MORFIN
Obat ini diberikan secara subkutan, intramuskular, atau intravena. Dosisnya harus mempertimbangkan umur dan faktor yang mempengaruhi metabolismenya. Umumnya tidak melebihi 0,2 mg/kgBB. Dosis yang digunakan untuk pembedahan adalah:
Pria dewasa (70 kg) : 10 mgWanita dewasa (60 kg) : 8 mg (kira-kira 75% pria)Jika dosis melebihi 15 mg jangan diberikan sekaligus. Untuk anak-anak harus
dikurangi.Absorbsi morfin dalam traktus digestivus jelek dan sulit diprediksi, karena itu dosis
oral 4-6 kali dosis sub kutan (dosis oral 40-60 mg setara dengan 10 mg subkutan). Morfin dapat diberikan per rektal secara suppositoria. Adsorbsi setelah pemberian subkutan bervariasi karena tergantung dari sirkulasi setempat. Pemberian morfin yang terpilih adalah secara intravena.
Sesudah diadsorbsi morfin didistribusikan ke semua jaringan parenkimatosus. Konsentrasinya dalam tulang lebih rendah dari pada dalam jaringan lain. Meskipun mempunyai site of action adalah SSP tetapi hanya dalam jumlah kecil yang menembus blood brain barier.
Di dalam darah sekitar 6% terikat dengan protein, dan diantaranya 80-90% berikatan dengan albumin dan lainya dengan globulin. Ikatan dengan protein meningkat pada pasien adiksi dan menurun pada pasien gagal ginjaldan hepar.
Morfin dimetaboliser hampir semourna di dalam hepar oleh enzim glucorinil tranferase menjadi bentuk glukorinid yang mudah larut dalam air. Sekitar 10% mengalami demetilasi membentuk nor morfin yang inaktif.
Eliminasi melalui urin 85% dalam bentuk glucorinid, 5% nor morfin dan 5% dalam bentuk morfin yang tidak berubah. Sekitar 8% morfin glukorinid tereliminasi lewat empedu. Metaboisme ektrahepatal sering terjadi di dalam ginjal. Eliminasi pada bayi berjalan lambat, bayi yang lebih muda lebih lambat eliminasinya dibanding bayi yang lebih tua.
Aksi morfin pada SSP difus pada semua level intergrasi, aksi selektif terjadi pada level kortikal, dienchepalon, korpus striatum, batang otak dan level spinal. Aksi stimulasi dan depresi terjadi pada semua level neroaksis. Aksi analgesi terjadi pada sinaps antara reseptor neuron dan konektor neuron afferen pada substansia gelatinosa medulla spinalis, interneuron medial pada nucleus postero ventral thalamus, hipothalamus, interneuron korteks, amigdala dan thalamus. Efek analgesi timbul akibat depresi pada pusat fasilitasi supraspinal dan depresi pada pusat refleks spinal.
IndikasiPenatalaksanaan nyeri kronik pada pasien yang perlu analgesik opioid
KontraindikasiDepresi pernapasan, penyakit obstruksi jalan napas, penyakit hati akut, ileus paralitik, pengunaan bersamaan dengan MAOI (atau dalam waktu 2 minggu sesudah menggunakan MAOI) atau obat lain bekerja pada SSP
Efek Samping-pada mata obat ini menyebabkan kontriksi pupil karena stimulasi pada nukleus ed atropin dapat mengurangi efek miosis- pada sistem respirasi obat ini menimbulkan sensitivitas respirasi pada C02 berkurang. Terjadi penurunan respirasi rate yang lebih nyata dibandingkan volume tidal. Atropin tidak bisa melawan efek depresi respirasi akibat morfin. Dapat terjadi brokokontriksi akibat efek anti kolinenterase dan pelepasan histamin. Depresi respirasi terjadi 30 menit sesudah pemberian itramuskuler- pada GI, morfin menimbulkan kontriksi spinter usus, kontriksi pylorus dan gerakan lambung berkurang. Tonus otot usus meningkat tetapi peristaltik menurun sehingga dapat timbul konstipasi. Morfin menimbulkan kontriksi pada spinter oddi sehingga menggangu ekresi empedu.- pada traktus urogenital terjadi penghambatan tonus dan peristaltik otot polos antara lain tonus pada tuba fallopi, otot detrussor, spingter vesica urinaria. Efek ini dapat diantagonisir oleh sulfas atropin. Produksi urin menurun karena stimuus oleh hormon ADH- selama persalinan obat ini tidak menembus uterus, tapi menembus placenta sehingga menimbulkan depresi napas pada bayi baru lahir- pada kardiovaskuler menyebabkan menurunya frekuensi nadi dan tekanan darah kususnya bila diber secara intravena- pada sistem endokrin, morfin menimbulkan stimulasi hipofisis posterior dan medula adrenalis sehingga meningkatkan hormon ADH dan naiknya ketokolamin- morfin dapat menimbulkan gatal-gatal terutam hidung, mulut, dan bibir, kejadian ini lebih banyak pada wanita karena reflek enkephalinergik
MEPERIDIN/ PETHIDIN
Pethidin menghambat impuls dari susunan saraf dan menghambat tranmisi informasi nosiseptif dari perifer ke medulla spinalis. Petidin diadsorbsi dengan baik dari tempat suntikan baik IM atau subkutan, setelah diadsorbsi petidin cepat masuk ke dalam jaringan parenkim. Pada pemberian IV konsentrasi dalam plasma menurun cepat pada 1-2 jam pertama. Kekuatan analgesinya antara 1/7-1/10 morfin. Analgesi muncul 15-20 menit sesudah pemberian IM, kadar puncak plasma tercapai dalam waktu 15-60 menit. Lama kerja sekitar 2-4 jam. Kadar dalam plasma minimal untuk mencapai analgesi bervariasi antar individu, dengan kadar 0,7 mcg/cc menghasilkan 95% analgesi pasca bedah. Pemberian pada dosis analgesi dapat menimbulkan efek sedasi. Pentidin menekan pusat pernapasan sehingga kepekaan terhadap C02 menurun, tidal volume menurun, frekuensi napas umumnya tidak terpengaruh. Pentidin dapat menyebabkan pelepasan histamin dan ini dapat menyebakan kontriksi bronkhus, akibat depresi pernapasan pentidin menyebabkan kadar C02 dalam darah. Hal ini menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak sehingga terjadi kenaikan TIK.
Sekitar 40-60% pentidin terikat pada protein plasma. Pada orang tua ikatan protein plasma menurun sehingga bentuk bebas meningkat, akibatnya sensitivitas pada pentidin juga meningkat.
Metabolisme terjadi di hati dengan cara hidrolisis dan demetilasi menjadi nor pentidin dan asam pentinidat, kemudian mengalami konjugasi dan di ekresi melalui
ginjal. Sebagian kecil tidak mengalami perubahan dan di ekresi melalui ginjal. Ekresi pentidi meningkat pada pH urin asam sebaiknya pada keadaan basa.
Efek samping yang dapat timbul adalah pusing,berkeringat, euforia, mulut kering, mual, muntah, perasaan lemah, ganguan penglihatan, palpitasi, disforia, sinkop dan sedasi. Pada dosis tinggi menimbulkan depresi napas, tremor, konvulsi koma dan kematian.
Efek depresi pentidin dapat diterapi dengan nalokson dan nalorfin, tetapi efek stimulasi tidak dapat diterapi dengan nalokson.
IndikasiPenatalaksanaan nyeri kronik pada pasien yang perlu analgesik opioid
KontraindikasiDepresi pernapasan, penyakit obstruksi jalan napas, penyakit hati akut, ileus paralitik, pengunaan bersamaan dengan MAOI (atau dalam waktu 2 minggu sesudah menggunakan MAOI) atau obat lain bekerja pada SSP
Dosis dan Cara PemberianPada orang dewasa 1 mg/kgbb, pada orang tua dosis perlu dikurangi. Pada anak-anak kira-kira 0,5 mg/kgBB jika diberikan bersama barbiturat dosis perlu dikurangi sampai sepertiganya.Pengunaan yang dianjurkan adalah intramuskular atau intravena. Jika diberikan secara subkutan menimbulkan iritasi. Pada pemberian intravena petidin harus diberikan pelan-pelan, dengan cara diencerkan menjadi larutan 0,02-0,04%
FENTANILMerupakan opioid agonis turunan fenil piperidin. Potensi analgesinya antara 75-125
kali lebih kuat daripada morfin. Pada balance anestesi, fentanil diberikan dengan loading dose 2-8 ug/kgBB dilanjutkan dengan infus kontinyu 0,5-3 ug/kgBB iv. Dengan dosis 2-10 ug iv dipakai untuk mencegah gejolak kardiovaskuler pada tindakan laringoskopi intubasi.
Fentanil bekerja pada talamus, hipotalamus sistem retikuler dan neuron-neuronya. Dengan demikian rangsang sakit tidak dapat mencapai daerah kortikal. Blokade terhadap rangsang sakit, somatik dan viseral berhubungan dengan blokade fentanil pada mesenchepalon.
Fentanil dimetabolisir di hepar dengan cara dekalisasi hidroksilasi dan hidrolisa amida menjadi metabolit tidak aktif meliputi nor fentanil dan des propionil nor fentanil. Kemudian diekresi melalui empedu dan urin. Di dalam feces dan urin, 72 jam sesudah pemberian sebagian besar di dapat dalam bentuk metabolit dan 85 dalam bentuk asli. Waktu paruh eliminasi 185-219 menit. Ikatan dengan protein 79-87, volume distribusi 3,2-5,9 I/kg, klirens 10-20 ml/kg/menit. Durasi pada orang tua memanjang karena penurunan klirens, aliran darah hepar, aktivitas enzim dan produksi albumin.
Indikasi
Suplemen analgesik narkotik pada anestesi regional atau generalKontra indikasiDepresi pernapasan. Cedera kepala. Alkoholisme akut. Serangan asma akut. Intoleransi. Hamil, laktasi.
Efek sampingFentanil menyebabkan ketergantungan, euforia, perlambatan EKG, miosis, mual,
muntah yang tergantung pada dosis. Efek terhadap jantung minimal meskipun laju jantung dapat menurun akibat efek vagal dan depresi nodus SA dan AV. Pemberian atropin sulfat dapat menurunkan kejadian bradikardi, karena itu dianjurkan pemberianya pada penggunaan dosis tinggi. Dengan dosis 10 g/kgBB menurunkan 32% kebutuhan oksigen otot jantung, sehingga menguntungkan pada penderita kerusakan otot jantung dan infusiensi koroner.
Fentanil menyebabkan depresi respirasi dan kekakuan otot rangka kususnya otot thorax, abdomen dan ektemitas terutama pada pemberian intravena cepat.
ANFENTANIL,SUFENTANIL, Dan REMIFENTANILKekuatan analgesi alfentanil : 1/5-1/10x fentanilKekuatan analgesi sulfentanil : 5-10x fentanilKekuatan analgesi remifentanil : 15-20x lebih kuat dari fentanil
Pada pemberian intravena, alfentanil mempunyai onset yang lebih cepat dibanding fentanil maupun sufentanil. Remifentanil mempunyai onset secepat alfentanil dan pemulihan pasien lebih cepat terjadi setelah pemberian dihentikan
Diazepam
Efek sedasi, amnesia, dan penenang dari diazepam, membuat obat ini menjadi pilihan
paling populer sebagai obat premedikasi. Obat ini merupakan obat standar terhadap
benzodiazepin.lainnya. karena diazepam tidak larut dalam air dan harus berdisosiasi pada
pelarut organik (propylene, glycol, sodium benzoat), rasa sakit mungkin muncul pada
pemberian intramuskuler ataupun pada pemberian intravena. Phlebitis sering merupakan
gejala sisa dari injeksi intravena. Pemberian diazepam secara oral dengan 150cc air lebih
disukai daripada pemberian injeksi intramuskuler. Lebih dari 90 persen dosis oral
diazepam ceoat diserap.
Efek puncak dapat terjadi setelah pemberian oral dalam waktu 0,5 -1 jam pada orang
dewasa dan 15-30 menit pada anak-anak. Diazepam tidak melewati membran
pasenta,dengan level konsentrasi pada bayi yang setara atau melewati level ibu. Karena
diazepam terikat kuat dengan protein, maka pasien dengan albumin yang rendah, seperti
pada sirosis hepatis atau gagal ginjal kronis, mengakibatkan peningkatan efek dari obat.
Diazepam dimetabolisme reaksi oksidatif N dimethylasi menjadi metabolit yang lebih
lemah. Dimethyldiazepam dan oxazepam adalah metabolit primer. Sejumlah kecil obat
dimetabolisir menjadi temazepam. Waktu paruh dari diazepam adalah 21-37 jam pada
orang normal. Pada pasien usia lanjut dan sirosis pemberian diazepam secara peroral
lebih disukai.
Terdapat sedikit efek dari diazepam di luar ssp. Depresi normal dari saluran
pernafasan, sirkulasi atau fungsi hepar dan renal dapat terjadi. Lebih lanjut, depresi
ventilator dapat terdiri atas obat-obatan depresi lain, terutama opioid dan alcohol.ada
sedikit depresi kardiovaskular terlihat setelah penggunaan diazepam untuk medikasi
preoperative. Tentunya, dosis intravena lebih tinggi menghasilkan depresi sirkulasi lebih
kecil. tidak banyak efek klinis pada neuromuscular junction setelah pemberian diazepam
untuk medikasi preoperative.
Telah ada berbagai usaha untuk menurunkan myalgia dan fasciculation akibat dari
succinylcholine dengan diazepam. Efek fasciculations bervariasi, tetapi myalgia menurun
pada suatu percobaan. Premedikasi dengan diazepam tidak dapat dipercaya mencegah
kenaikan tekanan intraokuler setelah intibasi trakea. Pada binatang, diazepam telah
menurunkan ambang kejang untuk lidokain, namun efek ini belum dapat dibuktikan pada
manusia.
Indikasi
Untuk pengobatan jangka pendek pada gejala ansietas. Sebagai terapi tambahan untuk meringankan spasme otot rangka karena inflamasi atau trauma. Digunakan juga untuk meringankan gejala-gejala pada penghentian alkohol akut dan premidikasi anestesi.
Kontraindikasi
Penderita hipersensitivitas, bayi usia 6 bulan, wanita hamil dan menyusui, depresi
pernapasan,gangguan pulmoner akut, glaukoma sudut sempit.
Dosis- Premedikasi :10 mg pada dewasa (im) 0,1-0,2 mg/kg BB pada anak (im)- Induksi : 0,2-0,6 mg/ kg BB iv- Anti kejang : 10-20 mg iv Efek sampingMengantuk,ataksia, erupsi pada kulit. edema, mual dan konstipasi, gejala-gejala ekstra
piramidal. jaundice dan neutropenia, perubahan libido, sakit kepala, amnesia, hipotensi. gangguan visual dan retensi urin
Midazolam
Midazolam telah mendominasi menggantikan diazepam pada penggunaannya sebagai medikasi preoperative dan sedasi sadar. Bahan-bahan psikokimia dari obat itu berguna untuk kelarutannya dalam air dan metabolisme cepat. Sedangkan dengan benzodiazepin lain, midazolam menghasilkan anxiolysis, sedasi, dan amnesia. Ini 2 sampai 3 kali lebih poten daripada diazepam karena peningkatannya pada reseptor benzodiazepun.
Dosis biasa intramuskuler adalah 0,05-0,1 mg/kg dan titrasi 1,0-2,5 mg pada intravena. Tidak ada iritasi atau phlebitis dengan injeksi midazolam. Insidensi efek samping setelah masuknya obat rendah, meskipun depresi ventilasi dan sedasi dapat lebih dari yang diharapkan, terutama pada pasien tua atau ketika obat dikombinasikan dengan depresan system saraf pusat lain. Ada onset yang cepat pada kerja dan absobrsi yang diperkirakan setelah injeksi intramuskular midazolam daripada diazepam. Waktu onset setelah injeksi intramuskuler 5-10 menit, dengan efek puncak muncul setelah 30-60 menit. Onset setelah masuknya intravena sebesar 5 mg diperkirakan muncul setelah 1-2 menit. Ditambahkan onset yang lebih cepat, penyembuhan lebih cepat muncul setelah masuknya midazolam dibandingkan dengan diazepam. Hal ini mungkin sebagai hasil kelarutan midazolam pada lemak dan distribusi yang cepat pada jaringan perifer dan biotransformasi metabolic. Atas alasan ini, midazolam biasanya diberikan dalam waktu 1 jam induksi.
Midazolam dimetabolisme dengan enzim mikrosomal hepatic untuk mencapai metabolisme hidroksilasi yang inaktif. Reseptor H2 antagonis tidak mempengaruhi metabolisme.
Eliminasi waktu paruh midazolam kira-kira 1-4 jam dan dapat memanjang pada orang tua. Percobaan menunjukkan fungsi mental biasanya kembali ke normal dalam 4 jam masuknya obat.
Setelah masuknya 5 mg, amnesia berakhir dari 20-32 menit. Masuknya obat intramuskuler dapat menghasilkan periode amnesia lebih panjang. Hilangnya ingatan dapat diakibatkan oleh masuknya skolpolamin berkelanjutan. Obat-obatan midazolam membuat hal ini ideal untuk prosedur yang pendek
Indikasi Sebagai obat unuk induksi, hipnotik pada balance anestesi, untuk tindakan cardioversi, ECT, anti konvulsi, sebagai sedasi pada anestesi regional, mengurangi halusinasi pada pemakaian ketamin, untuk premedikasi
KontraindikasiPenderita hipersensitivitas, bayi usia 6 bulan, wanita hamil dan menyusui, depresi
pernapasan,gangguan pulmoner akut, glaukoma sudut sempit.
Dosis
- untuk sedasi dan axiolitik 0,1 mg/kg BB im. Onset sekitar 15 menit, puncak tercapai
dalam 30-45 menit. Dengan dosis 1-2,5 mg iv efektiv untuk sedasi pada anestesi regional
- untuk induksi 10-15 mg iv, pnderita akan tertidur sesudah 2-3 menit, dosis induksi per rectal pada pediatri adalah 1 mg/kgBB- untuk premedikasi dewasa 1mg/kgBB-untuk premedikasi pediatrik:
Intranasal : 0,2-0,3 mg/kgBBBuccal : 0,07 mg/kgBBSub lingual : 0,1 mg/kgBBRectal : 0,5-1,0 mg/kgBBLorazepam
Lorazepam memiliki struktur serupa dengan oxazepam dan 5-10 kali lebih baik dari
diazepam. Lorazepam dapat menghasilkan amnesia, meredakan kecemasan, dan sedasi.
Ketika lorazepam dibandingkan dengan diazepam, efeknya mirip sekali. Meskipun
lorazepam tidak larut dalam air dan membutuhkan pelarut seperti polyethylene glycol
atau propylene glycol, masuknya lorazepam, tidak seperti diazepam, tidak berhubungan
dengan nyeri saat injeksi atau phlebitis. Sedasi berkepanjangan biasa terjadi pada
penggunaan diazepam. Meskipun eliminasi waktu paruh diazepam lebih lama daripada
lorazepam (20-40 jam dibandingkan 10-20 jam), efek diazepam dapat memendek karena
lebih tidak berhungan dengan reseptor benzodiazepine.
Lorazepam dipercaya diabsorsi secara oral dan intramuskuler. Efek maksimal muncul 30-40 menit setelah injeksi intravena. Bradshaw et al mendemonstrasikan efek klinis 30-60 menit setelah masuknya diazepam oral. sebuah penelitian oleh Blitt et al menunjukkan ketiadaan ingatan tidak dihasilkan sampai 2 jam setelah injeksi intramuskuler.
Konsentrasi puncak plasma dapat tidak muncul sampai 2-4 jam setelah masuknya obat-obatan oral. Oleh sebab itu, lorazepam harus dipertimbangkan dengan baik sebelum operasi sehingga obat tersebut memiliki waktu untuk efektif sebelum pasien masuk ke kamar operasi. Lorazepam juga dapat diberikan secara sublingual.
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, eliminasi waktu paruh yaitu 10-20 jam. Dosis biasa antara 25-50 g/kg. Dosis untuk dewasa tidak boleh melebihi 4,0 mg. dengan dosis rekomendasi, amnesia antegrad dapat dihasilkan selama 4-6 jam tanpa sedasi berlebihan. Dosis lebih tinggi menghasilkan sedasi berkepanjangan dan berlebihan tanpa lebih banyak amnesia. Kerena onset yang lama dan panjang kerja, lorazepam tidak berguna dengan cepat dimana diinginkan bangun cepat, seperti pada anestesi pasien bukan rawat inap. Tidak ada metabolit aktif dari lorazepam; dan karena metabolismenya tidak tergantung dari enzim mikrosomal, ada pengaruh yang kurang pada efeknya dari usia atau penyakit hati.
Dibandingkan dengan diazepam, sedikit depresi kardiovaskular muncul dengan lorazepam. Namun, ada bahaya depresi respirasi yang tidak diinginkan pada dosis pada penyakit paru.
pH DAN VOLUME CAIRAN LAMBUNG
Banyak pasien yang datang ke kamar operasi dengan resiko aspirasi pneumonitis.
Contoh klasik adalah pasien dengan nyeri akut dan perut penuh yang harus menjalani
pembedahan emergensi. Pasien dengan kehamilan, kegemukan, diabetes dan hiatus hernia
atau efflux gastroesofageal memiliki resiko untuk terjadinya aspirasi isi gaster dan
subsequent chemical pneumonitis. Aspirasi pulmonal dari isi gaster yang signifikan
secara klinik sangat jarang pada pasien yang sehat yang menjalani pembedahan elektif.
Pentingnya untuk dilakukan puasa sebelum dilakukan induksi anestesi untuk
pembedahan elektif saat ini dipertentangkan.Beberapa institusi memperbolehkan minum
3 jam bahkan 2 jam sebelum operasi pada pasien tertentu. Volume isi gaster,setelah
induksi anestesi tidak meningkat dengan pemberian 150 ml air, kopi atau jus jeruk 2-3
jam sebelumnya. Studi yang sama yang dilakukan oleh Shevde dan Trivedi
menggambarkan pemberian 240 ml air, kopi, jus jeruk pada relawan yang sehat,
semuanya memiliki volume gaster kurang dari 25 ml dengan sedikit peningkatan pH
dalam 2 jam setelah minum satu atau tiga jenis minuman.
Hal yang dipertimbangkan dari puasa adalah kenyamanan, hipovolemi dan
hipoglikemi pada pasein anak-anak perioperatif. Investigasi oleh Splinter dkk,
menyimpulkan bahwa minum air putih 3 jam sebelum operasi, tidak terlalu memiliki efek
pada volume gaster dan pH pada anak-anak yang sehat dengan usia 2-12 tahun.
Studi lain pada bayi, anak-anak dan orang dewasa yang dijadwalkan untuk operasi
elektif memiliki hasil yang sama. Namun harus diingat bahwa data tersebut didapatkan
dari pasien yang tidak memiliki resiko terhadap aspirasi dan hanya meminum air putih.
The American Society of Anesthesiologists menyimpulkan pedoman untuk praktek puasa
peroperatif yang diadaptasi pada tahun 1998 (lihat table 21.5)
Tabel 21.5
REKOMENDASI PUASA UNTUK MENGURANGI RESIKO ASPIRASI
PULONAL
Jenis minuman
Air putih*
ASI
Waktu puasa minimal (untuk semua umur)
2 jam
4 jam
Makanan bayi
Susu formula
Makanan berat
6 jam
6 jam
6 jam
Dilakukan pada pasien sehat yang akan menjalani prosedur elektif dan tidak
dianjurkan untuk wanita bersalin. Mengikuti pedoman tadak menjamin
pengosongan gaster secara komplit.
* Termasuk air putih, jus buah, bahan-bahan berkarbonasi, teh dan kopi hitam.
Di adaptasi dari Practice Guidelines for Preoperative Fasting and the Use of
Pharmacologic Agents to Reduce the Risk of Pulmonary Aspiration : Application
to Healthy Patients Undergoing Elective Procedures. A Report by the American
Society of Anesthesiologists Task Force on Preoperative Fasting.
Anesthesiologists 90:896, 1999.
Antikolinergik
Baik atropine ataupun glycopyrrolate menunjukkan keefektifan yang tinggi dalam
meningkatkan pH isi cairan gaster atau mengurangi volume gaster. Sebuah studi oleh
Stoelting menunjukkan bahwa ketika pemberian dengan intramuscular 1-1,5 jam
sebelum operasi, baik atropin (0,4 mg) ataupun glycopyrrolate (0,2 mg) dapat
merubah pH atu volume isi gaster. Sudi lain yang serupa menyebutkan bahwa
glyccopyrolate (4-5 μg/kgBB) yang diberikan sebelum operasi tidak mengurangi
persentase pasien dengan resiko terhadap aspirasi pneumonitis yaitu sejumlah besar
pasien dengan pH cairan gaster dibawah 2,5 dan volume isi gaster > 0,4 ml/kgBB.
Pemberian glycopyrrolate dosis tinggi (0,3 mg) tidak lagi efektif. Lebih jauh lagi,
dosis intravena antikolinergic dapat menyebabkan relaksasi gastroesophageal
junction. Secara teori, hal ini juga dapat terjadi pada pemberian intramuskuler. Oleh
karena itu, resiko terhadap aspirasi pneumonal dapat meningkat , tapi efek spesifik
dari pemberian IM dari antikolinergik untuk preoperative belum dapat dibuktikan.
Antagonis Receptor Histamin
Antagonis reseptor H2, Cimetidin, Ranitidin, Famotidin and Nizatidin mengurangi
sekresi asam gaster. Mereka memblok kemampuan histamine untuk menginduksi
sekresi asam gaster dengan konsentrasi ion hydrogen yang tinggi. Oleh karena itu
antagonis reseptor histamin meningkatkan pH gaster. Antagonisme dari reseptor
histamine terjadi dalam cara yang selektif dan kompetitif. Penting untuk mengingat
bahwa obat-obatan ini tidak dapat diperkirakan tergantung dari volume gaster.
Dibanding dengan premedikasi, mereka relatif memiliki efek samping yang lebih
sedikit.
Karena efek sampingnya yang relatif sedikit dan karena banyak pasien elektif
memiliki resiko aspirasi pneumonitis, beberapa anesthesiologists menyarankan
penggunaan antagonis reseptor H2. Regimen dosis mulitipel dapat lebih efektif dalam
meningkatkan pH gaster dibanding dosis tunggal sebelum operasi pada hari operasi.
Antagonis H2 juga dapat diberikan pada pasien alergi.
Cimetidin
Cimetidin biasanya diberikan dengan dosis150-300 mg baik oral maupun
parenteral. Penggunaan 300 mg cimetidin oral, 1-1,5 jam sebelum operasi,
menunjukkan peningkatan pH cairan gaster diatas 2,5 pada 80% pasien. Tidak ada
efek pada volume cairan gaster. Namun, sebuah studi oleh Maliniak dkk melaporkan
bahwa cimetidin (300 mg) yang diberikan IV 2 jam sebelum operasi meningkatkan
pH cairan gaster dan menurunkan volume gaster. Cimetidine IV dapat diberkan pada
pasien yang tidak dapat menggunakan cimetidin secara oral. Untuk pasien yang
sangat obesitas, dosis cimetidin perlu ditingkatkan. Cimetidin dapat menembus
plasenta, namun efek samping terhadap janin belum terbukti. Pada satu pusat
investigasi, 126 pasien yang akan menjalani operasi sectio cesarean elektif diteliti.
Para pasien menerima 30 ml antacid 1-3 jam sebelum operasi atau 300 mg cimetidine
oral pada saat tidur dan juga IM 1-3 jam sebelum operasi. Terdapat peningkatan pada
pH cairan gaster dan penurunan volume cairan gaster pada grup yang diberikan
cimetidine.Yang terpenting dari diskusi ini adalah, tidak terdapat perbedaan pada
kerja saraf dari neonatus diantara kedua grup. Efek gaster dari cimetidine berlangsung
sepanjang 3 atau 4 jam, dan oleh karena itu obat ini dapat digunakan pada operasi
dengan durasi waktu tersebut.
Cimetidin memiliki beberapa efek samping,namun ada beberapa catatan.
Cimetidine dapat menghambat berbagai fungsi system enzim oksidase hepar sehingga
dapat memperpanjang waktu paruh dari berbagai obat, termasuk diazepam,
chlordiazepoxide, theophylline, propanolol dan lidokain. Hal yang juga menjadi
pertanyaan adalah penurunan aliran darah hepar oleh cimetidin dan perpanjangan efek
obat pada pasien gagal ginjal. Disritmia jantung, hipotensi, cardiac arrest, dan depresi
system saraf pusat pernah terjadi setelah pemberian cimetidin. Efek samping ini
mungkin terjadi pada pasien dengan penyakit berat setelah pemberian cimetidin IV
yang cepat. Diduga, resistensi jalan nafas mungkin meningkat pada pasien asma
karena cimetidin dapat menghasilkan unopposed reseptor H2 yang dapat
menyebabkan bronko konstriksi.
Ranitidin
Ranitidin lebih poten,spesifik, dan kerja lebih lama dibanding cimetidin. Dosis
oaral biasanya 50-200 mg. Ranitidin 50-100 mg yang diberikan parenteral,akan
menurunkan pH cairan gaster dalam 1 jam. Sama efektifnya dengan cimetidin dalam
mengurangi jumlah pasien yang memiliki resiko aspirasi gaster dan memiliki sedikit
efek samping terhadap kardiovaskular dan SSP. Efek dari ranitidine berlangsung
sampai 9 jam. Oleh karena itu, ranitidine lebih superior dari cimetidin pada prosedur
jangka panjang dalam mengurangi resiko aspirasi pneumonitis selama keadaan
bahaya dari anestesi dan extubasi trakea.
Antagonis Reseptor Histamin lainnya.
Famotidin adalah penghambat reseptor H2 yang diberikan preoperatif untuk
meningkatkan pH cairan gaster. Farmakokinetik dari famotidin mirip dengan
cimetidin dan ranitidine, dengan pengecualian. Famotidin memiliki waktu paruh yang
lebih lama dibanding keduanya. Famotidin pada dosis 40 mg oral,1,5-3 jam
preoperatif menunjukkan efektifitas dalam meningkatkan pH gaster. Nizatidin 150-
300 mg oral, 2 jam sebelum pembedahan, menurunkan asam gaster preoperatif.
Antasid
Antacid digunakan untuk menetralkan asam dalam gaster. Antacid dosis tunggal
yang diberikan 15-30 menit sebelum induksi anestesi, hampir 100% efektif dalam
meningkatkan pH cairan gaster diatas 2,5. Antacid nonparticulate 0,3 M sodium
citrate,sering diberikan sebelum operasi yang menginginkan peningkatan pH cairan
gaster. Antacid nonparticulate tidak merusak paru jika terjadi aspirasi pulmonal yang
mengandung antacid. Suspensi koloid antacid lebih efektif dalam meningkatkan pH
cairan gaster dibanding antacid nonparticulate. Namun aspirasi cairan gaster yang
mengandung particulate antacid dapat menyebabkan kersakan paru yang signifikan
dan persisten, disamping peningkatan pH cairan gaster. Sekuele terhadap pulmonal
bermanifestasi dalam bentuk edem pulmonal dan hipoksemi arteri.
Antacid langsung bekerja setelah pemberian. Antacid efektif pada cairan yang
terdapat dalam abdomen. Hal ini menyebabkan antacid lebih digunakan dalam
keadaan emergensi pada pasien yang dapat menerima obat secara oral.
Bagaimanapun juga, antacid dapat meningkatkan volume cairan gaster, tidak
seperti penghambat reseptor H2. Resiko terhadap aspirasi tergantung pada pH dan
volume isi gaster.
Omeprazole
Omeprazole menekan sekresi cairan lambung dengan cara berikatan pada pompa
proton sel parietal. Pada pasien dewasa diberi dengan dosis 40 mg iv, 30 menit
sebelum induksi. Atau 40-80 mg p.o, 2-4 jam preoperative. Efek terhadap pH gaster
palig lama 24 jam.
Metoklopramid
Metoclopramide adalah antagonis dopamine yang menstimulasi motilitas
gastrointestinal bagian atas, meningkatkan tonus spingter gastroesofagus, dan
relaksasi pylorus dan duodenum. Selain itu, juga sebagai antiemetik. Metoklopramide
mempercepat pengosongan lambung tapi belum diketahui efeknya pada sekresi asam
dan pH cairan lambung. Dapat diberikan secara oral atau parenteral. Dosis parenteral
5-20 mg biasanya diberikan 15-30 menit sebelum induksi. Dosis per oral 10 mg
memiloki onset 30-60 menit. T1/2 metoklopramid kira-kira 2-4 jam.
Penggunaan sebagai obat gastrokinetik adalah pada pasien-pasien yang jumlah
cairan gasternya besar seperti pasien persalinan, pasien yang dijadwalkan operasi
emergensi dan baru saja makan, obesitas, pasien trauma, rawat jalan, dan pasien DM
yang akan dilakukan gastroparesis sekunder.
Bagaimanapun, metoklopramide tidak menjamin pengosongan lambung. Sejumlah cairan lambung yang bermagna masih mungkin ada meskipun itu diberikan. Efek metoklopramide pada saluran cerna bagian atas bisa dihalangi oleh pemberian atropin atau sebelumnya disuntikkan opioid.
Mungkin juga tidak efektif setelah pemberian natrium sitrat. Yang jalas, metoklopramide terutama akan efektif mengurangi resiko terjadinya a antisialogogue spirasi paru bila dikombinasi dengan H2 reseptor antagonis (seperti, ranitidine) sebelum pembedahan elektif
Top Related