan

siapapun, kehadiran peneliti sebagai guru di kelas sebagai pengajar tetap dan dilakukan seperti biasa, sehingga siswa tidak tahu kalau diteliti. Dengan cara ini diharapkan didapatkan data yang seobjektif mungkin demi kevalidan data yang diperlukan.

Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian1. Tempat Penelitian

Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam melakukan penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini bertempat di SMK Negeri 6 Malang tahun pelajaran 20012/2013.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya penelitian atau saat penelitian ini dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2012/2013

3. Subyek PenelitianSubyek penelitian

adalah siswa-siswi kelas XI L2 tahun pelajaran 2012/2013 pada pokok bahasan Merawat dan Memperbaiki Motor Listrik.

Teknik Analisis DataUntuk menganalisis

tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan siswa setelah proses belajar mengajar setiap putarannya dilakukan dengan cara memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada setiap akhir putaran.Analisis ini dihitung dengan

menggunakan statistik sederhana yaitu:

92

Page 93: Artikel Jurnal Aksata 1

1. Untuk menilai ulangan atau tes.

Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga diperoleh rata-rata tes dapat dirumuskan:

X=∑ X

∑ N Dengan

: X = Nilai rata-rata

Σ X = Jumlah semua nilai siswa

Σ N = Jumlah siswa2. Untuk ketuntasan belajar

Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan secara klasikal. Berdasarkan petunjuk pelaksanaan belajar mengajar , yaitu seorang siswa telah tuntas belajar bila telah mencapai skor 75% atau nilai 75, dan kelas disebut tuntas belajar bila di kelas tersebut terdapat 85% yang telah mencapai daya serap lebih dari sama dengan 75%. Untuk menghitung

persentase ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut:

P=∑ Siswa . yang .tuntas .belajar

∑ Siswax 100 %

Hasil dan PembahasanPelaksanaan Siklus I

Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Tes Siklus I

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan metode pemecahan masalah (problem solving) diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 67,07 dan ketuntasan belajar mencapai 65,52% atau ada 19 siswa dari 29 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 75 hanya sebesar 65,52% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%.

Pelaksanaan Siklus IITabel 2. Rekapitulasi Hasil Tes Siklus II

93

No

Uraian Hasil Siklus III

123

Nilai rata-rata tes formatifJumlah siswa yang tuntas belajarPersentase ketuntasan belajar

79,3125

86,21

No

Uraian Hasil Siklus I

123

Nilai rata-rata tes formatifJumlah siswa yang tuntas belajarPersentase ketuntasan belajar

67,0719

65,52

No Uraian Hasil Siklus II

123

Nilai rata-rata tes formatifJumlah siswa yang tuntas belajarPersentase ketuntasan belajar

74,8322

75,86

Page 94: Artikel Jurnal Aksata 1

Dari tabel di atas diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 74,83 dan ketuntasan belajar mencapai 75,86% atau ada 22 siswa dari 29 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah mengalami peningkatan sedikit lebih baik dari siklus I.Pelaksanaan Siklus IIITabel 3. Rekapitulasi Hasil Tes Siklus III

Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai rata-rata tes sebesar 79,31 dan dari 29 siswa yang telah tuntas sebanyak 25 siswa dan 4 siswa belum mencapai ketuntasan belajar.Kesimpulan

Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama tiga siklus, dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:1. Pembelajaran dengan

metode pemecahan masalah (problem solving) memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu siklus I (65,52%), siklus II (75,86%), siklus III (86,21%).

2. Penerapan metode pemecahan masalah (problem solving) mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa yang ditunjukan dengan rata-rata jawaban siswa yang menyatakan bahwa siswa

tertarik dan berminat dengan metode pemecahan masalah (problem solving) sehingga mereka menjadi termotivasi untuk belajar.

SaranDari hasil penelitian yang

diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses belajar mengajar Merawat dan Memperbaiki Motor Listrik lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal bagi siswa, maka disampaikan saran sebagai berikut:1. Untuk melaksanakan

metode pemecahan masalah (problem solving) memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga guru harus mampu menentukan atau memilih topik yang benar-benar bisa diterapkan dengan metode pemecahan masalah (problem solving) dalam proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang optimal.

2. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru hendaknya lebih sering melatih siswa dengan berbagai macam metode pembelajaran walau dalam taraf yang sederhana, dimana siswa nantinya dapat menemukan pengetahuan baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.

3. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, karena

94

Page 95: Artikel Jurnal Aksata 1

hasil penelitian ini hanya dilakukan di SMK Negeri 6 Malang tahun pelajaran 2012/2013.

4. Untuk penelitian yang serupa hendaknya dilakukan perbaikan-perbaikan agar diperoleh hasil yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA.

Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineksa Cipta

Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2900. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineksa Cipta.

Kemmis, S. dan Mc. Taggart, R. 1988. The Action Research Planner. Victoria Dearcin University Press.

Margono. 1997. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta. Rineksa Cipta.

Nur, Moh. 2001. Pemotivasian Siswa untuk Belajar. Surabaya. Universitas Negeri Surabaya.

Sardiman, A.M. 1996. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara.

Suryosubroto, B. 1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT. Rineksa Cipta.

Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan, Suatu Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Oleh :Haris SetyobudiNIP. 19690529 199512 1 002

ABSTRAK

SMKN 6 Malang sebagai penyelenggara pendidikan kejuruan merupakan salah satu SMK yang maju dan favorit di Kota Malang. Oleh karena itu banyak orang tua siswa yang berlomba-lomba menyekolahkan anaknya di SMKN 6 Malang, sehingga input yang masuk ke SMKN 6 Malang beragam. Hal ini terbukti ketika banyak siswa memilih jurusan Teknik Kendaraan Ringan, terutama pembelajaran listrik otomotif : 1) siswa kesulitan merangkai sistem penerangan, 2)banyaknya kerusakan komponen sistem lampu penerangan.

Tujuan penelitian ini mendiskripsikan : (1) Penerapan modul interaktif yang dapat meningkatkan prestasi belajar kompetensi sistem penerangan siswa kelas XI TKR 5 SMK Negeri 6 Malang?, (2) CD Modul interaktif yang mampu meningkatkan prestasi belajar siswa kelas XI TKR 5 SMK Negeri 6 Malang?

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas.Penelitian dilakukan di SMK Negeri 6 Malang. Sebagai subjek penelitian, dipilih kelas XI TKR 5 dengan

95

MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISTEM PENERANGAN DENGAN MENGGUNAKAN

CD MODUL PEMBELAJARAN INTERAKTIF SISWA KELAS XI TKR 5 SMK NEGERI 6 MALANGSEMESTER GANJIL TAHUN PELAJARAN 2013/2014

Page 96: Artikel Jurnal Aksata 1

jumlah 32 siswa. Penelitian ini menggunakan instrumen preetes dan postes untuk pengumpulan data.

Dari hasil penelitian mengungkap fakta bahwa: (1) Penerapan modul interaktif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas XI TKR 5 SMKN 6 Malang kompetensi sistem penerangan, (2) CD modul interaktif dengan program Livewire terbukti mampu meningkatkan prestasi belajar kompetensi sistem penerangan siswa kelas XI TKR 5 SMK Negeri 6 Malang

Berdasarkan hasil penelitian menyarankan: (1) Guru perlu upaya perbaikan proses belajar termasuk penggunaan modul sebagai inovasi pembelajaran untuk mengatasi

masalah ketersedian alat praktek.(2) Peneliti lain melakukan penelitian lanjutan penggunaan animasi dan simulasi sebagai alternatif dalam mengatasi gangguan komunikasi dalam penyampaian materi pelajaran. (3) siswa harus mampu memilih dan menggunakan modul interaktif dengan baik sesuai dengan kebutuhan sesuai dengan karakter modul yang memberi kebebasan dalam memilih materi dan mengoperasikannya.Kata Kunci: prestasi belajar, modul

pembelajaran interaktif

Latar belakang 1. Sarana dan prasarana kurang memadai 2. Input siswa yang beragam 3. Sekolah tidak mempunyai modul kelistrikn yang menarik dan yang mudah dimengerti siswa Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah upaya meningkatkan prestasi belajar kompetensi sistem penerangan siswa kelas XI TKR 5 SMK Negeri 6 Malang dengan menggunakan modul interaktif?

2. Seperti apakah modul yang mampu meningkatkan prestasi belajar siswa kelas XI TKR 5 SMK Negeri 6 Malang?

Tujuan Penelitian1. Untuk mendiskripsikan penerapan

modul interaktif yang dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas XI TKR 5 SMK Negeri 6 Malang kompetensi sistem penerangan

2. Mendiskripsikan CD modul interaktif yang mampu meningkatkan prestasi belajar kompetensi sistem penerangan siswa kelas XI TKR 5 SMK Negeri 6 Malang

Landasan Teori6. Pretasi belajar adalah suatu

gambaran dari penguasaan kemampuan siswa sebagaimana telah ditetapkan untuk suatu pelajaran tertentu .

7. Modul pembelajaran adalah kegiatan program belajar-mengajar yg dapat dipelajari oleh murid dengan bantuan dari guru pembimbing dengan menggunakan komputer atau media lain yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi siswa.

Metode Penelitian Penelitian yang akan dilakukan ini

termasuk jenis penelitian tindakan kelas (Classroom Action Reaserch), karena problem yang diangkat untuk dipecahkan melalui PTK berangkat dari persoalan proses pembelajaran sehari-hari yang dihadapi oleh guru, tentunya dengan tujuan untuk memperbaiki proses belajar mengajar di kelas dengan cara menngunakan yang metode berbeda. Perlakuan tindakan alternatif yang dicobakan adalah dengan menggunakan modul interaktif sebagai media pembelajaranya. Penggunaan modul ini diharapkan dapat meningkatkan layanan profesionalisme

96

Page 97: Artikel Jurnal Aksata 1

guru sekaligus meningkatkan kompetensi dengan menggunakan 3 siklus.

Pembahasan1. Tempat dan Lama Penelitian a. Tempat : SMKN 6 Malang kelas XI TKR 2 (32 Siswa) b. Lama Penelitian : 6 bulan (Juli 2013 – Desember 2013)2. Hasil a. Siklus 1 (Juli - Agustus 2013) : 12 anak dari 32 sudah mencapai KKM (7,65) b. Siklus 2 (September – Oktober 2013) : 25 anak dari 39 sudah mencapai KKM (7,65) c. Siklus 3 (Nopember – Desember 2013) : 32 anak mencapai KKM (7,65)

Kesimpulan1. Penerapan modul interaktif dapat

meningkatkan prestasi belajar siswa kelas XI TKR 5 SMKN 6 Malang kompetensi sistem penerangan.

2. CD modul interaktif dengan program Livewire terbukti mampu meningkatkan prestasi belajar kompetensi sistem penerangan siswa kelas XI TKR 5 SMK Negeri 6 Malang

Saran 1. Guru Produktif Membuat media pembelajaran interaktif lainnya pada pembelajaran kelistrikan otomotif sehingga siswa tidak bosan dan bisa meningkatkan kompetensinya 2. Bagi Sekolah / Dinas Pendidikan Memfasilitasi guru yang bisa membuat media pembelajaran yang inovatif dan interaktif

Oleh :M. SujatmikoNIP. 19620123 198301 1 001Guru TKR SMKN 6 Malang

Mata pelajaran Dasar Elektronika merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai siswa dalam menyelesaikan pembelajaran di Sekolah Menengah Kejuruan Jurusan Ototronik.

Dasar elektronika adalah mata pelajaran yang sangat penting pada kendaraan (mobil), karena saat ini semua kendaraan sudah menggunakan tehnologi elektronik dalam mengendalikan sistemnya. Untuk menguasai kompetensi ini diperlukan pemahaman yang mendalam. Namun pada kenyataannya siswa dikelas Ototronik X Oto1 secara umum masih banyak mengalami permasalahan dalam proses pembelajaran, misalnya kurangnya disiplin dan juga kurangnya fokus(Sumber: Studi pendahuluan Januari 2012). Oleh karena itu dalam penyampaian materi baik secara teoritis ataupun praktikum seorang guru harus benar-benar berusaha sedapat mungkin menarik simpati siswa yang akhirnya siswa merasa nyaman dan termotifasi dalam belajarnya. Guru

97

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PAIKEM UNTUK MENINGKATKAN DISIPLIN SISWA PADA MATA PELAJARAN

DASAR ELEKTRONIKA (Studi pada siswa kelas X jurusan Ototronik di S

Page 98: Artikel Jurnal Aksata 1

merupakan orang yang paling akrab dengan kelasnya dan biasanya interaksi yang terjadi antara guru-siswa berlangsung secara unik. Keterlibatan guru dalam berbagai kegiatan kreatif dan inovatif yang bersifat pengembangan mempersyaratkan guru untuk mampu melakukan PTK di kelasnya. Guru pun mempunyai hak otonomi untuk menilai sendiri kinerjanya. Metode paling utama adalah merefleksikan diri dengan tetap mengikuti kaidah-kaidah penelitian yang sudah baku. Dalam menyampaikan materi Dasar Elektronik

tidak cukup dilakukan dengan teori saja namun penguasaan kompetensi ini dapat dicapai dengan kegiatan praktikum. Oleh karena itu siswa wajib diberikan kesempatan untuk melakukan kegiatan nyata yang melibatkan indra dan fikirannya. Sesuatu yang diperoleh siswa melalui kegiatan bekerja, mencari dan menemukan sendiri tidak akan mudah dilupakan. Hal ini akan tertanam dalam hati sanubari dan fikiran siswa. (Direktorat tenaga kependidikan Direktorat jenderal Peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan Kementerian pendidikan nasional, 2010 : 4)

Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang mereka pelajari bukan mengetahuinya, oleh karena itu para pendidik telah berjuang dengan segala cara dengan mencoba untuk membuat apa yang dipelajari siswa disekolah agar dapat dipergunakan dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Salah satu prinsip paling penting dari psikologi pendidikan adalah guru tidak boleh semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun pengetahuan di dalam benaknya sendiri. Guru dapat membantu

proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan ide-ide, dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan sendiri ide-ide, dan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri dalam belajar. Guru dapat memberikan kepada siswa tangga yang dapat membantu mereka mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi, tetapi harus di upayakan sendiri siswa yang memanjat tangga itu.

Siswa yang melakukan kegiatan praktikum perlu menggunakan pedoman kerja yang dapat berupa job sheet agar dapat bekerja secara sistematis. Berdasarkan uraian di atas maka penulis merasa perlu melaksanakan kegiatan penelitian tindakan kelas dengan mengambil judul Penerapan Model Pembelajaran PAIKEM Untuk Meningkatkan disiplin siswa Pada Mata Pelajaran Dasar Elektronika (Studi pada kelas X Semester II Teknik Ototronik Di SMK Negeri 6 Malang Tahun Pelajaran 2011/2012. Adapun alasan yang mendasari pengambilan judul di atas adalah :

SMK Peneliti sangat tertarik dengan permasalahan ini karena peneliti berasumsi disiplin sangat berpengaruh terhadap keberhasilan suatu praktikum dan keberhasilan praktikum dipengaruhi faktor yang lain, salah satunya adalah penguasaan kompetensi dalam job sheet. Pentingnya masalah ini diteliti karena peneliti berharap hasilnya dapat memberikan peningkatan hasil belajar siswa dan sebagai masukan pada guru yang lain akan pentingnya penelitian pada kompetensi-kompetensi yang lain.Berdasarkan judul diatas maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana penerapan model

pembelajaran PAIKEM untuk meningkatkan disiplin siswa pada mata pelajaran Dasar elektronika di kelas X Ototronik pada SMK Negeri 6 Malang?

98

Page 99: Artikel Jurnal Aksata 1

2. Apakah model pembelajaran PAIKEM dapat meningkatkan disiplin siswa pada mata pelajaran Dasar elektronika di kelas X Ototronik Pada SMK Negeri 6 Malang.

Penelitian Tindakan Kelas ini dibuat dengan manfaat sebagai berikut :

1. Bagi sekolaha. Membantu sekolah memperbaiki

mutu pembelajaran.b. Membantu sekolah memperbaiki

kinerja gurunya.

2. Bagi siswaUntuk memperbaiki kualitas. Menciptakan suasana belajar dengan Pembelajaran Aktif, Inspiratif/Interaktif/Inovatif, Kritis /Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Sehingga siswa diharapkan mampu menguasai kompetensi dengan lebih mendalam. Meningkatkan kualitas belajar dengan ditandai dengan hasil belajar yang baik. Dengan Penelitian Tindakan Kelas, guru akan menemukan metode baru dalam mengajar dan mendidik siswanya untuk meningkatkan hasil belajar.

Penelitian ini bertempat di kelas X Ototrnika 1, Jurusan Ototronika SMK Negeri 6 Malang. Yang terdiri dari 23 orang siswa.Jumlah variable yang diamati adalah; Model pembelajaran PAIKEM dan Kedisiplinan Siswa pada Mata Pelajaran Dasar Elektronika di kelas X Ototronika 1, jurusan Ototronika SMK Negeri 6 Malang.

Data dari hasil penelitian ini membuktikan bahwa dari kondisi awal ke kondisi akhir dapat diambil kesimpulan bahwa, terdapat keaktifan siswa dalam proses pembelajaran Pendidikan Dasar Elektronika dari 10 siswayang aktif menjadi 27 siswa yang kembali aktif atau dari 31 % manjadi 84 %.

Oleh :DulariNIP. 19670505 199103 1 018Guru SMAN 1 Malang

ABSTRAKKata – Kata Kunci: Hasil Belajar, Dinamika Gerak, Pembelajaran Interaktif Kooperatif

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah pembelajaran interaktif melalui strategi kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar fisika peserta didik kelas X-8 SMA Negeri 1 Malang. Sedangkan data dikumpulkan berupa: 1) post tes; 2) Nilai tugas yang berupa jawaban siswa usai megerjakan LKS; 3) hasil pengamatan sikap peserta didik dalam kegiatan diskusi dan kerja kelompok. Untuk mengatasi masalah yang dihadapi peserta didik, diadakan tindakan-tindakan untuk perbaikan. Dengan demikian peneitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Selanjutnya data yang diperoleh diolah dengan menggunakan analisis kuantitatif sederhana.

Hasil penelitian sebagaiberikut : secara klasikal diperoleh nilai rata-rata dari post tes 1 dan penilaian menjawab pertanyaan dalam lembar kerja siswa LKS; belum memenuhi kriteria keberhasilan yaitu rata-rata kelas 7,38 dan sebanyak 51,35% siswa masih mempunyai nilai di Sedangkan siklus 2 nilai rata-rata dari post tes 2 dan penilaian menjawab pertanyaan dalam lembar kerja siswa( LKS) sudah mengalami peningkatan dan memenuhi kriteria keberhasilan yaitu rata-rata kelas 8,03 dan 81.08% siswa dinyatakan tuntas, 18,92%

99

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR FISIKA KONSEP DINAMIKA GERAK MELALUI PEMBELAJARAN INTERAKTIF KOOPERATIF

SISWA KELAS X-8 SMA NEGERI 1 MALANG

Page 100: Artikel Jurnal Aksata 1

siswa masih mempunyai nilai di bawah 7,5. Demikian pula nilai sikap peserta didik meningkat, yaitu nilai rata-ratanya 8,45 sehingga seluruh pesera didik tergolong tuntas atau memenuhi kriteria keberhasilan dalam proses pembelajaran pada siklus II ini.

PENDAHULUAN Peserta didik memiliki satu

dimensi penting dalam pembelajaran yaitu peran atau partisipasi mereka dalam proses pembelajaran. Partisipasi peserta didik akan meningkat jika proses belajar diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup tinggi bagi prakarsa dan kreativitas sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik ( PP. Nomor 19 tahun 2005).

Pemilihan pembelajaran berorientasi pada aktivitas peserta didik karena (1) asumsi filosofi tentang pendidikan bahwa pendidikan adalah usaha sadar mengembangkan manusia menuju kedewasaan sosial, intelektual dan kedewasaan moral.(2) asumsi bahwa peserta didik adalah subyek pendidikan artinya peserta didik berada dalam tahap perkembangan, kemampuannya berbeda, insan yang aktif, kreatif, dinamis dan memiliki motivasi untuk memenuhi kebutuhaannya. (3). asumsi yang berkaitan dengan proses pembelajaran bahwa pembelajaran perlu direncanakan agar terjadi interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya yang diatur oleh pendidik, pembelajaran berlangsung aktif apabila dilakukan dengan metode dan teknik yang tepat dan berlangsung secara optimal (Sanjaya.W, 2006: 136).

Walaupun model-model pembelajaran sudah banyak diterapkan kenyataan menunjukkan bahwa hasil belajar khususnya kelas X-8 peserta didik SMA Negeri 1 Malang

masih banyak yang memperoleh nilai dibawah kriteria ketuntasan belajar yaitu 75. Rendahnya hasil belajar ini diduga karena belum dilibatkan secara aktif partisipasi peserta didik dalam pembelajaran. Peserta didik tidak dibiasakan untuk mengkonstruksi pengetahuannya baik yang telah didapat sebelumnya maupun interaksi baru dengan lingkungannya sehingga konsep-konsep dan prinsip-prinsip fisika lepas dari pemahaman mereka.

Peningkatan mengkonstruksi dan menguasai konsep fisika bertujuan agar peserta didik mendapatkan pengalaman belajar, memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip fisika yang baru. Upaya peningkatan konsep tersebut dapat dilaksanakan melalui pendekatan pembelajaran interaktif dengan strategi kooperatif. Salah satu proses pembelajaran ini adalah pembelajaran Teks Konseptual dan Animasi sederhana (TK ANA) yang relevan sebagai media dan sumber belajar dalam pembelajaran fisika. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dimana peserta didik bekerja berpasangan dan bergantian secara lisan mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang dipelajari ( Dansereau Cs 1985). Demon dan Phelps (1989) berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif adalah strategi dimana peserta didik dikelompokkan dalam kelompok heterogen seorang peserta didik berkemampuan tinggi, seorang yang lain berkemampuan rendah dan dua orang yang lain berkemampuan rata-rata. Empat unsur penting dalam strategi pembelajaran kooperatif, yaitu (1) adanya peserta didik dalam kelompok; (2) adanya aturan kelompok; (3) adanya upaya belajar setiap anggota kelompok; dan (4) ada tujuan yang harus dicapai. (Sanjaya.W, 2006: 241).

Rumusan masalah yang akan dipecahkan dalam penelitian ini adalah apakah pembelajaran interaktif melalui strategi kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar fisika peserta didik kelas X-8 di SMA Negeri 1 Malang. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui apakah pembelajaran interaktif melalui strategi kooperatif dapat meningkatkan hasil

100

Page 101: Artikel Jurnal Aksata 1

belajar fisika peserta didik kelas X-8 di SMA Negeri 1 Malang.

Metode PenelitianPenelitian ini merupakan penelitian

deskriptif kualitatif dalam bentuk tindakan kelas( action research). Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Malang dengan subjek penelitian peserta didik kelas X-8 tahun pelajaran 2010-2011, yang berjumlah 37 peserta didik. Waktu pelaksanaan penelitian pada tanggal 5 Nopember sampai dengan 25 Nopember 2010.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut (1) post tes, (2) penugasan berupa penilaian hasil mengerjakan LKS; keduanya digunakan untuk mengukur kemampuan kognitif peserta didik, (3) penilaian sikap peserta didik; (4) catatan lapangan; digunakan untuk memperoleh data observasi selama proses pembelajaran berlangsung.

Data yang diperlukan pada penelitian ini adalah data skor tes yang diperoleh dari hasil pos-tes siswa kelas X-8, menilai hasil kerja peserta didik mengerjakan LKS dan memberi skor pada tiap-tiap indikator pada lembar penilaian sikap peserta didik. Penilaian atau skor sikap diberi bobot sesuai urutan baik sekali (5), baik (4), cukup (3), kurang (2), dan kurang sekali (1).

Tehnik analisis data secara kuantitatif digunakan untuk menganalisis hasil post tes dan penugasan mengerjakan LKS sehingga dapat mengukur kemampuan kognitif. Penilaian post tes dan penugasan mengerjakan LKS ini merupakan sumber data untuk mengetahui hasil belajar peserta didik.Tehnik analisis data secara kuantitatif digunakan juga untuk menganalisis nilai sikap atau afektif dalam proses pembelajaran. Nilai sikap menggunakan skala 1 – 10 (Arikunto, 2005). Nilai sikap atau afektif peserta didik diperoleh dengan cara mengubah skor yang diperolehan peserta didik menjadi nilai dengan formulasi: Nilai Sikap = ∑ skor perolehan siswa

∑ skor maksimalx 10

(Sumber: Adaptasi dari Arikunto, 2005:236)

Nilai kognitif peserta didik merupakan nilai akhir rata-rata dari nilai post tes dan nilai penugasan yang mempunyai bobot penilaian masing-masing 50% (Dulari, 2010). Hasil belajar dikatakan meningkat bila peserta didik telah menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar dari siklus tindakan pertama sampai yang kedua.

Hasil dan pembahasan Siklus I Berdasarkan hasil observasi,

catatan lapangan dan hasil evaluasi diperoleh data pada siklus I belum memenuhi harapan peneliti, karena secara klasikal peserta didik memperoleh nilai rata-rata post tes 1 dan penilaian penugasan yaitu menjawab pertanyaan dalam lembar kerja (LKS) banyak yang belum tuntas dan belum memenuhi kriteria, nilai rata-rata kelas 7,38 dan sebanyak 51,35% peserta didik masih mempunyai nilai di bawah 7,5. Hasil observasi ini juga tampak bahwa nilai sikap atau afektif peserta didik masih rendah, nilai rata-ratanya 7,80. Secara keseluruhan prosentase hasil belajar peserta didik 48,65% dapat digolongkan tuntas dan memenuhi kriteria keberhasilan. Berdasarkan fakta ini, maka hasil belajar kelas X-8 siklus pertama(I) belum memenuhi kriteria keberhasilan. Untuk itu diperlukan tindakan selanjutnya pada siklus II dengan beberapa rencana perbaikan.

Refleksi Siklus I Hasil observasi dan evaluasi, beberapa catatan penting selama siklus I berlangsung antara lain

(1) Masih banyak peserta didik atau kelompok-kelompok peserta didik mengamati animasi melampau waktu yang telah ditentukan, mengalami kesulitan membedakan antara animasi yang satu dengan animasi yang lain untuk menangkap konsep yang dimaksud dalam teks.,

(2) Motivasi peserta didik terhadap strategi pembelajaran ini masih

101

Page 102: Artikel Jurnal Aksata 1

kurang diduga karena belum terbiasa,

(3) Beberapa peserta didik yang berkemampuan tinggi egois dan tidak menularkan pendapatnya pada anggota kelompoknya, sedang yang berkemampuan rendah malu untuk mendiskusikan hasilnya pada anggota lain.

(4) Pada tahapan ini penggunaan waktu secara keseluruhan belum efektif.

(5) Sebagian peserta didik ada yang mengeluh pada saat membaca dan mengamati animasi mereka merasa tidak mudah memahami bacaan/ teks dan merasa sulit mengartikan animasi dalam waktu yang terbatas.

Hasil dan Pengamatan Siklus IIBerdasarkan hasil observasi,

catatan lapangan dan evaluasi pada siklus II ada peningkatan hasil belajar, karena secara klasikal nilai rata-rata dari post tes 2 dan penilaian penugasan menjawab pertanyaan dalam lembar kerja (LKS) memenuhi kriteria keberhasilan dengan nilai rata-rata kelas 7,95 dan 81.08% peserta didik dinyatakan tuntas sedangkan sebanyak 18,92% peserta didik masih mempunyai nilai di bawah 7,5. Tampak pula bahwa nilai sikap peserta didik meningkat, yaitu nilai rata-ratanya mencapai 8,46. Secara keseluruhan prosentase nilai akhir peserta didik 81,08% tergolong tuntas atau memenuhi kriteria keberhasilan. Refleksi Siklus II

Sesuai hasil observasi dan evaluasi, beberapa catatan penting selama siklus II sebagai berikut:

1) Peserta didik mengalami peningkatan hasil belajar yaitu mencapai kriteria ketuntasan dan keberhasilan. Hal ini dibuktikan dari hasil post tes dan penilaian penugasan yang meningkat.

2) Kemampuan peserta didik melakukan kegiatan pembelajaran interaktif dengan strategi kooperatif telah memenuhi kriteria keberhasilan

Pembahasan

Hasil belajar peserta didik pada siklus I belum memenuhi kriteria keberhasilan. Kemampuan peserta didik dalam melaksanakan pembelajaran interaktif dengan strategi kooperatif belum mengalami peningkatan. Rendahnya hasil belajar peserta didik pada siklus I disebabkan belum terbiasa melakukan proses pembelajaran ini, sehingga tampak mengalami kesulitan. Namun proses pembelajaran pada siklus I sudah mencerminkan filosofi mengkonstruksi sebuah konsep dengan benar, sehingga pembelajaran menjadi bermakna. Pada siklus ini pula ditemukan peserta didik tertentu yang mendominasi proses pembelajaran di kelas dan beberapa yang lain masih perlu penyesuaian.

Siklus II penelitian ini, peserta didik mengalami peningkatan hasil belajar, baik post tes maupun penilaian penugasan menjawab pertanyaan di lembar kerja peserta didik( LKS). Penilaian sikap juga mengalami peningkatan, catatan lapangan menunjukkan aktifitas peserta didik dalam pembelajran meningkat. Ini berarti kegiatan pembelajaran interaktif melalui strategi kooperatif cocok untuk diterapkan pada peserta didik dikelas X-8. Proses pembelajaran ini membuat peserta didik mudah memahami konsep fisika dan dapat mengingat konsep lebih baik melalui pengaruh elemen verbal dan visual.

Kesimpulan dan saranBerdasarkan pembahasan yang

telah diuraikan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:Hasil belajar fisika pesera didik kelas X-8 SMA Negeri 1 Malang meningkat ketika menerapkan pembelajaran interaktif strategi kooperatif teks konseptual dan animasi sederhana (TK ANA).

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut:1. Penggunaan pembelajaran interaktif

dengan strategi kooperatif TK ANA dapat meningkatkan hasil belajar, aktifitas peserta didik dalam pembelajaran meningkat maka

102

Page 103: Artikel Jurnal Aksata 1

disarankan strategi pembelajaran ini dapat dicoba dan diterapkan pada sekolah dan bidang studi yang lain.

2. Penggunaan TK ANA dalam pembelajaran membuat pengalaman belajar peserta didik bervariasi, namun pembelajaran ini disarankan tidak diterapkan secara terus menerus dalam pembelajaran, agar tidak menimbulkan kebosanan pada diri peserta didik.

DAFTAR PUSTAKAArikunto, S. 2005. Dasar-Dasar Evaluasi

Pendidikan. Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara

Arifin, 2010 Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Edisi 1.Yogyakarta: Intan pariwara

Damon.A.L & Phelps.E,1989. Critical Distictions Among Three Approaches to Peer Education. International Journal Of Education Research 13:9-19

Depdikbud. 1999. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Depdiknas, Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pendidikan Menengah Umum, Jakarta

Nursisto. 2002. Peningkatan Prestasi Sekolah Menengah. Penerbit Insan Cendekia.

Sunardi, 2007. Fisika Bilingual untuk SMA Kelas X Semester 1 dan 2,Bandung: Yrama Widya

Sanjaya.W, 2006. Strategi Pembelajaran, Jakarta: Kencana Predana Media Group

Zaini, Munthe, dan Aryani. 2004. Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: CTSD.

Oleh :Agnes Yuni PujiastutiNIP. 197306052005012015Guru SMAN 1 Malang

ABSTRAK: Penelitian ini dilakukan dengan alasan bahwa masih rendahnya kemampuan siswa dalam memahami materi fisika khususnya dalam mengaitkan antara konsep satu dengan konsep lain yang kemudian dihubungkan dengan matematika. Pelaksanaan selama proses pembelajaran menggunakan metode strategi metakognitif dengan bantuan kartu asistensipada pokok bahasan momentum dan impuls dalam dua siklus. Hasil penelitian ini menunjukkan peningkatan pada siklus kedua, baik dalam keterlaksanaan proses pembelajaran oleh guru maupun oleh siswa, kemampuan siswa dalam penulisan kartu asistensi dan peningkatan prestasi belajar.

Kata Kunci: prestasi belajar kognitif, kartu asistensi, dan metakognitif.

PENDAHULUANSiswa sering mengalami kesulitan

dalam memahami konsep fisika. Hal tersebut terbukti ketika peneliti berdialog dengan tiga siswa kelas XII di SMA Negeri 1 Malang yang menyatakan bahwa kesulitannya ketika mengaitkan satu konsep ke konsep lain dalam mempelajari fisika dan peneliti mengamati hasil ulangan

103

MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR FISIKA MELALUI STRATEGI METAKOGNITIF DENGAN BANTUAN

KARTU ASISTENSI PADA SISWA KELAS XI IPA-5 DI SMA NEGERI 1 MALANG

Page 104: Artikel Jurnal Aksata 1

harian fisika siswa masih di bawah 78 yang merupakan batas minimal dari KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Jumlah siswa yang memperoleh nilai di bawah 78 adalah 26 dari 36 siswa di kelas tersebut. Beban tersebut bertambah ketika para guru dan siswa kelas XII menghadapi Ujian Nasional, sehingga guru cenderung memberlakukan pembelajaran text book oriented, agar para siswa dapat mengerjakan soal-soal pada Ujian Nasional (UN). Rendahnya pengetahuan siswa mungkin terkait dengan kecenderungan

menggunakan hafalan sebagai wahana untuk mempelajari ilmu pengetahuan bukan kecakapan berpikir.

Menurut Liliasari (2000) kecakapan berpikir pembelajaran harus diaktifkan karena merupakan strategi kognitif yang selalu berkembang dan dapat dipelajari, sehingga dapat membantu siswa memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Hasil penelitian Widyasari (2007) menjelaskan bahwa siswa yang memiliki kemampuan berpikir kreatif rendah dapat ditingkatkan dengan pembelajaran yang inovatif, yaitu dengan memanfaatkan media-media pembelajaran.

Pada penelitian ini, strategi metakognitif dengan menggunakan bantuan kartu asistensi. Kartu asistensi yang dimaksud adalah kartu penghubung antara siswa dan guru guna mengetahui kegiatan siswa selama proses pembelajaran fisika pada topik Momentun dan Impuls. Strategi tersebut dapat membantu siswa dalam mempelajari bagaimana gejala-gejala tersebut terjadi dan kemudian dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Melalui strategi metakognitif dengan bantuan kartu asistensi, siswa dapat membawa ke arah peningkatan hasil belajar siswa secara nyata.

Fokus permasalahan yang dicari jawabannya melalui penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut“Bagaimanakah melalui strategi metakognitif dengan bantuan kartu asistensi dapat meningkatkan prestasi belajar fisika pokok bahasan momentum dan impuls pada siswa kelas XI IPA-5 di SMA Negeri I Malang?”

METODE PENELITIANPenelitian dilaksanakan di SMAN 1

Malang, Jl. Tugu Utara No. 1 Malang mulai tanggal 22 Juli 2013 sampai dengan 22 Agustus 2013. Subjek penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA-5 SMA Negeri 1 Malang. Jumlah siswa 35 dengan rincian 15 siswa laki-laki dan 20 siswa perempuan.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif yakni mealui penelitian tindakan. Data dan sumber data penelitian ini adalah: 1) data hasil validasi terhadap instrument penelitian; 2) hasil tes kognitif siswa pre-test sebelum tindakan dan post-test dilaksanakan setelah tindakan untuk tiap siklus; 3) hasil angket respon siswa; 4) hasil observasi terhadap aktivitas guru untuk mengetahui respon siswa secara tulis, sumber datanya adalah observer. Sedangkan sumber data adalah 2 orang validator.

Instrumen penelitian yang digunakan dalam setiap variabel penelitian dapat diuraikan sebagai berikut: 1) data hasil validasi terhadap instrumen penelitian; 2)data hasil tes kognitif siswa; 3) data hasil observasi siswa dan guru; 4) data angket respon siswa; 5) kartu asistensi.

Penelitian terdiri dari dua tahapan yaitu studi pendahuluan dan tahap pelaksanaan. Adapun studi pendahuluan dilaksanakan sebelum melaksanakan penelitian yang meliputi: (a) mendeskripsikan informasi tentang pembelajaran fisika, (b) mendeskripsikan informasi tentang kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah fisika, (c) melakukan obsevasi di kelas untuk mengetahui sejauh mana kemampuan koginitif siswa dalam menyelesaikan

104

Page 105: Artikel Jurnal Aksata 1

masalah fisika, (d) menganalisa dan merumuskan permasalahan, dan (e) menentukan strategi yang tepat dalam menyelesaikan masalah. Sedangkang tahap pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini terdiri dari 2 siklus, dimana tiap siklus meliputi:1) perencanaan (planning); 2) Tindakan (action); 3) Pengamatan (observation); dan 4) refleksi (reflection).

Setiap siklus pada tahapan pembelajaran meliputi lima bagian, yaitu:1) tahap mendefinisikan atau merumuskan masalah (serta menyusun hipotesis) dan mengajukan pertanyaan yang relevan, 2) tahap merencanakan kegiatan/percobaan, 3) tahap melakukan percobaan, 4) tahap pengamatan fenomena, 5) mengumpulkan, menganalisa, menginterpretasi data, dan menyimpulkan. Pada tahap kelima, siswa menganalisa hasil temuan dari eksperimen dengan hasil temuan yang ditulis pada kartu asistensi.

HASIL PENGAMATAN DAN

PEMBAHASAN

1. Siklus Pertama

Perumusan masalah dilakukan dengan kegiatan memberikan ilustrasi berupa tayangan video tentang berbagai fenomena momentum dan impuls dalam kehidupan sehari-hari. Siswa menentukan rumusan masalah dan hipotesis yang relevan dengan rumusan masalah dan tujuan pembelajaran. Rumusan masalah yang ditetapkan bersama untuk menjadi masalah kelas yaitu “Apakah massa dan kecepatan mempengauhi besarnya momentum?”. Dan selanjutnya siswa menuliskan rumusan masalah serta hipotesis yang sudah disepakati pada Lembar Kegiatan Siswa (LKS) masing-masing.

Keterlaksanaan pembelajaran oleh guru mencapai 93% dan oleh siswa mencapai 87%. Hal ini terjadi karena siswa belum terbiasa dengan metode pembelajaran melalui strategi metakognitif dengan bantuan kartu asistensi dan keterbatasan waktu.

Hasil belajar kognitif adalah hasil dari tes kognitif dalam bentuk pilihan ganda yang berjumlah 20 soal dengan pada ranah C1 sampai C5. Tes hasil belajar dilaksanakan diakhir pembelajaran. Dari data didapat nilai rata-rata 77,9 dengan nilai tertinggi 90 dan nilai terendah 60. Siswa yang mendapatkan nilai ≥ 78 dan dikatakan tuntas secara individu berjumlah 22 siswa, sehingga persentase ketuntasan belajar klasikal dari tes kognitif akhir siklus I adalah sebesar 63%. Kelas dikatakan tuntas apabila apabila tingkat ketuntasannya klasikal mencapai ≥ 85%. Bersadarkan data hasil tes kognitif bahwa tingkat ketuntasan klasikal belum memenuhi kriteria ketuntasan. sehingga pelaksanaan tindakan dengan pembelajaran melalui strategi metakognitif dengan bantuan kartu asistensi perlu dilanjutkan pada siklus II.

Kemampuan siswa dalam menulis di kartu asistensi selama kegiatan pembelajaran untuk pokok bahasan momentum dan impuls dalam kategori cukup dengan persentase 57,1%. Hal ini disebabkan siswa belum terbiasa membuat tulisan/catatan selama kegiatan pembelajaran yang dilakukan siswa secara mandiri. Hasil dari pemantauan kartu asistensi yang direkap dan kemudian dibandingkan dengan siklus II.

2. Siklus Kedua

Proses pembelajaran pada siklus kedua, siswa diberi lembar peniliaian diri (self-assessment) bertujuan agar tujuan pemebelajaran yang diharapkan tercapai maksimal yang nilainya belum tuntas melakukan. Pelaksanaan pembalajaran pada siklus kedua dengan rumusan masalah “Apa syarat suatu sistim memiliki momentum yang bersifat kekal?”

Persentase keterlaksanaan kegiatan pembelajaran yang dicapai pada sikuls II adalah 99,3% dan oleh siswa mencapai 96,7%. Berdasarkan lembar observasi siswa dalam metode pembelajaran telah dilaksanakan, menunjukkan bahwa semua tahapan tersebut telah terlaksana walaupun

105

Page 106: Artikel Jurnal Aksata 1

belum keseluruhan baik. Hal itu disebabkan siswa mengalami kesulitan dalam menganalisa data dari hasil percobaan yang dipadukan hasil pengamatan di kartu asistensi.

Hasil tes hasil belajar kognitif siklus II tersebut dapat diketahui bahwa nilai rata-rata kelas 81,6, nilai siswa tertinggi 90, dan nilai siswa terendah 70. Persentase ketuntasan klasikal adalah 85,7%, terdapat 30 anak yang tuntas dan nilainya diatas KKM, dan 5 anak belum tuntas atau nilainya masih kurang dari KKM. Tetapi secara umum jika dianalisa, terdapat peningkatan nilai untuk masing-masing anak yang nilainya masih dibawah KKM.

Persentase ketuntasan meningkat sebesar 22,7% (dari 63,0% menjadi 85,7%). Sedangkan nilai rata-rata kelas meningkat sebesar 3,7% (dari 77,90 menjadi 81,60). Peningkatan hasil belajar kognitif pada siklus II terjadi karena guru memberikan lembar penilaian diri (self-assessment) bagi siswa yang memiliki kategori low dari hasil tes kognitif siklus I.

Kartu asistensi siswa pada siklus II untuk topik hukum kekekalan momentum setelah dilakukan penilaian oleh guru dalam kategori baik dengan persentase 60,0%. Peningkatan penilian kategori kartu asistensi tersebut berdampak pada peningkatan prestasi belajar fisika yaitu meningkatnya nilai tes kognitif II. Peningkatan hasil belajar kognitif maupun kategori penilian kartu asistensi pada siklus II memberikan gambaran bahwa ada keterlibatan siswa secara aktif dan memperoleh pengalaman belajar secara langsung melalui strategi metakognitif dengan bantuan kartu asistensi .

Meningkatnya prestasi hasil belajar siswa di siklus kedua menunjukkan bahwa adanya perubahan tingkah laku subjek yang meliputi kemampuan kognitif dalam situasi tertentu berkat pengalaman yang berulang-ulang (Hamalik, 1995). Perubahan tingkah laku yang dialami siswa selama proses pembelajaran meliputi tiga hal, yaitu: 1) Kemampuan kognitif yang meliputi pengetahuan dan pemahaman

yang mencakup kemampuan berpikir dan akademik; 2) Kemampuan sensorik motorik yang meliputi keterampilan melakukan gerak-gerik badan dalam urutan tertentu; dan 3) Kemampuan afektif meliputi sikap dan nilai yang menyertai perilaku dan tindakan.

Proses pembelajaran untuk topik momentum dan impuls dengan melatihkan strategi metakonitif (Nur, dkk, 1998), siswa mampu menjadi pebelajar yang mandiri, siswa dapat menumbuhkan sikap jujur dan berani mengakui kesalahan, akhirnya membawa kearah peningkatan hasil belajar mereka secara nyata. Selain itu siswa mampu melibatkan pengetahuan dan kesadarannya tentang aktivitas kognitifnya sendiri atau segala sesuatu yang berhubungan dengan segala aktivitas kognitifnya yang meliputi pengetahuan deklaratif, prosedural dan kondisional. Sedangkan aktivitas kognitif siswa berkaitan perencanaan, prediksi, monitoring dan mengevaluasi penyelesaian suatu tugas tertentu (Brown & DeLoache, 1978). Pendekatan yang dilakukan pada proses pembelajaran fisika dengan strategi metakognitif dapat melatih keterampilan metakognitif siswa. Apabila upaya pemberdayaan keterampilan kognitif terus-menerus dilakukan maka apa yang menjadi cita-cita dan harapan kita terhadap siswa untuk mnghadapi abad 21 dapat tercapai.

KESIMPULAN

Berdasarkan paparan data dan pembahasan, kesimpulan penelitian ini adalah sebagai berikut. Pembelajaran melalui strategi metakognitif dengan bantuan kartu asistensi dapat meningkatkan hasil belajar kognitif fisika pokok bahasan momentum dan impuls siswa kelas XI IPA-5 di SMA Negeri 1 Malang Tahun Pelajaran 2013/2014. Hal ini dapat dilihat pada peningkatan nilai rata-rata siklus I sebesar 75,9 menjadi 81,6 pada siklus II. SARAN

1. Pembelajaran melalui strategi metakognitif dengan bantuan kartu

106

Page 107: Artikel Jurnal Aksata 1

asistensi dapat digunakan sebagai alternatif metode pembelajaran

2. Pengelolaan waktu supaya lebih diperhatikan dan direncanakan lebih matang oleh guru .

3. Metode pembelajaran tersebut dapat digunakan sebagai acuan untuk penerapan pada materi lain dan untuk mengukur tingkat kemampuan dan hasil belajar yang lain (afektif dan psikomotorik) siswa.

4. Dilaksanakan dengan baik oleh siswa apabila di dalam kelompok kecil.

DAFTAR RUJUKAN

Brown, A.L dan Deloache, J.S. 1978. Skill, Plans, and Self-regulation In R.S. Siegel (ed), Childrens Thinking: What develops. Hillsdele, N.J. Erlbaum.

Hamalik, O. 1995. Media Pendidikan.

Bandung: Citra Aditya Bakti

Liliasari, J. 2000. Model Pembelajaran untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Konseptual Tingkat Tinggi Calon Guru IPA. Prosiding Seminar National 23 Febuari 2000. Malang: Dirjen Dikti Depdiknas-JICAIMSTEP. Hal 135-140.

Nur,M., Wiskandri, P.R., & Sugiarto, B. 1998. Teori PembelajaranKognitif. Surabaya: IKIP Surabaya.

Widyasari. 2007. Pengaruh Media Pembelajaran dan Kemampuan Berpikir Kreatif Peserta Didik Terhaap Hasil Belajar IPA Terpadu. Jurnal Teknologi Pendidikan Vol 9 N0 3 2007.

Oleh :Sri WatiNIP. 19630816 198501 2 002Guru Matematika SMKN 10 Malang

PendahuluanBanyaknya keluhan dari berbagai

pihak, terutama dari orang tua siswa dan guru, tentang rendahnya minat siswa terhadap pelajaran matematika, dan berakibat pada rendahnya penguasaan siswa atas materi pelajaran matematika yang dipelajarinya, tentu patut dicarikan jalan keluarnya. Apalagi bila hal ini berkaitan dengan sikap siswa terhadap pelajaran matematika, yang mau tak mau wajib diikutinya, baik suka ataupun tidak.

Dengan minat yang rendah, sulit memang untuk mendapatkan angka prestasi belajar yang optimal. Rentetan dari rendahnya minat pada pelajaran matematika, akan diikuti dengan rendahnya penguasaan materi, dan timbulnya sikap tidak percaya kepada kemampuan diri, sehingga timbul rasa “takut”, “cemas”. “benci”, dan perasaan “tidak senang” pada pelajaran matematika. Perasaan ini akan semakin signifikan apabila apa yang dikuasainya ternyata tidak dapat menyelesaikan masalah matematika yang dihadapinya. Menarik apa yang disimpulkan oleh Confrey (McLoad, 1992) , yang mengatakan bahwa siswa yang gagal memperoleh pemecahan

107

PENERAPAN MATEMATIKA REALISTIK DI

Page 108: Artikel Jurnal Aksata 1

masalah matematika, akan merasa frustrasi.

Menurut Hambree (1990), kecemasan akan berpengaruh terhadap unjuk kerja siswa dalam tes hasil belajar matematika. Makin tinggi taraf kecemasan, makin rendah unjuk kerja dalam mengerjakan tes. (2) Kecemasan berbanding terbalik dengan sikap. Artinya, makin tinggi taraf kecemasan, makin rendah sikap siswa terhadap pelajaran matematika yang diajarkan.

Minat terhadap pelajaran matematika, merupakan bagian penting

dari peningkatan hasil belajar matematika siswa. Ada 2 pertanyaan yang muncul dari kenyataan ini . Pertama, mengapa siswa kurang berminat pada pelajaran matematika? Kedua, Apa saja hal yang bisa dikerjakan guru untuk meningkatkan minat dan hasil belajar matematik siswa?

Matematika RealistikSalah satu alasan mengapa

seseorang menaruh minat pada sesuatu adalah karena sesuatu itu memiliki tautan dengan kebutuhannya. Bila siswa mempercayai bahwa matematika itu penting dan sangat berguna untuknya, bahwa ia merasa mampu menguasai materi pelajaran matematika yang dihadapinya, bila ia percaya bahwa proses pembelajaran matematika yang diterimanya sudah baik, dan bila ia percaya bahwa pelajaran matematika yang dikuasainya akan dapat berguna dalam pergaulan sosialnya, maka ia akan memiliki sikap yang baik dalam mempelajari matematika.

Mcload (1992) mengatakan bahwa ada 4 aspek afektif pembelajaran matematika. Yaitu (1) kepercayaan tentang matematika, (2) kepercayaan tentang diri sendiri, (3) kepercayaan tentang pembelajaran matematika, dan (4) kepercayaan tentang tautan sosial matematika.

SMK yang merupakan sekolah yang dipersiapkan langsung memasuki dunia kerja, memiliki karakteristik pembelajaran yang berbeda dengan SMA. SMK lebih terkonsentrasi secara spesifik terhadap keterampilan teknis dalam pekerjaan ringan di tengah pergaulan sosialnya. Keluaran SMK akan dihadapkan pada hal-hal yang bersifat realistik, yang membutuhkan penalaran dan menggunakan matematika sebagai koneksinya. Ini yang disebut dengan menggunakan daya matematik.

Suherman,dkk (2003) mengatakan bahwa pendidikan matematika bagi siswa diarahkan untuk mendorong siswa (1) mampu menggunakan matematika sebagai alat pemecahan masalah, (2) mampu menggunakan matematika sebagai alat komunikasi, (3) mampu menggunakan matematika sebagai cara bernalar dan menggunakannya sebagai koneksi. Selanjutnya, dikatakan pula bahwa salah satu tujuan pendidikan di sekolah adalah agar siswa mampu membuat interpretasi fisis, yang artinya mampu mengaitkan matematika dengan dunia nyata, dan membandingkan fakta matematika dengan dunia nyata.

Itu artinya, bagi siswa SMK yang sejak kelas XI sudah dikondisikan dalam dunia kerja menurut konsentrasi jurusannya, maka matematika yang diajarkan kepada siswa haruslah yang sesuai dengan jurusannya. Sebagai contoh, di SMK 10 Malang, terdapat 4 jurusan yaitu Teknik Kendaraan Ringan , Teknik Ototronik, Teknik Komputer Jaringan, dan Multi Media. Maka pembelajaran matematika yang disajikan pada masing-masing jurusan memiliki perbedaan tematik. Walaupun pokok bahasan pada materi pembelajaran sama, namun tematiknya berbeda. Soal tes matematika untuk jurusan Teknik Kendaraan Ringan, akan bertema teknologi kendaraan ringan, bukan bertema teknologi multi media ataupun bertema teknologi komputer jaringan. Dengan demikian siswa SMK jurusan tertentu akan langsung berhadapan dengan apa yang dihadapi di jurusannya,

108

Page 109: Artikel Jurnal Aksata 1

dan pelajaran matematika menjadi realistik dan akan memposisikan dirinya sebagai sesuatu yang dibutuhkan siswa .

Menurut N.Oedien (2008) pembelajaran matematika sebaiknya diajarkan melalui berbagai masalah yang ada di sekitar siswa. Itu artinya, pembelajaran matematika haruslah bersifat realistik dan aplikatif, serta perlu adanya penekanan yang mengarah pada penalaran. Masalah yang ada di sekitar siswa SMK dari jurusan berbeda, tentu memiliki karakteristik yang berbeda dengan argumentasi pemecahan masalah yang berbeda pula. Masalah nyata yang dihadapi sehari-hari di jurusan Teknik Komputer Jaringan, mungkin tidak tepat bila dipecahkan oleh siswa Jurusan Multimedia, walaupun pada dasarnya bisa karena urgensi dari pokok bahasan matematikanya sama, rumus dan cara pemecahan soal juga sama.

Matematika realistik berusaha mendekatkan diri dengan dunia nyata yang dihadapi siswa setiap harinya. Sebagai konsekuensinya, guru memang harus mengupayakan modul pembelajaran matematika realistik untuk setiap pokok bahasan, yang disesuaikan dengan dunia siswa pada jurusan apa konsentrasi belajarnya. Dengan demikian, siswa akan merasa dekat dengan pelajaran matematika yang disajikan guru, karena memang itulah yang dihadapi dan dibutuhkan siswa. Aplikasi matematika realistik akan menghindarkan siswa dari timbulnya rasa kecemasan, ketakutan, benci, atau perasaan tidak senang pada matematika, dan dapat meningkatkan daya tarik pada siswa yang mengikuti pembelajaran ini

Kesimpulan Dari uraian di atas, didapat

beberapa kesimpulan. Minat siswa terhadap matematika

bisa ditingkatkan bila siswa merasa bahwa matematika merupakan pelajaran yang sangat dibutuhkan dalam pergaulan sosialnya, dan sangat penting bagi penalaran atas

pemecahan masalah yang dihadapinya

Matematika realistik sangat penting bagi siswa, karena permasalahan dan pemecahannya bersifat nyata, sehingga siswa dapat mengaitkan matematika dengan dunia nyata dan dapat membandingkan fakta matematika dengan kehidupan yang dihadapinya

Penerapan matematika realistik di SMK membutuhkan modul pelajaran matematika yang berbeda untuk setiap jurusan yang ada

Bacaan Acuan1. Humbree,R. (1990) “The Nature,

Affects, and Belief of Matematics Anciety” dalam Journal of Research in Matematics Education 21

2. McLoad,D.B. (1992) “Research On Affects In Matematics Education, A Reconceptualization”, dalam D.A. Grows (ed) Handbook Of Research On Matematics Teaching And Learning, New York Macmillan

3. Noedhien,S.(2008) Pendekatan Realistik Dalam Pembelajaran Matematika (online)

4. Suherman,E.dkk,(2003) Strategi Pembelajaran Kontemporer. Bandung, JICA, FMIPA-UPI

109

Page 110: Artikel Jurnal Aksata 1

Oleh :Hanik Purbatin ArtiningsihNIP. 19650311 198903 2 012Guru SMKN 9 Malang

ABSTRAKMetode mengajar adalah cara yang

dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran. Oleh karena itu peranan metode mengajar sebagai alat untuk menciptakan proses mengajar dan belajar. Dengan metode ini diharapkan tumbuh berbagai kegiatan belajar siswa sehubungan dengan kegiatan mengajar guru. Oleh karenanya metode mengajar yang baik adalah metode yang dapat menumbuhkan kegiatan belajar siswa.

Dengan demikian tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Mengetahui bagaimana pelaksanaan metode Demonstrasi dan Eksperimen Mata Pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan, dengan materi Produk Kerajinan dari Bahan Lunak siswa kelas XI Animasi SMK Negeri 9 Malang, (2) Memperoleh informasi apakah metode Demonstrasi dan Eksperimen dapat meningkatkan proses belajar Mata pelajaran Kewirausahaan, dengan materi Produk Kerajinan dari Bahan Lunak siswa kelas XI Animasi SMK Negeri 9 Malang.

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas dengan pengumpulan

110

PENERAPAN METODE DEMONSTRASI DAN EKSPERIMEN UNTUK MENINGKATKAN BELAJAR SISWA DALAM MATA PELAJARAN PRAKARYA DAN KEWIRAUSAHAAN KELAS XI ANIMASI SMK NEGERI

9 MALANGTAHUN PELAJARAN 2014/2015

Page 111: Artikel Jurnal Aksata 1

data menggunakan observasi dan catatan lapangan, dan teknik analisis dengan melakukan reduksi data, inferensi, tahap tindak lanjut dan pengambilan kesimpulan.

Hasil penelitian menunjukkan pelaksanaan Demonstrasi dan Eksperimen dalam rangka meningkatkan proses belajar mengajar siswa dilakukan saat proses pengajaran. Dengan metode Demonstrasi dan Eksperimen dengan berbagai bentuknya dapat membantu siswa untuk lebih giat dalam belajar mengajar. Hal ini terbukti dengan kelancaran dalam belajar, menulis, menghafal, dan

sebagainya. Bahkan proses kegiatan belajar siswa dapat lebih efisien.

Sedangkan saran yang dapat diajukan kepada guru sebaiknya metode Demonstrasi dan Eksperimen secara kontinyu tetap diaplikasikan dalam kegiatan khususnya untuk materi Produk Kerajinan dari Bahan Lunak untuk SMK, mengingat metode tersebut sangat relevan untuk menggembleng siswa agar mampu belajar lebih rajin lagi walaupun tidak di sekolah. Namun juga tidak menutup kemungkinan, bagi guru untuk menggunakan metode-metode mengajar yang dianggap sesuai dengan situasi dan kondisi belajar mengajar di kelas.

Penelitian ini juga memberikan rekomendasi kepada para guru agar semakin aktif dan kreatif dalam memilih metode dalam kegiatan belajar mengajar.

Kata Kunci: Metode Dmonstrasi dan Eksperimen memberikan motivasi dan meningkatkan hasil belajar siswa

A. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang di atas,

maka dapat dirumuskan sebagai berikut:a. Bagaimanakah metode Demonstrasi

dan Eksperimen dapat meningkatkan proses belajar mengajar Mata Pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan dngan materi Produk Kerajinan dari Bahan Lunak untuk

kelas XI Animasi SMK Negeri 9 Malang?

b. Apa manfaat metode Demonstrasi dan Eksperimen ini untuk meningkatkan proses belajar mengajar Mata Pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan dengan materi Produk Kerajinan dari Bahan Lunak untuk kelas XI Animasi SMK Negeri 9 Malang?

c. Apakah metode Demonstrasi dan Eksperimen sesuai digunakan untuk meningkatkan proses belajar mengajar Mata Pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan dengan materi Produk Kerajinan dari Bahan Lunak untuk kelas XI Animasi SMK Negeri 9 Malang?

B. Metode PenelitianSecara umum metodologi

penelitian merupakan suatu ilmu atau studi mengenai sistem, ataupun tindakan mengerjakan investigasi, sedangkan penelitian merupakan tindakan melakukan investigasi untuk mendapatkan fakta baru, tambahan informasi dan sebagainya yang dapat bersifat mendalam (indepth research), beragam akan tetapi tidak lazim sebagaimana biasanya. Dengan kata lain, metodologi penelitian merupakan ilmu yang berhubungan dengan penelitian, sedangkan penelitian itu sendiri menunjukkan kegiatan pelaksanaan penelitian.

Menurut Sutrisno Hadi, research didefinisikan sebagai : ”usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, usaha mana dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah”.

Soeratno dan Lincolin Arsyad menyatakan : ”penelitian merupakan penyaluran hasrat ingin tahu manusia dalam taraf keilmuan dengan kata lain penelitian tidak lain berarti mempertanyakan”.

111

Page 112: Artikel Jurnal Aksata 1

Sementara itu, rancangan penelitian merupakan keseluruhan proses pemikiran dan penentuan matang tentang hal-hal yang akan dilaksanakan (Margono, 1997:100). Dengan demikian rancangan penelitian bertujuan untuk memberi pertanggungjawaban terhadap semua langkah yang akan diambil.

Jika dilihat dari tujuan penelitian ini, maka penelitian ini dapat digolongkan dalam jenis penelitian eksperimen, dimana peneliti sengaja membangkitkan sesuatu kejadian atau keadaan, kemudian diteliti bagaimana akibatnya. (Arikunto, 1998:4).

Dalam penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (PTK) dimana dalam penelitian ini dilakukan dengan mengikuti alur: refleksi awal, perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, refleksi dan perancangan ulang.

C. Landasan TeoriSetiap guru punya kompetensi, yaitu

tingkat berpikir abstrak, kreatif dan imajinatif. Guru yang memiliki pemahaman konseptual tinggi terhadap masalah pendidikan akan mempunyai relasi yang lebih positif dengan siswa maupun dengan sejawat dan kurang mengalami gangguan psikologis. Glassberg (dalam Glickman, 1981) menyimpulkan hasil penelitiannya bahwa guru-guru yang tingkat berpikir abstraknya tinggi memiliki daya adaptasi dan gaya mengajar yang bersifat fleksibel. Perlu disadari bahwa mengajar dapat efektif dan berhasil bila guru dapat memahami bentuk tingkah laku siswa yang sangat kompleks.

Disamping itu seorang guru harus punya komitmen yang tinggi akan memiliki kepedulian terhadap tugas, kebutuhan siswa, teman sejawat atau atasan lansung. Ia punya komitmen terhadap bangsa, negara dan sesama manusia. Pembentukan sikap seperti ini karena ia mendasarkan diri pada panggilan jabatan yang pada akhirnya ia juga bertanggungjawab terhadap Sang Pencipta.

Guru yang baik adalah guru yang menyadari tugas dan peranannya secara terus-menerus, baik dalam situasi yang formal, maupun non formal dan mempunyai rasa cinta terhadap profesi yang diembannya. Disamping itu untuk dapat menjalankan tugas-tugas atau pekerjaan mengajar, seorang guru harus memiliki dan mewujudkan kemampuan-kemampuan mengajar dengan sebaik-baiknya, maka harus memberikan metode pembelajaran yang menarik.

D. Hasil PenelitianDengan diterapkannya metode

Demonstrasi dan Eksperimen maka:Hasil Evaluasi dalam Proses Belajar Mengajar

Dilihat dari nilai rangkuman individu sebanyak 3,45% memiliki nilai 0 - 70, sedangkan 17,24% memiliki nilai 71 - 80, dan 79,31% memiliki nilai 81 – 100. Hal ini disajikan pada tabel berikut:

Tabel 4.8.Jumlah Siswa berdasarkan Nilai rangkuman Individu

NilaiKelompok Jumlah

Siswa%

(prosentase)1 2 3 40 – 70 - - - 1 1 3,4571 – 80 1 - 1 2 17,2481 – 100 4 6 4 5 19 79,31

Jumlah Siswa

5 6 4 7 22 100.00

E. Penutup1) Kesimpulan

a. Pelaksanaan metode Demonstrasi dan Eksperimen dalam rangka meningkatkan proses belajar mengajar siswa dilakukan saat proses pengajaran dan diluar pembelajaran. Dalam metode Demonstrasi dan Eksperimen dilakukan bab tertentu . Bentuk Demonstrasi dan Eksperimen yang mereka peroleh adalah dengan memberikan pelatihan dan ketrampilan dan bisa juga dengan mengerjakan tugas rumah. .

112

Page 113: Artikel Jurnal Aksata 1

b. Berdasarkan hasil penelitian, metode Demonstrasi dan Eksperimen dengan berbagai bentuknya dapat membantu siswa untuk lebih giat dalam belajar mengajar. Hal ini terbukti dengan kelancaran dalam belajar, mengamati dan mempraktekkan dan sebagainya. Bahkan proses kegiatan belajar siswa dapat lebih efisien dan lebih kreatif.

2) Saran Bagi guru yang berfungsi sebagai pengajar sekaligus pendidik atau bagi pihak-pihak lain yang melakukan proses pembelajaran, sebaiknya metode Demonstrasi dan Eksperimen secara kontinyu tetap diaplikasikan dalam kegiatan khususnya untuk Mata Pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan untuk SMK, mengingat metode tersebut sangat relevan untuk menggembleng siswa agar mampu belajar lebih rajin lagi dan bisa memanfaatkan peluang usaha yang ada, walaupun tidak di sekolah. Namun juga tidak menutup kemungkinan, bagi guru untuk menggunakan metode-metode mengajar yang dianggap sesuai dengan situasi dan kondisi belajar mengajar di kelas.

F. Daftar Pustakaa. Soekamto, Toeti. 1997. Teori Belajar

dan Model-model Pembelajaran. Jakarta : PAU-PPAI, Universitas Terbuka.

b. Sudjana, Nana, 1991, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru.

c. Suroso. Pengaruh Tingkat Profesionalisme Guru Dan Perlengkapan Sarana Prasarana Terhadap Kualitas Lulusan Siswa Pada SLTP PGRI 02 Karangploso Kabupaten Malang. Tesis Magister STIE Widya Jayakarta Jakarta. Tidak diterbitkan. 1999.

d. Usman, Moh. Uzer. 2001. Menjadi Guru Profesional. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

e. Glassberg (dalam Glickman, 1981)

Oleh :Sri SusilowatiNIP. 19561209 198203 2 004Guru SMAN 1 Malang

Artikel ini ditulis berdasarkan hasil Penelitian Tindakan Kelas. Salah satu keterampilan berbahasa merupakan keterampilan menulis yang perlu dimiliki oleh siswa agar mampu berkomunikasi secara tertulis. Harapannya dengan menguasai keterampilan menulis, siswa akan dapat mengekspresikan dan mengkomunikasikan berbagai pikiran, gagasan, pendapat dan perasaan dalam berbagai ragam tulisan nonsastra. Dengan menulis siswa dapat menyampaikan ide, pesan, saran, pendapat, menggambarkan peristiwa, benda, dan sebagainya kepada kalangan yang tidak terbatas oleh dimensi ruang dan waktu.

Keterampilan menulis tidak hanya dibutuhkan oleh masyarakat akademis saja tetapi dibutuhkan oleh siapa saja yang ingin mengkomunikasikan ide, gagasan dan informasi kepada orang lain. Hal ini sejalan dengan fungsi utama bahasa yaitu sarana untuk berkomunikasi. Bahasa digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antarpenutur dalam berbagai keperluan dan situasi pemakaian.

113

Mudahnya Menulis Pengalaman Sendiri dengan Strategi SQR2

Page 114: Artikel Jurnal Aksata 1

Agar seorang dapat berkomunikasi dengan baik, orang itu harus menguasai keterampilan berbahasa.

Bagi kalangan akademis, misalnya pada siswa, salah satu bentuk tulisan yang bisa dibuat untuk mengekspresikan gagasannya adalah menulis pengalaman sendiri. Dengan menulis pengalaman sendiri, siswa dapat menulis pengalaman dengan memperhatikan ketepatan bahasa, dapat mendeskripsikan objek, suasana atau keadaan yang pernah dialami, dan

menjelaskan suatu peristiwa penting yang pernah dialaminya yang berbeda dengan peristiwa-peristiwa lazim lainnya.

Untuk meningkatkan keterampilan menulis pengalaman sendiri dapat dipilih dan digunakan strategi SQR2 (Survey, Question, Record, Revisi). Survey maksudnya melakukan pengamatan awal secara kilas mengenai pengalaman sendiri yang pernah dialami. Dalam hal ini siswa dapat memilih pengalaman yang berkesan. Question maksudnya yaitu bertanya dalam dirinya sendiri mengenai pengalaman yang pernah dialami (5W), kapan pengalaman itu terjadi, di mana pengalaman itu terjadi, siapa saja yang terlibat dalam pengalaman kamu tersebut, mengapa pengalaman itu dianggap paling berkesan dan bagaimana jalan cerita pengalaman itu secara runtut. Record maksudnya menyusun, memilih tema, menulis judul, dan mengembangkan tema menjadi kerangka karangan sehingga menjadi draft karangan. Revisi mempunyai maksud penataan kembali draft yang telah disusun sehingga menjadi karangan yang utuh.

Strategi SQR2 merupakan strategi modifikasi dalam menulis yang bertujuan untuk membantu siswa agar dapat menulis secara utuh. Manfaat yang dapat diambil dari penggunaan strategi ini yaitu: (1) membantu siswa dalam menemukan gagasan pokok obyek pengalaman sendiri sebagai langkah awal dalam menulis, (2) membantu siswa untuk mengidentifikasi

objek-objek pengalaman sendiri, (3) membantu siswa untuk mendeskripsikan objek, suasana atau keadaan yang dialami (Dawud, 2004:238-239).

Strategi SQR2 merupakan salah satu strategi modifikasi pembelajaran menulis yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk membahas hasil tulisannya pengalaman sendiri. Di samping itu, guru memberi kesempatan kepada siswa untuk membacakan tulisannya dihadapan teman-temannya.

Dalam strategi SQR2 terdapat beberapa langkah. Langkah tersebut diterapkan pada siswa secara berurutan agar tujuan yang ingin dicapai dalam menulis pengalaman sendiri dapat tercapai. Berdasarkan pengalaman dan studi pendahuluan penelitian telah melakukan kegiatan pengalaman proses kegiatan belajar mengajar (KBM) di SMA terteliti. Bertolak dari hasil pengamatan tersebut tampak bahwa kegiatan pembelajaran menulis pengalaman sendiri kurang memenuhi syarat (kalimat, ejaan dan keruntutan antar paragraf). Beberapa hal yang menyebabkan adalah: (1) guru kurang memperhatikan proses penulisan terhadap siswa tetapi hanya mengutamakan hasil tulisannya, (2) kurang adanya interaksi antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa, guru bertindak paling aktif, (3) hasil pekerjaan siswa jarang sekali didiskusikan pada siswa langsung dianggap hasil akhir oleh guru.

Keberhasilan menulis pengalaman sendiri dengan strategi SQR2 dapat dihasilkan melalui penelitian yang telah dilakukan di SMA, keberhasilan penelitian tersebut meliputi, (1) survey: siswa mampu menentukan topik karangan berdasarkan pilihan salah satu pengalaman sendiri yang dianggap paling menarik, (2) question: siswa mampu mengembangkan topik karangan dengan cara menyusun pertanyaan dan menjawab pertanyaan, (3) record: siswa mampu mengembangkan kerangka karangan menjadi draft karangan, dan (4) revisi: siswa mampu menata kembali draft karangan yang telah diperbaiki kalimat, ejaan, dan keruntutan

114

Page 115: Artikel Jurnal Aksata 1

antar paragraf sehingga menjadi karangan yang utuh.

Nah dengan strategi SQR2 menulis pengalaman sendiri menjadi mudah dan menyenangkan. Siapa saja dapat menerapkan strategi ini tanpa menemui kesulitan yang cukup berarti.

Daftar PustakaBSNP. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Dawud. 2008. Perspektif Pembelajaran Bahasa Asing. Malang: UM Malang.

115