Analisis Pengaruh Readiness for Change terhadap Individual Readiness for Change Karyawan dalam Proses Perubahan Organisasi
(Studi Kasus: BPJS Kesehatan)
Meilisa Irmayanti, Budi Widjaja Soetjipto
Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk memahami pengaruh negatif dari individual readiness for change dan organizational readiness for change terhadap resistance to change. Proses pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode survey dengan menyebarkan kuesioner online. Objek penelitian ini adalah 3634 karyawan BPJS Kesehatan dengan masa kerja lebih dari setahun. Melalui metode Structural Equation Modelling, hasil penelitian menunjukkan bahwa individual readiness for change memiliki pengaruh positif terhadap resistance to change kemudian individual readiness for change dan organizational readiness for change memiliki korelasi signifikan satu sama lain.
Abstract
Analysis of The Effect of Readiness for Change on Employee Resistance to Change in
Organizational Change Processes (Case Study: BPJS Kesehatan)
This study aims to understand the negative effects of individual readiness for change and organizational readiness for change against resistance to change. The process of collecting data in this study using survey methods by distributing the online questionnaire. The object of this study was 3634 BPJS Kesehatan employees with a working period of more than a year. Using the Structural Equation Modeling method, the results showed that individual readiness for change has a positive influence on resistance to change then individual readiness for change and organizational readiness for change have significant correlation with each other.
Key words: organizational change; readiness for change; resistance to change; Structural Equation Modeling, BPJS Kesehatan Pendahuluan
Perubahan organisasi merupakan hal yang sudah umum terjadi di lingkungan kerja (McKay &
Peter, 2012) dan sekarang ini perubahan organisasi banyak dilakukan di Indonesia. Perubahan
Analisis Pengaruh ..., Meilisa Irmayanti, FEB UI, 2017
dilakukan oleh organisasi sebagai salah satu cara untuk bertahan (Daft, 2013). Begitu juga
disampaikan oleh Elving (2005) bahwa satu-satunya yang tidak berubah dari suatu organisasi
adalah perubahan yang terjadi pada organisasi itu sendiri. Persaingan yang ketat, fluktuasi
ekonomi, budaya akuntabilitas, dan serta menjulangnya jumlah pensiunan generasi baby
boomer mengharuskan organisasi untuk meningkatkan implementasi perubahan organisasi
(Harris, 2006; Meyer, 2009; Strand & Toman, 2010).
Perubahan yang dilakukan organisasi meliputi banyak hal, beberapa diantaranya adalah
perubahan struktur, fungsi organisasi dan pola pikir para anggotanya. Anggota organisasi
merupakan bagian yang penting dari proses perubahan organisasi dan merupakan salah satu
faktor penentu sukses atau tidaknya semua usaha yang dilakukan untuk berubah (Kalyal &
Saha, 2008). Demikian pentingnya peran faktor anggota dalam proses perubahan organisasi,
sehingga anggota organisasi mampu mempengaruhi, mengaktifkan, mendukung dan
mendorong perubahan organisasi yang merupakan prasyarat untuk mengembangkan dan
menerapkan inisiatif perubahan organisasi yang sukses dan menghasilkan perilaku kompeten
dan hasil kinerja baik. Menurut Cummings dan Worley (2009) menciptakan kesiapan
karyawan untuk perubahan dan mengatasi resistensi terhadap perubahan merupakan prasyarat
dasar yang diperlukan untuk mengelola perubahan organisasi yang efektif.
Untuk konteks penelitian ini, peneliti memilih Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Kesehatan, yang merupakan penyedia layanan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi seluruh
rakyat Indonesia. Alasan peneliti memilih BPJS Kesehatan sebagai objek penelitian adalah
karena BPJS Kesehatan merupakan salah satu organisasi di Indonesia yang sedang melakukan
perubahan organisasi secara menyeluruh. Beberapa bentuk perubahan organisasi yang terjadi
dalam BPJS Kesehatan adalah perubahan karakteristik yang berarti perubahan bentuk badan
hukum yang meliputi pendirian, ruang lingkup kerja serta kewenangan badan yang kemudian
diikuti dengan perubahan struktur organisasi dari Perseroan menjadi Badan Penyelenggara,
perubahan prosedur kerja dan perubahan budaya organisasi. Transformasi kelembagaan
jaminan sosial tidak mengikutsertakan badan penyelenggara jaminan sosial dari tatanan
Persero yang berpedoman pada kepemilikan saham dan kewenangan RUPS. Kemudian
tatanannya diubah menjadi badan hukum publik yang melaksanakan amanat konstitusi dan
peraturan perundangan.
Penelitian ini ingin mengetahui pengaruh individual readiness for change dan organizational
readiness for change karyawan terhadap resistance to change karyawan BPJS Kesehatan,
Analisis Pengaruh ..., Meilisa Irmayanti, FEB UI, 2017
yang kemudian dapat dijadikan acuan bagaimana mengatasi atau mengurangi tingkat
resistance to change karyawan. Dalam penelitian ini nantinya akan diteliti dimensi-dimensi
dari masing-masing variabel dan seberapa besar pengaruhnya terhadap variabel tersebut dan
pada variabel dependen dalam model penelitian ini.
Adanya penelitian ini diharapankan mampu memberikan gambaran informasi kepada
organisasi terkait tingkat kesiapan dan resistensi karyawan terhadap perubahan dari level
kantor pusat sampai dengan tingkatan unit kerja. Selanjutnya juga diharapkan mampu
memberikan pemaparan dan pengembangan teori terkait konsep kesiapan dan resistensi
terhadap perubahan organisasi, sehingga dapat memperkaya informasi dan referensi untuk
penelitian selanjutnya.
Tinjauan Literatur
Holt et al., (2007) menjelaskan bahwa kesiapan untuk berubah merupakan perilaku individu
yang terbentuk baik secara kognitif maupun emosional, berdasarkan keyakinan individu untuk
mau menerima dan melakukan perubahan yang dipengaruhi oleh empat hal utama yaitu
konten atau hal apa yang berubah, kondisi atau keadaan di mana perubahan tersebut
terlaksana, bagaimana proses perubahan tersebut terjadi, dan karakteristik individu yang akan
melakukan perubahan.
Preziosi (1980) menggunakan Organizational Diagnosis Questionnaire (ODQ) untuk
mengukur kesiapan organisasi untuk berubah (organizational readiness for change). Menurut
Preziosi, beberapa variabel yang dapat digunakan untuk mendiagnosis organisasi dalam
menghadapi lingkungannya adalah:
1. Tujuan (Purpose), variabel ini digunakan untuk mengukur tingkat kejelasan dari tujuan
organisasi, termasuk tujuan proses perubahan yang dilakukan. Variabel ini menjawab
pertanyaan: “What business are we in?”
2. Struktur (Structure), variabel ini digunakan untuk mengukur tingkat efektivitas dari
struktur organisasi dalam menghadapi proses perubahan yang dilakukan. Variabel ini
menjawab pertanyaan: “How do we divide up the work?”
3. Kepemimpinan (Leadership), variabel ini digunakan untuk mengukur tingkat efektivitas
pemimpin dalam mendukung proses perubahan dalam organisasi. Variabel ini menjawab:
“Does someone keep the boxes in balance?”
4. Sikap terhadap perubahan (Attitude toward change), variabel ini digunakan untuk
mengukur tingkat ketanggapan organisasi terhadap perubahan lingkungan yang dihadapi.
Analisis Pengaruh ..., Meilisa Irmayanti, FEB UI, 2017
Kesiapan individu untuk berubah didefinisikan sebagai kemauan untuk bersikap terbuka
terhadap perubahan (Jones, Jimmieson, & Griffiths, 2005), secara kognitif dan emosional
(Holt, Armenakis, Feild, & Harris, 2007). Menurut Kriegel dan Brandt (1996), kesiapan
individu untuk berubah dapat diukur menggunakan Change Readiness Assessment (CRA).
Beberapa variabel yang dapat digunakan untuk mendiagnosis kesiapan individu dalam
menghadapi perubahan adalah:
1. Optimisme (Optimism), variabel ini mengukur tingkat antusiasme dan sikap positif
individu dalam menghadapi setiap perubahan.
2. Adaptabilitas (Adaptability), variabel ini mengukur dua hal sekaligus, yaitu tingkat
fleksibilitas (flexibility) dan ketahanan (resilience) yang dimiliki individu. Individu yang
fleksibel memiliki tujuan dan mimpi selayaknya orang lain, namun tidak menghabiskan
waktunya secara berlebihan pada hal tersebut. Pada sisi lain, ketahanan (resilience)
adalah kapasitas untuk bangkit dari permasalahan secara cepat dengan trauma yang
ringan. Kegagalan dan kesalahan tidak mematikan semangat orang-orang dengan tingkat
ketahanan tinggi. Mereka tidak banyak mengeluh dan tertekan jika mengalami kegagalan,
namun dengan cepat mencari upaya lain untuk sukses.
3. Keyakinan (Confidence), variabel ini mengukur tingkat keyakinan individu terhadap
kemampuan dirinya untuk mengatasi setiap masalah yang dihadapi, termasuk proses
perubahan organisasi.
4. Keinginan/Dorongan (Passion/Drive), variabel ini mengukur tingkat keinginan dari
setiap individu untuk selalu berkembang dan bergerak dinamis. Sikap ini mendorong
individu untuk menghasilkan hasil yang lebih baik dalam setiap kegiatannya.
5. Toleransi terhadap ambiguitas (Tolerance for ambiguity), variabel ini mengukur tingkat
ketahanan individu pada kondisi yang tidak pasti. Individu dengan tolerasni terhadap
ambiguitas tinggi akan tetap merasa nyaman pada setiap proses perubahan yang penuh
ketidakpastian.
Pada dasarnya individual resistance to change mengacu pada kecenderungan individu untuk
melawan perubahan dengan tindakan yang memperlihatkan bahwa individu tersebut menolak
perubahan (Oreg 2003; 2006). Individual resistance to change dapat dikonseptualisasikan
sebagai (1) perilaku dari individu karyawan yang tidak ingin adanya perubahan dalam
organisasi; (2) frustrasi emosional atau kecemasan dari individu karyawan terhadap
perubahan dengan rutinitas yang defensif; dan (3) pemikiran kognitif individu karyawan
Analisis Pengaruh ..., Meilisa Irmayanti, FEB UI, 2017
terhadap perubahan dilihat dari pola pikir individu yang berpikir bahwa mereka tidak siap
untuk mengikuti perubahan organisasi (Armenakis et al., 1993 dalam Foster, 2007).
Selanjutnya, menurut Oreg (2003) ada empat dimensi resistance to change yaitu:
1. Pencarian Rutinitas (Routine Seeking) adalah bagaimana tingkat kecenderungan
individu untuk lebih menikmati rutinitas dan mencari lingkungan yang stabil.
2. Reaksi Emosional (Emotional Reaction) adalah bagaimana tingkat stress dan
ketidaknyamanan individu ketika menghadapi suasana yang berubah.
3. Fokus Jangka Pendek (Short-term Focus) adalah bagaimana tingkat kecenderungan
individu untuk berfokus jangka pendek dibandingkan dengan manfaat perubahan yang
memiliki dampak waktu lebih lama.
4. Kekakuan Kognitif (Cognitive Rigidity) adalah bagaimana tingkat kekakuan dan
keengganan individu untuk mempertimbangkan ide maupun perspektif alternatif yang
baru.
Model Penelitian
Gambar 1 Model Penelitian Sumber: Hasil olahan peneliti berdasarkan pada Creating Readines for Organizational Change (Holt,
Armenakis, Feild, & Harris, 2007)
Organizational Readiness for
Change
Purpose
Structure
Leadership
Attitude toward change
Individual Readiness for Change
Optimism
Adaptability
Confidence
Passion/Drive
Tolerance for Ambiguity
Resistance to Change
Routine Seeking
Emotional Reaction
Short-‐term Focus
Cognitive Rigidity
(Preziosi, 1980)
(Kriegel, 1996)
(Oreg, 2003)
Analisis Pengaruh ..., Meilisa Irmayanti, FEB UI, 2017
Hipotesis Penelitian
Jarang sekali karyawan menolak perubahan tanpa terlebih dahulu mempertimbangkan
konsekuensi negatif bagi diri mereka sendiri, jadi tidak mungkin karyawan secara ceroboh
menerapkan sikap resisten. Sebelum adanya kemungkinan pekerja melakukan perlawanan,
mereka akan mempertimbangkan bagaimana situasi pekerjaan mereka akan terpengaruh
selama proses perubahan. Peneliti lain juga mengemukakan bahwa individu tidak secara alami
menolak perubahan, namun mereka menolak inisiatif perubahan, atau cara perubahan
diterapkan pada mereka. Oleh karena itu, telah terbukti bahwa individu akan membuat asumsi
mengenai proses perubahan, mengevaluasi, memaknai, dan mengembangkan perasaan mereka
mengenai perubahan, bukan secara otomatis menolak usulan perubahan (Hendrickson and
Gray, 2012). Berikut adalah hipotesis yang peneliti ajukan berdasarkan argumen-argumen di
atas:
H1: Individual Readiness for Change memiliki pengaruh negatif terhadap Resistance to Change
Dengan menilai kesiapan untuk perubahan, agen perubahan, manajer, profesional manajemen
sumber daya manusia, dan konsultan pengembangan organisasi dapat mengidentifikasi
kesenjangan yang mungkin ada di antara harapan mereka sendiri tentang upaya perubahan
dan partisipasi anggota organisasi lainnya. Jika kesenjangan yang signifikan sudah diamati,
namun tidak ada tindakan yang diambil untuk menutup kesenjangan tersebut, maka akan ada
resistensi terhadap perubahan dan implementasi perubahan akan terancam. Intinya, penilaian
kesiapan organisasi bisa dijadikan panduan karena strategi untuk menerapkan perubahan
organisasi dikembangkan.
Berikut adalah hipotesis yang peneliti ajukan berdasarkan argumen-argumen di atas:
H2: Organizational Readiness for Change memiliki pengaruh negatif terhadap Resistance to
Change
Para ahli manajemen perubahan telah menekankan pentingnya membangun organizational
readiness for change dan merekomendasikan berbagai strategi untuk menciptakannya. Meski
saran yang diajukan masuk akal, namun dasar ilmiah atas saran tersebut masih sangat
terbatas. Tidak seperti individual readiness for change, organizational readiness for change
belum menjadi subyek pengembangan teoritis yang ekstensif atau studi empiris (Weiner,
2009).
Analisis Pengaruh ..., Meilisa Irmayanti, FEB UI, 2017
Organizational readiness for change adalah konstruksi multi-level dan multifaset. Sebagai
konstruksi berbasis organisasi, readiness for change mengacu pada keputusan bersama
anggota organisasi untuk menerapkan perubahan (komitmen perubahan) dan kepercayaan
bersama terhadap kemampuan kolektif mereka untuk melakukannya. Organizational
readiness for change memiliki variasi sebagai fungsi dari seberapa banyak anggota organisasi
menghargai perubahan dan seberapa baik mereka menilai tiga faktor penentu utama
kemampuan implementasi perubahan yaitu: tuntutan tugas, ketersediaan sumber daya, dan
faktor situasional. Bila kesiapan organisasi untuk perubahan tinggi, anggota organisasi lebih
cenderung melakukan perubahan, memberikan usaha yang lebih besar, menunjukkan
ketekunan yang lebih besar, dan menunjukkan perilaku yang lebih kooperatif. Hasilnya
adalah implementasi yang lebih efektif.
H3: Terdapat pengaruh antara Individual Readiness for Change dan Organizational
Readiness for Change
Profil Responden berdasarkan Satuan Kerja
Tabel 1 Satuan Kerja Responden Profil Frekuensi Persentase
Divisi Regional I 344 9,5 Divisi Regional II 262 7,2 Divisi Regional III 208 5,7 Divisi Regional IV 375 10,3 Divisi Regional V 198 5,4 Divisi Regional VI 267 7,3 Divisi Regional VII 338 9,3 Divisi Regional VIII 290 8,0 Divisi Regional IX 300 8,3 Divisi Regional X 210 5,8 Divisi Regional XI 257 7,1 Divisi Regional XII 132 3,6 Divisi Regional XIII 120 3,3 Grup Aktuaria & MR 12 0,3 Grup Akuntansi 17 0,5 Grup Hukum & Regulasi 14 0,4 Grup Investasi 11 0,3 Grup Kepesertaan 17 0,5 Grup Keuangan 24 0,7 Grup Komunikasi & HAL 11 0,3 Grup Litbang 11 0,3 Grup Manajemen Perubahan 14 0,4 Grup Manajemen SDM 21 0,6 Grup MPKP 16 0,4
Analisis Pengaruh ..., Meilisa Irmayanti, FEB UI, 2017
Profil Frekuensi Persentase Grup MPKR 18 0,5 Grup OTI 17 0,5 Grup Pemasaran 12 0,3 Grup PEO 8 0,2 Grup PTI 20 0,6 Grup SDS & Umum 23 0,6 Grup SPKTI 10 0,3 Pusdiklat 12 0,3 Sekretaris Badan 24 0,7 SPI 21 0,6
Total 3634 100,0
Sumber: Hasil olahan peneliti
Analisis Deskriptif
Peneliti menentukan skor pada masing-‐masing kategori dengan mengurangi skor maksimum dari skala Likert yaitu tujuh (7) dengan skor minimum dari skala Likert yaitu satu (1), kemudian hasilnya dibagi dengan total rentang skala yang dipakai dalam penelitian ini yaitu (7), sehingga akan didapatkan angka 0.857 (Lind et al., 2008). Sehingga nantinya masing-‐masing dimensi akan masuk dalam kategori yang sesuai dengan tabel kategori di bawah ini.
Tabel 2 Rentang Kategori Analisis Deskriptif
Rentang Kategori (Skor) Keterangan 1,000 – 1,857 Sangat Rendah 1,858 – 2,714 Rendah 2,715 – 3,571 Cukup Rendah 3,572 – 4,429 Sedang 4,430 – 5,285 Cukup Tinggi 5,286 – 6, 143 Tinggi 6,144 – 7,000 Sangat Tinggi
Tabel 3 Statistik Deskriptif Individual Readiness for Change Dimensi Indikator Min Max Sum Mean Total Mean
Optimism
OPT1 1 7 15.382 4,23
4,558 OPT2 1 7 16.982 4,67 OPT3 1 7 13.856 3,81 OPT4 1 7 18.189 5,00 OPT5 1 7 18.494 5,08
Adaptability
ADAPT1 1 7 14767 4,06
4,22 ADAPT2 1 7 13617 3,74 ADAPT3 1 7 12787 3,51 ADAPT4 1 7 20252 5,57
Confidence CONF1 1 7 19872 5,47
5,443 CONF2 1 7 19372 5,33 CONF3 1 7 20118 5,53
Passion PASS1 1 7 19564 5,38 5,542
Analisis Pengaruh ..., Meilisa Irmayanti, FEB UI, 2017
PASS2 1 7 19530 5,37 PASS3 1 7 21435 5,89 PASS4 1 7 19567 5,38 PASS5 1 7 20698 5,69
Tolerance for
Ambiguity
TFA1 1 7 9470 2,60
2,72 TFA2 1 7 12849 3,53 TFA3 1 7 7936 2,18 TFA4 1 7 7999 2,20 TFA5 1 7 11219 3,09
Tabel Error! No text of specified style in document. Statistik Deskriptif Organizational Readiness for Change
Dimensi Indikator Min Max Sum Mean Total Mean
Purpose
PUR1 1 7 20990 5,77
5,6375 PUR2 1 7 21240 5,84 PUR3 1 7 20093 5,53 PUR4 1 7 19662 5,41
Structure
STR1 1 7 18822 5,18
5,204 STR2 1 7 19720 5,43 STR3 1 7 17792 4,89 STR4 1 7 18785 5,17 STR5 1 7 19433 5,35
Leadership
LEAD1 1 7 19870 5,47
5,482 LEAD2 1 7 20402 5,61 LEAD3 1 7 20841 5,73 LEAD4 1 7 19263 5,30 LEAD5 1 7 19277 5,30
Attitudes toward Change
ATC1 1 7 20979 5,77
5,605 ATC2 1 7 19355 5,32 ATC3 1 7 21067 5,79 ATC4 1 7 20125 5,54
Tabel 5 Statistik Deskriptif Resistance to Change Dimensi Indikator Min Max Sum Mean Total Mean
Routine Seeking
ROUT1 1 7 8814 2,42 2,99 ROUT2 1 7 12887 3,54
ROUT3 1 7 11031 3,03
Emotional Reaction
EMOT1 1 7 10381 2,85
3,2275 EMOT2 1 7 11655 3,21 EMOT3 1 7 13120 3,61 EMOT4 1 7 11775 3,24
Short Term Focus
SHORT1 1 7 11798 3,25
2,8775 SHORT2 1 7 10969 3,02 SHORT3 1 7 9931 2,73 SHORT4 1 7 9128 2,51
Cognitive COGN1 1 7 15394 4,23 4,34
Analisis Pengaruh ..., Meilisa Irmayanti, FEB UI, 2017
Rigidity COGN2 1 7 16205 4,45
Analisis Model Pengukuran Struktural Respesifikasi
Tabel 6 Analisis Kecocokan Keseluruhan Model Pengukuran Struktural Respesifikasi
Ukuran GOF Nilai Keterangan Absolute Fit Measures
Statistics Chi-Square dan Nilai P (df = 1033) 6150,72 (P = 0,0)
Poor fit
Goodness-of-Fit Index (GFI) 0,93 Good fit Standardized Root Mean Square Residuan (Standardized RMR) 0,050 Good fit
Root Means Square Error of Approximation (RMSEA) 0,039 Close fit
Expected Cross-Validation Index (ECVI) 1,95 Good fit ECVI for Saturated Model 0,65
ECVI for Independence Model 26,87 Incremental Fit Measures
Non-Normed Fit Index (NNFI) 0,94 Good fit Normed Fit Index (NFI) 0,94 Good fit Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) 0,92 Good fit Relative Fit Index (RFI) 0,93 Good fit Incremental Fit Index (IFI) 0,95 Good fit Comparative Fit Index (CFI) 0,95 Good fit
Parsimonious Fit Measures Akaike Information Criterion (AIC) 7079,72
Poor fit Saturated AIC 2352,00 Independence AIC 97632,12 Normed Chi-Square 5,95 Poor fit Consistent Akaike Information Criterion (CAIC) 8109,05
Good fit Saturated CAIC 10816,95 Independence CAIC 97977,63
Other GOFI Critical “N” 675,34 Good fit
Sumber: Output Lisrel 8.51 hasil olahan peneliti
Berdasarkan hasil uji kecocokan keseluruhan model pengukuran struktural respesifikasi di
atas, analisis yang dapat dijabarkan adalah:
1. Melalui absolute fit measures, maka diketahui bahwa terdapat kecocokan baik dari nilai
GFI, RSMR, dan nilai ECVI yang mendekati saturated ECVI, kecocokan sangat baik
Analisis Pengaruh ..., Meilisa Irmayanti, FEB UI, 2017
pada nilai RMSEA sebesar 0,039. Kemudian hasil ukur lainnya yaitu Chi-Square
menunjukkan hasil kecocokan kurang baik.
2. Melalui incremental fit measures, maka diketahui bahwa seluruh ukuran menghasilkan
kecocokan baik karena rentang hasil berada pada nilai > 0,90.
3. Melalui parsimonious fit measures, maka diketahui bahwa ukuran untuk model tunggal
yang meliputi AIC dan Normed Chi-Square menunjukkan hasil kecocokan kurang baik
sedangkan CAIC menunjukkan hasil kecocokan baik dimana nilai CAIC mendekati nilai
saturated-nya.
4. Other GOFI yang dilihat dari nilai Critical “N” yaitu sebesar 675,34 atau nilainya > 200
menunjukkan kecocokan model yang baik.
Setelah dilakukan respesifikasi pada model pengukuran struktural dan memunculkan output
yang disajikan dalam tabel 6 di atas, maka dapat dilihat bahwa terdapat 12 ukuran dari GOF
yang menyatakan good fit, sehingga dapat dikatakan kecocokan model pengukuran struktural
respesifikasi adalah baik.
Analisis Hubungan Kausal
Pada analisis hubungan kausal, peneliti ingin mengetahui hubungan kausal antara variabel
laten yang dirumuskan dalam hipotesis penelitian. Terdapat dua analisis yang dilakukan.
Analisis T-Values dan Persamaan Struktural
Pada output yang ditunjukkan dari model struktural respesifikasi, t-values digunakan untuk
menganalisis signifikansi pengaruh antar variabel laten, dengan tingkat signifikansi sebesar
5%, kriteria signifikansi adalah t-values sebesar ± 1,645 bagi uji hipotesis one-tailed atau ±
1,96 untuk hipotesis two-tailed dan hasil + atau – akan menunjukkan arah pengaruh antar
variabel laten.
Analisis Pengaruh ..., Meilisa Irmayanti, FEB UI, 2017
Gambar 2 Path Diagram, Nilai SLF dan T-Values Output Model Struktural Respesifikasi
Di bawah ini adalah tabel yang menyajikan hipotesis 1 hingga 3 yang menggambarkan arah
hubungan pengaruh langsung dengan dilengkapi path diagram, t-values dan SLF.
Tabel 7 Ringkasan Analisis Hubungan Kausal Hipotesis Path SLF T-Values Hasil
1 IRFC → RTC 0,28 7,36 Signifikan 2 ORFC → RTC 0,09 4,55 Signifikan 3 IRFC ↔ ORFC 0,78 81,49 Signifikan
Sumber: Output Lisrel 8.51 hasil olahan peneliti
Hasil Pengujian Hipotesis
Di bawah ini merupakan hasil hipotesis uji statistik yang digunakan dalam pengujian hipotesis
penelitian.
Tabel 8 Ringkasan Hipotesis Uji Statistik, T-Values, dan Kesimpulan
Hipotesis T-Values Keterangan
H1 Individual Readiness for Change memiliki pengaruh negatif terhadap Resistance to Change 7,36
Hipotesis ditolak
H2 Organizational Readiness for Change memiliki pengaruh negatif terhadap Resistance to Change
4,55 Hipotesis Ditolak
H3 Terdapat pengaruh antara Individual Readiness for Change dan Organizational Readiness for Change
81,49 Hipotesis Diterima
Sumber: hasil olahan peneliti
Organizational RFC
Resistance to Change
Individual RFC
0,28 (7,36)
0,09 (4,55)
0,78 (81,49)
Analisis Pengaruh ..., Meilisa Irmayanti, FEB UI, 2017
Analisis Keseluruhan
Penelitian ini menganalisis pengaruh antara variabel independen yaitu individual readiness
for change dan organizational readiness for change dengan variabel dependen yaitu
resistance to change.
Tabel Error! No text of specified style in document..1 Pengaruh Variabel Independen terhadap Variabel Dependen (GLM)
Sig.
Routine Seeking
Emotional Reaction
Short Term Focus
Cognitive Rigidity
Optimism 0,067 0,000 0,000 0,496
Adaptability 0,116 0,000 0,000 0,000 Confidence 0,047 0,329 0,782 0,001 Passion 0,184 0,000 0,000 0,033 Tolerance for Ambiguity 0,949 0,000 0,000 0,000 Purpose 0.677 0,000 0,000 0,001 Structure 0,684 0,000 0,819 0,038 Leadership 0,228 0,583 0,004 0,601 Attitudes toward Change 0,000 0,130 0,227 0,748
Sumber: hasil olahan peneliti menggunakan SPSS
Sebelumnya peneliti melakukan uji General Linear Model (GLM) menggunakan software
SPSS 23 yang dilakukan untuk mengetahui besaran dimensi dari variabel independen
terhadap variabel dependen. Kemudian dalam prosesnya peneliti menemukan beberapa pola
signifikansi yang unik. Pada variabel individual readiness for change terdapat beberapa pola
pengaruh unik antara independen variabel dan dependen variabel. Salah satu pola pengaruh
negatif yang signifikan menunjukkan kesamaan pada dimensi adaptability dan tolerance for
ambiguity, terhadap dimensi dari resistance to change yaitu emotional reaction, short term
focus, dan cognitive rigidity. Pola signifikansi ini menggambarkan adanya keterkaitan antara
adaptability dan tolerance for ambiguity karyawan BPJS Kesehatan. Dimana dalam kapasitas
mereka menghadapi perubahan dan bertahan dalam masa transisi PT. Askes menjadi BPJS
Kesehatan, karyawan menghadapi banyak ketidakpastian baik dalam keadaan internal
maupun eksternal organisasi, sehingga hal ini berpengaruh pada kemampuan karyawan dalam
beradaptasi terhadap perubahan-perubahan serta tingkat toleransi mereka yang tinggi terhadap
ketidakpastian suatu keadaan. Pengaruh negatif yang signifikan ini merupakan hal yang baik
karena apabila karyawan dihadapkan dalam situasi dan kondisi yang tidak pasti serta berubah-
ubah, karyawan secara mandiri mampu membaca situasi dengan tenang, berpikir kritis
mengenai manfaat jangka panjang dari seluruh perubahan yang sedang terjadi dan bertindak
Analisis Pengaruh ..., Meilisa Irmayanti, FEB UI, 2017
sesuai dengan kapasitas mereka. Kemampuan seperti ini sangat penting bagi karyawan
dengan organisasi yang masih akan sering mengalami perubahan seperti BPJS Kesehatan.
Pola lain yang patut dicermati adalah melihat pengaruh bagaimana dari lima dimensi
individual readiness for change yang ada hanya dimensi confidence yang memiliki pengaruh
signifikan berupa pengaruh positif terhadap routine seeking. Artinya bahwa para karyawan
BPJS Kesehatan jauh lebih nyaman dengan kondisi saat ini terutama dalam konteks prosedur
yang ada, cara menangani masalah, serta masalah aturan-aturan atau kebiasaan-kebiasaan
dalam melakukan pekerjaan mereka yang dianggap lebih sesuai dibandingkan harus
menggunakan metode-metode baru ataupun bekerja dalam tim untuk menyelesaikan suatu
proyek-proyek baru. Dalam praktiknya pengaruhnya karyawan percaya pada bahwa metode-
metode yang sudah ada memang terbukti efektif dalam menyelesaikan masalah-masalah yang
selama ini muncul, sehingga tingkat kepercayaan diri mereka meningkat apabila
menggunakan metode atau prosedur lama tersebut untuk mencari solusinya.
Pola selanjutnya adalah pengaruh dimensi optimism, adaptability, passion dan tolerance for
ambiguity terhadap dimensi emotional reaction dan short term focus, apabila dilihat lebih
dalam lagi terdapat kesamaan korelasi antar keempat dimensi dari variabel independen
terhadap dua dimensi variabel dependen tersebut. Pengaruh negatif yang signifikan artinya
semakin tinggi tingkat optimism, adaptability, passion dan tolerance for ambiguity maka
semakin rendah pula emotional reaction dan short term focus karyawan. Dengan tingginya
empat dimensi dari variabel independen merupakan indikasi yang baik karena menunjukkan
bahwa karyawan menilai proses perubahan yang sedang dijalani oleh BPJS Kesehatan
merupakan suatu proses yang bermanfaat untuk seluruh anggota organisasi dan merupakan
perubahan ke arah yang lebih baik, atau dengan kata lain karyawan sudah mampu berpikir
secara jangka panjang dan mempertimbangkan baik dan buruknya suatu perubahan.
Sedangkan dimensi confidence tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap kedua dimensi
ini, hal ini bisa dikarenakan dari jumlah sampel yang diambil sebagian besar karyawan BPJS
Kesehatan merupakan pegawai baru yang masa kerjanya dibawah 3 tahun, sehingga level
kepercayaan dirinya terhadap masa depan organisasi masih rendah karena masih belum
beradaptasi sepenuhnya dengan kondisi dan budaya organisasi. Serta kebanyakan karyawan
baru umumnya sering merasa resah dengan adanya perubahan karena perubahan dapat
mempengaruhi perjalanan karirnya, status dan upah karyawan. BPJS Kesehatan juga
merupakan organisasi yang sering mengadakan rotasi karyawan untuk melakukan pemerataan
fungsi, baik rotasi fungsi maupun rotasi penempatan satuan kerja.
Analisis Pengaruh ..., Meilisa Irmayanti, FEB UI, 2017
Pola yang cukup unik juga dapat ditemui pada variabel independen organizational readiness
for change dimana dimensi leadership hanya memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap
dimensi short term focus namun tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap ketiga dimensi
lainnya. Artinya peran seorang pemimpin masih belum terlihat dalam proses mendukung
perubahan organisasi, utamanya karena pemimpin bertugas memberi dukungan, motivasi dan
menjaga hubungan baik dengan para bawahannya untuk mempertahankan kinerja yang baik
terutama dalam konteks perubahan organisasi. Peran pemimpin yang kuat akan memberikan
dorongan bagi bawahannya untuk berkomitmen dalam melakukan tugas-tugasnya, sekaligus
menjadi jembatan antara organisasi dan para anggotanya, sebagai penampung aspirasi bagi
anggota organisasi, serta sebagai eksekutor atau change agent untuk mencapai kondisi yang
ideal sesuai dengan tujuan organisasi.
Sedangkan dimensi attitudes toward changes hanya memiliki pengaruh negatif signifikan
terhadap routine seeking, namun tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap ketiga dimensi
lainnya. Hal ini bisa dikarenakan masih rendahnya persepsi karyawan terutama karyawan
baru terhadap kemampuan organisasi dalam merespon perubahan yang terjadi disekitarnya.
Perubahan yang dimaksud bisa berupa perubahan pengguna jasa BPJS Kesehatan, perubahan
proses pelayanan, perubahan yang asalnya dari Pemerintah dan lain sebagainya. Hal ini wajar
terjadi pada karyawan dengan masa kerja yang masih baru dibawah 3 tahun, seperti dijelaskan
juga sebelumnya bahwa persepsi karyawan baru umumnya belum sepenuhnya terintegrasi
dengan nilai-nilai inti organisasi.
Dalam penelitian ini dapat diketahui bahwa berdasarkan nilai SLF dan R2 yang ditunjukkan
masing-masing dimensi mengukur variabel latennya, dapat dilihat bahwa terdapat dimensi-
dimensi yang dapat menjelaskan variabel latennya lebih kuat dibandingkan dimensi lainnya
pada penelitian ini. Pada variabel individual readiness for change dimensi confidence,
passion dan tolerance for ambiguity menjelaskan variabel latennya dengan nilai masing-
masing diatas 70%. Sedangkan pada variabel organizational readiness for change ketiga
dimensinya dapat menjelaskan lebih dari 60% variabel, kecuali dimensi attitudes toward
change yang hanya mampu menjelaskan variabel laten sebesar 0,37%. Terakhir pada variabel
resistance to change, hanya dimensi routine seeking yang nilai R2 hanya sebesar 0% dan
dimensi cognitive rigidity sebesar 2,9% sedangkan kedua dimensi lainnya mampu
menjelaskan variabel latennya lebih dari 90%.
Kesimpulan
Analisis Pengaruh ..., Meilisa Irmayanti, FEB UI, 2017
Sesuai dengan analisis yang sudah dilakukan menggunakan data yang telah dikumpulkan,
maka dicapailah kesimpulan dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Individual readiness for change memiliki pengaruh positif terhadap tingkat resistance to
change. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan individual readiness for change dari
karyawan akan dapat meningkatkan pula resistance to change dalam proses perubahan
organisasi. Tingginya tingkat individual readiness for change karyawan bukan
merupakan indikasi dari rendahnya tingkat resistance to change karyawan dalam
menghadapi proses perubahan.
2. Organizational readiness for change memiliki pengaruh positif terhadap resistance to
change. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan organizational readiness for change
dari karyawan akan dapat meningkatkan pula resistance to change dalam proses
perubahan organisasi. Tingginya tingkat organizational readiness for change organisasi
bukan pula menjadi indikasi akan rendahnya tingkat resistance to change para karyawan
dalam proses perubahan organisasi.
3. Individual readiness for change dan organizational readiness saling memiliki korelasi,
dimana individual readiness for change mempengaruhi signifikan organizational
readiness for change, begitu juga sebaliknya.
Lebih lanjut, dalam penelitian ini dimensi yang paling kuat mengukur variabel individual
readiness for change karyawan adalah dimensi confidence, passion dan tolerance for
ambiguity. Kemudian organizational readiness for change dapat diukur melalui ketiga
dimensinya yaitu purpose, structure dan leadership. Selanjutnya resistance to change dapat
diukur dengan baik oleh ketiga dimensinya yaitu emotional reaction, short term focus dan
cognitive rigidity. Dimana dimensi attitudes toward change, optimism, adaptability, dan
routine seeking kurang dapat mengukur variabel masing-masing
Keterbatasan Penelitian
Ada beberapa keterbatasan penelitian yang perlu disampaikan sebagai rekomendasi perbaikan penelitian sejenis di masa mendatang: a. Masa kerja responden
Dalam penelitian ini masa kerja responden minimal 1 (satu) tahun, namun sebagian
karyawan yang baru masuk BPJS Kesehatan genap memiliki masa kerja 1 (satu) tahun
bertepatan dengan masa dimulainya survei penelitian pada tanggal 1 Desember 2015,
yaitu karyawan yang masuk BPJS Kesehatan terhitung mulai tanggal 1 Desember 2014.
Dalam praktik pengisian kuesioner, peneliti memperkirakan ada beberapa karyawan yang
Analisis Pengaruh ..., Meilisa Irmayanti, FEB UI, 2017
masih ragu mengisi masa kerja, apakah termasuk kategori ‘kurang dari 1 tahun’ atau
kategori ‘1 - 3 tahun’. Pelaksanaan survei selanjutnya sebaiknya mempertegas kriteria
responden dengan menampilkan tanggal mulai bekerja di BPJS Kesehatan. Dengan
demikian, kemungkinan kesalahan dalam pengisian masa kerja dapat dihindari.
b. Media penyampaian kuesioner
Kuesioner survei ini dibuat secara online pada aplikasi Google Drive dengan tautan yang
dikirim ke alamat email korporat karyawan. Salah satu kendala menggunakan email
korporat sebagai media penyampaian kuesioner adalah belum seluruh karyawan BPJS
Kesehatan (terutama karyawan dengan masa kerja 1 tahun) memiliki email korporat.
Akibatnya peneliti perlu meminta bantuan unit kerja untuk mengirimkan ulang tautan
survei ke alamat email pribadi karyawan. Dalam hal ini, efektivitas penyampaian
kuesioner menjadi berkurang. Survei penelitian selanjutnya perlu mempertimbangkan
hal-hal seperti ini sebelum memutuskan untuk menggunakan media tertentu dalam
menyebarkan kuesioner. Selanjutnya karena kuesioner penelitian juga disebarkan dan
dikumpulkan melalui bantuan manajemen BPJS Kesehatan, maka peneliti kurang dapat
berinteraksi secara langsung dengan para target responden untuk memberikan gambaran
penelitian, sehingga ada kemungkinan responden belum tentu paham dengan gambaran
umum penelitian.
c. Pertanyaan terbuka
Dikarenakan keterbatasan waktu, kuesioner ini tidak menampilkan pertanyaan terbuka.
Padahal, banyak informasi yang dapat diperoleh dari jawaban-jawaban responden pada
pertanyaan terbuka seperti usulan-usulan bentuk program manajemen perubahan yang
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan responden.
d. Keberagaman data
Penelitian ini melibatkan karyawan BPJS Kesehatan di seluruh Indonesia sebagai
populasi dan sampel responden. Maka besar kemungkinan akan banyak perbedaan dalam
menginterpretasikan gambaran penelitian ini khususnya dengan topik readiness for
change dan resistance to change, karena perbedaan pemahaman, penerapan perubahan,
peraturan dan perbedaan budaya dari masing-masing divisi regional BPJS Kesehatan.
e. Uji beda
Dikarenakan peneliti tidak melakukan uji beda, maka penelitian ini tidak dapat melihat
apakah ada perbedaan parameter populasi antara karyawan dengan masa kerja kurang
dari 4 tahun dan masa kerja lebih dari 4 tahun yang pada akhirnya menyebabkan hipotesis
tidak sesuai dengan hasil penelitian. Uji beda ini akan menunjukkan perbedaan tingkat
Analisis Pengaruh ..., Meilisa Irmayanti, FEB UI, 2017
readiness for change dan resistance to change antar kelompok, karena menurut peneliti
akan ada perbedaan hasil di antara dua populasi tersebut.
Saran untuk Organisasi
Dari hasil penelitian yang didapatkan, dapat diketahui bahwa individual readiness for change
pada karyawan memiliki pengaruh positif terhadap tingkat resistance to change karyawan.
Kemudian ditemukan adanya pengaruh positif dari organizational readiness for change
terhadap resistance to change. Ditemukan juga pengaruh antara individual readiness for
change dan organizational readiness for change, adapun hasilnya menunjukkan adanya
indikasi hubungan positif antara kedua variabel. Maka dalam implikasi manajerial yang
nantinya perlu diperhatikan oleh pihak BPJS Kesehatan antara lain:
a. Memberikan perhatian lebih pada tingkat resistance to change karyawan untuk
menghindari meningkatnya resistance to change karyawan terhadap perubahan. Hal ini
bisa dilakukan dengan melakukan survei tahunan untuk mengukur seberapa besar tingkat
resistensi karyawan, untuk kemudian di evaluasi kembali masalah-masalah yang mungkin
menyebabkan tingginya resistensi tersebut.
b. Organisasi dapat menurunkan tingkat resistance to change karyawan dengan melakukan
pendekatan participation dan involvement dari Kotter (1979) dimana para karyawan
dapat diikut sertakan dan dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan di organisasi
khususnya reformasi birokrasi (Kreitner and Kinicki, 2010). Organisasi dapat
melakukannya dengan menginisiasi forum-forum yang mampu menampung aspirasi-
aspirasi para karyawan mengenai proses perubahan.
c. Organisasi juga perlu mempertimbangkan bahwa dalam mengukur individual readiness
for change dan organizational readiness for change dilakukan secara simultan karena
kedua variabel ini saling berkaitan satu sama lain. Sehingga baiknya dalam proses
pengambilan keputusan terutama mengenai perubahan organisasi (peraturan, birokrasi
dan lainnya) perlu meninjau ulang komponen-komponen readiness for change agar
perubahan tersebut berjalan dengan baik.
d. Peningkatan sense of urgency kepada karyawan baru dengan masa kerja kurang dari 3
tahun diperlukan dalam mengkomunikasikan pentingnya perubahan dalam organisasi.
Cameron (2004) menjelaskan bahwa dalam kondisi organisasi yang dinamis dan sangat
dipengaruhi pihak eksternal, diperlukan upaya untuk terus menanamkan pentingnya
perubahan dalam organisasi kepada seluruh lini dalam organisasi.
Analisis Pengaruh ..., Meilisa Irmayanti, FEB UI, 2017
e. Tingkat attitudes toward change organisasi terhadap lingkungan perlu ditingkatkan,
untuk itu ada baiknya BPJS Kesehatan juga melakukan survei kepuasan pelayanan
kepada pengguna BPJS Kesehatan, untuk mengetahui sejauh mana tingkat kepuasan
konsumen dan memantau seberapa jauh peningkatan pelayanan jaminan kesehatan yang
diberikan, serta aspek-aspek eksternal apa yang perlu diperbaiki. Sehingga hasil survei ini
dapat dijadikan acuan untuk program perubahan selanjutnya dan mampu meningkatkan
individual readiness for change dan organizational readiness for change karyawan
secara keseluruhan.
Penting bagi organisasi untuk melakukan penguatan peran dan fungsi change agent dan
change leader sebagai tim koalisi perubahan. Kotter (1996) menekankan pentingnya tim
koalisi perubahan dalam menjaga agar organisasi tetap dalam jalur yang benar dalam
mengelola perubahan.
Saran untuk Penelitian Selanjutnya
Hasil yang didapatkan dari penelitian ini masih memiliki banyak kekurangan dan keterbatasan
yang membutuhkan perbaikan di masa mendatang. Berikut adalah saran dari peneliti yang
mungkin dapat menjadi bahan pertimbangan dalam melakukan penelitian berikutnya.
1. Penelitian ini dilakukan pada organisasi penyedia jasa asuransi kesehatan yaitu BPJS
Kesehatan, dengan menggunakan karyawannya sebagai sampel penelitian. Penelitian
selanjutnya dapat dilakukan pada konteks organisasi yang berbeda, misalkan industri
manufaktur, teknologi dan informasi, institusi pendidikan atau badan usaha milik Negara.
2. Penelitian berikutnya dapat menguji kembali indikator-indikator pertanyaan yang
mengukur individual readiness for change, organizational readiness for change dan
resistance to change dengan memastikan lebih dulu keterbacaan dan pemahamannya
melalui proses wording (uji pemahaman indikator dalam kuesioner) hingga mencapai
pemahaman yang sesuai dengan penelitian.
3. Pada penelitian selanjutnya dalam mengukur readiness for change organisasi dapat
dipertimbangkan untuk melakukan uji model terlebih dahulu sesuai dengan literatur yang
ada. Hal ini guna menghindari ketidakcocokan model penelitian dan hasil penelitian yang
tidak sesuai.
4. Penelitian mengenai topik terkait dapat pula mempertimbangkan hal-hal lain yang
mempengaruhi variabel penelitian, karena masing-masing organisasi memiliki karakter
yang berbeda-beda terutama budaya organisasi dan jenis organisasi yang akan diteliti
karena mampu mempengaruhi hasil penelitian.
Analisis Pengaruh ..., Meilisa Irmayanti, FEB UI, 2017
5. Penelitian selanjutnya dengan topik yang sama dapat memfokuskan pada anteseden atau
outcome dari individual readiness for change, organizational readiness for change dan
resistance to change yang terdapat dalam penelitian ini.
Daftar Referensi
Carnall, C. A. (2007). Managing Change in Organizations. Financial Times Prentice Hall.
Cummings, T. G., & Worley, C. G. (2009). Organization Development and Change (9th Edition ed.). Cengage Learning.
Daft, R. L. (2013). Understanding the Theory and Design of Organization (11th ed.). International: Cengage Learning.
Elving, W. J. (2005). The role of communication in organisational change. Corporate Communications: An International Journal.
Holt, D. T., Armenakis, A. A., Feild, H. S., & Harris, S. G. (2007). Readiness for Organizational Change: The Systematic Development of a Scale. Journal of Applied Behavioral Science.
Jones, R. A., Jimmieson, N., & Griffiths, A. (2005). The impact of organziational culture and reshaping capabilities on change implementation success: The mediating role of readiness for change. Journal of Management Studies, 42: 361-386.
Kalyal, H., & Saha, S. K. (2008). Factors Affecting Commitment to organizational change in a public sector organization. NUST journal of Business & Economics.
Kotter, J. P. (1996). Leading Change. Boston: Harvard Business School Press.
Kotter, J. P., & Cohen, D. S. (2012). The Heart of Change: Real-Life Stories of How People Change Their Organizations. Harvard Business Review Press.
Kriegel, R. J., & Brandt, D. (1996). Sacred Cows Make the Best Burgers: The impact of organizational culture and reshaping capabilities on change implementation success: Developing Change-Ready People and Organizations. New York: Warner Books, Inc.
McKay, J., & Peter, M. (2012). Change Implementers’ Resistance: Considering Power and Resistance in IT Implementation Projects. 23rd Australasian Conference on Information Systems.
Oreg, S. (2003). Resistance to Change: Developing an Individual Differences Measure. Journal of Applied Psychology, Vol.88, No.4, 680-693.
Preziosi, R. (1980). Organizational Diagnosis Questionnaire (ODQ). The Annual Handbook for Group Facilitators.
Weiner, B. J. (2009). A theory of organizational readiness for change. Implementation Science, 4: 67-75.
Analisis Pengaruh ..., Meilisa Irmayanti, FEB UI, 2017