OPERASI USUS BUNTU (APENDIKTOMI)
(Studi Deskriptif tentang Operasi Sedang)
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti UTS matakuliah Alat Kesehatan
Oleh
Kelompok III
1. Dyah Putri Ayu Dinastyar
2. Liska
3. Iin Suhesti
4. Fretty Eka Novia
5. Erna Yafniwati
SEKOLAH TINGGI FARMASI MUHAMMADIYAH
TANGERANG
2013
i
KATA PENGANTAR
Assalamu`alaikum Wr.Wb.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah yang berjudul “Apendiktomi”. Adapun tujuan dari penulisan makalah ilmiah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah alat kesehatan untuk memenuhi kompetensi nilai.
Dalam penyusunan makalah ilmiah ini, kami akui mendapatkan beberapa hambatan. Namun berkat dorongan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung, dan secara moril maupun materil akhirnya makalah ini dapat kami selesaikan tepat pada waktunya.
Tak lupa, kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ilmiah ini sehingga selesai tepat pada waktunya.
kami menyadari bahwa makalah ini, masih jauh dari kata sempurna, untuk itu kami mengharapkan masukan dari pembaca, baik saran maupun kritikan yang bersifat membangun agar kami dapat lebih baik lagi kedepannya. kami berharap, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan penulis sendiri khususnya.
Wassalam`alaikum Wb.Wb.
Tangerang, Oktober 2013
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI …..........………...………………………….....................….. iii
BAB I PENDAHULUAN ...........….…….....……….................……. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah .......................………………………… 2
1.3 Tujuan ................................................................................... 2
1.4 Manfaat ................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...........…....…...…….….............….. 3
2.1 Usus Buntu (Appendix) ........................................................ 3
2.2 Radang Usus Buntu (Appendicitis) ....................................... 3
BAB III PEMBAHASAN ....................................................................... 5
3.1 Alat-alat Operasi Usus Buntu ...............................................
3.2 Cara Sterilisasi Alat ..............................................................
BAB IV PENUTUP ................................................................................. 14
4.1 Kesimpulan …...………...............…………………………. 14
4.2 Saran ....................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 15
iii
BAB I
PENDAHALUAUN
1.1 Latar Belakang
Appendicitis adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada appendix dan
merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui. Appendix disebut juga umbai
cacing. Appendicitissering disalah artikan dengan istilah usus buntu, karena usus buntu sebenarnya
adalah caecum. Appendicitis akut merupakan radang bakteri yang dicetuskan berbagai faktor,
diantaranya hyperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks dan cacing ascaris dapat juga
menimbulkan penyumbatan.
Insiden Appendicitisakut lebih tinggi pada negara maju daripada negara berkembang, namun
dalam tiga sampai empat dasawarsa terakhir menurun secara bermakna, yaitu 100 kasus tiap
100.000 populasi mejadi 52 tiap 100.000 populasi. Kejadian ini disebabkan perubahan pola makan,
yaitu negara berkembang berubah menjadi makanan kurang serat. Menurut data epidemiologi
Appendicitis akut jarang terjadi pada balita, meningkat pada pubertas, dan mencapai puncaknya
pada saat remaja dan awal 20-an, sedangkan angka ini menurun pada menjelang dewasa. Insiden
appendicitissama banyaknya antara wanita dan laki-laki pada masa prapuber, sedangkan pada masa
remaja dan dewasa muda rationya menjadi 3:2, kemudian angka yang tinggi ini menurun pada pria.
Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, obstruksi merupakan penyebab yang dominan
dan merupakan pencetus untuk terjadinyaappendicitis. Kuman-kuman yang merupakan flora normal
pada usus dapat berubah menjadi patogen, menurut Schwartz kuman terbanyak penyebab
appendicitisakut adalah Bacteriodes Fragilis bersama E.coli.Beberapa gangguan lain pada sistem
pencernaan antara lain sebagai berikut: Peritonitis; merupakan peradangan pada selaput perut
(peritonium). Gangguan lain adalah salah cerna akibat makan makanan yang merangsang lambung,
seperti alkohol dan cabe yang mengakibatkan rasa nyeri yang disebut kolik. Sedangkan produksi
HCl yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya gesekan pada dinding lambung dan usus halus,
sehingga timbul rasa nyeri yang disebut tukak lambung. Gesekan akan lebih parah jika lambung
dalam keadaan kosong akibat makan tidak teratur yang pada akhirnya akan mengakibatkan
pendarahan pada lambung. Gangguan lain pada lambung adalah gastritis atau peradangan pada
lambung. Dapat pula appendix terinfeksi sehingga terjadi peradangan yang disebut appendicitis.
Dalam hal ini salah satu penatalaksaannya ialah dengan dilakukannya operasi, dimana
dilakukannya pengangkatan appendix dari dalam tubuh. Namun sebelum dilakukannya operasi
tersebut dibutuhkan beberapa perlakuan khusus seperti, mensterilkan alat dan ruangan, peninjauan
terhadap pasien dan menunggu hasil observasi.
Oleh karena itu makalah ini dibuat untuk menjelaskan lebih lanjut alat-alat yang akan
digunakan, fungsi dari alat-alat tersebut dan bagaimana cara mensterilkan alat-alat dan ruangan
sebelum dilakukannya operasi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Alat-alat apa saja yang dipakai ketika melakukan operasi sedang?
2. Apa kegunaan dari masing-masing alat tersebut serta bagaimana cara
mensterilisasikannya?
1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Alat
Kesehatan.
1.4 Manfaat
Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah:
1. Kita dapat mengetahui alat-alat yang akan digunakan pada saat melakukan operasi
sedang, yaitu operasi appendix (usus buntu).
2. Kita dapat mengetahui kegunaan dari masing-masing alat-alat pada saat proses operasi.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2.1 Usus Buntu (Appendix)
2.1.1 Pengertian Usus Buntu
Usus buntu(appendix)adalah organ berbentuk seperti tabung berukuran sekitar 10
cm, terletak di persimpangan usus kecil dan usus besar. Berdasarkan hasil studi yang
dilakukan di Mount Sinai School of Medicine, usus buntu (appendix) merupakan organ
“sampah”yang bekerja sangat keras, karena ia merupakan organ penyimpanan bakteri
baik yang membantu proses pencernaan makanan.
2.1.2 Anatomi dan FisiologiUsus Buntu(Appendix)
2.1.2.1 Anatomi Appendix
Appendix merupakan organ berbentuk
tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (4
inci), lebar 0,3 - 0,7 cm dan isi 0,1 cc
melekat pada sekum tepat dibawah katup
ileosekal. Pada pertemuan ketiga taenia
yaitu: taenia anterior, medial dan
posterior. Secara klinis, appendixterletak
pada daerah Mc Burney yaitu daerah
1/3 tengah garis yang menghubungkan
spina iliaka anterior superior kanan
dengan pusat. Lumennya sempit dibagian proksimal dan melebar dibagian
distal. Namun demikian, pada bayi, appendix berbentuk kerucut, lebar pada
pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Persarafan parasimpatis pada
appendix berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesentrika
superior dan arteri apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari
nervus torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula
disekitar umbilikus.
2.1.2.2 Fisiologi Appendix
Appendix menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya
dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Lendir dalam
appendix bersifat basa mengandung amilase dan musin. Immunoglobulin
sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yang
terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendix ialah IgA.
Immunoglobulin tersebut sangat efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi.
Namun demikian, pengangkatan appendix tidak mempengaruhi sistem imun
tubuh karena jumlah jaringan limfa disini kecil sekali jika dibandingkan
dengan jumlahnya disaluran cerna dan diseluruh tubuh. Appendix berisi makanan
dan mengosongkan diri secara teratur kedalam sekum. Karena
pengosongannya tidak efektif dan lumennya cenderung kecil, maka apendiks
cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi
( Sjamsuhidayat, 2005).
2.2.2 Radang Usus Buntu (Appendicitis)
2.2.1 Pengertian Radang Usus Buntu (Appendicitis)
Appendicitis adalah peradangan pada appendix vermiformis dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini mengenai semua umur baik laki-
laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30
tahun (Mansjoer, 2000). Sedangkan menurut Smeltzer C. Suzanne (2001), Appendicitis
adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari rongga
abdomen dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat.
Jadi, dapat disimpulkan appendicitis adalah kondisi dimana terjadi infeksi pada umbai
appendixdan merupakan penyakit bedah abdomen yang paling sering terjadi.
2.2.2 Klasifikasi Appendicitis
1. Appendicitis akut.
Appendcitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang
mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun
tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gajala appendicitis akut talah nyeri
samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium
disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah.
Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah
7
ketitik Mc Burney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya
sehingga merupakan nyeri somatik setempat
2. Apendisitis kronik.
Diagnosis appendcsitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya:
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik
appendixsecara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik appendicitis
kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding appendix, sumbatan parsial atau
total lumen appendix, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan adanya
sel inflamasi kronik. Insiden appendicitis kronik antara 1-5% (Sjamsuhidayat,
2005).
2.2.3 EtiologiAppendicitis
Appendicitis akut dapat disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya proses radang
bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya Hiperplasia jaringan
limfe, fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang menyumbat. Ulserasi mukosa
merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit ini. namun ada beberapa faktor yang
mempermudah terjadinya radang apendiks, diantaranya :
1. Faktor sumbatan
Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya appendicitis (90%)
yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia
jaringan lymphoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing
dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing. Obsrtruksi
yang disebabkan oleh fekalith dapat ditemui pada bermacam-macam apendisitis
akut diantaranya; fekalith ditemukan 40% pada kasus apendisitis kasus sederhana,
65% pada kasus apendisitis akut ganggrenosa tanpa ruptur dan 90% pada kasus
apendisitis akut dengan rupture.
2. Faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada appendicitis akut.
Adanya fekolith dalam lumen appendix yang telah terinfeksi memperburuk dan
memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen
appendix, pada kultur didapatkan terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara
Bacteriodes fragililis dan E.coli, lalu Splanchicus, Lacto-bacilus, Pseudomonas,
Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi adalah
kuman anaerob sebesar 96% dan aerob<10%.
3. Kecenderungan Familiar
Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi yang herediter dari organ,
appendix yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang
mudah terjadi appendicitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makanan
dalam keluarga terutama dengan diet rendah serat dapat memudahkan terjadinya
fekolith dan mengakibatkan obstruksi lumen.
4. Faktor Ras dan Diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari. Bangsa
kulit putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai resiko lebih tinggi
dari negara yang pola makannya banyak serat. Namun saat sekarang, kejadiannya
terbalik. Bangsa kulit putih telah merubah pola makan mereka ke pola makan tinggi
serat. Justru negara berkembang yang dulunya memiliki tinggi serat kini beralih ke
pola makan rendah serat, memiliki resiko appendicitis yang lebih tinggi.
5. Faktor Infeksi Saluran Pernapasan
Setelah mendapat penyakit saluran pernapasan akut terutama epidemi influenza
dan pneumonitis, jumlah kasus appendicitis ini meningkat. Namun, hati-hati karena
penyakit infeksi saluran pernapasan dapat menimbulkan seperti gejala permulaan
appendicitis.
2.2.4 Patofisiologi Appendicitis
Akibat terlipat atau tersumbat kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feces) atau
benda asing, appendix terinflamasi dan mengalami edema. Proses inflamasi tersebut
menyebabkan aliran cairan limfe dan darah tidak sempurna, meningkatkan tekanan
intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif,
dalam beberapa jam terlokalisasi dalam kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya
appendix yang terinflamasi berisi pus. Appendix mengalami kerusakan dan terjadi
pembusukan (gangren) karena sudah tak mendapatkan makanan lagi. Pembusukan usus
buntu ini menghasilkan cairan bernanah, apabila tidak segera ditangani maka akibatnya
usus buntu akan pecah (perforasi/robek) dan nanah tersebut yang berisi bakteri menyebar
ke rongga perut. Dampaknya adalah infeksi yang semakin meluas, yaitu infeksi dinding
rongga perut (Peritonitis). Pada umumnya obstruksi pada appendix ini terjadi karena:
1. Hiperplasia dari folikel limfoid.
9
2. Adanya faekolid dalam lumen appendix.
3. Adanya benda asing seperti biji- bijian, biji lombok, jeruk dan lain-lain.
4. Steiktula lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
5. Infeksi kuman dari colon oleh E-coli dan Streptococcus.
6. Laki-laki lebih banyak dari pada wanita, yang terbanyak pada umur 15-30 tahun
(remaja dewasa). Di sebabkan karena pembanyakan jaringan limfoid pada masa
tersebut.
7. Tergantung pada bentuk appendix, seperti appendix yang terlalu panjang, messo
appendixyang pendek, penonjolan jaringan limfoid dalam lumen appendix dan
kelainan katup di pangkal appendix.
2.2.5 Manifestasi Klinik
Gejala utama terjadinya appendicitis adalah adanya nyeri perut. Nyeri perut yang
klasik pada appendicitis adalah nyeri yang dimulai dari ulu hati, lalu setelah 4-6 jam akan
dirasakan berpindah ke daerah perut kanan bawah (sesuai lokasi appendix). Namun pada
beberapa keadaan tertentu (bentuk appendix yang lainnya), nyeri dapat dirasakan di
daerah lain (sesuai posisi appendix). Ujung appendix yang panjang dapat berada pada
daerah perut kiri bawah, punggung, atau di bawah pusar. Anoreksia (penurunan nafsu
makan) biasanya selalu menyertai appendicitis. Mual dan muntah dapat terjadi, tetapi
gejala ini tidak menonjol atau berlangsung cukup lama, kebanyakan pasien hanya muntah
satu atau dua kali. Dapat juga dirasakan keinginan untuk buang air besar atau buang
angin. Demam juga dapat timbul, tetapi biasanya kenaikan suhu tubuh yang terjadi tidak
lebih dari 1◦C (37,8 – 38,8◦C). Jika terjadi peningkatan suhu yang melebihi 38,8◦C. Maka
kemungkinan besar sudah terjadi peradangan yang lebih luas di daerah perut (peritonitis).
Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada
orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya
tidak terlalu terasa. Bila appendix pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi
yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok.
Beberapa hal yang penting dalam gejala penyakit appendicitis yaitu:
1. Nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri viseral) yang beberapa waktu kemudian
menjalar ke perut kanan bawah. Nyeri berhubungan dengan anatomi ureter yang
berdekatan dengan appendix oleh inflamasi.
2. Muntah dan mual oleh karena nyeri viseral. Nutrisi kurang dan volume cairan
yang kurang dari kebutuhan juga berpengaruh dengan terjadinya mual dan
muntah.
3. Suhu tubuh meningkat dan nadi cepat (karena kuman yang menetap di dinding
usus).
4. Rasa sakit hilang timbul.
5. Diare atau konstipasi.
6. Tungkai kanan tidak dapat atau terasa sakit jika diluruskan.
7. Perut kembung.
8. Hasil pemeriksaan leukosit meningkat 10.000 - 12.000 /ui dan 13.000/ui bila
sudah terjadi perforasi.
9. Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak
sakit, menghindarkan pergerakan.
Selain gejala tersebut masih ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai
akibat dari appendicitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letakappendix ketika
meradang. Berikut gejala yang timbul tersebut adalah:
1. Bila letak appendix retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum
(terlindung oleh sekum). Tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan
tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau
nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan, bernapas dalam,
batuk, dan mengeden. Nyeri ini timbul karena adanya kontraksi m.psoas mayor
yang menegang dari dorsal.
2. Bila appendixterletak di rongga pelvis:
a. Bila appendixterletak di dekat atau menempel pada rektum, akan timbul
gejala dan rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristalsis
meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-
ulang (diare).
b. Bila appendix terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat
terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangannya dindingnya.
Gejala appendicitis terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit dilakukan
diagnosis, dan akibatnya appendicitis tidak ditangani tepat pada waktunya, sehingga
biasanya baru diketahui setelah terjadi perforasi. Berikut beberapa keadaan dimana gejala
appendicitis tidak jelas dan tidak khas adalah :
1. Pada anak-anak
11
Gejala awalnya sering hanya menangis dan tidak mau makan. Seringkali anak
tidak bisa menjelaskan rasa nyerinya. Dan beberapa jam kemudian akan terjadi
muntah-muntah dan anak menjadi lemah. Karena ketidakjelasan gejala ini, sering
appendicitis diketahui setelah perforasi. Begitupun pada bayi, 80-90 %
appendicitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.
2. Pada orang tua berusia lanjut
Gejala sering samar-samar saja dan tidak khas, sehingga lebih dari separuh
penderita baru dapat didiagnosis setelah terjadi perforasi.
3. Pada wanita
Gejala appendicitis sering dikacaukan dengan adanya gangguan yang gejalanya
serupa dengan appendicitis, yaitu mulai dari alat genital (proses ovulasi,
menstruasi), radang panggul, atau penyakit kandungan lainnya. Pada wanita hamil
dengan usia kehamilan trimester, gejala appendicitis berupa nyeri perut, mual, dan
muntah, dikacaukan dengan gejala serupa yang biasa timbul pada kehamilan usia
ini. Sedangkan pada kehamilan lanjut, sekum dan appendix terdorong ke
kraniolateral, sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih
ke regio lumbal kanan.
2.2.6 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering dari appendicitis adalah perforasi (pelubangan).
Perforasi dari appendix dapat menjurus pada bisul nanah periappendiceal (koleksi dari
nanah yang terinfeksi) atau diffuse peritonitis (infeksi dari seluruh lapisan perut dan
pelvis). Alasan utama untuk perforasi appendiceal adalah penundaan dalam diagnosis dan
perawatan. Pada umumnya, lebih lama penundaan antara diagnosis dan operasi, lebih
mungkin perforasinya. Risiko perforasi 36 jam setelah timbulnya gejala adalah paling
sedikit 15%. Oleh karenanya, sekali appendicitis didiagnosa, operasi harus dilakukan
tanpa penundaan yang tidak perlu.
Komplikasi yang kurang umum dari appendicitis adalah rintangan dari usus.
Rintangan terjadi ketika peradangan yang mengelilingi appendix menyebabkan otot usus
untuk berhenti bekerja, dan ini mencegah dikeluarkannya isi-isi usus. Jika usus diatas
rintangan mulai terisi dengan cairan dan gas, perut menggelembung dan mual dan
muntah mungkin terjadi. Maka kemudian mungkin diperlukan untuk mengalirkan isi-isi
dari usus melalui tabung yang dimasukan melaui hidung dan esophagus dan kedalam
lambung dan usus. Komplikasi yang ditakutkan dari appendicitis adalah sepsis, kondisi
dimana bakteri yang menginfeksi memasuki darah dan berjalan ke bagian-bagian lain
tubuh. Ini adalah komplikasi yang serius bahkan mengancam nyawa
2.2.7 Pemeriksaan Diagnostik
a) Laboratorium: terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif
(CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara
10.000-20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%. Sedangkan pada
CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat.
b) Radiologi: terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada
pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang
terjadi inflamasi pada appendix. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan
ditemukan bagian menyilang dengan apendikalit serta perluasan
dariappendixyang mengalami inflamasi serta pelebaran sekum.
2.2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan apendiksitis menurur Mansjoer, 2000 yaitu:
1) Sebelum operasi
1. Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi.
2. Pemasangan kateter untuk control produksi urin.
3. Rehidrasi.
4. Antibiotik dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara
intravena.
5. Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil
untuk membuka pembuluh – pembuluh darah perifer diberikan setelah
rehidrasi tercapai.
6. Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anastesi.
2) Operasi Apendiktomi.
1. Appendixdibuang, jika appendixmengalami perforasi bebas,maka abdomen
dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.
2. Abses appendix diobati dengan antibiotika IV,massanya mungkin
mengecil,atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu
beberapa hari.
3. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif sesudah 6
minggu sampai 3 bulan.
13
3) Pasca operasi
1. Observasi TTV.
2. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan
lambung dapat dicegah.
3. Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
4. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama
pasien dipuasakan.
5. Bila tindakan operasilebih besar, misalnya pada perforasi, puasa dilanjutkan
sampai fungsi usus kembali normal.
6. Berikan minum mulai15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan menjadi 30
ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya
diberikan makanan lunak.
7. Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur
selama 2×30 menit.
8. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.
9. Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
Pada keadaan massa appendix dengan proses radang yang masih aktif yang
ditandai dengan :
1. Keadaan umum klien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi
2. Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas
terdapat tanda-tanda peritonitis
3. Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat
pergeseran ke kiri.
4. Sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah klien
dipersiapkan, karena dikuatirkan akan terjadi abses appendix dan
peritonitis umum.
5. Persiapan dan pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat
penyulit infeksi luka lebih tiggi daripada pembedahan pada appendicitis
sederhana tanpa perforasi .
Pada keadaan massa appendix dengan proses radang yang telah mereda ditandai
dengan:
1. Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh
tidak tinggi lagi.
2. Pemeriksaan lokal abdomen tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan
hanya teraba massa dengan jelas dan nyeri tekan ringan.
3. Laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.
Tindakan yang dilakukan sebaiknya konservatif dengan pemberian antibiotik
dan istirahat di tempat tidur. Tindakan bedah apabila dilakukan lebih sulit dan
perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila massa appendix telah terbentuk lebih
dari satu minggu sejak serangan sakit perut.Pembedahan dilakukan segera bila
dalam perawatan terjadi abses dengan atau tanpa peritonitis umum.
2.3
15
BAB III
Pembahasan
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai alat-alat yang akan digunakan dalam operasi
appendiktomi dan fungsi dari alat-alat tersebut serta cara mensterilakan alat-alat tersebut, sebelum
dan sesudah digunakan.
3.1 Alat-alat dan Fungsinya
Sebelum dilakukan proses operasi terlebih dahulu menyiapkan alat-alat yang akan
digunakan. Berikut alat-alat yang akan digunakan:
3.1.1 Alat Steril
No. Nama Alat Jumlah yg
Digunakan
Fungsi
1 Desinfeksi Klem (Sponge
Holding Forceps)
1
2 Doek Klem (Towel
Forceps)
5
3 Pincet Chirurgie 2
4 4.Pincet Ariatomie 2
5 Hand vat mes(Knifehandle) 1
6
3.2 Sterilisasi alat-alat
3.3 fffff
DAFTAR PUSTAKA
Amazine. Apakah Usus Buntu Memiliki Fungsi: Online Populer Knowledge
http://www.amazine.co/23065/apakah-usus-buntu-memiliki-fungsi-inilah-guna-usus-buntu/
Ardi, Dian. 2013. Obat Radang Usus Buntu Herbal: Warung Herbal (online)
http://warungherbal15.blogspot.com/2013/08/obat-radang-usus-buntu-herbal.html
Fitriyah, Lailatul. 2009. Penatalaksanaan Operasi.
WordPress(online)http://lailatulfitriyah.wordpress.com/2009/10/27/hello-world/
Gejala Usus Buntu. 2013. Blogspot (online) http://gejalapenyakitmu.blogspot .com/2013/04/gejala-
usus-buntu-definisi-penyebab-dan.html
17