LAPORAN FIELD LAB
BLOK VIII INFEKSI DAN PENYAKIT TROPIS
“PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT MENULAR : DEMAM
BERDARAH DENGUE DI PUSKESMAS JUMAPOLO,
KABUPATEN KARANGANYAR”
Disusun Oleh :
Arifa (G 0011036)
Arifin Ahmad Adli Siregar (G 0011038)
Chrystina Yurita Priharyuni (G 0011060)
Deneisha Kartika P (G 0011064)
Desrina Pungky Arum Sari (G 0011066)
Desy Mila Pertiwi (G 0011068)
Dien Adiparadana (G 0011074)
Hanni Wardhani (G 0011104)
Ivonny Rembulan Z (G 0011120)
Pieter Reinaldo (G 0011158)
Selvia Anggraeni (G 0011194)
Program Studi Pendidikan Dokter/ Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta
2012
1
HALAMAN PENGESAHAN
Telah disahkan laporan field lab dengan judul Program Pengendalian
Penyakit Menular: Demam Berdarah Dengue oleh pembimbing dan instruktur
lapangan dari Puskesmas Jumapolo, Kabupaten Karanganyar, pada:
Hari : Selasa
Tanggal/Bulan/Tahun : 12 Juni 2012
Karanganyar, 12 Juni 2012
Menyetujui Mengesahkan
Instruktur Lapangan Field Lab Kepala Puskesmas Jumapolo,
dr. Sulistyo Wibowo dr. Arif ...
NIP. 19780824 201001 1 007 NIP. 19721013 200212 2 002
2
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan ................................................................................. 2
DAFTAR ISI............................................................................................ 3
BAB I. PENDAHULUAN...................................................................... 4
BAB II. KEGIATAN YANG DILAKUKAN............................................ 7
BAB III. PEMBAHASAN....................................................................... 12
BAB IV. PENUTUP................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 19
LAMPIRAN.............................................................................................. 20
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Demam Berdarah Dengue (DBD/ Dengue Hemmoragic Fever) merupakan
masalah kesehatan yang ditemukan di daerah tropis dan subtropis, terutama di
daerah perkotaan. DBD merupakan penyakit dengan fatalitas yang cukup tinggi,
yang ditemukan pertama kali pada tahun 1950an di Filipina dan Thailand, saat ini
dapat ditemukan di sebagian besar Negara di Asia. Demam Berdarah Dengue
(DBD) juga merupakan penyakit yang menjadi masalah penting di kawasan Asia
Tenggara dan Pasifik Barat.
Bagi negara – negara dunia ketiga atau pheri – pheri di kawasan Asia
Tenggara, penyakit DBD ini merupakan isu penting di dalam pengelolaan
lingkungan, karena secara langsung berhubungan dengan kualitas lingkungan fisik
dan biologis di daerah hunian manusia. Jumlah negara yang mengalami wabah
DBD telah meningkat empat kali lipat setelah tahun 1995. Sebagian besar kasus
DBD menyerang anak-anak. Angka fatalitas kasus DBD dapat mencapai lebih
dari 20%, namun dengan penanganan yang baik dapat menurun hingga kurang
dari 1% (WHO, 2008).
Di Indonesia, DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama
30 tahun terakhir. Kasus penyakit DBD ini terjadi sejak tahun 1960-an hingga
sekarang dengan tingkat kematian kedua di wilayah Asia Tenggara. Surabaya dan
Jakarta merupakan 2 wilayah dengan jumlah kematian terbesar di Indonesia
sekaligus merupakan wilayah yang padat penduduknya. Angka kematian penyakit
DBD ini, hingga tahun 2009 dapat ditekan terus menurun dengan CFR (Case
Fatality Rate) sebesar 2,0 % yang terjadi di 11 Provinsi di Indonesia. Namun
disamping itu angka kesakitan dan wilayah terjangkit DBD masih cenderung
meningkat dari tahun ke tahun. Hal itu menunjukkan kalau penyebaran DBD
4
belum dapat dikendalikan secara tuntas. Jumlah kasus DBD pada tahun 2007 telah
mencapai 139.695 kasus, dengan angka kasus baru (insidensi rate) 64 kasus per
100.000 penduduk. Total kasus meninggal adalah 1.395 kasus/ Case Fatality Rate
sebesar 1% (Depkes RI, 2008a).
Pola penularan DBD dipengaruhi iklim dan kelembaban udara.
Kelembaban udara yang tinggi dan suhu panas justru membuat nyamuk Aedes
aegypti bertahan lama. Sehingga kemungkinan pola waktu terjadinya penyakit
mungkin akan berbeda-beda dari satu tempat dengan tempat yang lain tergantung
dari iklim dan kelembaban udara. Di Jawa, umumnya kasus DBD merebak mulai
awal Januari sampai dengan April-Mei setiap tahun (Dinas Kesehatan Propinsi
Jawa Tengah, 2006).
Penyakit Demam Berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah
penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat
hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih
dari 1000 meter di atas permukaan air laut.
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang sangat penting
untuk ditangani, mengingat mudahnya proses transmisi pada negara-negara tropis
seperti Indonesia. Ditunjang oleh kondisi cuaca pada musim pancaroba, hal ini
sangat mendukung perkembangbiakan serta transmisi penyakit ini. Kemudian, hal
yang tidak kalah penting adalah total kasus meninggal (Case Fatality Rate) dari
DBD yang cukup tinggi, sekitar 1%. (Kristina et.al, 2004).
Pada saat ini kasus DBD dapat ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia
dan 200 kota telah melaporkan Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD (Depkes RI,
2008b).
Untuk membatasi penyebaran penyakit DBD diperlukan pengasapan
(fogging) secara masal, abatisasi masal, serta penggerakan pemberantasan sarang
nyamuk (PSN) yang terus-menerus (Widoyono, 2005).
5
B. TUJUAN
Setelah melakukan kegiatan laboratorium lapangan, diharapkan mahasiswa dapat:
1. Mampu menegakkan diagnosis DBD.
2. Mampu melakukan penyelidikan epidemiologi.
3. Mampu menentukan adanya kejadian KLB dari hasil penyelidikan
epidemiologi.
4. Mampu melakukan pelaporan kasus DBD.
5. Menjelaskan berbagai cara penanggulangan DBD di Indonesia.
6. Mampu menentukan tindakan penanggulangan yang harus diambil dari
hasil penyelidikan epidemiologi.
7. Mampu menjelaskan cara evaluasi penanggulangan KLB-DBD.
6
BAB II
KEGIATAN YANG DILAKUKAN
A. Tahap Persiapan (Kegiatan Hari 1)
Pada tanggal 19 Mei 2012 kami melaksanakan pertemuan awal untuk
menyerahkan surat pengantar dan Buku Rencana Kegiatan, membahas rencana
kegiatan, serta untuk survey tempat.
Kegiatan Field Lab hari pertama untuk Blok Infeksi dan Penyakit
Tropis dengan topik “Program Pengendalian Penyakit Menular: Demam
Berdarah Dengue” dilakukan di Puskesmas Jumapolo pada hari Selasa, 22 Mei
2012. Kami bertemu dengan Kepala Puskesmas dan koordinator program
penanggulangan demam berdarah di wilayah kerja Puskesmas Jumapolo.
Pada pertemuan hari pertama, mahasiswa mendapatkan pengarahan dan
penjelasan mengenai program pengendalian Penyakit Demam Berdarah
Dengue di Kecamatan Jumapolo yang terdiri dari dua belas desa/ kelurahan,
yaitu Desa Jatirejo, Desa Kadipiro, Desa Jumapolo, Desa Ploso, Desa Bakalan,
Desa Giriwondo, Desa Jumantoro, Desa Karangbangun, Desa Kedawung, Desa
Kwangsan, Desa Lemahbang, dan Desa Paseban.
Dengan mempertimbangkan beberapa hal, kami pun memutuskan untuk
melaksanakan penyelidikan epidemiologi di Desa Ploso, tepatnya di Dusun
Ploso Wetan, dengan mengambil sepuluh sampel rumah warga yang berada di
dusun tersebut secara acak.
Setelah memutuskan lokasi tempat pelaksanaan penyelidikan
epidemiologi, dengan dibimbing oleh pihak puskesmas, kami pun menemui
Kepala Desa Ploso untuk meminta izin pelaksanaan kegiatan sekaligus
penjelasan dan pengumpulan informasi mengenai keadaan desa secara umum.
7
Desa Ploso terletak di bagian selatan Kecamatan Jumapolo. Daerahnya
tidak terlalu luas dan penduduknya tidak terlalu padat. Jumlah penduduknya
sekitar 500 orang yang terdiri dari 112 Kepala Keluarga. Sebagian besar
wilayahnya merupakan area pertanian dan perkebunan dengan mata
pencaharian utama penduduknya adalah sebagai petani. Namun, tidak sedikit
pula warga yang bekerja di daerah lain.
Desa Ploso bukan merupakan daerah endemis Demam Berdarah. Sejak
tahun 2007 tidak pernah ditemukan kasus Demam Berdarah yang terjadi di
wilayah tersebut. Sanitasi air yang ada di Desa Ploso memang sudah baik.
Tidak terdapat sungai maupun parit dengan air yang menggenang.
B. Pelaksanaan Penyelidikan Epidemiologi (Kegiatan Hari II)
Pada kegiatan Field Lab pertemuan kedua, tanggal 29 Mei 2012, kami
berkesempatan untuk melakukan pemeriksaan terhadap jentik-jentik nyamuk di
sepuluh rumah warga Dusun Ploso Wetan.
Kegiatan diawali dengan briefing singkat oleh Instruktur Lapangan
mengenai teknik komunikasi yang nantinya akan kami lakukan langsung
dengan warga desa dan mengenai prosedur pemeriksaan jentik-jentik nyamuk
di dalam maupun di luar rumah. Instruktur pun membagi kami menjadi 5
kelompok kecil agar waktu yang digunakan akan lebih efisien dan mencegah
agar mahasiswa yang memasuki rumah warga tidak terlalu banyak. Masing-
masing dari kami memeriksa 2 rumah.
Dari kegiatan tersebut, kami melakukan pengamatan antara lain pada
genangan air, gentong air, bak mandi, tempat pembuangan air, tempat minum
hewan peliharaan, kolam ikan, dan vas bunga.
Langkah-langkah melakukan penyelidikan epidemiologi adalah sebagai
berikut:
1. Mencatat identitas penderita / tersangka DBD di buku harian penderita
DBD
8
2. Menyiapkan peralatan penyelidikan epidemiologi (tensimeter, senter,
form, dan abate)
3. Datang ke Lurah atau Kepala Desa di wilayah dengan penderita DBD
4. Menanyakan ada tidaknya penderita panas dalam kurun waktu 1 minggu
sebelumnya. Bila ada, dilakukan uji Rumple Leeds
5. Memeriksa jentik di tempat penampungan air di dalam dan di luar rumah
(radius 20 rumah di sekitar kasus atau radius 100 meter dari rumah
penderita)
6. Hasil pemeriksaan jentik dicatat dalam formulir Penyelidikan
Epidemiologi (PE)
Dari hasil pengamatan di sepuluh rumah didapatkan:
Kelompok pertama:
Pada rumah Bu Sani, tidak didapatkan adanya jentik nyamuk di
dalam rumah seperti penampungan air. Namun, pada pembuangan air
ada beberapa jentik, karena airnya tidak mengalir dan menggenang.
Pada rumah Pak Karyo, tidak didapatkan adanya jentik nyamuk
karena tempat penampungan air ditutup sehingga nyamuk tidak dapat
memasuki tempat penampungan air.
Kelompok kedua:
Pada rumah Pak Joko, tidak didapatkan adanya jentik nyamuk di
dalam rumah seperti penampungan air, bak mandi dan tempat minum
hewan ternak. Di luar rumah tidak terdapat benda yang dapat
menimbulkan genangan air.
Pada rumah Pak Andi, di dalam rumah tidak ditemukan adanya
jentik nyamuk, seperti di tempat penampungan air, bak mandi, dan lain-
lain. Namun, di belakang rumah beliau terdapat kolam lele yang
disekitarnya terdapat genangan air yang memperlihatkan adanya
beberapa jentik nyamuk.
9
Kelompok tiga:
Pada rumah Pak Suparno tidak terdapat adanya jentik
nyamuk di tempat penampungan air. Bak mandi, gentong air, dan
ember juga bersih dan bebas dari jentik-jentik nyamuk.
Di rumah Bu Sulastri juga tidak terdapat jentik-jentik
nyamuk di tempat-tempat yang menampung air baik di dalam maupun
di luar rumah.
Kelompok empat:
Di rumah Bu Suradi tidak terdapat jentik nyamuk di tempat
penampungan air, baik di bak mandi, gentong, maupun tempat minum
hewan ternak.
Di rumah Bu Suwarno juga bersih dari jentik-jentik
nyamuk di tempat-tempat yang menampung air.
Kelompok lima:
Di bak mandi rumah Bu Sugito, ditemukan adanya jentik
nyamuk sebanyak 8 jentik dari volume air sebanyak 0,04 m3 dan
sekitar 50-100 jentik nyamuk di tempayan yang berisi air sekitar 5
liter.
Di rumah Bu Narti tidak terdapat jentik-jentik nyamuk di
tempat-tempat yang menampung air, baik di dalam rumah maupun di
luar rumah.
Di setiap rumah, kami telah menanyakan apakah ada keluarga yang
mengalami demam dalam kurun waktu 1 minggu sebelumnya. Secara
ringkasnya, hasil penyelidikan dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
10
No
Nama
KK
Luar Rumah Dalam Rumah Demam
(dalam
kurun
waktu 1
minggu)
Kalen
g
Plast
ik
Lain2 Bak Tempaya
n
Lain2
1. Ibu Sani 1 (+) 1 (-) 1 (-) -
2. Bapak
Karyo
1 (-) 1 (-) -
3. Bapak
Joko
1 (-) -
4. Bapak
Andi
1 (-) 1 (+) 1 (-) -
5. Bapak
Suparno
1 (-) -
6. Ibu
Sulastri
1 (-) 1 (-) -
7. Ibu
Suradi
1 (-) 2 (-) -
8. Ibu
Suwarn
o
1 (-) 1 (-) -
9. Ibu
Sugito
1 (+) 1 (++) -
10. Ibu
Narti
1 (-) -
Setelah melakukan pemeriksaan jentik-jentik nyamuk, kami pun
memberikan edukasi kepada warga sesuai dengan hasil temuan yang kami
dapatkan selama pemeriksaan.
11
BAB III
PEMBAHASAN
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus dengue dengan manifestasi klinis berupa demam, nyeri otot, nyeri
sendi, leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan diathesis
hemoragik. Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue yang termasuk dalam
genus Flaviviridae.
Terdapat 4 serotype virus, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam berdarah dengue dan keempat serotype
tersebut dapat ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 sebagai serotype
terbanyak.
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes
(terutama A. Aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya
berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan
bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng
bekas, dan tempat penampungan air lainnya).
Dapat diketahui mengapa dalam kolam ikan lele yang airnya keruh, tidak
terdapat jentik-jentik nyamuk. Sedangkan dalam parit dan genangan air yang
jernih, dapat ditemukan banyak jentik-jentik nyamuk.
Untuk dapat mencari penderita atau tersangka DBD, maka perlu dilakukan
penyelidikan epidemiologi. Merupakan kegiatan pencarian penderita/tersangka
DBD lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD di rumah
penderita, dalam radius sekurang-kurangnya 100 meter, serta tempat-tempat
umum yang diperkirakan menjadi sumber penularan penyakit lebih lanjut.
(Depkes RI, 2006). Penyelidikan epidemiologi dilakukan untuk menyelidiki
apakah penyakit tersebut menyebar atau tidak, apakah penyakit tersebut
12
bersumber dari lingkungan sekitar atau dari luar, dan menentukan tindakan
selanjutnya. Penyelidikan epidemiologi tidak hanya dilakukan untuk DBD
tetapi juga untuk penyakit lainnya. Langkah-langkah epidemiologi telah
dijelaskan di bab sebelumnya mengenai kegiatan yang dilakukan.
Pedoman yang dipakai dalam menegakkan diagnosis DBD ialah kriteria
yang disusun oleh WHO (1999). Kriteria tersebut terdiri atas kriteria klinis dan
laboratoris (WHO, 2009):
Kriteria Klinis terdiri atas:
1. Demam tinggi mendadak (38,2°C-40°C) dan terus menerus selama 2-
7 hari tanpa sebab yang jelas. Demam pada penderita DBD disertai
batuk, faringitis, nyeri kepala, anoreksia, nausea, vomitus, nyeri
abdomen, selama 2-4 hari, juga mialgia (jarang), atralgia, nyeri tulang
dan lekopenia.
2. Manifestasi perdarahan, biasanya pada hari kedua demam, termasuk
setidak-tidaknya uji bendung (uji Rumple Leede/Tourniquette) positif
dan salah satu bentuk lain perdarahan antara lain purpura, ekimosis,
hemstoma, epistaksis, perdarahan gusi dan konjuntiva. Perdarahan
saluran cerna (hematemesis, melena, atau hematochezia), mikroskopik
hematuria atau menorraghia.
Tes RL adalah prosedur hematologi yang merupakan uji diagnostik
terhadap ketahanan kapiler dan penurunan jumlah trombosit.
Ketahanan kapiler dapat menurun pada infeksi DHF, ITP, purpura,
dan Scurvy. Tes RL dilakukan dengan cara pembendungan vena
memakai sfigmomanometer pada tekanan antara sistolik dan diastolik
(100 mmHg) selama 10 menit. Pembendungan vena menyebabkan
darah menekan dinding kapiler. Dinding kapiler yang oleh suatu sebab
kurang kuat atau adanya trombositopenia, akan rusak oleh
pembendungan tersebut. Darah dari dalam kapiler akan keluar dan
merembes ke dalam jaringan sekitarnya sehingga tampak sebagai
bercak merah kecil pada permukaan kulit. Bercak tersebut disebut
13
ptekie. Hasil positif bila terdapat ptekie pada bagian volar lengan
bawah yang dibendung dengan jumlah ≥ 10 pada area berdiameter 5
cm.
Secara ringkasnya adalah sebagai berikut:
1. Mengukur tekanan sistole dan diastole, mengambil rata-
ratanya.
2. Melakukan bendungan pada lengan atas pada tekanan rata-
ratatersebut, maksimal 100 mmHg dan mempertahankan
selama 10 menit.
3. Membaca hasilnya pada volar lengan bawah kira-kira 4 cm di
bawahlipat siku dengan penampang 5 cm.
3. Hepatomegali, mulai dapat terdeteksi pada permulaan demam.
4. Manifestasi kebocoran plasma (hemokonsetrasi), mulai dari yang
ringan seperti kenaikan hematokrit >20% dibandingkan sebelumnya,
sampai yang berat yaitu syok (nadi cepat, lemah, kaki/tangan dingin,
lembab, gelisah, sianosis dan kencing berkurang)
Kriteria Laboratoris terdiri atas:
1. Trombositopenia (<100.000/mm³) biasanya ditemukan pada hari ke
2 atau 3, terendah pada hari ke 4-6, sampai hari ke 7-10 sakit.
2. Terdapat minimal satu tanda-tanda kebocoran plasma, yaitu:
a. Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai
dengan umur dan jenis kelamin.
b. Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.
c. Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites, atau
hipoproteinemia.
Diagnosis DBD dapat ditegakkan bila ditemukan 2 kriteria klinis dan 2
kriteria laboratoris.
14
Dalam kegiatan Field Lab ini, kami juga harus dapat menentukan adanya
KLB dari hasil penyelidikan epidemiologi. KLB DBD ditegakkan jika ada
peningkatan jumlah kasus DBD dan Dengue Shock Syndrome (DSS) di suatu
desa/kelurahan/wilayah lebih luas, 2 kali lipat atau lebih dalam kurun waktu satu
minggu/bulan dibanding minggu/bulan sebelumnya atau bulan yang sama tahun
lalu. Pada cakupan wilayah Puskesmas Mojosongo pernah terjadi KLB pada tahun
2007 dan 2010. KLB ditangani dengan cara :
1. Pengobatan/perawatan penderita
2. Penyelidikan epidemiologi
3. Pemberantasan vektor (PSN dan fogging)
4. Penyuluhan kepada masyarakat
5. Evaluasi/penilaian penanggulangan KLB
Sedangkan kasus DBD ditanggulangi dengan alur sebagai berikut:
15
Di Indonesia, cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD
adalah dengan mengkombinasikan cara-cara diatas, yang disebut dengan “3M
Plus” yaitu menutup, menguras, menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa
hal seperti memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan
kelambu pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan insektisida,
menggunakan repellent, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala, dan
lain-lain.
16
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Demam berdarah merupakan masalah kesehatan yang masih sangat
penting untuk dibahas karena masih banyaknya kejadian Demam
Berdarah yang tidak tertangani dengan baik sehingga menyebabkan
mortilitas pada penderitanya. Meskipun di tempat kami melaksanakan
kegiatan pemantauan pengendalian penyakit Demam Berdarah bukan
merupakan daerah endemis dan jarang sekali kasus DBD terjadi di sana,
kami tetap belajar mengenai cara mendiagnosis suspek DBD, melakukan
pelaporan apabila terdapat kasus, melakukan penyelidikan epidemiologi,
dan mempelajari penanggulangan penyakit DBD baik dari segi
pencegahan maupun penanggulangan.
Dari hasil penyelidikan epidemiologi, dapat diketahui bahwa
sebagian besar dari rumah warga yang kami periksa, tidak dijumpai
adanya jentik-jentik nyamuk. Keadaan tempat tinggal warga pun terlihat
bersih dan rapi. Dari komunikasi dengan warga yang telah kami lakukan,
diketahui bahwa sebagian besar warga sudah menguras bak mandi dan
tempat penampungan airnya setiap satu minggu sekali.
Kesadaran warga akan pentingnya kebersihan sudah sangat baik,
akan tetapi kesadaran untuk tetap menjaga kebersihan dan kesehatan
lingkungan harus tetap dipertahankan dan ditingkatkan dengan
pemberian edukasi karena beberapa warga masih membiarkan genangan-
genangan air di pekarangan rumahnya yang dapat menjadi tempat
perkembangbiakan nyamuk. Di tempat penampungan air salah satu
rumah warga juga masih ditemukan jentik-jentik nyamuk dalam jumlah
yang tidak sedikit sehingga perlu disarankan untuk mengurasnya setiap
17
minimal 1 minggu sekali dan lebih menjaga kebersihan lingkungan
tempat tinggalnya.
Pelaksanaan kegiatan Field Lab dapat berjalan dengan lancar dan
edukatif. Warga setempat berpartisipasi dengan baik dan menerima
mahasiswa dengan ramah. Selain itu, dari pihak Puskesmas, baik Kepala
Puskesmas, Instruktur Lapangan, pembimbing, dan kader-kader juga
telah memberikan penjelasan dengan baik dan membantu kami mencapai
tujuan pembelajaran.
Kendala yang dihadapi adalah karena banyaknya warga yang
bekerja sebagai petani sehingga ketika pagi hari, sebagian besar rumah
kosong dan membuat kami memutuskan untuk mengganti sampel yang
telah ditentukan sebelumnya untuk kami periksa. Permasalahan-
permasalahan lain yang kami hadapi di lapangan belum pernah
didapatkan secara formal dalam kegiatan perkuliahan sehingga akan
menjadi pengalaman yang penting bagi profesi kami kelak sebagai
seorang klinisi yang mengabdi kepada masyarakat.
B. SARAN
Diharapkan agar masyarakat tetap menjaga kebersihan lingkungan
tempat tinggalnya untuk mencegah perkembangbiakan dan pertumbuhan
nyamuk sebelum nyamuk menjadi dewasa dan dapat menjadi agen
penularan penyakit Demam Berdarah Dengue.
18
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008a. Perkembangan Kejadian DBD
di Indonesia, 2004-2007. http://www.penyakitmenular.info/detil.asp?
m=5&s=5&i=217 (diakses pada April 2008).
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008b. Tata Laksana Demam
Berdarah Dengue. http://www.depkes.go.id/downloads/Tata%20Laksana
%20DBD.pdf (diakses pada April 2008).
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2006. Prosedur Tetap Penanggulangan
KLB dan Bencana Provinsi Jawa Tengah.
Widoyono. 2005. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, &
Pemberantasannya. Jakarta: Penerbit Erlangga.
World Health Organization. 2008. Dengue and Dengue Hemmoragic Fever.
http://www.who.int/mediacenter/factsheets/fs117/en/ (diakses pada April
2008).
19
LAMPIRAN FOTO KEGIATAN
Gambar 1. Genangan air dengan jentik-jentik nyamuk.
Gambar 2. Memeriksa jentik-jentik nyamuk di bak mandi.
20
Gambar 3. Memberikan edukasi kepada warga berdasarkan hasil
pemeriksaan jentik-jentik nyamuk.
Gambar 4. Pengarahan oleh Kepala Dusun
21
Gambar 5. Mahasiswa bersama instruktur dan pembimbing lapangan.
Gambar 6. Pemeriksaan jentik-jentik nyamuk di kaleng bekas yang
menampung air.
22
Top Related