PENDAHULUAN
Dîn al-Islâm adalah tuntunan hidup untuk manusia yang mencakup seluruh aspek kehidupan
yang disampaikan oleh Rasul Muhammad SAW dari Allah AWT, orang yang mengikuti tuntunan hidup
tersebut disebut muslim, dan zat yang mewahyukan tuntunan itu (Allah SWT) salah satu dari namanya
adalah as-Salâm.
Kata islîm, muslim, dan as-Salâm berasal dari satu akar kata yang sama, yaitu يسِل�م – سِل�م –
سالما و سالمة , yang mengandung arti selamat, sentosa, damai, dan tentram. Suatu kata, antara
etimologi dan terminologinya mempunyai hubungan yang sangat erat, dengan mengetahui etimologi
kata memudahkan seseorang untuk mengingat dan memahami terminologi kata, seperti itu juga
dengan memahami etimologi kata islam akan tergambar dibenak seorang muslim hakikat Islam yang
sebenarnya.
Islam adalah agama yang disampaikan melalui jalan damai oleh Rasul Muhammad SAW selama
kurang lebih 23 tahun, Islam tidak mengobarkan api peperangan, keculi diserang terlebih dahulu,
bahkan Islam sangat benci peperangan, walau peperangan tidak bisa dihindari, Islam masih menjaga
nilai-nilai keselamatan, kedamian dan ketentraman, di dalam sirah Rasul SAW disebutkan:
بعث إذا وس##ِلم عِلي##ه الِل##ه ص##ِلى الِله رسول قال: )كان عنه الِله رضي أنس عن
ا ا تقتِلوا ال الِله، باسم قال: "انطِلقوا جيًش+ ا، شيًخ+ + وال فاني##+ ا، طفال وال ام##ًرأة، وال ص##غيًر+
=وا 1المحسنين". يحب الِله إن وأحسنوا، وأصِلحوا، غنائمكم، وضموا تغِل
Anas berkata, Rasul SAW bersabda ketika ia mengirim bala tentara, “Pergilah kalian dengan
nama Allah SWT, janganlah kalian membunuh orang yang tua renta, anak kecil, dan perempuan.
1 Buraik bin Muhammad Buraik Abu Mâilah al-‘Amrî, as-Sarâyâ wa al-bu’ûts an-Nabawiah haula al-Madînah wa makkah, maktabah al-Madînah al-Raqamiah, h.61, juz. 1.
Janganlah berkhianat, kumpulkanlah harta-harta rampasan perang kalian, buatlah perdamain, dan
berbuat baiklah, sesungguhnya Allah SWT mencintai orang-orang yang berbuat baik”.
Itulah gambaran Islam masa lalu dan citra Islam yang harus dipertahankan selamanya, tapi
sangat disayangkan, citra Islam sebagai agama yang cinta damai telah dinodai oleh sekelompok
manusia yang menampilkan tampilan kesolehan diri yang dirangkai dengan sifat kebencian terhadap
segala kemaksiatan yang mereka tuangkan dengan bentuk-bentuk kekerasan, keberutalan, dan
kekejaman, sehingga seantero dunia khususnya negara-negara mayoritas non muslim mencitrakan
Islam adalah agama dengan faham ekstrimisme dan terorisme.
Menanggapi fenomena ini tergeraklah hati para pembela Islam sejati untuk menjelaskan kepada
dunia, bahwa Islam bukan agama dengan faham ekstrimisme dan terorisme, lahirlah tulisan-tulisan
yang mengangkat permasalahan ini, diadakanlah diskusi-diskusi, dan usaha-usaha lainnya. Tulisan ini
mencoba mengangkat permasalahan yang sama, yaitu antara Islam, ekstrimisme dan terorisme
dengan bahasan yang sederhana, tapi bisa meluruskan dan memberikan informasi seputar
permasalahan ini.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ekstrimisme dan Terorisme
Kata ekstrimisme diterjemahkan kedalam bahasa arab dengan yang تطّر�ف artinya
pendirian yang radikal, melebihi batas2, sedangkan kata ف�تط�ّر dipadankan maknanya dengan kata
)غلو berlebihan, ketidak wajaran), sedangkan ekstrimisme dengan pengertian yang lebih luas
mencakup :
Kepanatikan (ta’ashub) pada satu pendapat dan tak mengakui pendapat yang lainnya.
Tidak bisa memebedakan nilai-nilai agama dan cenderung bersikap keras dan kasar.
Cenderung buruk sangka dan mudah mengkafirkan orang yang berbeda dengan pahamnya.3
kata terorisme diterjemahkan kedalam bahasa arab dengan ,إرهاب yang semula artinya
membuat rasa takut dan kehebohan.4sedangkan pengertian terorisme sebagaimana yang disampaikan
oleh para ulama didalam pertemuan fiqih islam yang ke-16, diadakan oleh Râbithah al-‘Ālam al-Islâm
(mekkah, januari 2002), adalah:
اإلنس#ان عِلى بغيا ، دول أو جماعات أو أفًراد يمارسه الذي العدوان هو "اإلرهاب
وقط#ع الس#بيل وإخاف#ة الحًرابة بصور يتصل وما حق بغيًر وماله ، وعقِله ، ودمه ، دينه
ف##ًردي إج##ًرامي لمًش##ًروع تنفيذا يقع ، التهديد أو العنف أفعال من فعل وكل ، الطًريق
تع##ًريض أو بإي##ذائهم ت##ًرويعهم أو الن##اس بين ال##ًرعب إلق##اء إلى ويه##دف ، جم##اعي أو
بأح#د أو بالبيئ##ة الض##ًرر إلح##اق ص#نوفه . ومن لِلًخط#ًر أم##والهم أو ح#ًريتهم أو حي##اتهم
الطبيعي##ة أو الوطني##ة الم##وارد أح##د تع##ًريض أو الًخاص##ة أو العام##ة واألمالك المًراف##ق
."لِلًخطًر
Dari teks tersebut dapat disimpulkan aksi-aksi yang dianggap sebagai bentuk terorisme, yaitu:
2 Munir al-Ba’labaki dan Dr. Rohi ba’labaki, kamus al-maurid, penerbit “HALIM JAYA”, Surabaya, h. 205. 3 Dr. Yusuf al-Qaradhawi, dikutip dari (sunangunungdjati.blogspot.com/2008/02/khawarij,diakses.18-12-2008).4 Dr. ismail luthfi, al-Irhâb wa al-‘anaf at-Tatharrub, (www.al-islam.com, diakses. 18-12-2008).s
Agresi yang dilakukan oleh individu, kelompok, atau pemerintahan yang dilancarkan tanpa
ada alasan yang bisa membenarkan hal tersebut, tetapi hal itu semata-mata adalah bentuk
kezhaliman terhadap orang lain yang merugikan mereka dari aspek agama, jiwa, akal,
ataupun harta.
Seluruh aksi yang menyerupai peperangan dan menghilangkan rasa keamanan bagi pengguna
alat tranportasi.
Seluruh aksi kejahatan yang memicu timbulnya perbuatan-perbuatan kriminal dari individu
atau pun kelompok lain sehingga tersebarlah rasa takut diantara manusia.
Perusakan lingkungan, sarana umum, aset pribadi, sumber daya alam negara, atau sumber
daya manusi.5
Dari paparan diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwa aksi-aksi terorisme, salah satu pemicu
utamanya adalah paham ekstrimisme, seseorang dengan paham ekstrimisme dibenaknya akan
menuangkannya dalam aksi-aksi terorisme.
B. Faktor-faktor Pemicu Terjadinya Ekstrimisme dan Terorisme
Faktor-faktor yang memicu timbulnya ekstrimisme dan terorisme banya sekali, karena
perbedaan pemikiran para pengkaji masalah ini, tetapi Dr. Abdullah bin Muhammad al-Umrî
mengatakan bahwa, walaupun faktor-faktor terjadinya ekstrimisme dan terorisme sangat banyak,
tetapi bisa di sederhanakan dalam dua faktor utama, yaitu:
1. Minimnya ilmu pengetahuan agama yang diperoleh dari sumber utamanya.
2. Pengaruh lingkungan dimana seseorang tinggal.6
Kurangnya ilmu pengetahuan agama dalam diri seseorang sangat membahayakan, jika orang
tersebut adalah orang yang kesadaran beragamanya tinggi, maka yang lahir adalah pribadi yang
memandang saudaranya yang jauh dari agama adalah orang yang hina, jika ia melihat orang lain yang
5 Ibid.6 Dr. Abdullah bin Muhammad al-Umri, asbâb zhahirat al-Irhâb, oleh situs islam (www.al-islam.cam), hal.37.
tidak berpenampilan sepertinya bukan husnu zhan (asumsi positif) yang ia kedepankan, tapi sifat
menyalahkanlah yang ia kedepankan, dengan angkuhnya ia berkata,”ini tidak sesuai dengan sunnah”,
atau ia berkata,”ini haram”, padahal penilain itu lahir dari keilmuannya yang begitu tipis yang hanya ia
peroleh dari paparan manusia dari golongannya, sedangkan ia buta dengan refrensi-refrensi lain
seperti kitab-kitab hadits, tafsir-tafsir al-Qur’an, dan lain-lain yang menjadi sumber utama dari
keilmuan, bukan yang hanya berasal dari golongannya, dari watak-watak seperti inilah terlahir bibit-
bibit ekstrimisme dan terorisme, Prof. Dr. Muhammad ‘Alwi al-Maliki berkata:
مذهبه خف عِلمه كثًر من و اعتًراضه كثًر عِلمه قل من
“Orang yang ilmunya sedikit akan suka menyalahkan opini orang lain, sedangkan orang yang
luas ilmunya hilanglah fanatismenya.”
Lingkungan seseorang hidup juga sangat berpengaruh untuk menumbuhkan benih-benih
ekstrimisme dan terorisme dalam diri seseorang, lingkungan dengan penuh ketidak adilan,
kekerasan,dan kesewenang-wenangan akan melahirkan manusia-manusia dengan faham ekstrimisme
dan terorisme, sebagai apresiasi dari ketidak sukaan dan kebencian terhadap hal-hal tersebut, atau
lingkungan hidup dalam suatu kelompok yang memahami Islam dengan kacamata radikal, yang selalu
meneriakkan kata-kata jihad dengan pengertian statis, yaitu berperang dijalan Allah untuk
memepertahankan syariat Allah dan memerangi musuh-musuh Allah, tidak dengan makna yang
dinamis, yaitu sebagai mana yang dipahami para sahabat dalam perkataan mereka:
النفس جهاد يعنون األكبًر الجهاد إلى األصغًر الجهاد من رجعنا
“Kami (para sahabat) pulang dari jihad kecil (perang tabuk) menuju jihad terbesar (perang
melawan nafsu jahat).”7
Hidup dilingkungan seperti ini sangat berpotensi melahirkan watak-watak ekstrim.
C. Perspektif Fiqih Terhadap Aksi Terorisme
7 al-Ghazali, ihyâ’ ‘ulûm ad-Dîn, Dar al-Ma’rifah, Bairut, h. 244, vol. 2.
Jika mengamati praktek-praktek yang terjadi, sesungguhnya aksi terorisme berlawanan dengan
nilai-nilai ajaran Islam. Sebab, sejak awal Islam memproklamirkan diri sebagai agama rahmatan lil
‘âlamîn, agama yang membawa misi perdamain alam semesta. Karena itulah, pada hakikatnya Islam
melarang segala bentuk aksi kekerasan. Mengingat aksi terorisme termasuk tindakan kekerasan, maka
aksi itu juga dilarang dalam Islam.
Dalam konteks fiqih jinayat, aksi terorisme ini dapat dikategorikan dalam hirâbah. Yakni, segala
bentuk tindakan yang dapat mengancam harta ataupun jiwa orang lain. Konsep hirâbah berdasarkan
firman Allah SWT:
“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan rasul-Nya dan
membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan
kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). yang demikian
itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang
besar”.(Q.S. al-Mâidah: 33).
Para ulama berselisih pendapat dalam memahami ayat ini. Dalam hal ini mereka terbelah
menjadi dua kelompok. Pertama, dipelopori oleh Sa’îd bin Musayyab, Umar bin Abdul Aziz, Mujahid,
dhahâk dan sejumlah ulama lainnya. Mereka perpendapat bahwa arah ayat di atas tertuju pada segala
bentuk tindakan kriminal. Sehingga orang yang melakukan praktek riba pun tercakup dalam ayat ini.
Menurut kelompok ini, berdasarkan ayat di atas, seorang imam atau hakim punya hak untuk
menentukan hukuman yang pantas dijatuhkan kepada pelaku kejahatan. Jadi, bentuk-bentuk sangsi
hanya bersifat alternatif.8
8 Sa’îd Hawwa, al-Asâs fi at-Tafsîr, juz III, (Kairo, Dar as-Salâm, 1989 M/1409 H), h. 1362-1363.
Beda halnya dengan kelompok kedua, kelompok ini didukung oleh jumhur ulama. Mereka
menegaskan bahwa ayat di atas berlaku khusus bagi qatha’ at-tharîq (begal/perampok). Karena tingkat
kejahatan bermacam-macam, maka kadar sangsinya pun bertingkat-tingkat. Kadar sangsi yang dipatok
ayat ini dijatuhkan berdasarkan besar kecilnya tindak kejahatan yang dilakukan.9
Melihat bentuk kejahatan yang dilakukan, maka pelaku qatha’ at-tharîq terbagi menjadi empat
macam. Pertama, pelaku yang hanya menakut-nakuti, tanpa bermaksud membunuh atau mengambil
hartanya. Dalam hal ini ulama sepakat bahwa sangsinya adalah diasingkan dari tempat tinggalnya.
Kedua, pelaku yang membunuh korban tanpa mengambil harta bendanya. Dalam kasus ini ulama juga
sepakat bahwa sangsi berupa hukum mati. Ketiga, pelaku yang mengambil harta tanpa membunuh
korbannya, semua ulama juga sepakat harus dipotong tangan dan kakinya secara selang seling.
Keempat, pelaku yang mengambil harta sekaligus menghabisi nyawa korban. Menurut As-Syâfi’î dan
Ahmad , sangsinya dibunuh dan kemudian disalib. Sedangkan menurut Ibnu Abbas, an-Nakha’î dan
Athâ’, pelakunya dipotong tangan dan kakinya secara selang-seling, kemudian disalib. Beda halnya
dengan Abu Hanifah, ia berpendapat sangsinya diserahkan sepenuhnya kepada imam(hakim). Artinya,
bisa memilih potong tangan atau kakinya terlebih dahulu, atau langsung dijatuhi hukuman mati dan
disalib. Yang perlu dicatat disini bahwa sangsi-sangsi bukan termasuk kategori qishas. Sebaliknya ia
merupakan bagian dari had. Oleh karena itu, sangsi itu dapat digugurkan oleh siapa pun.10 Lalu
bolehkah dalam kondisi tertentu melakukan aksi teror?.
Sejak awal Islam anti kekerasan. Akan tetapi pada saat posisi Islam terus dizhalimi oleh
kelompok lain, Allah mengizinkan untuk melakukan perang perlawanan. Setiap akan berangkat
kemedan peperangan, Rasul selalu mengingatkan agar tidak merusak pepohonan dan memerangi
orang-orang lemah(orang tua renta, perempuan dan anak-anak). Namun demikian, tercatat bahwa
Rasul pernah dalam satu peperangan menebang sejumlah pohon korma kepunyaan Bani Nadhar,
9 Ibid. 10 ‘Audah, at-Tasyrî’ al-Jinâî, jiz I, 656-660; al-Qurthubi, al-jâmi’, juz VI, 151-152.
karena disinyalir bahwa poho-pohon tersebut sebagai sumber kekuatan logistik musuh, dan ternyata
hal tersebut direstui allah SWT:
“Apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma (milik orang-orang kafir) atau yang kamu
biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya, Maka (semua itu) adalah dengan izin Allah; dan Karena dia
hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang fasik.”(Q.S. al-Hasyr: 5).
Menanggapi persoalan ini, jumhur ulama berpendapat tentang kebolehan merusak kekuatan
logistik musuh (orang yang berbuat kezhaliman kepada umat Islam). Akan tetapi harus selalu
didasarkan pada kebijakan pemimpin bangsa. Sehingga secara strategis dapat dipertimbangkan nilai-
nilai kemaslahatannya. Dengan demikian dalam kondisi defensive (difâ’) tampaknya Islam
membolehkan penyerangan terhadap kekuatan musuh, dengan catatan sebisa mungkin menghindari
korban dari rakyat tak bersalah, Allah SWT berfirman:
“Dan jika kamu memberikan balasan, Maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan
yang ditimpakan kepadamu. akan tetapi jika kamu bersabar, Sesungguhnya Itulah yang lebih baik bagi
orang-orang yang sabar.”(Q.S. an-Nahl: 126).
Dari sini, jelas Islam membolehkan aksi perlawanan sebagai tindakan pembalasan. Tetapi bentuk
balasan itu harus setimpal. Tidak boleh melampui batas. Dalam konteks ini, perlawanan yang dilakukan
tidak bisa disebut terorisme. Sebaliknya, ia sebagai upaya mempertahankan diri dari cengkraman
kekutan lalim yang pongah.11
SIMPULAN
11 Wahbah az-Zhuhailî, Nadhâriyyah ad-Dharûrah as-Syar’iyyah, Muqâranah ma’a al-Qanûn al-Wadh’î, (Bairut, Dâr al-Fikr al-Mu’âshir, 1997), h. 290.
Islam adalah agama dengan tampilan kedamain, ketentraman, dan kasih sayang, Rasulullah SAW
mengajarkan kepada umatnya untuk selalu menebarkan kasih saying, kedamian, dan ketentraman, ia
bersabda:
اح�مeون� fالًر eمeهeح�م gًر� حgم�نe ي fوا الًرeح�م gار gِض� ف�ى م�نgر� eمg األ ح�مgك gًر� م�اء� ف�ى م�نg ي fالس .
“orang yang kasih sayang mereka adalah orang yang Allah ar-Rahmân kasih sayangi, maka
kasihilah orang-orang yang ada dibumi, maka kaumu akan dikasihi oleh orang-orang yang ada
dilangit(malaikat Allah ). (H.R. Al-Baihaqî).
Islam tidak akan mengubah tampilan kasih sayangnya, kecuali terlebih dahulu diserang, Islam
dan umatnya bagaikan lebah-lebah di dalam sarangnya, menghasilkan sesuatu yang baik dari sumber
yang baik pula dan tidak akan menyengat, kecuali ketenangan mereka diusik.
Islam akan tampil menjadi agama yang benar-benar dengan tampilan kasih sayang, jika umatnya
mau memperdalam pengetahuan Islam secara syâmil, kâmil, tidak parsial dan umat Islam mau
memahami perbedaan sebagai sesuatu yang wajar, bukan sesuatu yang harus dipermasalahkan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Zhuhailî, Wahbah, Nadhâriyyah ad-Darûrah as-Syar’iyyah Muqâranah ma’a al-Qânûn al-Wadh’î,
Baerut, Dâr al-Fikr al-mu’âshir, 1997M.
‘Audah, Abd Qâdir, Al-Tasyrî’ al-Jinâî al-Islamî, Beirut: muassah ar-Risâlah, 1992M/1412H.
Sa’îd Hawwâ, Al-Asas fî at-Tafîr, Kairo: Dâr as-Salâm, 1989M/1404H.
Al-Gazalî, ihyâ ‘ulûm ad-Dîn, Beirut, Dâr al-M’arifah, Tth.
Al-Ba’labaki, Munîr dan Dr. Rohi ba’labaki, kamus al-maurid, Surabaya: penerbit “HALIM JAYA”,
2006M.
Dr. Abdullah bin Muhammad al-Umri, asbâb zhahirat al-Irhâb, oleh situs islam (www.al-islam.cam).
Dr. ismail luthfi, al-Irhâb wa al-‘anaf at-Tatharrub, (www.al-islam.com)
Mata Kuliah Dosen Pengasuh
Hadits Al-Ahkam Drs. H. Ahmad Zamani. M.Ag
Antara Islam, Ekstrimisme
Dan
Terorisme
Oleh
Zainal Hakim
(0701428402)
Fakultas Ushuluddin
Jurusan Tafsir-Hadits PK
Institut Agama Islam Negeri Antasari
Banjarmasin
2008
Top Related